BUKU PANDUAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN UNTUK PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL PENELITI BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2008
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR :177/KA/XII/2008 TENTANG PANDUAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN UNTUK PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL PENELITI BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, Menimbang: a. bahwa dengan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 128/M.PAN/9/2004 tanggal 6 September 2004, telah ditetapkan Jabatan Fungsional Peneliti dan Angka Kreditnya. b. bahwa dalam rangka menyamakan persepsi dan pemahaman dalam pelaksanaan pembinaan jabatan fungsional peneliti, telah diterbitkan Panduan Penelitian dan Pengembangan BATAN Tahun 1991. c. bahwa dipandang perlu menetapkan Peraturan Kepala BATAN tentang panduan penelitian dan pengembangan untuk pembinaan jabatan fungsional peneliti BATAN. Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaga Nukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3676); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547); 4. Keputusan Presiden RI Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil; 5. Keputusan Presiden RI Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden RI Nomor 64 Tahun 2005;
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
-2-
6. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 128/Kep/M.PAN/9/2004 tentang Jabatan Fungsional Peneliti dan Angka Kreditnya; 7. Keputusan Bersama antara Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 3719/D/2004 dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 60 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Peneliti dan Angka Kreditnya; 8. Keputusan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor 360/KA/VII/ 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir; 9. Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor 392/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Tenaga Nuklir Nasional; 10. Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor 393/KA/XI/2005 –396/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai di lingkungan Badan Tenaga Nuklir Nasional. MEMUTUSKAN Menetapkan :
PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TENTANG PANDUAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN UNTUK PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL PENELITI BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL. Pasal 1 (1) Panduan Penelitian Dan Pengembangan Untuk Pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti Badan Tenaga Nuklir Nasional yang selanjutnya dalam peraturan ini disebut Panduan, memuat ketentuan mengenai pembinaan jabatan fungsional peneliti sebagaimana tersebut pada lampiran peraturan ini. (2) Panduan sebagaimana tersebut pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
-3Pasal 2 Panduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 digunakan sebagai acuan dalam rangka pembinaan jabatan fungsional peneliti di lingkungan Badan Tenaga Nuklir Nasional. Pasal 3 Pada saat ditetapkan peraturan ini, maka Panduan Penelitian dan Pengembangan BATAN Tahun 1991 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 4 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Desember 2008 KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL - ttd HUDI HASTOWO
Lampiran Peraturan Kepala BATAN Nomor : 177/KA/XII/2008 Tanggal : 24 Desember 2008
BUKU PANDUAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN UNTUK PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL PENELITI BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2008
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
KATA PENGANTAR
Pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut Undang-Undang Pokok Kepegawain Nomor 8 Tahun 1974 telah disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999. Pembinaan tersebut dilaksanakan melalui jalur struktural untuk pelaksanaan tugas manajerial dan jalur fungsional untuk pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. Untuk pembinaan karier melalui jalur jabatan fungsional peneliti telah diterbitkan Keputusan MENPAN Nomor KEP/128/M.PAN/9/2004 yang dilengkapi Keputusan Bersama Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 3719/D/2004 dan Nomor 60Tahun 2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Peneliti dan Angka Kreditnya serta Peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 02/E/2005 Tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Peneliti Sebagai upaya pelaksanaan ketentuan tersebut, Tim Penilai Jabatan Peneliti BATAN masa bakti 2007-2008 menyusun Buku Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk Pembinaan Jabatan Fungsonal Peneliti BATAN. Buku Panduan ini merupakan revisi dari Buku Panduan Penelitian dan Pengembangan BATAN Tahun 1991 yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan. Dengan diterbitkannya pedoman ini dimaksudkan agar ada persamaan persepsi dan pemahaman dari para Pembina, para pejabat Peneliti dan Tim Penilai Jabatan Peneliti BATAN serta menjadi pedoman dan acuan dalam pelaksanan pembinaan jabatan fungsional peneliti di lingkungan BATAN.
Jakarta, 17 Desember 2008 Ketua Tim Penilai Jabatan Peneliti BATAN, -ttdProf. Dr. Pramudita Anggraita NIP. 330000530
i
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
TIM PENYUSUN BUKU PANDUAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN UNTUK PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL PENELITI BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
Pengarah: Dr. Anhar Riza Antariksawan
Deputi PDT
Tim Penilai Jabatan Peneliti BATAN: 1. Prof. Dr. Pramudita Anggraita 2. Prof. Drs. Sunarhadiyoso, M.Sc. 3. Tyn Isprianto, S.H. 4. Ir. Iman Kuntoro 5. Prof. Drs. Darsono, M.Sc. 6. Prof. Ir. Zainus Salimin, M.Si. 7. Prof. Dr. Singgih Sutrisno 8. Dra. Rahayuningsih Chosdu, M.Si. 9. Drs. Muchlis Akhadi 10. Dr. Ir. Sigit 11. Drs. Sudirman, M.Si. 12. Drs. Dani Gustaman Syarif, M.Eng
Ketua TPJP - BATAN Wakil Ketua TPJP - BATAN Sekretaris TPJP-BATAN Anggota TPJP - BATAN Anggota TPJP – BATAN Anggota TPJP – BATAN Anggota TPJP – BATAN Anggota TPJP - BATAN Anggota TPJP - BATAN Anggota TPJP – BATAN Anggota TPJP – BATAN Anggota TPJP – BATAN
Sekretariat Tim Penilai Jabatan Peneliti BATAN: 1. Winawan Sidik, B.A. Sekretariat 2. Harsono, A.Md. Sekretariat 3. Nurdianto Sekretariat 4. Miskun Sekretariat 5. Mulyono, A.Md. Sekretariat 6. Surja Sempana, A.Md. Sekretariat 7. Nurhayati Aprilia, A.Md. Sekretariat 8. Septiani Rahayu, A.Md. Sekretariat 9. Hamzalih, A.Md. Sekretariat
ii
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………………………………………………………………….. TIM PENYUSUN BUKUPANDUAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN UNTUK PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL PENELITI BATAN.................... DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………….. BAB II ETIKA PENELITI ...................................................................................... A. Etika, Moralitas Dan Hukum ................................................................ B. Pengertian Tentang Peneliti Dan Penelitian …………………………. C. Aspek Penting Dalam Etika Peneliti .................................................... D. Penegakan Etika Peneliti ...................................................................... BAB III NORMA PENELITIAN ............................................................................. A. Pengertian ............................................................................................. B. Persiapan Penelitian ………………………………………………….. C. Perencanaan ………………………………………………………….. D. Pelaksanaan …………………………………………………………... E. Pelaporan ………………………………………………………........... BAB IV USULAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN (Sesuai dengan Pedoman Manlitbang BATAN, Perka BATAN No. 101/KA/VI/2007 tanggal 28 Juni 2007) ………………………………….. BAB V LAPORAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN (Sesuai dengan Pedoman Manlitbang BATAN, Perka BATAN No. 101/KA/VI/2007 tanggal 28 Juni 2007) ………………………………….. BAB VI PEDOMAN PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH …………………... A. Maksud dan Tujuan............................... ……………………………… B. Jenis Karya Tulis Ilmiah......………………………………………….. C. Bentuk Karya Tulis Ilmiah.................................................................... D. Susunan Karya Tulis Ilmiah................................................................... E. Pengacuan dan Penulisan Pustaka......................................................... F. Format Karya Tulis Ilmiah..................................................................... BAB VII PEMBINAAN KARIER JABATAN FUNGSIONAL PENELITI ............. A. Persyaratan Pengangkatan Pertama Kali Dalam Jabatan Peneliti.......... B. Prosedur Pengangkatan/Kenaikan Jabatan/Pangkat Peneliti................. C. Syarat Kenaikan Jabatan Dan Pangkat .................................................. D. Pembebasan Sementara Jabatan Peneliti ............................................... E. Surat Peringatan Bagi Pejabat Peneliti ……………………………….. F. Pengangkatan Kembali Jabatan Peneliti ............................................... G. Pemberhentian Dari Jabatan Peneliti .................................................... BAB VIII PEDOMAN PELAKSANAAN PRESENTASI ILMIAH DAN ORASI PENGUKUHAN PROFESOR RISET DI LINGKUNGAN BATAN……. A. Pedoman Presentasi Ilmiah Peneliti Madya dan Peneliti Utama Di Lingkungan BATAN (Sesuai dengan Peraturan Kepala BATAN Nomor 174/KA/XII/2008 tanggal 24 Desember 2008 tentang Pedoman Presentasi Ilmiah Jabatan Peneliti Madya dan Peneliti Utama di Lingkungan BATAN)..
i ii iii 1 3 3 4 5 14 19 19 19 19 20 20 21 22 23 23 24 24 24 29 31 32 32 33 34 36 37 37 39 40
40
iii
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
B. Pedoman Orasi Pengukuhan Profesor Riset Di Lingkungan BATAN (Sesuai dengan Peraturan Kepala BATAN Nomor 175/KA/XII/2008 tanggal 24 Desember 2008 tentang Pedoman Orasi Pengukuhan Profesor Riset di Lingkungan BATAN………………………………. LAMPIRAN I : PEDOMAN PENULISAN KARYA TULIS LAPORAN TEKNIS.... LAMPIRAN II : BEBERAPA CONTOH PENULISAN PUSTAKA.............................
40 41 46
iv
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
BAB I PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang cepat sekali akhir-akhir ini. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi biasanya didukung oleh hasil penelitian dan pengembangan, sedangkan keberhasilan penelitian dan pengembangan itu sendiri sangat ditentukan antara lain oleh metode, etika, norma, dan perencanaan yang baik. BATAN adalah salah satu lembaga penelitian dan pengembangan non-departemen yang mempunyai tugas pokok merencanakan dan melaksanakan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir untuk maksud damai guna memicu dan memacu kesejahteraan masyarakat. Dalam mengemban tugasnya BATAN berpegang kepada kebijakan pembangunan nasional yang tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang maupun Jangka Menengah, Agenda Riset Nasional, dan RENSTRA BATAN yang dijabarkan dalam program lima tahunan, serta dilaksanakan dalam rencana kegiatan tahunan. Berdasarkan rencana kegiatan tahunan yang sudah disetujui, usulan penelitian di lingkungan BATAN disusun oleh para peneliti, diteruskan kepada atasan untuk pertimbangan dan persetujuan (bottom-up) dan ada pula yang diinstruksikan oleh atasan kepada bawahan (top-down). Agar setiap rencana penelitian dan pengembangan di lingkungan BATAN dapat terlaksana lebih berdayaguna dan berhasilguna, diperlukan suatu pegangan yang seragam di lingkungan BATAN yang merupakan kegiatan terpadu sebagai suatu sistem untuk mencapai sasaran utama yang telah ditetapkan. Panitia Penilai Jabatan Peneliti (P2JP) BATAN masa bakti 1989/1990-1990/1991 sudah merumuskan dan menyusun Buku Panduan Penelitian dan Pengembangan BATAN 1991 dalam upaya penyeragaman penyusunan format penulisan usulan penelitian dan pengembangan, sistem pelaporan serta pelaksanaan dan cara penulisan hasil penelitian dan pengembangan berupa karya tulis ilmiah. Buku Panduan tersebut disusun tidak sematamata untuk keperluan para peneliti tetapi juga untuk keperluan pemantauan perkembangan suatu penelitian dan pengembangan dari waktu ke waktu bagi para eksekutif. Banyak peraturan yang sudah berubah, sehingga Tim Penilai Jabatan Peneliti (TPJP) BATAN masa bakti 2008 perlu menyusun Buku Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk Pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti Badan Tenaga Nuklir Nasional yang baru. Dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan, para peneliti wajib mengetahui, memahami dan melaksanakan etika peneliti dan norma penelitian. Dengan demikian diharapkan hasil penelitian dan pengembangan dapat mencapai sasaran utama yang sudah digariskan dalam pelaksanaan secara terarah dan terpadu. Selain itu pembinaan dan karir para peneliti juga dapat dikembangkan secara optimal. Banyak hal dari Buku Pedoman tahun 1991 yang sudah diatur dalam peraturan tersendiri, misalnya pedoman yang mengatur tentang: (a) pengusulan, pemantauan, dan pelaporan penelitian (Pedoman Manlitbang BATAN, Perka BATAN no. 101/KA/VI/2007 tanggal 28 Juni 2007), (b) tatacara pengajuan nilai angka kredit (Pedoman Penilaian Karya Ilmiah Jabatan Peneliti BATAN, Sekretariat TPJP-BATAN 2006, SKB MenPAN-BAKNLIPI no. 3719/D/2004 dan no. 60 tahun 2004 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan peneliti dan penilaian angka kredit, (c) presentasi ilmiah bagi calon Peneliti Madya dan Peneliti
1
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
Utama (Pedoman Presentasi Ilmiah Peneliti Madya dan Peneliti Utama di Lingkungan BATAN, Perka BATAN No. 174/KA/XII/2008 tanggal 24 Desember 2008) dan (d) pelaksanaan pidato pengukuhan Profesor Riset (Pedoman Orasi Pengukuhan Profesor Riset di Lingkungan BATAN, Perka BATAN No. 175/KA/XII/2008 tanggal 24 Desember 2008). Buku panduan ini menekankan pada etika peneliti, norma penelitian, metodologi penulisan karya tulis ilmiah, dan pembinaan jabatan fungsional peneliti. Selain itu buku panduan ini juga memuat beberapa peraturan dan keputusan yang terkait dan disajikan sebagai lampiran. Semoga Buku Panduan ini bermanfaat bagi kita semua, baik para peneliti maupun para eksekutif dalam pembinaan dan pemantauannya. Para penyusun yakin dan percaya bahwa Buku Panduan ini jauh dari sempurna sehingga memerlukan penyempurnaan dari waktu ke waktu. Saran-saran demi penyempurnaan Buku Panduan ini sangat diharapkan dari semua pihak.
Jakarta, Desember 2008
2
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
BAB II ETIKA PENELITI
A. Etika, Moralitas Dan Hukum Etika dan moralitas secara etimologis mempunyai makna yang kira-kira sama, yaitu kumpulan asas yang berhubungan dengan akhlak dan perilaku yang dianggap baik, yang diberlakukan untuk lingkungan atau kelompok individu yang tertentu. Keduanya mencakup pengertian yang bernilai baik, sehingga seseorang atau sekelompok orang yang dikatakan beretika atau bermoral biasanya dianggap mempunyai etika atau moral yang secara umum dipandang baik, sedangkan tidak beretika atau tidak bermoral dimaksudkan untuk mengatakan mempunyai etika atau moral yang secara umum dipandang buruk. Namun, dalam filsafat keduanya sering dibedakan. Moralitas diartikan kebiasaan dan perilaku faktual dalam masyarakat, sedangkan etika adalah refleksi filsafati atas moralitas. Oleh karenanya, etika sering disebut filsafat moral. Etika membantu masyarakat melihat moralitas yang dihayati oleh masyarakat dan membantu merumuskan pedoman akhlak dan perilaku baru yang dibutuhkan karena adanya perubahan kondisi budaya dan masyarakat. Bab ini tidak dimaksudkan untuk memberikan tinjauan dari sisi filsafat, sehingga untuk selanjutnya pengertian “etika” dimaksudkan mencakup pula pengertian “moralitas,” terminologi “etika” dipergunakan untuk lebih menyederhanakan penggunaan terminologi “etika dan moralitas.” Terminologi “hukum” mempunyai perbedaan makna yang relatif jelas dengan terminologi “etika.” Terminologi “etika’ mengandung nilai yang bersifat natural berlandaskan kepatutan secara individual maupun sosial, sedangkan terminologi “hukum” mengandung nilai yang bersifat kultural berlandaskan peraturan dan perundangan. Walaupun demikian, dalam batas-batas tertentu, posisi keberadaan dan bobot kekuatan berlakunya etika hampir tidak dapat dibedakan dengan jelas terhadap hukum karena posisi dan bobot masing-masing dapat saling mengisi satu sama lain. Jalan pemikirannya adalah bahwa perbuatan yang tidak patut, tidak etis atau tidak bermoral merupakan perbuatan yang “ilegal” dan karena itu dikategorikan sebagai perbuatan melawan atau melanggar hukum. Di dalam implementasi ilmu pengetahuan memang dijumpai kenyataan bahwa perbuatan “unethic” adalah juga “illegal,” tetapi juga dijumpai bahwa perbuatan “illegal” tetap “ethic” dan sebaliknya sering dijumpai pula perbuatan “unethic” tetapi “legal.” Suatu pelanggaran hukum mungkin tidak merupakan pelanggaran etika, sebaliknya suatu pelanggaran etika mungkin tidak merupakan pelanggaran hukum. Karena itu pengertian etika memang perlu dibedakan dan dipisahkan dari pengertian hukum. Dalam seluruh aspek yang berhubungan dengan kegiatan penelitian, setiap peneliti harus merasa dan menempatkan diri dalam posisi terikat pada etika peneliti tanpa mempertimbangkan apakah pelanggaran etika akan berarti pelanggaran hukum atau tidak. Karena itu sebagai bagian dari upaya agar tetap memenuhi etika peneliti tanpa melakukan pelanggaran hukum setiap peneliti seyogyanya memahami dan menghayati berbagai aspek yang terkandung di dalam etika peneliti.
3
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
B. Pengertian Tentang Peneliti Dan Penelitian Yang dimaksudkan dengan “peneliti” pada dasarnya adalah pelaku kegiatan “penelitian”, baik secara perorangan maupun kelompok, individual maupun institusional, tanpa mempertimbangkan jenjang jabatan fungsional formal yang disandangnya. Peneliti, dengan demikian, mempunyai tugas utama melakukan kegiatan penelitian dengan kreativitas yang mampu melahirkan bentuk pemahaman baru dari persoalan-persoalan di lingkungan keilmuannya. Peneliti diharapkan menumbuhkan kemampuan-kemampuan baru dalam mencari jawaban atas permasalahan yang timbul di lingkungan keilmuannya. Pemahaman baru dan kemampuan baru tersebut diharapkan menghasilkan temuan keilmuan yang menjadi kunci pembaharuan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara umum, terminologi “penelitian” mengandung arti suatu kegiatan penyelidikan yang dilakukan secara sistematis dan memenuhi kaidah keilmuan untuk memperoleh fakta, prinsip dan informasi ilmiah atau teknologi yang baru, membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran suatu hipotesis atau asumsi sehingga dapat menghasilkan perumusan teori dan/atau proses dan/atau fenomena yang tertentu. Karakteristik kegiatan penelitian dapat dibedakan antara penelitian dasar (berorientasi pada peningkatan dan kepranataan ilmu pengetahuan sehingga dapat lebih menjelaskan konsep-konsep yang belum terjelaskan atau lebih memajukan pertumbuhan pemanfaatan ilmu pengetahuan) dan penelitian terapan (berorientasi pada peningkatan nilai tambah dan penerapan praktis hasil-hasil penelitian sebelumnya serta pemecahan masalah jangka pendek sampai menengah). Seringkali pengertian penelitian digabungkan dengan pengembangan sehingga menjadi penelitian dan pengembangan (disingkat menjadi “litbang”). Di sisi lain, juga tidak keliru adanya pandangan bahwa “pengembangan” merupakan kegiatan ilmiah yang lebih hilir dari kegiatan “penelitian,” yaitu kegiatan yang menerapkan hasil-hasil penelitian untuk meningkatkan fungsi, manfaat dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada. Dalam pemahaman yang terakhir ini, strata kegiatan pengembangan sering dibedakan menjadi pengembangan teknologi (yang mencakup skala laboratorium sampai skala semi pilot termasuk upaya penyediaan bahan baku dan sarana produksi) dan pengembangan industri (yang mencakup skala pilot sampai skala industri termasuk jaminan ketersediaan bahan baku dan sarana produksi secara bersinambung). Kegiatan penelitian tidak harus selalu dikonotasikan sebagai suatu kegiatan eksperimental. Beberapa jenis penelitian bukan merupakan suatu kegiatan eksperimental tetapi tetap harus dilakukan dengan dilandasi kaidah ilmiah, dilakukan secara sistematis dan bertujuan untuk memperoleh fakta, prinsip dan informasi ilmiah atau teknologi yang baru. Contoh dari penelitian non-eksperimental adalah kegiatan pengkajian (biasanya bertujuan untuk memperoleh gambaran kemanfaatan suatu teori, proses atau teknologi yang bagi pelaku kegiatan merupakan hal yang relatif baru dan belum diimplementasikan secara eksperimental) dan kegiatan survey (biasanya bertujuan untuk mengembangkan kerangka berpikir dan/atau menentukan kebijakan melalui pengumpulan dan pengolahan data yang bersumber dari sistem di luar penguasaan pelaku kegiatan). Suatu kultur yang relatif baru dalam kegiatan penelitian berkembang sejak periode awal abad XX dengan dihasilkannya karya-karya rekayasa yang luar biasa. Kegiatan
4
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
perekayasaan memberikan warna baru pada tujuan penelitian yang semula berorientasi untuk memperoleh fakta, prinsip dan informasi ilmiah atau teknologi yang baru, serta meningkatkan fungsi, manfaat dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada. Warna baru tersebut tersebut adalah orientasi untuk memperoleh keuntungan ke pencapaian perbaikan nilai kehidupan. Hal ini menjadikan kultur perekayasaan terasa lebih spesifik dan berbeda dengan kultur penelitian pada umumnya. Walaupun demikian, kegiatan perekayasaan tetap harus dilakukan secara sistematis dengan dilandasi kaidah ilmiah yang telah ada. Karena itu kemudian dimunculkan suatu terminologi baru, yaitu “litbangyasa” yang merupakan kependekan dari “penelitian, pengembangan dan perekayasaan.”
C. Aspek Penting Dalam Etika Peneliti Bersesuaian dengan yang disebutkan di bagian awal Bab ini, pada dasarnya etika peneliti adalah kumpulan asas yang berhubungan dengan akhlak dan perilaku yang dianggap baik, yang diberlakukan untuk lingkungan atau kelompok individu peneliti. Peneliti atau kelompok peneliti harus menaati asas-asas yang dimaksudkan agar tidak terkategorikan sebagai peneliti yang tidak beretika atau peneliti yang mempunyai etika buruk atau peneliti yang melanggar etika. Dengan demikian dapat dipahami bahwa berbagai aspek tercakup di dalam etika peneliti. Cakupan aspek etika peneliti dan rumusan etika peneliti sangat mungkin berbeda antara satu lingkungan dengan lingkungan lainnya atau antara satu periode dengan periode lainnya. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai institusi Pembina kefungsionalan peneliti di Indonesia telah menghasilkan rumusan Kode Etika Peneliti yang selayaknya menjadi pedoman umum bagi penyusunan dan pemberlakuan etika peneliti di lingkungan institusi, lembaga maupun individu peneliti di seluruh Indonesia. Berbagai institusi perguruan tinggi yang juga berkecimpung banyak di dalam kegiatan penelitian, namun secara kelembagaan formal berada di luar LIPI, juga mempunyai rumusan pedoman umum etika penelitian yang diberlakukan di lingkungannya masing-masing. Menyadari bahwa cakupan aspek etika peneliti dan rumusan etika peneliti sangat mungkin berbeda antara satu lingkungan dengan lingkungan lainnya atau antara satu periode dengan periode lainnya, maka dalam Bab ini dijelaskan berbagai aspek etika peneliti yang diharapkan dipahami, ditaati dan diimplementasikan secara konsisten di lingkungan BATAN, sepanjang masih dinyatakan sebagai pedoman yang diberlakukan. Penjelasan ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan peraturan yang manapun yang masih diberlakukan ataupun yang sudah tidak diberlakukan. Tetapi menjadi harapan bersama bahwa manakala suatu pemikiran dapat dilihat manfaatnya secara positif, maka ke depannya diharapkan pemikiran tersebut dapat diiplementasikan secara lebih nyata agar tujuan dari pemikiran tersebut juga dapat dicapai secara nyata. Berkaitan dengan hal tersebut, uraian dan pemikiran tentang Etika Peneliti di lingkungan BATAN pada dasarnya adalah upaya untuk menjaga kehormatan profesi peneliti dan meningkatkan mutu penelitian di lingkungan BATAN, serta mempertahankan dan meningkatkan kredibilitas BATAN sebagai suatu lembaga penelitian. Pada sisi individual penelitinya, etika peneliti sangat penting untuk memelihara integritas, profesionalisme, kejujuran dan keadilan peneliti dalam melaksanakan kegiatan sesuai dengan peran dan posisinya sebagai peneliti.
5
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
Beberapa aspek penting dalam etika peneliti meliputi: aspek sikap dan perilaku peneliti, aspek obyek dan sarana penelitian, aspek pelaksanaan penelitian, aspek hasil penelitian, aspek publikasi dan penyajian, aspek hak atas kekayaan intelektual. 1. Aspek sikap dan perilaku peneliti Paling sedikit ada 4 hal mendasar yang merupakan “jiwa” etika peneliti yang berkaitan langsung dengan sikap dan perilaku peneliti, kapanpun dan dimanapun para peneliti tersebut beraktifitas dan berperan sebagai peneliti. Ke-4 hal tersebut adalah: a. Kejujuran Peneliti harus jujur dalam penyampaian data hasil penelitiannya, tidak boleh mengarang data atau mengumumkan data penelitian tanpa melakukan proses penelitian (fabricate), memalsukan (falsify), ataupun mengelabukan (misrepresent) data hasil penelitiannya. Prinsip kejujuran ini tidak saja menjamin tercapainya tujuan penelitian, yaitu dihasilkannya fakta, prinsip, dan informasi ilmiah ataupun teknologi baru, tetapi juga dapat meningkatkan kerjasama dan kepercayaan yang dibutuhkan dalam penelitian ilmiah. Sebaliknya, ketidak-jujuran akan menghancurkan kepercayaan antar peneliti atau bahkan antar instansi atau lembaga. Walaupun demikian, kejujuran tidak harus diartikan bahwa peneliti tidak boleh salah. Ada ungkapan bahwa peneliti boleh saja secara tidak sengaja berbuat salah, tetapi peneliti harus jujur atau tidak boleh berbohong. Ini membedakan profesi peneliti dengan profesi lain yang menabukan berbuat salah, sekalipun tidak dilandasi kesengajaan, tetapi melegalkan kebohongan sekalipun justru disengaja untuk menutupi kesalahan yang telanjur terjadi. Betapapun, kesalahan peneliti tidak boleh terjadi karena ketidak-jujuran dalam melakukan penelitian dan menyampaikan data atau hasil penelitian. Ketaatan terhadap prinsip kejujuran akan mendorong peneliti untuk berperilaku cermat dan teliti dalam melakukan peran dan aktivitasnya sebagai peneliti, karena ketidakcermatan dan ketidaktelitian berpotensi untuk melahirkan sikap dan perilaku tidak jujur. Seorang peneliti dapat dan boleh saja melakukan kesalahan, misalnya dalam menetapkan asumsi-asumsi penelitian, merumuskan hipotesis atau bahkan dalam penerapan konsep keilmuan untuk menginterpretasikan data, sepanjang kesalahan tersebut tidak dilandasi dengan kesengajaan untuk berbuat salah. Pada gilirannya kesalahan-kesalahan yang bukan dilandasi ketidakjujuran akan merupakan dinamika penelitian karena sangat terbuka kemungkinan koreksi oleh peneliti lain maupun oleh diri sendiri. Di sisi lain, prinsip kejujuran pada diri peneliti akan mencegah yang bersangkutan untuk mengakukan data atau hasil penelitian orang lain sebagai data atau hasil penelitiannya. Tindakan plagiat (mengambil data atau hasil penelitian orang lain dan mengklaimnya sebagai data atau hasil penelitian sendiri) merupakan contoh perilaku yang sangat tidak etis dan merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip kejujuran peneliti. Sikap kejujuran peneliti juga memberikan kemungkinan kepada pihak lain mendapatkan akses terhadap sumber daya penelitian yang tidak bersifat rahasia untuk melakukan verifikasi maupun penelitian lanjutan tanpa disertai dengan prasangka buruk.
6
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
b. Keterbukaan Setiap peneliti hendaknya membiarkan peneliti lain mereview penelitiannya dan terbuka terhadap kritik, saran, dan gagasan baru. Dengan kritik dan pandangan baru itu kemajuan ilmu pengetahuan dapat dicapai. Seorang peneliti dapat dipandang telah melanggar prinsip keterbukaan ini ketika yang bersangkutan menafikan peluang dan kesempatan untuk menerima tanggapan ataupun penilaian pihak lain terhadap penelitiannya, sejak dari tahapan perencanaan, pelaksanaan sampai dengan hasil-hasil penelitiannya. Terhadap suatu rencana ataupun hasil penelitian, diskusi secara terbuka dan jujur mutlak diperlukan. Tetapi diskusi tersebut harus bebas dari tekanan kekuasaan dan netral dari kepentingan sepihak. Diskusi harus bebas dari kecemburuan pribadi maupun kecemburuan profesi yang seringkali muncul sebagai akibat persaingan dan pertentangan kepentingan secara tidak sehat. Sikap dan perilaku keterbukaan menuntut peneliti untuk menampilkan kerjasama membangun dalam suatu kerja sama tim. Adalah pelanggaran terhadap prinsip etika peneliti, bila peneliti dalam suatu penelitian bersama ternyata bersikap mementingkan diri sendiri dan tidak bersedia berbagi pengetahuan demi kelancaran penelitian bersama tersebut. Peneliti yang lebih senior maupun peneliti yang lebih yunior sepatutnya menyadari sepenuhnya posisi dan peranan masing-masing sehingga nalar keilmuan yang semu ataupun ancaman terganggunya kerja sama tim dapat dihindari. Perlu dipahami bahwa prinsip keterbukaan ini tidak berarti bahwa peneliti mempunyai kebebasan penuh untuk memilih, melakukan dan menyebarluaskan peneltiannya. Peneliti harus mempertimbangkan resiko dan manfaat yang ditimbulkan dari pemilihan, pelaksanaan dan penyebarluasan penelitiannya. Manfaat yang ditimbulkan harus lebih besar dari resikonya, sedangkan resikonya harus berpotensi untuk dapat diatasi. Seringkali hal-hal tersebut menjadi obyek review, kritik dan saran dari pihak lain yang harus diterima dan dipertimbangkan oleh peneliti sebagai bagian dari prinsip keterbukaan ini. c. Tanggungjawab Pengertian tanggungjawab mencakup tanggungjawab secara teknis maupun tanggungjawab secara sosial. Secara teknis, peneliti harus bertanggungjawab atas pelaksanaan maupun data atau hasil penelitiannya. Apabila penelitian dilakukan oleh satu kelompok peneliti, maka setiap individu peneliti mempunyai tanggungjawab masing-masing, yang sangat mungkin berbeda antara satu dengan yang lain, sesuai dengan porsi atau perannya dalam penelitian terkait. Tanggungjawab parsial seperti tersebut di atas tidaklah berarti menghilangkan tanggungjawab peneliti utama yang dalam lingkup luas harus tetap dapat mengambil alih tanggungjawab secara keseluruhan bilamana diperlukan. Secara sosial, peneliti harus bertanggungjawab atas akibat-akibat sosial yang timbul sebagai akibat dari penelitian dan penyebarluasan hasil peneltian yang dilakukannya. Tanggungjawab secara sosial juga mengharuskan peneliti untuk tidak melakukan penelitian yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat lebih besar dari manfaatnya. Dengan kata lain peneliti hanya boleh melakukan penelitian yang berharga bagi masyarakat luas. Tanggungjawab sosial juga memberikan konsekuensi bahwa tidak semua hasil penelitian dapat dipublikasikan atau disebarluaskan oleh penelitinya. Seorang atau sekelompok
7
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
peneliti bahkan dapat saja kehilangan hak untuk menyebarluaskan hasil penelitiannya dan harus menyerahkan hak tersebut kepada pihak atau lembaga atau otoritas di luar diri dan kelompoknya, yang mempunyai kewenangan sosial lebih besar. Peneliti harus dapat bersikap arif tanpa mengorbankan integritas keilmuannya ketika harus berhadapan dengan kepekaan komunitas agama, budaya, ekonomi dan politik dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan penelitian. d. Saling menghargai Peneliti harus dapat mengakui dan menghargai keberadaan dan peranan sesama penelti dalam suatu kegiatan penelitian yang dilakukan bersama, ataupun keberadaan dan peranan peneliti dalam kegiatan penelitian lain yang dijadikan sumber acuan bagi pelaksanaan penelitian yang sedang dilakukan. Sikap saling menghargai ini akan membangun kerjasama dan saling percaya serta saling hormat-menghormati antara sesama komunitas peneliti. Cerminan sederhana dari prinsip saling menghargai ini adalah pencantuman nama personel peneliti dalam dokumen laporan hasil penelitian, atau ungkapan rasa terimakasih secara nyata dari peneliti atau kelompok peneliti yang merasakan bantuan dari pihak lain di luar kelompok peneliti yang bersangkutan, atau pencantuman penulis dan judul tulisan yang dimanfaatkan peneliti sebagai referensi di dalam bab atau bagian daftar pustaka dalam laporan hasil penelitian. Sikap dan perilaku saling menghargai juga mendorong peneliti untuk menghormati hak-hak peneliti lainnya untuk menolak ikut dalam peneltian maupun menarik diri dari suatu penelitian dan tidak berprasangka buruk atas hal tersebut. Peneliti tidak boleh berperilaku mengeksploitasi peneliti lainnya (exploitation) dan berbuat tidak adil (injustice) untuk kepentingan pribadi, baik berupa keuntungan, martabat, maupun pengakuan yang lebih dari yang seharusnya. Dalam skala institusional, sikap dan perilaku saling menghargai tetap harus dipelihara sehingga senantiasa terjalin hubungan kelembagaan yang baik antara sesama institusi pelaksana kegiatan penelitian ataupun dengan lembaga penyandang dana penelitian yang terkait. 2. Aspek obyek dan sarana penelitian Yang dimaksudkan dengan obyek penelitian dapat berupa manusia yang menjadi sukarelawan untuk dijadikan obyek perlakuan dalam pelaksanaan penelitian atau hewan atau tumbuhan percobaan yang digunakan dalam kegiatan penelitian. Peneliti tidak boleh melanggar hak dan martabat manusia yang menjadi objek penelitian atau percobaan. Keterlibatan manusia sebagai obyek percobaan bukanlah berdasarkan pemaksaan, melainkan atas dasar kerelaan yang bersangkutan, dan kepadanya harus diberikan penjelasan posisi dan peranan sebagai obyek percobaan maupun informasi lain yang dipandang perlu, terjamin keselamatannya serta tetap terpelihara martabat dan harkatnya sebagai manusia biasa. Merupakan suatu tindakan yang tidak etis bila peneliti secara sengaja menyembunyikan resiko yang mungkin dialami oleh obyek penelitian, demi mengejar kepentingan kelancaran penelitian yang dilakukan. Untuk studi manusia sebagai komunitas seyogyanya ada ijin dan persetujuan dari pihak yang berwenang maupun dari pihak komunitas itu sendiri.
8
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
Obyek penelitian yang berupa hewan atau tumbuhan percobaan juga harus diperlakukan secara baik dan layak. Hewan dan tumbuhan percobaan harus dipelihara dengan baik sebelum, selama maupun sesudah pelaksanaan percobaan, baik dalam hal penangkapan atau perolehan, pengangkutan, pertumbuhan dan perkembangbiakan dan sebagainya. Adalah tidak etis membuang bangkai atau organ tubuh hewan percobaan setelah selesainya suatu percobaan, melainkan harus dikuburkan secara layak atau bila belum memungkinkan dilakukannya penguburan maka disimpan di dalam refrigerator, misalnya. Terhadap sarana penelitian seperti fasilitas, peralatan dan sejenisnya, para peneliti juga harus memberikan perhatian yang berorientasi pada pemeliharaan dan penanganan sarana secara benar. Adalah suatu tindakan atau sikap yang tidak etis bila peneliti bersikap masa bodoh terhadap keadaan sarana penelitian sekalipun dengan pertimbangan bahwa ada pihak lain yang bertanggungjawab dalam hal pengelolaan sarana tersebut. Peneliti sepatutnya tidak bersikap menguasai sarana penelitian yang diketahui juga diperlukan oleh (kelompok) peneliti lainnya. Pada dasarnya sarana penelitian bukanlah hak milik kelompok peneliti yang tertentu, melainkan milik kelembagaan. Karena itu akan merupakan tindakan yang tidak etis bila kelompok peneliti tertentu cenderung menguasai penggunaan sarana penelitian tersebut. Peneliti harus melihat obyek dan sarana penelitian sebagai sumber daya penelitian dan keilmuan yang harus dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaikbaiknya tanpa mengorbankan pihak lain maupun obyek dan sarana penelitian itu sendiri. Sikap dan perilaku seperti tersebut di atas sekaligus merupakan cerminan rasa syukur peneliti atas anugerah tersedianya sumber daya penelitian dan keilmuan baginya. 3. Aspek pelaksanaan penelitian Di dalam melaksanakan penelitian, peneliti harus melihat kegiatan penelitian sebagai sarana dan wahana untuk meningkatkan kualitas diri dan membaktikan diri pada pencarian kebenaran ilmiah untuk memajukan ilmu pengetahuan, menemukan teknologi dan menghasilkan inovasi bagi peningkatan peradaban dan kesejahteraan manusia. Peneliti melakukan kegiatannya sebagai peneliti dalam cakupan dan batas yang diperkenankan oleh hukum dan perundangan yang berlaku dengan mengutamakan keselamatan semua pihak yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukannya. Peneliti sepatutnya berpikir kritis yaitu berupaya mencari kebenaran yang terbuka untuk diuji, berpikir logis yaitu menggunakan landasan berpikir yang masuk akal dan betul sesuai dengan kaidah keilmuan yang ada, serta berpikir empiris yaitu memiliki dan memelihara bukti nyata dan sah berkaitan dengan pelaksanaan penelitiannya. Terhadap setiap orang yang terlibat dalam pelaksanaan penelitian, baik sebagai obyek penelitian maupun sebagai sesama pelaku penelitian, setiap peneliti perlu berpegang pada apa yang disebut sebagai aturan keemasan (golden rule) atau asas timbal balik, yaitu “kita berlaku ke orang lain hanya sepanjang kita setuju diperlakukan serupa dalam situasi yang sama.” Peneliti juga harus berperilaku tidak menyimpang dari metodologi penelitian yang ada dan mengikuti
9
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
metode ilmiah yang baku serta menggunakan perangkat pembenaran metode dan pembuktian hasil penelitiannya. Beberapa hal penting lain yang sepatutnya dilakukan peneliti dalam melaksanakan penelitiannya adalah: a. Menyusun pikiran dan konsep penelitian yang dikomunikasikan dan didiskusikan sejak dini dengan pihak yang berkompetensi. b. Memilih, merancang dan menggunakan bahan dan peralatan secara optimum agar kegiatan dapat dilaksanakan secara efektif. c. Melakukan pendekatan, metode, teknik dan prosedur yang layak dan tepat sasaran. d. Menolak pelaksanaan penelitian yang berpotensi tidak bermanfaat, merusak peradaban, beresiko penghancuran sumber daya dan kepentingan bangsa ataupun penelitian yang terlibat pada perbuatan tercela dan sejenisnya. e. Mencatat, menyimpan dan memelihara data penelitian sampai batas waktu tertentu sesuai dengan kepentingan dan peruntukan dari data tersebut, baik yang mengacu pada peraturan kearsipan maupun untuk keperluan penelusuran. 4. Aspek hasil penelitian Hasil penelitian adalah suatu kebenaran, dan bukan suatu pembenaran. Karena itu hasil penelitian juga harus disimpulkan secara benar. Menyimpulkan suatu data atau hasil penelitian dalam bentuk kesimpulan yang tidak sesuai dengan landasan keilmuan tetapi untuk memenuhi keinginan pihak-pihak tertentu, adalah peri laku yang tidak etis. Demikian pula dengan tindakan memilah dan memilih hasil penelitian untuk disesuaikan dengan opini atau pendapat yang telah terbentuk sebelumnya, merupakan tindakan yang tidak etis dan menunjukkan integritas keilmuan yang rendah dari pelakunya. Ada kalanya peneliti menerima pesanan dari pihak lain untuk melakukan kegiatan penelitian yang tertentu. Hal ini bukan suatu masalah bila pengertian pesanan hanya terbatas pada topik atau lingkup penelitian, dan bukan proses ataupun hasil penelitiannya. Proses penelitian tentu saja menjadi kewenangan dan kapasitas pihak peneliti dan didasarkan pada kaidah keilmuan yang terkait yang nantinya akan dipertanggungjawabkan oleh peneliti yang bersangkutan, sedangkan hasil penelitian adalah fakta empiris yang kemudian harus diolah, diinterpretasi, dan disimpulkan dengan dilandasi pengetahuan teoritik keilmuan yang memadai. Hasil penelitian yang karena alasan tertentu harus menjadi sesuatu yang dirahasiakan, tidak boleh disebarluaskan. Sebaliknya bila tidak ada alasan untuk merahasiakan hasil penelitian, maka hasil penelitian tersebut harus terbuka untuk dibahas lebih lanjut, untuk dijadikan acuan atau referensi atau bahkan untuk penelitian ulang sekalipun. Hasil penelitian, dengan demikian, bukan saja menjadi kepentingan pelaku penelitian, tetapi menjadi kepentingan komunitas penelitian secara luas. Bersifat rahasia atau tidak, hasil penelitian tetap harus dilaporkan. Tentu saja selalu ada pihak yang berwenang dan berkepentingan untuk meminta dan menerima laporan tersebut, yang berada di luar individu atau kelompok peneliti terkait. Pihak yang berwenang tersebut dapat saja meminta laporan hasil penelitian dengan menggunakan fora pelaporan lisan (seminar dan sejenisnya) ataupun dalam bentuk
10
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
tertulis sebagai dokumen laporan hasil penelitian. Karena itu, peneliti yang menolak melaporkan hasil penelitiannya atau secara sengaja menunda untuk melaporkan hasil penelitiannya dapat dinilai telah melakukan tindakan yang tidak etis, atau dengan kata lain melanggar salah satu aspek etika penelitian. 5. Aspek publikasi dan penyajian Publikasi hasil penelitian adalah hal yang berbeda dengan pelaporan hasil penelitian. Publikasi hasil penelitian merupakan pengkomunikasian atau penyebarluasan hasil penelitian dalam bentuk karya tulis ilmiah di dalam forum atau media publikasi yang lebih luas di luar lingkungan yang terkait langsung dengan pelaksanaan penelitian. Apabila pembuatan laporan hasil penelitian adalah suatu keharusan, maka publikasi hasil penelitian adalah suatu kepatutan, kecuali bila ada alasan tertentu yang menyangkut kerahasiaan. Apabila suatu penelitian merupakan penelitian pesanan, maka publikasi hasil penelitian sepatutnya dilakukan setelah memperoleh ijin atau persetujuan dari pihak pemesan. Yang dimaksudkan dengan penyajian hasil penelitian adalah penyampaian kegiatan dan hasil penelitian dalam bentuk di luar laporan dan publikasi penerbitan. Bentuk atau fora penyajian tersebut misalnya adalah presentasi di dalam seminar, pertemuan ilmiah dan sejenisnya, yang diselenggarakan di luar atau di dalam lingkungan kelembagaan terkait. Ada beberapa hal mendasar dalam etika peneliti yang berkaitan langsung dengan aspek publikasi dan penyajian hasil penelitian ini, yaitu: a. Nama penulis Pada dasarnya kegiatan penelitian mempunyai kemungkinan yang sangat kecil untuk dapat dilakukan oleh hanya satu orang saja, kecuali penelitian dalam kategori pengkajian. Tetapi tidak semua personel yang terlibat dalam suatu kegiatan penelitian harus dimunculkan sebagai penulis di dalam karya tulis hasil penelitian untuk dipublikasikan. Pencantuman sebagai penulis tunggal dimungkinkan bila keterlibatan personel lainnya di dalam penelitian terkait dapat dianggap tidak bersifat substansial, baik secara konseptual maupun secara operasional. Adalah merupakan tanggungjawab etik dari penulis tunggal tersebut untuk tidak menyebutkan nama lain sebagai penulis tanpa menimbulkan pertentangan dari pihak lainnya. Karena itu pencantuman sebagai penulis tunggal seyogyanya telah melalui kesepakatan yang dipahami oleh pihak atau personel lain yang sempat dilibatkan dalam pelaksanaan penelitian. Hal ini merupakan salah satu bentuk dari aspek saling menghargai di lingkungan pelaku kegiatan penelitian seperti telah diuraikan di atas. Dalam hal dicantumkan lebih dari satu nama penulis maka pertanyaan yang timbul adalah: siapa yang lebih berhak disebutkan sebagai penulis pertama, dan bagaimana urutan penyebutan nama penulis berikutnya (bila penulis lebih dari 2 orang). Penanggungjawab teknis (dan bukan administratif) program penelitian pada umumnya sekaligus merupakan penyusun proposal, garis besar disain dan laporan akhir penelitian, selayaknya menjadi penulis pertama. Urutan penulis berikutnya dapat didasarkan pada kesenioran ilmiah ataupun asumsi bobot kontribusi dalam pelaksanaan kegiatan penelitian, dan sebaiknya merupakan kesepakatan bersama dalam kelompok terkait. Seperti telah dinyatakan di atas,
11
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
tidak semua personel yang terlibat dalam pelaksanaan penelitian perlu atau harus disebutkan namanya dalam deretan penulis. Penulis utama (penulis pertama) seyogyanya dapat membangun kesepahaman dengan personel terkait apakah yang bersangkutan perlu disebutkan sebagai anggota penulis (penulis pembantu) atau tidak. Nama penulis yang disepakati mempunyai kewenangan tertinggi untuk dihubungi pihak lain berkaitan dengan publikasi terkait tidak harus merupakan atau menjadi penulis pertama, tetapi sebaiknya diberi catatan kaki khusus (footnote) yang menunjukkan kewenangan tersebut. Walaupun penulis pertama berkepentingan untuk mencantumkan nama tertentu yang dianggap layak dituliskan sebagai anggota penulis, tetapi bila yang bersangkutan menyatakan keberatan maka keberatan tersebut harus diikuti, sehingga yang bersangkutan tidak perlu dituliskan sebagai anggota penulis, tetapi perlu dicantumkan dalam ucapan terimakasih. b. Ucapan terimakasih Peneliti mempunyai kewajiban etik untuk berterimakasih kepada pihak yang dianggap memberikan bantuan terhadap pelaksanaan kegiatan penelitian tetapi tidak dicantumkan sebagai anggota penulis dalam publikasi hasil penelitian. Ungkapan terimakasih tersebut harus dinyatakan secara jelas dan spesifik, kepada siapa (perorangan atau institusional) dan atas dasar bantuan yang bagaimana terimakasih tersebut disampaikan. Kadang-kadang ungkapan terimakasih kepada penyandang dana atau sponsor penelitian (misalnya dalam riset kontrak atau riset hibah bersaing) disampaikan dalam bentuk catatan kaki (footnote). Hal ini tidak berarti mengurangi ketaatan terhadap etika penelitian yang dimaksudkan. Penulis pertama sepatutnya dapat mempertimbangkan perlu tidaknya mencantumkan ungkapan rasa terimakasih dalam mempublikasikan hasil penelitiannya. Sebagai contoh, apabila suatu kegiatan analisis yang merupakan bagian dari penelitian harus dilakukan di luar kelembagaan dengan tarif pembayaran secara komersial yang ditentukan oleh pihak yang melakukan analisis, maka penyebutan tempat analisis dapat ditempatkan di dalam batang tubuh karya tulisnya tanpa harus disertai dengan ucapan terimakasih. Tetapi bila analisis tersebut dilaksanakan tanpa tarif pembayaran melainkan berdasarkan kerja sama atau bantuan kelembagaan, maka ucapan terimakasih perlu dinyatakan secara jelas di dalam karya tulis publikasinya. Perlu diingat bahwa betapapun besar peranan pihak yang disebut dalam ungkapan terimakasih tersebut, yang bersangkutan tidak dapat dianggap ikut bertanggungjawab terhadap substansi publikasi. Ucapan terimakasih ini sematamata adalah etika dan sopan santun, bukan upaya mencari perlindungan pertanggungjawaban ataupun upaya mengangkat kualitas publikasi. c. Referensi atau Daftar Pustaka Setiap publikasi hasil penelitian sepatutnya menyertakan sumber informasi yang dimanfaatkan peneliti dalam merencanakan, melaksanakan dan mengolah data hasil penelitiannya maupun dalam menyusun karya tulis ilmiah terkait yang dipublikasikan, sekalipun sumber informasi tersebut adalah karya tulisnya sendiri. Demikian pula kutipan dan komunikasi pribadi yang dirujuk dalam dokumen publikasi hasil penelitian harus disertai dengan pencantuman sumber informasi secara jelas. Hal ini tidak saja merupakan sikap menghargai atau menghormati antara sesama peneliti, tetapi juga mempermudah peneliti
12
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
lain yang ingin mengetahui informasi yang dirujuk langsung dari sumbernya. Penyebutan sumber informasi dapat dalam bentuk daftar referensi atau daftar pustaka atau catatan kaki dan sejenisnya, sesuai dengan aturan yang diberlakukan atau yang harus dianut. Kealpaan peneliti dalam menuliskan daftar referensi atau catatan kaki yang sebenarnya diperlukan merupakan pelanggaran etika penelitian yang bahkan berpotensi untuk dianggap sebagai tindakan plagiatif. d. Publikasi ganda Publikasi ganda suatu hasil penelitian (mempublikasikan secara identik satu hasil peneltian dalam lebih dari satu media publikasi) pada dasarnya merupakan tindakan yang tidak etis. Untuk alasan yang diyakini sebagai kepentingan penyebaran yang lebih luas, publikasi ganda masih dapat dilakukan dengan mencantumkan fora atau media dan waktu publikasi yang terdahulu secara jelas, disertai dengan ijin atau persetujuan dari pihak berwenang dalam publikasi terdahulu tersebut bila diperlukan. Seringkali hal ini berpotensi menimbulkan perdebatan secara etik, sebab adanya kepentingan yang sematamata atas dasar penyebaran yang lebih luas tidak mempunyai ukuran tolok ukur yang pasti. Bahkan ada pendapat yang secara tegas menyatakan “publikasi adalah pertama kali dan sekali itu saja,” yang berarti menabukan perbuatan mempublikasikan hasil penelitian yang sama lebih dari satu kali. Tetapi sebagai bagian dari upaya memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, suatu karya tulis selalu dapat dijadikan rujukan untuk membangun-lanjut pemahaman dan konsep keilmuan yang terkandung di dalamnya. Publikasi lebih dari satu makalah berdasarkan himpunan data yang sejenis dengan latar belakang dan metodologi yang sama dapat dimungkinkan bila disertai dengan pendekatan dan pembahasan keilmuan yang berbeda yang dapat memberikan perbedaan atau tambahan kontribusi ilmiah secara signifikan. Dalam hal demikian, maka publikasi yang lebih awal perlu dicantumkan di dalam daftar referensi. Apabila tidak dihasilkan atau tidak terlihat adanya kontribusi keilmuan yang baru secara signifikan, maka mempublikasikan beberapa judul karya tulis hasil penelitian sejenis seperti dinyatakan di atas adalah suatu peri laku yang tidak etis. e. Penyajian hasil penelitian Karena alasan tertentu, beberapa peneliti cenderung menyampaikan karya tulis hasil penelitiannya di dalam forum pertemuan ilmiah (seminar dan sejenisnya) dibandingkan dengan fora publikasi penerbitan (jurnal ilmiah dan sejenisnya). Fora pertemuan ilmiah untuk wahana penyajian hasil penelitian memang memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan interaksi secara langsung dengan sesama peneliti lainnya, dan pada umumnya memerlukan skala waktu yang lebih pendek bagi peneliti yang bersangkutan untuk memperoleh manfaat dari penyajian hasil penelitiannya. Sementara dalam forum publikasi penerbitan, peneliti tidak berinteraksi secara langsung dengan sesama peneliti lainnya, perlu waktu lebih lama dan umumnya harus melalui penyaringan yang lebih berat untuk sampai berhasil memenuhi persyaratan publikasi.
13
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
Penyajian beberapa karya tulis hasil penelitian oleh penulis atau penyaji yang sama di dalam satu fora pertemuan ilmiah memang sepenuhnya menjadi kewenangan pihak yang berwenang dalam fora tersebut (Komisi Pengarah, Otoritas Pelaksana dan sejenisnya). Walaupun demikian ada pandangan bahwa penyajian lebih dari 2 karya tulis hasil penelitian oleh satu penyaji yang sama di dalam satu kesempatan fora pertemuan ilmiah adalah merupakan perilaku yang kurang etis dan berpotensi mengesankan sifat keegoan yang tinggi dari peneliti yang bersangkutan. Apabila karya tulis tersebut merupakan karya bersama beberapa peneliti lainnya, maka seyogyanya penulis utama memberikan kesempatan kepada salah satu penulis pembantunya untuk juga dapat tampil sebagai penyaji. 6. Aspek hak atas kekayaan intelektual Penelitian dan hasil penelitian merupakan kekayaan intelektual yang dimiliki oleh peneliti, secara sendiri atau kelompok atau secara bersama dengan pihak lain yang berwenang (misalnya lembaga tempat peneliti melaksanakan tugas dan kegiatan penelitiannya, lembaga penyandang dana, lembaga kemitraan dan sebagainya). Peneliti, dengan demikian, mempunyai hak untuk mempertahankan hasil penelitiannya, mempunyai hak privasi kerahasiaan terhadap hal-hal yang sepatutnya dirahasiakan, namun sekali lagi, tetap harus bersikap terbuka terhadap review, kritik, saran dan gagasan baru berkaitan dengan penelitian dan hasil penelitiannya. Sering kali peneliti memang perlu merahasiakan sesuatu dari penelitiannya justru untuk dapat mempertahankan hak atas kekayaan intelektual yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Larangan mempublikasikan hasil penelitian dalam jangka waktu tertentu untuk mendapatkan hak paten merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual terkait dengan temuan atau hasil penelitian yang akan dipatenkan. Walaupun hak paten diberikan atas nama peneliti yang bersangkutan, namun hak-hak lainnya yang menjadi konsekuensi dari hak paten tersebut (misalnya royalti) biasanya terdistribusi juga untuk lembaga atau institusi. Dalam hal ini sepatutnya dibuat suatu aturan yang dapat disepakati bersama antara lembaga dan peneliti dan pihak terkait lainnya.
D. Penegakan Etika Peneliti Pemahaman dan penerapan etika peneliti bermanfaat besar untuk peningkatan kesadaran tentang rambu-rambu etika dan mendidik peneliti untuk mengatur diri sendiri dalam mencegah terjadinya pelanggaran etika dalam penelitian. Seperti halnya kasus-kasus pelanggaran pada umumnya, kasus pelanggaran etika peneliti dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok pelanggaran, yaitu pelanggaran ringan dan pelanggaran berat. Termasuk dalam kategori pelanggaran etika peneliti tingkat ringan adalah pelanggaran etika peneliti yang bersifat individual, baik pelaku maupun dampak yang ditimbulkan. Pelanggaran etika peneliti kategori ringan ini memang telah dapat dirasakan sebagai suatu ketidakpatutan, walaupun dampaknya secara luas belum terasa sebagai hal yang serius. Pelanggaran etika peneliti kategori tingkat berat adalah pelanggaran etika peneliti oleh individual ataupun oleh kelompok peneliti yang
14
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
dampaknya bersifat lebih luas sampai ke tingkat kelembagaan sehingga berpotensi menodai martabat profesi peneliti ataupun merendahkan kredibilitas kelembagaan. Penegakan etika peneliti mengandung pemahaman pemberian sanksi bagi para pelaku pelanggaran etika peneliti. Untuk kategori pelanggaran ringan, satuan kerja pembinaan kefungsionalan tingkat lembaga seperti TPJP (Tim Penilai Jabatan Peneliti) dan sejenisnya dapat memberikan sanksi misalnya dengan tidak memberikan angka kredit atau menolak menyetujui berkas Usulan Penetapan Angka Kredit yang dinilai mengandung pelanggaran etika peneliti tingkat ringan tersebut, disertai dengan teguran yang bersifat pembinaan bila diperlukan. Penjelasan berikut ini merupakan uraian cara pandang dalam menangani dugaan pelanggaran etika peneliti tingkat berat. 1. Pihak berwenang dalam pemberian sanksi dan pembuktian pelanggaran etika peneliti tingkat berat Otoritas kewenangan struktural tertinggi di lingkungan BATAN, yaitu Kepala BATAN, selayaknya menjadi pihak yang paling berwenang dalam pemberian sanksi atas pelanggaran etika peneliti tingkat berat. Namun tentu saja Kepala BATAN tidak pada kapasitas untuk harus melakukan penyelidikan dan pembuktian adanya pelanggaran tingkat berat tersebut. Untuk membantu Kepala BATAN agar sanksi benar-benar dijatuhkan karena tindakan pelanggaran, dan menjamin kesesuaian sanksi dan pelanggaran yang terjadi, maka Kepala BATAN meminta kepada Majelis Profesor Riset (MPR) BATAN untuk membentuk suatu tim khusus yang terdiri dari anggota MPR BATAN dan pihak-pihak yang terkait yang disebut Komisi Kode Etik Peneliti BATAN (KKEP-BATAN). Komisi ini bersifat ad-hoc dan bertugas untuk melakukan penyelidikan atas adanya dugaan pelanggaran etika peneliti tingkat berat yang dilaporkan Kepala Unit Kerja kepada Kepala BATAN. Selanjutnya apabila dalam penyelidikannya, KKEP-BATAN dapat membuktikan kebenaran dugaan tersebut dan dapat menentukan jenis pelanggaran etika yang terjadi, maka KKEP-BATAN memberikan laporan kepada MPR BATAN yang seterusnya memberikan rekomendasi tindak lanjut kepada Kepala BATAN. Agar KKEP-BATAN dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka KKEPBATAN harus mempunyai kewenangan untuk memperoleh akses informasi yang diperlukan, baik dari pihak Unit Kerja yang terkait maupun dari pihak lain yang dipandang perlu. Dalam melaksanakan tugasnya, KKEP-BATAN harus bebas dari intervensi, harus bersikap adil dan tidak berorientasi pada pembunuhan karakter ataupun karir siapapun.
15
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
2. Tahapan penanganan dugaan pelanggaran etika peneliti tingkat berat Penanganan dugaan terjadinya pelanggaran berat etika peneliti dilakukan berdasarkan asas praduga tak melanggar, yaitu yang bersangkutan dianggap tidak melakukan pelanggaran etika peneliti sampai terbukti benar-benar melakukan pelanggaran. Proses penyelidikan sebaiknya bersifat terbatas dan rahasia, kecuali bila otoritas kewenangan yang lebih tinggi dengan alasan tertentu memutuskan lain. Tetapi otoritas kewenangan tersebut tetap tidak dapat mempengaruhi jalannya proses penyelidikan. Pada Gambar 1 berikut ini ditunjukkan bagan skematik tahapan penanganan dugaan pelanggaran berat etika peneliti. Ada dugaan serius telah terjadi pelanggaran berat etika peneliti
Kepala Unit Kerja memandang perlu menindaklanjuti dugaan pelanggaran berat etika peneliti yang dimaksudkan
Kepala BATAN meminta MPR BATAN untuk membentuk KKEPBATAN
KKEP-BATAN melakukan penyelidikan kebenaran dugaan pelanggaran berat terkait
TIDAK
Dugaan dibatalkan, tidak perlu tindak lanjut
KKEP-BATAN memperoleh informasi yang sahih untuk membuktikan adanya pelanggaran berat etika penelitian YA
TIDAK
KKEP-BATAN memperoleh bukti dan fakta meyakinkan tentang adanya pelanggaran berat etika penelitian YA
Keputusan otoritas kewenangan (Kepala BATAN) dalam menindaklanjuti rekomendasi MPR BATAN
KKEP-BATAN memberikan laporan kepada MPR BATAN
TIDAK
YA
KKEP-BATAN dapat secara bulat memutuskan jenis pelanggaran etika dan merekomendasikan tindak lanjut
Gambar 1. Tahapan penanganan dugaan pelanggaran etika peneliti tingkat berat.
16
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
Diagram pada Gambar 1 menunjukkan bahwa bila KKEP-BATAN tidak dapat memperoleh informasi yang sahih untuk membuktikan adanya pelanggaran berat etika penelitian, maka dugaan pelanggaran berat harus dibatalkan dan tidak ada langkah penyelidikan lanjut. Bila pada suatu tahapan tidak diperoleh hal-hal yang mendorong keputusan melakukan tahapan lebih lanjut, maka KKEP-BATAN kembali ke satu tahapan sebelumnya sampai diperoleh kesimpulan apakah informasi yang sahih untuk pembuktian tindak pelanggaran berat dapat diperoleh atau tidak. Apabila diperoleh informasi baru yang cukup untuk dipertimbangkan kembali, maka langkah penyelidikan lanjut dapat dilakukan dan diulangi lagi. Akan tetapi bila informasi yang ada memang tidak memenuhi syarat pembuktian, maka langkah penyelidikan dihentikan dan dugaan pelanggaran etika peneliti tingkat berat harus dibatalkan. Diperlukan keputusan KKEP-BATAN dengan suara bulat agar dapat memberikan keyakinan bahwa suatu pelanggaran etika peneliti tingkat berat memang benar-benar telah terjadi Keputusan tersebut diikuti dengan rekomendasi kepada MPR BATAN untuk disampaikan kepada Kepala BATAN mengenai jenis pelanggaran berat yang terjadi dan sanksi yang selayaknya diberikan kepada pelaku pelanggaran tersebut. Apabila keputusan dengan suara bulat tidak dapat diperoleh dengan kesepakatan langsung, maka dilakukan pengambilan suara terbanyak dengan hanya 2 pilihan suara yaitu keputusan bersalah atau keputusan tidak bersalah. Apabila suara KKEP-BATAN yang terbanyak adalah keputusan tidak bersalah, berarti dugaan pelanggaran tidak dapat dibuktikan dan karena itu dugaan pelanggaran harus dibatalkan. Apabila suara KKEP-BATAN yang terbanyak adalah keputusan bersalah, berarti dugaan pelanggaran berat dapat dibuktikan. Anggota KKEP-BATAN yang tidak sependapat tetap harus menyetujui keputusan mayoritas, tetapi dapat memberikan pernyataan perbedaan pendapat secara tertulis yang kemudian dilampirkan sebagai bagian dari dokumen rekomendasi MPR BATAN kepada Kepala BATAN. MPR BATAN berwenang memberikan rekomendasi kepada Kepala BATAN mengenai jenis pelanggaran dan jenis sanksi yang selayaknya diberikan kepada pelaku pelanggaran, namun realisasi pemberian sanksi tetap ada pada otoritas kewenangan tertinggi di lingkungan BATAN, yaitu Kepala BATAN. MPR BATAN perlu mempertimbangkan lama masa kerja KKEP-BATAN untuk suatu kasus tertentu yang harus diselidiki, agar kasus tidak berlarut-larut dan segera didapatkan kepastian status. 3. Bentuk sanksi yang dapat dikenakan kepada pelanggar etika peneliti tingkat berat Kedudukan seorang peneliti di lingkungan BATAN tidak dapat dilepaskan dari posisinya sebagai pegawai negeri sipil. Tapi profesi kefungsionalan sebagai peneliti memungkinkan pembedaan peneliti dengan pegawai BATAN lainnya yang tidak menjalani profesi kefungsionalan sebagai peneliti dan sejenisnya. Karena itu pengertian pelanggaran tingkat ringan ataupun tingkat berat terhadap etika peneliti mempunyai nuansa yang berbeda dengan pengertian pelanggaran tingkat ringan
17
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
atau tingkat berat menurut versi peraturan perundangan tentang pegawai negeri sipil secara umum. Di dalam penanganan pelanggaran etika peneliti, sanksi tidak diberikan melalui hirarki struktural yang disesuaikan dengan jenis dan tingkat pelanggaran. Pelanggaran etika peneliti tingkat ringan dapat secara fungsional ditangani langsung oleh tim pembinaan kefungsionalan tingkat instansi BATAN (TPJP dan sejenisnya) dan tidak harus melibatkan hirarki struktural unit kerja yang bersangkutan. Sedangkan untuk pelanggaran etika peneliti tingkat berat, memerlukan aduan dari Kepala Unit Kerja yang bersangkutan, dan selanjutnya diproses melalui mekanisme pembentukan KKEP-BATAN seperti telah diuraikan di atas. Sanksi yang kemudian dijatuhkan oleh Kepala BATAN dapat saja berupa sanksi moral ataupun sanksi administratif, mulai dari teguran lisan, teguran tertulis terbatas sampai teguran tertulis terbuka kepada masyarakat profesi peneliti. Tidak pula tertutup kemungkinan sanksi yang lebih berat, misalnya pemberhentian sementara formalitas sebagai pejabat fungsional profesi atau bahkan pensiun dini tidak dengan permintaan sendiri. Keberadaan tim atau majelis ad-hoc seperti KKEP-BATAN dan sejenisnya (apapun namanya) berikut kewenangannya dalam upaya penegakan etika peneliti serta kemungkinan pemberian sanksi bagi pelaku pelanggaran etika peneliti kiranya perlu disosialisasikan lebih lanjut. Hal ini diharapkan akan dapat mendorong para pelaku kegiatan penelitian untuk berperilaku dan bersikap menjunjung tinggi dan menaati etika peneliti, apapun jabatan fungsional yang disandangnya, dimanapun tugas dan peranan sebagai pelaku kegiatan penelitian dijalaninya.
18
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
BAB III NORMA PENELITIAN
A. Pengertian Yang dimaksud dengan norma penelitian adalah standar dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh seorang peneliti dalam melakukan persiapan penelitian, perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan penyajian dalam bentuk tulisan.
B. Persiapan Penelitian Dalam mempersiapkan penelitian perlu diperhatikan norma pemilihan topik, informasi dan koordinasi. 1. Pemilihan topik Topik penelitian dapat bersumber pada hasil pemikiran sendiri atau oleh atasan dan topik tersebut harus sesuai tugas pokok fungsi unit kerjanya sehingga tidak saling tumpang tindih (overlap) tetapi dapat saling mendukung. Topik yang dipilih sebaiknya merupakan kesinambungan (kontinuitas) dari penelitian sebelumnya. Sehubungan dengan pemilihan topik penelitian, Peneliti supaya selalu memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam pikirannya, dapat diperoleh dari pengamatan, bacaan atau transfer pengetahuan seperti seminar, workshop atau konferensi. 2. Fasilitas penelitian Dalam mempersiapkan suatu penelitian harus dicari terlebih dahulu informasi mengenai fasilitas yang tersedia (dana, pustaka, bahan dan peralatan yang diperlukan), sehingga penelitian tidak terhambat. Peralatan yang digunakan supaya diusahakan telah terkalibrasi dan laboratoriumnya telah terakreditasi. 3. Koordinasi Koordinasi antar peneliti dalam satu unit/instansi perlu dipahami, mengingat adanya kebersamaan dalam penggunaan alat dan pengadaan bahan, disamping adanya keterkaitan antara peneliti satu dan yang lain. Hal ini mendorong perlunya dibuat rencana jadwal pelaksanaan yang baik dari setiap peneliti.
C. Perencanaan Sebelum penelitian dilakukan, rencana kerja harus dibuat untuk menentukan apa yang hendak diteliti. Untuk mencapai tujuan tersebut disusun pentahapan dari tindakan yang perlu dilakukan. Suatu penelitian akan berpeluang besar untuk berhasilguna jika direncanakan dengan baik, efektif dan efisien. Perencanaan penelitian yang baik tertuang dalam suatu usulan penelitian yang dapat melukiskan apa yang akan dicapai, bagaimana cara melakukannya, berapa dana, bahan, alat dan waktu yang diperlukan, kapan dan dimana dilakukan serta jumlah tenaga secara rasional. Pada dasarnya usulan penelitian tersebut disusun dalam formulir yang berlaku dan mendapat persetujuan atasan peneliti yang bersangkutan.
19
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
D. Pelaksanaan Yang dimaksud dengan pelaksanaan suatu penelitian dan pengembangan ialah norma yang harus diikuti oleh setiap peneliti mencakup pelaksana, percobaan pendahuluan, kesudahan dan evaluasi. 1. Pelaksana a. Melakukan penelitian sesuai dengan rencana. b. Harus dapat memanfatkan peluang untuk meningkatkan kemampuannya c. Harus dapat mempersiapkan kader untuk menjamin kesinambungan pelaksanaan penelitian. d. Harus dapat mengemukakan secara baik data yang diperoleh dalam tulisan menggunakan bahasa yang tepat. 2. Percobaan Pendahuluan Suatu percobaan pendahuluan perlu dilakukan dengan perhatian dan kecermatan yang sama dengan percobaan yang sebenarnya dalam skala yang lebih kecil, namun dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah agar penelitian dapat dilaksanakan sesuai rencana. 3. Keandalan Perhitungan atau pengukuran data harus berdasarkan metode yang teruji dan telah diulang secukupnya sehingga mempunyai keandalan bahwa gejala yang diamati memang demikian dan jika perlu dapat diulang oleh peneliti lain. Dalam percobaan seorang peneliti harus mempertimbangkan aspek-aspek statistik dan kemampuan alat (antara lain: akurasi, presisi, kepekaan, limit deteksi, efisiensi, resolusi) yang menyangkut perencanaan percobaan dan penafsiran hasilhasilnya. 4. Evaluasi Untuk memperoleh kesimpulan yang tepat maka evaluasi data harus dilakukan dengan teori yang dikuasai secara baik. Metode statistik yang tepat (jika diperlukan) harus digunakan untuk menolak data-data yang tidak meyakinkan (misalnya akibat fluktuasi, derau, atau gejala alamiah yang memang mempunyai jangkau nilai parameter yang lebar).
E. Pelaporan Kegiatan penelitian harus dilaporkan dalam bentuk laporan teknis (triwulan, tahunan, laporan proyek) kepada kepala unit kerja dan penyandang dana serta pihak terkait lainnya sesuai dengan pedoman. Hasil suatu penelitian sebaiknya disajikan dalam suatu pertemuan ilmiah atau dipublikasikan sehingga informasi yang diperoleh dapat disebarluaskan untuk mendapat penilaian di kalangan masyarakat ilmiah.
20
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
BAB IV USULAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
(Sesuai dengan Pedoman Manlitbang BATAN, Perka BATAN No. 101/KA/VI/2007 tanggal 28 Juni 2007)
21
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
BAB V LAPORAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
(Sesuai dengan Pedoman Manlitbang BATAN, Perka BATAN No. 101/KA/VI/2007 tanggal 28 Juni 2007)
22
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
BAB VI PEDOMAN PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH A. Maksud dan Tujuan Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan format karya tulis ilmiah yang akan diterbitkan di BATAN. Sebuah karya tulis ilmiah dapat berupa karya tulis yang memuat hasil eksperimen, survei, kajian/review, simulasi/pemodelan/rancangbangun (disain/ konstruksi) beserta analisisnya, dan bahasan teoritis. Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ialah menyampaikan materi karya tulis kepada masyarakat ilmiah secara lengkap dan jelas. Naskah karya tulis harus disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris atau bahasa resmi dunia lainnya dengan kalimat sederhana, lugas, jelas, sistematik, logis dan dalam bentuk kalimat pasif. Di samping itu, penggunaan istilah harus dilakukan secara konsisten dan menggunakan ejaan baku. B. Jenis Karya Tulis Ilmiah 1. Karya tulis hasil eksperimen Karya tulis hasil eksperimen didasarkan atas hasil kegiatan percobaan dan pengujian dengan perlakuan tertentu untuk mendapatkan fakta, pengertian dan atau prinsip baru. 2. Karya tulis hasil survai Karya tulis hasil survai didasarkan atas hasil pengamatan, pengumpulan, pemeriksaan, dan pengkajian data/infomasi yang diperoleh dari penyelidikan atas perbagai gejala fisis dan sosial dengan tujuan menentukan kondisi, situasi, bentuk, nilai, luas, posisi atau keterangan lain mengenai suatu masalah. 3. Karya tulis kajian/review Karya tulis kajian didasarkan atas analisis berbagai data pustaka yang berkaitan dengan suatu masalah dan bertujuan menetapkan status hasil penelitian yang telah ada mengenai masalah masalah tersebut dan memberikan arahan ke depan mengenai penelitian tersebut. Penalaran di sini didukung oleh perbendaharaan pustaka yang relevan dan lugas serta diutamakan pustaka terkini. 4. Karya tulis simulasi/pemodelan/rancangbangun (disain dan konstruksi) beserta analisisnya Karya tulis hasil simulasi/pemodelan/rancangbangun beserta analisisnya didasarkan pada kegiatan simulasi/pemodelan/rancangbangun yang teranalisis, mengikuti metode ilmiah dan nalar berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai, dalam rangka inovasi dan modifikasi peralatan, perangkat instrumen, sistem proses, sarana dan prasarana, dan lain sebagainya. 5. Karya tulis bahasan teoritis Karya tulis hasil bahasan teoritis didasarkan pada suatu pembahasan secara ilmiah mengenai suatu masalah dengan tujuan mengupas masalah tersebut dalam ruang lingkup ilmu pengetahuan. Cara pembahasan lebih ditekankan pada peninjauan secara teoritis atau perhitungan tanpa melakukan eksperimen sendiri.
23
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
C. Bentuk Karya Tulis ilmiah 1.Karya tulis ilmiah lengkap (KTIL) Karya tulis ilmiah lengkap mendiskripsikan hasil penelitian teknis atau ilmiah dengan mengemukakan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, sasaran, metode penyelesaian masalah, pembahasan secara mendetail dengan penekanan pada jawaban atas permasalahan, serta mengemukakan kesimpulan dan atau rekomendasi. Tujuan KTIL menyebarluaskan hasil temuan, hasil inovasi, atau kajian. 2.Karya tulis ilmiah ringkas (KTIR, short communication) Karya tulis ilmiah ringkas mendiskripsikan hasil penelitian teknis atau ilmiah secara ringkas dengan mengemukakan latar belakang dan permasalahannya dengan pembahasan cukup rinci serta memberikan kesimpulan dan atau rekomendasi untuk solusi masalah tersebut. Tujuan KTIR untuk mengklaim hasil temuan, atau hasil inovasi yang merupakan ide orisinal yang pertama dipublikasi. 3.Karya tulis laporan teknis (KTLT) Karya tulis laporan teknis mendiskripsikan proses, progres hasil penelitian teknis atau ilmiah dengan mengemukakan keadaan permasalahannya, dan atau hasil kegiatan yang berprosedur baku. Penyampaian data dan informasi tersebut secara lugas tanpa bahasan ilmiah secara rinci tetapi cukup kuantitatif. Tujuan KTIR melaporkan hasil kegiatan penelitian atau rutin untuk keperluan pertanggungjawaban penggunaaan dana penelitian atau rutin kepada stake holder. D. Susunan Karya Tulis Ilmiah 1. Sistematika Penyusunan karya tulis ilmiah umumnya mengikuti 4 pola yaitu: a. Pola penyusunan karya tulis hasil eksperimen atau survai Pola ini memuat: judul, penulis dan alamat, abstrak (bahasa Indonesia dan Inggris), pendahuluan, teori (apabila diperlukan), tata kerja (bahan dan metode, atau metodologi), hasil dan pembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasih (kalau ada) dan daftar pustaka. b. Pola penyusunan karya tulis kajian/review, simulasi/pemodelan/rancangbangun beserta analisisnya, dan bahasan teoritis Pola ini tidak sepenuhnya dapat dibakukan seperti halnya pola butir a. Walaupun demikian masih perlu dicantumkan judul, nama dan alamat penulis, abstrak (bahasa Indonesia dan Inggris), pendahuluan, bahasan, kesimpulan dan daftar pustaka, ucapan terima kasih (kalau ada). Penekanan karya tulis pada bab bahasan. Jika karya tulis merupakan simulasi/pemodelan/ rancangbangun maka bab ini memuat dasar disain dan model serta hasil perhitungan/gambar teknis. Jika sampai pada tahap konstruksi peralatan maka bab bahasan juga harus memuat spesifikasi teknis, persyaratan, dan pelaksanaan uji fungsi. Untuk karya tulis kajian maka bab bahasan memuat status hasil penelitian yang telah ada (terbaru/mutakhir) mengenai masalah tersebut dan memberikan arahan ke depan mengenai penelitian tersebut. c. Pola penyusunan karya tulis ilmiah ringkas
24
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
Pola ini memuat judul, penulis dan alamat, pendahuluan, metodologi, hasil dan pembahasan, kesimpulan (tanpa sub judul) dan daftar pustaka. d. Pola penyusunan laporan teknis Tidak ada format penulisan baku dari KTLT ini, tergantung dari masing-masing institusi. Pola ini memuat judul, penulis dan alamat, abstraks (opsional), pendahuluan, tata kerja, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan saran serta daftar pustaka. BATAN menggunakan format yang telah ditentukan dalam Pedoman Penulisan Laporan Teknis Batan, tahun 2000 (Lampiran I). 2. Penjelasan a. Judul Judul hendaknya ringkas, jelas, dan mencerminkan isi tulisan. Judul sebaiknya paling banyak 10 (sepuluh) kata yang ditulis simetris dengan menggunakan huruf kapital. Bila mungkin, judul yang terlalu panjang diusahakan diperpendek. Namun bila hal itu tidak mungkin, judul tersebut dapat ditulis menjadi dua bagian (lihat contoh). Untuk memudahkan pembuatan indeks, judul hendaknya mengandung lebih dari satu kata kunci. Contoh: 1) Judul terlalu panjang: SUATU CARA MENGINGKATKAN KUALITAS PELET SINTER BAHAN BAKAR NUKLIR YAITU DENSITAS, MIKROSTRUKTUR, KEKERASAN DENGAN JALAN MEMANASKAN SERBUK TERLEBIH DAHULU SEBELUM DIPELET Judul ini dapat diperpendek menjadi: PENINGKATAN KUALITAS PELET SINTER DENGAN CARA PENGKONDISIAN SERBUK 2) Judul terlalu panjang: PENINGKATAN DAYA TAHAN PADUAN ZIRKONIUM SEBAGAI BAHAN KELONGSONG TERHADAP EFEK KOROSI MENGGUNAKAN METODE TEKNIK NUKLIR PLASMA SPUTTERING DAN INHIBITOR Judul ini dapat dipecah menjadi judul dan subjudul: STUDI KETAHANAN KOROSI PADUAN ZIRKONIUM: APLIKASI METODE PLASMA SPUTTERING DAN PENGARUH INHIBITOR 3) Judul mengandung judul utama dan sub judul: STUDY ON SEPARATION OF CESIUM-137 FROM URANIUM-235 FISSION PROCESS WASTE: UTILIZATION OF SILICA GEL-SUPPORTED FERROCYANIDE COMPLEX SALT FOR CESIUM-137 PICKING
25
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
4) Judul terlalu umum: PENELITIAN METODE ANALISIS TIMBAL dapat diubah menjadi: PENGEMBANGAN METODE ANALISIS TIMBAL KONSENTRASI RENDAH MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM 5) Bila judul memerlukan keterangan, maka keterangan tersebut ditulis sebagai catatan pada halaman judul dengan menggunakan tanda bintang atau angka Arab: PENGELOLAAN LIMBAH B3 DARI INDUSTRI DI SEKITAR PUSPIPTEK* atau PENGELOLAAN LIMBAH B3 DARI INDUSTRI DI SEKITAR PUSPIPTEK1) Kemudian di bagian terbawah dari halaman termuatnya judul diberi garis dan catatan kaki sesuai penggunaan tanda pada judul: --------------------------------------------------------------------------------------------------* Hasil kerjasama PTLR BATAN dengan PUSARPEDAL Serpong atau --------------------------------------------------------------------------------------------------1) Hasil kerjasama PTLR BATAN dengan PUSARPEDAL Serpong b. Penulis dan alamat Penulisan nama penulis sepenuhnya diserahkan kepada penulis sendiri, yang sebaiknya dilakukan secara konsisten. Apabila terdapat dua penulis atau lebih, urutan nama penulis diserahkan kepada kesepakatan para penulis yang bersangkutan atau sesuai aturan yang dianut oleh penerbit, dan umumnya gelar penulis tidak dicantumkan. Alamat penulis adalah alamat instansi tempat bekerja. Apabila penulis mempunyai alamat instansi berbeda dituliskan sebagai catatan kaki atau dituliskan langsung di bawah nama penulis. Alamat e-mail ditulis untuk penulis pertama atau yang paling berwenang untuk komunikasi. Untuk menghubungkan nama dan alamatnya pada catatan kaki digunakan tanda bintang atau angka Arab (lihat contoh). Contoh: 1) Penulis mempunyai alamat yang sama: Sunarhadijoso dan M. Tholib Pusat Pengembangan Radioisotop dan Radiofarmaka, Batan Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314 e-mail:
[email protected]
26
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
2) Penulis mempunyai alamat yang berbeda: Darsono* dan Adianto** --------------------------------------------------------------------------------------------------*) Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan, BATAN, Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 Ykbb, Yogykarta **) Pusat Pengkajian Energi, BPPT, Jl.Thamrin No.8, Jakarta Pusat atau Darsono Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan, BATAN Jl.Babarsari Kotak Pos 6101 Ykbb, Yogykarta e-mail:
[email protected] Adianto Pusat Pengkajian Energi, BPPT Jl.Thamrin No.8, Jakarta Pusat e-mail:
[email protected] atau Darsono* dan Adianto** *) Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan, BATAN Jl.Babarsari Kotak Pos 6101 Ykbb, Yogykarta **) Pusat Pengkajian Energi, BPPT Jl.Thamrin No.8, Jakarta Pusat c. Abstrak Abstrak memuat judul dan ringkasan isi karya tulis yang bersifat informatif (tentang latar belakang, tujuan, metodologi, hasil pokok yang diperoleh, kesimpulan pokok), bukan sekedar indikatif, ditulis secara ringkas sekitar 250 kata dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Abstrak terdiri dari satu alinea, memuat apa yang dilakukan dan hasilnya secara ringkas tanpa rumus, tabel, maupun acuan pustaka. Abstrak dimulai dengan judul karya tulis yang ditulis dengan huruf kapital. Karya tulis yang menggunakan bahasa Indonesia, abstrak disajikan berbahasa Indonesia diikuti oleh abstrak berbahasa Inggris. Untuk karya tulis berbahasa Inggris atau bahasa dunia resmi lainnya abstrak pertama menggunakan bahasa Inggris atau bahasa dunia resmi lainnya diikuti oleh abstrak bahasa Indonesia. Di bawah abstrak dituliskan 3 s/d 5 kata kunci. d. Pendahuluan Pendahuluan berisikan latar belakang masalah yang akan diteliti atau dibahas, rumusan masalah, tujuan, sasaran serta pendekatan cara pemecahannya (metodologi) seperti yang dibahas dalam makalah (what/who, why, when, where, how). Latar belakang masalah dapat bersumberkan hasil penelitian terdahulu, penemuan, fakta sehari-hari, teori atau hipotesis, status ilmiah terkini (state of the
27
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
art). Dengan menguraikan rumusan masalah dan tujuan penelitian, penulis hendaknya dapat mengemukakan hipotesisnya dalam pendahuluan ini. e. Teori Apabila persoalan yang dibahas didasarkan atas teori atau penulis hendak mengetengahkan teori yang bersifat spesifik atau relatif baru, teori tersebut perlu diuraikan secara rinci. Untuk karya tulis hasil eksperimen dan hasil survai, penguraian teori terkait (relevan) secara rinci akan memperjelas latar belakang penelitian yang diungkapkan pada pendahuluan. Untuk karya tulis hasil kajian/review dan bahasan teoritis, pengungkapan teori terkait akan dapat mempermudah uraian yang akan disampaikan pada pembahasan. Untuk karya tulis simulasi/pemodelan/rancangbangun penyampaian teori akan memperjelas penalaran yang mengarah kepada penyuntingan metode analisis yang relevan dalam pekerjaan simulasi/pemodelan/rancangbangun. f. Tata Kerja/Metode Perhitungan Tata kerja berisikan rancangan penelitian yang mencakup dua hal pokok yaitu cara pengambilan dan pengolahan data yang diuraikan secara ringkas dan jelas. Tata kerja juga menguraikan tentang bahan dan/atau peralatan utama serta metode penelitian yang digunakan. Bila metode yang digunakan sudah umum dipakai atau sudah pernah diuraikan oleh penulis yang sama atau yang lain, maka metode tersebut cukup diacu saja. g. Hasil dan Pembahasan Hasil eksperimen, survai atau simulasi/pemodelan/rancangbangun beserta analisis dan pembahasannya disajikan secara sistematis, bersama-sama atau secara terpisah berupa uraian, Tabel, atau Gambar. Data yang dilaporkan sudah harus berupa data yang telah diolah, bukan data mentah. Pembahasan diberikan berdasarkan hasil, teori, dan hipotesis, disampaikan secara jelas, padat, dan rasional. Tabel dan Gambar harus dilengkapi nomor urut menggunakan angka Arab, dan bila diperlukan disertai keterangan tambahan, seperti acuan dan arti singkatan. Untuk karya tulis hasil kajian/review dan hasil bahasan teoritis, informasi pustaka yang akan dipermasalahkan dan pembahasannya dapat diuraikan secara bersama-sama atau secara terpisah yang disajikan secara sistematis, rasional, dan lugas. Nisbah narasi terhadap Tabel dan Gambar ≥ 3:1. h. Kesimpulan Kesimpulan berisi esensi hasil eksperimen, survai, simulasi/pemodelan/rancangbangun, kajian/review, dan bahasan teoritis yang ditulis secara ringkas dan jelas meliputi semua hal yang dibahas dalam karya tulis. Kesimpulan tidak hanya mengemukakan fakta, tetapi juga harus menjawab hipotesis yang disebutkan pada bab pendahuluan serta menjelaskan pencapaian tujuan penelitian yang telah dilakukan, termasuk saran-saran tindak lanjut. Kesimpulan ditulis secara ringkas dan padat isi. i. Ucapan Terimakasih Ucapan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang dianggap telah memberikan bantuan baik berupa dana, pemikiran, ataupun teknis.
28
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
j.
Desember 2008
Daftar Pustaka Cara penulisan daftar pustaka tergantung sistem acuan yang dianut. Masing-masing publikasi ilmiah mempunyai aturan sistem acuan sendiri. Untuk lebih jelasnya lihat bab Pengacuan dan Penulisan Pustaka.
E. Pengacuan dan Penulisan Pustaka Pengacuan dan penulisan pustaka tergantung sistem yang dianut dari penerbit publikasi ilmiah. Untuk publikasi di luar BATAN maka penulis harus mengikuti aturan setempat. Biasanya yang banyak dipakai adalah sistem acuan Vancouver dan Harvard. Beberapa institusi memodifikasi sistem tersebut khususnya dalam penulisan pustaka untuk keperluan kekhasan dari institusi agar mudah diingat. Dalam pengacuan dan penulisan pustaka yang penting konsistensi. Pada sistem Harvard pustaka yang diacu diletakkan di dalam kurung dengan menyebut nama penulis dan tahun publikasi setelah atau sebelum teks yang diacu. Apabila pengacuan teks dari suatu pustaka secara lasung (direct quote) maka teks yang diacu dari pustaka tersebut diletakkan di dalam tanda petik. Contoh: 1. Darsono (2008, hal.11) mengatakan bahwa bahwa ’sistem pendinginan oli trafo dari HV berbasis GCT sangat mempengaruhi tegangan keluaran HV.’ Apabila diacu dengan mengubah kalimat teks dari acuan dengan substansi sama (paraphrase) maka tidak perlu diletakkan di dalam tanda petik. 2. Berdasarkan hasil uji fungsi HV berbasis GCT memperlihatkan tegangan keluaran HV dipengaruhi oleh temperatur oli trafo (Darsono, 2008). Cara pengacuan di atas di samping sebagai contoh pengacuan direct quote dan paraphrase juga memberikan informasi lain yaitu contoh 1 menekankan pentingnya nama penulis artikel sedangkan contoh 2 menekankan bahwa informasi artikel lebih penting. Pada sistem Harvard penulisan daftar pustaka diurutkan berdasarkan abjad nama keluarga penulis dari pustaka yang diacu. Pada sistem Vancouver pustaka yang diacu diberi nomor urut angka Arab di dalam kurung dengan penomorannya sesuai urutan pengacuan. Pustaka yang sudah diacu apabila diacu lagi pada bagian lain tinggal menyebut nomor pengacuan. Pustaka pertama yang diacu diberi nomor [1] (sejajar teks) atau ditulis dalam superscript [1] dan seterusnya secara konsisten, sesuai urutan pengacuannya dalam karya tulis. Contoh: 1. ......berdasarkan hasil uji fungsi HV berbasis GCT bahwa sistem pendinginan oli trafo sangat mempengaruhi tegangan keluaran HV.[1] 2. Darsono [1] memprediksi temperatur dan jenis oli trafo akan sangat mempengaruhi keluaran HV. Penulisan daftar pustaka diurutkan berdasarkan nomor urut pengacuan. 1. Pengacuan Pustaka BATAN menyarankan pengacuan pustaka menggunakan sistem Vancouver (angka dalam kurung siku). Pada sistem ini jika banyak pustaka yang diacu maka gunakan koma untuk memisahkan nomor pustaka yang diacu misal pengacuan yang
29
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
tidak berurutan [1,2,5,7]. Untuk pengacuan yang berurutan misal 1,2 maka ditulis [1,2] sedang [1,2,3,4,5] ditulis [1-5] atau [1,2,3,4,8, 12] ditulis [1-4,8,12]. Acuan dapat ditulis sejajar teks atau superscript, sebelum atau setelah koma atau titik, asal dilakukan secara konsisten dalam suatu artikel atau sesuai aturan setempat yang berlaku. Acuan hendaknya hanya memuat isi tulisan yang diacu tanpa disertai pendapat penulis. Acuan yang berasal dari buku perlu disertai nomor halaman yang bersangkutan dengan menuliskannya dalam tanda kurung. Contoh: ......... menurut Snedecor [1, hal.46] atau Snedecor [1, p.46]. Nomor halaman acuan yang berasal dari sumber lain (bukan buku) cukup dicantumkan dalam daftar pustaka. Kalau sumber pustaka yang diacu ditulis oleh dua orang, kedua nama penulis bersama-sama dicantumkan. Contoh: Darsono dan Djasiman [2] mengklaim bahwa MBE yang dikonstruksi.....dst. Kalau sumber pustaka yang diacu ditulis oleh lebih dari dua orang, untuk mengacunya cukup dengan mencamtumkan nama keluarga penulis pertama diikuti oleh singkatan ”dkk.” yang mengartikan ”dan kawan-kawan” (untuk karya tulis dalam bahasa Indonesia) atau menggunakan et al. (untuk karya tulis dalam bahasa Inggris). Contoh: Mc Arthur dkk.[3] atau Mc Arthur et al. [3]. Apabila dalam penulisan dilakukan pengutipan karya orang lain, nama penulis yang mengutip ditulis setelah nama penulis aslinya, misalnya: ”Menurut Braunsberg dan Guyver yang dikutip oleh Cambermont dkk., [3] radiasi sinar X energi tinggi…dst.” Pernyataan yang diperoleh dari orang lain melalui komunikasi pribadi dapat disebutkan pula sebagai acuan. Contoh: “Menurut Darsono [5] untuk membuat trafo diperlukan besi lunak yang mempunyai permeabilitas tinggi.” 2. Penulisan Pustaka Penulisan pustaka harus mengikuti sistem yang dianut pada pengacuan pustaka apakah menggunakan sistem Vancouver, Harvard, atau sistem Vancouver atau Harvard yang dimodifikasi. Pada Lampiran II diberikan beberapa contoh penulisan daftar pustaka. Penulisan pustaka sistem Vancouver dan Harvard dijelaskan lebih rinci karena sistem ini banyak diacu dan dimodifikasi oleh banyak penerbit. Untuk BATAN penulisan daftar pustaka disarankan menggunakan cara yang dianut oleh IAEA, yaitu nama penulis ditulis dalam huruf kapital dengan nama keluarga di depan. Contoh: Jurnal : KATHREEN, R.L., Applied Radiation and Isotopes, 49, 149-168 (1998). Buku : LYON, W.S., ”Guide to Activation Analysis,” D. Van Nostrand Co. Inc. N.Y. - London, 33-54 (1960). Paten : HEGNER, M.B. and WENDT, K.L., Methode of sorting seeds, UK Patent 1470133 (1977). Situs : http://www.world-nuclear.org/info/ inf01.html (2007). Prosiding : DJASIMAN, DARSONO, dan SUPRAPTO, Rancangan dan Simulasi Sumber Tegangan Tinggi Jenis Transformator, Prosiding PPI Teknologi Akselerator dan Aplikasinya, vol. 7, November 2005, P3TM-BATAN, hal. 59-69.
30
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
Judul makalah pada jurnal dapat ditambahkan jika diinginkan dan tempat memungkinkan. Untuk acuan situs internet agar dicantumkan tahun (jika mungkin juga tanggal dan bulan) kapan informasi diakses oleh penulis, serta informasi update terakhir situs (jika ada). F. Format Karya Tulis Ilmiah Karya tulis ilmiah yang akan diterbitkan oleh BATAN harus disusun mengikuti format sebagai berikut: 1. Naskah diketik pada kertas HVS berukuran A4 (21 cm × 29,7 cm). 2. Ketikan naskah harus memiliki margin kiri 4 cm, margin atas, kanan, dan bawah masing-masing 3 cm. 3. Judul naskah ditulis dengan huruf kapital demikian pula dengan judul bagian naskah. 4. Nama penulis dicantumkan dua spasi ketik di bawah judul dan terletak simetris terhadap margin kanan dan kiri judul naskah. Huruf kapital hanya digunakan pada awal nama dan atau bagiannya dan atau singkatan bagian nama tersebut. 5. Nomor halaman dituliskan dengan angka arab terletak simetris dari margin kanan kiri naskah pada jarak 1½ cm dari tepi atas kertas. Nomor halaman pertama yaitu halaman judul tidak dicantumkan. 6. Pengetikan naskah harus menggunakan jarak ketik 1½ spasi, huruf jenis New Times Roman ukuran 12, italics untuk kata asing dan variabel dalam teks maupun persamaan, simbol matematik yang sesuai (misalnya tanda ”×” bukan huruf ”x”). 7. Penulisan alinea baru dimulai 2 spasi di bawah judul atau 1½ spasi di bawah sub judul atau 1½ spasi di bawah baris terakhir penulisan alinea sebelumnya. Huruf pertama diketik 5 ketukan dari margin kiri. 8. Suatu alinea diizinkan ditulis pada 2 halaman berturutan dengan suatu ketentuan bahwa tidak satupun bagian alinea tersebut di salah satu halaman hanya berisikan 1 baris saja. Suatu alinea diusahakan berisi lebih dari 1 kalimat yang saling berkaitan. 9. Tabel, Gambar, dan pengacuan diurutkan dengan diberi nomor sesuai urutan penyajian masing-masing dengan angka Arab. Nama tabel yang berada sejajar dengan nomor tabel dicantumkan di atas tabel pada jarak dua spasi dan ketikan mulai dari margin kiri. Nama Gambar juga berada sejajar dengan nomor gambar pada jarak dua spasi di bawah batas bawah Gambar dan ketikan dimulai dari margin kiri. Apabila keterangan Tabel atau Gambar diperlukan penulisan keterangan tersebut menggunakan 1 spasi. Tabel dan Gambar ditempatkan berdekatan dengan pembahasannya. Persamaan matematik atau kimia ditulis pada baris tersendiri, dapat tersambung atau di dalam kalimat sebelum atau sesudahnya, dan diberi nomor urut Arab dalam kurung di margin kanan, tanpa tanda titik-titik. 10. Daftar pustaka disusun sesuai dengan urutan pengacuan di dalam isi naskah. Pengurutan itu dibantu penomoran dengan angka Arab. Tata cara pencantuman pustaka kecuali dikehendaki secara khusus sesuai disiplin ilmu tertentu harus mengikuti aturan yang tercantum pada butir 5 (Pengacuan dan Penulisan Pustaka) di atas. Apabila karya tulis ilmiah akan diterbitkan dalam majalah atau disajikan pada pertemuan ilmiah di luar BATAN agar penulisan disesuaikan dengan format yang disyaratkan.
31
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
BAB VII PEMBINAAN KARIER JABATAN FUNGSIONAL PENELITI A. Persyaratan Pengangkatan Pertama Kali Dalam Jabatan Peneliti 1. Syarat-syarat pengangkatan pertama kali dalam jabatan peneliti dari kandidat peneliti: a. Pegawai Negeri Sipil berijazah minimal Sarjana (Strata 1) atau Diploma IV sesuai dengan kualifikasi yang ditentukan, pangkat minimal Penata Muda gol. III/a. b. Bekerja di lingkungan unit litbang. c. Memiliki angka kredit dari unsur utama minimal 80% dan unsur penunjang maksimal 20%. d. Lulus diklat jabatan peneliti tingkat dasar. e. Setiap unsur DP3 minimal bernilai baik dalam 1 tahun terakhir. f. Usia maksimal 45 tahun. g. Tingkat jabatan yang diperoleh sesuai dengan angka kredit yang diperoleh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. h. Diputuskan dalam sidang Tim Penilai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. i. Memenuhi kelengkapan administrasi yaitu: Kartu pegawai, SK calon pegawai, SK pegawai negeri sipil, SK pangkat terakhir, SK tugas, DP3 setiap unsur minimal bernilai baik pada tahun terakhir. 2. Syarat-syarat pengangkatan pertama kali dalam jabatan peneliti dari jabatan lain: a. Pegawai Negeri Sipil berijazah minimal Pascasarjana (Strata 2) sesuai dengan kualifikasi yang ditentukan, pangkat minimal Penata Muda gol. III/a. b. Bekerja di lingkungan unit litbang. c. Memiliki angka kredit dari unsur utama minimal 80% dan unsur penunjang maksimal 20%, sesuai dengan penilaian angka kredit yang berlaku untuk jabatan fungsional peneliti. d. Karya ilmiah yang diajukan sesuai dengan kompetensi unit kerja litbang. e. Lulus diklat jabatan peneliti tingkat dasar. f. Setiap unsur DP3 minimal bernilai baik dalam 1 tahun terakhir. g. Usia maksimal 45 tahun. h. Tingkat jabatan yang diperoleh sesuai dengan angka kredit yang diperoleh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. i. Diputuskan dalam sidang Tim Penilai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. j. Memenuhi kelengkapan administrasi yaitu: Kartu pegawai, SK calon pegawai, SK pegawai negeri sipil, SK pangkat terakhir, SK tugas, DP3 setiap unsur minimal bernilai baik pada tahun terakhir. 3. Syarat-syarat pengangkatan pertama kali dalam jabatan peneliti dari jabatan fungsional lain yang serumpun (Dosen, Perekayasa dan jabatan lainnya yang ditetapkan tersendiri oleh Kepala LIPI):
32
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
a. Pegawai Negeri Sipil berijazah minimal Pascasarjana (Strata 2) sesuai dengan kualifikasi yang ditentukan, pangkat minimal Penata Muda gol. III/a. b. Bekerja di lingkungan unit litbang. c. Memiliki angka kredit dari unsur utama minimal 80% dan unsur penunjang maksimal 20%, sesuai dengan penilaian angka kredit yang berlaku untuk jabatan fungsional peneliti. d. Setiap unsur DP3 minimal bernilai baik dalam 1 tahun terakhir. e. Usia maksimal 45 tahun sebelum Batas Usia Pensiun (BUP). f. Tingkat jabatan yang diperoleh sesuai dengan angka kredit yang diperoleh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. g. Diputuskan dalam sidang Tim Penilai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. h. Memenuhi kelengkapan administrasi yaitu: Kartu pegawai, SK calon pegawai, SK pegawai negeri sipil, SK pangkat terakhir, SK tugas, DP3 setiap unsur minimal bernilai baik pada tahun terakhir. B. Prosedur Pengangkatan/Kenaikan Jabatan/Pangkat Peneliti Seorang PNS yang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat diangkat/dinaikan jabatan/pangkatnya dengan mengikuti prosedur sebagai berikut: 1. Kepala Unit Kerja setingkat eselon II dibantu oleh Komisi Pembina Tenaga Peneliti (KPTP) terlebih dahulu memberikan penilaian awal terhadap berkasberkas bukti penilaian dari kegiatan unsur utama dan unsur penunjang sebelum diajukan ke Tim Penilai Jabatan Peneliti BATAN (TPJP-BATAN). 2. Unit Kerja menuangkan hasil penilaian awal tersebut ke dalam Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK) beserta lampirannya secara benar. 3. Kepala Unit Kerja setingkat eselon II melegalisasi seluruh berkas bukti penilaian dengan mencantumkan nama, jabatan dan tandatangan asli serta dibubuhi cap/stempel unit kerja. 4. DUPAK diajukan oleh Kepala Unit Kerja setingkat eselon II kepada Ketua TPJP-BATAN Up. Kepala BSDM. 5. BSDM menerima, mencatat dan menyeleksi kelengkapan dan keabsahan DUPAK beserta lampirannya. 6. TPJP-BATAN melaksanakan rapat Penilaian Angka Kredit dengan ketentuan: Setiap berkas bukti penilaian dinilai oleh dua orang anggota Tim Penilai. Bila hasil penilaian dari dua anggota Tim Penilai terjadi perbedaan tidak lebih dari 20%, maka hasil penilaian yang menguntungkan bagi Peneliti ditetapkan sebagai hasil akhir. Bila perbedaan penilaian dari dua anggota Tim Penilai lebih dari 20 %, maka nilai akhir ditetapkan berdasarkan hasil penilaian dari penilai ketiga (penilai ketiga hanya berwenang menilai perbedaan hasil penilaian dari penilai pertama dan kedua). 7. BSDM memproses Penetapan Angka Kredit Kepala BATAN sepanjang mengenai jabatan Peneliti Pertama gol. III/a sampai dengan Peneliti Muda gol. III/d berdasarkan pendelegasian kewenangan Penetapan Angka Kredit dari Kepala LIPI. 8. BSDM memproses UPAK jabatan Peneliti Madya gol. IV/a sampai dengan Peneliti Utama gol. IV/e ke LIPI dengan ketentuan: Bagi Peneliti yang akan diusulkan ke jabatan Peneliti Madya gol. IV/a dan Peneliti Utama gol. IV/d
33
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
9. 10. 11.
12. 13. 14. 15. 16. 17.
18.
19. 20.
Desember 2008
harus terlebih dahulu melaksanakan presentasi ilmiah sebelum diusulkan ke LIPI. Kepala LIPI menetapkan Penetapan Angka Kredit Jabatan Peneliti Madya gol. IV/a sampai dengan Peneliti Utama gol. IV/e berdasarkan hasil Penilaian Tim Penilai Peneliti Pusat (TP3). BSDM menyampaikan Penetapan Angka Kredit kepada yang bersangkutan melalui Unit Kerja. BSDM memproses penerbitan SK Kepala BATAN tentang pengangkatan Jabatan Peneliti Pertama gol. III/a sampai dengan Peneliti Madya gol. IV/c, berdasarkan Penetapan Angka Kredit oleh pejabat yang berwenang, tanpa harus memperoleh persetujuan Kepala BKN. BSDM memproses usul pengangkatan jabatan Peneliti Utama ke Presiden dengan tembusan Kepala BKN. Presiden menerbitkan Keppres tentang pengangkatan jabatan Peneliti Utama berdasarkan pertimbangan teknis Kepala BKN. BSDM memyampaikan SK Kepala BATAN tentang Pengangkatan Jabatan Peneliti dan Keputusan Presiden tentang Pengangkatan Jabatan Peneliti Utama kepada yang berseangkutan melalui Unit Kerja. Berdasarkan PAK dan SK Jabatan Peneliti, Unit Kerja mengusulkan kenaikan pangkat (KP) ke BSDM. BSDM menerima, mencatat dan menyeleksi kelengkapan dan keabsahan berkas usulan KP. BSDM memproses KP dengan ketentuan: a. Mengajukan usulan KP ke BKN sepanjang mengenai usul kenaikan pangkat ke Penata Muda Tk. I gol. III/b sampai dengan Pembina Tk.I gol. IV/b. b. Mengajukan usulan KP ke Presiden dengan tembusan Kepala BKN sepanjang mengenai kenaikan pangkat ke Pembina Utama Muda gol. IV/c sampai dengan Pembina Utama gol. IV/e. Berdasarkan persetujuan BKN, maka BSDM memproses penerbitan SK KP dengan ketentuan: a. SK Kepala BATAN untuk KP Pembina gol IV/a dan KP Pembina Tk. I gol. IV/b, b. SK Sestama untuk KP Penata gol. III/c dan KP Penata Tk. I gol. III/d, c. SK Kepala BSDM untuk KP Penata Muda gol. III/a dan KP Penata Muda Tk.I gol. III/b. Berdasarkan Pertimbangan teknis Kepala BKN, Presiden menerbitkan Keppres untuk KP Pembina Utama Muda gol. IV/c sampai dwengan Pembina Utama gol. IV/e. BSDM menyampaikan SK kenaikan pangkat kepada yang bersangkutan melalui Unit Kerja.
C. Syarat Kenaikan Jabatan Dan Pangkat Untuk kenaikan jabatan dan pangkat jabatan fungsional peneliti tidak hanya didasarkan pada perolehan angka kredit saja, tetapi juga harus memenuhi persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yaitu : 1. Kenaikan jabatan dapat dilakukan apabila memenuhi persyaratan sbb.:
34
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
a. Sekurang-kurangnya sudah 1 (satu) tahun dalam jabatan terakhir yang didudukinya; b. Surat Keputusan jabatan peneliti terakhir sudah ditetapkan dengan Surat Keputusan oleh Pejabat yang berwenang sesuai peraturan yang berlaku; c. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan setingkat lebih tinggi; d. Angka kredit yang diperoleh adalah angka kredit dari karya ilmiah maksimal diperoleh 2 (dua) tahun sebelum TMT PAK terakhir; e. Setiap unsur penilaian dalam DP3 sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; f. Diputuskan dalam Sidang Tim Penilai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pejabat fungsional peneliti yang memperoleh ijazah dalam tingkat pendidikan yang lebih tinggi dapat dipertimbangkan untuk kenaikan jabatan dengan ketentuan: a. Ijazah yang diperoleh dalam status tugas belajar (sesuai dengan ketentuan yang berlaku) dapat dinilaikan apabila dilengkapi dengan SK pembebasan sementara dari jabatan peneliti karena tugas belajar. b. Ijazah yang diperoleh atas biaya sendiri di luar jam kerja dapat dinilaikan dengan syarat: 1) Ijazah yang diperoleh sesuai dengan tugas pokoknya; 2) Ijazah yang diperoleh sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun; 3) Telah mengikuti ujian penyesuaian ijazah dan dinyatakan lulus. 2. Kenaikan pangkat dapat dilakukan apabila memenuhi persyaratan sbb.: a. Sekurang-kurangnya sudah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir; b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi; c. Angka kredit yang dimaksud tersebut di atas telah ditetapkan dengan Surat Keputusan oleh pejabat yang berwenang sesuai peraturan yang berlaku; d. Setiap unsur penilaian dalam DP3 sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; e. Diputuskan dalam Sidang Tim Penilai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pejabat fungsional peneliti yang memperoleh ijazah dalam tingkat pendidikan yang lebih tinggi dapat dipertimbangkan untuk kenaikan pangkat dengan ketentuan: a. Ijazah yang diperoleh dalam status tugas belajar (sesuai dengan ketentuan yang berlaku) dapat dinilaikan apabila dilengkapi dengan SK pembebasan sementara dari jabatan peneliti karena tugas belajar. b. Ijazah yang diperoleh atas biaya sendiri di luar jam kerja dapat dinilaikan dengan syarat: 1) Ijazah yang diperoleh sesuai dengan tugas pokoknya; 2) Ijazah yang diperoleh sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun; 3) Telah mengikuti ujian penyesuaian ijazah dan dinyatakan lulus.
35
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
3. Peneliti yang memiliki angka kredit melebihi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi maka: a. Kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya. b. Kelebihan angka kredit yang memenuhi jumlah angka kredit untuk kenaikan jabatan dua tingkat atau lebih dari jabatan terakhirnya dapat diangkat dalam jenjang jabatan sesuai dengan jumlah angka kredit yang dimiliki. c. Syarat kenaikan jabatan sebagaimana yang dimaksud point b adalah sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dalam jabatan dan setiap unsur penilaian dalam DP3 bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir. d. Setiap kali kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi bagi peneliti yang dimaksud pada butir b disyaratkan tambahan angka kredit 20% dari jumlah angka kredit untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi yang berasal dari kegiatan unsur utama. e. Syarat kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud pada butir d. adalah sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir, dan setiap unsur penilaian dalam DP3 bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. D. Pembebasan Sementara Jabatan Peneliti Pejabat fungsional peneliti dapat dibebaskan sementara karena hal-hal sebagai berikut: 1. Pembebasan sementara karena tidak dapat menambah angka kredit. a. Tidak dapat mengumpulkan angka kredit minimal yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diangkat dalam jabatan/pangkat terakhir, yaitu untuk Peneliti Pertama pangkat Penata Muda gol. III/a sampai dengan Peneliti Utama pangkat Pembina Utama Madya gol. IV/d. b. Tidak dapat mengumpulkan angka kredit minimal 25 dari unsur utama setiap jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diangkat dalam jabatan Peneliti Utama pangkat Pembina Utama gol. IV/e. Ketentuan angka kredit pemeliharaan jabatan Peneliti Utama pangkat Pembina Utama, gol. IV/e (maintenance) adalah sbb.: Sekurang-kurangnya 80% × 25 = 20 berasal dari unsur penelitian dan atau pengembangan iptek (unsur II dan III) di antaranya 60% × 20 = 12 harus berasal dari KTI terbit. Sebanyak-banyaknya 20% × 25 = 5 boleh berasal dari unsur diseminasi pemanfaatan iptek dan atau pembinaan kader peneliti (unsur IV dan V). 2. Pembebasan sementara karena ditugaskan sebagai pejabat struktural di luar satuan penelitian dan pengembangan, dibebaskan sementara pada bulan pertama setelah yang bersangkutan dilantik menjadi pejabat struktural yang dimaksud. 3. Pembebasan sementara karena yang bersangkutan memilih jabatan struktural baik di dalam atau di luar satuan penelitian dan pengembangan; dibebaskan sementara sejak yang bersangkutan mengusulkan dan menandatangani surat pernyataan memilih jabatan struktural yang dimaksud. 4. Pembebasan sementara karena menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan baik di dalam maupun di luar negeri: dibebaskan sementara sejak bulan ke tujuh setelah yang bersangkutan menerima beasiswa. Peneliti yang bersangkutan
36
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
5.
6. 7. 8.
Desember 2008
selama pembebasan sementara dapat dipertimbangkan kenaikan pangkat pilihan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila sekurangkurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir dan setiap unsur DP3 sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir, serta belum mencapai pangkat puncak berdasarkan pendidikannya. Dijatuhi hukuman disiplin PNS tingkat sedang atau tingkat berat berupa penurunan pangkat berdasarkan PP Nomor 30 Tahun 1980, dibebaskan sementara pada bulan pertama sejak penetapan tersebut diberlakukan sampai dengan hukuman tersebut berakhir. Peneliti yang bersangkutan selama menjalani hukuman disiplin tetap dapat melaksanakan tugas pokok sebagai peneliti tanpa mendapatkan penilaian dan penetapan angka kredit. Pembebasan sementara karena diberhentikan sementara sebagai PNS berdasarkan PP No. 4 tahun 1966, dibebaskan sementara pada bulan pertama sejak yang bersangkutan diberhentikan sementara dari PNS. Pembebasan sementara karena melaksanakan cuti di luar tanggungan negara kecuali untuk persalinan ketiga dan seterusnya: dibebaskan sementara pada bulan berikutnya sejak keputusan tersebut diberlakukan. Pejabat Peneliti yang dibebaskan sementara dari jabatannya karena: Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat berupa penurunan pangkat, diberhentikan sementara dari PNS, ditugaskan secara penuh di luar unit penelitian dan atau pengembangan (kecuali ditugaskan menjadi pejabat struktural eselon I/II atau jabatan lain yang setingkat), atau menjalani cuti di luar tanggungan negara, jika telah mencapai Batas Usia Pensiun (BUP) PNS, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS, dengan mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
E. Surat Peringatan Bagi Pejabat Peneliti Biro Sumber Daya Manusia berkewajiban memberikan peringatan kepada pejabat peneliti yang akan habis masa jabatannya, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum masa TMT jabatan penelitinya berakhir. F. Pengangkatan Kembali Jabatan Peneliti 1. Pejabat peneliti yang dibebaskan sementara dari jabatannya karena tidak dapat menambah angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi, dapat diangkat kembali jabatan/pangkat satu tingkat lebih tinggi dari jabatan/pangkat semula, apabila: a. Semua persyaratan yang diwajibkan untuk kenaikan jabatan/pangkat satu tingkat lebih tinggi telah terpenuhi. b. Usulan dari unit kerja yang ditandatangani pejabat setingkat eselon II. c. Melampirkan berkas bukti penilaian. d. Usia masih di bawah Batas Usia Pensiun (BUP) sesuai dengan peraturan yang berlaku. e. Disetujui dan ditetapkan dalam sidang Tim Penilai sesuai dengan peraturan yang berlaku. f. Diusulkan pada periode waktu 12 (dua belas) bulan sejak TMT surat pembebasannya berlaku. g. Melampirkan Surat Keputusan Pembebasan Sementara dan PAK terakhir.
37
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
2. Pejabat peneliti yang dibebaskan sementara dari jabatan karena memilih jabatan struktural atau karena ditugaskan di luar lingkungan penelitian dan pengembangan, dapat diangkat kembali ke dalam jabatan peneliti semula, apabila: a. Telah selesai menjalankan tugas sebagai pejabat struktural atau telah selesai menjalankan tugas di luar lingkungan penelitian dan pengembangan dibuktikan dengan surat keputusan dari pejabat yang berwenang. b. Usulan dari unit kerja yang ditandatangani oleh pejabat setingkat eselon II dengan mengisi formulir yang ditetapkan oleh Instansi Pembina dan menyebut tanggal pengangkatan kembali yang dimaksud. c. Usia masih di bawah Batas Usia Pensiun (BUP) sesuai dengan peraturan yang berlaku. d. Disetujui dan ditetapkan dalam sidang Tim Penilai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. e. Melampirkan Surat Keputusan Pembebasan Sementara dan PAK terakhir. 3. Pejabat peneliti yang dibebaskan sementara dari jabatannya karena menjalankan tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan, dapat diangkat kembali ke dalam jabatan peneliti semula, apabila: a. Surat keputusan aktif kembali bekerja dari Kepala BSDM. b. Usulan dari unit kerja yang ditandatangani oleh pejabat setingkat eselon II dengan mengisi formulir yang ditetapkan oleh Instansi Pembina dan menyebut tanggal pengangkatan kembali yang dimaksud. c. Usia masih di bawah Batas Usia Pensiun (BUP) sesuai dengan peraturan yang berlaku. d. Disetujui dan ditetapkan dalam sidang Tim Penilai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. e. Melampirkan Surat Keputusan Pembebasan Sementara dan PAK terakhir. 4. Pejabat peneliti yang dibebaskan sementara dari jabatannya dijatuhi hukuman disiplin, dapat diangkat kembali ke dalam jabatan peneliti semula, apabila: a. Telah selesai menjalankan hukuman disiplin yang dibuktikan dengan surat keputusan yang sah dari pejabat yang berwenang. b. Usulan dari unit kerja yang ditandatangani Kepala Unit Kerjanya dengan mengisi formulir yang ditetapkan oleh Instansi Pembina dan menyebut tanggal pengangkatan kembali yang dimaksud. c. Usia masih di bawah Batas Usia Pensiun (BUP) sesuai dengan peraturan yang berlaku. d. Disetujui dan ditetapkan dalam sidang Tim Penilai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. e. Melampirkan Surat Keputusan Pembebasan Sementara dan PAK terakhir. 5. Pejabat peneliti yang dibebaskan sementara dari jabatannya karena diberhentikan sementara dari PNS, dapat diangkat kembali ke dalam jabatan peneliti semula, apabila: a. Telah selesai menjalankan hukuman pemberhentian sementara dari PNS, yang dibuktikan dengan surat yang sah dari pejabat yang berwenang.
38
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
b. Usulan dari unit kerja yang ditandatangani Kepala Unit Kerja dengan mengisi formulir yang ditetapkan oleh Instansi Pembina dan menyebut tanggal pengangkatan kembali yang dimaksud. c. Usia masih di bawah Batas Usia Pensiun (BUP) sesuai dengan peraturan yang berlaku. d. Disetujui dan ditetapkan dalam sidang Tim Penilai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. e. Melampirkan Surat Keputusan Pembebasan Sementara dan PAK terakhir. 6. Pejabat peneliti yang dibebaskan sementara dari jabatan karena selesai melaksanakan cuti di luar tanggungan negara, dapat diangkat kembali ke jabatan peneliti semula, apabila: a. Telah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan negara yang dibuktikan dengan surat keputusan yang sah dari pejabat yang berwenang. b. Usulan dari unit kerja yang ditandatangani Kepala Unit Kerja dengan mengisi formulir yang ditetapkan oleh Instansi Pembina dan menyebut tanggal pengangkatan kembali yang dimaksud. c. Usia masih di bawah Batas Usia Pensiun (BUP) sesuai dengan peraturan yang berlaku. d. Disetujui dan ditetapkan dalam sidang Tim Penilai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. e. Melampirkan Surat Keputusan Pembebasan Sementara dan PAK terakhir. Catatan : Pengangkatan kembali ke dalam jabatan peneliti (aktif kembali) setelah menjalani pembebasan sementara dari jabatan peneliti akan ditetapkan tanggal 1 bulan berikutnya setelah disahkan dalam Sidang Tim Penilai Peneliti (bukan mengacu pada aktif bekerja kembali).
G. Pemberhentian Dari Jabatan Peneliti Pemberhentian dari jabatan fungsional peneliti adalah bukan pemberhentian sebagai PNS. Pejabat fungsional peneliti diberhentikan dari jabatannya apabila: 1. Dalam jangka waktu 1 tahun sejak dibebaskan sementara tidak mengumpulkan angka kredit untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi bagi Peneliti Pertama sampai dengan Peneliti Utama gol. IV/d; 2. Dalam jangka waktu 1 tahun sejak dibebaskan tidak dapat mengumpulkan angka kredit maintenance bagi Peneliti Utama gol. IV/e. 3. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali disiplin tingkat berat berupa penurunan pangkat.
39
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
BAB VIII PEDOMAN PRESENTASI ILMIAH PENELITI MADYA DAN PENELITI UTAMA DAN ORASI PENGUKUHAN PROFESOR RISET DI LINGKUNGAN BATAN
A. Pedoman Presentasi Ilmiah Peneliti Madya Dan Peneliti Utama Di Lingkungan Batan (Sesuai dengan Peraturan Kepala BATAN Nomor 174/KA/XII/2008 Tanggal 24 Desember 2008 tentang Pedoman Presentasi Ilmiah Jabatan Peneliti Madya dan Peneliti Utama di Lingkungan BATAN). B. Pedoman Orasi Pengukuhan Profesor Riset Di Lingkungan Batan (Sesuai dengan Peraturan Kepala BATAN Nomor 175/KA/XII/2008 tanggal 24 Desember 2008 tentang Pedoman Orasi Pengukuhan Profesor Riset di Lingkungan BATAN).
40
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
Lampiran I PEDOMAN PENULISAN KARYA TULIS LAPORAN TEKNIS (revisi dari Pedoman Penulisan Karya Tulis Laporan Teknis, P2JPI-BATAN, Jakarta, 2 Februari 2000) Pendahuluan Pedoman ini dibuat untuk menyeragamkan format penulisan karya tulis berbentuk laporan teknis pada jenjang fungsional peneliti, dan diberlakukan di Badan Tenaga Nuklir Nasional. Penulisan laporan teknis ditujukan antara lain: 1. Sebagai sarana bagi pelaku kegiatan penelitian dan pengembangan khususnya bagi para pejabat fungsional peneliti agar dapat mendokumentasikan hasil kegiatannya secara formal institusional sebelum diseminarkan dan atau diterbitkan. 2. Untuk mendorong pelaku kegiatan penelitian dan pengembangan khususnya bagi para peneliti yunior agar dapat membiasakan diri dalam menyusun dan atau membuat karya tulis. 3. Untuk membantu meningkatkan karir para pejabat fungsional peneliti melalui perolehan angka kredit berbentuk laporan teknis yang memenuhi persyaratan kriteria penilaian. Batasan Karya tulis laporan teknis mendiskripsikan proses, progres hasil penelitian teknis atau ilmiah dengan mengemukakan keadaan permasalahannya, dan atau hasil kegiatan yang berprosedur baku. Penyampaian data dan informasi tersebut secara lugas dan informatif tanpa bahasan ilmiah secara rinci tetapi cukup kuantitatif dan dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana layaknya karya tulis hasil penelitian dan pengembangan lainnya. Format Pada dasarnya format penulisan laporan teknis tidak berbeda dengan format karya tulis ilmiah biasa, namun demikian untuk tujuan penyeragaman sebagai salah satu persyaratan penilaian untuk perolehan angka kredit, maka format dan cara penulisan harus mengikuti ketentuan sebagai berikut: 1. Cover/halaman muka, memuat judul laporan teknis dan nama penulis. Di sebelah kanan atas judul dicantumkan singkatan (abreviasi) nama pusat dan diikuti dengan nomor yang menunjukan bidang di pusat tersebut, nomor urut laporan (dimintakan ke Subbagian Ilmiah) dan tahun penerbitan. Penomoran laporan teknis ditetapkan seperti contoh berikut: BATAN-PIN-L-200x-0x-00x BATAN: institusi yang menerbitkan dokumen Ilmiah PIN : kode unit kerja L : kode jenis dokumen yang memuat naskah ilmiah (laporan) 200x : tahun naskah ilmiah dibuat 0x : jenis dokumen ke-x yang dicatat 00x : judul naskah ilmiah ke-x yang dimuat
41
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
2. Laporan teknis harus disusun dalam bahasa Indonesia dengan kalimat pasif yang mudah dipahami, lugas dan jelas, diketik dengan komputer menggunakan huruf Times New Roman ukuran 12 jarak baris 1,5 spasi, abstrak diketik dengan jarak 1 spasi. Ukuran kertas A4 dengan batas/margin kiri dan atas 4 cm serta margin kanan dan bawah 3 cm. 3. Penggunaan peristilahan dan penulisan rumus-rumus harus konsisten dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baku. 4. Sistematika penulisan laporan teknis disampaikan seperti urutan berikut: ABSTRAK • berisi judul dan sari keseluruhan laporan • disampaikan secara informatif, sebanyak lebih kurang 250 kata yang mencakup latar belakang masalah, tujuan, cara penyelesaian, hasil, dan kesimpulan • dirangkum dalam satu alinea • tidak berisi rumus, gambar dan acuan • ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris PENDAHULUAN • berisi informasi latar belakang dan penalaran mengapa perlu diteliti • lingkup penelitian (hipotesis, asumsi, pendekatan) • tujuan dan sasaran • hasil yang diharapkan METODOLOGI atau TEORI atau TATA KERJA • berisi teori baru atau teori lama yang dimodifikasi • bagaimana penelitian dilakukan • bahan dan peralatan utama • rancangan penelitian/rancangan percobaan • prosedur bila ada (prosedur umum tidak perlu dijelaskan) HASIL dan PEMBAHASAN • berisi data dan informasi yang telah diolah, dapat disajikan dalam bentuk Gambar dan atau Tabel • pembahasan harus berdasarkan penalaran yang baik, sistematis, dan logis serta menunjukkan keterkaitan antara hasil dengan konsep dasar atau dengan hipotesis yang telah dikemukakan KESIMPULAN/PENUTUP • menjelaskan arti hasil-hasil yang telah diperoleh atau berupa rangkuman dari pembahasan • berupa jawaban atas harapan atau hipotesis yang dinyatakan dalam pendahuluan UCAPAN TERIMA KASIH • ditujukan kepada perorangan atau instansi yang membantu terlaksananya penelitian DAFTAR PUSTAKA • ditandai dengan nomor yang disusun sesuai urutan acuannya
42
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
• • •
Desember 2008
nama ditulis tanpa gelar daftar pustaka yang diacu diupayakan dengan rentang waktu yang wajar, semakin baru semakin baik lihat bab pengacuan dan penulisan pustaka
TATA CARA PENGAJUAN (flow chart) LAPORAN TEKNIS
(2)
Eselon IV atau Kepala Kelompok
(1)
Penulis Laporan (6) (5) Ya
Eselon III (3) KPTP/KPTF (4)
Perbaikan (?)
Tidak (7)
Bag. T. U./Subbag Ilmiah
Kepala Pusat
(8) Keterangan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
pengajuan persetujuan atasan langsung pengajuan persetujuan eselon III penyerahan laporan/disket pemeriksaan oleh KPTP/KPTF perbaikan atas koreksi laporan yang telah diperbaiki pengajuan persetujuan kepala pusat melalui Bag. T. U./Subbag Ilmiah registrasi dan distribusi
43
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
LAPORAN TEKNIS BATAN-PIN-C-2008-01-001 JUDUL LAPORAN (MAKS 3 BARIS, 18 pt, SATU SPASI) Spasi 18 pt Spasi 18 pt Nama Peneliti (14 pt, maks. 2 baris)
PUSLITBANG TEKNIK NUKLIR BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
44
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
LAPORAN TEKNIS BATAN-PIN-C-2008-01-001 JUDUL LAPORAN (MAKS 3 BARIS, 18 pt, SATU SPASI) Spasi 18 pt Spasi 18 pt Nama Peneliti (14 pt, maks. 2 baris)
Mengetahui/Menyetujui Kepala Bidang/Balai/Bagian
Tanda tangan dan tanggal
Kepala Pusat
Tanda tangan dan tanggal
45
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
Lampiran II
BEBERAPA CONTOH PENULISAN PUSTAKA A. Penulisan Pustaka Menggunakan Sistem Vancouver a) Penulisan Daftar Pustaka dari Buku (termasuk kamus, ensiklopedia, leaflet, sponsor oleh institusi, phamphlet, perundangan) Format penulisan dimulai nama keluarga pengarang/editor/perangkum/institusi penanggungjawab. Judul buku. Edisi keluaran (jika lebih dari edisi pertama). Tempat publikasi: Nama penerbit; Tahun perbitan. Halaman yang diacu. Untuk pengarang satu sampai dengan enam tetap ditulis semua, tapi lebih dari enam maka sisanya ditulis et al. atau dkk. Jika halaman yang diacu tidak berada pada halaman berurutan misal mengacu pada halaman 333 dan juga pada halaman 340 s/d 345 maka penulisannya p. 333, 340-5. Apabila tempat publikasi tidak terkenal maka sebutkan negaranya di dalam kurung misal Kyoto (Japan). Contoh: 4. Getzen TE. Health economics: fundamental and flow of funds. New York: John Willey & Sons; 1997. p. 333, 340-5. 5. Lodish H, Batimore D, Berk A, Zipursky, Matsudaira P, Darnell J. Molecular cell biology. 3rd ed. New York: Scientific American; 1995. p. 122-9. 6. Fauci AH, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin B, Kasper DL, et al., editors. Horisson’s principle of internal medicine. 14th ed. New York: McGraw Hill, Health Professions Division; 1998. 7. Miraller M, editor. Applied drug information: strategies for information management. Vancouver (WA): Applied Therapeutic, Inc.; 1998. 8. Australian Pharmaceutical Advisory Council. Integrated best practice model for medication management in residential aged care facilities. Canbera: Australian Government Publishing Service; 1997. 9. Pharmaceutical Society of Australia. Medicine and driving [phampflet]. Pharmaceutical Society of Australia; 1997. DR-7. 10. Lamasil [leaflet]. East Hanover (NJ): Sandoz Pharmaceutical Corp; 1993. 11. Porter RJ, Meldrum BS. Antiepileptic drugs. In: Katzung BG, editor. Basic and clinical pharmacology. 6th ed. Norwalk (CN): Appleton and Lange; 1995. p. 36180. 12. Stedman’s medical dictionary. 26th ed. Baltimore: Williams & Wilkins: 1995. Aprxia; p.119-20. 13. Bennett GL, Horuk R. Iodination of Chemokines for use in receptor binding analysis. In: Horuk R, editor. Chemokine receptors. New York (NY): Academic Press; 1997. p. 134-48. (Methods in enzymology; vol 288). Keterangan: Nama buku = Chemokine receptors, Judul Seri = Methods in enzymology 14. Hanrahan C. Valerian. In: Krapp K, Longe JL, editors. The Gale encyclopedia of alternative medicine. Michigan: Gale Group; 2001. vol 4 p. 1768-70 15. Public Service Regulations (Cwith), r. 83(2)(a)(ii) 16. Pharmacy Act 1976 (Qld), s. (1)(a)(i) Keterangan: s = section, r = regulation
46
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
b) Penulisan Daftar Pustaka Jurnal Format penulisan dimulai nama keluarga penulis. Judul makalah. Nama jurnal Tahun publikasi(bulan dan hari jika); Nomor volume(juga nomor terbit jika ada): Nomor halaman. Contoh: 1. Russell FD, Coppell AL. In vitro enzymatic processing of radiolabelled big ET-1 in human kidney as a food ingredient. Biochem Pharmacol 1998;55[7]:697-701. 2. Coffee drinking and cancer of the pancreas [editorial]. BMJ 1988;283:628. c) Penulisan Daftar Pustaka Konferensi (Pertemuan dan Presentasi Ilmiah/PPI) Format penulisan sama seperti buku dengan menambahkan informasi penting tentang topik, dan tempat PPI serta nama prosiding. Contoh: 5. Bengtsson S, Solheim BG, Enforcement of data protection, privacy and security in medical informatics in: Lun KC, Degoulet P, P Piemme TE, Reinhoff, editors. MEDINFO 92. Proceedings of 7th World Congress on Medical informatics; 1992 Sep 6-10; Geneva, Switzerland. Amsterdam: North-Holland; 1992. p. 1561-5. 6. Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical neurophysiology. Proceedings of the 10th International Congress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-19; Kyoto, Japan. Amsterdam:Elsevier;1996. d) Mengacu Artikel Koran Format penulis dimulai dengan nama keluarga penulis (jika ada). Judul artikel. Nama Koran Tanggal Edisi (tahun bulan hari); Seksi (section), jika ada: Halaman (Nomor kolom ). Namun rincian penulisan sangat tergantung pada tata letak surat kabar sehingga ada kemungkinan seksi tidak diperlukan. Contoh: 1. Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution:study estimates 50,000 admissions annually. The Washington Post 1996 Jun 21;Sect. A:3 [col. 5]. e) Mengacu Bahan Multimedia Format penulisan mirip seperti buku dengan informasi bentuk bahan setelah judul di dalam kurung. Contoh: 1. Get the fact and get them organized [videocassette]. Williamstown (Vic): Appleseed Productions;1990. f) Mengacu Internet dan Sumber Elektronik lainnya Format penulisan dimulai nama keluarga penulis (titik,1 spasi) Judul artikel (titik,1 spasi) Singkatan nama jurnal elektronik (1 spasi) [serial online] (1 spasi) Tahun publikasi (1 spasi) Bulan (jika ada) (1 spasi) [tgl/bl/th cited] (titik koma, 1 spasi) Nomor volume (tanpa spasi) Nomor terbit dalam kurung (jika ada) (titik dua) Nomor halaman atau layar di dalam kurung (titik, 1 spasi) Tersedia dari (titik dua, 1 spasi) URL: Alamat URL digaris.
47
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
Contoh Jurnal pada Internet: 1. More SS. Factors in the emergence of infectious disease. Emerg Infect Dis [serial online] 1995 Jan-Mar[cited 1999 Dec 25]:[24 screens]. Available from: URL: http://www/odc/gov/ncidoc/EID/eid.htm 2. Garfinkel PE, Lin E, Goering P. Should amenorrhoea be necessary for diagnosis of anorexia nervosa? Br J Phsych [serial online] 1996 [cited 1999 Aug 17]; 168(4):500-6. Available from: URL:http://biomed.niss.ac.uk Contoh Artikel pada WWW site 1. National Organization for Rare Diseases [Online]. 1999 Aug 16 [cited 1999 Aug 21]; Available from: URL:http://www.rarediseases.org/ g) Mengacu pada Data basis Online Format penulisan dimulai nama keluarga penulis/editor (titik,1 spasi) Judul artikel (titik,1 spasi) [Jenis media=Online1 spasi] (titik, 1 spasi) Rincian Penerbit (jika ada). Tersedia dari: Judul dan rincian penerbit data basis (jika ada). [tgl cited] (titik). Contoh: 1. Kirkpatrick GL. Vital infections of the respiratory tract. In: Family Medicine. 5th ed. [Online]. 1998. Available from: StatRef. Jackson (WY): Teton Data System; 2001.[cited 2001 Aug 31]. h) Mengacu pada CD-ROM Format penulisan sama seperti mengacu ke buku hanya ditambah jenis media setelah judul (catatan jenis media dapat berupa CD-ROM, serial CD-ROM atau buku CD), dan ditambah nomor versi sesudah jenis medium. 1. Clinical pharmacology 2000 [CD-ROM][. Version 2.01. [cited 2001 Aug 7]; Gainsville (FL): Gold Standard Multimedia; 2001. 2. The Oxford English dictionary [book on CD-ROM]. 2nd ed. New York (NY): Oxford University Press; 1992. 3. Gershon ES. Antisocial behavior. Arch Gen Phychiatry [serial on CD-ROM]. 1995;52:900-9001. B. Penulisan Pustaka Menggunakan Sistem Harvard a) Mengacu pada Buku dan sejenisnya Format penulisan dimulai dari nama keluarga, tahun publikasi, judul buku (italic), edisi, penerbit, tempat publikasi 1. Getzen TE. 1997, Health economics: fundamental and flow of funds, John Willey & Sons, New York. 2. Lodish H, Batimore D, Berk A, Zipursky, Matsudaira P, Darnell J. 1995, Molecular cell biology. 3rd ed., Scientific American, New York. b) Mengacu pada Artikel Jurnal atau PPI Format penulisan dimulai dari nama keluarga, tahun publikasi, judul artikel (dalam tanda petik, ‘…’), judul jurnal atau periodik (huruf italic, pada awal kata dengan huruf besar ), nomor volume(jika ada),nomor terbitan(jika ada), halaman. 1. Russell FD, Coppell AL. 1998, ‘In vitro enzymatic proccessing of radiolabelled big ET-1 in human kidney as a food ingredient’, Biochem Pharmacol, vol. 55, no.7, pp.697-701.
48
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
2. Bengtsson S, Solheim BG. 1992, ‘Enforcement of data protection, privacy and security in medical informatics’ , Proceedings of 7th World Congress on Medical Informatics, North-Holland, pp. 1561-5. C. Penulisan Pustaka versi IAEA
D. Penulisan Pustaka versi BATAN a) Versi Jurnal Atom Indonesia 1. KATHREEN, RL., Applied Radiation and Isotopes, 49, 149-168 (1998). 2. LYON, W.S., ”Guide to Activation Analysis,” D. Van Nostrand Co. Inc. N.Y. London, 33-54 (1960) 3. HEGNER, M.B. and WENDT, K.L., Method of sorting seeds, UK Patent 1470133 (1977)
49
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
b) Versi Prosiding Teknologi dan Aplikasi Akselerator [1] CHMIELEWSKI, A.G., ILLER, E., TYMIN-SKI, B., ZIMEK, Z., and LICKI, J., Industrial Implementation of Electron Beam Flue Gas Treatment Process, Third International Symposium and Exhibition on Environmental Contamination in Central and Eastern Europe, Warsaw, Poland, 1996. [2] NAMBA, H., EB Treatment of Flue Gases, Department of Environment and Resources, Takasaki Radiation Chemistry Research Establishment, JAERI, Japan. [3] IAEA-TECDOC-1189, Radiation Processing of Flue Gases : Guidelines for Feasibility Studies, International Atomic Energy Agency, Austria, December 2000. [4] CHMIELEWSKI, A.G., Application of Ioni-zing Radiation in Environmental Protection, Proceedings of a Technical Meeting held in Sofia, Bulgaria, 7-1September 2004, IAEA-TECDOC-1473, Austria, December 2005. [5] TYMINSKI, B., PAWELEC, A., Economic Evaluation of Electron Beam Flue Gas Treat-ment, Proceedings of a Technical Meeting held in Sofia, Bulgaria, 7-1September 2004, IAEA-TECDOC-1473, Austria, December 2005. [6] CHMIELEWSKI, A.G., TYMINSKI, B., ILLER, E., ZIMEK, Z., and LICKI, J., Electron Beam Flue Gas Treatment Process Upscaling, Environmental Applications of Ionizing Radiation, John Wiley & Sons, Inc., 1998. [7] MAO, B.J., Process of Flue Gas Desul-phuration with Electron Beam Irradiation in China, Proceedings of a Technical Meeting held in Sofia, Bulgaria, 7-1- September 2004, IAEA-TECDOC-1473, Austria, December 2005. [8] CHMIELEWSKI, A.G., ZIMEK, Z., PANTA, P., and DRABIK, W., The Double Window for Electron Beam Injection Into The Flue Gas Process Vessel, Radiat. Phys. Chem. Vol.45, No.6, pp. 1029-1033, 1999. [9] DOUTSKINOV, N., Results of the Startup Operation of a Pilot Installation Electron Beam Flue Gases Treatment in the Maritsa East 2 Thermal Power Plant, Proceedings of a Technical Meeting held in Sofia, Bulgaria, 7-1- September 2004, IAEATECDOC-1473, Austria, December 2005. [10] CHMIELEWSKI, A.G., DOBROWOLSKI, A., TYMINSKI, B., LICKI, J., and ILLER, E., Empirical Model Equations for the Removal Efficiency of SO2 and NOx in a Multistage E-B System of Flue Gas Purification, Institute of Nuclear Chemistry and Technology, Annual Report, Poland, 1997. [11] ALBERTINSKY, B.I., High Voltage Electron Accelerators for Radiation Technology, The Main Characteristics, The Design of Accelerators and Their Elements, Training Course on Low Energy Accelerators and Their Applications, Leningrad, USSR, 1988. [12] SUDJATMOKO, Aplikasi Mesin Berkas Elektron Untuk Pengolahan Gas Buang, Prosiding PPI Teknologi Akselerator dan Aplikasinya, Yogyakarta, 2006.
50
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
E. Penulisan Pustaka versi BARC 1. Akselrod S, Gordon D, Ubel FA, Shannon DC, Barger AC, and Cohen RJ (1981): Power spectrum analysis of heart rate fluctuation : a quantitative probe of beat to beat cardio vascular control, Science, 213, pp 220-222. 2. Baselli G, Cerutti S, Civardi S, Malliani A and Pagani M (1988 b): Cardio vascular variability signals : towards the identification of a closed loop model of the neural control mechanisms, IEEE Trans Biomed, Eng., 35, p 1033-1046. 3. Baselli G, Cerutti S, Livraghi M, Meneghini C, Pagani M and Rimoldi O (1988 a): Causal relationship between heart rate and arterial blood pressure variability signals, Med, and Biol. Eng. And Compute., 26, pp374 - 378. 4. Bhuta AC, Babu JP, Jindal GD and Parulkar GB (1990) : Technical aspects of impedance plethysmography, J. Postgrad. Med., 36, pp 64-70. 5. Bianchi A, Bontempi B, Cerutti S, Gianoglio P, Comi G and Natali Sora MG (1990): spectral analysis of heart rate variability signal and respiration in diabetic subjects, Med. and Biol. Eng. and Comput., 28, pp 205-211. 6. Bigger JT, Fleiss JL, Steinman RC, Rolnitzky LM, Kleigar RE and Rottman JN (1992): Frequency domain measures of heart period variability and mortality after myocardial infarction, Circulation, 85, pp 167-171. 7. Brook DL and Cooper PE (1957): The impedance plethysmograph: its clinical application, Singery, 42, p1061. 8. Camm AJ, Malik M et. Al. (1996): Heart rate variability: standards of measurement, physiological interpretation and clinical use, Circulation, 93, pp 1043-1065. 9. Chess GF, Tam RMK and Calaresu FR (1975): Influence of cardiac neural inputs on rhythmic variations of heart period in the cat, Am. J. Physiol., 228, pp 775-780.
51
Panduan Penelitian dan Pengembangan untuk pembinaan Jabatan Fungsional Peneliti BATAN
Desember 2008
52