STRATIEGI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERGR. DT
AHMAD M. BANAPON
SEKOLAH PASCASPiRJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAJ TESIS DAN SfJMBER LNFORMASI
Dengan ini, saya menyatakan bahwa Tugas Ahir "Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Dalam Rangka Pelaksanm Otonomi Daerah
di
Kabupaten Kepulauan Sula" addah karya saya sendiri d m belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber idorrnasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks d m dicantumkan dalam Dafiar Pustaka di
bagian akhir Tesis ini.
Ahmad M. Banapon
NRP HZ51064125
ABSTRACT AHMAD M. BANAPON, Strategy Improvement of Araa Genuiness in order to Execution of Autonomy Kepulauan Sula. Under direction of DEDI BUDIMAN HAKIM and WIMAWAN HARnfOGA The aims of this research are I). to measure effectivity and efficiency of local own revenue (PAD) of KepuIauan Sula District. 2). to measure the elasticity of local own revenue to economic growth 3). to measure the fiscal independency of the local government. 4). to analysis management of local own revenue in Kepulauan Sula District, and 5). to formulate strategy and priority for increasing local own revenue of Kepulauan Sula District. this research combines description analysis method logical framework approach (LFA) mcthod, and Al~alilical Hirarchy Process (AHP) method to address the research objectives. The data used in this research are primary data and secondary data. This research G~lclsthat the fiscal dependency of local government to central government is high. In 2007, the ratio of local own revenue to transfer fund was only 1.8 percent. Result fiorn description analysis shows that low awareness of people is the big problelll in collecting PAD in Kepulauan Sula District. AHP analysis showes that infrastructure development should be the first priority of the districts strategy in increasing local own revenue in Kepulauan Sula District. Key words: Strategy, Local O\vn Revenue (PAD), Fiscal (Interdependency)
Aulonomy
Ahmad M. Banapon, Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Ddam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kabupaten Kepulauan Sula. Dibimbing oieh Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec., d m Dr. Ir. Himawan Hariyoga, M.Sc Kekhawatiran beberapa daerah atas diberlakukannya otonomi daerah bisa dipabami, karma pelaksanaan otonomi daerah membawa konsekwensi bagi Pemerintah daerah mtuk lebih mandiri baik dari sistem pembiayaan maupun rnenentukan arah pembangunan daerah sesuai dengan proritas dan kepentingan masyarakat di daerah. Disarnping itu, alasan klasik sepefti kesiapan sumberdaya manusia (SDM), masih lemahnya stnrktur dan infrastmktur daerah memang rnerupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri dialami oleh beberapa Pernerintah daerah. Tak terkecuali Kabupaten Kepulauan Sula, sebagai daerah baru hasil pemekaran menghadapi persoalan-persoalan yang rumit dalarn menjalankan pembangunan, terutarna dalam peningkatan pendapatan asli daerah. Keterbatasan sumberdaya aIam d m sumberdaya manusia yang diilikinya disinyalir sebagai faktor penyebabnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini bertujuan mtuk: 1). Mengkaji efektivitas d m efisiensi pendapatm asli daerah beserta komponennya. 2). Mengkaji elastisitas pertumbuhan ekonomi daerah terhadap pendapatan asli daerah. 3). Mengkaji tingkat ketergantungan Pemerintah daerah terhadap Pemerintah pusat. 4). Menganalisis rnanajemen penggalian potensi pendaapatan asli daerah di kabupaten kepulauan sula, d m 5). Menyusun langkah-langkah strategis dan kebijkm proritas mtuk meningkatkan pendapatan asli daerah di Kabupaten Kepulauan Sula. Kajian ini dilakukan di Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi MaXuku Utara. Data yang dipergunakan dalam kajian ini, terdiri atas data s e h d e r dan data primer. Metode Analisa Efektivitas digunakan untuk menguku upaya pungut PAD yang dilakukan oleh Pemerintah daerah. Semalcin tinggi nil& efektivitas pendapatan asli daerah menunjukkan bahwa upaya pungut pendapatan asli daerah yang diIakukan oleh Pemerintah daerah juga semakin tinggi, dan sebalihya. Efisiensi digunakan untxk mengukur berapa besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengumpulkan pendapatan aali daerah. Elastisitas pendapatan asli daerah digunakan untuk mengukur derajat kepekaan pendapatan asli daerah terhadap adanya perubahan perekonomian daerah. Elastisitas yang digunalcan dalam kajian ini adalah elastisitas PDRB terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Kepulauan Sula, Rasio ini menggambarkan derajat ketexgantungan PEMDA terhadap sumber pembiayaan dari Pemerintah Pusat. Hasil dan Pembahasan Efektivitas pendapatan asli daerah dari sektor pajak di Kabupaten Kepulauan Sula selama periode kajian tahun 2005-2007 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2004 efektivitas PAD sebesar 28,20 persen, kemudian pada tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 26,47 persen. Kemudian tahun berikutnya hingga tahun 2007, efektivitas PAD Kabupaten Kepulauan Sula mengalami peningkatan hingga mencapai 86. i 6 persen.
Dari ketiga jenis penerimaan daerah, yang selalu paling dominan adalah penerirnaan dari dana perimbangan. Pada tahun 2004, jumlah dana perimbangan dari Pemerintah pusat sebesar Rp.7 1.9 13.642.000,- pertahun. Pada tahun berikutnya mengalami peningkatan menjadi Rp.100.798.726.480,-, d m seterusnya mengdami peningkatan yang sangat signihkan yaitu pada tahun 2007 berjumlah Rp.287.069.957.574 per tahun. Idealnya adalah sernakin tinggi PAD suatu daerah, maka ketergantungan terhadap dana perimbmgan dari Pemerintah pusat semakin tinggi. Dari hasil kuesioner yang disebarkan ke responden, diperoieh enam variable yang menjadi kendala dalam penetapan target pendapatan asli daerah (PAD): 1) KetidakjeXasan objek pungutan. 2) Sumber-sumber PAD yang masih belum jelas. 3) Belum ada peraturan daerah (Perda) maupun kebijakan Pemerintah daerah yang mengatur secara jelas tentang PAD. 4) Data-data ymg berkaitan dengan pernungutan PAD belum tersedia. 5) Kesadaran wajib pajak dalam membayar kewajibannya membayar pajak maupun tunggakan pajak rnasih rendah. Sfrategi Kebijakan Peningkatan PAD Secara garis besar terdapat empat alternative kebijakan yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan PAD Kabupaten Kepulauan Sula yaitu membangun infiastruktwr, meningkatkan investasi, peningkatan SDM, dan regulasi. Diketahui bahwa bobot yang paling tinggi untuk potimalisasi pajak d m retribusi diberikan oleh DPRD Kabupaten Kepulauan Sula yaitu 0,534, disusul oleh Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) dengan bobot 0,488, kemudian LSM dengan bobot 0,478, dan terakhir adalah dari Bappeda dengan bobot 0,433. dari hasil pembobotan secara keseluruhan diketahui yang menjadi prioritas utama dari pelaku peningkatan PAD Kabupaten Kepulauan Sula adalah f'aktor optimalisasi pajak dm retribusi dengan bobot 0,48, fgktor kedua adafah meminimalisasi kebocoran dengan bobot 0,25, prioritas ketiga adalah peningkatan kinerja aparat denan bobot 0,17, dan prioritas pelaku faktor kempat yaitu sosialisasi dengan bobot 0,10. Dari hasil pembobotan diketahui responden memilih infrastruk sebagai alternative kebijakan uhma dengan babot O,5O, kemudian investasi dengan bobot 0,27 sebagai alternative kebijakan kedua. Sedangkan peningkatan SDM menjadi alternatif kebijakm ketiga dengan bobot 0,16, dan regulasi sebagai alternatif kebijakan keempat deagan babot 0,06. Secara umum,alasan responden mernilih infiastruktur sebagai alternative kebijakan utama adalah karena masih terbatasnya infrastruktur yang tersedia di Kabupaten Kepulauan Suf a. Dari pembalxasan di atas dapat disimpulkan bahwa: keterganhzngan Pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Sula terhadap dana perimbangan dari Pemerintah pusat sangat tinggi, dimana kontribusi PAD terhadap dana perimbangan dari pusat hanya 1,8 persen pada tahun 2007. rendahnya kesadaran rnasyarakat dalam membayar pajak d m retribusi menjadi kendala utama dalam meningkatkan P A D Kabupaten Kepulaw Sula. dengan demikian, untuk meningkatkan PAD di Kabupaten Kepdaum Sula, maka program utama yang haws diprioritaskan addah membenahi infiastruktur. Kata Kunci: Strategi, Pendapatan Asli Daerah, Otonorni Daerah
OHak Cipta Milik Ahmad M.Banapon, Tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
I . Dilarang mengzttip sebagian atau seluruh karya tuZis ini tanpa
mencanturnhn atau menyebzlfhsumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalnh. b. Pengutipun tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengg~lnakandun ~nemperbanyaksebagian atau seluruh hqva
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLX DAERAW DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN
KEPULAUAN SULA
AHMAD M. BANAPON
Tugas Akhir
Sebagai Salah Satu Syxat mtuk Memperoieh Gelar Magister Prafesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
fudul Tugas Akhir
: Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Dael-ah Dalam Rangka Pelaksa~iaanOtonomi Daerah di Kabupaten Kepulauan Su la
Nalna
: Ahmad Banapon
NRP
Disetujui Komisi Pe~nbimbing
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.AEc Ketua
Dr. Ir. Himawan Hariyona, M.Sc Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan
Tanggal Ujian : 21 Februari 2009
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur penulis Panjatkan Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan r h a t dan karunia-Nya sehingga Kajian Pembanguanan Daerah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam kajian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2008 ini adalah: Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Dalam Rangka Palaksanaan Otonomi Daer2tb di Kabupaten Kepulauan Sula. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Xr. Dedi Budiman Wakim, M.Ec d m Bapak Dr. Ir. Himawan Hariyoga, M.Sc selaku Komsi Pernbimbing, serta Bapak Dr. Ir. Narianto, MS, selaku penguji luar komisi, yang $el& banyak memberikan saran, dm talc lupa juga kepada seluruh Staf Pengajar Program Studi Manajernen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada: 2 . Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro selaku Dekan Sekolah
Pascasarjana, Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat M.Ec selaku ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah IPB, dan seluruh staf sekretariat yang telah memberi pelayanan yang baik bagi penulis dalam
menimba ilmu
pengetahuan selama masa perkuliahan, teman-teman seperjuangan di PS-MPD serta seluruh rekan-rekan d a ~Forum i Wacana.
.
2. Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sula (Bupati, Wakil Bupati, dan
Sekda), BPKD, BPS, Dinas Kehutanan, Disperindakop, Bagian Ekonomi, Bagian Hukum, dm Kantor Pasar atas kerja samanya selama penelitian.
3. Teristimewa istri (Rofiqah Kharie) dan anak (Nurrahmi A. Banapon) tercinta, ibu, kakak, adik serta seluruh keluarga atas doa, dan dukungan yang selalu diberikan selama ini mungkin tidak akan mampu terbalas. Akhir kata, penulis berharap semoga kajian ini dapat bemanfaat bagi kita semua dalam mernperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan dapat diaplikasikan bagi kernaslahatan hidup dimasa yang akan datang. Amin. Bogor, Februari 2009 Ahmad M. Banapon
RIWAYAT IIIDUP Penulis dilahirkan di Waigoiyofa Kecamatan Sanana Kabupaten Kepulauan Sula Propinsi Maluku Utara pada tanggal 10 Januari 1971 sebagai anak ke 9 dari Mahmud Banapon (almarhum) dan Hawa Fokatea (almarhuma). Penulis menyelesaikan pedidikan di Sekolah Dasar Negeri Waigoiyofa Sanana Kabupaten Kepulauan Sula pada tahun 1985, lulus Sekolah Madrasah Tsanawiah Negeri Sanana Kabupaten Kepulauan Sula tahun 1988. Sekolah Menengah Atas pada Madrasah Aliyah Negeri dan AIkhairat Ternate Provinsi Maluku Utara tahun 1991, menyelesaikan Sekolah Strata satu (S1) Jurusan Manajemen Sumberdaya Manusia/Personalia pada Sekolah Tinggi llmu Ekonomi (STE) Makassar Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2000. Pada tabun 2007 melalui beasiwahgas belajar dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sula, penulis melanjutkan kuliah pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah (MPD), d m dinyatakan lulus sebagai Mangister Profisionid pada tanggal 21 Pebruari 2009. Pada tahun 2003 penulis diterima bekerja sebagai Pegawai Negeri SipiI pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Propinsi Maluku Utara, dengan jabatan terakhir sebagai Kasubid Kesejahteraan Materil Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Kepulauan Sula sampai sekarang.
DAFTAR TABEL............................................................................. DAF'TAR GAMBAR ....................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................
.
I PENDAHWLUAN 1. 1 Latar Belakang ................................................................. ............................................................ 1.2 Rumusan Masalah . . .......................................... 1. 3 Tujuan Penehtxan.............. . . .. 1.4 Manfmt Kajian .................................................................
XI.TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Otunomi Daerah ............................................................. 2.2 Keuangan Daerah ............................................................ 2.2.1. Tujuan Pengelolaan Keuangan Daerah .................. 2.2.2. Pendapatan Asli Daerah ......................................... 2.2.3. Dasar Hukum Pendapatan Asli Daerah .................. 2 .3 Indikator .Keuangan . . Daerah.............................................. 2.4 Desentralxsasx Fiskal ......................................................... 2.5 Peraturan Daerah Mengenai Pendapatan Asli Daerah ..... 2.6 Strategi Peningkatan Pendapatm Asli Daerah ................. 2. 7 Tinjauan Penelitian Terdahulu .......................................
.
111 METODOLOGI KAJXAN ...................................................... 3.1. Kermgka Pemikiran ........................................................ 3.2. Lokasi dan .Waktu Kajian ................................................. . 3.3. Sasaran Kajian ................................................................... 3.4. Metode Pengumpulan Data ............................................... 3.4.1. Jenis dm Surnber Data ............................................. 3.4.2. Pemilihan Sampel d m Responden ........................... 3 .5 .Metoda Pengolahan dm Analisis Data............................... 3.5. X . Efektivitas................................................................ 3 .5.2. Efisiensi ..................................................................... .. 3.5 .3.Elastlsitas.................................................................. 3.5.4. Rasio Kemandirian (otonomi fiskal) ......................... 3.5.5. Analisis Data Primer ................................................. 3.6. Metoda Perumusan Strategi d m Perancangan Program .... 3.6.1. Metode Logical FrameworkApproach (LFA).......... 3.6.2. Metode -4naly.tIcNI.rorchy Process (AHP) &!a_% Perurnusan Kebijakan ...............................................
.
IV KONDISI UMUM DAEMH PENELITIAN.......................... 4. 1 Letak Geografis dan Batas Administrasi ....... ......... 4.2 Keadaan Iklim ............................................................... 4 . 3 Administrasi Pemerintahan ...........................................
4.4 Kependudukan dm Tenaga Kerja ................................. 4.4.1. Penduduk ............................................................ 4.4.2. Tenaga Kerja ...................................................... 4. 5 Fasilitas Pelayanan Umum ............................................ 4.5.1 .Lnfiastnxktur........................................................... 4.5.2. Pendidikan............................................................. 4.5.3. Kesehatan ............................................................. 4. 6 Potensi Daerah............................................................... 4.6.1. Perkebunan ................... ... ................................... .................................................. 4.6.2. Tanaman Pangan ............................................................. 4.6.3. Keh~~tanan 4.6.4. Perikanan .............................................................. 4.6.5. Industri dm Pertambangan................................... 4.6.6. Perdagangan dan Jasa ........................................... 4.7 Produk Dornestik Bmto................................................. 4. 8 Visi dan Misi Kabupaten Kepulauan Sula.................... 4.9 Agenda Mewujudkan Kabupaten Kepulauan Sula yang maju ...................................................................... 4. 10 Kebijakm Umum PengeloIaan Keuangan..................... . ....... 4. 1 1 Perkembagan Penerimaan D a d ...................... 4. 12 Belanja Daerah Tahun 2006 .......................................... 4.13 Stmktur Orgaaisasi Badan Pengelola Keuangan Daerah ........................................................................
.
V HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 5 . 1 Efektivitas PAD.............................................................
5 .2 Efesiensi PAD .............................................*...*.......*.. 5 . 3 Elastisitas P A D............................................................. 5 . 4 Rasio Kernandirian ....................................................... 5 . 5 Manajemen Penggalian Potensi PAD ........................... 5.5. 1 Tahap Perencanaan (Potensi dm Penetapan Target PAD) ....................................................... 5.5. 2 Penenturn Besamya Ttarget Pajak ........................ 5.5. 3 Kendala Penetapan Target PAD....................... 5.5. 4 Tahap Pelaksanaan Target PAD .......................... 5.5. 5 Tahap Pengawasan .............................................. 5.5. 6 Tahap Evaluasi Kinerja ........................................ 5.6 Strategi Peningkatan PAD Kabupaten Kepulauan Sula.. 5.6.1. Alternatif Responden d a l m Peningkatan PAD ..... a. Faktor Optirnalisasi Pajak dan Retribusi ........ b. Faktor Minimalisasi Kebocoran ..................... c. Sosialisasi ....................................................... d. Faktor Kinerja .............................. ... .............
6.1. Rancangan Program Peningkatm PAD Kabupaten KepuIauan Sula ............................................................. 6.2. Prioritas Program Strategis Berdasarlcan Analisa LFA .
6.3. Program Prioritas Peningkatan PAD Berdasarkan Kajian AHP ...................................................................
.
VIII SIMFULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ..................... 7. 1.Kesimpulan..................................................................... ......*..*......** 7.2. Implikasi Kebijakan .......................... . . . 7. 3 .Rekomendasi ..................................................................
DAFTAR TABEL Halaman
1. Jenis Pajak dan Retribusi Daerah Kabupeten Kepulauan Sula Berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) .................................... 2. Beberapa Tinjauan Penelitian Terdahulu tentang pengelolaan Keuangan Daerah ....................................................................... 3. Skala Matrik Perbandingan Berpasangan ........................ - ..........
4. Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Sula Menurut Kecamatan tahun 2007 ............................................................... 5. Nama Ibukota Kecarnatan dan Jumlah Desa di Kabupaten
Kepulauan Sula tahun 2007 .........................................................
6. Jumlah Peduduk Kabupaten Kepulauan Sula tahun 2007 ............ 7. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Usaha t a b 200749 8. Panjang Jalan Menurut Jenis Pennukaan dan Kondisi Jalan di Kabupaten Kepulauan Sula ...................................................... 9. PDRB Kabupaten Kepulatran Sula atas Dasar Harga Berlaku m e n m t Lapangan Usaha tahun 2004-2007 ................................
10. Perkembangan Penerirnaan Daerab Kabupaten Kepulauan Sula...
11. Target dan Realisasi Penerirnaan Pajak dan Retribusi Kabupaten KepuIauan Sula tahm 2004-2007 ................................................ 12. Target d m Realisasi Penerimaan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula tahun 2007 ....,....................................................................... 13. Realisasi Pendapatan Asli Daerah d m Biaya Pungut di Kabupaten Kepulauan Sula tahun 2003-2007 ..............................-................. 14- Elastisitas Keteergantungan Sektor Pendapatan Kabupaten
Kepulauan Sula terhadap PDRB tahun 2007 ...............................
15. Elastisitas Ketergantungan Pendapatan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula terhadap PDRB tahun 2003-2007 ...................... 16. Rasio Kemandirian Kabupaten Kepdauan Sula Terhadap Dana Perimbangan .............................. .... ........................................
17. Pertumbuhan Pendapatan AsIi Daerah Kabupaten Kepulauau Sula T a b 2007 (%) ...................-..............................................-, 18. Intensitas Keterlibatan Beberapa Pihak ddam Pendataan Potensi
PAD .......................................................... ..... ....** * ...* **
**
*..**
...........
19. Kriteria dalam Menetapkan Target PAD...................................... 20. Keterlibatan Instansi ddam Pencapaian PAD Kabupaten Kepulauan SuZa ..-......................................................................... 2 1. Intensitas Keterlibatan beberapa Pihak dalarn Pendataan Potensi
PAD ........................................
*
..............................................*...
22. Kendala dalam Pengevatuasim Kinaerja PAD Kabupaten Kepulauan Sula ........................... ....
................................... ....... .............-.-.......
23. Keterlibatan Instansi dalam Pengevaluasian Kinaerja PAD .... ..-............... Kabupaten Kepulauan Sula ................................. 24. Prioritas Pelaku Peningkatan PAD di Kabupaten Kepulauan Sula.......
25. Prioritas AIternatif Kebijakan d a h n Peningkatan PAD di Kabupaten
. . , ...........-...-......................-.-.........-.,... Kepulauan Sula ....................
26. Susunan Bobot Perioritas Alternatif Kebijakan Peningkatan PAD di Kabupaten Kepulauan Sula ...............................*............. 27. Susunan Bobot Perioritas Peningkatan PAD di Kabupaten Kepulauan Sula ............................................................................ 28. Susunan Bobat Perioritas Alternatif Kebijakan Peningkatm
PAD di Kabupaten Kepulauan Sula ............................................. 29. Susunan Bobot Perioritas Peningkatan PAD di Kabupaten
Kepulauan Sula ............................................................................
30. Matrik Rancangan Program Strategik Peningkatan PAD di Kabupaten Kepulauan Sula .........................................................
1.
Tren Pertumbuhan PAD Kabupaten KepuIauan Sula ................
2.
Kerangka Pemikiran Kajian ......................... . .......................
3.
Diagram Alur Metode Logical Framework Approach ...............
4.
Hirarki Pernilihan Strategi Kebijakm Poritas Peningkatan
..
Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Kepulauan Sula 5.
........
Perbandingan PAD Kabupaten Kepulauan Sula dengan Dana Perimbangan..............................................................................
6.
Kriteria ddam MelaMan Pendataan Potensi PAD di Kabupaten Kepulat~anSuIa .......................................................
7.
Kendala dalam Menentukan Potensi PAD di Kabupaten Kepulauan Sula .........................,............. .................................
8.
Persepsi Responden terhadap Pendataan Potensi PAD ...........,..
9.
Persepsi Responden terhadap Efektivitas Pengawasan Ddam Pencapaim Target PAD Kabupaten Kepulauan Sula ...............
10. Kriteria yang digunakan dalam Mengevaluasi Kinerja PAD .....
1 1. Hirarki dan Bobot Poritas Peningkatan Pendapatan Asli Daerah
di Kabupaten Kepulauan Sda .........................-.........................
DAFTAR LAMPIRAN
Halamaa 1 . Peta Lokasi Penelitian Kabupaten Kepulaum Sula .....................
104
2 . Struktur Olahan .AHP ...................................................................
105
3. Daftar Kontribusi PAD Kabupaten Kepulauan Sula tahun 2007
106
4. Hasil Judgement Faktor Sumberdaya Manusia ............................
107
.........
108
5 . Hasil Judgement Faktor Optimdisasi Pajak dm Retribusi
6. Hasil Judgement Faktor Minimalisasi Kebocoran .......................
109
7. Hasil Judgement Faktor Kinerja...................................................
110
8 . Kuesioner ANP
Ill
...........................................................................
9. Kuesioner Evaluasi Manajernen ..................................................
119
1.1. Latar Belakang
Pelaksanaan otonorni daerah yang dimulai pada tanggal 1 Januari Taliun 2001 rnenimbufkan reaksi yang berbeda-beda bagi daerah, Pemerintah daerah
yang rnemiliki kekayaan dam menyambut baik otonomi daerah dengan penuh harapan, sebaliknya daerah yang miskin sumberdaya alamnya menanggapinya secara hati-hati. Kekhawatiran beberapa daerah tersebut bisa dipahami, karena pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi membawa konsekwensi Pemerintah daerah
untuk lebih mandiri baik dari sistem pembiayaan maupun menetukan arah pembangunan daerah sesuai dengan proritas d m kepentingan masyarakat di daerah. Disamping itu, alasan klasik seperti kesiapan sumberdaya manusia
(SDM),masih lemahnya struktur dan infrastruktur daerah memang merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri dialami oleh beberapa Pemerintah daerah. Beberapa pihak bahkan ada yang khawatir otonomi daerah hanya akan memindahkan praktik korupsi, koiusi, dan nepotisme (KKN) ke daerah. Terlepas d a i kekhawatirm tersebut, otonomi daerah dm desenralisasi hams disukseskan karena ha1 tersebut merupakan kesepakatan Bangsa Indonesia. Pemekman
daerah
dimaksudkan
mtuk
mengwrangi
kesenjangan
pertumbuhan ekonomi daerah yang satu dengan daerah lain. Daerah yang
- memiliki sumberdaya yang tinggi, pembangunannya relatif lebih cepat dibanding daerah yang potensi sumberdaya alamnya rendah. Daerah yang mampu mengoptimalkan potensi pendapatan asli daerah (PAD) yang dimiliki dan mengelola keuangan daerah dengan baik, akm mampu meningkatkan kesejahteraan mosyarakatnya. Dengan berlandaskan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. yang selanjutnya direvisi dengan Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang selanjutnya direvisi dengan Undang-undand No 33 tahun 2004 tentang Perimbangm Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pernerinahan Daerah, maka
pelaksanaan otonomi daerah diharapkan dapat mendorong peningkatan partisipasi
dm kreativitas masyarakat serta mendorong pemerataan pembangunan daerah dengan memanfaatkan sumberdaya dm potensi yang tersedia. Diberlakukannya kedua undang-undang tersebut teIah membuka era baru bagi pelaksanaan Pemerintahan daerah di Indonesia, dimana tugas d m tanggung jawab yang hams dijdankan oleh Pemerintah Daerah bertambah banyak. Seperti
yang dikemukakan oleh D m u r t i d m Rauta (2000) bahwa kewenangan atas umsan Pemerintahan yang begitu luas yang diberikan kepada daerah dalam rangka otonomi daerah dapat merupakan berkah bagi daerah natnun sekaligus juga merupakan beban yang menuntut kesiapan daerah untuk melaksanakannya, karena semakin bertambahnya umsm pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Untuk itu ada beberapa aspek yang hams clipersiapkan yaitu, sumber daya manusia, surnber daya keuangan, kelembagaan .dm sarana prasarana. Pada penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah dinyatakan bahwa daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan, antara lain berupa: kepastian tersedianya pendanaan dari Pernerintah sesuai dengan urusan Pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak d m retribusi daerah dan hak untuk rnendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasionaf yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya, hak untuk mengelola kekayaan daerah dan surnber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-surnber pembiayaan. Undang-Undang No. 33 tahun 2004 menjelaskan prinsip kebijakan perirnbangan keuangan. Pada pasal 3 Undang-Undang No. 33 tahun 2004 dinyatakan bahwa pendapatan asli daerah bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat d m Pemerintah daerah dan antara Pemerintah daerah; Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan daerah. Salah satu perbedaan yang mendasar dari Undang-Undang No. 33 tahun 2004 dibandingkan dengan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 adalah pada
s t n k t u r sumber penerimam daerah. Pada pasal6 tentang pendapatan asli daerah
(PAD) pada Undang-Undang No. 33 t&un 2004 dijelaskan jenis penerirnaan dari lain-lain pendapatan asli daerah yang sall, yaitu ditambahkan adanya pendapatan bunga, keuntungan selisih terhadap mata uang asing, komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai &bat dari penjualan daniatau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. Kemudian disebutkan bahwa pada Bab IV pasal 5 sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan, sedangkan pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tidak dipisahkan antara pendapatan daerah dan pembiayaan. Keserasian dan keseiarasan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah secara otonom dengan kebutuhan masyarakat merupakan Xandasan bagi tenvujudnya Pemerintahan d m pembangunan yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sehingga tenvujud pula peningkatan kualitas pelayanan sebagaimana diungkap di atas. Sejalan dengan diberikannya kewenangan dan tanggungjawab kepada daerah kabupatedkota dalam mengws rumah tangganya sendiri, maka akan semakin meningkat interaksi langsung antara aparat pemerintah dengan masyarakat. Aparat dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat sesuai dengan perkembangan dm kebutuhan. Di samping memberikan pefayanan, aparat Pemerintah juga dihultut
untuk dapat rnemiliki kemampuan dalam mengembangkan daerahnya baik dalam rnerencanakan maupun rnelalcsanakan pembangunan di daerah. Dengan adanya perubaban sumber dana pembangunan dan pembiayaan kegiatan Pemerintah daerah karena pelaksanaan otonomi, maka Pemerintah daerah perlu memperhatikan faktor p e n d u h g pelaksanaan otonomi diantaranya: (1) ketersediaan swnber daya manusia yang memadai, khususnya aparatur
pemerintah daerah dan masyarakat; (2) potensi ekonomi daerah sebagai surnber pendapatannya sendiri; (3) kemampum pengelolaan keuangan daerah; dan (4) kemantapan institusi di daerah. Kemandirian daerah merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan mengingat gejala globalisasi dalam segala aspek kehidupan menuntut bahwa tidak hanya s a h negara namun juga daerah d m bahkan individu hams berpikir global.
Setiap Pemerintah daerah hams dapat bersaing dengan Pernerintah daerah lainnya untuk dapat meningkatkan sumber-sumber dana bagi pembangunan daerahnya (Santoso, 3995). Kemandirian keuangan daerah kiranya tidak diartikan bahwa setiap tingkat Pemerintahan daerah otonomi harus dapat membiayai seluruh keperluannya dari pendapatan asli daerah (PAD), tetapi hanya merupakan salah satu komponen sumber penerimaan daerah, di samping penerimaan lainnya yang berupa dana perimbangm, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimm yang sah. Hal tersebut tergmbar pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Menurut Widayat (1994) fktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya penerirnaan PAD antara lain adalah : 1. Banyak sumber pendapatan di KabupatedKota yang besar, tetapi digali oleh
instansi yang lebih tinggi, misalnya pajak kendaraan bermotor (PKB), d m pajak bumi d m bangunan (PBB); 2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) belum banyak memberikan keuntungan
kepada Pemerintah Daerah; 3. Kurangnya kesadaran masyarakat dalarn membayar pajak, retribusi, d m pwngutan lainnya; 4. Adanya kebocoran-kebocoran; 5. Biaya pungut yang masih tinggi;
6. Banyak Peratwan Daerah yang perlu disesuaikan d m disempurnakan; 7. Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.
Menurut Jaya (1996) beberapa ha1 yang dimggap menjadi penyebab utama rendahnya PAD sehingga menyebabkan tingginya ketergantungan daerah terhadap pusat, adalah sebagai berikut :
1 . Kurang berperannya perusahaan daerah sebagai s w b e r pendapatan daerah;
2. Tingginya derajat sentralisasi ddam bidang perpajakan, karena semua jenis pajak utama yang paIing produktif baik pajak langsung maupun tidak langsung ditarik oleh pusat; 3. Kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit yang bisa
diandalkan sebagai sumber penerimaan;
4. Alasan politis di mana banyak orang khawatir apabiia daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dm separatisrne;
5. Kelemahan dalam pemberian supsidi Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang hanya memberikan kewenangan yang febih kecil kepada Pemerintah Daerah rnerencanakan pembangunan di daerahnya.
Secara umum dari kedua pendapat di atas diketahui bahwa masalah rendahnya PAD disebabkan lebih banyak pada unsur perpajakan. Lebih jauh rnengenai perpajakan d m permasalahamya perlu dikerkkakan pendapat Reksohadiprodjo (1996), yaitu bahwa beberapa masaIah yang sering dihadapi sistem pajak di daerah secara keseluruhan, di antaranya adalah adanya kemampuan menghirnpun dana yang berbeda antara daerah yang satu dengan daerah laimya, yang disebabkan karena perbedaan dalam resources endowment, tingkat pembangunan, dan derajat urbanisasi. Masalah lainnya adalah terlalu banyaknya jenis pajak daerah dan sering tumpang tindih satu dengan yang lainnya. Tidak ada perbedaan yang jclas antara pajak dengan pungutan lainnya, dm masdah biaya administrasi pajak yang tinggi.
Pada akhirnya keberhasilan otonomi daerah tidak hanya ditentukan besarnya PAD atau kapasitas keuangan yang dimiliki daerah tetapi juga ofeh beberapa faktor lain yang mempengaruhinya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kaho (1997), keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dipenganthi oleh beberapa faktor, yaitu : 1) Faktor manusia; 2) Faktor keuangan; 3) Faktor peralatan; 4) Faktor organisasi dm manajemen. Salah satu u h a n kemampuan daerah untuk rnelaksanakan otonomi adalah
dengan melihat besarnya niIai pendapatan asli daerah yang dapat dicapai oleh daerah tersebut. Dengan pendapatan asli daerah yang relatif kecil akan sulit bagi daerah tersebut untuk melaksanakan proses penyelenggaraan Pernerintahan dan pernbaagunan secara mandiri, tanpa didukung olcb pihak lain (dalam ha1 ini Pernerintah Pusat d m Propinsi). Padahd dalarn pelaksanaan otonomi ini, daerah dituntut untuk mampu rnernbiayai dirinya sendiri. Penyelenggaran otonomi daerah khususnya di Kabupaten Kepualaun Sula dimulai sejak dibentuknya daarah ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun
2003 tanggal 25 Februari tahun 2003. Sejak itu pula pelaksanaan Pernerintahan
dm Pembangunan secara otonomi telah dilaksanakan, secara otomatis diikuti dengan sejumlah pembiayaan. Meskipun tingkat pertumbuhan pendapatan daerah
(PAD) dari khun ke tahun mengalami peningkatan, natun jumlah beban pembiayaan juga mengalami peningkatan, hal ini seharusnya diikuti dengan peningkatan penerimaan daerah. Dengan demikian, maka strategi peningkatan pendapatm asli daerah harus terns dilkukan oleh Pernerintah Kabupaten Kepulauan Sula guna rneningkatkan penerimaan daerah. Seliubungan dengan uraian diatas, maka pertanyaan pokok kajian yang diajukan adalah Bagaimana Strategi Peningkatan Pendapatan Asii Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Kepulauan Sula? 1.2. Perumusan Masalah
Pemekaran daerah tidak selaiu diikuti peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kesenjangan masarakat berupa tingkat pendapatan, standar hidup (standard of living), Bsilitas pelayanq, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonom, pertumbuhan pendapatan asli daerah dan lainnya dapat rnelahirkan keterbelakangan d m kerniskinan. Keberhasilan suatu daerah dapat diukur melalui kernampurn daerah rnembiayai berbagai pengeluaran daerah itu sendiri. Sehingga peranan pendapatan asli daerab menjadi sangat menentukan jalannya roda pemerintahan dm pembangunan. Sejak diberlakukannya pemekaran daerah, Kabupaten Kepulauan Sula tergolong paling rendah dalam penerimaan pendapatan asli daerafi jika dibandingkan dengan Kabupaten lain di Propinsi MaXuku Utara. Pada tahun 2003 pendapatan asli daerah Kabupaten Kepulauan Sula baru mencapai Rp 1.967.435.975, tahun 2004 sudah mampu mencapai Rp. 2.536.700.000, t a b 2005 rnengalami penurunan sebesar Rp. 1.500.000.000, tahw 2006 mencapai Rp. 3.342.420.900 dan t a b 2007 naik mencapai Rp.
6.582.630.215. s e c m grafis dapat dilihat pada Gmbar 1 berikut:
Grafik Kenaikan PAD
Gambar 1. Tren Pertumbuhan PAD Kabupaten Kepulauan Sula Tidak menentunya peneriman PAD dari tahun ke tahun &an semakin mempengmhi beban penyerapan anggaran dafam penyelenggaraan roda Pemerintahan daerah, sehingga hams dilakukan suatu upaya dan strategi yang berkesinambungan untuk meningkatkan penerimaan daerah setempat. Dengan demikian upaya ddam rangka mengembangkan potensi penerimaan daerah sangat penting unhk ditingkatkan, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan milik daerah dan lain-lain pendapatan asfi daerah yang sah.
Rendahnya pendapatan asli daerah Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula, menunjukkan bahwa upaya yang telah dijalankan oleh para aparat pemungutan atau pengumpul penerimaan daerah belum optimal. Dan potensi sumberdaya penerimaan daerah belum teridentifikasi dan belrun dikelola secara baik. Salah satu ukuran kinerja keuangan daerah yang umumnya digunakan dalarn melihat besarnya usaha yang telah dildcukan oleh aparat Pemerintah daerah guna memaksimalkan sumber-sumber penerirnaan atau keuangan daerah adalah efektivitas. Pengukwan kinerja pendapatan asli daerah dapat dilakukan dengan membandingkan biaya pungut dengan realisasi pendapatan asli daerah. Rasio biaya pungut dengan realisasi pendapatan asli daerah ini untuk m e n g e t h i apakah pemungutan pendapatan asli daerah sselama ini telah berjalan secara efisien atau belurn. Berdasarkan permasalahan tersebut maka pertanyaan kajian ini yang
pertama adalah" Seberapa besar efektivitas daio efisiensi pendapatan asli daeraltt beserta komponennya selama periode kajian tahun 2003-2007?".
Jika dikaji secara cermat, kebijakan pendapatan asli daerah tidak berkaitan langsung dengan implementasi desentralisasi. Tanpa desentralisasi pun pendapatan asli daerah sebenarnya merupakan mdalan utama daerah untuk mendukung penyefenggaraan pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Namun, nilai d m peran pendapatan asli daerah selama ini masih relatif kecil. PAD banyak tergantung kepada pertwnbuhan ekonomi daerah (PDRB) yang dilihat d a i besar kecilnya nilai investasi disuatu daerah. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kepulauan Sula atas dasar harga berlaku pada t&un 2003 mencapai 5,00 persen, kemudian pada tahun 2004 sebesar 5,41, persen, pada tahun 2005 sebesar 5,11 persen, pada tahun 2006 sebear 5,33 persen dan tahun 2007 sebesar 5,62 persen. Dampak dari perekonomian daerah terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah belum dikaji secara mendalam. Dengan demikian, perlu dilakukan pengukuran dampak atau pengasuh perubahan kegiatan ekonomi daerah terhadap peningkatan Pendapatan AsIi Daerah. Berdasarkan permasatahan tersebut maka pertanyaan kajian yang kedua adafah "Seberapa besar pengaruh PDRB terhadap Pendapatan AsIi
Daerah?''. Kemandilian suatu daerah dalarn bidang keuangail dapat dilihat dari seberapa besar kontribusi pendapatan asli daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kepulauan Sula terhadap PDRB dapat dipandang sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat ketergantmgan daerah kepada pusat. Pendapatan Asli Daerah kepada
Total Pendapatan Daerah akan menunjukkan semakin kecil ketergantclngan daerah kepada pusat. Untuk rnengukur tingkat ketergantungan digunakan rasio kemandirian sehubungan dengan itu maka pertanyaan kajian yang ketiga adaiah "Seberapa besar tingkat ketergantungan daerah terhadap pusat dalam pembiayaan pembangunan daerah?".
Peningkatan sumber-sumber penerimaan daerah seperti pendapatan asli daerah, selain dipengaruhi oleh pelaksanaan pemungutan pendapatan asli daerah oleh para juru pungut atau Unit Pelaksana Teknis Dinas IIJPTD), juga dipengaiuhi oleh proses penggalian potensi yaitu sejak dari inventarisasi potensi dan penetapan target sampai dengan pengawasan dan evaluasi kine~jakeuangan
daerah. Proses tersebut terkait dengan manajemen penggalian potensi pendapatan asli daerah. Dengan demikian maka pertanyaan kajian keempat adalah "Bagaimana manajemen penggalian potensi pendapatan asli daerah
di
Kabupaten Kepulauan Sula?". Potensi pendapatan asli daemh sebagai sumber utma pembiayaan pembanguanan daerah apabila didukung dengan kebijakan yang tepat, infrastr-uktur yang memadai, sumberdaya mmusia yang kapabel regulasi yang tegas, dan sarana prasarana yang memadai serta pengembagan investasi cepat, diharapkan dapat menjadi daerah otonom yang mandiri. Berdasarkan beberapa pernasalahan di atas, maka untuk menjawab strategi peningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kepulauan Sula adalah L'Bagaimanastrategi dan perancangan program peaingkatan pendapatan asli daerah di Kabupaten Kepulauan SuIn?" 1.3.Tujuan Kajian Sesuai dengan perurnusan masalah kajian, maka tujuan umum kajian ini adalah untuk merumuskan strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAX)) di kabupaten kepulauan sula, sedangkan secara khusus tujtlan kajian ini add&:
1. Mengkaji efektifitas dan efesiensi pendapatan asli daerah beserta kornpmennya. 2. Mengkaji ketergantungm pendapatan asli daerah terhadap perekonomian
daerah (PDRB).
3. Mengkaji tingkat ketergantungan Pemerintall daerah terhadap dana perirnbangm. 4. Menganalisis manajemen penggalian potensi
pendapatan asli daerah di
Kabupaten Kepuf auan Sula. 5. Menyusun langkah-langkah strategis d m kebijakan proritas mtuk meningkatkan
pendapatan asli daerah di Kabupaten Kepulauan Sula. 3.4. Manfaat Kajian
Manfaat yang diharapkan dari dilakukannya kajian ini adalah:
bagaimana strategi dm program peningkatkan pendapatan asli daerah serta dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan pernbaca yang berminat pada bidang ini.
2. Pemerintah Kabupaten kepulauan Sula: Kajian ini diharapkan menjadi rnasukan bagi Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula dalam memuskan kebijakan dan strategi program peningkatm pendapatan asli daerah.
11. TINJAUAN PUSTAKA Keberlangsungan pembangunan suatu Pemerintahan baik pusat maupun daerah merupakan ha1 ymg vital demi tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Salah satu sumber keberlangsungan tersebut adalah tersedianya sumberdaya yang menopang pembangunan ekonomi daerah. Salah satu sumber penerimaan yang mampu menopang pembangunan texsebut adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada masing-masing Pemerintahan terutama Pemerintahan kabupaten dan kota, kebijakan ini membuka peluang daerah mengurus dirinya iebih feluasa dan sekaligus tantangan bagi daerah menggali potensi sumberdaya daerahnya..Penggalian potensi sumberdaya daerah dalam rnernbiayai dirinya menjadi sesuatu yang hams dilakukan, sehingga pengoptimalan sumber penerimaan daerah khususnya pendapatan asli daerah perlu diupayakan. Meskipun upaya-upaya saat ini telah dilakukan, akan tetapi perlu dibuat strategi dan program guna rneningkatkan pendapatan asli daerah.
2.1. Otonomi Daerah
Penyelenggaraan Pemerintahan daerah yang diawali dengan undangundang Nomor 1 Tahun 1945 sampai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 digantikan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tidak kurang dari tujuh buah Undang-Undang Pemerintahan daerah yang pemah berlaku di Indonesia. Namun Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 digantikan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang kernudian diikuti dengan UndangUndang 25 Tahun 1999 digantikan oleh Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antma Pusat d m Daerah, menrpakan perwujudan dari Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 tentang penyelenggaraan otonomi daerah. Menurut Undmg-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang digantikan oleh Undang-Undang Nomor 33 Tahm 2004, penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan wewenang dan kemampuan menggali sumber-sumber keuangan sendiri untuk mendukung pemerintahan d m pembangunan di daerah. Adapun smnber-sumber keuangan daerah di antaranya adalah Pendapatm Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan lain-lain pendapatan yang sah. Kedua Undang-Undang tersebut, menyatakan pembangunan daerah
sebagai bagian integral dari pembangunan nasiona1 dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumberdaya nasibnal ymg memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi d m kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi d m nepotisme. Penyelenggaraan Pemerintahan d a d sebagai subsistem Pemerintahan negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dm hasil guna penyelenggaraan Pemerintaban d m pelayanan kepada mayarakatnya. Keberhasilan otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari kemampuan daerah di bidang keuangan yang merupakan salah satu indiiator penting guna mengukur tingkat otonomi suatu daerah. Menurut Kaho (1997), untuk rnenjalankan fingsi Pemefintahan faktor keuangan merupakan suatu ha1 yang sangat penting, karena hampir tidak ada kegiatan pemerhtahan yahg tidak membutubkan biaya. Mewujudkan pembangunan nasional dan menjaga keserasian hubungan antara Pemerintah pusat dengan Pemerintah daerah memerlukan keseragaman dan keselarasan prinsip-prinsip yang mendasari penyelenggaran Pemerintahan di daerah. Adapun prinsip-prinsip penyelenggaraan Pemerintahan daerah menurut (Soetrisno, 198 1) 1. Pelaksanaan pemberian otonomi kepada daerah harus menunjang aspirasi
perjuangan rakyat, yakni mernperkokoh Negara Kesatuan d m rnempertinggi tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia selwuhnya; 2. Pemberian otonomi kepada daerah harus rnerupakan otonomi yang nyata dari
bertanggung jawab;
3. Azas desentralisasi dilaksanakan bersarna-sarna dengan azas tugas pembantuan (medebewind);
4. Pemberian otonomi kepada daerah mengutamakan aspek-aspek keserasian (harmoni) disanping pendemokrasian; 5. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah untuk meningkatkan daya guna
(efisiensi) dm basil guna (efektivitas) penyelenggaraan Pemerintah daerah, temtarna dalam pefaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.
2.2. Keuangan Daerah
Menurut Jaya Kirana (1999) keuangan daerah adalah seluruh tatanan, perangkat kelembagaan dan kebijaksanaan anggaran daerah yang meliputi pendapatan dan beIanja daerah. Menurut Mamesah (1995) keuangan daerah adalah sernua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi, serta pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Mardiasmo (2000) mengatakan bahwa dalarn pemberdayaan Pemerintah daerah, maka perspektif pembahan yang diinginkan dalarn pengelolaan keuangan daerah d m anggaran daerah adalah :
1. Pengelolaan keuangan daerah hams bertumpu pada kepentingan publik (public oriented); 2. Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umumya dan
anggaran daerah pada khususnya; 3. Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para partisipan yang
terkait dalam pengelolaan anggaran, seperti Dewan Penvakifan Rakyat Daerah (DPRD), Kepala Daerah (KDH), Sekda dan perangkat daerah laimya; 4. Kerangka hukum dan adrninistrasi atas pembiayaan, investasi dan pengelolaan
keuangan daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money, transparansi d m akuntabilitas; 5. KejeXnsan tentang kedudukan keuangan Dewan Pemakilan Rakyat Daerah
(DPRD), Kepala Daerah (KDH) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Daerah, baik ratio maupun dasar pertimbangannya; 6. Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja, dan anggaran m u l t i - t h a n ;
7. Prinsip pengadam dan pengelolaan barang daerah yang lebih profesional;
8. Prinsip akuntansi pernerintah daerah, laporan keuangan, peran DPRD, peran akuntan publik dalam pengawasan, pemberian opini dan rating kinerja anggaran, dan transparansi informasi anggaran kepada publik; 9. Aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan, peran
asosiasi, dan peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme aparat Pemerintah daerah;
h u b tertentu dm pengawasan yaitu tata cara yang efektif untuk menjaga kekayaan uang dan barang serta mencegah terjadinya penghamburan dan penyelewengan dan memastikan sernua pendapatan yang sah benar-benar terpmgut jelas sumbernya dan tepat penggmaannya. b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan
Keuangan daerah hams ditata dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua kewajiban atau ikatan keuangan baik jmgka pendek, jangka menengah maupun pinjaman jangka panjang pada waktu yang telah ditentukan. c. Kejujuran Hai-ha1 yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah pada prinsipnya hams diserahkan kepada pegawai yang betul-betul jujur dan dapat dipercaya. d. Hasil guna (efectiveness) dan daya guna (efficiency)
Merupakan tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga rnemungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan Pemerintah daerah dengan biaya yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya. e. Pengendalian
Para aparat pengelola keuangan daerah, DPRD d m petugas pengawasan hams melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai.
2.2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dinyatakan bahwa
sumber-sumber pendapatan untuk membiayai APBD terdiri atas: 1. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari :
a. Hasil Pajak Daerah; b. Hasil Rekibusi Daerah,
c. Hasil Pemsahaan Daerah, Pengelolam kekayaan Daerah yang dipisahkan; d. Dan Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 2. Dana Perimbangan
a. Bagi hasil (bagian daerah) dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya a l m . b. Dana Alokasi Umum.
10.Pengembangan sistem infomasi keuangan daerah untuk menyediakan informasi anggaran yang akurat dan pengembangan komitmen Pemerintah daerah terhadap penyebarluasan infomasi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dalam ketentuan umumnya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang temasuk di d a l m y a segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. PengeloIaan keuangan daerah dilakukan secara tei-tib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, ekonomis, efekiif transpara11 dm bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Dengan demikian, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggatan tertentu. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pembangunan, Pemerintahan suatu negara pada hakikatnya mengemban tiga fbngsi utama yakni (Asmara dan Hidayat, 1992): 1. Fungsi alokasi yang rneliputi, mtara lain, sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan masyarakat. 2. Fungsi distribusi yang rneliputi antara lain, pendapatan dm kekayaan
masyarakat, pemerataan pembangunan. 3. Fungsi stabilisasi yang rneliputi antara lain, pertahanan, kearnanan, ekonomi d m moneter.
2.2.1. Tujuan Pengelolaan Keuangan Daerah. Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah itu sendiri dengan prinsip-prinsip pengelolaan keumgan daerah sebagai berikut (Devas et,al, 1987) a. Tanggungjawab (accountability) Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan keuangannya kepada lembaga dau orang yang berkepentingan yang sah, lembaga atau orang itu termasuk Pernerintah pusat, DPliT), Kepda Daerah dan masyarakat umum. Adapun unsur-unsur penting dalarn tanggung jawab addah rnencakup keabsahan yaitu setiap transaksi keuangan harus berpangkal pada wewenang
c. Dana Alokasi Khusus.
3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah. Saragih (19961, rnengatakan bahwa pembangunan daerah merupakan bagian integral dan merupakan penjabaran pembangunan nasiond. Dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan nasional dengan potensi, aspirasi d m pernasalahan pembangunan di berbagai daerah sesuai program pembangunan daerab yang dicanangkan Pemerintah dalam repelita
VX. KeseIuruhan program
pembangunan daerah tersebut dijabarkan ddam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sesuai dengan kemampuan keusaangan negara. Di samping itu kunci sukses d a l m pencapaian sasaran pembmgunan daerah secara efisien d m efektif, Konsentrasi Pemerjntah dalam meningkatkan pembangunan daerah addah sejalan dengan semangat otonomi daerah dan pelaksanaan desentralisasi. Keterbatasan dana pusat bagi pernbangunan daerah memerfukan strategi pengelolaan dan pengembangan sumber-sumber keuangan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tiap-tiap daerah. Strategi pengelolaan dm pengembangan sumber-sumber keuangan daerah bagi peningkatan pendapatan asli daerah adalah pertama, strategi yang berkaitan dengan manajemen pajaWretribusi daerah; kedua, strategi ekstensifikasi sumber penerimaan daer&, ketiga, strategi dalam rangka peningkatan efisiensi institusi. Widayat (1994), meiiguraikan beberapa cara unhrk meningkatkan pendapatan asli daerah melaiui peningkatan penerimaan semua sumber PAD agar mendekati atau bahkan sarna dengan penerimaan potensialnya. Selanjutnya
dikatdcan bahwa secara umum ada dua cara u n d mengupayakan peningkatan PAD sehingga maksimal, yaitu dengan cara intensifikasi dm ekstensifikasi. Lebih lanjut diuraikan bahwa salah satu wujud nyata dari kegiatan intensifikasi ini untuk retribusi yaihl menghitung potensi seakurat mungkin, maka target penerirnaan bisa mendekati potensinya. Cara ekstensifikasi dilakukan dengan mengadakan penggalian sumber-sumber obyek retribusi atau pajak ataupun dengan menjaring wajib pajak bani.
Sehubungan dengan ha1 tersebut, Mardiasmo dan Makhfatih (2000) telah pula rnenguraikan bahwa potensi penerimaan daerah adalah kekuatan yang ada disuatu daerah untuk menghasilkan sejumlah penerimaan tertentu, Untuk rnelihat
potensi
swnber
penerimaan
daerah
dibutuhkan
pengetahan
tentang
perkernbangan beberapa variabetvariabel yang dapat dikendalikan' (yaitu variabel-variabel kebijakan dan kelernbagaan), dan yang tidak dapat dikenda1ika.n (yaitu variabel-variabel ekonomi) yang dapat rnempenganrhi kekuatan sumbersuniber penerimaan daerah. Berkaitan dengan pendapat di atas, Alisjahbana (2000), dalam penelitiannya mengmgkapkan pentirrgnnya desentalisasi fiskal dan hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Pada bagian fain dikemukakan tentang upaya daerah u t u k rneningkatkan PAD, diiatakan bahwa: "Two measures widely used
to indicate local tax or revenue ejYbrts are: (i) index of tax gap, and (ii) ratio of local own revenue (PAD) to non-oil and gas GRDP.Both measures try to capture the extent of the gap between local tax or revenue potenlia2 with its effort': Penjelasan tentang index of tax gap oleh Alisjahbana (2000) disebutkan bahwa "In order to assess alternative local government own revenue mobilization,
indicators of its potentials are presented in the form of 'Index of Tax Gap' and own revenue to GRDP ratio at the district level. Several issues bused on draft revision Law 18/1997 are discussed followed by measures in mobilizing local govenrment own revenue porn existing local taxes, and the feasibility and potential of new local own revenues'! Selain perbandingan antara PAD dan PDRB, juga disebutkan bahwa untuk mengetahui kemungkinan peningkatan PAD maka dapat ditetapkan suatu indikator yang disebut sebagai "index of Tax Gap" yang ditentukan dari perbandingan antara realisasi dan target atau dikatakan sebagai "The ratio of
actual revenue to the predicted or Ipotential' revenue is called index of tat.gap", besarnya indeks yaitu satu dikurangi hasil pembagian antara realisasi dan target.
2.2.3. Dasar Hukum Pendapatan Asli Daerah Pada hakekatnya penempatan beban kepada rakyat termasuk daIam h d ini, perpajakan sebagai salah satu penvujudan kewajiban kenegaraan, hams ditetapkan dengan undang-undang. Dengm dernikian, ha1 tersebut berlaku pula dalam ha1 pernungutan pajak dan retribusi daerah, keduanya hams didasarkan pada aturan hukum yang jelas. Sebagai sebuah sistem, kebijakan perpajakan Indonesia yang pada
dasarnya merupakan beban masyarakat seldu perlu dijaga agar kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil. SejaIan dengan sistem perpajakan nasional, pembinaan pajak daerah difakukan secara terpadu dengan pajak nasional. Pembinaan ini hams dilakukan secara terns menerus, terutama mengenai objek dan tarif pajak, sehingga antara pajak pusat dan pajak daerah sding melengkapi. Oleh karena itu, agar dapat dipahami sebuah kerangka sistem perpajakan dm retribusi derah yang terkait dengan sebuah sistim nasional. Berdasarkan ha1 tersebut, dikelurkanlah undang-undang nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan atas undang-undang nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah d m retribusi daerah, peratwan Pemerintah nornor 65 tahun 2000 tentang pajak daerah dan peraturan Pemerintah nornor 66 Tahun 2000 tentang retribusi daerah. Ataturan lain yang mengatur pengelolaan keuangan adalah Undang-
Undang nomor 25 tahun 1999 yang disempu~nakandengan Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pernrintah pusat dm daerah. Perimbangan keuangan antara Pemerintah pusat dan daerab rnerupakan suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan secara merata antara derah yang proporsional, demokratis, adil d m transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi d m kebutuhan daerah sejafan dengan kewajiban d m pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut,
ternauk pegelolaan dan pengawasan keuangan. Dalam hubungan keuangan antara Pemerintab pusat dm daerah, ada beberapa ha1 yang hams diperhatikan, baik oleh Pernerintah pusat maupun daerah, yakni sebagai berikut: 1.
Pembagian kekuasaan yang rasional diantara tingkat-tingkat Pemerintahan dalam rnemungut d m membelanjakan sumber dana.
2.
Pembagian sduruh sumber dana yang adil dan memadai untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fimgsi, penyediaan pelayanan, dan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah daerah.
3.
Upaya fiskal oleh pemerintah daerah untuk rnemungut pajak daerah d m retribusi daerah sesuai dengan pembagian yang adil atas seiuruh beban pengeluaran Pemerintah derah untuk masyarakat.
2.3. Indikator Kinerja Keuangan Daerah Menurut Wiratmo (2001) dalam Muhanunad F. (2007) indikator kinerja keuangan daerah yang biasa digunakan sebagai dasar untuk menggali potensi penerimaan daerah adalah efektivitas, efisiensi dan elastisitas. Efisiensi adalah hubungan antara input dan output. Efisiensi mempakan ukuran apakah penggunaan barang dan jasa yang dibeli oleh organisasi untuk mencapai output tertentu. Efisiensi juga mengandung beberapa pengertian antara lain:
I. Efisiensi pada sektor usaha swasta (private sector eEciency), dijelaskan dengan konsep input output yaitu rasio out put dan input; 2. Efisiensi pada sektor pelayanan masyaralcat (public sector efficiency) adaIah suatu kegiatan yang dilakukan dengan baik dengan pengorbanan seminimal
mungkin, 3. Suatu kegiatm dikatakan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai sasaran (output) dengan biaya (input) yang terendah atau dengm biaya (input) minimal diperoleh hasil (output) yang diinginkan. Beberapa cara untuk rneningkatkan efisiensi adalah dengan meningkatkan output dengan input yang s m a , atau dengan menaikkan output dengan proporsi yang besar dengan kenaikan ouput yang proporsionai, atau juga dengan menurunkan input dengan proporsi yang besar dan m e n d a n ouput secara proporsional. Pengertim efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan atau dapat juga dikatalcan merupakan &an
seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan
prosedur dari organisasi. Efektivitas juga
berhubungan dengan derajat
keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang teldl ditentukm. Efektivitas menurut Devas et. al., (1989) adalah hasil guna kegiatan pemerintah dalam mengurus keuangan daerah hams sedemikian rupa sehingga rnemungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakm untuk mencapai tujuan pemerintah dengan biaya serendah-rendahnya dm dalam waktu secepatsepatnya.
Faktor penentu efisiensi dan efektivitas sebagai berikut.
1. Faktor sumber daya manusia seperti tenaga kerja, kemampuan kerja, maupun sumber daya fisik seperti peralatm kerja, tempat bekerja serta dana keuangan. 2. Faktor struktur organisasi yaitu susunan yang stabil dari jabatan-jabatan baik
itu struktural maupun fungsional. 3. Faktor tehnologi pelaksanaan pekerjaan.
4. F&or dukungan kepada aparatur dan pelaksanaannya baik pimpinan rnaupun rnasyarakat. 5. Faktor pimpinan ddam arti kemampuan untuk mengkombinasikan keempat
faktor tersebut kedalam suatu usaha yang berdaya guna dan berhasil guna
untuk mencapai sasaran yang dimaksud. Jones dan Pendlebury (1996), mengartikan efektivitas (eflectiveness) dm efisiensi (eficiency) sebagai berikut: efektivitas adalah keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas seldu berhubungan dengan output. Efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas, yaitu rasio yang membandingkan antara outputkeluaran yang dihasilkan terhadap input/masukan. Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu target kinerja tertentu (outcomes) dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan biaya yang serendah-rendahya. Perbaikan efisiensi dapat dilakukan dengan cara: a. Meningkatkan output pada tingkat pengeluaran tetap;
b. Meninglcatkan output dalam proporsi yang lebih besar dari pada proporsi peningkatan pengeluaran;
c. Menurunkan pengeluaran pada tingkat output tetap; d. Menurunkmi pengeluaran daiam proporsi yang Iebih besar dari pada proporsi
p e n m a n output, Wiratmo (2001), memperkenakan beberapa pendekatan sederhana untuk mendeteksi potensi penerimaan, khususnya berkenaan dengan ketersediaan data di daerah (sebelum melakukan suwei besar-besaran mengenai berbagai potensi yang mungkin digali). Pendeteksian potensi dapat dimulai dari pungutan-pungutan yang selama ini sudah dilakukan pemetaan pungutan mana yang potensial untuk dikembangkan. Pendekatan sederhana yang dimaksud adafah dengan menghitung elastisitas. Elastisitas rnernpunyai dua dimensi, pertama untuk menilai berpotensi
tidaknya penerimaan pajakfretribusi d m kedua, aspek kemudahan untuk memungut pajddretribusi. Pendekatan lain yang dapat dilakukan bersamaan dengan perhitungan elastisitas addah pengklasifikasian berbagai jenis pajakhetribusi dengan menghitung komposisi dan pertumbuhan penerimaan pajaklretribusi.
2.4. Desentralisasi Fiskaf Menurut Sidik (2002), pelaksanaan desentralisasi fiskd akm Berjalan dengan baik jika setidaknya dipenuhi dua ha1 berikut: 1) adanya Pemrintah pusat yang kapabel dalam melakukan pengawasan d m enforcement; 2) keseimbangan antara akuntabilitas d m kewenangan dalam melahkan pungutan pajak dan
retribusi. Bird dan Vaillancourt (2000) menyatakan bahwa ada tiga variasi desenralisasi hskaf dalam kaitannya dengan derajat kemandirian pengambilan keputusan yang dilakukan di daerah. Ketiga variasi tersebut adalah: 1. Desentralisasi. besentra~isasiadalah pelepasan tanggungjawab yang berada
dalam lingkungan Pemerintah pusat ke instansi vertikal didaerah atau Pernerintah daerd~. 2. Delegasi. Delegasi adalah yang berhubungan dengan situasi, yaitu dearah
bertindak sebagai perwakilan Pemerintah untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu atas nama Pernerintah;
3. Devolusi. Devolusi atau pelimpahan yang berhubungan dengan suaF situasi yang bukan saja implementasi, melaikan juga kewenangm untuk memutuskan
apa yang perlu dikerjakan didaerah. LPEM FEU1 (2000)
menyebutkan adanya
desentralisasi
fiskal
memberikan manfaat, antam lain: a) penyebaran pusat pengambilan keputusan;
b). kecepatan dalam pengambilan keputusan; c) pengambilan keputusan yang realistis; d) penghematan; e) keikutsertaan masyarakat lokal dm; f) penciptaan solidaritas nasional. Di sisi lain, jika domain Pemerintah pusat dalam pembagian kewenangan desentralisasi fiskal kwang ada upaya untuk mendistribusikan surnber-sumber daya alam dan potensi fiskasl ke daerah miskin, ha1 ini mengakibatkan disparitas antara daerah sernakain lebar. Desentralisasi fiskal mempunyai dampak positif bagi Pemerintah daerah
dengan meningkakan kemampuan pengelolaan surnberdaya d m potensi fiskal disetiap daerah. Di Indonesia bentuk transfer yang penting adalah DAU dm DAK, selain bagi hasil transfer merupakan konsekwensi tidak meratanya kemarnpuan keuangan dan ekonomi daerah, tujuan laian adalah mengurangi kesenjangan keuangan horizontal antardaerah, mengurangi kesenjangan vertikal pusat-daerah, mengatasi persodan efek pelayanan publik antara daerah, d m untuk menciptakan stabilisasi aktivitas perekonomian di daerah yang hams dikelula oleh Pemerintah daerah dan digunakan Pernerintah daerah untuk memenuhi belanja rutin dan belanja pembmguanan. Belanja mtin adalah belanja yang dilakukan secara terus-menerus untuk setiap tahun fiskal d m umumnya tidalc menghasilkan wujud fisik, contoh belanja gaji dan honorarium pegawai, sedangkan belanja pembanguanan umumnya menghasilkan wujud fisisk, seperti jalan, jembatan gedung, pengadaan jariangan listrik d m air rninum. Belanja nonfisik diantaranya mencakup pendidikan, pelayanan kesehatan ,dm pemeliharaan keamanan masyarakat. Dalam konsep anggaran berimbang, Pemerintah daerah diharuskan menyerahkan anggarannya kepada legislatif sebelum tahun fiskal berjalan dan Pemerintah darah memiliki kebebasan membuat praritas atas pengeluaran untuk tujuan meiayani masyarakat meskipun tidak mutlak. P e n g d DAU terhadap belanja daerah, dalam literatur ekonomi dm keuangan daerah, hubungan pendapatan d m belanja daerah didiskusikan secara luas sejak ahir dekade 1950-an dan berbagai hipotesis tentang hubungan tersebut
diuji secara ernpiris (Chang dm Ho, 2002), sebagian studi berpendapat bahwa pendapatan memengaruhi belanja, sementara sebagian lainnya menyatakan bahwa belanjalah yang mernengaruhi pendapatan. Bagi negara berkembang, penerapan desentralisasi fiskal merupakan $antangan, tetapi desentralisasi fiskal b u k m y a tidak menimbulkan masalah. Pemgalaman menunjukan bahwa disarnping membawa dampak positif, desentaralisasi fiskal kemmgkinan dapat menyebabkan defisit anggaran Pemerintah pusat (Wildasing, 1998).
2.5. Peraturan Daerah Mengenai Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten
Kepulauan Sula Pada hakekatnya setiap penemptan beban kepada rakyat termasuk dalam hal
ini, perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan, hams ditetapkan dengan u~dang-undmg.Dengan demikian, hal tersebut berlaku pula dalam ha1 pe~nungutan pajak daerah d m retribusi daerah. Keduanya hams didasarkan pada atuaran hukum yang jelas. Sebgai sebuah sistem, kebijakan perpajakan Jndonesian yang pada dasarnya menipaka beban masyarakat selalu perlu dijaga agar kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan perpajakan nasional, pembinaan pajak daerah dilakukan secara terpadu dengan pajak nasional. fembinaan ini perlu dilakukan secara ferus menerus, terutarna mengenai obyek dan tarif pajak, sehingga antara pajak pusat dan pajak daerah saling melengkapi. Kebijakan mengenai pendapatan asli daerah {PAD) di setiap daerah propinsi, kabupaten, dan kota relatif tidak banyak berubah. Setelah desentralisasi digulirkan
oleh Pemerintah pusat, maka Pemerintah daerah berlomba-lomba menciptalcan kerativitas barn untuk rnengembangkan dan rneningkakan jumlah PAD. Sdah satu cara y a g dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula addah rnelalui penerbitan peraturan daerah (PERDA). Untuk lebih jelas dapat diIihat pada Tabel 1.
TabeI I . Jenis Pajak dan Retribusi Daerah Kabupeten Kepdauan Sula Berdasarkm ueraturan Daerah PERDA) No 1 Jenis Pajak dan Retribusi 1 Dasar Hukum 1. 1 Paiak RekIarne Perda No 05f2005 Perda No 0612005 2. Pajak Penerangan Jala. 3. Pajak Penggambilan Bahan G i a n C 1 Perda No 07/2005 4. Pajakhiburan Perda No 14/2006 Perda No 15/2006 5. Pajak Cafe dan Rumah Makm 6. 1 PajakHotel Perda No 05/2007 7. Retribusi Izin Gangguan Perda No 05/2005 8, Retribusi Terminal Perda No 08/2005 Retribusi Pasar 9. Perda No 09f2005 10. Retribusi Pelavanan Kesehatan I Perda No 1012005 ' 11. Retribusi ~embinaanKehumaa Perda No 05/2006 12. Retribusi Pengganti Biaya Cetak KTP d m Akte Perda No 0612006 Catatan S i ~ i l 13. 14. Retribusi Izin Mendirikan B a n m a n 1 Perda No 03/2007 I Perda No 04/2007 15. Retibusi Izin Persmpahan 16. Retribusi Pedoman Penerbitan Swat Izin Usaha I Perda No 12/2008 Perdagangan ( SIUP) 17. Retribusi Usaha Pertambangan Balnan Galian C Perda No 13/2008 Sumber : Sagian Hukum dan Ham Kabupaten KepuIauan SuIa
-
r
Peraturan daerah tersebut diatas teIah mengatur tentang tarif pajak d m retribusi daerah yang dipergunakan sebagai dasar pernungutan pajak dan retribusi kepada subyek dan obyek pajak rnaupun retribusi daerah. Pada lampiran 2 &an disajikan sebagian tarif pajak d m retribusi yang dilaksanakan di Kabupaten Kepulauan Sula. Peraturan daerah mengenai pajak dm retribusi daerah yang di terbitkan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula belum sepenuhnya berjalm optimal, bahkan sebagian dari peratman tersebut masih sedmg dilakukan
pengkajian mendalam oIeh Menteri Dalam Negeri d m Menteri Keuangan untuk mengetahui layak tidaknya peraturan daerah tersebut di berlakukan. Narnun hingga kajian ini di faksanakan belum ada keputusan mengenai pernbatttalan perda dirnaksud (masih dalarn proses evaluasi Pemerintah). 2.6. Strategi Peningkatan Pendapatan Asil Daerah
Sdah cara yang efektif d a l m pembangunan daerah adalah rnelalui Peningkatan Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah. Me~urutBemardin dan Russel
(1993), kinerja menekankan pada catatan tentang outcome atas suah~kegiatan
antara tugas yang diselengarakan pada k m w
h tertelltu, dari pendapat diatas
dapat ditarik dua variasi kor~sepdalam bentuk hasil (output) atau hasil akhir (outcome) yang di capai. Oleh karena itu, dalam pengukwan kinerja tidak hanya digunakan indikator efektivitas tetapi juga efesiensi. Ketika berbicara indikator kineja Pemerintah daerah, Fenwick (1994) rnenggunakan tiga dimensi kinerja, yaitu pertama ekonomi: adalah perbandingan antara biaya yang dikefuarkan dan kualitas sumberdaya yang diperoleh sebagai input dalarn proses rnanajemen, kedua efesiensi: perbandingan sumberdaya yang digunakan dengan output. M n y a berapa besar autput yang dihasilkan dalam proses bila dibandingkan dengan input yang masuk, dan ketiga efektivitas: sejauh mana output yang dihasilkan dapat memenuhi sasaran d m tujuan manajemen.
Jadi, besamya autput tidak selalu menunjukan besarnya autcome karena autcome berhubungan dengan sasaran dan tujuan. Meningkatkan pendapatan daerah merupakan upaya yang dilakukan semua daerah di Indonesia. Upaya ini meliputi berbagai jenis penerimaan daerah baik yang berupa pembagian hasil maupun yang berupa pendapatan asli daerah. Belikut adalah sumber penerimaan yang daerah dapat upayakan yaitu PBB,
BPHTB, PPH pasal 21, PKB, PBNKB, Pajak D a d dan Retribusi Daerah. Peningkatan berbagai sumber pendapatan tersebut diatas dapat dilakukan pada tingkat kebijakan dan administrasi. Untuk daerah upaya peningkatan pendapatan dengan kebijakan hanya berlaku pada pajak d m retribusi daerah. Pada tingkatan kebijakan daerah, Kabupaten Kepulauan Sula
dapat
menentukan aturan main mtuk merubah tarif dan basis penerimaan. Kebijakan juga dimungkinkan untuk melakukan eksitensifikasi jenis pungutan. Pada tinglcat administrasi, Kabupaten Kepulauan Sula
dapat berupaya memperbaiki
administrasi pajak melalui perbaikan sistem dm prosedur koleksi dengan perbaikan basis data, perhitungan potensi penerimaan, mekanisme penagihm, d m lain sebagainya yang ditujukan untuk intensifikasi pungutan pajak dan retribusi
daerah.
2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Disadari bahwa penefitian mengenai peningkatan pendapatan asli daerah
(PAD) dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah pada dasarnya sudah banyak dilakukan, namun demikian penelitian yang sama dm secara khusus di Kabupaten Kepulauan Sula belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian terdahulu yang rnemiliki kemiripan dengan penelitian ini adalah: a. fnsukindro, dkk, (1994)
Melakukan penelitian di beberapa daerah kabupatenkota yaitu : Padang, Lampw~g Tengah, Banyumas, Semarang, Yogyakarta, Kediri, Sumenep, Bandung, Barito Kuah dan Sidrap, untuk mengkaji peranan dan pengeloiaan keuangan daerah dan usaha peningkatm pendapatan asli daerah. Miller, Stephen
M. dan Frank S. Russek (1997) menganalisis stmktur fiskal d m pertumbuhan ekonomi pada tingkat negara
bagian
dan Pernerintah Iokal
dengan
mengembangkan serta inembandingkan hasiI-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Odedokun, MO (1996) ddam penelitiannya mengenai kebijakan finansial dan efisiensi pemanfaatan sumber daya di negara-negara berkembang, mencoba menghitung belanja pemerinbhan, tingkat inflasi, suku bunga d m Iainlain. Kuncoro (1995) mernfokuskan pengamatannya pada kenyataan rendahnya pendapatan asli daerah sehingga ketergantungan keuangan pernerintah daerah sangat tinggi terhadap Pernerintah pusat. Untuk mengwangi subdisi pernerintah pusat Kuncoro mengajurkan diberikan otonomi keuangan daerah yang reiatif luas sehingga daerah rnampu menggali sumber-sumber keuangannya sendiri dan rnemanfaatkannya secara optimal untuk pembiayaan pembangunan daerd~. b. Medi (1995: 25)
Melakukan penefitian di Kabupaten Alor Propinsi Nusa Tenggara Timur, yang berkaitsu~ dengan kinerja pengelolaan keuangan daerah bahwa untuk rnencapai efektivitas perlu menggali sumber-sumber pendapatan baru untuk mencapai efisiensi pengelolaan keuangan agar pengelman-pengeluaran yang tidak bermanfaat sedapat rnungkin dikurangi, sedangkan penelitian ini menfokuskan pada analisis sistem pengelolaan keuangan daerah khususnya pengelolam anggaran rutin dalam pelaksanaan otonomi daerah.
c. Lafns (1995)
Meneliti tentang keuangan d m pembangunan daerah di Sumatera Barat. Menurut Lains kemampuan pembiayaan dengan pendapatan asli daerah dalam pelaksanaan pembangunan daerah sangat kecil atau dengan kata lain sebagian besar pembiayaan dasar dibiayai ofeh Pemerintah Pusat. Kecilnya proporsi pendapatan asli daerah terhadap total penerirnaan daerah disebabkan antara lain karena jenis-jenis pajak yang menjadi hak daerah kwmg potensial. Lains menyardan perlu adanya desentralisasi perencanam dm pelaksanaan pembiayaan serta sistem pajalc dengan pemberian wewenang yang lebih besar kepada Pemerintah daerah.
d. Radianto (1997) Penelitian yang dilakukan di Daerah Tingkat TI Maluku mengatakan bahwa perman pendapatan asIi daerah dalarn rnembiayai pembmgunm DaeraEr
Tingkat II Maluku masih sangat rendah. Hal ini tercermin dari Indeks Kemarnpuan Rutin (IKR) Daerah Tingkat 11 MaIuku yang masih berada jauh di bawah rata-rata IKR Daerah Tingkat I1 secara nasional. Misalnya selama kurun
waktu Pelita V (199 111992-199311994) IKR Daerah Tingkat 11 Maiuku berturutturut adalah sebesa. 8,l persen, 7,3 persen, dan 6,5 persen. e. PAU-SE UGM (2000) Melakukan penelitian di Kabupaten Magelang dan menyimpulkan bahwa ketergantungan daerah terhadap surnber penerirnaan dari sumbangan dm bantuan Pernerintab.Pusat dan dari Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah masih sangat tinggi. Daiam era otonomi daerab akan semakin sulit mendapatkan sumbangan d m bantuan sehingga perlu biaya untuk rneningkatkan pendapatan daerah sendiri, terutama dari pajak daerah dan retribusi daerah. Untuk lebih jelasnya ringkasan tentang berbagai penelitian terdahulu tersebut dapat diiihat pada tabel 2.
Tabel 2. Tinjauan penelitian terdahuiu tentang pengelolaan keuangan daerail Lokasi Judul Hasil 1 No 1 Tahunpene I Penelitian Padang, Lampung Tengah, Banyumas, Sernarang, Yogyakarta, Kedid, Sumenep, Bandung, Barito Kuala d m Sidrap
Untuk mengurangi beban subsidi Pernerintah b a t , I dianiurkan untuk dkk dibeiikmYa otoncimi keuangan daerah yang relatif luas, sehingga daerah mampu menggafi sumbersumber keuangan sendiri dan memanfaatkannya I secara optimal. Sistim 1 Utk mencaeai efektiviras (1995 1 Kabupaten AXor Analisis fropinsi Nusa Pengelofaan Keumgm perlu rnenggali sumberMedi Tenggara Timur Daerah dalam sumber pendapatan barn pelaksmaan otonomi utk mencapai efisiensi daerah. pengelolaan keuangan agar pengefuaran-pengelumn yang tdk bermanfaat sedapat mungkin dikurangi. Pengelolaan keuangan Desenblisasi perencanaan Sumatra Barat 19951Lains pelaksanaan dan pembangunan dan pembiayaan serta sistem daerah pajak dengan pemberian wewenang yg lbh besar kepada Pemerintah DaerA Daerah Tingkat I1 Peran pendapatan asli Indeks Kemampuan Rutin 19971 Maluku daerah (PAD) dalam (IKR) Daerah Thgkat 11 Radianto rnembiayai Maluku yg mas& berada penyelenggaraan jauh di bawah rata-rata IKR pemerintah daerah Daerah Tingkat 11 secara nasional. Misalnya selarna kurun waktu Pelita V (199111992-199311994) IKR Daerah Tingkat I1 MaIuku berturut-tam adalah sebesar 8,l persen, 7,3 persen, dm 6,5 &sen. Pengembangan Dalam era otonomi daerah Kabupaten 2000PSEPembangunan Kab. akan semakin sulit Malang KP UGM Magelang Melalui Dana mendapatkan sumbangan I sumbangan dan bantuan dan bantuan sehingga perIu Pemerintah Pusat dan biaya untuk meningkatkan Pemerintah Daerah pendapatan daerah sendiri, terutama dari pajak daerah Propinsi Jawa Tengah dan retribusi daerah. Sumber :Jurnal PSE-KP, UGM 2008 Insukindro,
mengkaji peranan dan pengelolaan keuangan daerah dm usaha peningkam PAD dalam penyelengraan pembaguanan daerah
3.1. Kerangka Pemikiran Peranan Pernerintah dalam perekonomian diwujudkan melahi dua kebijakan utama, yaitu kebijakan fiscal dan moneter. Kebijakan fiscal adalah kebijakan makro ekonomi meidui instrumen pajak dan pengeluaran Pemerintah. Dengan diberlakukannya W No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan Pemerintah pusat dan daerah, Pemerintah daerah memperoleh sumber penerirnaan
basu dalam pelaksanaan desentralisasi. Sedangkan kebijakan moneter merupakan kebijakan makro ekonomi melalui instrumen keuangan seperti kebijakan tingkat suku bunga. Penerimaan pemerintah daerah berdasarkan W No. 33 tahun 2004 terdiri dari: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan lain-lain pendapatan yang sah. Sumber PAD berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pemsahaan milik daerah serta lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Salah satu indikator kemandirian keuangan daerah dapat diIihat dari besarnya rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan Daerah
(TPD). Sehingga masalah peningkatan pendapatan asli daerah menjadi fokus perhatian, kajian dan agenda kegiatan setiap daerah. Ada beberapa faktor yang terkait dengan upaya meningkatkan pendapatan asli daerah di setiap daerah, yaitu potensi daerah, kinerja aparat pernungutan (UPTD), perkembangan ekonomi dm penduduk, serta manajemen pengeloIaan pendapatan asli daerah. Kinerja pendapatan asli daerah akan meningkat secara optimal apabila sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah seperti pajak daerah, retlibusi daerah, laba usaha perusahaan daerah serta pendapatan lain-lain, juga meningkat secara optimal. Kajian ini melihat seberapa besar kontribusi masing-masing penerirnaan tersebut terhadap pendapatan asli daerah. Gambar 1 memperlihatkan kerangka kajim yang menjelaskan dur pembahasan penyusunan rancangan program strategi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah di Kabupaten Kepulauan Sula.
Empat f&or menjadi pertimbaugan dalam kajian ini. Pertama, masalah efektivitas d m efisiensi. Kedua: masalah elastisitas Pedapatm Asli Daerah terhadap PDRB, ketiga, kemandirian daerah terhadap pusat, d m yang keempat, addah rnanajemen pengelolaan Pendapatan Asli Daerah. Tinggi rendahnya efektivitas d m efisiensi menjadi salah satu indikator upaya pungut aparat pemda dan sejauh mana target yang telah ditetapkan tercapai. Tiggi rendahnya efisiensi terkait dengan besarnya biaya pemungutan PAD yang telah dilaksanakan selama ini, tinggi rendahnya rasio kemandirian memperlihatkan tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pusat. Rasio kemandirian ini diperlukan untuk rnengukur apakah pembiayaan dari Pemerintah pusat terhadap daerah begitu besar. Besarnya bantuan Pemerintah pusat ke daerah menunjukkan bahwa pernerintah daerah belurn mampu membiayai pembangunan daerahnya secara maksimal. Sehmsnya daerah yang mandiri harus mampu membiayai daerahnya tanpa terlalu tinggi tingkat ketergantungannya kepada pusat. Dalam arti kata, tingkat ketergantungan daerah kepada yusat tidak dapat dihindarkan, namun setidak-tidaknya berupaya untuk rnengurangi tingkat ketergantungan yang tinggi. Pada umumnya beberapa daerah sudah menetapkan biaya pemungutan pajak yang ditetapkan melalui Perda. Penggunaan indikator efisiensi menjadi biaya karena yang biasa dilakukan adalah mengukur rasio antara biaya pemungutan (ditetapkan melalui Perda) dengan penerirnaan pajak, yang berarti mengesmpingkan biaya pemungutan lainnya yang kemungkinan ada. Sehingga ha1 ini nanti dipertimbangkan dalam kajian ini.
Obyek Kajian : Peningkatan PAD
I
Efisiensi PAD I
I
(degree of fiscal) autonomy
C
Kinerja PAD Beserta Komponennya
I
di Kabupaten Kepulaun Sula
Tingkat Keterganhmgan Daerah terhadap Pusat
PAD terhadap
Pengeloiaan
4
+
Pengaruh PAD Terhadap Perkembangan Perekonomian
Orientasi PAD
I Perancangan Propam Strategis untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Kepulauan SuIa
Gambar 2. Kerangka Pernikiran Kajim
Manajemen pengelolaan pendapatan asli daerah menjadi fokus utama
dalam kajian ini yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Sehingga metoda yang dapat digunakan dalam ha1 ini adalah Logical Framework Approach (LFA). Metode LFA ini ddimulai dengan kegiatan andisis
masalah sampai dengan tabap pengendalian. 3.2. LokasI dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara, dengan pertimbangan bahwa wilayah ini memiliki potensi untuk peningkatan pendapatan asli daerah. Selain itu Kabupaten KepuIauan Sula, sesuai
Kepuhsan Menteri Negasa Pembangunm Daerah Tertinggal Nornor 1 tahun 2005, merupakan salah satu dari 6 Kabupaten di Maluku Utara yang mas&
1,
katagori Daerah Tertinggal. Kajian ini dilaksmakan selama satu bulan, dari bulan Nopember sampai bulan Desember 2008.
3.3. Sasaran Kajfan Sasaran kajian addah instansi pengelola pendapatan asli daerah (meliputi pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba perusahaan daerah dan pendapatan lain-lain), jumlah penduduk, jumlah tenaga kerja, total penerimaan daerah, Produk Domestik Regional Bruto, Biaya Pernungutan Pendapatan Asli Daerah. 3.4. Metode Pengumputan Data 3.4.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang dipergmakan dalam kajian ini, terdiri atas data sekunder dan data primer. Data primer diperofeh dari responden dengan mempergunakan kuesioner (lampiran 2), Informasi yang dikumpulkan rneliputi penentuan potensi, penetapan target, pelaksanaan pencapaim target, pengawasan, evaluasi kinerja pendapatan asli daerah dan perurnusan kebijakan serta perancangan strategi program proritas. Disamping data yang dikumpulkan di atas, juga dikumpulkan data berupa kendala yang dihadapi oleh aparat pemda dalam melakukan pendataan potensi, penetapan target, pelaksanaan pengawasan d m evaluasi. Data primer ini diperoleh dari Badan Perencanaan Daerah, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah, Dinas Kehutanan, Bagian Ekonomi, Kantor Pasar, Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi, Dewm Pemakilan Rakyat Kabupaten Kepulauan Sula. Data sekunder diperoleh dari laporan yang dikeluarkan oIeh instansiinstansi yang berkaitan lansung dengan kegiatan pemungutan dan program peningkatan pendapatan asli diterah, target dan realisasi pajak daerab, target dan realisasi retribusi daerah, target dan realisasi laba perusahaan daerah, biaya pemungutan, dan PDRB. Instansi yang dimaksud seperti Biro Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Sula, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Bagian Hukurn Sekretariat Daerah.
3.4.2. Pemilihan Sampei dan Responden Pada tahun 2007, terdapat 10 dinas/instansi di Kabupaten Kepulauan Sula sebagai penghasil Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dari 10 dinas/instansi penghasil Fendaptan Asli Derah tersebut, ditetapkan 5 dinashstansi sebagai sampel. Penentuan sampel dilakukan dengan mempergunakan metoda purposive sampling. Setejah ditetapkan dinasfinstansi sebagai sampel pada tahap selanjutnya, ditetapkan responden yang berasal dari dinaslinstansi tersebut, yang dipiIih secara langsung berdasarkan metoda purposive sampling, jumlah responden ditetapkan sebanyak 5 responden yang dapat mendukung perolehahan data dalam kajian ini. Sedangkm untuk sampel responden penentuan prioritas kebijakan ditetapkan sebanyak lima instansi yaitu BPKD, Bappeda, DPRD, Kantor Pasar dan LSM. Badan pengelola keuangan daeah diambil sebagai responden karena instansi ini merupakan lembaga teknis yang tugas pokok d m fungsinya melaksanzkan pengeiolaan keuangan daerah, Bappeda ditentukan sebagai responden karena instansi ini sebagai perencana daearah yang juga memiliki kewenangan menentukan perencanaan pengelolaan keuangan daerah, kemudian DPRD dipilih sebagai responden kmena DPRD sebagai lembaga Iegislatif yang mengesahkan pembangunan daerah. Kantor Pasar dijadikan responden karena rnerupakan instansi Pemerintah yang juga melaksanakan tugas sebagai pengelola keuangan yaitu penarik retribusi pasar d m terminal. Sedangkan LSM merupakan lembaga
sosial yang juga selaIu melakukan pengawasan secara informal terhadap berbagai kebijakan Pemerintah utamanya dalam ha1 pengelolaan keuangan daerah. 3.5. Metoda Pengolahan dan Anatisis Data.
Analisis yang diwakan meliputi rasio efektivitas, rasio efisiensi, elastisitas dan rasio kemandirian daerah.
3.5.1. Efektivitas Efektivitas digunakan untuk mengukur upaya pungut PAD (tax effort) yang dilakukan oieh Pemerintah daerah. Rumusnya (Mardiasrno, 2000):
Efektivitas =
Re alisasiPAD T arg efPAD
Semakin tinggi nilai efektivitas Pendapatan Asli Daerah menmjukkan bahwa upaya pungut Pendapatan Asli Dnerah yang dilakukan oleh pernerintah daeraXl juga semakin tinggi, d m sebaliknya.
3.5.2. Efisiensi Efisiensi digunakan untuk rnengukw berctpa besamya biaya yang dibutuhkan untuk
mengumpullcan Pendapatan Asli Daerah.
Rumusnya
(Mardiasrno, 2000):
Efisiensi =
BiayaPemungu tan x f 00% Re alisasiPAD
Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja Pernerintah daerah semakin
baik. 3.5.3. Elastisitas
Elastisitas Pendapatan Asli Daerah digunakan untuk mengykur derajat kepekaan Pendapatan Asli Daerah terhadap adanya perubahan perekonomian daerah. Elastisitas yang digunakan dalam kajian ini adalah elastisitas PDRB terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kepulauan Sula. Rurnusnya (Mardiasmo, 2000):
Dimana : PADi PDRSi A
: Rata-rata PAD yang dipungut pada sektori : Rata-rata PDRB atas dasar Harga Berlaku : Perubahan
Smakin tinggi elastisitas Pendapatan Asli D a d , maka semakin peka Pendapatan Asli Daerah tersebut terhadap perubahan perekonomian di Kabupaten
3.5.4. Rasio Kemandirian (otonomi fiskal)
Rasio ini menggambarkan derajat ketergantungan PEMDA terhadap sumber pembiayaan dari pihak luar. Semakin rendah angka rasio kemandirian semakin besar ketergantungan PEMDA terhadap dana dari banturn atau pinjaman.
Rumusnya sebagai berikut, (Mardiasmo, 2000):
RusioKemandirian
Pendapa tan AsliDrrerah BantuanPemer int ah
Ket: PAD
=
Banturn Pemerintah
=
00%
Pendapatan yang diperoleh dari Pajak, Retribusi, dan pendapatan lain yang sah Danan Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DNH), Dana alokasi Umum (DAU) d m Dana Alokasi Khusus @AK)
3.5.5. Analisis Data Primer
Data primer yang diperoleh dianalisis dengan rnempergtmakan statistik deskriptif un&
mengetahui distribusi fiekuensi d a i masing-maing jawaban.
Sedangkan terhadap jenis pertanyaan dengan jawaban terbuka, jawaban &an direkapitulasi kemudian dihitmg persentase jawaban untuk selanjutnya dilakukan pemeringkatan (rangking). 3.6. Metode Perurnusan Strategi Perancangan Program dan Kebijakan 3.6.1. Metode Logical Framework Approach (LFA)
Metoda yang digunakan dalam menggali potensi Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dm penyusunan rancangan program di Kabupaten Kepulauan Sula adalah metoda Logical Framework Approach (LFA). Metode ini rnernilikj ciri spesifik yaitu, (Tonny, 2007):
1. Menggunakan teknik visualisasi yang mampu membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses perencanaan dan pengelolaan program.
2. Menunuskan tujuan-tujuan secara jefas sehingga ikut mendorong tercapainya pengambilan keputusan saat ada pendapat dan harapan berbeda dari
stakeholders. 3. Menyusun informasi secara sistematik, 4. Menghasilkan sebuah rancangan program yarrg konsisten dm realistis, 5. Menyajikan ringkasan rencana program pada satu halaman.
Langkah-langkah metode perancangan program dalam kajian sebgai berikut:
I. Melakukan identifikasi Penclapatan Asli Daerah yang memiliki perman yang potensial dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
2. Menghitung kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap total penerimaan daerah, kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah, kontribusi retribusi daerah terhadap Pendapatm Asli Daerah, pendapatan lain-lain terhadap Pendapatan Asli Daerah. 3. Menghitung efektivitas Pendapatan Asli Daerah, pajak daerah, retribusi daerah, bagian Iaba perusaham daerah, dan pendapatan laian-lain.
4. Menghitung efesiensi Pendapatan Asli Daerah
5. Mengukur elastsitas Pendapatan Asli Daerah terhadap PDRB. 6. Menghitung rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap PDRB
7. Mengidentifikasi pihak-pih& yang terlibat dalam rnanajemen penggalian potensi Pendapatan AsIi Daerah beserta kendalanya. 8. Berdasarkan analisa hasil, rnenyusun rancangan program strategis untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Kepulauan Sula.
Pihak yang dilibatkan dalam LFA adalah lirna responden sebagaimana dijelaskan pada sub bab sebelurnnya yaitu SPKD, Bagian Ekonomi, DPR, Kantor Pasar dan Dinas Kehutanan . Kerangka LFA dapat dilihat pada garnbar di bawah ini: APBD
Monitoring Pelaksanaan Anggaran
t Rencana ProyeWKerja
t
Monitoring Kegiatan I
t
Matrik Perencanaan Program
I Upaya peningkatan PAD ( I PAD rendah I Gambar 3 Diagram Alur Metode Logical Framework Approach
3.6.2. Metode Analitical Hirarchy (AHP) Dalam Perurnusan Kebijakan Metode Analitical Hirarchy Process disesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan dengan pernasalahan tertentu melalui prosedur yang di desain untuk sampai pada skala preferensi di antara berbagai set dternatif.
Untuk memperoleh alternatif kebijakan proritas peningkatan
pendapatan asli daerah di Kabupaten Kepulaun Sula, maka dilakukan wawancara pada empat responden yaitu Badang Pengelolaa Keuangan Daerah (BPKD), Bappeda, DPR dan LSM yang telah dipilih untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Model At-rP menggunakan persepsi manusia yang dianggap ekspert sebagai input utamanya. Karena menggunakan input yang kualitatif (persepsi) maka model ini pun dapat mengolah hal-hal kuditatif. Kelebihan lainnya adalah pada kemampuannya dalam memecahkan masalah yang multi objektif dan muIti kriteria. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitasnya yang tinggi terutama dalam pembuatm hirarkinya. Masalah-masalah seperti konflik, perencanam, proyeksi, alokasi sumber daya adalah beberapa dari banyak masalah yang dapat diselesaikan dengan menggunakan model AHP, seperti prioritas pengembangan sumber daya air pada daerah aliran sungai, prioritas program dari pemerintah, strategi pengembangan industri, d m lain-lain. Prinsip dasar AHP terdiri dari : a. Menyusun Hirarki Prinsip ini menggambarkan d m menguraikan secara hirarki, yaitu memecah persoalan menjadi unsur yang terpisah.
b. Menentukan prioritas Penentuan prioritas ini berdasarkan atas perbedaan prioritas dan sintesis, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif singkat kepentingmya.
c. Konsistensi Logis Menjamin bahwa semua elernen dikelompokkan secara logis dan diperingkat secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis. Proses AHP adalah suatu model luwes yang memungkinkan kita mengambil keputusan dengan mengkombinasikan pertirnbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. A. Menyusun Hirarki
Hirarki adalah d a t ymg paling mudah untuk memahami masalab. yang kampleks dimana masalah tersebut diuraikan ke dalam elemen-elemen yang bersangkutan, menyusun elemen-elemen tersebut secara hirarki dan akhirnya melakukan penilaian atas elemen-elemen tersebut sekaligus menentukan keputusan mana yang akan diambil. Proses penyusunan elemen-elernen secara biarki meliputi pengelompokan elemen-elemen dalam komponen yang sifatnya homgen dan menyusun komponen-komponen tersebut dalam Ievel hirarki yang tepat. Hirarki juga merupakan abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajati fimgsi interaksi antaa komponen d m juga dampak-dampaknya pada sistem. Abstraksi ini mempunyai bentuk saling berkaitan, tersusun dan suatu
puncak atau sasaran utarna (ultimate goal) t u r n ke sub-sub tujuan tersebut, lain kepelaku (aktor) yang memberi dorongan, turun ketujuan-tujuan pelaku, kemudian kebijakan-kebijakan, strategi-strategi tersebut. Dengan demilcian hirarki
adalah sistem yang tingkatan-tingkatan (IeveI) keputusamya berstratifikasi dengan beberapa elemen keputusan pada setiap tingkatan keputusan. Secara urnum hirarki dapat dibagi dua jenis (Permadi, 1992), yaitu:
1. Hirarki Struktural, rnenguraikan masalah yang kompleks diuraikan menjadi bagian-bagiamya atau clemen-elemennya menurut ciri atau besaran tententu sepenti jumlah, bentuk, &wan atau w m a .
2. Hirarki Fungsional , menguraikan masalah yang kompleks menjadi bagianbagiannya sesuai hubungan essensialnya. Misalnya masalah pemilihan pemirnpin dapat diuraikan menjadi tujuan utama yaitu mencari pemimpin, kriteria pemimpin yang sesuai dm altematif pemimpin-pernimpin yang memenuhi syarat. Penyusunan hirarki atau stmktur keputusan dilakukan untuk menggambarkan elemen sistem atau aiternatif keputusan yang teridentifikasi. Abstraksi susunan hirarki keputusan adalah : Level 1 : Fokus / Sasaran Utama Level 2 2 Faktor / kriteria (Fl, F2, F3 d m F4)
* Level 5 :Ahematif (Sl, S2, $3 dan S4) Setiap hirarki tidak perlu selalu terdiri dari 5 Ievel, banyaknya level
tergantung pada perrnasalahan yang sedang dihadapi. Tetapi untuk setiap
permasahan, level I (fokudsasaran), level 2 (faktorhiteria), dan level 5 (alternatif) hams selalu ada karena fokus/sasaran, faktorkreteria dm alternatif merupakan elemen-elernen penting dalam hirarki yang akan dirumuskan dalarn penetapan kebijakan. Metode ini digunakan untuk rnengetahui program prioritas dm kebijakan proritas yang akan dilak~rkandalam kajian pembangunan daerah
(peningkatan PAD) di Kabupaten Kepulaum Sula, Untuk iebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini ;
I I
Pemilihan Kebijakan Peniogkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabu~atenKe~ulauanSula
lnfiastdr
Investasi
Sosialisasi
I
Regulasi
Gambar 4. Hirarki Pemilihan Strategi Kebijakan Poritas Peninbatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Kegdauan Sula Faktor-fdctor dalam gambar di atas ditentukan berdasarkan hasii evaluasi
dari kuesioner manajemen. Qptimalisasi pajak d m retribusi ditentukan sebagai salah satu faktor dalam meningkatkan PAD di Kabupaten Kepulauan Sula karena selama ini pengelolaan sumber-sumber PAD masih belum optimal. Oleh karena itu, ha1 ini menjadi salah satu f&or yang sangat penting dalam optimalisasi pengelolaan PAD. Sedangkan faktor minirnalisasi kebocoran dimasukkan sebagai faktor karena selama ini belum dilakukan secara transparan oleh petugas pungutan pajak dan retribusi daerah. Sehingga ha1 illi menjadi sangat penting mtuk dijadikan bahan kajian dalam rnelakukan evaluasi kebijakan selanjutnya. Faktor
sosialiasi ditentukan menjadi hal penting karena masyarakat sebagai obyek pajak belum memahami kewajibannya membayar pajak dan retribusi daerah sesuai amanat peraturan yang ada. Sedangkan kinerja menjadi salah satu faktor karena para aparat belum melakukan tugasnya secara baik dan bertanggungjawab hal ini disebabkan karena pengetahuan dan keterampilan yang masih kurang. Dalam analisa ini juga telah ditetapkan empat altematif kebijakan antara lain: inkastruktur, investasi, Sumberdaya manusia, dan regulasi. Infiastruktur dijadikan altematif kebijakan karena saat ini belum tersedia infiastruktur dasar secara memadai seperti jalan, jembatan dan pelabuhan sehingga menjadi kendala dalam upaya peningkatan PAD di Kabupaten Kepulauan Sula. Misalnya untuk menghubungkan antara daerah yang satu dengan yang lain masih sulit diakses. Selain itu, investasi menjadi hal yang penting karena kondisi perekonomian yang belum berjalan optimal di Kabupaten Kepulauan Sula. Sehingga diperlukan pihak swasta sebagai investor dalam menginvestasikan modalnya di sektor ekonomi, terutanla di bidang-bidang yang menyumbang PDRB terbesar dan pengelolaan sumberdaya alam yang saat ini belum dikelola. Sedangkan sumberdaya manusia karena aparat dalam melakukan perencanaan hingga pengevaluasian dalam pembangunan masih kurang, sehingga perlu dibuat kebijakan dalam mendukung kebijakan peningkatan pengetahuan dan keterampilan aparat dalam pengelolaan keuangan daerah. Alternatif kebijakan yang terakhir yaitu perlu adanya regulasi, regulasi diperlukan sebagai dasar untuk mengatur hak-hak dan kewajiban wajib pajak, dan kewenangan Pemerintah daerah dalam mengatur penerimaan daerah melalui aturan-aturan yang mengikat para wajib pajak . B. Menetapkan Prioritas Dalam pengambilan keputusan ha1 yang perlu diperhatikan adalah pada saat pengambilan data, dimana data ini diharapkan dapat mendekati nilai yang sesungguhnya. Derajat kepentingan pelanggan dapat dilakukan dengan pendekatan perbandingan berpasangan. Perbandigan berpasangan sering digunakan untuk menentukan kepentingan relatif dari elemen-elemen dan kriteriakriteria yang ada. Perbandingan berpasangan tensebut diulang untuk semua elemen dalam tiap tingkat. Elemen dengan bobot paling tinggi adalah pilihan
keputusan yang fayak dipertimbangkan untuk diambil. Untuk setiap kriteria d m altematif, kita harus rnelakukan perbandingan berpasangan (painvise comparison) yaitu membandingkan setiap elernen dengan elemen yang lainnya pada setiap tingkat hirarki secara berpasangan sehingga didapat nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kualitatif.
Untuk mengkuantifkasi pendapat kualitatif tersebut digunakan skda penilaian sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalarn bentuk angka (kuantitatif). Menurut Saaty, untuk berbagai pernasalahan, skala I sampai 9 merupakan skda ymg terbaik dalam rnengkua1if"lkasikan pendapat, yaitu berdasarkan akurasinya berdasarkan nilai RMS (Root Mean Square Deviation) dm MAD (Median Absolute Deviation). Nihi dm definisi pendapat kualitatif daXam skaia perbandingan Saaty ada pada tabel berikut:
Tabel 3. Skala Matrik Perbandinnan Bemasanean &tensitas Zepentingan
Penjelasan
Definisi Elemen yang satu sama pentingnya dibanding dengan elemen yang lain (equal limportance) I~lemenyang satu sedikit lebih Ipenting haribada elemen yang lain (moderate more importance) Elemen yang satu jelas lebih penting dari pada elemen yang lain (essentia1,strong more
I
Kedua elemen menyumbang sama besar pada sifat tersebut
I [pengalamanmenyatakan sedikit (rnemihakpada situ elemen
I
Pengalaman menunjukkan secara lmat memihak pada satu elemen
Elemen yang satu sangat jelas Pengalaman menunjukkan secara lebih penting dari pada elemen kuat disukai d m didominasi oleh 7 yang fain (demonstrated sebuah elemen tmpak ddam praktek importance) EXemen yang satu mutlak lebih Pengalaman menunjukkan satu penting dari pada elemen yang eIemen sangat jeIas lebih penting 9 lain (absolutely more impoaance) Nilai ini diberikan bila diperlukar Apabila raw-ragu antara dua 2,4,6:8 nilai yang berdekatan (grey area) kornpromi Jika kriteria C 1 mendapatkan Jika kiteria C 1 mempunyai nilai satu angka bila dibandingkan x bila dibandingkan dengan 1/(2-9) dengan fuiteria C2 merniliki nilai kriteria C2, maka kriteria C2 kebalikan bila dibandingkan C 1 mendapatkan nilsti l/x bila dibandingkan kriteria C 1 :§umber: Saaty, 1990) Nilai-nilai perbandingan relatif kemudim diolah untuk rnenentukan peringkat relatif dari selunlh alternatif. Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan judgment yang teXah ditentukan untuk menghasilkan bobot d m prioritas.
C. Menghitung Matriks Pendapat Individu Formulasi matrik individu adalah sebagai berikut:
CI
C2
K
Cn
CI
1
A12
aln
CZ
llal2
1
K K
M
M
M
M
l/a2n
1
Cn
l/a~n
itzn
Dalam ha1 ini CI, C2, ....Cn adalah set elernen pada suatu tingkat keputusan dalam hierarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan membentuk matriks n x n. Nilai
aij
~nerupakannilai matriks pendapat hasil
komparasi yaig mencerminkan nilai kepentingan C I terhadap Cj.
D. Menghitung Matriks Pendapat Gabungan Tujuan dari penyusunan matrik pendapat gabungan adalah untuk membentuk suatu matriks yang lnewakili matriks-rnatriks pendapat individu yang ada. Matriks gabungan rnerupakan trik barn yang elemen-elemennya (Gij) berasd dari rata-rata geometrik elemen matrik pendapat individu yang nilai rasio konsistensinya (CR) memenuhi syarat dengan rumus sebagai berikut:
dnrr,
Gy = (K)Dimana m adalah jumlah responden d a . k=l,. ..n Selain cara tersebut, menurut Permadi, 1992, ada metode lainnya untuk
menghitung rata-rata menggunakan hitung, ada asumsi. Asumsi pertama peran setiap responden sama sedangkan asumsi kedua peran responden berbeda. Untuk asumsi pertama digunakan rata-rata hitung biasa dengan rumus: all +a2 +...+a, = a, Dirnana: n a w t penilaian gabungan (penilaian akhir)
--
ai= peniXaian responden ke-i (dalarn skala 1/9- 9) n= banyaknya responden Karena penifaian gabungan ini dilakukan untuk setiap sel dalarn matriks perbandingan maka akan didapatkan suatu matriks perbandingan banr yang rnerupakan matriks perbandingan gabungan semua responden. Berikut ini rurnus asumsi kedua:
w,,i-w,a,
+ ......+w,a,
= a,
n Dimma wi adalah bobot prioritas responden ke-i. Setelah aw didapat untuk setiap sel matriks perbandingan, maka dibuat suatu matriks baru d m selanjutnya sesuai langkah model AHF dicari bobot setiap elemen dalam matrik tersebut yang sudah merupakan bobot prioritas gabungazl.
E. Konsistensi Logis Nilai-nilai perbandigan berpasangan yang dilakukan h m s diperiksa konsistensinya, misalnya bila dalam melakukan perbandingan kita meniIai AX3 dan B>C, maka secara logis seharusnya A X . Untuk menghitung konsistensi ini,
AHP telah memiliki rumus untuk menghitung consistency. Konsistensi mengandung dua arti, yaitu : 1. Bahwa pernikiran atau obyek yang serupa dikeiompokkan menurut persamaan dm pertaliannya. 2. Bahwa intensitas relasi antar gagasan atau antar obyek yang didasarkan pada
suatu kriteria tertenfa akan saling membenarkan secara togis. Evaluasi konsistensi dilakukan terhadap pertimbangan yang telah diberikan. Evaluasi ini dilakukan dengan rnempertimbangkan nilai dari consistency ratio (CR).Penilaian dapat dikatakan konsisten apabila diperoleh nilai CR yang lebih kecil atau sama dengan 0,lO. Bila nifai CR lebih besar dari 0,10 maka mengindikasikan perlu adanya pemeriksaan kembali terhadap pertimbangan yang telab dibuat. Timbulnya ketidak konsistenan sebagian besar karena ide baru yang mempengaruhi empat h g s i psikologis manusia dalam memecahkan masalah , yaitu intuisi, pikiran, perasaan, d m penginderaan. Hal ini cenderung menyebabkan pengambilan keputusan mengubah preferensi dan kornitmen yang telah dilakukannya. Pengujian konsistensi ini dilakukan setelah nilai prioritas
untuk setiap elemen dan suatu tingkatan yang diperoleh.
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH K A n A N 4.1.
Letak Geografis dan Batasan Administrasi. Kabupaten KepuIauan Sula yang diresmikan oleh Menteri Dalam Nergeri
pada tanggal 31 Mei 2003 di Temate Propinsi Maluku Utara,
berdasarkm
Undang-Undang nomor. 1 Tahun 2003 mernasuki usia yang ke-5 pada bulan Desember 20008. Kabupaten Kepulauan Sula
merupakan pemekaran dari
Kabupaten Maluku Utara, terletak di bagian paling Selatan Pulau Temate, dengan wilayah daratan yang membentang di bagian Ujmg Barat Sulawesi Tengah dm bagian Utara Pulau Buru serta berdekatan dengan Laut Maluku dan Laut Banda. Letak geografis Kabuapten Kepulauan Sula berada atara 124O05'00"
sampai 126°50'00" bujur tirnur dan 01°3 1' sampai 02'33' lintang selatan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
-
Sebelah Utara dexlgan Laut Maluku Sebefah Selatan dengan Laut Banda Sebelah Timur dengan laut Serarn Sebelah Barat dengan Propinsi Sulawesi Tengah Luas Wilayah Kabupaten Kepulaun Sula
* 28.810,75
lun2 yang terdiri
dari 14.466,29 Iuas daratan dan 14.344,46 luas lautan. Kabupaten Kepulauan Sula
berada pada posisi yang sangat strategis karena wilayahnya dekat dengan pusat perdagangan antara pulau yaitu, Propinsi Mduku Utara, Maluku, Sdawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan serta Filipina jalur perdagangan intemasional. Luas wilayah dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Sula Menurut Kecamatan Tahun 2007. No Kecamata Luas Daratan Luas Lautan Luas 1. Sanana 222,24 270,88 493,11 2. Sanana Utara 269,43 3. Sulabesi Tengah 238,55 4. Sulabesi Timur 213,72 5. Sulabesi Barat 246,46 6. Sulabesi Sdatan 285,76 7. Mangoli Timur 898,65 8. Mangoli Utara Timur 765,23 9. Mangoli Tengah 1207,63 10. Mangoli Barat 1013,71 1 1. Mangoli Selatan 1017,05 12. Mangoli Wtara 706,ll 13. Taliabu Timur 1151,15 882,04 14. Tafiabu Timur Selatan 15. Taliabu Barat 1557,53 1645,92 16. Taluabu Utara 637,36 17. Lede 18. Taliabu Barat Laut 498,73 1008,03 19. Taliabu Selatan Jumlah 14.466,29 Sumber: Kepulauan Sufa Dalam Anggka Tahun '
4.2. Keadaan Ikfim
Wilayah Kepulauan Sula dipengmhi oleh iklim laut tropis dan iklim mush. Oleh karena itu iklimnya sangat d i p e n g d oleh lautan dm bervariasi.
Suhu udara disuatu ternpat antara lain ditentukan oIeh tinggi rendahnya tempat tersebut dari pemukam air Iaut dan jaraknya dari pantai. Pada tahun 2007 suhu udara rata-rata berkisar antara 26,8"C sampai 28,0°C. sedangkan suhu udara rnaksimum berada sebesar 32,7"C serta suhu udara minimum sebesar 19,2"C, dengan kecepatan agin rata-rata berkisar 6-27km/'am dan arah terbanyak pada 110-360. Curah hujan disuatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklin, keadaan geogrfis dm pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumfah curah hujan beragam menurut buiannya. Rata-rata curah hujan sefarna tahun 2007 berkisar antara 14,O rnm sampai 249,5 mm.
4.3. Administrasi Pemerhtahan
Kabupaten Kepulauan Sula merupakan wilayah kepulauan dengan tiga pulau utammya yaitu Sulabesi, Mangoli d m Taliabu, pada awal terbentuk terdii
dari 6 Kecarnatan dm 82 Desa. Sejak Tahun 2007 Kabupaten Kepulauan Sula menjadi 19 Kecamatan dan 124 Desa. Pemekaran wilayah Kecamatan dan Desa ditujukan untuk membuka akses, rnempercepat pemerataan pembangunan d m meningkatkan efektifitas d m efisiensi pelayman terhdap masyarakat dalam meningkatkan kesejahtraan. Rincian Kecamatan d m Desa adapat dilihat pada Tabel 5. Table 5. Nama Ibukota Kecamatan d m Jumlah Desa di Kabupaten Sula Tahun 2007. Ibukota Kecarnatm No 1 Kecmatm Sanana Sanana Pohea Sanana Utara Waiboga Sulabesi Tengah Baleha Sulabesi Timur Kabau Sulabesi Barat Fuata Sulabesi Selatan Waiiina Mangoli Timur Waisakai Mangoli Utara Timur Mangoli Mangoli Tengah Dofa Mangoli Barat Buya Mangoli Selatan Falabisahaya Mangoli Utara Losseng Taliabu Timw Samuya Taliabu Timur Selatan Bobong Taliabu Barat Gela Taluabu Utara Lede Lede Ngele Taliabu Barat Laut 19. 1 Taliabu Selatan 1 Pancadu I Jumlah Total Sumber: Kepulauan Sula Dalarn Angka T&m 2007
Kepulauan 11 6 6 6 6 4 5 4 8
7 5 6 4
9 9 12 5
4 7 124
4.4. Kependudukan dan Tenaga Kerja
4.4.1. Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Sula terns mengalami kenaikan, pada tahun 2003 jumlah penduduk Kabupaten Kepulaum Sula sebanyak 1 10.196 jiwa, tahun 2004 sebanyak 115.278 jiwa, t a b 2005 sebanyak 119.745 jiwa,
t a b 2006 sebanyak 124.372 dm pada tahun 2007 meningkat sebanyak 129.090 jiwa. Penyebaran penduduk di Kabupaten Kepulauan Sula tidak merata. Ratarata kepadatan penduduk di Kabupaten Kepulauan S d a adalah 30 jiwa/km2. Kepadatan penduduk tertinggi berda di Kecamatan Sanana (Kota Kabupaten) yaitu 23.693 jiwa, sedangkan kepadatan penduduk terendah berada di Kecarnatan Mangoli Utara Timur yaitu 3.324 jiwa. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel
7 berikut: 6. Jumlah Peduduk Kabupaten Kepulaua I Laki-laki Kecamatan
ula T&un 2007 Peremnuan
Sanana
Sanana Utara Sulabesi Tengah Sulabesi Timur Sufabesi Barat Sulabesi Selatan Mangoli Tiinur Mangoli Utara Tirnur Mangoli Tengah Mangoli Barat Mangoli Selaian Mangoli Utara Taliabu Timur Taliabu Timur Selatan Taliabu Barat Taluabu Utara Lede Taliabu Barat Laut Taliabu Selatan Jumlah 65.322 er: Kepulauan Sula Dalam Anggka Tahun Penduduk Kabupaten Kepulauan Sula dapat dilihat dari pengelompokan
umur. Kelompok umur yang terbesar terdapat pada keIompok umur 5-9 tahun sebesar 14,43 persen, posisi kedua ditempati kelompok umur 0-4 tahun sebesar 13,02 persen, selmjutnya kelompak umur 10-14 tahun menempati posisi ketiga y a h sebesar 11,87 persen.
4.4.2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah modal bagi bergeraknya roda pembangunan. J d a h dm komposisi tenaga kerja &an terns mengalami peningkatan seiring dengan berlansungnya proses demografi. Pertumbuhan tenaga kerja yang kurang diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja &an
memyebabkan tingkat
kesempatan kerja cendemg menurun. Jumlah tenga kerja di Kabupaten Kepulauan Sula dapat dikelompokkan pada sembilan lapangan usaha yang berjumlah 43.875 orang, dimana jumlah tenaga kerja laki-laki sebesar 34.575 orang sedangkan jumlah tenaga kerja perempuan sebesar 9.300 orang. Tenaga kerja yang terbesar terdapat pada sektor pertanian yaitu sebesar 31-725 orang atau sebesar 72,3 1 persen. Kemudian diikuti sektor perdagangan sebesar 4.065 orang atau sebesar 9,26 persen, dan posisi berikutnya terdapat pada sektor industri yaitu sebesar 3.555 atau sebesar 8,1 persen. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 7.
0 Listrik, Gas & Air 555 5. Konstruksi 2.355 Perdagangan 6. 7. Transuortasi & Komunikasi 1.935 8. 1 Keuangan 30 1.065 9. I Jasa 34.575 Jmlah Total Sumber :Kepulaun Sula Dalam Anggka Tahun 2007
4.
0
0
75 f -710
630 4.065 2.190 30 1.605 43.875
255
0 540 9.300
4.5. Fasilitas Pelayanan Umum 4.5.1. Infrastruktur Karakteristik geagr&s yang benrpa wilayah kepulauan berimplikasi pada tingginya ketergantungan masyarakat terhadap transportasi laut. Transportasi laut. Transportasi darat hanya dapat dimanfaatkan untuk perhubungan antar desa atau
antar kecamatan yang se-pulau. Karenanya perhatian pemerintah daerah terhadap transportasi la& cukup besar diantaranya dengan renovasi pelabuhan Sanana dan
pembngunm pelabuhan di Karmat, dan pernbangunan pelabuhan Pelni di Malbufa. Namun demikian, perhubungan darat dm udara juga h m s mendapat
perhatian besar untuk meningkatkan mobilitas penduduk di ddam pulau, antar
daerah dm mernpercepat laju roda perekonornian rnasyarakat. Data dari Dinas Pekerjaan Umum rnenunjukkan perlunya perhatian pada proyek pembangunan
jalan mengingat 485,09 KM jalan termasuk dalam kategori rusak berat (badly damaged), dan 434,50 belum tembus.
Sernentara untuk sektor kommikasi data dari PT Tefkom menunjukkan penurunan secara perlaha pada jumlah pelanggan sepanjang Januari-Desember 2007. pada bulan Januari jumlah pelanggan mencapai 746 pelanggan yang kemudim pada bulan-bulan seianjutnya menurun secara perlahan dm bulan Desember jumfah pelanggan menjadi 689 pelanggan. Dugaan sernentara terhadap penurnan jumlah pelanggan adalah rneningkatnya penggunaan telepon genggadhandphone di kalangatl rnasyarakat. Berikut adalah panjang jalan menurut jenis permukaan dm kondisi jalan di Kabupaten Kepulaum Sula: Tabel 8. Panjang Jalan Menurut Jenis Pennukaan Dan Kondisi Jdan Di ~ a b u ~ a t Kepulauan en Sula, 2006-2007 (Km) 2006 Keadaan 2007 Jenis Pemukaan Aspal Keriki1 Tanah Penetrasi Macadam Tidak Tembus Kondisi Jalan Baik Sedang Rusak Ringan 1 Rusak Berat I 418,OO 485,09 Sumber: KepuIauan Sula Dalam Angka 2008 4.5.2. Pendidikan
Sarai~apendidikan yang tersedia di wilayah Kabupaten Kepulauan Sula berdasarkan jenjang pendidikan sampai tahun 2007 tercatat sebanyak 257 unit,
yang terdiri dari SDIsederajat 167 unit; SLTP/sederajat 63 unit; SLTNsederajat
27 unit; dm 1 perguruan tinggi yakni STAIN Sanana. Distribusi penyebaran
sarana pendidikan tersebut belum cukup merata disetiap kecamatan sesuai dengan skaIa pelayanan. Jumlah murid dm tenaga pengajar di Kabupten Kepulauan Sula sampai tahun 2007 tercatat sebanyak 39.504 orang murid yang terdiri dari 23.796 orang rnurid SDISederajat; 9.675 orang murid SLTPISederajat; 6.033 orang murid
SLTA/ sederajat dan 1.082 orang guru yang terdiri dari 570 orang guru SDISedrajat; 272 orang gum SLTPISederajat; dan
240 Oraig gum
SLTAISedeajat. Distribusi penyebaran tenaga pengajar tersebut cukup merata di setiap Kecamatan sesuai pelayanan.
4.5.3. Kesehatan Prasaran dan sarana kesehatan yang tersedia di wilayal~ Kabupaten Kepulaum Sula sampai tahun 2007 tercatat sebanyak 148 unit yang terdiri dari Rumah Sakit 1 unit; Puskesmas 9 unit; Pustu/RSP 32 unit dm 126 unit Posyandu. Dirtribisi prasarana dm saran kesehatan tersebut belum cukup rnerata di setiap Kecarnatan sesuai dengan skala pelayanan yang diharapkan.
Jumlah tenaga medislkesehatan di Kabupaten Kepulauan Sula sampai tahun 2007 tercatat sebanyak 182 orang pegawai negeri sipil yang terdiri dari 13 orang dokter dan 115 tenaga perawat, bidan maupun tenaga adrninistrasi. Distribusi penyebaran tenaga medis tersebut belum cukup rnerata disetiap kecamatan sesuai dengan skda pelayanan.
4.6. Potensi Daerah 4.6.1. Perkebunan Luas lahm perkebunan tahun 2007 di Kabupaten Kepulauan Sula sebesar 867.765,85ha. Terdiri dari lahan tanaman keXapa sebesar 61 -782ha atau 28,87 persen, lahan tanaman kakao 12.023ha atau 0,78 persen, lahan tanaman jambu mente 5.758ha atau 0,53 persen, lahan tanaman pala 1.458ha atau 0,51 persen,
lahan tanaman cengkeh 4.698ha atau 0,49 persen dan lahan tanaman kopi sebesar 1.022ha atau 0,19 persen. Sedangkan produksi tanaman perkebunan pada tahun 2007 sebanyak 25.467,62 ton yang terdiri dari produksi tanaman kefapa 84.508
ton, tanaman kakao 10.142,O ton, tanaman jambu mente 3.048,QU ton, tanman cengkeh 2.335,12 ton, tanaman pala 718,16 ton dan tanaman kopi 195,93 ton.
4.6.2. Tanaman Pangan Luas lahan tanaman pangan t&un 2007 di Kabupaten Kepulauan SuIa 2.441ha. Terdiri tanaman padi ladang sefuas 204,2ha atau 16,16 persen, tanama jagung seluas 5 13,7ha atau 1,6 pesen dm tanaman ubi kayu seluas 1.723,lha dau 16,7 persen. Sedangkan jumlah produksi taman pangan sebanyak 29.448,86 ton, yang terdiri dari tanaman padi ladang 485,96 ton, tanaman jagung sebanyak 823,9 ton d m tanaman ubi kayu sebanyak 28.139,O ton 4.6.3. Kehutanan
Luas kawasan hutan di Kabupaten Kepulauan Sula sebesar 459.248ha, terdiri dari hutan lindung 48.268ha atau 10,SO persen, hutan. produksi (W) 147.549ha atau 32,12 persen, hutan produksi terbatas (HPT) 26.312ha atau 5,72 persen, hutan produksi konservasi (HPK) 34.466ha atau 7,50 persen, konservsi sumberdaya alam (KSDA) 11.891ha atau 2,60 persen dan areal penggunaan lain
(APL) seluas 190.762ha atau 41,53 persen. 4.6.4. Perikanan
Perahan Kabupaten Kepulauan Sula sangat potesial, dimana standing stohya tercatat sebesar 1.866.528 ton per tahun. Terdiri dari ikan tuna sebanysrk 123.684 ton, ikan cakalang 76.596 ton, ikan tengiri 14.580 ton, ikan dasar
campuran 107.232 ton, ikan layang 181.488 ton, ikan deho 60.912 ton, ikan julung-julung 87.456 ton, ikan teri 53.964 ton, lobster 12.312 ton, ikan hiu 12.276 ton, cumi-curni 193.500 ton dan rumput laut sebanyak 842.528 ton. Potensi perikanan tersebut baru dapat di rnanfaatkan sebesar 35 persen, karena keterbaiasan sarana pendukung dm masih rendahnya keterampilan nelayan. 4.6.5. Industri dan Pertambangan
Satah satu strategi untuk meningkatkan produktifitas masyarakat di wilayah Kabupaten Kepulauan SuIa, addah pengembangan infiastruktur sektor industri kualitas produk industrinya. Hal ini mengingat bahwa tahun-tahun mendatang sektor industri &an mengalami teknan dan persaingan yang lebih
ketat, berbarengan dengan diberlakukan perdagangan bebas. Industri dapat dikembangkan di Kabupaten Kepulauaxl Sula adalah industri yang berbasis sumber daya dam seperti minyak kelapa, pengolahm hasil perikanan d m m p u t laut serta dapat metmpertahankan PT. Barito Pasifik Timber Grup yang bergerak pada bidang industri kayu lapis di Falabisahaya Pulau Mangoli. Potensi Wilayali Kabupaten Kepulauan Sula lchususnya sumberdaya alam
yang dimiliki antara lan, potensi mineral;emas, biji besi, tembaga, uranium, pasir besi, rninyak bumi dan batu baa. Potensi pertambangan di Kabupaten Kepulauan Sula, telah dilakukan berbagai upaya untuk kerja sama dengm berbagai invesor namun sarnpai saat ini belum terlaksana karena minimnya infrastruktur penunjang. 4.6.6. Perdagangan dan Jasa
Dilihat dari potensi yang ada, sektor perdangagan dan jasa memiliki prospek yang cukup baik . Dalam ha1 ini, Sanana sebagai ibulcota kabupaten menjadi pusat perdagangan dan jasa bagi masyarakat Kabupaten Kepupauan Sufa pada umumnya, dm khususnya Sanana serta wilayah sekitarnya. Banyak potensi sumberdaya yang masih dapat dilcembangkan yang memungkinkan sektor perdagangan dm jasa semakin meningkat. Berbagai hasil produksi sektor perikanan, perkebman d m sektor indusri perkayuan rnaupun hasil industri kerajinan masyarakat, disamping dipasarkan di Kota Sanana, juga di pasarkan ke luar daerah, diantaranya Kafa Ternate, Ambon, Bitung, Manado, Luwuk Bangai, Makassar dm Surabaya. Fasilitas perdagangan d m jasa yang tersedia dm menunjaig pertumbuhan perekonomian masyarakat Kepulauan Sula, antara lain berupa Bandara, Derrnaga Pelabuahan Laut, bank 2 unit, kredit union 3 unit, fasilitas telkorn,
fasilitas PLN,
PDAM, pasar
tradisional, pertokoan,
minimarket/swdayandm sejumfah hotel dm restoran. 4.7. Produk Domestik Regional Brufo (PDRB) Untuk rnengetahui kondisi perekonomian Kabupaten Kepulauan Sula, salah sam alat yang digunakan adalah Produk Demestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku maupun harga konstan. Produk Dornestik Regional h t o atas dasar
harga berlaku dapat digunalcan untuk melihat pergeseran stnrktur eknomi. Selain itu Produk Domestik Regional Bruto perkapita riil umumnya d i p a k a n untuk
mengukur tingkat pendapatan atau kesejahteram masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 9. Tabel 9. PDRB Kabupaten Kepulauan Sula Atas Dasar Harga Berlaku Menurut
Restoran 23.261 32.241,7 39.497,7 35.297,O Pengangkutan dm Telckomunikasi 9.21 1 10.622,O 9.888,8 11.998,4 Keuangan, Persewaan dm Jasa perusah12.187,O 13.576,9 11.004,6 10.832 Jasa - Jasa 270.731 306.232.58 344.824.00 381.178.79 PDRB Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Sula Tahun 2007
1
Berdasarkan pada tabef 8. Pertanian merupalcan sektor y m g mempunyai konstribusi paling besar di Kabupeten Kepulauan Sula. Sumbangan sektor tesebut terhadap pembentukan Pwoduk Domestik Regional Bruto pada tahun 2007 sebesar 39,77 persen. Nilai sektor pertanian pada tahun 2007 sebesar 151.605,27 juta rupiah. Sektor lain yang juga memberikan konstribusi besar adalah perdagangan, hotel dm restoran yahi sebesar 889.029,23 juta rupiah. atau 23,36 persen. Kedua sektor ini rnenyumbangkan sebesar 240.634,50 juta rupiah atau 63,13 persen. 4.8. Visi dan Misi Kabupaten Kepulauan Sula.
"Mewujudkan Haxapan Masyarakat Kabupaten Kepulauan Sula yang beriman, maju, damai dm sej ahtera secara utuh pada tahun 20 10"
-
Beriman: Terciptanya kehidupan masyarakat KepuIauan S d a yang senantiasa tmduk dm pahrh terhadap per'lntah d m larangan Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa serta menerapkan ajaran-ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkup individu maupun kernasyarakatan
- Maju: Terbinanya kualitas surnberdaya manusia Kepulauan Sula yang menguasai ilmu pengetauan dan teknoIogi, berprestasi dm berkepribadian serta sangat berkompeten di bidang kerjanya.
-
Darnai:
Terbangunnya
kesadaran
masyarakat
tentang
pentingnya
penghorrnatan terhadap kearifan local (Eocal wishdom) yang bersmber dari nilai-nilai adat dm budaya masyarakat di Kepulauan Sula, penghannatan atas
supremasi hukum serta tekad yang kuat mtuk rnewujudkan pemerintahan yang bersih, dernokratis dan jauh dari perilaku kolusi, korupsi, d m nepotisme
-
(K='o. Sejahtera: Tersedianya lapangan kerja d m berkurangnya kesenjangan antar kecamatan, tersedianya inftastniktur serta terbinanya kekuatan-kekuatan ekonomi yang berbasis kerakyatm.
- Utuh: Terciptanya kehidupan masyarakat Kepulauan Sula yang bersatu, kompak d m rukun, rnampu mengatasi setiap pernasalahan secara arif dm bijaksana, tidak membeda-bedakan ikatan kekerabatan adat (Soa) serta senantiasa berjiwa terbuka d m toleran dalam menyikapi setiap perbedmi berdasarkan nilai-nifai adapt, Dad Hiu Ted Sua, bersatu Membangun Kepulauan Sula. Sedangkan
misi Kabupaten Kepulauan Sula addab, 1) Peningkatan
Kualitas Kehidupm Beragama; 2) Peningkatan Kualitas Sumberdaya manusia; 3) Penciptaan femerintahan yang Profesional dan Kredibel; 4) Pengembangan
Ekonomi Kerakyatan Berbasis Sumberdaya Alarn; 5) Percepatan Pengembangan Wilstyah. Adapun Strategi Fernbangunan Kabupaten Kepulaum Sula addah ; 1) Strategi Pembangunan Berbasis Kecamatan; 2) Strategi Pembangunan Berbasis Partisipasi Masyarakat; 3) Strategi Pembangunan Berbasis Kewilayahan; 4)
Strategi Pembangunm Benvawasan Lingkungan. 4.9. Agenda mewujudkan Kabupaten Kepufauan Sula yang maju
1. Peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas dengan
kebijakan yang diarahkan untuk (1) rneningkatkan angka partisipasi pendidikan di selunrh jenjang pendidikan, (2) meningkatkan kuantitas dan
kualitas pelayanan pendidikan melalui penataan rnanajemen pendidikan dm prasarana pendidikan; (3) peningkatan sarana dan prasarana pendidikan; (4) peningkatan tunjangan kesejahteraan guru di daerah terpencil; (5) penyiapan tunjangan pendidikan (beasiswa) bagi siswa berprestasi sesuai dengan kemampuan pembiayaan daerah; (6) mengembangkan pendidikan kejuruan dengan mengoptimalkan lembaga pendidikan kejuruan yang sudah ada atau mengembangakan lembaga pendidikan kejuruan baru; (7) menjdin kerjsama dengan lembaga-lembaga pendidikan kejman di luar wilayah Kabupaten Kepulauan Sula; (8) mendorong berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan keterampilan dm balai latihm kerja bagi para pemuda putus sekolah; (9) meningkatkan kualitas aparatur melalui kebijakan beasiswa dan pemagangan dengan kebijakan yang
diarahkan untuk: (1) meningkatkan kemampuan
aparatur Pemerintah Daerah terhadap tugas pokok d m fbngsi ('IWP0KSI)nya; (2) meningkatkan kedisiplinan, wawasan, dan kinerja aparatur dalam rnelakukan tugas petayanan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan; (3) meningkatkan kemampuan aparatur di bidang-bidang ketermpilan teknis yang rnendukung tugas-tugas di bidang pemerintahan. 2. Peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
dengan kebijakan yang diarahkan untuk (1) meningkatkan pelayanan kesehatan yang menjangkau sampai lingkup desa d m kampung; (2) rneningkatkan pelayanan kesehatan murah tapi berkualitas yang dapat dinikmati lapisan masyaakat paling bawah; (3) rneningkatkan sarana dan prasarana kesehatan sampai perdesaan; (4) meningkatkan pelayanan medis melalui penataan rnanajemen penyiapan fasilitas kesehatan serta pengadaan tenaga medis dan paramedis; (5) meningkatkan kesehatan ibu dan anak. 3. Peningkatan pembangunan infrastruktur jdan darat yang menghubungkan kecamatan-kecamatan; (2) meningkatkan kualitas jalan lingkar pulau sulabesi;
(3) percepatm pembangunan infrastruktur perkotaan dalam rangka pelayanan jasa-jasa perekonomian dan perdagangan. 4. Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan umum dm pemerintahan dengan
kebijakan yang diarahkan untuk (I) menhgkatkan pelayanan air bersih, listrik dm telekomunikasi di seluruh Kecamatan se-Kabupaten Kepulauan Sula; (2)
meningkatkan percepatan pembangunan infrastruktur perkotaan dalm rangka pelayanan jasa-jasa perekonomian dan perdagangan; d m (3) mernbangun sarana prasarana pernerintahan. 4.10. Kebijakan Umum Pengelolaan Keuangan Kabupaten Kepulauan Sula Dengan adanya perubahan yang mendasar pada Undmg-Undang tentang Pemerintahan Daerah, maka ketentuan mengenai pengelolaan keuangan daerah mengikuti perubahan dirnaksud. Untuk itu, sejak tahun 2003 Pernerintah telah menerbitkan serangkaian paket Undang-Undang yang berkenaan dengan keuangan negara, temasuk didalamnya keuangan daerah, yaitu : (1) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; (2) Undang-Undang Nomor I T
h 2004 tentang Perbendaharaan
Negara; (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Perneriksaan Pengelolaan dm Tanggungjawab Keuangan Negara. Sebagai penjabaran dari Undang-Undang
tersebut,
pernerintah
menetapkan
pula
Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan ditindaklanjuti dengan keluarnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nornor 59
Tahun 2007 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri dimaksud
adalah pengganti dari Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 29 T a b 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD, yang selama ini dijadikan pedoman oleh Pernerintah Daerah dalam pengelolaan keumgan daerah. Tampak pada ketentuan diatas, bahwa kebijakan pengelolaan keuangan daerah d a l m implementasinya sangat berkaitan dengan kebijakan rnengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), khususnya tentang pendapatan daerah, belanja daerah d m pernbiayaan daerah. Sejalan dengan ha1 tersebut, maka pada setiap tahun anggaran, pernerintah daerah
menetapkan kebijakan pengeloiaan keuangan daerah yang disepakati dalam nota kesepakatan tentang kebijakan m u m APBD (KUA) dan Nota Kesepakatan tentang prioritas dan plafon anggaran @PA) antara DPRD dengan Pemerintah Daerah. Kebijakan pendapatan, belanja d m pembiayaan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula tahun 2007 addah sebagai berikut:
a. Pendapatan tahun 2007, yaitu : 1) penggalian sumber pendapatan baru d m potensi daerah yang dimungkinkan oleh Undang-Undang; 2) peningkatan pola-pola kerja sama dan kemitraan Pemerintah, swasta dan masyarakat yang saliig menguntungkan ;3) rnemberdayakan dm meningkatkm perm BUMD dengan lebjh profesiond, 4) peningkatan pendapatan daerah baik rneldui kegiatan yang bersifat intensifikasi maupun ekstensifikasi; 5) optimalisasi dalam penggalian surnber-sumber pendapatan daerah, baik
PAD maupun dana perimbangan; 6 ) penetapan pelayanan prima administrasi pajak daerah dan retribusi daerah pada unit penghasil.
b. Belanja tahun 2007, yaitu; 1) mengutamakan surplus anggaran pada APBD, sehingga memiliki dana cadangan yang dapat digunakan unt& meningkatkan pernbangunan; 2) belanja aparatur dan belanja publik hams dilandasi dengan perencanaan yang matang, sehingga setiap rupiah yang
akan dibdanjakan jelas manfmtnya (money follow function); 3) menciptakan peran sertdpwtisipasi masyarakat dan dunia usMswasta dalam pelaksanaan pembangunan sehingga fungsi pemerintah daerah hanya sebagai fasilitator; 4) rnembatasi jumIah defisit anggaran dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/FMK.02/2006 tentang batas maksimal jurnlah Kumulatif Defisit APBN dan APBD, batas mksirnal defisit APBD masing-masing daerah dan batas maksimal kumulatif pinjarnan daerah untuk tahm angggasan 2007, hanya sebesar 5% (lima persen) dari perkiraan pendapatan daerah.
c. Pembiayaan tahm 2007, yaitu: I) peningkatan perekonomian rnasyarakat /daerah, 2) penvujudan pemerintahan yang baik (good governance); 3) peningkatan pendidikan masyarakat dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat; 4) pemberian prioritas pada kegiatan yang mendukung keberhasiian pencapaian target LPE dan IPM Kabupaten Kepulauan Sula;
5) penyusunan belanja daerah diprioritaskan untuk menunjmg efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi S a t u Kerja Perangkat Daerah ddam melaksanakan urusan pemerintahan daerah. 4.11. Perkembagan Penerimaan Daerah
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25 t a b 1999 yang selanjutnya direfisi denagn Undang-Undang Nomor 33 tahm 2004
tentang
Perirnbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Perkernbangan penerimaan daerah di Kabupaten Kepulaua Sula sernakin pesat. Pada tahun 2003 jumlah total penerimaan daerah adalah sebesar Rp. 68.641 -089.932, kemudian tahun 2004 total penerimaan darah sebesar Rp. 74.656.342.000, sedangakan pada
tahun 2005 total penerimaan darah berkembang menjadi Rp. 105. 748.486-480, selanjutnyan tahun 2006 total penerimaan daerah sebesar Rp. 293.563.378.474.
Dan pada 2007 total penerimaan daerah sebesar Rp. 370.487.288.217. Peningkatan total penerimaan daerah tidak terlepas dari peningkatan pendapatan asli daerah Kabupaten Kepulauan SuXa. Pada tahm 2003 total Pendapatan Asli Daerah bant sebesar Rp.1.967.435.975, pada tahun 2004 total pendapatan asli daerah sudah mampu sebesar RP.2.536.700.000, pada tahun 2005 total pendapatan asli daerah mengalami penmran sebesar Rp. 1.500.000.000 dan pada tahun 2006 total pendapatan asli daerah. rnencapai Rp. 3.342.420.900 d m
pada tahun 2007 total pendapatan sli daerah naik menjadi Rp. 6.582.630.215. Tabel X 0. Perkembangan Penerimaan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Total Penerimaan Daerah (Rp) Tahun No. 1 68.641.089.932 2003 2 74.656.342.000 2004 3 2005 105.748.486.480 4 293.553.378.474 2006 5 2007 370.487.258.21 7 Sumber: BPKD Kabupaten Kepulauan Sula 2007
1
Perkembangan total penerimaan daerah ditopang dengan adanya penerimaan dari pos dana perimbangan dm lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dana perimbangan pada tahun 2003 sebsar Rp.65.179;892.34 1, tahun 2004 dana perirnbangan sebesar Rp. 74.656.342.000, tahun 2005 dana perimbangan sebesar
Rp.100.798.726.480, tahun 2006 dana perimbangan sebesar Rp. 287.069.957.574,
dan pada tahun 2007 dana pel-imbangan meningkat menjadi Rp. 359.256.426.6 14. Sedangkan lain-lain pendapatan darah yang sah pada tahun 2003 memberikan konstribusi sebesar Rp. 1.493.761-616, tahun 2004 s e b e s a p . 2.060.000.000, tahun 2005 sebesar Rp.3.449.760.000, seIanjutnya pada tahun 2006 mengalmi
p e n m a sebesar Rp. 3.15 1.000.000, Dan lain-lain pendapatan daerah yang sah pada tahun 2007 naik kembali rnenjadi Rp.4.648.231.388. Kontribusi yang paling dominan dari retribusi adalah retribusi daerah sektor pembinaan kehutanan yaitu sebesar Rp.2.681.610.236 tahun 2007, sedangkan dari pajak daerah kontribusi terbesaf disumbangkan dari pajak galian C sebesar Rp.l.457.469.730. Sedangkan kontribusi terbesar ketiga adalah dari jasa giro sebesar Rp.1.338.3 11.210 pada tahun 2007. Kontribusi keempat terbesar yaitu ijin tempat penjualan rninman keras (agen) yaitu sebesar Rp.102.000.000 pada tahun 2007, u11tu.k Iebih jelasnya, terlampir. 4.12. Belanja Daerah Tahun 2006
Kelompok Belanja dibedakan atas aparatur daerah dm pelayanan publik yang terdiri dari: a. Belanja Administrasi Umwn b, Belanja Operasional dan Pemeliharaan
c. Belanja Modal d. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan e, Belanja Tidak Tersangka Secara rinci nilsti rupiah kelompok belanja selama periode tahun 2006
adalah sebagai beaut: 1) Belanja Aparatur Daerah
a) Belanja Admixxistrasi Umum a j Belanja PegawaifPersonalia
b) Belanja Barang dan Jasa C) Belanja Perjalanan Dinas
d) Belanja Pemeliharaan
Jumlzth
b) Belanja Operasi dan Pemeliharaan
Realisasi belanja administrasi mum yang diperoleh selama periode tahun 2006 sebesar Rp.80.304.890.057,OO. Angka realisasi belanja adminisfxasi umum
tahun 2006 lebih kecil sebesar Rp.4.985.334.917,OO dibandingkan yang diproyeksikan pada tahun 2006 sebesar Rp.85.290.224.974,OO. Belanja administrasi mum yang terdiri dari: Berdasarkan data penetapan belanja tahun 2006, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula pada tahun anggaran 2006 marnpu nlerealisasikan belanja sebesar Rp 280.827.601.394,OO Angka realisasi menunjukan lebih kecil sebesar Rp 21.966.23 1.291.23,OO dibandingkan dengan yang diproyeksikan dalam anggarm tahun 2006 sebesar Rp 306.024.174.474,OO Realisasi belanja aparatur daerah yang diperoleh selama periode tahun
2006 sebesar Rp. 1I 1.1 17.309.2 16,OU. Angka redisasi belanja aparatur daerah tahun 2006 mengalami lebih kecil sebesar Rp.8.916.054.358,OQ dibandingkan
yang diproyeksikan pada tahm 2006 sebesar Rp.120.033.363.574,OO dengan rincian sebagai berikut: Realisasi pendapatan dari lain-lain pendapatan yang sah yang diperoleh selama periode tahun 2006 sebesar Rp.3.15 1.000.000,OO. Pemerintah Kabupaten
Kepulauan Sula lnampu rnerealisasikan keselumhan yang tefah diproyeksikan.
Lain - lain pendapatan yang sah terdiri dari : Realisasi belanja operasi dan pemeliharaan yang diperoleh selama periode
tahun 2006 sebesar Rp. 12,742.640.01 0,OO. Angka realisasi beXanja operasi dm Pemeljharaan tahun 2006 lebih kecil sebesar Rp.496.976.590,OO dibandingkan yang diproyeksikanpada tahun 2006 sebesar Rp. 13.239.616.600,00 belanja operasi d m pemeliharaan terdiri dari : a) Belanja Pegawai/Personalia
Rp 2.338.024.790.00
b) Belanja Barang dan Jasa
Rp 8.252.297.720.00
c) Belanja Per-alanan Dinas
Rp 2.152.3 17.500.00
Jumlah
Rp. 12.742.640.010.00
4.13. Struktur Organisasi Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD)
Pernbentukan sluktur organisasi Badan Pengelolaan Keuangan Daerah di susun berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Nornor 22
Tahun 2006 Tentang Pembentukan Organisasi Badan Pengelolaan Keuangan Dearah Kabupeten Kepulauan Sufa. Badan PengeloIaan Keuangan Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berda di bawah d m bertanggungjawab kepada Bupati melaIui Sekretari Daerah.
Sturkfur organsisasi Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula terdiri atas; (1) Kepala Badan; (2) Sekretaris Badan, membawahi dua sub bagian yaitu Sub Bagian Umum dan Keuangan, Sub Bagian Perencanaan dm Pelaporm; (3) Bidang Pendapatan, mebawahi dua Sub Bidang yaitu Sub
Bidang Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah d m Sub Bidan Pengelolaan Surnber Lain-lain; (4) Bidang Adminisrasi Keuangan, membawahi dua Sub bidang yaitu
Sub Bidang Anggaran dan Sub Bidang Perbendaharaan; (5) Bidang Pernbukuan . dan Verifikasi, membawahi dua bidang yaitu Sub Bidang Pembukuan dm Kekayaan Daerah, Sub Bidang Verifikasi; (6) UPTD;dan (7) Kelompok Jabatan Funsional. Badan Pengelotaan Keuangan Daerah mempunyai tugas pokok membantu Bupati d a l m penyetengaram Pemerintahan dalam bidang pengelolaan keuangan daeah. Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Kepulauan
Sula menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan peraturan perundang-undagan dibidang pengelolan keuangan dan pendapatan sesuai dengan nslma, standar dm prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah. b. Penunusan kebijakan teknis, pemberian bimbingan dan pembinam teknis
dibidang pendapatan d m keuangan daerah.
c. Pelaksanaan pelayanan m u m dibidang pendapatan d. Perumusan
dm
penyiapan
kebutuhan pelaksanaan pendataan
serta
pernungutan pajak daerah. e. Pelaksmaan penagihan pajak bumi dan pembangunan dana perimbangan lainnya f. Perencanaan, pelaksanaan, pengkajian pengawzrsan dm pengendalian evaluasi
serta pengembangan pendapatan daerah.
g. Penyususnan, penrmusan angaran, pengevaluasian dm pelaporan.
h. Pelaksanaan pembukuan secara sistematis serta pelaksmaan administrasi pembukuan angaran pendapatan dan belanja daerah. i. Pelaksanaan penelitian, pengujian kebenaran, kelengkapan dan keabsahan swat pertanggungjawaban atau tanda bukti pengelurnan uang. j.
Pengawasan kebijakan teknis dibidang administrasi keuangan dan pendapatan, pembiayaan dm kekayaan daerah.
k. Pengendalian dm pernantauan dalam bidang keuangan dm pendapatan daerah.
1. Penyusunan bahan angaran dalam rangka pembuatan anggaran pendapatan dm belanja daerah.
rn. Penyelenggaraan urusan ketatausahan badan.
V. HASIL DAN PEM13AHASm 5.1. Efektivitas PAD
Efektivitas Pendapatan Asli Daerah dari sektor pajak di Kabupaten Sula
selama periode kajian tahun 2004-2007 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2004 efektivitas PAD sebesar 28,20 persen, kemudian pada tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 26,47 persen. Kemudian tahun berikutnya hingga tahun 2007, efektivitas PAD Kabupaten Kepulauan Sula mengalami peningkatan hingga mencapai 86.16 persen. Begitu juga halnya dengan efektivitas PAD dari sektor retribusi, pada tahun 2004, efelctivitas PAD Kabupaten Kepulauan Sula mencapai 51,30 persen,
kemudian mengalami p e n m a n pada t a b 2005 hingga rnencapai 47,OO persen. Kemudian tahun 2007 mengalami peningkatan kembali hingga mencapai 123,00 persen. Sektor pajak d m retribusi merupakan potensi penenmaan PAD Kabupaten Kepulauan Sula yang paling potensial. Sedangkan pajak daerah pada tahun 2004 hanya mencapai 28,20 persen dm menurun pada tahun 2005 sebesar 26,47 persen
kemudian pada tahun 2007 mengalami peningkatan mencapai 86,16 persen. PAD
tahm 2006 dm 2007 mengdami peningkah disebabkan karena pernerintahan definitive telah ditetapkan, sehingga kebijakan diarahkan kepada upaya peningkatan PAD meIaui instansi terkait. Target dm Realisasi Penerimaan Pajak
dm Retribusi Kabupaten Kepulauan Sula,tahun 2004-2007 yang lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 11 berikut: Tabel 11. Target dan Realisasi Penerimaan Pajak dan Retribusi Kabupaten Kepulauan Sula,Tahun 2004-2007 Jenis Penerimaan 1 Target (Rp.) ] Realisasi mp.) I Efektivitas (%) Penerimaan Pajak 560.000.000 2004 157.943.200 28,20 2005 615.000.000 162.851-254 26,47 2006 750.000.000 167.440.047 22,33 2007 1.870.000.000 1 1.611.270.865 86,16 Penerimmn Retribusi 2004 345.000.000 176.986.688 I 51,30 625.000.000 293.783.250 2005 47,OO 597.969.193 2006 875.000.000 68,OQ 3.282.737.536 123,O 2007 2.667.600.000 Sumber: Kepulauan Sula Dalam Angka 2004-2007 (diofah) ,
Dari tabel 10 di atas rnenunjukkan kinerja Pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Sula dalam ha1 merealisasikan PAD. Tinggi rendahnya rasio efektivitas yang ditunjukkan dari tabel tersebut ditentukan dari upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Semakin tinggi nilai efektivitas pendapatan asli daerah rnenunjukkan bahwa upaya p m ~ pendapatan t asli daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah juga semakin tinggi, d m sebaliknya. Dari tabel di atas juga menjelaskan bahwa antara target dm realisasi penerirnaan pajak dan retribusi di Kabupaten Kepulauan Sula setelah mengalami fluktuasi, kemudian terns mengalami peningkatan. A h tetapi dari segi efektivitas, antaa target d m reaiisasi mengalami fluktuasi. Tingginya efektivitas PAD ini disebabkan karena target PAD yang ditetapkan masih rendah. Target PAD tahm ini ditetapkan berdasarkan realisasi PAD pada tahun sebelumnya d m potensi PAD pada masing-masing sektor. Begitu juga target PAD tahun-tahun selanjutnya, dasar penentuannya adalah realiasasi dari PAD pada tahun sebeIumnya. Pada dasamya, PAD masih bisa ditingkatkan dengan cara meningkatkan kinerja aparat pernerintah di masing-masing dinas ymg mengelola pendapatan daerah. Selain itu, rnasalah yang urnum terjadi dalarn pernungutan pajak maupun retribusi addall lemahnya data potensi pajak atau retribusi yang dimiliki oleh suatu daerah. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya over estimated, sehiigga potensi pajalc maupun retribusi tersebut tidak tergarap
dengan optimal. Tabel 12. Target dan Reafisasi Penerimaan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula tahun 2007 Efekti No Jenis Pendapatan Realisasi (Rp) Target (RP) fitas Penda~atanAsIi Daerah 1 Pajak Daerah 1.631.315.000 86,16 1.870.000.000 2 Retribusi Daerah 3.282.737.536 123,O 2.667.600.000 3 Lain-lain PAD yang Sah 1S73.169.760 148,08 1.062.400.000 Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula 2007 Khususnya pada tahun 2007, efektivitas PAD Kabupaten Kepulauan Sula untuk masing-masing jenis Pendapatan sangat bewariasi. Dari semua jenis
pendapatan, yang paling tinggi adaIah dari dana perimbangan, Wlususnya dari
dana alokasi khusus (DAIS) yaitu sebesar 155,16 persen. Akan tetapi upaya-upaya Pernerintah daerah unfuk mengoptimalkan pendapatan asli daerah terus dilaksanakan. Hal ini terlihat dari target d m redisasi pendapatan daerah dari sector PAD. Target ymg ditetapkan dari PAD terlihat tidak terlalu tinggi, namun target tersebut dapat terealiasi melebihi dari target yang teiah ditetapkan, kecuali pendapatan dari pajak daerah yang tidak mencapai 100 persen, yaitu hanya mencapai 87,24 persen. Sedangkan pendapatan dari retribusi d m Lain-lain PAD
yang sah mampu melampaui target yang telah ditetapkan. S w b e r PAD Kabupaten Kepulauan Sula tahun 2007 yang terbesar berasal dari retribusi daerah yaitu sebesar Rp.3.282.737.536,- per tahun, atau sama dengan 49,71 persen dari total PAD Kabupaten Kepulauan Sula. Peranan retribusi daerah bagi PAD Kabupaten Kepulauan Sula sangat besar, kemudian &susuI dengan pendapatan dari sektor pajak daerah yaitu sebesar Rp. 1.63f -315.000,OO atau sama dengan 24,70 persen dari total PAD Kabupaten Kepulauan Sula. 5.2. Eflsiensi PAD
Pendapatan Asli Daerah (PAD) rnerupakan struktur pendapatan yang
paling riil rnenggambarkan kernampuan keuangan daerah dalam membiayai pembangwannya secara mandiri. PAD juga menggambarkan upaya suatu daerah
d a l m menggali sumber pendapatan yang berasal dari potensi yang dimilikinya untuk rnembiayai pembangman atau belanjanya dalam satu periode anggasan. Untuk tingkat efisiensi PAD di Kabupaten Kepulauan Sula, berdasarkan Tabel 13 terlihat perbandingan tren tingkat efisiensi dari tahun ke tahun. Biaya pungut yang digunakan adalah bervariasi, mulai da-i 4,35 sarnpai 7,62 persen dari
total PAD untuk setiap taalzuimya. Secara umum tingkat efisiensi PAD semakin rnembaik, ha1 ini dilihat dari tingkat realisasi PAD yang terns meningkat dari tahun ke tahun. Meskipun biaya pungut secara nominal juga terus mengalami peningkatan. Untuk Iebih jelasnya, dapat di lihat pada Tabel 13 berikut:
Tabel 13. Realisasi Pendapatsln Asli Daerah dan Biaya Pungut di Kabupaten Kepulauan Sula Tahun 2003-2007 Tahun Biaya Pungut (Rp) Realisasi PAD (Rp) 1 Efisiensi (%) 1.967.435.875.00 1 7.62 2003 150.000.000
I
$umber: ICabupken Kepulauan Sula ~ a l i r hn g k a
2003-2007 diolah
Dari tabel di atas rnenunjukkan bal~wasemakin besar biaya pungut
terhadap PAD, maka realisasi PAD yang diperoleh semakin tinggi. Seperti terlihat pada Tabel 13 di atas, pada tafiun 2005 terjadi penuman biaya pungut menjadi 115.000.000 pel-tahun
sehingga
rnenyebabkan realisasi
PAD
menjadi
1.500.000.000,- per tahun. Tetapi pada tahun berikutnya, jumlah biaya secara nominal terns mengalami peningkatan yang berpengaruh signifikan terhadap realisasi PAD Kabupaten Kepulauan Sula. Secara peresentase, jumlah biaya pungut mengalami fluktuasi setiap tahunnya. 5.3.Eiastisit.a~PAD
Produk Domestik Regional Bruto ( P D B ) rnerupakan salah satu pencerminan kemajuan ekonomi suatu daerah, yang didefinisikan sebagai keselunihan nilai tarnbah barang dan jasa yang dihasilkan dalam wak-tu satu tahun di wilayah tersebut. P D W atas harga berlaku menggambarkan nilai iambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan tahun pada faht!~ herjal~?,
sedangkan PDRB atas dasar harga konstan rnenunjukkan nilai iamball barang dan jasa yang dihitl~rgm~nggurrakm-herga pada tafiun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untk melihat pergeseran dan struktw 4 ~zg~f~h~~i ekonorni, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan ~ ? 2 m
perturnbul~anekonomi dari tahun ke tahun.
P D M Kabupaten Kepulauan Sula atas dasar harga berlaku pada tahun 2007 sebesar Rp.381.178.000,- dengan kontribusi terbesar diberikan oleh sektor pertanian yaitu sebesar 39,77 persen dan disusuf 01eh sektnr perdagacgan, hntel dan restoran. Sedangkan PDRB Kabupaten Kepulauan Sula atas dasar harga
konstan 2001 p ~ d a+ h n 2007 sebesar Rp.282.366.000,- atau meningkat sebesar
5,62 persen bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Secara garis besar,
dalam dua tahun terakhir, strukim perekonomian Mupaten Kepulauan Sula tidak banyak mengalmi perubahan. Sektor pertanian masih menjadi Leading sektor bagi perekonomian Kabupaten Kepulauan Sula, disusul sektor perdagangan, hotel, restoran serta sektor industri. Diketahui total PDRB Gbupaten Kepulauan S d a tahun 2007 sebesar Rp.381.178.790,OO per tahun. Sedangkan pajak pendapatan daerah melalui pajak daerah sebesar R.p.1.611.270.865,OO per tahun. Tingkat elastisitas P D M terhadap masing-masing sektor pendapatan daerah Kabupaten Kepulauan Sula cukup bervariasi. Tingkat elastisitas paling tinggi ferjadi pada sektor retribusi daerah yaitu sebesar 8,61 persen pertahun. Artinya, setiap terjadi perubahan perekonomian sebesar 1 persen a k a dapat meningkatkan retribusi daerah sebesar 8,61 i-upiah p e d u n . Sedangkan sektor pendapatan yang paling kecil pengaruhnya terhadap PDRB yaitu sektor bagian laba usaha daerah yaitu hanya 0,30 persen pertahun. Artinya, setiap terjadi perubahan perekonomian sebesar I
persen akan berpengaruh terhadap peningkatan bagian laba usaha daerah sebesar 0,30 rupiah pertahun. Tingkat elastisitas masing-masing sektor pendapatan daerah Kabupafea Kepulauan Sula dapat dilihat pada Tabel 14 berikut: Table 14. Elastisitas Ketergantungan Sektor Pendapatan Kabupaten Kepulauan Sula Terhadap PDRB Tahun 2007 Sektor No. Elastisitas 1 Pajak Daerah 4.23 2 Retribusi Daerah 8.61 Bagian Laba Usaha Daerah 3 0.30 4 Lain-lain Pendapatan yang Sah 4.13 Sumber: Data Sekwder (diolah) Sedangkan tren tingkat elastisitas PDRB terhadap PAD tiap t a b di daerah Kabupaten Kepulauan Sula cukup bervariasi. Pada ta!~un 2004 tingkat rasio ketergantungan sebesar 1,94 persen pertahun. Artinya, setiap terjadi perubahan perekonomian sebesar I persen akan berpengaruh terhadap peningkatan PAD sebesar 1,94 rupiah pertahun. Akan tetapi pada tahun 2005, rasio ketergantungan mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu sebesar 503.922,7 persen, artinya setiap terjadi perubahan perekonomian sebesar 1 persen
akan berpengarufi terhadap peningkatan PAD sebesar 5,16 rupiah pertahun. Tren tingkat elastisitas PAD terhadap PDRB Kabupaten Kepdauan Sula pertahun dapat dilihat pada tabel berikut: Table 15. Elastisitas Ketergarrtungan Pendapatan Daerah Kabupaten Kepulauan Sula Terllada~PDRB tahun 2004-2007 Jumlah PAD (Rp,) PDRB (Rp.) Tahun Elastisitas (%) 1.967.435.975 2003 306.233.000
-
I
I
I
I
2007 6,582.630.21 5 381.178.790 5,16 Sumber: Kabupaten Kepulauan Sula Dalam Angka 2003-2007 diolah
I
Dengan demikian, PDR3 memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
tingkat PAD. Jika ingin meningkatkan jumlah PAD di Kabupaten Kepulauan Sula, maka pemerintah daerah hams melakukan peningkatan jumlah PDRB.
Seperti diketahui bahwa sektor pertanian masih menjadi leading sector bagi perekonornian Kabupaten Kepulauan Sula. Kernudian disusul dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran serta industri pengolahan. Dengan demikian, ketiga sektor ini hams terns didorong untuk peningkatan PAD Kabupaten Kepulauan Sula ke depan. Pendapatan perkapita sebagai salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat suatu wilayah merupakan total pendapatan regional atau Produk Domestik Regional Neto (PDIW) atas dasar biaya W o r dibagi dengan jumIah penduduk pertengahan tahun. PDRE3 Kabupaten Kepdauan sula atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2007 sebesar Rp.282.366.000,- atau rneningkat sebesar 5,16 persen bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
5.4.Rasio Kemandirian (otonomi fiskaI) Struktur penerimaan pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula terdiri dari:
Pertama, pendapatan asli daerah (PAD) yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengeiolaan kekayaan daerah ymg dipisdkan, dm lain-lain PAD yang sah. Kedua, dana perirnbangan yang terdiri dari bagi hasil pajak, dana alokasi urnum, dan dana alokasi khusus @AK), d m Ketiga yaitu dari lain-lain
pendapatan daerah yang sah yang terdiri dari bagi hasil pajak d m bmtuan provinsi, dana penyesuaian, dan penerimaan lain-lain. Dari ketiga jenis penerimaan, yang seldu paling dominan adalah penerimaan dari Dana Perimbangan. Pada tahun 2004, j d a h dma perimbangan
dari pemerintah pusat sebesar Rp.71.913.642.000,-
pertahun. Pada t a b
berikutnya mengalami peningkatan menjadi Rp.lO0.798.726.480,-, dan seterusnya mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu pada tahun 2007 berjumIah Rp.287.069.957.574 per tahun. Idealnya adalah semakin tinggi PAD suatu daerah, maka ketergantungan terhadap dana perimbangan dari pemeiintah pusat sexxlakin
rendah. Hal ini takait dengan,kemampuan suatu daerah dalam mengoptimalkan potensi pendapatan didaerahnyaa
o Junlah PAD Dana Brimbangan . ..
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 5. Perbandingan PAD Kabupaten Kepulauan Sula dengan Dana Perirnbsngan Rasio antara PAD dengan Dana Perimbangan sangat kecil. Semakin rendah angka rasio kemandirian semakin besar ketergantungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sula terhadap dana dari bantuan atau pinjaman.
Tingkaf ketergantungan pemerintah daerah terhadap pen~erintah pusat terns menems meningkat. Meskipun secara nominal kontribusi PAD dalam pernbangunan terus meningkat. Akan tetapi karena anggaran pembangunan setiap
tahun terus rnengalami peningkatan, menyebabkan dana perimbangan juga terus mengalami peningkatan. Hal ini berarti, pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Sula rnasih belurn mampu membiayai dirinya, atau ketergantungan anggaran dari
pemerintah pusat masih sangat tinggi. Tren pertumbuhan rasio kemandirian Kabupaten Kepulauan Sula dapat dilihat pada Tabel 16 berikut: Tabel 16. Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah terhadap Dana Perimbangan Rasio Dana Perimbangan Kemandirian I Tahun Jumlah PAD
(Yo) 2004 2005 2006 2007
2.53fi.700.000 1.500.000.000 3.342.420.900 6.582.630.215
71,913,642,000.00 100,798,726,480.00 287,069,957,574.00 359,256,426,614.00
3.53 1.49 1.16 1.83
Sumber: Data Sekunder diolah Dari tabel di atas menunjukkan bahwa Kabupaten Kepulauan Sula masih
mengandalkan dana perimbangan
dari pemerintah pusat untuk biaya
pembangunan daerahnya, baik dari dana alokasi umum (DAU) rnaupun dana alokasi khusus (DAK). Kontribusi pendapatan asli daerah Kabupaten Kepulauan Sula dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) relatif sangat kecil.
peningkatm jumlah APBD sangat dipengaruhi oleh peningkatan jumlah dma perirnbangan dari pemerintah pusat. Hal ini berarti bahwa pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula tidak bisa mengandalkan PAD saja untuk membiayai pembangunan didaerahnya.
Tabel 17. Pertumbuhan Pendapaiaii AsIi Daerafi Kabupaten Kepulac2_n_Sz!z Tahm 2007 (%) Surnber Pendapatan I Rasio Fertumbuhan (%) No 1. PAD: a. Pqjak Daerah 87.24 123.06 b. Retribusi D a e d 148.08 c. Lain-lain P A D yang sah 2. Dana Perimbangan 50.24 a. Bagi hasil pajak 122.25 b. Bagi hasil bukm pajak 100.00 c. DAU 155.16 d. DAK 3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 107.06 - a. Bagi hasil pqjak & bant. Prop. 60.00 b. Dana Penyesuaian c. Penerirnaan Lain-lain 100.00
Dana alokasi khusus (DAK) mempakan dana perimbangan dari pemerintah pusat yang diberikan kepada daerah dalam rmgka membantu mebiayai urusan daerah yang bersifat khusus d m menjadi proritas nasional. Belanja yang bersifat khusus ini seperti pembangunm infrastmktm yang tidak bisa dicover oleh Pernerintah daerah, dana rebiosasi, atau untuk keperluan yang bersifat damrat (kontinjensi). Artinya bahwa DAK ini tidak boleh digunakan untuk membiayai gaji pegawai atau membiayai pembangunan lain yang telah ditentukan. Hal ini berbeda dengan dana alokasi umum @AU), dimana DAU ini tidak diatur penggunaannya (block grent) sehingga dapat digunakan oleh Pemda untuk berbagai kegiatan sesuai kebutuhan daerah rangka peningkatan kesejal~teraanmasyarakat, temasuk untuk pembayaran gaji pegawai. Dengan demjkian, rnelihat dari struktur pendapatan daerah Kabupaten Kepulauan Sula yang lebih didorninasi oleh dana perirnbangan, maka dapat dikatakm bahwa pengeluaran terbesar d a i Pernerintah Kabupaten Kepulaum Suln adalah pengeluaran untuk mernbiayai belanja aparatur dm gaji pegawai. Sedangkan
anggaran unttlk pembangunan porsinya rnasih sangat kecil. 5.5.Mitnajemen Penggalian Potensi PAD
Sistem penggalian potensi PAD umumnya mencakrlp empat tahap, yaitu: 1) tahap perencanaan; 2) tahap pelaksanaan; 3) tahap pengawasan dm 4) tahap
evaluasi kinerja. Empat tahap ini juga diterapkan da1am pengelolaan penggalian potensi PAD di Kabupaten Kepulauan Sula. 5.5.1. Tahap Berencanaan (Potensi dan Penetapan Target PAD)
Tahap perencanaan dimu1ai dengan melakukan pendataan potensi PAD d m penetapan target PAD. Tabel 15 menyajikan kriteria yang digunakan di dalam rnefakukan pendataan potensi PAD oleh sejurnlah responden. Menurut jawaban responden yang dijaring meldui kuesioner, sebanyak 16,12 persen responden rnemilih mengindentifikasi subyek dan obyek pajak sebagai kriterita utama dalam menentukan besarnya potensi PAD. Kemudian sebanyak 16,12 persen responden mengharapkan adanya dasar htrkum pajak yang hrnt dalam menentukan besarnya potensi PAD. Dari 13 kriteria yang ditawarkan kepada responden, semuia responden tidak mernasukkan PDRB dalam menentukan
kriteria besarnya potensi PAD. Kriteria dalam melakukan pendataan potensi PAD menurut responden dapat dilihat pada Gambar 3 berikut:
m K
la 0
L
r
p
2
0
E a
c+j g a s .. 2-0
c
m-ij
$2a
Ieg q$
-m
2€ s2
z p aP) .
Kriteria PAD
Gambar 6. Kriteria Dalam Melakukan Peadataan Potensi PAD di Kabupaten Kepulauarz Sula
Dari gambar 6 di atas menjelaskan bahwa kriteria utama yang d i p a k a n dalarn melakukan pendataan potensi PAD adalah: subyek dm obyek pajak (loo%), dasar hukum yang kuat (loo%), serta kesadaran masyarakat (80%).
Sedangkan kriteria pendapatan perkapita, PDRB, kemampuan petugas, sistern pengumpulm dan prakiraan berdasarkan hasil jawaban responden tidak banyak digunakan untuk melakukan pendataan potensi PAD di Kabupaten Kepulauan
Sula. Selain itu, dalam melakukan pendataan potensi PAD, tidak tedepas dari adanya kendala-kendala yang dihadapi. Berikut ini adalah kendala dalam melakukan pendataan potensi PAD disajikan dalam gambar 4 berikut: r
g
1
120
-
a
m
C
U)
C:
C
m +.
5 E J 2! 5
x
Y
n
-
-0
Y
Kendala Dalam Menenbrkan Podensi PAD
Gambar 7. KendaIa Dalam Mencntukan Potensi PAD di Kabupaten Kepulauan Sula
Dari 7 kendala yang diidentifikasi menjadi kendala ddam pendataan potensi PAD di Kabupaten Kepulauan Sula, 100 persen responden memilih kesadaran masyarakat menjadi kendala utama ddam menentukan potensi PAD. Kemudian sebanyak 60 persen responden memilih data yang kurang akurat d m sarana yang kurang menjadi kendala kedua ddam menentukan potensi PAD.
=g
90 80 -
70. 60 -
-
3 50 -. IY a 401 8 30 5 20-
+a
g
10
,-
0 , Sangat realistik
Realistik
Tdak realistik
Sangat tidak realistik
Persepsi Responden
Gambar 8. Persepsi Responden Terhadap Pendataan Potensi PAD
Dari gmbar 8 di atas terlihat sebanyak 80 persen responden rnengaku babwa hasil pendataan potensi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kepulauan Sula realistis, sisanya 20 persen responden menjawab sangat realistis. Penilaian responden ini didasarkan pada hasil pengarnatan para responden. Selain itu, responden menilai realistis karena sumberdaya yang merniliki potensi PAD yang masih sangat terbatas, mengingat Kabupaten Kepulauan Sula merupakan daerah barn dari hasil pemekaran Kabupaten MaIuku Utara. Dengan demikian, surnber-
s d e r PAD belum terdata secara optimal sehingga hasil PAD yang diperoleh juga relsttif kecil.
Tabel 18. Intensitas Keterlibatan Beberapa Pihak dalam Pendataan Potensi PAD
Keterlibatan bagian ekonomi dalam pendataan potensi PAD di Kabupaten Kepulaum Sula paling tinggi dibandingkan dengan instansi lain seperti
DPRD, Bupati, Bappeda, BPKD maupun dinas-dinas terkait dengan PAD laimya. Sebanyak 20 persen reseponden rnenjawab keteriibatan Bupati dalam pendataan potensi PAD adalah tinggi. Hal ini masih terkait dengan pendataan yang secara teknis lebih dibebankan kepada BPKD, bagian ekonomi dan dinas-dinas terkait. Sedangkan Bupati lebih pada pekerjam yang febih umum seperti memberikan pengarahan dan motivasi kepada para apaxatnya. 5.5.2. Penentuan Besarnya Target Pajak
Dalam menentukan besarnya target pajak yang ingin dicapai, terlebih darhulu h m s dilakukan penilaian terhadap kriteria-kriteria dalam menetapkan
PAD. Dalam kajian ini terdapat 13 kriterita dalam menetapkan PAD di Kabupaten KepuXauan Sula. Kriteria tersebut kemudian ditawarkan kepada responden untuk menentukan kriteria yang paling utama menurut responden. Dari h a i l pengumpulan persepsi responden, berikut ditampilkan kriteria dalam menetapkan target menurut responden.
Tabel 19. Kriteria Dalam Menetapkan Target PAD
Surnber: Data Primer diolah (2008) Dari Tabel 20 di atas menunjukkan bahwa kriteria daIm menetapkan
target PAD Kabupaten Kepulauan Sula. Posisi kriteria yang tertinggi adalah subyek dan obyek pajak (1 8,75%) dm dasar hukum pajaldretribusi (18,75%). Sedangkan kriteria yang rnenentukan dalarn rnenetapkan target PAD berikutnya adalah kernampurn petugas dalam melakukan penetapan target PAD (12,5%).
Tingkat kesadaran masyardcat dalam membayar pajak juga berpengamh cukup
signifikan dalam penentuan kriteria penetapan target PAD di Kabupaten Kepulauan Sula yaitu sebesar (10%). 5.5.3. Kendala Penetapan Target PAD
Dari hasil kuesioner yang disebarkan ke responden, diperoleh ellam
variabel yang rnenjadi kendala dalam penetapan target pendapatan asli daerah
(PAD):
I. Ketidakjelasan objek pungutan. Sebagai daerafi baru dari hasil pemekaran sejak empat tahun lalu, Kabupaten Kepulauan Sula masih belum rnemiliki objek pungutan yang jelas dan akurat. Sampai saat ini Pemerintah daerah
masih rnelakukan pendataan-pendataan potensi PAD.
2. Sumber-surnber PAD yang masih belum jelas. Aparat Pemerintah masih
mendata dan mengidentifikasi sumber-sumber PAD yang potensial. Hal ini juga karena daerah baru yang masih belum stabil. Seiain itu, kemarnpuan analisa dari aparat masih rendah. Ditambah lagi dengan sarana dan prasarana yang sangat minim.
3. Peratwan daerah (Perda) rnaupun kebijakan Pemerintah daerah yang ada belum secara secara sepenuhnya mengatur secara jelas tentang PAD. 4. Data-data yang berkaitan dengan pemungutan PAD belum tersedia. Hal ini
disebabkan karena besarnya biaya yang diperlukan untuk mengumpulkan data-data potensi tersebut. 5. Kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak maupun tunggakan pajak
masih rendah. Pemerintah juga belum optimal dalam melawan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya retribusi d m pajak yang dibayar oleh rnasyarakat unhrk membiayai ppembangunan. 5.5.4.
Tahap Pelaksanaan Target PAD
Tahap berikutnya dalam mmajemen penggalian potensi PAD adalah tahap pelaksanaan target PAD. Intensitas keterlibatan instansi dalam usaha pencapaian target P A D yang dinilai responden sangat tinggi adalah DPRD (6O%), Bupati (60%), dm BPKI) (60%). Sedangkan intensitas keterlibatan instansi paling rendah ddam menetapkan target PAD adalah bagian ekonomi (0%), dan Bagian Ekonomi (Ow.
Tabel 20. Keterlibatan fnstansi Ddam Pencapaim PAD Kabupaten Kepulauan Sula
Surnber: Data Primer diolah Tercapai atau t i d h y a target yang telah ditetapkan &an
banyak
dipengaruhi oleh kinerja aparat di masing-masing dinas pernungut terkait. Keterlibatan DPRD, Bupati, dm B P D dalam menetapkan target merupakan suatu kerjasama yang smgat harmonis antara legislative dengan eksekutif dalam mencapai perolehan PAD yang tinggi di Kabupaten Kepulauan Sula. Sebagaimana diketahui bahwa tinggi atau rendahnya gaji dasi Bupati clan DPRD sangat ditentukan oleh PAD suatu daerah. Jika PAD Kabupaten Kepulauan Sula tinggi, maka maka upah pmgut ymg &an ctiterima Bupati dm seluruh anggota
DPIU) juga tinggi, begitu juga sebaliknya. Hal ini &an dapat memberikan motivasi yang kuat bagi eksekutif dm legislative dalam mendorong pencapaian target PAD yang setinggi-tingginya. Sedangkan kendala-kendala yang dapat mempengaruhi peningkatan pendapatan asli daerah yang bersumber dari aspirasi responden antara lain: 1) belwn jelasnya objek pungutan.2) sumberdaya aparatur pengefola PAD masih lemah. 3) Perda d m kebijakan daerah yang ada belum secara optimal mengatur pengelolaan PAD Kabupaten Kepulauan Sula. 4) potensi sumber-sumber PAD b e l m secara keseluruhan terdata. 5) kesadaran rnasyarakat (wajib pajak) &an pentingnya pajak d m retribusi penyelengaraan pembangunan Kabupstten Kepulauan Sula masih rendah. Dan 6) biaya pendataan potensi PAD masih terbatas.
5.5.5. Tahap Pengawasan
Tahap berikutnya adalah tahap pengawasan pencapaian target PAD. Pada dasarnya pengawasan yang dilakukan dalam pencapaian target PAD terdiri dari dua pengawasan, yaitu pengawasan internal d m pengawasan eksternal. Pengawasan internal dilakukan atasan langsung kepada bawahannya agar pelaksanaan tugas dapat berjaian dengan semestinya. Pengawasan eksternal dilakukan oleh Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) untuk mempelajari ada tidaknya penyirnpangan yang terjadi di suatu dinas atau instansi. Menurut fungsinya, Bawasda berperan dalam mengawasi agar tidak ada peiiyimpangan di dalam pelaksanaan pemungutan PAD di suatu dinas atau instansi penghasil. Pengawasan yang dilakukan oleh Bawasda merupakan pengawasan reguler yang dilasksanakan secara berkala (misalnya satu tahun sekali). Laporan Bawasda ini ditujukan kepada kepda daerah untuk ditindaklanjuti jika terjadi penyimpangan. Adapun fungsi DPRD adalah unhk rnengawasi kinexja aparat pernerintah daerah. Tabel 21. Intensitas Keterlibatan Instansi Daiam Usaha Pengawasan PAD
I
I
11 Kantor Pasar Surnber: Data Primer Diolah
1
40
[
60
1
Tabel 20 di atas menunjukkan tingkat intensitas keterlibatan instansi dalam usaha pengawasan pemungutan PAD. Badan Pengelola Keuangan Daerah
(BPXU)) rnerupakan instansi rnernililci keterfibatan paling tinggi (60%) d a l m ha1 pengawasan. Kemudian disusul oleh DPNI (40%), Bupati (40%), d m Bappeda
(40%). Sesuai dengan peranannya sebagai pengelola keuangan daerah, BPKD tidak ingin terjadi kebocorm keuangan daerah yang diperoleh dari masyarakat. Sebab uang yang dipungut untuk: PAD addah uang rakyat yang &an dipergunakan untuk pembiayaan pembangunan di Kabupaten Kepulauan Sula.
70 -
60
50 40
---
30
!--
--
-
20 --I0
0
-
--
--
-----
T
Sangat Efektif
Efektif
Tidak Efektif
7
Sangat Tidak Efektif
Gambar 9. Persepsi Responden Terhadap Efektivitas Pengawasan Dalam
Gambar 9 di atas menunjukkan persepsi responden terhadap efektivitas pengawasan terhadap pencapaian target PAD di Kabupaten Kepulauan Sufa. Dari gambar tersebut menjelaskan bahwa responden menilai bahwa dengan adanya
pengawasan dalam pemungutan PAD, &an
menjadi sangat efektif (60%),
sedangkan sebanyak (40%) sisanya menjawab bahwa dengan adanya pengawasan, pemungutan P A D rnenjadi efektif. Efektif dm sangat efektif menunjukkan tingkat
keyakinan responden terhadap adanya kegiatan pengawasm. Semikin banyak yang rnenjawab sangat efektif berarti pengawasan dalam pernungutan PAD
menjadi sangat diperlukan. Begitu juga selanjutnya dengan efektif, tidak efektif, maupun sangat tidak efektif. Dari gambar di atas menunjukkan bahwa tidak ada responden yang n~enjawabpengawasan dalam pemungutan PAD tidak efektif, apalagi sangat tidak efektif. Artinya b h a supaya tidak terjadi penyelewengan
dan target yang telah ditetapkan bisa tercapai, maka pengawasan mutlak diperlukan.
5.5.2. Tahrtp Evaluasi Kinerja
Tahap terakkrir dalam rnanajemen penggalian potensi P A D addah evaluasi kineja PAD. Criteria yang digunakan ddam mengukur kinerja PAD addah efektivitas. Efektivitas digunakan untuk rnengukur sejauh mana target yang telah ditetapkan telah tercapai. Efektivitas dapat dijadikan indikator usaha pungut yang dilakukan berbagai pihak yang terkait. Mteria lain yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja adalah efisiensi, yaitu perbandingan antara hasil pungut dengan biaya pungut. 90 80
70 60 SO 40 30 20 10
0 EfeMiRas
Survey dan Penelitian
Koordinasi
Biaya (Efisiensi)
Gambar 10. Kriteria yang Digunakan Dalam Mengevaluasi Kinerja PAD
Dari garnbar 10 di atas rnenjelaskan bahwa kriteria yang paling tepat digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja PAD adalzth biaya yang digunakan unEuk melakukan pernungutan (80%). Dengan menggunakan biaya sebagai salah satu kriteria mengevaluasi kinerja PAD, maka &an lebih mudah diketahui efisiensi dari pernungutan PAD tersebut. Semak3n kecil biaya yang dikeluarkan, maka semakin efisien kinerja PAD tersebut. Sedangkan efektivitas d m survey dan penelitian masing-masing (60%) dipilih responden sebagai kriteria kedua dalam mengevaluasi kinerja PAD di Kabupaten Kepulauan Sula. Sedangkan koordinasi dimggap tidak terlalu penting sebagai kriteria mengevaIuasi kinerja PAD.
Sumber: Data primer diolah
Dari Tabel di atas menjelaskan bahwa kendala yang dijumpai dalam
pengevaiuasian kinerja PAD Kabupaten Kepulauan Sula. Kendala utama yang ditemui adalah instansi atau dinas terkait yang kurang efektif dalarn pengevaluasian. Hal ini karena dinas merupakan pefaksana utama daiarn pernungutan PAD, maka yang hams lebih &if dalam melakukan pengawasan adalah instansi terkait seperti Bawasdakab atau BPKD. Sedangkan kendala lain dalam pengevaluaian adalah data yang diterima belum maksimal (9,09%), kurangnya data subyek dm obyek pungut (9,09%), tarif pajak tidak sepenuhnya diberlakukan (,09%), SDM yang masih rendah (9,09%), d m dasar hukum pajak yang belurn memadai (9,09%). Tabel 23. Keterlibatan Instansi Dalam Pengevaluasian Kinaerja PAD Kabupaten Kepulauan Sula Frek. Jwb. Instans: % Jwb. Resp. No Resp. 4 16 1 DPXU) 20 2 5 Bupati 12 3 3 Bappeda 4 4 16 BPKD 8 2 5 Ktmtor Pasar 4 16 6 Bawaskab 7 UPTD 3 I 12 I
Sunlbei.: Data Primer diolah
Tabel 23 di atas menggambarkan keterlibatan instansi dalam mengevaluasi lcinerja PAD Kabupaten Kepulauan Sula. Sama halnya seperti instansi yang terlibat daIam proses Pendataan, Pelaksanaan, dan Pengawasan lcinerja PAD,
dalam mengevaluasi h e j a PAD juga instansi ini selalu terlibat. Akan tetapi persentase keterlibatannya saja yang berbeda. Dalam tahap pengevaluasian, keterlibatan yang paling tinggi menurut responden adalah Bupati (20%)). Kemudian DPRD (1 6%), BPKD (16%), dm Bawaskab (16%). Sedangkan Camat dianggap tidak ada keterlibatan sama sekali (0%) dalarn pengevaluasia kinerja
PAD Kabupaten Kepulauan Sula. 5.6, Strategi Psningkatan PAD Kabupaten Kepulauan Sula Kabupaten Kepulauan Sula mengalmi keterbatasan infkastruktur, baik infiastruktur
sosial,
ekonomi
maupun
pemerintahan.
Hal
ini
cukup
memprihatinkan karena Kabupaten Kepulauan Sula diapit oleh pusat-pusat kegiatan sosial ekonomj, seperti Ternate di Provinsi Maluku Utara, Ambon di Provinsi Mafuku, Kendari di Provinsi Sulawesi Tenggara, Palu di Provinsi Sulawesi Tengah, d m Manado di Provinsi Sulawesi Utara. Kedudukan yang strategis ini belum ditunjang dengan ketersediaan infrastruktur wilayah yang rnemadai. Dibidang transportasi h a t , prasarana jalan dan jembatan sampai dengan t a b 2007 belum terhubungkan antar daerah Kecamatan dm Kabupaten Sula. Meskipun demikian, ha1 ini belum sepenuhnya mendorung kelancaran mobilisasi manusia, barang dan jasa dari pusat-pusat produksi ke pusat konsumen (pasar), karena dari segi kuantitas dan kualitasnya kurang memadai. Untuk mengetahui bobot masing-masing factor dan alternative kebijakan ddam peningkatan PAD Kabupaten Kepulauan Sufa dapat dilihat pada gambar berikut:
mI Tujuan
Pernilihan Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Kepulauan Sula
Gambar 1 I. Hirarki dan Bobot Poritas Peningkatm Pendapatan Asfi Daerah di Kabupaten Kepulauan Sula 5.6.1. Alternatif Responden Dalam Peningkatan PAD
Paradigma pembangunan telah mengalami perubahan dari yang cenderung bersifat top-down ke arah kecenderungan yang bersifat bottom-up. Paradigma terakhir ini menekankan perlunya keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam proses pembangunan baik pada level perencanaaan, pelaksanaan, pengawasan d m pengevaluasian. Daiam menyusun strategi pengembangan wilayah, stakeholders merniliki persepsi berdasarkan pengetahuan dm pengalaman yang dilalui dalam ruang dan waktunya masing-masing.
Secara garis besar terdapat empat alternative kebijakan yang perlu diperhatikan dalarn upaya peningkatan PAD Kabupaten Kepulauan Sula yaitu membangun infiastnrktur, meningkatkan investasi, peningkatan SDM, dan pembuatan dan penyesuaian regufasi sebagai standar operasional pelnungutan pajak dazz retribusi daerah. Keempat alternative tersebut sangat ditentukan oleh empat faktor yang menjadi kunci pokok keberhasilan pernungutan PAD yaitu optimalisasi paj& dm retribusi, minimalisasi kebocoran, sosialisasi pentingnya
I
membayar pajak dan retribusi daerah serta peningkatan kinerja aparat. Dari hasil pembobotan ymg di~akukandiketahui bobot d m prioritas kebijakan sebagai berikat: Table 24. Prioritas Pelaku Peningkatan PAD di Kabupaten Kepulauan Sula Faktor Optimalisasi Pajak & Retribusi Minirnalisasi Kebocoran Sosialisasi Peningkatan Kinerja
Prior
Bappeda
BPKD
LSM
DPR
Total
Bobot
0,433
0,488
0,478
0,534
1,933
0,48
1
0,275
0,281
0,176
0,258
0,990
0,25
2
0,070
0,140
0,064
0,130
0,404
0,lO
4
0,222
0,091
0,281
0,078
0,672
0,17
3
Dari Tabel 24 di atas diketahui bahwa bobot yang paling tinggi unhk otirnalisasi pajak dm retribusi diberikan oleh DPXiD Kabupaten Kepulauan Sula yaitu 0,534, disusul oleh Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) dengan bobot 0,488, kemudian LSM dengan bobot 0,478, dan terakl~iradalah dari Bappeda dengan bobot 0,433. dari hasil pernbobotan secara keseluruhan diketahui yang menjadi prioritas utama dari pelaku peningkatan PAD Kabupaten Kepulauan
S d a adalah faktoor Optirnalisasi Pajak dan Retribusi dengan bobot 0,48, factor kedua adalah meminimalisasi kebocoran dengan bobot 0,25, prioritas ketiga adalah Peningkatm kinerja aparat dengal bobot 0,17, dan prioiitas pelaku faktor keempat yaitu sosialisasi dengan bobot 0,lO. Sedangkan alternative kebijakan secara keseluuhan dapat dilihat pada tabel berikut: Table 25. Prioritas Aiternatif Kebijakan dalam Peningkatan PAD di Kabupaten Kepulauan SuIa Alternative Kebijakan Bobot Prioritas 0,50 1 -Infiastruktur 0,27 2 Investasi 3 0,16 Peningkatan SDM 4 Regulasi I 0,06
Dari hasi! p ~ m b ~ b ~ diketrhui tm responden memilih infiastruktur sebagai alternative kebijakan utama dengan bobot 0,50, kemudian investasi dengan bobot 0,27 sebagai alternative kebijakan kedua. Sedangkan peningkatan SDM menjadi
alternative kebijakan ketiga dengm bobot 0,16, d m regulasi sebagai alternative kebijakan keempat dengan bobot 0,06. Secara mum, dasan responden memilih infrastnrktur sebagai alternative kebijakan utama adalah karena masih terbatasnya
infrastnktur dasar yang tersedia di Kabupaten Kepulauan Sula. Dengan adanya rumusan infiastruktur ini sebagai alternative kebijakan, diharapkan akan dapat membantu mempercepat proses kegiatan perekonomian masyarakat. Dengan demikian, kemampuan masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi menjadi lebih besar, dan PAD yang diharapkan bisa lebih meningkat. Secara lebih rinci mengenai pilihan responden dalam menentukan alternative kebijakan akan dijelaskan dalarn pembahasan berikut. a. Faktor Optimalisasi Pajak dan Retiribusi
Berdasarkan persepsi responden, alternatif yang hams diutamakan dalam mengoptimalkan pajak d m retribusi adalah pembangunan infrastruktur dengan bobot O,5O persen, alternatif kedua adalah peningkatan tingkat investasi dengan bobot 0,36 persen, alternatif ketiga adalah regulasi dengan bobot 0,05 persen, clan alternatif keempat adalah peningkatan SDM dengan bobot 0,08 persen. Hal ini sesuai dengan kondisi obyektif Kabupaten KepuIauan Sula yang memiliki infiastruktur yang sangat minim. Sebagai kabupaten yang masih menata segala infiastmktumya, masih membutuhkan biaya yang cukup besar, sedangkan PAD Kabupaten Kepulauan Sula masih sangat kecil untuk membiayai pembangunan infrasb-uktur tersebut. Sedangkan dana perimbangan yang diperoleh dari pemerintah pusat tidak rnencukupi untuk membiayai pembangunan infkastruktur dalam waktu yang singkat. Sehingga ha1 ini sangat terkait dengan penenmaan PAD yang masih rendah. Selain itu akm berpengamh terhadap ketertarikan investor untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Kepulauan Sula. Tabel 26: Susunm Bobot Perioritas Afternatif Kebijakan Peningkatan PAD Kabuaaten Ke~ulauanSula. Jml&Prioriks Bappeda BPKD LSM DPR Bcbc~ Alternative 0,50 1 Infrashuktur 0,409 0,56410,429 0,614 2,016 2 Investasi 0,444 0,319 0,421 0,269 1,453 0,36 Peningkatm 4 0,08 0,059 0,096 0,060 0,3 15 0,100 SDM r Regulasi [ 0,048 1 0,059 1 0,054 1 0,057 1 0,218 1 0,OS I 3 Terlebih lagi di era otoilorni daerah, setiap daerah diberikan kewenangan 1
1
yang lebih Iuas untuk menggali sumber-sumber pendapatan daerah. Meskipun
dalam pelaksmaannya, pajak dan retribusi yang dibuat Pemerintah daerah justru menimbulkan masalah b m dalam perekonomian daerah, seperti rnenurunnya tingkat investasi karena investor merasa rugi &bat banyaknya pungutan yang dilakukan oleh daerah. Selain dikenakm dari Pemerintah pusat, investor juga dikenakan pajak oleh daerah. Umumnya sistem pajak yang dianut oleh banyak negara antara lain:
- Prinsip memberikan pendapatan yang cukup d m elastis, artinya dapat mudah naik turun mengikuti naik/tunmnya tingkat pendapatan masyarakat.
- Adil dan rneratu secara vertikal artinya sesuai dengan tingkatan kelornpok masyarakat dan horizontal artinya berfaku sama bagi setiap anggota kelompok rnasyarakat sehingga tidak ada yang kebal pajak.
-
Administrasi yang fleksibel artinyzt sederhana, mudah dihitung, pelayanan memuaskan bagi si wajib pajak
- Secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga tirnbul motivasi dan kesadaran pribadi untuk membayar pajak.
-
Non-distorsi terhadap perekonomian : implikasi pajak atau pungutan yang hanya menimbuikan pengaruh minimal terhadap perekonomian. Pada dasarnya setiap pajak atau pungutan akan rnenimbulkan suatu beban baik bagi konsumen maupun produsen. Jangan sampai suatu pajak atau pungutan menimbt~lkanbeban tambahan (extra burden) yang berlebihan, sehingga akan merugikan masyarakat secara menyeluruh (dead-weight loss).
Untuk mempertahankan prinsip-prinsip tersebut, maka perpajakan daerah barus merniIiki ciri-ciri tertentu. Adaptln ciri-ciri dimaksud, khususnya yang terjadi di banyak negara sedang berkembang, adalah sebagai berikut:
- Pajak daerah secara ekonomis dapat dipungut, beral-ti perbandingan antara penerimaan pajak h a s lebih besar dibandingkan ongkos pemungutannya.
-
Relatif stabif, artinya penerimaan pajaknya tidak berfluktuasi terlalu besar, kadang-kadang meningkat secara drastis dan adakalanya menurun secara tajam.
- Tax basenya hams merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan (benefit) d m kemampuan untuk membayar (ubilily to pay).
b. Minimalfsasi Kebocoran
Berdasarkan persepsi responden, meminimdisasi kebocoran merupakan salah satu faktor yang hams dilakukan dalam upaya meningkatkan PAD Kabupaten Kepulauan Sula. Sedangkan dalam rneminimalisasi kebocoran ada empat dternatif yang menjadi prioritas untuk mencapai tujuan tersebut. Dari hasil pengold~andengan expert choice 2000 diketahui bahwa yang menjadi prioritas pertama dengan bobot 0,48 adalah perlunya mernbangun infrastruktur yang
rnendukung proses peningkdan PAD. Kemudian investasi menjadi prirotas kedua
dengan bobot 0,27. Sedangkan rnembuat regulasi rnenjadi prioritas ketiga dengan bobot O,17 dan disusul dengan program peningkatan SDM pada urutan keempat dengan bobot 0,08.
Tabel 27: Susunan Bobot Perioritas Peningkatan PAD di Kabupaten KepuIauan Sula. DPR Jumle! -- Bobo! Prioritas Alternative Bappeda BPKD LSM 0,48 0,564 1,908 0,387 0,39 0,567 Infrastruktur -3 0,27 2 0,39 0,113 0,406 0,166 1,075 Investasi - .
Peniw$qitan
/ SDM
0,152
0,2
0,124'
0,201
0,677
0,17
3
Era otonomi daerah telah rnemberikan hak, wewenang, dan kewajiban Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupateflota di bawahnya
untuk
mengatur dm mengurus sendiri urusan pernerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu upaya yang
dilakukan guna rneminimalisasi kebocoran addah
dengan rnemberikan
penyadaran kepada seluruh nparatur Pernerintahan.
c. Sosialisasi Dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Kepulauan Sula, perlu dilakukan secara holistik dm terpadu. Sementara di sisi
lain, ketersediaan sarana dm praswana (infiastruktur) yang masih terbatas, tingkat investasi yang masih rendah, peningkatan SDM program peningkatan PAD, serta regulasi pola pernungutan pajak dan retribusi, mempakan persoafan mendasar yang dihadapi pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula hingga saat ini. Sehingga
1
solusi alternatif addah adanya skala prioritas dari pemasdahan-pernasalahan tersebut yang hams segera mendapat upaya penyelesaian. Dalarn Tabel
29 berikut menggambarkan persepsi responden tentang
masdah prioritas yang perlu segera di atasi oleh Pemerintah Daeral~Kabupaten Kepulauan Sula yang telah diolah dengan rnenggunakan Analisi Hirarki Proses (Aplikasi Program Expert Choice 2000).
Tabel 28. Susunan Bobot Perioritas Alternatif Kebijakan Peningkatan PAD
Dari Tabel tergambar persepsi stakeholders tentang prioritas pendekatan strategi peningkatan PAD Kabupaten Kepulauan Sula. Keterpaduan pembenahan infrastruktur (bobot 0,54) merupakan pendekatan yang perlu menjadi prioritas utama, sedai~gkan tingkat investasi (bobot 0,22) merupakan prioritas ke-2, peningkatan SDM menjadi prioritas ketiga dengan bobot masing-masing 0,18, dan regulasi menjadi alternatif keempat dengan bobot O,06.
Pengembangan
infrastrukmr dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas surnberdaya manusia. Paradigma pernbangunan SDM aparat pemungut PAD menempatkan pernbangunan manusist sebagai titik sentral dengan empat unsur pembagunan yaitu produktivitas, pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan. Infiastruhr yang rnemadai merupakan salah satu syarat dalarn peningkatan PAD Kabupaten Kepulauan Suln, karena dengan tersedianya infrastruktur yang rnemadai rnaka akan mempermudah para masyarakat dalarn melakukan aktivitas ekonomi. Aparat
Pemda tidak cukup jika hanya rnempunyai satu keahlian spesifik. Untuk menghadapi persoalan dan kendala pernungutan PAD dilapangan, aparat harus mempunyai beberapa keahlim umtuk dimmfantkan oleh Pemda secara fleksibel. Ide-ide kreatif akan muncul dmi SDM yang fleksibel.
d. Faktor Klnerja
Dalam upaya meningkatkan PAD Kabupaten Kepulauan Sula, maka salah satu yang dilakukan adalah meningkatkan kinerja aparatur pemerintahannya. Dari hasil persepsi responden dari faktor kinerja adalah diketahui bahwa dternatif ketiga yang harus ditempuh adalah meningkatkan investasi dengan bobot 0,23. Investasi diharapkan rnampu menjadi back up bagi pembangunan infrastntktur. Selain itu, investasi juga secara umum diyakini banyak orang mampu meningkatkan perekonomian dari suatu negara ataupun suatu daerah. Salah satu upaya pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula mtuk meningkatkan PAD addah dengan meningkatkan jtunlah investasi. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai sejalc 1 Januari 2001, kewenangan untuk rnenangani instansi dilimpahkan kepada Pemerixltah kabtlpaten/kota, Oleh karena itu, wajar apabila Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula berusaha untuk menarik investor agar bersedia menanamkan modalnya di wilayah kabrrpatenlkota yang dikelolanya. Tabel 29: Susunan Bobot Perioritas Peningkatan PAD di Kabupaten Kepulauan Sula.
Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sula memiliki potensi ekonarni yang cukup beragam sebagai sumber PAD. Akan tetapi sampai saat ini belum
mampu dikelola secara optimal, menyebabkan PAD Kabupaten Kepulauan Sula masih tcrgolong rendah. Oleh karena itu, perman investor dalam mengoptirnalkan potensi tersebut sangat besar. Sesuai dengan hasil persepsi responden, untuk meningkatkan kinerja aparat pengelola sumber-sumber PAD Kabupaten Kepulauan Sula, faktor infrastruktur memiliki bobot paling besar sebagai alternative u t m a yang hams diperhntikan. Pembenahan infiastruktur ini
menempati urutan perbma dengan bobot 0,50, kemudian urutan alternative kedua adalah investasi dengan bobot 0,23, urutan ketiga adalah peningkatan SDM dengan bobot 0,2f,dm urutan keempat adalah regulasi dengan bobot 0,6.
Dari keselurufian faktor-fktor yang telah dijelaskan di atas, semuanya bemuara pada upaya rneningkatkan PAD Kabupaten Kepufauan Sula. Sedangkan alternatif-alternatif yang menentukan keberhasilan faktor peningkatan kinerja aparat adalah seperti yang telah dijelaskan di atas.
BAB W. PEEIANCANGAN PROGRAM
6.1. Rancaagan Program Peningkatan PAD Kabupaten Kepulauan Sula Sebagai kebijakan instrument fiskal, pajak dan retribusi daerah yang merupakan bagian dari struktur Ppndapatan asli daerah (PAD), mempunyai beberapa kernampurn strategis yang mencerminkan manfaatnya dalam meningkatkan pembangunan daerah. Manfaat dari PAD terutama dari pajak, dm retribusi daerah serta lain-lain PAD yang sah.
1. Dapat rneningkatkan kemampuan dalam pembiayaan pembangwan 2. Mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah
3. Mengurangi keterganrngan yang tinggi terhadap bmtuan Pernerintah pusat Kebijakan untuk rneningkatkan PAD secara umum hams memperhatikan faktor-faktor berikut: 1. Peningkatan penerimaan PAD untuk rnenunjang pembiayaan pemerintahan
dan pembangunan dareah dengan memperhatikan dampak yang dapat berakibat langsung terhadap pertumbuhan dan pemerataan ekonorni daerah. 2, Metakukan peningkatan layanan kepada masyarakat, sesuai dengan sifat
empat elemen PAD yaitu: pajak, rebibusi, laba perusaham milik daerah, dan lain-lain PAD yang sah. Peningkatan fayanan tersebut diharapkan berdampak kepada peningkatan penerimaan PAD. 3. Menghasilkan program-program strategis, dianataranya: intensifikasi d m
ekstensifikasi, peningkatan kualitas sumbexdaya aparat juru pungut pajak, retribusi daerah, d m peningkatan pengawasan dalam proses pemungutan, sehingga akan mengurangi tingkat kebocoran. 4. Penggalian sumber-sumber penerimaan pajak d m penerimaan retribusi daerah
yang harus diikuti dengan kemudahan administrasinya. 5. Berupaya n~eminirnalkanterjadinya faktor ekstemafitas, yaitu faktor-faktor
yang terjadi di luar kekuasaan manajernen. Berdasarkan hasil kajian, ada beberapa pemasa.la.ha.n yang tejadi terkait dengan perkembangan PAD di Kabupaten Kepulauan Sula tersebut antara lain:
1. Masib tingginya ketergantungan daerah terhadap bantuan pembiayaan dari
pemerintah pusat. Ini dapat ditunjukkan dari perhitungan rasio kemandirian (otonomi fiscal) keuangan daerah, dimana kontribusi PAD terhadap Total Penerimaan Daerah masih sangat rendah. 2. Masih lemahnya sumberdaya aparat dalam melakukan pendataan hingga
pengevaluasian PAD. 3. Terbatasnya infrastnxktur dasar seperti sarana jalan, jembatan, darmaga, d m sarana transportasi lainnya. 4. Kurangnya promosi tentang potensi sumberdaya alam Kepulauan Sula. 5. Rendahnya kesadaan masyarakat dalam membayar pajak akibat pelaksanaan
regulasi yang belum optimal. 6. BUMD belum secara optimal memberikan konstribusi terhadap peningkatan
penerimaan daerah. Berdasarkan pernasalahan di atas, maka diperlukan suatu rancangan
program strategis guna meningkatkan PAD Kabuapten Kepulauan Sula, supaya tingkat kemandirian pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula terhadap bantuan dari pemerintah semakin tinggi dan kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah
semakin besar. Rancangan program strategis yang dapat dilakukan untuk meningkatkan PAD Kabupaten Kepulauan Sula berdasarkan rasio efektifitas, efisiensi, elastisitas d m pertumbuhan serta kemandirian adalah: 1. Mempertalimkan kebijakan yang selama ini telah diambil diikuti dengan
upaya intensifikasi pajak d m retribusi daerah bempa pendataan terhadap
wnjib pajak dan retribrrsi secara berkala. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi daerah yang berasal dari wajib pajak dan retribusi yang belum terdata atau belum membayar pajak dan retribusi daerah yang tergolong potensial. 2. Mengoptirnalkan perm Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai saIah
satu komponen sumber penerimaan PAD Kabupaten Kepulauan SuXa. 3. Meninjau ulang jenis dan tarif pungutnn PAD di berbagai sektor
4. MeIakukan penggdian, pendataan potensi subyek dan obyek pungutan dengan
metode sensus.
5. Meninjau dang peraturan daerah yang berkaitan dengan tarif pajak d m retribusi daerah terhadap wajib pajak d m wajib retiribusi yang potensid. Hal ini perlu ditinjau karena kenyataannya tarif pungutan PAD tidak sebanding dengan biaya pungut yang dikeluarkan. Sehubungan dengan manajemen penggalian PAD, terdapat beberapa kendala. Kendala yang dijumpai sejak saat perencanam, peiaksanaan, pengawasan, dan evaluasi kinerja. Dalam ha1 ini, kendala -kendala yang dijumpai diurut dari terbesar hingga terkecil yaitu:
a. Data kurang akurat. b. Kesadaran masyarakat kurang c. Sarana kurang
d. Sosiafisasi kurang e. Kinerja aparat rendah
f. Surnberya aparat Iemah 6.2. Prioritas Program Strategis Berdasarkan Analisrt LFA: Dari hasil kajian dengan menggunakal pendekatan LFA, dapat
dirumuskan prioritas Program Strategis untuk rneningkatkan PAD Kabupaten Kepulauan Sula sebagai berikut: 1. Untuk rnemperoleh data yang akurat mengenai potensi sumber PAD
Kabupaten Kepulauan Sula, maka program yang perlu dilakukan adalah: a. Melakukan identifkasi dan pendataan secara menyeluruh terhadap potensi-potensi PAD. b. Melakukan
pengalahan
database
dengan
menggunakan
system
komputerisasi yang lebih canggih.
c. Melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi atas sumber-sumber baru dalam pengembangan pajak dan retribusi di Kabupaten Kepulauan Sula.
2. Untuk mengatasi permasalahan kesadaran rnasyarakat yang masih kurang atas arti penting Pajak dm Retribusi terhadap pembangunan, maka program yang dilakukan add& sebagai berikut:
a. Melakukan sosialisasi UU d m peraturan daerah yang mewajibkm masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah. Program illi dilakukan secara berkda, 3 (tiga) kali ddam setahun.
b. Memberikan bonus (rewar4 bagi masyarakat yang taat membayar pajak dan retribusi sebagai perangsang bagi wajib pajak lainnya. c. Melakukan sosidisasi melalui media cetak d m elektronik.
3. Ddam mengatasi persoalan sarana dan prasaran pendukung proses pendataan hingga pengevaluasian PAD Kabupaten Kepulauan Sula, ~nakaprogram yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Menyediakan sarana-sarana yang dibutulkan seperti pembangunan kantor
UPTD di setiap kecarnatan d m penempatan staf yang berkompeten dalam mendorong pernungutan PAD. b. Menyediakan swma transportasi darat d m laut yang memadai dm
Menambah perlengkapan kantor seperti perangkat komputer, dan alat-alat kantor pendukung lainnya. 4. Untuk rnengatasi masalah lemahnya sosialisasi pajak dan retribusi kepada
masyarakat, maka program yang perlu dilakukan adalah: a. Menyediakan tenaga penyuluh yang Xebih profesional dan berkompoten dibidangnya. b. Meningkatkan pengetahan d m keterampilan aparnt melalui pendidikan, pelatihan d m kursus-kursus, dan studi banding ke daerah yang berhasil meningkatkan PAD. 5. DaIam mengatasi lemafinya kinerja aparat dalam rnelakukan pernungutan
pnjak dan retrib~lsi, maka program yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : a. Penguatan kelembagaan melaui penempatan aparat yang kornpoten sesuai dengan bidang profesionalisrnenya (the right man on the right place). b. . Memberikan sangsi yang tegas kepada aparat malas dalam melaksanakan tugas dan kewajibamya.
c. Meningkatkan motivasi aparat melalui pemberian bonus (materi dan immateri) dan memberikan penghargaan bagi aparat yang belprestasi.
lndikator secara mum untuk: mengukur keberhasilan dari rancangan program di atas adalah:
I, Kernampurn analisis aparat dalam rnenetapkan target dm mencapai target sernakin akurat. 2. Diperolehnya data potensi PAD yang akurat.
3. Meningkatnya realisasi PAD di Kabupaten Kepulauan Sula secara signifkan.
4. Meningkatnya kesadaran rnasyarakat dalam mernbayar pajak daerah dm retribusi daerah. 5. Tersedianya sistem informasi berupa pendataan, pencatatan, d m pelaporan
administrasi pajaretribusi daerah. 6. Berkuxangnya tingkat kebocoran penerimaan pajakhetribusi daerah.
7. Kinerja aparatur meningkat ddarn menjalankan tugas dan kewajibannya.
6.3. Program Prioritas Peningkatan PAD Berdasarkan Kajian AHP Dari hasil anaIisa kebijakan peningkatan PAD Kabupaten KepuIauan Sula dengan menggunakan Analitical Hirarky Process (AHP). dapat dirumuskan empat
alternatif utarna yang menjadi program prioritas adalah infrastrutur, investasi, regulasi, d m SDM. Adapun program lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Infiastruktur.
a. Membuka sarana transportasi baru seperti ruas jalan baru, jembatan, pelabuhan, terminal unhxk rnenghubungkan daerah yang satu dengan lainnya di wilayah Kabupaten Kepulauan Sula. b. Melalukan pemeliharaan terhadap sarana transportasi seperti jalan, jembatan, pelabuhan, dan terminal yang sudah tersedia selama ini. Indikator: Arus (akses) transpoi-tasi darat dan laut untuk perdagangan barandjasa semakin Iancar. Instansi pelaksana: Dinas PU dan Dinas Perhubungan 2. Investasi
a. Mernberikan kemudahan bagi investor dalam mengurus perijinan
belayanan satu atap), pengurangan pungutan ganda, dan menjamin keamanan bagi investor yang rnenmarnkan modalnya di Kabupaten Kepulauan Sula.
b. Memberikan insentif bagi investor yang rnemberikan kontribusi bagi pengembangan usaha di Kabupaten Kepulauan Sula. c. Menjalin hitbungan kerjasama antara Pemerintah daearah dengan investor
dalam pengembangan usaha. d. Melakukan pendataan sumberdaya-sumberdaya yang berpotensi dalam
pengembangan investasi. hdikator: pertumbuhan perekonomian daerah semakin meningkat. Instansi Pelaksana: Bappeda, BPKD dan Bagian Ekonomi. 3. Peningkatan SDM a. Memberikan kesempatan kepada aparat terkait untuk melanjutkan studi ke jelljang yang lebih tinggi, guna meningkatkan pengetahurn d m kompotensi untuk mendorong tanggungjawab terhapat pekerjaannya. b. Melakukan
pelatihanflcursus-kursus
teknis
untuk
meningkatkan
keterampilan dalam mendorong kinerjanya. Termasuk kemampuan dalam
memberikan pemaharnan terhadap masyarakat tentang pentingnya membayar pajak dan retribusi. c. Melalukan kerjasama dengan perguruan tinggi yang berkompeten melalui penelitian-penelitia yang mendukung program peningkatan PAD. Indikator: Kualitas dan kreatifitas aparat pengeloln PAD meningkat Instansi pelaksana: Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dm Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD). 4. Regulasi.
a. Membuat peraturan daerah tentang pengelolaan sumberdaya dam yang berpotensi meningkatkan PAD. b. Mengevaluasi keberadaan Perda yang tidak sesuai dengan upaya peningkatan PAD dan dianggap merugikan masyarakat. d. Menyediakan sumberdaya yang handal di bidang regulasi. Indikator: Kesadaran masyarakat mernbayar pajak meningkat. Instansi Pelaksana: DPR, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) dan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupatan Kepulauan Sula.
Table 30. Matrik Rancangan Program Strategik Peningkatan ulauan Sula Program Rencana Tindak Peningkatan PAD Peningkatan darmagi jembatan, transportasi dan menambah armada angkutan perdagangan laut 2. Pemeliharaan sarana transportasi Cjalan, darat dan laut jembatan, dan semakin lancar terminal) Peningkatan hvcstasi
Peningkatan SDh<Ap2rat
Regulasi perpajakan
I. Pelayanan satu atap 2. Promosi potensi sumberdaya alam 3. Kerjasama antara dengan investor pemerintah. 4. pendataan sumberdaya yang berpotensi dalam pengembangan investasi I. Mernberikan kesempatan bagi aparat t e b i s utk melanjutkan studi, d m studi bmding kc daerah yang febih maju. 2. Melakukan pelatihan/kursus teknis 3. Kerjasama dengan Perguruan Tinggi dalam penelitian. 2 . Membuat Perda SDA pengelotaan untuk meningkatkan
Pertumbuhan perekonornian daerah meningkat.
PAD KAbupaten Instansi Tafiun Peiaksan pelaksan a aan Dishub 2010 dan PU
Bappeda, BPW dm Bagian Ekonorni
Kualitas dan Badan heatifitas Kepegaw aim aparat pengelola Daerah PAD (BPKD) dm BPKD
m&bayar PAD pajak 2. Mengevaluasi Perda rneningkat, yang merugikan masvarakat.
Dispenda, DPRD dm
Bagian Hukw
Peningkatan
itlfiastnrktur dhasukkan mtuk inempermudah arus
transportasi perdagangan. Selain itu, dibutuhkan juga infiastruktur sosial seperti sarana pendidikan, layanan kesehatar~, serta sarana yang dapat mendukung kegiatan sosial lainnya. Infiastruktur yang tidak kalah penthgnya adalah infiastruktur dibidang teknologi d m informasi, ha1 ini u t u k mempermudah informasi dari pemerintah pusat ke daerah maupun antar daerah di Kabupaten Kepulauan Sula. Rendahnya tingkat investasi dibidang pengelolaan sumberdaya alam di Kabupaten Kepulauan Sula mendorong pemerii~tah untuk lebih pro aktif memberikan kesempatan kepada para investor, baik investor fokal maupun internasional. Dengan demikian, akan dapat menyerap tenaga kerja dan mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan daerah. Sebab semakin tinggi tingkat investasi maka pertumbuhan ekonomi daerah &an meningkat pula. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adafah peningkatan sumberdaya manusia, khususnya aparat pengelola keuangan daerah. Meskipun program pembangunan dirumuskan secara terrencana, n h u n bila tidak didukung dengan sumberdaya manusia yang memadai, maka pembaagman tidak akan berjalan sesuai yang diharapkan. Hingga saat ini, tingkat pendidikan aparatur didaerah rnnsih. terbntns, sehingga perlu rnendapat perhatian serirrs dalam peningkatan kapasitas aparat agar lebih terampil. Regulasi
dibidang pel-pajakan jugn sangat diperlukan karena masih
banyak obyek-obyek pajak yang sehmusnya menjadi sumber pendapatan daerah
yang potensial, belrrm tergarap dengan secara maksimal karena belum memiliki instrumen yang sesuai. Selain itu, kesadaran masyarakat untuk rnembayar pajak masih rendah, sehingga diperlukan peratwan dan penegakan hxkrun yang tegas agar masyarakat sadar akan kewajibannya sebagai warga negara untuk rnembayax pajak.
BAB WI. KJBIIMPULAN DAN ZMPLIKASI %BIJAKAN 7.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Diketahui tingkat efektivitas PAD terhadap target PAD pada tsihun 2007 sebesar 86,16 persen. Sedangkan tingkat efisiensi biaya pungut terhadap pendapatan asli daerah pada tahun 2007 sebesar 5,32. persen. 2. Diketahui tingkat kemandirian pendapatan daerah Kabupaten Kepulauan Sula terhadap P D M tahun 2007 adalah sebesar 5,16 persen. 3. Ketergantungan pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Sula terhadap dana
perimbangan sangat tinggi, dimana kontribusi pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan daerah hanya sebesar 1,8 persen pada tahun 2007.
4. Dari hasil kajian LFA diketahui bahwa program prioritas Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula adalah: peningkatan kesadaran masyarakat, penyediaan dan peningkatan sarana, melakukan sosialisasi secara berkala ,dan peningkatan kinerja aparat. 5. Sedangkan dari has2 analisa AHP, diketahui bahwa prioritas kebijakan yang
&an
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula adalah
pembenahan Mash.uktur, pengembangan investasi, peningkatan SDM, dan regulasi perpajakan.
7.2. Implikasi Kebijakan Untuk mengimplementasikan strategi peningkatan pe;dapatan asli daerah di Kabupaten KepuIauan Sula, maka dapat dinunuskan kebijakan sebagai berikut:
1. Infiastruktur, yang p e r l ~dilakukan ~ adalah menyediakan infarstruktur jalan, jembatan, darmaga yang memadai sebagai sarana utarna transportasi darat d m laut mtuk mendorong jasa perdagangan dari pusat produksi ke pusat konsumsi (market) sebagai nilai tambah dalam meningkatan PAD. Disamping itu,
Pemerintah daerah juga diharapkan memprioritaskan penyediaan anggaran yang rnemadai mtuk merealisasikan kebijakan tersebut. 2. Investasi, yang perlu dilakukan adalah mempromosikan potensi smberdaya
alam yang ada di Kabupaten Kepulauan Sula kepada para investor asing dan
investor dalam negeri, khususnya investasi di sektor pertanian, perdagangan, perhotelan d m restoran, karena sektor ini merniliki potensi yang besar untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. 3. Penhgkatan SDM, yang perlu dilakukan addah mernberi kesempatan kepada apmat terkait untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
untuk meningkatkan pengetahtun dm kompetensi dalarn pengelolaan keuangm daerah. 4. Regulasi, yang perlu dilakukan adalah penyesuaian dan perbaikan setiap
penerbitan peraturan daerah (PERDA) tentang pajak daerah dan retribusi daerah, yang tentu tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi dan tidak memberatkan masyarakat.
5. Membuat kerangka kerja yang terencana d m tenrkur dalam mendorong peningkatan pendapatan asli daerah.
6. Melakukan sosialisasi secara berkafa untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mernbayar pajak dan retribusi daerah daIam mendorong peningkatan pendapate daerah. 7.3. Rekomendasi
Dari uraim kesimpulan dan implikasi kebijakan di atas, maka dapat direkomendasikan sebagai berikut :
I . Untuk mengurangi ketergantungan APBD Kabupaten Kepulaun Sda terhadap dana perirnbangan, maka dapat dilakukan intensifikasi sumber-surnber
penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) antara lain dengan pendataan ulang terhadap obyek pajak daerah yaitu pajak hoten, pajak restoran, pajak hiburan, pajak penerangan jalan, pajak galian golongan C d m pajak parkir. Disamping itu peningkatan PAD juga dilakukan dengan cara intensifikasi penerimaan dari retribusi daerah yang mempunyai skala besar misalnya retribusi ijin pengambilan hasil hutan, pengelolaan hutan, ZMB, pasar d m retribusi terinal.
2. Pemerintah Kabupaten KepuIauan Sula perlu melakukan penyediaan dan pembenahan infiastnrkhrr dasar seperti jalan, jembatan, pelabuhan yang belum terakses dan belum memadai sebagai sarana pubfik untuk kelancaran arus perdagangan barang d m jasa dari pusat produksi ke pusat konsumsi. Ini bisa
dilakukan dalam jangka waktu pendek yaitu pada tahun 2010. Disamping itu, Pemerintah daerah juga perlu mengalokasikan anggaran yang memadai mtuk rneredisasikan pembangunan infrastruktur dimaksud. 3. Investasi swasta perlu di dorong dan ditingkatkan, karena investasi ini rnernpunyai multiplier eBct yaitu dapat meningkatkan PAD dengan skala usahanya, serta di sisi lain dapat mendorong terciptanya kesempatan kerja sehingga dapat berkonstribusi dalam meningkatkan pertumbuhan P D B . Untuk mendorong peningkatan investasi di Kabupaten Kepulauan Sula, antara lain dilakukan dengan perbaikan sistiem perijinan usaha dengan menciptakm dm memperbaikan sistem peiayanan satu atap, dengan rnenghapuskan
peraturan-peraturan daerah yang menghambat dan memberatkan masyarakat
yang
beraktivitas pada bidang perdagangan d m usaha di Kabupaten
Kepulauan Sula. 4. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula perlu memberikm perhatian penuh
pada peningkatan surnberdaya aparat seperti mernberikan kesempatan untuk rnengikuti pendidikan teknis antara lain dibidang akuntansi,manajernen pengelolaan keuangan, dan idormatika, serta mengikuti pelatihan maupun kursus-kursus seperti pengolahan data, pernbukuan dm perpajakan. 5. Untuk memberikan pemnhaman dan kesadaran kepada masyarakat wajib pajak tentang pentingnya membayar pajak, maka Pemerintah Daerah perlu melakukan sosialisasi secara berkala (tiga kali setahun), rnengenai kebijakan
rnaupun perundang-undangan yang mengatur pajak daerah d m retribusi daerah. Sosialisasi tidak hanya rnengenai kewajiban masyarakat dalam membayar pajak dm retribusi, melainkan r n d a a t dari pajak dan retibusi tersebut bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Alisjabana, Armida S, 2000. The Implication of Fiscal Decentralisation on Local Goverment Own Revenue Mobilization, Economic Journal. Vol. XV. No 2, September 2000. Asmara, Henra dan M. Hidayat, 1992. Keuangan Duerah, Intermedia, Jakarta. Badan Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Kepulauan Sula, 2007, Bernardin dan Russel, 2008. (1993), Reinventing Luhl Government, PT Gramedia, Jakarta Devas, Nick, Brian Binder, Anne Both, Kenneth Davey and Roy Kelly, 1998, "Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia", (terjemahan oleh Masri Maris), UI-Press, Jakarta. Tonny, 2007. Manajetnen Pembangunan Daerah. IPB Bogor (modul kuliah). Jaya Kirana, Wihana, 1999. Analisis Potensi Keuangan Daerah, Pendekatan Makro, PPPEB UGM Yogyakarta. Jones, Rowan and Pendlebury, Maurice 1996. Public Sector Accunting, London: Pitman Publishing. Kaho, J.R, 1997. Prospek Otononi Derah di Negara Republik Indonesia, PT. Raja Gratondo Persada. Cetakan Keernpat, Jakarta. Mardiasmo, 2000. "Paradigma Baru Pengelolaan Keuangun Daerah untuk Menyongsong Pelahanaan OfonomiDaerah 2001 ",Seminar Isu Terakhir Menjelang Pemerintah Daerah Tahun 2001. HLMMEP Yogyakarta. Mardiasmo dan Makhfatih A., 2001. Penghitungan Pofensi Pajak dun Retribusi Daerah di Kabupaten Magelang, Kerjasama Pernerintah Daerah Kabupaten Magelang dengan Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi Universitas Gajah Mada. (tidak dipublikasikan). Muhammad F. 2008. Reinventing Local Govermen, pengalaman dari daera, Jakarta. Permadi ( 1992). Menghilzmg Matrib Pendapat Gabungan. Bogor Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSE-KP) Universitas Gajah Mada Yogyakarta Tahun 2005. Rahman, A., 2005. Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daevah di Kabuputen Pelalawan, Bogor. Republik Indonesisl, 1999. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Pentang Pernerintah Daerah. Republik Indonesia, 1999. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Republik Indonesia, 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Republik Indonesia, 2004. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Saragih, J. Panglima, 1996. "Peningkatan Penerimaan Daerah Sebagai Sumber Pembiayaan Pembangunan", Majulah Perencunaan Pembangunan, No 6, 3 6-43.
Soetrisno PH., 198 1, Dasar-Dasar Ilmu Keuangan Negara, BPFE UGM Yogyakarta Saaty, 1970-an. Tehnik Pengambilan Keputusan mengunakan AnaIyfic Hierarhy Process (AHP).
Wiratmo, Masykur, 200 2 . "Manajernen Penggalian Potensi Penerimaan Daerah ". Makalah disampaikan pada Workshop Manajemen Perencanam Penerimaan Daerah, Kejasama antara SIAGA Project d m STIE Kerjasarna, Yogyakarta, 24 Maret 200 1
Koomponen PAD
'
Page 1 of 1
Model Name: LSM
Treeview
Goai: Peningkatan PAD Kab.Kep.Sula Optirnali~siPajak dan Retribusi (L: 0,478) Inftrastrukur (1: 0,429) Investasi (L: 0,421) i Peningkatan SDM (L: 0,096) --• Regulasi (L: 0,054) ,-€f MInimaIisasi Kebocoran (L: 0,176) E3 Infrastruktur (1: 0,387) Investasi (L: 0,406)
I
E
i
I to, ILp
/
1
1
Peningkatan SDM (IL: 0,124) Regulasi (IL:0,083) Sosialisasi (L: 4064) Infastnrktur (L: 4560) ' -4 Investasi (L: 0,260) --aPeningkatan SDM (L: 0,128) L-n Regulasi (L: 0,052) Peningkatan Kinej a CL: 0,281)
1
h
Infrasiruktu (L: 0,379) Mf nvestasi (L: 0,379) Peningkatan SDM (L: 0,185) Regulasi (L: 0,057)
Alternatives
AHP
Page 1 of 1
Model Name: Ketua DPRD Treeview
Q Goal: Peningkatan PAD Kab.Kep.Sula Optimalisasi Pajak dan Retribusi (L: 0,534) Inftrasiruktur (IL:0,614) Invertari (L: 0,269)
1i
Peningkatan SDM (L: 4060) I L- Q Regulasi (t:0,057) --p MInimalisasi Kebocoran (L: 0,258) InfrastruMur (L: 0,564) i Investwi (L: 0,166) 1 1-4 Peningkatan SDM (L: 0,201) L----a Regulasi (L: 0,069) I L-LG Sosialisasi' [L: 0,130) .- ..-5 Infrastruktur (L: 0,599) '* .--.-2Investasi (L: 0,099) j : --aPeningkatan SDM (L: 0,235)
/'
I
I
Regulasi (1: 4067)
L--yPeningkatan Kinej a (L: 4078) 1----4 Infrastruktu (L: 0, 591)
1-! 0
Investasi (L: 0,092) i--€2 Peningkatan SDM CL: 0,263) I "-U Regulasi (L: 0,054)
Alternatives
'~enin~kata sdn I jSosiat
[Kinerja j Minirnalisasi Kebocoran --.--
0,251 0,298 0,296 0,155
Page 1 of 1
Model Name: BPKD
Goal: Peningkatan PAD Kab.Kep.Sula Optimalisasi Paja k dan Retribusi (L: 0,488) Inftrastruktur (L: 0,564) -4 Iovestasi (t:0,319) 4 Peningkatan SDM (t: 0,059) I.---U Regufasi (L: 0,059) MZnlmalisasi Kebocoran (L: 0,281) Infrastruktur (L: 0,567) -LI Xnvestasi (L: 0,233) Peningkatan SDM (L: 0,200) Regulasi (L: 0,100) Sosialisasi (L: 0,140) Infrastruktur (L: 0,539) CQf nvestasi (L: 0,132) I i----Q Peningkatan SDM (L: 0,256) i Regulasi (L: 0,073) -u Peningkatan Kinej a (L: 0,091) Ii-E InfcastrtlMu (L: 0,569) Xnvestasi [L: 0,106) Peningkabn SDM (L: 0,264) hRegulasi (L:0,061)
I
143
to
-7
+
Alternatives
/ Peningkatan sd /
Scsiat Kinej a ~inirnalisssiKebocoran
0,242 0,302 0,302 .-
Page 1 of I
Model Name: Bappeda Treeview
Peningkatan PAD Kab.Kep.Sula P Goat:Optimalisasi Pajak dan Retribusi (L: 0,433)
TP I
-4 Inftrastruktur (L:0,409) Imrertasi (L: 0 ~ 4 4 ) Peningkatan SDM (L: 0,100) 1 l - Regulasi ~ (1: 0,048) t MInimalisasi Kebocoran [L: 0,275) Infrastruktur (L: 4 3 ~ ) I 1-El Investasi (L: 0,390) Peningkatan SDM (L:4152) ! j Regulssi (L: 4068) i 1 9 Sosialisasi (L: 0,070) Infrastruktur (L: 0,443) 1 Jtnvestasi (L: 0,392) i !---a )-.--El Peningkatan SDM (1:0,112) I "-I! Regulasi (L: 0,053) Peningkatan Kinej a (L: 4222) /-a infrasbuktu (L: 0,466) 1 i--q Investasi (L: 0,335) 1 4Peningkatan SDM (L: 4x40) k Regulasi (L: 0,058)
i
I
'-B/-* I
1 '+ ;
I
i
Alternatives --. -.-
---
-
p-p-------.&.
Peningkatan sd Sosial Kinerja Minima1isasi Kebocoran --
--
0,2211 0,309 0,319 0,151
Page T of1
Model Name: LSM R.iaritier with respect tm: Go& t r ~ r n ~ q k r kPAD n Kah.K~ep.S Smiagbtan Kinzjl
Page 1 of I
Model N am@:Bappeda R . i r i l k s wlth resped to: Goal: Rnmgkabn PAD Kab.Kcp.S >Peaingkatan Kinerja
.
i
>?'..C".,
; ,... ",, ,&
T?,.,
.-,: ,,
f-??.'.
.,..
c:
'
.-.->',.,. ..5 * :, 8.--
,
. ?
Ilrconriskuacy = OPQ wRh 0 missinqjudgntenb.
Lampiran: Hasil Judgement Peningkatan Kinerja
Page l of I
Model Name: BPKD WioriBcs with respect to: boll: Rrnmgkahn PAD Kab.Wrp.S >Pcningkrtm Kine*
. .. ' . ,.&"*" . . *
<
1
- -
:'
Inconsirtency = ttp3 with O missing judgments.
Page 1 of 1
Model Name: Ketua DPRD Wiorilics w l h resped to: Goal: Penhgkabn PAD Kab.Krp.S >Ptningkatan Kine+
-. .. .
..
.
.
* I . _
'6'
.' - "
C.
Incorrristacy = O p 7 with 0 misrin g judgnlents.
Page 1 of I
Model Name: Ketua DPRD RSwitkr with resmeQ te: Goal: Plnirgkatan PAD KakK-.S %ptimaCIasi Papkdan Re...
Page I of I M d e l Name: LSM Riarities with vrrpelf to:
-4: Penhgkabn PAD Kab.Kp.5 WptimaLrasi h p k dam Re,.
Lampiran: Wasil Judgement Optirnalisasi Pajak dan Retribusi
Page I of 1
Priorities with respect to: Gaal: Pcningkabn PAD Kab.Kcp.S >OptimaEsai Pajakdan Re...
,, ,.
.El
3
-*
<-
-r.<-
,,
. -..
incenrirtency =O@S with 0 missing judgments.
Model Name: BPKD Riorities w i h respee to: Goal: Pcningkabn PAD Kab.~ep.S >Optirnatssi Papkdan Rc...
*;-
; ,.
: 3 : .<::
< -
1
3
c-,
,
-
- "
-
Xnconsutlncy = O p 6 with O nissing judgments.
Page 1 of 1
Model Name: Ketua DPRD &iori?iis wPb respect \or God: Penmpkahn PAD KabXcp.S >MInima6usiKebocaran
lr>fj.&>!~
7.
.:
;
-.:*>,.2L , t . h :,,*>t? !'.L ., , t':., .<.-' , I n c o n s i s t ~ c y= OPti wAh 0 missing jadgmcats.
,,
Page 1 of 1
Model Name: LSM Priorities with raspcd to: Goal: Peninpkaba PAD K*b.Kep.l ~MIitimallrrsiKebocera
i<,v:*:$ is;
.:...: . .,* .,.; <.?,.,.
?,:,;:.j
.>.?SC
35
: Xncsnrirt+ncy = O,11 with 0 missin p judgmcntr.
Lampiran: Hasil Judgement Minimalisasi Kebocoran
Page 1 of 1
Model Name: BPKD
zL.',: Z.
<
:
.. .. *,
,
ficonristacy = U p uBh O missing judgments
Page 1 of 1
Page 1 of I
Model Name: Kerua DPRD Prieritks with respect tm: Goah Peningkrbn PAD KabbXcp.S >SosiJiasi
.
Lnl,-,r cu:.?, ;*,..-.. . 52 :'..:*c.gi:h;.::2*.?2. . 8
;
.. ," ,..
?< 5 ..<. 2
2
Inconsistency = On7 with 0 missin q judgments.
Page Z of 1
Madel Name: LSM Plirrities with resped to:
Soak PLnhgkabn PADKabXep.5 >Smialiusi
*
.,
r
$7
..
.
..l
f
-
-
1
Incanrirtary = O p 7 with B rnirrin g judgments.
Lampiran: Hasil Judgement Sosialisasi
Page 1 o f t
Model Name: BPKD Priorities wBh respect lo: Goal: Pknbgkatm P W Kab.Kcp.5 >Soruliwri
: 1 . . d.
'=
" , I
c.
,539
2
I , :
<
,,
-.
+. . ;
,132 ,2% ,073
I n c o n ~ s t ~ c=y0,04 with O missin + judgments.
Page 1 of l
Model Name: Bappeda R.iorities w a h r a p e d to: Goal: Penmgkahn PPU, Kab.Kcp.5 >Sosiakasi
&.:":
<:;.,;*
<.
3.;
'r.,;;
..
..
p+.2:;a.:.l '.,
".<,.%-..>. , ?
'
Inc~%ktCmcy = UP9 with 0 mirsin 9 iudgrneats.
Kuesioner : PEMlLlHAN KEBIJAKAN PRORITAS PENINGKATAN PENDAPATAN ASLl
DARAHDIKABUPATENKEPULAUANSUM Nama Responden JabataniPekerjaan Asal lnstansi Berilah isian bagian tabel pertarna dari beberapa proritas yang ada dengan
nilai 1 hingga 9 (I rnerupakan nilai terendah dan 9 merupakan nilai tertinggi untuk proritas) berdasarkan prioritas yang ada. Sedangkan untuk tabei kedua dengan nilai 1 hingga 9 (1 merupakan nilai terendah dan 9 merupakan nilai tertinggi untuk proritas) berdasarkan proritas yang ada.
Beberapa Faktor Pemilihan Kebijakan Proritas Peningkatan PAD Berikut ini adalah beberapa facktor pemilihan kebijakan proritas peningkatan pendapatan asli daerah. Berilah nilai untuk perbandingan peningkatan pendapatan asli daerah tersebut:
- Optimalisasi Pjk & Ret Darh Optimalisasi Pjk
Minimalisasi
& Ret darh
Kebocoran
Sosialisasi
Kinerja
Sosialisasi
Kinerja
- Minimafisasl Kebocoran Optirnalisasi Pjk
Minimalisasi
& Ret darh
Kebocoran
- Sosialisasi Optirnalisasi Pjk
Minimalisasi
& Ret darh
Kebocoran
Sosialisasi
Kinerja
Sosialisasi
Kinerja
- Kinerja
i
Optimalisasi Pjk
Minimalisasi
& Ret darh
Kebocoran
Beberapa Alternatif Pemilihan kebijakan peningkatan PAD Berikut ini adalah beberapa alternatif pemilihan kebijakan proritas
peningkatan PAD; lnfrastruktur
lnvestasi
SDM
Regulasi
lnvestasi
SDM
Regulasi
- Infrastruktur Infrastruktur
- Investasi Infrastruktur
lnvestasi
SDM
Regulasi
lnvestasi
SDM
Regulasi
I nvestasi
SDM
Regulasi
- SDM I nfrastruktur
- Regulasi I nfrastruktur
J
I lnvestasi
lnfrastruktur
I
lnvestasi
I
Sosialisasi
I
Regulasi
KAJIAN PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI PENINGKATAN PAD DALAM RANGKA PELAKSANAAN O fONOMi DAERAH Dl KASUPATEN KEPULAUAN SULA Jabatan Responden :
Pangkat l Golongan :
Unit Kerja
Pofensi PAD
1. Menurut Saudara, Kriteria apa saja yang diperlukan dalam menentukan
tmarnp pdensi PAD? ( Beri tanda V pada pilihanjawaban saudara, boleh lebih dad satu )
10
Prakiraan
2. Apa saja kendala yang dihadapi oleh Pemda dalam rnenetukan potsnsi PAD ?
-
3. Sejauh mana keterlibatan pihak pihak di bawah ini dalam penentuan besarnya potensi PAD di Kabupaten Kepulauaun Sula ?
No
tnstansi
1
DPRD
2
Bupati
3
Bappeda
Sangat
Tinggi
Tinggi
-
4. Bagaimanakah Persepsi Saudara rnengenai Potensi PAD di Kabupaten
Kepdaun Sula ?
A. Sangat realmtik
0. Realistik C. Tidak realistik
D.Sangat tidak realistik Penetuan Besarnya Target PAD
1. Menurut saudara, kriteria apa saja yang diperlukan datam menetukan besarnya potensi PAD ? ( Beri tanda V pada pilihan jawaban Saudara,
-
2. Sejauh mana pihak pihak di bawah ini dalam penetuan besarnya taarget PAD di Kabupaten Kepulauan Sula ?
Rendah
Sangat Rendah
3. Kendala apa saja yang dirasakan dalam penetapan target PAD ?
a.
b. C.
d. e.
f. Pelaksanaan Target PAD 1. Sejauh mana keterlibatan pihak - pihak berikuf ini dalam usaha pencapaian PAD ?
[
I
I
f
I 1 l~antorPasar 2.Usaha usaha apa saja yang diternpufr da!am penetapen target. PAD ?
-
a.
b. C.
d.
e. 3, Kendala - kendala apa saja yang di jumpai dalam pelaksanaan Target PAD ?
Pengawas Pencapaian Target PAD
-
1. Sejauah mana keterlibatan pihak pihak berikut ini dalam pengawasan
pencapaian target PAD ? No lnstansi
Sangat
finggi
Sedang
Rendah
Sangat
Rendah
i
2
Bupati
3
Bappeda
4
BPKD
I
2. Bagaimana persepsi saudara terhadap efektifitas pengawasan dalam
pencapaian brget PAD ? A. Sangat Efektif
B. Efektif C 'ndak Efektif D. Sangat tidak efektif
3. Kendala apa saja yang dihadapi dalam pengawasan pencapaian target PAD ?
No.
V
Kendala
I. Dinas l lnstansi Pengawas
No
Kendala
7
Transportasi
8
SDM kurang penguasaan
9
Saksi lemah
10
Dasar hukum pajak belum
Kurang Efekfif 2.
Data yang diterima belum maksimal
3.
Kurangnya data subyek dan obyek pungut
4.
Tidak sepenuhnya tarif pajak di berlakukan
5
rnemadai
Kesadaran rnasyarakat rendah
6
Administrasi dan pelaporan belum baik
Evaluasi Pencapaian Target PAD 1. Menurut Saudara, Kriteria apa saja yang di gunakan dalarn <
, #
.
<*.
.
- a - -
mengevaluasr I rnenguaur Kinerja PAU Y
V
Kriteria
No 1
.EfeMas
2
Pe~luadanya survei dan penelitian
4
Biaya yang dikeluarkan ( Efisiensi )
2. Pihak - pihak yang terlibat dalam evakasi pencapaian target PAD
lnstansi
No
1
DPRD
2
Bupati
3
Bappeda
4
BPKD
5
Kantor Pasar
6
Bawaskab
7
UPTD
8
Camat
V
I
1
V
il apa saja yang dihadapi dafam evaluasi pencapaian target PAD ?
6
Biaya operasional tinggi
I
4. Faktor - faktor apa saja yang rnenyebabkan realisasi di bawah target
yang telah ditetapkan ? a.
b. C.
d. e. 5. Tindakan apa saja yang di ambil jika PAD di bawah target yang telah ditetapkan ? a. b. C.
d. e.
6. Jika tidak pernah, faktor - faktor apa saja yang menyebabkan realisasi
PAD selalu dapat mencapai target yang telah ditetapkan ?