PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BRINE SHRIMP LETHALITY TEST FRAKSI EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN TEMBELEKAN (Lantana camara L.) BESERTA PROFIL KROMATOGRAFI LAPIS TIPISNYA
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh : R. Hendra Krismawan NIM : 018114123
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
'NNE SHE]'IP LETITALIT| TA'I TRAKSTE(SflIAK ETAIIOL DAUN TUMBUEAN TEMBELEKAN (Zzztdu eM,
L. ) DESDRTAPROFIL
KROMAIOGRATILAPTSIIPIsIryA
NM:018114123
Vu.tbr Sri Eralitri MSi- Apl.
Vo[!tr-s DwirtDrk
, M.Si
r-eea,....?:.:.?.:...91....
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
P.ng€.t!
SkriFi
IEIIL&T! TESTTRAI(SIAICIIFDAUNTT'MBI'SAN DX]NESITI]IMP L }EES9RTAIROFIL TE|IIBELEKAX{r8&a@fud XROI&IIOORAFI LAI|S TTPI!|NYA Oleh: R.EodEKnlfu$u NIM:olEll4l23 ilt ird.pu Prnt ir P.lsrji SlFildl Fddn!f.rutui Udv.dlt ! S.td. DL.r. Fd.t lesi ! ?0A8o.tu.2007
DiFrbr.nro!
Yrlgiu &i qdiili, Msi, A![.
Yot,B [rsi!h*.,
nt Si,
P.rfth P.r4rji:
,."-"1 '&
,
t. Yusri@&it&nili M.si.,Apt ---:./i.** 2.Yolsd llsilltu}r, I,t si.
nl I
3.cki'linePd@utt,lvtsi,Ad-......9..1..... 4 Em Tri Wuhlddi, ll'l-Si- APi
r(*gt!,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAANMASLIAN KARYA
sat€ notlt
l(e ddgln sesuggulnyabaltra shipsi yec sayatulis ini tidak
ncmui k rya araubagid karyaorug lai4 ksuali yas telandisbu{(d dalm kltipd dd dand lurtal@ sebagrin@ laya,loyat{ya ilniaL
-4=
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI Daun tumbuhan tembelekan (Lantana camara L.) sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional, salah satunya untuk mengobati pembengkakan/tumor, sebagai antiseptik dan antitoksik. Telah diketahui bahwa ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan memiliki efek toksik terhadap larva artemia akan tetapi belum ada laporan ilmiah mengenai efek paling toksik dari fraksi ekstrak etanol. Untuk mengetahui fraksi paling toksik tersebut dilakukan penelitian dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST), yang dinyatakan dengan nilai Lethal Concentration 50 (LC50). Penelitian ini merupakan eksperimental murni dengan rancangan posttest only control group design. Penelitian dilakukan dengan menggunakan ekstrak etanol dari daun tumbuhan tembelekan yang dibuat fraksi. Fraksi diperoleh dengan metode Vaccum Coloumn Chromatography (VCC). Hasil fraksinasi diperoleh 3 fraksi yaitu F2, F3, dan F4 yang kemudian diuji dengan metode BST. Sampel uji dan kontrol dibuat seri konsentrasi yaitu F2 (100; 178; 316,84; 563,97; 1003,87) μg/ml, F3 (5; 10,5; 22,05; 43,3; 97,2) μg/ml, dan F4 (10; 32; 102,4; 327,7; 1048,6) μg/ml. Kontrol menggunakan air laut buatan, replikasi sebanyak 5 kali. Jumlah larva Artemia salina Leach yang mati pada tiap konsentrasi dihitung setelah 24 jam perlakuan. Nilai LC50 dihitung dengan analisis probit. Fraksi dikatakan toksik apabila harga LC50 ≤ 1000 μg/ml. Dari fraksi yang paling toksik dilakukan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk mengetahui profil bercak yang terkandung di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan nilai LC50 dari F2 sebesar 508 μg/ml, F3 sebesar 23 μg/ml, dan F4 sebesar 101 μg/ml sehingga dapat dinyatakan bahwa F3 bersifat paling toksik. Gambaran profil bercak dari fraksi yang paling toksik dengan KLT menunjukkan bahwa bercak yang diduga menyebabkan kematian larva artemia adalah golongan terpenoid dengan Rf sebesar 0,3. Kata kunci :
Daun tumbuhan tembelekan (Lantana camara L. ), Vaccum Coloumn Chromatography (VCC), Fraksi toksik, Brine Shrimp Lethality Test (BST), LC50.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
People often use Tembelekan leaf (Lantana camara L) as the traditional medicine to cure tumor, as antiseptic and also as an antitoxin. It has been known that the ethanol extract and chloroform extract of Lantana camara L has toxin effect to artemia larva but there is no scientific report about the most toxicity of fraction etanol extract. To know the toxicibility of that fraction, the research using Brine Shrimp Lethality Test (BST) method which was determined with LC50. This research was a pure experiment by applying the posttest only control group design and the etanol extract of tembelekan leaf -that was made into fractionwas used. To get the fraction, the Vaccum Coloumn Chromatography method that was applied. Three fractions to test by using BST method- those are F2, F3, F4 , were gotten. The test and control sample were formed as concentration series-those were F2 (100; 178; 316,84; 563,97; 1003,87) μg/ml, F3 (5; 10,5; 22,05; 43,3; 97,2) μg/ml and F4 (10; 32; 102,4; 327,7; 1048,6) μg/ml. The control used the water with 5 replicate. The number of the dead Artemia Salina Leach on every concentration was counted after 24 hours. The percentage of LC50 was counted by using the probit analysis. Fraction was determined as toxin if the percentage of LC50 was ≤ 1000 μg/ml. To know the contents of the spotted profile, a thin layer chromatography was done to the most toxic fraction. The result of the research showed that the LC50 percentage of F2 was 508 μg/ml, F3 was 23 μg/ml, and F4 was 101 μg/ml. So it could be said that F3 was the most toxic fraction. The description of spotted profile of the most toxic fraction by using a Thin Layer Chromatography showed that the spot that was estimated as the causing the artemia dead is terpenoid and had Rf of 0,3
Key words: Lantana camara L, Vaccum Coloumn Chromatography (VCC), Brine Shrimp Lethality Test (BST), LC50, toxic fraction.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR Puji syukur atas setiap anugerah Tuhan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Brine Shrimp Lethality Test Fraksi Ekstrak Etanol Daun Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara L. ) Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipisnya”. Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Rita Suhadi M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 2. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt selaku pembimbing pertama yang selalu memberi dukungan, pengetahuan, kritik dan saran yang luar biasa dan selalu sabar pada penulis. 3. Bpk. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Pembimbing kedua yang banyak memberi dukungan, pengetahuan, masukan dan saran yang berharga. 4. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku Dosen Penguji atas masukan-masukan dan saran yang berharga. 5. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt. selaku Dosen Penguji atas masukan-masukan dan saran yang berharga. 6. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. Terima kasih atas diskusi, masukan dan saran yang diberikan 7. Bapak, Ibu, juga Mas Andre dan adikku Siska terima kasih atas kepercayaan, dukungan serta doa yang diberikan.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ix
8. Mas Wagiran, Mas Sigit, Mas Sarwanto, Mas Andre selaku staf laboratorium. Terima kasih atas bantuan, “guyonan” dan saran yang diberikan.. 9. Team Proyek Tembelekan : Lia KKT, Novi dan Apri. Terima kasih atas kerjasama dan bantuan serta semangat yang diberikan. 10. Rekan-rekan angkatan 2001 : Rudi Kembongce, Deny, Rima, Endah Sari, Mario Cahyo, Delila, Wiwin, Mirah, Ade, Theo, Freddy, Prastowo, Prasojo, Gita, Awan, Maya, Himawan, Lita, Lisa, Themy, Dio, Dewi, serta khususnya kelompok E. Terima kasih atas semuanya. 11. Wiwid Lecek serta teman-teman Kost : Andi, Tumbur, Dian, Koeprit, Pak Min, Tommy. Terima kasih atas kebersamaan, bantuan dan pinjaman printer. 12. Mas Bondan, Mbak Dama, Mita serta Mbak Mimin sekeluarga. Terimakasih atas pinjaman camera juga support yang diberikan. 13. Martina Herliana Wati. Terima kasih untuk diskusi, support, bantuan, dan kasih sayang yang pernah diberikan. Terimakasih juga telah menyalakan kembali semangat yang hampir padam. Thank’s. 14. Rekan-rekan angkatan 2003 : Marga (thank’s), Rosa, Devi, Titin, Mitea, Vitea, Rani, Lintang, Yohana, Nella, Doni, Wati, Hengky, Vera, Ari, Eta, Galeh. Terima kasih atas diskusi, bantuan, dan kebersamaannya. 15. Rekan-rekan angkatan 2002 : Eddy (thank’s), Kobo, Heri, Nowo, Firman, Bowo, Peter, Elni, Vicky, TeGe, Puri. Terima kasih atas kebersamaan, canda tawa, “sindiran” dan diskusi yang diberikan. 16. Ibu Retno dan Bpk. Bagus Wahyuono atas pengertian dan dukungan yang diberikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI x
17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Dalam kesempatan ini, tak lupa penulis memohon maaf kepada semua pihak atas kekurangan dan kesalahan yang mungkin dilakukan penulis. Oleh karena itu dengan rendah hati penulis mengharapkan masukan, saran dan kritik yang membangun.
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………..
ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………..
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………….…….
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA….……………………………………….
v
INTISARI…………………………………………………………………………
vi
ABSTRACT ……………………………………………………………………….
vii
KATA PENGANTAR ….…………...……………………………………………
viii
DAFTAR ISI..…………………………………………………………………….
xi
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………..
xv
DAFTAR GAMBAR...…………………………….……………………………..
xvi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….……..
xviii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG…………………………………..…
xx
BAB I. PENGANTAR…………………………………………………………….
1
A. Latar Belakang …………………………………………………………….
1
1. Perumusan masalah................................................................................
3
2. Keaslian penelitian.................................................................................
3
3. Manfaat penelitian..................................................................................
4
B. Tujuan Penelitian…………………………………………………………...
4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA…………………………………………….
5
A. Tembelekan...................................................................................................
5
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xii
1. Keterangan botani .................................................................................
5
2. Nama daerah..........................................................................................
5
3. Deskripsi tanaman..................................................................................
5
4. Kandungan kimia...................................................................................
6
5. Kegunaan...............................................................................................
6
6. Penelitian dengan BST...........................................................................
6
B. Terpenoid......................................................................................................
7
C. Artemia.........................................................................................................
8
1. Lingkungan hidup artemia.....................................................................
9
2. Penggunaan artemia pada metode BST.................................................
10
D. Uji Toksisitas Akut.......................................................................................
13
E. Kanker...........................................................................................................
14
F. Penyarian.......................................................................................................
15
G. Kromatografi Vakum kolom.........................................................................
16
H. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
17
I. Keterangan Empiris........................................................................................
19
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...............................................................
20
A. Jenis dan Rancangan Penelitian...................................................................
20
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...............................................
20
1. Variabel penelitian.................................................................................
20
2. Definisi Operasional..............................................................................
21
C. Bahan dan Alat Penelitian.............................................................................
22
1. Bahan penelitian.......................................................................................
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xiii
2. Alat penelitian..........................................................................................
23
D. Tata Cara Penelitian......................................................................................
24
1. Determinasi tumbuhan Tembelekan (Lantana camara L.) .................
24
2. Pengumpulan bahan...............................................................................
24
3. Penyiapan bahan....................................................................................
24
4. Maserasi.................................................................................................
24
5. Fraksinasi...............................................................................................
25
6. Pembuatan air laut buatan......................................................................
27
7. Penetasan telur artemia..........................................................................
27
8. Pembuatan larutan sampel.....................................................................
28
9. Uji toksisitas akut dengan BST.............................................................
30
10. Uji KLT fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan...............................
30
11. Analisis hasil..........................................................................................
31
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................................
32
A. Determinasi Tanaman...................................................................................
32
B. Pengumpulan Bahan .....................................................................................
32
C. Maserasi Daun Tumbuhan Tembelekan........................................................
33
D. Fraksinasi Ekstrak etanol hasil maserasi…………………….…………......
35
E. Pembuatan Air Laut Buatan (ALB) .............................................................
44
F. Penetasan Telur Artemia...............................................................................
44
G. Uji Toksisitas dengan Metode BST..............................................................
46
H. Uji KLT fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan.......................................
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xiv
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................
65
A. Kesimpulan...................................................................................................
65
B. Saran..............................................................................................................
65
C. Keterbatasan Penelitian.................................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
66
LAMPIRAN............................................................................................................
69
BIOGRAFI PENULIS.............................................................................................
94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I
Seri konsentrasi larutan sampel daun tumbuhan tembelekan...
Tabel II
Penggabungan hasil fraksinasi menjadi 5 fraksi berdasarkan data gambar 6………………………………………………
Tabel III
29
43
Persentase kematian larva artemia akibat pemberian fraksi ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan..............................
50
Tabel IV
Data kromatogram tiga fraksi toksik.......................................
57
Tabel V
Data kromatogram gambar 15..................................................
62
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Hal. Gambar 1.
Struktur
pentasiklik
triterpenoid
(Kaufman,
Cseke,
Warbers, Duke, Brielmann, 1988)………………………… Gambar 2.
7
Kromatogram ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan untuk panduan fraksinasi dengan perbandingan fase gerak 93:7…………………………………………………………
Gambar 3.
36
Kromatogram ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan untuk panduan fraksinasi dengan perbandingan fase gerak 90:10..………………………………………………………
Gambar 4.
38
Kromatogram ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan untuk panduan fraksinasi dengan perbandingan fase gerak 85:15..………………………………………………………
Gambar 5.
39
Kromatogram ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan untuk panduan fraksinasi dengan perbandingan fase gerak 80:20..………………………………………………………
Gambar 6.
40
Kromatogram 12 fraksi ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan hasil fraksinasi dengan jarak pengembangan 15 cm…………………………………………………………..
42
Gambar 7.
Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi F2........
51
Gambar 8.
Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi F3……
52
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xvii
Gambar 9.
Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi F4........
Gambar 10.
Kromatogram
tiga
fraksi
toksik
daun
tumbuhan
tembelekan…………………………………………………. Gambar 11.
60
Foto kromatogram kontrol KLTP. (A) deteksi UV 365 nm, (B) deteksi vanilin-asam sulfat..............................................
Gambar 15.
59
Potongan tengah Gambar 14, Kromatogram fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan.………………………………..
Gambar 14.
58
Potongan bawah Gambar 14, Kromatogram fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan...................................................
Gambar 13.
56
Potongan atas gambar 14, Kromatogram fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan............................................................
Gambar 12
52
61
Foto kromatogram KLTP bercak Rf 0,3 dari fraksi toksik.....................................................................................
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Surat keterangan determinasi tumbuhan tembelekan............
69
Lampiran 2.
Foto tumbuhan tembelekan...................................................
70
Lampiran 3.
Foto bunga tumbuhan tembelekan........................................
70
Lampiran 4.
Foto buah tumbuhan tembelekan..........................................
71
Lampiran 5.
Foto aquarium untuk uji BST................................................
71
Lampiran 6.
Foto rangkaian alat Vaccum Coloumn Chromatography (VCC)………………………………………………………
72
Lampiran 7.
Foto hasil fraksinasi Vaccum Coloumn Chromatography…
72
Lampiran 8.
Data fraksinasi dan penggabungan fraksi………………….
73
Lampiran 9.
Data orientasi untuk mendapatkan seri konsentrasi yang akan digunakan dalam pengujian serta data kematian 74 setelah perlakuan...................................................................
Lampiran 10.
Perhitungan
data
statistik
SPSS
10.00
dengan
menggunakan analisis probit terhadap F2 daun tumbuhan tembelekan............................................................................ Lampiran 11.
Perhitungan
data
statistik
SPSS
10.00
83
dengan
menggunakan analisis probit terhadap F3 daun tumbuhan 86 tembelekan............................................................................ Lampiran 12.
Perhitungan
data
statistik
SPSS
10.00
dengan
menggunakan analisis probit terhadap F4 daun tumbuhan 89 tembelekan.............................................................................
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI xix
Lampiran 13.
Data kromatogram dari 3 fraksi toksik..................................
Lampiran 14.
Data kromatogram KLTPreparatif dari bercak Rf 0,3 pada
92
F3............................................................................................ 93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG 1.
ALB
= Air Laut Buatan
2.
CaCl2
= kalsium klorida
3.
cm
= centi meter
4.
g
= gram
5.
KCl
= kalium klorida
6.
KLT
= Kromatografi Lapis Tipis
7.
LC50
= Median Lethal Concentration
8.
m
= meter
9.
mg
= miligram
10. MgCl2
= magnesium klorida
11. MgSO4
= magnesium sulfat
12. ml
= mililiter
13. mm
= milimeter
14. NaCl
= natrium klorida
15. NaHCO3
= natrium hidrokarbonat
16. nm
= nanometer
17. UV
= ultraviolet
18.
o
C
= derajat celcius
19. l
= liter
20. %
= prosen/persen
21. μg/ml
= microgram per mililiter
22. μl
= microliter
23. μg
= microgram
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Alam Indonesia memiliki berbagai jenis tumbuhan yang layak diteliti dan dikembangkan potensinya sebagai sumber obat. Salah satunya adalah tumbuhan tembelekan (Lantana camara L.) yang secara luas sudah digunakan oleh masyarakat untuk menghilangkan pembengkakan/tumor, rematik, tetanus, malaria, sebagai antiseptik, antitoksik, dan perangsang muntah (Rana, Prasad, and Blazquez, 2005). Daun tumbuhan tembelekan mengandung senyawa golongan terpenoid diantaranya
1-triacontanol,
α-pinene,
cadidene,
cadinol,
camerene,
β-
caryophyllen, cineole, citral, dipentene, eugenol, furfural, γ-terpinene, geraniol, icterogenin, isocamarene, lantadene A, lantadene B, lantanic acid, lantanine, lantanolic
acid,
linalool,
methyl-3-oxo-ursolate,
p-cymene,
phellandral,
phellandrene, phellandrone, dan terpineol.(Duke, 2001). Penelitian dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) yang dilakukan oleh Sugianti (2007) menggunakan ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan bersifat toksik dengan nilai LC50 sebesar 60,4 μg/ml. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk fraksi dari ekstrak etanol tumbuhan tembelekan dengan harapan dapat diketahui suatu fraksi yang memberikan efek paling toksik sehingga dapat dilakukan penelitian yang mengarah ke pengisolasian suatu senyawa murni.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
Metode fraksinasi yang digunakan adalah Vaccum Coloumn Chromatography (VCC) karena dapat memisahkan suatu senyawa dengan cepat. Metode VCC termasuk pemisahan senyawa secara preparatif yang dilakukan dalam suatu kolom dan diaktifkan dengan vakum. Proses eluasi yang terjadi berdasarkan gradien kepolaran fase gerak (Coll & Bowden, 1986). Metode BST adalah suatu metode yang cukup praktis, murah, sederhana, cepat tapi tidak mengesampingkan keakuratannya untuk skrining awal tanaman berpotensi antikanker dengan menggunakan hewan uji larva Artemia salina Leach. Prinsip metode ini adalah uji toksisitas akut terhadap artemia dengan penentuan nilai LC50 setelah perlakuan 24 jam (Meyer, Ferrigni, Putnam, Jacobsen, Nichols, and McLaughlin, 1982). Artemia digunakan sebagai hewan uji karena artemia memiliki kesamaan tanggapan dengan mammalia, misalnya tipe DNA-dependent RNA polimerase artemia serupa dengan yang terdapat pada mammalia dan organisme ini memiliki ouabaine-sensitive Na+ and K+ dependend ATPase, sehingga senyawa maupun ekstrak yang memiliki aktivitas pada sistem tersebut dapat terdeteksi (Solis, Wright, Anderson, Gupta, and Phillipson, 1993). Metode BST tidak spesifik terhadap antikanker dan sebagian aksi fisiologis, namun metode ini dapat memonitor kemungkinan adanya efek sitotoksik tanpa perlu menghabiskan waktu dan biaya penelitian dibandingkan dengan pengujian sitotoksisitas umum, misalnya dengan menggunakan biakan sel kanker. Penelitian yang dilakukan Meyer et al., (1982) dan Solis et al., (1993) menunjukkan bahwa senyawa yang bersifat sitotoksik akan bersifat toksik bila diuji dengan metode BST. Namun senyawa yang bersifat toksik pada uji BST
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
belum tentu bersifat sitotoksik, sehingga perlu dilakukan uji tingkat lanjut dengan menggunakan biakan sel kanker. Suatu larutan memiliki nilai LC50 < 1000 μg/ml maka larutan tersebut memiliki efek toksik yang besar yang nantinya diharapkan memiliki efek sitotoksik, yang merupakan syarat utama untuk aktivitas antikanker. Dengan demikian, diharapkan metode BST dapat digunakan sebagai langkah awal untuk menemukan senyawa-senyawa yang memiliki efek sitotoksik. 1. Perumusan masalah a. Fraksi manakah dari ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan yang paling toksik terhadap larva artemia yang ditunjukkan dengan nilai LC50 paling kecil? b. Bagaimanakah profil KLT fraksi paling toksik ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan? 2. Keaslian penelitian Penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan daun tumbuhan tembelekan antara lain isolasi dan identifikasi komponen kimia daun tembelekan asal Tamalanrea Ujung Pandang oleh Aida (1990); penelitian farmakognosi dan kandungan kimia dari daun Lantana camara oleh Soelastru (1986); pemeriksaan flavonoid dan verbaskosid daun Lantana camara L. oleh Asterina (1994); uji potensi antibakteri ekstrak etanol daun tembelekan terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 35218 oleh Asteria (2006). Brine Shrimp Lethality test (BST) ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan (Lantana camara L.) beserta profil kromatografi lapis tipisnya oleh Sugiyanti (2007). Tetapi sejauh penelusuran pustaka, belum pernah dilakukan penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
mengenai toksisitas akut fraksi dari ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan terhadap larva artemia. 3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi ilmu pengetahuan terutama dalam bidang farmasi mengenai besarnya toksisitas fraksi dari ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan terhadap larva artemia sehingga dapat dilakukan isolasi untuk mendapatkan senyawa yang berpotensi untuk pengobatan kanker. b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kemungkinan pengobatan alternatif penyakit kanker menggunakan daun tumbuhan tembelekan.
B. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui fraksi ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan yang paling toksik terhadap larva artemia yang ditunjukkan dengan nilai LC50 paling kecil. 2. Mengetahui profil KLT dari fraksi paling toksik ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Tembelekan 1. Keterangan botani Tembelekan
(Lantana
camara
L.)
termasuk
dalam
familia
Verbenaceae. Tembelekan mempunyai sinonim: L. aculeata L., L. antillana Rafin, L. mutabilis Salisb., L. polyacanthus SCH., L. scabrida Soland, L. viburnoides Blanco (Dalimartha, 2002) 2. Nama daerah Sumatra
:
Bunga pagar, kayu singapore, tahi ayam (Melayu)
Sunda
:
Kembang satek, saliyara, saliyere, tahi ayam, t. Kotok, cente.
Jawa
:
Kembang telek, Oblo, puyengan, pucengan, tembelek, tembelekan, teterapan, waung, weliran.
Madura
:
Kamanco, mainco, tamanjho. (Dalimartha, 2002).
3. Deskripsi tumbuhan Tembelekan berupa perdu bercabang banyak, tinggi 0,5-5 m. Batang segi empat, batang muda penuh rambut, kelenjar kecil dan selalu dengan duri tempel. Daun bertangkai sangat panjang, bulat telur dengan pangkal tumpul, dan ujung runcing, bergigi, bergerigi, dari sisi atas berbulu kasar, dari sisi bawah berbulu jarang, (5-8) kali (3,5-5) cm. Bentuk bunga bulir pendek di ketiak, tunggal bertangkai. Daun pelindung bulat telur jorong, panjang ± 0,5 cm. Kelopak
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
berbentuk tabung lonceng, berlekuk tidak dalam, tinggi ± 2 mm. Tabung mahkota membengkok, panjang ± 1 cm, tepian bertaju 4-5, taju tidak sama besarnya, orange, merah muda, merah atau putih, sering bergantian warna. Benangsari empat, yang panjang dua. Buah batu saling berdekatan, bentuk bulat telur, berinti satu. Tumbuhan hias atau pagar, berasal dari Amerika Tropis, sebagian besar liar, tumbuh pada ketinggian 1-700 m di atas permukaan laut, tumbuh di daerah yang cerah matahari sampai cukup teduh. (Van Steenis, 1975). 4. Kandungan kimia Daun tembelekan mengandung 1-triacontanol, aldehid, α-pinene, amylase, cadidene, cadinol, camerene, β-caryophyllen, katalase, cineole, citral, dipentene, eugenol,
furfural, γ-terpinene, geraniol, glukosidase, icterogenin,
invertase, isocamarene, lantadene A, lantadene B, lantanic acid, lantanine, lantanolic acid, linalool, lipase, methyl-3-oxo-ursolate, oksidase, p-cymene, phellandral, phellandrene, phellandrone, sodium, tannase, tannin, dan terpineol (Duke, 1999) 5. Khasiat dan kegunaan Daun tembelekan berkhasiat untuk mengatasi sakit kulit, gatal-gatal, bisul, luka, batuk, dan perangsang muntah sedangkan akar tembelekan untuk mengatasi influenza, TBC kelenjar, rematik, keputihan, memar, bengkak, kencing nanah, gondongan, dan asma (Dalimartha, 2002). 6. Penelitian dengan BST Penelitian dengan BST diketahui ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan bersifat toksik terhadap larva artemia. Ekstrak etanol daun tumbuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
tembelekan mempunyai nilai LC50 sebesar 60,4 μg/ml terhadap larva artemia. Dugaan senyawa yang berperan dalam kematian larva artemia adalah pentasiklik triterpenoid dan flavonoid (Sugiyanti, 2007).
B. TERPENOID Terpenoid berasal dari molekul isoprene CH2=C(CH3)-CH=CH2. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa mulai dari komponen minyak atsiri yaitu monoterpenoid dan sesquiterpenoid yang mudah menguap sampai ke senyawa yang tidak mudah menguap yaitu triterpenoid dan sterol (C30) serta pigmen karotenoid (C40) (Harborne, 1984). Triterpen tersebar luas dalam damar gabus, dan kutin tumbuhan (Robinson, 1991). Triterpen di alam dapat berbentuk ester atau glikosida dan kemungkinan berstruktur alifatik, tetrasiklik atau pentasiklik. Triterpen saponin biasanya dalam bentuk pentasiklik (Evans and Trease, 2002). Triterpen alkohol terdapat bebas dan juga sebagai glikosida. (Robinson, 1999).
HO
Gambar 1. Struktur pentasiklik triterpenoid (Kaufman, Cseke , Warbers, Duke, Brielmann, 1988)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
Pentasiklik triterpenoid dapat menghambat kerja enzim topoisomerase I dan II serta menghambat RNA polymerase sehingga mengakibatkan kematian sel (Lee, Fang, Wang, Li, Cook, 1991). Untuk mendeteksi adanya triterpenoid salah satunya dapat dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis. Metode ini dapat menggunakan fase diam silika gel dan dengan memakai pengembang seperti heksan, etil asetat (1:1); kloroform, metanol (10:1); atau toluene : etil asetat (93:7). Sebagai deteksi dapat digunakan penyemprotan dengan vanilin-asam sulfat pekat, diteruskan dengan pemanasan pada 100°C - 105°C sampai pembentukan warna sempurna (Harborne, 1984). Untuk senyawa terpenoid, akan menghasilkan warna abu-abu, merah violet , atau ungu (Wagner, Brady, and Zgainski, 1984).
C. Artemia Artemia termasuk dalam familia Artemidae, genus Artemia, spesies Artemia salina Leach (Mudjiman, 1989). Istilah untuk telur artemia yang benar adalah siste, yaitu telur yang telah berkembang lebih lanjut menjadi embrio dan kemudian diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultraviolet dan mempermudah pengapungan. Sehingga sangat tahan terhadap keadaan lingkungan yang buruk (Mudjiman, 1989). Apabila telur artemia direndam dalam air laut bersuhu 25o C, maka akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Setelah menetas, dari dalam cangkang keluarlah burayak atau larva/nauplius. Burayak yang baru saja menetas masih dalam tingkatan instar I. Warnanya kemerah-merahan karena masih banyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
mengandung makanan cadangan. Oleh karena itu mereka masih belum perlu makan. Sekitar 24 jam setelah menetas, burayak akan berubah menjadi instar II. Pada tingkatan instar II, larva sudah mulai mempunyai mulut, saluran pencernaan dan dubur. Oleh karena itu mereka mulai mencari makanan. Bersamaan dengan itu, cadangan makanannya juga sudah mulai habis. Pengumpulan makanannya mereka lakukan dengan menggerak-gerakkan antena II nya. Selain untuk mengumpulkan makanan, antena II tersebut juga berguna untuk bergerak. 1. Lingkungan hidup artemia Artemia tidak dapat bertahan hidup pada suhu kurang dari 6o C atau lebih dari 35o C, tetapi hal ini sangat tergantung pada ras dan kebiasaan tempat hidup. Dengan demikian pertumbuhan artemia yang baik berkisar pada suhu antara 25-30o C (Mudjiman, 1989). Daya tahan artemia terhadap perubahan kandungan ion-ion kimia dalam air ternyata juga sangat tinggi. Apabila kandungan ion natrium dibandingkan dengan ion kalium di dalam air laut alami adalah 28, maka artemia masih dapat bertahan pada perbandingan antara 8-173 (Mudjiman, 1989). Perkembangan artemia yang baik membutuhkan kadar garam yang tinggi sebab pada kadar garam yang tinggi itu musuh-musuhnya sudah tidak dapat hidup lagi, sehingga artemia akan dapat aman tanpa gangguan. Untuk pertumbuhan telur, ternyata dibutuhkan air yang kadar garamnya lebih rendah dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
pada suatu batas tertentu. Batas ini berlainan untuk setiap jenis artemia (Mudjiman,1989). Artemia dapat hidup dan menyesuaikan diri pada tempat yang kadar oksigennya rendah maupun yang mengalami kejenuhan oksigen. Pengaruh pH terhadap kehidupan artemia muda dan dewasa belum jelas namun berpengaruh terhadap penetasan telur. Apabila pH untuk penetasan kurang dari 8, maka efisiensi penetasan akan menurun (Mudjiman, 1989). 2. Penggunaan artemia pada metode BST Artemia adalah hewan coba yang digunakan untuk praskrining aktivitas antikanker di National Cancer Institude (NCI), Amerika Serikat (Meyer et al., 1982). Metode ini sering digunakan untuk skrining awal terhadap senyawa aktif yang terdapat di dalam ekstrak tanaman karena murah, cepat, mudah (tidak memerlukan kondisi aseptis), dan dapat dipercaya (Meyer et al., 1982). Artemia secara luas telah digunakan untuk pengujian aktivitas farmakologi ekstrak suatu tanaman. Lebih dari itu, uji larva udang ini juga dapat digunakan untuk skrining awal terhadap senyawa-senyawa yang diduga berkhasiat sebagai antitumor karena uji ini seringkali mempunyai korelasi yang positif dengan potensinya sebagai antitumor (Anderson, Goets, and Mc Laughin, 1991). Penggunaan artemia ini memang tidak spesifik untuk antitumor maupun fisiologis aktif tertentu, namun beberapa penelitian terdahulu menunjukkan adanya korelasi yang signifikan terhadap beberapa bahan, baik berupa ekstrak tanaman, atas aksinya sebagai antitumor secara lebih cepat dibandingkan dengan prosedur pemeriksaan sitotoksisitas yang umum, misalnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
dengan biakan sel tumor (Meyer et al., 1982). Melihat adanya potensi sebagai antitumor tersebut, maka penelitian lanjutan dapat dilakukan, yaitu dengan mengisolasi senyawa berkhasiat yang terdapat didalam ekstrak disertai dengan monitoring aktivitasnya dengan uji larva udang atau metode yang lebih spesifik sebagai antitumor (Mayer et al., 1982). Penggunaan hewan uji artemia dimaksudkan bahwa artemia memiliki kesamaan tanggapan dengan mammalia, misalnya tipe DNA-dependent RNA polimerase artemia serupa dengan yang terdapat pada mammalia dan organisme ini memiliki ouabaine-sensitive Na+ and K+ dependend ATPase. Pengujian dengan artemia terhadap tingkat ketoksikan senyawa kimia, antara lain adalah pengujian pestisida, mikotoksin, anestetika, dan lain-lain (Meyer et al., 1982). Artemia dapat digunakan sebagai hewan uji karena artemia memiliki kesamaan tanggapan dengan mamalia, misalnya tipe DNA-dependent RNA polymerases yang terdapat pada artemia serupa dengan yang terdapat pada mamalia dan organisme ini juga memiliki ouabaine-sensitive Na+ and K+ dependent ATPase (Solis et al., 1992). DNA-dependent
RNA
polymerases
merupakan
DNA
yang
mengarahkan proses transkripsi RNA yang bergantung pada RNA polymerases. Enzim ini membuka pilinan kedua untai DNA sehingga terpisah dan mengkaitkannya bersama-sama nukleotida RNA pada saat nukleotida-nukleotida ini membentuk pasangan-basa di sepanjang cetakan DNA. Eukariotik mempunyai 3 macam RNA polymerases yaitu mRNA (messenger RNA) yang merupakan pembawa kode genetik dari DNA ke ribosom, tRNA (transfer RNA) yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
berfungsi untuk menterjemahkan kodon dan mengikat asam amino yang akan disusun menjadi protein dan mengangkutnya ke ribosom, serta rRNA (ribosomal RNA) yang bersama dengan protein membentuk ribosom. Jika RNA polymerases tersebut dihambat, maka DNA tidak dapat mensintesis RNA dan RNA tidak dapat terbentuk sehingga sintesis protein juga dihambat. Protein merupakan komponen utama semua sel. Protein berfungsi sebagai unsur struktural, hormon, imunoglobulin, serta terlibat dalam kegiatan transport oksigen, kontraksi otot, dan lainnya (Nuswantari, 1998). Tidak terbentuknya protein dapat mengganggu metabolisme sel, sehingga pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel. Enzim Na+ K+ ATPase merupakan enzim yang mengkatalisis hidrolisis ATP menjadi ADP serta menggunakan energi untuk mengeluarkan 3 Na+ dari sel dan mengambil 2 K+ ke dalam, tiap sel bagi tiap mol ATP dihidrolisis. Na+ K+ ATPase ditemukan dalam semua bagian tubuh. Aktivitas enzim ini dihambat oleh ouabaine. Adanya ouabaine menyebabkan keseimbangan ion Na+ dan K+ tetap terjaga (homeostasis). Selain itu, sekarang ini ouabaine juga digunakan untuk terapi payah jantung. Di dalam jantung, Na+ K+ ATPase secara tak langsung mempengaruhi transport Ca2+ karena Na+ ekstrasel akan ditukar dengan Ca2+ intrasel. Jika kerja Na+ K+ ATPase dihambat, maka lebih sedikit Ca2+ intrasel dikeluarkan dan Ca2+ intrasel meningkat, sehingga memudahkan kontraksi otot jantung (Ganong, 1995). Suatu senyawa yang mempunyai aktivitas mengganggu kerja salah satu enzim ini pada artemia dan menyebabkan kematian artemia, maka senyawa tersebut bersifat toksik dan dapat menyebabkan kematian sel mamalia. Metode
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
BST dengan hewan uji artemia tidak dapat digunakan untuk pengujian senyawa yang dalam mengganggu kerja salah satu enzim tersebut memerlukan aktivasi dalam sel mamalia, seperti 6-mercaptopurine yang harus dimetabolisme terlebih dahulu dalam sel mamalia. Sehingga jika senyawa 6-mercaptopurine diujikan pada artemia, maka akan memberikan LC50 yang lebih besar dari 1000 (bersifat tidak toksik pada artemia) (Solis et al.,1992) Tingkat toksisitas dari ekstrak tanaman dapat ditentukan dengan melihat harga LC50. Analisis data dilakukan dengan analisis probit untuk menghitung LC50. Dari persentase data kematian larva artemia dikonversikan probit untuk menghitung harga LC50. Apabila harga LC50 ≤ 1000 μg/ml maka dikatakan toksik. Apabila pengujian dengan larva artemia menghasilkan harga LC50 ≤ 1000 μg/ml dapat dilanjutkan dengan pengujian antikanker menggunakan biakan sel kanker. Dengan cara ini akan menghemat waktu dan biaya penelitian (Meyer et al., 1982). Keuntungan penggunaan artemia sebagai hewan uji adalah kesederhanaan dalam pelaksanaan, waktu relatif singkat, dan konsentrasi kecil sudah dapat menimbulkan aktivitas biologi (Meyer et al., 1982). D. Toksisitas Akut Pada prinsipnya metode BST merupakan uji toksisitas akut yang dilakukan dengan menghitung jumlah kematian Artemia salina Leach untuk menentukan besarnya efek toksik. Toksisitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu zat untuk menimbulkan kerusakan (Katzung, 1987). Uji toksisitas akut merupakan uji dengan pemberian suatu senyawa pada hewan uji pada suatu saat atau uji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis tunggal pada hewan uji tertentu dan pengamatan dilakukan selama 24 jam. Maksud dari toksisitas akut yaitu untuk menentukan suatu gejala dan tingkat kematian hewan uji akibat pemberian senyawa tersebut. Pengamatan aktivitas biologi uji toksisitas akut berupa pengamatan gejala klinik, kematian hewan uji atau pengamatan histopatologi organ (Loomis, 1978). Uji toksisitas akut dilakukan untuk mempersempit kisaran dosis dan terakhir dilakukan uji toksisitas akut untuk mendapatkan presentase kematian. Data yang diperoleh dari uji toksisitas akut dapat berupa data kuantitatif yang dinyatakan dengan LD50 (median lethal dose) atau LC50 (median lethal concentration). Harga LD50 dan LC50 suatu senyawa harus dilaporkan sesuai dengan lamanya pengamatan. Bilamana lama pengamatan tidak ditunjukkan, dianggap bahwa pengamatan dilakukan selama 24 jam (Loomis, 1978). Parameter yang digunakan untuk menunjukkan adanya aktivitas biologis suatu senyawa pada artemia adalah kematian. Keuntungan penggunaan artemia sebagai hewan uji adalah kesederhanaan dalam pelaksanaan, waktu relatif singkat, dan konsentrasi kecil sudah dapat menimbulkan aktivitas biologis (Meyer et al., 1982). E. Kanker Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan terjadinya pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali. Sel-sel kanker akan terus membelah diri, terlepas dari pengendalian pertumbuhan, dan tidak lagi menuruti hukum-hukum pembiakan. Jika pertumbuhan ini tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
cepat dihentikan dan diobati maka sel kanker akan terus berkembang. Sel kanker akan tumbuh menyusup ke jaringan sekitarnya (invasive), lalu membuat anak sebar (metastasis) ke tempat yang lebih jauh melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Selanjutnya akan tumbuh kanker baru di tempat lain sampai akhirnya menyebabkan kematian penderita. Pembentukan kanker dapat dirangsang oleh karsinogen seperti senyawa kimia, faktor fisika (radiasi bom atom dan radioterapi agresif), virus (virus hepatitis B dan C), dan hormon (Dalimartha, 2003). F. Penyarian Pemilihan penyari dalam penyarian merupakan hal yang harus dipertimbangkan. Cairan penyari untuk ekstrak sebaiknya sesuai dengan zat aktif yang berkhasiat, dalam arti dapat memisahkan zat aktif tersebut dari senyawa lainnya dalam bahan sehingga ekstrak mengandung sebagian besar senyawa aktif berkhasiat yang diinginkan (Anonim, 2000). Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk (Anonim, 1979). Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia ke dalam penyari. Penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut karena adanya beda konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel. Larutan yang lebih pekat akan terdesak keluar. Peristiwa ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel (Anonim, 1986 ). G. Kromatografi Kolom Vakum Kromatografi kolom vakum adalah suatu bentuk fraksinasi kolom yang terutama bermanfaat untuk fraksinasi secara kasar dengan cepat. Metode ini merupakan modifikasi kromatografi kinerja tinggi, sehingga dapat diperoleh resolusi atau pemisahan senyawa yang lebih baik. Cara ini mengacu pemisahan terpen dan campuran lipid. Kelebihan metode ini antara lain: tekniknya sederhana, waktunya cepat, fase diam dan fase gerak yang digunakan relatif sedikit. Selain itu, pemilihan sistem pelarut dapat dilakukan dengan sistem yang sederhana dan murah yaitu Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Cara ini melibatkan elusi berdasarkan tingkat kepolaran fase gerak dan kolom diperbolehkan mengering setelah masing-masing fraksi dikumpulkan. Sampel yang digunakan tidak kurang dari 1 gram dan hanya 10-15 ml fraksi yang bisa dikumpulkan dari masingmasing polaritas. Fase diam yang biasa digunakan adalah silika gel dan diisikan ke dalam kolom dengan tinggi tidak lebih dari 5 cm (coll & bowden, 1986). Kolom kromatografi dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan kemasan maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang kepolarannya rendah dituangkan ke permukaan penyerap lalu di vakumkan lagi. Kolom di hisap sampai kering dan siap dipakai. Cuplikan, dilarutkan dalam pelarut yang cocok, dimasukkan langsung di bagian atas kolom dan dihisap perlahan-lahan ke dalam kemasan dengan memvakumkannya. Kolom, dielusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
dengan campuran pelarut yang cocok, mulai dengan pelarut yang kepolarannya rendah lalu kepolaran ditingkatkan perlahan-lahan (Hostettman & Marston, 1986) H. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi lapis tipis (KLT) ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan terdiri dari bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang cocok (Stahl, 1985). Kelebihan
khas
KLT
ialah
keserbagunaan,
kecepatan,
dan
kepekaannya. Keserbagunaan KLT disebabkan oleh kenyataan bahwa disamping silika, sejumlah penjerap yang berbeda-beda dapat disaputkan pada pelat kaca atau penyangga lain. Kecepatan KLT yang lebih besar disebabkan oleh sifat penjerap yang lebih padat bila disaputkan pada pelat dan merupakan keuntungan bila digunakan untuk menelaah senyawa labil. Kepekaan KLT sedemikian rupa, sehingga bila diperlukan dapat dipisahkan bahan yang jumlahnya lebih sedikit dari ukuran µg (Harborne, 1987) Fase diam (lapisan penjerap) dibuat dari salah satu penjerap yang khusus digunakan untuk KLT. Penjerap yang umum digunakan ialah silika gel, aluminium oksida, kieselgur, selulosa, dan lain-lain. Untuk analisis, tebal penyerap 0,1-0,3 mm, biasanya 0,2 mm (Stahl, 1985). Fase gerak ialah medium angkut yang terdiri dari satu atau beberapa pelarut, bergerak di dalam fase diam yang merupakan lapisan berpori, yang dipengaruhi oleh gaya kapiler (Stahl, 1985).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
Deteksi senyawa pada pelat KLT biasanya dilakukan dengan penyemprotan (Harborne, 1987). Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa yang menunjukkan penyerapan di daerah UV dengan panjang gelombang 254 nm (gelombang pendek) atau jika senyawa itu dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan atau gelombang panjang (365 nm) (Stahl, 1985). Jarak pengembangan senyawa pada kromatografi biasanya dapat digunakan untuk identifikasi senyawa yang dianalisa.
Rf =
Jarak titik pusat bercak dari titik awal Jarak garis depan dari titik awal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
I. KETERANGAN EMPIRIS Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data empiris tentang toksisitas fraksi paling toksik ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan terhadap larva artemia dengan metode BST yang dinyatakan dalam LC50 serta untuk memperoleh profil kromatografi lapis tipis fraksi paling toksik daun tumbuhan tembelekan. Data empiris yang diperoleh melalui uji toksisitas fraksi daun tumbuhan tembelekan ini memungkinkan untuk dilakukan eksplorasi guna mendapatkan senyawa antikanker.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis eksperimental murni dengan rancangan Posttest Only Control Group Design.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian a. Variabel bebas Jenis fraksi dari ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan yang diujikan pada metode BST. b. Variabel tergantung Nilai LC50 dari tiap fraksi setelah diuji dengan metode BST. c. Variabel pengacau terkendali 1) Lingkungan tempat percobaan: sinar lampu 5 watt, suhu penetasan 25o -30o C, serta pH air laut buatan antara 7-8 dengan kadar garam 5 permil. 2) Hewan uji: Umur larva artemia adalah 48 jam. 3) Tanaman: spesies atau varietas tumbuhan tembelekan. 4) Air laut buatan : merupakan campuran dari 5 gram natrium klorida (NaCl), 1,3 g magnesium sulfat (MgSO4), 1 g magnesium klorida
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
(MgCl2), 0,3 g kalsium klorida (CaCl2), 0,2 g kalium klorida (KCl), dan 2 g natrium hidrokarbonat (NaHCO3) dalam 1 liter aquades. 2. Definisi operasional a. Daun tumbuhan tembelekan yang digunakan adalah daun yang masih muda, merupakan daun ke-3 sampai 4 dari ujung tangkai, dipetik pada saat tumbuhan sedang berbunga. b. LC50 (lethal concentration-50) merupakan kadar senyawa uji yang mampu mengakibatkan terbunuhnya separuh (50%) jumlah hewan uji dan ditentukan setelah 24 jam perlakuan c. Ekstrak etanol yang digunakan untuk proses fraksinasi merupakan ekstrak etanol kering yang telah diketahui toksisitasnya terhadap larva artemia. d. Fraksi merupakan hasil dari pemisahan ekstrak etanol dengan metode Vaccum Coloumn Chromatography (VCC) yang belum diketahui LC50nya. e. Fraksi toksik adalah fraksi yang diperoleh dari fraksinasi ekstrak etanol kering dengan metode VCC menggunakan fase gerak toluen-etil asetat (85:15 v/v) serta fase diam Silika gel GF 254, yang memiliki LC50 ≤ 1000 μg/ml dalam metode BST. f. Fraksi paling toksik adalah fraksi yang memiliki harga LC50 paling kecil dari semua fraksi uji dalam kisaran ≤ 1000 μg/ml dalam metode BST. g. Hewan Uji adalah larva artemia yang telah berumur 48 jam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
C. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan penelitian a. Bahan utama Daun tumbuhan tembelekan diperoleh pada bulan Agustus 2006 dari tumbuhan tembelekan di belakang RSJ Grahasia, Pakem, Sleman, Yogyakarta. b. Bahan untuk penyarian Bahan yang digunakan untuk penyarian berderajat pro analysis (p.a.), kecuali bila disebutkan lain. Bahan tersebut adalah aquades (yang diambil dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta). c. Bahan untuk BST 1) Telur artemia Viper (Jeannie Hoo., LTD, China) 2) Air laut buatan dengan kadar garam 5 per mil 3) Fraksi ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan, 4) Ragi Saccharomyces cerevisae. d. Bahan untuk air laut buatan Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan air laut buatan berderajat teknis. Bahan-bahan terdiri dari natrium klorida, magnesium sulfat, magnesium klorida, kalsium klorida, kalium klorida, natrium hidrokarbonat, aquadest, dan aquadest bebas CO2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
e. Bahan untuk KLT Lempeng KLT dengan fase diam silika gel GF254 (MERCK), larutan pengembang toluen, etilasetat, pereaksi semprot vanillin-asam sulfat, ekstrak etanol dan fraksi aktif tumbuhan tembelekan. f. Bahan untuk Fraksinasi Fase diam silika gel GF 254 (E.merck), fase gerak Toluen, Etil asetat, ekstrak etanol tumbuhan tembelekan. 2. Alat penelitian a. Alat untuk penyarian Gelas ukur (Pyrex), waterbath (Memmert), Erlenmeyer (Pyrex), neraca analitik (Mettler Toledo AB 204), vaccum rotary evaporator (Janke & Kunkel), batang pengaduk, sendok, cawan porselen. b. Alat untuk uji BST Flakon, bak penetasan artemia (lokal), mikropipet (Socorex ISBA S.A), lampu 5 watt (dop), aerator (Niko Nk 1200), pipet tetes, neraca analitik (Mettler Toledo AB 204), Vortex (Dijkstra). c. Alat untuk KLT Pipa kapiler 5 µl, bejana kromatografi, alat semprot, kertas saring, plat kaca, lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 365 nm. d. Alat untuk Fraksinasi Pipa kolom, vaccum hose Buchner, Beaker glass, gelas ukur, corong, cawan porselen, sinteredglass.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
D. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tumbuhan tembelekan Determinasi tumbuhan bertujuan untuk memastikan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah Lantana camara L.. Determinasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Kebun Obat, Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta dengan menggunakan buku acuan menurut Becker and Backhuizen vol. I (1963) dan Vol II (1965). Hasil determinasi tumbuhan berupa nama jenis (species) tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini. 2. Pengumpulan bahan Daun tumbuhan tembelekan diambil saat tumbuhan sedang berbunga dan berbuah pada bulan Agustus 2006 di belakang RSJ Grahasia, Pakem, Sleman, Yogyakarta. 3. Penyiapan bahan Daun tumbuhan tembelekan yang sudah diambil dicuci dengan air bersih yang mengalir, kemudian diangin-anginkan. Apabila sudah bersih daun tumbuhan tembelekan dikeringkan dibawah sinar matahari secara tidak langsung dengan ditutupi kain hitam. Daun dapat diasumsikan kering apabila daun diremas dapat hancur. Setelah kering dipotong kecil-kecil dan diserbuk. 4. Maserasi Serbuk daun tumbuhan tembelekan ditimbang sebanyak 30 g, dimasukkan dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan pelarut etanol pro analysis (p.a) sebanyak 225 ml. Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil, lalu diletakkan pada mesin pengaduk (shaker) dengan laju konstan (130 rpm) selama 24 jam lalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
larutan disaring dengan kertas saring. Maserat ditampung dan disimpan pada suhu kamar sedangkan ampasnya dimaserasi lagi dengan 225 ml etanol p.a. menggunakan shaker 130 rpm selama 24 jam, lalu disaring dan maserat ditampung untuk digabungkan dengan maserat hasil maserasi 24 jam pertama. Maserat yang terkumpul lalu dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator sampai kental (volume kira-kira 1/3 nya). Setelah itu, dengan menggunakan cawan porselen yang sudah ditimbang terlebih dahulu, ekstrak diuapkan di atas waterbath dengan suhu 50°C dan dengan kipas angin sampai didapatkan ekstrak kering. 5. Fraksinasi Sebelumnya dilakukan KLT orientasi/panduan untuk fraksinasi. Hal ini dilakukan untuk optimasi pemilihan fase gerak pada proses fraksinasi. Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF
254
dan fase gerak yang digunakan adalah
campuran toluen-etil asetat dengan perbandingan 85:15 v/v. a. Pembuatan kolom fase diam Serbuk silica gel dimasukkan ke dalam kolom sampai setinggi ± 5 cm, dituang ke dalam beaker glass 200 ml, ditambahkan fase gerak sampai terendam lalu diaduk hingga menjadi bubur homogen. Kolom dipasang di atas vaccum hose buchner, beakerglass 100 ml diletakkan ke dalamnya, pompa vakum dihubungkan. Bubur dituangkan ke dalam kolom, kemudian dihisap sampai tidak ada tetesan, larutan disingkirkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
b. Persiapan sampel Ekstrak kental ditimbang 0,5 – 1 g dengan cawan porselen, ditambahkan silica gel sesedikit mungkin, diaduk hingga menjadi serbuk kering. Serbuk sampel dituang ke atas fase diam sampai rata. Sedikit serbuk silica gel ditaburkan di atas serbuk sampel, ditutup dengan kertas saring sesuai dengan diameter kolom untuk menjaga agar ekstrak tidak bergeser ketika dituangi fase gerak. c. Proses Fraksinasi Beaker gelas kosong ditempatkan pada posisi penampungan, fase gerak pertama sebanyak 50 ml dituangkan secara hati-hati pada kolom, hisap dengan pompa vakum sampai tidak menetes. Beaker gelas yang berisi larutan sampel dipindahkan dan disimpan, diberi label no 1. Beaker gelas diganti dengan yang baru, fase gerak kedua dituang sebanyak 50 ml ke dalam kolom secara hati-hati, hisap dengan pompa vakum sampai tidak menetes. Pindahkan dan simpan beaker gelas yang berisi larutan sampel, beri label no 2. Cara yang sama dilakukan untuk sampel no 3 dan selanjutnya. Proses fraksinasi dihentikan ketika profil bercak pada KLT fraksi sudah sesuai dengan profil bercak pada KLT orientasi. d. Uji KLT fraksinasi Sampel yang diperoleh kemudian dikentalkan sampai sekitar ± 30 ml, ditotolkan 5 µl pada lempeng KLT (fase diam silica gel GF 254), dielusi pada fase gerak toluene-etil asetat (85:15). Deteksi dengan dilihat pada UV 254 nm dan 365 nm serta dengan vanillin-asam sulfat. Kromatogram didokumentasikan. Fraksi dengan kesamaan bercak dijadikan satu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
6. Pembuatan air laut buatan Komposisi bahan yang digunakan untuk pembuatan air laut buatan berkadar garam 5 per mil adalah 5 gram natrium klorida (NaCl), 1,3 g magnesium sulfat (MgSO4), 1 g magnesium klorida (MgCl2), 0,3 g kalsium klorida (CaCl2), 0,2 g kalium klorida (KCl), dan 2 g natrium hidrokarbonat (NaHCO3) dicampur dalam 1 liter aquades. Bahan-bahan sebagian dilarutkan dalam sebagian aquadest dalam labu takar satu liter. Khusus untuk magnesium sulfat dilarutkan dalam air panas, sedangkan natrium hidrokarbonat dilarutkan dengan air bebas CO2. Kemudian ditambah aquadest sampai volume tepat 1 liter. Air laut buatan berkadar garam 5 per mil dan pH antara 7,3 – 8,4 (Mudjiman, 1989). 7. Penetasan telur artemia Artemia ditetaskan dari telurnya dengan media air laut buatan berkadar 5 permil. Telur artemia ditetaskan dalam aquarium yang disekat menjadi dua bagian, bagian terang dan bagian gelap, dengan sekat berlubang. Bagian gelap merupakan tempat telur artemia ditaburkan. Telur menetas setelah kira-kira 24-36 jam kemudian menjadi nauplius (Mudjiman, 1989). Nauplius yang aktif akan bergerak menuju tempat yang terang melalui lubang pada sekat. Setelah 48 jam, nauplius diambil dari bagian yang terang menggunakan pipet dan digunakan sebagai hewan uji (Meyer et al., 1982).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
8. Pembuatan larutan sampel a. Pembuatan larutan A dan B ( larutan stok ) 1) F2 Larutan A dengan
konsentrasi 10 mg/ml (10 μg/μl) dibuat
dengan menimbang 100,0 mg ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan kemudian dilarutkan dalam etanol p.a. sampai 10,0 ml. Larutan B dengan konsentrasi 1 μg/μl dibuat dengan mengambil 1,0 ml dari larutan A kemudian dilarutkan dalam etanol p.a. sampai 10,0 ml. 2) F3 Larutan A dengan konsentrasi 10 mg/ml atau 10 μg/μl dibuat dengan menimbang 50,0 mg ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan kemudian dilarutkan dalam etanol p.a. sampai 5,0 ml. Larutan B dengan konsentrasi 1 μg/μl dibuat dengan mengambil 1,0 ml dari larutan A kemudian dilarutkan dalam etanol p.a. sampai 10,0 ml. Larutan C dengan konsentrasi 0,5 μg/μl dibuat dengan mengambil 0,5 ml dari larutan A kemudian dilarutkan dalam etanol p.a. sampai 10,0 ml. 3) F4 Larutan A dengan konsentrasi 10 mg/ml atau 10 μg/μl dibuat dengan menimbang 50,0 mg ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan kemudian dilarutkan dalam etanol p.a. sampai 5,0 ml. Larutan B dengan konsentrasi 1 μg/μl dibuat dengan mengambil 1,0 ml dari larutan A kemudian dilarutkan dalam etanol p.a. sampai 10,0 ml.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
b. Pembuatan larutan sampel Dari larutan stok tersebut dibuat seri konsentrasi untuk tiap fraksi (cara memperoleh konsentrasi lihat pada Lampiran 9). 1) F2 : (100; 178; 316,84; 563,97; 1003,87) μg/ml. 2) F3 : ( 5; 10,5; 22,05; 43,3; 97,2) μg/ml. 3) F4 : (10; 32; 102,4; 327,7; 1048,6) μg/ml. Tabel I. Seri konsentrasi larutan sampel daun tumbuhan tembelekan
Sampel
Konsentrasi larutan stok
Volume larutan stok yang diambil
Volume air laut buatan yang ditambahkan
Konsentrasi larutan sampel yang diujikan
(C1)
(V1)
(V2)
(C2)
(μg/ml)
(ml) 0,50
(ml) 5
(μg/ml)
0,890 0,160 0,280 0,50 0,050 0,050 0,110 0,220 0,490 0,050 0,160 0,510 0,160 0,520
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
1000 F2 10000
500
F3
1000
1000 F4 10000
100 178 316,84 563,97 1003,87
5 10,5 22,05 43,3 97,2 10 32 102,4 327,7 1048,6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
9. Uji toksisitas akut dengan BST Uji toksisitas dilakukan dengan menggunakan larva artemia yang berumur 48 jam (Meyer et al., 1982). Sepuluh ekor larva artemia yang berumur 48 jam diambil, dimasukkan ke dalam flakon yang telah berisi sampel dengan konsentrasi tertentu, air laut buatan sebanyak 3 ml dan 1 tetes ragi (3mg/5ml) sebagai makanan yang kemudian divortek. Air laut buatan ditambahkan sampai 5 ml. Setiap pengujian selalu disertai dengan kontrol dan masing-masing konsentrasi dibuat dalam 5 kali replikasi. Flakon dijaga agar selalu mendapat penerangan. Setelah 24 jam, jumlah larva artemia yang mati dihitung untuk mengetahui nilai probit dan dianalisis untuk mengetahui harga LC50 (Meyer et al., 1982). 10. Uji KLT fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan Uji dengan KLT ini bertujuan untuk mengetahui profil bercak dari fraksi yang terdapat dalam fraksi daun tumbuhan tembelekan. Ekstrak kental fraksi daun tumbuhan tembelekan dilarutkan dengan etanol dan ditotolkan pada lempeng KLT. Lempeng KLT dimasukkan dalam bejana yang berisi fase gerak yang telah jenuh lalu dielusi sampai jarak rambat 15 cm, kemudian diangkat dan dikeringkan. Setelah itu elusi yang terjadi diamati dengan melihat bercak yang timbul. Pengamatan bercak dilakukan dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 365 nm serta dengan pereaksi semprot. Identifikasi triterpenoid, sistem KLT yang digunakan adalah sebagai berikut : fase diam
: silika gel GF 254 (MERCK)
fase gerak
: toluen:etil asetat (85:15 v/v)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
deteksi
: visibel, UV 254 nm dan UV 365 nm, dan vanillin asam sulfat (pemanasan 100-110 °C, 10 menit)
11. Analisis hasil Data persentase kematian larva artemia yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis probit
SPSS untuk menghitung harga LC50. Dalam
perhitungan analisis probit secara manual, konsentrasi ditransformasikan menjadi log konsentrasi (sebagai nilai x) dan % kematian ditransformasikan menjadi nilai probit (sebagai nilai y). Setelah didapatkan persamaan garis data di atas, dicari nilai LC50 dengan menghitung nilai x pada y=5. Setelah itu, nilai x di anti-log kan untuk mendapatkan konsentrasi dimana dapat membunuh 50% hewan uji. Jika pada kontrol ada artemia yang mati, maka persen kematian ditentukan dengan rumus Abbot :
% KEMATIAN =
% kematian pada perlakuan - % kematian pada kontrol 100 - % kematian pada kontrol (Kumar, Prasad, and Singh, 2005)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi dilakukan untuk memastikan kebenaran tumbuhan yang akan digunakan dalam penelitian. Determinasi tumbuhan dilakukan secara makroskopis dengan melihat ciri-ciri morfologi tumbuhan secara keseluruhan mulai dari daun, bunga, batang kemudian dibandingkan dengan determinasi tumbuhan yang terdapat dalam buku acuan menurut Backer and Bakhuizen Van den Brink (1963 & 1965). Berdasarkan determinasi tumbuhan yang telah dilakukan (lampiran 1), diperoleh kesimpulan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah benar-benar tumbuhan Lantana camara L.
B. Pengumpulan Bahan Daun tumbuhan tembelekan diperoleh dari tumbuhan tembelekan yang tumbuh di belakang RSJ Grahasia, Pakem. Lokasi tumbuh diusahakan sama untuk menghindari variasi kandungan kimia yang terlalu besar karena perbedaan kondisi lingkungan. Pemilihan daun ke-4 sampai ke-5 dari ujung tangkai bertujuan agar daun yang digunakan memiliki umur yang relatif sama sehingga kadar senyawa aktifnya tidak berbeda secara bermakna (Anonim, 1985). Daun diambil dalam keadaan tumbuhan sedang berbunga karena pada saat itu kandungan kimia mencapai kadar optimum sehingga senyawa aktif yang terbentuk juga dalam keadaan optimal (Anonim, 1985).
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga tidak ditumbuhi jamur, mempermudah pembuatan serbuk, dan menjamin agar kualitasnya tetap baik sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Reaksi enzimatis serta perubahan kimiawi juga dapat diminimalkan, sehingga senyawa aktif yang terkandung dalam daun tumbuhan tembelekan tidak hilang terurai (Anonim, 1986). Pembuatan serbuk bertujuan untuk memperluas permukaan yang kontak dengan cairan penyari sehingga kandungan kimia yang terlarut dalam proses penyarian lebih banyak dan penyarian dapat berlangsung lebih sempurna (Anonim, 1986).
C. Maserasi Daun Tumbuhan Tembelekan Maserasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan merendam serbuk sampel dalam cairan penyari. Penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa zat aktif yang semula berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga di dalam cairan penyari terdapat zat aktif. Penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar serbuk sampel sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya perbedaan konsentrasi yang sebesar-besarnya antara larutan dalam sel dengan larutan diluar sel. Makin besar perbedaan konsentrasi, makin besar pula daya dorong untuk memindahkan massa dari dalam sel ke dalam cairan penyari (Anonim, 1986).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
Maserasi kinetika adalah maserasi dengan menggunakan mesin shaker yang berputar terus menerus dilakukan 6 sampai 24 jam (Anonim, 1986). Dalam penelitian ini digunakan 30 gram serbuk daun tembelekan dan 225 ml etanol p.a. yang dimasukkan dalam Erlenmeyer yang ditutup dengan aluminium foil. Hal ini bertujuan agar larutan penyari (etanol p.a.) tidak menguap terlebih dahulu, sehingga penyarian dapat maksimal. Pada penelitian didapatkan maserat sebanyak 450 ml. Untuk mendapatkan ekstrak etanol kering maka etanol diuapkan menggunakan vaccum rotary evaporator hingga kental (± 100 ml), kemudian dipekatkan lagi di waterbath dengan suhu tidak lebih 60° C menggunakan cawan. Vaccum rotary evaporator digunakan karena dengan alat ini dapat diketahui dan diatur tekanan alat (175 mmHg pada 40o C untuk etanol), sebab pada tekanan sebesar itu dapat menurunkan titik didih dari etanol yang nantinya akan mempercepat penguapan etanol tanpa membutuhkan pemberian panas tinggi. Selain itu, dengan menggunakan alat ini dapat meningkatkan efisiensi biaya penelitian karena etanol yang menguap dapat diperoleh kembali dalam suatu wadah penampung pada rangkaian alat. Pengeringan maserat didapatkan 2,27 gram ekstrak etanol kering. Cawan porselen yang berisi ekstrak etanol kemudian ditutup dengan aluminium foil lalu dimasukkan dalam eksikator. Dalam eksikator tidak ada air dan udara yang masuk, karena dalam eksikator terdapat kapur tohor yang dapat menyerap air di udara, yang dapat memungkinkan terjadinya perubahan senyawa dalam ekstrak tersebut atau dapat merusak senyawa oleh adanya bakteri atau cendawan.. Selain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
itu, dapat juga menarik sisa air yang mungkin masih tertinggal dalam ekstrak karena proses pengeringan yang kurang sempurna.
D. Fraksinasi Ekstrak Etanol Hasil Maserasi Kromatografi kolom vakum adalah suatu bentuk kolom yang terutama bermanfaat untuk fraksinasi secara kasar dengan cepat. Fraksinasi ini tidak dapat mengisolasi dalam bentuk suatu senyawa tunggal namun hanya mengisolasi berdasarkan polaritas senyawa pada fase gerak. Senyawa ataupun golongan senyawa yang diperoleh bisa lebih dari satu. Penggunaan vakum akan mempercepat proses pengeluasian karena selain adanya gaya gravitasi juga terdapat perbedaan tekanan pada kolom. Ekstrak etanol dari tumbuhan tembelekan yang didapat dari metode maserasi kemudian di fraksinasi dengan kromatografi kolom vakum. Sebelum di fraksinasi dilakukan tahap KLT orientasi berdasarkan pemisahan senyawa terpenoid. Hal ini didasarkan pada kandungan senyawa golongan terpenoid yang terdapat di daun tumbuhan tembelekan. Fase gerak yang digunakan pada KLT adalah toluen-etil asetat dengan perbandingan 93 banding 7 (v/v) dan fase diam yang digunakan adalah silika gel. Toluen merupakan pelarut yang relatif nonpolar memiliki indeks polaritas 2,4 P’ dan etil-asetat merupakan pelarut yang relatif lebih polar daripada toluen memiliki indeks polaritas 4,4 P’ (Skoog, 1985). Campuran kedua fase gerak didapatkan indeks polaritas sebesar 2,54 P’. Silika gel merupakan bahan penjerab yang polar. Hal ini dikarenakan adanya atom oksigen yang polar dan adanya gugus hidroksi pada permukaannya (Gritter dkk, 1991).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
Hasilnya pemisahan belum cukup optimal karena pada profil bercak KLT masih terdapat beberapa bercak yang bertumpuk pada daerah awal jarak pengeluasian (awal penotolon) yang menunjukkan bahwa beberapa bercak bersifat lebih polar sehingga lebih berinteraksi kuat dengan fase diamnya (Gambar 2)..
Gambar 2. Kromatogram ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan untuk panduan fraksinasi dengan perbandingan fase gerak 93:7, jarak pengembangan 15 cm. Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (93:7 v/v) Deteksi : Sinar UV 365 nm ( Dari kiri ke kanan merupakan urutan bercak penotolan dari 1 kali penotolan sampai n kali penotolan.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
Bercak yang menumpuk akan mempengaruhi hasil dari proses fraksinasi yang diharapkan akan diperoleh fraksi dengan profil bercak yang jelas serta terpisah menurut kepolarannya. Modifikasi fase gerak diperlukan untuk bisa mengeluasi bercak yang bertumpuk hingga bercak terpisah dan juga untuk mendapatkan kerapatan jarak antar bercak yang teratur. Melihat sifat bercak yang polar maka modifikasi fase gerak dibuat menjadi lebih polar daripada sebelumnya yang non polar. Fase gerak non polar, dalam hal ini toluen, dikurangi konsentrasinya dan fase gerak yang lebih polar, etil asetat, konsentrasinya ditambah. Perbandingan fase gerak dibuat toluen (90) : etil asetat (10), indeks polaritas campuran 2,6 P’. Setelah dilakukan proses eluasi, hasil pemisahan dengan perbandingan ini masih belum memuaskan karena masih terdapat bercak yang menumpuk dan kerapatan jarak antar bercak masih belum merata (Gambar 3).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
Gambar 3. Kromatogram ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan untuk panduan fraksinasi dengan perbandingan fase gerak 90:10, jarak pengembangan 15 cm. Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (90:10 v/v) Deteksi : Sinar UV 365 nm
Modifikasi selanjutnya dirubah pada perbandingan toluen (85) : etil asetat (15), indeks polaritas campuran fase gerak 2,7 P’. Pemisahan becak sudah baik karena bercak sudah tidak menumpuk dan diperoleh kerapatan jarak antar bercak yang hampir merata(Gambar 4).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
Gambar 4. Kromatogram ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan untuk panduan fraksinasi dengan perbandingan fase gerak 85:15, jarak pengembangan 15 cm.. Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (85:15 v/v) Deteksi : Sinar UV 365 nm
Hasil dengan perbandingan 85:15 sudah baik, namun dirasa masih perlu dilakukan modifikasi lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi. Perbandingan selanjutnya yang digunakan adalah toluen (80) banding etil asetat (20). indeks polaritas campuran fase gerak 2,8 P’. Hasilnya kerapatan jarak antar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
bercak sudah merata dan namun terdapat bercak yang menumpuk pada posisi akhir jarak pengeluasian(Gambar 5).
Gambar 5. Kromatogram ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan untuk panduan fraksinasi dengan perbandingan fase gerak 80:20, jarak pengembangan 15 cm. Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (80:20 v/v) Deteksi : Sinar UV 365 nm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
Melihat profil dari ke empat KLT orientasi di atas maka diputuskan untuk memakai fase gerak toluen-etil asetat dengan perbandingan 85:15 v/v. Setelah diperoleh sistem pemisahan dari KLT orientasi, kemudian diaplikasikan ke metode Vaccum Coloumn Chromatography (VCC) atau disebut juga Kromatografi Kolom Vakum. Volume fase gerak yang digunakan untuk setiap kali fraksinasi sebanyak 50 ml karena diharapkan dapat mengeluasi bercak berdasarkan urutan kepolarannya. Pada perbandingan fase gerak 85:15, indeks polaritas campuran dari kedua senyawa tersebut adalah 2,7 P’ yang masuk dalam kategori fase gerak yang relatif non-polar. Bercak/senyawa yang bersifat non polar akan terfraksinasi terlebih dahulu. Berturut-turut selanjutnya akan didapatkan bercak/senyawa yang cenderung lebih polar. Senyawa-senyawa yang non-polar akan berinteraksi dengan fase gerak yang non-polar sehingga lebih cepat tereluasi sedangkan senyawa yang relatif lebih polar akan berinteraksi dengan fase diam sehingga waktu eluasinya lebih lama. Fase diam yang digunakan adalah silika gel yang dibuat menjadi bubur dengan pelarut fase gerak yang akan digunakan. Pembuatan bubur ini bertujuan untuk memudahkan dalam pemasukan ke dalam kolom serta untuk menghindari terjadinya rongga udara pada kolom yang dapat mengganggu dalam proses fraksinasi. Penghisapan pelarut bubur dalam kolom dimaksudkan untuk lebih memampatkan fase diam sehingga diperoleh kerapatan fase diam yang kompak dan merata. Fraksinasi dengan menggunakan kromatografi vakum-cair didapatkan 12 fraksi hasil (Gambar 6).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
Gambar 6. Kromatogram 12 fraksi ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan hasil fraksinasi dengan jarak pengembangan 15 cm. Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (85:15 v/v) Deteksi : Sinar UV 365 nm
Proses fraksinasi dapat dihentikan karena sudah didapatkan profil bercak yang sesuai dengan KLT orientasi. Pada fraksi no 1 didapatkan profil bercak yang berwarna hijau pada UV 365 nm. Profil bercak ini sudah sesuai dengan profil bercak pada KLT orientasi yang tereluasi pertama kali yang juga memberikan warna hijau pada UV 365 nm. Akhir pengeluasian pada profil bercak KLT orientasi juga ditandai dengan bercak yang berwarna hijau pada UV 365 nm dan bercak ini sudah diperoleh profil bercaknya mulai dari fraksi no 8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
Fraksi-fraksi yang mempunyai kesamaan bercak kemudian digabung. Selain itu penggabungan bercak juga didasarkan pada bercak yang dominan pada fraksi. Bercak dominan adalah bercak yang mempunyai area relatif lebih lebar dan terlihat lebih tebal. Fraksi yang mempunyai kesamaan bercak yaitu pada fraksi no 8 sampai 12 yang kemudian digabung menjadi satu. Profil bercak pada fraksi no 3 sampai 7 mempunyai profil yang hampir sama dalam rentang panjang bercak pengeluasiannya. Namun, profil bercak pada fraksi no 4 sampai 7 lebih dominan pada bercak bagian bawah pengeluasian (polar) sehingga fraksi no 4 sampai 7 digabung menjadi satu. Fraksi no 1 sampai 3 tidak digabung karena mempunyai karakteristik bercak dominan yang berbeda. Penggabungan ini bertujuan untuk mendapatkan profil fraksi dari yang nonpolar sampai ke fraksi yang polar. Selain itu untuk mendapatkan profil dari fraksi yang memiliki efek toksik pada larva artemia. Tabel II. Penggabungan hasil fraksinasi menjadi 5 fraksi berdasarkan data gambar 6 Penggabungan Fraksi no 1 2 3 4 sampai 7 8 sampai 12
nama dan berat fraksi gabungan F1 berat 40 mg F2 berat 150 mg F3 berat 60 mg F4 berat 150 mg F5 berat 20 mg
Hasil penggabungan didapatkan lima fraksi yaitu F1, F2, F3, F4, F5. Tabel penggabungan fraksi menunjukkan berat dari fraksi gabungan. Berat fraksi yang besar ditunjukkan pada F2 dan F4. Lima fraksi gabungan tersebut, tiga fraksi yang diujikan dengan metode BST yaitu F2, F3, F4. Pengujian dengan metode BST tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
melibatkan F1 karena profil bercak KLT pada F1 sudah terwakili pada F2. Pada F5 tidak diuji karena profil nya sudah terwakili pada F4.
E. Pembuatan Air Laut Buatan (ALB) Komposisi bahan pembuat ALB terdiri dari natrium klorida, magnesium sulfat,
magnesium
klorida,
kalsium
klorida,
kalium
klorida,
natrium
hidrokarbonat, dan aquadest. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan air laut alami sehingga lingkungan hidupnya hampir sama. Natrium hidrokarbonat dilarutkan dengan menggunakan air bebas karbondioksida untuk mempertahankan sifat kebasaan atau agar pH tetap dipertahankan. Pemecahan cangkang siste dibantu oleh kegiatan enzim penetasan yang membutuhkan pH lebih dari 8 (antara 8-9), sehingga pH sangat berpengaruh terhadap penetasan siste. ALB memiliki kadar garam 5 permil yang artinya dalam 1 ml aquadest mengandung 5 mg Natrium klorida. Menurut Mudjiman (1989), peningkatan kadar garam yang mendadak dari 5 permil menjadi 35 permil tidak akan mempengaruhi kehidupan artemia, sebab mereka mempunyai toleransi yang tinggi terhadap perubahan kadar garam. Bahkan lebih dari 35 permil, misalnya sampai 140 permil. Hal ini disebabkan artemia mempunyai kelenjar garam, yang dapat mengatur penyesuaian diri terhadap perubahan kadar garam.
F. Penetasan Telur Artemia Siste yang kering memiliki kadar air kurang dari 10% berisi embrio dalam keadaan diapauze (metabolisme terhenti sementara). Perendaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
dilakukan agar siste menyerap sejumlah air yang digunakan untuk mengaktifkan metabolismenya. Air tawar digunakan dalam merendam siste karena proses penyerapan air ke dalam siste berlangsung secara hiperosmotik (tekanan osmose di dalam siste lebih tinggi dibandingkan tekanan osmose diluar siste). Siste dimasukkan pada media ALB berkadar 5 per mil dengan pH 8. Untuk pertumbuhan siste diperlukan ALB dengan kadar garam rendah, karena jika kadar garam terlalu tinggi maka siste tidak akan menetas karena tekanan osmose di luar siste lebih tinggi sehingga siste tidak dapat menyerap air yang cukup untuk proses metabolismenya. Suhu juga berpengaruh untuk pertumbuhan artemia yang baik. Suhu yang baik berkisar antara 25oC – 30oC sehingga penelitian dilakukan dalam suhu kamar. Selain kadar garam dan pengaruh suhu, kadar oksigen juga sangat menentukan proses penetasan siste. Untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen terlarut sekitar 3mg/l maka selama penetasan media diberi udara (aerasi) dengan menggunakan aerator, gelembung udara juga berfungsi untuk mengaduk siste secara merata agar siste tidak mengendap di dasar. Siste yang mengendap akan kekurangan oksigen dan tidak menetas. Untuk merangsang penetasan, media penetasan perlu disinari dengan lampu 5 watt yang diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu panas. Pemisahan cangkang telur dan larva dapat dipercepat dengan memanfaatkan sifat artemia yang tertarik pada cahaya (fototaksis positif). Wadah penetasan dibagi dalam dua kompartemen yaitu kompartemen gelap dengan cara ditutup kaca hitam dan kompartemen terang dengan cahaya lampu. Larva terseleksi akan bergerak dari kompartemen gelap ke kompartemen terang melalui celah, sedangkan larva yang tidak cukup kuat dan aktivitasnya kurang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
baik tidak dapat menuju kompartemen terang. Antara kedua kompartemen tersebut diberi sekat dengan lebar celah kira-kira 1 cm. Setelah larva menetas, maka larva dipindahkan ke dalam wadah penetasan yang berisi ALB yang berkadar garam 5 permil dengan kondisi sama. Pengambilan larva dilakukan dengan menggunakan pipet tetes. Pemindahan larva ke dalam satu tempat tersebut bertujuan agar umur larva yang akan digunakan pada saat penelitian sama. Umur larva yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda. Larva artemia yang digunakan untuk uji yaitu larva yang berumur 48 jam setelah menetas. Larva yang berumur 48 jam dalam keadaan paling peka karena dinding selnya masih lunak sehingga hanya diperlukan konsentrasi sampel yang kecil untuk menimbulkan efek yang diamati.
G. Uji Toksisitas dengan Metode BST Uji toksisitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BST (Brine Shrimp Lethality Test). Metode BST merupakan skrining awal untuk mengetahui toksisitas suatu senyawa. Karena itu uji toksisitas akut yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek toksik fraksi ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan. Uji toksistas akut dengan metode BST ini menggunakan larva artemia sebagai organisme uji. Toksisitas akut dapat ditentukan dengan melihat nilai LC50nya, jika harga LC50 lebih kecil dari 1000 μg/ml dikatakan toksik, sebaliknya jika harga LC50 lebih besar dari 1000 μg/ml dikatakan tidak toksik. Tingkat ketoksikan tersebut akan memberikan makna terhadap potensi aktivitasnya sebagai antitumor (Meyer et al., 982). Larva artemia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
sangat mungkin digunakan untuk mendeteksi senyawa yang memiliki aktivitas biologis terhadap mamalia (misalnya senyawa yang memiliki aktivitas sitotoksisitas) karena memiliki kesamaan dengan sistem enzim pada mamalia. Beberapa sistem tersebut antara lain tipe DNA-dependent RNA polimerase, dan ouabaine sensitive Na+ and K+ dependent ATPase (Solis et al., 1993), sehingga jika suatu senyawa antikanker berefek toksik terhadap larva artemia maka senyawa antikanker tersebut dapat digunakan pada mamalia. Penelitian ini menggunakan larva artemia yang berumur 48 jam. Tzong & Jiann (1987) mengungkapkan bahwa pada umur ini sifat selnya masih lunak dan peka sehingga hanya dibutuhkan konsentrasi sampel yang kecil untuk menimbulkan efek toksik yang diinginkan pada percobaan. Sifat sel yang masih lunak pada kulit artemia diasumsikan sebagai membran semipermiabel pada sel mamalia. Sampel yang diujikan diharapkan masuk ke dalam tubuh artemia melalui difusi pasif karena perbedaan gradien kadar yang kemudian diharapkan sampel tersebut memberikan efek toksik pada artemia. Membran semi permiabel terdiri atas lapisan lipid-air-lipid maka senyawa yang bersifat nonpolar (terpenoid) akan lebih mudah masuk ke dalam sel. Sampel tiap fraksi dilarutkan dalam etanol, dengan mikropipet larutan sampel diambil dan dimasukkan ke dalam flakon sesuai konsentrasi yang digunakan. Sebelum dibuat seri konsentrasi, masing-masing sampel fraksi dilakukan orientasi kadar terlebih dahulu yaitu 10, 100, 1000 μg/ml (Meyer et al., 1982). Dalam pembuatan seri konsentrasi, dibuat konsentrasi tinggi yang dapat membunuh semua atau hampir semua hewan uji, dan konsentrasi rendah yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
hanya mematikan kurang dari separuh hewan uji. Setelah pengujian dengan kadar orientasi, didapatkan jumlah larva yang mati, yang kemudian digunakan untuk menghitung persentase kematian larva tersebut (lampiran 9). Dari data persentase kematian ini diambil konsentrasi yang memberikan harga persentase kematian larva antara 20%-80% sebagai konsentrasi terendah dan konsentrasi tertinggi. Digunakan persentase kematian larva antara 20%-80% karena dengan persentase kematian tersebut sudah dapat memberikan kurva yang lebih linier, sehingga LC50 yang didapatkan pada uji BST ini lebih dapat menggambarkan hasil yang sebenarnya. Selanjutnya untuk mendapatkan lima seri konsentrasi dengan kelipatan yang sama, yang merupakan syarat probit dapat dihitung dengan rumus F (lampiran 9). Seri konsentrasi didapatkan dari orientasi kadar dengan masingmasing konsentrasi fraksi yaitu F2 (100; 178; 316,84; 563,97; 1003,87) μg/ml, F3 ( 5; 10,5; 22,05; 43,3; 97,2) μg/ml, F4 (10; 32; 102,4; 327,7; 1048,6) μg/ml. Pelarut diuapkan pada suhu kamar dengan cara diangin-anginkan sampai tidak berbau lagi. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah efek yang tidak dikehendaki dari pelarut. Jadi diharapkan kematian larva yang timbul hanya disebabkan oleh sampel yang dimasukkan. Karena itu dalam penelitian ini diperlukan kontrol negatif. Kontrol dibuat dengan cara yang sama, tetapi hanya menggunakan pelarut sampel fraksi saja. Kontrol dipakai untuk mengkoreksi kemungkinan timbulnya efek pelarut yang tidak dikehendaki yaitu penguapan belum sempurna dan faktor-faktor lain dari pelarut yang berpengaruh. Apabila dalam pengamatan terhadap kontrol ditemukan larva artemia yang mati, maka persen kematian ditentukan dengan rumus Abbot’s.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
Setelah flakon diisi sampel dan dikeringkan, ditambahkan + 3 ml ALB dan satu tetes ragi sebagai makanan yang kemudian divortex untuk mencampur sampel dengan ALB, sehingga sampel uji akan terdistribusi merata dalam ALB. Dari flakon-flakon tersebut masing-masing secara acak dimasukkan larva artemia sebanyak 10 ekor menggunakan pipet tetes dengan latar belakang terang (Mudjiman, 1991). Setelah itu ditambahkan 2 ml ALB ke dalam flakon sehingga didapatkan volume ALB di dalam flakon sebesar 5 ml. Meyer et al., (1982) memaparkan konsentrasi ragi yang digunakan adalah 3 mg ragi dalam 5 ml ALB. Dengan makanan tersebut maka dapat dicegah kemungkinan larva artemia mati karena kekurangan makanan. Artemia merupakan filter feeder (penyaring makanan) dan menelan apa saja yang berukuran kecil. Artemia tidak bisa membedakan antara makanan dan bukan makanan maka pemberian makanan perlu diukur konsentrasinya untuk menghindari terjadinya penumpukan makanan dalam flakon. Apabila jumlah makanan yang diberikan berlebihan maka jumlah yang ditelan juga lebih banyak. Hal tersebut dapat menyebabkan sisa makanan yang belum dicerna dengan sempurna akan didesak oleh makanan baru yang terus menerus masuk dalam jumlah banyak, sehingga makanan tersebut keluar lagi dalam keadaan belum tercerna dengan baik (Mudjiman, 1991). Setelah 24 jam, larva yang hidup dihitung. Setelah perhitungan didapatkan % kematian pada masing-masing konsentrasi perlakuan dan kontrol. Kontrol digunakan untuk mengoreksi kematian larva yang bukan disebabkan oleh pengaruh fraksi daun tumbuhan tembelekan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
Tabel III. Persentase kematian larva artemia akibat pemberian fraksi ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan
fraksi 2
fraksi 3
fraksi 4
Konsentrasi ( µg/ml)
Persentase kematian (%)
Konsentrasi ( µg/ml)
Persentase kematian (%)
Konsentrasi ( µg/ml)
Persentase kematian (%)
100
20
5
17,39
10
25
178
33,33
10,5
34,78
32
40
316,84
39,13
22,05
47,83
102,4
51,06
563,97
53,33
43,3
61,70
327,7
57,77
1003,87
62,22
97,2
81,25
1048,6
76,59
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode analisis probit untuk menentukan nilai LC50. Pada analisis probit, konsentrasi sampel ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma sebagai variabel tetap (nilai x) sedangkan nilai probit dari persentase kematian ditetapkan menjadi variabel tergantung (nilai y). Dari data tersebut diperoleh persamaan garis regresi linier. Data dianalisis dengan analisis probit menggunakan program SPSS 10.00. Untuk F2, setelah dianalisis dengan analisis probit diperoleh persamaan garis linier adalah y = 1,11990x – 3,02990. Diperoleh suatu tabel yang mencantumkan nilai LC50 yang dihasilkan yaitu 508 μg/ml dengan kisaran batas bawah sebesar 399 μg/ml dan kisaran batas atas sebesar 698 μg/ml (lampiran 10). Untuk F3, setelah dianalisis dengan analisis probit diperoleh persamaan garis linier adalah y = 1,34949x – 1,84601. Diperoleh suatu tabel yang mencantumkan nilai LC50 yang dihasilkan yaitu 23 μg/ml dengan kisaran batas bawah sebesar 19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
μg/ml dan kisaran batas atas sebesar 29 μg/ml (lampiran 11). Untuk F4, setelah dianalisis dengan analisis probit diperoleh persamaan garis linier adalah y = 0,63690x – 1,27778. Diperoleh suatu tabel yang mencantumkan nilai LC50 yang dihasilkan yaitu 101 μg/ml dengan kisaran batas bawah sebesar 66 μg/ml dan kisaran batas atas sebesar 155 μg/ml (lampiran 12). Kurva hubungan antara nilai probit dengan log konsentrasi tiap fraksi dapat dilihat pada gambar 7 untuk F2, gambar 8 untuk F3, gambar 9 untuk F4. Berdasarkan kurva yang dihasilkan, maka terdapat korelasi yang diharapkan antara konsentrasi dengan respon. Semakin besar konsentrasi yang diberikan maka banyaknya hewan uji yang mati pun semakin banyak. Hal tersebut nampak dari nilai probit yang meningkat seiring meningkatnya log konsentrasi serta nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 (r = 0,99227 untuk F2; r = 0,99624 untuk F3; r = 0,98666 untuk F4).
Probit Transformed Responses ,4
,2
0,0
-,2
-,4
Probit
-,6
-,8 -1,0
Rsq = 0,9846
1,8
2,0
2,2
2,4
2,6
2,8
3,0
3,2
Log of KONS
Gambar 7. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi F2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
Probit Transformed Responses 1,0
,5
0,0
Probit
-,5
-1,0
Rsq = 0,9925 ,6
,8
1,0
1,2
1,4
1,6
1,8
2,0
Log of KONS
Gambar 8. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi F3 Probit Transformed Responses ,8 ,6 ,4 ,2 0,0 -,2
Probit
-,4 -,6 -,8
Rsq = 0,9735 ,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
Log of KONS
Gambar 9. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi F4 Konsentrasi fraksi daun tumbuhan tembelekan dimana dapat membunuh 50% hewan uji (LC50) juga dapat diketahui dengan menggunakan kurva di atas, yaitu dengan menarik garis lurus pada probit 0,0 ke arah kanan sampai pada garis, lalu ditarik garis ke arah bawah, sehingga didapatkan log konsentrasi yang kemudian dapat diketahui konsentrasi dari fraksi aktif. Gambar di atas juga dapat digunakan untuk menentukan nilai Rsq yang merupakan koefisien determinasi yang mengukur tingkat ketepatan dari regresi linier sederhana, yaitu merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
presentase sumbangan X terhadap variasi Y. Setelah dilakukan analisis, untuk F2 didapatkan nilai Rsq sebesar 0,9846 yang berarti bahwa persentase sumbangan X yaitu konsentrasi F2 daun tumbuhan tembelekan terhadap variasi Y yaitu respon (jumlah kematian artemia) sebesar 98,46%. Untuk F3 didapatkan nilai Rsq sebesar 0,9925 yang berarti bahwa persentase sumbangan X yaitu konsentrasi F3 daun tumbuhan tembelekan terhadap variasi Y yaitu respon (jumlah kematian artemia) sebesar 99,25%. Sedangkan untuk F4 didapatkan nilai Rsq sebesar 0,9735 yang berarti bahwa persentase sumbangan X yaitu konsentrasi F4 daun tumbuhan tembelekan terhadap variasi Y yaitu respon (jumlah kematian artemia) sebesar 97,35%. Nilai Rsq juga dapat untuk menghitung nilai R yaitu akar dari Rsq. Nilai R didapatkan dari penelitian ini sebesar 0,9923 untuk F2 sedangkan untuk F3 sebesar 0,9962 dan untuk F4 sebesar 0,9867. Nilai R merupakan koefisien korelasi dalam hubungan dua variabel X dan Y yang mengukur kuatnya hubungan antara X dan Y. Dari tabel nilai R, dengan taraf kepercayaan 95% pada derajad bebas 3 dapat dilihat nilai R sebesar 0,878 sehingga didapatkan nilai R penelitian lebih besar daripada nilai R tabel. Hal ini menunjukkan hubungan korelasi yang linier antara konsentrasi dengan nilai probit. Meningkatnya konsentrasi diikuti dengan meningkatnya nilai probit (respon). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua fraksi mempunyai nilai LC50 < 1000 μg/ml, yang berarti bahwa semua fraksi tersebut bersifat toksik. Untuk F3, mempunyai nilai LC50 yang paling kecil yaitu 23 μg/ml. Semakin besar nilai LC50 berarti toksisitasnya semakin kecil, dan sebaliknya semakin kecil nilai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
LC50 berarti toksisitasnya semakin besar. Merujuk hasil tersebut maka fraksi yang memiliki efek toksik paling besar adalah F3, sehingga kemungkinan besar F3 memiliki aktivitas sitotoksik paling besar. Setelah diperoleh fraksi paling toksik, maka dilakukan pengamatan profil bercak tsb dengan KLT. Profil yang diperoleh berupa Rf dan warna bercak yang terbentuk setelah disemprot pereaksi vanilin-asam sulfat.
H. Uji KLT fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan Uji KLT dilakukan pada fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan terhadap larva artemia dengan tujuan untuk mengetahui profil bercak yang terdapat dalam fraksi tersebut. Fraksi daun tumbuhan tembelekan yang dilihat profilnya adalah F2, F3, F4. Uji KLT ini dilakukan dengan fase diam dan fase gerak yang sesuai sehingga akan memberikan bercak yang akan dideteksi dengan sinar tampak, sinar UV dan pereaksi-pereaksi semprot yang spesifik. Untuk senyawa terpenoid digunakan deteksi dengan vanilin-asam sulfat. Daun tumbuhan tembelekan mengandung senyawa golongan terpenoid. Salah satu senyawa utama yang terdapat pada tumbuhan tembelekan adalah Lantadene. Lantadene termasuk dalam golongan pentasiklik triterpene (Duke, 2001). Fraksi yang akan ditotolkan dilarutkan dalam etanol. Larutan fraksi tersebut kemudian ditotolkan pada fase diam yang akan digunakan. Sebenarnya banyaknya totolan tergantung penampakannya di sinar UV 254 nm dan sinar UV 365 nm, artinya totolan dihentikan jika bercaknya sudah terlihat jelas di bawah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
sinar UV 254 nm dan sinar UV 365 nm. Namun KLT yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan KLT semikuantitatif karena penotolan dilakukan dengan mengetahui jumlah larutan dan konsentrasi sampel yang ditotolkan. Larutan yang ditotolkan merupakan larutan A yang mempunyai konsentrasi 10 μg/μl, ditotolkan sebanyak 3 totolan dengan menggunakan pipet 5 μl, sehingga dalam tiap kali totolan ditotolkan 150 μg fraksi. Hal ini dimaksudkan untuk menyamakan perlakuan terhadap semua fraksi toksik yang selanjutnya digunakan untuk menduga konsentrasi bercak senyawa yang kemungkinan memiliki peran besar terhadap kematian larva artemia. Asumsi bercak senyawa yang memiliki konsentrasi tinggi dapat ditunjukkan dengan ketebalan dan lebar bercak serta intensitas warna pada plat KLT. Semakin tebal dan semakin lebar bercak serta semakin jelas intensitas warna yang terjadi menandakan bahwa pada bercak tersebut mempunyai massa senyawa yang besar. Profil bercak dari tiap fraksi toksik dapat dilihat pada gambar 10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
Gambar 10. Kromatogram tiga fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (85:15 v/v) Deteksi : vanilin-asam sulfat
Pada F2, bercak yang memiliki ketebalan dan lebar yang besar ditunjukkan pada bercak nomor 6 (Rf 0,55) dan 8 (Rf 0,85). Pada F3 ditunjukkan pada bercak nomor 2 (Rf 0,3) sedangkan pada F4 ditunjukkan pada bercak nomor 1 (Rf 0,14) (Lampiran 13). Melihat hal ini dapat dikatakan bercak-bercak pada tiap fraksi tersebut memiliki konsentrasi yang lebih besar dibandingkan bercak yang lain dalam KLT atau dapat dikatakan bercak tersebut merupakan bercak dominan. Apabila melihat kepolarannya, maka berdasarkan dari sistem KLT yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
digunakan pada F1 terdapat senyawa-senyawa yang relatif non polar sedangkan pada F3 terdapat senyawa-senyawa semi non polar dan pada F4 terdapat senyawasenyawa yang relatif lebih polar. Tabel IV. senyawa uji
Fraksi 2
Fraksi 3
Fraksi 4
Data kromatogram tiga fraksi toksik deteksi
bercak no
Rf
1
0,30
ungu
2
0,39
hijau kuning
3
0,43
hijau
4
0,47
ungu
5
0,51
hijau kuning
6
0,55
hijau tua
7
0,64
ungu
8
0,85
ungu
1
0,25
ungu biru
2
0,30
ungu hijau
3
0,39
hijau kuning
4
0,43
hijau
5
0,47
ungu
6
0,51
hijau kuning
7
0,55
hijau tua
1
0,14
ungu
2
0,20
ungu biru
3
0,25
ungu biru
4
0,30
ungu
5
0,51
hijau kuning
Vanilin-as.sulfat
Untuk senyawa terpenoid, akan menghasilkan warna abu-abu, merah violet atau ungu (Wagner, Brady, and Zgainski, 1984). Profil ketiga fraksi terdapat bercak yang mempunyai warna ungu atau keunguan. Pada F2 bercak nomor 1 (Rf 0,3), 4 (Rf 0,47), 7 (Rf 0, 64), 8 (0,85); kemudian pada F3 bercak nomor 1 (Rf 0,25), 2 (Rf 0,3), 5 (Rf 0,47); dan pada F4 bercak nomor 1 (Rf 0,14), 2 (Rf 0,20), 3 (Rf 0,25), 4 (Rf 0,3) mengandung warna ungu. Melihat profil dari ketiga fraksi diduga semua fraksi mengandung senyawa terpenoid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
Fakta menunjukkan F2 memiliki LC50 sebesar 508 μg/ml, F3 memiliki LC50 sebesar 23 μg/ml, dan F4 memiliki LC50 sebesar 101 μg/ml. Berturut-turut, fraksi yang memiliki aktivitas paling toksik terhadap artemia adalah F3 kemudian F4 dan terakhir F2. Fakta pada kromatogram (Gambar 11) menunjukkan sebagian besar profil bercak pada F3 juga terdapat pada F2.
Gambar 11. Potongan atas gambar 10, Kromatogram fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan. Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (85:15 v/v) Deteksi : vanilin-asam sulfat
Bercak nomor 2,3,4,5,6 pada F2 memiliki kesamaan bercak dengan F3 pada bercak nomor 3,4,5,6,7 (Gambar 11). Merujuk pada data bahwa LC50 dari F2 lebih besar daripada F3 maka dapat dikatakan bahwa bercak pada F3 yang memiliki kesamaan bercak dengan F2 kemungkinan bukan yang menyebabkan kematian larva artemia. Bercak-bercak tersebut kemungkinan bukan yang memberikan efek yang paling toksik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
Data pada F4 menunjukkan terdapat bercak nomor 3 yang mempunyai kesamaan bercak dengan bercak nomor 1 pada F3 (gambar 12). Data juga menunjukkan nilai LC50 pada F4 juga lebih besar daripada nilai LC50 pada F3.
Gambar 12. Potongan bawah Gambar 14, Kromatogram fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan. Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (85:15 v/v) Deteksi : vanilin-asam sulfat
Efek toksik dari F4 lebih kecil daripada F3 maka dapat dikatakan bahwa bercak nomor 1, 2, 3 yang terdapat pada F4 dan bercak nomor 1 pada F3 kemungkinan tidak menyebabkan kematian pada larva artemia. Terdapat profil bercak yang mempunyai kesamaan pada ketiga fraksi toksik yaitu bercak nomor 1 pada F2, bercak nomor 2 pada F3, dan bercak nomor 4 pada F4 yang sama-sama mempunyai Rf 0,3 (Gambar 13). Dugaan bercak yang berperan dalam membunuh Artemia mengarah kepada bercak dengan Rf 0,3 tersebut. Profil bercak dapat dilihat bahwa bercak tersebut pada F3 sangat tebal, kemudian pada F4 agak tebal, dan pada F2 tipis. Dugaan didasarkan pada konsentrasi bercak dimana pada bercak F3 terlihat sangat tebal yang artinya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
mempunyai konsentrasi lebih tinggi sehingga dapat membunuh larva artemia lebih banyak dibandingkan F2 dan F4.
Gambar 13. Potongan tengah gambar 10, Kromatogram fraksi toksik daun tumbuhan tembelekan. Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (85:15 v/v) Deteksi : vanilin-asam sulfat
Penelitian ini memang belum bisa membuktikan dengan pasti bahwa profil bercak dengan Rf 0,3 tersebut merupakan bercak yang menyebabkan kematian larva artemia. Profil bercak KLT yang diduga menyebabkan larva artemia pada F3 terlihat menumpuk (Gambar 13). Dapat dilihat bercak terdiri dari 2 warna yaitu warna ungu (bercak atas) dan warna hijau (bercak bawah). Untuk memperoleh profil bercak yang lebih jelas maka dilakukan pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP). Penggunaan KLTP dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengisolasi dan memperoleh bercak yang menumpuk. Bercak yang telah diperoleh tersebut kemudian dieluasi dengan sistem KLT yang berbeda dengan maksud agar didapatkan suatu profil bercak yang jelas. Untuk kontrol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
bahwa bercak yang diperoleh merupakan bercak yang diinginkan maka dilakukan eluasi dengan sistem KLT yang sama dengan sistem KLT profil fraksi. Fase gerak toluen etil asetat dengan perbandingan 85:15 v/v. Ternyata bercak yang diperoleh terkontaminasi dengan bercak nomor 1 dari F3. Data yang diperoleh menunjukkan pada KLT kontrol terdapat 3 bercak, bercak nomor 1 terpisah sedangkan bercak nomor 2 dan 3 menumpuk (Gambar 14) .
Gambar 14. Foto kromatogram kontrol KLTP. (A) deteksi UV 365 nm, (B) deteksi vanilin-asam sulfat. Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (85:15 v/v)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
Sistem KLTP yang digunakan dirubah pada perbandingan fase geraknya yang sebelumnya 85:15 v/v menjadi 97:3 v/v. Fase gerak yang digunakan menjadi bersifat lebih non-polar sehingga bercak nomor 3 akan mempunyai nilai Rf yang lebih besar dibandingkan bercak yang bernomor 2.
Gambar 15. Foto kromatogram KLTP bercak Rf 0,3 dari fraksi toksik. Keterangan : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : toluen : etil asetat (93:7 v/v) Deteksi : (kiri) UV 365 nm, (kanan) vanilin-asam sulfat
Tabel V. Data kromatogram gambar 15 Senyawa uji
bercak no
Rf
deteksi Vanilinas.sulfat
Bercak RF 0,3 dari
1 2 3
0,07 0,09 0,14
ungu hijau ungu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
Terbukti bercak nomor 3 KLTP mempunyai Rf 0,14 sedangkan bercak nomor 2 mempunyai Rf 0,09 (gambar 15). Hal ini disebabkan bercak nomor 3 mempunyai sifat relatif lebih non-polar dibanding dengan bercak nomor 2. Deteksi warna dengan menggunakan pereaksi vanillin-asam sulfat menunjukkan bercak nomor 3 pada KLTP berwarna ungu. Dugaan senyawa mengarah pada golongan terpenoid. Bercak yang diduga menyebabkan kematian larva artemia salah satunya diduga merupakan golongan terpenoid Senyawa terpenoid yang diduga menyebabkan kematian sel dalam daun tumbuhan tembelekan adalah pentasiklik triterpenoid. Mekanisme senyawa tersebut dalam membunuh sel belum diketahui secara rinci dan mendetail. Namun telah diketahui bahwa pentasiklik triterpenoid dapat menghambat enzim topoisomerase I dan II (Lee et al., 1991). Topoisomerase merupakan enzim yang memegang peranan penting dalam transkripsi dan replikasi DNA. Beberapa fungsi enzim ini adalah untuk menguraikan untaian DNA dan untuk memasangkan DNA dengan pasangannya selama replikasi. Mekanisme kerja pentasiklik triterpenoid dalam menghambat replikasi DNA belum dapat dijelaskan secara lebih terperinci dan pasti, namun setidaknya dapat melalui dua cara yaitu dengan berikatan dengan DNA menggantikan kedudukan enzim topoisomerase, sehingga DNA tidak dapat bereplikasi atau dapat juga dengan berikatan dengan topoisomerase sehingga topoisomerase tidak dapat berikatan dengan DNA dan DNA tidak dapat bereplikasi. Jika DNA tidak terbentuk maka sel-sel tersebut akan mati. Selain itu, senyawa ini juga dapat menghambat enzim yang mengkatalis sintesis RNA, yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
menghambat RNA polymerase. Jika enzim ini dihambat, DNA dan protein juga tidak akan terbentuk sehingga menyebabkan kematian sel. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, F3 merupakan fraksi yang paling toksik. Profil bercak yang diduga bertanggungjawab terhadap kematian larva artemia adalah golongan terpenoid dengan Rf 0,3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Fraksi 2 (LC50 508 μg/ml), fraksi 3 (LC50 23 μg/ml) dan fraksi 4 (LC50 101 μg/ml); fraksi 3 yang paling toksik. 2. Profil bercak yang diduga bertanggungjawab terhadap kematian larva artemia adalah golongan terpenoid dengn Rf sebesar 0,3.
B. Saran 1. Penelitian lebih lanjut yang harus dilakukan adalah isolasi bercak dengan Rf 0,3 dari fraksi toksik pada penelitian ini untuk membuktikan dugaan bahwa bercak tersebut sungguh memberikan efek toksik pada larva artemia. 2. Penelitian berikutnya yang harus dilakukan adalah identifikasi senyawa yang bertanggungjawab terhadap kematian artemia.
C. Keterbatasan Penelitian 1. Proses fraksinasi dalam penelitian ini dihentikan saat sudah diperoleh fraksinat yang sesuai dengan profil KLT orientasi. Seharusnya, proses fraksinasi dilakukan sampai semua senyawa habis terfraksinasi. 2. Pengujian fraksi tidak dilakukan semua. Seharusnya, semua fraksi diujikan semua. 3. Ekstraksi dan fraksinasi hanya dilakukan satu kali. Seharusnya, dilakukan replikasi.
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Aida, 1990, Usaha Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Daun Tembelekan asal Tamalanrea Ujung Pandang, Skripsi Anderson, J.E., Goets, C.M., and Mc Laughin, J.L., 1991, A Blind Comparison of simple Benzh-top Bioassay and Human Tumor Cell Cytotoxicities as Antitumor Prescreens, Phytochemical Analysis, Volume 2, 107-111 Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 4-5,16-20, Depkes RI, Jakarta Asteria, W.I.S., 2006, Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Tembelekan terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 35218, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta. Asterina, R., 1994, Pemeriksaan Flavonoid dan Verbakosid Daun Tembelekan, Skripsi, ITB, Bandung Backer,C.A., Bakhuizen Van den Brink, R.C., 1963, Flora of Java, Vol I hal 3-6, 2934, N.V.P. Noordoff, Groningen, The Netherlands Backer,C.A., Bakhuizen Van den Brink, R.C., 1965, Flora of Java, Vol II hal 594597, N.V.P. Noordoff, Groningen, The Netherlands Coll, J.C., Bowden, B.F., 1986, The Application of Vaccum Liquid Chromatography to the Separation of Terpene Mixtures, 934-936, James Cook University of North Queensland, Queensland, Australia. Dalimartha, S., 1999, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid I, 154-157, Trubus Agriwidya, Ungaran Dalimartha, S., 2002, Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Kanker, 1-4, Penebar Swadaya, Jakarta Donatus, I.A., 1990, Toksikologi Pangan, edisi I, 247-248, PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta Duke, J.A., 2001, Handbook of Phytochemical constituent of Gras Herbs and Other Economic Plants, CRC Press, 325, London, USA. Duke, J.A., 1992, Handbook of phytochemical constituents of GRAS herbs and other economic plants. Boca Raton, FL. CRC Press. http://www.arsgrin.gov/duke, diakses pada tanggal 2 februari 2007 Evans, WC., Trease, 2002, Pharmacognosy 15th edition, 113-114,394-406, W.B. Saunders, New York
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
Gritter, R.Y., Babbit, J.M., and Schwartng, A.E., 1991, Pengantar Kromatografi, edisi II, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, 107-115, Penerbit ITB, Bandung. Heinrich, M., Barnes, J., Gibbons, S., Williamson, EM., 2004, Fundamental of Pharmacognosy and Phytotherapy, 75-77,85-89, Churchil Livingstone, Philadelphia Hembing, W., 2000, Ensiklopedi Milenium Tumbuhan Berkhasiat Indonesia, 159163, Prestasi Insan Indonesia, Jakarta Katzung, B.G., 1987, Basic and Clinical Pharmakology, 3rd Edition, Diterjemahkan oleh Petrus Andrianto, 858, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Loomis,T.A., 1978, Essential of Toxicology, Edisi III, diterjemahkan oleh Imono Argo Donatus, 228-233, IKIP Semarang, Semarang Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid , diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, 20-34, Penerbit ITB, Bandung Meyer B.N., Ferrigni N.R., Putnama J.E., Jacobsen L.B., Nichols D.E., and McLaughlin J.L., 1982, Brine Shrimp: A convenient General Bioassay for Active Plant Constituents, Planta Medica, 45,31-34 Mudjiman, A., 1989, Udang Renik Air Asin (Artemia salina), 15-18, Penerbit Bhatara Karya Aksara, Jakarta Mudjiman, A., 1991, Makanan Ikan, 72-88, Penebar Swadaya, Jakarta Mursyidi, A.,1990, Analisis Metabolit Sekunder, 171-175, UGM Press,Yogyakarta Nafrialdi & Gan, 1995, Antikanker cit Ganiswara, Farmakologi dan Terapi, 686, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Negara, A., 2003, Penggunaan Analisis Probit untuk Pendugaan Tingkat Kepekaan Populasi Spodoptera Exigua terhadap Deltametrin di Daerah Istimewa Yogyakarta, 4, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sulawesi Tengah Peter J.H. and Amala R., 1998, Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts, 39,118-119, Thomson , London. Rana, V.S., Prasad, D., Blazquez, M.A., 2005, Chemical Composition of the Leaf Oil of Lantana camara, http://www.findarticles.com/p/articles/mi_qa409/is_200503/ai_n13505544. Diakses pada 20 Februari 2006.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
Robbers,
JE., Speedie, MK., Tyler, VE., 1996, Pharmacognosy Pharmacognotechnology, 89-90, 138-170, Lea&Febiger, USA
&
Robinson T., 1991, The Organic Constituent of Higher Plants, diterjemahkan oleh Kosasih Padwawinata dan Iwang Soediro, 115, ITB Press, Bandung Samuelsson, G., 1999, Drugs of Natural Origin, 4th revised edition, 22, Kristianstads Boktryckeri AB, Kristianstad, Sweden. Sharma O.M.P., Sharma P.D., 1989, Natural products of the Lantana plant- the present and prospects, Journal of Scientific Industrial Research 48:471-478 Skoog, D.A., 1985, Principles of Instrument Analysis, 3rd Edition, 802, Saunders College Publishing. Soelastru, 1986, Penelitian Farmakognosi dan Kandungan Kimia dari daun Lantana camara , Skripsi, FF Unair, Surabaya Solis P.N., Wright, C.W., Anderson M.M., Gupta M.F., Philipson J.D., 1993, A Microwell Cytotoxicity Assay using Artemia salina (Brine Shrimp), Planta Medica, 59,250-252 Stahl, 1985, Drug Analysis by Chromatography and Microscopy, diterjemahkan oleh Kosasih Padwawinata dan Iwang Soediro, 3-17, ITB Press, Bandung Sugianti, N., 2007, Brine Shrimp Lethality Test Ekstrak Etanol Daun Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara L) Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipisnya., Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta. Tyler,VE., Brady, LR., Robbers, JE., 1988, Pharmacognosy 9th edition ,443-444, Lea&Febiger, Philadelphia Tzong, S,C., and Jiann, C.C., 1987, Acute Toxicity of Ammonia to Larvae of the Tiger Prawn, Pneus Monodon, in Aqua Culture, volume 66, 247-253, Elsevier Sciens Publisher B. V., Amsterdam. Wagner, H., Brady, S., dan Zgainski, E. M., 1984, Plant Drug Analysis A Thin Layer Chromatography Atlas, 164, 226, Springer-Verlag, Berlin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1. Surat keterangan determinasi tumbuhan tembelekan
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
Lampiran 2. Foto tumbuhan tembelekan
Lampiran 3. Foto bunga tumbuhan tembelekan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
Lampiran 4. Foto buah tumbuhan tembelekan
Lampiran 5. Foto aquarium untuk uji BST
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
Lampiran 6. Foto rangkaian alat Vaccum Coloumn Chromatography (VCC)
Lampiran 7. Foto hasil fraksinasi Vaccum Coloumn Chromatography
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
Lampiran 8. Data fraksinasi dan penggabungan fraksi
FRAKSINASI Sampel
ekstrak etanol kering
berat sampel sistem fraksinasi
1 gram Vaccum Coloumn chromatografy (VCC)
fase diam
silika gel GF 254
fase gerak
toluen-etil asetat (85:15) v/v
volume tiap fraksi
50 ml 12 buah fraksi No 1 No 2 No 3 No 4 No 5
Fraksi yang diperoleh
No 6 No 7 No 8 No 9 No 10 No 11 No 12 Penggabungan fraksi
no 1
nama dan berat fraksi hasil fraksi 1 berat 40 mg
2
fraksi 2 berat 150 mg
3
fraksi 3 berat 60 mg
4 sampai 7
fraksi 4 berat 150 mg
8 sampai 12
fraksi 5 berat 20 mg
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
Lampiran 9. Data orientasi untuk mendapatkan seri konsentrasi yang akan digunakan
dalam
pengujian
serta
data
kematian
setelah
perlakuan BERAT FRAKSI 1. Fraksi 2 (F2) Berat yang diperoleh Konsentrasi
2. Fraksi 3 (F3) Berat yang diperoleh Konsentrasi
3. Fraksi 4 (F4) Berat yang diperoleh Konsentrasi
: 100 mg dilarutkan dalam 10 ml etanol PA. 100mg : = 10 mg/ml 10ml
: 50 mg dilarutkan dalam 5 ml etanol PA. 50mg = 10 mg/ml : 5ml : : 100 mg dilarutkan dalam 10 ml etanol PA. 100mg : = 10 mg/ml 10ml
PENGAMBILAN DOSIS ORIENTASI
A.
B.
Konsentrasi larutan stok 1.
Lart. A = 10 mg/ml
2.
Lart. B = 1 ml lart. A dalam 10 ml pelarut → C1 x V1 = C2 x V2 → 10mg/ml x 1 ml = C2 x 10 ml → C2 = 1 mg/ml
3.
Lart. C = 0,5 ml lart. A dalam 10 ml pelarut → C1 x V1 = C2 x V2 → 10mg/ml x 0,5 ml = C2 x 10ml → C2 = 0,5 mg/ml
Perhitungan dosis orientasi 1. fraksi 2 10 µg/ml = 0,01 mg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
C1 x V1 = C2 x V2 → → 100 µg/ml = 0,1 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → → 1000 µg/ml = 1 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → → 2. fraksi 3 5 µg/ml = 0,005 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → → 10 µg/ml = 0,01 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → → 100 µg/ml = 0,1 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → → 1000 µg/ml = 1 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → → 3. fraksi 4 10 µg/ml = 0,01 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → → 100 µg/ml = 0,1 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → → 1000 µg/ml = 1 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → →
1 mg/ml x C1 = 0,01 mg/ml x 5ml C1 = 0,05 ml ⇒ 50 µl dari stok lart. B 1 mg/ml x C1 = 0,1 mg/ml x 5ml C1 = 0,5 ml ⇒ 500 µl dari stok lart. B 10 mg/ml x C1 = 1 mg/ml x 5ml C1 = 0,5 ml ⇒ 500 µl dari stok lart. A
0,5 mg/ml x C1 = 0,005 mg/ml x 5ml C1 = 0,05 ml ⇒ 50 µl dari stok lart. C 1 mg/ml x C1 = 0,01 mg/ml x 5ml C1 = 0,5 ml ⇒ 50 µl dari stok lart. B 1 mg/ml x C1 = 0,1 mg/ml x 5ml C1 = 0,5 ml ⇒ 500 µl dari stok lart. B 10 mg/ml x C1 = 1 mg/ml x 5ml C1 = 0,5 ml ⇒ 500 µl dari stok lart. A
1 mg/ml x C1 = 0,01 mg/ml x 5ml C1 = 0,5 ml ⇒ 50 µl dari stok lart. B 1 mg/ml x C1 = 0,1 mg/ml x 5ml C1 = 0,5 ml ⇒ 500 µl dari stok lart. B 10 mg/ml x C1 = 1 mg/ml x 5ml C1 = 0,5 ml ⇒ 500 µl dari stok lart. A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
DATA ORIENTASI KONTROL 10 µg 0 0 0 0
F2
100 µg 0 0 1 3,33
1000 µg 0 0 0 0
10 µg 2 1 2 16,67
KONTROL 5 µg 0 1 1 6,67
100 µg 2 4 3 30
1000 µg 7 6 7 66,67
F3
10 µg 0 0 1 3,33
100 µg 0 2 0 6,67
1000 µg 1 2 0 10
KONTROL
5 µg 3 2 2 23,33
10 µg 6 8 6 66,67
F4
10 µg
100 µg
1000 µg
10 µg
100 µg
1000 µg
0 0 0 0
0 0 1 3,33
0 0 0 0
3 1 2 20
7 4 5 53,3
8 8 7 76,67
% rata-rata=
100 µg 7 10 9 86,67
jumlah x10 5
% KEMATIAN ORIENTASI A).
Fraksi 2
10 µg
=
16,67 − 0 x 100% 100 − 0
= 16,67 %
100 µg
=
30 − 3,33 x 100 % 100 − 3,33
= 27,59 %
1000 µg
=
66,67 − 0 x 100 % 100 − 0
= 66,67 %
1000 µg 10 9 9 93,33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
B).
Fraksi 3
C).
5 µg
=
23,33 − 6,67 x 100 % 100 − 6,67
= 17,85 %
10 µg
=
66,67 − 3,33 x 100 % 100 − 3,33
= 65,52 %
100 µg
=
86,67 − 6,67 x 100 % 100 − 6,67
= 85,72 %
1000 µg
=
93,33 − 10 x 100 % 100 − 10
= 92,59 %
10 µg
=
20 − 0 x 100 % 100 − 0
= 20 %
100 µg
=
53,33 − 3,33 x 100 % 100 − 3,33
= 51,7 %
1000 µg
=
76,67 − 0 x 100 % 100 − 0
= 76,67 %
Fraksi 4
PERHITUNGAN DOSIS PERLAKUAN
F=
n −1
LD SD
ket:
F= faktor pengali n= jumlah seri konsentrasi yang diinginkan LD = konsentrasi terbesar SD = konsentrasi terkecil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
1).
PERHITUNGAN DOSIS FRAKSI 2
a). F =
n −1
LD SD
⇒
5 seri konsentrasi : 1. 100 µg/ml 2. 100 x 1,78 3. 178 x 1,78 4. 316,84 x 1,78 5. 563,97 x 1,78
5 −1
1000 = 1,78 100
= 178 µg/ml = 316,84 µg/ml = 563,97 µg/ml = 1003,87 µg/ml
b). Perhitungan dosis •
100 µg/ml = 0,1 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → →
1 mg/ml x C1 = 0,1 mg/ml x 5ml C1 = 0,5 ml ⇒ 500 µl dari lart. B
•
178 µg/ml = 0,178 mg/ml 1 mg/ml x C1 = 0,178 mg/ml x 5ml C1 x V1 = C2 x V2 → → C1 = 0,89 ml ⇒ 890 µl dari lart. B
•
316,84 µg/ml = 0,31684 mg/ml 10 mg/ml x C1 = 0,31684 mg/ml x 5ml C1 x V1 = C2 x V2 → → C1 = 0,158 ml ⇒ ≈ 160 µl dari lart. A
•
563,97 µg/ml = 0,56397 mg/ml 10 mg/ml x C1 = 0,56397 mg/ml x 5ml C1 x V1 = C2 x V2 → → C1 = 0,282 ml ⇒ ≈ 280 µl l dari lart.
A
•
1003,87 µg/ml = 1,00387 mg/ml 10 mg/ml x C1 = 1,00387 mg/ml x 5ml C1 x V1 = C2 x V2 → → C1 = 0,502 ml ⇒ ≈ 500 µl dari lart. A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
DATA PERLAKUAN F 2 KONTROL
F2
100 µg 1 1 0 2 1
178 µg 2 1 1 0 1
316,84 µg 1 0 1 2 0
563,97 µg 1 1 1 0 2
1003,87 µg 1 1 0 2 1
100 µg 3 2 4 3 2
178 µg 3 3 5 7 2
316,84 µg 5 4 4 3 6
563,97 µg 8 5 6 6 4
1003,87 µg 8 5 6 7 7
10
10
8
10
10
28
40
44
58
66
% KEMATIAN FRAKSI 2
2).
100 µg
=
28 − 10 x 100% 100 − 10
= 20 %
178 µg
=
40 − 10 x 100 % 100 − 10
= 33,33 %
316 µg
=
44 − 8 x 100 % 100 − 8
= 39,13 %
564 µg
=
58 − 10 x 100 % 100 − 10
= 53,33 %
1000 µg
=
66 − 10 x 100 % 100 − 10
= 62,22 %
PERHITUNGAN DOSIS FRAKSI 3
a). F =
n −1
LD SD
⇒
5 −1
100 = 2,1 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
5 seri konsentrasi : 1. 5 µg/ml 2. 5 x 2,1 3. 10,5 x 2,1 4. 22,05 x 2,1 5. 43,305 x 2,1
= 10,5 µg/ml = 22,05 µg/ml = 43,305 µg/ml = 97,24 µg/ml
b). Perhitungan dosis •
5 µg/ml = 0,005 mg/ml 0,5 mg/ml x C1 = 0,005 mg/ml x 5ml C1 x V1 = C2 x V2 → → C1 = 0,05 ml ⇒ 50 µl dari lart. C
•
10,5 µg/ml = 0,0105 mg/ml 1 mg/ml x C1 = 0,0105 mg/ml x 5ml C1 x V1 = C2 x V2 → → C1 = 0,052 ml ⇒ ≈ 50 µl dari lart. B
•
22,05 µg/ml = 0,02205 mg/ml 1 mg/ml x C1 = 0,02205 mg/ml x 5ml C1 x V1 = C2 x V2 → → C1 = 0,11025 ⇒ ≈ 110 µl dari lart. B
•
43,305 µg/ml = 0,043305 mg/ml 1 mg/ml x C1 = 0,043305 mg/ml x 5ml C1 x V1 = C2 x V2 → → C1 = 0,2165 ml ⇒ ≈ 220 µl l dari lart.
B
•
97,24 µg/ml = 0,09724 mg/ml 1 mg/ml x C1 = 0,09724 mg/ml x 5ml C1 x V1 = C2 x V2 → → C1 = 0,4862 ml ⇒ ≈ 490 µl dari lart.
B DATA PERLAKUAN F 3 KONTROL
F3
5 µg 2 0 1 0 1
10,5 µg 1 0 1 1 0
22,5 µg 1 1 0 1 1
43,3 µg 0 2 0 0 1
97,2 µg 1 0 0 0 1
5 µg 2 2 3 2 3
10,5 µg 4 4 3 5 3
22,5 µg 4 4 6 5 7
43,3 µg 4 8 7 7 6
97,2 µg 8 9 8 7 9
8
6
8
6
4
24
38
52
64
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
% KEMATIAN FRAKSI 3 5 µg
=
24 − 8 x 100 % 100 − 8
= 17,39%
10,5 µg
=
38 − 6 x 100 % 100 − 6
= 34,78 %
22,05 µg
=
52 − 8 x 100 % 100 − 8
= 47,83 %
43,3 µg
=
64 − 6 x 100 % 100 − 6
= 61,70 %
82 − 4 x 100 % 100 − 4 PERHITUNGAN DOSIS FRAKSI 4 97,2 µg
3).
a). F =
=
n −1
LD SD
5 seri konsentrasi : 1. 10 µg/ml 2. 10 x 3,2 3. 32 x 3,2 4. 102,4 x 3,2 5. 327,7 x 3,2 b). Perhitungan dosis •
⇒
5 −1
= 81,25 %
1000 = 3,2 10
= 32 µg/ml = 102,4 µg/ml = 327,7 µg/ml = 1048,6 µg/ml
10 µg/ml = 0,01 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → →
1 mg/ml x C1 = 0,01 mg/ml x 5ml C1 = 0,05 ml ⇒ 50 µl dari lart. B
•
32 µg/ml = 0,032 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → 1 mg/ml x C1 = 0,032 mg/ml x 5ml → C1 = 0,16 ml ⇒ 160 µl dari lart. B
•
102,4 µg/ml = 0,1024 mg/ml C1 x V1 = C2 x V2 → 1 mg/ml x C1 = 0,1024 mg/ml x 5ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
→
C1 = 0,51 ml ⇒ 510 µl dari lart. B
•
327,7 µg/ml = 0,3277 mg/ml 10 mg/ml x C1 = 0,3277 mg/ml x 5ml C1 x V1 = C2 x V2 → → C1 = 0,16 ml ⇒ 160 µl dari lart. A
•
1048,6µg/ml = 1 mg/ml 10 mg/ml x C1 = 1,0486 mg/ml x 5ml C1 x V1 = C2 x V2 → → C1 = 0,524 ml ⇒ ≈ 520 µl dari lart. A
DATA PERLAKUAN F 4 KONTROL
F4
10 µg 1 0 0 1 0
32 µg 0 2 2 0 1
102,4 µg 1 0 1 1 0
327,7 µg 0 2 2 0 1
1048,6 µg 0 1 2 0 0
10 µg 3 2 4 2 3
32 µg 5 4 5 6 3
102,4 µg 6 6 5 4 6
327,7 µg 8 5 8 6 4
1048,6 µg 9 7 8 8 7
4
10
6
10
6
28
46
54
62
78
% KEMATIAN FRAKSI 4 10 µg
=
28 − 4 x 100% 100 − 4
= 25 %
32 µg
=
46 − 10 x 100 % 100 − 10
= 40 %
102,4 µg
=
54 − 6 x 100 % 100 − 6
= 51,06 %
327,7 µg
=
62 − 10 x 100 % 100 − 10
= 57,77 %
1048,6 µg
=
78 − 6 x 100 % 100 − 6
= 76,59 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Lampiran 10. Perhitungan data statistik SPSS 10.00 dengan menggunakan analisis probit terhadap F2 daun tumbuhan tembelekan * * * * * * * * * * * * * * * * * * DATA Information 5 0 0 0
P R O B I T
A N A L Y S I S
* * * * * *
unweighted cases accepted. cases rejected because of missing data. cases are in the control group. cases rejected because LOG-transform can't be done.
MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested. Parameter estimates converged after 10 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: Regression Coeff.
Standard Error
Coeff./S.E.
1,11990
,16802
6,66510
Intercept
Standard Error
Intercept/S.E.
-3,02990
,42808
-7,07782
KONS
Pearson ,866
(PROBIT(p)) = Intercept + BX):
Goodness-of-Fit
Chi Square =
,729
DF = 3
Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits.
Observed and Expected Frequencies
KONS
Number of Subjects
Observed Responses
Expected Responses
Residual
2,00
100,0
20,0
21,474
-1,474
2,25
100,0
33,3
30,515
2,815
Prob
,21474 ,30515
P =
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
2,50
100,0
39,1
40,935
-1,805
2,75
100,0
53,3
52,043
1,287
3,00
100,0
62,2
62,994
-,774
,40935 ,52043 ,62994
Confidence Limits for Effective KONS
Prob
KONS
,01 ,02 ,03 ,04 ,05 ,06 ,07 ,08 ,09 ,10 ,15 ,20 ,25 ,30 ,35 ,40 ,45 ,50 ,55 ,60 ,65 ,70 ,75 ,80 ,85 ,90 ,91 ,92 ,93 ,94 ,95 ,96 ,97 ,98 ,99
4,24838 7,44111 10,61881 13,87566 17,24866 20,75827 24,41842 28,24006 32,23267 36,40502 60,26100 89,94797 126,83213 172,68299 229,84724 301,49716 392,01130 507,58207 657,22483 854,53395 1120,91646 1491,97997 2031,34297 2864,31761 4275,39448 7077,03474 7993,11950 9123,19431 10551,03266 12411,41903 14936,78912 18567,73696 24262,57179 34623,82590 60644,13527
95% Confidence Limits Lower Upper ,67488 1,48836 2,45707 3,58130 4,86423 6,31090 7,92760 9,72167 11,70124 13,87523 28,02001 48,73443 77,81420 117,25765 168,79946 233,11870 309,78184 399,23794 504,81006 632,89168 793,30296 1001,34820 1282,76383 1685,40670 2311,41645 3431,64855 3774,35033 4185,16679 4688,22604 5321,30854 6147,60444 7282,74137 8967,81912 11823,32912 18271,08957
11,70242 18,10125 23,88445 29,43359 34,89511 40,34484 45,82924 51,38016 57,02149 62,77244 93,69788 129,48109 172,07340 224,41164 291,54615 382,38422 511,25535 698,42726 972,48778 1378,15961 1991,53777 2950,76273 4526,75190 7310,70188 12812,37862 26013,21887 30874,03136 37192,64813 45647,07516 57386,33170 74511,13332 101280,82796 147736,03817 244089,47877 538810,87067
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Probit Transformed Responses ,4
,2
0,0
-,2
-,4
Probit
-,6
-,8 -1,0
Rsq = 0,9846
1,8
2,0
2,2
Log of KONS
2,4
2,6
2,8
3,0
3,2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Lampiran 11 . Perhitungan data statistik SPSS 10.00 dengan menggunakan analisis probit terhadap F3 daun tumbuhan tembelekan
* * * * * * * * * * * * * * * * * * DATA
P R O B I T
A N A L Y S I S
* * * * * *
Information
5 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested.
Parameter estimates converged after 11 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: Regression Coeff.
Standard Error
Coeff./S.E.
1,34949
,14003
9,63719
Intercept
Standard Error
Intercept/S.E.
-1,84601
,19742
-9,35050
KONS
Pearson ,843
(PROBIT(p)) = Intercept + BX):
Goodness-of-Fit
Chi Square =
,828
DF = 3
Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits.
Observed and Expected Frequencies
KONS
Number of Subjects
Observed Responses
Expected Responses
Residual
,70
100,0
17,4
18,333
-,943
Prob
,18333
P =
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
1,02
100,0
34,8
31,992
2,788
1,34
100,0
47,8
48,680
-,850
1,64
100,0
61,7
64,153
-2,453
1,99
100,0
81,3
79,859
1,391
,31992 ,48680 ,64153 ,79859
Confidence Limits for Effective KONS
Prob
KONS
,01 ,02 ,03 ,04 ,05 ,06 ,07 ,08 ,09 ,10 ,15 ,20 ,25 ,30 ,35 ,40 ,45 ,50 ,55 ,60 ,65 ,70 ,75 ,80 ,85 ,90 ,91 ,92 ,93 ,94 ,95 ,96 ,97 ,98 ,99
,44061 ,70155 ,94237 1,17661 1,40947 1,64365 1,88077 2,12198 2,36810 2,61982 3,98023 5,54967 7,38100 9,53529 12,08913 15,14222 18,82813 23,33053 28,90959 35,94674 45,02505 57,08410 73,74526 98,08027 136,75433 207,76780 229,85244 256,51270 289,40986 331,16229 386,18186 462,61072 577,60083 775,87351 1235,35521
95% Confidence Limits Lower Upper ,15827 ,28286 ,40867 ,53882 ,67454 ,81651 ,96520 1,12099 1,28420 1,45516 2,43670 3,65892 5,16708 7,01360 9,25760 11,96356 15,20189 19,05781 23,65514 29,19468 36,00599 44,62969 55,98492 71,76345 95,50670 136,36724 148,55696 163,01462 180,51394 202,25467 230,22167 268,00126 322,95908 413,68929 610,74341
,87508 1,29214 1,65540 1,99516 2,32289 2,64446 2,96337 3,28196 3,60190 3,92448 5,60842 7,47249 9,59303 12,05858 14,98836 18,55327 23,00295 28,69976 36,16566 46,16558 59,87919 79,25785 107,80294 152,46879 229,20646 384,14871 435,35550 498,81877 579,41505 685,02705 829,32041 1038,35764 1369,24272 1978,51693 3536,62361
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Probit Transformed Responses 1,0
,5
0,0
Probit
-,5
-1,0
Rsq = 0,9925 ,6
,8
1,0
Log of KONS
1,2
1,4
1,6
1,8
2,0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Lampiran 12. Perhitungan data statistik SPSS 10.00 dengan menggunakan analisis probit terhadap F4 daun tumbuhan tembelekan
* * * * * * * * * * * * * * * * * * DATA
P R O B I T
A N A L Y S I S
* * * * * *
Information
5 unweighted cases accepted. 0 cases rejected because of missing data. 0 cases are in the control group. 0 cases rejected because LOG-transform can't be done. MODEL Information ONLY Normal Sigmoid is requested.
Parameter estimates converged after 8 iterations. Optimal solution found. Parameter Estimates (PROBIT model: Regression Coeff.
Standard Error
Coeff./S.E.
,63690
,08387
7,59380
Intercept
Standard Error
Intercept/S.E.
-1,27778
,17825
-7,16866
KONS
Pearson ,628
(PROBIT(p)) = Intercept + BX):
Goodness-of-Fit
Chi Square =
1,740
DF = 3
Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits.
Observed and Expected Frequencies
KONS
Number of Subjects
Observed Responses
Expected Responses
Residual
1,00
100,0
25,0
26,080
-1,080
Prob
,26080
P =
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
1,51
100,0
40,0
37,481
2,519
2,01
100,0
51,1
50,103
,957
2,52
100,0
57,8
62,715
-4,945
3,02
100,0
76,6
74,087
2,503
,37481 ,50103 ,62715 ,74087
Confidence Limits for Effective KONS
Prob
KONS
,01 ,02 ,03 ,04 ,05 ,06 ,07 ,08 ,09 ,10 ,15 ,20 ,25 ,30 ,35 ,40 ,45 ,50 ,55 ,60 ,65 ,70 ,75 ,80 ,85 ,90 ,91 ,92 ,93 ,94 ,95 ,96 ,97 ,98 ,99
,02258 ,06049 ,11303 ,18092 ,26525 ,36736 ,48877 ,63116 ,79639 ,98647 2,39300 4,83971 8,85592 15,23667 25,19188 40,59503 64,40997 101,45066 159,79258 253,53441 408,55375 675,49128 1162,18671 2126,62153 4300,96714 10433,44847 12923,60429 16306,75240 21057,39309 28016,61618 38801,71888 56887,81071 91054,61611 170161,10189 455900,23354
95% Confidence Limits Lower Upper ,00116 ,13194 ,00436 ,29024 ,01010 ,47898 ,01897 ,69853 ,03167 ,94984 ,04897 1,23421 ,07175 1,55324 ,10098 1,90879 ,13775 2,30293 ,18328 2,73795 ,59605 5,62245 1,51344 10,01522 3,34433 16,54259 6,75825 26,18365 12,81689 40,55033 23,12430 62,47576 39,93524 97,27524 66,19380 155,34914 105,81414 257,24682 164,88203 443,91391 254,17206 800,47469 393,77546 1517,53738 623,41688 3065,91974 1029,89034 6773,84996 1834,74152 17197,53074 3767,99324 55923,18195 4479,82269 74408,36965 5404,91614 101502,40898 6642,23442 142848,43285 8359,32021 209287,34296 10862,12187 323637,73663 14770,06500 540315,96276 21540,60958 1015075,32469 35548,15513 2348657,67534 78201,32164 8821418,52454
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Probit Transformed Responses ,8 ,6 ,4 ,2 0,0 -,2
Probit
-,4 -,6 -,8
Rsq = 0,9735 ,5
1,0
Log of KONS
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Lampiran 13. Data kromatogram dari 3 fraksi toksik senyawa uji
Deteksi warna
bercak no
Rf
visibel
Rf
1
0,39
kuning hijau
0,39
2
0,43
hijau
0,43
3
0,51
4
0,55
5
0,85
Fraksi 2
Hijau kuning Hijau tua kuning
0,51 0,55 0,85
UV 254 kuning hijau hijau coklat muda hijau kuning hijau kecoklatan kuning
0,30 0,39 0,43 0,51 0,55 0,85
6 7 8
Fraksi 3
Rf
hijau tua kuning hijau
1
0,30
0,30
2
0,39
3
0,43
hijau
0,43
4
0,51
kuning hijau
0,51
5
0,55
hijau
0,55
0,39
coklat gelap hijau kuning coklat muda terang hijau kuning hijau coklat muda
6
0,20 0,30
UV 365 merah muda merah merah hijau merah gelap merah muda hijau
merah muda merah muda
0,10
2
0,20
3
0,30
4
0,51
Fraksi 4
kuning kuning hijau hijau tua hijau kuning
0,10 0,20 0,24 0,30
5
0,39
6
0,51
kuning hijau hijau coklat ungu hijau kuning hijau kuning hijau kuning
Vanilinas.sulfat
0,30
ungu
0,39
hijau kuning
0,43
hijau
0,47
ungu
0,55 0,64 0,85
hijau kuning hijau tua ungu ungu
0,25
ungu biru
0,30
ungu hijau
0,51
0,39
merah
0,39
hijau kuning
0,43
merah hijau
0,43
hijau
0,51
merah gelap
0,47
ungu
0,55
merah muda
0,51
7 1
Rf
0,10 0,20 0,30 0,51 0,55
hijau gelap merah muda merah muda merah gelap merah muda
0,55
hijau kuning hijau tua
0,14
ungu
0,20
ungu biru
0,25
ungu biru
0,30
ungu
0,51
hijau kuning
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Lampiran 14. Data kromatogram KLTPreparatif dari bercak Rf 0,3 pada F3 Deteksi warna Senyawa uji
Bercak RF 0,3 dari F3
bercak no Rf
visibel
Rf
UV 254
Rf
UV 365
Rf
Vanilinas.sulfat
0,14
hijau
0,14
hijau
0,07
merah muda
0,07
ungu
2
0,09
merah muda
0,09
hijau
3
0,14
merah muda
0,14
ungu
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BIOGRAFI PENULIS
Robertus Hendra Krismawan merupakan anak kedua dari pasangan Y. Suwondo dan Th. Sutirah. Dilahirkan di Ngawi pada tanggal 23 April 1981. Menempuh pendidikan di SD Negeri Tambakromo 2 Geneng pada tahun 1988-1994, dilanjutkan ke SLTP Negeri 2 Ngawi tahun 1994-1997.
Pendidikan Sekolah Menengah Atas ditempuh di SMFK Bina Farma, Madiun tahun 1997-2000 dan melanjutkan jenjang S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun 2001-2007. Sebelum melanjutkan kuliah, penulis pernah bekerja di Century Health Care, Jakarta sebagai asisten apoteker pada tahun 2000-2001. Selama kuliah, penulis bekerja pada Apotik Amalia dari tahun 2005-sekarang. Penulis juga aktif dalam mengikuti beberapa kegiatan organisasi di kampus dan juga aktif mengikuti kegiatan sosial di Pos Kesehatan Kotabaru.
94