Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI
Pangan merupakan kebutuhan pokok (basic need) yang paling azasi menyangkut kelangsungan kehidupan setiap manusia. Oleh sebab itu, komoditas bahan makanan dan produk makanan harus tersedia setiap saat dengan jumlah yang mencukupi dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, pasokan bahan makanan tidak hanya menyangkut aspek kuantitas dan kontinyuitas, tetapi juga aspek kualitas serta keseimbangan kandungan gizi dengan kebutuhan tubuh manusia seperti karbohidrat, lemak, protein dan vitamin. Kecenderungan meningkatnya harga komoditas bahan makanan di satu sisi dengan masih rendahnya tingkat pendapatan masyarakat di sisi lain menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana perilaku masyarakat dalam merespon peningkatan harga tersebut. Apabila peningkatan harga tersebut direspon dengan mengurangi jumlah permintaan akan mengakibatkan semakin menurunnya pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Apabila peningkatan harga komoditas bahan makanan tidak direspon dengan penurunan jumlah permintaan, rumah tangga dapat mensubstitusi dengan komoditas bahan makanan yang memiliki kualitas dan harga yang lebih rendah. Akan tetapi, hal ini akan mengakibatkan penurunan kualitas pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Selain itu, rumah tangga juga dapat mengatur kembali pola pengeluaran dengan mengurangi alokasi belanja untuk komoditas non pangan dengan tetap mempertahankan jumlah permintaan komoditas pangan. Dengan adanya beberapa kemungkinan di atas, perlu dilaksanakan penelitian lebih mendalam mengenai bagaimana pengaruh perubahan harga terhadap jumlah permintaan komoditas bahan makanan di Kota Jambi. Sampai saat ini sebagian besar kebutuhan komoditas bahan makanan di wilayah Provinsi Jambi masih dipasok dari daerah lain bahkan luar negeri untuk komoditas tertentu. Pasokan lokal yang relatif rendah dan ketergantungan terhadap impor yang sangat tinggi berimplikasi pada tingginya fluktuasi harga bahan makanan sehingga mengakibatkan tingginya sumbangan bahan makanan terhadap angka inflasi. Tingkat harga yang berfluktuatif mempengaruhi jumlah permintaan masyarakat atas komoditas tersebut yang akhirnya akan mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga. Masyarakat
berpenghasilan
rendah
yang
sebagian
besar
pengeluarannya
diperuntukkan untuk komoditas bahan pangan menjadi kelompok yang terkena dampak paling besar dari fluktuasi harga komoditas bahan makanan. Efek kenaikan harga tersebut dapat dilihat dari bagaimana perilaku rumah tangga dalam merespon perubahan harga. Respon tersebut ditunjukkan dari besaran elastisitas permintaan atas perubahan harga dan perubahan pendapatan rumah tangga. Tujuan Penelitian a. Mengidentifikasi,
mengetahui
dan
mendeskripsikan
perkembangan
pengeluaran rumah tangga secara agregat untuk bahan pangan dan non pangan. b. Menganalisis persepsi rumah tangga terhadap permintaan komoditas bahan makanan dalam kaitannya dengan perubahan harga, keragaman tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, dan jumlah anggota keluarga. c. Mengukur dan menganalisis besaran koefisien elastisitas permintaan komoditas bahan makanan terhadap tingkat perubahan harga, pendapatan dan barang substitusi. Pengaruh Perubahan Harga Terhadap Jumlah Permintaan Bahan Makanan
Komoditas Beras Beras memiliki kepentingan yang cukup tinggi bagi masyarakat Indonesia sebagai bahan makanan bila dibandingkan dengan komoditas bahan makanan lainnya. Hingga saat ini komoditas beras belum dapat disubstitusi sepenuhnya dengan komoditas atau produk bahan makanan lainnya. Berbagai program diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras belum membuahkan hasil secara maksimal. Bahan makanan pokok lainnya seperti makanan olahan seringkali difungsikan sebagai makanan pelengkap beras/nasi terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Akibatnya, jumlah permintaan komoditas beras cenderung meningkat setiap tahun seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Hasil survei menunjukkan bahwa harga beras relatif stabil mengingat adanya intervensi pemerintah dalam mengatur pasokan yang dilakukan melalui BULOG. Tingkat harga beli terendah oleh masyarakat adalah Rp. 2000/kg dan teringgi adalah Rp 20.625/kg. Tingkat harga terendah tersebut merupakan
harga beli beras bersubsidi berupa raskin yang memiliki kualitas tergolong rendah. Sementara itu, tingkat harga tertinggi merupakan harga beras kemasan yang diperdagangkan di pasar swalayan. Hasil estimasi fungsi permintaan menyatakan bahwa ketiga variabel (harga, pendapatan dan jumlah anggota keluarga) berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah permintaan beras. Koefisien elastisitas permintaan atas perubahan harga bertanda negatif dengan angka relatif sangat kecil yaitu sebesar -0,1814. Apabila diasumsikan variabel pendapatan dan jumlah anggota keluarga tidak berubah, angka ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan harga beras sebesar 1% akan direspon oleh rumah tangga dengan menurunkan jumlah permintaan beras sebesar 0,1814%. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa permintaan komoditas bahan makanan pokok seperti beras bersifat relatif inelastis terhadap perubahan harganya. Sesuai dengan karakteristiknya, rumah tangga tidak dapat mengurangi jumlah permintaan bahan makanan pada tingkat yang lebih tinggi dalam merespon peningkatan harga. Sebaliknya setiap individu tidak berminat untuk meningkatkan jumlah permintaan dengan mengkonsumsi lebih banyak ketika terjadi penurunan harga. Pada tingkat pendapatan dan jumlah anggota keluarga tertentu, setiap rumah tangga telah memiliki rencana belanja komoditas beras untuk memperoleh standar kecukupan karbohidrat sebagai sumber energi. Variabel kelompok pendapatan dan jumlah anggota keluarga keduanya berpengaruh positif terhadap permintaan beras di Kota Jambi, dengan angka yang relatif sangat kecil yaitu masing-masing 0,0165 dan 0,1089. Pada tingkat harga dan jumlah anggota keluarga tertentu setiap peningkatan kelompok pendapatan
satu
level
hanya
direspon
oleh
rumah
tangga
dengan
meningkatkan permintaan beras sebesar 0,0165%. Kenaikan pendapatan rumah tangga ternyata tidak diiringi secara serta merta dengan peningkatan volume permintaan beras. Setiap individu anggota rumah tangga telah memiliki batas kapasitas maksimum dalam mengkonsumsi beras. Kemungkinan reaksi rumah tangga dalam merespon peningkatan pendapatan adalah beralih ke
jenis beras yang berkualitas lebih tinggi khususnya untuk kelompok rumah tangga berpenghasilan menengah ke atas. Semenetara itu, besaran elastisitas permintaan atas jumlah anggota keluarga
sebesar
0,1089
berarti
bahwa
rumah
tangga
hanya
akan
meningkatkan permintaan beras sebesar 0,1089% apabila jumlah anggota keluarga yang mengkonsumsi beras bertambah 1 orang. Penambahan satu orang jumlah anggota keluarga ternyata tidak memerlukan tambahan pembelian beras secara signifikan. Hal ini kemungkinan mengindikasikan bergesernya pola konsumsi pangan masyarakat dari konsumsi bahan makanan yang diolah sendiri di rumah tangga ke konsumsi pangan olahan siap saji atau siap santap.
Komoditas Cabe Merah Komoditas cabe merah merupakan komoditas impor yang sebagian besar didatangkan dari luar kota, oleh karena itu harga cabe sangat ditentukan oleh jumlah dan ketepatan waktu masuknya pasokan di Pasar Induk Angso Duo. Perubahan harga komoditas ini sangat dinamis dan fluktuatif dengan tingkat harga terendah dan tertinggi masing-masing Rp4.000 per kg dan Rp100.000 per kg. Komoditas ini diperdagangkan dalam keadaan segar sehingga fluktuasi harga tidak berlangsung dari hari ke hari atau minggu ke minggu, namun dapat terjadi dalam satu hari (antara pagi, siang dan sore). Frekuensi pembelian oleh rumah tangga umumnya dilakukan per hari atau per minggu, untuk memperkecil kemungkinan pembusukan. Volume pembelian per bulan relatif kecil yaitu antara 4 ons sampai dengan 60 ons. Hasil
estimasi
memperlihatkan
ketiga
variabel
(harga,
tingkat
pendapatan dan jumlah anggota keluarga) berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan cabe merah. Pada hasil estimasi tersebut, variabel harga bertanda negatif dengan koefisien regresi relatif rendah yaitu -0,3614. Dengan pendapatan dan jumlah anggota keluarga yang tetap, setiap peningkatan 1% harga cabe merah akan menyebabkan penurunan jumlah permintaannya sebesar 0,36%. Respon rumah tangga terhadap kenaikan harga cabe merah juga bersifat inelastis, namun masih lebih besar bila dibandingkan dengan
respon rumah tangga terhadap kenaikan harga beras. Tingkat kepentingan komoditas cabe merah reltif lebih rendah bila dibandingkan dengan komoditas beras. Rumah tangga masih memungkinkan untuk melakukan penyesuaian dengan mengurangi permintaan dan konsumsi ketika harga cabe merah meningkat. Komoditas Bawang Merah Bawang merah termasuk kategori komoditas bumbu-bumbuan atau sebagai pelengkap bahan makanan lainnya. Komoditas ini tidak dikonsumsi tersendiri, melainkan dikonsumsi secara bersamaan dengan bahan makanan lainnya. Bawang merah memiliki daya tahan yang sedikit lebih lama bila dibandingkan dengan cabe merah. Frekuensi pembelian yang dilakukan cukup beragam dari per hari, perminggu, per sepuluh hari hingga per bulan, namun sebagian besar rumah tangga melakukan pembelian per bulan. Tingkat harga bawang merah yang dibayar oleh rumah tangga cukup beragam dari Rp5.000 per kg pada saat harga rendah hingga mencapai Rp70.000 per kg di saat harga tinggi. Sejalan dengan itu, jumlah pembelian komoditas ini oleh rumah tangga juga bervariasi dari 5 ons hingga 50 ons per bulan. Hasil
estimasi
fungsi
permintaan
komoditas
bawang
merah
memperlihatkan, ketiga variabel penjelas berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan baik secara individual maupun secara bersama-sama. Koefisien pengaruh variabel harga bertanda negatif dengan angka yang relatif kecil namun sedikit lebih besar dari hasil estimasi fungsi permintaan cabe merah yaitu -0,4379. Setiap peningkatan harga sebesar 1% hanya direspon dengan menurunkan permintaan sebesar 0,4%. Koefisien elastisitas permintaan bawang
merah
yang
melebihi
elastisitas
permintaan
cabe
merah
mengindikasikan bahwa tingkat kepentingan bawang merah lebih rendah dari cabe merah. Dengan kata lain rumah tangga masih memungkinkan menurunkan penggunaan bawang merah dalam intensitas yang lebih besar bila dibandingkan dengan pengurangan penggunaan cabe merah.
Komoditas Bawang Putih Bawang putih juga berperan sebagai salah satu komponen bumbu masakan seperti halnya komoditas bawang merah. Akan tetapi kedua jenis komoditas bawang ini tidak dapat saling bersubstitusi melainkan saling berkomplemen dalam pembuatan suatu makanan. Keberadaan bawang putih dalam berbagai jenis makanan bahkan sama pentingnya dengan bawang merah, hanya saja kuantitas penggunaannya relatif lebih sedikit. Bila dibandingkan dengan bawang merah, bawang putih memiliki karakteristik relatif lebih tahan lama sehingga frekuensi pembelianya oleh rumah tangga sebagian besar dilakukan secara bulanan. Estimasi fungsi permintaan komoditas bawang putih telah dilakukan dengan menempatkan tiga variabel penjelas seperti halnya pada persamaan regresi komoditas lainnya yaitu harga, kelompok pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Hasil estimasi juga menunjukkan signifikansi yang sangat tinggi pengaruh ketiga variabel tersebut terhadap jumlah permintaan komoditas bawang putih. Besaran koefisien regresi harga yang menjadi fokus analisis ternyata berpengaruh negatif terhadap jumlah permintaan bawang putih. Setiap peningkatan 1% harga bawang putih akan mengakibatkan menurunnya jumlah permintaan komoditas tersebut sebesar 0,73%. Ini berarti respon rumah tangga terhadap peningkatan harga komoditas bawang putih juga relatif inelastis seperti pada tiga persamaan regresi sebelumnya. Akan tetapi besaran koefisiennya jauh lebih besar bila dibandingkan dengan koefisien yang sama pada hasil estimasi fungsi permintaan bawang merah. Hal ini meningdikasikan bahwa derajat kepentingan bawang putih relatif lebih rendah dibandingkan dengan kelompok bumbu-bumbuan lainnya. Selain itu, proporsi penggunaan bawang putih relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan penggunaan bawang merah pada sebagian besar pembuatan makanan. Oleh sebab itu, rumah tangga cukup mudah mengurangi permintaan dan konsumsi bawang putih.
Komoditas Tomat Sayur Komoditas tomat sayur sebagian besar dipasok dari produk lokal khususnya di wilayah sentra produksi seperti Kabupaten Kerinci, dan Jangkat Kabupaten Merangin. Sebagai komoditas bahan makanan yang mudah membusuk, tingkat harganya sangat berfluktuasi mengikuti produksi dan suplainya sesuai dengan kondisi cuaca dan prasarana dan sarana transportasi. Besaran koefisien regresi variabel harga adalah -0,5603, lebih tinggi dari angka yang sama untuk fungsi permintaan bawang merah, tetapi lebih rendah dari fungsi permintaan bawang putih. Setiap peningkatan harga sebesar 1% akan direspon oleh rumah tangga dengan menurunkan jumlah permintaan tomat sayur sebesar 0,56%. Dilihat dari sisi praktisnya, tingkat kepentingan komoditas tomat sayur bagi rumah tangga lebih tinggi dari komoditas bawang putih tetapi lebih rendah dari komoditas bawang merah. Komoditas ini masih memiliki produk pengganti yaitu tomat buah. Rumah tangga kemungkinan akan merespon peningkatan harga dengan mengurangi jumlah permintaan tomat sayur dan menggantikannya sebagian dengan tomat buah. Komoditas Minyak Goreng Minyak
goreng
merupakan
salah
satu
komoditas
pokok
yang
penggunaannya sangat penting untuk berbagai jenis makanan pada sebagian besar daerah di Indonesia. Sebagai pangan hasil olahan industri, komoditas ini sangat tahan lama sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu lebih panjang. Karakteristik ini memberikan celah bagi pemerintah untuk mengatur stabilitas hargaatau memperkecil gejolak harga yang merugikan konsumen. Kebijakan operasi pasar atau bazar yang dilakukan pada setiap menjelang perayaan Idul fitri misalnya mampu mengendalikan kenaikan harga, walaupun permintaan meningkat signifikan secara singkat di saat itu. Hasilnya, variasi harga minyak goreng yang relatif keci sepanjang tahun. Variasi harga beli oleh rumah tangga lebih disebabkan oleh perbedaan tingkat harga antar merk khususnya minyak kemasan.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, para ibu rumah tangga membeli minyak goreng dalam 2 bentuk yaitu: (1) minyak goreng curah dengan pembungkus plastik sederhana yang dipasok oleh dua perusahaan lokal di Talang Duku dan (2) minyak goreng kemasan dalam ukuran 1 dan 2 liter. Harga jual minyak goreng curah relatif lebih murah bila dibandingkan dengan minyak goreng kemasan lux. Peningkatan harga komoditas minyak goreng sebesar 1% direspon oleh rumah tangga dengan menurunkan jumlah permintaan hanya sebesar 0,14%. Koefisien elastisitasnya yang sangat kecil mendekati nilai nol seperti pada fungsi permintaan beras. Hal ini menunjukkan langkanya barang substitusi minyak goreng sehingga membatasi peluang rumah tangga mengurangi permintaan untuk beralih ke komoditas substitusinya ketika harganya naik. Komoditas minyak goreng memiliki peran yang dominan dalam pembuatan masakan bagi masyarakat Kota Jambi. Naik dan turunnya tingkat harga tidak mengurangi minat
masyarakat
untuk
membeli
dan
mengkonsumsi
karena
sudah
terstandarnya jumlah volume yang dibutuhkanoleh masyarakat. Komoditas Daging Ayam Daging ayam merupakan komoditas bahan pangan hewani yang pasokannya sebagian besar berasal dari aktivitas peternakan di sekitar wilayah Kota Jambi. Oleh sebab itu, gejolak harga komoditas ini lebih banyak bersumber dari keberlangsungan persediaan lokal disamping impor antar daerah dan jumlah permintaan. Berdasarkan survei lapangan yang dilakukan diketahui tingkat variasi harganya diantara Rp 10.000 per kg sampai dengan Rp50.000 per kg pada saat harga rendah. Pembelian komoditas daging ayam pada umumnya dilakukan per minggu dan per hari sesuai dengan menu makanan keluarga. Volume pembeliannya berkisar antara 3 ons sampai dengan 25 ons pada saat harga tinggi dan 5 ons sampai dengan 30 ons saat harga rendah. Estimasi fungsi permintaan daging ayam menghasilkan koefisien elastisitas permintaan atas perubahan harganya sebesar -0,38 yang signifikan pada tingkat keyakinan 0,05 atau 5%. Besaran koefisien regresi variabel
pelengkap masing-masing adalah 0,07 dan 0,05 untuk kelompok pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Kedua angka tersebut signifikan pada tingkat keyakinan 0,01 atau 1%. Koefisen elastisitas permintaan daging ayam ternyata relatif kecil atau inelastis, meskipun komoditas ini dapat disubstitusi dengan daging sapi atau ikan ketika harganya meningkat. Hal ini diperkirakan berkaitan dengan besarnya proporsi responden berpenghasilan menengah ke bawah yang umumnya mengkonsumsi daging ayam sebagai sumber protein hewani di samping ikan. Pada kelompok rumah tangga berpenghasilan lebih tinggi, proporsi konsumsi daging sapi relatif cukup besar dan dapat saling menggantikan dengan daging ayam. Oleh sebab itu, kelompok rumah tangga berpenghasilan lebih tinggi memiliki peluang yang lebih besar untuk menghindari efek peningkatan harga daging ayam. Komoditas Ikan Gembung Ikan memiliki peran yang besar sebagai sumber protein hewani. Berdasarkan tempat hidupnya, terdapat dua jenis ikan yang biasa dipasok ke pasar yaitu
ikan
laut dan
ikan
sungai.
Sebagian besar ikan
yang
diperdagangkan di Kota Jambi berasal dari luar daerah Jambi, baik ikan laut maupun ikan sungai. Oleh sebab itu, pembentukan harga sebagian besar komoditas ikan juga lebih banyak ditentukan oleh faktor distribusi, tataniaga dan struktur pasar perdagangannya. Jenis ikan laut dan ikan sungai yang dipasok ke pasar-pasar tradisional dan modern sangat beragam sehingga tidak mudah memilih sampel jenis ikan secara tepat. Pemilihan jenis ikan dimaksud adalah berdasarkan jenis yang banyak dikonsumsi oleh rumah tangga masingmasing satu untuk ikan laut dan sungai. Untuk ikan laut akan diwakili oleh ikan gembung sementara untuk ikan sungai yang dibudidaya akan diwakili oleh ikan nila. Tingkat harga ikan gembung yang dibayar konsumen cukup bervariasi berkisar Rp10.000 sampai dengan Rp 39.000 per kg. Jumlah pembelian komoditas ikan gembung juga bervariasi antar rumah tangga seperti halnya variasi tingkat harga. Pada saat harga tinggi jumlah pembelian sekitar 3 ons
sampai 15 ons, sementara pada saat harga rendah jumlah pembelian antara 5 ons sampai dengan 20 ons per minggu. Oleh sebab itu, secara sekilas dapat dikatakan bahwa jumlah volume yang dibeli oleh rumah tangga cukup bervariasi berdasarkan tingkatan harga. Koefisien regresi pengaruh tingkat harga pada fungsi permintaan ikan gembung berbeda dengan besaran koefisien regresi pada fungsi permintaan komoditas-komoditas sebelumnya. Besaran koefisien elastisitas permintaan atas perubahan harga adalah -1,3560 atau bersifat elastic terhadap harga. Peningkatan harga ikan gembung sebesar 1% akan direspon oleh rumah tangga dengan menurunkan jumlah permintaan sebesar 1,36%. Koefisien yang elastis ini mengindikasikan bahwa rumah tangga memiliki peluang yang lebih besar untuk menghindari peningkatan harga dengan beralih ke komoditas substitrusi seperti jenis ikan lainnya maupun komoditas protein hewani lainnya dalam merespon peningkatan harga. Komoditas Ikan Nila Komoditas ikan nila termasuk jenis ikan sungai yang dikonsumsi oleh sebagian besar rumah tangga, karena itu ikan ini dipilih sebagai sampel kelompok ikan tawar. Ikan nila yang diperdagangkan di Kota Jambi terdiri atas pasokan lokal dan impor dari luar daerah. Sebagian besar wilayah Provinsi Jambi dilalui olah sungai-sungai besar dan kecil yang sangat potensial untuk pengembangan ternak ikan khususnya keramba. Pemanfaatan sungai sebagai areal budidaya ikan belum optimal sehingga kekurangan pasokan ikan tawar khususnya ikan nila ditutupi dengan impor dari daerah lain seperti Sumatera Barat dan Lubuk Linggau (Sumatera Selatan). Ikan nila termasuk ikan yang cukup digemari masyarakat Kota Jambi seperti halnya ikan mas dan gurami. Frekuensi pembelian ikan nila dilakukan sekali atau dua kali dalam seminggu. Tingkat harga ikan nila berkisar sekitar Rp10.000 per kg sampai dengan Rp 39.000 per kg saat. Variasi tingkat harga juga dikuti oleh variasi volume pembeliannya. Jumlah pembelian pada saat harga tinggi adalah sekitar 3 ons sampai dengan 15 ons per minggu. Ketika harga mengalami penurunan jumlah pembelian oleh rumah tangga meningkat menjadi 5 ons sampai dengan 20 ons perminggu. Gambaran di atas
mengindikasikan bahwa jumlah pembelian ikan nila cenderung berhubungan negatif dengan tingkat harganya seperti halnya ikan gembung. Untuk melihat besarnya pengaruh perubahan harga terhadap jumlah permintaan ikan nila telah dilakukan estimasi fungsi permintaannya dengan menambahkan dua variabel pelengkap seperti pada fungsi permintaan komoditas lainnya. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa keselurahan variabel penjelas berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan baik secara parsial maupun secara bersama-sama. Nilai koefisien variabel harga dalah sebesar -1,0737 atau bersifat elastis terhadap harga seperti halnya fungsi permintaan ikan gembung. Peningkatan harga komoditas ikan nila sebesar 1% juga direspon oleh rumah tangga dengan mengurangi jumlah permintaan sebesar 1,07%. Sepertihalnya ikan gembung, rumah tangga juga memiliki peluang cukup besar untuk memperkecil dampak kenaikan harga dengan beralih ke jenis ikan atau komoditas hewani lainnya yang tidak mengalami peningkatan harga atau dengan peningkatan harga yang lebih rendah. Bila dibandingkan dengan ikan gembung respon rumah tangga relatif lebih kecil yang mengindikasikan bahwa komoditas ikan nila relatif lebih disukai dari pada ikan gembung. Peningkatan 1% harga ikan nila hanya berdampak pada pengurangan permintaannya dengan persentase yang hampir sama yaitu 1% atau sering disebut dengan istilah elastic uniter.
Kesimpulan 1. Sebagian besar rumah tangga tidak melakukan perubahan jumlah permintaan dalam merespon peningkatan atau penurunan harga komoditas bahan makanan. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi rumah tangga akan mengurangi proporsi pengeluaran non pangan. Oleh sebab itu, peningkatan harga lebih banyak mengakibatkan menurunnya tingkat kesejahteraan kelompok rumah tangga berpenghasilan rendah. 2. Hasil estimasi fungsi permintaan menunjukkan bahwa besaran koefisien elastisitas harga atas permintaan komoditas bahan makanan relatif inelastic kecuali untuk ikan gembung dan ikan nila. Setiap peningkatan
harga hanya direspon dengan penurunan jumlah permintaan dalam persentase yang lebih kecil dari perubahan harganya. 3. Semakin tinggi koefisien elastisitas (semakin besar penurunan volume pembelian suatu barang setiap ada kenaikan harga) menunjukkan semakin rendahnya derajat kepentingan komoditas dimaksud. 4. Beras dan minyak goreng yang relatif tidak memiliki komoditas subtitusi sepadan
memiliki
tingkat
elastisitas
terendah.
Namun
demikian,
karakteristik kedua komoditas ini yang relatif lebih tahan lama serta terdapat peran pemerintah dalam menjaga kenaikan harga (untuk beras) menyebabkan fluktuasi harga yang lebih rendah. 5. Sementara itu, komoditas ikan segar (ikan gembung dan ikan nila) memiliki koefisien elastisitas lebih dari satu yang menandakan permintaan kedua komoditas ini relatif elastis terhadap perubahan harga. 6. Kuantitas permintaan bahan makanan selain dipengaruhi oleh perubahan tingkat harga juga ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Saran 1. Sebagai kebutuhan pokok, rumah tangga cenderung tidak melakukan penyesuaian terhadap pengeluaran atas komoditas bahan pangan dalam merespon perubahan harga. Oleh sebab itu fluktuasi tingkat harga komoditas pangan perlu diminimalisir. 2. Pembentukan harga komoditas bahan makanan lebih banyak ditentukan oleh sisi suplai/produksi bila dibandingkan dengan sisi permintaan. Oleh sebab itu, minimalisasi fluktuasi harga komoditas lebih efektif dilakukan melalui kebijakan sektor rill seperti pengaturan pola tanam antar daerah untuk menjamin keberlangsungan persediaan. 3. Sebagai daerah yang pasokan komoditas bahan pangannya lebih banyak dipasok dari daerah lain, peningkatan efisiensi distribusi berperan penting untuk meminimalisasi fluktuasi harga. Oleh sebab itu upaya peningkatan penyediaan dan kualitas infrastruktur transportasi, pembenahan strutur pasar beserta pengurangan pungutan perlu untuk dilakukan.