Boks 1. SURVEI UMKM POTENSIAL DI KABUPATEN KERINCI
A. Usaha Telur Ayam Usaha ayam petelur berlokasi di Kota Sungai Penuh dan telah berjalan selama hampir 30 tahun. Pada awalnya kegiatan ini hanya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan akan telur ayam di wilayahnya sendiri, dimana menurut hasil pengematan sang pemilik, kebutuhan akan daging dan telur ayam di wilayahnya masih belum tercukupi. Kegiatan usaha berkembang dalam skala mikro. Semakin lama kegiatan usaha semakin berkembang seiring dengan meningkatnya permintaan dan kebutuhan masyarakat. Meskipun saat ini kegiatan masih beorientasi pada pemenuhan kebutuhan di wilayah Kerinci, namun skala usaha semakin oleh pemilik, dibantu oleh 10 orang karyawan tetap, yang bertugas merawat ayam-ayam petelur tersebut, sampai dengan distribusi produk (telur ayam) kepada para pelanggan. Saat ini jumlah ayam petelur yang telah dikembangkan sekitar 1.700 ekor. Secara permodalan, saat ini struktur modal hanya terdiri dari modal sendiri, tanpa menggunakan pinjaman dari bank/lembaga pembiayaan lain. Pemilik usaha pernah memperoleh kredit lunak ekonomi pedesaan (KLUEP) di tahun 2008, dimana kredit tersebut diperoleh untuk kelompok (pengembang usaha telur ayam), yang terdiri dari 40 orang, dengan plafond kredit Rp3,5 milyar, dan suku bunga 7,82%. Kredit tersebut hanya dimanfaatkan satu kali
karena
dirasakan
berat
dan
berisiko
tinggi
untuk
kelancaran
tingkat
pengembaliannya. Sebagian anggota kelompok adalah pengusaha ayam pedaging, yang masa panennya adalah 6 bulan, sementara untuk pengembalian kredit harus dilakukan setiap bulan. Hal ini dianggap sulit bagi debitur. Dalam upaya pengembangan usaha ini, pemilik usaha merasakan masih adanya kendala permodalan untuk terus mengembangkan usahanya. Kredit yang ditawarkan pada umumnya bukan kredit untuk pengembangan usaha, tetapi kredit komersial dengan suku bunga yang masih cukup tinggi. Secara umum, kegiatan usaha telur ayam ini dapat digolongkan sebagai usaha potensial dimana usaha ini mampu menghasilkan keuntungan bersih sekitar 35% dari omset penjualan. Kegiatan usaha ini telah mampu menciptakan lapangan kerja,
dan
mampu
meningkatkan
kesejahteraan
i
pemiliik
dan
karyawannya.
Kelengkapan ijin usaha telah dimiliki, hanya saja kegiatan usaha ini belum melakukan pembukuan secara teratur.
B. Industri Jagung Goreng Kegiatan usaha ini telah berjalan sekitar 5 tahun, sejak tahun 2005. Usaha ini dijalankan secara individu oleh sejumlah rumah tangga di wilayah desa Sumurup, Kabupaten Kerinci. Namun secara organisasi mereka memiliki kelompok usaha bernama “SMOEHOET” . Usaha Jagung goreng dikembangkan dengan memanfaatkan sumber bahan baku yang ada di wilayah Kerinci, berupa jagung khas yang dihasilkan di wilayah Kayu Aro. Jenis jagung yang digunakan memiliki kriteria dan spesifikasi khusus, jadi tidak semua jenis jagung dapat digunakan sebagai bahan baku. Kegiatan usaha yang dijalankan ini masih bersifat manual, tanpa menggunakan mesin-mesin modern. Namun demikian, usaha ini memberikan keuntungan yang cukup besar, sekitar 35-40% dari omset penjualan. Saat ini, industri makanan ringan berupa jagung goreng telah dipasarkan ke wilayah Kerinci, Kota Jambi dan beberapa wilayah terdekat lainnya, seperti Padang, Kabupaten Muko-Muko. Pangsa pasar produknya sudah tetap. Namun demikian, usaha tersebut saat ini masih mengalami kendala dalam hal permodalan. Industri ini belum memiliki akses permodalan kepada perbankan/lembaga keuangan lainnya. Ini berarti industri tersebut masih mengandalkan modal sendiri untuk menjalankan dan mengembangkan usahanya. Selain dari sisi permodalan, permasalahan yang sering dihadapi adalah masih terbatasnya ketersediaan bahan baku. Dikarenakan bahan baku yang diperlukan untuk industri ini jenisnya/sifatnya spesifik, maka apabila produksi dari bahan baku itu mengalami penurunan atau kelangkaan, maka akan berpengaruh pada harga bahan baku, yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat keuntungan usaha. Namun demikian, dalam skala usaha mikro, kegiatan industri ini cukup menguntungkan, dan dapat digolongkan sebagai usaha mikro potensial. Sebagai informasi, usaha ini pernah meperoleh bantuan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan berupa alat-alat produksi, seperti gerobak dorong, wajan, dan tungku untuk
proses produksi.
Kelengkapan perijinan/legalitas kegiatan usaha sebagian
sudah dimiliki, seperti Tanda Daftar Industri, ijin Usaha Industri Rumah Tangga dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kerinci.
C. Industri Makanan Ringan Dodol Kentang Industri makanan ini berlokasi di wilayah Desa Lubuk Nagodang, Kabupaten Kerinci dan telah berjalan sekitar 9 tahun, sejak tahun 2001. Di wilayah tersebut
ii
memang merupakan sentra industry dodol kentang wilayah Kerinci. Pemasaran produk ini sekarang meliputi wilayah Kerinci, Kota Jambi, Padang, Bengkulu. Pada hari/musimmusim
tertentu,
seringkali
permintaan
akan
jenis
makanan
ini
melebihi
kemamuan/kapasitas produksi, misalnya ada musim-musim menjelang lebaran. Di lihat dari akses pembiayaan, usaha ini pernah memperoleh pinjaman dari beberapa perbankan yang sebesar Rp.15 juta berupa kredit usaha pengembangan ekonomi masyarakat (KUPEM). Selain itu, usaha ini juga memanfaatkan dana pinjaman perbankan lainnya, namun bukan skim kredit program. Kelompok usaha ini juga pernah memeroleh bantuan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan berupa peralatan misalnya kertas lilin, dan telah beberapa kali memperoleh pelatihan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Dilihat dari nilai asetnya, skala usaha ini tergolong dalam skala usaha mikro. Pengusaha yang bersangkutan juga belum memiliki jiwa wiraswasta yang baik. Administrasi keuangan/pembukuan sederhana atas kegiatan usaha juga belum dilakukan. Kelengkapan usaha berua Tanda Daftar Industri (TDI) sudah dimiliki, namun untuk beberapa kelengkapan perijinan lain belum ada, misalnya Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP), Surat Ijin Tempat Usaha (SITU), Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dll. Berdasarkan hasil survei dan interview kepada pengusahanya, secara umum kegiatan usaha ini belum dapat digolongkan sebagai jenis usaha potensial.
D. Usaha Makanan Ringan Keripik Kentang Kegiatan usaha Keripik Kentang ini telah berjalan sekitar 4 tahun, dimulai dari tahun 2006, dimana pemiliknya ingin memanfaatkan sumber bahan baku berupa kentang yang dinilai cukup melimpah, dan dihasilkan di wilayah sendiri, yaitu daerah Kayu Aro. Awalnya hasil produksi berupa keripik kentang ini hanya dipasarkan di wilayah Kerinci. Untuk data memperoleh pangsa pasar tetap di daerah Kerinci inipun dilakukan melalui upaya pemilik usaha untuk terus menerus menawarkan hasil produksinya di beberapa toko makanan. Saat ini produk tersebut sudah dipasarkan sampai di wilayah Kota Jambi dan beberapa wilayah Kabupaten terdekat lainnya. Kegiatan usaha ini apabila ditinjau dari beberapa aspek cukup potensial. Dari sisi pemasaran, usaha ini telah berkembang dan memiliki pangsa pasar yang sukup pasti, misalnya misalnya beberapa took makanan dan supermarket yang ada di Kabupaten Kerinci dan sekitarnya, sampai dengan di Kota Jambi. Dari sisi ketersediaan bahan baku. Industri ini memanfaatkan bahan baku berupa tanaman pangan yang produksi dan ketersediaannya mencukupi untuk proses produksi. Dari sisi keuntungan
iii
yang dihasilkan, industri ini mampu memberikan keuntungan bersih yang cukup tinggi, sekitar 35-40% dari nilai penjualan. Pengusaha yang bersangkutan juga memiliki jiwa wiraswasta yang tinggi, dan telah beberapa kali mengikuti pelatihan/pembinaan dari dinas/instansi
terkait.
Selain
itu,
kegiatan
usaha
ini
mampu
membuka
peluang/kesempatan kerja bagi sejumlah orang. Secara umum, kegiatan usaha ini potensial untuk dikembangkan. Usaha keripik kentang ini dijalankan dengan modal sendiri dan juga pinjaman dari bank, dengan suku bunga kredit komersial. Hal tersebut seringkali dirasakan membebani pengusaha. Oleh sebab itu pengusaha mengharapkan adanya kredit program/kredit pengembangan usaha dengan suku bunga yang lebih rendah. Kendala lain yang dihadapi dalam upaya pengembangan produk ini adalah sarana penunjang untuk memasarkan produk, berupa alat pengangkut/pengiriman yang sesuai dengan jenis produknya. Saat ini pengiriman produk dilakukan dengan menggunakan jasa pengiriman dan mobil pribadi. Namun dikarenakan bentuk produknya yang banyak memerlukan tempat dan mudah rusak, seringkali terjadi kerugian dikarenakan barang rusak pada saat sampai di tempat tujuan. Kendala ini dapat di atasi apabila pengusaha memiliki sarana penunjang yang sesuai untuk mengirim hasil produknya. Pengusaha mengharapkan adanya akses permodalan kepada bank ataupun lembaga pembiayaan untuk mengembangkan usahanya.
E. Usaha Kerajinan Anyaman “Sukarsih” Usaha ini didirikan tahun 1992, berlokasi di wilayah Desa Kuto Dian Bawah, Kabupaten Kerinci. Daerah ini merupakan sentra industry kerajinan tangan. Produk yang dihasilkan berupa kerajinan anyaman dan hiasan lainnya dengan memanfaatkan bahan baku berupa daun pandan. Bahan baku ini diperoleh dengan cara membeli dari petani dan penduduk sekitar. Secara kelompok, usaha pengrajin anyaman di lingkungan tersebut pernah memperoleh kredit usaha pengembangan ekonomi
masyarakat (KUPEM) dari
perbankan sebesar Rp.15 juta, dimana masing-masing pengusaha memperoleh pinjaman sebesar Rp.1 juta rupiah, pada tahun 2003. Pinjaman tersebut lunas di tahun yang sama, dan sudah tidak mengajukan pinjaman lagi ke bank. Kelompok usaha ini telah beberapa kali mengikuti pelatihan teknis yang dilaksankan oleh instansi/dinas terkait. Apabila diklasifikasikan menurut skala usahanya, industri ini termasuk dalam kelompok usaha mikro. Tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi rata-rata
iv
berjumlah 2-3 orang, dengan jumlah asset (di luar tanah dan bangunan) rata-rata di bawah 50 juta rupiah. Tingakat keuntungan bersih yang dihasilkan dari kegiatan usaha ini kurang lebih 20% dari omset penjualan. Struktur modal usaha saat ini hanya terdiri dari modal sendiri, dikarenakan pengusaha merasa enggan/takut untuk meminjam ke bank. Berdasrakan tinjauan atas beberapa aspek tersebut, usaha ini belum dapat dikategorikan sebagai usaha/UMKM potensial.
F. Usaha Tungku Kegiatan usaha ini dijalankan sejak tahun 2004
dan berlokasi di Desa Sri
Menanti, Kabupaten Kerinci. Usaha ini merupakan usaha keluarga, dengan memanfaatkan bahan baku tanah liat. Bahan baku ini diperoleh di wilayah sekitar, dengan membeli kepada penjual tanah liat. Proses produksi telah melibatkan tenaga kerja kurang lebih 17 orang.
Rata-rata produksi per bulan sebanyak 2600 buah
tungku. Harga produk bervariasi, tergantung pada jenisnya, berkisar antara Rp.20.000,00 s.d Rp.30.000,00. Ditinjau dari besaran aset/kekayaan bersih, usaha ini termasuk dalam skala usaha kecil, dimana dalam kegiatannya telah ditunjang dengan sarana produksi yang memadai, misalnya alat pembakaran, mobil untuk mengangkut hasil produksi. Kendala yang masih dihadapi terkait dengan proses produksi adalah masih terbatasnya tempat untuk menampung hasil produksi dan juga tempat pembakaran. Untuk proses produksi berupa pembakaran, membutuhkan tempat yang lebih luas, dan sampai saat ini hal tersebut masih menjadi kendala. Di sisi lain, tingkat keuntungan bersih yang dihasilkan dari usaha ini cukup tinggi, sekitar 40% dari nilai penjualan. Dari sisi pemasaran, usaha ini telah memiliki pangsa pasar tetap, tidak hanya di wilayah provinsi Jambi, akan tetapi sudah menjangkau wilayah/propinsi lain di sekitarnya, seperti Bengkulu, Palembang dan Padang. Dari sisi permodalan, usaha ini telah memiliki akses pembiayaan kepada perbankan. Di tahun 2006 pernah memperoleh pinjaman dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri), secara bertahap, sebesar Rp.10 juta, Rp.15 juta dan Rp.15 juta, dengan suku bunga 1,5% per bulan. Dari hasil identifikasi tersebut, usaha tungku ini termasuk dalam kategori UMKM potensial.
G. Industri Pengolahan Tahu Industri pembuatan tahu ini sudah dikelola dan dijalankan sejak tahun 1998,. Industri ini memanaatkan hasil pertanian berupa kedelai sebagai bahan bakunya. Awalnya produk yang dihasilkan hanya dipasarkan di wilayah kabupaten Kerinci,
v
dengan pangsa pasar yang masih sangat terbatas. Bahkan produksi harian tidak semuanya laku terjual. Seiring dengan upaya pemasaran yang terus dilakukan oleh pengusaha, pangsa pasar terus meningkat. Permintaan masyarakat Kerinci akan bahan makanan ini semakin meningkat, dan saat ini kapasitas produksi seringkali tidak lagi sesuai dengan jumlah permintaan. Proses produksi industry bahan makanan ini memanfaatkan tenaga karyawaan sekitar 15 orang, dengan volume produksi sebanyak 15 karung/hari. Hasil produksi tersebut kemudian dijual dengan harga sekitar Rp.450.000/karung. Dengan demikian, omset penjualannya mencapai Rp.6.750.000,00 per hari. Untuk kebutuhan bahan baku, industri ini membeli dari pedagang ataupun langsung dari petani. Kebutuhan akan bahan baku saat ini sekitar 21 ton kedelai per bulan. Kebutuhan yang cukup besar selama ini dipenuhi dari pembelian di pasar lokal. Apabila ketersediaan bahan baku di pasar lokal sedang mengalami penurunan (yang secara otomatis berpengaruh pada harga bahan baku), pengusaha terkadang membeli dari daerah (provinsi) lain. Dalam upaya mengembangkan usahanya ini, pemilik telah melakukan melakukan akses pembiayaan kepada perbankan. Kredit tersebut digunakan untuk mengembangkan usaha, antara lain untuk pembelian kendaraan/sarana transportasi penunjang pemasaran. Berdasarkan hasil survei dan identiikasi langsung terhadap kegiatan usaha, industri ini dapat digolongkan dalam kelompok usaha kecil potensial.
H. Usaha Anyaman Bambu Kegiatan usaha ini didirikan tahun 1991. Saat ini kegiatan usaha tersebut telah berkembang, dengan jumlah karyawan mencapai 14 orang. Usaha ini menggunakan bahan baku berupa bambu, yang diperoleh dari petani maupun pedagang yang menjual bahan baku tersebut. Bahan baku yang diperlukan sampai saat ini dapat diperoleh dengan cukup mudah. Pemasaran produk saat ini menjangkau wilayah Jambi, Jakarta dan Padang. Pemasaran produk, selain dari konsumen/pelanggan yang sudah ada, biasanya melalui pameran yang diselenggarakan oleh Dinas. Pemilik dan karyawan di industri ini telah beberapa kali mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas terkait untuk peningkatan usaha. Penjualan meningkat pada umumnya pada musim-musim lebaran. Omset penjualan per bulan berkisar antara 3-4 juta rupiah per bulan. Sementara tingkat keuntungan bersih yang diterima berkisar antara 60-70% dari omset penjualan.
vi
Dari sisi akses permodalan, usaha ini secara individual belum pernah memperoleh pinjaman dari bank. Di tahun 2004 pernah memperoleh pinjaman kelompok sebesar Rp.8.000.000,00, yang dibagi untuk 8 anggota. Belum ada pembukuan atas kegiatan keuangan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan pengusaha terkait dengan administrasi dan tata buku yang baik. Pelatihan terkait dengan peningkatan kualitas produksi dan maupun penguatan kelembagaan telah diberikan oleh dinas terkait. Berdasarkann identifikasi lapangan yang dilakukan, dalam skala usaha mikro jenis usaha ini termasuk dalam kelompok usaha potensial. Dengan demikian, beberapa usaha yang cukup potensial untuk dikembangkan lebih lanjut di Kabupaten Kerinci adalah usaha telur ayam, industri jagung goreng, usaha makanan ringan keripik kentang, usaha tungku, industri pengolahan tahu, dan usaha anyaman bambu.
vii