Triwulan III-2007
BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN √ PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa analisa. Kemampuan analisa tersebut mencakup analisis efek yang meliputi efek intra sektor, efek antar daerah, efek intra daerah dan efek umpan baik; analisis sektor kunci baik keterkaitan ke depan maupun dan kebelakang; dan analisis pengganda output. Analisa efek umumnya menghitung dampak perubahan eksogen4 terhadap output dalam perekonomian, baik perekonomian di wilayah itu sendiri maupun wilayah perekonomian lainnya, terutama yang lokasinya relatif dekat yang diasumsikan semakin dekat semakin besar intensitas interaksinya, walaupun dalam realitanya juga akan dipengaruhi oleh size of the economy-nya. Efek tersebut dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Sementara itu, proses umpan balik antar region terjadi karena adanya interaksi perekonomian antar daerah. Peningkatan permintaan akhir di suatu region akan meningkatkan output yang diproduksi di region tersebut melalui mekanisme keterkaitan ekspor-impor dengan region lain. Berdasarkan IRIO tahun 2000 efek tidak langsung yang terjadi akibat perubahan permintaan akhir di Propinsi DKI Jakarta kepada total perekonomian adalah 39,84%, lebih kecil dibandingkan pengaruh langsung terhadap perekonomian Propinsi DKI Jakarta sendiri (60,16%), sebaliknya pengaruh tidak langsung perubahan permintaan akhir Propinsi Banten kepada perekonomian sebesar 52,63%, lebih besar dibandingkan dengan efek langsung perubahan permintaan akhir Banten terhadap perekonomian Propinsi Banten sendiri (47,37%). Dampak tidak langsung perubahan permintaan akhir di Jakarta ataupun Banten memiliki dampak yang relatif lebih besar terutama kepada propinsi-propinsi yang berlokasi paling dekat. Efek tidak langsung Jakarta kepada Propinsi Jawa Barat, sebesar 1,52%, lebih besar dibandingkan efek tidak langsung ke Banten (0,43%). Namun 4 Perubahan eksogen adalah perubahan komponen permintaan akhir yang berupa konsumsi rumah tangga, investasi perusahaan, pengeluaran pemerintah ataupun ekspor dan impor.
41 Kajian Ekonomi Regional Zona Jakarta dan Banten
Triwulan III-2007
demikian efek tidak langsung Jakarta ternyata juga cukup besar kepada propinsi yang berlokasi relatif tidak dekat, seperti Jawa Timur (1,48%), Jawa Tengah (1,23%) dan Papua (1,31%). Tabel Boks II.1 Persentase Perubahan Output Provinsi Karena Efek Tidak Langsung Perubahan Permintaan Akhir Provinsi Propinsi
DKI Jakarta (%)
Banten (%)
1
NAD
0,04
0,01
2
Sumatra Utara
0,17
0,12
3
Sumatra Barat
0,09
0,11
4
Riau
0,08
0,08
5
Jambi
0,03
0,01
6
Sumatra Selatan
0,25
0,09
7
Bangka Belitung
0,01
0,01
8
Bengkulu
0,01
0,03
9
Lampung
0,12
0,22
10
DKI Jakarta
31,55
1,66
11
Jawa Barat
1,52
0,97
12
Banten
0,43
46,30
13
Jawa Tengah
1,23
1,11
14
DI Yogyakarta
0,07
0,17
15
Jawa Timur
1,48
1,38
16
Kalimantan Barat
0,05
0,02
17
Kalimantan Tengah
0,03
0,01
18
Kalimantan Selatan
0,02
0,02
19
Kalimantan Timur
0,92
0,17
20
Sulawesi Utara
0,01
0,00
21
Gorontalo
0,00
0,00
22
Sulawesi Tengah
0,01
0,01
23
Sulawesi Selatan
0,12
0,08
24
Sulawesi Tenggara
0,00
0,00
25
Bali
0,23
0,01
26
NTB
0,01
0,00
27
NTT
0,01
0,01
28
Maluku
0,00
0,00
29
Maluku Utara
0,01
0,00
30
Papua
1,31
0,05
Total
39,83
52,63
42 Kajian Ekonomi Regional Zona Jakarta dan Banten
Triwulan III-2007
Sementara itu, untuk mengetahui kekuatan keterkaitan antar sektor ekonomi dilakukan dengan menggunakan analisis backward5 dan forward linkage6 . Besaran angka yang ditunjukkan oleh backward linkage dan forward linkage digunakan sebagai salah satu acuan untuk mengetahui sektor mana yang menjadi unggulan dan dapat dijadikan prioritas pengembangan di suatu provinsi. Semakin besar angka linkage suatu sektor di suatu provinsi akan menunjukan semakin pentingnya sektor tersebut di provinsi tersebut karena memiliki potensi menghasilkan output yang tinggi. Peningkatan yang terjadi di sektor unggulan tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap perekonomian provinsi dan juga perekonomian Indonesia. Berdasarkan perhitungan yang ada, provinsi Banten memiliki lebih banyak sektor ekonomi yang memiliki kaitan ke belakang dan ke depan yang lebih tinggi, terutama di kelompok sektor industri. 5 Keterkaitan ke belakang melihat peningkatan output melalui mekanisme permintaan output. Keterkaitan ini dapat memiliki efek langsung maupun tidak langsung. 6 Keterkaitan ke muka melihat peningkatan output melalui mekanisme penawaran output. Keterkaitan ini menghitung total output yang tercipta akibat meningkatnya output sektor industri melalui mekanisme distribusi output dalam perekonomian.
Tabel Boks II.2 Peringkat Sektor di DKI Jakarta dan Banten Berdasarkan IRIO 2000 DKI Jakarta
Peringkat Sektor 1
Banten
Backward Forward
2
Industri alat angkutan, mesin & peralatannya Listrik, Gas dan Air Bersih
2,19 2,04
2,43 1,25
3
Angkutan Air
1,85
1,01
4
Angkutan Udara
1,85
0,01
5
Industri Tekstil, barang dari kulit dan alas kaki
1,78
2,54
6
Industri lainnya
1,77
1,01
7 8
Bangunan Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi
1,76 1,74
Sektor
Angkutan Udara Industri kertas dan barang dari cetakan Industri alat angkutan, mesin dan peralatannya Industri alat angkutan, mesin dan peralatannya
Backward
Forward
2,37
2,27
2,32
1,86
2,26
2,37
2,22
2,68
2,19
4,39
2,94
Industri dasar besi dan baja danlogam dasar bukan besi Industri tekstil, barng dari kulit dan alas kaki Industri barang dari logam
2,18 2,13
2,18 1,90
1,32
Bangunan
2,10
1,32
43 Kajian Ekonomi Regional Zona Jakarta dan Banten
Triwulan III-2007
Tabel Boks II.2 Peringkat Sektor di DKI Jakarta dan Banten Berdasarkan IRIO 2000 (lanjutan) DKI Jakarta
Peringkat Sektor 9
Banten
Backward Forward
Sektor
Backward
Forward
Industri makanan minuman dan tembakau
1,73
1,73
Listrik, gas dan air bersih
2,08
10
Hotel dan restoran
1,72
1,51
Hotel dan restoran
2,04
1,58
11
Angkutan darat
1,69
1,38
Industri lainnya
1,97
1,02
1,94
1,10
1,93
1,18
dan tembakau
1,93
3,19
1,79
1,19
12
1,61
Industri pupuk, kimia dan barang dr karet & mineral bukan logam
1,69
4,76
Angkutan air
13
Industri barang dari logam
1,64
1,17
Industri barang dari kayu
14
Peternakan dan hasil-hasilnya
1,63
1,00
Industri makanan minuman
15
Pertambangan minyak, gas dan
dan hasil hutan lainnya
panas bumi
1,61
1,29
Peternakan dan hasil-hasilnya
hasil hutan lainnya
1,59
1,13
Angkutan darat
1,71
1,38
Jasa-jasa lainnya
1,59
5,02
Perikanan
1,66
1,05
18
Perdagangan
1.56
4,44
Jasa-jasa lainnya
1,66
2,00
19
Industri kertas dan barang dari
16 17
Industri barang dari kayu dan
cetakan
1,54
1,47
Perdagangan
1,64
3,75
20
Komunikasi
1,49
2,46
Komunikasi
1,46
1,06
21
Perikanan
1,41
1,01
Lembaga keuangan
1,45
1,26
22
Lembaga keuangan
1,30
4,32
Tanaman Perkebunan
1,28
1,07
23
Tanaman perkebunan
1,30
1,00
Padi
1,22
2,11
24
Padi
1,29
1,05
Tanaman bahan makanan 1,11
1,01
25
Tanaman bahan makanan
lainnya lainnya
1,17
1,01
Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya
1,11
1,02
1,00
1,00
Kehutanan
1,05
1,01
lainnya
1,00
1,00
Pertambangan minyak, gas dan panas bumi
1,00
1,00
Pengilangan minyak bumi
1,00
1,00
Pengilangan minyak bumi
1,00
1,00
29
Industri semen
1,00
1,00
Industri semen
1,00
1,00
30
Pemerintahan umum dan 1,00
1,00
Pemerintah umum dan 1,00
1,00
26
Kehutanan
27
Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian
28
pertahanan
pertahanan
44 Kajian Ekonomi Regional Zona Jakarta dan Banten
Triwulan III-2007
Melalui IRIO juga dapat digunakan untuk mengetahui keterkaitan suatu sektor ekonomi terhadap sektor ekonomi lain baik sektor-sektor ekonomi yang ada di dalam provinsi maupun sektor-sektor ekonomi di provinsi lain jika terjadi perubahan permintaan akhir di suatu sektor di propinsi tertentu tertentu. Sebagai ilustrasi (IRIO √ 2000), jika terdapat peningkatan permintaan akhir untuk sektor 17 (Industri alat angkut, mesin dan peralatannya) di DKI Jakarta sebesar satu satuan uang, maka akan mengakibatkan output sektor 17 di DKI Jakarta meningkat 1,6316. Selanjutnya secara tidak langsung juga akan meningkatan output di sektor 22 (perdagangan) sebesar 0,1931, output di sektor jasa-jasa lainnya 0,0533 dan output di sektor lainnya dengan besaran kenaikan yang berbeda-beda. Kenaikan di sektor 17 di DKI Jakarta juga dapat meningkatkan output sektoral di provinsi lain, contohnya adalah peningkatan di sektor 17 di provinsi Jawa Barat sebesar 0,0306, sektor 17 di provinsi Jawa Timur sebesar 0,0079, sektor 8 (pertambangan biji batu-bara, bijih logam dan pengalian logam lainnya) di provinsi Papua sebesar 0,0066 di provinsi Papua dan seterusnya.
45 Kajian Ekonomi Regional Zona Jakarta dan Banten