REPUBLIK INDONESIA
UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN BUMN/BUMD DAN PERBANKAN
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN TIM PENGKAJIAN SPKN 2002
SAMBUTAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA Pada era demokrasi dan transparansi dewasa ini, aparatur negara tetap menjadi tumpuan harapan untuk menjadi salah satu dinamisator ke arah pemulihan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan setelah krisis multi dimensi yang melanda bangsa dan negara sejak tahun 1997. Dalam pada itu, berbagai penilaian yang mengindikasikan merajalelanya KKN di negeri kita, termasuk pada lingkup birokrasi pemerintahan merupakan tantangan tersendiri yang harus dijawab oleh seluruh aparatur negara. Apabila kita tidak dapat membersihkan diri kita sendiri secara sungguh-sungguh akan mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap aparatur negara semakin rendah, yang pada gilirannya kepercayaan rakyat kepada pemerintah akan sirna. Upaya yang terencana dan transparan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk menjadikan pemerintahan yang bersih (clean government) menuju ke arah kepemerintahan yang baik (good governance) tidak bisa ditunda lagi. Sehubungan hal tersebut saya menghargai hasil karya BPKP yang merespons surat Men.PAN Nomor: 37a/M.PAN/2/2002 tanggal 8 Pebruari 2002 tentang Intensifikasi dan Percepatan Pemberantasan KKN dengan menerbitkan 5 (lima) Buku Pedoman Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi yaitu di bidang Pengelolaan APBN/APBD, BUMN/BUMD, Perbankan, Kepegawaian, Sumber Daya Alam dan Pelayanan Masyarakat. Saya berharap agar seluruh aparat baik yang bertugas di Instansi Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/BUMD maupun Perbankan dapat menggunakan Buku Pedoman ini dan mengembangkannya sesuai kondisi lingkungan tugas masing-masing sehingga dapat mencegah dan menanggulangi kasus-kasus KKN secara efektif dan efisien. Hendaknya selalu diingat bahwa masyarakat sesungguhnya sangat menghendaki munculnya jiwa kepeloporan dan sifat keteladanan aparatur negara sebagai panutan mereka dengan tindakan nyata mencegah dan memberantas KKN. Dimulai langkah yang terpuji serta kesadaran tinggi dalam menjalankan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, kiranya tingkat kepercayaan masyarakat yang saat ini mengalami degradasi dapat diperbaiki dan ditingkatkan sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan menuju kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dapat sukses. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridloi upaya kita bersama.
Jakarta, 31 Juli 2002 MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
FEISAL TAMIN
REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP)
KATA PENGANTAR KEPALA BPKP Korupsi sudah dianggap sebagai penyakit moral, bahkan ada kecenderungan semakin berkembang dengan penyebab multifaktor. Oleh karena itu penanganannya perlu dilakukan secara sungguh-sungguh dan sistematis, dengan menerapkan strategi yang komprehensif secara preventif, detektif, represif, simultan dan berkelanjutan dengan melibatkan semua unsur terkait, baik unsur-unsur Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, maupun masyarakat luas. Dalam rangka memenuhi RENSTRA BPKP Tahun 2000-2004, serta sebagai hasil koordinasi dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara mengenai intensifikasi dan percepatan pemberantasan KKN, BPKP telah menerbitkan Buku “Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi Pada Pengelolaan Pelayanan Masyarakat”. Meskipun Buku ini telah disusun dengan upaya yang maksimal, namun dengan segala keterbatasan dan kendala yang dihadapi Tim Penyusun, disadari bahwa di dalamnya masih terdapat banyak kelemahan dan kekurangan baik dari materi yang disajikan maupun cara penyajiannya, sehingga memerlukan penyempurnaan secara terus-menerus. Untuk itu masukan yang positif dan konstruktif dari para pembaca dan pemakai buku ini sangat diharapkan. Buku ini diharapkan dapat menjadi petunjuk praktis bagi Instansi Pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah serta BUMN/BUMD untuk menanggulangi kasus-kasus korupsi dalam pengelolaan pelayanan masyarakat, bukan saja bagi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah(APIP)/Satuan Pengawas Intern (SPI) masing-masing, tetapi juga bagi para pimpinan instansi/BUMN/BUMD yang bersangkutan. Hal ini disebabkan pemberantasan korupsi bukan semata-mata tanggung jawab APIP/SPI, karena sifat tugasnya lebih pada penanggulangan korupsi secara detektif dan represif. Penanggulangan korupsi yang lebih efektif dan efisien adalah secara preventif yang merupakan tanggung jawab manajemen. Langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan korupsi yang disajikan dalam buku ini merupakan upaya minimal, yang perlu dilaksanakan secara maksimal dan dikembangkan oleh setiap institusi tersebut di atas secara terus menerus sesuai dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi. Keberhasilan buku ini sangat tergantung pada upaya pihakpihak yang kompeten untuk menjalankannya dengan tindakan yang nyata, konsisten disertai dengan komitmen yang kuat untuk mencegah dan menanggulangi korupsi secara berkesinambungan. Kepada semua pihak yang telah mencurahkan segenap tenaga, pikirannya dan membantu baik secara moril maupun materiil dalam penyusunan buku ini, termasuk APIP/SPI yang telah menyampaikan masukan-masukan kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.
Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa membimbing kita dalam melaksanakan tugas-tugas Pemerintahan dan Pembangunan, serta upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Jakarta, 31 Juli 2002 KEPALA ARIE SOELENDRO
DAFTAR ISI Halaman SAMBUTAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA KATA PENGANTAR KEPALA BPKP DAFTAR ISI Bab I
Bab II
UMUM A. Dasar Pemikiran B. Pengertian Umum C. Tujuan dan Sasaran D. Ruang Lingkup E. Sistim Pengendalian Manajemen F. Metode Penyajian UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN KEPEGAWAIAN A. Pengelolaan BUMN/BUMD 1. Siklus Penjualan dan Penerimaan Barang 2. Siklus Pengadaan barang dan jasa serta pembayarannya 3. Siklus Penggajian dan kepegawaian 4. Siklus Persediaan dan penyimpangan 5. Siklus Perolehan Modal dan Pembayaran Kembali 6. Kecurangan keuangan lainnya B. Pengelolaan Perbankan 1. Pengelolaan dana pihak ketiga 2. Penempatan dana Perbankan 3. Pemberian Kredit 4. Pengelolaan Transaksi Derivatif 5. Kecurangan Perbankan Lainnya
Bab III UPAYA PENANGGULANGAN SECARA REPRESIF A. Penyelesaian oleh Unit Kerja B. Penyelesaian melalui Penyerahan Kasus ke Instansi Penyidik Lampiran : Daftar Kasus/Penyimpangan Tim Penyusun
2 3 5 6 8 9 9 10 12
17 26 34 40 43 45 54 58 61 67 70 74 75
BAB I UMUM
A. DASAR PEMIKIRAN Korupsi telah sejak lama terjadi di Indonesia. Praktik-praktik seperti penyalahgunaan wewenang, penyuapan, pemberian uang pelicin, pungutan liar, pemberian imbalan atas dasar kolusi dan nepotisme serta penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi, oleh masyarakat diartikan sebagai suatu perbuatan korupsi dan dianggap sebagai hal yang lazim terjadi di negara ini. Ironisnya, walaupun usaha-usaha pemberantasannya sudah dilakukan lebih dari empat dekade, praktik-praktik korupsi tersebut tetap berlangsung, bahkan ada kecenderungan modus operandinya lebih canggih dan terorganisir, sehingga makin mempersulit penanggulangannya. Pada buku Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional (SPKN) yang diterbitkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tahun 1999, telah diidentifikasikan bahwa faktor-faktor penyebab korupsi di Indonesia terdiri atas 4 (empat) aspek, yaitu: 1. Aspek perilaku individu, yaitu faktor-faktor internal yang mendorong seseorang melakukan korupsi seperti adanya sifat tamak, moral yang kurang kuat menghadapi godaan, penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup yang wajar, kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta tidak diamalkannya ajaran-ajaran agama secara benar. 2. Aspek organisasi, yaitu kurang adanya keteladanan dari pimpinan, kultur organisasi yang tidak benar, sistem akuntabilitas yang tidak memadai, kelemahan sistem pengendalian manajemen, dan kecenderungan manajemen menutupi perbuatan korupsi yang terjadi dalam organisasinya. 3. Aspek masyarakat, yaitu berkaitan dengan lingkungan masyarakat di mana individu dan organisasi tersebut berada, seperti nilai-nilai yang berlaku yang kondusif untuk terjadinya korupsi, kurangnya kesadaran bahwa yang paling dirugikan dari terjadinya praktik korupsi adalah masyarakat dan mereka sendiri terlibat dalam praktik korupsi, serta pencegahan dan pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila masyarakat ikut berperan aktif. Selain itu adanya penyalahartian pengertianpengertian dalam budaya bangsa Indonesia. 4. Aspek peraturan perundang-undangan, yaitu terbitnya peraturan perundangundangan yang bersifat monopolistik yang hanya menguntungkan kerabat dan atau kroni penguasa negara, kualitas peraturan perundang-undangan yang kurang memadai, judicial review yang kurang efektif, penjatuhan sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan. Prasyarat keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi adalah adanya komitmen dari seluruh komponen bangsa, meliputi komitmen seluruh rakyat secara konkrit, Lembaga Tertinggi Negara, serta Lembaga Tinggi Negara. Komitmen tersebut telah diwujudkan dalam berbagai bentuk ketetapan dan peraturan perundang-undangan di antaranya sebagai berikut:
1. Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 2. Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; 3. Undang-undang No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disempurnakan dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001. 4. Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 5. Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 127 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara dan Sekretariat Jenderal Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara. Disamping itu, Pemerintah dan DPR RI sedang memproses penyelesaian Rancangan Undang-undang tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya dengan komitmen, karena pencegahan dan penanggulangan korupsi bukan suatu pekerjaan yang mudah. Komitmen tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif untuk meminimalkan keempat aspek penyebab korupsi yang telah dikemukakan sebelumnya. Strategi tersebut mencakup aspek preventif, detektif dan represif, yang dilaksanakan secara terus menerus. BPKP dalam buku SPKN yang telah tersebut telah menyusun strategi preventif, detektif dan represif yang perlu dilakukan, sebagai berikut: 1. Strategi Preventif. Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Strategi preventif dapat dilakukan dengan: a. Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat; b. Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya; c. Membangun kode etik di sektor publik., d. Membangun kode etik Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi Bisnis; e. Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan ; f. Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri; g. Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas kinerja bagi instansi pemerintah; h. Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen; i. Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN) ; j. Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat; dan k. Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional. 2.
Strategi Detektif Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi. Strategi detektif dapat dilakukan dengan: a. Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat; b. Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu;
c. d. e. f. 3.
Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik; Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di masyarakat internasional; Dimulainya penggunaan nomor kependudukan nasional; Peningkatan kemampuan SPI dalam mendeteksi tindak pidana korupsi. Strategi Represif.
Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi represif dapat dilakukan dengan: a. Pembentukan Badan/Komisi Anti Korupsi; b. Penyidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor besar (Catch some big fishes); c. Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas; d. Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik; e. Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus menerus; f. Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana korupsi secara terpadu; g. Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya; h. Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja tugas penyidik tindak pidana korupsi dengan penyidik umum, PPNS dan penuntut umum. Pelaksanaan strategi preventif, detektif dan represif sebagaimana tersebut di atas akan memakan waktu yang lama, karena melibatkan semua komponen bangsa, baik legislatif, eksekutif maupun judikatif. Sambil terus berupaya mewujudkan startegi di atas, perlu dibuat upaya-upaya nyata yang bersifat segera. Upaya yang dapat segera dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan fungsi pengawasan, yaitu sistem pengawasan internal (built in control), maupun pengawasan fungsional, yang dipadukan dengan pengawasan masyarakat (wasmas) dan pengawasan legislatif (wasleg). Salah satu usaha yang dilakukan dalam rangka peningkatan pengawasan internal dan fungsional tersebut, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditugaskan menyusun petunjuk teknis operasional pemberantasan KKN sesuai surat Menteri PAN Nomor: 37a/M.PAN/2/2002 tanggal 8 Februari 2002. Petunjuk teknis ini disajikan sedemikian rupa agar dapat digunakan sebagai pedoman praktis bagi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dan Satuan Pengawasan Intern (SPI) BUMN/BUMD dan Perbankan dalam upaya mencegah dan menanggulangi korupsi di lingkungan kerja masing-masing. B. PENGERTIAN UMUM Dalam buku ini yang dimaksud dengan: 1. Upaya-upaya Preventif adalah upaya-upaya yang diarahkan untuk meminimalkan penyebab terjadinya korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan.
2. Upaya-upaya Detektif adalah upaya-upaya yang diarahkan agar perbuatan korupsi yang telah terjadi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan dapat dideteksi dengan cepat, tepat dengan biaya murah, sehingga dapat segera ditindaklanjuti. 3. Upaya-upaya Represif adalah upaya-upaya yang diarahkan agar setiap perbuatan korupsi yang telah diidentifikasi dapat diproses secara cepat, tepat dengan biaya murah sehingga pelakunya dapat diberikan sanski yang tepat sesuai peraturan perundang-undangan. 4. Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat. 5. Badan Usaha Milik Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. 6. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 7. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 8. Laporan Keuangan adalah laporan yang disusun oleh manajemen Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan Bank sesuai Prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. 9. Keuangan Negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena; (1) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat Pusat maupun di Daerah; dan (2) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban BUMN/BUMD, Yayasan, Badan Hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara. C. TUJUAN DAN SASARAN Gerakan pencegahan dan penanggulangan korupsi tidak hanya melibatkan pejabat yang bertanggungjawab dalam pengelolaan keuangan, melainkan termasuk semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan perusahaan dan perbankan. Tujuan pencegahan dan penanggulangan korupsi di lingkungan BUMN/BUMD dan Perbankan adalah untuk menghapus segala bentuk korupsi dalam rangka menunjang terwujudnya Good Corporate Governance dengan sasaran sebagai berikut: 1. Menurunnya perbuatan korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. 2. Menurunnya jumlah kerugian keuangan negara sebagai akibat perbuatan korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. 3. Meningkatnya penyelesaian tindak lanjut kasus-kasus yang berindikasi korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. 4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam menginformasikan perbuatan korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. 5. Terwujudnya sistem pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan yang memiliki daya tangkal terhadap praktek-praktek korupsi serta lebih efisien dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya. 6. Meningkatkan efektivitas struktur pengendalian manajemen dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. D. RUANG LINGKUP Ruang lingkup upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi dalam buku ini meliputi
bidang-bidang kegiatan yang potensial dan rawan penyimpangan dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. Pembagian bidang kegiatan pada BUMN/BUMD dilakukan berdasarkan pendekatan siklus akuntansi (accounting system cycles), sedangkan pada Perbankan dilakukan berdasarkan operasi perbankan (banking business). Kasus-kasus penyimpangan yang disajikan pada buku ini baru mencakup beberapa kasus berdasarkan temuan hasil pemeriksaan yang dilaporkan oleh aparat pengawasan fungsional termasuk SPI. Dengan demikian, kasus-kasus yang disajikan belum mencakup seluruh penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. Upaya-upaya preventif yang disajikan dalam buku ini baru merupakan upaya minimal, yang perlu dilaksanakan secara maksimal. Oleh karena itu, pimpinan BUMN/BUMD dan Perbankan diharapkan dapat mengembangkan sesuai dengan kompleksitas penyimpangan yang dihadapi dan kesesuaiannya dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada perusahaan. Demikian juga dengan upaya-upaya detektif, baru mencakup upaya-upaya yang dianggap penting dilakukan untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi. Sebagaimana dengan upaya-upaya preventif, upaya-upaya detektif yang disajikan masih perlu dikembangkan sesuai kondisi yang dihadapi di lapangan, yang secara rinci dituangkan dalam program pemeriksaan (audit program). Upaya-upaya detektif yang dilakukan juga harus didukung dengan bukti-bukti yang relevan dan cukup. Bukti-bukti dimaksud perlu dikumpulkan sebagai pendukung dalam memformulasikan temuan hasil pemeriksaan. Selanjutnya, temuan hasil pemeriksaan, khususnya yang disebabkan oleh kelemahan pengendalian manajemen, dapat dipergunakan sebagai masukan (feed back) untuk memperbaiki sistem pengendalian manajemen dimaksud. E. SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN Upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan dalam buku ini lebih banyak ditekankan pada upaya-upaya Preventif dan upaya-upaya Detektif. Penyusunan upaya-upaya Preventif dapat dilakukan dengan penataan kembali sistem pengendalian manajemen, yang dapat dilakukan dengan cara: 1. Memperjelas visi, misi, upaya-upaya, kebijakan, indikator keberhasilan, tujuan, sasaran dan aktivitas-aktivitas kerja organisasi dalam rangka pemenuhan akuntabilitas publik; 2. Penyederhanaan dan penyusunan kebijakan; 3. Penataan sumber daya manusia (termasuk reward dan punishment) agar memenuhi tuntutan kebutuhan dan beban kerja; 4. Penyempurnaan sistem dan prosedur pelayanan; 5. Perbaikan metode, prasarana dan sarana kerja; 6. Penataan sistem pencatatan, pelaporan dan evaluasi agar dapat dimanfaatkan sebagai alat pengendalian dan pertanggungjawaban; 7. Peningkatan efektivitas pengawasan internal. Untuk mendapatkan pengendalian manajemen yang handal pada pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan sebaiknya diperhatikan 5 (lima) komponen yang saling berhubungan, yaitu: 1. Lingkungan Pengendalian. Lingkungan pengendalian mengatur irama suatu perusahaan, mendorong kesadaran akan pengendalian diantara orang-orang atau anggota dalam perusahaan tersebut.
Lingkungan pengendalian merupakan fondasi untuk semua komponen pengendalian manajemen, sebagai dasar meletakkan disiplin dan struktur. Faktor lingkungan pengendalian mencakup juga integritas, nilai-nilai etika, dan kompetensi orang-orang dalam perusahaan. Selain itu, faktor ini juga meliputi filosofi manajemen dan gaya operasi, cara-cara manajemen mengatur/membagi wewenang dan tanggungjawab, mengorganisasikan dan mengembangkan orang-orangnya, termasuk perhatian dan arahan yang diberikan oleh Dewan Komisaris. 2. Penaksiran Risiko. Setiap perusahaan menghadapi berbagai risiko baik dari dalam maupun dari luar perusahaan yang harus dinilai. Suatu prekondisi dari penaksiran risiko adalah penetapan tujuan-tujuan dihubungkan dengan berbagai tingkat yang berbeda dan secara internal konsisten (taat asas). Penaksiran risiko adalah identifikasi dan analisis dari risiko yang relevan untuk pencapaian tujuan, pembentukan suatu basis untuk penentuan bagaimana risiko harus dikelola. Hal ini terutama disebabkan kondisi ekonomi, industri, peraturan-peraturan dan metode operasi perusahaan yang terus mengalami perubahan, sehingga dibutuhkan suatu mekanisme untuk mengidentifikasi dan menghadapi risiko tertentu berkaitan dengan perubahan tersebut. 3. Aktivitas Pengendalian. Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang meyakinkan bahwa arahan-arahan manajemen ditaati. Aktivitas-aktivitas pengendalian ini membantu meyakinkan bahwa tindakan-tindakan yang perlu telah diambil untuk menghadapi risiko untuk pencapaian tujuan perusahaan. Aktivitas-aktivitas pengendalian terjadi pada berbagai tingkatan dan di semua fungsi dalam perusahaan. Aktivitas pengendalian ini termasuk suatu arah dari aktivitas-aktivitas yang beragam dari persetujuan dan otorisasi, verifikasi, rekonsiliasi, review dari kinerja operasi, keamanan aset dan pemisahan tugas. 4. Informasi dan komunikasi. Informasi tertentu harus diidentifikasi, dicatat dan dikomunikasikan dalam suatu bentuk dan rentang waktu yang memungkinkan para personil untuk melaksanakan tanggungjawabnya. Sistem informasi menghasilkan laporan-laporan, berisikan informasi-informasi mengenai operasi, keuangan dan ketaatan terhadap peraturan yang memungkinkan untuk menjalankan dan mengendalikan bisnis. Informasi dan komunikasi ini tidak hanya berkaitan dengan produksi data internal, tetapi juga informasi tentang kejadian-kejadian eksternal, aktivitas-aktivitas dan kondisi-kondisi yang perlu untuk diinformasikan bagi pengambilan keputusan bisnis dan pelaporan eksternal. Komunikasi yang efektif juga harus terjadi di dalam suatu lingkup yang luas, mengalir ke bawah, melintas naik di seluruh organisasi perusahaan. Semua personil harus menerima pesan yang jelas dari manajemen puncak bahwa tanggungjawab pengendalian harus diambil secara serius. Mereka harus mengerti peran mereka sendiri dalam sistem pengendalian manajemen, seperti halnya bagaimana aktivitas individual berhubungan dengan pekerja dari yang lainnya. Mereka harus mempunyai suatu alat komunikasi informasi yang penting. Mereka juga perlu berkomunikasi secara efektif dengan pihak luar seperti pelanggan, pemasok dan pemegang saham. 5. Pemantauan
Sistem pengendalian manajemen perlu dipantau. Hal ini dapat dicapai dengan adanya aktivitas pemantauan yang berkelanjutan, evaluasi yang terpisah, berdiri sendiri atau kombinasi keduanya. Pemantauan yang berkesinambungan terjadi pada saat operasi. Hal itu mencakup aktivitas reguler manajemen dan supervisi, dan tindakan-tindakan personil lainnya yang dapat diambil dalam menjalankan tugas mereka. Lingkup dan frekuensi dari evaluasi yang tersendiri akan tergantung terutama pada penilaian suatu risiko dan efektivitas prosedur pemantauan yang sedang berjalan. Penyimpangan pengendalian manajemen harus dilaporkan ke atas dengan hal-hal yang serius dilaporkan kepada manajemen puncak dan kepada Dewan Komisaris. Sistem pengendalian manajemen mengandung sinergi dan keterkaitan diantara komponen-komponen, membentuk suatu sistem yang terpadu yang bereaksi secara dinamis terhadap kondisi yang berubah-ubah. Sistem pengendalian manajemen berada di dalam aktivitas operasi perusahaan dan ada karena alasan-alasan bisnis yang fundamental. Pengendalian manajemen paling efektif manakala pengendalian dibangun kedalam infrastruktur perusahaan dan sebagai suatu bagian yang penting dari perusahaan. “Built in Control” mendukung kualitas dan pemberdayaan inisiatif, menghindarkan biaya yang tidak perlu dan memungkinkan respon yang cepat terhadap kondisi yang berubah. Penyusunan upaya-upaya Detektif, yaitu upaya-upaya yang diarahkan agar perbuatan korupsi yang telah terjadi dapat dideteksi, mengacu pada pendekatan audit dengan penekanan pada pengujian-pengujian ketaatan (compliance test). Pengujian-pengujian ketaatan lebih menekankan pada apakah suatu transaksi telah disetujui pejabat yang berwenang, telah dinilai dengan benar, dicatat dengan tepat, dan dilaporkan tepat waktu. Pelaksanaan suatu transaksi yang tidak mengikuti hal-hal dimaksud pada umumnya mengindikasikan adanya penyimpangan dalam pengelolaan transaksi tersebut. Dalam hal manajemen menemukan adanya kasus penyimpangan yang ditemukan, manajemen harus menindaklanjuti dengan upaya-upaya Represif. Upaya-upaya Represif, yaitu upaya-upaya yang diarahkan agar setiap perbuatan korupsi dapat diproses secara hukum dikelompokkan atas kasus-kasus korupsi yang berindikasi Non Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Korupsi. F. METODE PENYAJIAN Metode penyajian upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi pada buku ini dilakukan dengan 2 (dua) cara. Pada BUMN/BUMD dilakukan berdasarkan pendekatan siklus akuntansi (accounting system cycles), sedangkan pada Perbankan dilakukan berdasarkan pendekatan operasi Perbankan (banking business). Pada bagian awal terlebih dahulu diuraikan secara singkat fakta dan proses kejadian penyimpangan yang terjadi, diikuti dengan upaya pencegahan dan penanggulangan secara preventif dan detektif, sedangkan khusus mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan secara represif disajikan tersendiri pada bab lain (bab III). Pendekatan-pendekatan yang dilakukan dalam penyajian upaya-upaya tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan Berdasarkan Siklus Akuntansi. Pendekatan berdasarkan siklus akuntansi pada BUMN/BUMD disajikan berdasarkan transaksi yang berhubungan erat satu dengan yang lainnya, yaitu:
a. Siklus penjualan dan penerimaan uang. Siklus penjualan dan penerimaan uang hasil penjualan meliputi kegiatan-kegiatan sejak pesanan dari pelanggan sampai dengan diterimanya uang hasil penjualan pada kas perusahaan. Fungsi-fungsi yang terkait dalam siklus ini meliputi fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi gudang, fungsi pengiriman barang dan fungsi akuntansi. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada siklus ini pada umumnya mencakup pencurian uang perusahaan yang dilakukan dengan cara tidak membukukan penjualan, melaporkan penjualan lebih kecil dari sebenarnya, meninggalkan faktur tagihan ke pelanggan, lapping, serta mencatat penerimaan sebagai piutang tak tertagih. Selain dari perusahaan, penyimpangan juga terjadi dengan perolehan uang (imbalan) dari pelanggan dengan menurunkan harga penjualan. b. Siklus perolehan barang/jasa dan pembayaran. Siklus perolehan barang/jasa dan pembayarannya meliputi kegiatan sejak perencanaan kebutuhan barang/jasa, proses pengadaan sampai pada pembayaran atas barang/jasa yang diperoleh perusahaan. Fungsi-fungsi yang terkait dalam siklus ini meliputi fungsi pemrosesan order pembelian, fungsi penerimaan dan pencatatan barang/jasa, fungsi akuntansi, dan fungsi pengeluaran uang. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada siklus ini mencakup meninggikan (mark up) harga barang/jasa yang dibeli, pengadaan barang/jasa tidak sesuai spesifikasi kebutuhan, pengadaan barang/jasa fiktif. c.Siklus penggajian dan kepegawaian. Siklus penggajian dan kepegawaian meliputi kegiatan perekrutan, penggajian sampai pada pemberhentian karyawan. Fungsi-fungsi yang terkait dengan siklus ini adalah fungsi kepegawaian, fungsi pencatatan waktu, fungsi penyusunan daftar gaji/upah, fungsi akuntansi dan fungsi keuangan. Penyimpanganpenyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini mencakup pembayaran gaji upah lebih tinggi, pembayaran biaya asuransi dan tunjangan pegawai yang tidak berhak, biaya lembur fiktif, sampai pada pemalsuan tiket perjalanan dinas. d. Siklus persediaan dan pergudangan. Siklus persediaan dan pergudangan meliputi kegiatan sejak perencanaan kebutuhan persediaan (bahan baku), penerimaan bahan baku dan barang jadi hasil produksi, penyimpanan sampai pada pengiriman barang-barang kepada pembeli. Fungsi-fungsi yang terkait dengan siklus ini adalah fungsi perencanaan, fungsi pemesanan, fungsi penyimpanan, fungsi pengiriman barang, fungsi akuntansi dan fungsi keuangan. Penyimpangan-penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini mencakup permintaan pengadaan persediaan yang tidak dibutuhkan, pencurian persediaan dengan memperkecil isi kemasan, pencurian persediaan dengan menunda pencatatan penerimaan barang, sampai pada pemalsuan bukti-bukti pengeluaran barang dari gudang perusahaan. e. Siklus perolehan modal dan pembayaran kembali. Siklus perolehan modal dan pembayaran kembali meliputi kegiatan perolehan pinjaman modal usaha dan kerja, pemanfaatan modal usaha dan kerja, pembayaran deviden dan bunga sampai pada pengembalian kepada pemegang saham (pemberi pinjaman). Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada
siklus ini antara lain meliputi penerbitan kertas berharga dan penggunaan hasilnya yang tidak tepat karena kepentingan pribadi, penerimaan hasil penempatan dana tidak disetor ke kas badan usaha, dan pembelian promes yang berpotensi tidak tertagih dengan imbalan tertentu yang diterima pegawai /pejabat perusahaan penerbit. f. Kecurangan keuangan lainnya. Kecurangan keuangan lainnya adalah penyimpangan keuangan yang terjadi pada BUMN/BUMD yang tidak termasuk dalam siklus di atas, meliputi pajak yang tidak disetorkan ke Kas Negara, penerimaan bunga hasil penempatan dana yang tidak disetorkan ke kas perusahaan, pembelian promes yang berpotensi tidak tertagih pada saat jatuh tempo dilakukan oleh oknum perusahaan dengan imbalan tertentu dari penerbit promes, pemanfaatan tanah milik perusahaan untuk kepentingan pribadi oknum perusahaan, penjualan aset perusahaan tanpa melalui prosedur yang berlaku, pelaksanaan tukar guling (Ruislaag) dengan merendahkan nilai asset perusahaan dan menaikkan nilai asset pengganti, sampai kepada pendaftaran orang yang telah meninggal sebagai peserta asuransi jiwa untuk memperoleh klaim akibat kecelakaan yang diajukan oleh oknum perusahaan. 2. Pendekatan Berdasarkan Operasi Perbankan. Pendekatan Perbankan disajikan berdasarkan operasi perbankan (banking business) meliputi kegiatan-kegiatan mencakup: a. Pengelolaan dana pihak ketiga. Pengelolaan dana pihak ketiga meliputi pengelolaan dana pihak lain pada Bank dalam bentuk giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito yang penarikannya dapat dilakukan menurut ketentuan yang disetujui bersama dengan pemilik dana. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain pemberian kredit pada perusahaan terkait Bank dengan bunga yang lebih rendah dari bunga deposito yang ditempatkan, pemberian suku bunga deposito diatas suku bunga yang tertera dalam bilyet deposito, yang pada saat jatuh tempo kelebihan bunga tersebut dibukukan pada biaya lain-lain sehingga mengurangi PPh untuk Negara, pencairan dua kali deposito milik pihak terkait pada Bank dengan cara memanfaatkan rekening suspen-non tunai, pengambilan tabungan nasabah tidak aktif dengan cara memalsukan tandatangan nasabah dan memindahkan ke rekening pegawai Bank, dan pemanfaatan rekening giro nasabah yang telah tutup untuk menarik dana. b. Penempatan dana Bank. Penempatan dana Bank adalah penanaman dana pada Bank lain baik di dalam negeri maupun di luar negeri dalam bentuk interbank call money, tabungan, deposito berjangka, dan lain-lain yang sejenis dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan. Penempatan dana bank termasuk dalam bentuk wesel, surat pengakuan hutang, saham, obligasi dan sekuritas kredit. Penyimpanganpenyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain penempatan dana pada Bank di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa dengan Bank, yang pada saat jatuh tempo dana tersebut sengaja tidak dapat dicairkan sehingga harus ditalangi dengan dana BLBI, penempatan dana pada Bank lain dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dari tingkat bunga pada dokumen yang selisih bunga ditransfer ke rekening pejabat Bank, penempatan dana pada cabang Bank
di luar negeri yang dipinjamkan kepada perusahaan milik keluarga pemilik Bank di luar negeri, penempatan dana pada perusahaan reksadana yang belum mendapatkan ijin dari Bapepam, yang pada saat jatuh tempo tidak dapat ditarik karena perusahaan ditutup, peminjaman Uang Antar Bank dengan suku bunga melebihi suku bunga penjaminan pemerintah, yang selanjutnya di rekayasa menjadi deposito atas nama salah satu direktur Bank Kreditor, serta pelarian dana ke luar negeri dan menyalurkannya ke perusahan group yang dilakukan dengan cara membuat perjanjian dibawah tangan dengan Fund Manager di luar negeri. c. Pemberian kredit. Pemberian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Termasuk dalam pemberian kredit adalah kredit dalam rangka pembiayaan bersama dan kredit dalam proses penyelamatan. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain pemberian kredit kepada nasabah yang tidak disertai dengan pengikatan jaminan yang memadai, pemberian fasilitas kredit konstruksi kepada nasabah dengan jaminan kontrak pekerjaan fiktif, pemberian fasilitas kredit kepada keluarga pejabat Bank dengan jaminan pejabat Bank yang bersangkutan, pemberian fasilitas overdraft kepada nasabah bermasalah tanpa melalui analisa dan pertimbangan yang matang, pemberian kredit untuk menutupi kekurangan pembayaran untuk spekulasi jual beli valas yang nilainya melebihi margin deposit nasabah, sehingga kredit menjadi macet, penghindaran pelanggaran BMPK dengan merekayasa pencairan KUK fiktif untuk kepentingan group terkait Bank, serta penerimaan cicilan pinjaman yang telah dihapus buku tidak disetorkan pada bank namun digunakan untuk kepentingan pribadi petugas Bank.
d. Pengelolaan transaksi derivatif. Pengelolaan transaksi derivatif adalah transaksi dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar uang dan pasar modal. Penyimpanganpenyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain pembuatan transaksi valas (SWAP) dengan pihak terkait Bank, dimana Bank menjual valas secara forward dengan kurs yang lebih rendah dari pada kurs spot sehingga Bank mengalami kerugian transaksi valas, pememberian fasilitas Forex Line kepada nasabah fiktif, menutupi kerugian akibat transaksi derivatif yang telah jatuh tempo dengan cara menangguhkannya didalam rekening Defferred Account di Neraca, serta pembuatan transaksi valas dengan perusahaan fiktif untuk membayar kewajiban rediskonto wesel ekspor fiktif kepada Bank Indonesia yang dilakukan dengan cara mengirim hasil transaksi valas ke rekening Bank Penerbit L/C di luar negeri, mentransfer kembali ke rekening eksportir pada Bank, dan selanjutnya digunakan untuk melunasi rediskonto wesel ekspor fiktif tersebut ke Bank Indonesia. e. Kecurangan Perbankan lainnya. Kecurangan Perbankan lainnya adalah kecurangan dalam aktivitas Perbankan di luar aktivitas yang disebutkan di atas termasuk transaksi yang belum
mengubah posisi aktiva dan pasiva bank pada tanggal laporan tetapi harus dilaksanakan oleh bank apabila persyaratan yang disepakati dengan nasabah terpenuhi, yang disajikan dalam laporan komitmen dan kontinjensi. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain melaporkan pendapatan bunga kredit lebih besar dari jumlah sebenarnya dengan tujuan untuk menaikkan laba dan memperbesar jasa produksi, pemotongan PPh Pasal 23 atas bunga tabungan, deposito, dan giro nasabah yang tidak dilaporkan dan atau hanya sebagian disetorkan ke Kantor Kas Negara, pengalihan kepemilikan saham Bank yang sedang digadaikan kepada Bank Indonesia (untuk jaminan dana BLBI) kepada pihak lain, pengeluaran biaya tenaga kerja asing yang tidak bekerja untuk Bank tetapi untuk kepentingan perusahaan group terkait Bank, penerbitan Bank Garansi oleh Bank tidak diikuti dengan pembayaran provisi dan setoran jaminan dengan imbalan tertentu dari nasabah kepada petugas Bank, serta pencairan Bank Garansi oleh perusahaan pemberi kerja yang dilakukan dengan membuat pekerjaan seolah-olah tidak memenuhi klausul kontrak berdasarkan kerjasama antara pemberi kerja, kontrakor dan pegawai Bank penerbit Garansi.
BAB II UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN BUMN/BUMD dan PERBANKAN
Penyimpangan dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan pada umumnya mencakup penyalahgunaan wewenang, manipulasi terhadap harta perusahaan dan penyimpangan pengelolaan sumber daya berupa harta, sarana, fasilitas serta sumber daya manusia. Kasuskasus penyimpangan yang disajikan pada bab ini baru mencakup beberapa kasus berdasarkan temuan hasil pemeriksaan yang dilaporkan oleh APIP dan SPI. Dengan demikian, kasus-kasus yang disajikan belum mencakup seluruh kasus penyimpangan yang terjadi pada BUMN/BUMD dan Perbankan. Upaya pencegahan (preventif) korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan perbankan meliputi penyusunan dan peningkatan kualitas sistem pengendalian dan penerapannya, diarahkan sebagai langkah yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Upaya-upaya Preventif yang disajikan belum merupakan sesuatu hal yang mutlak, tetapi hanya merupakan pengendalian minimum yang perlu dilaksanakan secara maksimum. Oleh karena itu, Direksi perlu mengembangkan sendiri upaya-upaya lain yang dianggap perlu, sesuai dengan kompleksitas titik rawan yang berpotensi penyimpangan yang dihadapi dan kesesuaiannya dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada perusahaan. Sistem pengendalian manajemen ini terus menerus ditingkatkan keandalannya berdasarkan umpan balik (feed back) dari hasil upaya detektif dan represif. Upaya detektif merupakan rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengidentifikasi terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. Upaya detektif ini dimaksudkan untuk memperoleh alat bukti yang relevan, cukup dan kompeten untuk mendukung simpulan hasil pemeriksaan sebagai dasar pengambilan tindak lanjut (upaya represif), dengan tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah (presumption of innosence). Upaya detektif dalam petunjuk teknis ini hanya mencakup upaya yang dianggap penting dilakukan untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi sehingga perlu dikembangkan sesuai kondisi yang dihadapi di lapangan, yang secara rinci dituangkan dalam program pemeriksaan (audit program). Pengembangan upaya preventif dan detektif tersebut sangat perlu dilakukan karena penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada perusahaan pada umumnya disebabkan adanya kolusi baik antar petugas di dalam perusahaan, maupun dengan pihak luar yang terkait dengan perusahaan. Kasus penyimpangan dan upaya-upaya penanggulangan secara Preventif dan Detektif dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan dapat diuraikan sebagai berikut: A. Pengelolaan BUMN/BUMD 1. Siklus Penjualan dan Penerimaan Uang. Siklus penjualan dan penerimaan uang hasil penjualan meliputi kegiatan-kegiatan sejak masuknya pesanan dari pelanggan sampai dengan diterimanya uang hasil penjualan pada perusahaan. Fungsi-fungsi yang terkait dalam siklus ini meliputi fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi gudang, fungsi pengiriman barang dan fungsi akuntansi. Penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini adalah:
1) Penjualan dilakukan di bawah harga pasar dan metode penyerahan barang/jasa tidak sesuai dengan kontrak penjualan yang dilakukan dengan memperoleh imbalan tertentu dari pembeli. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan bahwa penetapan harga jual berdasarkan data harga pasar bersumber dari lembaga resmi yang terpercaya. b. Penetapan harga jual di bawah harga pasar harus mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang. c. Penjualan dalam partai besar harus dituangkan dalam kontrak penjualan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas kontrak penjualan apakah telah memuat syarat penyerahan, jangka waktu, volume dan harga yang disetujui. b. Melakukan penelitian terhadap kebenaran harga yang disetujui dalam kontrak dengan cara membandingkannya dengan data harga pasar dunia yang diperoleh dari lembaga yang terpercaya. c. Melakukan penelitian atas ketepatan pengiriman barang apakah telah sesuai dengan jadwal dan metode penyerahan yang ditetapkan dalam kontrak. 2) Kontrak penjualan komoditi secara forward tidak direalisasi pembeli dengan cara memberi imbalan kepada oknum perusahaan penjual, karena harga komoditas tersebut turun pada saat kontrak jatuh tempo. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan prosedur penjualan forward b. Direksi harus menetapkan sanksi denda dan sanksi administrasi jika kontrak yang telah jatuh tempo tidak direalisasi oleh Pembeli. c. Direksi harus menetapkan pejabat yang berwenang untuk menandatangani kontrak penjualan forward. d. Kontrak penjualan forward harus diregister (dicatat) dan di file terpisah dari kontrak penjualan yang telah direalisasi/spot. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap Register kontrak penjualan forward untuk mengetahui apakah ada kontrak yang telah jatuh tempo namun belum direalisasi b. Melakukan penelitian terhadap pengenaan sanksi atas kontrak penjualan yang telah jatuh tempo namun tidak direalisasi. c. Melakukan penelitian apakah kontrak penjualan forward ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. d. Melakukan kontrol hubungan antara kontrak penjualan forward yang telah jatuh tempo dengan posisi persediaan barang. e. Melakukan konfirmasi kepada pembeli untuk meyakinkan kebenaran pemberian imbalan. 3) Uang hasil penjualan dipergunakan untuk kepentingan pribadi yang dilakukan dengan cara menunda pencatatan penerimaan kas.
Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan struktur organisasi yang memisahkan fungsi pencatatan piutang dengan fungsi penerimaan kas. b. Direksi harus menetapkan jumlah penerimaan maksimal yang dapat dilakukan oleh kasir secara tunai. c. Direksi harus menetapkan ketentuan agar Kasir menyetor seluruh penerimaan uang ke Bank selambat-lambatnya sehari setelah penerimaan uang tersebut. d. Penanggungjawab keuangan (Kepala Divisi Keuangan) harus melakukan rekonsiliasi antara Buku Kas dengan jumlah uang kas yang diterima setiap hari pada akhir jam kerja. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan verifikasi kesesuaian pencatatan penerimaan kas dengan cara membandingkan setiap transaksi penerimaan uang menurut Buku Besar Kas dengan bukti yang dicatat pada Buku Pembantu Kas. b. Melakukan pengujian terhadap kemungkinan terjadinya penundaan pencatatan penerimaan kas dengan cara membandingkan tanggal pencatatan pada Buku Pembantu Kas dengan tanggal pada bukti penerimaan kas. c. Melakukan penghitungan jumlah penerimaan kas yang belum disetor sesuai dengan bukti-bukti yang belum dicatat dalam Buku Pembantu Kas untuk mengetahui kemungkinan terjadinya uang yang ditunda pencatatannya dan diambil oleh Kasir. 4) Premi asuransi tidak disetorkan oleh agen yang ditunjuk perusahaan, tetapi dipergunakan untuk kepentingan pribadi oleh agen yang bersangkutan. Upaya-upaya Preventif: a. Melakukan evaluasi terhadap kinerja agen asuransi secara periodik. b. Agen asuransi harus menyetorkan hasil penagihannya setiap hari kepada kantor cabang/kantor pusat. c. Bukti penyetoran premi dibuat secara prenumbered dan agen harus mempertanggung-jawabkan penggunaan bukti tersebut. d. Membuka outlet/tempat penerimaan setoran premi di Bank atau tempattempat strategis lainnya. e. Menyusun sistem penyetoran melalui ATM, Bank atau internet yang sifatnya memudahkan nasabah menyetor premi secara langsung. f. Memberikan laporan keuangan/data setoran nasabah secara periodik kepada nasabah agar yang bersangkutan dapat mengetahui status setorannya. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas keluhan nasabah yang setoran preminya tidak masuk dalam laporan keuangan. b. Melakukan penelitian terhadap kinerja agen asuransi untuk mengetahui apakah yang bersangkutan selama ini pernah melakukan penggelapan setoran premi. c. Melakukan penelitian terhadap pertanggungjawaban penggunaan formulir bukti setor premi. d. Menghitung besarnya nilai setoran yang tidak dilaporkan dan tidak disetorkan oleh agen asuransi.
e. Melakukan identifikasi pihak-pihak yang diduga terlibat beserta peranannya masing-masing. 5) Petugas gudang melakukan penjualan barang persediaan dan tidak menyetorkan hasil penjualan ke kas perusahaan yang dilakukan dengan cara memperbanyak kemasan dan atau menunda pencatatan penerimaan persediaan barang. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa setiap penerimaan persediaan harus dicatat di kartu persediaan sesuai kuantitas fisik sebenarnya. b. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa pengemasan persediaan harus mendapat persetujuan dari Kepala Bagian Persediaan. c. Petugas gudang harus mempertanggung jawabkan setiap penggantian kemasan dan penggunaan kemasan baru. d. Petugas gudang harus mencatat setiap penerimaan persediaan secara tepat waktu dan secara berkala harus dilakukan rekonsiliasi antara kartu persediaan dengan kartu dan fisik barang. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan pengujian berat setiap kemasan dengan cara melakukan penimbangan secara uji petik. b. Melakukan pembandingan penerimaan persediaan dengan masing-masing Berita Acara Bongkar kapal dan surat jalan dari pihak ekspedisi. c. Melakukan perbandingan mutasi penerimaan persediaan menurut kartu gudang dengan kartu persediaan akuntansi. d. Melakukan penelitian apakah susunan stafel persediaan telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. e. Melakukan kontrol hubungan antara penggantian kemasan yang rusak dengan jumlah pemakaian kemasan. 6) Hasil penjualan produksi scrap yang masih mempunyai nilai ekonomis tidak disetor ke kas perusahaan dimana hasil produksi scrap ini sengaja tidak dibukukan sebelumnya. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan jenis scrap produksi yang masih mempunyai nilai ekonomis dan mewajibkan petugas produksi membuat laporan atas scrap yang dihasilkan. b. Prosedur pengendalian scrap harus menetapkan petugas yang bertanggungjawab atas scrap yang dihasilkan, c. Petugas produksi wajib menyerahkan scrap yang dihasilkan kepada petugas yang bertanggungjawab atas scrap. d. Fungsi gudang harus membuat kartu persediaan scrap yang mencatat setiap mutasi scrap baik yang dijual maupun yang dikeluarkan untuk keperluan lain. e. Setiap bahan baku yang digunakan maupun hasil produksi atas penggunaan bahan baku harus ditimbang untuk mengetahui ada tidaknya hasil scrap. f. Bahan baku yang digunakan dengan hasil produksi harus dianalisa untuk mengetahui kuantitas scrap yang dihasilkan. Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan verifikasi kebenaran scrap yang masuk ke gudang dengan cara membandingkan laporan produksi scrap dengan jumlah scrap yang diserahkan kepada gudang. b. Melakukan pengujian scrap yang masuk ke gudang dengan cara membandingkan jumlah scrap yang diserahkan dengan mutasi pada kartu persediaan scrap. c. Melakukan pengujian kewajaran scrap dengan membanding-kan antara jumlah produksi dengan penggunaan bahan baku. 7) Penjualan barang dilaporkan sebagai penjualan kepada koperasi dengan subsidi harga, dengan imbalan tertentu dari pembeli. Upaya-upaya Preventif: a. Setiap penyaluran barang harus sesuai dengan alokasi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. b. Setiap koperasi harus memperoleh rekomendasi sebagai penyalur dari Departemen Koperasi. c. Setiap pengeluaran barang harus berdasarkan bukti pemesanan, faktur, surat perintah pengeluran barang dan bukti pengambilan barang dari gudang. d. Penerima barang harus menanda tangani surat jalan, membubuhi cap Koperasi dan mencantumkan nama jelas penerima barang. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas kelayakan pemesanan oleh koperasi dengan cara membandingkannya dengan alokasi penjualan kepada koperasi yang telah ditetapkan. b. Melakukan pengujian kebenaran pengambilan barang oleh koperasi dengan cara meneliti kelengkapan data dalam bukti pemesanan, faktur, surat perintah pengeluaran barang, bukti pengambilan barang dan surat jalan. c. Melakukan pengujian kesesuaian nama pengambil barang dengan pembayar tagihan berdasarkan bukti pemesanan, faktur, surat perintah pengeluaran barang, bukti pengambilan dan surat jalan. 8) Hasil penjualan dengan kredit ditagih oleh petugas yang tidak berwenang dan tidak disetorkan ke kas perusahaan. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa pembayaran setiap tagihan harus dilakukan melalui Kasir atau Bank yang ditunjuk. b. Struktur organisasi harus memisahkan dengan jelas petugas penjualan kredit dan petugas penagih ke pelanggan. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas penjualan kredit baru dengan cara membandingkan daftar penjualan kredit periode berjalan dengan daftar penjualan kredit periode sebelumnya. b. Melakukan verifikasi kebenaran jumlah penjualan kredit baru yang dibuat petugas penjualan kredit. c. Melakukan kontrol hubungan atas jumlah penjualan kredit baru dengan penerimaan dari penjualan kredit.
d. Melakukan konfirmasi kepada para pelanggan yang belum membayar pembelian kredit yang dilakukannya. 9) Hasil penagihan atas penjualan kredit kategori macet tidak disetorkan ke Kas perusahaan tetapi dipergunakan untuk kepentingan pribadi. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan penanggung jawab atas rekening-rekening tertunggak yang dikategorikan macet b. Direksi harus menetapkan bahwa setiap rekening tertunggak yang dikategorikan macet diadministrasikan dengan baik dan disimpan ditempat yang aman. c. Penugasan penagihan atas rekening-rekening tertunggak kategori macet harus dituangkan dalam berita acara serah terima kepada petugas yang akan melakukan penagihan d. Hasil penagihan kredit macet harus dituangkan dalam kuitansi tercetak bernomor-urut dan disetorkan ke kas/bank selambat-lambatnya hari berikutnya. e. Rekening yang masih ada pada petugas penagihan harus diserahkan seluruhnya kepada penanggung jawab rekening. f. Penanggung jawab rekening harus membuat laporan secara berkala jumlah rekening yang dikuasai dan perkembangan hasil penagihannya. g. Pemeriksaan fisik atas rekening tertunggak yang dikategorikan macet secara berkala dan sewaktu-waktu. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan pemeriksaan fisik secara mendadak terhadap rekening yang masih dipegang oleh petugas penagih dan membandingkan dengan laporan penagihan. b. Melakukan verifikasi laporan hasil penagihan serta rekonsiliasi rekening koran bank dengan buku harian kas/bank. c. Melakukan penelitian terhadap laporan berkala yang disusun oleh penanggung jawab dan melakukan analisis atas perkembangan penagihannya. 10) Penjualan secara kredit dilakukan tanpa perjanjian dan tanpa jaminan atau bank garansi dengan imbalan tertentu dari pembeli. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan prosedur penjualan barang dagangan b. Direksi harus menetapkan kewenangan masing-masing pejabat terutama dalam kegiatan penjualan barang dagangan. c. Setiap pengeluaran barang dagangan dari gudang harus melalui persetujuan dari pejabat yang berwenang. d. Bagian Gudang harus membuat laporan penerimaan dan pengeluaran barang dagangan setiap akhir bulan. e. Pelanggan yang diberi penjualan kredit harus mempunyai track record dan kredibilitas yang baik. Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan verifikasi atas kebenaran jumlah pengeluaran barang dengan cara membandingkan laporan pengeluaran barang dengan nilai penjualan dalam buku penjualan. b. Melakukan penelitian apakah setiap pengeluaran barang didasarkan atas surat perintah pengeluaran barang yang ditanda tangani oleh Bagian Penjualan. c. Melakukan stock opname atas persedian barang di gudang secara periodik dan sewaktu-waktu d. Melakukan penilaian terhadap penunjukan rekanan apakah rekanan yang ditunjuk tersebut mempunyai track record yang baik dan kredibilitasnya tinggi 11) Pembayaran atas penjualan dicatat di buku kas tetapi uangnya disetor ke rekening bank pribadi kasir sehingga pembayaran seolah-olah sudah sudah diterima perusahaan. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan satu rekening bank atas nama perusahaan untuk menampung penerimaan kas. b. Direksi harus menetapkan pemisahan fungsi penjualan, penyimpanan, fungsi pencatatan dan penerimaan kas/bank. c. Direksi harus menetapkan petugas yang wajib melaksanakan rekonsiliasi bank secara periodik. d. Direksi harus menetapkan bahwa setiap akhir hari kerja buku kas/bank ditutup dan dicocokkan dengan fisik uang tunai. e. Direksi harus menetapkan bahwa setiap pembayaran penjualan yang sah harus divalidasi oleh petugas lain yang tidak merangkap sebagai kasir dan mengumumkan hal ini kepada pelanggan yang akan melakukan pembayaran. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan pengujian kebenaran pembayaran yang tercatat dengan cara menelusuri pembayaran ke pos lawannya, yakni kas atau bank. b. Jika pembayaran melalui bank, lakukan pengujian penerimaan di bank dengan cara membandingkan penerimaan yang tercatat ke rekening koran bank yang bersangkutan. c. Jika pembayaran melalui uang tunai, lakukan pengecekan kebenaran pencatatan buku kas dengan melakukan pemeriksaan kas yang ada. d. Melakukan pengujian kebenaran penyetoran penerimaan uang ke bank dengan cara menelusuri setiap mutasi penyetoran bank ke bukti bank berikut bukti pendukungnya berupa nota bank, bandingkan dengan mutasi dalam rekening koran, dan teliti pemilik nomor rekening bank tersebut. e. Melakukan pengujian kebenaran formal bukti pembayaran dengan cara mengecek kelengkapan bukti pendukung berupa faktur, surat jalan, pakcing list dan bukti pengeluaran barang dan tanda terima dari pelanggan 12) Penjualan tunai dicatat sebagai penjualan kredit sementara hasil pembayarannya disetorkan ke rekening pribadi pegawai perusahaan. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus membuat kebijakan tertulis mengenai proses persetujuan penjualan kredit yang harus dilaksanakan bagian penjualan. b. Direksi harus menetapkan petugas yang berwenang menyetujui pemberian penjualan kredit kepada pelanggan.
c. Direksi harus menetapkan pemisahan fungsi penjualan, penyimpanan, pencatatan dan penerimaan kas/bank. d. Direksi harus menempatkan petugas yang memonitor realisasi penjualan kredit termasuk nama dan alamat pelanggan, jumlah penjualan kredit yang diberikan, dan saldo piutang yang belum dibayar. e. Direksi harus menetapkan petugas yang menyelenggarakan buku pembantu piutang per pelanggan yang secara periodik dibandingkan kesesuaiannya dengan buku besar piutang. f. Direksi harus menetapkan petugas yang secara periodik membuat daftar umur piutang penjualan, melakukan konfirmasi secara periodik dan meneliti piutang-piutang yang lama tidak tertagih. g. Direksi harus menetapkan petugas yang melakukan penagihan atas piutang penjualan, khususnya yang telah jatuh tempo. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan pengujian kebenaran saldo piutang penjualan dengan cara mengkonfirmasikan hal tersebut kepada pelanggan yang bersangkutan, terutama terhadap piutang yang telah lama jatuh tempo. b. Melakukan pengujian atas kelayakan pemberian penjualan kredit dengan cara meneliti ketaatan pemberian penjualan kredit dengan prosedur penjualan yang telah ditetapkan direksi, teliti petugas yang menyetujui pemberian kredit dan wewenangnya, dan alasan pemberian kredit tersebut. c. Melakukan pengujian atas kebenaran formal penjualan kredit dengan cara menelusuri penjualan kredit yang dicatat ke bukti dasar dan pendukungnya berupa faktur, surat jalan, packing list, bukti pengeluaran barang dan tanda terima dari pelanggan, serta bukti persetujuan penjualan kredit dari bagian penjualan. d. Melakukan kontrol hubungan antara data penjualan dengan bukti penerimaan kas dan bukti yang dicatat dalam kartu piutang. 13) Pelelangan kendaraan bermotor perusahaan dimenangkan oleh pembeli yang sudah ditetapkan lebih dulu (diarahkan pemenangnya) sehingga tidak dapat diperoleh harga yang optimal. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan tim pelelangan kendaraan bermotor yang bertugas dan bertanggungjawab melaksanakan penjualan kendaraan bermotor. b. Direksi dan/atau panitia pelelangan harus menetapkan limit harga terendah atas pelelangan yang akan dilaksanakan. c. Pelelangan harus diumumkan kepada masyarakat luas jauh hari sebelum pelaksanaannya agar cukup waktu bagi pihak yang berminat untuk mengikuti pelelangan. d. Panitia pelelangan harus menyediakan cukup formulir bagi pihak yang berminat mengikuti pelelangan. e. Pelelangan harus dilaksanakan secara terbuka sehingga seluruh peserta lelang dapat mengikuti jalannya pelelangan, dan penawaran yang diajukan, pihak yang melakukan penawaran dan harga penawarannya. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas daftar hadir peserta lelang dan formulir yang diambil peserta untuk mengikuti pelelangan.
b. Melakukan pengujian keabsahan pemenang lelang dengan cara menelusurinya ke formulir yang diisi peserta, daftar hadir, untuk mengetahui identitas peserta dan kehadirannya pada pelelangan. c. Melakukan pengujian atas harga pemenang lelang untuk meyakini bahwa harga terbaik telah diperoleh dengan membandingkan harga pemenang dengan seluruh harga yang diajukan para penawar. d. Melakukan pengujian atas pelaksanaan undangan secara luas dan terbuka dengan cara meneliti pengumuman yang dibuat panitia pelelangan, kapan, kepada siapa dan di mana dibuat. e. Melakukan penelitian atas kronologis data dalam dokumen lelang. 14) Pembayaran hasil penjualan dari pelanggan tertentu tidak lancar karena tidak adanya batas waktu pembayaran namun tetap memperoleh pengiriman barang. Kondisi ini terjadi karena pejabat di Bagian Penjualan mendapat imbalan dari pelanggan tersebut. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan format perjanjian penjualan yang baku dan menetapkan syarat-syarat pembayaran secara tegas b. Direksi harus menyusun daftar umur piutang dan mengidentifikasi pelanggan yang pembayarannya tidak lancar. c. Direksi harus menetapkan prosedur penjualan yang membatasi jumlah maksimal penjualan kredit dikaitkan dengan pelunasan atas barang yang telah dikirim d. Direksi harus melakukan evaluasi berkala terhadap kinerja pelanggan dan kontrak penjualan. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian dan pengujian atas setiap umur piutang yang kurang lancar. b. Melakukan penelitian terhadap perjanjian penjualan yang umur piutangnya telah lama dan membandingkannya dengan format baku yang telah ditetapkan. c. Melakukan penelitian terhadap kartu piutang, apakah seluruh mutasi-mutasi yang terjadi telah sesuai dengan transaksi yang terjadi baik terhadap penjualan dan pembayarannya. d. Melakukan penelitian terhadap bukti-bukti penyerahan/ pengiriman barang, bukti-bukti penagihan piutang serta bukti-bukti pembayaran/ pelunasan. 15) Penjualan tiket jasa angkutan tidak disetor ke kas perusahaan dan dipergunakan untuk kepentingan pribadi oleh petugas penjualan tiket. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan pemisahan fungsi antara bagian penyimpanan sisa tiket dengan bagian penjualan tiket. b. Direksi harus menetapkan prosedur penjualan tiket yang menetapkan laporan hasil penjualan tiket yang dibuat harus dilampirkan dengan pertinggal slip tiket c. Tiket harus dicetak secara prenumbered (nomor urut) dan harus dibuat laporan mutasi persediaan tiket
d. secara periodik dan sewaktu-waktu harus dilakukan opname terhadap persediaan tiket yang belum terjual. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian apakah terdapat pemisahan fungsi antara bagian penyimpanan sisa tiket dengan bagian penjualan tiket. b. Melakukan verifikasi atas kebenaran jumlah tiket yang terjual dengan cara membandingkan laporan mutasi tiket, laporan penerimaan kas dan laporan tiket yang di refund (dikembalikan) c. Melakukan pengujian jumlah penumpang yang diangkut dengan cara meneliti laporan penumpang yang berangkat (manifest) dengan jumlah tiket yang terjual 16) Penggunaan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi dengan cara membuat laporan refund (pengembalian) tiket oleh Bagian Akuntansi Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan ketentuan prosedur pengembalian (refund) tiket dan laporannya harus dibuat secara periodik, b. Tiket yang direfund harus diopname secara periodik dan sewaktu-waktu serta dituangkan dalam berita acara. c. Refund tiket hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan pejabat yang berwenang Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan verifikasi atas kebenaran jumlah tiket yang direfund (dikembalikan) dengan cara membandingkan laporan tiket yang direfund dengan laporan pengeluaran kas. b. Melakukan stock opname terhadap tiket yang direfund dan membandingkannya dengan laporan mutasi persediaan tiket. c. Melakukan penelitian terhadap keabsahan tiket yang direfund apakah tiket yang direfund tersebut sudah dilaporkan dalam laporan penjualan tiket. d. Melakukan penelitian apakah refund tiket dilakukan berdasarkan persetujuan pejabat yang berwenang 2. Siklus Pengadaan, Penerimaan dan Pembayaran Barang/Jasa. Siklus Pengadaan, Penerimaan dan Pembayaran Barang/Jasa pada BUMN/ BUMD meliputi kegiatan-kegiatan sejak perencanaan kebutuhan barang/jasa, proses pengadaan sampai pada pembayaran atas barang/jasa yang dibeli. Fungsi-fungsi yang terkait dalam siklus ini meliputi fungsi pemrosesan order pembelian, fungsi penerimaan dan pencatatan barang/jasa, fungsi akuntansi, dan fungsi pengeluaran uang. Penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini sebagai berikut : 1) Perencanaan pengadaan barang dan jasa oleh fungsi perencanaan tidak berdasarkan kebutuhan, tetapi berdasarkan pengadaan tahun sebelumnya ditambah jumlah persentase tertentu, agar barang yang dibutuhkan pada tahun sebelumnya tetap diadakan karena perencana memperoleh imbalan dari rekanan. Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan prosedur dan tata cara perencanaan kebutuhan terhadap pengadaan barang dan jasa b. Direksi harus menetapkan pejabat dan unit kerja yang bertanggungjawab untuk menyusun perencanaan terhadap pengadaan barang dan jasa c. Perencanaan pengadaan barang dan jasa harus berdasarkan pengajuan dari unit kerja yang membutuhkan. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap realisasi pengadaan barang dan jasa dengan kebutuhan riel barang dan jasa. b. Melakukan verifikasi terhadap rencana pengadaan dan jasa apakah telah didukung dengan pengajuan dari unit yang membutuhkan. c. Melakukan penelitian terhadap rencana dan anggaran pengadaan barang dan jasa apakah telah disetujui oleh pejabat yang berwenang 2) Penyusunan spesifikasi kebutuhan barang dan jasa dirubah oleh Bagian Pengadaan untuk produk dan rekanan tertentu, yang mengakibatkan terjadinya mark up (kemahalan harga). Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa penyusunan rencana kebutuhan barang dan jasa tidak diperbolehkan mengarah kepada produk atau rekanan tertentu. b. Direksi harus menetapkan bahwa dalam hal terjadi perubahan spesifikasi barang yang akan dibeli harus mendapat persetujuan pejabat yang berwenang. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian apakah Direksi telah menetapkan ketentuan bahwa penyusunan rencana kebutuhan barang dan jasa tidak diperbolehkan mengarah kepada rekanan tertentu. b. Melakukan penelitian apakah rencana kebutuhan barang dan jasa yang disusun Bagian Perencanaan telah sesuai dengan spesifikasi barang yang dibeli. c. Melakukan penelitian apakah terdapat hubungan istimewa antara Bagian Pengadaan dengan kontraktor dan atau pabrikan tertentu. d. Membandingkan harga barang yang dibeli dengan harga pada beberapa pemasok untuk jenis dan spesifikasi barang yang sama. 3) Harga Perhitungan Sendiri (HPS) pengadaan barang dan jasa disusun hanya formalitas untuk mendukung Penunjukan langsung yang mengakibatkan terjadinya kemahalan harga. Upaya-upaya Preventif: a. Harga Perhitungan Sendiri disusun oleh panitia yang ditunjuk Direksi dan dianggarkan lebih dahulu. b. Penyusunan HPS harus melalui penelitian yang mendalam dengan membandingkan harga pekerjaan sejenis pada beberapa perusahaan.
c. Melakukan tender terbuka atas setiap pekerjaan yang bersifat reguler, tidak spesifik, dan umum. d. Penunjukan langsung baru dapat dilakukan apabila pekerjaan yang akan dilakukan bersifat darurat, sangat spesifik, dan tidak ada lagi rekanan yang sejenis. e. Penunjukan langsung yang bernilai besar harus mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan konfirmasi harga kepada rekanan yang sejenis atau pekerjaan yang sejenis di perusahaan lain. b. Mempelajari proses penyusunan HPS untuk mengetahui apakah HPS disusun sesuai ketentuan Perusahaan. c. Mempelajari tanggal-tanggal permintaan, pembentukan panitia, penyusunan HPS, undangan, negosiasi harga, penandatanganan kontrak dan pembayarannya untuk mengetahui kronologis peristiwa dan mendeteksi adanya rekayasa penanggalan. d. Melakukan penelitian terhadap isi kontrak dan pembayarannya untuk mengetahui apakah terdapat klausul kontrak dan pembayaran yang dapat merugikan Perusahaan. e. Melakukan penelitian terhadap hubungan Rekanan dengan Panitia Penunjukan langsung atau Pejabat Perusahaan lainnya untuk mengetahui apakah terdapat hubungan istimewa antara rekanan dengan pejabat/pegawai Perusahaan. f. Melakukan penelitian terhadap mutu pekerjaan untuk mengetahui apakah pekerjaan dilakukan sesuai dengan kontrak atau terjadi penurunan mutu hasil pekerjaan. 4) Penyusunan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) dilakukan berdasarkan harga pengadaan tahun sebelumnya ditambah persentase tertentu, dengan tujuan mengambil kelebihan harga untuk kepentingan pribadi. Upaya-upaya Preventif: a. b. c.
Direksi harus menetapkan prosedur/tata cara penyusunan HPS baik untuk pengadaan dalam negeri maupun pengadaan luar negeri (impor). Direksi harus menetapkan pejabat yang berwenang menyusun HPS. Pejabat yang ditunjuk harus pegawai/staf yang telah mendapat pelatihan yang cukup tentang tata cara penyusunan HPS.
Upaya-upaya Detektif: a. b. c.
Melakukan penelitian apakah penyusunan HPS telah dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Melakukan penelitian terhadap dasar dan estimasi yang digunakan pada saat penyusunan HPS. Melakukan verifikasi terhadap kebenaran perhitungan HPS.
5) Kualifikasi rekanan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya yaitu jumlah kekayaan, tenaga ahli, pengalaman kerja, reputasi dan peralatan yang dicantumkan bukan milik calon rekanan. Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan Bagian Pengadaan menyusun Daftar Rekanan Terseleksi mencakup persyaratan yang harus dipenuhi calon rekanan agar dapat mengikuti kegiatan pengadaan barang dan jasa pada perusahaan sesuai nilai pengadaan dan tingkat kesulitan pelaksanaan. b. Calon rekanan yang mengajukan kualifikasi perusahaannya harus melampirkan bukti-bukti pendukung sesuai dengan kemampuan yang diajukan seperti bukti setoran bank, rekening koran bank, dan laporan keuangan yang telah di audit kantor akuntan publik (bagi rekanan/kontraktor yang berskala nasional) c. Pejabat yang ditugaskan menyusun Daftar Rekanan Terseleksi harus terlebih dahulu menganalisis aktiva calon rekanan serta bukti tambahan seperti setoran bank, rekening koran bank, dan laporan yang telah di audit kantor akuntan publik. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan review hasil analisis aktiva calon rekanan dan data serta bukti tambahan seperti setoran bank, rekening koran bank, dan laporan keuangan yang telah di audit kantor akuntan publik (bagi kontraktor yang berskala nasional). b. Melakukan pengujian subtantif dengan cara konfirmasi pembuktian kepemilikan kepada yang bersangkutan. c. Melakukan pengujian setempat pada kantor dan aktiva/peralatan yang dilaporkan dalam pengisian Daftar Rekanan Terseleksi. d. Melakukan pengujian kebenaran pengalaman kerja calon rekanan dengan cara konfirmasi kepada perusahaan di mana calon rekanan pernah melakukan pengadaan barang/jasa. 6) Pengadaan barang dan jasa yang seharusnya melalui pelelangan dilaksanakan dengan pemilihan langsung/penunjukan langsung dengan menunda-nunda pelelangan sehingga waktunya terdesak dan membuat alasan pekerjaan spesifik, mengakibatkan terjadinya kemahalan. Dengan kondisi tersebut Panitia Pelelangan mendapat fee (imbalan) dari supplier di atas. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus memantau rencana kebutuhan barang dan jasa, waktu pengajuan kebutuhan serta proses dan jadwal pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan. b. Direksi harus mendapatkan informasi dari instansi lain tentang pengadaan barang dan jasa spesifik dan mewajibkan Bagian Pengadaan mencantumkan alasan diperlukannya pengadaan barang dan jasa spesifik dalam dokumen pengadaan. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan verifikasi jangka waktu penyusunan rencana kebutuhan barang dan jasa, waktu pengajuan kebutuhan serta proses dan jadwal pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. b. Melakukan pengujian apakah proses penunjukan langsung tersebut telah sesuai ketentuan yang ditetapkan Direksi. c. Mendapatkan informasi apakah pekerjaan dimaksud merupakan pekerjaan spesifik dan menguji alasan penunjukan langsungnya.
7) Pelelangan pengadaan barang dan jasa bersifat formalitas yang dilakukan dengan cara peserta pelelangan merupakan perusahaan pinjaman dan aanwijzing dilakukan hanya untuk satu rekanan (rekanan lain menandatangani Berita Acara tanpa menghadiri) Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan ketentuan jumlah calon rekanan minimum yang harus diundang mengikuti pelelangan pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan perusahaan. b. Surat keterangan tempat kedudukan calon rekanan peserta pelelangan harus disahkan pejabat setempat. c. Nama-nama pimpinan dan pegawai rekanan peserta pelelangan harus dituangkan dalam Berita Acara Aanwijzing. d. Berita Acara Aanwijzing harus ditandatangani dihadapan Kepala Bagian Pengadaan dan Panitia Pelelangan. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan pengujian kemungkinan kesamaan huruf dalam surat menyurat pelelangan diantara peserta pelelangan yang memasukkan penawaran. b. Melakukan konfirmasi kepada Kadin/Lembaga Jasa Konstruksi setempat terhadap kebenaran nama-nama pimpinan rekanan. c. Melakukan penelitian kemungkinan adanya hubungan istimewa antara sesama peserta pelelangan. 8) Pemberian uang muka kerja pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan secara swakelola tidak sesuai dengan tujuan pengajuannya, mengakibatkan pekerjaan tersebut mengalami kegagalan dan sebagian uang muka kerja dipergunakan untuk kepentingan pribadi. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan dengan jelas petugas pemegang uang muka mencakup nama dan jabatannya. b. Direksi harus menetapkan jumlah maksimal uang muka kerja yang dapat diberikan dan batas waktu pertanggung-jawaban uang muka kerja yang diberikan. c. Direksi harus menetapkan prosedur pelaksanaan opname atas uang muka kerja yang dilakukan secara periodik dan sewaktu-waktu dan petugas yang bertanggung jawab melaksanakan opname atas uang muka kerja. d. Setiap pengajuan uang muka kerja harus jelas penggunaanya dan memperoleh persetujuan atasan langsung peminta uang muka kerja. e. Pengambil uang muka kerja harus terlebih dahulu mempertanggungjawabkan uang muka kerja yang diambil sebelum mengajukan uang muka berikutnya. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian apakah uang muka kerja hanya diberikan kepada petugas yang telah ditetapkan oleh Direksi. b. Melakukan verifikasi kebenaran jumlah uang muka kerja dengan cara membandingkan buku besar uang muka kerja dengan buku pembantu uang
muka kerja per petugas pemegang uang muka kerja dan meneliti apakah terdapat uang muka kerja yang sudah melewati batas waktu pertanggung jawaban. c. Melakukan penelitian kebenaran pertanggung-jawaban apakah penggunaan uang muka kerja telah didukung bukti-bukti pengeluaran sesuai dengan tujuan penggunaannya. d. Melakukan verifikasi kebenaran saldo uang muka kerja dengan cara membandingkan uang muka kerja yang belum dipertanggung-jawabkan dengan tujuan penggunaannya. 9) Pelaksanaan pekerjaan terbengkalai karena rekanan melarikan diri, akibatnya perusahaan mengalami kerugian karena uang muka kerja pelaksanaan pekerjaan kepada rekanan ternyata tidak didukung jaminan pelaksanaan dan jaminan uang muka yang sah sebagaimana yang dipersyaratkan dalam kontrak. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa setiap pembayaran uang muka kerja kepada rekanan pelaksana hanya dapat dilakukan setelah rekanan tersebut menyerahkan jaminan pelaksanaan dan jaminan uang muka yang sah. b. Direksi harus menetapkan persyaratan bahwa jaminan pelaksanaan dan jaminan uang muka kerja hanya dapat diterima apabila diterbitkan oleh bank atau lembaga keuangan bukan bank yang kredibel dan sehat. c. Setiap jaminan pelaksanaan dan jaminan uang muka kerja yang diterima harus dikonfirmasi keasliannya kepada penerbit jaminan. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian apakah pengeluaran uang muka pekerjaan telah didukung oleh jaminan uang muka. b. Melakukan penelitian apakah pelaksanaan pekerjaan telah didukung oleh jaminan pelaksanaan yang cukup (Performance Bond) untuk mengantisipasi kegagalan proyek. c. Melakukan konfirmasi kepada Bank pemberi jaminan. 10) Pengadaan barang dan jasa dilakukan melalui perantara (tidak langsung kepada agen tunggal produk yang dibeli), karena pejabat di Bagian Pengadaan mendapat imbalan dari perantara tersebut. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan ketentuan mengenai jenis barang dan jasa, anggaran serta harga pasar yang pengadaannya tidak dapat dilakukan langsung melalui agen tunggal disertai alasan-alasannya. b. Direksi harus menetapkan harga barang dan jasa melalui agen tunggal harus mengacu kepada harga agen tunggal ditambah pengeluaran-pengeluaran yang dapat diperkenankan. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan pengujian kebenaran alasan pengadaan barang yang dilakukan melalui perantara.
b. Melakukan pengujian kelayakan harga pasar dan pengeluaran lain yang dianggap wajar. c. Melakukan pengujian apakah harga kontrak telah mengacu kepada harga pasar setempat yang berlaku untuk agen tunggal ditambah pengeluaranpengeluaran yang dapat diperkenankan menurut itikad baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 11) Sebagian atau seluruh pekerjaan/pengadaan barang dan jasa yang telah diikat dengan kontrak dengan rekanan ternyata dilaksanakan sendiri oleh karyawan perusahaan dengan harga yang lebih rendah dari nilai kontrak. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan petugas yang ditunjuk sebagai pengawas pelaksanaan pekerjaan oleh rekanan. b. Direksi harus menetapkan persyaratan pekerjaan yang dapat dilaksanakan secara swakelola dan prosedur untuk meyakini dipatuhinya persyaratan pelaksanaan pekerjaan swakelola atau oleh pihak ketiga (rekanan). c. Direksi harus membuat prosedur yang dapat meyakinkan bahwa rekanan secara nyata telah melaksanakan pekerjaan yang telah dikontrakkan, serta mewajibkan rekanan membuat laporan pemakaian bahan, penggunaan perlatan dan tenaga kerja. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan pengujian atas pekerjaan yang dikontrakkan dengan cara membandingkan pemberian uang muka kerja dengan kegiatan yang dilaksanakan melalui kontrak pihak ketiga. b. Melakukan verifikasi pemakaian bahan dari gudang dengan cara meneliti surat permintaan bahan, jenis bahan dan jumlahnya, tujuan penggunaan, dan lokasi dibawanya bahan tersebut. c. Melakukan pengujian penggunaan tenaga kerja dengan meneliti surat-surat penugasan kepada karyawan, lokasi pekerjaan, kegiatan yang dilaksanakan serta waktu pelaksanaan. d. Melakukan verifikasi penggunaan peralatan oleh pihak ketiga dengan cara meneliti permintaan peminjaman alat serta persetujuannya, bukti peminjaman, waktu peminjaman, tujuan peminjaman dan lokasi peralatan digunakan. 12) Pekerjaan yang telah diikat kontrak dengan rekanan dilaksanakan sendiri dengan menggunakan peralatan milik perusahaan dan biaya penggunaan alat juga dibebankan kepada perusahaan. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan prosedur penggunaan peralatan milik perusahaan dan penanggung jawab pengendali penggunaan setiap peralatan. b. Direksi mewajibkan petugas pengelola peralatan untuk membuat daftar peralatan yang dimiliki perusahaan dan membuat kartu kontrol atas penggunaan setiap peralatan. c. Direksi mewajibkan penanggung jawab untuk menyusun laporan penggunaan dan pemeliharaan peralatan secara periodik.
Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan pengujian atas kesesuain tujuan dan tempat penggunaan peralatan oleh pihak yang melakukan permintaan dengan meneliti surat ijin penggunaan peralatan. b. Melakukan pengujian kebenaran penggunaan peralatan melalui pengecekan terhadap kartu kontrol penggunaan setiap peralatan. c. Melakukan pengujian penggunaan peralatan dengan melakukan kontrol hubungan penggunaan bahan bakar, perawatan dan perbaikan setiap peralatan 13) Harga pembebasan lahan lebih tinggi dari harga yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat dan dibayarkan kepada orang yang tidak berhak dengan imbalan tertentu. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan prosedur pembebasan/ganti rugi tanah, tanaman dan bangunan dan Panitia Pembebasan Lahan dilengkapi dengan uraian tugas dan tanggungjawabnya. b. Direksi harus menetapkan tarif ganti rugi per kelas tanah dan bangunan dan per jenis tanaman dengan memperhatikan unsur- unsur Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan harga pasar berdasarkan hasil konfirmasi kepada Pemerintah Daerah setempat. c. Direksi harus menetapkan kelas tanah dan bangunan dan jenis tanaman yang dapat dibebaskan d. Pembebasan/ganti rugi tanah harus didahului penelitian atas kejelasan pemilik tanah dan bangunan yang akan dibebaskan. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap keabsahan kepemilikan tanah dan bangunan yang dibebaskan dengan cara konfirmasi kepada Pemerintah Daerah dan Kantor Badan Pertanahan setempat serta konfirmasi kepada penerima ganti rugi. b. Melakukan verifikasi terhadap kebenaran tanah dan bangunan yang dibebaskan. c. Melakukan penelitian terhadap kebenaran penetapan tarif per kelas tanah dan bangunan serta per jenis tanaman dengan cara membandingkannya dengan NJOP dan harga pasar. d. Melakukan penelitian terhadap kebenaran jumlah (nilai) ganti rugi yang diberikan kepada pemilik tanah, tanaman dan bangunan dengan cara konfirmasi pada penerima ganti rugi. 14) Memberi perpanjangan waktu pengadaan barang dan jasa dengan membuat Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan yang tidak benar dengan imbalan tertentu dari rekanan. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan sanksi terhadap karyawan yang menandatangani Berita Acara yang tidak benar. b. Direksi harus memantau perkembangan kontrak secara berkala, dan memberikan teguran kepada rekanan jika perkembangan pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian perkembangan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa sejak awal sampai dilakukan perpanjangan, apakah kemajuan pengadaan barang dan jasa secara periodik telah sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dalam kontrak. b. Melakukan verifikasi kebenaran kemajuan pengadaan barang dan jasa dengan cara membandingkan laporan perkembangan dengan data buku harian kontraktor dan data konsultan pengawas, dan meneliti kemungkinan adanya rekayasa dalam pembuatan Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan. c. Melakukan penelitian ketepatan alasan perpanjangan waktu/ pengadaan barang dan jasa dan kemungkinan adanya pengadaan barang dan jasa yang belum selesai namun tidak dibuat perpanjangan waktu agar tidak diketahui Direksi. 15) Penerimaan komisi dan atau discount atas pengadaan barang dan jasa dari pihak ketiga tidak disetor ke kas Perusahaan Upaya-upaya Preventif: a. Menenapkan ketentuan bahwa setiap komisi, dan atau discount harus disetorkan ke perusahaan. b. Memasukkan ketentuan adanya komisi, discount pembelian dalam perjanjian/kontrak pembelian/pengadaan c. Setiap komisi dan atau discount yang diterima kasir/bagian keuangan/bagian pembelian/pejabat perusahaan harus disetorkan ke kas perusahaan sesuai ketentuan yang berlaku. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan pengujian apakah setiap komisi dan atau discount telah disetorkan ke Kas Perusahaan. b. Melakukan pengujian apakah komisi dan atau discount yang diterima oleh Kasir/Bagian Keuangan/Bagian Pembelian/pejabat perusahaan telah disetorkan ke kas Perusahaan. c. Melakukan pengujian kas pada Kasir untuk mengetahui apakah terdapat kelebihan kas yang berasal dari komisi dan atau discount ; d. Melakukan konfirmasi kepada rekanan terkait apakah terdapat pemberian komisi atau/dan discount. e. Melakukan pengujian apakah discount harga, potongan pembelian telah dimasukkan dalam perjanjian/kontrak/ pembelian/pengadaan. 3. Siklus Penggajian dan Kepegawaian Siklus Penggajian dan Kepegawaian pada BUMN/BUMD meliputi kegiatan-kegiatan perekrutan, penggajian sampai pada pemberhentian karyawan. Fungsi-fungsi yang terkait dengan siklus ini adalah fungsi kepegawaian, fungsi pencatatan waktu, fungsi penyusunan daftar gaji/upah, fungsi akuntansi dan fungsi keuangan. Penyimpanganpenyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini adalah: 1) Perekrutan karyawan perusahaan dilakukan bukan berdasarkan jumlah dan
kualifikasi yang dibutuhkan, di mana oknum panitia perekrutan tersebut mendapat imbalan dari peserta/calon karyawan. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan prosedur penerimaan pegawai yaitu setiap rencana kebutuhan karyawan harus diajukan melalui bagian kepegawaian dan mendapat persetujuan Direksi, dalam pengajuan rekruitmen karyawan harus menentukan posisi yang akan diisi dan kualifikasi yang dibutuhkan, b. Direksi harus melakukan pengumuman secara terbuka dengan mencantumkan kualifikasi yang dibutuhkan, dan dalam pelaksanaan perekrutan harus dilakukan seleksi, oleh bagian kepegawaian dan unit kerja yang membutuhkan. c. Bagian kepegawaian harus melakukan pengendalian atas jumlah dan kualifikasi sebagaimana diajukan oleh unit kerja. d. Bagian kepegawaian harus mengajukan anggaran biaya atas perekrutan karyawan, dan harus mendapat persetujuan Direksi. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan perbandingan jumlah karyawan tahun berjalan dengan tahun sebelumnya. b. Melakukan penelitian terhadap struktur organisasi dan uraian tugas yang ada dan membandingkan dengan jumlah karyawan yang ada. c. Melakukan penelitian terhadap prosedur perekrutan karyawan, apakah sudah memperoleh persetujuan Direksi dan dilakukan melalui seleksi. d. Melakukan penelitian terhadap berkas-berkas karyawan yang baru direkrut dengan pengajuan kebutuhan oleh unit kerja baik jumlah dan kualifikasi yang dibutuhkan. e. Melakukan wawancara dengan karyawan yang dibutuhkan berkaitan dengan kualfikasi dan tugas yang dibebankan. f. Melakukan penelitian terhadap hasil penilaian kinerja terhadap karyawan yang direkrut dan membandingkan dengan kualiifikasi dan uraian tugasnya. 2) Penempatan karyawan pada struktur organisasi perusahaan bukan berdasarkan bidang keahlian yang dimiliki karyawan yang bersangkutan di mana oknum bagian penempatan menerima imbalan dari pegawai yang meminta ditempatkan tersebut. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan ketentuan persyaratan kualifikasi keahlian yang dapat menduduki suatu jabatan atau menjadi staf dalam suatu unit kerja. b. Direksi harus menetapkan adanya daftar pegawai berdasarkan bidang keahliannya dan uraian tugas masing-masing karyawan yang disusun oleh Bagian Kepegawaian. c. Dalam penempatan karyawan harus berdasarkan usulan suatu komite/Tim yang telah mengevaluasi penempatan karyawan tersebut. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap struktur orgasnisasi dan uraian tugas perusahaan yang telah ditetapkan. b. Melakukan penelitian terhadap berkas-berkas karyawan dan membandingkan
kualifikasi setiap karyawan dengan uraian tugasnya dan hasil penilaian kinerjanya. c. Melakukan penelitian terhadap hasil penilaian komite/Tim terhadap penempatan karyawan yang bersangkutan 3) Pembayaran biaya gaji (lembur) lebih tinggi dari seharusnya karena karyawan yang tidak hadir menitipkan kartu jam pegawainya kepada karyawan lain, kelebihan gaji/lembur tersebut dibagi di antara karyawan tersebut dan/ atau dengan pengawas/petugas penjaga mesin pencatat waktu. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan petugas penjaga mesin pencatat waktu dan kartu jam per pegawai dengan pergantian secara periodik. b. Direksi harus menetapkan prosedur pengecekan terhadap karyawan yang belum mencetak kartu jam pegawainya saat jam pulang dengan keberadaannya, dan petugas penjaga rutin pencatat waktu untuk memberikan check mark atas setiap kartu jam pegawai yang tidak sesuai antara kartu jam pegawai dengan keberadaannya saat akhir jam kerja. c. Direksi harus menetapkan prosedur untuk setiap pegawai yang akan melaksanakan lembur, mencetakan terlebih dahulu pada akhir jam kerja rutin pada mesin pencatat waktu. d. Direksi harus menetapkan prosedur bagi setiap karyawan yang akan melaksanakan lembur harus memperoleh surat perintah lembur dari pejabat yang berwenang untuk diserahkan kepada petugas penjaga mesin pencatat waktu. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan perbandingan antara kartu jam pegawai yang tertera jam lemburnya dengan surat perintah lemburnya. b. Melakukan evaluasi atas beban kerja terhadap karyawan yang sering melakukan lembur dengan cara membandingkan terhadap kapasitas dan kemampuannya. c. Melakukan evaluasi atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan dan membandingkan dengan jumlah karyawan yang ada. d. Melakukan pengecekan fisik atas keberadaan karyawan saat lembur dengan kegiatan yang dilakukan secara mendadak (sewaktu-waktu). 4) Potongan tunjangan tidak dilakukan kepada karyawan yang datang terlambat karena menitipkan absen kepada karyawan lain, kelebihan tunjungan tersebut dibagi di antara karyawan tersebut dan/ atau dengan oknum bagian pembayaran tunjangan/gaji dan/ atau petugas penjaga mesin pencatat waktu pegawai. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan petugas penjaga mesin pencatat waktu dan kartu jam per pegawai dengan pergantian secara berkala. b. Direksi harus menetapkan prosedur pengecekan terhadap kartu kehadiran karyawan. c. Direksi harus menetapkan kewenangan bagi petugas penjaga mesin pencatat waktu untuk memberikan check mark terhadap kartu jam pegawai yang belum hadir.
Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan pengecekan secara mendadak (sewaktu-waktu) terhadap kartu jam pegawai dengan kehadirannya oleh atasan masing-masing karyawan dan pejabat yang berwenang. b. Melakukan pengecekan terhadap karyawan yang sering memperoleh potongan karena keterlambatan kehadiran dengan keberadaannya. 5) Penggunaan karyawan honorer untuk pemeliharaan tanaman perkebunan yang sebenarnya pekerjaan tersebut fiktip, selisih biaya pekerjaan pemeliharaan tanaman dengan gaji karyawan honorer tersebut dikantongi oleh oknum karyawan bagian pemeliharaan atau pengadaan. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menyusun standard penggunaan karyawan honorer untuk pemeliharaan tanaman. b. Direksi harus menetapkan ketentuan pembuatan laporan penggunaan karyawan honorer yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang c. Asisten tanaman harus menyusun rencana jadwal pemeliharaan tanaman oleh pejabat yang berwenang. d. Pekerjaan pemeliharaan tanaman perkebunan dilakukan secara lelang atau pemilihan langsung dan didokumentasikan dengan baik. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan verifikasi kebenaran laporan penggunaan karyawan honorer dengan cara membandingkan dengan standarnya. b. Melakukan penelitian terhadap kebenaran penggunaan karyawan honorer dengan cara konfirmasi secara sample kepada pegawai honorer yang namanya tercantum dalam laporan penggunaan karyawan honorer. c. Melakukan kontrol hubungan antara laporan penggunaan karyawan honorer dengan laporan penggunaan bahan pestisida. d. Melakukan penelitian terhadap proses pengadaan pekerjaan pemeliharaan tanaman perkebunan dengan melihat arsip pekerjaan pemeliharaan tanaman perkebunan. 6) Biaya klaim kesehatan terlalu tinggi karena kartu berobat pegawai perusahaan dimanfaatkan oleh oknum karyawan/pejabat yang tidak berhak mendapat penggantian biaya pengobatan. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan kartu berobat bagi setiap karyawan dan anggota keluarganya yang biaya pengobatannya ditanggung perusahaan dengan identitas yang rinci berikut fotonya. b. Direksi harus mewajibkan agar kartu berobat yang dipegang para pegawai dan anggota keluarganya diisi setiap kali dilakukan pengobatan dan pengambilan obat di apotik. c. Direksi harus menetapkan dokter dan atau rumah sakit serta apotik tempat karyawan dapat memperoleh pengobatan. d. Pengajuan permintaan pembayaran (reimbuse) harus dilengkkapi dengan foto copy resep dan identitas pasien dan tanggal pemeriksaan dilaksanakan.
e. Direksi harus menetapkan petugas yang melakukan verifikasi klaim yang diajukan oleh pihak dokter/ rumah sakit/ apotik dan membandingkannya dengan kartu berobat pegawai. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan pengujian bahwa klaim biaya pengobatan diberikan pada pihak yang berhak dengan cara membandingkan identitas pasien pada rincian dokumen klaim berupa resep, bukti pemeriksaan termasuk rawat inap, bon pembelian obat dan dokumen pendukung lain yang diajukan. b. Melakukan pengujian atas pegawai yang dirawat inap dengan cara membandingkan absensi yang bersangkutan dengan cuti sakit dan dokumen rawat inap dari rumah sakit. c. Melakukan pengujian klaim yang dibayar dengan cara melakukan konfirmasi kepada pihak dokter/rumah sakit/apotik dan juga mengevaluasinya ke buktibukti klaim yang diajukan. 7) Pembayaran tunjangan-tunjangan tertentu untuk mantan pejabat yang pernah bekerja pada perusahaan, dengan alasan tertentu oknum bagian pembayar gaji/tunjangan tetap membayar tunjangan tersebut dengan harapan mendapat imbalan dari pejabat tersebut. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan kebijakan yang mengatur tidak dapat membayarkan tunjangan apapun bagi mantan pejabat perusahaan. b. Direksi harus membentuk dana pensiun yang memadai bagi seluruh karyawan termasuk pejabatnya. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap pembayaran-pembayaran gaji dan tunjangan apakah terdapat pembayaran-pembayaran kepada bukan karyawan atau pejabat yang sudah tidak aktif. b. Melakukan analisa terhadap anggaran biaya gaji dan tunjangan dengan realisasi pembayaran gaji dan tunjangan, termasuk anggaran biaya yang diperkirakan berkaitan dengan biaya atas fasilitas/tunjangan karyawan. c. Melakukan penelitian terhadap biaya-biaya yang berkaitan dengan biaya atas fasilitas/tunjangan bagi karyawan. 8) Asuransi jaminan hari tua beberapa pejabat dibuka sekaligus pada beberapa perusahaan asuransi sehingga biaya asuransi pegawai meningkat melebihi RKAP dan premi melebihi batasan yang diijinkan Direksi, yang dilakukan oknum perusahaan untuk mendapat komisi dari perusahaan asuransi tersebut. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa penutupan asuransi dilakukan berdasarkan persetujuan pejabat yang berwenang. b. Direksi harus membuat batasan nilai pertanggungan dan premi asuransi jaminan hari tua bagi pegawai perusahaan. c. Direksi harus menetapkan petugas yang melakukan verifikasi perkembangan realisasi biaya asuransi tahun berjalan dengan biaya tahun sebelumnya maupun RKAP agar setiap perubahan dapat segera diketahui.
Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap peningkatan biaya asuransi per pegawai dengan cara membandingkan dengan periode tahun sebelumnya. b. Melakukan pemeriksaan ketaatan pembayaran premi asuransi per pegawai dengan cara membandingkan dengan ketentuan yang ditetapkan Direksi. c. Melakukan pengujian pembayaran premi dengan cara mengevaluasi bukti pembayaran premi ke tagihan perusahaan asuransi dan polisnya untuk mengetahui apakah ada pembayaran premi untuk jenis pertanggungan yang sama. 9) Pesangon sebagai hak karyawan yang memasuki masa pensiun tidak diberikan sesuai jumlah seharusnya dengan cara membuat perhitungan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan selisihnya dimanfaatkan oknum perusahaan untuk keuntungan pribadi. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan kebijakan pemberian pesangon mencakup syaratsyarat bagi karyawan yang berhak mendapat pesangon. b. Direksi harus menetapkan tata cara perhitungan pesangon. c. Direksi harus menetapkan pejabat yang berwenang untuk menyetujui pemberian pesangon. d. Terhadap pembayaran pesangon harus dikendalikan/dicatat dalam kartu pembayaran pesangon. e. Petugas pencatat/administrasi pemberian pesangon dipisahkan dengan petugas pembayar pesangon. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap kartu pembayaran pesangon untuk mengetahui karyawan yang mendapat pesangon. b. Melakukan penelitian apakah atas pembayaran pesangon telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang. c. Melakukan verifikasi atas kebenaran perhitungan besarnya pesangon. 10) Pesangon yang menjadi hak karyawan yang memasuki masa pensiun sebagian dipotong oleh oknum karyawan bagian keuangan dengan cara membuat bukti pembayaran ganda. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus mensosialisasikan kebijakan pemberian pesangon mencakup syarat-syarat bagi karyawan yang berhak mendapat pesangon dan tata cara perhitungan pesangon. b. Direksi harus menetapkan pejabat yang berwenang untuk menyetujui pemberian pesangon. c. Terhadap pembayaran pesangon harus dikendalikan/dicatat dalam kartu pembayaran pesangon. Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian terhadap kartu pembayaran pesangon untuk mengetahui karyawan yang mendapat pesangon. b. Melakukan penelitian apakah atas pembayaran pesangon telah mendapat persetujuan pejabat yang berwenang. c. Melakukan verifikasi terhadap kebenaran perhitungan besarnya pesangon. d. Melakukan konfirmasi secara sampling kepada karyawan yang menerima pesangon. 4. Siklus Persediaan dan Penyimpanan. Siklus persediaan dan pergudangan meliputi kegiatan sejak perencanaan kebutuhan persediaan (bahan baku), penerimaan bahan baku dan barang jadi hasil produksi, penyimpanan sampai pada pengiriman barang-barang kepada pembeli. Fungsi-fungsi yang terkait dengan siklus ini adalah fungsi perencanaan, pemesanan, fungsi penyimpanan, fungsi pengiriman barang, fungsi akuntansi dan fungsi keuangan. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada siklus ini adalah: 1) Kekurangan persedian barang akibat pencurian/penggelapan yang dilakukan oleh oknum petugas gudang ditutupi dengan membuat transaksi penjualan kredit fiktip. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan prosedur penerimaan dan pengeluaran barang yang memisahkan fungsi penerimaan barang dengan penyimpanan barang. b. Direksi harus menetapkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan penjualan kredit. c. Opname persediaan (stock opname) harus dilakukan secara periodik dan/atau sewaktu-waktu. d. Pencatatan persediaan barang harus diselenggarakan dengan membuat kartu gantung pada masing-masing barang persediaan, pencatatan berupa kartu persediaan barang oleh Petugas Gudang dan kartu persediaan untuk setiap jenis barang pada Bagian Pembukuan. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan verifikasi kebenaran penjualan dengan cara mengkonfirmasi kebenaran piutang yang timbul dari penjualan kredit. b. Melakukan verifikasi keaslian dan keabsahan atas bukti-bukti penjualan kredit yang dilakukan. c. Melakukan verifikasi atas kesesuaian jumlah fisik barang dengan pembukuan dengan cara melakukan stock opname secara berkala dan mencocokkan kartu persediaan di bagian akuntansi/pembukuan dengan kartu persediaan/ kartu barang. d. Melakukan verifikasi penjualan dan pengeluaran barang dengan cara mencocokkan bukti pesanan, perintah pengeluaran barang, bukti pengeluaran barang, dan surat angkut barang. 2)
Pembelian persediaan fiktif dengan cara mencatat penerimaan persediaan bekas pakai namun kondisinya masih baik sebagai penerimaan pengadaan persediaan baru. Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan pemisahan antara fungsi permintaan barang, pembelian, penerimaan dan pembayaran, dipisahkan dengan fungsi penyimpangan. b. Direksi harus menetapkan persediaan besi berdasarkan analisa kebutuhan dan menetapkan bahwa pembelian hanya dapat dilakukan bila persediaan mencapai atau lebih rendah dari persediaan besi. c. Direksi harus mewajibkan penetapkan spesifikasi persediaan yang dapat dibeli bila kebutuhan pemakai tidak terdapat di gudang. d. Direksi harus menetapkan bahwa setiap penerimaan fisik barang di gudang harus dibandingkan dengan surat jalan dan dibuat Berita Acara Penerimaan Barang. e. Setiap pencatatan utang dari penerimaan persediaan dibuat berdasarkan surat permintaan pembelian, surat pesanan, dan bukti penerimaan barang serta faktur dan packing slip. f. Persediaan barang bekas pakai harus di catat dan disimpan terpisah dari barang baru. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian kebutuhan pembelian persediaan tersebut dengan cara membandingkan pembelian yang dilakukan dengan kebutuhan yang ada, serta konfirmasi dengan pemakai. b. Melakukan pengujian bukti penerimaan barang yang dibayar denga cara menelusuri pencatatannya ke buku persediaan pada Administrasi Persediaan Kantor. c. Melakukan pengujian penerimaan persediaan pada Administrasi Persediaan Kantor ke Administrasi Persediaan Gudang. d. Melakukan pengujian Administrasi Persediaan Gudang dengan cara melakukan stok opname fisik persediaan dan membandingkannya dengan Administrasi Persediaan Gudang e. Melakukan konfirmasi kepada petugas gudang/penerima barang tentang kebenaran penerimaan persediaan dan sumbernya dengan cara membuat permintaan keterangan tertulis. f. Melakukan pengujian nama pihak yang menyerahkan persediaan dengan cara membandingkan nama yang tertera pada bukti penerimaan barang, surat jalan, faktur, surat pesanan dan packing slip. g. Melakukan pengujian bukti pembayaran dengan cara membandingkan bukti kas keluar dengan surat pesanan, permintaan pembelian, bukti pengiriman barang/surat jalan, bukti penerimaan barang dan faktur serta packing slip. 3) Penjualan persediaan oleh oknum karyawan dipertanggung jawabkan sebagai susut gudang.
Bagian
Persediaan
yang
Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan prosedur pemasukan dan pengeluaran persediaan ke gudang serta jenis persediaan yang diperbolehkan diperhitungkan sebagai susut serta koefisien penyusutannya. b. Direksi harus menetapkan pedoman pengelolaan persediaan di gudang dan pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab terhadap persediaan di gudang. c. Laporan penerimaan persediaan, laporan pengeluaran persediaan dan laporan persediaan harus ditandatangani pejabat yang berwenang.
Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas pengelolaan persediaan apakah telah sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan Direksi. b. Melakukan verifikasi terhadap kebenaran persediaan baik jumlah, berat maupun jumlah kollienya dengan cara membandingkan hasil stock opname dengan laporan penerimaan persediaan, laporan pengeluaran persediaan dan laporan stock persediaan. c. Melakukan uji petik terhadap pengukuran kadar air dan membandingkannya dengan laporan kadar air persediaan pada saat pemasukan. 4) Oknum petugas gudang membuat bukti pengeluaran barang gudang palsu untuk menutupi ketekoran persediaan karena penjualan yang dilakukannya. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menempatkan petugas-petugas untuk melaksanakan stock opname persediaan secara periodik dan meneliti selisih yang terjadi dengan catatan dan rekonsiliasi antara Administrasi Persediaan Kantor dengan Administrasi Persediaan Gudang maupun buku besar persediaan b. Direksi harus membuat ketentuan yang melarang petugas gudang mengeluarkan barang tanpa bon permintaan barang yang telah disetujui pejabat yang berwenang. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian pengeluaran barang dengan cara membandingkan buktbukti pengeluaran barang pada Administrasi Persediaan Gudang dengan pencatatan pada Administrasi Persediaan Kantor. b. Melakukan penelitian kebenaran mutasi persediaan dengan menelusuri bukti buku besar dan buku pembantu persediaan. c. Melakukan pengujian bukti dasar dengan membandingkan bukti pengeluaran gudang dengan bukti yang dibukukan maupun bon permintaan barang dari pengguna persediaan. 5) Penjualan/penggelapan persediaan oleh oknum petugas gudang dengan cara menitipkannya pada truk petugas pengiriman kemudian mengambilnya di luar lokasi perusahaan. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menugaskan secara periodik beberapa petugas untuk melaksanakan stok opname dan meneliti perbedaan fisik dengan catatan gudang. b. Setiap orang dan kendaraan yang masuk dan keluar kawasan gudang harus diawasi dengan membuat satu akses keluar/masuk kawasan yang dijaga satpam, setiap orang/kendaraan yang akan masuk harus melapor lebih dahulu pada satpam. c. Petugas gudang dilarang melayani pengambilan barang bagi pihak dan kendaraan yang tidak memiliki/memegang pas masuk, d. Petugas gudang harus membuat bukti pengeluaran barang gudang atas setiap pengambilan barang. e. Pada saat keluar di pintu gerbang, satpam harus meminta pas masuk dari orang/kendaraan yang akan keluar;mengecek fisik barang yang dibawa,
mencocokkan fisik barang dengan bukti pengeluaran barang gudang dan surat jalan. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan stok opname fisik persediaan untuk mengetahui perbedaan fisik dengan catatan. b. Melakukan verifikasi atas bukti pas masuk dan hasil pemeriksaan fisik oleh satpam. c. Membandingkan hasil pemeriksaan satpam dengan bukti pengeluaran barang gudang. 5. Siklus Perolehan Modal dan Pembayaran Kembali Siklus Perolehan Modal dan Pembayaran Kembali pada BUMN/BUMD meliputi kegiatan-kegiatan penerimaan sumber daya modal dalam bentuk hutang dan modal pemilik, pembayaran kembali modal tersebut termasuk pembayaran bunga dan dividen. Penyimpangan-penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini adalah: 1) Penjualan kredit secara besar-besaran tanpa memperhitungkan potensi atau risiko macet dengan tujuan meningkatkan laba perusahaan untuk memperoleh jasa produksi atau tantiem besar yang dilakukan oleh oknum petugas bagian pemasaran atau penjualan. Upaya-upaya Preventif: a. Perusahaan harus mempunyai kebijakan yang sehat mengenai persyaratan penjualan kredit yang dapat diberikan seperti batas maksimum penjualan kredit per pelanggan, tingkat kolektibilitas piutang pelanggan tersebut, dan pemberian discount/insentif bagi pelanggan, serta komisi/insentif bagi petugas bagian pemasaran/penjualan. b. Perusahaan harus mempunyai ketentuan mengenai persyaratan pelanggan yang dapat diberikan penjualan secara kredit. c. Setiap penjualan kredit berikutnya, dapat dilakukan jika pelanggan telah melunasi piutang dari penjualan kredit sebelumnya. d. Setiap penjualan kredit harus mendapatkan otorisasi dari bagian yang berwenang menentukan dapat tidaknya dilakukan penjualan kredit terhadap pelanggan. e. Kartu piutang yang didukung oleh kartu pembantu piutang per pelanggan. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian untuk mengetahui lonjakan penjualan dengan membandingkan penjualan periode berjalan dengan penjualan periode sebelumnya. b. Melakukan penelitian mengenai penjualan yang tidak wajar dengan melakukan kontrol hubungan antara penjualan kredit dengan komisi/insentif yang diberikan kepada petugas bagian penjualan, maupun dengan pengeluaran barang dari gudang. c. Melakukan penelitian mengenai penjualan yang tidak sesuai dengan kebijakan penjualan kredit perusahaan dengan cara membandingkan penjualan kredit yang dilaksanakan dengan kebijakan perusahaan yang ditempuh dalam penjualan kredit.
d. Melakukan pengujian atas kemungkinan pemberian penjualan kredit kepada pelanggan yang kurang bonafide dengan meneliti pada pelanggan yang diberikan penjualan kredit tetapi piutangnya belum dilunasi. e. Melakukan pengujian mengenai kemungkinan penjualan kredit kepada pelanggan yang tidak memenuhi syarat dengan cara membandingkan realisasi penjualan kredit dengan persyaratan perusahaan yang harus dipenuhi pelanggan untuk memperoleh fasilitas penjualan kredit. f. Melakukan pengujian kebenaran saldo piutang dari penjualan kredit dengan cara melakukan konfirmasi piutang penjualan kepada pelanggan yang bersangkutan maupun dengan meneliti bukti-bukti penjualan kredit yang belum dibayar. g. Melakukan penghitungan peningkatan laba bersih yang tidak wajar dengan menghitung pengaruh jumlah penjualan kredit yang tidak wajar pada peningkatan laba bersih. h. Melakukan penghitungan peningkatan jasa produksi dan atau tantiem dan pengaruh peningkatan laba bersih yang tidak wajar terhadap peningkatan jasa produksi dan atau tantiem. 2) Penerbitan Commercial Paper (CP) untuk memperoleh dana tanpa persetujuan Dewan Komisaris dan dipergunakan untuk membeli CP dari perusahaan yang performance-nya kurang baik dengan tujuan memperoleh discounted lebih besar yang dilakukan oleh oknum bagian keuangan. Upaya-upaya Preventif: a. Setiap pinjaman dalam jumlah besar ataupun penerbitan surat berharga harus melalui persetujuan Dewan Komisaris dan harus dituangkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan. b. Direksi harus menetapkan prosedur analisis terhadap pembelian Commercial Paper (investasi) untuk menghindari tidak kembalinya investasi yang dilakukan dan penetapan tujuan untuk setiap rencana pinjaman atau penerbitan surat berharga c. Setiap transaksi penerbitan surat berharga perusahaan dan pembelian surat berharga harus tercatat dan dilakukan analisa yang memadai mengenai potensi yang diharapkan diperoleh. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap laporan keuangan khususnya yang menyajikan pinjaman dan investasi dengan cara memperoleh rincian masing-masing transaksi. b. Melakukan penelitian terhadap penerimaan kas/bank atas hasil penjualan CP dan membandingkan dengan dokumen CP untuk mengetahui jumlah discounted dari hasil penjualan. c. Melakukan penelitian terhadap pengeluaran kas/bank untuk pembelian CP dan membandingkan dengan dokumen CP untuk mengetahui discounted yang diterima sebagai pendapatan d. Melakukan konfirmasi mengenai kepastian pelunasan pada saat jatuh tempo untuk tiap pembelian CP yang dilakukan e. Melakukan penelitian kembali atas analisa yang telah dilakukan untuk tiap transaksi pembelian yang dilakukan 3) Pelunasan pinjaman dalam jumlah besar yang telah ditetapkan dalam RKAP tidak segera dibayarkan kepada Bank oleh oknum karyawan bagian keuangan namun
dipergunakan untuk usaha perusahaan yang berisiko tinggi, untuk mendapat laba yang tinggi namun gagal sehingga pinjaman tersebut menjadi macet serta perusahaan terkena denda dan beban bunga yang lebih besar. Upaya-upaya Preventif: a. Pelunasan hutang kepada Bank harus dituangkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). b. Dewan Komisaris dan Dewan Direksi harus mempunyai kendali dan sarana pemantauan pelaksanaan RKAP dalam hal ini rencana pelunasan pinjaman yang jumlahnya material. c. Direksi agar membentuk Escrow Account sebagai rekening penampung pembayaran pinjaman dan pencairannya harus diketahui Dewan Komisaris. Upaya-upaya Detektif: a. Membandingkan laporan keuangan bulanan dengan RKAP, b. Meminta dokumen pelunasan pinjaman dan melakukan konfirmasi kepada bank. c. Melakukan penelitian terhadap beban biaya bunga yang dibayar dengan cara meneliti rincian pembayaran bunga. 6. Kecurangan Keuangan Lainnya Kecurangan keuangan lainnya adalah penyimpangan keuangan yang terjadi pada BUMN/BUMD yang tidak termasuk dalam siklus kegiatan di atas. Penyimpanganpenyimpangan keuangan lainnya yang pada umumnya terjadi pada BUMN/BUMD sebagai berikut: 1) Cek untuk setoran PPh Pasal 25 tidak disetorkan ke Kas Negara/Bank Persepi tetapi diambil dan digunakan untuk kepentingan pribadi oleh petugas penyetor dengan membuat bukti setoran pajak fiktif. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan penanggung jawab pelaksanaan pembayaran dan penyetoran pajak-pajak. b. Direksi harus menetapkan adanya pelaporan secara berkala atas kewajiban perpajakan yang jatuh tempo dan pembayarannya. c. Direksi harus menetapkan prosedur pembayaran kewajiban perpajakan yaitu setiap pembayaran kewajiban pajak ke bank persepsi harus menggunakan cek atas nama Kas Negara dan setiap cek untuk pembayaran kewajiban pajak harus dilakukan sekurang-kurangnya oleh dua orang Direktur. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap laporan berkala dengan membandingkan kewajiban pajak yang jatuh tempo dengan bukti-bukti penyetorannya. b. Melakukan verifikasi untuk mengungkapkan adanya keterlambatan pembayaran pajak yang jatuh tempo dengan meneliti ada/tidaknya surat teguran keterlambatan pembayaran setoran pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
c. Melakukan pengujian mengenai kebenaran setoran-setoran pajak dengan melakukan konfirmasi kepada Bank Persepsi maupun kepada KPP mengenai setoran-setoran pajak yang telah dilakukan. 2) Penerimaan bunga hasil penempatan dana pada pihak ketiga tidak disetorkan ke kas perusahaan dan tidak dicatat sebagai pendapatan tetapi diterima oleh oknum petugas bagian keuangan. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan prosedur penempatan dana dan setiap dana yang dikeluarkan dalam jumlah besar agar jelas tujuan pengeluarannya. b. Setiap penempatan dana harus mendapat persetujuan dari Direksi atau pejabat yang ditunjuk. c. Direksi harus menetapkan kewajiban membuat laporan kepada pihak manajemen mengenai posisi kas/bank dan penempatan dana secara periodik. d. Perkiraan Investasi dalam penyajiannya dalam neraca harus dibuatkan rinciannya secara detail mencakup jenis penempatan dan kontrak-kontrak yang diadministrasikan dalam kartu-kartu. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap laporan kas/bank dan penempatan dana secara berkala. b. Melakukan pengujian terhadap laporan kas/bank dan penempatan dana, kartu-kartu penempatan dana dan bilyet/dokumen transaksi penempatan dana dan menguji terhadap periode-periode penerimaan hasil penempatan dan menelusurinya ke Kas/bank serta Perkiraan pendapatannya. 3) Dana hasil emisi saham dan atau penerbitan obligasi yang diterima penjamin emisi (underwriter) tidak segera disetorkan ke rekening emiten, tetapi oleh oknum karyawan/pejabat penjamin emisi dipergunakan untuk penempatan Deposit On Call. Upaya-upaya Preventif: a. Kontrak kerjasama dengan underwriter harus menetapkan batas waktu penyetoran dana hasil emisi saham dan atau penjualan obligasi. b. Emisi saham dan atau penerbitan obligasi harus didukung dengan jaminan yang dapat dicairkan sewaktu-waktu apabila underwriter tidak memenuhi ketentuan kerjasama. c. Penjamin emisi harus membuat standing order pemindahan dana setiap hari dari rekening underwriter ke rekening perusahaan. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas kontrak kerjasama antara perusahaan dengan underwriter apakah batas waktu penyetoran dana hasil emisi saham dan atau penjualan obligasi telah ditetapkan. b. Meminta daftar pembayaran hasil emisi saham dan atau obligasi dari underwriter dan membandingkan realisasi penyetoran hasil emisi saham dan atau obligasi dari underwriter dengan ketentuan kontrak kerjasama.
4) Pembelian promes yang berpotensi tidak tertagih pada saat jatuh tempo dilakukan oleh oknum karyawan/pejabat perusahaan dengan imbalan tertentu dari penerbit promes. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan pejabat yang berwenang memutuskan pembelian promes. b. Direksi harus menetapkan jumlah maksimal pembelian promes yang dapat dilakukan oleh pejabat yang berwenang memutuskan. c. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa pembelian promes hanya dapat dilakukan terhadap perusahaan yang mendapat peringkat baik dari PT. Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) d. Setiap pembelian promes harus dengan analisa tertulis mengenai kemampuan perusahaan penerbit promes membayar utang pada saat promes tersebut jatuh tempo. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan pengujian kebenaran jumlah promes yang dibeli dengan cara membandingkan daftar promes dengan bukti promes yang dipegang perusahaan b. Melakukan verifikasi rating perusahaan penerbit promes dengan cara konfirmasi kepada PT Pefindo serta perusahaan penerbit yang telah go public dan Bapepam c. Melakukan penelitian kemampuan perusahaan penerbit promes membayar utang pada saat promes tersebut jatuh tempo dengan cara membuat analisa laporan keuangan perusahaan d. Melakukan verifikasi kredibilitas penerbit promes dengan cara meneliti kepatuhannya membayar promes yang jatuh tempo. 5) Penjaminan promes oleh perusahaan asuransi yang melebihi retensi sendiri (batas buffer/nilai pertanggungan maksimal yang dapat ditanggung sendiri) yang dilakukan oleh oknum karyawan/pejabat perusahaan asuransi untuk mendapatkan komisi, tetapi pada saat jatuh tempo tidak dapat dibayar oleh penerbit promes. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan bahwa penambahan nilai pertanggungan tidak boleh menyebabkan retensi sendiri lebih rendah dari jumlah yang harus ada. b. Direksi harus menetapkan ketentuan menyangkut pengamanan resiko berupa kewajiban mereasuransi sebagian dari nilai pertanggungan, menjaga saldo retensi sendiri, menjaga tingkat solvabilitas serta melakukan investasi hanya pada bidang-bidang yang diijinkan sesuai ketetapan Menteri Keuangan. c. Direksi harus menetapkan pertugas atau pejabat yang berwenang menyetujui penerimaan pertanggungan sesuai dengan nilai pertanggungan yang diambil. d. Direksi harus menetapkan prosedur untuk melakukan analisa atas kemampuan perusahaan penerbit promes dalam menyelesaikan kewajiban promesnya. e. Direksi menetapkan prosedur yang harus dilaksanakan dalam melakukan analisa pertanggungan yang diambil, serta menunjuk petugas yang
bertanggung jawab untuk melakukan analisa tersebut dan semua polis asuransi harus dibuat secara tertulis. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian klaim atas pertanggungan yang melebihi retensi dengan cara meneliti daftar klaim yang masuk dan membandingkannya dengan polis nilai pertanggungan. b. Melakukan penelitian timbulnya kewajiban pembayaran klaim dengan cara meneliti penagihan kepada penerbit promes. 6) Penjualan tanah yang dilakukan dengan penyerahan sertifikat Hak Guna Usaha sebelum pelunasan pembayaran dengan imbalan tertentu yang mengakibatkan pembeli menjual kembali aktiva tetap (tanah) tersebut kepada pihak lain. Upaya-upaya Preventif: a. Pelepasan/penjualan aktiva tetap harus berdasarkan persetujuan dari Pejabat yang berwenang. b. Serah terima sertifkat Hak Guna Usaha hanya dapat dilakukan setelah pembayaran dilunasi, akte jual beli dibuat dan dicatatkan/diregister di Kantor Pertanahan setempat. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian apakah pelepasan aktiva tetap telah disetujui Pejabat yang berwenang. b. Melakukan pengujian keabsahan penjualan dengan meneliti kesesuaian antara persetujuan Pejabat yang berwenang dengan perjanjian jual beli, akte jual beli serta sertifikat HGU aktiva tetap yang dijual. c. Melakukan pengujian atas kebenaran penerimaan hasil penjualan aktiva tetap dengan membandingkan penerimaan pada rekening bank perusahaan dengan harga penjualan yang ditetapkan dalam perjanjian jual beli. d. Melakukan verifikasi luas aktiva tetap yang dijual dengan cara membandingkan sertifikat Hak Guna Usaha aktiva tetap yang dijual dengan akte jual beli aktiva tetap yang dijual. 7) Pemanfaatan tanah milik perusahaan yang tidak produktif untuk tujuan kepentingan pribadi oknum karyawan perusahaan tanpa persetujuan pejabat yang berwenang. Upaya-upaya Preventif: a. Menyelenggarakan pencatatan atas seluruh tanah milik perusahaan, status, dan pemanfaatannya. b. Tujuan pemanfaatan tanah kosong atau alasan tidak dimanfaatkannya tanah kosong harus jelas diungkapkan dalam buku pencatatan perusahaan. c. Pemanfaatan tanah diluar tujuan perusahaan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang. d. Hasil/sewa pemanfaatan tanah perusahaan oleh pihak lain harus mendapat persetujuan pejabat yang berwenang dan disetorkan ke kas Perusahaan. Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian apakah terdapat tanah milik perusahaan yang tidak dimanfaatkan. b. Melakukan pengujian fisik lokasi tanah yang tidak dimanfaatkan tersebut apakah digunakan untuk tujuan lain selain kepentingan perusahaan. c. Melakukan pengujian apakah tanah perusahaan yang digunakan oleh pihak lain telah mendapat persetujuan dari pejabat perusahaan yang berwenang. d. Melakukan penelitian apakah besarnya sewa/hasil tanah tersebut telah mendapat persetujuan dari Pejabat yang berwenang dan penerimaannya disetorkan ke kas perusahaan. 8) Pelaksanaan Tukar Guling (Ruislaag) dilakukan dengan merendahkan nilai asset milik perusahaan dan menaikkan nilai asset penggantinya untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Upaya-upaya Preventif: a. Menetapkan ketentuan yang mengatur pelaksanaan ruilslaag harus melalui kajian Tim Independen. b. Menetapkan ketentuan yang mengatur pelaksanaan ruilslaag harus mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang. c. Menyusun pedoman pelaksanaan ruislaag dan tata cara penilaian asset lama yang akan ditukar. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan perhitungan nilai buku gedung/kantor dengan metode penjualan yang berlaku sesuai Standar Akuntansi Keuangan. b. Melakukan penelitian jenis, kelas, luas, status kepemilikan pembebasan dan peruntukan tanah/bangunan pengganti dari investor sesuai yang dipersyaratkan. c. Melakukan pengujian kewajaran harga aset yang dipertukarkan apakah telah sesuai dengan harga pasar, NJOP dan harga yang ditetapkan oleh Pemerintah. 9) Penjualan aset perusahaan tidak melalui prosedur yang berlaku dan tanpa persetujuan pejabat yang berwenang untuk keuntungan pribadi oknum karyawan/pejabat perusahaan yang berkepentingan. Upaya-upaya Preventif: a. Setiap aset milik perusahaan harus dicatat dalam daftar inventaris milik perusahaan. b. Melakukan pengecekan fisik setiap akhir tahun. c. Penjualan atau penghapusbukuan barang yang telah terdaftar dalam Daftar Inventaris perusahaan dilakukan setelah mendapat persetujuan pejabat yang berwenang, dan melaporkannya kepada pejabat yang berwenang. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan pengujian kebenaran daftar inventaris aset milik perusahaan. b. Melakukan pengecekan fisik aset milik perusahaan dan buat berita acara hasil pengecekan fisik.
c. Membandingkan berita acara hasil pengecekan fisik dengan daftar inventarisnya. d. Melakukan penelitian apakah penjualan aset telah disetujui oleh pejabat yang berwenang. e. Melakukan penelitian kewajaran harga aset yang dijual. 10) Penjualan aset milik perusahaan dilakukan tidak melalui lelang melainkan dengan penunjukkan langsung kepada pegawai/ pejabat perusahaan dengan harga murah melalui manipulasi kondisi barang yang akan dijual. Upaya-upaya Preventif: a. Menetapkan suatu keharusan untuk menyertakan hasil penilaian kondisi aset dari instansi berwenang dalam setiap permohonan penghapusan/ penjualan aset milik perusahaan. b. Menetapkan suatu prinsip penjualan yang mengutamakan maksimalisasi hasil penjualan, wajar dan transparan. c. Menetapkan harga dasar penjualan asset (limit harga) dengan memperhatikan harga pasar yang berlaku. d. Menetapkan ketentuan bahwa penjualan asset perusahaan yang nilainya material harus melalui pelelangan secara terbuka. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan inventarisasi aset yang dijual, serta membandingkannya dengan laporan inventarisasi asset dalam tahun-tahun terakhir. b. Melakukan Identifikasi apakah terdapat perubahan kondisi barang yang cukup signifikan terhadap aset yang akan dijual. c. Melakukan perbandingan kondisi barang saat akan dijual dengan kondisi barang pada tahun-tahun lalu. d. Melakukan konfirmasi kepada instansi terkait guna memastikan kebenaran isi laporan kondisi aset yang akan dijual. e. Melakukan pengujian atas limit harga jual yang ditetapkan oleh panitia penjualan barang. f. Melakukan pengujian apakah penjualan asset yang material dilakukan dengan pelelangan terbuka (dengan penawaran terbuka). g. Melakukan pengujian apakah prosedur pelelangan asset perusahaan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. h. Melakukan wawancara kepada pembeli, untuk memperoleh penjelasan/keterangan mengenai proses pembelian yang dilakukan serta besarnya pembayaran yang dilakukan. 11) Pendaftaran kontainer kosong oleh eksportir sebagai objek pertanggungan asuransi ekspor yang kemudian dilaporkan hilang dengan tujuan untuk memperoleh klaim dari perusahaan asuransi yang hasilnya untuk keuntungan pribadi karyawan/pejabat perusahaan. Upaya-upaya Preventif: a. Dalam melakukan penutupan kontrak asuransi Agen asuransi harus melakukan pengecekan kelengkapan persyaratan dan kebenaran isi dokumen yang diberikan oleh calon nasabah asuransi. b. Agen asuransi/pejabat asuransi harus mengenali profil nasabah dan meneliti sejarah nasabah apakah pernah terlibat kejahatan ausransi.
c. Sebelum menutup kontrak asuransi, pihak asuransi meminta konfirmasi mengenai data historis/kinerja ekspor calon nasabah dari instansi terkait seperti Deperindag, Ditjen Bea dan Cukai, Bank dan importir di luar negeri. d. Pengajuan dan pencairan klaim harus melalui prosedur yang berlaku dan mengecek kebenaran dokumen pengajuan klaim e. Melakukan pengecekan mendadak terhadap proses produksi dan pemuatan barang ekpor ke dalam kontainer. f. Sebelum menerima pencairan klaim perusahaan asuransi harus melakukan konfirmasi kebenaran hilangnya kontainer kepada freight forwarde, negara tujuan, importir di luar negeri. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen penutupan kontrak asuransi dan dokumen pengajuan klaim. b. Melakukan pengujian kebenaran formal dokumen dan prosedur penutupan kontrak dan pencairan klaim. c. Melakukan penelitian terhadap kronologis/tanggal dokumen penutupan kontrak asuransi dan pengajuan klaim untuk mengetahui adanya kejanggalan pencairan klaim. d. Melakukan penelusuran atas arus dokumen dan arus uang untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat dan adanya pelanggaran prosedur. e. Melakukan konfirmasi kepada pihak/instansi terkait yang menerbitkan dokumen ekspor seperti Bea dan Cukai, Bank, Deperindag, perusahaan pengangkut, Importir, Bea dan Cukai di negara tujuan. f. Meminta kepolisian melakukan penyelidikan terhadap pihak-pihak yang terkait penutupan kontrak dan pencairan klaim asuransi. 12) Pendaftaran gedung tua sebagai objek pertanggungan asuransi kerugian dengan nilai tinggi yang kemudian dibakar untuk memperoleh klaim ganti rugi untuk keuntungan pribadi oknum perusahaan. Upaya-upaya Preventif: a. Dalam melakukan penutupan kontrak asuransi Agen asuransi harus melakukan pengecekan kelengkapan persyaratan dan kebenaran isi dokumen yang diberikan oleh calon nasabah asuransi b. Agen asuransi/pejabat asuransi harus mengenali secara fisik/bangunan yang menjadi objek pertanggungan. c. Sebelum menutup kontrak asuransi, pihak penilai harus melakukan pengamatan fisik dan perhitungan nilai bangunan dengan cermat agar nilai pertanggungan menjadi wajar. d. Pengajuan dan pencairan klaim harus melalui prosedur yang berlaku dan mengecek kebenaran dokumen pengajuan klaim e. Melakukan pengecekan mendadak terhadap kondisi bangunan termasuk mengevaluasi nilai pasar objek pertanggungan. f. Sebelum menerima pencairan klaim, perusahaan asuransi harus melakukan konfirmasi kebenaran penyebab kebakaran kepada nasabah dan instansi terkait. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen penutupan kontrak asuransi dan dokumen pengajuan klaim.
b. Melakukan pengujian kebenaran formal dokumen dan prosedur penutupan kontrak dan pencairan klaim. c. Melakukan penelitian terhadap kronologis/tanggal dokumen penutupan kontrak asuransi dan pengajuan klaim untuk mengetahui adanya polis yang backdated. d. Melakukan penelusuran terhadap arus dokumen dan arus uang untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat dan adanya pelanggaran prosedur. e. Melakukan konfirmasi kepada instansi terkait yang menerbitkan dokumen penyebab kebakaran seperti Kepolisian dan Dinas Pemadam Kebakaran. f. Melakukan pengecekan fisik untuk mengetahui tingkat kerusakan gedung dan menghitung kewajaran pembayaran klaim. g. Meminta kepolisian melakukan penyelidikan atas pihak-pihak yang terkait dengan penutupan kontrak dan pencairan klaim asuransi. 13) Mobil perusahaan sebagai korban tabrakan yang didaftar sebagai peserta asuransi kerugian oleh oknum perusahaan asuransi dan kemudian diajukan klaim ganti rugi. Upaya-upaya Preventif: a. Dalam melakukan penutupan kontrak asuransi Agen asuransi harus mengecek kelengkapan persyaratan dan kebenaran isi dokumen yang diberikan oleh calon nasabah asuransi. b. Agen asuransi/pejabat asuransi harus mengenali secara fisik/ manandai ciri fisik mobil yang menjadi objek pertanggungan. c. Pengajuan dan pencairan klaim harus melalui prosedur yang berlaku dan mengecek kebenaran dokumen pengajuan klaim d. Melakukan evaluasi rutin atas kinerja bengkel yang menjadi partner perusahaan asuransi dan meneliti laporan perbaikan mobil. e. Sebelum menerima pencairan klaim perusahaan asuransi harus melakukan konfirmasi kebenaran penyebab kecelakaan kepada nasabah dan bengkel. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen penutupan kontrak asuransi dan dokumen pengajuan klaim. b. Melakukan pengujian kebenaran formal dokumen dan prosedur penutupan kontrak dan pencairan klaim. c. Melakukan penelitian terhadap kronologis/tanggal dokumen penutupan kontrak asuransi dan pengajuan klaim untuk mengetahui adanya polis yang backdated. d. Melakukan penelusuran terhadap arus dokumen dan arus uang untuk mengetahui adanya pelanggaran prosedur. e. Melakukan konfirmasi kepada instansi yang menerbitkan dokumen penyebab kecelakaan mobil seperti Kepolisian, dan bengkel. f. Melakukan pengecekan fisik untuk mengetahui tingkat kerusakan mobil dan menghitung kewajaran pembayaran klaim. g. Meminta kepolisian melakukan penyelidikan atas pihak-pihak yang terkait dengan penutupan kontrak dan pencairan klaim asuransi. 14) Mendaftarkan orang yang telah meninggal sebagai peserta asuransi jiwa yang diajukan oleh oknum karyawan/pejabat perusahaan untuk memperoleh klaim asuransi jiwa akibat kecelakaan.
Upaya-upaya Preventif: a. Dalam melakukan penutupan kontrak asuransi agen asuransi harus mengecek kelengkapan persyaratan dan kebenaran isi dokumen yang diberikan oleh calon nasabah asuransi. b. Terhadap kontrak asuransi yang bernilai besar, manager asuransi harus melakukan penelitian terhadap profile nasabah. c. Agen asuransi/pejabat asuransi harus mengenali secara fisik/ menandai ciri fisik calon nasabah. d. Pengajuan dan pencairan klaim harus melalui prosedur yang berlaku dan mengecek kebenaran dokumen pengajuan klaim. e. Sebelum menerima pencairan klaim perusahaan asuransi harus melakukan konfirmasi kebenaran penyebab meninggalnya nasabah. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen penutupan kontrak asuransi dan dokumen pengajuan klaim. b. Melakukan pengujian kebenaran formal dokumen dan prosedur penutupan kontrak dan pencairan klaim. c. Melakukan penelitian terhadap kronologis/tanggal dokumen penutupan kontrak asuransi dan pengajuan klaim untuk mengetahui adanya polis yang backdated. d. Melakukan penelusuran terhadap arus dokumen dan arus uang untuk mengetahui adanya pelanggaran prosedur. e. Melakukan konfirmasi kepada instansi terkait yang menerbitkan dokumen penyebab kematian seperti Kepolisian, Rumah Sakit, dan instansi lainnya. f. Meminta kepolisian melakukan penyelidikan atas pihak-pihak yang terkait dengan penutupan kontrak dan pencairan klaim asuransi. 15) Hasil perhitungan nilai kerugian oleh petugas bagian apraisal (penilai) atas gedung dan atau persediaan yang terbakar dinilai lebih tinggi dari yang sebenarnya, yang diharapkan oleh oknum pegawai/pejabat perusahaan mendapat imbalan tertentu dari pihak tertanggung. Upaya-upaya Preventif: a. Laporan perhitungan kerugian akibat kebakaran harus melalui review berjenjang dan melalui persetujuan oleh Direksi. b. Melakukan evaluasi secara periodik terhadap kinerja penilai termasuk hasil perhitungan yang pernah disusunnya. c. Membuat standar dan metode perhitungan yang dapat mencegah penilai melakukan markup perhitungan kerugian. d. Dalam hal tertentu pihak perusahaan dapat menyewa penilai yang independen untuk menghitung kerugian karena kebakaran. e. Mengusulkan pencabutan ijin profesi aktuaris yang terbukti melakukan markup perhitungan dan memasukkannya ke dalam daftar black list. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelusuran mengenai hubungan istimewa antara penilai dengan nasabah asuransi. b. Melakukan perhitungan ulang terhadap laporan kerugian yang melewati batas kewajaran pengajuan klaim.
c. Melakukan konfirmasi kepada nasabah, kepolisian, bank, dan instansi yang berkompeten mengenai kerugian yang diderita nasabah.
B. PENGELOLAAN PERBANKAN
1. Pengelolaan Dana Pihak Ketiga. Pengelolaan dana pihak ketiga meliputi pengelolaan dana pihak lain pada Bank dalam bentuk giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito yang penarikannya dapat dilakukan menurut ketentuan yang disetujui bersama dengan pemilik dana. Penyimpangan-penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada pengelolaan dana pihak ketiga sebagai berikut: 1)
Memberikan tingkat bunga deposito pada perusahaan terkait pada Bank yang lebih tinggi dari tingkat bunga kredit, dimana sumber dana penempatan deposito tersebut berasal dari kredit yang diperoleh dari bank yang bersangkutan. Upaya-upaya Preventif: a. Pemberian tarif bunga deposito harus mengikuti ketentuan tarif yang berlaku pada Bank dengan mempertimbangkan cost of money. b. Pemilik dan atau pengurus Bank harus mengumumkan pihak terkaitnya dan menyerahkan surat pernyataan kepada Bank Indonesia yang menyatakan pihak terkait tidak akan melakukan intervensi pengelolaan Bank. c. Direksi harus menerapkan sistem pembukuan komputer yang dapat menolak setiap transaksi pembukaan deposito atas nama nasabah kredit yang bunga depositonya lebih tinggi daripada bunga kredit. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas daftar saldo deposito mingguan, bulanan dan tahunan berikut mutasi dan suku bunganya. b. Melakukan pengujian perhitungan biaya bunga deposito dan pembayaran PPh pasal 23 untuk deposito bernominal besar dan pembukuan biaya bunga serta rekening-rekening terkait. c. Melakukan penelitian atas bukti-bukti pembukuan, aplikasi pembukaan deposito, Nota Debet dan Nota Kredit, sumber dana rekening pinjaman dan dokumen pendukung lainnya. d. Melakukan penelitian atas file kredit dan pemanfaatan dana untuk mengetahui ketaatan prosedur pemberian kredit, kelayakan usaha, dan penggunaan dananya.
2) Memberikan suku bunga deposito diatas suku bunga yang tertera dalam Bilyet Deposito (special rate), yang pada saat jatuh tempo kelebihan bunga tersebut dibukukan pada biaya lain-lain sehingga mengurangi PPh untuk Negara. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa pembukaan deposito dan pemberian special rate harus mendapat persetujuan Pejabat Bank disertai dengan pembukuan yang transparan agar tidak mengganggu likuiditas Bank/kesehatan Bank.
b. Merancang sistim pembukuan komputer yang dapat menolak pembayaran bunga depostio dan pembayaran lainnya atas beban rekening deposito yang sama. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas daftar saldo deposito mingguan, bulanan dan tahunan berikut mutasi dan suku bunganya. b. Melakukan pengujian perhitungan biaya bunga deposito dan pembayaran Pph pasal 23 untuk deposito bernominal besar. c. Melakukan penelusuran atas pembukuan biaya bunga dan rekening-rekening lainnya yang terkait dengan rekening deposito. d. Melakukan penelitian atas bukti-bukti pembukuan, aplikasi pembukaan deposito,dan dokumen pendukung lainnya. e. Melakukan konfirmasi kepada nasabah deposito mengenai besarnya bunga deposito yang bersangkutan. 3) Permintaan dari nasabah untuk memperpanjang deposito jatuh tempo telah dirubah Teller menjadi deposito baru dengan diketik secara manual dan datanya tidak dimasukkan ke dalam sistem komputer serta uangnya diambil oleh Teller. Upaya-upaya Preventif: a. Password komputer teller harus dirubah secara periodik dan pemberian password harus atas ijin pejabat Bank. b. Akses terhadap sarana kerja teller harus dibatasi dan petugas teller harus dimutasi secara periodik. c. Setiap setoran dan pencairan deposito harus melalui verifikasi dan diberi tanda sah dengan mesin validasi otomatis. d. Pemakaian dokumen berharga termasuk bilyet deposito harus diawasi dan persediaannya dicek fisik secara periodik. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap kelengkapan aplikasi pembukaan deposito dan pencairannya. b. Melakukan penelitian terhadap mutasi pencairan deposito untuk mengetahui adanya pencairan deposito yang tidak lazim dan tidak sesuai prosedur. c. Melakukan perhitungan saldo fisik bilyet deposito dan membandingkan dengan pencatatannya untuk mengetahui apakah bilyet deposito yang dikeluarkan sama jumlahnya dengan pembukuan deposito. d. Melakukan rekonsiliasi antara kartu deposito dengan buku besar dan daftar outstanding deposito dan rekonsiliasi transaksi gabungan kas dengan laporan harian teller 4) Teller yang merangkap sebagai Customer Service menunda pembukuan atas setoran yang dilakukan oleh nasabah, dan uang setoran yang diterima dipergunakan untuk kepentingan pribadi. Upaya-upaya Preventif: a. Petugas customer services harus dipisahkan dari petugas penerima setoran (teller). b. Kepala Bagian Kas harus melakukan rekonsiliasi terhadap seluruh transaksi
berdasarkan register penyetoran dan penarikan uang. c. Kepala Bagian Kas harus melakukan pengecekan pembukuan transaksi tunai dan non tunai dengan bukti-bukti pendukung. d. Kepala Cabang/Divisi Treasury harus melakukan cek fisik uang dan surat berharga yang ada pada teller secara mendadak. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian apakah petugas customer services dipisahkan dari petugas penerima setoran (teller). b. Melakukan verifikasi kebenaran transaksi tunai dengan bukti-bukti pendukungnya. c. Melakukan verifikasi kebenaran jumlah transaksi tunai dengan cara stock opname uang di teller secara mendadak. 5) Nota kredit dari Bank lain untuk deposito nasabah diubah menjadi sebagian deposito dan sebagian tabungan dengan cara memalsukan tanda tangan nasabah, di mana tabungannya dikuasai dan dimanfaatkan oleh Teller. Upaya-upaya Preventif: a. Nota kredit masuk baru diakui setelah dana efektif masuk ke rekening giro Bank di Bank Indonesia. b. Intruksi nasabah melalui telepon harus diberitahukan kepada pejabat Bank dan dilakukan konfirmasi ulang kepada nasabah. c. Melakukan pemeriksaan fisik uang tunai dan surat berharga yang dikuasai teller secara mendadak dan pemeriksaan secara diam-diam atas rekening tabungan teller. d. Akses terhadap sarana kerja teller dibatasi dan melakukan mutasi pegawai teller secara periodik. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap nota kredit masuk dan cara penyelesaiannya. b. Melakukan penelitian kelengkapan persyaratan warkat kliring seperti stempel kliring, kebenaran jumlah, dan validasi petugas Bank. c. Melakukan penelusuran terhadap pembukuan/pencatatan hasil kliring serta kontrol hubungan antara mutasi rekening tabungan milik teller dengan laporan harian teller yang bersangkutan. 6) Deposito milik pihak terkait pada Bank dicairkan sebanyak dua kali dengan cara memanfaatkan rekening suspen-non tunai. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa penyelesaian rekening suspennon tunai harus berdasarkan persetujuan pejabat Bank yang ditetapkan. b. Setiap pencairan deposito harus diverifikasi dengan cermat untuk memastikan apakah dana yang akan dicairkan benar-benar masih ada saldonya di Bank. c. Sistem komputer harus didesain sedemikian rupa sehingga otomatis menolak transaksi penggunaan suspen account yang tidak ada dasar transaksinya. Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian kelengkapan aplikasi pembukaan deposito untuk mengetahui apakah pembukaan dan penutupan deposito dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku di Bank. b. Melakukan verifikasi kebenaran bukti-bukti pendukung transaksi pembukaan dan pencairan deposito. c. Melakukan penelitian terhadap mutasi deposito pihak terkait dengan Bank dan menguji perhitungan bunga Bank dan pembebanan biaya bunga. d. Melakukan penelitian atas daftar outstanding deposito dan mutasi rekening suspen account. 7) Mengambil tabungan nasabah tidak aktif dengan cara memalsukan tandatangan nasabah dan memindahkan ke rekening pegawai bank. Upaya-upaya Preventif: a. Pemberian password untuk teller harus atas seijin pejabat Bank dan harus diubah secara periodik. b. Setiap setoran dan pencairan deposito nasabah harus melalui proses verifikasi dan diberikan tanda validasi dengan menggunakan mesin validasi otomatis. c. Petugas teller harus dimutasi secara periodik. Upaya- upaya Detektif: a. Melakukan penelitian mutasi rekening nasabah pasif. b. Melakukan verifikasi atas dokumen dan pembukuan penarikan rekening nasabah pasif termasuk alur dananya. c. Melakukan konfirmasi saldo rekening nasabah pasif untuk memastikan kebenaran transaksi. 8) Rekening giro nasabah yang telah ditutup dimanfaatkan untuk menarik dana untuk kepentingan pribadi pegawai Bank. Upaya-upaya Preventif: a. Aplikasi pembukaan rekening giro harus diisi dengan lengkap disertai bukti diri dan dokumen yang sah. b. Penyimpanan data nasabah hanya dapat diakses oleh pegawai yang telah mendapat otorisasi dari pejabat Bank. c. Pemberian password komputer teller harus atas seijin pejabat dan diubah secara periodik. d. Data nasabah yang menutup rekeningnya harus segera dihapus dari sistem komputer dan pelaksanaannya dimonitor secara periodik. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas kelengkapan formal aplikasi pembukaan rekening giro beserta dokumen pendukungnya. b. Melakukan penelitian atas penarikan dana dan arus keluar– masuk uang berdasarkan laporan transaksi harian teller. c. Melakukan penelitian atas penarikan giro berjumlah besar dan transaksi yang tidak lazim serta secara periodik membandingkan daftar saldo rekening giro. d. Melakukan konfirmasi saldo untuk memastikan kebenaran transaksi-transaksi yang tidak lazim dan material. e. Melakukan penelitian apakah data rekening nasabah yang ditutup telah
dihapus dari sistem komputer. 2. Penempatan Dana Bank
Penempatan dana Bank adalah penanaman dana pada Bank lain baik di dalam negeri maupun di luar negeri dalam bentuk interBank call money, tabungan, deposito berjangka, dan lain-lain yang sejenis dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan. Penempatan dana Bank termasuk dalam bentuk wesel, surat pengakuan hutang, saham, obligasi dan sekuritas kredit. Penyimpangan-penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada pengelolaan dana pihak ketiga sebagai berikut: 1) Penempatan dana pada bank di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa dengan bank, yang pada saat jatuh tempo dana tersebut sengaja tidak dapat dicairkan sehingga harus ditalangi dengan dana bantuan likuiditas Bank Indonesia. Upaya-upaya Preventif: a. Penempatan dana Bank harus memperhatikan bonafiditas dan nama baik counterparty dengan cara melakukan Bank checking kepada otoritas moneter. b. Penempatan dana dalam valuta asing harus dilindungi dengan fasilitas lindung nilai (hedging). c. Divisi Treasury melakukan pemantauan kolekstibilitas penempatan dananya secara periodik. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap counterparty profile, credit limit, kolektibilitas aktiva produktif dan maturity profilenya. b. Melakukan verifikasi daftar outstanding PUAB dan laporan-laporan lain yang dibuat Bank menyangkut transaksi penempatan dana. c. Melakukan penelusuran ke dokumen pendukung dan korespondensi Bank untuk mengetahui alur transaksi dan rekonstruksi peristiwanya. d. Menanyakan kepada counterparty penyebab tidak dapat ditariknya penempatan dana Bank. 2) Penempatan dana pada bank lain dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dari tingkat bunga yang tertera pada dokumen, dan selisih bunga ditransfer ke rekening pejabat Bank. Upaya-upaya Preventif: a. Setiap deal penempatan dana yang bernilai besar harus mendapat persetujuan Direksi dan atau Dewan Komisaris. b. Rekaman pembicaraan dealer (dealer conversation) harus disimpan sebagai bukti pendukung transasksi. c. Penempatan dana harus dilakukan pada Bank yang berkategori sehat dan mempunyai reputasi bagus. d. Memantau rekening pribadi pejabat bank secara periodik. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas transfer yang masuk ke rekening pejabat Bank.
b. Melakukan konfirmasi kepada counterparty untuk mengetahui kebenaran bunga penempatan. c. Melakukan penelitian atas rekaman pembicaraan dealer dengan counterparty. 3) Penempatan dana pada cabang Bank di luar negeri yang dipinjamkan kepada perusahaan milik keluarga pemilik/pengurus Bank di luar negeri, dan dipergunakan untuk membeli saham Bank pada saat Bank melakukan emisi saham, dengan tujuan untuk menaikkan harga saham. Upaya-upaya Preventif: a. Pemberian kredit harus sesuai dengan prosedur dan prinsip-prinsip pengelolaan Bank yang sehat. b. Pemilik dan pengurus Bank harus mengumumkan pihak terkaitnya dan menyerahkan surat pernyataan kepada Bank Indonesia yang menyatakan pihak terkait tidak akan melakukan intervensi atas pengelolaan Bank. c. Divisi Treasury harus melakukan pemantauan atas kolektibilitas penempatan dana dan menghitung risikonya. d. Pemberian kredit cabang Bank di luar negeri harus memperhatikan prinsip kehati-hatian dan berdasarkan prosedur yang normal. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas laporan transaksi harian/daily Blotter, Laporan Mingguan Penempatan Dana, Laporan PDN dan mutasi rekening nostro dari divisi treasury. b. Melakukan penelitian atas kredit-kredit yang disalurkan cabang Bank di luar negeri dan penelusuran ke dokumen pendukung serta korespondensi Bank untuk mengetahui alur transaksi. c. Melakukan penelitian atas lalulintas dana dari swift dan rekening koran berikut korspondensinya untuk mengetahui penggunaan dana dan kolektibilitas kredit. d. Melakukan konfirmasi kepada debitur untuk memastikan keberadaan debitur dan saldo kreditnya. 4) Penempatan dana pada perusahaan reksadana yang belum mendapatkan ijin dari Bapepam, yang pada saat jatuh tempo tidak dapat ditarik karena perusahaan telah ditutup. Upaya-upaya Preventif: a. Kerjasama bisnis Bank harus mempertimbangkan kelayakan usaha counterparty dan mencari informasi mengenai bonafiditas partner dari pihak yang independen/otoritas moneter. b. Setiap penempatan dana harus disertai perjanjian yang berisi klausul pembayaran kembali secara tunai dan aman. c. Penempatan dana dalam bentuk reksadana harus selalu dievaluasi. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas laporan transaksi harian/daily Blotter, Laporan Mingguan Transaksi Penempatan Dana dan kolektibilitas penempatan. b. Melakukan penelitian kontrak kerjasama penempatan dana, counterparty profile dan investment reportnya yang dikirim.
c. Melakukan verifikasi penempatan dana dengan cara membandingkan daftar penempatan dana dan laporan-laporan lain yang menyangkut transaksi penempatan dana. d. Melakukan penelitian dokumen pendukung dan korespondensi Bank untuk mengetahui alur transaksi dan rekonstruksi peristiwanya. 5) Melakukan pinjaman Uang Antar Bank dengan suku bunga melebihi suku bunga penjaminan pemerintah, yang selanjutnya direkayasa menjadi deposito atas nama salah satu direktur Bank Kreditor, dan pada saat jatuh tempo deposito tersebut dicairkan dengan menggunakan dana dari program penjaminan pemerintah. Upaya-upaya Preventif: a. Pinjaman uang antar bank harus memperhatikan kemampuan likuiditasnya dan besarnya modal inti. b. Divisi treasury harus mencadangkan kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Uang Antar Bank. c. Aplikasi pembukuan deposito harus diisi dengan lengkap dan harus disertai bukti diri dan atau dokumen yang sah. d. Sistem pembukuan komputer harus didesain secara otomatis menolak pencairan deposito yang datanya tidak lengkap/tidak ada pergerakan dana. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas daftar saldo deposito mingguan, bulanan dan tahunan berikut mutasi dan suku bunganya. b. Melakukan pengujian perhitungan biaya bunga deposito dan pembayaran PPh pasal 23 deposito bernominal besar. c. Melakukan penelusuran atas pembukuan biaya bunga dan rekening-rekening lainnya yang terkait. d. Melakukan penelitian atas bukti-bukti pembukuan, aplikasi pembukaan depostio, pencairan deposito, dan dokumen pendukung lainnya. e. Melakukan konfirmasi kepada pihak counterparty dan deposan untuk memastikan kebenaran transaksi. 6) Melarikan dana ke luar negeri dan menyalurkannya ke perusahan group yang dilakukan dengan cara membuat perjanjian Investment Advisory Agreement dibawah tangan dengan Fund Manager di luar negeri melalui Kustodian yang ditunjuk. Oleh Kustodian, dana yang disetor hanya sebagian dikirim ke Fund Manager sementara sisanya disalurkan ke perusahaan group terkait Bank. Penempatan tersebut kemudian digunakan untuk melakukan transaksi derivatif yang merugikan Bank. Upaya-upaya Preventif: a. Perjanjian kerjasama investasi harus melalui pertimbangan kelayakan usaha, bonafiditas pihak-pihak yang akan terlibat disertai dengan perjanjian yang jelas. b. Melakukan Bank checking kepada otoritas moneter di Indonesia dan di domisili counterparty untuk mengetahui bonafiditas pihak-pihak yang akan terlibat. c. Satuan Pengawasan Intern dan Divisi Treasury harus melakukan review berkala terhadap investasi Bank dan memberikan peringatan kepada
pengurus Bank atas penyimpangan yang terjadi. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas laporan transaksi/daily Blotter, Laporan Mingguan Transaksi Derivatif, dan Laporan manajemen yang terkait dari bagian treasury. b. Melakukan penelitian atas prosedur penempatan dana, kontrak kerjasama, kelayakan usaha, kolektibilitas penempatan dan profil partner. c. Melakukan analisa perhitungan hasil investasi yang seharusnya dibandingkan dengan yang diterima Bank. d. Melakukan penelusuran trasaksi ke rekening investasi, rekening nostro, dokumen pembukuan, dokumen pengiriman dana dan korespondensi Bank dengan pihak terkait. e. Melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait seperti kustodian dan Fund Manager mengenai investasi Bank . 3. Pemberian Kredit
Pemberian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Termasuk dalam pemberian kredit adalah kredit dalam rangka pembiayaan bersama dan kredit dalam proses penyelamatan. Penyimpangan-penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada kegiatan pemberian kredit Bank sebagai berikut: 1) Pemberian kredit kepada nasabah tidak disertai dengan pengikatan jaminan yang memadai, bukti kepemilikan jaminan tidak diserahkan, dan jaminan telah diagunkan untuk kredit di Bank lain. Upaya-upaya Preventif: a. Pemberian kredit harus memperhatikan prinsip kehati-hatian Bank dengan pertimbangan profit. b. Bank harus menyusun mekanisme internal check antar bagian yang terlibat dalam pemberian kredit. c. File pemberian kredit harus direview secara berkala untuk memastikan terpenuhinya kelengkapan dokumentasi kredit dan aspek legal. d. Satuan Kerja Audit Internal harus melakukan pemeriksaan atas pemberian kredit secara periodik. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas daftar kredit yang diberikan dan kolektibilitasnya. b. Melakukan penelitian terhadap file kredit untuk mengetahui kelengkapan formal dan kepatuhan terhadap prosedur pemberian kredit dan melakukan konfirmasi kepada debitur. c. Melakukan identifikasi file kredit yang tidak memenuhi persyaratan formal dan tidak melalui prosedur pemberian kredit yang lazim. 2) Pemberian fasilitas kredit investasi digunakan untuk membiayai investasi yang telah dinaikkan nilainya (mark-up).
Upaya-upaya Preventif: a. Menetapkan ketentuan bahwa kredit investasi hanya disetujui setelah debitur menyerahkan studi kelayakan atas investasi yang dibiayai dan melakukan penilaian atas studi kelayakan tersebut. b. Menetapkan ketentuan bahwa kredit dapat dicairkan bertahap setelah investasi dilaksanakan yang dibuktikan dengan bukti pembangunan atau bukti pembelian barang yang dibiayai. c. Debitur harus menyampaikan laporan kemajuan investasi kepada Bank secara berkala. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas analisa kredit untuk meyakinkan bahwa pemberian kredit investasi telah didasarkan pada hasil analisa yang memadai. b. Melakukan verifikasi prosedur pemberian dan pencairan kredit untuk mengetahui bahwa pemberian pinjaman telah sesuai prosedur yang berlaku dan dicairkan berdasarkan persyaratan yang telah ditentukan. c. Melakukan penelitian atas laporan kemajuan pekerjaan dari debitur untuk mengetahui apakah laporan tersebut dimanfaatkan oleh Bank dan ditindaklanjuti oleh Bank. d. Melakukan penelitian kebenaran investasi dengan cara melakukan peninjauan lapangan untuk mengetahui kebenaran laporan yang disampaikan oleh debitur. e. Melakukan kontrol hubungan antara kredit investasi yang dicairkan dengan kemajuan pekerjaan investasi yang dilaksanakan. 3) Pemberian fasilitas kredit konstruksi kepada nasabah dengan jaminan kontrak pekerjaan fiktif yang mengakibatkan kredit menjadi macet. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa pemberian kredit konstruksi hanya diberikan atas kontrak pekerjaan yang sudah ditanda-tangani. b. Pemberian kredit konstruksi harus didukung penyerahan agunan tambahan yang cukup menutupi kredit. c. Pemberian kredit konstruksi harus didukung dengan surat pernyataan dari pimpinan proyek atau pemberi kerja atas kebenaran kontrak pekerjaan. d. Debitur kredit konstruksi harus melaporkan kemajuan pekerjaan kepada Bank yang diketahui oleh pimpinan proyek. e. Petugas bank melakukan peninjauan lapangan proyek secara mendadak. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan pengujian apakah pemberian kredit konstruksi hanya diberikan atas kontrak pekerjaan yang sudah ditanda-tangani. b. Melakukan penelitian apakah laporan kemajuan pekerjaan dari debitur disetujui oleh pimpinan proyek/pemberi pekerjaan. c. Melakukan peninjauan lapangan apakah laporan kemajuan pekerjaan yang disampaikan telah sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. d. Melakukan kontrol hubungan antara kemajuan pekerjaan dengan jumlah pencairan kredit. e. Melakukan pengujian apakah pembayaran pekerjaan melalui rekening debitur
telah dipotong sesuai persyaratan kredit. 4) Pemberian fasilitas kredit kepada keluarga pejabat Bank dengan jaminan pejabat Bank yang bersangkutan, yang pada saat kreditnya macet, oleh pejabat Bank yang bersangkuan kredit tersebut dihapusbukukan. Upaya-upaya Preventif: a. Surat pernyataan jaminan dari pejabat bank harus diketahui oleh atasan pejabat Bank yang bersangkutan. b. Bagian kredit harus melaporkan perkembangan kredit yang dijamin oleh pejabat Bank secara rutin dengan tembusan kepada atasan pejabat penjamin kredit. c. Memberikan peringatan dini kepada penjamin apabila kolektibilitas kredit kurang lancar. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian apakah penjamin kredit telah dicantumkan disamping nama peminjam kredit dan dalam berkas kredit. b. Melakukan penelitian kredit bermasalah termasuk kredit yang dihapus buku apakah terdapat kredit yang dijamin oleh Pejabat Bank termasuk didalamnya. c. Melakukan penelitian terhadap kredit yang dijamin oleh pejabat Bank, apakah pejabat Bank yang bersangkutan telah menandatangani surat jaminan pelunasan utang, surat kuasa pemotongan penghasilan dan surat-surat tersebut telah diketahui oleh atasan pejabat penjamin kredit serta telah disampaikan kepada divisi/bagian personalia. d. Melakukan penelitian apakah bagian kredit telah melaporkan perkembangan kredit yang dijamin pejabat Bank kepada divisi personalia/bagian personalia dengan tembusan atasan pejabat penjamin. e. Melakukan penelitian apakah bagian personalia/gaji telah melakukan pemotongan penghasilan pegawai untuk pelunasan kredit yang bermasalah. 5) Pemberian fasilitas kredit ekspor pre-shipment kepada eksportir yang sebagian dipergunakan melunasi hutang dalam bentuk commercial paper/promissory notes, dan hanya sebagian yang benar-benar dipergunakan untuk modal kerja ekspor sehingga kredit menjadi macet. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan bahwa nasabah yang mengajukan kredit pre shipment harus melaporkan kredit yang sedang dinikmati dari Bank. b. Pemberian kredit harus didahului dengan penelitian apakah nasabah pernah memperoleh fasilitas kredit lain dari Bank atau Bank lain. c. Pemberian kredit harus didahului dengan penelitian kebutuhan modal kerja ekspor yang diperlukan oleh nasabah sesuai dengan kemampuan ekspor nasabah. d. Direksi harus menetapkan ketentuan yang mewajibkan nasabah untuk menyampaikan laporan realisasi ekspor secara periodik. e. Bagian kredit harus memonitor penarikan dana dan penyetoran dana nasabah. Upaya-upaya Detektif:
a. Melakukan penelitian apakah sebelum memberikan kredit kepada nasabah, bagian kredit sudah meneliti kredit yang sedang dinikmati nasabah, baik dari Bank maupun dari Bank lainnya. b. Melakukan penelitian apakah Direksi telah menetapkan perhitungan maksimum pemberian kredit ekspor pre shipment dan apakah pemberian kredit ekspor pre shipment tersebut telah sesuai dengan pehitungan maksimum pemberian kredit. c. Melakukan penelitian apakah perhitungan rencana volume ekspor, harga pengadaan barang ekspor, rencana produksi, harga bahan, dan biaya produksi yang diajukan oleh nasabah dalam proposal permohonan kredit telah dihitung dengan cermat dan sesuai dengan kemampuan ekspor nasabah. d. Melakukan penelitian apakah perhitungan kebutuhan dana pre-shipment telah dihitung sesuai dengan kemampuan ekspor yang sebenarnya. e. Melakukan penelitian apakah mutasi rekening pinjaman nasabah cukup aktif dan penarikan serta penyetoran dana telah sesuai dengan realisasi ekspor yang sebenarnya dan digunakan sesuai dengan tujuan pinjaman. 6) Pemberian fasilitas overdraft kepada nasabah bermasalah tanpa melalui analisa dan pertimbangan yang matang sehingga kredit menjadi macet. Upaya-upaya Preventif: a. Bank harus menetapkan prosedur pemberian fasilitas overdraft kepada nasabah. b. Direksi Bank harus menetapkan batas kewenangan pejabat yang dapat memberikan fasilitas overdraft. c. Melakukan pengecekan secara periodik apakah pemberian fasilitas overdraft telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Direksi. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap daftar debitur yang menunjukkan saldo baki debet dan plafond pinjaman. b. Melakukan penelitian terhadap jumlah fasilitas overdraft apakah telah sesuai dengan jumlah limit yang ditetapkan. c. Melakukan penelitian terhadap jangka waktu pemberian fasilitas overdraft apakah telah dilakukan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. d. Melakukan penelitian terhadap terhadap jangka waktu pemberian fasilitas overdraft. e. Melakukan penelitian apakah pemberian fasilitas overdraft tersebut telah diotorisasi oleh pejabat yang berwenang. 7) Pemberian kredit kepada beberapa perusahaan Multi Finance yang kemudian diterus-pinjamkan ke perusahaan terkait, dengan tujuan untuk menghindari pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit. Upaya-upaya Preventif: a. Pemberian kredit harus didasarkan kepada kelayakan usaha, bonafiditas debitur dan kemampuan pengembaliannya. b. Setiap pemberian kredit harus melalui prosedur yang benar dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Bank. c. Batas Maksimum Pemberian Kredit harus dimonitor untuk mencegah Back to Back loan atau Swap loan.
Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap laporan Batas Maksimum Pemberian Kredit dan daftar oustanding kredit. b. Melakukan verifikasi atas pemberian kredit bernilai besar, menelusuri ke bukti pendukung seperti file kredit, nota-nota pembukuan dan pembebanan, serta korespondensi Bank dengan debitur. c. Melakukan penelitian terhadap aktivitas rekening giro dan rekening pinjaman nasabah. d. Melakukan konfirmasi kepada debitur mengenai status dan keberadaan debitur, kebenaran transaksi, dan penyebab tidak terpenuhinya aspek formal/legal pemberian kredit. 8) Pemberian kredit untuk menutupi kekurangan pembayaran dalam rangka spekulasi jual beli valas yang nilainya melebihi margin deposit nasabah, sehingga kredit menjadi macet. Upaya-upaya Preventif: a. Membuat ketentuan yang melarang Pengurus maupun pegawai Bank ikut serta bermain valas untuk kepentingan pribadi. b. Kepala divisi treasury hanya menjalankan transaksi untuk nasabah yang dananya mencukupi. c. Menyusun sistem komputer dealing room yang dapat menghentikan setiap transaksi yang menimbulkan kerugian sebesar deposit margin nasabah (stop loss limit). d. Pemberian kredit didasarkan pada persyaratan yang ketat dan pertimbangan kelayakan usaha. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas laporan transaksi/daily Blotter, Laporan Mingguan Transaksi Derivatif, dan Laporan PDN dari bagian treasury. b. Melakukan pengujian apakah transaksi valas disertai margin deposit yang cukup dan diikuti dengan perjanjian tertulis. c. Melakukan penelitian rekening penampung transaksi valas d. Melakukan penelusuran aktivitas rekening giro pengurus Bank untuk mengetahui transaksi pengambilan dana dan cara pemenuhan kekurangan dana pembelian valas. e. Melakukan penelitian terhadap aplikasi pembukaan rekening giro, file kredit dan korespondensi yang berkaitan. f. Melakukan konfirmasi kepada pihak terkait seperti nasabah, teller, akuntansi, pegawai Bank lainnya dan pimpinan Bank. 9) Menghindari pelanggaran Batas Minimum Pemberian Kredit dengan cara merekayasa pencairan Kredit Usaha Kecil fiktif untuk kepentingan group terkait Bank. Upaya-upaya Preventif: a. Pencairan Kredit Usaha Kecil harus berdasarkan permintaan debitur disertai dokumen pendukung yang syah melalui prosedur normal. b. Secara berkala SKAI harus melakukan peninjauan lapangan ke lokasi debitur
Kredit Usaha Kecil. c. Kemampuan debitur Kredit Usaha Kecil memenuhi kewajibannya harus direview secara berkala. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas Kredit Usaha Kecil apakah diberikan kepada perusahaan yang memenuhi persyaratan. b. Melakukan penelitian atas Kredit Usaha Kecil yang kolektibilitasnya kurang lancar dan terlambat membayar bunga. c. Melakukan verifikasi bukti-bukti pendukung pemberian Kredit Usaha Kecil seperti proposal, hasil analisis, perjanjian kredit, bukti-bukti pencairan, rekening penampung serta korespondensinya. d. Melakukan penelitian terhadap aktivitas rekening-rekening yang terkait dengan nasabah untuk mengetahui aliran dana. 10) Penjualan agunan kredit kepada pihak terkait nasabah dibawah harga pasar dengan memperoleh imbalan dari pembeli. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan limit harga pelelangan sesuai dengan harga pasar yang berlaku/harga wajar. b. Direksi harus menunjuk petugas untuk melakukan survey harga pasar agunan yang akan dijual, sebagai dasar menetapkan limit harga pelelangan tersebut. c. Direksi harus menetapkan bahwa pelelangan agunan harus dilaksanakan dengan pelelangan terbuka (penawaran terbuka). Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian terhadap berkas pelelangan apakah dalam pelelangan tersebut telah disusun limit harga pelelangan . b. Melakukan penelitian apakah limit harga pelelangan tersebut telah disusun sesuai dengan harga pasar yang berlaku, yang dihasilkan hasil survey harga pasar. c. Melakukan penelitian apakah pelelangan agunan dilaksanakan dengan pelelangan terbuka. d. Melakukan penelitian apakah prosedur pelelangan agunan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 11) Penerimaan cicilan pinjaman yang telah dihapus buku tidak disetorkan pada bank namun digunakan untuk kepentingan pribadi petugas Bank, yang dilakukan dengan cara tidak memvalidasi bukti setor debitur (hanya di cap dengan stempel Bank). Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan ketentuan yang melarang petugas supervisi bagian kredit menerima cicilan pelunasan pinjaman dari nasabah. b. Pelunasan cicilan pinjaman harus dilakukan melalui teller dan bukti pelunasan harus divalidasi. c. Melakukan rekonsiliasi secara periodik antara saldo pinjaman hapus buku dengan daftar pinjaman hapus buku.
Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian apakah penurunan pinjaman hapus buku sama dengan kenaikan cadangan kredit yang diberikan. b. Melakukan kontrol hubungan antara penurunan tunggakan bunga yang telah dihapus buku dengan pendapatan bunga. c. Melakukan verifikasi atas penurunan tunggakan bunga yang tidak masuk dalam pendapatan bunga. 12) Pelunasan kredit salah satu perusahaan grup terkait kepada Bank lain dilakukan dengan cara menset-off penempatan dana Bank milik pihak terkait pada Bank pemberi kredit. Upaya-upaya Preventif: a. Penempatan dana Bank harus memperhatikan prinsip kehati-hatian Bank dengan pertimbangan profit. b. Bank harus melakukan monitoring dan evaluasi penyelesaian penempatan serta kolektibilitasnya. c. Divisi Treasury harus menagih penempatan yang telah jatuh tempo secara otomatis. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas kolektibilitas penempatan dan maturity profilenya. b. Melakukan verifikasi daftar outstanding Pinjaman Uang Antar Bank dan laporan-laporan lain yang dibuat oleh Bank. c. Melakukan verifikasi atas deal slip, surat sanggup bayar, nota pembebanan, korespondensi Bank, dan dealer-record untuk mengetahui alur transaksi dan rekonstruksi perisitiwanya. d. Melakukan konfirmasi kepada counterparty atas penempatan yang tidak dapat ditagih dan dikompensasi. 4. Pengelolaan Transaksi Derivatif
Transaksi derivatif adalah transaksi dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar uang dan pasar modal. Penyimpangan-penyimpangan yang pada umumnya terjadi dalam pengelolaan transaksi derivatif adalah: 1) Membuat transaksi valas (SWAP) dengan pihak terkait Bank, dimana Bank menjual valas secara forward dengan kurs yang lebih rendah dari pada kurs spot sehingga Bank mengalami kerugian transaksi valas. Upaya-upaya Preventif: a. Setiap perintah pembelian valas dari nasabah harus diverifikasi lebih dulu oleh analis Divisi Treasury dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini dan perhitungan yang matang. b. Kesepakatan (deal) swap valas di dealing room harus melalui verifikasi bagian pembukuan valas dan mendapat persetujuan dari Kepala Divisi dan dilaporkan kepada SKAI secara berkala. c. Menyusun suatu sistem komputer di dealing room yang dapat memberikan peringatan/menolak setiap transaksi pembelian valas forward yang tidak
wajar. d. Memisahkan fungsi petugas yang menganalisa kelayakan permintaan nasabah dengan petugas yang akan melakukan deal di dealing room. e. Seminggu sekali SKAI memeriksa transaksi yang tercatat di komputer Divisi Treasury Bank yang sudah deal maupun yang pending. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas laporan transaksi/daily blotter, Laporan Mingguan Transaksi Derivatif, dan Laporan PDN dari bagian treasury. b. Melakukan penelitian pemberian fasilitas forex line dan permintaan transaksi dari nasabah. c. Melakukan pengujian perhitungan transaksi valas dengan menggunakan kurs yang tercantum pada deal slip/kontrak. d. Melakukan perbandingan data kurs pada deal slip dengan data kurs pasar pada tanggal transaksi. e. Melakukan penelusuran ke dokumen pendukung lain dan korespondensi Bank dengan nasabah. 2) Memberikan fasilitas Forex Line kepada nasabah fiktif untuk transaksi valas yang dibuat merugikan Bank dan menguntungkan nasabah. Keuntungan transaksi valas tersebut kemudian dimasukan ke rekening giro nasabah dan ditarik berangsur-angsur atas nama pihak terkait Bank. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menentukan batasan kerugian transaksi pada setiap sesi perdagangan. b. Sistem komputer harus didesain secara otomatis menghentikan kerugian transaksi yang telah melebihi limit pemberian fasilitas forex line harus mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan Bank yang sehat dengan disertai jaminan yang memadai. c. Pemberian fasilitas forex line harus dievaluasi secara berkala dengan memperhatikan kemampuan dealer menghasilkan laba. d. Mengharuskan dealer atau pejabat divisi treasury mengambil cuti atau berhenti bertransaksi apabila kerugian telah mencapai limit dealer. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas laporan transaksi/daily Blotter, Laporan Mingguan Transaksi Derivatif, dan Laporan manajemen yang terkait dari bagian treasury dan mencari penyebab terjadinya kerugian transaksi. b. Melakukan penelitian atas timbulnya transaksi valas dan melakukan identifikasi atas nasabah yang diuntungkan. c. Melakukan pengujian prosedur transaksi valas dan perhitungan keuntungan nasabah dan kerugian Bank. d. Melakukan penelitian atas pemberian fasilitas forex line kepada nasabah dan pergerakan dananya pada rekening giro penampung. e. Melakukan verifikasi bukti-bukti pendukung pemberian fasilitas forex line seperti proposal, hasil analisis, perjanjian kredit, bukti-bukti pencairan, laporan divisi treasury, dan bukti pembukuan serta korespondensinya. 3) Bank melakukan kontrak Put Option Valuta Asing (hak untuk menjual valas) dengan suatu perusahaan paper company dengan jaminan uang, yang pada saat
jatuh tempo (execution date) Bank tidak dapat menyediakan valas dimaksud sehingga paper company mencairkan jaminannya. Uang jaminan tersebut kemudian dimasukan ke rekening perusahaan di luar negeri atas nama pengurus Bank. Upaya-upaya Preventif: a. Direksi harus menetapkan prosedur yang dapat menghitung resiko atas keputusan transaksi derivatif dengan counterparty. b. Pencairan jaminan milik Bank harus berdasarkan penelitian yang mendalam dan hati-hati mengikuti ketentuan yang berlaku. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas laporan harian transaksi derivatif dan transaksi derivatif yang akan jatuh tempo. b. Melakukan penelitian atas bonafiditas counter party. c. Melakukan verifikasi atas dokumen-dokumen transaksi derivatif dan alasan kegagalan eksekusi put option. 4) Fasilitas diskonto dari Advising Bank kepada eksportir tidak dapat dikembalikan karena Usance L/C importir tidak dapat dibayar oleh opening Bank di luar negeri. Upaya-upaya Preventif: a. Pemberian fasilitas diskonto kepada eksportir dengan jaminan L/C harus melalui penelitian validitas dan reputasi Bank penerbit. b. Kemampuan debitur melunasi fasilitas diskonto dan penerimaan hasil ekspor harus direview secara berkala. c. Bank harus menetapkan ketentuan nasabah menyetorkan dana untuk melunasi fasilitas diskonto apabila penerimaan hasil ekpor dari opening Bank tidak lancar. d. Bank harus melakukan lindung nilai (hedging) atas valas yang diterima dari nasabah/opening Bank. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas prosedur dan kelengkapan syarat pemberian fasilitas diskonto yang bernilai besar. b. Melakukan penelitian atas kolektibilitas pemberian fasilitas diskonto. c. Melakukan verifikasi dokumen pendukung pemberian fasilitas diskonto seperti wesel Bank, Usance L/C impor, profile opening Bank dan aktivitas rekening koran nasabah dan pencatatan. d. Melakukan konfirmasi kepada pihak terkait seperti nasabah dan opening Bank perihal penyebab gagal bayar 5) Menutupi kerugian akibat transaksi derivatif yang telah jatuh tempo dengan cara menangguhkannya didalam rekening Defferred Account di Neraca. Upaya-upaya Preventif: a. Perusahaan harus mempunyai kebijakan akuntansi yang sehat sesuai dengan SKAPI dan menjalankannya secara konsisten. b. Setiap transaksi yang telah jatuh tempo harus direview dengan ketat dan
diteliti term penyelesaiannya. c. Memberikan batasan kerugian transaksi setiap sesi perdagangan. d. Defferred account harus direview secara berkala dan diselesaikan paling lama satu minggu. e. Sistem komputer harus didesain secara otomatis menghentikan kerugian transaksi yang telah melebihi limit. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian laporan transaksi harian dan Laporan Mingguan Transaksi Derivatif dari Bagian Treasury. b. Melakukan penelitian mengenai penyebab kerugian transaksi valas dan cara penyelesaiannya c. Melakukan penelitian pembukuan transaksi valas yang menimbulkan kerugian hingga ke dokumen pendukung dan korespondensi Bank. d. Melakukan analisa trend peningkatan laba bersih dari laporan keuangan mingguan, bulanan dan triwulanan untuk mengetahui adanya peningkatan rugi/laba yang tidak wajar. e. Melakukan penelitian unsur defferred account dan cara penyelesaiannya. 6) Membuat transaksi valas dengan perusahaan fiktif (paper company) untuk membayar kewajiban rediskonto wesel ekspor fiktif kepada Bank Indonesia yang dilakukan dengan cara mengirim hasil transaksi valas ke rekening Bank Penerbit L/C di luar negeri, mentransfer kembali ke rekening eksportir pada Bank, dan selanjutnya digunakan untuk melunasi rediskonto wesel ekspor fiktif tersebut ke Bank Indonesia. Upaya-upaya Preventif: a. Counterparty yang akan melakukan transaksi derivatif dengan Bank harus terlebih dahulu diteliti bonafitditasnya. b. Pemberian fasilitas forex line harus disertai dengan jaminan yang memadai. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan analisis atas laporan harian transaksi derivatif dan daftar foreign exchane line yang diberikan. b. Melakukan penelitian atas penyebab kerugian Bank dalam transaksi derivatif dan arus dana dari kerugian transaksi derivatif kepada rekening nasabah. c. Melakukan penelitian terhadap dokumen-dokumen pendukung transaksi derivatif. 5. Kecurangan Bank Lainnya Aktivitas Bank lainnya adalah aktivitas Bank selain kegiatan-kegiatan di atas serta transaksi yang belum mengubah posisi aktiva dan passiva bank pada tanggal laporan tetapi harus dilaksanakan oleh bank apabila persyaratan yang disepakati dengan nasabah terpenuhi, yang disajikan dalam laporan komitmen dan kontinjensi 1) Pendapatan bunga kredit dilaporkan lebih besar dari jumlah sebenarnya dengan tujuan untuk menaikkan laba dan memperbesar jasa produksi. Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi harus menetapkan ketentuan pendapatan bunga yang diakui sebagai pendapatan adalah yang dihasilkan dari kredit yang selambat-lambatnya hanya menunggak tiga bulan. b. Program komputer harus didesain secara otomatis untuk menolak pendapatan bunga dari kredit yang telah menunggak lebih dari tiga bulan. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan verifikasi terhadap pembebanan pendapatan bunga dengan cara membandingkan pembebanan bunga direkening koran pinjaman dengan daftar non performing loan. b. Melakukan penelitian atas perhitungan pendapatan bunga dari kredit yang telah menunggak lebih dari tiga bulan. 2) Pemotongan PPh Pasal 23 atas bunga tabungan, deposito, dan giro nasabah tidak dilaporkan dan atau hanya sebagian disetorkan ke Kantor Kas Negara. Upaya-upaya Preventif: a. Petugas Bank yang bertanggung jawab terhadap kewajiban perpajakan Bank harus melakukan rekonsiliasi atas perhitungan PPh pasal 23 dan bunga dana pihak ketiga yang dibayarkan. b. Bank wajib menyetorkan segera hasil pemotongan PPh pasal 23 tersebut dengan lengkap. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan rekonsiliasi pembayaran bunga dan pemotongan PPh pasal 23 menurut bagian akuntansi, teller/kas, treasury dan SPT masa PPh ps 23. b. Melakukan pengujian perhitungan kewajiban PPh ps.23 berdasarkan SPT masa yang dibuat Bank. c. Melakukan kontrol hubungan antara PPh pasal 23 yang dilaporkan dan disetor dengan biaya bunga. d. Melakukan penelitian atas perbedaan angka yang timbul dari hasil rekonsiliasi dan kontrol hubungan tersebut. 3) Pengalihan kepemilikan saham Bank yang sedang digadaikan kepada Bank Indonesia (untuk jaminan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) kepada pihak lain. Upaya-upaya Preventif: a. Pengalihan saham bank harus dilaporkan ke Bank Indonesia. b. Pengalihan saham harus diikuti dengan penguasaan fisik saham. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian daftar saham yang digadaikan ke Bank Indonesia dan mengecek keberadaan fisik sahamnya. b. Melakukan penelitian terhadap transaksi gadai saham dan pengalihan saham sesuai dokumentasi yang ada di bank. c. Melakukan verifikasi penerbitan rekomendasi dan ijin pengalihan saham ke buku ekspedisi, disposisi, dan korespondensi antara Bank, pejabat pemberi rekomendasi.
4) Pembelian tanah dan bangunan oleh Bank dari Perusahaan terkait yang sebagian diantaranya merupakan transaksi pembelian fiktif dimana dana pembelian tersebut menggunakan dana pemerintah/masyarakat. Upaya-upaya Preventif: a. Pembelian aktiva tetap harus dianggarkan lebih dahulu dalam RKAP yang telah disetujui Komisaris dan Pemegang Saham. b. Pengadaan akitva baru Bank harus memperhatikan ketersediaan dana dan kondisi likuiditas Bank. c. Pembayaran pengadaan aktiva tetap harus didukung syarat formal dan material telah dipenuhi vendor. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas perubahan aktiva tetap untuk mengidentifikasi adanya pembelian dan penjualan aktiva. b. Melakukan penelitian apakah pembelian aktiva tetap telah dianggarkan sebelumnya dalam RKAP. c. Melakukan penelitian apakah pembelian dan pembayaran aktiva tetap telah melalui prosedur yang berlaku dan telah memenuhi persyaratan formal dan material, termasuk pengecekan fisik dan keabsahan dokumen kepemilikannya. d. Melakukan penelusuran ke bukti-bukti pembayaran, pembukuan, dan bukti kepemilikan aktiva tetap beserta korespondensi Bank dengan penjual/pemilik lama. 5) Mengeluarkan biaya tenaga kerja asing yang tidak bekerja untuk Bank tetapi untuk kepentingan perusahaan group terkait Bank, atas perintah pemilik Bank. Upaya-upaya Preventif: a. Pengeluaran biaya tenaga kerja harus berdasarkan dokumen yang lengkap dan melalui persetujuan Direksi. b. Sebelum melakukan pembayaran, pegawai Bank harus mengecek keberadaan tenaga kerja asing dan hasil pekerjaan yang bersangkutan di Bank. c. Manajemen Bank harus mempunyai keberanian menolak segala bentuk perintah pemilik Bank yang tidak lazim. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan perbandingan dan analisa trend terhadap biaya umum /tenaga kerja (tergantung dimana biaya tersebut dibukukan) Bank dalam 3 tahun terakhir. b. Melakukan penelitian atas penyebab kenaikan biaya umum/tenaga kerja dan mencari penyebab kenaikan tersebut c. Menelusuri bukti-bukti pembebanan biaya umum, memo perintah pembukuan, dan korespondensinya 6) Penerbitan Bank Garansi oleh Bank tidak diikuti dengan pembayaran provisi dan setoran jaminan dengan imbalan tertentu dari nasabah kepada petugas Bank. Upaya-upaya Preventif:
a. Direksi menetapkan bahwa Bank Garansi yang akan diterbitkan harus dilampiri dengan bukti setor provisi dan/atau bukti setor setoran jaminan b. Blanko Bank Garansi harus memakai dokumen dengan nomor yang telah dicetak (prenumbered) dan dicatat dalam buku Bank Garansi yang terbit. c. Bagian akuntansi harus melakukan kontrol hubungan secara periodik antara kewajiban Bank Garansi pada komponen komitmen dan kontinjensi dengan daftar setoran jaminan dan pendapatan provisi Bank. Upaya-upaya Detektif: a. Melakukan penelitian apakah Bank Garansi yang diterbitkan dilampiri dengan bukti setor provisi dan/atau setoran jaminan. b. Melakukan penelitian apakah nomor Bank Garansi yang diterbitkan telah berurutan. c. Melakukan kontrol hubungan antara pendapatan provisi Bank Garansi dengan penerbitan Bank Garansi. d. Melakukan kontrol hubungan antara saldo setoran jaminan dalam buku besar dengan catatan buku Bank Garansi. 7) Pencairan Bank Garansi oleh perusahaan pemberi kerja yang dilakukan dengan membuat pekerjaan seolah-olah tidak memenuhi klausul kontrak berdasarkan kerjasama antara pemberi kerja, kontrakor dan pegawai Bank penerbit Garansi. Upaya upaya Preventif : a. Menetapkan ketentuan bahwa pemohon Bank Garansi harus menyerahkan agunan yang diikat secara yuridis dan secara fisik dikuasai Bank. b. Penerbitan Bank Garansi harus didahului dengan penelitian atas bonafiditas pemohon Bank Garansi dan klausul kontrak. c. Pencairan klaim Bank Garansi harus berdasarkan pengujian kebenaran klaim yang diajukan dengan meminta keterangan tertulis dari pemberi kerja perihal kegagalan pekerjaan. d. Pencairan klaim Bank Garansi disetujui oleh pejabat yang berwenang pada Bank. Upaya upaya Detektif: a. Melakukan penelitian atas berkas penerbitan Bank Garansi apakah telah didahului dengan penelitian atas bonafiditas pemohon dan isi perjanjian kontrak. b. Melakukan penelitian apakah penerbitan Bank Garansi disertai dengan penyerahan agunan yang telah diikat secara yuridis dimana sertifikat kepemilikannya dikuasai Bank. c. Melakukan verifikasi kelengkapan persyaratan dan berkas pencairan klaim Bank Garansi apakah telah disetujui oleh pejabat yang berwenang pada Bank. d. Melakukan konfirmasi kepada pemberi pekerjaan untuk mengetahui penyebab kegagalan kontrak.
BAB III UPAYA PENANGGULANGAN SECARA REPRESIF Penyelesaian atas kasus penyimpangan dilakukan secara proporsional sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku berdasarkan kewenangan masing-masing instansi. Setiap tahap penyelesaian kasus harus dilakukan pemantauan perkembangannya. Pada dasarnya setiap kasus tindak pidana korupsi harus ditindaklanjuti melalui peradilan sesuai ketentuan yang berlaku. Terhadap kasus yang hanya bersifat penyimpangan prosedur tata kerja dan perlu dilakukan pembinaan secara administratif dapat dilakukan penanganannya secara internal oleh BUMN/BUMD dan Perbankan sesuai ketentuan yang berlaku. Upaya penanggulangan secara represif pada dasarnya merupakan pelaksanaan tindak lanjut atas kasus penyimpangan yang ditemukan pada masing-masing BUMN/BUMD dan Perbankan dari hasil langkah-langkah detektif yang telah memenuhi hal sebagai berikut: -
Setiap kasus penyimpangan yang telah diidentifikasikan merugikan keuangan Negara dari langkah detektif agar didukung dengan bukti yang memadai termasuk penjelasan/ keterangan tertulis dari pihak yang bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.
-
Setiap kasus penyimpangan harus dibahas melalui pemaparan kasus untuk menentukan langkah-langkah penyelesaian yang diperlukan. Dalam pemaparan tersebut, jika perlu, menyertakan pihak dari instansi penyidik guna menentukan adanya Tindak Pidana Korupsi/perdata.
A. PENYELESAIAN OLEH UNIT KERJA. 1. Pelaksanaan Tindak lanjut. 1) Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi BUMN/BUMD dan Bank menindak-lanjuti kasus penyimpangan yang ditemukan melalui : a. Pengenaan sanksi administratif berdasarkan PP 30/1980 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil dan atau peraturan lain yang berlaku. b. Pengenaan sanksi TP/TGR (Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi) untuk instansi pemerintah sesuai ketentuan yang berlaku yang selanjutnya dituangkan dalam Surat Kesanggupan dari pejabat/ petugas yang bertanggung jawab. 2) Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi BUMN/BUMD dan Bank menyerahkan kasuskasus penyimpangan yang sanksi TP/TGR-nya tidak ditepati kepada kejaksaan untuk diproses secara perdata; 3) Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi BUMN/BUMD dan Bank mengambil langkahlangkah tindak lanjut untuk perbaikan sistem dan prosedur atas penyimpangan yang ditemukan. 2. Pemantauan Tindak Lanjut. 1) Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi BUMN/BUMD dan Bank memantau pengenaan sanksi administratif dan pengenaan sanksi TP/TGR (Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi) dan atau ketentuan lainnya yang berlaku; 2) Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi BUMN/BUMD dan Bank melaporkan tindak lanjut penyelesaian kasus penyimpangan baik melalui pengenaan PP 30/ 1980 maupun TP/TGR dan atau ketentuan lainnya yang berlaku kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Badan pengawasan Keuangan dan
Pembangunan. B. PENYELESAIAN MELALUI PENYERAHAN KASUS KE INSTANSI PENYIDIK 1. Pelaksanaan Tindak Lanjut 1) Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi BUMN/BUMD dan Bank menyerahkan kasus penyimpangan yang berindikasi Tindak Pidana Korupsi (TPK) dan atau Tindak Pidana Perbankan (TPP) kepada instansi penyidik dan kasus perdata kepada kejaksaan sesuai dengan prosedur yang berlaku; 2) Instansi penyidik memproses kasus tindak pidana/perdata secara hukum dengan prinsip cepat, tepat dan efisien ; 3) Terhadap kasus yang diserahkan ke instansi penyidik yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi BUMN/BUMD dan Bank mengenakan sanksi administrasi berdasarkan PP30 tahun 1980 dan atau peraturan lain yang berlaku kepada pegawai yang telah dinyatakan bersalah. 4) Instansi penyidik memberitahukan perkembangan status penanganan kasus tindak pidana/perdata kepada instansi pelapor secara berkala. 2. Pemantauan Tindak Lanjut. 1) Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi BUMN/BUMD dan Perbankan memantau kasus pidana/perdata yang diserahkan kepada instansi penyidik; 2) Dewan Komisaris/Pengawas/Direksi BUMN/BUMD dan Perbankan melaporkan kasus tindak pidana/perdata yang diserahkan kepada instansi penyidik disertai dengan perkembangan penanganannya kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Lampiran 1
DAFTAR PENYIMPANGAN PADA PENGELOLAAN BUMN/BUMD Daftar Penyimpangan
Hal.
I. SIKLUS PENJUALAN DAN PENERIMAAN UANG 1. Penjualan dilakukan di bawah harga pasar dan metode penyerahan barang/jasa tidak sesuai dengan kontrak dengan memperoleh imbalan dari pembeli.
18
2. Kontrak penjualan komoditi secara forward tidak direalisasi pembeli dengan cara memberi imbalan kepada oknum perusahaan penjual, karena harga komoditas tersebut turun pada saat kontrak jatuh tempo.
18
3. Uang hasil penjualan dipergunakan untuk kepentingan pribadi yang dilakukan dengan cara menunda pencatatan penerimaan kas.
18
4. Premi asuransi tidak disetorkan oleh agen yang ditunjuk perusahaan, tetapi dipergunakan untuk kepentingan pribadi oleh agen yang bersangkutan.
19
5. Petugas gudang melakukan penjualan barang persediaan dan tidak menyetorkan hasil penjualan ke kas perusahaan yang dilakukan dengan cara memperbanyak kemasan dan atau menunda pencatatan penerimaan persediaan barang.
20
6. Hasil penjualan produksi scrap yang masih mempunyai nilai ekonomis tidak disetor ke kas perusahaan karena sengaja tidak dibukukan
20
7. Penjualan barang dilaporkan sebagai penjualan kepada koperasi dengan subsidi harga, dengan imbalan tertentu dari pembeli.
21
8. Hasil penjualan dengan kredit ditagih oleh petugas yang tidak berwenang dan tidak disetorkan ke kas perusahaan.
21
9. Hasil penagihan atas penjualan kredit kategori macet tidak disetorkan ke Kas perusahaan tetapi dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
22
10. Penjualan secara kredit dilakukan tanpa perjanjian dan tanpa jaminan atau bank garansi dengan imbalan tertentu dari pembeli.
22
11. Pembayaran atas penjualan dicatat di buku kas tetapi uangnya disetor ke rekening pribadi kasir, pembayaran seolah-olah sudah sudah diterima perusahaan.
23
12. Penjualan tunai dicatat sebagai penjualan kredit sementara pembayarannya disetorkan ke rekening pribadi pegawai perusahaan.
hasil
23
13. Pelelangan kendaraan bermotor perusahaan dimenangkan oleh pembeli yang sudah ditetapkan lebih dulu (diarahkan pemenangnya) sehingga tidak dapat diperoleh harga yang optimal.
24
Daftar Penyimpangan
Hal.
14. Pembayaran hasil penjualan dari pelanggan tertentu tidak lancar karena tidak adanya batas waktu pembayaran namun tetap memperoleh pengiriman barang. Kondisi ini terjadi karena pejabat di Bagian Penjualan mendapat imbalan dari pelanggan tersebut.
25
15. Penjualan tiket jasa angkutan penumpang tidak disetor ke kas perusahaan dan dipergunakan untuk kepentingan pribadi oleh petugas penjual tiket.
25
16. Penggunaan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi dengan cara membuat laporan refund (pengembalian) tiket oleh Bagian Akuntansi
26
II. SIKLUS PENGADAAN, PENERIMAAN, PEMBAYARAN BARANG/JASA. 1. Perencanaan pengadaan barang dan jasa oleh fungsi perencanaan tidak berdasarkan kebutuhan, tetapi berdasarkan pengadaan tahun sebelumnya ditambah jumlah prosentase tertentu, agar barang yang dibutuhkan pada tahun sebelumnya tetap diadakan karena perencana memperoleh imbalan dari rekanan.
26
2. Penyusunan spesifikasi kebutuhan barang dan jasa dirubah oleh Bagian Pengadaan untuk produk dan rekanan tertentu, yang mengakibatkan terjadinya mark up (kemahalan harga).
27
3. Harga Perhitungan Sendiri (HPS) pengadaan barang dan jasa disusun hanya formalitas untuk mendukung Penunjukan langsung yang mengakibatkan terjadinya kemahalan harga.
27
4. Penyusunan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) dilakukan berdasarkan harga pengadaan tahun sebelumnya ditambah persentase tertentu, dengan tujuan mengambil kelebihan harga untuk kepentingan pribadi
28
5. Kualifikasi rekanan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya yaitu jumlah kekayaan, tenaga ahli, pengalaman kerja, reputasi dan peralatan yang dicantumkan bukan milik calon rekanan.
28
6. Pengadaan barang dan jasa yang seharusnya melalui pelelangan dilaksanakan dengan pemilihan langsung/penunjukan langsung dengan menunda-nunda pelelangan sehingga waktunya terdesak dan membuat alasan pekerjaan spesifik, mengakibatkan terjadinya kemahalan. Dengan kondisi tersebut Panitia Pelelangan mendapat fee (imbalan) dari supplier di atas.
29
7. Pelelangan pengadaan barang dan jasa bersifat formalitas yang dilakukan dengan cara peserta pelelangan merupakan perusahaan pinjaman dan aanwijzing dilakukan hanya untuk satu rekanan (rekanan lain menandatangani Berita Acara tanpa menghadiri)
30
8. Pemberian uang muka kerja pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan secara swakelola tidak sesuai dengan tujuan pengajuannya, mengakibatkan pekerjaan tersebut mengalami kegagalan dan sebagian uang muka kerja dipergunakan untuk pribadi.
30
9. Pelaksanaan pekerjaan terbengkalai karena rekanan melarikan diri, akibatnya
31
Daftar Penyimpangan
Hal.
perusahaan mengalami kerugian karena uang muka kerja pelaksanaan pekerjaan kepada rekanan ternyata tidak didukung jaminan pelaksanaan dan jaminan uang muka yang sah sebagaimana yang dipersyaratkan dalam kontrak. 10. Pengadaan barang dan jasa dilakukan melalui perantara (tidak langsung kepada agen tunggal produk yang dibeli), karena pejabat di Bagian Pengadaan mendapat imbalan dari perantara tersebut.
31
11. Sebagian atau seluruh pekerjaan/pengadaan barang dan jasa yang telah diikat dengan kontrak dengan rekanan ternyata dilaksanakan sendiri oleh karyawan perusahaan dengan harga yang lebih rendah dari nilai kontrak.
32
12. Pekerjaan yang telah diikat kontrak dengan rekanan dilaksanakan sendiri dengan menggunakan peralatan milik perusahaan dan biaya penggunaan alat juga dibebankan kepada perusahaan.
32
13. Harga pembebasan lahan lebih tinggi dari harga yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat dan dibayarkan kepada orang yang tidak berhak dengan imbalan tertentu.
33
14. Memberi perpanjangan waktu pengadaan barang dan jasa dengan membuat Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan yang tidak benar dengan imbalan tertentu dari rekanan.
33
15. Penerimaan komisi dan atau discount atas pengadaan barang dan jasa dari pihak ketiga tidak disetor ke kas Perusahaan
34
III.
SIKLUS PENGGAJIAN DAN KEPEGAWAIAN
1. Perekrutan karyawan perusahaan dilakukan bukan berdasarkan jumlah dan kualifikasi yang dibutuhkan, di mana oknum panitia perekrutan tersebut mendapat imbalan dari peserta/calon karyawan.
34
2. Penempatan karyawan pada Struktur Organisasi perusahaan bukan berdasarkan bidang keahlian yang dimiliki karyawan yang bersangkutan di mana oknum bagian penempatan menerima imbalan dari pegawai yang meminta ditempatkan pada bagian tertentu.
35
3. Pembayaran biaya gaji (lembur) lebih tinggi dari seharusnya karena karyawan yang tidak hadir menitipkan kartu jam pegawainya kepada karyawan lain, kelebihan gaji/lembur tersebut dibagi di antara karyawan tersebut dan/ atau dengan pengawas/petugas penjaga mesin pencatat waktu.
36
4. Potongan tunjangan tidak dilakukan kepada karyawan yang datang terlambat karena menitipkan absen kepada karyawan lain, kelebihan tunjungan tersebut dibagi di antara karyawan tersebut dan/ atau dengan oknum bagian pembayaran tunjangan/gaji dan/ atau petugas penjaga mesin pencatat waktu pegawai.
36
5. Penggunaan karyawan honorer untuk pemeliharaan tanaman perkebunan
37
Daftar Penyimpangan
Hal.
yang sebenarnya pekerjaan tersebut fiktip, selisih biaya pekerjaan pemeliharaan tanaman dengan gaji karyawan honorer tersebut dikantongi oleh oknum karyawan bagian pemeliharaan atau pengadaan. 6. Biaya klaim kesehatan terlalu tinggi karena kartu berobat pegawai perusahaan dimanfaatkan oleh oknum karyawan/pejabat yang tidak berhak mendapat penggantian biaya pengobatan.
37
7. Pembayaran tunjangan-tunjangan tertentu untuk mantan pejabat yang pernah bekerja pada perusahaan, dengan alasan tertentu oknum bagian pembayar gaji/tunjangan tetap membayar tunjangan tersebut dengan harapan mendapat imbalan dari pejabat tersebut.
38
8. Asuransi jaminan hari tua beberapa pejabat dibuka sekaligus pada beberapa perusahaan asuransi sehingga biaya asuransi pegawai meningkat melebihi RKAP dan premi melebihi batasan yang diijinkan Direksi dengan melibatkan oknum karyawan untuk mendapat komisi dari perusahaan asuransi tersebut.
38
9. Pesangon sebagai hak karyawan yang memasuki masa pensiun tidak diberikan sesuai jumlah seharusnya dengan cara membuat perhitungan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada perusahaan dengan dimanfaatkan oleh oknum karyawan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
39
10. Pesangon yang menjadi hak karyawan yang memasuki masa pensiun sebagian dipotong oleh oknum karyawan bagian keuangan dengan cara membuat bukti pembayaran ganda.
39
IV. SIKLUS PERSEDIAAN DAN PENYIMPANAN 1. Kekurangan persedian barang akibat pencurian/ penggelapan yang dilakukan oleh oknum petugas gudang ditutupi dengan membuat transaksi penjualan kredit fiktip.
40
2. Pembelian persediaan fiktif dengan cara mencatat penerimaan persediaan bekas pakai namun kondisinya masih baik sebagai penerimaan pengadaan persediaan baru.
40
3. Penjualan persediaan oleh oknum karyawan Bagian Persediaan yang dlaporkan sebagai susut gudang.
41
4. Oknum petugas gudang membuat bukti pengeluaran barang gudang palsu untuk menutupi ketekoran persediaan karena penjualan yang dilakukannya.
42
5. Penjualan/penggelapan persediaan oleh oknum petugas gudang dengan cara menitipkan pada truk petugas pengiriman kemudian mengambil di luar lokasi perusahaan.
42
V. SIKLUS PEROLEHAN MODAL DAN PEMBAYARAN KEMBALI 1. Penjualan kredit secara besar-besaran tanpa memperhitungkan potensi atau risiko macet dengan tujuan meningkatkan laba perusahaan untuk memperoleh jasa produksi atau tantiem besar yang dilakukan oleh oknum
43
Daftar Penyimpangan
Hal.
petugas bagian pemasaran atau penjualan. 2. Penerbitan Commercial Paper (CP) untuk memperoleh dana tanpa persetujuan Dewan Komisaris dan dipergunakan untuk membeli CP dari perusahaan yang performance-nya kurang baik dengan tujuan memperoleh discounted lebih besar yang dilakukan oleh oknum bagian keuangan.
44
3. Pelunasan pinjaman dalam jumlah besar yang telah ditetapkan dalam RKAP tidak segera dibayarkan kepada Bank oleh oknum karyawan bagian keuangan namun dipergunakan untuk usaha perusahaan yang berisiko tinggi, untuk mendapat laba yang tinggi namun gagal sehingga pinjaman tersebut menjadi macet serta perusahaan terkena denda dan beban bunga yang lebih besar.
44
VI. KECURANGAN KEUANGAN LAINNYA 1. Cek untuk setoran PPh Pasal 25 tidak disetorkan ke Kas Negara/Bank Persepi tetapi diambil dan digunakan untuk kepentingan pribadi oleh petugas penyetor dengan membuat bukti setoran pajak fiktif.
45
2. Penerimaan bunga hasil penempatan dana pada pihak ketiga tidak disetorkan ke kas perusahaan dan tidak dicatat sebagai pendapatan tetapi diterima oleh oknum petugas bagian keuangan.
46
3. Dana hasil emisi saham dan atau penerbitan obligasi yang diterima penjamin emisi (underwriter) tidak segera disetorkan ke rekening emiten, tetapi oleh oknum karyawan/pejabat penjamin emisi dipergunakan menempatan Deposit On Call.
46
4. Pembelian promes yang berpotensi tidak tertagih pada saat jatuh tempo dilakukan oleh oknum karyawan/ pejabat perusahaan dengan imbalan tertentu dari penerbit promes.
47
5. Penjaminan promes oleh perusahaan asuransi yang melebihi retensi sendiri (batas buffer/nilai pertanggungan maksimal yang dapat ditanggung sendiri) yang dilakukan oleh oknum karyawan/pejabat perusahaan asuransi untuk mendapatkan komisi, tetapi pada saat jatuh tempo tidak dapat dibayar oleh penerbit promes
47
6. Penjualan tanah yang dilakukan dengan penyerahan sertifikat Hak Guna Usaha sebelum pelunasan pembayaran dengan imbalan tertentu yang mengakibatkan pembeli menjual kembali aktiva tetap (tanah) tersebut kepada pihak lain.
48
7. Pemanfaatan tanah milik perusahaan yang tidak produktif untuk tujuan kepentingan pribadi oknum karyawan perusahaan tanpa persetujuan pejabat yang berwenang.
48
8. Pelaksanaan Tukar Guling (Ruislaag) dilakukan dengan merendahkan nilai asset milik perusahaan dan menaikkan nilai asset pengganti untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
49
Daftar Penyimpangan
Hal.
9. Penjualan aset perusahaan tidak melalui prosedur yang berlaku dan tanpa persetujuan pejabat yang berwenang untuk keuntungan pribadi oknum karyawan/pejabat perusahaan yang berkepentingan
49
10. Penjualan aset milik perusahaan dilakukan tidak melalui lelang melainkan dengan penunjukkan langsung kepada pegawai/ pejabat perusahaan dengan harga murah melalui manipulasi kondisi barang yang akan dijual.
50
11. Pendaftaran kontainer kosong oleh eksportir sebagai objek pertanggungan asuransi ekspor yang kemudian dilaporkan hilang dengan tujuan untuk memperoleh klaim dari perusahaan asuransi yang hasilnya untuk keuntungan pribadi karyawan/pejabat perusahaan.
50
12. Pendaftaran gedung tua sebagai objek pertanggungan asuransi kerugian dengan nilai tinggi yang kemudian dibakar untuk memperoleh klaim ganti rugi untuk keuntungan pribadi karyawan/pejabat perusahaan.
51
13. Mobil perusahaan sebagai korban tabrakan yang didaftar sebagai peserta asuransi kerugian oleh oknum perusahaan asuransi dan kemudian diajukan klaim ganti rugi.
52
14. Mendaftarkan orang yang telah meninggal sebagai peserta asuransi jiwa yang diajukan oleh oknum karyawan/pejabat perusahaan untuk memperoleh klaim asuransi jiwa akibat kecelakaan.
52
15. Hasil perhitungan nilai kerugian oleh petugas bagian apraisal (penilai) atas gedung dan atau persediaan yang terbakar dinilai lebih tinggi dari yang sebenarnya, yang diharapkan oleh oknum pegawai/pejabat perusahaan mendapat imbalan tertentu dari pihak tertanggung
53
Lampiran 2 DAFTAR PENYIMPANGAN PADA PENGELOLAAN PERBANKAN Daftar Penyimpangan
Hal
I. Pengelolaan Dana Pihak Ketiga 1. Memberikan kredit pada perusahaan terkait Bank dengan bunga yang lebih rendah dari bunga deposito yang ditempatkan, dimana sumber dana penempatan deposito berasal dari kredit yang diperoleh dari bank tersebut. 2. Memberikan suku bunga deposito diatas suku bunga yang tertera dalam Bilyet Deposito, yang pada saat jatuh tempo kelebihan bunga tersebut dibukukan pada biaya lain-lain sehingga mengurangi PPh untuk Negara. 3. Permintaan dari nasabah untuk memperpanjang deposito jatuh tempo telah dirubah Teller menjadi deposito baru dengan diketik secara manual dan datanya tidak dimasukkan ke dalam sistem komputer serta uangnya diambil oleh Teller. 4. Teller yang merangkap sebagai Customer Service menunda pembukuan atas setoran yang dilakukan oleh nasabah, dan uang setoran yang diterima dipergunakan untuk pribadi. 5. Nota kredit dari Bank lain untuk deposito nasabah diubah menjadi sebagian deposito dan sebagian tabungan dengan cara memalsukan tanda tangan nasabah, di mana tabungannya dikuasai dan dimanfaatkan Teller.
54
54
55
55
56
6. Deposito milik pihak terkait pada Bank dicairkan dua kali dengan cara memanfaatkan rekening suspen-non tunai.
56
7. Mengambil tabungan nasabah tidak aktif dengan cara memalsukan tandatangan nasabah dan memindahkan ke rekening pegawai bank.
57
8. Rekening giro nasabah yang telah ditutup dimanfaatkan untuk menarik dana oleh pegawai Bank.
57
II. Penempatan Dana Bank 1. Penempatan dana pada bank di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa dengan bank, yang pada saat jatuh tempo dana tersebut sengaja tidak dapat dicairkan sehingga harus ditalangi dengan dana BLBI.
58
2. Penempatan dana pada bank lain dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dari tingkat bunga pada dokumen, dan selisih bunga ditransfer ke rekening pejabat Bank.
58
3. Penempatan dana pada cabang Bank di luar negeri yang dipinjamkan kepada perusahaan milik keluarga pemilik/pengurus Bank di luar negeri, dipergunakan untuk membeli saham Bank pada saat Bank melakukan emisi saham, dengan tujuan untuk menaikkan harga saham.
59
4. Penempatan dana pada perusahaan reksadana yang belum mendapatkan ijin dari Bapepam, yang pada saat jatuh tempo tidak dapat ditarik karena perusahaan ditutup.
59
5. Melakukan pinjaman Uang Antar Bank dengan suku bunga melebihi suku bunga penjaminan pemerintah, yang selanjutnya di rekayasa menjadi deposito atas nama salah satu direktur Bank Kreditor, dan pada saat jatuh tempo deposito tersebut dicairkan dengan menggunakan dana dari program penjaminan pemerintah.
60
6. Melarikan dana ke luar negeri dan menyalurkannya ke perusahan group yang dilakukan dengan cara membuat perjanjian Investment Advisory Agreement dibawah tangan dengan Fund Manager di luar negeri melalui Kustodian yang ditunjuk. Oleh Kustodian, dana yang disetor hanya sebagian dikirim ke Fund Manager sementara sisanya disalurkan ke perusahaan group terkait Bank. Penempatan tersebut kemudian digunakan melakukan transaksi derivatif yang merugikan Bank.
60
III. Pemberian Kredit 1. Pemberian kredit kepada nasabah tidak disertai dengan pengikatan jaminan yang memadai, bukti kepemilikan jaminan tidak diserahkan, dan jaminan telah diagunkan untuk kredit di Bank lain.
61
2. Pemberian fasilitas kredit investasi digunakan untuk membiayai investasi yang dinaikkan nilainya (mark-up).
61
3. Pemberian fasilitas kredit konstruksi kepada nasabah dengan jaminan kontrak pekerjaan fiktif yang kemudian menjadi macet.
62
4. Pemberian fasilitas kredit kepada keluarga pejabat Bank dengan jaminan pejabat Bank yang bersangkutan, yang pada saat kreditnya macet, oleh pejabat Bank kredit dihapusbukukan. 5. Pemberian fasilitas kredit ekspor pre-shipment kepada eksportir yang sebagian dipergunakan melunasi hutang /promissory notes, dan hanya sebagian yang dipergunakan untuk modal kerja ekspor sehingga kredit menjadi macet. 6. Pemberian fasilitas overdraft kepada nasabah bermasalah tanpa melalui analisa yang matang sehingga kredit menjadi macet. 7. Pemberian kredit kepada beberapa perusahaan Multi Finance yang kemudian diterus-pinjamkan ke perusahaan terkait, dengan tujuan untuk menghindari pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit. 8. Pemberian kredit untuk menutupi kekurangan pembayaran untuk
63
63
64 64
spekulasi jual beli valas yang nilainya melebihi margin deposit nasabah, sehingga kredit menjadi macet.
65
9. Menghindari pelanggaran Batas Minimum Pemberian Kredit dengan cara merekayasa pencairan Kredit Usaha Kecil fiktif untuk kepentingan group terkait Bank.
65
10. Penjualan agunan kredit kepada pihak terkait nasabah dibawah harga pasar dengan imbalan dari pembeli.
66
11. Penerimaan cicilan pinjaman yang telah dihapus buku tidak disetorkan pada bank namun digunakan untuk kepentingan pribadi petugas Bank, yang dilakukan dengan cara tidak memvalidasi bukti setor debitur (di cap dengan stempel Bank)
66
12. Pelunasan kredit salah satu perusahaan grup terkait kepada Bank lain dilakukan dengan cara menset-off penempatan dana Bank milik pihak terkait pada Bank pemberi kredit.
67
IV. Pengelolaan Transaksi Derivatif 1. Membuat transaksi valas (SWAP) dengan pihak terkait Bank, dimana Bank menjual valas secara forward dengan kurs yang lebih rendah dari pada kurs spot sehingga Bank mengalami kerugian transaksi valas. 2. Memberikan fasilitas Forex Line kepada nasabah fiktif untuk transaksi valas yang dibuat merugikan Bank dan menguntungkan nasabah. Keuntungan transaksi valas tersebut kemudian dimasukan ke rekening giro nasabah dan ditarik berangsur-angsur atas nama pihak terkait Bank. 3. Bank melakukan kontrak Put Option Valuta Asing (hak untuk menjual valas) dengan suatu perusahaan paper company (jaminan uang), yang pada saat jatuh tempo Bank tidak dapat menyediakan valas dimaksud sehingga paper company mencairkan jaminannya. Uang jaminan tersebut kemudian dimasukan ke rekening perusahaan di luar negeri atas nama pengurus Bank. 4. Fasilitas diskonto dari Advising Bank kepada eksportir tidak dapat dikembalikan karena Usance L/C importir tidak dapat dibayar oleh opening Bank di luar negeri. 5. Menutupi kerugian akibat transaksi derivatif yang telah jatuh tempo dengan cara menangguhkannya didalam rekening Defferred Account di Neraca. 6. Membuat transaksi valas dengan perusahaan fiktif (paper company) untuk membayar kewajiban rediskonto wesel ekspor fiktif kepada Bank Indonesia yang dilakukan dengan cara mengirim hasil transaksi valas ke rekening Bank Penerbit L/C di luar negeri, mentransfer kembali ke rekening eksportir pada Bank, dan selanjutnya digunakan untuk melunasi rediskonto wesel ekspor fiktif tersebut ke Bank Indonesia.
67
68
68
69
69
70
V. Kecurangan Bank Lainnya 1. Pendapatan bunga kredit dilaporkan lebih besar dari jumlah sebenarnya dengan tujuan untuk menaikkan laba dan memperbesar jasa produksi. 2. Pemotongan PPh Pasal 23 atas bunga tabungan, deposito, dan giro nasabah tidak dilaporkan dan atau hanya sebagian disetorkan ke Kantor Kas Negara. 3. Pengalihan kepemilikan saham Bank yang sedang digadaikan kepada Bank Indonesia (untuk jaminan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) kepada pihak lain. 4. Pembelian tanah dan bangunan oleh Bank dari Perusahaan terkait yang sebagian diantaranya merupakan transaksi pembelian fiktif dimana dana pembelian tersebut menggunakan dana pemerintah/masyarakat. 5. Mengeluarkan biaya tenaga kerja asing yang tidak bekerja untuk Bank tetapi untuk kepentingan perusahaan group terkait Bank, atas perintah pemilik Bank. 6. Penerbitan Bank Garansi oleh Bank tidak diikuti dengan pembayaran provisi dan setoran jaminan dengan imbalan tertentu dari nasabah kepada petugas Bank. 7. Pencairan Bank Garansi oleh perusahaan pemberi kerja yang dilakukan dengan membuat pekerjaan seolah-olah tidak memenuhi klausul kontrak berdasarkan kerjasama antara pemberi kerja, kontrakor dan pegawai Bank penerbit Garansi.
70
71
71
72
72
72
73
Lampiran 3 UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN BUMN/BUMD dan PERBANKAN TIM PENYUSUN Pengarah
:
1. Kepala Badan Pembangunan ;
Pengawasan
2. Sekretaris Utama BPKP Narasumber
:
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sjahrudin Rasul ; S. Herutomo ; Pontas R. Siahaan ; Imran ; Atjeng Sastrawijaya ; Joko Susilo
Penanggung jawab
:
Deputi Kepala BPO Bidang Investigasi Agus Setiasena
Pembantu Penanggung jawab
: Direktur Investigasi BUMN/BUMD Eddy Subagdja
Ketua Tim
: Muhammad Yusuf
Anggota
: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tim Perbantuan
: 1. 2. 3. 4.
Tuppal Pakpahan ; Sueb Cahyadi ; Hieronymus Saktyo P.; Daulat Thomson Juarsa ; Mulyono DP. ; Adjie Manggomgom ; Jult Lumban Gaol ; Irham ; Wiharto ; Bram Brahmana ; Gatot Wibisono ; I. G. Made Mandita
Keuangan
dan