BUPATI KUNINGAN PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang
:
a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9, 14, 24, 25, 45, 58 ayat (2), 59 ayat (4), 81 ayat (4), 84 ayat (3), 87 ayat (2) dan ayat (4) dan Pasal 88 ayat (4) Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral; b. bahwa untuk melaksanakan proses pelayanan pemberian izin dan pengendalian usaha pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan perlu adanya suatu pedoman pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan yang ditetapkan dalam Peraturan Bupati. c. bahwa berdasarkan pertimbangan a dan b, dipandang perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Mengingat
:
1. Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4473) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 3. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4752); 4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 4); 5. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 130); 6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5110);
1
8. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5111) sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5489); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5142); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5172); 11. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Berita Negara Tahun 2012 Nomor 408); 12. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 32 tentang Tata Cara Pemberian Izin Khusus di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara (Berita Negara Tahun 2013 Nomor 1366); 13. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertambangan (Berita Negara Tahun 2013 Nomor 1540); 14. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang Pasa Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Berita Negara Tahun 2014 Nomor 274); 15. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 1204,K/30/MEM/2014 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Jawa dan Bali; 16. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1996 tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Dataran; 17. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 26 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kuningan Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Tahun 2011 Nomor 157 Seri D); 18. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 6 Tahun 2005 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 16); 19. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 3 Tahun 2008 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 68 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 70); 20. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 11 Tahun 2008 tentang Dinas Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 76 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 76) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 27 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 11 Tahun 2008 tentang Dinas Daerah; 2
21. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral (Lembaran Daerah Tahun 2009 Nomor 99 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 13); 22. Peraturan Bupati Kuningan Nomor Tahun 2012 tentang Ketentuan Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kuningan; MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERATURAN BUPATI KUNINGAN TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN. BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Kuningan; 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kuningan; 3. Bupati adalah Bupati Kuningan; 4. Dinas adalah Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan Kabupaten Kuningan; 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan Kabupaten Kuningan; 6. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau daerah dengan nama atau bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi atau organisasi yang sejenis, Lembaga, dana Pensiun, Bentuk Usaha Tetap serta Bentuk Badan Usaha Lainnya; 7. Badan usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak dibidang pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 8. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang; 9. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia. Tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu; 10. Bahan Galian Tambang adalah unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam selain minyak bumi dan gas alam, energi, panas bumi dan air bawah tanah; 11. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar batubara, panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah; 12. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang; 13. Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi; 14. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumberdaya terukur dari bahan galian serta informasi;
3
15. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang; 16. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan; 17. Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan; 18. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan mineral ikutannya; 19. Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan; 20. Pengangkutan adalah kegiatan usaha penambangan untuk memindahkan mineral dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan; 21. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral; 22. Jasa Pertambangan adalah jasa penunjang yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertambangan; 23. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, melaksanakan usaha pertambangan;
adalah izin
untuk
24. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, ekplorasi, dan studi kelayakan; 25. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi; 26. Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas; 27. Izin Usaha Pertambangan Khusus, selanjutnya disebut dengan IUPK, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan diwilayah izin usaha pertambangan khusus; 28. IUPK Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan diwilayah izin usaha pertambangan khusus; 29. IUPK Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUPK Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi diwilayah izin usaha pertambangan khusus. 30. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional; 31. Wilayah Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut WUP, adalah bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi; 32. Wilayah Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WIUP, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP; 33. Wilayah Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut WPR, adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat;
4
34. Wilayah Pencadangan Negara, yang selanjutnya disebut WPN, adalah bagian dari WP yang dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional; 35. Wilayah Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut WUPK, adalah bagian dari WPN yang dapat diusahakan; 36. Wilayah Izin Pertambangan Khusus dalam WUPK, yang selanjutnya disebut WIUPK adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUPK pemerintahan dibidang pertambangan mineral; 37. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi khusus untuk Pengangkutan dan Penjualan, yang selanjutnya disebut IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengangkutan dan Penjualan, adalah izin usaha yang diberikan kepada perusahaan untuk membeli, mengangkut dan menjual komoditas tambang mineral dan batubara; 38. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian, yang selanjutnya disebut IUP Operasi Produk khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian, adalah izin usaha yang diberikan kepada perusahaan untuk membeli, mengangkut, mengolah dan memurnikan termasuk menjual komoditas tambang mineral atau batubara hasil olahannya; 39. Investasi adalah kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksplorasi, evaluasi dan pengumpulan data pengelolaan pertambangan; 40. Pemegang Izin Usaha Pertambangan adalah perorangan, badan hukum swasta, BUMN/BUMD dan Koperasi yang melakukan kegiatan penambangan bahan galian; 41. Pembinaan adalah segala usaha yang mencakup pemberian pengarahan, petunjuk, bimbingan, pelatihan dan penyuluhan dalam pelaksanaan pengelolaan pertambangan; 42. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin tegaknya peraturan perundang-undangan pengelolaan pertambangan; 43. Pengendalian adalah segala usaha yang mencakup kegiatan pengaturan, penelitian dan pemantauan kegiatan pertambangan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana demi menjaga jesinambungan ketersediaan dan mutunya; 44. Persyaratan Teknik adalah ketentuan teknik yang harus dipenuhi untuk melakukan kegiatan pertambangan; 45. Komisi Teknis adalah Tim yang melakukan penelaahan dan pengkajian terhadap setiap permohonan Izin Usaha Pertambangan, Izin Pertambangan Rakyat dan Izin Usaha Pertambangan Khusus; 46. KAPIT adalah Kepala Dinas yang karena jabatannya memiliki wewenang selaku Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang. 47. Pelaksana Inspeksi Tambang yang selanjutnya disebut PIT adalah pegawai berdasarkan kualifikasi tertentu diangkat sebagai Pejabat Fungsional dibidang inspeksi tambang; 48. Upaya Pengelolaan Lingkungan, yang selanjutnya disebut UKL adalah upaya yang memuat langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka pengelolaan lingkungan pada waktu kegiatan persiapan, pelaksanaan dan pascatambang sebagai upaya pencegahan terhadap kerusakan lingkungan hidup; 49. Upaya Pemantauan Lingkungan, selanjutnya disingkat UPL adalah upaya yang memuat langkah-langkah dalam rangka memantau lingkungan pada waktu kegiatan persiapan, pelaksanaan dan pascatambang; 50. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dari/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;
5
51. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya; 52. Kegiatan pascatambang, yang selanjutnya disebut pascatambang adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal diseluruh wilayah; 53. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan; 54. Penyidik Pegawai Negeri sipil adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kuningan yang diberi wewenang untuk melaksanakan penyidik terhadap penyelenggaraan Peraturan Daerah yang memuat ketentuan Pidana; 55. Pajak Produksi adalah pajak yang dibayarkan kepada Negara atau Pemerintah Daerah sebagai imbalan atas produksi bahan galian yang telah diambil; BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Pengaturan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan dimaksudkan sebagai upaya pengendalian pelaksanan usaha penambangan mineral bukan logam dan batuan dalam rangka pengamanan, pelestarian dan perlindungan lingkungan sehingga fungsi lingkungan dapat bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. (2) Usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral bukan logam dan batuan sesuai pengelompokan komoditas tambang sebagai berikut: a. Mineral bukan logam meliputi intan, korundum, grafit, arsen, pasir kuarsa, fluoorspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, okerm, fluorit, ball clay, fire clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gipsum, dolomit, kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit, zirkon, wolastonit, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu gamping untuk semen; b. Batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatomen, tanah serap (fullers earth), slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakhit, leusit, tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agt, diorit, topas, batu gunung quarry besar, krikil galian dari bukit, kerikil sungan ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikir berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), urukan tanah setempat, tanah merah (laterit), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. Pasal 3 (1) Usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan dilakukan berdasarkan IUP mineral bukan logam dan batuan, IPR mineral bukan logam dan batauan, atau IUPK bukan logam dan batuan. (2) IUP mineral bukan logam dan batuan, IPR mineral bukan logam dan batauan, atau IUPK mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam WIUP mineral bukan logam dan batuan untuk IUP mineral bukan logam dan batuan, WPR mineral bukan logam dan batuan untuk IPR mineral bukan logam dan batuan, atau WIUPK mineral bukan logam dan batuan untuk IUPK mineral bukan logam dan batuan. (3) WIUP mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada dalam WUP mineral bukan logam dan batuan yang ditetapkan oleh Menteri. 6
(4) WPR mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Bupati. (5) WIUPK mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada dalam WUPK mineral bukan logam dan batuan dan ditetapkan oleh Menteri. (6) WUP mineral bukan logam dan batuan, WPR mineral bukan logam dan batuan, atau WUPK mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) berada dalam WP. Pasal 4 Untuk memperoleh IUP mineral bukan logam dan batuan, IPR mineral bukan logam dan batuan, dan IUPK mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), pemohon harus memenuhi persyaratan administratif, teknis, lingkungan dan finansial. Pasal 5 Lingkup Peraturan Bupati ini meliputi pedoman tata cara dan mekanisme pemberian IUP mineral bukan logam dan batuan, IPR mineral bukan logam dan batuan, dan IUPK mineral bukan logam dan batua didaerah serta kewajiban pemegang IUP mineral bukan logam dan batuan, IPR mineral bukan logam dan batuan, dan IUPK mineral bukan logam dan batuan. BAB III IZIN USAHA PERTAMBANGAN (IUP) MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN Bagian Kesatu Umum Pasal 6 (1) Setiap usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan di Daerah diwajibkan memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral bukan logam dan batuan dari Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas berdasarkan permohonan yang diajukan oleh: a. Badan usaha; b. Koperasi; dan c. Perseorangan. (2) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa badan usaha swasta, BUMN, atau BUMD. (3) Perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa orang perseorangan, perusahaan firma, atau perusahaan komanditer. (4) IUP bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapatkan WIUP mineral bukan logam dan batuan. Pasal 7 IUP mineral bukan logam dan batuan diberikan melalui tahapan: a. Pemberian WIUP b. Pemberian IUP Bagian kedua Pemberian WIUP Mineral Bukan Logam dan Batuan Paragraf 1 Umum Pasal 8 (1) WIUP mineral bukan logam dan batuan diperoleh dengan cara mengajukan permohonan wilayah kepada Bupati melalui Kepala Dinas. 7
(2) Dalam 1 (satu) WUP mineral bukan logam dan batuan dapat terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUP mineral bukan logam dan batuan. (3) Setiap pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) hanya dapat diberikan 1 (satu) WIUP mineral bukan logam dan batuan. Pasal 9 (1) Luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan untuk komoditi mineral bukan logam: a. Pemegang IUP Eksplorasi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5.00 (lima ratus) hektar dan paling banyak 25.000 (dua puluh lima ribu) hektar; b. Pemegang IUP Operasi Produksi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling banyak 5.000 (lima ribu) hektar. (2) Luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan untuk komoditi batuan: a. Pemegang IUP Eksplorasi batuan diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5 (lima) hektar dan paling banyak 5.000 (lima ribu) hektar; b. Pemegang IUP Operasi Produksi batuan diberi WIUP dengan luas paling banyak 1.000 (seribu) hektar; Paragraf 2 Tata Cara Pemberian WIUP Mineral Bukan Logam Dan Batuan Pasal 10 Untuk memperoleh WIUP mineral bukan logam dan batuan, pemohon mengajukan surat permohonan bermaterai secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas dengan menggunakan Model 1 dan Model 1a Lampiran Peraturan Bupati ini, dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut: a. Fotocopy KTP pemohon; b. NPWP; c. Daftar tanah lengkap dengan peta dan koordinat rencana WIUP; d. Surat perjanjian antar pemilik lahan dengan permohonan WIUP; e. Surat keterangan domisili; f.
Profil koperasi/badan usaha yang memuat: 1) Akte pendirian perusahaan (badan usaha) dan/atau akte Pendirian (Koperasi) yang bergerak diusaha pertambangan; 2) Susunan pengurus (koperasi), susunan direksi dan daftar pemegang saham (badan usaha); 3) Neraca perusahaan; 4) Daftar peralatan yang dimiliki.
Pasal 11 (1) Permohonan WIUP mineral bukan logam dan batuan yang telah memenuhi persyaratan koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografis yang berlaku secara nasional yang terletak di dalam wilayah administrasi Kabupaten Kuningan merupakan kawasan pertambangan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah memperoleh prioritas utama untuk mendapatkan WIUP; (2) Bupati sesuai kewenangannya melalui Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterima permohonan wajib memberikan keputusan menerima atau menolak permohonan WIUP mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); (3) Keputusan menerima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan melalui Keputusan Bupati Kuningan melalui Kepala Dinas kepada pemohon WIUP disertai dengan penyerahan peta WIUP berikut batas dan koordinat WIUP, dengan menggunakan Model 2, 2a dan Model 2b Lampiran Peraturan Bupati ini; 8
(4) Keputusan menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan secara tertulis kepada pemohon WIUP disertai dengan alasan penolakan dengan menggunakan Model 3 Lampiran Peraturan Bupati ini. Bagian ketiga Pemberian IUP Mineral Bukan Logam dan Batuan Paragraf 1 Umum Pasal 12 (1) IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b terdiri atas: a. IUP Eksplorasi, meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan; b. IUP Operasi Produksi, meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan. (2) Pemegang IUP Eksplorasi dan pemegang IUP Operasi Produksi dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); (3) Untuk mineral bukan logam dan batuan tertentu yang secara teknis tidak memerlukan penelitian secara rinci, dapat langsung mengajukan IUP operasional produksi. Paragraf 2 Pesyaratan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi Mineral Bukan Logam dan Batuan Pasal 13 Persyaratan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan batuan meliputi: a. Administratif; b. Teknis; c. Lingkungan; dan d. Finansial. Pasal 14 (1) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a untuk badan usaha meliputi: a. Surat permohonan; b. Profil badan usaha; c. Akte pendirian badan usaha yang bergerak di bidang pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; d. Nomor pokok wajib pajak; e. Susunan direksi dan daftar pemegang saham; f.
Surat keterangan domisili.
(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a untuk koperasi meliputi: a. Surat permohonan; b. Profil koperasi; c. Akte pendirian koperasi yang bergerak di bidang pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; d. Nomor pokok wajib pajak; e. Susunan pengurus; dan f.
Surat keterangan domisili. 9
(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a untuk orang perseorangan meliputi: a. Surat permohonan; b. Kartu tanda penduduk; c. Nomor pokok wajib pajak; dan d. Surat keterangan domisili. (4) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi: a. Surat permohonan; b. Profil perusahaan; c. Akte pendirian perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan; d. Nomor pokok wajib pajak; e. Susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan f.
Surat keterangan domisili.
Pasal 15 (1) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b untuk IUP Eksplorasi, meliputi: a. Daftar Riwayat Hidup dan Surat Pernyataan Tenaga Ahli Pertambangan/Ahli Geologi pengalaman min. 3 tahun (dilengkapi KTP); b. Peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografis yang berlaku secara nasional. (2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b untuk IUP Operasi Produksi, meliputi: a. Peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografis yang berlaku secara nasional; b. Laporan lengkap eksplorasi (kalau melakukan kegiatan eksplorasi); c. Laporan studi kelayakan; d. Rencana Reklamasi dan Pascatambang; e. Rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB); f.
Rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan Operasi Produksi;
g. Tersedianya tenaga ahli pertambangan/ahli geologi, min. Pengalaman 3 tahun. Pasal 16 Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c, meliputi: a. Untuk IUP Eksplorasi meliputi pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; b. Untuk IUP Operasi Produksi meliputi: 1. Pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundangundangan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan 2. Persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 17 (1) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d, untuk IUP Eksplorasi, meliputi bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi. (2) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d untuk IUP Operasi Produksi, meliputi laporan keuangan tahun terakhir. 10
Paragraf 3 Tata Cara Pemberian IUP Eksplorasi Mineral Bukan Logam dan Batuan Pasal 18 Untuk memperoleh IUP Eksplorasi, pemohon mengajukan Surat Permohonan bermaterai secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas, dengan mengajukan Model 4 Lampiran Bupati ini, selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya penetapan WIUP, dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut: a. Peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografis yang berlaku secara nasional; b. Daftar Riwayat Hidup dan Surat Pernyataan Tenaga Ahli Pertambangan/Ahli Geologi pengalaman min. 3 tahun (dilengkapi KTP); c. Bukti pembayaran biaya Pencadangan Wilayah & Percetakan Peta WIUP; d. Bukti penetapan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi (hanya bagi pemohon IUP Eksplorasi mineral bukan logam); e. Pernyataan mamatuhi ketentuan perundang-undangan dibidang pengelolaan dan perlindungan Lingkungan Hidup; f.
Surat Pernyataan kesanggupan memperbaiki jalan;
g. Surat Pernyataan kesanggupan melaksanakan reklamasi setelah proses eksplorasi selesai (bagi pemohon IUP Eksplorasi mineral bukan logam). Pasal 19 (1) IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral bukan logam dan batuan dapat diberikan paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun; (2) Pemegang IUP Eksplorasi mineral bukan logam wajib menempatkan sejumlah dana sebagai jaminan kesungguhan pelaksanaan untuk kegiatan eksplorasi sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dalam bentuk Deposito Berjangka pada Bank Pemerintah atas nama Bupati qq. Perusahaan yang bersangkutan atau Bank Garansi yang diterbitkan oleh Bank Pemerintah; (3) Dalam hal kegiatan eksplorasi dan studi kelayakan, pemegang IUP Eksplorasi yang mendapatkan mineral yang tergali wajib melaporkan kepada pemberi IUP; (4) Pemegang IUP Eksplorasi yang ingin menjual mineral sebagaimana dimaksud pada ayat 3 wajib mengajukan izin sementara kepada Bupati sesuai kewenangannya melalui Kepala Dinas untuk melakukan pengangkutan dan penjualan; (5) Pemegang IUP Eksplorasi sebelum melakukan kegiatan eksplorasi wajub menyusun rencana reklamasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan dimuat dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Eksplorasi; (6) Pemegang IUP Eksplorasi mineral bukan logam wajib menyediakan jaminan reklamasi terhadap eksplorasi. Paragraf 4 Tata Cara Pemberian IUP Operasi Produksi Mineral Bukan Logam dan Batuan Pasal 20 Untuk memperoleh IUP Operasi Produksi, pemohon mengajukan Surat Permohonan bermaterai secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas dengan mengajukan Model 5 Lampiran Peraturan Bupati ini, dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut: a. Peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografis yang berlaku secara nasional; b. Laporan lengkap eksplorasi (kalau melakukan kegiatan eksplorasi); c. Laporan Studi Kelayakan; 11
d. Rencana Reklamasi dan Pascatambang; e. Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB); f.
Rencana Pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan Operasi Produksi;
g. Tersedianya tenaga ahli pertambangan/ahli (penunjuk Kepala Teknik Tambang);
geologi,
min.pengalaman
3
tahun
h. Pernyataan mematuhi ketentuan perundang-undangan Lingkungan Hidup; i.
Surat Pernyataan kesanggupan melaksanakan reklamasi;
j.
Surat Pernyataan kesanggupan memasang tanda/patok batas lahan;
k. Surat Pernyataan izin tetangga diketahui kepala desa dan camat. l.
Berita acara Komisi Teknis;
m. Persetujuan/Rekomendasi Dokumen Lingkungan Hidup dari Instansi yang berwenang. Pasal 21 (1) IUP Operasi Produksi diberikan sesuai dengan hasil eksplorasi (kalau melakukan kegiatan eksplorasi), dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk mineral bukan logam, paling lama dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun; b. Untuk batuan, paling lama dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun. (2) Pemegang IUP Operasi Produksi wajib menyediakan jaminan reklamasi tahap operasi produksi dan jaminan pascatambang; (3) Pemegang IUP Operasi Produksi yang telah habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang kembali harus mengembalikan IUP Operasi Produksi kepada Bupati melalui Kepala Dinas. Pasal 22 (1) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, yang belum lengkap, Bupati melalui Kepala Dinas dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja, harus sudah menerbitkan surat pemberitahuan untuk melengkapi persyaratan dengan menggunakan Model 6 Lampiran Peraturan Bupati ini. (2) Kesempatan untuk melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah dipenuhi dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya surat pemberitahuan. Pasal 23 (1) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, ynag belum lengkap, Bupati melalui Kepala Dinas dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja, harus sudah dilakukan penelitian kelapangan oleh Komisi Teknis untuk menguji kebenaran data dan persyaratan permohonan dan menganalisa aspek teknis, ekonomi, soaial budaya serta pertimbangan faktor lingkungan hidup atas rencana kegiatan usaha pertambangan dimaksud, dengan menerbitkan surat undangan Komisi Teknis dari Kepala Dinas dengan menggunakan Model 7 Lampiran Peraturan Bupati ini. (2) Hasil penelitian dan pengkajian Komisi Teknis dituangkan dalam Berita Acara Hasil Penelitian, sebagai bahan pertimbangan Bupati melalui Kepala Dinas dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi, dengan menggunakan Model 8 Lampiran Peraturan Bupati ini. (3) Komisi Teknis yang melakukan penelitian ke lokasi pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari; a. Unsur Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan; b. Unsur Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah; c. Unsur Dinas Perhubungan; d. Unsur Dinas Pendapatan; 12
e. Unsur Satpol PP; f.
Unsur Bagian Hukum Setda;
g. Unsur Kecamatan; dan h. Unsur Desa. Pasal 24 (1) Berdasarkan Berita Acara Hasil Penelitian sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), terhadap permohonan IUP Operasi Produksi dapat dipertimbangkan dalam jangka waktu 17 (tujuh belas) hari kerja, Bupati melalui Kepala Dinas harus sudah menerbitkan IUP Operasi Produksi yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (2) Bentuk dan isi Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan Model 9 Lampiran Peraturan Bupati ini. Paragraf 5 Tata Cara Pemberian Perpanjangan IUP Operasi Produksi Mineral Bukan Logam dan Batuan Pasal 25 Untuk memperoleh perpanjangan IUP Operasi Produksi, pemohon mengajukan Surat Permohonan perpanjangan bermaterai secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas, dengan menggunakan Model 10 Lampiran Peraturan Bupati ini, dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut: a. Peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografis yang berlaku secara nasional; b. Rencana Reklamasi dan Pascatambang; c. Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB); d. Tersedianya tenaga ahli pertambangan/ahli geologi, min. pengalaman 3 tahun (penunjuk Kepala Teknik Tambang); e. Pernyataan mematuhi ketentuan perundang-undangan Lingkungan Hidup; f.
Surat Pernyataan kesanggupan melaksanakan reklamasi;
g. Surat Pernyataan kesanggupan memasang tanda/patok batas lahan; h. Surat Pernyataan izin tetangga diketahui kepala desa dan camat. i.
Berita acara Komisi Teknis;
j.
Persetujuan/Rekomendasi Dokumen Lingkungan Hidup dari Instansi yang berwenang;
k. Surat keterangan lunas Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan dari Instansi yang berwenang. Pasal 26 Ketentuan selanjutnya untuk memperoleh perpanjangan IUP Operasi Produksi, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Peraturan Bupati ini. BAB IV IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT (IPR) MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN Bagian Kesatu WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat) Pasal 27 (1) Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) ditetapkan oleh Bupati dalam Wilayah Pertambangan (WP) setelah berkonsultasi dengan DPRD untuk memperoleh pertimbangan. (2) WPR harus memenuhi kriteria: a. Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau diantara tepi dan tepi sungai; 13
b. Merupakan endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba; c. Luas maksimal WPR sebesar 25 (dua puluh lima) hektar; d. Menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau e. Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun; f.
Tidak tumpang tindih dengan WUP dan WPN; dan
g. Merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang. (3) Penetapan WPR disampaikan secara tertulis oleh Bupati kepada Menteri dan Gubernur. Bagian Kedua Prosedur IPR Pasal 28 (1) Izin Pertambangan Rakyat (IPR) diberikan oleh Bupati melalui Kepala Dinas setelah dilakukan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) melalui Keputusan Bupati, berdasarkan permohonan yang diajukan oleh penduduk setempat, baik: a. Orang perseorangan; b. Kelompok masyarakat; c. Koperasi. (2) Untuk memperoleh IPR, pemohon mengajukan Surat Permohonan bermaterai secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas dengan menggunakan Model 11 Lampiran Peraturan Bupati ini dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut: a. Kartu tanda penduduk (perorangan/kelompok masyarakat) atau Nomor Pokok Wajib Pajak (koperasi); b. Bagi koperasi, akte pendirian yang telah disah kan oleh pejabat yang berwenang; c. Komoditas tambang yang dimohon; d. Surat keterangan dari Kelurahan/Desa setempat; e. Laporan keuangan selama 1 (satu) tahun terakhir (hanya bagi koperasi setempat); f.
Surat pernyataan yang menyatakan bahwa pemohon: a. Menggunakan pompa mekanik, penggelundungan atau permesinan dengan jumlah tenaga maksimal 25 (dua puluh lima) horse power untuk 1 (satu) IPR; b. Tidak menggunakan alat berat sebagai alat utama (kecuali untuk alat bantu produksi dan pengupasan tanah penutup); dan c. Tidak menggunakan bahan peledak. Bagian Ketiga Ketentuan IPR
Pasal 29 (1) Luas wilayah untuk 1 (satu) IPR yang dapat diberikan kepada : a. Orang perseorangan, paling banyak 1 (satu) hektar; b. Kelompok masyarakat, paling banyak 5 (lima) hektar; c. Koperasi paling banyak 10 (sepuluh) hektar. (2) IPR diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang; (3) Pemegang IPR berhak mendapat pembinaan pengawasan dibidang keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan, teknis pertambangan, dan manajemen dari Dinas. (4) Pemegang IPR wajib untuk : a. Melakukan kegiatan penambangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah IPR diterbitkan;
14
b. Mematuhi peraturan perundang-undangan dibidang keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, pengelolaan lingkungan, dan memenuhi standar yang berlaku; c. Mengelola lingkungan hidup bersama Dinas; d. Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan rakyat secara berkala kepada pemberi IPR. (5) Bupati melalui Kepala Dinas menetapkan pascatambang untuk pemegang IPR;
rencana
reklamasi
dan
rencana
(6) Pemegang IPR bersama Bupati melalui Kepala Dinas melaksanakan reklamasi dan pascatambang yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5). Pasal 30 Ketentuan mengenai selanjutnya untuk memperoleh IPR baru dan perpanjangan, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Peraturan Bupati ini. BAB V IZIN KHUSUS MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN Paragraf 1 Umum Pasal 31 (1) Izin khusus didalam kegiatan pertambangan mineral bukan logam dan batuan terdiri atas: a. Izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan; b. IUP Operasi Produksi untuk penjualan; c. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan; dan d. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan. (2) Izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan kepada perusahaan pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi mineral bukan logam dan batuan. (3) IUP Operasi Produksi untuk penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan kepada perusahaan yang berbentuk Badan Usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan; (4) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan dan IUP Operasi Produksi pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d diberikan kepada perusahaan: a. Badan usaha; b. Koperasi; dan c. Perseorangan yang terdiri atas: 1. Orang perseorangan; 2. Perusahaan komanditer; dan/atau 3. Perusahaan firma (5) Setiap perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) hanya dapat diberikan 1 (satu) jenis izin khusus dibidang pertambangan mineral bukan logam dan batuan. (6) Setiap perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak boleh memiliki lebih dari 1 (satu) izin dari masing-masing jenis izin khusus dibidang pertambangan mineral bukan logam dan batuan yang dikeluarkan oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas.
15
Paragraf 2 Izin Sementara Untuk Melakukan Pengangkutan dan Penjualan Pasal 32 (1) Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi yang bermaksud menjual mineral bukan logam dan batuan yang tergali pada waktu kegiatan Eksplorasi dan studi kelayakan wajib mempunyai izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a. (2) Izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas. (3) Untuk mendapatkan izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan, pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi harus mengajukan permohonan kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya. (4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilampiri dengan: a. Metode eksplorasi; b. Laporan akhir eksplorasi detail dalam WIUP atau WIUPK; c. Jumlah tonase mineral bukan logam dan batuan yang tergali dalam WIUP atau WIUPK; d. Kualitas mineral bukan logam dan batuan yang tergali dalam WIUP atau WIUPK disertai dengan sertifikat contoh dan analisa mineral bukan logam dan batuan dari laboratorium yang telah di akreditasi; e. Tanda bukti pelunasan pembayaran iuran tetap sejak diterbitkannya IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi; dan f.
Perjanjian jual-beli dengan pembeli mineral bukan logam dan batuan. Paragraf 3 IUP Operasi Produksi Untuk Penjualan
Pasal 33 (1) Badan Usaha atau perseorangan yang tidak bergerak pada usaha pertambangan yang bermaksud menjual mineral bukan logam dan batuan yang tergali wajib terlebih dahulu mempunyai IUP Operasi Produksi untuk penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b. (2) Badan Usaha atau perseorangan yang tidak bergerak pada usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Badan Usaha atau perseorangan yang antara lain melaksankan kegiatan penataan dan pemerataan lahan untuk: a. Reklamasi/restorasi lahan; b. Pendirian industri; c. Pembangunan perumahan; d. Pariwisata; e. Perkebunan; f.
Pembangunan konstruksi sarana dan prasarana lalu lintas jalan;
g. Pembangunan konstruksi pelabuhan; h. Pembangunan terowongan; i.
Pembangunan konstruksi bangunan sipil; dan
j.
Pengerukan alur lalu lintas sungai dan danau.
(3) Dalam hal Badan Usaha atau perseorangan yang tidak bergerak pada usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak bermaksud menjual mineral bukan logam dan atau batuan yang tergali dan akan memanfaatkan untuk kepentingan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap wajib memiliki IUP Operasi Produksi untuk penjualan. 16
(4) IUP Operasi Produksi untuk penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan oleh Bupati sesuai kewenangannya melalui kepala dinas. (5) Untuk mendapatkan IUP Operasi Produksi untuk penjualan, Badan Usaha atau perseorangan yang tidak bergerak pada usaha pertambangan harus mengajukan permohonan kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas dengan menggunakan Model 12 Lampiran Peraturan Bupati ini. (6) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dilampiri dengan: a. KTP pemohon; b. Akte pendirian Badan Usaha termasuk akte perubahannya yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; c. Profil Badan Usaha; d. Nomor Pokok Wajib Pajak; e. Salinan izin usaha yang dimiliki dari instansi yang berwenang; f.
Master plan kegiatan yang dikerjakan;
g. Jumlah tonase mineral bukan logam dan batuan yang tergali akibat kegiatan yang dilakukan; h. Perjanjian jual-beli dengan pembeli apabila disertai dengan sertifikat contoh dan analisa mineral atau yang tergali akan dijual. Pasal 34 (1) Dalam hal permohonan IUP Operasi Produksi untuk penjualan yang diajukan oleh Badan Usaha atau perseorangan yang tidak bergerak pada usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 telah lengkap, Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas melakukan pemeriksaan dan evaluasi atas mineral bukan logam dan batuan yang tergali dilokasi tergalinya mineral bukan logam dan batuan dengan membuat berita acara pemeriksaan dan evaluasi. (2) Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas menugaskan Komisi Teknis untuk melakukan pemeriksaan dan evaluasi atas mineral bukan logam dan batuan yang tergali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan Model 13 Lampiran Peraturan Bupati ini. (3) Berita acara pemeriksaan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat perkiraan jumlah tonase mineral bukan logam dan batuan yang tergali pada titik-titik akibat kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan Model 14 Lampiran Peraturan Bupati ini. (4) Berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas memberikan keputusan pemberian atau penolakan permohonan IUP Operasi Produksi untuk penjualan. (5) Pemberian atau penolakan permohonan IUP Operasi Produksi untuk penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal permohonan diterima dengan lengkap dan benar. (6) Ketentuan mengenai format keputusan pemberian IUP Operasi Produksi untuk penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan dengan menggunakan Model 15 Lampiran Peraturan Bupati ini. (7) Dalam hal permohonan IUP Operasi Produksi untuk penjualan ditolak, penolakan tersebut harus disampaikan secara tertulis kepada pemohon IUP Operasi Produksi untuk penjualan disertai dengan alasan penolakannya.
17
Pasal 35 Penerbitan IUP Operasi Produksi untuk penjualan diberikan 1 (satu) kali selama jangka waktu kegiatan berlangsung dan tidak dapat diperpanjang, dengan jumlah tonase sesuai dengan hasil pemeriksaan dan evaluasi sesuai dengan berita acara pemeriksaan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (3). Pasal 36 (1) Pemegang IUP Operasi Produksi untuk penjualan wajib: a. Melaksanakan pengangkutan dan penjualan untuk komoditas tambang yang tergali sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Membayar pajak dearah untuk mineral bukan logam dan batuan yang tergali yang besarnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan c. Menyampaikan laporan hasil penjualan mineral bukan logam dan batuan yang tergali atau akan dimanfaatkan untuk kepentingan kegiatannya kepada Bupati sesuai kewenangannya melalui Kepala Dinas. (2) Pemegang IUP Operasi Produksi untuk penjualan berhak untuk melakukan Pengangkutan dan Penjualan mineral bukan logam dan batuan dari lokasi penimbunan mineral bukan logam dan batuan yang tergali sampai ke titik penyerahan di stokpile atau pengguna akhir dalam 1 (satu) pulau yang berada dalam 1 (satu) wilayah kabupaten sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 4 IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan Bagian Kesatu Umum Pasal 37 (1) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi dalam melakukan kegiatan pengangkutan dan penjualan dapat bekerja sama dengan pihak lain yang mempunyai IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c. (2) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada perusahaan oleh Bupati sesuai kewenangannya melalui Kepala Dinas apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan dilakukan dalam 1 (satu) kabupaten. Pasal 38 Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan yang diterbitkan Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) dapat melakukan pengangkutan dan penjualan komoditas tambang yang berasal dari pemegang: a. IUP Operasi Produksi yang diterbitkan Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas; b. IUPK Operasi Produksi; c. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan atau pemurnian yang diterbitkan oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas; dan/atau d. IPR. Bagian Kedua Persyaratan dan Tata Cara Permohonan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan Pasal 39 (1) Untuk mendapatkan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan, perusahaan harus melanjutkan permohonan kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas dengan menggunakan Model 16 Lampiran Peraturan Bupati ini. 18
(2) Permohonan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. Administratif; b. Teknis; c. Lingkungan; dan d. Finansial. Pasal 40 (1) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a untuk: a. Badan Usaha, paling sedikit meliputi: 1. Surat permohonan; 2. Profil Bahan Usaha; 3. Akte pendirian Badan Usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan khususnya di bidang pengangkutan dan penjualan mineral bukan logam dan batuan termasuk akte perubahannya yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; 4. Nomor Pokok Wajib Pajak; 5. Susunan direksi dan daftar pemegang saham; 6. Surat keterangan domisili; 7. Perjanjian kerjasama Pengangkutan dan Penjualan mineral bukan logam dan batuan antara pemohon dengan pemegang: a) IUP Operasi Produksi; b) IUPK Operasi Produksi; c) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan atau pemurnian; d) IPR; e) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan lainnya, yang telah mendapatkan rekomendasi dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya; 8. Salinan IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian, IPR, dan/atau IUP Operasi Prosduksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan lainnya; dan 9. Perjanjian kerjasama penjualan mineral bukan logam dan batuan dengan pembeli. b. Koperasi, paling sedikit meliputi: 1. Surat permohonan; 2. Profil koperasi; 3. Akte pendirian koperasi yang bergerak dibidang usaha pertambangan khususnya dibidang pengangkutan dan penjualan mineral bukan logam dan batuan termasuk akte perubahannya yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; 4. Nomor Pokok Wajib Pajak; 5. Susunan pengurus; 6. Surat keterangan domisili; 7. Perjanjian kerjasama pengangkutan dan penjualan mineral bukan logam dan batuan antara pemohon dengan pemegang; a) IUP Operasi Produksi; b) IUPK Operasi Produksi; c) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan atau pemurnian; 19
d) IPR; dan/atau e) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan lainnya, yang telah mendapatkan rekomendasi dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya; 8. Salinan IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian, IPR, dan/atau IUP Operasi Prosduksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan lainnya; dan 9. Perjanjian kerjasama penjualan mineral bukan logam dan batuan dengan pembeli. c. Orang perseorangan paling sedikit meliputi: 1. Surat permohonan; 2. Kartu Tanda Penduduk; 3. Nomor Pokok Wajib Pajak; 4. Surat keterangan domisili; 5. Perjanjian kerjasama pengangkutan dan penjualan mineral bukan logam dan batuan antara pemohon dengan pemegang; a) IUP Operasi Produksi; b) IUPK Operasi Produksi; c) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan atau pemurnian; d) IPR; dan/atau e) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan lainnya, yang telah mendapatkan rekomendasi dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya; 6. Salinan IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian, IPR, dan/atau IUP Operasi Prosduksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan lainnya; dan 7. Perjanjian kerjasama penjualan mineral bukan logam dan batuan dengan pembeli. d. Perusahaan firma dan perusahaan komanditer paling sedikit meliputi: 1. Surat permohonan; 2. Profil perusahaan; 3. Akte pendirian perusahaan yang bergerak dibidang usaha pertambangan khususnya dibidang pengangkutan dan penjualan mineral bukan logam dan batuan termasuk akte perubahannya yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; 4. Nomor Pokok Wajib Pajak; 5. Susunan pengurus; 6. Surat keterangan domisili; 7. Perjanjian kerjasama pengangkutan dan penjualan mineral bukan logam dan batuan antara pemohon dengan pemegang; a) IUP Operasi Produksi; b) IUPK Operasi Produksi; c) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan atau pemurnian; d) IPR; dan/atau e) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan lainnya, yang telah mendapatkan rekomendasi dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya; 20
8. Salinan IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian, IPR, dan/atau IUP Operasi Prosduksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan lainnya; dan 9. Perjanjian kerjasama penjualan mineral bukan logam dan batuan dengan pembeli. (2) Perjanjian kerja sama pengangkutan dan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 7 dan angka 9, huruf b angka 7 dan angka 9, huruf c angka 5 dan angka 7, dan huruf d angka 7 dan angka 9 memuat materi antara lain: a. Jumlah tonase dan jadwal rencana pengangkutan dan penjualan; b. Kesepakatan harga pengangkutan dan penjualan mineral bukan logam dan batuan dilakukan sampai dengan pengguna akhir di dalam daerah. c. Jenis kualitas, dan asal komoditas mineral bukan logam dan batuan yang akan diangkut; d. Tujuan penjualan dan jangka waktu perjanjian kerja sama e. Pembelian komoditas tambang mineral bukan logam dan batuan berdasarkan harga patokan sesuai dengan ketentuan peraturan peundang-undangan. Pasal 41 (1) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat (2) huruf b meliputi: a. RKAB; dan b. Daftar peralatan termasuk armada pengangkutan. (2) Selain persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk komoditas tambang yang berasal dari pemegang: a. IUP Operasi Produksi dan/atau IUPK Operasi Produksi harus dilengkapi: 1. Laporan hasil kegiatan eksplorasi yang memuat data mengenai sumber daya atau cadangan dari pemegang IUP Operasi Produksi dan atau IUPK Operasi Produksi; 2. Rencana produksi per tahun pemegang IUP Operasi Produksi dan atau IUPK Operasi Produksi sesuai dengan RKAB yang telah disetujui; 3. Persetujuan RKAB 2 (dua) tahun terakhir termasuk data rencana dan realisasi produksi dan penjualan; 4. Foto copy persetujuan studi kelayakan dan izin lingkungan hidup dengan dilengkapi informasi mengenai cadangan dan rencana produksi jangka panjang sesuai dengan umur tambang yang telah dilegalisir oleh instansi yang berwenang: 5. Tanda bukti pelunasan pembayaran pajak daerah untuk mineral bukan logam dan batuan selama 5 (lima) tahun terakhir atau sejak di terbitkannya IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi. b. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan atau pemurnian harus dilengkapi: 1. Kapasitas produksi per tahun; dan 2. Tanda bukti pelunasan pembayaran iuran produksi untuk mineral ikutan yang dimanfaatkan; c. IPR harus dilengkapi: 1. Kapasitas produksi per tahun; 2. Bukti pelunasan pembayaran pajak daerah mineral bukan logam dan batuan selama 5 (lima) tahun terakhir atau sejak diterbitkannya IPR.
21
d. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan lainnya harus dilengkapi data mengenai sumber daya atau cadangan dari pemegang IUP Operasi Produksi dan atau IUPK Operasi Produksi yang bekerja sama dengan pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan yang bersangkutan. Pasal 42 Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf c meliputi: a. Pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan b. Pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan untuk pengangkutan mineral bukan logam dan batuan. Pasal 43 Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf d meliputi: a. Laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik kecuali untuk perusahaan baru menyampaikan laporan keuangan terakhir; b. Surat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan harga patokan Penjualan mineral bukan logam dan batuan; dan c. Referensi bank pemerintah dan atau bank swasta nasional. Pasal 44 (1) Dalam hal permohonan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 43 telah lengkap, Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepaa Dinas melakukan pemeriksaan dan evaluasi kelengkapan administrasi. (2) Berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bupata sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas memberikan keputusan pemberian atau penolakan permohonan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan. (3) Pemberian atau penolakan permohonan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal permohonan diterima dengan lengkap dan benar. (4) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat: a. Nama Badan Usaha, koperasi, atau perseorangan; b. Alamat Badan Usaha, koperasi, atau perseorangan; c. Susunan pengurus Badan Usaha, koperasi, atau perseorangan; d. Komposisi saham untuk Badan Usaha atau kepemilikan modal untuk koperasi dan perseorangan; e. Nama pemegang saham untuk Badan Usaha; f.
Jenis usaha yang diberikan untuk pengangkutan dan penjualan mineral bukan logam dan batuan;
g. Asal komoditas tambang yang akan diangkut dan dijual berdasarkan perjanjian kerja sama pengangkutan dan penjualan dari pemegang: 1. IUP Operasi Produksi; 2. IUPK Operasi Produksi; 3. IUPK Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian; 4. IPR; dan/atau
22
5. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan lainnya, yang telah mendapatkan rekomendasi dari Menteri, Gubernur, atau bupai/walikota sesuai dengan kewenangannya; h. Jangka waktu IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan; i.
Hak dan kewajiban pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan.
(5) Ketentuan mengenai format keputusan pemberian IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan sebagaiamana dimaksud pada ayat (5) menggunakan Model 17 Lampiran Peraturan Bupati ini. (6) Dalam hal permohonan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan ditolak, penolakan tersebut harus disampaikan secara tetulis kepada pemohon IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan disertai dengan alasan penolakannya, dengan menggunakan Model 18 Lampiran Peraturan Bupati ini. Bagian Ketiga Jangka Waktu IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan Pasal 45 (1) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan diberikan untuk jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) tahun dan paling lam 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun untuk setiap kali perpanjangan. (2) Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan dalam jangka waktu paling cepat 6 (enam) bulan dan paling lambat 2 (dua ) bulan sebelum IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan berakhir. Bagian Keempat Hak dan Kewajiban IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan Pasal 46 (1) Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan akan melakukan kegiatan pengangkutan dan penjualan yang komoditas tambangnya berasal selain dari perusahaan yang telah tercantum dalam IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan wajib mengajukan permohonan penyesuaian IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas. (2) Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan akan mengingatkan jumlah kapasitas pengangkutan dan penjualannya wajib mengajukan permohonanan penyesuaian IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas. Pasal 47 Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan, sudah melakukan kegiatan pengangkutan dan penjualan, pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan wajib membayar pajak daerah mineral bukan logam dan batuan sesuai dengan mineral bukan logam dan batuan yang terangkut. Paragraf 5 IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan Bagian Kesatu Umum Pasal 48 (1) Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi mineral bukan logam dan batuan dapat melakukan pengolahan mineral bukan logam dan batuan baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan perusahaan yang telah mendapatkan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf d. 23
(2) Untuk mendapatkan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan, perusahaan harus terlebih dahulu mempunyai izin Prinsip pengolahan dalam rangka mempersiapkan dokumen studi kelayakan, penyusunan perjanjian kerja sama, dan pengurusan perizinan lain. (3) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas: a. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan mineral bukan logam dan batuan; b. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan batuan. (4) Perusahaan dalam bentuk perseorangan hanya dapat mempunyai: a. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan mineral bukan logam dan batuan; dan b. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan batuan. Bagian Kedua Persyaratan dan Tata Cara Permohonan Izin Prinsip Pengolahan Pasal 49 (1) Izin Prinsip Pengolahan diberikan kepada badan Usaha, koperasi, dan perseorangan dengan cara mengajukan permohonan kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas dengan menggunakan Model 19 Lampiran Peraturan Bupati ini (2) Permohonan Izin Prinsip Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) harus memenuhi persyaratan: a. Administratif; b. Teknis; c. Lingkungan; dan d. Finansial. Pasal 50 (1) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a untuk: a. Badan Usaha, paling sedikit meliputi: 1. Surat permohonan; 2. Profil Badan Usaha; 3. Akte pendirian Badan Usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan khususnya di bidang pengolahan mineral bukan logam dan batuan termasuk akte perubahannya yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; 4. Nomor Pokok Wajib Pajak; 5. Susunan direksi dan daftar pemegang saham; 6. Surat keterangan domisili; 7. Rencana pasokan komoditas mineral bukan logam dan batuan yang akan diolah berasal dari: a) Pemegang IUPK Operasi Produksi; b) Pemegang IUP Operasi Produksi yang WIUP nya berada dalam 1 (satu) kabupaten; c) Pemegang IPR; d) Pemegang IUP Operasi Produksi untuk penjualan; e) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk melakukan pengangkutan dan penjualan; dan/atau f)
Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan lainnya;
8. Nota kesepahaman dengan pemasok mineral bukan logam dan batuan yang akan diolah sebagaimana dimaksud pada angka 7. 24
b. Koperasi, paling sedikit meliputi: 1. Surat oermohonan; 2. Profil koperasi; 3. Akte pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan khususnya di bidang pengolahan mineral bukan logam dan batuan termasuk akte perubahannya yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; 4. Nomor Pokok Wajib Pajak; 5. Susunan pengurus ; 6. Surat keterangan domisili; 7. Rencana pasokan komoditas mineral bukan logam dan batuan yang akan diolah berasal dari: a) Pemegang IUPK Operasi Produksi; b) Pemegang IUP Operasi Produksi yang WIUP nya berada dalam 1 (satu) kabupaten; c) Pemegang IPR; d) Pemegang izin sementara untuk melakukan pengngkutan dan penjualan; e) Pemegang IUP Operasi Produksi untuk penjualan; f)
Pemegang IUP Operasi penjualan; dan/atau
Produksi
khusus
untuk
pengangkutan
dan
g) Pemegang IUP Operasi Produksi untuk pengolahan lainnya; 8. Nota kesepahaman dengan pemasok mineral bukan logam dan batuan yang akan diolah sebagaimana dimaksud pada angka 7. c. Orang perseorangan paling sedikit meliputi: 1. Surat permohonan; 2. Kartu Tanda Penduduk; 3. Nomor Pokok Wajib Pajak; 4. Surat keterangan domisili; 5. Rencana pasokan komoditas mineral bukan logam dan batuan yang akan diolah berasal dari: a) Pemegang IUPK Operasi Produksi; b) Pemegang IUP Operasi Produksi yang WIUP nya berada dalam 1 (satu) kabupaten; c) Pemegang IPR; d) Pemegang izin sementara untuk melakukan pengngkutan dan penjualan; e) Pemegang IUP Operasi Produksi untuk penjualan; f)
Pemegang IUP Operasi penjualan; dan/atau
Produksi
khusus
untuk
pengangkutan
dan
g) Pemegang IUP Operasi Produksi untuk pengolahan lainnya; 6. Nota kesepahaman dengan pemasok mineral bukan logam dan batuan yang akan diolah sebagaimana dimaksud pada angka 5. d. Perusahaan firma dan perusahaan komanditer paling sedikit meliputi: 1. Surat permohonan; 2. Profil Badan Usaha; 3. Akte pendirian Badan Usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan khususnya di bidang pengolahan mineral bukan logam dan batuan termasuk akte perubahannya yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; 25
4. Nomor Pokok Wajib Pajak; 5. Susunan pengurus dan daftar pemilik modal; 6. Surat keterangan domisili; 7. Rencana pasokan komoditas mineral bukan logam dan batuan yang akan diolah berasal dari: a) Pemegang IUPK Operasi Produksi; b) Pemegang IUP Operasi Produksi yang WIUP nya berada dalam 1 (satu) kabupaten; c) Pemegang IPR; d) Pemegang izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan; e) Pemegang IUP Operasi Produksi untuk penjualan; f)
Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk melakukan pengangkutan dan penjualan; dan/atau
g) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan lainnya; 8. Nota kesepahaman dengan pemasok mineral bukan logam dan batuan yang akan diolah sebagaimana dimaksud pada angka 7. (2) Nota kesepahaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 8, huruf b angka 8, huruf c angka 6, dan huruf d angka 8 memuat materi antara lain: a. Jumlah tonase; b. Jenis, kualitas, dan asal komoditas mineral bukan logam dan batuan yang akan diolah; c. Jangka waktu nota kesepahaman; d. Pembelian komoditas tambang mineral bukan logam dan batuan berdasarkan harga patokan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 51 Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b, meliputi: a. Rencana lokasi pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan operasi produksi khusus untuk pengolahan disertai dengan peta lokasi; dan b. Memiliki tenaga ahli/penanggung jawab kegiatan. Pasal 52 Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 ayat (2) huruf c meliputi antara lain pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 53 Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat (2) huruf d meliputi: a. Laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik kecuali untuk perusahaan baru menyampaikan laporan keuangan terakhir; b. Pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan harga patokan penjualan mineral bukan logam dan batuan; dan c. Referensi bank pemerintah dan atau bank swasta nasional. Pasal 54 (1) Dalam hal permohonan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 53 telah lengkap, Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas melakukan pemeriksaan dan evaluasi. 26
(2) Kepala Dinas menugaskan Komisi Teknis untuk melakukan pemeriksaan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Menggunakan Model 20 Lampiran Peraturan Bupati ini. (3) Berita acara pemeriksaan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat perkiraan jumlah tonase mineral bukan logam dan batuan yang diolah berdasarkan kapasitas produksi mesin pengolah dengan menggunakan Model 21 Lampiran Peraturan Bupati ini. (4) Berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas memberikan keputusan pemberian atau penolakan permohonan izin Prinsip pengolahan. (5) Pemberian atau penolakan permohonan izin Prinsip pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal permohonan diterima dengan lengkap dan benar. (6) Dalam hal permohonan izin Prinsip pengolahan ditolak, penolakan tersebut harus disampaikan secara tertulis kepada pemohon izin Prinsip pengolahan disertai dengan alasan penolakannya dengan menggunakan Model 22 Lampiran Peraturan Bupati ini. Pasal 55 (1) Izin Prinsip pengolahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) huruf d, paling sedikit memuat: a. Nama Badan Usaha, koperasi atau perseorangan; b. Alamat Badan Usaha, koperasi atau perseorangan; c. Susunan saham Badan Usaha, koperasi atau perseorangan; d. Komposisi saham untuk Badan Usaha atau kepemilikan modal untuk koperasi dan perseorangan; e. Nama pemegang saham untuk Badan Usaha; f.
Jenis usaha yang diberikan untuk pengolahan mineral bukan logam dan batuan;
g. Asal komoditas tambang yang akan diolah; h. Kapasitas produksi; i.
Jangka waktu IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan; dan
j.
Hak dan kewajiban pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan;
(2) Ketentuan mengenai format keputusan pemberian Izin Prinsip pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan Model 23 Lampiran Peraturan Bupati ini. Pasal 56 (1) Setiap pemegang Izin Prinsip pengolahan harus: a. Melakukan pengurusan izin lokasi untuk pengolahan;
pembangunan
fasilitas
instalasi
b. Menyusun dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; c. Menyusun naskah perjanjian kerja sama untuk pengolahan mineral bukan logam dan batuan dengan: 1. Pemegang IUP Operasi Produksi; 2. Pemegang IUPK Operasi Produksi; 3. Pemegang IPR; 4. Pemegang Izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan; 5. Pemegang IUP Operasi Produksi untuk penjualan; 6. Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan; 27
7. Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan lainnya. d. Menyusun naskah perjanjian kerja sama pengolahan dengan pembeli; e. Menyiapkan rencana konstruksi pembangunan fasilitas instalasi pengolahan; f.
Mengurus perizinan terkait untuk menunjang pelaksanaan kegiatan;
g. Menyusun studi kelayakan kegiatan operasi produksi khusus untuk pengolahan; dan h. Menyusun naskah perjanjian kerja sama dengan pihak-pihak terkait apabila akan memanfaatkan sisa produk sampingan. (2) Setiap pemegang Izin Prinsip pengolahan wajib: a. Menyususn dan menyampaikan RKAB atas pelaksanaan kegiatan selama Izin Prinsip pengolahan berlaku; b. Mengutamakan pemenfaatan tenaga kerja, barang dan jasa lokal; dan c. Menyampaikan laporan kegiatan yang meliputi laporan triwulan dan tahunan kepada Bupati sesuai kwenangannya melalui Kepala Dinas. Pasal 57 Izin Prinsip pengolahan yang telah diberikan dipindahtangankan kepada pihak lain.
kepada
perusahaan
dilarang
Bagian Ketiga Jangka Waktu Izin Prinsip pengolahan Pasal 58 (1) Izin Prinsip pengolahan diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. (2) Permohonan perpanjangan Izin Prinsip pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan apabila: a. Belum selesainya pengurusan izin lokasi untuk pembangunan fasilitas instalasi pengolahan; b. Belum selesainya dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; c. Belum selesainya penyusunan dokumen studi kelayakan kegiatan IUP Operasi Produksi khusus pengolahan; dan d. Belum selesainya perizinan terkait. (3) Permohonan perpanjangan Izin Prinsip pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum izin prinsip pengolahan berakhir. Bagian Keempat Persyaratan dan Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus Untuk Pengolahan Pasal 59 (1) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan diberikan kepada Badan Usaha, koperasi dan perseorangan sebagai peningkatan dari Izin Prinsip pengolahan; (2) Pemegang Izin Prinsip pengolahan yang telah selesai melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dijamin untuk memperoleh Operasi Produksi khusus untuk pengolahan sebagai peningkatan dari Izin Prinsip pengolahan dengan mengajukan permohonan kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas dengan menggunakan Model 24 Lampiran Peraturan Bupati ini. (3) Permohonan Izin Prinsip pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan: a. Administratif; 28
b. Teknis; c. Lingkungan; dan d. Finansial. Pasal 60 (1) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) huruf a untuk: a. Badan usaha, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf a angka 1 sampai dengan angka 7; b. Koperasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf b angka 1 sampai dengan angka 7; c. Orang perseorangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf c angka 1 sampai dengan angka 5; d. Perusahaan firma dan perusahaan komanditer, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf d angka 1 sampai dengan angka 7. Pasal 61 (1) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) huruf b, meliputi: a. RKAB; b. Rencana konstruksi dan pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan operasi produksi khusus untuk pengolahan; c. Memiliki tenaga ahli/penanggung jawab kegiatan. d. Dokumen studi kelayakan yang telah disetujui; dan e. Perjanjian kerja sama dalam rangka pengolahan komoditas mineral bukan logam dan batuan dengan: 1. Pemegang IUP Operasi Produksi; 2. Pemegang IUPK Operasi Produksi; 3. Pemegang IPR; 4. Pemegang Izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan; 5. Pemegang IUP Operasi Produksi untuk penjualan; 6. Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan; 7. Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan lainnya. f.
Perjanjian kerja sama jual-beli dengan pembeli.
(2) Perjanjian kerja sama dalam rangka pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, memuat materi antara lain: a. Jumlah tonase; b. Jenis, kualitas, dan asal komoditas tambang mineral bukan logam dan batuan yang akan diolah; c. Rencana kerja sama, berupa: 1. Kegiatan untuk melakukan proses pengolahan mineral bukan logam dan batuan; 2. Jual beli mineral bukan logam dan batuan. d. Jangka waktu perjanjian kerja sama; dan e. Harga patokan komoditas mineral bukan logam dan batuan. (3) Perjanjian kerja sama jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, memuat materi antara lain: a. Jumlah tonase; b. Jenis dan kualitas mineral bukan logam dan batuan yang telah diolah; 29
c. Tujuan penjualan; d. Jangka waktu perjanjian kerja sama. Pasal 62 Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) huruf c meliputi: a. Pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan b. Persetujuan dan salinan dokumen studi kelayakan yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang serta dokumen dan izin lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 63 Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) huruf d meliputi : a. Laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik kecuali untuk perusahaan baru menyampaikan laporan keuangan terakhir; b. Pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan harga patokan penjualan mineral bukan logam dan batuan; dan c. Referensi bank pemerintah dan atau bank swasta nasional. Pasal 64 (1) Dalam hal permohonan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 63 telah lengkap, Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas melakukan pemeriksaan dan evaluasi. (2) Kepala Dinas menugaskan Komisi Teknis untuk melakukan pemeriksaan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Berita acara pemeriksaan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat perkiraan jumlah tonase mineral bukan logam dan batuan yang diolah berdasarkan kapasitas produksi mesin pengolah. (4) Berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas memberikan keputusan pemberian atau penolakan permohonan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan. (5) Pemberian atau penolakan permohonan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan daam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal permohonan diterima dengan lengkap dan benar. (6) Dalam hal permohonan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan ditolak, penolakan tersebut harus disampaikan secara tertulis kepada pemohon IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan disertai dengan alasan penolakannya. Pasal 65 (1) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf d, paling sedikit memuat: a. Nama Badan Usaha, koperasi atau perseorangan; b. Alamat Badan Usaha, koperasi atau perseorangan; c. Susunan saham Badan Usaha, koperasi atau perseorangan; d. Komposisi saham untuk Badan Usaha atau kepemilikan modal untuk koperasi dan perseorangan; e. Nama pemegang saham untuk Badan Usaha; f.
Jenis usaha yang diberikan untuk pengolahan mineral bukan logam dan batuan; 30
g. Asal komoditas tambang yang akan diolah; h. Kapasitas produksi; i.
Jangka waktu IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan; dan
j.
Hak dan kewajiban pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan;
(2) Ketentuan mengenai format keputusan pemberian IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan sebgaiamna dimaksud pada ayat (1) menggunakan Model 25 Lampiran Peraturan Bupati ini. Bagian Kelima Jangka Waktu IUP Operasi Produksi Khusus Untuk Pengolahan Pasal 66 (1) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan diberikan untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun termasuk jangka waktu untuk kontruksi selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun untuk setiap kali perpanjangan. (2) Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan dalam jangka waktu paling cepat 6 (enam) bulan dan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan berakhir. Bagian Keenam Hak dan Kewajiban Pemegang IUP Operasi Produksi Khusus untuk Pengolahan Pasal 67 (1) Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan akan melakukan kegiatan pengolahan yang komoditas tambangnya berasal selain dari perusahaan yang telah tercantum dalam IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan, wajib mengajukan permohonan penyesuaian IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas. (2) Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan akan mengingatkan jumlah kapasitas pengolahan dan penjualannya wajib mengajukan permohonan penyesuaian IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas. Pasal 68 (1) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan wajib: a. Menyampaikan RKAB pada tahun berjalan kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah terbitnya IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan: b. Menyampaikan RKAB pada tahun berikutnya untuk mendapatkan persetujuan bersamaan dengan laporan pelaksanaan RKAB dalam jangka waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kalender sebelum berakhirnya tiap tahun takwin kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas; c. Menyampaikan laporan kegiatan meliputi laporan bulanan, triwulan, dan tahunan kegiatan operasi produksi khusus untuk pengolahan; d. Melakukan pembayaran pajak daerah mineral bukan logam dan batuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. Melaksanakan praktek teknik pengolahan komoditas tambang secara baik dan benar mengacu kepada RKAB yang telah disetujui; f.
Mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri;
g. Membangun fasilitas pengolahan sesuai dengan standar teknis atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; h. Membantu pengembangan dan pemberdayaan masyarakat pada daerah yang terkena dampak kegiatan; 31
i.
Mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja, barang, dan jasa lokal;
j.
Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan dan apabila menggunakan fasilitas jalan umum antara lain tingkat kapasitas muatan disesuaikan dengan kelas jalan, kepadatan jalan, dan resiko kecelakaan lalu lintas;
k. Memaksimalkan penjualan produk ikutan atau produk samping (by product) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; l.
Bertanggungjawab atas keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha pengolahan;
m. Menerima inspeksi petugas yang kewenangannya setiap saat; dan
ditunjuk
oleh
Bupati
sesuai
dengan
n. Menyediakan data dan informasi yang diperlukan oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya setiap saat. Pasal 69 Setiap pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan mempunyai hak: a. Membeli dan mengangkut komoditas tambang yang akan diolah sesuai dengan naskah perjanjian kerja sama yang telah mendapatkan rekomendasi dari Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas; b. Mengangkut dan menjual hasil komoditas tambang yang telah diolah; c. Membuat perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam pemanfaatan sisa dan/atau produk sampingan hasil pengolahan untuk bahan baku industri dalam negeri; d. Melakukan pencampuran produk komoditas tambang untuk memenuhi spesifikasi pembeli; e. Mendapatkan perizinan terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan/atau f.
Memanfaatkan fasilitas prasarana pengangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI BERAKIRNYA IZIN
Pasal 70 Izin-izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal 12 ayat (1) huruf a dan huruf b, Pasal 28 ayat (1), Pasal 31 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dan Pasal 72 ayat (1), dinyatakan berakhir apabila: a. Masa berlaku izin telah berakhir; b. Pemegang izin mengembalikan surat izin kepada Bupati kewenangannya melalui Kepala Dinas sebelum izin berakhir;
sesuai
dengan
c. Dicabut oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas, karena: 1) Melanggar ketentuan yang berlaku sebagaimana dimuat dalam Peraturan Bupati ini, dan/atau melanggar peraturan perundangan lainnya serta tidak memenuhi kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam izin; 2) Pemegang izin tidak melaksanakan kegiatan dalam waktu 6 (enam) bulan setelah izin terbit tanpa memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; 3) Bertentangan dengan kepentingan undangan yang berlaku;
umum
dan/atau
peraturan
perundang-
4) Adanya tuntutan masyarakat sekitar yang tidak setuju dengan kegiatan pertambangan yang disebabkan oleh kuarang kondusifnya hubungan antara pemilik dan izin dengan masyarakat sekitar.
32
BAB VII REKLAMASI DAN PASCATAMBANG Paragraf 1 Umum Pasal 71 (1) Pemegang IUP Operasi Produksi wajib melaksanakan reklamasi dan pascatambang yang dilaksanakan sesuai dengan rencana reklamasi dan pascatambang yang telah disetujui Bupati melalui Kepala Dinas mengacu pada peruntukan lahan pascatambang. (2) Pelaksanaan reklamasi oleh pemegang IUP Eksplorasi wajib memenuhi prinsip: a. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan; b. Keselamatan dan kesehatan kerja. (3) Pelaksanaan reklamasi dan pascatambang oleh pemegang IUP Operasi Produksi wajib memenuhi prinsip: a. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan; b. Keselamatan dan kesehatan kerja; dan c. Konservasi mineral. (4) Prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ayat (3) huruf a paling sedikit meliputi: a. Perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, dan tanah serta udara berdasarkan buku mutu atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Perlindungan dan pemulihan keanekaragaman hayati; c. Penjaminan terhadap stabilitas dan keamanan timbunan batuan samping dan/ tanah/batuan penutup, kolam penyendap lumpur, lahan bekas tambang dan struktur buatan lainnya; d. Pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai peruntukkannya; e. Memperhatikan nilai sosial dan budaya setempat, dan; f. Perlindungan terhadap kuantitas air tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Prinsip keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf b meliputi: a. Perlindungan kesehatan terhadap setiap pekerja/buruh; dan b. Perlindungan setiap pekerja/buruh dari penyakit akibat kerja. (6) Prinsip konservasi mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c meliputi: a. Penambangan yang optimum b. Penggunaan metode pengolahan yang efektif dan efisien; c. Pengelolaan dan/atau pemanfaatan cadangan marjinal, mineral kadar rendah, dan mineral ikutan; dan d. Pendataan sumber daya serta cadangan mineral yang tidak tertambang serta sisa pengolahan. (7) Peruntukan lahan pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dengan peruntukan: a. Pemukiman dan kawasan industri; b. Tanaman tahunan; c. Tanaman pangan lahan basah; d. Tanaman pangan lahan kering/peternakan. (8)
Rencana reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. Tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang; 33
b. Rencana pembukaan lahan; c. Program reklamasi terhadap lahan terganggu; d. Kriteria keberhasilan reklamasi meliputi standar keberhasilan penataan lahan, revegetasi, dan penyelesaian akhir. (9)
Pemegang IUP wajib menyampaikan laporan pelaksanaan reklamasi setiap 1 (satu) tahun sekali kepada Bupati melalui Kepala Dinas.
(10) Rencana pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. Profil wilayah; b.
Deskripsi kegiatan pertambangan;
c.
Rona lingkungan akhir pascatambang;
d.
Program pascatambang meliputi : reklamasi yang pemeliharaan hasil reklamasi, dan pemantauannya;
e.
Jadwal pelaksanaan pascatambang;
f.
Kriteria keberhasilan pascatambang.
telah
dilaksanakan,
Paragraf 2 Pemerataan dan Penataan Lahan (Cut and Fill) Pasal 72 (1) Kegiataan pemerataan dan penataan lahan (cut and fill) dalam rangka reklamasi/restorasi lahan, pendirian industri, pergudangan, perumahan, pariwisata, perkebuanan, pembangunan konstruksi sarana dan prasarana lalu lintas jalan, pembangunan konstruksi pelabuhan, pembangunan terowongan, pembangunan konstruksi bangunan sipil, pengerukan alur lalu lintas sungai dan danau, dan lainlain harus mengajukan permohonan izin/rekomendasi pemerataan dan penataan lahan kepada Bupati melalui Kepala Dinas, dengan menggunakan Model 26 Lampiran Peraturan Bupati ini dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut: a. Fotocopy KTP pemohon b. Surat Permohonan bermaterai c. Bukti status tanah dilengkapi peta d. Maksud dan tujuan kegiatan e. Persetujuan/rekomendasi dokumen lingkungan dari Instansi yang berwenang. (2) Kegiatan pengeluaran dan penjualan komoditas tambang sisa kegiatan cut and fill harus mengajukan izin khusus kepada Bupati melalui Kepala Dinas; (3) Pengeluaran dan penjualan komoditas tambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan dalam bentuk kerjasama dengan pihak yang telah memiliki Izin Usaha Pertambangan; (4) Untuk komoditas tambang berupa tanah uruk dan batu diprioritaskan dan dimanfaatkan di dalam daerah karena kebutuhan daerah yang tinggi. (1)
Pasal 73 Dalam hal permohonan izin/rekomendasi pemerataan dan penataan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) telah lengkap, Bupati sesuai kewenangannya melalui Kepala Dinas melakukan pemeriksaan dan evaluasi.
(2)
Kepala Dinas menugaskan Komisi Teknis untuk melakukan pemeriksaan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Berita acara pemeriksaan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat perkiraan jumlah tonase mineral bukan logam dan batuan yang tergali sebagai limbah akibat kegiatan berdasarkan luas areal dan kontur yang ada.
(4)
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui Kepala Dinas memberikan keputusan pemberian atau penolakan permohonan izin/rekomendasi pemerataan dan penataaan lahan. 34
(5)
Pemberian atau penolakan permohonan izin/rekomendasi pemerataan dan penataan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal permohonan diterima dengan lengkap dan benar.
(6)
Dalam hal permohonan izin/rekomendasi pemerataan dan penataan lahan ditolak, penolakan tersebut harus disampaikan secara tertulis kepada permohon izin/rekomendasi pemerataan dan penataan lahan disertai dengan alasan penolakannya.
(1)
Pasal 74 Izin/rekomendasi pemerataan dan penataan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72, paling sedikit memuat: a. Nama Badan Usaha,koperasi, atau perseorangan; b. Alamat Badan Usaha,koperasi, atau perseorangan; c.
Susunan pengurus Badan Usaha,koperasi, atau perseorangan;
d. Nama pemegang saham untuk Badan Usaha; e.
Jenis dan tujuan kegiatan;
f.
Gambar rencana kegiatan;
g.
Jangka waktu izin/rekomendasi pemerataan dan penataan lahan;
h. Hak dan kewajiban pemegang izin/rekomendasi pemerataan dan penataan lahan; (2)
Ketentuan mengenai format keputusan pemberian izin/rekomendasi pemerataan dan penataan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan Model 27 Lampiran Perturan Bupati ini. Paragraf 3 Jaminan Reklamasi
(1)
Pasal 75 Jaminan reklamasi ditetapkan sesuai dengan rencana reklamasi dengan jangka waktu penjaminan sesuai dengan jadwal reklamasi dan ditempatkan dalam Deposito Berjangka pada Bank Pemerintah atas nama Bupati melalui Kepala Dinas qq. Perusahaan yang bersangkutan atau Bank Garansi yang diterbitkan oleh Bank Pemerintah;
(2)
Pemegang IUP Eksplorasi atau IUP Operasi Produksi wajib menempatkan jaminan reklamasi sebelum dimulainya pelaksanaan kegiatan pertambangan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah diterbitkannya IUP;
(3)
Dalam hal IUP-IUP yang telah terbit sebelum Peraturan Bupati ini, wajib segera menempatkan jaminan reklamasi;
(4)
Pada tahap Eksplorasi, bagi pemegang IUP Eksplorasi mineral bukan logam, besar uang jaminan untuk reklamasi umum penataan lahan dan revegetasi sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah);
(5)
Pada tahap Operasi Produksi, besarnya uang jaminan untuk reklamasi umum penataan lahan dan revegetasi adalah sebagai berikut: a. Bagi pemegang IUP Operasi Produksi mineral bukan logam sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) untuk setiap hektar luas lahan atau berdasarkan rencana kegiatan reklamasi sesuai dengan Pedoman Perhitungan Jaminan Reklamasi yang diatur dalam Keputusan Bupati lebih lanjut; b. Bagi pemegang IUP Operasi Produksi batuan sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) untuk setiap hektar luas lahan atau berdasarkan rencana kegiatan reklamasi sesuai dengan Pedoman Perhitungan Jaminan Reklamasi yang diatur dalam Keputusan Bupati lebih lanjut; c. Jaminan reklamasi harus menutup seluruh biaya pelaksanaan kegiatan reklamasi; d. Dalam hal jaminan reklamasi tidak menutupi untuk menyelesaikan reklamasi, kekurangan biaya untuk penyelesaian reklamasi menjadi tanggungjawab pemegang IUP; 35
e. Penempatan jaminan reklamasi tidak menghilangkan kewajiban pemegang IUP untuk melaksanakan reklamasi; f. Apabila hasil evaluasi terhadap laporan pelaksanaan reklamasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (9) menunjukan pelaksanaan reklamasi tidak memenuhi kriteria keberhasilan, Bupati melalui Kepala Dinas sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melaksanakan kegiatan reklamasi sebagian atau seluruhnya dengan menggunakan jaminan reklamasi. (6)
Dalam hal terdapat kelebihan jaminan dari biaya yang diperlukan untuk penyelesaian reklamasi, kelebian biaya dapat dicairkan oleh pemegang IUP setelah mendapat persetujuan dari Bupati melalui Kepala Dinas. Paragraf 4 Jaminan Pascatambang
(1)
Pasal 76 Jaminan pascatambang ditetapkan sesuai dengan rencana pascatambang dan ditempatkan dalam bentuk Deposito Berjangka pada Bank Pemerintah atas nama Bupati melalui Kepala Dinas qq. Perusahaan yang bersangkutan atau Bank Garansi yang diterbitkan oleh Bank Pemerintah;
(2)
Penempatan jaminan pascatambang dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak rencana pascatambang disetujui oleh Bupati;
(3)
Penempatan jaminan pascatambang tidak menghilangkan kewajiban pemegang IUP Operasi Produksi untuk melaksanakan pascatambang;
(4)
Apabila berdasarkan hasil penilaian terhadap pelaksanaan pascatambang menunjukan pascatambang tidak memenuhi kriteria keberhasilan. Bupati dapat menempatkan pihak ketiga untuk melaksanakan kegiatan pascatambang sebagian atau seluruhnya dengan menggunakan jaminan pascatambang;
(5)
Dalam hal jaminan pascatambang tidak menutupi untuk menyelesaikan pascatambang, kekurangan biaya untuk penyelesaian pascatambang menjadi tanggungjawab pemegang IUP operasi produksi;
(6)
Dalam hal kegiatana usaha pertambangan berakhir sebelum jangka waktu yang telah ditentukan dalam rencana pascatambang, pemegang IUP Operasi Produksi wajib menyediakan jaminan pascatambang sesuai dengan yang telah ditetapkan. Paragraf 5 Pencairan dan Pelepasan Jaminan
Pasal 77 (1) Pemegang IUP dapat mengajukan permohonan pencairan Jaminan Reklamasi dan Jaminan Pascatambang dalam bentuk Deposito Berjangka berikut bunganya atau pelepasan Jaminan dalam bentuk Bank Garansi kepada Bupati melalui Kepala Dinas dengan ketentuan sebagai berikut: a. Permohonan pencairan atau pelepasan Jaminan Kesungguhan Pelaksanaan Eksplorasi disertai dengan laporan lengkap hasil eksplorasi; b.
Permohonan pencairan atau pelepasan Jaminan Reklamasi disertai dengan laporan pelaksanaan Reklamasi dan besarnya disesuaikan dengan tingkat keberhasilan reklamasi;
c.
Permohonan pencairan atau pelepasan Jaminan Pascatambang disertai dengan laporan pelaksanaan kegiatan pascatambang.
(2) Permohonan pelepasan jaminan disampaikan kepada Bupati melalui Kepala Dinas paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum masa berlaku penjamin berakhir. (3) Bupati melalui Kepala Dinas memberikan persetujuan pencairan atau pelepasan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah permohonan diterima. (4) Bupati melalui Kepala Dinas sebelum memberikan persetujuan pencairan Jaminan Reklamasi atau Jaminan Pascatambang harus melakukan peninjauan lapangan; 36
(5) Hasil peninjauan lapangan harus dibuatkan dalam berita acara yang memuat penilaian keberhasilan reklamasi lahan terganggu akibat kegiatan pertambangan; (6) Bupati melalui Kepala Dinas memberikan persetujuan pencairan atau pelepasan Jaminan Reklamasi atau Jaminan Pascatambang berdasarkan hasil evaluasi laporan pelaksanaaan reklamasi dan/atau hasil peninjauan lapangan; (7) Evaluasi laporan pelaksanaan reklamasi dan/atau peninjauan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan berdasarkan Pedoman Penilaian Kriteria Keberhasilan Kegiatan Reklamasi yang diatur dalam Keputusan Bupati lebih lanjut. BAB VIII PELAPORAN (1)
(2)
Pasal 78 Pemegang IUP memiliki kewajiban menyampaikan RKAB setiap akhir tahun meliputi rencana tahun depan dan realisasi kegiatan setiap tahun berjalan kepada Bupati melalui Kepala Dinas dengan tembusan kepada Menteri dan Gubernur. Pemegang IUP wajib menyampaikan Laporan Kagiatan Triwulanan yang harus diserahkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah akhir dari triwulan takwin secara berkala kepada Bupati melalui Kepala Dinas dengan tembusan kepada Menteri dan Gubernur. BAB IX PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
(1)
Pasal 79 Pembinaan, pengawasan dan pengendalian usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan dilakukan oleh Dinas bersama-sama dengan unsur-unsur instansi terkait yang terdiri dari: a. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah; b. Dinas Pendapatan; c.
Dinas Perhubungan;
d. Satuan Polisi Pamong Praja; e.
Bagian Hukum Setda;
f.
Camat Setempat; dan
g. Kepala Desa Setempat. (2)
Tata cara pembinaan, pengawasan dan pengendalian, pemegang IUP wajib memberikan kesempatan kepada petugas untuk mengadakan pembinaan, pengawasan dan penelitian baik yang bersifat administratif maupun teknis. BAB X KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80 (1) Setiap ketentuan surat Izin Usaha Pertambangan yang telah dikeluarkan sebelum ditetapkan Peraturan Bupati ini dinyatakan masih tetap berlaku sampai habis masa berlakunya. (2) Peraturan-peraturan pelaksanaan dan peraturan lainnya yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Bupati ini sepanjang materinya tidak bertentangan dinyatakan tetap berlaku.
37
BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 81 Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Kuningan. Ditetapkan di Kuningan Pada Tanggal 20 Juni 2014 BUPATI KUNINGAN, Cap Ttd UTJE CHOERIAH HAMID SUGANDA Ditetapkan di Kuningan Pada Tanggal 20 Juni 2014 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KUNINGAN, Cap Ttd Drs. H. YOSEP SETIAWAN, M.Si Pembina Utama Madya NIP. 19580217 198503 1 003 BERITA DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2014 NOMOR 31
38