C . IN DO N E S I A 2014 D A N S E T E L A H N Y A : S U A T U T IN J A U A N S E L E K T IF 1. R u m a h ta n g g a In do n e s ia te n g a h pu l ih d a r i g e jo la k y a n g te r ja d i s e ba g a i im ba s da r i k r i s i s k e u a n g a n g l o ba l Ekonomi Indonesia bertahan dari terpaan perlambatan global namun belum banyak diketahui dampak krisis tersebut pada rumah tangga di Indonesia
Ekonomi Indonesia mulai terdampak oleh krisis ekonomi global pada akhir tahun 2008 dengan penurunan ekspor yang tajam pada triwulan keempat. Akibatnya, pertumbuhan PDB melambat pada triwulan keempat 2008 dan memasuki triwulan pertama tahun 2009. Dengan pulihnya ekspor selama tahun 2009, ekonomi mengalami kepulihan yang stabil. Konsumsi domestik yang kuat membantu makro-ekonomi Indonesia untuk menembus badai. Pasar keuangan juga perdampak namun sejak itu telah pulih dengan kuat. Namun dampak krisis pada rumah tangga mungkin akan terjadi belakangan setelah pulihnya ekonomi dan hanya akan nampak beberapa bulan setelahnya. Selain itu, pengalaman setiap kelompok dan daerah dalam mengalami gejolak mungkin berbeda dan tingkat pemulihannya juga bisa berbeda. Dengan demikian maka indikator kunci I tingkat rumah tangga perlu dimonitor agar lebih memahami bagaimana keluarga terdampak oleh gejolak seperti krisis ekonomi global dan apakah mereka dalam pemulihan. Dengan alasan tersebut maka Pemerintah Indonesia membentuk Sistem Pemantauan dan Sistem Pemantauan dan Respon Krisis (Crisis Monitoring dan Response System-CMRS) agar dapat memahami bagaimana gejolak diteruskan pada rumah tangga, bagaimana rumah tangga menanggapinya dan seperti apakah hasil dampak sosialnya. Prakarsa ini dilaksanakan oleh Bappenas dan BPS berkolaborasi dengan World Bank, dengan dukungan keuangan dari AusAID. CMRS menggagaskan survei rumah tangga baru (CMRSS) yang dilaksanakan pada bulan Agustus dan November 2009. Dua putaran pertama survei menunjukkan bahwa pada pertengahan tahun 2009, rumah tangga mengalami penurunan jam kerja yang berdampak negatif pada pendapatan rumah tangga. Para keluarga merespon dengan mengkonsumsi barang bermutu lebih rendah atau bahan pangan yang lebih murah. Tetapi menjelang akhir 2009, jam kerja telah meningkat sebagian dan menurut laporan, para keluarga sudah tidak mengalami kesulitan memenuhi biaya konsumsi mereka. Namun pengalaman di daerah mungkin berbeda dan pemulihannya terjadi pada tingkat yang berbeda. Perubahan pada tingkat rumah tangga ini mungkin merupakan konsekuensi dari krisis ekonomi global namun sulit untuk dipisahkan dari kemungkinan faktor lainnya (misalnya musiman atau kejadian seperti pemilu nasional). Putaran ketiga dan terakhir survei dimulai pada bulan Februari 2010 namun hasil temuannya masih belum tersedia.
Pekerja mengalami penurunan jam kerja yang membuat tingkat pendapatan rumah tangga merosot
Hasil temuan CMRS menunjukkan bahwa hanya terdapat sedkit perubahan dalam pengangguran atau tingkat partisipasi dalam angkatan tenaga kerja untuk kepala keluarga. Sehubungan dengan upah formal dan informal, hal ini juga tetap stabil bagi sebagian besar pekerja. Namun, pekerja mengalami pengurangan jam kerja. Jam kerja dalam seminggu bagi kepala keluarga menurun sebesar rata-rata 1.3 jam antara bulan Mei dan Agustus 2009, baik bagi rumah tangga miskin dan non-miskin. Wilayah pedesaan mengalami penurunan yang lebih besar dibdaningkan wilayah perkotan. Rata-rata nasional dari jam kerja mingguan kepala keluarga dalam CMRSS Agustus 2009 juga 0.8 jam dibawah rata-rata nasional dari survei Sakernas bulan Agustus 2008. Data Sakernas juga menunjukkan bahwa jam kerja untuk kepala keluarga relatif sama antara Februari dan Agustus 2009 (selisih 0.2), dimana terdapat peningkatan 0.8 jam antara Februari dan Agustus 2008. Merosotnya jam kerja berkaitan langsung dengan penurunan hampir 5 persen dalam pendapatan pedesaan, dengan asumsi tingkat upah yang konstan. Konsekuensinya, rumah tangga melaporkan bahwa mereka mengalami peningkatan kesulitan yang signifikan dalam memenuhi biaya konsumsi mereka. Proporsi rumah tangga yang melaporkan adanya kesulitan meningkat sejumlah tiga percentage points antara bulan April dan Juli 2009, dengan proporsi diantara para miskin meningkat sejumlah 6 percentage points.
45
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 52: J am kerja menurun dari bulan Mei ke Agus tus , lalu pulih menjelang akhir tahun
G rafik 53: L aporan tentang kes ulitan memenuhi biaya kons ums i
(perubahan dalam jam kerja mingguan kepala keluarga)
(persentase responden survei)
70
Mei hingga August hingga Mei hingga Augustus 2009 November 2009 November 2009
63
per cent Nasional
Pedesaan
Perkotaan
Non -miskin
Miskin
56
Nasional
-1.3
0.6
-0.8
49
Pedesaan
-1.5
1.1
-0.5
42
Perkotaan
-1.1
0.0
-1.1
Non-miskin
-1.3
0.3
-1.0
Miskin
-1.5
1.8
0.3
35 28 21 14 7
Kepala keluarga: Laki-laki
-1.4
0.4
-1.0
Perempuan
-1.1
2.4
1.2
Sumber: CMRSS Para keluarga mengatasinya dengan membeli bahan pangan dengan harga atau mutu yang lebih rendah
0 Apr 09
Jul 09
Okt 09
Sumber: CMRSS
Peningkatan harga beberapa bahan pangan pokok selama paruh kedua tahun 2009 mengakibatkan tekanan yang substansial pada rumah tangga yang mengalami penurunan pendapatan. Para miskin terutama mengalami tekanan yang parah dimana bahan pangan mewakili hampir tiga perempat dari konsumsi mereka. Para rumah tangga mendemonstrasikan ketahanan resilience mereka dalam menghadapi kesulitan ini. Mereka mengatasi merosotnya pendapatan rumah tangga dan meningkatnya harga pangan dengan membeli bahan pangan yang lebih murah atau lebih rendah mutunya. Proporsi rumah tangga yang menggantikan lauk-pauk (makanan utama) mereka dengan bahan pangan yang harga atau mutunya lebih rendah naik dari 13 menjadi 15 persen. Rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan lebih banyak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi mereka dan cenderung lebih banyak melakukan substitusi bahan pangan pokok dan lauk-pauk. Namun, para keluarga tidak terpaksa menggunakan mekanisme yang ekstrim dalam mengatasi kesulitan. Pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan dan pendidikan tetap konstan. Tidak ada bukti bahwa keluarga terpaksa memasukkan anaknya dalam angkatan tenaga kerja demi meningkatkan pendapatan keluarga yang menurun. 3.6 persen rumah tangga memiliki seorang anak yang bekerja pada bulan April 2009; hal ini tetap sama pada bulan Juli dan Oktober. Juga tidak ada perubahan dalam proporsi rumah tangga dengan seorang perempuan yang bekerja, suatu peningkatan yang dapat menjadi indikasi tentang masuknya mereka secara tidak sukarela ke dalam lapangan kerja demi meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Menjelang akhir 2009, rumah tangga Indonesia mulai pulih
Hasil temuan dari putaran kedua CMRS mengindikasikan bahwa situasi telah membaik bagi rumah tangga. Jam kerja meningkat 0.6 jam antara bulan Agustus dan November 2009, memberikan sebagian kompensasi untuk tren menurun sebelumnya. Rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan lebih cepat pulih. Kepala keluarga perempuan lebih banyak memperoleh kembali jam kerja dibdaningkan dengan laki-laki, dengan jam kerja mingguan lebih banyak dibdaningkan tingkat pada bulan April. Hal ini nampaknya telah meningkatkan tingkat pendapatan rumah tangga. Persepsi rumah tangga tentang kesulitan memenuhi biaya konsumsinya kembali ke tingkat triwulan April, seperti juga tren substitusi bahan pangan.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
46
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 54: Mengatas i kes ulitan dengan menggunakan bahan pokok atau lauk-pauk bermutu lebih rendah
(persen rumah tangga)
25
persen Nasional
Desa
Kota
Non -miskin Miskin
20
15
10
5
0 Apr 09
Jul 09
Okt 09
Bahan Pangan Pokok
Apr 09
Jul 09
Okt 09
Lauk Pauk
Sumber: CMRSS Namun tidak semua propinsi mengalami dampak yang sama
CMRS menunjukkan variasi yang signifikan dalam hasil temuan di tingkat propinsi baik dalam indikator pasar tenaga kerja (jam kerja dan pengangguran) dan indikator kesulitan (hardship) rumah tangga (termasuk persepsi perubahan dalam pendapatan rumah tangga, kesulitan memenuhi biaya konsumsi dan subsitusi bahan pangan yang dilaporkan). Beberapa propinsi secara garis besar tidak terdampak, beberapa mengalami penurunan kondisi dari Mei hingga Agustus namun telah pulih pada bulan November, sementara lainnya mengamati penurunan yang berlanjut atau terjadi kemudian. Propinsi yang paling terdampak selama periode dari Mei hingga November adalah Lampung, Nusa Tenggara Barat dan Gorontalo, diikuti oleh Sumatra Utara dan Barat, Kepulauan Riau, Banten, Bali, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah dan Selatan. Menurut survei, yang paling tidak terdampak selama masa enam bulan tersebut adalah Sumatra Selatan dan Bengkulu.
Masih banyak yang perlu dilakukan untuk memahami dampak krisis pada rumah tangga …
Hasil temuan survei CMRS dapat memberikan lebih banyak informasi tentang bagaimana rumah tangga Indonesia mengalami penurunan dan bagaimana mereka menanganinya, dan sejauh mana perubahan ini diakibatkan oleh krisis ekonomi global. Analisa lebih jauh akan mengkaji hasil pendidikan dan pemanfaatan mekanisme pendanaan. Semua dampak apapun dari berhenti sekolah dan absen dari sekolah beserta nutrisi dan perawatan pra dan pasca melahirkan akan dikaji. Mekanisme pendanaan yang dipergunakan oleh mereka yang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan konsumsi akan dipaparkan dalam konteks pola penggunaan rata-rata. Laporan CMRS mendatang perihal hasil dari putaran pertama dan kedua akan segera siap dan akan memberikan lebih banyak uraian tentang hasil temuan survei lengkap.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
47
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
G rafik 55: V arias i dampak pada rumah tangga antar propins i
(perubahan triwulan dalam kondisi pasar tenaga kerja dan kesulitan rumah tangga secara Propinsi)
Sumber: CMRSS dan analisa Bank Dunia … agar lebih siap untuk melakukan monitoring dan melindungi mereka yang rentan dari gejolak di masa depan
Mendadaknya krisis keuangan global menyoroti kesulitan dalam mendeteksi bagaimana gejolak ini berdampak pada rumah tangga. Hal ini juga telah menekankan perlunya mengembangkan sistem monitoring dan respon nasional tetap sehingga pemerintah dapat dengan cepat memberikan dukungan yang sesuai untuk rumah tangga yang terdampak oleh gejolak yang serious. CMRS dapat berfungsi sebagai prototype untuk sistem permanen yang memantau gejolak dan kerentanan di tingkat rumah tangga. Sementara itu, banyak hal yang harus dilakukan untuk membentuk sistem tanggap darurat dengan pedoman yang jelas tentang bagaimana mengaktifkan suatu respond an program jaringan pengaman sosial sebaiknya dipergunakan. Sistem ini sebaiknya mengakomodir tanggapan yang disesuaikan dan yang ditentukan oleh analisa tentang siapa yang terdampak dan pengalaman mereka menghadapi gejolak tersebut. Instrumen respon ini dapat mencakupi program yang telah terbukti efektif, termasuk (tetapi tidak terbatas pada) menyediakan transfer dana tunai tanpa syarat (seperti Bantuan Tunai Langsung, BLT) bagi rumah tangga yang rentan atau menyalurkan paket bantuan (block grants) pada daerah yang terdampak oleh krisis melalui PNPM-Mdaniri. Untuk masa mendatang, kerangka kerja pekerjaan umum (Padat Karya) dapat dibentuk untuk menyediakan lapangan kerja sementara bagi yang paling membutuhkan dan segera setelah gejolak terjadi. Pekerjaan umum dapat dilaksanakan melalui serangkaian program terutama PNPM-Mdaniri, yang telah menunjukkan hasil berkurangnya tingkat pengangguran di wilayah pedesaan.
2.
B e be r a pa f itu r u ta m a R e n c a n a P e m b a n g u n a n J a n g k a M e n e n g a h N a s i o n a l ( R P J M N ) 201 0-2 01 4 a . R P J MN 2010-14 ya ng ba ru diumumk a n ak an memberik an pda nua n ba gi renc a na pemba nguna n s ek toral dan da erah s erta a ngga ran s ela ma 5 ta hun k e depa n
Pemerintah Indonesia mengumumkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional periode 2010-2014 pada tanggal 3 Februari, 2010
RPJMN 2010-2014, yang diundangkan melalui Keputusan Presiden No. 5/2010, memberikan arahan kebijakan dan strategi dan menggarisbawahi prioritas nasional sebagai pedoman untuk pembangunan Indonesia dalam 5 tahun mendatang. RPJMN menetapkan pedoman garis besar bagi kementerian negara dalam merumuskan rencana strategisnya (Renstra-KL) dan bagi pemerintahan propinsi dan kabupaten dalam perumusan dan revisi rencana pembangunan jangka menengahnya yang mendukung sasaran pembangunan nasional. RPJM 2010-2014 saat ini, fase kedua dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, merupakan terjemahan dari visi dan misi Presiden dan dipdanu oleh arahan kebijakan umum dari RPJPN secara keseluruhan. Penting untuk memahami prioritas dan arahan kebijakan yang tercantum dalam RPJM saat ini karena baik rencana sektoral maupun anggaran tahunan untuk lima tahun ke depan akan dipdanu oleh RPJMN.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
48
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
RPJMN terdiri oleh tiga buku dan menetapkan 11 prioritas nasional
Menjaga Momentum
RPJMN terdiri dari tiga buku. Buku-buku ini memberikan garis besar prioritas nasional dan sektoral dan strategi pembangunan daerah. Secara umum, rencana ini merupakan dokumen yang komprehensif yang menguraikan prioritas program untuk periode 200102014 beserta keluaran (outputs)/hasil dampak (outcomes) dan anggaran indikatof untuk setiap prioritas dan sektor. Fitur utama dari ketiga buku adalah: • Buku I memberikan garis besar tentang strategi, kebijakan umum dan kerangka kerja makro-ekonomi yang mencerminkan visi, misi dan 11 prioritas pembangunan nasional RPJM. Hal ini sendiri mencerminkan prioritas yang ditetapkan oleh tim Presiden-Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Visi yang memayunginya adalah “untuk merealisasikan Indonesia yang sejahtera, demokratis dan adil”. • Buku II memberikan garis besar rencana pembangunan sektoral berdasarkan RPJPN 2005-2025 dengan tema “untuk memperkuat sinergi lintas sektor pembangunan” dalam rangka mencapai visi pembangunan nasional dalam Buku I. • Buku III memberikan garis besar rencana pembangunan daerah berdasarkan pulau: Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua dengan tema “untuk memperkuat sinergi antara pemerintah pusat, daerah dan antar-daerah” dalam rangka mencapai visi pembangunan nasional dalam Buku I. Ke- 11 prioritas nasional yang dijabarkan dalam Buku I adalah: i) Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan (governance), ii) Pendidikan, iii) Kesehatan, iv) Pengentasan kemiskinan, v) Keamanan pangan, vi) Infrastruktur, vii) Iklim penanaman modal dan bisnis, viii) Energi, ix) Pengelolaan lingkungan hidup dan bencana, x) Daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik, xi) kebudayaan, keratifitas dan inovasi teknologi.
Prioritas-prioritas tersebut merupakan campuran dari program pembangunan dan prakarsa reformasi yang telah ada dan yang baru
Sebagian besar dari program yang ditetapkan di bawah judul pengentasan kemiskinan, pendidikan dan kesehatan merupakan lanjutan atau perluasan dari program pembangunan yang telah ada seperti program bantuan sosial terpadu termasuk sistem asuransi nasional (Jamkesmas), beasiswa bagi masyarakat miskin, transfer dana tunai (BLT), bantuan untuk rumah tangga miskin (PKH), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan perluasan program pembangunan masyarakat pedesaan (PNPM Mdaniri). Beberapa prioritas program baru yang terpilih termasuk membangun sekitar 20,000 km jalan raya yang melintasi kelima pulau terbesar, meningkatkan kapasitas pembangkitan listrik sebesar 3,000 MW per tahun, membangun infrastruktur transportasi berdasarkan Sistem Transportasi Nasional dan Cetak Biru Transportasi, memperkenalkan nomor identitas tunggal yang akan diaplikasikan menjelang 2011, mengurangi jumlah daerah tertinggal sejumlah 50 kabupaten/kotamadya menjelang 2014, mengembangkan sistem logistik nasional dan mengimplementasikan lisensi penanaman modal dan sistem informasi elektronik. Prioritas program baru ini mencerminkan fokus pemerintah pada infrastruktur selama 5 tahun ke depan.
Pemerintah bertujuan untuk menurunkan tingkat kemiskinan menjadi 8-10 persen menjelang tahun 2014
Dengan adanya prioritas tersebut di atas maka diharapkan tingkat kemiskinan akan menurun menjadi 8 – 10 persen dari tingkat saat ini yaitu 14.15 persen (2009). Untuk mencapai hal ini, pemerintah berencana untuk meningkatkan efektifitas program pengentasan kemiskinan dengan mengintegrasikan koordinasi program sosial/pengentasan kemiskinan dalam urusan kantor Wakil Presiden, memperluas jangkauan program saat ini dan mengembangkan infrastruktur pedesaan. Komisi Nasional untuk Pengentasan Kemiskinan tengah direvitalisasi untuk mengemban tugas koordinasi. Pemerintah juga bertujuan untuk menurunkan tingkat pengangguran terbuka menjadi 5-6 persen dari tingkat 2009 yaitu 7.9 persen.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
49
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
T abel 20: S eleks i S as aran P embangunan Utama dalam R P J MN 2010-2014 Seleksi Sasaran Pembangunan Utama Pengangguran dan kemiskinan Tingkat pengangguran (%) Tingkat kemiskinan (%) Pendidikan Meningkatkan GER* untuk pendidikan sekolah menengah atas (%) Meningkatkan GER untuk perguruan tinggi (usia 19 – 23, %) Kesehatan Meningkatkan harapan hidup (tahun) Mengurangi malnutrisi (
2008/09
2014
7.9 14.15
5.0 - 6.0 8.0 - 10.0
64.28 21.26
85 30
70.7
72
18.4
<15
34
24
Infrastruktur (termasuk energi) Membangun jalan tol sepanjang 19,370 km: Trans Sumatera, Trans Jawa, Trans Kalimantan, Trans Sulawesi, Trans Nusa Tenggara Barat, Trans Nusa Tenggara Timur, dan Trans Papua Membenahi sistem dan jejaring transportasi di 4 kota terbesar (Jakarta, Bdanung, Surabaya, Medan) Meningkatkan rasio elektrifikasi Kapasitas pembangkitan listrik
Rampung
Rampung 80% Tambahan 3,000 MW per tahun
GER Gross Enrollment Rate (Angka Partisipasi Kotor) Sumber: RPJMN 2010-2014, Bappenas …dan untuk meningkatkan secara siknifikan elemenelement utama pembangungan
Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan merupakan prioritas utama bidang pendidikan. Hal ini akan dilakukan dengan berbagai cara termasuk, antara lain, dengan menyediakan beasiswa untuk masyarakat miskin, mengimplementasikan indikator utama kinerja pendidik, menyeimbangkan perbdaningan/rasio pendidik-anak didik dan mencapai stdanar pendidikan nasional menjelang tahun 2013. GER Gross Enrollment Rate (Angka Partisipasi Kotor) diharapkan akan mencapai 85 persen untuk pendidikan sekolah menengah atas dan 30 persen untuk perguruan tinggi. Outcomes dalam bidang pendidikan diharapkan akan membaik: harapan hidup diprakirakan akan meningkat menjadi 72 tahun dan malnutrisi menurun di bawah 15 peren menjelang tahun 2014. Untuk menyikapi tantangan lama dalam bidang infrastruktur, pemerintah berencana untuk membangun lebih dari 19,000 km jalan tol di kelima pulau terbesar dan meningkatkan pasokan listrik dengan menambah 3,000 MW per tahun.
Pemerintah mengalokasikan IDR 1,287.6 trilyun selama 5 tahun mendatang dalam mengimplementasikan 11 prioritas nasional
Total sumberdaya yang dialokasikan untuk mengimplementasikan 11 prioritas nasional adalah IDR 1,288 trilyun (sekitar IDR 200-300 trilyun atau setara dengan USD 21-32 milyar pada kurs saat ini, per tahun). Pendidikan, infrastruktur dan pengentasan kemiskinan memperoleh alokasi anggaran terbesar, mewakili dua pertiga dari total anggaran yang dialokasikan untuk ke-11 prioritas nasional ini. Meksipun jangkauannya komprehensif dan rencana programnya terperinci, RPJMN tidak memberikan estimasi pos anggaran sumberdaya publik yang diperkirakan dalam lima tahun mendatang sehingga analisa lebih mendalam tentang pos sumberdaya keseluruhan dan alokasi anggaran yang lebih luas tidak dapat dilakukan.
Pemerintah mentargetkan pertumbuhan ekonomi 6.3-6.8 persen pada periode 2010-2014, dan mencapai pertumbuhan 7 persen menjelang 2014
Pemerintah bertujuan untuk mencapai pertumbungan rata-rata sebesar 6.3-6.8 persen per tahun selama periode 2010-2014, dengan pertumbuhan rata-rata meningkat ke 7 persen pertumbuhan PDB sebelum tahun Konsumsi swasta, sumber utama pertumbuhan diproyeksikan akan tumbuh sebesar 5.3-5.4 persen per tahun, sementara penanaman modal dan ekspor diproyeksikan akan meningkat sebesar 9.1-10.8 persen dan 10.7-11.6 persen setiap tahunnya. Pemerintah bermaksud mempertahankan inflasi di tingkat yang sebdaning dengan tingkat inflasi di negara tetangga atau 3.5 – 5.5 persen menjelang tahun 2014 dalam rangka mempertahankan stabilitas nilai tukar mata uang dan tingkat suku bunga domestik yang rendah.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
50
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
…sementara mempertahankan kebijakan fiskal yang relatif konservatif
Menjaga Momentum
Di garis depan fiskal, pemerintah mempertahankan kebijakan fiskalnya yang konservatif dengan deficit anggaran moderat dengan rata-rata 1.5 persen dari PDB. Sebagai hasilnya, rasio total hutang publik ke PDB diharapkan akan menurun menjadi 24 persen dari PDB pada tahun 2014. Rasio pajak ke PDB diproyeksikan akan turun bertahap dari 12.4 persen PDB pada tahun 2010 menjadi 14.2 persen dari PDB pada tahun 2014, dengan pertumbuhan tahunan penerimaan pajak sebesar 16.8 persen.
T abel 21: K erangka kerja makro-ekonomi R P J MN 2010-2014 2010
Proyeksi Jangka Menengah 2011 2012
2013
2014
Pertumbuhan dan Stabilitas Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi
5.5 - 5.6
6.0 - 6.3
6.4 - 6.9
6.7 - 7.4
7.0 - 7.7
Inflation rate, CPI (%)
4.0 - 6.0
4.0 - 6.0
4.0 - 6.0
3.5 - 5.5
3.5 - 5.5
9,750 - 10,250
9,250 - 9,750
9,250 - 9,750
9,250 - 9,850
9,250 - 9,850
6.0 - 7.5
6.0 - 7.5
6.0 - 7.5
5.5 - 6.5
5.5 - 6.5
7.0 - 8.0
11.0 - 12.0
12.5 - 13.5
13.5 - 14.5
14.5 - 16.5
8.0 - 9.0
14.0 - 15.6
16.0 - 17.5
17.0 - 18.3
18.0 - 19.0
74.7 - 75.6
82.4 - 84.1
89.6 - 92.0
96.1 - 99.2
101.4 - 105.5
Nilai tukar (nominal) (IDR/USD) 3 bulan suku bunga SBI (%) Neraca Pembayaran Pertumbuhan ekspor non minyak dan gas (%) Pertumbuhan impor non minyak dan gas (%) Cadangan devisa (milyar USD) Anggaran Negara Surplus/Defisit APBN/PDB (%)
-1.6
-1.9
-1.6
-1.4
-1.2
Pendapatan Pajak/PDB (%)
12.4
12.6
13
13.6
14.2
29
28
27
25
24
Hutang Pemerintah /PDB (%) Sumber: RPJMN 2010-2014, Bappenas Transfer ke daerah diperkirakan akan terus meningkat
Transfer ke daerah diperkirakan akan terus meningkat karena meningkatnya alokasi DAU dan DAK secara bertahap serta karena berlanjutnya perpindahan tanggung jawab untuk implementasi program (dan dana yang terkait) pada daerah. Beberapa kebijakan utama sehubungan dengan transfer ke daerah mencakup berikut: • Secara bertahap meningkatkan proporsi alokasi DAU dari total net pendapatan domestik • Memperbaiki rumusan DAU dengan meniadakan variabel belanja pegawai dan memperkenalkan variablel insentif sebagai penghargaan bagi daerah yang bagus kinerjanya • Memperbaiki estimasi kebutuhan fiskal agar lebih selaras dengan stdanar pelayanan minimum. • Secara bertahap meningkatkan alokasi DAK dalam rangka mencapai prioritas pembangunan nasional dan mentransformasikan program kementerian negara menjadi aliran keuangan DAK yang mendanai fungsi desentralisasi seperti program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan dana pembangunan infrastruktur desa. • Meningkatkan ketepatan, transparansi dan pencairan pembagian pendapatan.
Beberapa prioritas program diperkirakan akan mendapatkan peningkatan anggaran yang signifikan atau memiliki sasaran pembangunan yang relatif ambisius; namun pendekatan ini memicu kekhawatiran tentang kapasitas implementasi dan kesinambungan fiskal
Beberapa prioritas program diperkirakan akan mendapatkan peningkatan sumberdaya yang signifikan dan memiliki sasaran pembangunan yang relatif ambisius. Selayaknya dengan peningkatan sumberdaya seperti ini maka ada peningkatan kapasitas implementasi yang signifikan dari instansi yang bertanggungjawab. Perluasan program tertentu juga akan menciptakan liabilitas terkait (contingent liabilities) yang sebaiknya dipertimbangkan dalam perancangan perluasan program. Misalnya, alokasi anggaran untuk sistem asuransi kesehatan nasional yang divisikan akan mencakup semua penduduk menjelang tahun 2014 akan memberikan beban tambahan pada anggaran nasional dan akan meningkatkan forward liabilities. Biaya fiskal dari kebijakan ini mungkin belum dirasakan selama ini karena hambatan sisi permintaan mengakibatkan banyak diantara mereka yang berhak memperoleh layanan kesehatan belum dapat mengaksesnya. Namun dengan ditanganinya hambatan ini, biaya-biaya program akan meningkat secara signifikan hingga memicu kekhawatiran tentang kesinambungannya. Kementerian negara yang mengimplementasikan program prioritas telah menerima
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
51
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
peningkatan anggaran yang signifikan (seperti pertanian atau pengentasan kemiskinan). Mereka juga perlu penempatan staf yang sesuai agar program dapat dikelola secara efektif. Beberapa program prioritas akan membutuhkan koordinasi yang erat dengan pemerintahan daerah (seperti meningkatkan akses untuk pendidikan dasar dan penyediaan air bersih). Dengan demikian maka melakukan klarifikasi tentang peran dan fungsi pemerintah pusat dan daerah merupakan hal yang kritis dalam memastikan efektifitas program-program tersebut. b. R P J M menek ank a n k emba li perlunya perc epa ta n pertumbuha n s elama s etenga h das awars a menda ta ng – s ementa ra mema s tik an bahwa pertumbuhan ters ebut ink lus if da n diba gi a ntara s emua s egmen penduduk RPJM mengambil sudut pdanang strategis sehubungan dengan pengembangan kebijakan selama lima tahun mendatang
Pada tingkat strategis secara keseluruhan, RPJM 2010-2014 memberikan pdanangan yang komprehensif tentang kebijakan pembangunan Pemerintah Indonesia selama lima tahun mendatang. Banyak aspek pembangunan yang dibahas. Namun, memdanang ke depan selama periode lima tahun hingga tahun 2014, seperti yang diamati oleh RPJM itu sendiri, ekpektasi pemerintah tinggi dan sumberdayanya terbatas. Bahkan, tuntutan pada pemerintah hampir tidak terbatas. Tetapi, pemerintah tidak dapat melakukan segalanya. Maka Pemerintahan yang efektif akan mensyaratkan bahwa prioritas tahunan yang ketat ditetapkan untuk mempertajam fokus implementasi dari rencana luas secara keseluruhan.
Prioritas pembangunan Pemerintah Indonesia saat ini sangat cocok dengan prioritas masyarakat internasional; pendekatannya konsisten dengan ekspansi peran internasional Indonesia termasuk dalam G20
Baru-baru ini Indonesia telah menjadi negara anggota G20. Sebagai satu-satunya anggota G20 dari kelompok negara ASEAN, posisi Indonesia berkaitan dengan permasalahan utama dalam agenda pembangunan internasional saat ini penting adanya. Dari sudut pdanang ini, diplomasi ekonomi RPJM memberikan dukungan yang kuat untuk semua permasalahan utama yang saat ini tengah dibahas di seluruh komunitas pembangunan internasional seperti Persatuan Bangsa-Banga, lembaga keuangan internasional, organisasi regional Asia dan sebagainya. Misalnya, RPJM mencantumkan pembahasan yang substansial tentang permasalahan berikut ini, antara lain: • Pertumbuhan ekonomi dengan penekanan yang kuat tentang keadilan • Demokrasi dan inklusi sosial • Permasalahan lingkungan hidup dan perubahan iklim • Produktifitas dan meningkatkan kebersaingan ekonomi • Tata kelola pemerintahan yang baik • Peraturan perundangan, termasuk reformasi hukum dalam bidang-bidang kunci • Melawan korupsi • Desentralisasi, untuk menggalakkan pemerintahan yang lebih inklusif • Jender, anak, permasalahan sosial terkait • Sektor utama, dengan permasalahan ekonomi dan sosial yang terkait, seperti pertanian, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, lapangan kerja, perdagangan domestik dan internasional • Reformasi birokrasi
Penekanan yang kuat tentang kebijakan ekonomi yang baik merupakan tema inti RPJM
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, RPJM mentargetkan akselerasi pertumbuhan ekonomi mencapai lebih dari 7 persen per tahun secara riil (real terms) pada akhir periode lima tahun. Dalam mencapai hal ini, perhatian yang cukup banyak diberikan baik pada mobilisasi semua jenis input ekonomi utama serta tindakan untuk meningkatkan produktifitas. Pendekatan ini unggul karena memberikan sinyal yang kuat baik pada instansi sektor publik maupun sektor swasta bahwa pemerintah memberikan prioritas yang tinggi untuk menciptakan lingkungan untuk ekspansi kegiatan ekonomi yang kokoh.Namun tantangan bagi pemerintah adalah dalam melaksanakan strategi ini karena lebih mudah merumuskan kebijakan daripada melaksanakannya.
Pemanfaatan input yang lebih baik merupakan prioritas untuk mendasari percepatan pertumbuhan ekonomi
Di sisi input, diakui bahwa dengan berbagai alasan, input ekonomi seperti lahan, tenaga kerja, modal dan kewirausahaan seringkali tidak dimobilisasikan dengan efektif di Indonesia. RPJM mencatat bahwa berbagai permasalahan berkaitan dengan akuisisi dan penggunaan lahan yang efisien menghambat banyak penanaman modal. Dipdanang juga bahwa tenaga kerja kurang dimanfaatkan. Dalam beberapa tahun terakhir ini, sebagian besar pendatang baru dalam angkatan tenaga kerja telah diserap ke kegiatan berproduktifitas rendah di sektor informal dalam usaha kecil dan mikro. Selain itu, dicatat
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
52
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
bahwa jumlah investasi yang besar akan dibutuhkan untuk mendasari pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Maka dengan demikian tindakan untuk meningkatkan iklim penanaman modal baik bagi investor domestik maupun asing dimasukkan ke dalam daftar prioritas. Dan peran krusial yang dimainkan oleh wirausahawan dalam memperomosikan, terutama pertumbuhan sektor swasta diakui dalam strategi pertumbuhan yang dicantumkan dalam RPJM. … dan peningkatan produktifitas juga penting sebagai bagian dari program untuk mempercepat pertumbuhan
Pendekatan terhadap teknologi yang telah ditingkatkan, baik melalui peluang pelatihan yang meningkat dimana pelatihan tersebut fokus pada teknologi serta dukungan untuk adopsi teknologi di seluruh sektor ekonomi, tercantum secara garis besar dalam RPJM. Tindakan yang disarankan untuk mempromosikan daya sain internasional dengan pertimbangan juga akan memacu peningkatan produktifitas meliputi langkah-langkah untuk mengurangi biaya yang mendasari operasional berbagi sektor di Indonesia dan program untuk mempromosikan ekspor.
RPJM menetapkan strategi keberpihakan pada pertumbuhan, lapangan kerja dan masyarakat miskin (pro growth, pro jobs dan pro poor )
Beragam tema dan pendekatan pada prioritas nasional ditetapkan dalam RPJM namun penekanannya pada strategi mendukung pertumbuhan, mendukung penciptaan lapangan kerja dan berpihak pada masyarakat miskin perlu dicatat. RPJM mengamati bahwa pertumbuhan dengan pemerataan (growth with equity) diperlukan dan bahwa serangkaian kebijakan yang berhubungan dengan semua sektor selayaknya dirancang untuk memastikan bahwa pembangunan tersebut berkesinambungan dan juga inklusif. Dalam konteks ini, dua dari strategi yang digambarkan dalam RPJM membutuhkan perhatian khusus. Berikut adalah strateginya: • •
Untuk mengembangkan infrastruktur dan Untuk memperkuat agenda keberpihakan pada masyarakat miskin.
Investasi dalam infrastruktur – terutama infrastruktur yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat miskin – diperlukan dengan mendesak untuk memastikan bahwa kurangnya layanan infrastruktur bukan hambatan bagi kemampuan para masyarakat miskin untuk memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi nasional. Pendekatan infrastruktur yang berpihak pada masyarakat miskin akan menguatkan penekanan keseluruhan pertumbuhan yang berpihak pada masyarakat miskin
RPJM menetapkan agenda untuk ekspansi sektor infrastruktur. Tambahan pelengkap yang berguna dalam pendekatan saat ini adalah menekankan pada proyek yang berpihak pada masyarakat miskin dalam sektor infrastruktur. Elemen utama dalam pendekatan seperti ini masyarakat miskin mendapatkan akses fisik yang memadai dan bahwa kedua, harga yang ditetapkan untuk pelayanan tersebut dapat dijangkau oleh masyarakat miskin.
Perlu pembedaan segmen pasar dalam mendesain proyek infrastruktur
Langkah pertama dalam mendesain proyek infrastruktur yang berpihak pada masyarakat miskin adalah membedakan segmen pasar yang beragam pelayanan infrastrukturnya di Indonesia. Pasar-pasar ini cenderung tersegmentasi dengan pemasok yang berbeda menyediaaan jenis layanan yang berbeda bagi jenis konsumen yang berbeda. Di satu sisi, terdapat konsumen yang termasuk dalam sektor ekonomi yang modern dan formal. Konsumen ini cenderung menginginkan layanan infrastruktur yang bermutu tinggi dalam jumlah yang besar. Mereka lazimnya bersedia membayar harga internasional atau lebih, dengan syarat pelayanan yang disediakan memuaskan. Di sisi lainnya, juga terdapat permintaan dari konsumen berskala kecil, kebanyakan di antaranya hidup dan bekerja dalam sektor informal ekonomi. Para konsumen dalam sektor ini seringkali hanya mampu membeli layanan infrastruktur dalam jumlah yang kecil (terkadang mikro) saja.
Dibutuhkan pengaturan yang berbeda-beda untuk pemasokan infrastruktur pada segmen pasar infrastruktur yang berbeda
Dalam merumuskan kebijakan infrastruktur, sangat penting untuk membedakan antara kedua pasar ini. Perusahaan layanan umum milik negara mungkin tidak mampu menjangkau semua konsumen yang berpotensi, terutama dalam pasar informal. Hasilnya, banyak bagian dari sektor infrastruktur – dalam transportasi darat dan air, kereta api, listrik dan penyediaan air dan sanitasi – beragam pengaturan yang informal ada demi menyediakan layanan tersebut. Sektor informal ‘bayangan’ ini, sebagian besar tidak diatur oleh perundangan, telah muncul dan bahkan berkembang karena mampu mengakomodir kebutuhan konsumen skala kecil. Para pemasok dalam sektor informal biasanya bersedia memberikan pelayanan dalam jumlah kecil dengan biaya yang rencah. Memang benar mutu pelayanan mereka lazimnya dibawah – seringkali jauh di bawah – mutu pelayanan
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
53
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
yang disediakan dalam sektor formal, namun total tagihan untuk layanan yang disediakan bagi konsumen seringkali rendah (meskipun biaya per unit layanan mereka seringkali jauh lebih tinggi dari biaya per unit layanan dari sektor formal). Diperlukan reformasi untuk memastikan bahwa layanan infrastruktur memenuhi kebutuhan masyarakat miskin
Pad prinsipnya, langkah-langkah yang perlu diambil untuk menyelenggarakan layanan infrastruktur yang lebih baik pada konsumen berpendapatan rendah di Indonesia sudah jelas. Di satu sisi, reformasi diperlukan untuk memacu perusahaan layanan umum milik pemerintah (termasuk di tingkat propinsi dan kabupaten/kotamadya) dan pemasok lainnya dalam sektor formal untuk mendesain dan memasok produk yang memenuhi kebutuhan konsumen berskala kecil yang sederhana. Sebagai bagian dari pendekatan ini, cara-cara ang lebih efektif dalam memfokuskan belanja pemerintah pada proyek infrastruktur berskala kecil dengan cara yang efektif biayanya, terutama di tingkat propinsi dan kabupaten/kotamadya level, seharusnya didesain. Di sisi lain, perlu ada pendekatan yang lebih positif menuju ketergantungan pada pemasok layanan infrastruktur dari sektor swasta. Pemasok sektor swasta yang berskala kecil sebaiknya dipdanang sebagai mitra yang mampu membantu kesenjangan pasar yang penting dalam kaitannya dengan layanan infrastruktur daripada sebagai wirausahawan yang tidak dapat dipercaya dan perantara yang tidak menghiraukan peraturan pemerintah.
Infrastruktur yang berpihak pada masyarakat miskin akan membantu menggalang produktifitas dalam sektor informal dan akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat
Terdapat argumentasi ekonomi yang kuat untuk mendesain program infrastruktur dalam rangka menyediakan layanan infrastruktur yang juga bermanfaat bagi kelompok berpendapatan lebih rendah. Dengan demikian maka peningkatan penyediaan infrastruktur yang berpihak pada masyarakat miskin akan memperkuat penekanan yang diberikan pemerintah dalam pendekatannya yang pro pertumbuhan dan pro lapangan sehubungan dengan merumuskan RPJM. Pada saat ini, kehilangan produktifitas dalam sektor informal akibat kurangnya akses pada infrastruktur yang memadai sangat besar. Jutaan jam kerja-manusia terbuang percuma setiap tahunnya di seluruh Indonesia, misanya karena para laki-laki, perempuan dan anak-anak yang harus meluangkan banyak waktunya untuk menggotong sedikit air untuk penggunaan pribadi baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Sama halnya, usaha berskala kecil seringkali terbatas dalam penggunaan alat listrik mereka karena pasokan listrik yang tidak menentu untuk industri kecil dan pengguna komersil lainnya. Dan di wilayah pedesaan, keterpencilan yang diakibatkan oleh tidak adanya jalan penghubung sederhana merupakan penghambat utama bagi pembangunan. Biaya input seperti peralatan, pupuk dan insektisida menggelembung di tingkat petani dimana sarana komunikasinya buruk dan akses petani ke pasar untuk menjual hasil panennya sangat terbatas. Maka pembangunan jalan pedesaan yang menghubungkan desa-desa dengan kota disekitarnya akan meningkatkan kondisi perdagangan untuk petani dan memfasilitasi akses untuk masyarakat desa untuk memperoleh infrastruktur sosial berbasis kota seperti sekolah dan rumah sakit.
c . R P J M juga memdanang k edepan berla njutnya upa ya pemerinta h untuk menga tas i k emis k ina n mela lui program k emis k inan ya ng memilik i s as a ran tertentu dan mengidentifik a s ik an peningk atan k etida k s eta raa n s ebagai hamba ta n utama dalam pemba ngunan ya ng berk es ina mbunga n dan s eimba ng Menangani kemiskinan dan ketidakadilan
Tema menyikapi baik kemiskinan dan bentuk ketidakadilan lainnya menonjol dalam RPJM. Pentingnya merumuskan serangkaian kebijakan adalah untuk mengatasi beragam permasalahan ketidakadilan di Indonesia disoroti: a) b) c) d) e)
Tingkat kemiskinan seperti yang tercermin dalam garis kemiskinan nasional Ketidaksetaraan pendapatan, seperti yang nampak dalam koefisien Gini yang kian melebar Perbedaan pedesaan dan perkotaan Peluang lapangan kerja Perbedaan antar daerah di seluruh Indonesia
Ini merupakan serangkaian masalah yang menantang. Setiap topik memunculkan materi kebijakan khusus – dan setiap topik juga menjadi tambahan pada daftar yang panjang dari hal yang saling berkaitan (cross cutting) dimana setiap pembuat kebijakan Indonesia diharapkan akan memikirkannya saat mempersiapkan kebijakan sektoral. T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
54
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Terdapat alasan ekonomi yang kuat serta alasan sosial untuk menangani agenda pemerataan
Terdapat alasan ekonomi yang kuat serta alasan sosial untuk menangani permasalahan ini. Satu hal, penggunaan sumberdaya yang tidak efisien mendasari ketidakadilan ini, terutama tenaga kerja yang secara luas kurang dimanfaatkan di seluruh Indonesia, merupakan kemubaziran yang sangat besar. Maka, tantangan utama bagi pembuat kebijakan adalah membuat rancangan program yang memanfaatkan sumberdaya manusia bangsa ini secara lebih efektif. Hal lainnya, pada masa lampau, ketegangan yang dipicu oleh ketidakadilan di seluruh Indonesia telah berujung pada konflik terbuka. Konflik ini kemudian membebankan biaya ekonomi yang tinggi dan telah memperlambat pembangunan. Penanaman modal dan pertumbuhan di Aceh, misalnya, terhambat pada tahun 1990an selama masa konflik di propinsi tersebut. Proses-proses pembangunan di Aceh telah jauh lebih berhasil sejak resolusi konflik daerah itu pada tahun 2005.
Pengurangan kemiskinan yang terukur diberi prioritas tinggi dalam RPJM
Pemerintah memberikan prioritas tinggi pada tujuan menurunkan tingkat kemiskinan yang terukur. Satu tema utama dari RPJM adalah bahwa tingkat kemiskinan diperkirakan dapat berkurang dengan akselerasi pertumbuhan ekonomi menuju tingkat sasaran 7% per tahun. Namun, percepatan pertumbuhan ekonomi mungkin tidak mencukupi untuk mengurangi tingkat kemiskinan secara signifikan. Meskipun pemerintah menekankan pada tujuan pengurangan kemiskinan, tingkat kemiskinan terukur belum menurun secepat yang diinginkan pada tahun-tahun terakhir ini. Respon kebijakan terbaharui diperlukan untuk memperkuat kaitan antara pertumbuhan ekonomi keseluruhan dan tingkat kemiskinan. Langkah kebijakan yang, selain tingkat pertumbuhan ekonomi keseluruhan, mungkin diberi lebih banyak dukungan agar memasukkan program untuk mengurangi pekerjaan tidak penuh/tidak sesuai kapasitas dalam sektor informal dan intervensi bertarget yang diarahkan ke tujuan pengurangan kemiskinan.
Namun juga dibutuhkan fokus pada ketidakadilan pendapatan
Tindakan untuk mengatasi tingkatan kemiskinan terukur saja tidak memadai karena banyak rakyat Indonesia yang hidup hanya sedikit di atas garis kemiskinan. Terdapat jutaan orang Indonesia yang dengan mudah dapat jatuh kembali dalam kemiskinan terutama apabila harga komoditas dasar meningkat di luar perkiraan. Selain itu, seperti yang tercatat dalam RPJM, ketidaksetaraan pendapatan di seluruh Indonesia (seperti yang diukur oleh koefisien Gini) dapat semakin melebar bahkan saat tingkat kemiskinan terukur menurun. Pendekatan yang lebih luas diperlukan untuk mengatasi permasalahan ketidaksetaraan keseluruhan dalam rangka memastikan bahwa manfaat dari pembangunan dibagi secara luas; kebijakan fiskal yang berpihak pada masyarakat miskin adalah penting baik pada sisi pendapatan dan belanja dalam anggaran pemerintah; peningkatan penyediaan infrastruktur sosial diperlukan untuk menjembatani ketidaksetaraan sosial; dan perhatian perlu terus diberikan pada kebijakan penciptaan lapangan kerja merupakan bagian dari paket yang sesuai untuk mengurangi ketidaksetaraan.
Tantangan utama pembangunan tengah muncul dengan semakin melebarnya kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan
Tingkat urbanisasi Indonesia telah meningkat secara signifikan dalam beberapa dasawarsa terakhir ini. RPJM mengakui bahwa sebagai hasil tren ini tantangan pembangunan yang baru muncul baik di wilayah pedesaa dan perkotaan. Di satu sisi, RPJM mencatat bahwa permasalahan yang muncul dari pertumbuhan yang cepat di wilayah perkotaan menjadi semakin parah. Tuntutan baik pada infrastruktur ekonomi maupun sosial menjadi semakin mendesak di wilayah perkotaan seperti Jakarta dan kota besar lainnya. Namun perubahan ini juga berujung pada tekanan baru di wlayah pedesaan dengan berpindahnya orang muda ke perkotaan dan semakin jelas adanya tekanan pada sumberdaya setempat. Dengan demikian maka permasalahan pengelolaan lahan dan perpindahan penduduk membutuhkan perhatian. Di wilayah perkotaan, investasi infrastruktur berskala besar dalam sektor seperti transportasi, pengendalian banjir dan perumahan dibutuhkan. Di wilayah pedesaan, masyarakat desa memberikan prioritas tinggi pada jalan, penyediaan air setempat dan penyelenggaraan sarana pendidikan dan kesehatan. Teknologi baru dalam pertanian juga diperlukan untuk membantu mendorong produktifitas pedesaan.
Penciptaan lapangan kerja juga dipdanang sebagai konteks pendekatan yang pro lapangan kerja
Pembuat kebijakan di berbagai negara berkembang di Asia telah mengkhawatirkan bahwa pertumbuhan pengangguran telah menjadi karakteristik dari ekspansi ekonomi di beberapa negara regional pada tahun-tahun terakhir ini. Di Indonesia juga terdapat aspek yang mengkhawatirkan. Satu hal, Indonesia telah tertinggal dari negara tetangga yang makmur dalam mendorong produktifitas dengan menciptakan pekerjaan non-pertanian dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Selain itu, pertumbuhan lapangan pekerjaan di
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
55
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Indonesia telah gagal untuk menyamai pertumbuhan penduduk sejak krisi ekonomi regional pada tahun 1997-98. Antara tahun 1999 dan 2003, bagian dari pekerja yang bekerja dalam sektor formal jelas merosot dari 43 persen menjadi 35 persen karena adanya kecenderungan bagi pekerja yang digantikan dalam sektor formal untuk hijrah ke sektor informal untuk memperoleh pekerjaan. Telah ada peningkatan yang signifikan sejak itu namun tingkat pekerjaan di sektor formal masih dibawah tingkat sebelum krisis. Bahkan, angka-angka yang tercantum dalam RPJM mengilustrasikan tantangan tersebut. Di satu sisi, tingkat penciptaan lapangan kerja selama periode 2005-2009 adalah sekitar 2.7 juta per tahun, dengan nyaman melebihi peningkatan tenaga kerja yaitu sekitar 2 juta per tahun. Hasilnya, tingkat pengangguran terbuka menurun dari hampir 10 persen pada tahun 2004 ke 7.9 persen pada tahun 2009. Namun, yang mengecewakan adalah dari total jumlah lapangan pekerjaan baru yang hampir 11 juta, hanya 30 persen (3.3 juta) diciptakan dalam sektor formal. Sisa 70 persennya diciptakan dalam sektor informal yang rendah produktifitas dan berpendapatan rendah. Dalam mengakui masalah ini, RJPM mencatat bahwa ‘Perpindahan “surplus tenaga kerja” keluar dari lapangan pekerjaan informal ke pekerjaan-pekerjaan formal yang lebih produktif dan memberikan upah yang lebih tinggi merupakan tujuan utama dari siklus pembangun, pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan’. Fokus perhatian diperlukan pada cara-cara meningkatkan baik peluang lowongan kerja maupun kondisi pekerjaan dalam sektor informal serta sektor formalnya
Dalam menanggapi tantangan lapangan kerja di Indonesia, pembedaan antara pengangguran (unemployment) dan bekerja tidak penuh/tidak sesuai kapasitas (underemployment). Perhatian resmi tentang permasalahan yang berkaitan dengan kebijakan lapangan pekerjaan di Indonesia seringkali fokus pada tingkat pengangguran dalam sektor formal. Namun, fenomena tingkat pengangguran dalam sektor informal yang lebih relevan bagi mayoritas pekerja di seluruh Indonesia. Maka, meskipun benar bahwa kebijakan diperlukan, seperti yang ditekankan dalam RPJM, untuk memfasilitasi pergerakan tenaga kerja dari sektor informal ke formal, perhatian juga diperlukan untuk kondisi pekerjaan dalam sektor informal. Prospeknya adalah bahwa mayoritas pekerja di Indonesia akan terus dipekerjakan dalam sektor informal selama beberapa dekade mendatang. Maka kebijakan diperlukan untuk mendukung peningkatan baik peluang lapangan pekerjaan dan mutu pekerjaan dalam sektor informal.
Pertumbuhan yang telah dipercepat mungkin tidak cukup untuk menciptakan jenis pekerjaan layak yang dianggap dibutuhkan
Dalam konteks ini maka perhatian yang diberikan pada RPJM untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang pro lapangan pekerjaan disambut dengan baik. Tetapi tidak ada jaminan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dipercepat akan menciptakan peningkatan jumlah pekerjaan yang layak yang sesuai saran RPJM dibutuhkan. Pada tahun 1980an dan awal 1990an, banyak pekerjaan yang diciptakan dalam industri manufaktur yang padat karya. Namun pertumbuhan dalam bidang manufaktur telah menurun dalam beberapa tahun terakhir dan diproyeksikan akan tumbuh pada tingkat yang relatif lamban yaitu sekitar 6 persen per tahun selama periode RPJM. Maka tantangan inti bagi pembuat kebijakan adalah mempromosikan kebijakan yang akan membantu menciptakan pekerjaan dalam sektor lainnya. Meski demikian, banyak firma dalam sektor formal yang melaporkan bahwa beragam aspek dari perundangan tenaga kerja saat ini merupakan hambatan bagi rekrutmen karyawan permanen yang bekerja penuh waktu. Sistem pesangon saat ini di sektor formal perlu reformasi seperti aspek lainnya dalam perundangan tenaga kerja saat ini. Namun kebijakan juga dibutuhkan untuk menciptakan perluasan peluang pekerjaan dalam sektor informal, terutama industri pelayanan seperti konstruksi, perdagangan dan transportasi. Meskipun dalam jangka panjang dibutuhkan penciptaan lapangan kerja yang bersumber dari peningkatan produktifitas dan daya saing dalam sektor padat karya (seperti manufaktur dan beberapa sektor pelayanan), langkah jangka pendek yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah sebagai stimulus lapangan pekerjaan terutama dalam sektor informal, termasuk ketergantungan yang lebih besar pada program pekerjaan umum padat karya terutama di wilayah pedesaan dan perluasan dukungan untuk sektor usaha kecil dan menengah (UKM). Bahkan, RPJM menggarisbawahi tindakan untuk mempromosikan UKM. Kebijakan serupa memiliki sejarah yang panjang di Indonesia namun pada prakteknya, terbukti seringkali tidak efektif. Telah terbukti sulit bagi pemerintahan yang berurutan untuk menemukan cara yang efektif untuk mendorong pertumbuhan dalam sektor UKM. Faktanya, pengalaman baik di Indonesia dan di lain tempat mengindikasikan bahwa cara terbaik untuk membantu perusahaan dalam sektor UKM adalah, pertama, mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berbasis luas dan
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
56
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
kuat, dan kedua, menciptakan iklim yang berpihak pada bisnis dalam semua sektor utama dalam ekonomi dengan mengimplementasikan kebijakan dalam rangka mengatasi hambatan yang dialami bisnis seperti pengendalian peraturan yang berlebihan dan kemacetan infrastruktur. d. Indones ia ya ng telah terdes entralis as i menawark an ta ntanga n dan pelua ng dalam mengimplementas ik a n renc a na pembanguna n; reformas i pa da k erangk a k erja des entra lis a s i mungk in diperluk an untuk meningk a tk an efek tifitas pemerinta ha n da erah dalam menyedia k an ba ra ng dan la ya na n utama ba gi publik Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah banyak diperhatikan sejak desentralisasi diperkenalkan selama dasawarsa terakhir ini…
Dalam beberapa tahun terakhir, demokratisasi dan desentralisasi secara fundamental telah mengubah proses akuntabilitas dan pengambilan keputusan pada semua tingkat pemerintahan di seluruh Indonesia. Sebagian akibat “ledakan besar” langkah-langkah desentralisasi yang diperkenalkan selama dasawarsa terakhir, warganegara dan kelompok masyarakat semakin siap menyuarakan pendapatnya tentang pemerintah baik di tingkat propinsi dan kabupaten/kotamadya. Hubungan antara pemerintah nasional dan daerah juga semakin banyak diperhatikan. Peningkatan demokrasi dan partisipasi politik di tingkat daerah telah mendorong kelompok lokal untuk semakin aktif dalam menuntut lebih banyak dari Jakarta.
… sehingga kebijakan untuk menanggapi perbedaan daerah di seluruh Indonesia digambarkan dalam RPJM
Permasalahan pembangunan daerah dan pemerataan, dan topik yang sangat erat hubungannya yaitu kesatuan nasional, dipandang sebagai permasalahan utama pengambil keputusan nasional sejak Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Dilema bagi pembuat kebijakan di Jakarta dalam menyeimbangkan prioritas nasional dan derah adalah: di satu sisi, dalam rangka mempromosikan pertumbuhan ekonomi nasional yang cepat, terdapat argumentasi yang kuat untuk memfokuskan upaya promosi penanaman modal dan pembangunan di beberapa daerah terdepan; untuk mengambil keuntungan dari manfaat agglomerasi. Fokus untuk mempromosikan pertumbuhan di daerah terdepan selayaknya disertai dengan transfer fiskal yang kontinyu dalam rangka memastikan penyelenggaraan pelayanan minimum di daerah tertinggal. RPJM mencatat bahwa permasalahan seperti ini membutuhkan perhatian khusus sehingga menggambarkan lima langkah utama untuk membantu dalam mengatasi prioritas yang berbenturan dalam kebijakan pembangunan daerah: 1. Mempromosikan pertumbuhan di daerah yang memiliki potensi yang baik di luar Jawa- Bali dan Sumatra dan di saat yang tetap menjaga momentum pertumbuhan yang terjadi di Jawa-Bali dan Sumatra. 2. Memperkuat keterkaitan antar-daerah dengan meningkatkan perdagangan antar pulau agar dapat mendukung kegiatan ekonomi domestik. 3. Memperkuat daya saing daerah dengan mempromosikan sektor terdepan yang memiliki spesialisasi keunggulan di setiap daerah. 4. Mempromosikan pembangunan daerah tertinggal, bidang strategis dan daerah berpotensi, serta daerah perbatasan dan terpencil, dan daerah rawan bencana. 5. Mendukung pembangunan daerah dan sektor yang berorientasi pada kegiatan berlaut dan kelautan.
Perlu menentukan pilihan dalam pendekatan ini untuk pembangunan daerah. Pertukaran dalam kebijakan diperlukan …
Tantangan yang menjadi bagian dari pendekatan pembangunan daerah ini merupakan sesuatu yang harus disikapi dengan cermat. Hal ini dikarenakan RPJM tidak secara langsung membahas tradeoff dalam suatu kemungkinan kebijakan yang perlu dilakukan, tetapi cepat atau lambat harus ada kebijakan yang perlu disikapi. Contohnya, bila RPJM menyarankan hanya akan fokus pada keunggulan komparatif daerah, dimana sesungguhnya pendekatan ini akan cenderung membuat kesenjangan yang telah ada semakin lebar dan tidak mengurangi kesenjangan tersebut. Maka contoh di atas dengan mudah diidentifikasi, yaitu dengan langsung memilih daerah yang memiliki potensi pertumbuhan yang kuat seperti di propinsi Sumatra Utara dan Sulawesi Selatan dibandingkan dengan memilih propinsi-propinsi yang berada di kawasan Indonesia Timur. Berbagai negara telah menciptakan mekanisme fiskal intra-pemerintahan yang mendistribusikan kembali sumberdaya antara negara bagian atau propinsi khusus untuk mengatasi konsekuensi nasional dari pola pertumbuhan daerah yang tidak merata seperti ini.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
57
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
… dan reformasi kapasitas dalam pemerintahan daerah yang diajukan dalam rangka mendukung pembangunan daerah mungkin masih lama realisasinya
Menjaga Momentum
Selain kelima langkah yang digambarkan di atas, salah satu cara utama dalam proposal pemerintah Indonesia untuk memperkuat pembangunan daerah adalah dengan mendukung penguatan kelembagaan pemerintah di tingkat kabupaten/kotamadya. Namun, dengan cepatnya pertumbuhan jumlah pemerintahan daerah dalam beberapa tahun terakhir ini yang dikenal sebagai ledakan pemekaran, kini terdapat lebih dari 500 pemerintahan propinsi dan kabupaten/kotamadya di seluruh Indonesia. Dalam kebanyakan kasus, kapasitas administratif dari pemerintahan ini, terutama di tingkat kabupaten/kotamadya saat ini hampir melampaui batasnya. Program untuk memperkuat pemerintahan di tingkat ini akan disambut dengan baik. Namun penilaian yang realistis adalah bahwa waktunya masih cukup lama sebelum peningkatan kinerja di tingkat pemerintahan daerah dapat diharapkan akan nampak jelas. Dalam jangka pendek, program untuk memperkuat kapasitas pemerintahan di tingkat daerah kemungkinan besar tidak akan memberikan hasil yang semakin sering diharapkan oleh masyarakat setempat. e. T anta ngan k e depan: prioritas untuk meningk a tk an pengelola an da n efek tifitas pemerinta h
Tantangan ke depan: lima permasalahan utama dalam pengelolaan pemerintah akan mempengaruhi bagaimana RPJM dilaksanakan
Paparkan umum dalam RPJM sehubungan dengan tantangan pembangunan selama periode hingga tahun 2014 merupakan pandangan yang komprehensif. Namun, seperti yang ditekankan dalam RPJM itu sendiri, implementasi program secara efektif akan membutuhkan fokus yang lebih tajam pada prioritas utama. Setelah menetapkan prioritas, pendekatan pemerintah pada kelima permasalahan utama dalam pengelolaan pemerintah akan memainkan peran yang besar dalam mempengaruhi bagaimana RPJM diimplementasikan. Permasalahan tersebut adalah: • Peran yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dirinya sendiri • Reformasi pegawai negeri sipil • Posisi sikap kebijakan fiskal • Penggunakan belanja publik secara efektif • Pengelolaan desentralisasi
Satu resiko adalah bahwa pemerintah akan berusaha untuk melakukan terlalu banyak …
Tantangan yang besar adalah bahwa dalam mengimplementasikan RPJM, semua tingkat pemerintah akan berupaya untuk melakukan terlalu banyak hal. Bila seperti ini maka hasilnya adalah terlampau banyak program pemerintah akan tersebar dengan terlalu minim dalam terlalu banyak kegiatan, sehingga sangat memperumit upaya pengelolaan pemerintah yang efektif. Faktanya memang sudah banyak fragmentasi kegiatan di berbagai bagian program pemerintah di Indonesia. Sumberdaya pemerintah yang terus disebarkan dalam sejumlah kecil program yang tercerai-berai pada akhirnya akan terbuang saja.
… sehingga perampinglancaran pemerintah dan menetapkan prioritas yang ketat diperlukan
Solusinya adalah pemerintah diharapkan dapat lebih mampu melakukan perampinglancaran (streamlining) dan juga menetapkan prioritas yang ketat. Semua tingkatan pemerintahan dijharpakan mampu untuk mempertimbangkan apa yang “tidak” akan mereka lakukan selain apa yang “akan” dilakukan. Hal ini tentu saja tidak mudah terutama dalam situasi dan lingkungan Indonesia yang sangat demokratis seperti sekarang ini. Ditandai dengan makin ketatnya persaingan politik untuk memperebutkan sumberdaya dan pengaruh, yang melibatkan ratusan perwakilan rakyat di lembaga-lembaga perwakilan yang ada di tingkat nasional dan daerah (DPR dan DPRD). RPJM dengan jelas mengakui adanya keperluan untuk membuat pilihan dengan kondisi berikut ini: ‘Permasalahan dan tuntutan pembangunan yang dihadapi akan bertambah banyak, sedangkan kemampuan dan sumber daya pembangunan yang tersedia cenderung terbatas. Pemerintah harus mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tuntutan yang tidak terbatas dengan membuat pilihan dalam bentuk skala prioritas. Dalam menentukan pilihan tersebut, pemerintah bersikap realistis, dengan tidak membuat sasaran-sasaran yang sejak semula disadari tidak bisa dipenuhi.’ Masalah dan permintaan akan pembangunan terus meningkat sementara kapasitas serta sumber untuk membiayai tantangan pembangunan ini agak terbatas. Oleh karenanya pemerintah harus dapat menetapkan target yang jelas sehingga sumber daya yang terbatas tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal serta dapat memenuhi permintaan virtual yang tak terbatas dalam menetapkan prioritas pembangunan. Pemerintah dalam hal ini akan realistis dalam membuat keputusan, karena sedari awal proses perencanaan pembangunan pemerintah harus pdanai menghidari menetapkan target-target yang tidak realistis.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
58
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
Reformasi pegawai negeri sipil sekarang merupakan prioritas mendesak untuk meningkatkan kapasitas pemerintah …
Masalah yang erat kaitannya dalam mempengaruhi kemampuan pemerintah untuk mengimplementasikan program yang tergambar dalam RPJM adalah keterbatasan kapasitas baik dari pegawai negeri sipil Indonesia dan instansi pelaksana lainnya seperti berbagai perusahaan milik negara dan daerah. Efektifitas pemerintah di Indonesia telah dibatasi oleh kurang memadainya kapasitas dan akuntabilitas pegawai negeri sipil, baik di tingkat nasional dan daerah.
...dan satu paket permasalahan sebaiknya disikapi dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil
Serangkaian permasalah perlu diperhatikan di dalam rencana untuk reformasi pegawai negeri sipil yang garis besarnya tercantum dalam RPJM. Satu hal - pengaturan gaji, kondisi kerja dan terbatasnya peluang untuk pegawai negeri sipil untuk kemajuan karir seringkali gagal menjadi insentif yang efektif bagi pegawai negeri sipil dalam meningkatkan kinerjanya. Hal lainnya, akuntabilitas birokratis dibatasi oleh kakunya peraturan pegawai negeri sipil yang berlaku baik di tingkat nasional maupun daerah. Permasalah besar ketiga muncul dari kesulitan koordinasi horizontal dan vertikal dalam perumusan kebijakan dan implmentasi antara instansi pemerintah di seluruh Indonesia. Permasalahan koordinasi ini semakin buruk dengan kurang jelasnya kerangka kerja desentralisasi Indonesia. Permasalahan lain yang juga membutuhkan perhatian meliputi transparansi dalam pemerintah, akuntabilitas dan program pelatihan saat menjabat untuk memastikan pegawai negeri sipil di semua strata memiliki kemahiran yang diperlukan untuk menyediakan pelayanan yang kini diharapkan oleh masyarakat Indonesia.
Juga terdapat ruang untuk perluasan kebijakan fiskal secara hati-hati...
Bidang ketiga dimana reformasi akan memperkenalkan fleksibilitas lebih dalam kemampuan pemerintah untuk mengimplementasikan RPJM adalah kebijakan fiskal. Dalam beberapa tahun terakhir kebijakan fiskal sudah cukup waspada dan berhati-hati. Rata-rata deficit anggaran selama dasawarsa terakhir adalah kurang dari 2 persen PDB dan dalam lima tahun terakhir, realisasi defisit adalah sekitar 1 persen PDB. Di satu sisi, pendekatan yang berhati-hati ini berfungsi baik untuk Indonesia karena, yang penting, defisit tersebut membantu mengurangi rasion hutang publik ke PDB Indonesia dari sangat tinggi menjadi tingkat yang relatif rendah, mendasari ketahanan ekonomi Indonesia selama krisis keuangan global Indonesia. Namun di sisi lain, terdapat biaya kesempatan (opportunity costs) yang signifikan dalam mempertahankan defisit fiskal yang sedemikian rendahnya juga. Ruang bahkan untuk peningkatan belanja dalam jumlah kecil dalam bidang prioritas pilihan telah dibatasi dengan ketat. Memdanang ke depan sehubungan dengan reformasi pro-pertumbuhan yang diperlukan selama periode RPJM, keputusan untuk mengadopsi kebijakan fiskal yang lebih ekspansioner mengakomodir defisit yang misalnya lebih tinggi 1 persen dari PDB dibdaningkan tahun-tahun terakhir – masih cukup konservatif apabila dilatarbelakangi tolak ukur internasional saat ini – akan memberikan sumberdaya tambahan yang sangat dibutuhkan oleh pemerintah untuk mengatasi beberapa kemacetan utama yang menghambat pertumbuhan di Indonesia saat ini. Pendekatan seperti ini akan konsisten dengan kebijakan pemerintah untuk mempertahankan tingkat hutang nasional yang rendah dan dengan demikian melindungi reputasi Indonesia yang telah terbangun bahwa Indonesia memiliki pengelolaan hutang resmi internasional yang baik.
…yang akan mengakomodir peningkatan belanja dalam sejumlah bidang prioritas
Sumberdaya keuangan tambahan yang tersedia sebagai hasil kebijakan fiskal yang lebih ekspansioner dapat dimanfaatkan secara efektif setidaknya dalam tiga bidang utama. Pertama, kini terdapat kebutuhan yang mendesak untuk meningkatkan belanja infrastruktur. Indonesia memiliki tingkat akses ke infrastruktur yang termasuk paling rendah di kawasan ini. Survei perusahaan bisnis secara rutin mengindikasikan rendahnya mutu infrastruktur Indonesia yang dipdanang sebagai faktor pencegah (deterrent) utama bagi investasi yang menciptakan lapangan kerja dan telah menjadi kendala bagi daya saing internasional Indonesia. Maka infrastruktur yang lebih baik menjadi dasar yang penting untuk sasaran yang ditetapkan dalam RPJM yaitu akselerasi pertumbuhan. Kedua, belanja pemerintah untuk program bantuan sosial langsung di Indonesia, kurang dari 1 persen dari PDB, masih sangat rendah. Peningkatan dalam jumlah kecil dalam belanja untuk program utama akan mendukung pendekatan berpihak pada masyarakat miskin dalam RPJM, dan apabila dipaparkan dengan baik akan memberikan manfaat tambahan yaitu membantu masyarakat agar dapat menerima arahan lain pemerintah dalam pembelanjaan dalam bidang seperti subsidi bagi bahan bakar, listrik dan pupuk. Ketiga, meskipun seringkali ada perlawanan yang populer terhadap proposal untuk meningkatkan gaji dan pembelanjaan lainnya untuk pegawai negeri sipil di Indonesia,
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
59
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Menjaga Momentum
peningkatan upah dan kondisi kerja merupakan prakondisi yang diperlukan untuk reformasi keseluruhan pemerintah di seluruh Indonesia. Untuk memastikan hal ini, peningkatan belanja untuk pegawai negeri sipil juga perlu disertai dengan rangkaian reformasi yang lebih luas namun sulit untuk melihat bagaimana pemerintah bisa lebih efektif di Indonesia kecuali sumberdaya ditingkatkan dan disediakan bagi instansi utama dalam kepegawaian negeri sipil. Peningkatan efisiensi dalam pengelolaan pembelanjaan publik juga diperlukan …
Bidang keempat yang membutuhkan perhatian khusus selama implementasi RPJM adalah efisiensi pengelolaan belanja publik. Memang benar bahwa sumberdaya yang tersedia bagi pemerintah di Indonesia terbatas. Pembelanjaan tahunan pemerintah pusat adalah sekitar USD 450 per tahun per kapita. Sebagai perbdaningan, angka yang sama di negara OECD berada pada kisaran USD 8,000 - USD 10,000 per tahun. Penting untuk mengakui bahwa kendala keterbatasan sumberdaya ini karena tantangan mengelola program dengan kendala anggaran yang sangat ketat adalah kendala yang sangat nyata bagi manajer pada semua strata pemerintahan di seluruh Indonesia.
... karena banyak yang masih perlu dilakukan untuk meningkatkan efektifitas belanja pemerintah di Indonesia
Bagaimanapun, masih banyak yang dapat dilakukan di Indonesia dalam meningkatkan efektifitas belanja pemerintah. Satu hal, tujuan untuk program belanja pemerintah harus didefinisikan dengan lebih jelas. Pada saat ini, tujuan program yang spesifik seringkali kabur. Sulit mengetahui apakah program mencapai tujuan yang diinginkan apabila tujuan tersebut sendiri tidak jelas. Dalam hal lainnya, pengaturan administratif baik untuk pengeluaran dana dan pengecekan belanja perlu ditingkatkan. Dimana bentuk utama pencairan dana berupa dana tunai seperti program bantuan sosial, pemeriksaan yang teliti terhadap pengelolaan pembayaran dana tunai diperlukan. Dimana bentuk utama pencairan dana adalah melalui pengadaan publik maka staf pegawai negeri sipil perlu terlatih dengan baik dalam pengelolaan kontrak yang mengatur aliran dana. Ketiga, informasi yang lebih baik dibutuhkan untuk meningkatkan pembelanjaan publik. Diantaranya, peningkatan prosedur untuk monitoring dan evaluasi pembelanjaan publik selayaknya diperkenalkan. Data yang diperlukan untuk mentargetkan belanja sosial atau untuk pengelolaan pengadaan publik seringkali tidak memuaskan. Dan karena hanya relatif sedikit evaluasi kinerja program belanja pemerintah di Indonesia, terdapat kelemahan lingkaran umpan balik yang dapat menyediakan informasi yang dapat dipercaya agar para manajer pemerintah dapat mendesain program yang lebih baik.
Pengelolaan desentralisasi merupakan pusat dari tata kelola pemerintahan Indonesia secara keseluruhan …
Prioritas kebijakan kelima berkaitan dengan pengelolaan desentralisasi. Hal ini juga merupakan hal yang kini merupakan pusat dari administrasi dan tata kelola pemerintahan secara keseluruhan di Indonesia. Mengikuti “ledakan besar” desentralisasi diperkenalkan satu dasawarsa yang lalu, Indonesia telah beranjak dari memiliki sistem pemerintahan yang sangat terpusat ke sistem yang sangat terdesentralisasi. Dengan tingginya tingkat kerumitan transformasi tersebut, Indonesia telah mengatasinya dengan sangat baik karena perubahan politik, administratif dan fiskal yang dialami begitu dramatis. Namun demikian, seperti yang dicatat dalam RPJM, karena perubahan ini diperkenalkan dalam jangka waktu yang relatif singkat maka banyak dalam pengaturan hukum dan peraturan dalam reformasi desentralisasi yang masih tidak jelas.
… maka kajian ulang dari peraturan perundangan yang banyak berkaitan dengan desentralisasi semakin mendesak dalam rangka meningkatkan efektifitas dari pemerintah di semua strata.
Disepakati dengan luas bahwa peraturan perundangan yang banyak berkaitan dengan desentralisasi seharusnya dikaji ulang dengan tujuan untuk memperjelas serangkaian permasalah penting. Misalnya, terdapat cukup banyak ketidakpastian seputar posisi dan peran gubernur propinsi: terdapat pdanangan yang berbeda tentang apakah peran utama para gubernur adalah sebagai perwakilan Pemerintah Indonesia di tingkat propinsi (yang mencerminkan pdanangan sentralis tentang peran mereka) atau mewakili kepentingan propinsi di tingkat pusat (yang mencerminkan pdanangan desentralis tentang peran mereka). Begitupula, terdapat banyak hal yang tidak pasti sehubungan dengan pembagian wewenang antara strata propinsi dan kabupaten/kota pemerintah. Selain itu, pengaturan hukum dan administratif berkaitan dengan prosedur anggaran di tingkat propinsi dan kabupaten/kotamadya perlu lebih didefinisikan. Pemerintahan di kedua strata tersebut tetap sangat tergantung pada transfer fiskal dari pemerintah pusat meskipun, secara prinsip, rangkaian fungsi yang luas telah dipindahkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah propinsi dan kabupaten/kota. Dalam rangka meningkatkan koordinasi dan efektifitas seluruh strata pemerintahan di seluruh Indonesia, klarifikasi akan ketidakpastian tersebut dan hal-hal lain yang berdampak pada pengaturan desentralisasi di Indonesia semakin mendesak untuk dilakukan.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
60
P erkembangan Triwulanan P erekonomian Indones ia
Reformasi ini akan mendukung percepatan pertumbuhan, memunculkan kemungkinan bahwa Indonesia akan beranjak menuju jalur pertumbuhan tinggi dalam kisaran 8-9 persen menjelang pertengahan dasawarsa mendatang
Menjaga Momentum
Memandanng ke depan,prospek untuk percepatan pertumbuhan di Indonesia selama periode RPJM menjanjikan. Faktanya, target yang ditetapkan dalam RPJM yaitu mencapai tingkat pertumbuhan di atas 7 persen per tahun pada akhir periode perencanaan bahkan mungkin mengecilkan potensi untuk pertumbuhan. Untuk pertama kalinya sejak krisis ekonomi pada tahun 1997-98, kini waktunya untuk pembuat kebijakan mulai mempertimbangkan apakah tingkat pertumbuhan yang mampu bertahan di atas 8 persen per tahun dapat dicapai di Indonesia. Tentunya beberapa hambatan utama pada pertumbuhan yang dicatat sebelumnya dalam paparan informasi ini perlu disikapi agar Indonesia dapat meningkatkan pertumbuhan ke kisaran 8-9 persen. Namun apabila pemerintah dapat membangun pada dasar keberhasilan dalam beberapa tahun terakhir ini, jalur pertumbuhan tinggi untuk Indonesia nampaknya semakin dalam jangkauan.
T H E W O R L D B A N K | BANK DUNIA
Maret 2010
61