Buku Pedoman Pengenalan Praktik Kolaborasi dan Pendidikan Interprofesi untuk Mahasiswa dan Profesional Muda Kesehatan Nusantara Health Collaborative HPEQ Student – IYHPS Didukung oleh: Proyek HPEQ Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Untuk Indonesia
Editor: Samuel Josafat Olam Mawar Putri Julica Kontributor: Panitia NHC 2014 Desain dan tata letak:
DAFTAR ISI Daftar Isi Pendahuluan Pedoman Kegiatan Kuliah Pemutaran Video Workshop Metode Pembelajaran Lain Diskusi Aliansi Rekomendasi Praktis Lampiran Draf slide kuliah
Pendahuluan Saat ini, dunia tengah menghadapi krisis tenaga kesehatan. Adanya kekurangan 4,3 juta tenaga kesehatan di berbagai belahan dunia merupakan salah satu hambatan terbesar pencapaian Millennium Development Goals pada tahun 2015. Di tengah kondisi sistem kesehatan yang terfragmentasi, pembuat kebijakan pun dituntut untuk menyusun strategi yang inovatif untuk menjawab kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan. World Health Organization (WHO) dalam Framework for Action on Interprofessional Education and Collaborative Practicemerekomendasikan suatu revolusi dalam praktik dan pendidikan tenaga kesehatan dengan pendekatan kolaborasi interprofesi. Tidak hanya meningkatkan efisiensi kerja dan mengatasi masalah keterbatasan jumlah tenaga
kesehatan,
seperti
disebutkan
oleh
Canadian
Interprofessional
Health
Collaborative (CIHC), praktik kolaborasi yang berpusat pada pasien juga memperbaiki kualitas pelayanan pasien dan meningkatkan luaran kesehatan pasien. Praktik kolaborasi menurunkan kejadian komplikasi, lama rawat inap, jumlah kunjungan ke rumah sakit, kejadian malpraktik, dan angka kematian. Praktik kolaborasi juga mengurangi konflik di antara tenaga kesehatan, mengurangi biaya kesehatan, dan meningkatkan kepuasan pasien serta tenaga kesehatan. Praktik Kolaborasi dan Pendidikan Interprofesi WHO menggambarkan paktik kolaborasi (collaborative practice) sebagai suatu pelayanan komprehensif yang diberikan oleh dua atau lebih tenaga kesehatan dari latar belakang profesi yang berbeda, lewat kerja sama dengan pasien, keluarga, pengasuh, dan komunitas untuk menyediakan kualitas pelayanan yang tertinggi di berbagai situasi. Adapun pendidikan interprofesi (interprofessional education, IPE) didefinisikan Centre for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE) sebagai suatu bentuk pendidikan yang terjadi ketika dua atau lebih profesi kesehatan belajar bersama, dari, dan mengenai satu sama lain untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif dan meningkatkan luaran kesehatan. University of Toronto menyebutkan,pendidikan interprofesi bertujuan untuk menghasilkan mahasiswa profesi kesehatan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dengan praktek kolaborasi interprofesional, sehingga WHO pun merekomendasikan pendidikan interprofesi, sebagai pendidikan yang terintegrasi untuk peningkatan kemampuan kolaborasi.
HPEQ Student dan IYHPS Harus diakui, praktik kolaborasi dan pendidikan interprofesi bukan sesuatu yang mudah untuk diimplementasikan. Perubahan mendasar perlu dilakukan dalam sistem kesehatan, manajemen pelayanan, pembiayaan kesehatan, dan berbagai kebijakan kesehatan lain. Institusi pendidikan kesehatan yang ada di Indonesia pun tidak semuanya mampu untuk menjalankan kurikulum pendidikan interprofesi yang melibatkan berbagai program studi yang berbeda, sehingga pasti diperlukan waktu, sumber daya, dan tenaga hingga akhirnya Indonesia siap melakukan langkah besar tersebut. Menjawab kebutuhan akan pelopor praktik kolaborasi di Indonesia, HPEQ Student dan IYHPS mempersiapkan mahasiswa dan profesional muda kesehatan untuk menjadi agen perubahan di institusi mereka masing-masing. Diharapkan, dalam 20 tahun ke depan, Indonesia akan memiliki pemimpin di bidang kesehatan yang siap untuk melakukan revolusi pelayanan dan pendidikan ilmu kesehatan dengan pendekatan interprofesi. HPEQ Student berdiri tahun 2011 sebagai suatu jejaring organisasi mahasiswa ilmu kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan advokasi mahasiswa ilmu kesehatan dalam bidang pendidikan dan mendorong interprofesionalisme. HPEQ Student telah menjalankan berbagai kegiatan seperti kajian nasional mengenai pendidikan interprofesi, pelatihan mengenai advokasi, dan mendorong lahirnya Berkalah Ilmiah Mahasiswa Kesehatan (BIMKES). HPEQ Student juga telah mengeluarkan beberapa publikasi seperti Mahasiswa Kesehatan Harus Tahu, Apa Kata Mahasiswa?, dan Panduan Teknis Advokasi. Indonesian Young Health Professionals’ Society(IYHPS) berdiri tahun 2014 sebagai wadah bagi profesional muda kesehatan untuk mengembangkan kolaborasi dan meningkatkan kapasitas diri. IYHPS mengadakan program pelatihan bagi profesional muda kesehatan, melakukan kajian pendidikan ilmu kesehatan, dan mempelopori program PENAKES (Penulis Muda Kesehatan Indonesia). Nusantara Health Collaborative Nusantara Health Collaborative (NHC)merupakan langkah konkrit yang diambil HPEQ Student dan IYHPS dengan dukungan Proyek HPEQ Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi Kemendikbud Republik Indonesia untuk mendorong implementasi praktik kolaborasi dan pendidikan interprofesi di Indonesia. Kegiatan NHC 2014 mengambil bentuk seminar 1-2 hari yang diselenggarakan di sepuluh kota besar di Indonesia. Kegiatan NHC 2014 dapat diikuti oleh mahasiswa ilmu kesehatan dan profesional muda kesehatan dari progam studi kedokteran, kedokteran gigi, farmasi, keperawatan,
kesehatan masyarakat, gizi, dan kebidanan. Melalui kegiatan tersebut, peserta diharapkan dapat:
mengenal konsep praktik kolaborasi dan pendidikan interprofesi
memahami pentingnya praktik kolaborasi dan pendidikan interprofesi
mengerti hambatan dan tantangan pelaksanaan praktik kolaborasi dan pendidikan interprofesi
terinspirasi untuk mengadakan advokasi atau kegiatan lain yang dapat mendorong kolaborasi interprofesi, lewat jejaring organisasi kemahasiswaan atau profesi di daerah masing-masing
merasakan proses diskusi dan kolaborasi bersama profesi kesehatan lain
NHC 2014 diadakan di sepuluh kota besar di Indonesia. Di setiap kota, NHC 2014 mengambil tema sesuai masalah kesehatan yang menonjol di daerah pelaksanaan terkait. Selain itu, terdapat pula berbagai metode pembelajaran yang berbeda yang disesuaikan dengan kondisi institusi penyelenggara kegiatan, misalnya talkshow, scavanger hunt, field trip, dan lain-lain. Namun demikian, secara umum, pelaksanaan NHC 2014 memiliki kerangka kegiatan dasar yang relatif tidak berubah dari satu kota ke kota lain. Berikut adalah kerangka kegiatan tersebut: HARI PERTAMA Waktu
Agenda
09.00 – 09.30
Pembukaan
09.30 – 10.00
Pemutaran video
10.00 – 10.45
Kuliah I: “Praktik kolaborasi dalam pelayanan kesehatan”
10.45 – 11.00
Diskusi
11.00 – 12.00
Pemutaran video
12.00 – 12.45
Kuliah I: “Pendidikan interprofesi”
12.45 – 13.00
Diskusi
13.00 – 14.00
ISHOMA
14.00 – 14.15
Penjelasan mengenai Nusantara Health Care Team Workshop dan pembagian kelompok
14.15 – 15.45
Diskusi kelompok Nusantara Health Care Team Workshop
15.45 – 16.15
Presentasi hasil diskusi
16.15 – 17.00
Umpan balik
HARI KEDUA
Waktu
Agenda
08.30 – 09.00
Pembukaan
09.00 –12.00
Metode pembelajaran lain: fieldtrip/talkshow/simulasi/dll
12.00–14.00
ISHOMA
14.00–14.30
Pengarahan peserta untuk diskusi rencana tindak lanjut
14.30 – 15.45
Diskusi kelompok untuk rencana tindak lanjut NHC di daerah masing-masing
15.45 – 16.30
Presentasi hasil diskusi dan umpan balik
16.30-17.00
Penutupan
Di beberapa kota, kegiatan NHC 2014 hanya diselenggarakan selama satu hari. Di kotakota tersebut, diskusi rencana tindak lanjut dilakukan di akhir hari pertama, sedangkan metode pembelajaran lain tidak dilakukan. Buku ini disusun berdasarkan pengalaman pelaksanaan kegiatan NHC 2014, berisikan kerangka acuan kuliah, workshop, dan metode-metode pembelajaran lain. Buku ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi siapa saja yang ingin mengadakan kegiatan serupa untuk memberikan pengenalan praktik kolaborasi dan pendidikan interprofesi bagi mahasiswa dan profesional muda kesehatan. Untuk mendapatkan penjelasan lebih rinci mengenai kegiatan NHC 2014, di bab-bab selanjutnya, akan disajikan pedoman kegiatan untuk masing-masing jenis metode pembelajaran.
Pedoman Kegiatan Kuliah Metode kuliah digunakan untuk memperkenalkan konsep praktik kolaborasi dan pendidikan interprofesi. Dengan menghadirkan pembicara yang motivatif, kuliah juga digunakan sebagai metode untuk meningkatkan kesadaran peserta untuk berpartisipasi mendorong implementasi praktik kolaborasi dan pendidikan interprofesi di daerahnya masing-masing. Berikut adalah kerangka acuan yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi pembicara. Kuliah I : Praktik kolaborasi dalam pelayanan kesehatan A. TUJUAN PEMBELAJARAN Melalui kuliah ini, peserta diharapkan dapat memahami:
pentingnya praktik kolaborasi untuk penguatan sistem kesehatan
manfaat praktik kolaborasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan luaran kesehatan pada pasien
tantangan pelaksanaan praktik kolaborasi
praktik baik pelaksanaan praktik kolaborasi
B. DESKRIPSI MATERI Saat ini, dunia tengah menghadapi krisis tenaga kesehatan. Adanya kekurangan 4,3 juta tenaga kesehatan di berbagai belahan dunia merupakan salah satu hambatan terbesar pencapaian Millennium Development Goals pada tahun 2015. Di tengah kondisi sistem kesehatan yang terfragmentasi, pembuat kebijakan pun dituntut untuk menyusun strategi yang inovatif untuk menjawab kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan. World Health Organization (WHO) dalam Framework for Action on Interprofessional Education and Collaborative Practice merekomendasikan suatu revolusi dalam praktik dan pendidikan tenaga kesehatan dengan pendekatan kolaborasi interprofesi. Tidak hanya meningkatkan efisiensi kerja dan mengatasi masalah keterbatasan jumlah tenaga kesehatan, seperti disebutkan oleh Canadian Interprofessional Health
Collaborative (CIHC), praktik kolaborasi yang berpusat pada pasien juga memperbaiki kualitas pelayanan pasien dan meningkatkan luaran kesehatan pasien. Praktik kolaborasi menurunkan kejadian komplikasi, lama rawat inap, jumlah kunjungan ke rumah sakit, kejadian malpraktik, dan angka kematian. Praktik kolaborasi juga mengurangi konflik di antara tenaga kesehatan, mengurangi biaya kesehatan, dan meningkatkan kepuasan pasien serta tenaga kesehatan. Namun demikian, implementasi praktik kolaborasi bukanlah hal yang mudah. Diperlukan perubahan budaya kerja, sistem pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan, sistem kesehatan, dan kebijakan lain yang mendukung komunikasi serta kerja tim kesehatan multiprofesi. Paling utama, diperlukan perubahan pola pikir dari tenaga kesehatan, sikap menghargai profesi kesehatan yang lain, dan klarifikasi peran masing-masing profesi. Hal itu dapat diperoleh lewat suatu proses pendidikan interprofesi bersama mahaiswa dari program studi kesehatan yang lain. C. DAFTAR PUSTAKA Blendon, D., Learning from prescribing errors. Qual Saf Health Care 2002;11:258-260 Freeth D, Hammick M, Reeves S, Koppel I, Barr H. 2005. Effective Interprofessional Education: Development, Delivery and Evaluation. Canada: Blackwell Publishing. The Canadian Interprofessional Health Collaborative.Interprofessional Education & Core Competencies 2008. [cited 22th of April 2009] . Available from: http://www.cihc.ca/files/publications/CIHC_IPE-LitReview_May07.pdf World Health Organization. Framework for Action on Interprofessional Education and Collaborative Practice. Geneva: WHO, 2010. World Health Organization.Learning Together to Work Together for Health. Report of a WHO study group on multiprofessional education for health personnel: the team approach. WHO Technical Report Series 769. Geneva: WHO, 1988;3–72. Kuliah II : Pendidikan interprofesi A. TUJUAN PEMBELAJARAN Melalui kuliah ini, peserta diharapkan dapat memahami:
definisi dan konsep pendidikan interprofesi
manfaat pendidikan interprofesi
kompetensi yang dicapai lewat pendidikan interprofesi
berbagai macam metode dan model pembelajaran interprofesi, beserta contoh yang sudah diterapkan di dalam maupun luar negeri
inovasi model pembelajaran sesuai karakteristik masing-masing daerah atau institusi
tantangan dan hambatan implementasi pendidikan interprofesi
kegiatan yang dapat dilakukan mahasiswa untuk mendorong kolaborasi interprofesi secara ekstrakurikuler
B. DESKRIPSI GAMBARAN MATERI Pendidikan interprofesi (IPE) adalah bentuk pendidikan yang direkomendasikan oleh WHO untuk medorong praktik kolaborasi. Menurut UK Centre for the Advancement of Interprofessional Education,IPE terjadi ketika dua atau lebih profesi kesehatan belajar bersama, dari, dan mengenai satu sama lain untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif. IPE menanamkan pengetahuan dan keterampilan dasar untuk kolaborasi interprofesi dalam masa pendidikan, dan dapat dimulai bahkan sejak tahap akademik pendidikan ilmu kesehatan. Implementasi IPE di tahap awal pendidikan dianggap memiliki kelebihan karena identitas profesi belum terbentuk sempurna sehingga pengalaman belajar bersama akan menumbuhkan sikap saling menghargai dan rasa kesetaraan antarprofesi. Sebaliknya, implementasi IPE di tahap akhir pendidikan memiliki kelebihan dalam hal kejelasan peran dan tanggung jawab masing-masing profesi yang dibutuhkan dalam sebuah tim yang fungsional. Terdapat empat aspek kompetensi utama yang ingin dicapai dalam IPE, yaitu nilai/etika, peran/tanggung jawab profesi, komunikasi, dan kerja tim. Untuk mencapai kompetensi-kompetensi tersebut, berbagai metode pembelajaran dapat digunakan, sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan di masing-masing institusi. Namun demikian, institusi pendidikan kesehatan yang ada di Indonesia tidak semuanya mampu untuk mengimplementasikan IPE di dalam kurikulumnya. Kendala terkait tenaga pengajar, sarana dan prasarana, serta pembiayaan dan jadwal belajar yang berbeda di antara program studi adalah beberapa contoh tantangan implementasi IPE. Karena itu, perlu adanya pengenalan metode dan model pembelajaran interprofesi yang mampu dilaksanakan dalam setting ekstrakurikuler dengan memanfaatkan jejaring organisasi mahasiswa dan profesional muda. C. DAFTAR PUSTAKA
Blendon, D., Learning from prescribing errors. Qual Saf Health Care 2002;11:258-260 Freeth D, Hammick M, Reeves S, Koppel I, Barr H. 2005. Effective Interprofessional Education: Development, Delivery and Evaluation. Canada: Blackwell Publishing. The Canadian Interprofessional Health Collaborative.Interprofessional Education & Core Competencies 2008. [cited 22th of April 2009] . Available from: http://www.cihc.ca/files/publications/CIHC_IPE-LitReview_May07.pdf World Health Organization.Learning Together to Work Together for Health. Report of a WHO study group on multiprofessional education for health personnel: the team approach. WHO Technical Report Series 769. Geneva: WHO, 1988;3– 72. World Health Organization, Department of Human Resources for Health.Framework for Action on Interprofessional Education & Collaborative Practice (WHO/HRH/HPN/10.3). Switzerland. 2010. This publication is available from: http://www.who.int/hrh/nursing_midwifery/en
Pemutaran Video Video digunakan sebagai alat bantu pembelajaran, ditampilkan dalam dua sesi sebagai pengantar kuliah. Video diambil dari YouTube dan ditayangkan dengan teks dalam bahasa Indonesia. A. TUJUAN PEMBELAJARAN:
Memahami pentingnya praktik kolaborasi dari sudut pandang pasien
Memahami contoh aplikasi kompetensi interprofesi dalam praktik sehari-hari
Memahami contoh penyelesaian kasus oleh tim kesehatan dengan pendekatan interprofesi
Mengajak peserta berpikir mengenai dampak positif dan negatif penerapan praktik kolaborasi dalam praktik sehari-hari
B.
MATERI PEMBELAJARAN:
Terdapat 6 (enam) video yang digunakan untuk keperluan pembelajaran. Keenam video tersebut adalah: 1. Just A Routine Operation Durasi: 13 menit 55 detik Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=JzlvgtPIof4 Video menampilkan penuturan seorang pilot yang kehilangan isterinya pada sebuah operasi sinus rutin, akibat kurangnya kerja sama di antara tim kesehatan yang bertugas. Sang pilot kemudian menjelaskan bagaimana ia dan tim yang bekerja di bidang penerbangan mencegah terjadinya kecelakaan pesawat, agar dapat menjadi pembelajaran bersama. 2. Interprofessional Competency: Collaboration Durasi: 2 menit 20 detik Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=a5VW_k43C3I Video ini menunjukkan masalah yang muncul pada praktik sehari-hari akibat kurangnya kolaborasi antara tim kesehatan, dan bagaimana penerapan kolaborasi dapat menyelesaikan masalah tersebut. 3. Interprofessional Competency: Communication Durasi: 1 menit 37 detik Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=vTOPE8hL708
Video ini menunjukkan masalah yang muncul pada praktik sehari-hari akibat kurangnya komunikasi antara tim kesehatan, dan bagaimana perbaikan komunikasi dapat menyelesaikan masalah tersebut. 4. Interprofessional Competency: Role Clarification Durasi: 2 menit 52 detik Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=Z0a3wwGOXHk Video ini menunjukkan masalah yang muncul pada praktik sehari-hari akibat kurangnya klarifikasi peran tim kesehatan, dan bagaimana klarifikasi peran dapat menyelesaikan masalah tersebut. 5. Interprofessional Competency: Reflection Durasi: 1 menit 29 detik Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=ARkCWuhuYbA Video ini menunjukkan refleksi dapat menyelesaikan masalah dalam praktik sehari-hari dan meningkatkan kualitas pelayanan. 6. Interdisciplinary Rounds Durasi: 10 menit 33 detik Sumber: www.youtube.com/watch?v=C31k-CU6Bqg Video ini memperlihatkan sebuah sesi ronde di rumah sakit yang diikuti berbagai tenaga kesehatan, membahas mengenai pasien pasca henti jantung dan rencana perawatan lanjutannya.Lewat video ini, peserta diharapkan mendapatkan gambaran mengenai bentuk praktik kolaborasi yang juga melibatkan keluarga pasien. Di dalam video ini diperlihatkan bahwa tenaga kesehatan di dalam tim berkomunikasi dengan istilah-istilah yang sulit, namun semua mengerti apa yang dibicarakan satu sama lain. Peserta diharapkan memperoleh pemahaman bahwa untuk kerja tim yang efektif, anggota tim perlu mengerti bahasa yang digunakan satu sama lain. Karena itu, sangat penting bagi anggota tim untuk menggunakan protokol yang sama dan memiliki kompetensi profesi yang cukup. C. METODE PELAKSANAAN: Pemutaran video dilakukan dalam dua sesi: 1. Sesi pertama merupakan pengantar untuk kuliah mengenai praktik kolaborasi dan pendidikan interprofesi. Waktu yang diberikan adalah 30 menit, meliputi 15 menit pemutaran video Just A Routine Operation dan 15 menit untuk menggali respons dan pendapat peserta terhadap video tersebut. 2. Sesi kedua merupakan sesi diskusi setelah kuliah diberikan, dibagi menjadi dua
fase. Fase pertama memutar empat video serial Interprofessional Competency selama 10 menit dan diskusi selama 10 menit. Fase Kedua memutar video Interdisciplinary Rounds selama 10 menit dan diskusi selama 20 menit. Setelah pemutaran video, peserta diajak berdiskusi dengan beberapa pertanyaan pemicu, antara lain: 1. Setelah melihat video-video tadi, apa pendapat Anda? 2. Apa yang Anda pelajari dari video-video tadi? 3. Apakah masalah-masalah yang ada di video pernah Anda temui dalam praktik atau pendidikan sehari-hari, atau pernah dengar dari kerabat Anda? 4. Apakah kolaborasi yang ada di video pernah Anda temui dalam praktik atau pendidikan sehari-hari, atau Anda pernah dengar dari kerabat Anda? 5. Apakah kolaborasi interprofesi mungkin dilakukan di Indonesia? Mengapa? 6. Apakah kolaborasi interprofesi menguntungkan bagi pasien? Mengapa? 7. Apakah kolaborasi interprofesi menguntungkan bagi tenaga kesehatan? Mengapa? 8. Apakah kolaborasi interprofesi terlalu merepotkan dan memakan waktu? Bagaimana solusinya? 9. Apa syarat agar kolaborasi seperti yang ada pada video dapat terlaksana dengan baik? 10. Mengapa pendidikan interprofesi perlu?
Workshop (Health Care Team Challenge) Dalam rangkaian kegiatan NHC 2014, peserta diberikan kesempatan untuk merasakan pengalaman berkolaborasi dalam tim pelayanan kesehatan, dengan mengembangkan rencana tatalaksana untuk pasien dengan kebutuhan kesehatan yang kompleks. Sesi workshop ini dinamakan Nusantara Health Care Team Challenge, dan dilaksanakan dalam suasana yang dinamis dan menyenangkan. A. TUJUAN PEMBELAJARAN:
Memberikan peserta pengalaman berkolaborasi dengan profesi kesehatan lain dalam pemecahan kasus
Melatih peserta mengaplikasikan pengetahuan dan kompetensi interprofesi dalam menyelesaikan kasus medis dengan pendekatan kolaboratif.
Melatih kemampuan komunikasi efektif peserta antar profesi.
Memahami peran profesi lain dalam penyelesaian suatu kasus medis.
B. METODE PELAKSANAAN:
Peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil beranggotakan 10 orang. Pembentukan tim diatur oleh panitia, dan peserta akan dibagi secar acak dari berbagai institusi dan jurusan
Pembagian tim dan penjelasan mekanisme akan dipimpin oleh seorang moderator. Setiap tim akan mempelajari sebuah kasus kompleks dan mereka dituntut untuk menyiapkan rencana kerja dari kasus tersebut. Mereka akan mempresentasikan rencana kerja yang telah mereka susun kepada peserta lain.
Beberapa tim akan dipilih berdasarkan undian pada waktu pelaksanaan. Tim yang teriplih memiliki waktu presentasi masing-masing 10 menit. Setelah semua tim selesai presentasi, umpan balik diberikan oleh seorang narasumber.
Berikut adalah kumpulan kasus yang digunakan dalam pelaksanaan NHC 2014. KASUS 1 – Keracunan Makanan Pada tanggal 31 mei 2014, 3 orang siswi pesantren, an. N berumur 7 tahun (BB: 35kg, TB: 110cm), an. H berumur 9 tahun (BB: 40kg, TB: 120cm) dan an. C
berumur 10 tahun (BB: 39kg, TB: 115cm), mengeluh sakit setelah 30 menit memakan nasi goreng yang telah dipanaskan kembali. Nasi goreng tersebut telah dimasak pada tanggal 30 mei. Nasi goreng tersebut sempat didiamkan selama 1 hari dalam suhu ruang. Siswi-siswi tersebut kembali memakan nasi goreng karena menu yang diberikan ditanggal 31 mei pedas dan disudut bibir mereka terdapat luka sehingga perih jika memakan yang pedas. Siswi-siswi tersebut dibawa ke rumah sakit setelah memakan nasi goreng tersebut. An. N, An. H, An. C tersebut demam dengan suhu 38 celcius, muntah berulang, namun tidak kehilangan kesadaran. Pada pemeriksaan ditemukan terdapat luka pada sudut mulut dan bibir ketiga pasien ini pecah-pecah. Luka tersebut sering dirasakan perih. Dari keterangan di dapatkan di pesantren tersebut siswa siswi jarang mengkonsumsi buah-buahan karena di daerah tersebut buah-buahan cukup mahal karena harus membeli dari daerah lain. Siswa mengeluh menu makan monoton sehingga mereka bosan dengan makanan yang ada. Di pesantren tersebut bekerja 2 orang tukang masak lulusan sma yang mengatur menu makan para siswa. Beberapa bulan lalu pernah dilaporkan terjadi diare pada sejumlah siswa setelah menkonsumsi makan siang. Namun belum ada tindak lanjut dari dinas kesehatan setempat untuk memeriksa ke sekolah. Tidak ada tim kesehatan khusus di pesantren, hanya ada guru UKS. Diskusikan bersama tim dan rekan antar profesi Anda: 1. Ceritakan kepada tim Apa masalah yang ditemukan dari kejadian food poisoning kali ini dari sudut pandang profesi anda? 2. Ceritakan kepada tim Apa rencana tatalaksana pada pasien-pasien ini dari sudut pandang profesi anda? 3. Bagaimana rencana kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam tatalaksana pasienpasien ini? 4. Tenaga kesehatan apa saja yang perlu dilibatkan? 5. Sebagai salah satu tim dari dinas kesehatan, Apa dan Bagaimana cara dinas kesehatan untuk dapat meningkatkan PHBS dan kualitas kesehatan siswa di pesantren? Susunlah hasil diskusi tersebut dalam suatu rencana tatalaksana yang komprehensif dengan pendekatan tim.
KASUS 2 – Antenatal care Ny. D 31 tahun, G2P1, datang ke Puskesmas pada tanggal 29 Maret 2014 untuk menjalani pemeriksaan kehamilan oleh dokter. Pemeriksaan kehamilan ini merupakan pemeriksaan kehamilan pertamanya di Puskesmas sejak kehamilan kedua ini. Hari pertama haid terakhir adalah 2 Desember 2013. Saat ini, Ny. D datang tanpa keluhan. Riwayat persalinan sebelumnya normal. Anak pertama laki-laki, saat ini berusia 3 tahun, lahir di klinik bidan dengan berat lahir 2600 gram.
Tidak ada riwayat penyakit dahulu yang diketahui. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan tekanan darah 130/80 mmHg, berat badan 47 kg, TB 152 cm, lingkar lengan atas 22 cm. Pada pemeriksaan mata, konjungtiva pucat. Pada pemeriksaan mulut, gusi terlihat merah dan sedikit bengkak, menurut pasien kadang berdarah bila sikat gigi. Pemeriksaan jantung, tidak ditemukan suara jantung abnormal. Pada pemeriksaan paru, ditemukan suara vesikuler di kedua lapang paru, tidak ada bunyi tambahan. Tidak ada pembengkakan ekstremitas. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb 10 g/dL, golongan darah A, gula darah sewaktu 120 mg/dL. Pemeriksaan USG tidak dilakukan karena alat tidak tersedia. Diskusikan bersama tim Anda: • Apa masalah yang ditemukan dari pemeriksaan saat ini? • Apa rencana tatalaksana pada pasien ini dari sudut pandang profesi masing-masing? • Tenaga kesehatan apa saja yang perlu dilibatkan dalam asuhan kehamilan (antenatal)? • Bagaimana rencana kolaborasi tenaga kesehatan dalam asuhan kehamilan (antenatal)? Siapa ketua/pemimpin dari tim pelayanan kesehatan tersebut, bagaimana peran masing-masing profesi, dan mekanisme koordinasi/komunikasi di antara tenaga kesehatan? • Apa tindakan yang perlu dilakukan bagi keluarga pasien dan masyarakat di sekitarnya? Susunlah hasil diskusi tersebut dalam suatu rencana tatalaksana yang komprehensif dengan pendekatan tim.
KASUS 3 – Diabetes Melitus Seorang laki-laki berusia 59 tahun datang ke poliklinik umum RSUD X di Depok dengan keluhan luka di kaki kanan yang tidak sembuh sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya kaki luka karena tidak sengaja menginjak kerikil tajam di halaman rumah, namun setelah diberi obat merah dan ditutup plester, luka tidak menyembuh bahkan muncul bengkak dan kemerahan di sekitar luka dan mulai berbau. Akibatnya, pasien sulit untuk berjalan dan melakukan kegiatan sehari-hari. Sejak kira-kira 3 tahun lalu, pasien sudah berhenti bekerja berjualan kue di sekolah karena mudah merasa lelah. Pasien mudah merasa haus dan sering buang air kecil, bahkan di malam hari ketika tidur. Namun selain dari hal tersebut, pasien merasa sehat dan tidak pernah berobat ke dokter. Saat ini pasien tinggal bersama menantu dan anak ketiganya. Istri pasien sudah meninggal setahun yang lalu, sedangkan anak ketiga pasien saat ini sedang hamil, sehingga pasien membantu mengurus rumah. Sebelum pasien mengalami luka di kaki,
tidak ada kesulitan bagi pasien mengerjakan aktivitas sehari-hari sendiri. Pasien tidak merokok, namun tidak berolahraga. Sehari-hari pasien hanya tinggal di rumah, menghabiskan waktunya dengan menonton TV atau mengaji. Pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum baik, tekanan darah 140/80, berat badan 60 kg, tinggi badan 163 cm, konjungtiva tidak pucat, kebersihan mulut kurang baik. Pada pemeriksaan dada dan abdomen tidak ditemukan kelainan. Pada ekstremitas, di plantar pedis dekstra ditemukan ulkus berukuran 2 cm x 1 cm dengan dasar otot dan jaringan ikat, disertai edema dan eritema di sekitarnya. Ulkus nyeri bila ditekan, berbau, dan terdapat sedikit pus. Pemeriksaan darah menunjukkan Hb 13 g/dL, leukosit 8300/mm3, kadar glukosa darah sewaktu 273 mg/dL, total kolesterol 220 mg/dL, total trigliserida 200 mg/dL. Pada pemeriksaan urin ditemukan glukosa (+). Pasien menggunakan kartu BPJS untuk membayar pengobatannya. Diskusikan dengan tim Anda: 1. Apa masalah yang ditemukan pada pasien saat ini dan apa diagnosis kerja yang Anda tegakkan, menurut profesi Anda masing-masing? 2. Apa rencana tatalaksana pada pasien ini dari sudut pandang masing-masing profesi? 3. Tenaga kesehatan apa saja yang perlu dilibatkan pada tatalaksana pasien ini? 4. Apakah terdapat tumpang tindih peran antara anggota tim Anda dalam tatalaksana pasien ini? Bagaimana rencana kolaborasi di dalam tim Anda untuk dapat menatalaksana pasien ini secara optimal? 5. Bagaimana pendekatan yang perlu dilakukan terhadap keluarga dan komunitas pasien? Susunlah hasil diskusi tersebut dalam suatu presentasi rencana tatalaksana yang komprehensif dan holistik, dengan pendekatan tim.
KASUS 4 – Pediatric KASUS DISKUSI
An. N, seorang anak laki-laki umur 2 tahun di bawa ke Puskesmas H oleh Ibunya. Anak ini datang dengan keluhan badan yang panas. Selain an. N terdapat beberapa anak lain yang juga memiliki keluhan yang sama setelah mengkonsumsi jajanan di dekat rumahnya
bersama dengan anak lainnya. Namun anak lain tidak mengalami panas tinggi. An.n tersebut sejak kemarin muntah 4 kali dalam sehari dan BAB hingga 3 kali sehari. Aktifitas anak tersebut menurun. Saat dibawa anak terlihat lemah. Anak itu tidak mendapatkan ASI sejak umur 7 bulan karena tak keluar, dan sebagai pengganti ASI diberikan air tajin dan susu
kental manis yang ditambah gula. Pernah mendapatkan
sumbangan susu formula tetapi tidak berlangsung lama. Ayah dan Ibunya merupakan lulusan SD dan saat ini bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Berat lahir tidak diketahui karena persalinan ditolong dukun. Badan kurus, tulang nampak menonjol, wajah seperti orang tua, rambut hitam tipis mudah rontok, Nampak cengeng. Disarankan untuk dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 10 kg, TB 80 cm. Suhu tubuh 38-39 C. denyut nadi 132/menit, respirasi: 32x/menit. Pada pemeriksaan
intraoral,
ditemukan
gigi
depan
pasien
berwarna
kehitaman mahkota gigi 53,52,51,61,62,63. Pada gigi 75 dan 85 terlihat adanya karies dengan kedalaman lebih dari dentin.
Diskusikan bersama rekan dari masing-masing profesi Anda: 1. Apa masalah yang ditemukan dari pemeriksaan saat ini? 2. Apa rencana tatalaksana pada pasien ini? Ceritakan kepada tim hasil diskusi dari profesi Anda masing-masing, lalu diskusikan: 3. Bagaimana rencana kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam tatalaksana pasien ini? 4. Tenaga kesehatan apa saja yang perlu dilibatkan?
5. Sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer, bagaimana upaya tim kesehatan di Puskesmas dalam penatalaksanaan kejadian di masyarakat ini? 6. Susunlah hasil diskusi tersebut dalam suatu rencana tatalaksana yang komprehensif dengan pendekatan tim.
Lanjutan kasus:
An.N di diagnosis menderita diarhea, telah di berikan medikasi oleh dokter antibiotik yang diberikan ampicilin. Hasil pemeriksaan lab didapatkan leukosit
20,170/µL , neutrofil 2% dari 88%, C-reactive
protein : 10.527 mg/dL. Hasil lab lainnya normal. Dari hasil kultur feses ditemukan adanya Escherichia coli. Pasien dapat keluar dari rumah sakit setelah dirawat 3 hari. Namun dalam satu bulan terakhir an. N mengalami penurunan berat badan hingga 3kg dan terlihat sangat kurus. An.N datang kembali ke puskesmas dengan keluhan tidak nafsu makan. An.N selain kehilangan nafsu makan juga mengeluh giginya sering sakit sehingga membuat dia semakin susah makan. An. N hanya mau makan sehari sekali dan memakan nasi dengan kecap dan kerupuk.
Diantara selang waktu
makan, An.N hobi memakan permen dan makanan manis lainnya. Susu kental manis tidak pernah diberikan lagi sebab bapaknya baru saja kehilangan pekerjaan. Pada pemeriksaan intraoral, ditemukan gigi depan pasien berwarna kehitaman mahkota gigi 53,52,51,61,62,63. Pada gigi 75 dan 85 terlihat adanya hiperplastik pulpa dari tengah kavitas gigi.
Diskusikan bersama tim:
1. Apakah ada masalah baru yang ditemukan dari data terakhir? 2. Jika ada, bagaimana rencana tatalaksana pada pasien ini? 3. Bagaimana rencana kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam tatalaksana pasien ini? 4. Tenaga kesehatan apa lagi yang perlu dilibatkan? 5. Sebagai penyedia pelayanan kesehatan Apa dan Bagaimana cara rumah sakit dalam upaya kuratif dan rehabilitatif dalam penatalasanaan kasus diare pada anak? 6. Sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer Apa dan Bagaimana cara puskesmas dalam upaya promotif dan preventif dalam penatalasanaan kasus anak dengan gizi buruk? 7. Susunlah hasil diskusi tersebut dalam suatu rencana tatalaksana yang komprehensif dengan pendekatan tim.
KASUS 5 – Bencana Pada hari Sabtu, 11 Oktober 2014, warga dikejutkan dengan status waspada pada gunung Api Merapi di Yogyakarta. Kemudian gempa dengan kekuatan 5,7 SR disertai longsor terjadi di wilayah Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo. Ditemukan 3 rumah hancur, 8 rumah rusak berat dan 17 rumah rusak ringan. Saat tim medis menuju lokasi ditemukan korban sebagai berikut: Pasien 1 (Merah) Laki-laki terlihat meminta tolong merintih kesakitan dan memegang betisnya. Terlihat luka robek menganga dengan kedalaman ± 8cm, terlihat tulang keluar dan darah mengucur. Ketika diraba kedua kaki teraba dingin. Nadi di telpak tangan tidak teraba, nadi di kaki teraba lemah 98x/menit, nafas20x/menit. Pasien 2 (kuning) Laki-laki berumur 18 tahun tertimbun tumpukan tanah tampak bengkok pada kaki kiri bawah, ada luka
kecil dan merembes darah dari luka tersebut. N: 100x/mnt P: 24x/mnt Pasien 3 (kuning) Laki-laki berumur 40 tahun, ada keluar dari hidung, dada memar, tergeletak di samping rumahnya yang roboh. Mengeluh nyeri dada untuk bernafas. Napas pendek: 44x/mnt N:144x/mnt. Pasien 4 (hijau) Perempuan berumur 28 tahun berteriak teriak kencang dan memegang anaknya erat. Bjunya terlihat koyak dan mengaku kakinya patah. Pasien tampak mengepalkan tangan kepada petugas kesehatan sambil berlari. Pasien 5 (kuning) Perempuan umur 26 tahun, dagu mengalami luka lecet masih keluar darah, ada luka barut di bahu kiri, mengeluh tangan dan kaki kanannya tidak bisa digerakkan. N: 112x/mnt P: 20x/mnt Pasien 6 (kuning) Laki-laki berumur 18 tahun, terlihat memegangi perutnya karena kesakitan. Terdapat luka memar di perut dan perut tampak tegang,. Nadi: 138x/mnt Pernafasan: 40x/mnt Pasien 7 (Merah) Laki-laki berumur 40 tahun, di temukan di samping batu besar, luka di kepala, darah masih keluar dari luka dahi, ada memar di pelipis kanan, didapatkan tergeletak dengan suara ngorok. Nadi:108x/mnt Pernafasan: 28x/mnt Pasien 8 (hijau) Perempuan berumur 25 tahun, luka lecet-lecet di lengan kanan dan kiri, ada darah keluar dari kemaluannya. Ia mengatakan bahwa bahwa dirinya sedang hamil 8 bulan. Mengeluh nyeri kenceng-kenceng perut bagian bawah. Nadi: 124x/mnt, Pernafasan:22x/mnt Pasien 9 (hitam) Laki-laki berumur 17 tahun, terlihat daiam dan tergeletak di samping jembatan. Nadi tidak teraba, nafas terasa pelan dan kemudian berangsur hilang, kaki dan tangan dingin dan otot kaku, mata terlihat melotot. Kasus di Lokasi Pengungsian Pasien 10 (merah) Pada jam 5 sore, seorang ibu datang kepada petugas kesehatan pengungsian dengan membawa anaknya (laki-laki umur 9 bulan) dengan BAB cair. Hari ini sudah lebih dari 5 kali BAB cair. Tidak ada darah maupun lender. Ibu mengaku bahwa anaknya malas minum ASI dan BAK terakhir
kemarin sore. Pasien 11 (hijau) Seorang ibu usia 34 tahun datang dengan keluhan gatal-gatal diseluruh tubuh. Keluhan muncul sudah 3 hari setelah tinggal di pengungsian. Plenting –plenting gatal dan ada beberapa yang tampak bernanah karena garukan-garukan. Tanda vital normal. Pasien 12 (kuning) Perempuan usia 23 tahun datang dengan sesak nafas. Sesak nafas disertai denga suara mengi ketika nafas. Pasien sudah sering mengalami keluhan ini. Sering kambuh. Ada riwayat sesak nafas karena alergi sebelumya. Pasien 13 (hijau) Pasien perempuan usia 19 tahun diantarkan keluarganya karena tiba-tiba pingsan. Keluarga menceritakan bahwa sebelum pingsan pasien tiba-tiba berteriak tidak jelas dan mengaku sesak nafas serta kaku-kaku. Pemeriksaan tanda vital normal dan tidak ada kelainan pada pemeriksaan fisik.
7. Apa masalah utama yang ditemukan pada msing-masing pasien? 8. Tentukan kategori triase pada masing-masing pasien 9. Susunlah strategi penatalaksanaan pada masing-masing pasien 10. Bagaimana rencana kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam tatalaksana pasien ini? 11. Tenaga kesehatan apa saja yang perlu dilibatkan? Tentukan peran masing-masing dalam tim pre hospital
Kasus lanjutan Setelah hari berikutnya, Dinas Kesehatan yang mengetahui keadaan ini langsung mengambil inisiatif untuk melakukan penanganan. Dinkes membantu korban yang butuh pertolongan untuk dapat dipindahkan ke tempat pengungsian, serta korban yang terkena penyakit akibat dari longsor. Pelayanan kesehatan dilakukan langsung oleh dinkes tanpa dukungan sektor lain. Ini sangat menyulitkan karena banyak logistik yang dibutuhkan dari mulai evakuasi sampai kepada pelayanan kesehatan. keadaan ini sangat menyulitkan dinas kesehatan karena mereka tidak memiliki alat evakuasi yang memadai untuk daerah pegunungan. Korban yang dilaporkan pada tanggal 12 Oktober 2014 adalah 5 korban meninggal, 14 luka berat dan 68 luka ringan. Kemudian dilaporkan kembali 9 rumah hancur, 19 rumah
rusak berat dan 24 rusak ringan. Bahan makanan dan obat-obatan yang dibutuhkan sangat kurang dengan banyaknya korban karena hanya mengandalkan dari dinkes. Tenda darurat sudah terpasang 2 buah, Rumah Sakit Lapangan 1 buah dan bantuan tenaga medis dari puskesmas setempat dan LSM. Dapur darurat belum datang sehingga pengungsi hanya mengandalkan peralatan dari penduduk yang tersisa. Sementara akses jalan masih terputus karena reruntuhan pohon dan batu akibat gempa, kemudian lebar jalan pun menyempit menjadi ± 1 meter sehingga akses kendaraan roda 4 sangat susah. Rumah sakit lapangan darurat yang didirikan oleh relawan didominasi oleh pasien dengan curiga patah tulang maupun pergeseran sendi. Diagnosis penyakit ini belum bisa tegak karena belum dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen. Perdarahan juga cukup banyak terjadi dan dirawat di rumah sakit lapangan dengan peralatan seadanya. Ada beberapa pasien yang perlu dirujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap untuk penanganan perdarahannya. Namun masih menunggu bantuan sarana transportasi untuk merujuk mereka. Rumah sakit lapangan semakin ramai dengan warga yang mulai terkena beberapa penyakit seperti batuk pilek, radang tenggorokan, diare, gatal-gatal dan pasien-pasien dengan penyakit kronis yang biasanya berobat rutin di puskesmas di dekat lokasi bencana. Saat ini jumlah pengungsi total di barak A yaitu 500 orang dengan jumlah anak-anak 75 , balita 50, ibu hamil 75 orang, lansia 100 orang. Pada hari ketiga dipengungsian, jumlah kasus diare meningkat dan terjadi pada hamper semua kelompok umur. Petugas kesehatan merasa kewalahan dalam menangani kasus tersebut. Relawan kemudia berinisiatif untuk mencari sumber penyebab kejadian luar biasa tersebut. 8. Apakah ada masalah baru yang ditemukan dari data terakhir? 9. Jika ada, bagaimana rencana tatalaksana pada situasi ini? 10. Bagaimana rencana kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam penyelesaia masalah? 11. Tenaga kesehatan apa lagi yang perlu dilibatkan?
KASUS 6 – HIV/AIDS Ny. A 29 tahun, G1P0, menikah 6 bulan yang lalu, datang ke Puskesmas pada tanggal untuk menjalani pemeriksaan kehamilan oleh dokter. Pemeriksaan kehamilan ini
merupakan pemeriksaan kehamilan pertamanya di Puskesmas. Hari pertama haid terakhir sekitar 3 bulan yang lalu. Saat ini, Ny. A datang dengan keluhan tidak nafsu makan karena karena sariawan yang sering kambuh sejak awal kehamilan. Sejak 2 minggu yang lalu, pasien merasa sariawannya makin mengganggu dan mulutnya tidak nyaman. Tidak ada mual dan muntah, tidak ada keputihan. Tidak ada riwayat darah tinggi, kencing manis, dan sakit kuning. Tidak ada riwayat alergi. Riwayat penyakit orang tua tidak diketahui. Ny. A adalah seorang perokok aktif, namun sejak hamil, tidak merokok lagi. Ny. A saat ini sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga. Sembilan tahun yang lalu Ny. A pernah bekerja sebagai TKW, setelah kembali di Indonesia sempat bekerja di tempat karaoke sampai tahun lalu. Suaminya seorang supir truk antar kota. Ny. A dan suaminya tamatan SMP. Saat ini mereka tinggal di rumah kontrakan yang tidak jauh dari Puskesmas. Keadaan umum baik, namun terlihat kurus. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan tekanan darah 110/60 mmHg, denyut 88/menit, berat badan 40 kg, TB 152 cm, lingkar lengan atas 21 cm, konjungtiva pucat. Pada pemeriksaan mulut, terdapat ulkus pada mukosa bukal kiri berukuran 2x1 mm dan terasa sakit. Terdapat plak putih di lidah dan mukosa bukal yang hilang saat diusap. Pemeriksaan penunjang menunjukkan kadar hemoglobin 10 g/dL, MCV 82 fL, leukosit 4,1 x 109/liter, trombosit 129 x 109/liter, golongan darah A, sifilis negatif, dan HIV positif. Pemeriksaan USG tidak dilakukan karena alat tidak tersedia. Diskusikan dengan tim Anda: 1. Apa masalah yang ditemukan pada pasien saat ini dan apa diagnosis kerja yang Anda tegakkan, menurut profesi Anda masing-masing? 2. Apa rencana tatalaksana pada pasien ini dari sudut pandang masing-masing profesi? 3. Tenaga kesehatan apa saja yang perlu dilibatkan pada tatalaksana pasien ini? 4. Apakah terdapat tumpang tindih peran antara anggota tim Anda dalam tatalaksana pasien ini? Bagaimana rencana kolaborasi di dalam tim Anda untuk dapat menatalaksana pasien ini secara optimal? 5. Bagaimana pendekatan yang perlu dilakukan terhadap keluarga dan komunitas pasien?Sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer, apa dan bagaimana cara puskesmas untuk menurunkan angka kejadian penyakit menular seksual? Susunlah hasil diskusi tersebut dalam suatu presentasi rencana tatalaksana yang komprehensif dan holistik, dengan pendekatan tim.
KASUS 7 – HIV / AIDS An. G 17 tahun, laki-laki, belum menikah, dibawa temannya ke IGD RSUD X di Bali pada tanggal 13 Juli 2014 karena kesadarannya menurun, gelisah, menggigil, dan tidak mampu merespon percakapan dengan benar. Tiga hari sebelumnya, pasien mengeluh sakit kepala. Tidak ada riwayat cedera kepala. Tidak ada riwayat epilepsi atau kejang. Tidak ada riwayat gangguan psikiatrik. Tidak ada penurunan berat badan dalam beberapa bulan terakhir. Tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan. Pasien dikenal sebagai anak yang tidak bermasalah, sejak kecil sifatnya pendiam dan penyendiri. Ketika masih belum sekolah ia sering bermain di pantai namun sejak masuk SD ia lebih sering di rumah. Pada pemeriksaan, pasien terlihat delirium. Suhu tubuh 39,8°C, frekuensi nadi 108 kali per menit, pernapasan 48 kali per menit. Tekanan darah 150/90 mmHg. Pasien tidak mampu memberikan respons verbal. Mata membuka spontan dan berdeviasi ke kanan. Pasien mampu merespon rangsang nyeri dan menggerakan ekstremitas secara spontan. Terdapat kaku kuduk dan tanda Kernig serta Brudzinski positif. Tidak ada ruam. Tidak ada bekas tattoo ataupun jarum suntik. Pemeriksaan CT kepala memperlihatkan lesi di left middle cranial fossa yang tampak seperti gambaran kista arakhnoid. 9
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah leukosit 13,3x10 /L, 80% neutrofil, 4% limfosit, 8% monosit. Pemeriksaan CSF menunjukkan kadar protein 1.5 g/L dan glukosa 0.8 mmol/L (6.4% nilai serum). Hitung jenis leukosit menunjukkan 85% neutrofil dan 15% limfosit. Hasil pewarnaan gram menunjukkan diplokokus Gram positif. Rasio CD4/CD8 0,14 (nilai normal 0.8 - 2.5), hasil hitung CD4+ 7% (nilai normal 31 - 49). Hasil pemeriksaan HIV rapid test positif, dan konfirmasi dengan Western Blot juga menunjukkan hasil yang sama. Diskusikan bersama tim Anda: 1. Apa masalah yang ditemukan dari pemeriksaan saat ini berdasarkan sudut pandang profesi masing-masing? 2. Apa rencana tatalaksana pada pasien ini dari sudut pandang profesi masing-masing, dalam 24 jam pertama, 1 minggu kemudian, dan setelah selesai dirawat inap? 3. Tenaga kesehatan apa saja yang perlu dilibatkan dalam tatalaksana pasien di masingmasing tahap perawatan? 4. Bagaimana rencana kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam tatalaksana pasien ini? Siapa ketua/pemimpin dari tim pelayanan kesehatan, bagaimana peran masingmasing profesi, dan mekanisme koordinasi/komunikasi di antara tenaga kesehatan? 5. Apa tindakan yang perlu dilakukan bagi keluarga pasien dan masyarakat di sekitarnya? Susunlah hasil diskusi tersebut dalam suatu rencana tatalaksana yang komprehensif dengan pendekatan tim.
KASUS 8 – Kebakaran Hutan Danau Sentarum merupakan salah satu lahan basah dunia terbesar, terletak di hulu
Sungai Kapuas tepatnya di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Kawasan Danau Sentarum yang merupakan komplek danau-danau yang terdiri dari 20 buah danau besar kecil, sejak tahun 1999 ditetapkan sebagai Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) dan mempunyai luas 132.000 Hektar. TNDS terdiri atas 89.000 hektar hutan rawa tergenang dan 43.000 hektar daratan. Meskipun berada sekitar 700 kilometer timur laut Kota Pontianak namun TNDS merupakan sumber mata pencaharian untuk 4,5 juta penduduk di kalimantan barat. Awal Juni 2014, telah terjadi kebakaran hutan di sekitar TNDS tepatnya di Desa Semalah Kecamatan Selimbau. Hal ini telah mengganggu kegiatan bagi sekitar 1.100 jiwa penduduk setempat. Warga dilaporkan tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dikarenakan kabut asap tebal yang menyelimuti sebagian besar kawasan desa; sekolah sudah dua hari diliburkan; praktek perdagangan dan perekonomian di desa ini praktis lumpuh; hanya beberapa kantor pemerintahan yang tetap melayani untuk megurangi keresahan warga dalam situasi ini. Hal ini diperparah dengan musim kemarau yang telah berlangsung sejak akhir Mei lalu. Anda bekerja sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas setempat, dan dalam periode dua hari setelah terjadinya kebakaran, Anda menerima laporan terjadinya peningkatan jumlah pasien yang berobat ke poliklinik dengan masalah di bawah ini: Sesak nafas disertai batuk Serangan asma Gangguan penglihatan akibat iritasi mata Diare dan gangguan pencernaan Terdapat pula seorang ibu hamil trimester 2 yang terjebak di ladang ketika kebakaran terjadi dan saat ini mengalami trauma. Pimpinan Puskesmas kemudian mengumpulkan seluruh tenaga kesehatan yang bertugas dan mengadakan rapat untuk menentukan intervensi yang tepat. Terdapat kesulitan akibat terbatasnya ketersediaan obat dan fasilitas kesehatan yang memadai, sehingga Puskesmas juga berencana meminta bantuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas Hulu dan instansi lain yang terkait. Diskusikan dengan tim Anda: 1. Dari sudut pandang profesi Anda masing-masing, apa saja risiko kesehatan yang paling mungkin muncul akibat kebakaran hutan seperti kasus di atas? 2. Strategi apa yang perlu dilakukan untuk menilai besaran masalah di lapangan? 3. Strategi apa yang perlu dilakukan untuk dapat mengatasi berbagai masalah kesehatan yang muncul di masyarakat akibat kebakaran hutan? 4. Bagaimana peran individual dan mekanisme kolaborasi tim kesehatan yang
optimal dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada? 5. Instansi apa yang perlu diajak berkoordinasi dengan Puskesmas Anda? 6. Profesi apa lagi yang perlu dilibatkan dalam penanggulangan masalah ini (bila perlu)? Susunlah rencana tim Anda dalam bentuk sebuah kerangka rencana terpadu penanggulangan masalah kesehatan akibat kebakaran hutan di Desa Samalah, Kabupaten Kapuas Hulu. KASUS 9 – Kesehatan Jiwa Tuan N, 22 tahun, belum menikah datang ke sebuah rumah sakit diantar oleh kakaknya. Tuan N menceritakan sering mendengar bisikan-bisikan yang mengatakan bahwa dia seorang pecundang. Sebelumnya tuan N merupakan lulusan STM namun tak kunjung mendapatkan pekerjaan hingga telah menganggur selama 3 tahun terakhir. Tuan N dibawa oleh kakaknya karena telah mengamuk dirumah. Tuan N sering sekali ingin mengancam membunuh adiknya yang masih bersekolah SMA. terakhir kali tuan N berkelahi dengan adiknya hingga terjatuh dan menyebabkan giginya patah dan mengeluarkan darah. Tuan N juga sering berbicara aneh saat dimintai tolong misalnya dia akan menjawab dia tidak akan keluar rumah karena Badan intelejen Negara serta polisi sedang mengincarnya dan beberapa jawaban aneh lainnya. Dan beberapa pertanyaan akan dijawab dengan tidak sesuai. Dan karena keluarganya telah tidak sanggup menasehati tuan N, keluarga memutuskan untuk membawa tuan N ke rumah sakit jiwa H di kota C. Sebelumnya tuan N belum pernah di rawat kerumah sakit. Tn N merupakan perokok berat. dari hasil pemeriksaan: saat dilakukan pemeriksaan percakapan yang terjadi antara dokter dan pasien
dokter: apa kabar? tn. N : baik dokter: kamu tau kenapa kamu di bawa kesini? tn. N: pada tahun 1950 saya membelah diri menjadi dua pribadi yang berbeda. Saya kembali menjadi diri saya 3 tahun yang lalu saat saya lulus sekolah dokter: bisakah kamu memberi tahu saya nama tempat ini? tn.N : saya tidak pernah minum bir, tapi saya suka rokok,saya mau merokok boleh? Selama pemeriksaan pasien terkadang tersenyum senyum sendiri, pasien tidak terlihat terlalu merespon keadaan sekitar. Berat badan pasien 78 kg, tinggi badan 170 cm,
Dari hasil pemeriksaan oral terlihat adanya abses pada area bukal gingival gigi 11, perkusi dan palpasi positif, ce negative. Diskusikan bersama rekan dari masing-masing profesi Anda: 1. Apa masalah yang ditemukan dari pemeriksaan saat ini? 2. Apa rencana tatalaksana pada pasien ini? Ceritakan kepada tim hasil diskusi dari profesi Anda masing-masing, lalu diskusikan: 3. Bagaimana rencana kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam tatalaksana pasien ini? 4. Tenaga kesehatan apa saja yang perlu dilibatkan? 5. Sebagai penyedia pelayanan kesehatan Apa dan Bagaimana cara rumah sakit dalam upaya kuratif dan rehabilitatif dalam penatalasanaan kasus jiwa? Susunlah hasil diskusi tersebut dalam suatu rencana tatalaksana yang komprehensif dengan pendekatan tim.
Lanjutan kasus: Tuan N di diagnosis menderita schizophrenia, telah di berikan medikasi oleh dokter rsj . Obat yang diberikan thorazine oleh dokter dan dapat mengambil obat nya di puskesmas terdekat setiap bulan. Namun dari hari ke hari tuan N mengalami penurunan berat badan hingga terlihat sangat kurus. Dari pengakuan kelaurganya tuan N sering lupa meminum obatnya. Keluarga berusaha mengingatkan tetapi tuan N tidak mau mendengarkan. Tuan N pernah mengeluh ototnya sering terasa sakit setiap habis meminum obat. Terkadang tuan N masih sering mengamuk apabila dia mengeluah suara suara ditelinganya membisikan mengenai dirinya pecundang. Diskusikan bersama tim: 1. Apakah ada masalah baru yang ditemukan dari data terakhir? 2. Jika ada, bagaimana rencana tatalaksana pada pasien ini? 3. Bagaimana rencana kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam tatalaksana pasien ini? 4. Tenaga kesehatan apa lagi yang perlu dilibatkan? 5. Sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer Apa dan Bagaimana cara puskesmas dalam upaya promotif dan preventif dalam penatalasanaan kasus jiwa? Susunlah hasil diskusi tersebut dalam suatu rencana tatalaksana yang komprehensif dengan pendekatan tim.
KASUS 10 – Penyakit degenerative (terlampir)
Metode Pembelajaran Lain Selain kuliah, pemutaran video, dan workshop, NHC juga menggunakan metode pembelajaran lain untuk memperkuat pemahaman peserta mengenai pendidikan interprofesi dan praktik kolaborasi. Metode yang digunakan berbeda-beda di setiap daerah, tergantung kebutuhan, potensi, dan keterbatasan masing-masing institusi pelaksana.
SCAVANGER HUNT Scavanger hunt merupakan bentuk permainan dengan menggunakan pos-pos, di mana di setiap pos, terdapat tugas yang harus dikerjakan peserta sebelum bisa beralih ke pos berikutnya. A. TUJUAN PEMBELAJARAN:
Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan kerja sama yang baik antara peserta.
Memberikan pengalaman berdiskusi dan memecahkan masalah bersama profesi kesehatan lain
Mencoba memecahkan konflik terkait kompetensi utama praktik kolaborasi: komunikasi, kerja sama, nilai/etika, dan identifikasi peran tenaga kesehatan.
B.
MATERI PEMBELAJARAN:
Permainan dan kasus yang akan digunakan di setiap pos adalah sebagai berikut: POS 1 - KOMUNIKASI Games: Human Rope Peserta akan memegang kedua ujung tali yang sudah dikusutkan terlebih dahulu. Tantangannya adalah peserta harus mampu melepaskan diri dari tali temali yang dipegang oleh peserta lainnya sehingga semuanya terbebas dengan tanpa melepaskan pegangan di kedua ujung tali tadi. Waktu yang diperlukan 5 menit. Kasus: Komunikasi Seorang dokter menuliskan resep untuk pasien N berumur 65 tahun yang mengalami hipertensi dan vertigo saat masuk ke rumah sakit. Dokter memberikan obat amlodipin 1 hari sekali dan tidak memberikan keterangan kapan saat harus diberikan. Apoteker saat memberikan obat pun hanya menuliskan 1x1/ hari. Pada saat diruang rawat inap pasien hari pertama obat tersebut diberikan pagi hari. Dihari kedua pasien diberikan kembali
obat tersebut namun pada siang hari karena perawat telah berganti shift dan tidak mendapatkan penjelasan dari dokter maupun perawat sebelumnya. Hingga akhirnya pasien mengeluh kepalanya tetap pusing dan tekanan darah naik turun.
Masalah apa yang anda temukan pada kasus tersebut?
Bagaimana komunikasi yang seharusnya dilaksanakan oleh para tenaga kesehatan di rumah sakit tersebut?
POS 2 – KERJA SAMA Games: People Pass Peserta akan membentuk 1 banjar kebelakang. Kemudian peserta yang paling depan akan diangkat kemudian di alirkan kebelakang dengan posisi tidur menghadap ke atas dan akan ditopang oleh peserta yang lain sampai dengan ujung belakang, demikian seterusnya. Kasus: kerja sama Seorang dokter di sebuah rumah sakit N, menangani kasus bapak H berumur 75 tahun yang masuk ke rumah sakit akibat vertigo yang hebat, bapak tersebut menderita penyakit diabetes, hipertensi dan mengalami gangguan menelan. Pada saat dokter tersebut meresepkan obat, petugas farmasi mengindikasi akan adanya interaksi obat negatif dari obat yang akan diresepkan. Namun petugas farmasi tidak ambil pusing dan tetap memberikan sesuai dengan resep yang diberikan. Pada saat akan diberikan perawat pun langsung memberikan sesuai dengan takaran tanpa ada instruksi yang jelas dan tidak sempat menanyakan ke dokter sebab dokter yang memberikan resep sudah berganti shift. Nutrsionis tidak mengetahui pasien tersebut mengalami gangguan menelan sehingga memberikan makanan sesuai dengan menu diet diabetes dan hipertensi. Akibatnya pasien kesulitan saat makan dan keadaan umum tidak kunjung membaik. Keluarga pun merasa tidak puas karena informasi yang mereka tanyakan selalu mendapat jawaban yang berbeda dari setiap petugas kesehatan yang bertugas memeriksa maupun merawat bapak H.
Masalah apa yang anda temukan pada kasus tersebut?
Bagaimana kolaborasi yang seharusnya dilaksanakan oleh para tenaga kesehatan di rumah sakit N?
POS 3 – PERAN PROFESI Games: “Picture of Team”
Kelompok akan diberikan satu lembar kertas karton berukuran besar dan 1 buah spidol, pada permainan ini fasilitator akan memberikan waktu sebanyak 3 menit untuk mendiskusikan apa kira-kira gambar yang akan mereka buat. Ketentuan dari permainan ini adalah dimana masing-masing peserta hanya diperbolehkan memberikan satu coretan, demikian seterusnya sampai tiba kembali gilirannya untuk mencoret. Gambar tersebut harus memiliki makna yang dapat dijelaskan oleh salah satu perwakilan peserta. Kasus: Peran profesi Disuatu pagi di rumah sakit N. seorang pasien bernama Ny H berumur 45 tahun yang telah dirawat 2 hari karena penyakit demam berdarah mendapatkan pemeriksaan rutin. Pada jam 06.00 setelah mandi datang perawat dan melakukan tensi darah pengukuran suhu dan tekanan darah dan menanyakan bagaimana keadaan dan apakah ada keluhan. Pada jam 06.15 datang beberapa orang koas menanyakan keluhan dan melakukan tensi darah, pengukuran suhu dan tekanan darah.
Pada jam 06.30 datang nutrisionis
mengantarkan sarapan dan menanyakan keadaan pasien dan saat pasien bilang sedikit berdebar pasien dilakukan pengukuran tensi, Pada jam 06.45 seorang dokter spesialis bersama residen dan menanyakan keadaan pasien kemudian pada saat residen ingin memeriksa TD, suhu, respirasi dan denyut pasien dan keluarga tiba tiba marah. Karena pasien merasa sudah berulang ulang dilakukan prosedur yang sama sejak pagi hari.
Masalah apa yang anda temukan pada kasus tersebut?
Bagaimana peran profesi masing-masing yang terlibat di rumah sakit N?
POS 4 – NILAI DAN ETIKA Games: Blind Leader Bentuk Permainan: Langkah yang harus dilakukan oleh peserta adalah tiap-tiap peserta ditutup matanya, kecuali yang ditunjuk sebagai leader, mengikuti jalur yang sudah dibuat. Dengan arahan leader, peserta berjalan mengikuti jalur tanpa menyentuh pembatas. Orang yang pertama memasuki garis finish ditetapkan sebagai pemenang.. Kasus: Nilai dan etika Seorang ibu hamil , Ny. NHC datang ke puskesmas untuk memeriksakan kesehatannya. sesampai disana diketahui bahwa pasien memiliki kecenderungan hipertensi gestasional oleh dokter. Sebelumnya saat dilakukan pemeriksaan oleh bidan, bidan kurang memperhatikan hal ini. Dari sejak awal kehamilan pasien sering mengeluh saat menyikat gigi sering berdarah namun bidan hanya menginformasikan hal itu sering terjadi namun tidak pernah merujuk pasien ke poli gigi. Saat si ibu menanyakan kepada bidan makanan apa yang baik di konsumsi, bidan menjelaskan sesuai yang ia ketahui selama
perkuliahan dulu. Hingga akhirnya pada saat ingin melahirkan saat kontrol bagian kaki si ibu telah bengkak dan belum ada anjuran sebelumnya untuk di rujuk RS. Dokter di puskesmas tersebut merasa belum pernah dikonsultasikan mengenai kasus Ny. NHC sebelumnya.
Masalah apa yang anda temukan pada kasus tersebut?
Bagaimana peran profesi masing-masing yang terlibat di puskesmas?
POS 5 – FUN TOGETHER Games: People to people Secara berpasang-pasangan peserta yang satu dan partnernya akan saling menyentuh dari anggota badan. Contoh: jari dengan jari, kening dengan kening, lutut dengan lutut. Ketika ada instruksi PEOPLE TO PEOPLE ! maka peserta diharuskan untuk berganti pasangan. Games: Jatuh Tangkap Peserta diinstruksikan membentuk dua banjar secara berpasang-pasangan di depan dan belakang. Peserta yang didepan akan menjatuhkan badannya dengan kaki rapat dan tangan melipat didada. Sementara para peserta yang dibelakang sudah siap dengan pasang kuda-kuda untuk menangkap pasangannya. Instruksi peserta yang akan menjatuhkan dirinya adalah SIAP JATUH, ketika ada aba-aba SIAP TANGKAP dari pasangan nya yang di belakang maka dengan penuh kepercayaan diri, peserta didepan menjatuhkan diri ke belakang. Games: TITANIC (folding carpet) Bentuk Permainan: Jenis games ini dimainkan dengan alat bantu sebuah karpet atau terpal plastik atau kain yang ukurannya 1 meter persegi untuk 8-10 orang. Ukuran karpet dapat disesuaikan dengan jumlah peserta yang akan ikut bermain maupun tingkat kesulitan yang ingin diberikan, lebih banyak peserta maka dibutuhkan karpet yang lebih luas. Pertama, seluruh peserta diminta naik ke atas karpet dan setelah abaaba dimulai mereka harus dapat membalik karpet tersebut, kelompok harus bekerja sama dalam menemukan cara dan kemudian membalik karpet tersebut. Orang-orang yang berada di atas karpet tersebut tidak boleh turun ataupun menyentuh tanah, jika melakukan pelanggaran tersebut maka kelompok dianggap gagal melakukan tugasnya.
C. METODE PELAKSANAAN:
Peserta dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing terdiri dari 10 orang peserta dari berbagai profesi.
Satu sirkuit berisi 5 pos sebaiknya dimainkan oleh maksimal 50 orang peserta. Jika jumlah peserta terlalu banyak, buatlah sirkuit baru
Kelompok 1 akan memulai permainan di pos 1, kelompok 2 di pos 2, dan begitu seterusnya. Setiap selesai dari satu pos, tiap kelompok akan melakukan rotasi ke pos berikutnya sesuai urutan angka
Masing-masing kelompok akan mendapatkan penilaian di tiap pos tergantung performa kelompok menyelesaikan tugas di pos tersebut
Kelompok yang mengumpulkan nilai terbanyak keluar sebagai pemenang
Penentuan pemenang dilakukan setelah semua peserta berkumpul diruangan seminar kembali
TALKSHOW Pada sesi talkshow, peserta akan berbincang-bincang dengan narasumber, yang merupakan tenaga kesehatan yang bekerja di dalam tim pelayanan kesehatan di sebuah fasilitas kesehatan. Bilamana memungkinkan, pasien yang pernah berobat di fasilitas kesehatan tersebut juga dapat diundang menjadi narasumber. A. TUJUAN PEMBELAJARAN:
Memberikan gambaran nyata kondisi kolaborasi yang ada di fasilitas kesehatan, termasuk masalah dalam implementasi praktik kolaborasi
Memberikan peserta gambaran pengalaman dan persepsi tenaga kesehatan mengenai praktik kolaborasi
Melatih peserta untuk berpikir kritis terhadap manfaat dan kerugian/tantangan praktik kolaborasi
B. MATERI PEMBELAJARAN: Untuk memfasilitasi proses pembelajaran, panitia mempersiapkan cuplikan/foto praktik kolaborasi atau komunikasi tim penyedia layanan kesehatan di fasilitas kesehatan tempat narasumber talkshow bekerja. C. METODE PELAKSANAAN:
Kegiatan talkshow dilaksanakan di auditorium atau ruang kuliah
Sebelum berbincang dengan narasumber, peserta diperlihatkan cuplikan/foto kolaborasi atau komunikasi tim penyedia layanan kesehatan di fasilitas kesehatan tempat narasumber talkshow bekerja
Setelah pemutaran video, peserta kemudian diberi kesempatan untuk berbincang dengan narasumber agar dapat memberikan peserta gambaran bentuk kolaborasi di fasiltias kesehatan
Di akhir talkshow peserta akan diarahkan untuk melakukan refleksi agar dapat menarik pembelajaran dan dapat menjadi motivasi untuk dapat menerapkan kolaborasi dimasa depan
FIELDTRIP Saat fieldtrip, peserta diajak mengunjungi fasilitas kesehatan dan mengamati bagaimana tim tenaga kesehatan bekerja di sana. Fasilitas kesehatan yang dikunjungi haruslah merupakan fasilitas kesehatan yang menyediakan pelayanan pasien yang melibatkan lebih dari satu profesi kesehatan. A. TUJUAN PEMBELAJARAN:
Memahami alur komunikasi di antara berbagai profesi tenaga kesehatan di berbagai unit pelayanan
Menjelaskan peran masing-masing profesi kesehatan di berbagai unit pelayanan
Mengidentifikasi masalah dan konflik yang muncul dalam perawatan pasien, terkait komunikasi dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
Merancang strategi untuk menyelesaikan masalah dan konflik tersebut, serta mendorong implementasi praktik kolaborasi yang baik di fasilitas kesehatan
B.
MATERI PEMBELAJARAN:
Terdapat daftar pertanyaan yang dapat digunakan peserta untuk menggali informasi di fasilitas kesehatan yang dikunjungi: Terkait fasilitas: •
Pelayanan apa yang ditawarkan di unit pelayanan ini?
•
Siapa kepala unit di tempat ini? Apa profesinya?
•
Berapa banyak staf yang bekerja di tempat ini, meliputi jumlah total maupun per sesi jaga?
•
Berapa banyak kapasitas pasien di unit pelayanan ini?
•
Berapa banyak pasien yang datang berkunjung setiap hari?
•
Berapa lama waktu operasional unit ini?
•
Apakah ada panduan klinis/standar pelayanan medis yang digunakan di unit ini?
Terkait kondisi kerja individual: •
Apa tanggung jawab dan tugas yang Anda emban di fasilitas kesehatan ini?
•
Apakah Anda merasa pekerjaan Anda terlalu berat?
•
Seberapa puaskah Anda dengan pekerjaan Anda?
•
Apakah Anda merasa lingkungan pekerjaan Anda menyenangkan?
•
Bagaimana hubungan Anda dengan rekan kerja Anda, termasuk dari profesi lain?
Terkait praktik kolaborasi: •
Apakah pelayanan kesehatan di unit pelayanan ini menggunakan pendekatan tim? Dapatkah Anda menjelaskannya lebih lanjut?
•
Apakah terdapat pertemuan tim yang rutin?
•
Siapa yang memfasilitasi pertemuan tim?
•
Profesi kesehatan apa saja yang terlibat di dalam tim?
•
Apa metode yang digunakan untuk berkomunikasi dengan tenaga kesehatan yang lain, terutama dari profesi yang lain?
•
Apakah terdapat masalah dalam proses komunikasi?
•
Bagaimana Anda menyelesaikan masalah tersebut?
C. METODE PELAKSANAAN: •
Peserta dibagi ke dalam kelompok kecil beranggotakan 10 orang
•
Tiap kelompok diberikan waktu selama 45-60 menit untuk mengunjungi sebuah instalasi/departemen di dalam fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan yang melibatkan lebih dari satu profesi (misalnya, instalasi gawat darurat, ruang operasi, ruang rawat inap, dan sebagainya) Saat kunjungan, peserta mewawancarai tenaga kesehatan yang bekerja di departemen tersebut dan menggali isu terkait praktik kolaborasi Setelah selesai, semua peserta berkumpul kembali untuk berbagi hasil pengamatan dengan tim yang lain Narasumber sekaligus moderator memberikan masukan terhadap hasil paparan peserta dan meluruskan poin-poin pembelajaran
• • •
SIMULASI PENANGGULANGAN BENCANA Pada kegiatan simulasi ini, mahasiswa dan young health professional diajak melakukan simulasi tanggap bencana. kegiatan simulasi yang dilakukan sebagai salah satu rangkaian
acara NHC ini merupakan suatu bentuk kegiatan yang memberikan pengalaman belajar kepada peserta untuk lebih memahami praktik kolaborasi interprofesi. a. Tujuan Pembelajaran •
Memahami alur komunikasi di antara berbagai profesi tenaga kesehatan dalam situasi bencana
•
Menjelaskan peran masing-masing profesi kesehatan dalam situasi bencana
•
Mengidentifikasi masalah dan konflik yang muncul dalam penanganan korban, terkait komunikasi dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
•
Merancang strategi untuk menyelesaikan masalah dan konflik tersebut, serta mendorong implementasi praktik kolaborasi yang baik dalam situasi bencana
•
Meningkatkan pemahaman dan keterampilan interprofesi dan kolaborasi dalam situasi bencana
b. Metode Pelaksanaan 1) Pembagian Kelompok
Jumlah peserta simulasi sebanyak 80 orang yang kemudian dibagi dalam 4 tim @20 orang.
Pendamping dari peserta adalah coach dari PUSBANKES dan PSBA sejumlah 8 orang
Pada saat berkoordinasi tim akan ada panitia yang memegang HT dan pura pura jadi pihak DINKES, BPPD, PUSBANKES, BASARNAS, SATKORLAK dll.
Coach dari PUSBANKES sebanyak 4 orang + 4 orang rekomendasi dari PSBA
Korban tiap spot lokasi bencana ada 15 orang. Yang mengalami kegawatan (fraktur, perdarahan, luka bakar dsb) sebanyak 10 orang sedangkan 5 orang lainnya dalam keadaan sehat.
Setiap kelompok akan diberikan penanda kelompok
Setiap kelompok sebelumnya sudah diberikan materi pengantar simulasi mengenai praktik kolaborasi dalam penanganan bencana, evakuasi korban bencana, stabilisasi dan transportasi.
Media yang digunakan : tenda pengungsian, toak, wireless, sound system, 4 mobil ambulance, peralatan medis, 60 probandus, make up probandus, property gunung merapi, HT.
c.
Teknis Pelaksanaan 1) Peserta mulai melakukan koordinasi tim. Setiap tim dibekali HT untuk dapat berkoordinasi dengan pihak terkait (BPPD, PUSBANKES, DINKES dll).
Koordinasi ini memiliki tujuan :
Peserta dapat membentuk tim
Tiap tim telah melakukan pembagian tugas
Komunikasi dengan pihak terkait seperti dinas kesehatan, satkorlak, basarnas, pusbankes, dan BPBD untuk memperoleh informasi tentang jumlah pengungsi, kondisi bantuan yang ada disana, kebutuhan yang sudah ada disana baik peralatan medis maupun logistik.
Menyusun strategi apa yang akan dilakukan dan dibawa ketika berangkat ke lokasi simulasi (kegiatan ini dimonitoring oleh perwakilan dari pusbankes sebanyak 2 orang).
Setelah melakukan koordinasi dan mengumpulkan informasi selengkap mungkin, selanjutnya peserta mengambil peralatan baik medis dan nonmedis serta logistik untuk kemudian di bawa ke lokasi bencana.
2) Peserta menuju spot bencana menggunakan ambulance 3) Sampai spot bencana, tiap tim akan disambut oleh panitia yang akan mengkondisikan kejadian lokasi bencana dengan narasi singkat. Kemudian panitia akan memberikan instruksi pada tim untuk memulai melakukan simulasi pertolongan pada korban bencana pada fase akut seperti triase, pertolongan pertama pada kasus luka bakar, perdarahan, patah tulang, ISPA dan sebagainya. Selain itu kelompok beresiko (ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak, lansia) juga perlu mendapat penanganan. Setiap tim sudah memiliki spot masing-masing untuk melakukan simulasi sehingga tidak akan mengganggu tim lain. Kasus pada tiap tim akan sama yaitu bencana gunung merapi meletus dengan kasus kegawatan yang muncul. Setiap tim akan dimonitor oleh satu coach yang berasal dari PUSBANKES 4) Setelah fase akut teratasi maka selanjutnya korban akan di bawa ke posko pengungsian menggunakan ambulance. Peserta yang naik ke ambulance hanya 1-2 orang dan semua korban bencana harus diangsur menuju ke pengungsian.
5) Sementara korban diangsur menuju pengungsian maka semua tim yang tidak ikut naik ambulance akan berpindah ke balairung lagi. 6) Selanjutnya tim medis mulai menangani stabilisasi di lokasi pengungsian (memberikan penyuluhan kesehatan, dan menagani pasien yang mengalami shock) dan transportasi. 7) Feedback dari coach (sharing hasil simulasi) yang dilakukan oleh peserta
d. Alur pelaksanaan simulasi 1. Pre Simulasi PRETEST (AUDIT FK) :09.45-10.00 (15 menit)
PEMBERIAN MATERI :Stabilisasi dan Transportasi (PUSBANKES : audit FK) : 10.00-11.00 (60 menit)
Moving Balairung (12.3013.00) (30 menit)
Penjelasan teknik simulasi : 11.00-11.15 (15 menit)
Diskusi bersama penanganan kasus bersama coach masingmasing (11.15-11.45) (30 menit) dan ISHOMA (11.45-12.30) (45 menit)
2. Simulasi (2 jam) ALUR SIMULASI KEBENCANAAN Penentuan chief dan sub tim, Koordinasi TIM dgn pihak terkait yaitu BPPD, PUSBANKES, DINKES, (dll) 15 menit TIM RETRIASE Menerima korban yang telah dievakuasi untuk dilakukan retriase. Merah langsung masuk ke RS lapangan. 10 menit
TIM menuju spot bencana. 10 menit
Sampai spot bencana TIM dibagi menjadi 3 subtim yaitu TIM TRIASE DAN EVAKUASI, TIM RETRIASE DAN TIM RS LAPANGAN, TIM PENGUNGSIAN Masing2 tim langsung menuju pos-nya masing2 & beraksi. 5 menit
TIM TRIASE DAN TIM EVAKUASI Menuju spot dimana korban berada lalu melakukan triase (setelah selesai melapor kepada chief commander kemudian membantu tim evakuasi untuk stabilisasi, immobilisasi, dan evakuasi korban-korban yang sudah diklasifikasikan. 20 menit
TIM RS LAPANGAN Tim melakukan pertolongan lebih lanjut pada korban yang membutuhkan resusitasi segera. 20 menit
TIM PENGUNGSIAN Membantu korban-korban hijau dan sambil melakukan retrise siapa tahu hijau berubah jadi kuning lalu merah lalu hitam. 10
DENAH SIMULASI TANGGAP BENCANA NUSANTARA HEALTH COLABORATIVE (NHC) JL. KALIURANG
G. REKTORAT
U
Tempat parkir sepeda
KETERANGAN: Warna hijau : Rumput dan Taman Mobil hijau : 4 Ambulan : Tempat Tim melakukan Koordinasi : Pihak yang berperan sebagai PUSBANKES, DINKES, BPBD, BASARNAS : Tempat Pengungsian : Tempat Retriase Korban : Tempat Terjadinya Gunung Meletus : RS. Lapangan : Ambulan menuju Spot Bencana : Kegiatan evakuasi : Ambulan Menuju RS. Lapangan : Pasien Menuju Tempat Pengungsian : Pasien Dapat Berpindah dari Tempat Pengungsian ke RS. Lapangan.
HOME VISIT Peserta diajak mengunjungi rumah penduduk (home visit) dan melakukan praktek kolaborasi dis ana. Tim yang mengunjungi haruslah menyediakan intervensi pasien yang melibatkan lebih dari satu profesi kesehatan. A. TUJUAN PEMBELAJARAN: Memahami alur komunikasi di antara berbagai profesi tenaga kesehatan dalam tim Menjelaskan peran masing-masing profesi kesehatan dalam tim Mengidentifikasi masalah dan konflik yang muncul dalam perawatan pasien, terkait komunikasi dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain Merancang strategi untuk menyelesaikan masalah dan konflik tersebut, serta mendorong implementasi praktik kolaborasi yang baik di fasilitas kesehatan Meningkatkan pemahaman dan keterampilan interprofesi dan kolaborasi dalam pelayanan kesehatan dengan penyakit kronis
• • • • • • •
B. METODE PELAKSANAAN: Peserta dibagi ke dalam kelompok kecil beranggotakan 5-10 orang Masing-masing kelompok telah mendapatkan laporan kasus pada hari pertama dan telah mendiskusikan rencana intervensi Sebelum megunjungi pasien setiap kelompok melakukan presentasi rencana tindakan kolaborasi yang akan dilakukan terhadap pasien kepada narasumber Tiap kelompok diberikan waktu selama 90 menit untuk mengunjungi pasien di rumah yang telah dipersiapkan oleh panitia Saat kunjungan, peserta dapat melakukan intervensi berupa penyuluhan maupun tindakan non invasif lain. Dapat juga mewawancarai pengalaman pasien dalam mendapatkan pelayanan kolaborasi untuk menggali isu terkait praktik kolaborasi Setelah selesai, semua peserta berkumpul kembali untuk berbagi hasil pengamatan dengan tim yang lain (sesi refleksi) Narasumber sekaligus moderator memberikan masukan terhadap hasil paparan peserta dan meluruskan poin-poin pembelajaran
C. MATERI PEMBELAJARAN:
Dapat membaca buku referensi yang sesuai ataupun ebook Current Medical Diagnosis & Treatment 2013 (CMDT 2013) yang disediakan panitia
Terdapat daftar pertanyaan yang dapat digunakan peserta untuk menggali isu terkait praktik kolaborasi pada pasien yang dikunjungi:
Apakah Anda pernah mendapatkan tatalaksana penyakit oleh satu profesi kesehatan? Apakah Anda pernah mendapatkan tatalaksana diabetes oleh beberapa profesi kesehatan? Bagaimana pendapat Anda mengenai kedua pendekatan tersebut? Sebagai pasien, apa keuntungan dan kerugian praktik kolaborasi yang Anda rasakan? Menurut Anda, apakah praktik kolaborasi perlu dikembangkan di Indonesia?
D. JUMLAH PESERTA Jumlah peserta fieldtrip adalah 60 orang dan masing-masing rumah 10 peserta. E. TEKNIS PELAKSANAAN • Semua peserta akan diberangkatkan dari FK Universitas Padjajaran menuju lokasi mengg unakan bus. • Saat di lokasi yang akan memandu adalah tim dari acara. • Sebelum memulai field research masing-masing kelompok mempresentasikan kepada nar asumber. (mengenai tujuan beserta metode yang akan digunakan) • Peserta akan dibagi menjadi 6 kelompok, sehingga setiap kelompok terdiri dari 10 orang. • Selain itu ada penanggung jawab tiap kelompok 1 orang panitia regional untuk memastik an keberlangsungan fieldtrip dan sebagai time keeper. • Selain itu, akan ada 1 sub-koordinator lapangan di masing-masing tempat dan 1 koordinat or untuk ketiga tempat tersebut yang berada di FK.
Role play Dalam sesi simulasi prosedur tatalaksana kasus klinis, peserta mengamati narasumber melakukan prosedur medis dan mencoba mendemonstrasikan kembali prosedur tersebut dalam konteks sebuah kasus klinis.
A. TUJUAN PEMBELAJARAN Melalui sesi ini, peserta diharapkan dapat: • Memeragakan prosedur medis standar yang dilakukan untuk tatalaksana kasus klinis
(dalam hal ini pemeriksaan jiwa) sesuai peran profesi masing-masing. • Menguraikan alur komunikasi diantara berbagai profesi tenaga kesehatan dalam penatalaksanaan kasus klinis (dalam hal ini pemeriksaan jiwa) • Menguraikan peran masing-masing profesi kesehatan dalam penatalaksanaan kasus klinis (dalam hal ini pemeriksaan jiwa)
B. METODE PELAKSANAAN •
Sebelum kegiatan presentasi kasus, prosedur standar pemeriksaan jiwa sebaiknya telah dituliskan di handout dan dibagikan ke peserta sebelum acara
•
Pada hari-1 kegiatan, fasilitator yang mempunyai pengalaman lapangan memberikan gambaran mengenai pelaksanaan tatalaksana kesehatan di tatanan pelayanan primer
•
Pada hari ke-2, peserta melakukan presentasi kasus mengenai penanganan kolaboratif pada kesehatan. Setiap kelompok terdiri dari 10 orang yang terdiri dari berbagai macam profesi kesehatan
•
Narasumber yang terdiri dari 7 profesi memberikan umpan balik mengenai presentasi kasus oleh peserta
•
Beberapa peserta diminta maju ke depan (satu orang mewakili tiap profesi) untuk mendemonstrasikan tata laksana kasus pemicu.
•
Setelah penampilan peserta, narasumber dari 7 profesi akan memberi umpan balik dan berdiskusi dengan peserta mengenai sesi simulasi yang dilakukan
C. MATERI PEMBELAJARAN Materi pembelajaran adalah standar prosedur medis pemeriksaan kejiwaan yang diberikan dalam bentuk check list. Selain itu, disiapkan juga sebuah kasus klinis untuk demonstrasi tatalaksana kasus oleh peserta. Referensi standar prosedur medis yang dapat digunakan: ketrampilan klinik dasar pemeriksaan Referensi dan materi pembelajaran sudah diberikan kepada tiap kelompok sebelum diskusi kasus pada hari pertama.
D. TEKNIS PELAKSANAAN Semua peserta melakukan registrasi telebih dahulu di Auditorium, kegiatan dilanjutkan dengan pretest. Setelah melakukan pretest, dilanjutkan dengan presentasi hasil workshop yang telah didiskusikan masing-masing kelompok sekaligus pemberian umpan balik oleh narasumber yang terdiri dari dokter spesialis jiwa, Gizi, perawat, ahli kesehatan masyarakat, dan dokter gigi. Setelah, presentasi dari peserta, moderator melemparkan pertanyaan kepada seluruh narasumber secara bergantian:
Bagaimana pendapat dan masukan Anda mengenai presentasi dari peserta, dari sisi profesi Anda?
Jika Anda berada di dalam tim yang menangani kasus tersebut, rencana terapi apa yang akan Anda lakukan?
Apakah rencana terapi yang komprehensif dengan pendektan interprofesi mungkin dilakukan pada praktik sehari-hari?
Apa tantangan dan hambatan implementasi praktik kolaborasi untuk tatalaksana penyakit jiwa?
Menurut Anda, dengan mempertimbangkan sisi positif dan negatif praktik kolaborasi, apakah Anda ingin mengimplementasikan praktik kolaborasi? Mengapa?
Apakah praktik kolaborasi dapat diterapkan di Indonesia? Apa yang diperlukan untuk dapat melakukannya? Acara dilanjutkan dengan simulasi yang dimulai dengan penjelasan teknis kegiatan simulasi, acara dilanjutkan dengan menunjukkan kepada peserta (roleplay) mengenai penanganan kolaboratif yang baik pada saat pemeriksaan dan talaksanaan jiwa secara kolaborasi. Jumlah kelompok yang akan meelakukan peragaan adalah 3 kelompok. Setelah melakukan role play, peserta diberi feedback dan diajak berdiskusi mengenai keterampilan klinis interprofesi dalam penatalaksanaan kesehatan jiwa.
Terakhir, acara dilanjutkan dengan post test.
PANDUAN DISKUSI ALIANSI: UNIVERSITY HEALTH COLLABORATIVE 2014 A. Tujuan:
Menginisiasi pembentukkan wadah kolaborasi antar profesi kesehatan di setiap institusi
Menstimulasi terbentuknya kader IPE di masing-masing institusi
Menyiapkan wadah advokasi mahasiswa untuk memperjuangkan prakterk kolaborasi di tingkat institusi
Menyiapkan wadah sosialisasi IPE yang bergerak di tingkat institusi
B. Kriteria Perwakilan:
Merupakan perwakilan BEM masing-masing fakultas di institusinya
Angkatan tahun 2012 atau 2013
Mempunyai ketertarikan di bidang pendidikan
Mempunyai komitmenbergabungdiLocal Health Collaborative
Melewati tahap seleksi berdas arkan organisasi yang mengampu
C. Rencana Teknis:
Terbentuk dari berbagai profesi kesehatan di institusinya
Terdapat tim inti yang bertugas menjaga alur koordinasi antar profesi kesehatandan yang akan berhubungan dengan tim Nusantara Helath Collaborative 2014
Mengadakan kelompok belajar dengan berbasis modul dari tim Nusantara Helath Collaborative 2014
Jumlah perwakilanmasing-masingjurusandiinstitusimasin-masing adalah 2 orang
Segala bentukpelaksanaanteknisdikembalikankeinstitusidan oragnisasi mahasiswamasin-masing profesi
D. Mekanisme penjelasan:
Penjelasan akan dipimpin oleh tim nasional
Setelah penjelasan, dibagi menjadi beberapa tim sesuai dengan jumlah institusi.
Setiap tim diberikan waktu diskusi untuk rencana tindak lanjut Local Health Collaborative
Waktu presentasi rencana tindak lanjut sebanyak 45 menit
Dokumentasi hasil diskusi diserahkan ke tim nasional yang memudian akan difollow up bersama tim advokasi