BUDAYA & KONFLIK 29 September – 06 Oktober 2013 GoetheHaus
Jalan Sam Ratulangi No 9-15 Menteng, Jakarta Pusat
informasi
Buku Acara PROGRAM BOOKLET
www.goethe.de/indonesien
[email protected] +62 21 2355 0208 ext. 116 / 126 Goethe-Institut Indonesien @GI_Indonesien
Untuk informasi selengkapnya:
www.goethe.de/budayadankonflik
Semua diskusi dalam Bahasa Indonesia dengan penerjemahan simultan ke dalam Bahasa Inggris. Semua film diputar dalam bahasa asli dengan diberi subtitle.
Pengantar Sejauh mana seni dan budaya dapat menjadi pelopor menuju pencegahan konflik dan upaya perdamaian? Bagaimana masyarakat dapat menghadapi pengalaman historis yang beragam dengan persepsi yang berbeda mengenai konflik dan tata nilai? Dan bagaimana seni dapat mencerminkan peristiwa kekerasan atau menanggapi konflik pada kalangan masyarakat yang berbeda-beda? Selama bertahun-tahun Goethe-Institut mengangkat tema “Budaya dan Konflik” melalui kiprahnya dan melalui beragam kegiatan kebudayaan-nya. Dengan program “Budaya & Konflik” yang akan berlangsung mulai 29 September sampai 6 Oktober 2013 di Goethe-Institut Jakarta, pihak GoetheInstitut bermaksud menyoroti konflik-konflik di Indonesia dan menempatkan semuanya di dalam konteks internasional. Stan buku: Penerbit dan pengarang Indonesia terpilih akan menjual buku mereka di lobi
MINGGU, 29 September 2013 AKAR KEKERASAN
menghadapi deportasi ke kamp konsentrasi. Ketika Ny. Meissner hendak membangunkan putranya pada keesokan pagi, ia menemukan tempat tidur yang kosong dan mengawali pencarian penuh kekhawatiran untuk putra tercintanya.
19.00 Pemutaran Film Spielzeugland karya Jochen A. Freydank Bahasa Jerman dengan subtitle dalam Bahasa Inggris / 14 menit
Film pendek karya Jochen A. Freydank ini memperlihatkan secara mengharukan bagaimana kekerasan kaum Nazi berdampak terhadap semua kelompok masyarakat. Pemaparannya sangat menyentuh tanpa perlu menampilkan tindakan kekerasan. Film ini memenangkan Hadiah Oscar pada tahun 2009 dalam kategori Film Pendek Terbaik.
Jerman 1942: Tetangga keluarga Meissner adalah keluarga Yahudi dan mereka takut dideportasi. Kedua anak laki-laki mereka, Heinrich dan David, adalah sahabat karib dan tidak dapat memahami bahwa mereka akan segera dipisahkan. Untuk menghibur putranya, Ny. Meissner memberitahunya bahwa David hanya akan pergi ke negeri mainan. Ucapan ini membuat Heinrich bertekad ikut dengan sahabatnya, tanpa menyadari bahwa sesungguhnya mereka
19.15 Sambutan oleh Franz Xaver Augustin dan Katrin Sohns
2
19.20 Pemutaran Film Jembatan Bacem karya Yayan Wiludiharto Bahasa Indonesia dengan subtitle dalam Bahasa Inggris / 34 menit
dapat membuat kita membuka mata dan mengapresiasi apa yang kita miliki serta memahami indahnya dicintai. Pertunjukan akan diadakan di tempat pertunjukan tertutup di sekitar Menteng.
Film Jembatan Bacem berupaya menelusuri pembunuhan massal di Solo yang terjadi di Jembatan Bacem pada tahun 1965/1966. Banyak orang diikat ke papan kayu, ditembak, lalu dibuang ke sungai agar hanyut terbawa arus. Saksi mata, penganiaya, dan korban yang selamat berbicara mengenai pembunuhan mengerikan tersebut.
Jumlah penonton maksimum: 30 orang
20.00 Diskusi dan Tanya-Jawab Akar Kekerasan – Perbandingan Internasional Tindak Kekerasan dan Pencerminan Kekerasan dalam Seni dengan Franz Magnis-Suseno SJ, Galuh Wandita dan Okky Madasari Moderator: Hilmar Farid
Ilustrator dan pelukis A. Gumelar Demokrasno dipenjarakan pada tahun 1968. Ia mulai menggambar ketika dipindahkan ke Pulau Buru. Melalui sketsanya ia memberikan gambaran realistis mengenai kehidupan sehari-hari di dalam penjara dan bahkan mengenai tahanan terkenal seperti Pramoedya Ananta Toer. Pameran di lobi GoetheHaus akan dibuka secara langsung oleh sang seniman.
Reservasi:
[email protected]
19.30 Pembukaan Pameran Seni “Corat-coret 1965” karya A. Gumelar Demokrasno Waktu pameran: 30.09.–05.10.2013 / 10.00-21.00
Apakah yang menjadi akar dari kekerasan dalam situasi konflik? Apakah ada pola yang dapat ditemukan dan dapat mejelaskan tindak kekerasan tersebut? Bagaimana pola ini dapat diubah? Dan apakah peranan dari seni baik dalam refleksi tindak kekerasan dan dalam menciptakan kesadaran masyarakat?
20.00 Peluncuran Buku & Diskusi 1965 – Indonesia dan Dunia bersama Bernd Schäfer, Baskara T. Wardaya, Ratna Hapsari Rudjito, Mery Kolimon, Bonnie Triyana dan Uchikowati Moderator: Putu Oka Sukanta
SENIN, 30 September 2013 1965 – Indonesia dan Dunia
Pada tahun 1965/66 salah satu tragedi kemanusiaan terburuk dalam sejarah modern terjadi di Indonesia. Sampai sekarang dimensi internasional rangkaian peristiwa tersebut tidak pernah diselidiki sampai tuntas. Meskipun berlangsung di dalam negeri, rangkaian peristiwa itu juga merupakan bagian Perang Dingin global. Negaranegara asing bukan sekadar penonton pasif: Dukungan diberikan kepada pihak-pihak
18.00 Teater Boneka - Secangkir Kopi dari Playa oleh Papermoon Puppet Theater Secangkir Kopi dari Playa oleh Papermoon Puppet Theater didasarkan atas kisah cinta nyata dari masa lalu. Kisah yang berlangsung di zaman penuh gejolak ini mungkin
3
Indonesia yang bertikai dalam rangkaian mengamankan kepentingan masing-masing – dan semuanya menyalahkan pihak lawan atas tragedi tersebut.
waktu itu tidak lebih dari anak-anak. Film ini menyoroti peran para pelaku dan korban, serta trauma kedua belah pihak. Pemutaran perdana film ini berlangsung pada Festival de Cannes 2003.
melantunkan kesenian tradisional didong. Namun setiap hari semakin banyak tahanan dibawa keluar dan dieksekusi. Sutradara Garin Nugroho akan menyajikan sejumlah adegan film dan berbicara mengenai karyanya.
SELASA, 01 Oktober 2013 KORBAN & PELAKU
21.00 Diskusi Korban & Pelaku bersama Franz Magniz-Suseno, SJ
19.00 Pembacaan Sastra & Diskusi Sastra Indonesia Modern membahas Konflik Politik bersama Goenawan Mohamad, Bre Redana, Putu Oka Sukanta, Martin Aleida dan Okky Madasari. Moderator: Melani Budianta
18.00 Teater Boneka - Secangkir Kopi dari Playa oleh Papermoon Puppet Theater
Apa yang menjadikan korban seorang korban? Apa yang manjadikan pelaku seorang pelaku? Dan apakah hubungan antara keduanya? Romo Magnis-Suseno akan memberikan jawaban atas pertanyaan ini dalam sebuah dialog interaktif.
Secangkir Kopi dari Playa oleh Papermoon Puppet Theater didasarkan atas kisah cinta nyata dari masa lalu. Kisah yang berlangsung di zaman penuh gejolak ini mungkin dapat membuat kita membuka mata dan mengapresiasi apa yang kita miliki serta memahami indahnya dicintai. Pertunjukan akan diadakan di tempat pertunjukan tertutup di sekitar Menteng.
RABU, 02 Oktober 2013 SASTRA INDONESIA & KONFLIK 15.00 Seminar Politik dan Kekerasan Terhadap Perempuan bersama Kartika Pertiwi dan Ita F. Nadia Moderator: Chika Noya
Jumlah penonton maksimum: 30 orang Reservasi:
[email protected]
Seminar ini akan mengangkat pertanyaan mendasar dan penting yaitu “Mengapa perempuan seringkali dijadikan objek pemerkosaan, penyiksaan seksual dan fitnah dalam kekacauan politik?”
19.30 Pemutaran Film S21 – The Khmer Rouge Killing Machine karya Rithy Panh Bahasa Kamboja dengan subtitle dalam Bahasa Inggris / 101 menit
Reservasi: Tel.: 08158946404 (Vivi Widyawati) Email:
[email protected]
Dalam film yang menyentuh karya Rithy Panh ini, 2 dari segelintir penyintas S21 – Vann Nath dan Chum Mey – bertemu kembali dan mengunjungi bekas penjara di Phnom Penh tersebut. Mereka berjumpa dengan para mantan sipir. Semua orang digambarkan mengalami trauma mendalam, sehingga ketika dihadapkan dengan masa lalu, mereka pun kembali ke peran lama masing-masing. Ketika ditanya mengenai tindakan kejahatan mereka, para mantan sipir berkeras bahwa mereka sendiri pun termasuk korban, yang pada
18.30 Pemutaran Film Puisi Tak Terkuburkan (adegan terpilih) karya Garin Nugroho Di tahun 1965 Ibrahim Kadir (dimainkan oleh dirinya sendiri) secara keliru ditangkap setelah dituduh sebagai komunis atau simpatisan komunis. Selama ditahan, ia berjumpa tahanan lain yang juga ditangkap tanpa alasan. Bersama-sama mereka 4
KAMIS, 03 Oktober 2013 Sulawesi Bersaksi 19.00 Peluncuran Buku & Diskusi Sulawesi Bersaksi bersama H. Rusdy Mastura (Walikota Palu), Nurlaela Lamasituju, Hilmar Farid, Nasir, Nurhasanah dan Gaga Risman Moderator: Putu Oka Sukanta (Editor) Dua belas korban / penyintas Tragedi Kemanusiaan 1965/66 dari berbagai pelosok Sulawesi akan membuka mata dan hati kita. Melalui buku tersebut mereka akan berbagi pengalaman dan perjuangan melawan proses dehumanisasi oleh Orde Baru. Mereka berjuang untuk kembali menjadi manusia.
Indonesia merupakan negara kebangsaan yang telah mengalami dan melewati serangkaian konflik internal dan kekerasan sepanjang sejarahnya. Konflik telah diatasi dengan cara yang berbeda-beda, seperti melalui intervensi militer dan politik. Isu-isu dan masalah yang menjadi dasar dari konflik itu sendiri seringkali tidak teratasi, dan trauma atau memori seringkali dilupakan atau dibisukan oleh memori kolektif rakyat. Sastra sebagai ruang kritis dan kreatif muncul disini sebagai situs untuk menyuarakan masa lalu yang tak terucap dan untuk meninjau kembali konflik politik dari perspektif. Dalam sesi ini, para sastrawan yang menulis mengenai konflik politik di Indonesia, membahas karya mereka dalam menangani isu-isu yang menantang. Apa strategi mereka dalam mewakili kekerasan, tanpa menggoreskan kembali tindak kekerasan? Bagaimana mereka menghindari perangkap biner korban dan pelaku - yang masih menjadi wacana yang dominan dalam sejarah? Bagaimana mereka menemukan suara mereka dan bagaimana mereka mengatasi audiens mereka - terutama orang-orang, yang masih berakar di perbedaan ideologis? Ini adalah beberapa isu yang akan diangkat dalam diskusi, yang diharapkan dapat membawa generasi yang beragam dari penulis dan pembaca untuk bertemu muka dengan muka dengan masa lalu.
JUMAT, 04 Oktober 2013 RUANG. WAKTU. 20.00 Pertunjukan Tari Ruang. Waktu. oleh Nabila Rasul Manusia terikat akan ruang dan waktu. Terlena akan keadaan yang nyaman memang menyenangkan. Tapi sadar tidak sadar diluar sana di ruang yang sangat luas,baik ruang yang nyata ataupun “ruang” dalam pemikiran kita dan tiap orang membuat waktu mereka bermanfaat semaksimal mungkin. Tidak hanya bagi diri sendiri tapi juga bagi orang lain.
5
SABTU, 05 Oktober 2013 RUANG. WAKTU. 20.00 Pertunjukan Tari Ruang. Waktu. oleh Nabila Rasul Manusia terikat akan ruang dan waktu. Terlena akan keadaan yang nyaman memang menyenangkan. Tapi sadar tidak sadar diluar sana di ruang yang sangat luas,baik ruang yang nyata ataupun “ruang” dalam pemikiran kita dan tiap orang membuat waktu mereka bermanfaat semaksimal mungkin. Tidak hanya bagi diri sendiri tapi juga bagi orang lain.
14.00 Diskusi Perempuan Seniman Menanggapi Konflik bersama Andy Yentriyani, Dolorosa Sinaga dan Margareta Astaman Moderator: Melani Budianta
All Discussions will be in Indonesian with English Simultaneous Translation.
Presentasi dan rangkuman hasil seri dialog yang sudah dilaksanakan selama beberapa hari dalam seminggu oleh kelomppok diskusi yang lebih kecil yang terdiri dari beberapa perempuan seniman, antara lain Ucu Agustin dan Faiza Mardzoeki.
To what extent can art and culture lead the way towards conflict prevention and peacemaking? How can societies deal with diverse historical experiences and differing perceptions of conflicts and values? And how are the arts reflecting violent events or are reacting to conflicts in different societies?
19.00 Pemutaran Film Sang Penari karya Ifa Isfansyah Bahasa Indonesia dengan subtitle dalam Bahasa Inggris / 111 Min
MINGGU, 06 Oktober 2013 Budaya dan Konflik: Pengalaman Perempuan
Kisah cinta yang terjadi pada pertengahan tahun 1965, masa kelam dalam sejarah Indonesia. Seorang perwira muda melakukan perjalanan dari desa ke desa untuk mencari kekasihnya yang hilang, Srintil, sang penari. Karena kemampuan menari Srintil yang magis, para tetua desa percaya bahwa ia akan menjadi penari Ronggeng. Ketika Srintil mempersiapkan tugas-tugasnya, ia menyadari bahwa menjadi seorang penari Ronggeng adalah lebih dari sekedar mewakili desanya dalam kompetisi tari.
13.00 Pemutaran Film Plantungan karya Putu Oka Sukanta dan Fadillah Vamp Saleh Bahasa Indonesia dengan subtitle dalam Bahasa Inggris / 46 Min Film yang mendokumentasikan kekerasan yang dialami beberapa perempuan korban gejolak politik pada tahun 1965. Suci Danarti dan Pujiyati, menceritakan kehidupan mereka selama ditahan di Plantungan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Film Plantungan yang disutradarai Putu Oka Sukanta dan Fadillah Vamp Saleh ini mengungkapkan kehidupan perempuan di dalam tahanan dengan berbagai tekanan dan kekerasan yang mereka alami, salah satunya adalah eksploitasi seksual. Film ini diproduksi oleh Lembaga Kreativitas Kemanusiaan, sebuah lembaga yang didirikan oleh seniman dan keluarga eks tahanan politik.
Sang Penari merupakan film Indonesia yang dibuat pada tahun 2011 dan berdasarkan pada novel trilogy karya Ahmad Tohari, Ronggeng Dukuh Paruk dan disutradarai oleh Ifa Isfansyah.
6
All Films are being screened in original language with subtitles.
General Introduction
Throughout the years, the Goethe-Institut has been focusing on the theme, “Culture and Conflict“ through its work and through a wide range of cultural activities. With the program “Budaya & Konflik” which will take place from the 29 th of September to the 6th of October 2013 in the GoetheInstitut Jakarta, it wishes to put a stronger focus on Indonesian conflicts and putting them in an international context. Book-Stalls: Selected Indonesian publishing-houses and authors will sell their books in the foyer
SUNDAY, 29.09.2013 ROOTS OF VIOLENCE
her son in the morning, she finds an empty bed and begins her fearful search for her beloved son.
19.00 Film Screening Spielzeugland by Jochen A. Freydank German with English Subtitles / 14 Min
The short-film by Jochen A. Freydank shows in a moving way how the violence of the Nazis affected all parts of the society. It is moving without having to show any violent act itself. The film won an Oscar in 2009 for the Category of Best Short Film.
Germany 1942: The neighbors of the Meissners are Jews and are fearing their deportation. The two sons, Heinrich and David are best friends and cannot understand that they will be separated soon. To comfort her son, Mrs. Meissner tells him that David is only going to a toyland. This convinces Heinrich that he should definitely join his best friend, not knowing that in reality they are facing the deportation to a Concentration Camp. When Mrs. Meissner wants to wake up
19.15 Opening Remarks by Franz Xaver Augustin and Katrin Sohns 19.20 Film Screening Jembatan Bacem by Yayan Wiludiharto Indonesian with English Subtitles / 34 min
7
The film Jembatan Bacem tries to trace the killings in Solo that took place from the Bacem Bridge during 1965/1966. Many people were tied to wooden panels, shot and pushed into the river so that the current would take their bodies away. Eyewitnesses, persecutors and victims that survived remember the terrible killings.
19.30 Opening Art-Exhibition „Corat-coret 1965” by A. Gumelar Demokrasno Exhibition Time: 30.09.–05.10.2013 10.00-21.00 The illustrator and painter Gumelar Demokrasno was imprisoned in 1968. He started drawing when he was moved to the prison-island Buru. In his sketches he gives a realistic idea about everyday life in prison and even remembers high-ranking prisoners like Pramoedya Ananta Toer. The exhibition in the Foyer of the GoetheHaus will be opened by the artist himself.
20.00 Discussion and Q&A The Roots of Violence – An International Comparison of Violent Acts and the Reflection of Violence in the Arts with Franz Magnis-Suseno SJ, Galuh Wandita and Okky Madasari Moderation: Hilmar Farid
TUESDAY, 01.10.13 VICTIM & PERPETRATOR
is the relationship between the two? Pater Franz Magnis-Suseno SJ will address these questions in a lively debate with the audience after the film S21 – The Khmer Rouge Killing Machine.
18.00 & 20.00 Puppet Theater Secangkir Kopi dari Playa by Papermoon Puppet Theater
WEDNESDAY, 02.10.13 INDONESIAN LITERATURE & CONFLICT
Secangkir Kopi dari Playa by Papermoon Puppet Theater is based on a true love story from the past. Based in tumultuous times, it is a story that may open our eyes to appreciate the things we have and to understand the beauty of being loved.
15.00 Seminar Politic and Violence Against Women with Kartika Pertiwi and Ita F. Nadia Moderation: Chika Noya
Maximum capacity: 30 people Reservationi:
[email protected]
20.00 Booklaunch & Discussion 1965 - Indonesia and the World with Bernd Schäfer (Editor), Baskara T. Wardaya (Editor), Ratna Hapsari, Mery Kolimon, Bonnie Triyana and Uchikowati. Moderation: Putu Oka Sukanta
What are the roots of violence in conflict situations? Are there patterns to be found that explain violent eruptions? How can these patterns be changed or altered? And what role do the arts play both in the reflection of violent acts but also in creating awareness in a society.
In 1965/66 one of the worst human tragedies in modern history occurred in Indonesia. So far the international dimension of those events is hardly explored. Although they were domestic by execution, they were also firmly embedded into the global Cold War. Foreign countries were anything but passive onlookers: They sided with Indonesian conflict parties and staked out their own claims – and they all blamed others for the tragedy.
MONDAY, 30.09.13 1965 – Indonesia and the World 18.00 Puppet Theater Secangkir Kopi dari Playa by Papermoon Puppet Theater Secangkir Kopi dari Playa by Papermoon Puppet Theater is based on a true love story from the past. Based in tumultuous times, it is a story that may open our eyes to appreciate the things we have and to understand the beauty of being loved.
This seminar will raise a fundamental and important question, “Why do women have often made the object of rape, sexual torture and defamation in political turmoil?”
19.30 Film Screening S21 – The Khmer Rouge Killing Machine by Rithy Panh Cambodian with English Subtitles / 101 Min
Reservation: Phone: 08158946404 (Vivi Widyawati)
In this moving film by Rithy Panh, 2 of the very few survivors of the S21 – Vann Nath and Chum Mey – are reunited and revisit the former prison in Phnom Penh. They meet their old prison guards. All people portrayed are deeply traumatized and thus when being confronted with their past fall back into their old roles. When being questioned about their evil acts, the former prison guards insist that they themselves were also victims, being little more than children at the time. The film addresses the role of perpetrators and victims and the trauma of both. The film was premiered at the Festival de Cannes in 2003.
Email:
[email protected]
18.30 Film Screening Puisi Tak Terkuburkan (Selected scenes) by Garin Nugroho Indonesian with English Subtitles / 30 Min In 1965, Ibrahim Kadir (played by himself) is falsely arrested after being accused of being a communist or communist sympathizer. While imprisoned, he meets other inmates who have also been falsely imprisoned. Together, they sing the traditional poetic form didong. However, every day more prisoners are taken outside and executed. The director Garin Nugroho will present a selection of film-scenes and talk about his work.
21.00 Discussion Victim & Perpetrator with Franz Magnis-Suseno SJ What makes a victim a victim? And what makes a perpetrator a perpetrator? And what
Maximum capacity: 30 people Reservationi:
[email protected]
8
9
19.00 Literature-Readings & Discussion Modern Indonesian Literature on Political Conflict with Goenawan Mohamad, Bre Redana, Putu Oka, Martin Aleida and Okky Madasari Moderation: Melani Budianta Indonesia as a nation-state has undergone and survived a series of internal conflicts and violence throughout its history. The conflicts have been dealt with in different ways, through military and political intervention. The issues and problems underlying the conflicts, however, most often than not, remain unaddressed, and the trauma and memory, forgotten or silenced from the collective memory of the people. Literature as a critical and creative space emerges here as a site to voice the unspoken past and to revisit the political conflicts in diverse perspectives. In this session, authors who wrote on political conflicts in Indonesia discuss their creative work in dealing with challenging issues. What are their strategies in representing violence, without re-inscribing the acts of violence? How do they avoid the victim-perpetrator binary trap -- which still serves as the dominant discourse of historical memory? How do they find their voice and how do they address their audience -- especially the people, who are still entrenched in ideological divide? These are some of the issues raised in the discussion, which brings different generations of authors and readers to meet face to face with the Past.
THURSDAY, 03.10.13 TESTIMONY OF SULAWESI
SATURDAY, 05.10.13 Space. Time.
19.00 Book Launch & Discussion Sulawesi Bersaksi with Rusdi Mastura (Walikota Palu), Nurlaela AK Lamasituju, Hilmar Farid, Nasir, Nurhasanah and Gaga Risman Moderation: Putu Oka Sukanta (Editor)
20.00 Dance Performance Space. Time. by Nabila Rasul
There are 12 victims / survivors of the 1965/66 tragedy from several corners of Sulawesi, will open our eyes and heart. They give us their experiences and struggles against dehumanization process done by the New Order. They fight to be human again.
FRIDAY, 04.10.13 SPACE. TIME. 20.00 Dance Performance Space. Time. by Nabila Rasul Humans are bound to space and time. Being in a comfort zone, actually, is fun. But, there is a very spacious room out there. A room in our environment or, sometimes, a room that belong in our mind. Every second, people make them as useful as possible. Not only for themselves but also for others. Through this dance, people will feel what it’s like to be out of the comfort zone.
Presentation and conclusion of the dialog series which were held throughout the week in smaller discussion groups involving several women artists, among others, Ucu Agustin and Faiza Mardzoeki. 19.00 Film Screening Sang Penari by Ifa Isfansyah Indonesian with English Subtitles / 111 Min
Humans are bound to space and time. Being in a comfort zone, actually, is fun. But, there is a very spacious room out there. A room in our environment or, sometimes, a room that belong in our mind. Every second, people make them as useful as possible. Not only for themselves but also for others. Through this dance, people will feel what it’s like to be out of the comfort zone.
This is a dramatic love story set against the darkest period of Indonesian history, in the mid 1960s. Rasus, a young military officer, travels from village to village, looking for his lost love, Srintil, the dancer. Because of Srintil’s magical dancing ability, the village elders believed her to be the next Ronggeng. When Srintil prepares for her duties, she discovers that there is more to being a ronggeng than representing her village in dance competitions.
SUNDAY, 06.10.13 CULTURE & CONFLICT – WOMEN’S EXPERIENCE 13.00 Film Screening Plantungan by Putu Oka Sukanta and Fadillah Vamp Saleh Indonesian with English Subtitles / 46 Min
Sang Penari is a 2011 Indonesian film based on the trilogy of novels Ronggeng Dukuh Paruk by Ahmad Tohari and directed by Ifa Isfansyah.
Plantungan is a documentary about violence experienced by women victims and survivors of political turmoil in 1965. Suci Danarti and Pujiyati, tell their life story during detention in Plantungan, Kendal regency, Central Java, where they were pressured, violated and exploited. 14.00 Discussion Women Artists Responding to Conflict with Andy Yentriyani, Dolorosa Sinaga and Margareta Astaman Moderation: Melani Budianta
10
11