Budiardjo (1987) menyatakan bahwa kebijakan dalam ilmu politik mengandung makna:
“Kebijaksanaan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Pada prinsipnya pihak yang membuat kebijaksanaan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya”.
Lasswell (1971) berpandangan bahwa ilmu kebijakan harus memenuhi tiga hal yaitu:
“The first, is contextuality; decisions are part of larger social process. The secondis, problem orientation; policy scientist are at home with the intellectual activities involved in clarifying goals, trends, conditions, projection, and alternative. The third is diversity; the method are not limited to a narrow range”.
Bauer (1968), mendefinisikan kebijakan sebagai suatu keputusan-keputusan yang memerlukan informasi dan kontemplasi sebanyak mungkin. Definisi ini mengidentifikasi tiga karakteristik dari suatu keputusan kebijakan yang mencakup : Suatu tindakan yang diharapkan ; Terjadi atau pada termasuk tingkat penyusunan keputusan yang tertinggi berhubungan dengan tindakan-tindakan yang harus diambil ; Menggabungkan pertimbangan mengenai implikasi yang kompleks yang diantisipasi dan tindakan yang diharapkan.
Sanusi dan Supandi (1988) mengemukakan bahwa kebijakan: Pada dasarnya sebagai suatu keputusan yang memerlukan informasi dan mempunyai tujuan. Pemaknaan ini mengidentifikasi tiga karakteristik dari suatu keputusan kebijakan yang mencakup: (1) suatu tindakan yang diharapkan; (2) terjadi atau termasuk tingkat penyusunan keputusan yang tertinggi berhubungan dengan tindakan yang harus diambil; (3) menggabungkan pertimbangan mengenai implikasi yang kompleks dan diantisipasi serta tindakan yang diharapkan.
Ace Suryadi (1993), berpendapat bahwa kebijakan dapat ditinjau dari dimensi filosofis, metodologis, dan substansi. Hakikat dari eksistensi kebijakan itu lahir, kebermaknaan dan keyakinan yang dijadikan ladasan. Dimensi metodologis berkenaan dengan fungsi integral yaitu; Fungsi alokasi (kemampuan kegiatan analisis kebijakan untuk melahirkan agenda penelitian dan pengembangan yang tepat guna, tepat waktu, serta mengacu kepada kebijakan makro); Fungsi inquiry (kemampuan dalam melakukan analisis lanjutan terhadap berbagai penemuan yang dijadikan usulan kebijakan); dan Fungsi komunikasi (kemampuan dalam menyampaikan gagasan yang dihasilkan dari proses inquiry tadi dan memperjuangkan agar terwujud menjadi suatu keputusan.
Blau dan Prewit (dalam Jones,1996) memaknai kebijakan sebagai sebuah “ketetapan yang berlaku” dan dicirikan oleh perilaku, konsisten serta berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang mentaatinya
Penulis berpendapat adalah “kebijakan merupakan suatu perangkat proses yang berorientasi pada tujuan, terencana dan terprogram dan dipilih menjadi satu keputusan dan dapat diukur tingkat keberhasilannya dan ditetapkan oleh kekuatan hukum yang berlaku untuk dilaksanakan pada tingkat organisasi”.
Level
Accomplishment Variables
Contens
Accomplishment Examples
I.Philosophical II.Culture
Ideals that relate to the quality of life transcend specific cultures or politics, and require specific goals if they are to be achived. Goals of the particular culture that give performance its meaning, and require policies if they are to be reached.
Human Identity Culture the state
Raison d”etre Fulfillment of ideals
Equity Equality
III. Policy IV.Strategic V.Tactical VI.Logistic
Missions that define the basic purpose of institutions and subcultures, and require programs of action. Responsibility that define the roles o the membes of an institutions, and require plans for fulfilling them. Duties that must be fulfilled to discharge the responsibility of any role or job, and require tolls for execution. Supplies of resources needed to execute the task required by a duty
Institutions organizations (subcultures) Roles, jobs Etc. Tasks, skills, etc Implementati on Schedules.
Attainment of specific culture goals Completion of missions Discharge of responsibilities Execution of duties
Adequacy Effectivity Efficiency Efficiency
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN : Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan
alat administrasi hukum di mana berbagai aktor, organisasi, strategi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai proses, keluaran (outpuf) maupun sebagai hasil. [James P. Lester dan Joseph Stewart. Public Policy: an Evolutionary Approach, (Second edition, Australia: Wadsworth, 2000), hal. 104; Lester, dan Stewart, ibid, hal. 105 ]
Sementara itu, Van Meter dan Van Horn membatasi implementasi kebijakan : Sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu (atau kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan sebelumnya. Setelah melakukan pembatasan mengenai apa yang dimaksud dengan implementasi kebijakan langkah berikutnya adalah memberi pembedaan antara apa yang dimaksud dengan implementasi kebijakan, pencapaian kebijakan dan apa yang secara umum menunjuk kepada dampak kebijakan. Konsep tersebut merupakan yang berbeda, walaupun tidak berarti bahwa konsep ini tidak saling berhubungan satu sama lain.
Studi tentang dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan publik seperti dikemukakan Van Meter dan Van Horn mengkaji konsekuensi dari suatu keputusan kebijakan
STUDI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN Van Meter dan Van Horn menggolongkan kebijakan menurut dua karakteristik yang berbeda, yakni: jumlah perubahan yang terjadi dan sejauh mana konsensus menyangkut tujuan antara pemeran serta dalam proses implementasi berlangsung. Unsur perubahan merupakan karakteristik yang paling penting setidaknya dalam dua hal. Pertama, implementasi akan dipengaruhi oleh sejauh mana kebijakan menyimpang dari kebijakan-kebijakan sebelumnya. Untuk hal ini, perubahan inkremental lebih cenderung menimbulkan tanggapan positif daripada perubahan drastis (rasional).
Seperti telah dikemukakan sebelumnya perubahan inkremental yang didasarkan pada pembuatan keputusan secara inkremental pada dasarnya merupakan remedial dan diarahkan lebih banyak kepada perbaikan terhadap ketidaksempurnaan sosial yang nyata sekarang ini daripada mempromosikan tujuan sosial di masa depan.
Kedua, proses implementasi akan dipengaruhi oleh jumlah perubahan organisasi yang diperlukan. Ada yang menyarankan bahwa implementasi yang efektif akan sangat mungkin terjadi jika lembaga pelaksana tidak diharuskan melakukan reorganisasi secara drastis. Pandangan ini didukung oleh pendapat yang mengatakan bahwa kegagalan program sosial banyak berasal dari meningkatnya tuntutan yang dibuat terhadap struktur dan prosedur administratif yang ada. Kebijakan yang menetapkan perubahan dalam hubungannya dengan pemeran serta yang terlibat dalam proses implementasi akan lebih sulit dilaksanakan daripada kebijakan yang membutuhkan hanya perubahan kecil dalam hubungan yang mantap.
Ciri penting lain dari kebijakan adalah tingkat konflik atau konsensus atas tujuan dan sasarannya. Ciri ini dilihat dari sejauh mana para pejabat yang melaksanakan kebijakan mempunyai kesepakatan terhadap tujuan dan sasaran program? Konsensus mungkin tidak akan terjadi bila tindakan yang berdasarkan nilai dari para pejabat dan pemimpin menjadi faktor yang paling menentukan bagi kebijakan akhir. Dalam meninjau kembali literatur tentang perubahan organisasi yang terencana, Gross dan kawan-kawan mengidentiflkasi beberapa faktor yang mempengaruhi konsensus tujuan. Salah satu dari faktor ini adalah sejauh mana para pejabat bawahan (implementors) berperan serta dalam pembuatan keputusan kebijakan. Resensi literatur mereka memperoleh dukungan bagi argumen berikut: [
Ω Peran serta menimbulkan semangat staf yang tinggi dan semangat staf yang tinggi diperlukan bagi implementasi yang berhasil; Ω Peran serta menimbulkan komitmen yang besar dan tingkat komitmen yang tinggi diperlukan untuk mempengaruhi perubahan; Ω Peran serta menimbulkan kejelasan yang lebih besar tentang suatu pembarua dan kejelasan diperlukan untuk implementasi Ω Dengan menggunakan postulat resistensi dasar terhadap perubahan, argume yang dibangun kemudian adalah bahwa peran serta akan mengurangi resisten awal dan dengan demikian memudahkan im-plementasi yang berhasil; dan Ω Para pejabat bawahan akan cenderung menentang suatu pembaruan jika prakarsa atas pelaksanaan kebijakan semata-mata berasal dari pejabat yang menjadi atasan mereka.
Dcngan demikian, peran serta menjadi faktor yang krusial bagi keberhasilan suatu proses implementasi kebijakan. Namun demikian, satu hal yang harus digarisbawahi di sini adalah kita tidak dapat memperdebatkan bahwa peran serta pejabat-pejabat bawahan dalam pembuatan keputusan perlu menghasilkan konsensus tujuan. Selain itu, kita juga tidak dapat menyimpulkan bahwa masalah implementasi dapat dihilangkan sekali konsensus tujuan dicapai.
Dimensi-Dimensi Kebijakan yang Mempengaruhi Implementasi
Program-program yang membutuhkan perubahan besar menimbulkan konflik tujuan pada pihak aktor-aktor yang bersangkutan, sementara konsensus tujuan biasanya paling tinggi karena melibatkan perubahan kecil. Sebaliknya, usaha yang menyebabkan kebijakan perubahan kecil/ perubahan tinggi adalah kurang besar. Kebijakan seperti itu direfleksikan dalam sifat inkrementalisme, suatu kebijakan politik yang menetapkan bahwa keputusan kebijakan sekarang secara luas merupakan fungsi keputusan sebelumnya
Model proses implementasi kebijakan
Dalam melakukan studi implementasi, tujuan dan sasaran suatu program yang akan dilaksanakan harus diidentifikasi dan diukur karena implementasi tidak dapat berhasil atau mengalami kegagalan bila tujuan itu tidak dipertimbangkan. Dalam menentukan ukuran dasar dari sasaran, kita dapat menggunakan pernyataan dari para pembuat keputusan sebagaimana direfleksikan dalam banyak dokumen seperti regulasi dan garis-garis pedoman program yang menyatakan kriteria untuk evaluasi pencapaian kebijakan. Akan tetapi, dalam beberapa hal ukuran dasar dan sasaran-sasaran kebijakan harus dideduksikan oleh peneliti perorangan. Pada akhirnya, pilihan ukuran pencapaian bergantung pada tujuan yang didukung oleh penelitian.
Sumber-sumber kcbijakan : Di samping ukuran dasar dan sasaran kebijakan, yang perlu mendapatkan perhatian dalam proses implementasi kebijakan adalah sumber-sumber yang tersedia. Sumber layak mendapat perhatian karena menunjang keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber-sumber yang dimaksud mencakup dana atau perangsang (incentive} lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif.
Empat faktor tambahan lain yang tercakup dalam model proses implementasi kebijakan seperti dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn adalah komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan, karakteristik badan-badan pelaksana; lingkungan ekonomi, sosial dan politik yang mempengaruhi yurisdiksi atau organisasi implementasi; dan kecenderungan (disposition) para pelaksana (implementors) Menurut Van Meter dan Van Horn, implementasi yang berhasil seringkali membutuhkan mekanisme dan prosedur lembaga. Hal ini sebenarnya akan mendorong kemungkinan yang lebih besar bagi pejabat tinggi (atasan) untuk mendorong pelaksana (pejabat bawahan) bertindak dalam suatu cara yang konsisten dengan ukuran dasar dan tujuan kebijakan
Van Meter dan Van Horn mengetengahkan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijakan; * * * * *
*
Kompetensi dan ukuran staf suatu badan; Tingkat pengawasan hierarkhis terhadap keputusan-keputusan subunit dan proses-proses dalam badan-badan pelaksana; Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara anggotaanggota legislatif dan eksekutif). Vitalitas suatu organisasi; Tingkat komunikasi-komunikasi "terbuka", yang didefinisikan sebagai jaringan kerja komunikasi horisontal dan vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar organisasi; Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan "pembuat keputusan" atau “ pelaksana keputusan".
Kecenderungan pelaksana (implementors) Pemahaman pelaksana tentang tujuan umum maupun ukuran dasar dan tujuan kebijakan merupakan satu hal yang penting. Implementasi kebijakan yang berhasil harus diikuti oleh kesadaran terhadap kebijakan tersebut secara menyeluruh. Hal ini berarti bahwa kegagalan suatu implementasi kebijakan sering diakibatkan oleh ketidaktaatan para pelaksana terhadap kebijakan. Dalam kondisi seperti inilah persepsi individu memegang peran. Dalam keadaan ketidaksesuaian kognitif, individu mungkin akan berusaha menyeimbangkan pesan yang tidak menyenangkan dengan persepsinya tentang apa yang seharusnya merupakan keputusan kebijakan.
Arah kecenderungan pelaksana terhadap ukuran dasar dan tujuan juga merupakan suatu hal yang sangat penting. Para pelaksana mungkin gagal dalam melaksanakan kebijakan dengan tepat karena mereka menolak tujuan yang terkandung dalamkebijakan tersebut. Dan begitu sebaliknya, penerimaan terhadap ukuran dasar dan tujuan kebijakan yang diterima secara luas oleh para pelaksana kebijakan akan menjadi pendorong bagi implementasi kebijakan yang berhasil. Beberapa alasan mengapatujuan suatu kebijakan ditolak oleh orang-orang yang bertanggung jawab terhadap implementasi kebijakan tersebut, yakhi; tujuan kebijakan yang telah ditetapkan sebelurnnya mungkin bertentangan dengan sistem nilai pribadi-pribadi para pelaksana, kesetiaan ekstra organisasi, perasaan akan kepentingan diri sendiri, atau karena hubungan yang ada dan yang lebih disenangi
Kaitan antara komponen-komponen model Implementasi merupakan proses yang dinamis. Faktor yang mungkin mempengaruhi pelaksanaan suatu kebijakan dalam tahap awal mungkin akan mempunyai konsekuensi yang kecil dalam tahap selanjutnya. Dengan demikian, studi implementasi yang dilakukan secara longitudinal menjadi sangat penting di mana hubungan-hubungan diidentifikasikan pada suatu waktu tidak harus diperpanjang secara kausal pada periode waktu lainnya. Cara ini menurut Van Meter dan Van Horn, akan mampu mendeskripsikan dan membenarkan secara singkat mengenai beberapa hubungan yang dihipotesiskan sebelumnya.
Tanggapan para pelaksana terhadap kebijakan akan melibatkan atau didasarkan pada persepsi dan interpretasi para pelaksana (implementors) terhadap tujuan kebijakan. Ukuran dasar dan tujuan ini akan mempunyai dampak yang tidak langsung pada kecenderungan para pelaksana melalui kegiatan pelaksanaan
Masalah kapasitas Van Meter dan Van Horn juga menyinggung kapasitas sebagai faktor yang berpengaruh bagi implementasi kebijakan. Menurut Van Meter dan Van Horn, implementasi yang berhasil juga merupakan fungsi dari kemampuan organisasi pelaksana untuk melakukan apa yang diharapkan untuk dikerjakan. Kemampuan untuk melaksanakan kebijakan mungkin dihambat oleh faktor-faktor seperti staf yang kurang terlatih dan terlalu banyak pekerjaan, informasi yang tidak memadai dan sumber-sumber keuangan atau hambatan waktu yang tidak memungkinkan
Masalah kapabilitas ini disoroti dalam keempat komponen model, yakni: sumber-sumber kebijakan (sifat dan kuantitas mereka); komunikasi antarorganisasi dankegiatan pelaksanaan (penyediaan dukungan politik, nasihat dan bantuan (teknik); karakteristik dari badan-badan pelaksana (kompetensi staf, kepemimpinan, vitalitas, ikatan-ikatan formal dan tidak formal terhadap para pembuat kebijakan); dan lingkungan ekonomi, sosial dan politik (pendapat umum, kelompok kepentingan yang terorganisir, kondisi ekonomi dari yurisdiksi).
Konflik-konflik kecenderungan
Konflik-konflik kecenderungan terjadi karena pejabat-pejabat bawahan (para pelaksana) menolak tujuan dari pejabat atasan mereka. Tujuan dan saran mungkin ditolak dengan beberapa alasan, seperti; melanggar nilai-nilai pribadi para pelaksana atau kesetiaan ekstra organisasi; tujuan dan sasaran itu melanggar arti kepentingan diri para pelaksana; atau mengubah sifat-sifat organisasi dan prosedurnya yang ingin dipertahankan oleh para pelaksana.
MODEL IMPLEMENTASI KEBIJAKAN GEORGE EDWARDS III George C. Edwards III. Menurut Edwards, studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration dan public policy. Implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kcgagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik olch para pelaksana kebijakan.
Edwards mulai dengan mengajukan dua buah pertanyaan, yakni: Prakondisi-prakondisi apa yang diperlukan sehingga suatu implemenlasi kebijakan berhasil? Dan hambatan-hambatan utama apa yang mengakibatkan suatu implementasi gagal? Edwards berusaha menjawab dua buah pertanyaan penting ini dengan membicarakan empat faktor atau variabel krusial dalam implementasi kebijakan publik. Faktor-faktor atau variabel tersebut adalah komunikasi, sumbersumber, kecenderungan atau tingkah laku-tingkah laku dan struktur birokrasi.
Faktor atau variabel tersebut adalah komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan atau tingkah laku-tingkah laku dan struktur birokrasi. Untuk memahami suatu implementasi kebijakan perlu menyederhanakan, dan untuk menyederhanakan perlu merinci penjelasan tentang implementasi dalam komponen utama. Patut diperhatikan di sini bahwa implementasi dari setiap kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis yang mencakup banyak interaksi dari banyak variabel. Oleh karenanya, tidak ada variabel tunggal dalam proses implementasi, sehingga perlu dijelaskan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel yang lain dan bagaimana varibel ini mempengaruhi proses impicmentasi kebijakan.
KOMUNIKASI
SUMBER-SUMBER
KECENDERUNGAN
STRUKTUR BIROKRASI
IMPLEMENTASI
Kesimpulan : Implementasi kebijakan merupakan proses yang rumit dan kompleks. Namun, di balik kerumitan dan kompleksitasnya tersebut, implementasi kebijakan memegang peran yang cukup vital dalam proses kebijakan. Tanpa adanya tahap implementasi kebijakan, program kebijakan yang telah disusun hanya akan menjadi catatan resmi di meja para pembuat kebijakan. Kedua model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn dan Edwards III, memberikan referensi yang cukup berarti untuk mengkaji implementasi kebijakan. Dengan adanya kedua model tersebut, kita menjadi lebih mudah mengidentifikasi variabel yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan. Melalui kedua model ini, kita juga dapat melihat kendala yang mungkin timbul selama proses implementasi kebijakan sehingga harapan untuk memperbaiki implementasi kebijakan di masa datang menjadi terbuka lebar.