BOJONEGORO INSPIRASI UNTUK NEGERI
BOJONEGORO INSPIRASI UNTUK NEGERI
Bojonegoro, Inspirasi untuk Negeri Diterbitkan pertama kali oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dengan dukungan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dan ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) Penasihat: Drs. Suyoto M.Si. (Bupati Bojonegoro) Sugeng Bahagijo (Direktur Eksekutif INFID) Rahmat Junaidi (Kabid Sosial Budaya Bappeda Pemkab Bojonegoro) Mugiyanto (Senior Program Officer INFID) Pimpinan Produksi: Ngarto Februana Penulis: Yanto Musthofa Editor: Ngarto Februana Fotografer: Denny Sugiharto Desain dan Tata Letak: Kemas Moh. Ridwan Sekretariat: Yolandri Simandjuntak Foto-foto: Dokumentasi Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Denny Sugiharto, dan Erlambang Aji Candra (Pilot Drone)
Didukung oleh
BOJONEGORO INSPIRASI UNTUK NEGERI
NOVEMBER 2016
iv KABUPATEN BOJONEGORO
INSPIRASI UNTUK NEGERI v
vi KABUPATEN BOJONEGORO
KATA PENGANTAR
A
da apa dengan Bojonegoro? Berangkat dari pertanyaan itu, kami memilih Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, untuk ditulis sebagai buku. Pada April lalu, Bojonegoro terpilih mewakili Indonesia sebagai daerah percontohan pada ajang “Open Government Partnership (OGP) Subnational Government Pilot Program” atau Percontohan Pemerintah Daerah Terbuka. Kabupaten Bojonegoro bersama Kota Seoul, Korea Selatan, dan Kota Tbilisi, Georgia, adalah percontohan pemerintah daerah pertama di Asia, bersanding dengan 13 kota besar di dunia dari 45 kota yang mendaftar pada ajang ini. Bupati Bojonegoro, Suyoto, pun telah mengukuhkan kesiapan jajarannya sebagai percontohan bagi Pemerintah Daerah Terbuka. Untuk mewujudkan pemerintahan terbuka itu—bahkan sampai tingkat desa— Bupati Suyoto yang akrab dipanggil Kang Yoto, membuka akses telepon genggamnya kepada warga untuk menyampaikan pengaduan; tiap Jumat menggelar konsultasi dengan warga. Bojonegoro juga memenuhi ciri lain dari pemerintahan terbuka: publik dan pers bisa mengakses berbagai dokumen pemerintah dan rapat-rapat pemerintah. Prestasi lain Bojonegoro adalah Daerah Ramah Hak Asasi Manusia (HAM)—predikat yang ditetapkan pada peringatan HAM seDunia 2015 di Istana Negara, 11 Desember 2015. Prestasi ini diraih berkat komitmen Pemkab Bojonegoro dalam menata daerah dan membangun harmoni seluruh lapisan
masyarakat dan kekuatan politik sehingga kebhinekaan serta toleransi antar dan intra umat beragama terjaga dan terawat dengan apik. Pemkab Bojonegoro berperan nyata dalam mendukung program Daerah Ramah HAM dengan mengeluarkan Perbup Nomor 07 Tahun 2015 tentang Bojonegoro Kabupaten Ramah HAM. Selain itu, di bawah kepemimpinan Bupati Suyoto, Kebupaten Bojonegoro menggagas program Dana Abadi dari hasil pengelolaan minyak dan gas. Kabupaten kaya migas ini sudah memikirkan nasib anak cucu, agar setelah minyak habis kelak, Dana Abadi bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga. Kami melihat bahwa bukti nyata Bojonegoro dalam membangun daerah dengan keterbukaan dan akuntabilitas serta sejumlah inovasi dan inisiasi dalam meningkatkan kesejahteraan warga, mengembangkan budaya potensi ekonomi lokal, serta komitmen terhadap HAM, bisa menjadi contoh berharga. Untuk alasan itulah, buku ini kami terbitkan sebagai upaya mendokumentasikan dan menyebarluaskan capaian tersebut dengan harapan menjadi inspirasi bagi negeri ini. Buku ini terwujud berkat dukungan ExxonMobil, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, dan sejumlah pihak. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih.
Jakarta, November 2016 Penerbit INSPIRASI UNTUK NEGERI vii
DAFTAR ISI 02 Bagian Satu
Miniatur Indonesia Damai
12
Bagian Dua
Miniatur Indonesia Damai
viii KABUPATEN BOJONEGORO
30 Bagian Tiga
Kerja Keras Menggenjot Infrastruktur Mulai Berbuah
60 Bagian Lima
42
Gairah Kebangkitan Budaya, Menatap Masa Depan
Bagian Empat
Gairah yang Tumbuh di Berbagai Sektor Ekonomi INSPIRASI UNTUK NEGERI ix
02 KABUPATEN BOJONEGORO
BAGIAN SATU
BOJONEGORO BERSOLEK BUKA-BUKAAN INSPIRASI UNTUK NEGERI 03
04 KABUPATEN BOJONEGORO
Birokrasi sesungguhnya memiliki kapasitas internal yang siap asalkan ada kemauan dari pemimpin.
D
atanglah ke Kota Bojonegoro, ibu kota Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, dengan kendaraan umum dari Surabaya sejauh 110 kilometer. Sebelum lewat tengah malam, bus-bus antarkota yang bergerak pulang masih bisa membawa Anda menuju ke sana. Tapi, jangan tergesa-gesa pergi sebelum subuh. Orang Bojonegoro tahu betul menghargai waktu istirahat, termasuk para sopir angkutan umum. Boleh jadi, mereka memang sengaja menahan tetamu agar singgah lebih lama. Jadi, pilih dan nikmati saja yang tersedia. Kota kecil nan asri—damai itu kian lincah bersolek. Bukan hanya losmen bertarif seratus ribuan, hotel-hotel bintang tiga kini berebut membuktikan bahwa Bojonegoro memang bagus. Tak usah risau dengan kebutuhan kuliner. Dari kelas nasi goreng tenda sampai restoran dan kafe metropolis, semua tersedia di sana, termasuk ledre, makanan khas Bojonegoro berbentuk seperti emping gulung beraroma khas pisang raja. Bojonegoro bersolek? Mungkin lebih tepat berdamai dengan takdirnya. Berdamai INSPIRASI UNTUK NEGERI 05
berarti berjibaku menyesuaikan diri dengan alam dan lingkungan serta perkembangan zaman, termasuk perkembangan tata kelola pemerintahan modern yang transformatif. Ada berkah pertanian padi, tembakau, jagung, ada perkebunan pisang, belimbing, juga tentu saja ada berkah minyak dan gas serta pertambangan dan penggalian. Namun, ada “tamu” tahunan yang selalu mengerek turun dana pembangunan ke angka negatif: banjir Sungai Bengawan Solo. Bupati Suyoto, pria 51 tahun yang akrab di-
06 KABUPATEN BOJONEGORO
sapa Kang Yoto, bercerita bahwa saat pertama kali ia terpilih sebagai Bupati Bojonegoro pada 2007 dan dilantik pada tahun berikutnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bojonegoro sebesar Rp 850 miliar dengan beban utang Rp 350 miliar. Praktis, katanya, selama dua tahun pemerintah tak punya uang belanja pembangunan untuk kabupaten seluas 2.307 kilometer persegi dan berpenduduk sekitar 1,45 juta jiwa itu.
Jalan Sehat. Menumbuhkan keakraban antara pemimpin dan rakyat.
D
I balik itu, pemerintah sesungguhnya menghadapi sejumlah problem elementer, yakni masalah internal pemerintah dan yang dihadapi masyarakat sama-sama besar. Kedua, kemampuan pemerintah kecil. “Pada 2007, saya mendapati data bahwa 85 persen jalan di Kabupaten Bojonegoro rusak, dan itu menjadi salah satu keluhan terbesar publik,” tutur Kang Yoto. Ketiga, kata Kang Yoto, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sangat rendah, dengan persepsi masyarakat 65 persen memandang pemerintah korup, hanya 35 persen yang puas. “Keempat, infrastruktur pendidikan, kesehatan dan pertanian masih minim. Kelima, banjir dan kekeringan,” ujar sang Bupati. Suka tidak suka, dengan setumpuk persoalan itu, pemerintah tetap harus menghadirkan layanan publik. Maka, pertama-tama yang diburu Kang Yoto adalah membangkitkan kembali dan merawat kepercayaan publik akan kehadiran pemerintah. Tak sedikit yang meragukan. Ada yang berkata langsung kepadanya, “Ah, paling-paling Kang Yoto sama seperti bupati sebelum-sebelumnya. Ketika su-
dah waktunya, Kang Yoto juga akan lupa sama kita-kita.” Itu keraguan serius, dan Kang Yoto pun merasa harus menawarkan sesuatu yang serius. Harus ada mekanisme yang memungkinkan rakyat bisa terus menagih janjinya. “Saya umumkan nomor handphone saya ke publik. Silakan sampaikan semua keluhan. Selain itu, saya tawarkan dan saya buktikan dua hari setelah dilantik, seluruh rakyat, siapa saja boleh datang di Pendopo untuk mengikuti Dialog Publik setelah salat Jumat dari pukul satu sampai tiga sore.” Di awal-awal tersedianya saluran komunikasi langsung itu, Suyoto mengaku dalam sehari bisa menanggapi sampai 200 pesan pendek (short message service atau SMS). Dari pagi sampai pagi lagi. “Rakyat baru percayanya ke saya. Jadi, saya harus pikul tanggung jawab itu,” kata mantan rektor Universitas Muhammadiyah Gresik ini. Dalam Dialog Publik yang disiarkan dua radio dengan live streaming itu, segala macam unek-unek, keluhan, kritik pedas, bahkan luapan marah-marah bermunculan dari berbagai lapisan masyarakat. Panas kuping, itu pasti. Tapi, bagi Suyoto, itulah pintu berbenah INSPIRASI UNTUK NEGERI 07
Gedung Pemkab. Tak kurang
dari 60 aplikasi teknologi informasi beroperasi dalam sistem pemerintahan Kabupaten Bojonegoro.
Dialog Publik memiliki tiga manfaat sekaligus. Pertama, menjadi cara pemerintah memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik. Kedua, menjadi saluran untuk mengundang partisipasi publik. Ketiga, cara belajar bersama sehingga bisa dilakukan inovasi.
08 KABUPATEN BOJONEGORO
yang sesungguhnya. Dialog Publik, kata Kang Yoto, memiliki tiga manfaat sekaligus. Pertama, itu menjadi cara pemerintah memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik. Kedua, pertemuan warga dan bupati itu menjadi saluran untuk mengundang partisipasi publik. Dan ketiga, dialog tersebut merupakan cara belajar bersama sehingga bisa dilakukan inovasi. Salah satu contoh inovasi yang fenomenal adalah ide masyarakat untuk membangun ja-
Dialog Publik.
Kang Yoto mendengarkan keluhan warga.
lan dengan paving block. Pilihan ini didasarkan pada keadaan tanah yang labil. Ide itu kemudian direplikasi pemerintah sebagai model pembangunan infrastruktur jalan. Sesiap itukah birokrasi untuk menjalankan transformasi? Suyoto malah memuji bahwa birokrasi sesungguhnya memiliki kapasitas internal yang siap, asalkan ada kemauan dari pemimpin. Ia bahkan mengaku tidak pernah menerapkan kebijakan represif terhadap birokrasi. Yang diperlukan adalah menyiapkan sistem dan mekanisme kontrol, dari yang bersifat sederhana seperti melalui komuni-
kasi grup SMS atau Whatsapp (WA) sampai ke sistem teknologi informasi yang canggih. Saat ini, tak kurang dari 60 aplikasi teknologi informasi beroperasi dalam sistem pemerintahan Kabupaten Bojonegoro. Dengan sistem itu, misalnya, Bupati bisa mendapat informasi lebih cepat dari camat ketika terjadi tanah longsor atau luapan banjir. Ketika informasi diunggah Bupati ke dalam sistem, semua jajaran terkait bisa merespons sesuai dengan lingkup dan bidang kerja masing-masing. Namun, Suyoto menyadari, tentu saja semua itu tidak bisa berjalan instan. Butuh proINSPIRASI UNTUK NEGERI 09
OGP secara resmi dibentuk pada September 2011 oleh tujuh negara, termasuk Indonesia, merupakan kerja sama multilateral yang bertujuan OGP mendorong negara-negara anggotanya untuk mewujudkan transparansi, partisipasi publik, akuntabilitas, dan inovasi dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahannya sebagai konsekuensi alamiah dari suatu negara demokrasi. Di Indonesia, OGP dikoordinasikan oleh Sekretariat Nasional Open Government Indonesia.
10 KABUPATEN BOJONEGORO
ses. Kang Yoto teringat, seorang kepala dinas yang kagok dan bahkan tidak bisa menggunakan saluran komunikasi via SMS atau WA. Kini, mekanisme kendali terus bertambah karena sistem itu terhubung dengan saluran-saluran informasi lain seperti siaran radio. “Informasi yang disampaikan warga melalui siaran radio bisa sampai ke saya,” kata Bupati. Pintu berbenah itu benar-benar membantu Pemerintah Kabupaten Bojonegoro di bawah kepemimpinan Suyoto dalam menerapkan Kemitraan Pemerintahan Terbuka yang belakangan dikenal sebagai Open Government Partnership atau OGP. Sebuah kerja sama multilateral yang dibentuk Septem-
Sinkronisasi Program. Musrenbang Kabupaten Bojonegoro dalam rangka sinkronisasi program
ber 2011 dengan tujuan mengamankan komitmen konkret dari pemerintah untuk mempromosikan transparansi, memberdayakan warga, memerangi korupsi, dan memanfaatkan teknologi baru untuk memperkuat tata kelola. Di Bojonegoro, prinsip-prinsip dalam Kemitraan Pemerintahan Terbuka diterapkan dengan berbagai cara. Pertama dengan cara langsung, yakni warga bisa menyampaikan INSPIRASI UNTUK NEGERI 11
keluhan secara langsung ke telepon genggam Bupati. “Rakyat boleh nyambung langsung ke kami,” kata Suyoto. Kedua, dijalankan dengan cara dialogis, bukan debat, melalui forum Dialog Publik yang digelar tiap Jumat. Suyoto mengakui pada masa awal, Dialog Publik lebih banyak berisi orang marah-marah. Tapi, pelan-pelan suasana dialogis mulai tumbuh. Selain itu, kemitraan antara pemerintah dan masyarakat menjadi semakin substantif dengan keterlibatan kontinyu keempat pilar
12 KABUPATEN BOJONEGORO
pembangunan, yakni akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pengusaha, dan komunitas. Ketiga, arus komunikasi langsung rakyat yang semula lebih banyak tertuju ke Bupati, kini terdistribusi. Menurut Suyoto, kian hari kian tinggi pemahaman masyarakat tentang siapa mengerjakan apa, di mana, kapan, siapa yang memutuskan, dan lain-lain. Di lantai dasar Gedung Pemerintahan Kabupaten Bojonegoro yang menjulang di
Pilkada. Salah satu wujud partisipasi politik
rakyat.
depan rumah dinas Bupati, siapa pun warga bisa melihat paparan program kerja tiaptiap satuan kerja. Semua lengkap dengan perincian jadwal, tempat, dan anggaran. Dan di atas layar-layar paparan itu tertulis sebuah pesan: “Pembangunan dan Pelayanan Publik Tidak Beres, Kirim SMS ke 1708, Ketik BJN (Spasi) Isi Aduan”. Bojonegoro memang belum selesai bersolek. Tapi, sekurang-kurangnya, warga boleh bertanya, menagih janji dan mendapat jawaban dari pemerintah. Mungkin nanti tamu boleh bertanya kapan tersedia angkutan umum keluar kota pada malam hari? n
Bedah Rumah.
Dilakukan secara gotong-royong, swadaya, sedangkan bahan dari anggaran. INSPIRASI UNTUK NEGERI 13
Percontohan Pemerintah Daerah Terbuka Pertama di Asia
U
ntuk pertama kalinya di Indonesia, dan mewakili Indonesia, Festival Open Government Partnership (OGP) 2016 digelar di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, pada Oktober lalu. Festival yang bertujuan menginspirasi daerah lain untuk menerapkan pemerintahan terbuka tersebut dengan serangkaian acara seperti deklarasi rencana aksi yang menjadi tanggung jawab Kabupaten Bojonegoro sebagai percontohan OGP, diskusi panel, pameran praktik penyelenggaraan pemerintahan terbuka, dan peresmian gedung Pemerintahan Kabupaten Bojonegoro. Mengapa Bojonegoro? Pada April 2016 lalu, Kabupaten Bojonegoro terpilih mewakili Indonesia sebagai daerah percontohan pada ajang “Open Government Partnership (OGP) Subnational Government Pilot Program” atau Percontohan Pemerintah Daerah Terbuka. Untuk tingkat Asia, Kabupaten Bojonegoro bersama Kota Seoul, Korea Selatan, dan Tsibilisi di Georgia, adalah percontohan pemerintah daerah terbuka pertama, bersanding dengan 13 kota besar di dunia dari 45 kota yang mendaftar pada ajang ini. Terpilihnya Bojonegoro pada ajang ini berkat berbagai inisiatif pemerintah kabupaten, di bawah kepemimpinan Bupati Suyoto, dalam menerapkan pemerintahan terbuka. Bahkan, sebelum OGP diluncurkan, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro sudah mulai mengimplementasikan cici-ciri pemerintahan terbuka. Adapun ciri-ciri pemerintahan terbuka—seperti disampaikan oleh Rakesh Rajani, pemimpin masyarakat sipil Tanzania, dalam forum OGP Bali, 2014—adalah sebagai berikut. • Pemerintah yang mendengarkan (listening government), baik mendengarkan secara langsung maupun digital; • Pemerintah yang bersedia memberikan
14 KABUPATEN BOJONEGORO
Keterbukaan Data.
Seluruh program pemerintah kabupaten terbuka diakses warga. informasi segala kegiatan yang telah, akan dan sudah dilakukan, serta kegiatan yang tidak dilakukan. • Terdapat jalinan yang kuat antara pemerintah dan rakyat, yakni terdapat partisipasi masyarakat dalam menentukan arah program dan kebijakan; • Perlindungan terhadap semua lapisan masyarakat, termasuk kaum minoritas. Suyoto, pada periode pertama kepemimpinannya sebagai bupati, telah “membuka diri” terhadap warga, yakni, pertama membuka saluran pengaduan masyarakat via telepon genggamnya. Setiap warga bisa secara langsung menyampaikan pertanyaan, unek-unek, pengaduan, ataupun masalah kepada bupati. Kedua, menggelar Dialog Publik, berupa konsultasi warga dan bupati tiap Jumat di Pendopo Kabupaten, untuk menyalurkan pengaduan dan keluhan masyarakat. Sebuah forum yang bisa dijadikan ajang belajar bersama untuk melakukan inovasi selain mencari solusi
atas problem masyarakat. Berkat inisiatif dan terobosan menerapkan pemerintahan terbuka tersebut, Bupati Suyoto, yang akrab disapa Kang Yoto, mendapat undangan di forum bergengsi OGP, di pertemuan tingkat pelopor daerah, di Washington, Amerika Serikat, pada pertengahan September 2016. Kang Yoto berbagi pengalaman dengan 14 kepala daerah lain di seluruh dunia yang sama-sama terpilih jadi percontohan OGP. Kabupaten Bojonegoro telah dan sedang melakukan berbagai cara untuk mewujudkan pemerintahan terbuka. Dalam perjalanannya selanjutnya, Kabupaten Bojonegoro bersama 14 daerah lainnya di berbagai negara akan mendapatkan pendampingan dari Sekretariat OGP untuk menyusun sebuah Rencana Aksi Daerah (RAD), yang akan berisikan sejumlah komitmen untuk memperkuat gerakan-gerakan keterbukaan pemerintah yang sudah ada. n
INSPIRASI UNTUK NEGERI 15
16 KABUPATEN BOJONEGORO
BAGIAN DUA
BOJONEGORO, MINIATUR INDONESIA DAMAI INSPIRASI UNTUK NEGERI 17
18 KABUPATEN BOJONEGORO
E
ndang Yuliawati, 59 tahun, bercerita tentang perjalanan hidupnya sebagai orang Bojonegoro. Ibunya suku Jawa, ayahnya keturunan Tionghoa. Semasa kecil ia pernah belajar mengaji alif-ba-ta di sebuah surau. Ketika menginjak remaja, ia menjadi pemeluk Katolik dan kemudian Protestan. Kini, perempuan yang tetap hidup melajang itu mantap mengabdikan diri mengurus Vihara Tridharma Hok Swie Bio, sebuah rumah ibadah bagi pemeluk Kong Hu Chu, Buddha, dan Tao, yang beralamat di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kecamatan Bojonegoro. “Saya pernah menjadi Muslim, Kristen, dan kini pengikut Buddha. Semuanya mengajarkan tentang kebaikan dan pengabdian,” katanya. Bojonegoro, kata Endang, memberi kenyamanan menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya, juga pengalaman belajar tentang menghargai dan menghormati sesama, walaupun berbeda keyakinan. “Di tempat ini, kepada kami diajarkan untuk memberi tanpa membeda-bedakan. Pada bulan puasa, kami biasa menyediakan makanan untuk orang yang berpuasa dan ratusan orang datang ke
INSPIRASI UNTUK NEGERI 19
20 KABUPATEN BOJONEGORO
tempat kami,” tuturnya merujuk ke tempat ibadah yang telah berusia 130 tahun itu. “Silakan kalau mau beribadah di dalam. Selalu terbuka untuk siapa saja.” Ketenteraman yang dirasakan Endang adalah bagian dari modal sosial multietnis Bojonegoro yang dimiliki dan dipertahankan dengan penuh kesadaran oleh masyarakat. Bupati Bojonegoro, Suyoto, menyebut Bojonegoro sebagai sebuah miniatur Indonesia yang damai. Beragam etnis hidup rukun di dalamnya. Ada suku Jawa, sudah barang tentu, tapi juga ada warga keturunan Arab, Tionghoa, orang asal Kalimantan, Sumatera, dan lainlain. Di pemerintahan pun, kata Suyoto, banyak pejabat dari luar Jawa dan non-Muslim. Menilik sejarahnya, menurut Suyoto, Bojonegoro dulu sejatinya adalah titik konflik-konflik besar, seperti Kerajaan Demak-Majapahit dan Pajang-Mataram. Sedikit banyak
INSPIRASI UNTUK NEGERI 21
Endang Yuliawati. Pengurus Vihara Tridharma Hok Swie Bio Bojonegoro
Birokrasi sesungguhnya memiliki kapasitas internal yang siap asalkan ada kemauan dari pemimpin.
22 KABUPATEN BOJONEGORO
harus diakui bahwa sejarah itu mewariskan unsur-unsur negatif tertentu yang kontraproduktif bagi pembangunan kohesi sosial. Namun, pengalaman kehidupan multietnis lambat laun memupuk kesadaran masyarakat tentang pentingnya menghargai perbedaan. Terlebih lagi, mereka disatukan oleh kesamaan nasib sebagai penghuni wilayah yang rutin dikunjungi bencana banjir dan kekeringan. Dalam pandangan Suyoto, potensi-potensi konflik dalam masyarakat lebih banyak berhubungan dengan rasa keadilan, terutama hal-hal yang menyangkut kebutuhan publik, seperti sarana jalan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Ketika masyarakat tahu bahwa pemerintah memiliki komitmen untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, kohesi sosial menjadi lebih mudah diwujudkan. Bahkan, inisiatif kerja sama sering tumbuh dalam masyarakat sendiri. Suyoto teringat ketika terjadi banjir besar pada tahun pertama menjabat sebagai bupati, masyarakat bahu-membahu menghimpun dan menyalurkan bantuan untuk korban, tan-
K.H. Alamul Huda Masyur. Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Bojonegoro pa terhalang oleh sekat-sekat agama. “Dapurdapur rakyat, bukan dapur umum, berdiri di berbagai tempat untuk memberikan bantuan,” kata bupati yang biasa disapa Kang Yoto. Kenangan kebersamaan pada tahun 2008 itu juga dirasakan Romo Antonius Yuni Wimarta CM, Pastor Kepala Paroki St Paulus Bojonegoro. Ia terharu ketika Bupati Suyoto mendatangi posko penanganan bencana di gereja untuk memberikan apresiasi dan pengarahan. Semakin lama semakin terasa bagi Romo Antonius bahwa pemerintah memberi perhatian yang sangat besar bagi tumbuhnya hubungan yang harmonis antarumat beragama. “Pemerintah sangat mengayomi, sehingga suasana keberagamaan di Bojonegoro ini sangat kondusif,” kata pemimpin umat Katolik kelahiran Klaten, Jawa Tengah, itu. Hubungan harmonis antara lain ditumbuhkan melalui wadah Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) yang secara rutin dan intens melakukan komunikasi langsung dengan Bupati. Bagi Bupati sendiri, forum tersebut merupakan bagian dari mekanisme belajar bersama
dalam menjalankan pemerintahan demokrasi yang terbuka. “Musyawarah itu tidak ada yang ditinggalkan,” kata Kang Yoto. Komunikasi untuk merawat kerukunan itu tidak hanya terbatas pada para pemimpin dan pemuka agama. Romo Antonius mengatakan pemuda-pemudi Katolik tidak canggung melibatkan diri dalam berbagai kegiatan positif bersama rekan-rekan mereka dari umat Islam dan umat-umat lain dalam wadah Komite Pemuda Lintas Agama. Ketua FKUB KH Alamul Huda Masyhur bercerita, suatu petang Juni 2016 dia mengundang para pemuka agama ke pesantrennya, Pesantren Al-Rosyid, di Kelurahan Kendal, Bojonegoro. Setelah semua berkumpul, ia mengutus keponakannya untuk menjemput istri Pendeta Stevanus Semianta di rumahnya. Walau diliputi rasa penasaran, tak tahu maksud undangan itu, Bu Stavanus menurut. Setibanya di pesantren, ia mendapati sang suami sudah berkumpul bersama para tokoh FKUB di rumah Pak Kiai. Tak lama kemudian istri Pak Kiai keluar membawa kue ulang tahun. JadiINSPIRASI UNTUK NEGERI 23
Gereja Katolik Santo Paulus Bojonegoro
24 KABUPATEN BOJONEGORO
Semakin lama semakin terasa bagi Romo Antonius bahwa pemerintah memberi perhatian yang sangat besar bagi tumbuhnya hubungan yang harmonis antarumat beragama. lah, pesta sederhana yang gayeng ala Bojonegoro-an untuk merayakan ulang tahun ke-67 pendeta yang akrab dipanggil Pak Stev. Begitulah suasana hubungan harmonis para pemuka agama di Bojonegoro. Sesekali mereka berolahraga bersama. Di lain kali mereka mancing bersama. “Jadi, hubungannya tidak hanya sebatas kegiatan-kegiatan formal,” kata kiai alumni Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, itu. Kunci terwujudnya kerukunan itu,
menurut dia, adalah komunikasi. Para pemuka agama di Bojonegoro berkomitmen untuk terus menjalin komunikasi, baik saat sedang ada masalah maupun tidak ada masalah. Dalam hal ini, ia memberi apresiasi yang tinggi kepada kesungguhan pemerintah. “Kerukunan yang tumbuh dari bawah ini ibarat tumbu yang menemukan tutupnya,” katanya bertamsil, merujuk ke wadah besek tradisional untuk hajatan yang terbuat dari daun lontar atau bambu. Para pemuka agama, Kiai Alamul Huda menambahkan, sepakat bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pluralitasnya harus dipertahankan dan harus ditanamkan kepada generasi muda. Romo Antonius juga merasakan secara mendalam kehadiran Pemerintah Bojonegoro di bawah kepemimpinan Bupati Suyoto dalam upaya menguatkan kerukunan antar-
INSPIRASI UNTUK NEGERI 25
Bupati Suyoto Bersama Siswa.
Jumlah sekolah inklusi di Bojonegoro terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pengalaman kehidupan multietnis lambat laun memupuk kesadaran masyarakat tentang pentingnya menghargai perbedaan.
umat beragama. “Beliau bersama Wakil Bupati, sangat ngemong. Beliau bersedia datang, bersedia makan bersama kami, sehingga kami benar-benar merasa terayomi.” Selain pertemuan bulanan di FKUB, kata Romo Antonius, komunikasi intens dengan pemerintah juga terjalin melalui grup whatsapp (WA). “Setiap kami mengadakan acara, Bupati datang atau mengirim utusan, juga menyiapkan aparat keamanan. Setiap kami bertanya, beliau menjawab. Kami merasa diterima dengan sepenuh hati. Pokoknya,
26 KABUPATEN BOJONEGORO
kami merasa dianggap-lah.” Senada dengan Kiai Alamul Huda, Romo Antonius menggarisbawahi modal sosial yang telah dimiliki masyarakat Bojonegoro harus dipertahankan dan dilestarikan. Tingginya pemahaman akan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah kunci dalam merawat modal sosial tersebut. n
INSPIRASI UNTUK NEGERI 27
Dialog Interaktif. Seorang warga menyampaikan keluhan kepada Bupati Suyoto dalam dialog yang digelar tiap Jumat siang itu.
Bojonegoro Ramah Hak Asasi Manusia
U
estival Hak Asasi Manusia (HAM) yang digelar di Kabupaten Bojonegoro, 30 November sampai 2 Desember 2016 merupakan salah satu komitmen Bojonegoro dalam mewujudkan kabupaten ramah HAM. Festival yang akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo, Wali Kota Barcelona Spanyol Ada Colau Ballano, dan sejumlah perwakilan dari beberapa negara itu, juga akan dimeriahkan oleh kehadiran beberapa kepala daerah di Indonesia. Bojonegoro merupakan satu dari dua daerah di Indonesia yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) Ramah HAM, yakni Peraturan Bupati (Perbup) No. 7 tahun 2015 tentang Bojonegoro Kabupaten Ramah HAM yang diteken pada 26 Maret 2015. Dua daerah yang memiliki Perda Ramah HAM, selain Bojonegoro, adalah Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Berdasarkan penilaian empat lembaga, dalam Konferensi Nasional tentang Kota Ramah HAM atau Human Rights City di Jakarta, November 2015, Bojonegoro masuk ke dalam kategori kabupaten ramah HAM.
28 KABUPATEN BOJONEGORO
Keempat lembaga tersebut adalah Komnas HAM RI, International NGO Forum on Indonesia Development (INFID), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham RI). Selain menerbitkan Perda Ramah HAM— dan menyelenggarakan Festival HAM pada 30 November sampai 2 Desember 2016—komitmen Bojonegoro terhadap penghormatan HAM telah diwujudkan dalam beragam program dan kegiatan. Salah satunya adalah program pendidikan inklusi, yang diterapkan sejak 2013. Model pendidikan yang menjadi solusi atas adanya perlakukan diskriminatif, yang berprinsip bahwa semua anak seyogianya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Sejak diterapkan tiga tahun silam, kini jumlah sekolah inklusi di Bojonegoro mengalami peningkatan pesat, baik tingkat sekolah dasar maupun sekolah menengah pertama dan atas. Selain itu, yang juga cukup menonjol dalam upaya menciptakan kabupaten ramah
Kebersamaan dalam Keberagaman. Indahnya kehidupan yang harmonis di dalam masyarakat multietnis.
HAM adalah terpeliharanya suasana harmonis di masyarakat, termasuk kehidupan antarumat beragama, penghormatan terhadap kebhinekaan di dalam masyarakat yang multietnis dan multikultural. Menurut Bupati Bojonegoro, Suyoto, seperti pernah disampaikan kepada media, selama ini Bojonegoro sudah sejalan dengan arah penyelesaian kasus-kasus HAM, baik kasus besar maupun kecil yang terjadi. Untuk menangani konten lokal ataupun penambang pasir di Bengawan Solo, Suyoto mencontohkan, pihaknya bersama kepolisian melakukan pendekatan kepada masyarakat. Pengalaman Bojonegoro dalam mewujudkan daerah ramah HAM ditularkan kepada daerah lain, baik di Indonesia maupun saat Bupati Suyoto diundang untuk berbicara di forum-forum internasional seperti Forum Kota HAM Sedunia (World Human Rights Cities Forum) ke-6 di Gwangju, Republik Korea, pada Juli 2016. Dalam forum dunia tersebut, bersama International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Bupati Suyoto berbicara mengenai
kebijakan pendidikan dan otonomi sekolah. Penerapan prinsip-prinsip HAM dalam pembangunan bukan hanya urusan pemerintah pusat. Pemerintah kabupaten dan kota sebagai unit pemerintahan di tingkat lokal yang bersinggungan langsung dengan warga masyarakat dan representasi negara di tingkat lokal sudah sepatutnya memiliki wewenang dan tanggung jawab terkait pemenuhan HAM. Peraturan perundangan-undangan yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah; Permenkumham Nomor 25 Tahun 2013 tentang Kriteria Kabupaten/Kota Peduli HAM, juga pidato Presiden Joko Widodo pada 11 Desember 2015 memberikan pengakuan dan dukungan bagi pemerintah daerah untuk menjalankan Kabupaten/Kota Ramah HAM, serta beberapa peraturan daerah tentang HAM. Permenkumham Nomor 25 Tahun 2013 kemudian menjadi dasar pemberian predikat daerah peduli HAM kepada beberapa kabupaten/kota di Indonesia, termasuk Kabupaten Bojonegoro. n
INSPIRASI UNTUK NEGERI 29
30 KABUPATEN BOJONEGORO
BAGIAN TIGA
KERJA KERAS MENGGENJOT INFRASTRUKTUR MULAI BERBUAH INSPIRASI UNTUK NEGERI 31
32 KABUPATEN BOJONEGORO
Berkat manajemen pemerintahan yang terbuka, masyarakat semakin memahami realitas proses yang dibutuhkan untuk mewujudkan setiap harapan.
B
ayangkanlah sebuah dusun terpencil, tanpa aliran listrik. Untuk menuju ke sana, jalan berlumpur di kala hujan tak akan bersahabat untuk pengendara sepeda motor sekalipun. Tawaran, begitu nama salah satu dari sebelas dusun yang ada di Desa Napis, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro, membutuhkan pembangunan 11 jembatan agar bisa diakses secara layak. Desa Napis menjadi ikon kontras yang selalu dipertanyakan kepada Bupati Bojonegoro Suyoto yang gencar menggenjot pembangunan infrastruktur. Kang Yoto menerima dengan sepenuh hati kebenaran kritik itu. Tidak menampik. Pun, ia mengakui ketertinggalan pembangunan Desa Napis dibandingkan dengan desa-desa lain. Dalam hitungannya, untuk menyejajarkan Napis yang wilayahnya lebih luas dari Kota Bojonegoro, dibutuhkan anggaran Rp 300 miliar setiap tahun selama lima tahun. Kebutuhan itu “cukup” untuk menghentikan seluruh belanja pembangunan di Bojonegoro. Meski demikian, tidak berarti Kang Yoto membiarkan Napis yang menyumbang pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar Rp 78 juta INSPIRASI UNTUK NEGERI 33
Tak kalah pentingnya, visi Bojonegoro sebagai Lumbung Pangan dan Energi meniscayakan gerak cepat pembangunan infrastruktur irigasi di kantongkantong produksi padi.
34 KABUPATEN BOJONEGORO
setahun itu sunyi dari pembangunan. Pelanpelan, beberapa dusun sudah mulai terjangkau pembangunan infrastruktur jalan. Untuk Tawaran, dalam rangka meringankan beban isolasi, pemerintah baru dapat mengupayakan pemenuhan kebutuhan dasar berupa fasilitas kesehatan dan pendidikan. Ya, pembangunan infrastruktur telah menjadi denyut utama derap pembangunan Kabupaten Bojonegoro, yang dalam beberapa tahun terakhir menikmati berkah limpahan rezeki minyak dan gas (migas). Bukan hanya beban utang pemerintah kabupaten yang Rp 350 miliar, di depan Kang Yoto ketika pertama kali menjabat pada tahun 2007, tetapi juga kondisi infrastruktur jalan yang 85 persen ru-
sak. Keadaan itu menjadi sumber utama ketidakpuasan publik. Maka tidak ada pilihan lain, untuk membangkitkan kepercaaan publik dan membuktikan kehadiran pemerintah adalah segera “men-diliver kebutuhan infrastruktur dasar, dalam hal ini jalan, yang menjangkau setiap sudut Kabupaten Bojonegoro. Kini, dengan mantap Kang Yoto bisa berkata bahwa, meskipun belum sampai ke tingkat kemewahan, ketercukupan minimum akan infrastruktur jalan di Bojonegoro sudah tercapai. Dulu komplain-komplain yang disampaikan langsung oleh masyarakat, baik dalam Dialog Publik maupun melalui SMS, 50 persen berisi soal kebutuhan infrastruktur ja-
lan. Kini, bukan tidak ada lagi, tapi sudah sangat jauh berkurang. “Sekarang, tidak bisa lagi masyarakat diajak demo menuntut pembangunan infrastruktur, karena masyarakat sudah merasakan upaya-upaya pemerintah,” kata Kang Yoto. Berkat manajemen pemerintahan yang terbuka, masyarakat semakin memahami realitas proses yang dibutuhkan untuk mewujudkan setiap harapan. Mereka tahu proses yang sedang ditempuh, bisa melacak sampai di mana, apa yang sedang dikerjakan, oleh siapa, siapa yang memutuskan, kapan dikerjakan, apa hasil-hasilnya, dan seterusnya. Lebih dari itu, masyarakat pun terlibat secara harfiah dalam pembangunan. Salah
Pemandangan Kota dengan Jalan dan Sungai. Masyarakat sudah merasakan upaya pemerintah membangun infrastruktur.
INSPIRASI UNTUK NEGERI 35
Ketika Waduk Gongseng mulai beroperasi, bukan tidak mungkin Bojonegoro akan menjadi salah satu Lumbung Pangan Nasional.
36 KABUPATEN BOJONEGORO
satu terobosan yang fenomenal dalam pembangunan infrastruktur jalan di Bojonegoro adalah munculnya ide dari masyarakat untuk membangun jalan dengan paving block yang biayanya lebih efisien. Ide itu didasarkan pada “takdir” tanah Bojonegoro yang memiliki struktur labil, sehingga kurang sesuai untuk bahan aspal. Ide itu kemudian diduplikasi pemerintah untuk menjadi model pembangunan jalan. Maka tidak mengherankan, paving block menghampar di jalan-jalan pedesaan, mu-
Bendungan Gerak. Berfungsi sebagai pengendali banjir, irigasi, penyedia air baku bagi industri dan rumah tangga serta tempat wisata.
lai dari kawasan ujung pedalaman di belahan barat daya dan selatan sampai ke desa-desa terbuka di wilayah timur laut dan utara Bojonegoro. Terobosan itu sekaligus membawa efek ekonomi dengan munculnya usaha-usaha pembuatan paving block yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah signifikan. Meskipun demikian, untuk penghubung antarkecamatan, Bojonegoro berjibaku membangun jalan-jalan beton bertulang dengan lebar rata-rata enam meter dan ketebalan 25
sentimeter. Jalan-jalan aspal yang sudah rusak dibongkar, diganti dengan konstruksi jalan beton. Untuk ini, pemerintah setempat menganggarkan dana pembangunan multiyears sebesar Rp 1 triliun. Sebagai gambaran, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bojonegoro untuk tahun 2016 mencapai Rp 3,6 triliun, dengan porsi pendapatan terbesar berasal dari dana bagi hasil migas sebesar Rp 1,2 triliun. Jalan-jalan beton yang sudah dibangun anINSPIRASI UNTUK NEGERI 37
38 KABUPATEN BOJONEGORO
Pintu Air Bendung Gerak.
Sebagai upaya mengendalikan banjir Sungai Bengawan Solo.
tara lain di Desa Sumengko, Kecamatan Kalitidu, ke arah Kecamatan Gayam sepanjang dua kilometer pada tahun 2014. Jalan sepanjang satu kilometer itu menelan biaya Rp 3 miliar. Poros Kecamatan Trucuk-Malo sepanjang satu 1,5 kilometer, yang menelan baiaya sekitar Rp 3 miliar. Tak kalah pentingnya, visi Bojonegoro sebagai Lumbung Pangan dan Energi meniscayakan gerak cepat pembangunan infrastruktur irigasi di kantong-kantong produksi padi. Salah satu proyek raksasa yang sedang dikerjakan untuk mewujudkan itu adalah pembangunan Waduk Gongseng di Desa Papringan dan Kedungsai, Kecamatan Temayang. Waduk dengan luas genangan 346 hektare ini diproyeksikan mampu menampung air 23 juta meter kubik, mengaliri areal pertanian seluas 6.191 hektare, dan penyedia air baku sebanyak 300 liter per detik. Buah dari kerja keras pembangunan infrastruktur irigasi telah membawa Bojonegoro ke posisi empat besar pemasok beras/gabah di Jawa Timur bersama Banyuwangi, Jember, dan Lamongan. Kabupaten Bojonegoro mamINSPIRASI UNTUK NEGERI 39
pu menghasilkan 907.000 ton gabah. Yang menarik, 55 persen produksi itu berasal dari 16 kecamatan yang pengairannya mengandalkan Bengawan Solo. Enam atau tujuh tahun silam, areal persawahan pinggir bengawan itu praktis tak bisa diandalkan. Di musim hujan, luapan banjir melibas tanaman padi, dan sebaliknya di musim kemarau tanah kering tak mengizinkan padi tumbuh. Namun, program seribu embung yang dicanangkan Bupati pada tahun 2010 mulai terasa. Daerah-daerah itu kini turut menopang Bojonegoro sebagai andalan Jawa Timur dalam
40 KABUPATEN BOJONEGORO
penyediaan beras. Kelak, Kang Yoto berharap, ketika Waduk Gongseng mulai beroperasi, bukan tidak mungkin Bojonegoro akan menjadi salah satu Lumbung Pangan Nasional. Pembangunan irigasi, juga infrastruktur jalan, bagi Bojonegoro adalah keniscayaan ikhtiar menyiapkan masa depan yang lebih langgeng (sustainable). Namun lebih dari itu, kerja keras hari ini dalam membangun infrastruktur adalah wujud kesadaran untuk membangun mental yang siap menerima dan menghadapi kesulitan. Keadaan alam yang rutin mendatangkan banjir disiasati dengan meng-
gali kreativitas, sehingga menjadi peluang. “Salah satu unsur budaya negatif dan unproductive yang ada di masyarakat Bojonegoro adalah lari kesulitan atau tidak mau menghadapi kesulitan. Dimulai dari birokrasi pemerintahan, kami berusaha mengubah unsur budaya itu menjadi budaya yang siap menerima dan menghadapi kesulitan,” kata Kang Yoto. n
INSPIRASI UNTUK NEGERI 41
42 KABUPATEN BOJONEGORO
BAGIAN EMPAT
GAIRAH YANG TUMBUH DI BERBAGAI SEKTOR EKONOMI INSPIRASI UNTUK NEGERI 43
44 KABUPATEN BOJONEGORO
Angka kemiskinan dalam kurun waktu delapan tahun turun hingga 50 persen, sehingga menempatkan Bojonegoro di jajaran 10 kabupaten dengan kemampuan tercepat dalam mengurangi kemiskinan.
S
eorang tamu dari Prancis berkata dengan penuh antusias kepada Bupati Bojonegoro Suyoto bahwa suatu saat nanti ia harus mengajak istrinya ke Bojonegoro. “Saya menemukan sesuatu yang sangat menarik di sini,” kata tamu itu setelah menyaksikan Bojonegoro Batik & Tenun, Craft and Culinary Festival 2016 pertengahan November 2016. Entah apa yang tergambar dalam pikiran tamu itu. Tapi, Kang Yoto, sapaan akrab Suyoto, merasakan gejala tumbuhnya “rasa percaya diri” orang Bojonegoro. “Dulu orang malu mengaku berasal dari Bojonegoro, yang lebih menonjol ciri-ciri kemiskinan dan ketertinggalannya. Kini anak-anak muda dengan bangga mengucapkan jargon ‘Dari Bojonegoro untuk Dunia’.” Akhir bulan ini, November 2016, Bojonegoro menjadi tuan rumah Festival Hak Asasi Manusia (HAM). Kang Yoto sendiri sudah berkali-kali diundang menjadi pembicara di forum-forum akademis ataupun forum pemerintahan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Pada awal Desember 2016, ia diundang Wali Kota Paris untuk menjadi pemINSPIRASI UNTUK NEGERI 45
Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, dari berlumur utang Rp 350 miliar, kini menjadi salah satu pemegang saham Bank Jatim.
bicara inti pada pertemuan 15 daerah pelopor keterbukaan di dunia dalam wadah Open Government Partnership (OGP). Ya, Bojonegoro adalah sebuah kabupaten dengan ibu kota yang tetap berupa kota kecil, yang jauh dari bayangan kemacetan lalu lintas di kota-kota besar. Namun, geliat pertumbuhan ekonomi tengah menampakkan diri di sana dalam berbagai rupa aktivitas bisnis.
46 KABUPATEN BOJONEGORO
Dari warung-warung tenda yang menyemarakkan suasana malam kota dengan aneka sajian kuliner khas, sampai restoran dan kafe-kafe modern. Dari kerajinan batik tradisional sampai ke perancang busana yang menyuntikkan cita rasa internasional. Bojonegoro berkhikmad menggali kreativitas mengendus setiap potensi yang dimilikinya. Bengawan yang mendatangkan bencana
banjir diolah menjadi arena Wisata Bengawan. Begitu pula dengan ketekunan, kecermatan, dan kedisiplinan, tanah Desa Ngringinrejo di Kecamatan Kalitidu kini telah tersibak menjadi arena wisata agro kebun belimbing. Kisah Ngringinrejo adalah kisah otentik perjuangan keras tak kenal lelah. Dulu, desa bantaran Bengawan Solo ini dari waktu ke waktu berkalang kemiskinan. Padi dan jagung yang ditanam diterjang banjir. Pada tahun 1984 para pemuka desa berkumpul untuk membahas sebuah informasi yang didapat dari siaran televisi tentang kemungkinan budi daya belimbing, yang disebut-sebut cocok untuk Ngringinrejo. Singkat cerita, menurut Kepala Desa Ngringinrejo, Mohammad Syafi’i, inisiatif murni masyarakat itu akhirnya berhasil gemilang mewujudkan budi daya belimbing, dengan produksi berlimpah. Namun, masalah timbul karena melimpahnya produksi tidak diimbangi dengan kapasitas pemasaran yang memadai. “Baru pada tahun 2009, setelah beraudi-
ensi dengan Bapak Bupati, pemerintah mulai memberikan perhatian dengan melibatkan beberapa dinas terkait, antara lain pertanian, pariwisata dan perdagangan,” kata Mohammad Syafi’i. Kini, dengan penuh kebanggan Desa Ngringinrejo berhasil mengibarkan Wisata Agro Kebun Belimbing, yang pada tahun 2016 menyelenggarakan Festival Belimbing Ketiga. Mochamad Arifin, 33 tahun, adalah salah satu pemuda yang terlecut untuk ikut ambil bagian dalam arus kebangkitan ekonomi Bojonegoro. Pada tahun 2009, diprakarsai Mahafudhoh Suyoto, istri Bupati, lomba desain batik lokal digelar, menghasilkan delapan desain juara yang terilhami oleh potensi alam Bojonegoro. Arifin mengendus “ini sebuah peluang
Batik Motif Khas Bojonegoro.
Kepala Desa Ngringinrejo bangga mengenakan batik khas Bojonegoro.
INSPIRASI UNTUK NEGERI 47
Angka kemiskinan dalam kurun waktu delapan tahun turun hingga 50 persen sehingga menempatkan Bojonegoro di jajaran 10 kabupaten dengan kemampuan tercepat dalam mengurangi kemiskinan.
48 KABUPATEN BOJONEGORO
usaha yang baru”. Maka dengan segala keterbatasan sumber daya yang dimilikinya, ia menghimpun seniman-seniman untuk bersama-sama menekuni batik lokal Bojonegoro. “Batik Bojonegoro ini adalah sesuatu yang baru. Teknisnya, kami belajar ke Solo, Pekalongan, dan pusat-pusat batik lain. Tapi, desainnya khas Bojonegoro, berdasarkan sumber daya alam Bojonegoro,” katanya seraya menyebutkan beberapa motif, antara lain jagung, tembakau, pisang, wayang thengul, dan lain-lain. Di belakang toko batiknya, Griya Batik Bojonegoro, di Jalan Teuku Umar Bojonegoro, setiap hari berlangsung kegiatan membatik, terutama batik cap, mulai pukul 09.00 sampai
Lumbung Pangan.
Bojonegoro mampu memasok 500.000 ton dari 907.000 ton beras yang dihasilkannya ke daerah lain.
pukul lima sore. Sedangkan untuk produksi batik tulis, kebanyakan dikerjakan oleh para seniman batik yang kebanyakan ibu-ibu, di rumah masing-masing, bukan sebagai pekerjaan utama. Satu lembar kain batik tulis, kata Arifin, membutuhkan waktu pengerjaan sekitar satu minggu. Gairah pertumbuhan ekonomi itu tak ayal membuat aparat pemerintah harus mengimbanginya dengan etos kerja yang tidak biasa-biasa saja. Bukan pemandangan yang asing lagi di Kota Bojonegoro, pegawai pemerintah yang masih mengenakan seragam cokelatnya beranjak pulang dari kantor dengan mengendarai mobil atau sepeda motor. “Silakan lihat sendiri, banyak pegawai yang masih be-
Capaian itu berkat migas. Namun, pemerintah menyadari bahwa berkah itu tidak abadi. Karenanya, harus diimbangi dengan iktikad kecermatan dalam mengelola kekayaan agar manfaatnya dapat dirasakan oleh generasi mendatang.
kerja di gedung kantor Pemerintah Kabupaten Bojonegoro hingga larut malam,” kata Kang Yoto. Kepala Bidang Perekonomian Pemerintah Kabupaten Bojonegoro Helmy Elizabeth menggambarkan bahwa semangat Open Government Partnership (OGP) memberikan perspektif baru bagi kerja birokrasi. Kini disadari bahwa birokrasi itu tidak hanya berfungsi sebagai regulator dan pengayom. “Birokrasi juga harus secara nyata menunjukkan kehadirannya dalam sinergi pembangunan bersama masyarakat,” katanya. Sebaliknya, masyarakat pun tidak hanya memiliki ruang untuk mengkritik dan bertanya kepada pemerintah, tetapi juga menyodorkan soluINSPIRASI UNTUK NEGERI 49
Dulu menyandang gelar daerah termiskin di Jawa Timur, kini Bojonegoro mampu memasok 500.000 ton dari 907.000 ton beras yang dihasilkannya ke daerah lain.
50 KABUPATEN BOJONEGORO
si dan partisipasi dalam menghasilkan inovasi-inovasi. Partisipasi publik itu menjadi sangat penting, terutama dalam menggali berbagai potensi ekonomi di Kabupaten Bojonegoro. Menurut Elizabeth, benar bahwa sejauh ini pertanian merupakan sektor dominan dalam perekonomian masyarakat Bojonegoro. Namun, tidak selayaknya pertanian terus diharapkan menjadi satu-satunya sektor dominan. Dalam kerangka inilah partisipasi publik yang difasilitasi pemerintah memiliki nilai strategis untuk menemukan sumbersumber pertumbuhan ekonomi baru. Tahun ini, dengan masih bertumpu terutama pada sektor minyak dan gas (migas), pertumbuhan ekonomi Bojonegoro mencapai 19 persen. Namun, lanjut Elizabeth, ada juga pertumbuhan yang signifikan di berbagai sektor lain. Selain itu, indeks rasio gini (tingkat kesenjangan) pun semakin bisa ditekan, ha-
Helmy Elizabeth. Kepala Bidang
Perekonomian Pemerintah Kabupaten Bojonegoro nya 0,24 persen. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, dari berlumur utang Rp 350 miliar, kini menjadi salah satu pemegang saham Bank Jatim. Kabupaten Bojonegoro juga memiliki kepesertaan modal di Bank UMKM Jawa Timur dan BPR Bojonegoro. Kabupaten yang pernah menyandang gelar daerah termiskin di Jawa Timur ini kini mampu memasok 500.000 ton dari 907.000 ton beras yang dihasilkannya ke daerah lain. Angka kemiskinan dalam kurun waktu delapan tahun turun hingga 50 persen, sehingga menempatkan Bojonegoro di jajaran 10 kabupaten dengan kemampuan tercepat dalam mengurangi kemiskinan. Tak bisa dimungkiri bahwa capaian-capaian itu tak terlepas dari berkah migas yang dirasakan Bojonegoro. Namun, pemerintah menyadari bahwa berkah itu tidak abadi. Karenanya, harus diimbangi dengan iktikad kecermatan dalam mengelola kekayaan agar man-
faatnya dapat dirasakan oleh generasi mendatang. “Kami harus berpikir keras untuk menerapkan kelanggengan fiskal (fiscal sustainablity). Setelah utang lunas, Bojonegoro mulai tahun ini sudah bisa menyisihkan Rp 100 miliar APBD yang didapat dari berkah migas untuk dimasukkan ke kas Dana Abadi. Dana Abadi itu hanya boleh digunakan untuk dua hal: menopang pendidikan generasi muda dan menutup defisit anggaran daerah saat harga minyak anjlok. Karenanya Pemerintah Kabupaten Bojonegoro terus bertekad menggali setiap potensi ekonominya agar pelan-pelan bisa mengurangi ketergantungan pada migas. Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan menerapkan Insentif Investasi untuk usaha-usaha Padat Karya di Pedesaan. Kang Yoto mengungkapkan bahwa kantong-kantong kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro umumnya menunjukkan keadaan yang serupa: proINSPIRASI UNTUK NEGERI 51
52 KABUPATEN BOJONEGORO
INSPIRASI UNTUK NEGERI 53
fesi petani tapi tidak punya lahan pertanian. Keadaan seperti itu tidak mungkin dapat disentuh dengan insentif-insentif yang terkait langsung dengan bidang pertanian seperti pembangunan irigasi atau infrastruktur lain. Karena itu diperlukan terobosan untuk mengentaskan mereka. Dalam hal ini, pemerintah berusaha menggaet kalangan pengusaha dengan menawarkan Insentif Investasi Usaha Padat Karya di Pedesaan. Paket insen-
54 KABUPATEN BOJONEGORO
tif itu meliputi: 1. Seluruh izin diurus oleh Pemerintah Kabupaten 2. Infrastruktur yang dibutuhkan dibangun oleh Pemerintah Kabupaten 3. Biaya Training ditanggung Pemerintah Kabupaten 4. Tidak Berlaku Upah Minimum Kabupaten, tetapi Upah Umum Pedesaan, bukan Rp 1,4 juta tapi Rp 1,05 juta. Bisa
dikatakan satu-satunya di Indonesia. Tidak perlu Corporate Social Responsibility (CSR), karena kesediaan pengusaha membangun usaha padat karya di sana adalah bentuk CSR. 6. Tax holiday selama lima tahun. Insentif itu, selain menarik bagi para kalangan pengusaha, juga bermakna bagi masyarakat. “Orang bekerja dengan gaji sebulan Rp 2,5 juta di Surabaya, akan lebih memilih be5.
kerja di Bojonegoro dengan gaji sebulan Rp 1 juta. Ongkos pisah suami-istri itu mahal,” kata Kang Yoto. n
INSPIRASI UNTUK NEGERI 55
Dana Abadi, Lumbung Pangan dan Energi
K
abupaten Bojonegoro merupakan salah satu daerah yang potensial di Jawa Timur. Kabupaten ini memiliki cadangan minyak dan gas yang mampu menyuplai 20 persen kebutuhan nasional. Meski begitu, kekayaan sumber daya alam ini harus dikelola secara bijaksana agar tidak lantas menjadi “kutukan” bagi warganya. Hal inilah yang mendorong Bupati Bojonegoro, Suyoto, untuk menetapkan ”peta jalan” (road map) agar setelah migas habis dari Bojonegoro, kabupaten ini masih dapat terus membangun secara berkelanjutan. Sejak memangku jabatan Bupati Bojonegoro periode 2008–2013, Suyoto langsung membenahi berbagai regulasi dalam pengelolaan dana bagi hasil migas. Pada 2011, Kabupaten Bojonegoro menginisiasi peraturan daerah (perda) tentang ruang wilayah migas dan pertanian serta perda terkait pemberdayaan masyarakat lokal. Aturan ini memberikan prioritas
56 KABUPATEN BOJONEGORO
bagi sumber daya lokal untuk mengambil peran dan manfaat dalam pengelolaan migas di Bojonegoro. Perda ini di antaranya memuat sebagian besar penggunaan sumber daya lokal Bojonegoro seperti SDM, kendaraan angkut, juga hal-hal tentang pemberdayaan desa-desa di daerah pengelolaan migas tersebut. Pendapatan dari sektor migas dibelanjakan dengan bijaksana, transparan, dan bertanggung jawab. Salah satu caranya adalah dengan menyisihkan anggaran untuk dana abadi. Dari hasil migas yang telah diterima daerah Bojonegoro, rintisan dana abadi dari eksplorasi dan eksploitasi minyak dengan melakukan penyertaan modal dimulai sebelum tahun 2011. Di Bank Jatim, Bank UMKM Jatim, dan Bank BPR Bojonegoro, (dengan nilai lebih dari Rp 300 miliar) bahkan sekarang Bojonegoro sebagai pemilik saham terbesar di Bank Jatim. Dana yang dikumpulkan lantas digunakan sebagai tabungan untuk membiayai
Potensi Minyak. Sumur minyak yang dikelola Exxon Mobil (kiri); sebagian sumur minyak dikelola secara tradisional oleh warga yang tergabung dalam koperasi unit desa.
pembangunan Bojonegoro. Setelah terpilih untuk periode kedua (2013–2018), Bupati Bojonegoro Suyoto menyampaikan visi Bojonegoro sebagai daerah lumbung pangan dan energi dan membangun Bojonegoro berfokus pada: 1) pembangunan SDM; 2) pembangunan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi 3) pengelolaan fiskal berkelanjutan melalui dana abadi migas. Pengelolaan Bojonegoro dengan pemerintahan yang transformatif. Pemkab dan DPRD kembali akan menerbitkan perda terkait pengolahan migas, yang diistilahkan sebagai dana abadi. Peraturan daerah ini akan disusun pada tahun 2016, khusus dana abadi mulai dianggarkan tahun ini sebesar Rp 100 miliar . Dana abadi ini berasal dari dua sumber utama yaitu dana bagi hasil dan bunga penyertaan saham (participating interest). Dari perhitungan kedua sumber pendapatan tersebut, Kabupaten Bojonegoro meren-
canakan mengumpulkan hingga Rp 20 triliun. Dengan dana abadi ini Kabupaten Bojonegoro saat ini memperbaiki dan menambah infrastruktur pendidikan secara bertahap. Selain diinvestasikan di sektor keuangan, dana abadi migas yang diterima oleh kabupaten dibelanjakan untuk pembangunan kualitas manusia. Pada 2015, sekurangnya 12.000 warga Bojonegoro mengikuti pelatihan tenaga kerja kejuruan (vocational). Pemerintah kabupaten akan selalu melakukan evaluasi terkait penggunaan dana abadi dan untuk menjaga sifat keabadian dana abadi tersebut. Setiap perubahan dan pemanfaatan terhadap dana abadi harus mendapatkan persetujuan dari warga Bojonegoro terlebih dahulu. Pada 2014, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro meningkatkan laporan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dengan menggunakan teknologi informasi dan diintegrasikan dengan INSPIRASI UNTUK NEGERI 57
UKP4 sebagai bagian dari open government. SAKIP dirancang untuk menetapkan ukuran dan pelaporan kinerja instansi. Tim verifikator kabupaten melakukan verifikasi terhadap setiap pelaporan capaian dari satuan kerja daerah untuk seterusnya disampaikan dalam bentuk laporan langsung kepada bupati. Pemerintah daerah juga bekerja sama dengan Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) untuk penerapan aplikasi sistem monitoring nasional berbasis web seperti layanan aspirasi online rakyat (LAPOR!) dan open data. Setiap tahun, pemerintah kabupaten
58 KABUPATEN BOJONEGORO
menyelenggarakan Inovasi Award bagi satuan-satuan kerja terbaik yang dipandang kreatif mendukung pencapaian RPJM Daerah. Tiap-tiap satuan kerja menyerahkan dan mempresentasikan profil mereka untuk selanjutnya diverifikasi langsung di lapangan oleh tim independen yang terdiri dari wakil pemerintah dan wakil masyarakat. Upaya pemberian penghargaan ini diharapkan akan memicu semangat dan meningkatkan kinerja masing-masing instansi pemerintahan daerah. Bojonegoro juga memberikan instentif ekonomi khususnya bagi para investor (insentif investasi) yang akan melakukan
kegiatan ekonomi di Bojonegoro, termasuk dengan menerapkan Perbup Upah Umum Perdesaan (UUP), khususnya di desa/daerah kantong kemiskinan di Bojonegoro sebesar Rp 1.005.000. Hal ini sangat menarik investor dan memberikan kedekatan psikologis antara pekerja dan keluarganya. Berbagai terobosan tersebut berbuah hasil nyata. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bojonegoro meningkat dari 65,00 (2007) menjadi 68,50 (2015) dengan penurunan persentase penduduk miskin dari 23,87 persen (2008) menjadi 14,75 persen (2014), bahkan dari analisis Bank Dunia, Bojonegoro sebagai kabupaten yang sukses dalam menangani kemiskinan. Selain mengantongi dana abadi, penataan tata pemerintahan lokal telah membawa
Kabupaten Bojonegoro menyabet berbagai penghargaan dan apresiasi dari beragam pihak. Pada 2013 Bojonegoro mendapat penghargaan dari Sustainable Development Solutions Network (SDSN) PBB. Selanjutnya tahun 2014, Bupati Suyoto menerima penghargaan Otonomi Award bidang Pertumbuhan Ekonomi dari JPIP dan penghargaan Indonesian Green Region Award (IGRA) dan penghargaan majalah bisnis SWA. Kabupaten ini dipandang berhasil menggerakkan kebijakan pemerintah daerah dalam tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan. Juga lebih dari 100 penghargaan nasional dan Provinsi Jatim atas semua prestasi yang didapat Kabupaten Bojonegoro di berbagai bidang. n
Sumber Tulisan: Mickael B. Hoelman, et al. 2015. PANDUAN SDGs Untuk Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) dan Pemangku Kepentingan Daerah. Jakarta: INFID.
INSPIRASI UNTUK NEGERI 59
60 KABUPATEN BOJONEGORO
BAGIAN LIMA
GELIAT KEBANGKITAN BUDAYA, MENATAP MASA DEPAN
INSPIRASI UNTUK NEGERI 61
62 KABUPATEN BOJONEGORO
“Suara setan” pun perlu didengar sepanjang itu dibutuhkan untuk perbaikan.
A
pa yang tersiar bila perpaduan Bengawan Solo dan Bojonegoro menjadi topik berita di koran atau televisi? Musibah banjir. Ya, Bengawan Solo begitu lekat dengan predikat takdir bencana bagi masyarakat Bojonegoro. Tapi, predikat itu tengah dicoba-lunturkan dengan kabar-kabar suka cita. Selain kontribusinya yang mulai mengalir mantap pada misi ketahanan pangan melalui lahan-lahan pertanian padi, keberadaan Bengawan Solo juga menyediakan daya tarik wisata bagi Bojonegoro. Pada September lalu, tak sedikit warga Bojonegoro yang tiba-tiba bisa “berkenalan” dengan kesenian daerahnya sendiri lewat ajang Festival Bengawan Bojonegoro (FBB). Salah satu kesenian lokal yang disuguhkan dalam rangkaian festival itu adalah Sandur, seni drama tradisional yang dipadu dengan musik karawitan dan seni akrobatik (kalongking). Festival Bengawan adalah sebuah bentuk perlawanan terhadap benalu-benalu budaya yang turut melelap-tidurkan berbagai potensi daerah, baik dari sisi ekonomi maupun budaya. Bupati Suyoto lebih suka menyebut unsur-unsur negatif dan unproductive itu sebaINSPIRASI UNTUK NEGERI 63
Sandur. Seni drama tradisional yang dipadu de-
ngan musik karawitan dan seni akrobatik, dipentaskan di Anjungan Jawa Timur, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, 2015.
Suasana keterbukaan yang tumbuh sejalan dengan penerapan prinsip Open Government Partnership (OGP) memberikan pembelajaran yang kaya bagi pemerintah ataupun masyarakat tentang pentingnya mengerti proses.
64 KABUPATEN BOJONEGORO
gai “enam setan” yang harus dilawan dalam membangun Bojonegoro. Unsur-unsur mental negatif itu adalah, pertama, mental suka menghindar atau takut menghadapi kesulitan. Menurut Kang Yoto, panggilan akrab Bupati Suyoto, kondisi alam yang rutin mendatangkan musibah banjir dan kekeringan membuat masyarakat seakan pasrah meyakinkan diri “kita ini miskin, kita ini memang susah dan sebagainya”. Kedua, tidak mau mengambil atau lari dari tanggung jawab. Di kalangan birokrasi, misalnya, pada masa lalu terbiasa pejabat mengelak tanggung jawab atas suatu persoalan dengan dalih masalah itu urusan pemerintah provinsi atau pemerintah pusat. Kini, aparat pemerintah harus bersedia mengambil tang-
INSPIRASI UNTUK NEGERI 65
Lorrovid escimi quam. ati acius apero eiur maionsed
Pertarungan melawan “enam setan” dalam budaya masyarakat itu sesungguhnya menjadi basis yang memungkinkan tercapainya berbagai prestasi yang diraih Bojonegoro.
66 KABUPATEN BOJONEGORO
gung jawab dalam membantu mengatasi masalah rakyat. Ketiga, kebiasaan suka ngrasani atau menggunjing orang lain, seakan-akan bertindak sebagai polisi, penyidik, sekaligus hakim dan merasa puas sendiri. Kebiasaan yang tidak produktif ini dilawan dengan pembiasaan menerima pendapat orang lain. Ekstremnya, kata Kang Yoto, “suara setan” pun perlu didengar sepanjang itu dibutuhkan untuk perbaikan. Karena itu, di lingkungan pemerintah Kabupaten Bojonegoro, rapat-rapat selalu bernuansa horizontal. Unsur negatif keempat adalah sulit menerima keharusan berproses, dan selalu ingin seketika. Suasana keterbukaan yang tumbuh sejalan dengan penerapan prinsip Open Government Partnership (OGP) memberikan pembelajaran yang kaya bagi pemerintah ataupun masyarakat tentang pentingnya mengerti proses. Kelima mental peminta. Seakan-akan orang yang memegang posisi, jabatan, mikrofon adalah orang yang berhak atau memiliki kesempatan meminta dan menuntut. Mental ini harus dibalik menjadi mental memberi dan
INSPIRASI UNTUK NEGERI 67
68 KABUPATEN BOJONEGORO
INSPIRASI UNTUK NEGERI 69
melayani. Dan terakhir, mental senang melihat orang lain susah dan susah melihat orang lain senang. Mental ini bisa luruh dengan kesadaran bahwa kerja sama memerlukan banyak orang yang memiliki potensi sukses, sehingga terjadi sinergi yang saling mendukung. Meskipun tidak terlihat, kata Kang Yoto, pertarungan melawan “enam setan” dalam budaya masyarakat itu sesungguhnya menjadi basis yang memungkinkan tercapainya berbagai prestasi yang diraih Bojonegoro. Transformasi kultural itulah yang akan membuat pembangunan memiliki dasar yang langgeng, baik dalam aspek politik, ekonomi maupun sosial dan budaya. Transformasi itu memungkin-
70 KABUPATEN BOJONEGORO
kan tumbuhnya kepercayaan diri masyarakat Bojonegoro untuk menampilkan jati dirinya, termasuk kesenian tari tradisional, makanan khas, seni batik, dan karya-karya kreatif lain masyarakat Bojonegoro. Maka tidak berlebihan jika berharap, suatu saat pertarungan melawan benalu-benalu budaya itu akan semakin mengokohkan posisi Bojonegoro dalam kancah kebudayaan nasional, regional, bahkan internasional. Bukan hanya masyarakat Bojonegoro sendiri, tapi juga masyarakat Indonesia dan bahkan dunia, semakin mengenal seni tayub, wayang thengul, Sandur, adat masyarakat suku Samin, batik Jonegoroan, dan banyak lagi. n
INSPIRASI UNTUK NEGERI 71
72 KABUPATEN BOJONEGORO
INSPIRASI UNTUK NEGERI 73
74 KABUPATEN BOJONEGORO
Perahu Penyeberangan.
Sungai Bengawan Solo menjadi daya tarik wisata dan budaya pada saat digelar Festival Bengawan Solo.
INSPIRASI UNTUK NEGERI 75
KREDIT FOTO: Foto pada sampul: Erlambang Aji Candra (atas), Denny Sugiharto (tengah), Dok. Pemkab Bojonegoro (bawah) Denny Sugiharto: halaman iv, v, viii (bawah), ix bawah kiri, 8 (atas), 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 27, 39, 40, 41, 44-45, 46, 47, 48, 49, 60, 51, 52, 53, 57, 58 (bawah), 74, 75 Dokumentasi Pemerintah Kabupaten Bojonegoro: halaman viii (atas), ix bawah kanan, 2-3, 4, 5, 6, 7, 8 bawah, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 26, 28, 29, 54, 55, 58 (atas), 60, 61, 62-63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73 Erlambang Aji Candra: halaman vi, ix (atas), 16-17, 30-31, 32-33, 34, 35, 36-37, 38, 42, 43, 56, 59
76 KABUPATEN BOJONEGORO
PENGANTAR | KETERBUKAAN | SOSIAL & TOLERANSI | INFRASTRUKTUR | BUDAYA | KESEJAHTERAAN
iv KABUPATEN BOJONEGORO