Kliping Berita Online Tanggal : 12/28/2016 1:15:00 PM Sumber : BeritaSatu Penulis : Edo Rusyanto/EDO
Bisnis Konstruksi Hotel Membaik Pada 2017 JAKARTA – Setelah anjlok 20% pada 2016, bisnis properti perhotelan diprediksi mulai membaik pada 2017. Hal itu dapat terlihat dari nilai konstruksi yang ditaksir menyentuh sekitar Rp 11 triliun pada 2017. Bisnis perhotelan bagi sejumlah pengembang dijadikan sebagai sumber pendapatan berkesinambungan (recurring income). Selain itu, melengkapi superblok yang digulirkan untuk membidik segmen menengah ke atas di sejumlah kota di Indonesia. “Tahun 2017, nilai konstruksi turun 10% dibandingkan 2016. Namun, hal itu lebih baik jika dibandingkan tahun 2016 yang anjlok 20%,” tutur Senior Research Analyst BCI Asia Gusti Rahayu Anwar kepada Investor Daily, di Jakarta, baru-baru ini. Dia menambahkan, logikanya dengan adanya peningkatan wisatawan mancanegara (wisman), kontruksi hotel akan menggeliat. Namun, occupancy rate hotel di Indonesia, berdasarkan data BPS, masih di rentang 49 – 55%. “Hal ini berdampak pada belum adanya peningkatan kontruksi hotel,” tukasnya. Menurut dia, pembangunan hotel tersebar di berbagai kota di Indonesia. Kawasan yang menyumbang paling banyak adalah Bali Nusa Tenggara (Balinusra) yang mencapai 47%. Lalu, Jawa Timur (29%) dan Jawa Tengah-DI Yogyakarta (14%). “Jabodetabek justeru mencatat penurunan drastis, yakni 21%,” tambahnya. Bagi Presiden Direktur PT Trias Jaya Propertindo (TJP)Djaja Roeslim, bisnis hotel di Balinusra masih cukup menggairahkan. TJP memiliki dua hotel yang sudah beroperasi di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Bali. Selain itu, TJP sedang mempersiapkan pembangunan satu hotel lagi di Bali. "Bisnis hotel masih cukup baik karena Greater Bali sebagai tujuan wisata sudah established dan dikenal dunia. Karena itu, wisatawan yang ke Indonesia pasti sebagian besar akan mengunjungi Bali demikian juga wisatawan domestik,” tuturnya. Dia menambahkan, pasar hotel di Bali agak berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Pangsa pasar berbeda-beda untuk setiap area seperti Kuta, Seminyak, Jimbaran, Nusa dua, dan Sanur. Karena itu, pengusaha hotel harus jeli melihat dan menangkap peluang yang ada agar hotelnya bisa berhasil. Djaja menilai, masih ada ruang untuk berkembang. Lebih mudah berjualan di tengah keramaian penjual sejenis, daripada jualan sendiri di daerah sepi. “Okupansi hotel kami di Gili Air, Lombok bagus, rata-rata di atas 70%. Sedangkan di Bali, kami baru buka sehingga okupansi masih sekitar 45%,” paparnya.
Kliping Berita Online Tanggal : 12/28/2016 12:02:00 PM Sumber : Liputan6 Penulis : Fathia Azkia
PUPR Akui Dana Program BSPS Perumahan Banyak Disalahgunakan Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan akan terus memperbaiki kelembagaan dan mekanisme bantuan perumahan. Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan, Syarif Burhanuddin melalui keterangan tertulis yang diterima Rumah.com. Baca Juga Rekomendasi Rumah Terbaik di Pamulang Seharga Rp800 Juta-an Rumah Murah di Inggris Mulai dari Rp 800 Juta Menarik, Material Bangunan Ini Terbuat dari Limbah! “Setiap tahun ada perubahan kebijakan bidang perumahan, terutama pada sistem atau mekanisme. Mekanisme itu terus kami kembangkan agar semakin baik pada pelaksanaannya di lapangan,” ujar Syarif. Menurutnya, Kementerian PUPR akan lebih memfokuskan diri dalam hal penataan perumahan swadaya, yakni rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat. Apalagi selama ini Kementerian PUPR mempunyai program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), yang akan menyokong peningkatan kualitas atau pembangunan baru bagi Rumah Tidak Layak Huni (RLTH) yang dimiliki Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2015, jumlah RTLH (Rumah Tidak Layak Huni) sekitar 2,51 juta unit dengan rincian 2,18 juta rawan layak huni dan 0,33 juta benar-benar tak layak huni. Pemerintah pun berupaya mendorong percepatan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan mencanangkan Program Satu Juta Rumah sejak April 2015 lalu. Pada RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) 2015-2019 bidang perumahan, target penanganan RTLH adalah 1,5 juta peningkatan kualitas rumah swadaya dan 250.000 pembangunan baru. Sementara anggaran pemerintah pusat hanya mampu melaksanakan sebesar 400.000. Dalam pelaksanaannya, sambung Syarif, Program BSPS memang tidak terlepas dari sejumlah kendala.
“Dulu pelanggaran banyak terjadi di level pelaksanaan program BSPS, karena uang yang disalurkan tidak dibelikan bahan bangunan. Maka pada saat ini sistemnya telah kami ubah, salah satunya uang tidak akan cair sebelum dibelikan bahan bangunan,” tegasnya. (Baca juga: Siap-siap, Rumah Tidak Layak Huni Bakal Dibedah!) Penyaluran Lebih Diawasi Dalam meningkatkan kelembagaan, pada 2016 Ditjen Penyediaan Perumahan telah memiliki perwakilan di daerah yang disebut Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) untuk mendekatkan diri dengan masyarakat. “Dulu rentang kendali sangat jauh. Kami harus keliling seluruh Indonesia untuk pengawasan. Tahun ini dengan SNVT, pelaksanaan jauh lebih bagus. Komunikasi lebih baik dan capaian pun melampaui target yang ditetapkan,” katanya. Syarif juga mengungkapkan bahwa penyaluran BSPS tidak bisa diserahkan begitu saja. Masyarakat perlu disiapkan sebelum menerima bantuan supaya dapat dilaksanakan dengan baik. “Tidak perlu langsung diberikan pada tahun ditetapkan menerima bantuan. Masyarakat perlu tahu, bahwa ada keswadayaan yang perlu disiapkan masyakarat. Pemerintah sifatnya sebenarnya hanya sebagai stimulan, bukan sebagai bantuan dana pembangunan keseluruhan,” ujarnya. Syarif juga mengungkapkan bahwa dalam hal kelembagaan, peran Pemerintah Daerah (Pemda) juga perlu ditingkatkan. Pemda dirasa perlu terlibat dan mengalokasikan anggaran untuk penanganan rumah tidak layak huni.
Kliping Berita Online Tanggal : 12/28/2016 10:55:00 AM Sumber : Okezone Penulis :
BNPT Gandeng BPS Tanggulangi Terorisme JAKARTA - Beberapa program penanggulangan terorisme ada selama ini belum fokus, terutama menyangkut data dan statistik. Maka itu diharapkan sinergi Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjadi solusi untuk untuk menyusun langkah baru bersama 25 kementerian dan lembaga. Sinergi ini ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) kerja sama penyediaan serta pemantapan data dan informasi statistik dalam rangka penanggulangan terorisme. MoU sebagai bagian dari pelibatan kementerian dan lembaga dalam penanggulangan terorisme. Jadi Target ISIS, Badan Antiteror Denmark Sambangi BNPTBNPT dan Polri Teken MoU Pemberantasan Terorisme di IndonesiaBNPT Akan Terapi Jajarannya yang Positif Pakai Narkoba "Masalah terorise banyak variabelnya seperti kemiskinan, sosial ekonomi, meski landasannya masalah ideologi," ujar Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius. Ia mengakui tidak mungkin menanggulangi terorisme tanpa melibatkan pihak lain. Apalagi, kata dia dalam penanggulangan terorisme harus dilakukan dari hulu sampai hilir. "Dengan demikian program penanggulangan terorisme bisa lebih efektif dan lebih baik," ucapnya. Sementara, Kepala BPS Suhariyanto menilai kerja sama ini pertama kali yang dilakukannya dengan BNPT. Dia berharap momentum ini menjadi awal lebih baik untuk menyusun kerja sama lebih erat antara BNPT dan BPS ke depan. "Silakan memanfaatkan data BPS. Dari MoU ini kita akan susun indeks risiko terorisme, sehingga suatu saat nanti, indeks ini bisa sampai level kabupaten dan kota, sehingga bisa jadi dasar monitoring yang komprehensif," sebut Suhariyanto.
Kliping Berita Online Tanggal : 12/28/2016 10:35:00 AM Sumber : Sindonews Penulis : Saiful Munir
BNPT Gandeng BPS Tanggulangi Terorisme JAKARTA - Beberapa program penanggulangan terorisme ada selama ini belum fokus, terutama menyangkut data dan statistik. Maka itu diharapkan sinergi Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjadi solusi untuk untuk menyusun langkah baru bersama 25 kementerian dan lembaga. S inergi ini ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) kerja sama penyediaan serta pemantapan data dan informasi statistik dalam rangka penanggulangan terorisme. MoU sebagai bagian dari pelibatan kementerian dan lembaga dalam penanggulangan terorisme. "Masalah terorise banyak variabelnya seperti kemiskinan, sosial ekonomi, meski landasannya masalah ideologi," ujar Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius melalui siaran pers yang diterima SINDOnews, Selasa, 27 Desember 2016 malam. Dia mengakui tidak mungkin menanggulangi terorisme tanpa melibatkan pihak lain. Apalagi, kata dia dalam penanggulangan terorisme harus dilakukan dari hulu sampai hilir. "Dengan demikian program penanggulangan terorisme bisa lebih efektif dan lebih baik," ucapnya. Kepala BPS Suhariyanto menilai kerja sama ini pertama kali yang dilakukannya dengan BNPT. Dia berharap momentum ini menjadi awal lebih baik untuk menyusun kerja sama lebih erat antara BNPT dan BPS ke depan."Silakan memanfaatkan data BPS. Dari MoU ini kita akan susun indeks risiko terorisme, sehingga suatu saat nanti, indeks ini bisa sampai level kabupaten dan kota, sehingga bisa jadi dasar monitoring yang komprehensif," ucap Suhariyanto.
Kliping Berita Online Tanggal : 12/28/2016 9:47:00 AM Sumber : Merdeka Penulis : Idris Rusadi Putra
Rupiah melemah menuju level Rp 13.500 per USD Merdeka.com - Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) bergerak melemah di perdagangan pagi ini, Rabu (28/12). Rupiah dibuka di level Rp 13.433 atau menguat tipis dibanding penutupan perdagangan kemarin di Rp 13.446 per USD. Meski demikian, Rupiah melemah usai pembukaan.Dapatkan diskon Rp 300,000 untuk tiket libur Natal & Tahun baru-mu Mengutip data Bloomberg, Rupiah bergerak menuju level Rp 13.500 per USD. Melemah usai pembukaan, Rupiah saat ini berada di Rp 13.447 per USD. Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai tukar Rupiah pada November 2016 mengalami depresiasi atau melemah 3,90 persen terhadap USD, dengan rata-rata level terendah mencapai Rp 13.500,32 per USD. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, sepanjang November 2016 nilai tukar Rupiah terhadap USD melemah 506,36 poin, jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. "Sepanjang November 2016 nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS cukup melemah atau mengalami depresiasi," kata Sasmito, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (15/12). Tercatat, level terendah rata-rata nasional kurs tengah eceran rupiah terhadap USD terjadi pada minggu kelima November 2016 yang mencapai Rp 13.500,32 per USD. Sedangkan berdasar provinsi, level terendah kurs tengah terjadi di Provinsi Banten yang mencapai Rp 13.627,88 per USD pada minggu keempat November 2016. Sementara yang tertinggi terjadi di Kalimantan Utara sebesar Rp 13.151,00 per USD.
Kliping Berita Online Tanggal : 12/28/2016 7:09:00 AM Sumber : MetroTvNews Penulis :
Menjinakkan Inflasi Pangan 2017 TAHUN 2016 segera berlalu dan ada sejumlah prestasi di dalamnya. Salah satu yang patut diacungi jempol ialah pengendalian inflasi. Tingkat inflasi tahun kalender Januari hingga November 2016 tercatat 2,59 persen, dan inflasi dari tahun ke tahun mencapai 3,58 persen. Hingga akhir tahun diperkirakan inflasi berkisar 3,5 persen, lebih rendah dari target 4 persen. Inflasi yang rendah tahun ini disumbang oleh terkendalinya kelompok harga-harga yang diatur pemerintah (administered prices) dan inflasi inti. Sebaliknya, inflasi lebih banyak disumbang sektor pangan (volatile foods). Sepanjang 2016, harga sejumlah komoditas pangan, terutama pangan pokok, tidak stabil. Harga naik turun mengikuti irama pasokan dan permintaan yang juga fluktuatif. Setidaknya ada sembilan komoditas yang harganya tidak stabil, yakni beras, jagung, kedelai, daging sapi, daging ayam, bawang merah, bawang putih, cabai merah, dan cabai keriting. Cabai, misalnya, hingga November menyumbang 0,5 persen dari 2,59 persen inflasi atau 19,3 persen. Ini amat besar. Pasokan yang fluktuatif membuat harga cabai naik turun bagai roller coaster. Dalam beberapa tahun terakhir memang ada kecenderungan inflasi didorong oleh fenomena nonmoneter, yakni volatile foods, bukan dari administered goods. Pada 2014, dari inflasi 8,36 persen sekitar 2,06 persen disumbang oleh bahan pangan dan 1,31 persen oleh pangan olahan dan tembakau. Secara keseluruhan pangan berperan 40,31 persen pada inflasi nasional. Pada 2015 kecenderungannya sama, yang tecermin dari andil pangan sebesar 61,19 persen, dari inflasi nasional sebesar 3,35 persen. Ditilik dari sumbernya, pangan yang berperan besar dalam inflasi berturutturut ialah beras, bawang merah, daging broiler, ikan segar, nasi dengan lauk, telur ayam, bawang putih, mi, dan gula pasir. Jika dibandingkan dengan 2014, komoditasnya tidak berbeda signifikan. Yang berbeda hanya andilnya dalam inflasi. Tahun 2017 pemerintah menargetkan inflasi 4 persen. Target ini dibayangi tantangan internal dan eksternal, termasuk potensi kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan kenaikan harga minyak dunia yang bakal memengaruhi harga BBM di pasar domestik. Namun demikian, belajar dari pengalaman 2016, pemerintah lebih siap mengendalikan harga-harga administered goods. Indonesia juga terbiasa dengan fluktuasi ekonomi global. Sebaliknya, tantangan pengendalian inflasi 2017 ada pada instabilitas harga pangan. Jadi acuan Fluktuasi harga pangan dan inflasi akan menekan daya beli konsumen. Inflasi akibat instabilitas harga pangan akan mengekspos warga miskin pada posisi rentan. Karena itu, para ekonom menyebut inflasi 'perampok uang rakyat'. Per September 2015, BPS menetapkan garis kemiskinan sebesar Rp344.809, dan 73,07 persen di antaranya disusun dari makanan. Artinya, warga miskin membelanjakan 73 persen pendapatan keluarga untuk pangan. Dari semua jenis pangan, beras paling dominan, menguras 29 persen pendapatan keluarga miskin. Mereka mendadak jatuh miskin ketika harga pangan, terutama beras, melonjak tinggi. Jumlah warga miskin di negeri ini tidak kunjung turun signifikan satu dekade terakhir karena instabilitas harga pangan masih menjadi rutinitas yang berulang. BACA: BI Khawatirkan Inflasi 2017 Naik
Yang terbaru, pemerintah lewat Kementerian Perdagangan mengatur harga acuan tujuh komoditas pangan, yaitu beras, jagung, kedelai, gula, cabai, bawang merah, dan daging sapi. Dalam Permendag No 63/2016 tentang Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen itu pemerintah ingin menjamin stabilitas harga dan pasokan tujuh komoditas. Harga akan jadi acuan pemerintah untuk mengintervensi pasar saat terjadi gejolak harga. Harga sudah memperhitungkan keuntungan petani, pedagang, dan daya beli konsumen. Harga berlaku secara nasional dan akan dievaluasi empat bulan sekali. Pemerintah hakulyakin harga acuan bisa menjadi solusi instabilitas harga pangan. Pemerintah menugaskan Bulog dan BUMN lain sebagai stabilisator harga. Acuannya, saat harga jatuh, Bulog dan BUMN lain harus menyerap produksi petani domestik sesuai harga acuan. Sebaliknya, saat harga melentik tinggi, mereka harus mengguyur pasar dengan operasi pasar dan pasar murah. Jika tidak mempan, pintu impor dibuka, terutama bila pasokan domestik tidak cukup. Patokannya, harga jatuh/naik 9 persen dari harga acuan. Pertanyaannya, akankah harga acuan menjadi panasea instabilitas harga pangan? Tujuan beleid ini hanya acuan. Tidak lebih, tidak kurang. Karena hanya sebagai acuan, pengaruhnya terhadap stabilitas harga bersifat residual. Pertama, harga aktual di pasar saat ini jauh di atas harga acuan. Harga beras di pasar saat ini rata-rata Rp10.610/kg, jauh di atas harga acuan Rp9.500/kg. Harga bawang merah di pasar Rp42.110/kg, jauh di atas harga acuan Rp32 ribu/kg. Kalau harga diturunkan, yang paling merugi ialah petani. Kedua, tak ada sanksi tegas bila harga acuan tak dipatuhi. Permendag ini tak lebih dari macan kertas. Ketiga, kebijakan ini tidak dibarengi instrumen penting stabilisasi harga, seperti cadangan pangan tujuh komoditas, dan pengaturan distribusi. Ada atau tidak ada Permendag ini hampir tak ada bedanya. Produsen, pengusaha, atau sekelompok kecil orang yang memiliki kuasa mengendalikan pasokan dan mengatur harga di pasar tetap terbuka celah untuk melakukan kartel dan persekongkolan guna mengatur volume, harga, dan wilayah distribusi. Saat ini hampir semua harga pangan, kecuali beras, masih diserahkan kepada mekanisme pasar. Instrumen stabilisasi terbatas. Sejak Bulog dikebiri, praktis kita tidak memiliki badan penyangga yang memiliki kekuatan besar menstabilkan pasokan dan harga pangan. Kini, penyangga dan pengatur harga diambilalih swasta. Mereka menguasai distribusi komoditas pangan. Jalur distribusi yang konsentris dan oligopolis ini terjadi pada dua sumber pasokan, yakni produksi domestik dan impor. Di tangan mereka, bisnis ini bahkan sudah menjadi political rent-seeking. Untuk menstabilkan harga pangan secara sistemik dan terencana, bisa dimulai dengan penetapan jenis pangan pokok tertentu yang diatur cadangannya. Penetapan ini sebagai penanda negara hadir dan menstabilisasikan harga dan pasokan pangan. Untuk itu, negara harus memilih kemudian menetapkan, tidak mungkin semua jenis pangan direngkuh. Lalu, menunaikan pembentukan kelembagaan pangan, seperti amanat Pasal 126-129 UU Pangan. Selain menetapkan jumlah cadangan Pangan Pokok Tertentu, kepala lembaga ini bertugas merumuskan kebijakan, mengoordinasikan, dan mengarahkan pembangunan pangan. Agar komplet, instrumen stabilisasi harus dilengkapi dengan beleid harga (atas + bawah), aturan ekspor-impor, penyimpanan, dan distribusi. Bulog bisa menjadi tangan kanan lembaga ini dalam pengelolaan cadangan dan stabilisasi harga. Khudori Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat (2010-sekarang).
Kliping Berita Online Tanggal : 12/28/2016 6:42:00 AM Sumber : Republika Penulis : Angga Indrawan
Jumlah RTLH di Banjarnegara Masih 52.981 Unit REPUBLIKA.CO.ID, BANJARNEGARA -- Jumah rumah tidak layak huni (RTLH) di Kabupaten Banjarnegara, masih cukup besar. Kepala Bappeda Banjarnegara Mulyanto, menyebutkan berdasarkan data terpadu BPS tahun 2015 jumlah RTLH di Banjarnegara tercatat sebanyak 52.981 unit. "Dari jumlah itu, sebanyak 3.749 unit RTLH masuk dalam kategori prioritas I yang harus segara direhab mengingat kondisinya yang memprihatinkan," jelasnya, Selasa (27/12). Rumah-rumah tidak layak huni yang masuk prioritas I ini, tersebar di 19 desa di 6 Kecamatan antara lain Kecamatan Karangkobar, Wanayasa, Pejawaran, Punggelan, Kalibening dan Pagentan. Sejalan dengan program rehab yang sudah dilaksanakan, dia menyebutkan, jumlah RTLH sesuai data BPS tahun 2015, sudah berkurang mengingat beberapa program kegiatan pronangkis (Program Penanggulangan Kemiskinan) yang dilaksanakan di KPMD dan SKPD lain. "Data yang kami miliki, sejak 2008 sampai dengan tahun 2016, ada 3.365 unit RTLH yang telah direhab. Program rehab RTLH tersebut, antara lain sebanyak 180 unit dibiayai APBD Provinsi Jateng dan 3.185 unit dibiayai APBD Kabupaten," katanya. Kepala Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) Imam Purwadi, menambahkan Bupati dan DPRD juga telah mengambil kebijakan bahwa penanganan RTLH juga harus ditangani pemerintah desa melalui APBDes. "Diharapkan setiap desa bisa menganggarkan program rehab RTLH sebanyak 10 unit rumah per tahun. Bila ini bisa dilaksanakan, maka jumlah RTLH yang tertangani bisa mencapai 2.660 unit rumah per tahun," katanya. Imam juga menambahkan, khusus kegiatan rehab RTLH yang ditangani KPMD, pada tahun 2015 terdapat 250 RTLH yang tertangani. Dan pada tahun 2016, ada 1250 RTLH yang tertangani. Pembiayaannya berasal dari APBD Murni dan APBD Perubahan 2016. "Pada tahun 2017, dalam APBD Banjarnegara telah dialokasikan anggaran senilai Rp 4 miliar untuk penanganan RTLH prioritas I. Selain bersumber dari APBD, juga ada Dana Alokasi Khusus dari pemerintah pusat untuk rehab 385 unit rumah dan dari APBD Provinsi Jateng sebanyak 1.160 unit rumah," jelasnya.
Kliping Berita Online Tanggal : 12/28/2016 6:37:00 AM Sumber : MetroTvNews Penulis : Riyan Ferdianto
Tiga Masalah Pokok dalam Debat CagubCawagub Banten Metrotvnews.com Jakarta: Debat pertama pasangan cagub dan cawagub Pilkada Provinsi Banten yang disiarkan langsung stasiun Televisi Metro TV, Selasa (27/12/2016) mengangkat tiga tema yang dianggap sebagai pokok masalah yang dihadapi provinsi Banten saat ini. Ketiga masalah tersebut adalah kesejahteraan masyarakat, kualitas birokrasi yang buruk dan memarginalkan perempuan. Menanggapi isu peningkatan kesejahteraan masyarakat pasangan calon nomor urut satu Wahidin Halim-Andika Hazrumy berkomitmen untuk meningkatkan daya saing daerah dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). "Komitmen kami adalah membangun 1.000 sekolah dan memperbaiki infrastuktur baik jalan terutama di daerah yang masih terbelakang seperti Lebak dan Pandeglang. Selain itu kami juga akan memperbanyak sekolah kejuruan untuk menekan angka pengangguran," kata Wahidin. Sementara itu Pasangan Calon Nomor Urut Dua Rano Karno-Embay Mulya Syarif akan memastikan pengelolaan sumber daya ekonomi yang ada, terutama mengembangkan wilayah pesisir dan kelautan. "Banten memiliki 317 garis pantai dan itu betul menjadi potensi kelautan yang tidak main-main. Ini akan kami maksimalkan potensinya. Dan tentu saja kami juga akan luncurkan program kewirausahaan dengan satu keluarga satu wirausaha. Ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," jelas Rano. Diketahui berdasarkan data BPS pada 2016 Provinsi Banten mencatat angka balita gizi buruk sebanyak 1078, angka harapan hidup 69,43 persen, di mana angka ini berada di bawah rata-rata nasional sebesar 70,78 persen. Pemeran Doel dalam sinema Si Doel Anak Sekolahan ini mengatalan secara konkret Pemprov Banten itu terdiri dari empat kabupaten dan empat kota, tentu Pemerintah Provinsi harus memberikan stimulan ke daerah untuk menjamin kabupaten dan kota mengurangi angka gizi buruk dan kesehatan ibu. "Dan yang penting bukan hanya saat melahirkan, tetapi sejak dalam kandungan itu harus betul dijamin. Intinya sinergikan program dengan Kabupaten dan Kota," jelas Rano. Ditambahkan oleh Wahidin Halim, bahwa dia yakin di tangannya persoalan gizi buruk akan bisa diselesaikan dalam waktu hanya enam bulan. Caranya, kata mantan Wali Kota Tangerang ini, di masanya nanti Pemerintah akan adakan program memberi susu kepada bayi-bayi.
"Intinya harus ada intervensi kesehatan. Provinsi juga harus menyerasikan program pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten atau kota. Dan tambahan lagi adalah memperkuat peran Posyandu," ujar Wahidin. Terkait reformasi birokrasi, pasangan Rano karno-Embay yang didukung PDIP, Nasdem dan PPP menjelaskan pentingnya terobosan reformasi birokasi di Banten dengan memastikan pelayanan terpadu satu pintu, pembangunan sistem, pendelegasian kewenangan yang bisa diberikan kepada pejabat tertentu sehingga tidak terpusat semuanya pada gubernur serta melakukan proses lelang jabatan dan pemberian pelatihan yang simultan bagi pejabat daerah. Sementara bagi Wahidin Halim, dasar refermasi birokrasi harus dimulai dengan perubahan paradigma., bahwa birokasi harus melayani bukan dilayani. "Intinya melayani karena melayani juga adalah ibadah," jelas Wahidin.
Kliping Berita Online Tanggal : 12/28/2016 6:25:00 AM Sumber : Kompas Penulis : Dani Prabowo
"Jangan-jangan Ada Karyawan BPS yang Terlibat Jaringan Terorisme..." JAKARTA, KOMPAS.com – Kepala Badan Pusat Statistik Suharyanto mengaku kaget saat kali pertama mendapat surat dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Pasalnya, dalam kurun waktu sepekan terakhir marak pemberitaan terkait penangkapan beberapa terduga teroris di sejumlah daerah. "Yang terlitas adalah jangan-jangan ada karyawan BPS yang terlibat jaringan terorisme. Karena terorisme mudah sekali dipicu dari media sosial dan brainwash-nya mudah sekali," kata Suharyanto di Jakarta, Selasa (27/12/2016). Rupanya, kata dia, surat tersebut berisi permohonan kerja sama BNPT agar BPS menyediakan indeks risiko terorisme. Teken Nota Kesepahaman, BNPT dan BPS Susun Indeks Risiko Terorisme) Menurut Suharyanto, selama ini yang ramai diberitakan media massa hanyalah persoalan yang terjadi di hilir. Sementara, inti permasalahan terorisme kurang tersentuh dengan baik. "Hulu permasalahan terorisme sangat kompleks, multidimensional. Bisa jadi teror muncul karena ekonomi yang timpang, sehingga pelaku merasa tidak mendapat haknya, tidak mendapat keadilan, ini yang jadi salah satu pemicu," ujar dia. Berdasarkan data Global Terorism Index (GTI) 2016 yang dirilis Institute for Economic and Peace, kata Suharyanto, kasus ancaman teror meningkat di 76 negara. Bahkan, 21 dari 34 negara peserta Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengalami serangan teror yang nyata. "Keamanan di level global dan nasional merupakan suatu keharusan. Di agenda Global Sustainable Development Goals, keamanan menjadi tujuan utama yang tercantum di dalam Pasal 16," kata dia. Suharyanto menambahkan, analisis di dalam GTI sangat kompleks. Mulai dari penyebab teror terjadi, ketimpangan ekonomi, tren pergerakan teror, faktor geopolitik, strategi serta pengaruh terhadap ekonomi. "Di nasional belum punya skala. Analisis sekomprehensif GTI itu tentu harus kita pecahkan agar punya dokumen yang berisi data dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menyusun roadmap ke depan dalam penanggulangan terorisme," tuturnya.
Kliping Berita Online Tanggal : 12/28/2016 5:52:00 AM Sumber : Republika Penulis : Fernan Rahadi
BNPT-BPS Teken MoU Penyediaan Data dan Informasi untuk Tangkal Terorisme REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menandatangani Nota Kesepahamanan (MoU) kerjasama penyediaan serta pemantapan data dan informasi Statistik Dalam Rangka Penanggulangan Terorisme di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (27/12). MoU sebagai bagian dari pelibatan kementerian dan lembaga dalam penanggulangan terorisme. Selain BPS, BNPT akan bersinergi dengan 25 kementerian dan lembaga lainnya. “Ini merupakan upaya nyata BNPT untuk memperkuat sinergi berdasarkan data statistic secara nasional sehingga nantinya kebijakan dan strategi yang dihasilkan bisa secara integratif dan berkelanjutan. Dengan demikian program penanggulangan terorisme bisa lebih efektif dan lebih baik,” kata Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius. Suhardi mengungkapkan, selama ini beberapa program penanggulangan terorisme ada yang belum fokus, terutama yang menyangkut data dan statistik. Ia berharap sinergi dengan BPS ini menjadi solusi untuk untuk menyusun langkah baru bersama 25 Lembaga Kementerian dan lembaga. Menurutnya, BNPT tdak mungkin menanggulangi terorisme tanpa keterlibatan pihak-pihak terkait. Apalai penanggulangan terorise itu harus dilakukan dari hulu sampai hilir. Selama ini hard approach, belum menyentuh hulu masalah, sehingga kita juga harus fokus menyentuh dari hulu sampai hilr agar bisa mereduksi akar masalah terorisme. “Masalah terorise banyak variabelnya seperti kemiskinan, sosial ekonmi, meski landannya masalah ideologi. Dengan perkembangan jaman dengan transformasi teknolgi luar ibasa, bagaimana sosial media mempengaruhi mindset anak bangsa Karena itu, ungkap Suhardi Alius, dalam rangka mendorong efektivitas, perlu data dan informasi statisitik, yang dapat untuk mengukur indeks terorisme di Indonesia, sehingga kita bisa fokus, sistematis, dan bisa dipertanggungjawabkan. Data dan informasi harus dikelola sehingga bisa ditindak lanjuti di lapangan dengan mudah. “Semoga ini dapat meningkatkan sinergi antar lembaga dalam penanggulangan terorisme. Saya berharap MoU ini bisa diimplementasikan dengan penuh komitmen oleh kedua belah pihak dalam penanggulangan terorisme di Indonesia. Sementara itu, Kepala BPS Dr. Suhariyanto menyambut baik penandatanganan MoU ini. Menurutnya, ini adalah MoU pertama BNPT dengan BPS. “Sungguh saya berharap momentum ini bisa menjadi awal yang lebih baik untuk menyusun kerjasama lebih erat antara BNPT dan BPS ke depan,” tutur Suhariyanto. Suhariyanto awalnya sempat ragu saat menerima ‘pinangan’ BNPT. Terkait bagaimana data-data BPS bisa digunakan dan berkontribusi dalam penanggulanganga terorisme di Indonesia. Namun setelah membaca dari kejadian bom Thamrin, sampai terakhir penggagalan rencana teror di Bekasi, Tangerang, dan Purwakarta, ia baru sadar bahwa apa yang di media itu hanya di hilir saja, sementara hulu dalam terorisme itu sangat kompleks.
“Silakan memanfaatkan data BPS. Dari MoU ini kita akan susun indeks resiko terorisme, sehingga suatu sat nanti, indeks ini bisa sampai level kabupaten dan kota , sehingga bisa jadi dasar monitoring yang komprehensif. Saya betul-betul berharap data BPS sekecil apapun bisa memberikan kontribusi pada penanggulangan terorisme di Indonesia,” jelas Suhariyanto.
Kliping Berita Online Tanggal : 12/28/2016 4:50:00 AM Sumber : Detik Penulis : Bahtiar Rifa'i
Debat Cagub, Rano dan Wahidin Saling Bantah soal Kesejahteraan Petani Jakarta - Persoalan kesejahteraan petani menjadi masalah yang disorot dalam Debat Kandidat Pilgub Banten Putaran I. Pasangan calon saling memberikan argumentasi dan solusi terbaiknya.Provinsi Banten menjadi daerah yang memiliki mayoritas penduduk sebagai petani. Namun, ternyata tingkat kesejahteraan Nilai Tukar Petani menurun sebesar 1,32 persen. Selain itu, petani termarjinalkan dan miskin.Menanggapi persoalan di atas, calon Gubernur Banten Wahidin Halim mengaku tidak merasa aneh. Menurutnya, produk pertanian sulit dibawa ke pasar karena jalan infrastruktur yang rusak. Itu salah satu hal yang membuat petani di Banten menderita. Selain itu, menurutnya, petani terdesak dan kekurangan lahan karena kalah oleh investor. "Petani terdesak kekurangan lahan, sebagian lahan di Banten dikuasai investor orang berduit. Pandeglang dan Lebak masyarakat produktif tidak pilih jadi petani sebagai profesi," kata Wahidin saat mendapat pertanyaan mengenai petani Banten dalam debat kandidat putaran pertama, Selasa (27/12/2016) malam. Menurutnya, pemerintah harus memberikan insentif kepada petani, termasuk transportasi murah dan bimbingan, agar mutu produksinya terjamin. Sementara itu, menurut cagub Banten Rano Karno, berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), Nilai Tukar Petani atau NTP di Banten justru mengalami tren kenaikan, bahkan di atas nasional. Pada 2014, menurutnya, NTP Provinsi Banten sebesar 104,75 persen, sedangkan nasional 102 persen. Pada 2015, nilai tersebut naik menjadi 104,77 persen. "Saya khawatir ini beda data. Ini BPS. Produksi padi kami 2014 (ada) 2,45 juta ton, sekarang 2,188 juta ton," ujar Rano. Selain itu, menurut Rano, Provinsi Banten memiliki target yang diberikan nasional selama 3 tahun agar bisa meningkatkan 1 juta ton produksi padi. (bri/elz)
Kliping Berita Online Tanggal : 12/28/2016 4:20:00 AM Sumber : TheJakartaPost Penulis : News Desk
Terrorism index should highlight intra-religious conflict: Expert The government’s plan to establish the Terrorism Risk Index, which aims to detect potential terrorism acts in regions across the country, should underline intra-religious conflict amid growing sectarian hate, an expert has said. Terrorism analyst Al Chaidar said conflict within the same religion driven by different schools of thought should not be undermined because it often served as the primary cause that has led a person toward extremism. “The inter-religious conflict between followers of different schools of thoughts can vastly influence the growth of intolerance,” he said on Wednesday. He said that if the matter was overlooked, the government might fail to detect and identify the roots of radicalism in Indonesia. He said that, for example, many Indonesians aiming to join militants in war-torn Syria were propelled by the escalating Shiite-Sunni tensions. “A comprehensive terrorism risk index that measures key and determining factors will eventually help regional governments to know better what has pushed the increase in terrorism activities in their respective areas. It’s important so that they will know how to deal with it,” he said. On Tuesday, the National Counterterrorism Agency (BNPT) and the Central Statistics Agency (BPS) agreed to work on establishing the first ever Terrorism Risk Index in a bid to better identify the root of terrorism amid fear of growing radicalism in the country. The factors gauged will include, among others, ideology, economics, politics, social issues and culture.