Boks 1 SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU
I.
LATAR BELAKANG
Kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA) telah menghasilkan paradigma terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif atas suatu barang dan jasa yang dihasilkan dalam kaitannya dengan perdagangan lintas negara. Lebih lanjut, ratifikasi Framework Agreement on Comprehensive Economics Cooperation between the Association of South East Asian Nations and People’s Republic of China atau dikenal dengan istilah ACFTA oleh Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No.48 tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004, diperkirakan akan memberikan pengaruh bagi pelaku usaha terutama sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM1). Oleh karena itu, pemetaan mengenai kondisi tersebut perlu dilakukan terutama bagi para pemangku kebijakan (stakeholders) serta dunia usaha agar dihasilkan kebijakan yang sinergi dalam mendorong terciptanya keunggulan komparatif dan kompetitif di Provinsi Riau2.
1
Klasifikasi UMKM berdasarkan nilai penjualan dalam setahun sesuai dengan UU No. 22 tahun 2008 tentang UMKM, yaitu usaha mikro sebesar Rp300 juta, usaha kecil sebesar Rp2,5 miliar dan usaha menengah sebesar Rp50 miliar. 2 Sampel diambil di Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar.
II. DESKRIPSI RESPONDEN Pendalaman informasi mengenai pengaruh ACFTA ini dilakukan dengan metode survei3 pada UMKM dan beberapa industri unggulan yang berada di sekitar Kota Pekanbaru dan Kabupaten kampar. Total sampel responden berjumlah 17 perusahaan dengan sebaran responden sebagaimana terlihat pada Grafik 1 dan 2. Secara umum, dapat diketahui sampel responden yang merupakan perusahaan besar atau memilki nilai penjualan (omzet) lebih dari Rp4 miliar/bulan relatif kecil (n=4). Sedangkan sisanya sebagian besar merupakan perusahaan yang berada pada skala Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) dengan jumlah sampel sebesar 13 responden. Dalam survei ini, sebagian besar sampel responden UMKM bergerak pada sektor industri pengolahan dan perdagangan, sedangkan pada usaha besar utamanya bergerak pada industri pengolahan seperti karet olahan dan CPO.
Grafik 1. Sampel Responden
Grafik 2. Nilai Omzet per bulan Pada Sampel Responden
besar
Perdaganga n; 6
Pertanian; 4
Industri; 7
Menengah
Kecil
Mikro
0
1 Perdagangan
2 Industri
3 Pertanian
Secara umum, dari hasil survei diketahui bahwa orientasi pemasaran produk utamanya masih berada pada pasar domestik dibandingkan dengan pasar ekspor. Sementara, pola penjualan produk yang dilakukan sebagian besar berupa 3 Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dan ukuran penetapan sektor berdasarkan kontribusi sektor ekonomi dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Riau.
4
penjualan kepada konsumen akhir dan perusahaan lain yang umumnya merupakan distributor. Penjualan melalui pemasok ke perusahaan pengumpul (eksportir) relatif kecil dan hanya dilakukan oleh satu (1) responden perusahaan. Grafik 3. Target Pemasaran Produk
Grafik 4. Orientasi Pemasaran Produk
1
Ekspor
1
1 Besar 3
1
Pengumpul/Eksportir
0
Usaha Besar
Ekspor
UMKM
Domestik
1
Perusahaan Lain
1
6
MKM 12
1
Langsung Konsumen
6
0
5
10
0
5
10
15
Jumlah Responden
Jumlah Responden
Dilihat dari bahan bakunya utamanya, diketahui bahwa bahan baku yang berasal dari impor tidak banyak digunakan oleh responden perusahaan di Provinsi Riau. Terlihat bahwa sekitar 80% responden menjawab tidak menggunakan bahan baku impor. Hal ini dikarenakan sebagian besar atau lebih dari 80% kebutuhan bahan baku utama dapat dipasok dari dalam provinsi (n=10), meskipun terdapat beberapa responden yang juga harus mendatangkan bahan baku dari luar provinsi namun jumlahnya relatif kecil. Grafik 5. Penggunaan Bahan Baku Impor
Grafik 6. Pasokan Bahan Baku Utama
5 Luar Provinsi
Besar
1 1
Ya Tidak
10 Dalam Provinsi
UMKM
1 0
0%
20%
40%
60%
80%
Proporsi Responden
100%
0
2
4
6
8
10
Jumlah Responden > 80%
40%
25%
12
Sementara itu, preferensi sumber pembiayaan usaha responden sebagian besar masih berasal dari dana milik sendiri. Sebagaimana terlihat pada Grafik 5, diketahui bahwa sebagian besar responden (n=13) lebih cenderung untuk menggunakan modal yang berasal dari dana sendiri dibandingkan dengan dana perbankan maupun lembaga keuangan non bank. Responden yang sumber dananya sekitar 50% berasal dari pembiayaan perbankan relatif kecil yaitu hanya sekitar 35,29% (n=6) dari total sampel responden. Kondisi ini mengindikasikan bahwa masih terdapat ruang yang cukup besar untuk meningkatkan dukungan perbankan terhadap sektor usaha di Provinsi Riau. Grafik 7. Sumber Pembiayaan Usaha
14
Jumlah Responden
12 10 8
Dana Sendiri
6
Perbankan
4
Lembaga keuangan Non Bank
2 0 s.d 25%
>25% s.d 49%
>= 50%
Proporsi Sumber Pembiayaan
III. PERSPEKTIF ACFTA DAN PENGARUHNYA TERHADAP SEKTOR RIIL Hasil survei yang dilakukan menunjukkan bahwa pemberlakuan ACFTA mendapat respon positif dari kalangan pelaku usaha di Provinsi Riau. Pada Grafik 8, terlihat bahwa sebagian besar responden UMKM berpendapat bahwa kesepakatan ACFTA tidak begitu memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kinerja usahanya bahkan terdapat indikasi pengaruh positif. Menurut sektoral, UMKM yang merasakan dampak positif cukup besar dari pemberlakuan ACFTA di Provinsi Riau adalah sektor perdagangan. Hal ini dikarenakan dengan berlakunya ACFTA maka
ragam atau variasi barang yang dijual menjadi relatif lebih banyak dikarenakan harga barang yang berasal dari China dan ASEAN relatif kompetitif terutama untuk perdagangan alat-alat kebutuhan rumah tangga. Di sisi lain, beberapa UMKM yang bergerak di sektor perdagangan juga cukup optimis bahwa produk yang dijual akan mampu bersaing dengan produk dari China dan ASEAN. Hal ini dikarenakan produk yang dijualnya telah memiliki keunggulan komparatif yang cukup baik dibandingkan produk sejenis. Dampak negatif yang dirasakan oleh responden UMKM umumnya lebih disebabkan oleh kekhawatiran terhadap peningkatan jumlah kompetitor. Grafik 9. Dampak ACFTA Pada Sektor UMKM
Grafik 8. Dampak ACFTA
Tidak Berpengaruh
Perdagangan
Usaha Besar
Negatif
Industri
UMKM
Pertanian
Positif
0
2
4
6
0
8
1
2
Jumlah Responden
Tidak Berpengaruh
Temuan
empiris
menunjukkan
3
4
Jumlah Responden
bahwa
sampai
dengan
Negatif
triwulan
Positif
II-2010
pemberlakuan ACFTA memberikan pengaruh positif terhadap kinerja UMKM di Provinsi Riau. Beberapa indikator seperti nilai penjualan (omzet), keuntungan, arus kas dan persediaan menunjukkan adanya kenaikan secara triwulanan (qtq). Kenaikan ini terutama terjadi pada sektor perdagangan seperti kebutuhan rumah tangga dan alat tulis, sedangkan pada sektor pertanian utamanya terjadi pada budidaya kakao. Secara umum, kenaikan masing-masing indikator tersebut disajikan pada Grafik 10 di bawah ini.
Grafik 10. Kenaikan Indikator Kinerja Responden UMKM di Provinsi Riau 2,50 2,00
1,92
1,38
1,50 % 1,00
0,71 0,38
0,50 0,00 Omzet
Keuntungan
Arus Kas
Persediaan
Indikator Kinerja
Namun demikian, sinergi yang kondusif antara Pemerintah Daerah serta dinas/instansi terkait tetap dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing UMKM di Provinsi Riau. Berdasarkan hasil survei, beberapa kebijakan pemerintah yang sangat diharapkan oleh UMKM di Provinsi Riau diantaranya adalah meningkatkan pasokan energi (listrik dan gas) dan mempermudah akses kredit perbankan. Hal ini dapat dipahami mengingat rasio elektrifikasi di Provinsi Riau saat ini baru mencapai 42% atau masih berada dibawah nasional yang mencapai 60%. Di sisi lain, adanya kemudahan dalam akses kredit perbankan juga relatif sejalan dengan masih minimnya pembiayaan perbankan terhadap sektor UMKM berdasarkan hasi survei yang dilakukan. Tabel 1. Kebijakan Pemerintah yang diharapkan oleh UMKM Dalam Menghadapi ACFTA Bentuk Kebijakan Pasokan energi (listrik dan gas) yang lebih baik Mempermudah akses kredit perbankan Peningkatan promosi (Expo/Pameran) Kemudahan izin SNI dan lainnya Pembangunan infrastruktur agar lebih diperbaiki Pelatihan dan bimbingan teknis Pelonggaran kebijakan perdagangan Sosialisasi kepada pelaku usaha dan perbankan Menambah jumlah skim kredit bersubsidi terutama kepada UMKM
% 52.94 41.18 35.29 29.41 29.41 29.41 23.53 23.53 11.76