BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, badan usaha yang dimiliki pemerintah terbagi menjadi dua
badan usaha yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). BUMD adalah organisasi yang didirikan dan dimiliki oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk membentuk dan mengelola berbagai kegiatan pemerintah di daerah. Kinerja perusahaan daerah masih dirasakan kurang baik, hal tersebut disebabkan karena masih adanya inefisiensi, rendahnya kualitas SDM, dan adanya kelemahan-kelemahan dalam manajemen. Sedangkan BUMN adalah salah satu pelaku ekonomi dengan tujuan yang dimilikinya dimana dalam menghadapi persaingan global yang semakin pesat diharapkan mampu menaikkan efisiensinya sehingga menjadi unit usaha yang sehat. Kinerja pada BUMN sendiri sudah cukup baik, dengan menjadi penghasil laba terbesar dimana dapat mendukung percepatan pembangunan di Indonesia (Faridz, 2013). Namun seiring dengan perkembangan dunia bisnis dan ekonomi yang semakin pesat, tantangan yang dihadapi oleh para pelaku bisnis pun semakin beragam, mulai dari munculnya perusahaan-perusahaan pesaing, perusahaanperusahaan asing serta banyaknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta berbagai kecurangan yang dapat merugikan perusahaan. Sebagai contoh
1
2
praktik KKN yang pernah terjadi di Indonesia antara lain seperti kasus Bank Century, mafia pajak oleh Gayus Tambunan, pengadaan mesin jahit dan impor sapi oleh Bactiar Hamzah (mantan menteri sosial), pengadaan mobil kebakaran oleh mantan Gubernur Kepulauan Riau, pengadaan alat kesehatan oleh mantan Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan, suap kepada hakim Pengadilan Industrial Imas Dianasari, pengucuran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia, skandal Bank Indonesia oleh Aulia Pohan, dan masih banyak lagi kasuskasus KKN lainnya. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu kiranya setiap perusahaan berusaha meningkatkan kesadaran untuk menerapkan Good Corporate Governance (GCG) guna meminimalisir tantangan-tantangan bisnis tersebut (Faridz, 2013). Beberapa dekade terakhir, Corporate Governance menjadi topik bahasan penting para pelaku usaha, akademisi, dan regulator. Tercermin dari pernyataan Presiden World Bank, James D.Wolfensohn: “The proper governance of companies will become as crucial to the world economy as the proper governing of countries” tidak berlebihan jika abad ke-19 disebut sebagai “century of the entrepreneur” setelah abad ke-20 merupakan “century of management” dan abad ke-21 disebut akan menjadi “century of governance” (Danu Febrianto, 2007:98). Corporate governance yang buruk disinyalir sebagai salah satu sebab terjadinya krisis ekonomi politik Indonesia yang dimulai tahun 1997. Krisis keuangan yang pernah terjadi di Amerika Serikat juga ditengarai karena tidak diterapkannya prinsip-prinsip GCG, beberapa kasus skandal keuangan seperti Enron Corp., Worldcom, Xerox dan lainnya melibatkan top eksekutif perusahaan
3
tersebut menggambarkan tidak diterapkannya prinsip-prinsip GCG. Menurut tim GCG BPKP mendefinisikan GCG sebagai: “Good corporate governance merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari "nilai-nilai" yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition)” (Tim GCG BPKP, 2013). Pengamat Ekonomi, Indra Abidin Nasri mengatakan bahwa perusahaan publik yang tidak menerapkan asas transparansi dan akuntablitas publik akan rentan terhadap konflik. Kasus sengketa saham di Bumi Plc dan Sumalindo Lestari Jaya (SULI) belakangan ini adalah salah satu contohnya. Menurut Indra, kasus sengketa pemegang saham di Bumi Plc, Sumalindo, dan lainnya memperlihatkan transparansi dan akuntabilitas pihak perusahaan publik masih lemah. Padahal transparansi dan akuntabilitas perusahaan publik adalah persyaratan yang sangat penting untuk membangun Good Corporate Governance, sekaligus sebagai bentuk pertanggungjawaban publik atas dana publik yang diserap. Dalam kasus itu, SULI terbukti kalah. Artinya SULI harus mau lebih terbuka dan siap diaudit atas perintah pengadilan. Senada dengan itu, Pengamat Ekonomi dan Pasar Modal, Yanuar Rizky, juga mengatakan bahwa perusahaan terbuka bisa digugat dan disengeketakan oleh pemegang saham lainnya jika ada ketidakpuasan atas manajemen dan kebijakan perusahaan. Manajemen PT. SULI dianggap mengabaikan asas-asas Good Corporate Governance, selain itu juga dianggap banyak mengabaikan keputusan hukum yang sudah berlaku sehingga merugikan banyak pihak (Jawa Pos, 31 Oktober 2013).
4
Perubahan menuju good corporate membutuhkan perhatian lebih dari berbagai pihak, baik dari pihak pemerintah maupun dari pihak perusahaan itu sendiri. Perhatian lebih harus diberikan pada peningkatan akan fungsi pemeriksaan intern dalam perusahaan. Sehubungan dengan pengertian audit internal menurut lembaga auditor internal profesional menyatakan bahwa audit internal adalah suatu aktivitas assurance dan konsultasi yang independen, dan objektif yang didesain untuk menambah nilai dan meningkatkan operasional perusahaan. Auditor internal membantu perusahaan mencapai tujuannya dengan pendekatan yang sistematis dan ketat agar dapat melakukan evaluasi dan meningkatkan efektivitas terhadap manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola (Randal J.Elder dkk, 2011:450). Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, mengatakan bahwa mekanisme pengawasan internal di Direktorat Jenderal Pajak masih lemah. Institusi di bawah Kementerian Keuangan ini seharusnya
tidak
boleh
longgar
karena
menangani
pendapatan
negara
sebagaimana kantor Direktorat Jenderal Pajak. Menurut Hifdzil, lemahnya pengawasan itu tergambar masih adanya pegawai dan pejabat terjerat kasus suap. Hal ini jelas dipicu oleh pengawasan internal yang tak berjalan sehingga pemerintah harus menjelaskan apa penyebab sistem tersebut tak optimal. Kepala Subdirektorat Ekspor-Impor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Heru Sulastyono, disuap senilai Rp 11,4 miliar atas nama Heru dari Komisaris PT Tanjung Jati Utama, Yusran Arif, dalam bentuk polis asuransi yang dicairkan pada 2011-2012 (TEMPO.CO, 30 Oktober 2013).
5
Kasus lainnya adalah pencatatan tagihan PDAM tidak sesuai atau salah catat meteran. Ini menunjukkan bahwa tata kelola perusahaan kurang baik. Pegawai dinilai tidak akuntabel dan merugikan pelanggan. PDAM Tirtawening pun mengalami kehilangan air 2,2 juta meter kubik per bulan. Kehilangan air disebabkan pencurian, salah catat meteran, dan pipa bocor. Menurut Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung, Pian Sopian, kehilangan air ini melibatkan oknum PDAM dengan memasang sambungan liar. Hal ini dipicu karena pengawasan internal yang tidak berjalan baik (Tribun Jabar, 16 Februari 2013). Adanya kasus tersebut terjadi akibat kurangnya pengendalian internal. Menjadi pertanyaan banyak pihak bagaimana fungsi audit internal berjalan sehingga semua sepertinya tidak terdeteksi. Hal yang demikian tentu saja harus dihindari pada masa yang akan datang oleh pihak manajemen. Audit internal membantu manajemen dalam menjaga efektivitas jalannya roda organisasi perusahaan. Ia bisa melaporkan temuan-temuan di lapangan langsung kepada Direktur Utama dan memberikan rekomendasi solusi. Dengan fungsinya yang amat strategis itu semestinya bisa mengurangi risiko perusahaan terhadap kemungkinan
terjadinya
penyelewengan
ataupun
penyalahgunaan
aset
perusahaan. Efektivitas audit internal seharusnya mampu meningkatkan performance perusahaan karena seluruh unit kerja di perusahaan akan berjalan sebagaimana mestinya. Audit internal merupakan bagian dari Good Corporate Governance, dimana didalamnya mencakup pengawasan yang memadai, etika bisnis,
6
independensi, pengungkapan yang akurat dan tepat waku, akuntabilitas dari seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengelolaan perusahaan, serta mekanisme untuk memastikan adanya tindak lanjut yang saksama jika terjadi pelanggaran dalam perusahaan. Menurut Tjager dkk. (2003) dalam Sela (2012) mengemukakan bahwa salah satu unsur pelaksanaan Good Corporate Governance adalah audit internal. Fungsi audit internal meliputi pemeriksaan dan penilaian tentang sistem pengendalian internal perusahaan untuk memastikan efektivitas dikaitkan dengan rencana strategi perusahaan (Sela, 2012). Perusahaan daerah merupakan entitas bisnis yang berada pada kendali pemerintah daerah dan menunjang kegiatan pemerintah di daerah. Secara umum, kinerja perusahaan daerah kurang baik. Hal inilah lebih disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah inefisiensi, kualitas SDM, modal, kelemahan manajemen, dan dominasi birokrasi. Perusahaan daerah telah menerapkan Good Corporate Governance agar perusahaan dapat mencapai tujuannya yaitu turut serta dalam mensejahterakan masyarakat melalui fungsi-fungsi sosial seperti pelayanan, pemberdayaan, pengembangan serta bantuan manajemen usaha bagi masyarakat agar lebih berkembang dan memperoleh keuntungan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang kemudian hasilnya akan dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “PERANAN AUDIT INTERNAL DALAM PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) (Studi Kasus Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung)”.
7
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan
latar
belakang
penelitian
tersebut,
maka
penulis
mengidentifikasi pokok pembahasan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan audit internal pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung? 2. Bagaimana penerapan Good Corporate Governance pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung? 3. Bagaimana peranan audit internal dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung?
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi
yang berkaitan dengan peranan audit internal dalam penerapan Good Corporate Governance pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung. Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan audit internal pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui penerapan Good Corporate Governance pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung.
8
3. Untuk mengetahui peranan audit internal dalam penerapan Good Corporate Governance pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung.
1.4
Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan, pemikiran dan pengalaman yang baru dalam bidang akuntansi khususnya bidang audit internal dan Good Corporate Governance. Dan juga untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. 2. Bagi Perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan sumbangan pemikiran
mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan pengelola perusahaan untuk perbaikan bagi pengembangan dan kemajuan perusahaan. 3. Bagi Pihak Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan atau pun referensi, pertimbangan bagi para peneliti yang meneliti dalam bidang kajian yang sama.
9
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Penulis melakukan penelitian pada Perusahan Daerah Air Minum (PDAM)
Tirtawening Kota Bandung Jalan Badaksinga No. 10 Bandung 40132. Adapun waktu penelitian dimulai pada bulan November 2013 sampai dengan bulan Februari 2014.