UNIVERSITAS INDONESIA
BIRATIONAL EQUIVALENCE ANTARA DUA HIMPUNAN TUTUP TAK-TEREDUKSI
SKRIPSI
LOIS MUTIARA 0706163110
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI SARJANA MATEMATIKA DEPOK JUNI 2011
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
BIRATIONAL EQUIVALENCE ANTARA DUA HIMPUNAN TUTUP TAK-TEREDUKSI
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains
LOIS MUTIARA 0706163110
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI SARJANA MATEMATIKA DEPOK JUNI 2011
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Lois Mutiara
NPM
: 0706163110
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 30 Juni 2011
iii
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: : : :
Lois Mutiara 0706163110 Sarjana Matematika Birational Equivalence Antara Dua Himpunan Tutup Tak-tereduksi
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi S1 Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Dra. Nora Hariadi, M.Si.
(
)
Penguji
: Arie Wibowo, M.Si.
(
)
Penguji
: Dr. Hengki Tasman.
(
)
Penguji
: Dr. Kiki Ariyanti S.
(
)
Ditetapkan di Tanggal
: Depok : 14 Juni 2011
iv
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
KATA PENGANTAR
Segala puji, hormat, dan syukur kepada Tuhan karena hanya oleh anugerahnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Tuhan Yesus. My highest gratitude for my Savior, Redeemer, and Friend. Thank you for giving me a purpose in life. For all the blessings I do not deserve, that I received only by Your grace. 2. Dra. Nora Hariadi, M.Si. selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberi masukan-masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir yang cukup berat ini. 3. Dra. Yahma Wisnani M.Kom. selaku pembimbing akademik penulis. 4. Yudi Satria, MT. selaku ketua departemen, Rahmi Rusin, S.Si., M.Sc.Tech. selaku sekretaris departemen, dan Dr. Dian Lestari selaku koordinator pendidikan yang telah banyak membantu proses penyelesaian tugas akhir ini. 5. Dr. Kiki A. Sugeng yang telah memberi masukan untuk skripsi dan seminar. 6. Seluruh staf pengajar di Matematika UI atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan dan pengalaman-pengalaman yang dibagikan. 7. Seluruh karyawan (Mba Santi, Pak Saliman, Mba Rusmi, Pak Salman, Pak Wawan, dkk) di departemen Matematika UI atas bantuannya. 8. Keluarga. Thank you Dad, Mum, and Daniel for all your prayers, guidance, encouragement, and support. You’ve been such great role models to me. 9. Mbak Siti yang telah menolong dalam banyak hal sejak kecil hingga kuliah. 10. Dut, fellow VIP Nora, Dita, Farah, Windy, Widai, Bung Toto, Kembar Tiga (Bapet, Qui, Ferdy). Thanks for making my university life enjoyable and memorable. Please keep in contact even after we graduated and go our separate ways. Gonna miss you guys. A très bientôt! v
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
11. Teman-teman angkatan 2007 yang berjuang bersama sejak Algoritma: (in random order) Tepoi, Siska, Aripp, Anis, Putri, Siti, Afni, Mitha, Isna, Shafa, Anjar, Gamar, Sica, Misda, Manda, Nene, Hikma, Shafira, Widya, Zul, Putu, Ayat, Adit, Bowo, Ojan, Bang Yos, Hanip, Andi, Ketan Adi, serta Ryan dan Pauline. Hope we could maintain a good network in the future. 12. Para senior angkatan 2006 (Kak Oza, Kak Teguh, Kak Rian, dkk), 2005 (Kak Jessie, Kak Daniel, dkk), dan 2004 (Kak Echa, Kak Novi, dkk). Thanks for being so nice to me even though there’s an age gap, and for helping me with your experiences. Wish you all the best in your careers! 13. Angkatan 2009 (adik asuh Agnes dan Tika, Cepi, Azki, Eja, Emyl, Sofwah, Luthfir “Pak Rete”, Michael, Soleman, Harnoko, dkk) dan 2008 (Cindy, Dheni, Arief, Imun, dkk). Nice to know you and teach you! Sorry for my lack of time and comprehension. Hope you got something good from me. 14. Angkatan 2010. Bernard, don’t give up! Raja, be confident…you’re a genius. 15. Angkatan 2011. If you’re reading this…hello, goodbye! Enjoy your times in Mathematics, so it wouldn’t feel that long. 16. Semua pengurus dan jemaat PO FMIPA. I’ve learned a lot during these past 4 years through the fellowship. Thank you for being my siblings in Christ. 17. Kak Bong, Kak Albert. Thank you for all the help regarding mathematics and Europe. Kak Andy, thanks for sharing your theories and thoughts. 18. Para peserta pelatihan ONMIPA-PT 2009 dan 2010 (Kak Inne, Kak Opi, Adhe, Arif, Dede Dimas, Rudi, Wawan, Satria, Oscar, Agung, Sunni, dkk). Thanks for keeping me humble. I’m honored to encounter such great minds. 19. Terakhir…my laptop, favorite idols, musicians, songs, movies, TV shows, and other forms of entertainment. Thanks for keeping me sane.
Akhir kata, penulis mohon maaf jika terdapat kesalahan atau kekurangan dalam skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis 2011 vi
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis karya
: : : : : :
Lois Mutiara 0706163110 Sarjana Matematika Matematika Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Birational Equivalence Antara Dua Himpunan Tutup Tak-tereduksi beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di: Depok Pada tanggal: 30 Juni 2011 Yang menyatakan
(Lois Mutiara)
vii
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
ABSTRAK
Nama : Lois Mutiara Program Studi : Matematika Judul : Birational Equivalence Antara Dua Himpunan Tutup Tak-tereduksi Diberikan suatu lapangan yang tertutup secara aljabar k dan bilangan bulat positif n, ruang affine berdimensi-n atas k didefinisikan sebagai himpunan 𝔸𝑛 = 𝛼1 , … , 𝛼𝑛 : 𝛼1 , … , 𝛼𝑛 ∈ 𝑘 . Suatu kurva aljabar tak-tereduksi pada bidang affine 𝔸2 didefinisikan oleh 𝑓 𝑥, 𝑦 = 0 dimana f adalah polinomial tak-tereduksi yang tidak konstan. Ada kurva-kurva aljabar tak-tereduksi yang dapat diparameterisasi menjadi fungsi-fungsi rasional, dan parameterisasi ini merupakan bentuk yang lebih sederhana dari pemetaan rasional antara dua kurva aljabar taktereduksi. Apabila pemetaan rasional tersebut mempunyai pemetaan rasional invers, pemetaan ini menjadi suatu relasi khusus yang disebut birational equivalence dan kedua kurva tersebut dikatakan birational. Pemetaan dan relasi ini juga dapat didefinisikan pada subhimpunan tutup tak-tereduksi dari 𝔸𝑛 yang merupakan bentuk umum dari kurva aljabar tak-tereduksi. Dalam skripsi ini akan dipelajari syarat cukup dan syarat perlu untuk dua kurva aljabar tak-tereduksi, atau secara umum dua himpunan tutup tak-tereduksi, birational dengan membuktikan bahwa untuk himpunan-himpunan tutup tak-tereduksi 𝑋 ⊂ 𝔸𝑛 dan 𝑌 ⊂ 𝔸𝑚 , X dan Y birational jika dan hanya jika lapangan fungsi rasional dari keduanya, yaitu 𝑘 𝑋 dan 𝑘 𝑌 , isomorfik atas k.
Kata Kunci
xi + 48 halaman Daftar Pustaka
: birational equivalence, birational, himpunan tutup taktereduksi, pemetaan rasional, fungsi rational, kurva aljabar tak-tereduksi ; 2 gambar : 8 (1969-2007)
viii
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
ABSTRACT
Name : Lois Mutiara Study Program : Mathematics Title : Birational Equivalence Between Two Irreducible Closed Sets Given an algebraically closed field k and a positive integer n, we define the n-dimensional affine space over k to be the set 𝔸𝑛 = 𝛼1 , … , 𝛼𝑛 : 𝛼1 , … , 𝛼𝑛 ∈ 𝑘 . An irreducible algebraic curve on the affine plane 𝔸2 is defined by 𝑓 𝑥, 𝑦 = 0 where f is a nonconstant irreducible polynomial. Some of these curves can be parameterized as rational functions, and this parameterization is a simpler form of a rational map between two irreducible algebraic curves. If this map has an inverse rational map, it becomes a special relation called birational equivalence and we say that the two curves are birational. This map and relation can also be defined on irreducible closed subsets of 𝔸𝑛 , the generalized form of irreducible algebraic curves. This skripsi studies the sufficient and necessary condition for the two irreducible algebraic curves, or in general two irreducible closed sets, to be birational by exhibiting the proof that for irreducible closed sets 𝑋 ⊂ 𝔸𝑛 and 𝑌 ⊂ 𝔸𝑚 , X and Y are birational if and only if their field of rational functions, 𝑘 𝑋 and 𝑘 𝑌 , are isomorphic over k. Keywords
: birational equivalence, birational, irreducible closed sets, rational map, rational functions, irreducible algebraic curves xi + 48 pages ; 2 pictures Bibliography : 8 (1969-2007)
ix
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv KATA PENGANTAR ......................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................... vii ABSTRAK ....................................................................................................... viii ABSTRACT ....................................................................................................... ix DAFTAR ISI ....................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi 1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup ................................................... 3 1.3 Jenis Penelitian dan Metode yang Digunakan ............................................ 3 1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3 2. PENGERTIAN DASAR................................................................................. 4 2.1 Gelanggang dan Lapangan ......................................................................... 4 2.2 Gelanggang Noetherian ............................................................................. 7 2.3 Ruang Affine .............................................................................................. 9 3. BIRATIONAL EQUIVALENCE PADA BIDANG AFFINE ....................... 10 3.1 Kurva Aljabar pada Bidang Affine (𝔸2 ) ................................................... 10 3.2 Fungsi Rasional ....................................................................................... 12 3.3 Pemetaan Rasional dan Birational Equivalence ....................................... 13 3.4 Contoh-contoh Birational Equivalence pada Bidang Affine (𝔸2 ) .............. 13 3.4.1 Birational Equivalence antara Kurva Rasional dan Garis ................... 14 3.4.2 Birational Equivalence pada Kurva Hyperelliptic .............................. 17 3.4.3 Birational Equivalence pada Kurva Cubic ......................................... 19 3.5 Birational Equivalence antara Dua Kurva Aljabar Tak-tereduksi ............. 20 4. BIRATIONAL EQUIVALENCE PADA RUANG AFFINE ........................ 22 4.1 Subhimpunan Tutup dari Ruang Affine .................................................... 22 4.2 Fungsi Reguler dan Pemetaan Reguler pada Subhimpunan Tutup ............ 25 4.3 Fungsi Rasional pada Subhimpunan Tutup Tak-tereduksi ........................ 30 4.3.1 Subhimpunan Tutup Tak-tereduksi.................................................... 30 4.3.2 Fungsi Rasional ................................................................................. 32 4.4 Pemetaan Rasional dan Birational Equivalence ....................................... 36 4.5 Birational Equivalence antara Dua Himpunan Tutup Tak-tereduksi ......... 44 5. KESIMPULAN ............................................................................................ 47 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 48 x
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Titik potong antara kurva C dan garis 𝑦 = 𝑡𝑥.................................. 15 Gambar 3.2 Proyeksi dari titik di kurva C pada garis 𝐿 ....................................... 15
xi
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu topik yang paling menarik dalam matematika adalah teori bilangan, yang terdiri dari teori bilangan aljabar dan analitik. Topik yang populer dalam teori bilangan aljabar adalah teori persamaan tak-tentu, yang juga dikenal dengan persamaan Diophantine. Persamaan Diophantine adalah persamaan polinomial tak-tentu yang hanya memperbolehkan bilangan bulat sebagai nilai dari variabelnya. Persamaan Diophantine mempunyai persamaan yang lebih sedikit daripada variabel yang tidak diketahui dan melibatkan pencarian bilangan bulat yang memenuhi semua persamaan. Persamaan Diophantine juga mengarah pada studi mengenai kurva aljabar dan pencarian titik-titik lattice pada kurva tersebut. Sebagai contoh, pencarian titik rasional 𝑥, 𝑦 dari kurva 𝑥 𝑛 + 𝑦 𝑛 = 1, yang berkaitan dengan Fermat’s Last Theorem. Teorema terkenal ini telah memicu perkembangan matematika modern, seperti teori bilangan aljabar dan studi mengenai kurva eliptik. Kurva eliptik dapat diaplikasikan dalam bidang kriptografi. Pada tahun 1990, matematikawan berkebangsaan Jerman David Hilbert mengemukakan daftar 23 masalah tak terselesaikan pada International Congress of Mathematicians di Paris, yang diyakini akan membentuk matematika abad ke20. Masalah kesepuluh yang diusulkan adalah penyelesaian dari semua masalah Diophantine, yakni mencari prosedur umum untuk menentukan apakah persamaan Diophantine polinomial dengan koefisien-koefisien bilangan bulat mempunyai solusi bilangan bulat. Meskipun masalah ini telah diselesaikan oleh teorema Matiyasevich yang menyiratkan tidak adanya prosedur semacam itu, sudut pandang geometri Diophantine berkembang sebagai akibatnya. Karena meninjau persamaan sebarang berujung pada jalan buntu, persamaan-persamaan yang mempunyai arti
1
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
2
geometri mulai menjadi perhatian. Gagasan utama dari geometri Diophantine ini adalah titik rasional, yaitu solusi dari persamaan polinomial yang ingin dicari. Salah satu usaha untuk mencari titik-titik rasional ini adalah dengan menentukan apakah suatu kurva aljabar dapat diparameterisasi menjadi fungsifungsi rasional. Studi mengenai parameterisasi dari kurva secara umum dapat 2𝑡
ditemui di kalkulus. Sebagai contoh, substitusi trigonometri cos 𝜃 = 1+𝑡 2 , 1−𝑡 2
sin 𝜃 = 1+𝑡 2 adalah parameterisasi dari kurva lingkaran satuan 𝑥 2 + 𝑦 2 = 1, yang juga dipenuhi oleh 𝑥 = cos 𝜃, 𝑦 = sin 𝜃. Parameterisasi ini juga menjadi permasalahan yang membangun geometri aljabar karena memberikan informasi mengenai titik-titik rasional dari kurva. Skripsi ini dimulai dengan mempelajari kurva aljabar tak-tereduksi dimana suatu kelas dari kurva tersebut, yang disebut sebagai kurva rasional, mempunyai koordinat titik yang dapat direpresentasikan oleh fungsi-fungsi rasional dalam satu variabel yang sama. Representasi rasional ini merupakan bentuk yang lebih sederhana dari pemetaan rasional dari kurva rasional ke garis (𝔸1 ). Untuk kurva aljabar tak-tereduksi yang tidak rasional, yakni yang koordinat titiknya tidak dapat direpresentasikan oleh fungsi-fungsi rasional dalam satu variabel yang sama, dimungkinkan adanya pemetaan rasional ke kurva lain yang bukan garis. Selain itu, ketika representasi ini adalah korespondensi satu-satu kecuali di berhingga banyaknya titik maka pemetaan rasional ini dianggap sebagai suatu bentuk relasi yang disebut birational equivalence. Dua kurva yang mempunyai birational equivalence di antara keduanya dikatakan birational atau birationally equivalent (ekivalen secara birational). Pada struktur aljabar yang lebih besar, kurva aljabar tak-tereduksi dapat diperumum menjadi himpunan tutup tak-tereduksi dari ruang affine 𝔸𝑛 . Pemetaan rasional didefinisikan secara lebih umum pada himpunan tutup tak-tereduksi ini, begitu pula dengan birational equivalence.
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
3
1.2 Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup Permasalahan dalam skripsi ini adalah: Apakah syarat cukup dan syarat perlu untuk dua kurva aljabar tak-tereduksi, atau secara umum dua himpunan tutup tak-tereduksi, birational? Ruang lingkup pembahasan masalah dalam skripsi ini dibatasi untuk kurva aljabar tak-tereduksi dan secara umum himpunan tutup tak-tereduksi atas suatu lapangan tertutup secara aljabar k.
1.3 Jenis Penelitian dan Metode yang Digunakan Penelitian dilakukan dengan studi pustaka.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah mempelajari syarat cukup dan syarat perlu untuk dua kurva aljabar tak-tereduksi, atau secara umum dua himpunan tutup tak-tereduksi, birational dengan membuktikan teorema mengenai syarat cukup dan syarat perlu tersebut.
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
BAB 2 PENGERTIAN DASAR
Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi dan konsep dasar dari aljabar komutatif.
2.1 Gelanggang dan Lapangan Ingat kembali bahwa gelanggang adalah himpunan tak-kosong dengan operator asosiatif + dan ∙ sedemikian sehingga himpunan tersebut membentuk grup Abelian terhadap + dan semigrup terhadap ∙ , dan kedua operator tersebut memenuhi hukum distributif. Apabila operator ∙ memenuhi hukum komutatif, gelanggang tersebut dikatakan gelanggang komutatif. Gelanggang komutatif dengan elemen identitas terhadap ∙ yang setiap elemen tak-nol dari gelanggang tersebut mempunyai invers terhadap ∙ disebut lapangan. Gelanggang komutatif R di mana berlaku 𝑎𝑏 = 0 menyebabkan 𝑎 = 0 atau 𝑏 = 0 disebut daerah integral. Ingat kembali bahwa suatu ideal I dari gelanggang R adalah ideal prima dari R jika 𝑎𝑏 ∈ 𝐼 menyebabkan 𝑎 ∈ 𝐼 atau 𝑏 ∈ 𝐼. Selain itu, untuk gelanggang R dengan ideal I, himpunan 𝑅/𝐼 disebut gelanggang faktor. Berikut ini adalah syarat cukup dan syarat perlu agar suatu ideal menjadi ideal prima.
Teorema 2.1.1 Misalkan R adalah gelanggang komutatif dengan elemen identitas dan I adalah ideal dari R. Maka 𝑅/𝐼 adalah daerah integral jika dan hanya jika I adalah ideal prima.
Bukti Akan dibuktikan bahwa 𝑅/𝐼 tidak mempunyai pembagi nol (𝑅/𝐼 adalah daerah integral) dengan kontradiksi. Andaikan I adalah ideal prima tetapi 𝑅/𝐼 4
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
5
mempunyai pembagi nol, yaitu terdapat elemen-elemen tak-nol 𝐼 + 𝑎, 𝐼 + 𝑏 ∈ 𝑅/𝐼 sedemikian sehingga 𝐼 + 𝑎𝑏 = 𝐼 (I adalah elemen nol dari 𝑅/𝐼), yang berarti 𝑎𝑏 ∈ 𝐼. Karena I adalah ideal prima, 𝑎𝑏 ∈ 𝐼 mengimplikasikan 𝑎 ∈ 𝐼 or 𝑏 ∈ 𝐼 sehingga 𝐼 + 𝑎 atau 𝐼 + 𝑏 adalah elemen nol di 𝑅/𝐼 dan terjadi kontradiksi. Sekarang misalkan 𝑅/𝐼 adalah daerah integral dan ambil sebarang 𝑎𝑏 ∈ 𝐼. Karena 𝐼 + 𝑎 𝐼 + 𝑏 = 𝐼 + 𝑎𝑏 = 𝐼 adalah elemen nol di 𝑅/𝐼 dan 𝑅/𝐼 adalah daerah integral, maka 𝐼 + 𝑎 atau 𝐼 + 𝑏 adalah elemen nol di 𝑅/𝐼 yaitu 𝑎 ∈ 𝐼 atau 𝑏 ∈ 𝐼. Jadi I adalah ideal prima. ∎
Suatu daerah integral R dapat diperluas menjadi lapangan hasil baginya, yang berbentuk
𝑎 𝑏
|𝑏 ≠ 0, 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅 . Dapat diperiksa bahwa himpunan ini
membentuk lapangan dengan operasi 𝑎 𝑐 𝑎𝑑 + 𝑏𝑐 + = 𝑏 𝑑 𝑏𝑑 dan untuk 𝑎 ≠ 0,
𝑎 −1 𝑏
,
𝑎 𝑐 𝑎𝑐 ∙ = 𝑏 𝑑 𝑏𝑑
𝑏
= . 𝑎
Ingat kembali bahwa untuk R gelanggang komutatif, jika R adalah daerah integral maka himpunan 𝑅 𝑥 , yang memuat semua polinomial dalam variabel tunggal x dan koefisien-koefisien di R, adalah daerah integral juga. Selain itu, untuk suatu lapangan k yang pasti merupakan daerah integral, 𝑘 𝑥 adalah daerah integral yang pasti merupakan gelanggang, yang disebut gelanggang polinomial. Dengan demikian, himpunan polinomial dalam variabel x dan y yang didefinisikan sebagai 𝑘 𝑥, 𝑦 ≔ 𝑘 𝑥
𝑦 merupakan gelanggang polinomial dalam variabel y
atas daerah integral 𝑘 𝑥 sehingga 𝑘 𝑥, 𝑦 juga merupakan daerah integral. Lebih lanjut, 𝑘 𝑥, 𝑦 adalah suatu daerah faktorisasi tunggal, yaitu setiap polinomial dalam 𝑘 𝑥, 𝑦 dapat difaktorisasi secara unik menjadi perkalian dari polinomialpolinomial tak-tereduksi yang dipangkatkan suatu bilangan positif. Hal ini dapat diperumum untuk polinomial-polinomial dalam n buah variabel dengan koefisien-koefisien di lapangan k.
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
6
Definisi 2.1.2 Himpunan 𝑘 𝑇 yang terdiri dari polinomial-polinomial 𝐹 𝑇 , dimana T adalah himpunan variabel 𝑇1 , … , 𝑇𝑛 , merupakan gelanggang polinomial dalam variabel 𝑇1 , … , 𝑇𝑛 dengan koefisien-koefisien di lapangan k (Shafarevich, 1994). Suatu elemen 𝛼1 , … , 𝛼𝑛 , 𝛼𝑖 ∈ 𝑘 disebut akar dari 𝐹 𝑇 ∈ 𝑘 𝑇 apabila 𝐹 𝛼1 , … , 𝛼𝑛 = 0. Akar-akar inilah yang akan menjadi bahasan penting dalam skripsi ini. Jika 𝐹 𝑥 adalah suatu polinomial dalam satu variabel x dengan koefisien-koefisien di lapangan k, akar dari polinomial 𝐹 𝑥 adalah setiap elemen 𝛼 yang memenuhi 𝐹 𝛼 = 0. Akan tetapi, ada beberapa polinomial yang tidak mempunyai akar di k atau tidak semua akarnya ada di k. Hal inilah yang kemudian memotivasi sudut pandang pembelajaran teori lapangan yang berbeda dengan teori grup. Dimana dalam teori grup, yang menjadi pusat perhatian adalah subgrup dari suatu grup, sedangkan dalam teori lapangan terjadi sebaliknya; diberikan suatu lapangan k, akan dicari lapangan-lapangan yang memuat k sebagai sublapangannya. Lapangan-lapangan ini disebut sebagai extension field dari k dan k disebut sebagai ground field. Meski begitu, ada lapangan k dimana setiap polinomial mempunyai semua akarnya di k. Dalam skripsi ini, hanya akan dibahas lapangan yang demikian, yang disebut lapangan tertutup secara aljabar. Definisi formalnya adalah sebagai berikut. Definisi 2.1.3 Misalkan 𝑘 𝑥 adalah gelanggang polinomial dalam variabel x dengan koefisienkoefisien di k. Lapangan k adalah lapangan tertutup secara aljabar jika setiap polinomial 𝑘 𝑥 ∈ 𝑘 𝑥 dengan derajat positif mempunyai semua akarnya di k (Artin, 1991).
Ingat kembali bahwa suatu lapangan k dikatakan mempunyai karakteristik 𝑝 ≠ 0 jika untuk suatu bilangan bulat positif 𝑝, 𝑝𝑥 = 0 untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑘, dan tidak ada bilangan bulat positif yang lebih kecil dari 𝑝 yang memenuhi sifat ini. Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
7
2.2 Gelanggang Noetherian Salah satu struktur yang dipelajari dalam aljabar komutatif adalah gelanggang noetherian, yang didefinisikan sebagai berikut.
Definisi 2.2.1 Misalkan R adalah gelanggang komutatif dengan elemen identitas. Gelanggang R dikatakan sebagai gelanggang noetherian jika dan hanya jika R memenuhi kondisi berikut: Jika untuk barisan ideal 𝐼𝑘
𝑘∈ℕ
dari R berlaku 𝐼1 ⊆ 𝐼2 ⊆ ⋯ ⊆
𝐼𝑛 ⊆ ⋯ maka terdapat suatu bilangan bulat positif r sedemikian sehingga 𝐼𝑟 = 𝐼𝑟+1 (Atiyah & MacDonald, 1969). Secara sederhana, gelanggang noetherian adalah gelanggang R yang apabila ideal dari R diperbesar, ideal tersebut pada akhirnya akan menjadi stasioner (sama) dan ada kemungkinan menjadi R itu sendiri. Gelanggang noetherian mempunyai sifat bahwa setiap idealnya dibangun secara berhingga, seperti yang dinyatakan dalam teorema berikut ini.
Teorema 2.2.2 Misalkan R adalah gelanggang komutatif dengan elemen identitas. Gelanggang R adalah gelanggang noetherian jika dan hanya jika setiap ideal dari R dibangun secara berhingga, yaitu untuk setiap ideal I dari R dapat ditentukan suatu himpunan dengan berhingga banyaknya elemen, misalnya 𝓑 = 𝛼1 , … , 𝛼𝑟 sedemikian sehingga irisan dari sebarang ideal-ideal yang memuat 𝓑 adalah I.
Bukti Bukti dari teorema ini dapat dilihat di buku Atiyah & MacDonald, Introduction to Commutative Algebra hal.75. ∎
Akibat 2.2.3 Sebarang lapangan adalah gelanggang noetherian.
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
8
Bukti Hal ini jelas karena suatu lapangan hanya mempunyai (0) dan lapangan itu sendiri sebagai ideal-idealnya. ∎
Pada pembahasan selanjutnya, gelanggang yang dipelajari adalah gelanggang polinomial sehingga dibutuhkan teorema berikut.
Teorema 2.2.4 (Hilbert Basis Theorem) Misalkan R adalah gelanggang komutatif dengan elemen identitas. Jika R noetherian maka 𝑅 𝑥 , gelanggang polinomial dalam variabel x dan koefisienkoefisien di R, juga noetherian.
Bukti Bukti dari teorema ini dapat dilihat di buku Atiyah & Macdonald, Introduction to Commutative Algebra hal.81. ∎ Telah ditunjukkan bahwa 𝑘 𝑥, 𝑦 , himpunan polinomial dalam variabel x dan y dengan koefisien di lapangan k, dapat dinyatakan sebagai 𝑘 𝑥, 𝑦 ≔ 𝑘𝑥
𝑦 yaitu gelanggang polinomial dalam variabel y atas daerah integral 𝑘 𝑥 .
Sifat ini digunakan untuk membuktikan akibat dari Hilbert Basis Theorem.
Akibat 2.2.5 Misalkan R adalah gelanggang komutatif dengan elemen identitas. Jika R noetherian maka 𝑅 𝑥1 , … , 𝑥𝑛 juga noetherian. Bukti Hal ini dibuktikan dengan melakukan induksi, karena 𝑅 𝑥1 , … , 𝑥𝑛 ≔ 𝑅 𝑥1 , … , 𝑥𝑛−1
𝑥𝑛 . ∎
Catatan 2.2.6 Perhatikan bahwa sebarang ideal dari 𝑘 𝑇 dibangun secara berhingga. Dari Hilbert Basis Theorem, setiap ideal di 𝑅 𝑇 dimana R adalah gelanggang Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
9
noetherian dibangun secara berhingga. Dalam hal ini R = k adalah lapangan yang berdasarkan Akibat 2.2.3 adalah gelanggang noetherian, jadi dari Teorema 2.2.2 setiap ideal dari 𝑘 𝑇 dibangun secara berhingga.
2.3 Ruang Affine Dalam kalkulus dan aljabar linier dipelajari suatu ruang yang berisi n-tuple dari himpunan bilangan riil ℝ, yaitu ruang (vektor) ℝ𝑛 . Dalam geometri aljabar dikenal suatu ruang yang dinamakan ruang affine. Definisi 2.3.1 Diberikan suatu lapangan tertutup secara aljabar k dan bilangan bulat positif n, ruang affine berdimensi-n atas k didefinisikan sebagai himpunan 𝑘𝑛 =
𝛼1 , … , 𝛼𝑛 : 𝛼1 , … , 𝛼𝑛 ∈ 𝑘
(Cox, Little, & O’Shea, 2007). Ruang affine berdimensi-n atas k tersebut biasanya dinotasikan dengan 𝔸𝑛 . Selain itu, 𝔸1 = 𝑘1 = 𝑘 disebut garis affine dan 𝔸2 = 𝑘 2 disebut bidang affine. Kedua istilah ini akan digunakan pada pembahasan selanjutnya.
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
BAB 3 BIRATIONAL EQUIVALENCE PADA BIDANG AFFINE
Setelah melihat beberapa pengertian dasar pada Bab 2, akan dipelajari birational equivalence pada bidang affine 𝔸2 . Mula-mula pada Subbab 3.1 dijelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian kurva aljabar tak-tereduksi pada bidang affine. Selanjutnya pada Subbab 3.2 dijelaskan mengenai fungsi rasional yang dilanjutkan dengan pemetaan rasional dan pengertian birational equivalence pada Subbab 3.3. Beberapa contoh birational equivalence pada bidang affine dijelaskan di Subbab 3.4, yang meliputi birational equivalence antara kurva rasional dengan garis serta kurva lain dengan kurva hyperelliptic dan kurva cubic. Pada Subbab 3.5 dijelaskan mengenai birational equivalence antara sebarang dua kurva aljabar tak-tereduksi. Perhatikan bahwa pada keseluruhan Bab 3 ini, k adalah lapangan tertutup secara aljabar.
3.1 Kurva Aljabar pada Bidang Affine (𝔸2 ) Pada bidang affine 𝔸2 dapat didefinisikan suatu kurva bidang aljabar.
Definisi 3.1.1 Kurva bidang aljabar adalah kurva yang terdiri atas titik-titik dari bidang affine dengan koordinat 𝑥, 𝑦 ∈ 𝑘 yang memenuhi persamaan 𝑓 𝑥, 𝑦 = 0 dimana f adalah polinomial yang tidak konstan (Shafarevich, 1994). Secara matematis, kurva bidang aljabar 𝑋 dapat dituliskan sebagai 𝑋=
𝑥, 𝑦 ∈ 𝔸2 𝑓 𝑥, 𝑦 = 0 . Sebagai contoh, garis 𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏 merupakan
kurva bidang aljabar karena didefinisikan oleh polinomial 𝑓 𝑥, 𝑦 = 𝑎𝑥 − 𝑦 + 𝑏 = 0. Kurva eliptik 𝑦 2 = 𝑥 3 − 𝑥 juga merupakan contoh kurva bidang aljabar karena memenuhi 𝑓 𝑥, 𝑦 = 𝑦 2 − 𝑥 3 + 𝑥 = 0. Garis dan kurva eliptik ini juga
10
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
11 diklasifikasikan sebagai hypersurface dari bidang (𝔸2 ). Definisi umum dari hypersurface akan diberikan di Bab 4. Derajat dari persamaan 𝑓 𝑥, 𝑦 = 0 yang mendefinisikan kurva, yaitu derajat dari polinomial 𝑓 𝑥, 𝑦 , juga dikatakan sebagai derajat dari kurva. Kurva dengan derajat 2 disebut conic, sedangkan kurva dengan derajat 3 disebut cubic. Dalam bab berikutnya akan ditemui kurva-kurva ini, bersama dengan kurva hyperelliptic, yang didefinisikan sebagai berikut.
Definisi 3.1.2 Kurva hyperelliptic adalah kurva yang berbentuk 𝑦 2 = 𝑓 𝑥 (Shafarevich, 1994). Seperti yang diketahui, gelanggang polinomial 𝑘 𝑥, 𝑦 adalah suatu daerah faktorisasi tunggal, sehingga sebarang polinomial f di 𝑘 𝑥, 𝑦 mempunyai 𝑘
𝑘𝑟
faktorisasi tunggal 𝑓 = 𝑓1 1 … 𝑓𝑟
(tanpa melihat konstanta) sebagai perkalian dari
faktor-faktor yang tidak tereduksi 𝑓𝑖 , dimana 𝑓𝑖 yang tidak tereduksi tersebut tidak proposional (𝑓𝑖 ≠ 𝛼𝑓𝑗 dengan 𝛼 ∈ 𝑘 untuk 𝑖 ≠ 𝑗). Selain itu, dari Bab 2 telah ditunjukkan bahwa 𝑘 𝑥, 𝑦 adalah daerah integral, sehingga kurva aljabar X yang didefinisikan oleh 𝑓 = 0 adalah gabungan dari kurva-kurva 𝑋𝑖 yang didefinisikan oleh 𝑓𝑖 = 0. Kurva yang didefinisikan oleh polinomial tak-tereduksi 𝑓𝑖 = 0 ini termasuk dalam suatu jenis kurva bidang aljabar yang penting karena akan digunakan sepanjang skripsi ini. Perhatikan bahwa untuk seterusnya, kurva bidang aljabar dapat dipersingkat menjadi kurva aljabar.
Definisi 3.1.3 Suatu kurva aljabar disebut kurva aljabar tak-tereduksi jika persamaan yang mendefinisikannya adalah polinomial tak-tereduksi (Shafarevich, 1994).
Beberapa kurva aljabar tak-tereduksi dapat diparameterisasi menjadi fungsi-fungsi rasional, yaitu koordinatnya dapat direpresentasikan sebagai fungsifungsi rasional dalam satu variabel yang sama. Kurva yang demikian dinamakan kurva rasional, yang didefinisikan secara formal sebagai berikut. Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
12
Definisi 3.1.4 Kurva aljabar tak-tereduksi X yang didefinisikan oleh 𝑓 𝑥, 𝑦 = 0 adalah kurva rasional jika terdapat dua fungsi rasional 𝜑 𝑡 dan 𝜓 𝑡 , setidaknya salah satu tidak konstan, sedemikian sehingga 𝑓 𝜑 𝑡 , 𝜓 𝑡
≡ 0, sebagai fungsi dalam
variabel t (Shafarevich, 1994).
3.2 Fungsi Rasional Pada skripsi ini, fungsi-fungsi rasional yang dibahas adalah fungsi-fungsi rasional yang didefinisikan pada kurva aljabar tak-tereduksi.
Definisi 3.2.1 Misalkan X adalah kurva aljabar tak-tereduksi yang didefinisikan oleh 𝑓 𝑥, 𝑦 = 0. Fungsi rasional yang didefinisikan pada X adalah fungsi 𝑢 𝑥, 𝑦 = 𝑝 𝑥, 𝑦
𝑞 𝑥, 𝑦 dimana p dan q adalah polinomial-polinomial dengan
koefisien-koefisien di k sedemikian sehingga penyebut 𝑞 𝑥, 𝑦 tidak dapat dibagi oleh 𝑓 𝑥, 𝑦 (Shafarevich, 1994).
Perhatikan bahwa syarat untuk penyebut dari fungsi rasional tersebut ditentukan oleh persamaan yang mendefinisikan kurva. Artinya, himpunan fungsi rasional yang didefinisikan pada suatu kurva aljabar tak-tereduksi X akan berbeda dengan yang didefinisikan pada kurva aljabar tak-tereduksi lainnya. Himpunan fungsi rasional yang didefinisikan pada X akan membentuk lapangan 𝑘 𝑋 .
Definisi 3.2.2 Misalkan X adalah kurva aljabar tak-tereduksi. Lapangan fungsi rational dari X, yang dinotasikan dengan 𝑘 𝑋 , adalah lapangan yang dibentuk oleh fungsi-fungsi rasional yang didefinisikan pada X (Shafarevich, 1994). Fungsi rasional pada 𝑘 𝑋 memiliki ketentuan sebagai berikut: dua fungsi rasional 𝑝 𝑥, 𝑦
𝑞 𝑥, 𝑦 dan 𝑝1 𝑥, 𝑦
𝑞1 𝑥, 𝑦 adalah sama di X jika polinomial
𝑝 𝑥, 𝑦 𝑞1 𝑥, 𝑦 − 𝑝1 𝑥, 𝑦 𝑞 𝑥, 𝑦 dapat dibagi oleh 𝑓 𝑥, 𝑦 . Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
13
3.3 Pemetaan Rasional dan Birational Equivalence Dari fungsi rasional yang telah dibahas di Subbab 3.2, sekarang akan diberikan definisi dari pemetaan rasional yang menjadi dasar dari birational equivalence, topik utama dari skripsi ini. Birational equivalence adalah relasi ekivalen yang fundamental dalam geometri aljabar, dan biasanya kurva aljabar diklasifikasi hingga birational equivalence.
Definisi 3.3.1 Misalkan X dan Y adalah kurva-kurva aljabar yang tak-tereduksi dan 𝑢, 𝑣 ∈ 𝑘 𝑋 . Pemetaan 𝜑 𝑃 = 𝑢 𝑃 , 𝑣 𝑃
didefinisikan pada semua titik P dari X di mana u
dan v terdefinisi; pemetaan ini disebut pemetaan rasional dari X ke Y jika 𝜑 𝑃 ∈ 𝑌 untuk setiap 𝑃 ∈ 𝑋 di mana 𝜑 terdefinisi (Shafarevich, 1994).
Pemetaan rasional yang mempunyai invers berupa pemetaan rasional akan menjadi suatu relasi yang disebut dengan birational equivalence, yang didefinisikan secara formal sebagai berikut.
Definisi 3.3.2 Pemetaan rasional 𝜑: 𝑋 → 𝑌 disebut pemetaan birational atau merupakan birational equivalence jika 𝜑 mempunyai invers rasional yaitu jika terdapat suatu pemetaan rasional 𝜓: 𝑌 → 𝑋 sedemikian sehingga 𝜑 ∘ 𝜓 dan 𝜓 ∘ 𝜑 adalah identitas (pada titik-titik di mana mereka terdefinisi). Dalam hal ini, X dan Y dikatakan birational atau birationally equivalent (Shafarevich, 1994).
Perhatikan bahwa X dan Y birational dapat dituliskan sebagai X birational ke Y. 3.4 Contoh-contoh Birational Equivalence pada Bidang Affine (𝔸2 ) Sekarang akan diberikan contoh-contoh birational equivalence pada bidang affine. Pertama akan ditunjukkan bahwa kurva rasional yang didefinisikan pada Definisi 3.1.4 birational ke garis affine (𝔸1 ). Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
14
3.4.1 Birational Equivalence antara Kurva Rasional dan Garis Kurva yang diberikan oleh 𝑦 2 = 𝑥 2 + 𝑥 3 mempunyai sifat bahwa koordinat dari titik-titiknya dapat dinyatakan sebagai fungsi rasional dalam satu variabel yang sama. Kurva tersebut dapat ditulis sebagai 𝐶 ∶ 𝑓 𝑥, 𝑦 = 0 dengan 𝑓 𝑥, 𝑦 = 𝑦 2 − 𝑥 2 − 𝑥 3 .
(3.1)
Sesuai dengan Definisi 3.1.3, C adalah kurva aljabar tak-tereduksi karena polinomial (3.1) adalah polinomial tak-tereduksi. Perhatikan bahwa garis 𝑦 = 𝑡𝑥 yang melalui titik asal memotong kurva C di luar titik asal pada tepat satu titik. Dengan melakukan substitusi 𝑦 = 𝑡𝑥 ke persamaan (3.1), didapatkan 𝑡𝑥
2
= 𝑥2 + 𝑥3
𝑡2𝑥2 − 𝑥2 − 𝑥3 = 0 𝑥2 𝑡2 − 𝑥 − 1 = 0 yang memberikan akar kembar 𝑥 = 0, yang bersesuaian dengan titik asal 0 = 0,0 . Sedangkan koordinat dari titik potong antara garis 𝑦 = 𝑡𝑥 dan kurva C diperoleh dengan mencari akar lain dari persamaan tersebut, yaitu 𝑥 = 𝑡 2 − 1. Jadi diperoleh parameterisasi rasional 𝑥 = 𝑡 2 − 1, 𝑦 = 𝑡 𝑡 2 − 1
(3.2)
yang memiliki pengertian geometri sebagai berikut: t adalah kemiringan garis yang melewati 0 dan 𝑥, 𝑦 , dengan 𝑥, 𝑦 adalah koordinat dari titik potong antara garis 𝑦 = 𝑡𝑥 dan kurva C di luar titik asal 0. Misalkan titik potong tersebut dinotasikan dengan titik P. Nilai t yang berbeda akan memberikan P yang berbeda pula, seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. Berdasarkan parameterisasi tersebut, terdapat dua fungsi rasional 𝜑 𝑡 = 𝑡 2 − 1 dan 𝜓 𝑡 = 𝑡 𝑡 2 − 1 sedemikian sehingga 𝑓 𝜑 𝑡 , 𝜓 𝑡
= 0. Jadi sesuai dengan Definisi 3.1.4, C adalah kurva
rasional. Lebih lanjut, parameterisasi ini dapat ditinjau dengan menggambar garis lain yang tidak melalui 0, misalnya garis 𝐿: 𝑥 = 1. Dengan bantuan garis yang melewati titik asal, titik P pada kurva C dipetakan ke titik Q yang merupakan titik potong garis 0P dengan garis 𝐿. Titik Q ini disebut sebagai proyeksi dari titik P pada garis L (lihat Gambar 3.2). Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
15
Parameter t berperan dalam menentukan koordinat Q yang merupakan titik pada garis 𝑥 = 1, dimana koordinat dari setiap titik pada garis tersebut dapat ditulis sebagai 1, 𝑡 . Dari deskripsi geometri ataupun dari (3.2), terlihat 𝑦
bahwa 𝑡 = 𝑥 ditentukan secara unik oleh titik 𝑥, 𝑦 untuk 𝑥 ≠ 0. 𝑦2 = 𝑥2 + 𝑥3
𝑦2 = 𝑥2 + 𝑥3
𝑃1 𝑃2
𝑦 = 𝑡𝑥 𝑦 = 𝑡𝑥
Gambar 3.1 Titik potong antara kurva C dan garis 𝑦 = 𝑡𝑥
𝑦2 = 𝑥2 + 𝑥3 𝑃1
𝑄1
𝑃2
𝑄2
𝑥=1
Gambar 3.2 Proyeksi dari titik di kurva C pada garis 𝐿 Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
16
Pemetaan rasional dari kurva C ke garis 𝐿 didefinisikan oleh 𝑔∶𝐶→𝐿 𝑦 𝑥, 𝑦 ↦ 1, ,𝑥 ≠ 0 𝑥 dan pemetaan rasional dari garis L ke kurva C didefinisikan oleh ∶𝐿→𝐶 1, 𝑡 ↦ 𝑡 2 − 1, 𝑡 𝑡 2 − 1 . Terlebih penting, 𝑔 ∘ dan ∘ 𝑔 adalah fungsi identitas (pada titik-titik di mana keduanya terdefinisi) sehingga 𝑔 ∶ 𝐶 → 𝐿 adalah pemetaan birational dan kurva rasional C birational ke garis L. Setelah melihat contoh kurva rasional yang khusus, akan dibahas pula contoh kurva rasional dalam bentuk yang lebih umum. Pandang persamaan 𝑓 𝑥, 𝑦 dari kurva tak-tereduksi berderajat n, yang merupakan polinomial dimana semua sukunya adalah monomial dalam variabel x dan y yang berderajat n – 1 dan n saja, yaitu 𝑓 𝑥, 𝑦 = 𝑢𝑛 𝑥, 𝑦 + 𝑢𝑛−1 𝑥, 𝑦
(3.3)
dengan 𝑢𝑖 homogen dan berderajat i (memenuhi 𝑢𝑖 𝜆𝑥, 𝜆𝑦 = 𝜆𝑖 𝑢𝑖 𝑥, 𝑦 ). Maka kurva yang didefinisikan oleh 𝑓 𝑥, 𝑦 = 0 juga homogen dan titik asal 0,0 merupakan titik dari kurva tersebut. Jadi dengan melakukan substitusi 𝑦 = 𝑡𝑥, 𝑢𝑖 𝑥, 𝑦 = 𝑢𝑖 𝑥, 𝑡𝑥 merupakan kombinasi dari x dan tx. Sifat homogen dari 𝑢𝑖 𝑥, 𝑦 menyebabkan dapat ditulisnya 𝑢𝑖 𝑥, 𝑦 = 𝑢𝑖 𝑥, 𝑡𝑥 = 𝑢𝑖 1𝑥, 𝑡𝑥 = 𝑥 𝑖 𝑢𝑖 1, 𝑡 . Dengan menentukan 𝑓 𝑥 = 0, diperoleh 𝑓 𝑥 = 𝑢𝑛 𝑥, 𝑡𝑥 + 𝑢𝑛 −1 𝑥, 𝑡𝑥 0 = 𝑥 𝑛 𝑢𝑛 1, 𝑡 + 𝑥 𝑛−1 𝑢𝑛−1 1, 𝑡 0 = 𝑥 𝑛−1 𝑥𝑢𝑛 1, 𝑡 + 𝑢𝑛−1 1, 𝑡 yang memberikan n – 1 buah akar 𝑥 = 0. Akar lainnya adalah solusi dari 𝑥𝑢𝑛 1, 𝑡 + 𝑢𝑛−1 1, 𝑡 = 0, yaitu 𝑥 = −
𝑢 𝑛 −1 1,𝑡 𝑢 𝑛 1,𝑡
. Baik 𝑢𝑛 −1 1, 𝑡 maupun
𝑢𝑛 1, 𝑡 adalah polinomial, jadi x dan 𝑦 = 𝑡𝑥 diparameterisasi menjadi fungsifungsi rasional dalam variabel t. Dengan cara yang serupa dengan contoh kurva (3.1), dapat didefinisikan pemetaan birational dari kurva tersebut ke garis. Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
17
Hal ini dapat diterapkan pada contoh khusus dari kurva yang berbentuk (3.3) sebagai berikut. Misalkan X adalah kurva aljabar yang didefinisikan oleh polinomial 𝑓1 𝑥, 𝑦 = 𝑥 2 + 𝑦 3 − 3𝑥 2 𝑦 + 2𝑥𝑦.
(3.4)
Dengan melakukan substitusi 𝑦 = 𝑡𝑥 dan menentukan 𝑓1 𝑥 = 0, diperoleh 𝑓1 𝑥 = 𝑥 2 + 𝑡𝑥
3
− 3𝑥 2 𝑡𝑥 + 2𝑥𝑡𝑥
0 = 𝑥 2 1 + 𝑡 3 𝑥 − 3𝑡𝑥 + 2𝑡 yang memberikan akar kembar 𝑥 = 0 dan satu akar lain yang diperoleh dengan menyelesaikan 1 + 𝑥 𝑡 3 − 3𝑡 + 2𝑡 = 0 𝑥=−
2𝑡 + 1 . 𝑡 3 − 3𝑡
Cara yang lebih mudah untuk mencari akar tersebut adalah dengan menggunakan persamaan yang diturunkan sebelumnya. Karena 𝑓1 𝑥, 𝑦 = 𝑥 2 + 𝑦 3 − 3𝑥 2 𝑦 + 2𝑥𝑦, didapatkan 𝑢𝑛 𝑥, 𝑦 = 𝑦 3 − 3𝑥 2 𝑦 dan 𝑢𝑛−1 𝑥, 𝑦 = 𝑥 2 + 2𝑥𝑦. Jadi 𝑢𝑛−1 1, 𝑡 = 1 dan 𝑥 = −
2
𝑢 𝑛 −1 1,𝑡 𝑢 𝑛 1,𝑡
+ 2 1 𝑡 = 2𝑡 + 1, 𝑢𝑛 1, 𝑡 = 𝑡
3
+3 1
2
𝑡 = 𝑡 3 − 3𝑡,
2𝑡+1
= − 𝑡 3 −3𝑡 . Dapat didefinisikan pemetaan birational dari kurva
(3.4) ke garis. Jadi terlihat bahwa kurva-kurva rasional inilah yang merupakan kurva-kurva yang birational ke garis (𝔸1 ).
3.4.2 Birational Equivalence pada Kurva Hyperelliptic Pada contoh berikut ini, akan ditunjukkan bahwa kurva yang tidak rasional dapat mempunyai birational equivalence dengan kurva lain, meskipun bukan garis. Pandang polinomial 𝑓 𝑥, 𝑦 yang mempunyai suku berderajat n – 1, n – 2 dan n, yakni 𝑓 = 𝑢𝑛−2 + 𝑢𝑛 −1 + 𝑢𝑛 ,
(3.5)
dengan 𝑢𝑖 homogen dan berderajat i. Dengan kembali melakukan substitusi 𝑦 = 𝑡𝑥, diperoleh 𝑓 𝑥, 𝑦 = 0 𝑢𝑛 𝑥, 𝑦 + 𝑢𝑛 −1 𝑥, 𝑦 + 𝑢𝑛−2 𝑥, 𝑦 = 0 Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
18
𝑢𝑛 𝑥, 𝑡𝑥 + 𝑢𝑛 −1 𝑥, 𝑡𝑥 + 𝑢𝑛−2 𝑥, 𝑡𝑥 = 0 𝑥 𝑛 𝑢𝑛 1, 𝑡 + 𝑥 𝑛−1 𝑢𝑛−1 1, 𝑡 + 𝑥 𝑛−2 𝑢𝑛 −2 1, 𝑡 = 0 𝑥 𝑛−2 𝑥 2 𝑢𝑛 1, 𝑡 + 𝑥𝑢𝑛−1 1, 𝑡 + 𝑢𝑛−2 1, 𝑡
=0
sehingga ada n – 2 buah akar 𝑥 = 0. Ketika 𝑥 ≠ 0, faktor 𝑥 𝑛−2 dapat dihilangkan dari persamaan sehingga persamaan tersebut tereduksi menjadi 𝑎 𝑡 𝑥 2 + 𝑏 𝑡 𝑥 + 𝑐 𝑡 = 0, dimana 𝑎 𝑡 = 𝑢𝑛 1, 𝑡 , 𝑏 𝑡 = 𝑢𝑛−1 1, 𝑡 , dan 𝑐 𝑡 = 𝑢𝑛−2 1, 𝑡 . Saat 𝑎 𝑡 ≠ 0, akar selain 𝑥 = 0 adalah akar dari persamaan kuadratik 𝑎 𝑡 𝑥 2 + 𝑏 𝑡 𝑥 + 𝑐 𝑡 = 0, yaitu 𝑥=
−𝑏 𝑡 ± 𝑏 𝑡 2 − 4𝑎 𝑡 𝑐 𝑡 2𝑎 𝑡 2
2𝑎 𝑡 𝑥 + 𝑏 𝑡 = ± 𝑏 𝑡 2𝑎 𝑡 𝑥 + 𝑏 𝑡
2
=𝑏 𝑡
𝑠 𝑡
2
=𝑝 𝑡
2
dengan 𝑠 𝑡 = 2𝑎 𝑡 𝑥 + 𝑏 𝑡 , 𝑝 𝑡 = 𝑏 𝑡
− 4𝑎 𝑡 𝑐 𝑡
− 4𝑎 𝑡 𝑐 𝑡 2
− 4𝑎 𝑡 𝑐 𝑡 dan karakteristik dari
lapangan tidak sama dengan 2 (lapangan k tidak memenuhi 𝑥 + 𝑥 = 0 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑘). Sesuai dengan Definisi 3.1.2, kurva yang demikian adalah kurva hyperelliptic. Jadi jika ingin digunakan koordinat baru untuk merepresentasikan 𝑥, 𝑦 , misalkan sistem koordinat 𝑡, 𝑠 , diperoleh pemetaan rasional 𝑥, 𝑦 ↦ 𝑡, 𝑠 = 𝑡, 2𝑥𝑎 𝑡 + 𝑏 𝑡
= 𝑦 𝑥 , 2𝑥𝑎 𝑦 𝑥 + 𝑏 𝑦 𝑥
dengan pemetaan rasional inversnya 𝑡, 𝑠 ↦ 𝑥 𝑡 , 𝑡 𝑥 𝑡 , 𝑥 =
−𝑏 𝑡 ± 𝑏 𝑡 2 − 4𝑎 𝑡 𝑐 𝑡 . 2𝑎 𝑡
Perhatikan bahwa hanya dapat dipilih satu tanda dari ±. Dengan cara mencari akar dari persamaan kuadrat, didapatkan 𝑥−
−𝑏 𝑡 + 𝑏 𝑡 2 − 4𝑎 𝑡 𝑐 𝑡 2𝑎 𝑡
𝑥−
−𝑏 𝑡 − 𝑏 𝑡 2 − 4𝑎 𝑡 𝑐 𝑡 2𝑎 𝑡
=0
dan parameterisasi 𝑥=
−𝑏 𝑡 + 𝑏 𝑡 2 −4𝑎 𝑡 𝑐 𝑡 2𝑎 𝑡
XOR 𝑥 =
−𝑏 𝑡 − 𝑏 𝑡 2 −4𝑎 𝑡 𝑐 𝑡 2𝑎 𝑡
(3.6)
yang bergantung pada kekontinuan dari polinomial.
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
19
Pada (3.6) digunakan lambang XOR yang berarti exclusive OR dan bukan OR karena hanya satu dari dua kondisi tersebut yang dapat dipenuhi. Untuk menunjukkan hal ini, tinjau kasus-kasus berikut. Kasus 1, jika 𝑏2 − 4𝑎𝑐 = 0 untuk semua t, sehingga 𝑥 𝑡 = −𝑏 𝑡
2𝑎 𝑡 .
Kasus 2, jika terdapat suatu himpunan 𝐷1 sedemikian sehingga 𝑥=
−𝑏 𝑡 + 𝑏 𝑡 2 −4𝑎 𝑡 𝑐 𝑡 2𝑎 𝑡
untuk setiap 𝑡 ∈ 𝐷1 , dan himpunan lain 𝐷2 sedemikian
sehingga 𝐷1 ∩ 𝐷2 = ∅ dan 𝑥 =
−𝑏 𝑡 − 𝑏 𝑡 2 −4𝑎 𝑡 𝑐 𝑡
untuk setiap 𝑡 ∈ 𝐷2 . Dengan
2𝑎 𝑡
kata lain, 𝑥 𝑡 adalah fungsi piecewise, yang tidak mungkin terjadi karena fungsi 𝑥 𝑡 kontinu (ingat bahwa 𝑎 𝑡 ≠ 0). Jadi tidak mungkin kedua kondisi pada (3.6) dipenuhi secara bersamaan. Jika 𝑝 𝑡 berderajat genap, misalkan 2m, maka dengan menuliskan ulang 𝑝 𝑡 sebagai 𝑝 𝑡 = 𝑡 − 𝛼 𝑞 𝑡 , diperoleh 𝑠2 = 𝑡 − 𝛼 𝑞 𝑡 dan setelah membagi kedua ruas dengan 𝑡 − 𝛼 𝑠2 𝑡−𝛼
2𝑚
=
2𝑚
, akan didapatkan
𝑞 𝑡 𝑡 − 𝛼 2𝑚 −1
atau 𝜂2 = 𝜉 dimana 𝜂=
𝑠 𝑡−𝛼
𝑚
,
𝜉=
1 , 𝑡−𝛼
𝜉 =
𝑞 𝑡 𝑡 − 𝛼 2𝑚 −1
dan 𝜉 adalah polinomial dengan derajat ≤ 2𝑚 − 1. Jadi kurva tidak rasional yang berbentuk (3.5) dapat mempunyai birational equivalence dengan kurva hyperelliptic.
3.4.3 Birational Equivalence pada Kurva Cubic Ide dalam Subbab 3.4.2 juga berlaku pada kurva khusus yang lain yaitu kurva cubic, apabila titik asal diganti dengan sebarang titik dari kurva. Jika karakteristik dari k tidak sama dengan 2, kurva yang birational ke suatu kurva Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
20 cubic tak-tereduksi diberikan oleh 𝑦 2 = 𝑓 𝑥 dimana 𝑓 adalah polinomial berderajat ≤ 3. Jika 𝑓 mempunyai derajat 1 atau 2 maka dengan pemetaan rasional yang telah dibahas sebelumnya, kurva tersebut adalah kurva rasional (yang birational ke garis). Jika 𝑓 mempunyai derajat 3 maka setelah membagi 𝑦 2 = 𝑓 𝑥 dengan koefisien suku tertinggi dari 𝑓 𝑥 , diperoleh 𝜐 2 = 𝑥 3 + 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 yang disebut sebagai bentuk normal Weierstrass dari persamaan kubik. Jika karakteristik dari k tidak sama dengan 3, maka setelah melakukan translasi 𝑥 ↦ 𝑥 − 𝑎/3 persamaan dapat direduksi menjadi bentuk 𝜐 2 = 𝑥 3 + 𝑝𝑥 + 𝑞. Jadi apabila kurva aljabar tak-tereduksi X didefinisikan oleh 𝑓 𝑥, 𝑦 = 0 dengan 𝑓 berderajat 3, X birational ke garis (jika rasional) atau birational ke bentuk normal Weierstrass.
3.5 Birational Equivalence antara Dua Kurva Aljabar Tak-tereduksi Setelah melihat contoh-contoh dari birational equivalence pada bidang affine dalam subbab sebelumnya, ingin ditentukan kapan dua kurva aljabar taktereduksi adalah birational, yaitu syarat cukup dari dua kurva aljabar tak-tereduksi birational. Jawabannya adalah teorema berikut ini, yang juga memuat syarat perlu.
Teorema 3.5.1 Dua kurva aljabar tak-tereduksi birational jika dan hanya jika lapangan fungsi rasional dari keduanya isomorfik.
Bukti Misalkan X dan Y adalah dua kurva aljabar tak-tereduksi yang birational, dengan 𝑥, 𝑦 koordinat dari titik di X dan 𝑢, 𝑣 koordinat dari titik di Y. Misalkan pemetaan di antara keduanya diberikan oleh 𝑢, 𝑣 = 𝜑 𝑥, 𝑦 , 𝜓 𝑥, 𝑦
dan 𝑥, 𝑦 = 𝜉 𝑢, 𝑣 , 𝜂 𝑢, 𝑣 .
(3.7)
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
21
Kini akan dibangun suatu relasi antara 𝑘 𝑋 dan 𝑘 𝑌 , lapangan fungsi rasional dari kedua kurva tersebut. Definisikan homomorfisma 𝜏: 𝑘 𝑋 → 𝑘 𝑌 dimana 𝜏 𝑥 = 𝜉 𝑢, 𝑣 ∈ 𝑘 𝑌 , 𝜏 𝑦 = 𝜂 𝑢, 𝑣 ∈ 𝑘 𝑌 , dan dengan sifat homomorfisma, semua fungsi rasional 𝜔 𝑥, 𝑦 ∈ 𝑘 𝑋 dipetakan oleh 𝜏 ke 𝜔 𝜉 𝑢, 𝑣 , 𝜂 𝑢, 𝑣 , dipandang sebagai fungsi rasional pada Y. Akan dibuktikan bahwa 𝜏 adalah isomorfisma antara kedua lapangan tersebut. Ambil 𝜌 𝑢, 𝑣 ∈ 𝑘 𝑌 , maka terdapat 𝜌 𝜑 𝑥, 𝑦 , 𝜓 𝑥, 𝑦 sedemikian sehingga 𝜏 𝜌 𝜑 𝑥, 𝑦 , 𝜓 𝑥, 𝑦
∈𝑘 𝑋
= 𝜌 𝑢, 𝑣 , karena adanya pemetaan
(3.7). Jadi 𝜏 adalah homomorfisma yang pada (onto). Sekarang misalkan 𝑓 𝑥, 𝑦 ∈ ker 𝜏, sehingga 𝜏 𝑓 𝑥, 𝑦 𝜏 𝑓 𝑥, 𝑦
= 0 sebagai fungsi di 𝑘 𝑌 atau dapat ditulis
= 𝑔 𝑢, 𝑣 dimana 𝑔 𝑢, 𝑣 = 0 untuk semua 𝑢, 𝑣 ∈ 𝑌. Jadi diperoleh 𝑓 𝜉 𝑢, 𝑣 , 𝜂 𝑢, 𝑣
= 𝑓 𝜏 𝑥 ,𝜏 𝑦
= 𝜏 𝑓 𝑥, 𝑦
= 0.
Ambil sebarang 𝑥, 𝑦 ∈ 𝑋, maka dengan pemetaan (3.7) diperoleh 𝑓 𝑥, 𝑦 = 𝑓 𝜉 𝑢, 𝑣 , 𝜂 𝑢, 𝑣
= 0.
Jadi ker 𝜏 = 0 dan 𝜏 adalah homomorfisma yang satu-satu dan dengan demikian 𝜏 adalah isomorfisma antara 𝑘 𝑋 dan 𝑘 𝑌 . Sebaliknya, jika 𝑘 𝑋 dan 𝑘 𝑌 isomorfik, maka di bawah homomorfisma ini 𝑥, 𝑦 ∈ 𝑘 𝑋 berkorespondensi dengan fungsi-fungsi 𝜉 𝑢, 𝑣 , 𝜂 𝑢, 𝑣 ∈ 𝑘 𝑌 , dan 𝑢, 𝑣 ∈ 𝑘 𝑌 berkorespondensi dengan fungsi-fungsi 𝜑 𝑥, 𝑦 , 𝜓 𝑥, 𝑦 ∈ 𝑘 𝑋 . Dapat diperiksa bahwa pasangan-pasangan fungsi 𝜑, 𝜓 dan 𝜉, 𝜂 mendefinisikan pemetaan birational antara kurva-kurva X dan Y. ∎
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
BAB 4 BIRATIONAL EQUIVALENCE PADA RUANG AFFINE
Setelah mempelajari birational equivalence pada bidang affine (𝔸2 ) dan melihat contoh-contoh dalam bab sebelumnya, sekarang akan dipelajari birational equivalence pada struktur aljabar yang lebih luas yaitu ruang affine (𝔸𝑛 ). Pada Subbab 4.1 akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian subhimpunan tutup dari ruang affine. Selanjutnya pada Subbab 4.2 dijelaskan mengenai fungsi reguler yang dilanjutkan dengan pemetaan reguler. Pada Subbab 4.3 dijelaskan mengenai fungsi rasional yang didefinisikan pada himpunan tutup tak-tereduksi dilanjutkan dengan pemetaan rasional dan pengertian birational equivalence pada Subbab 4.4. Pada Subbab 4.5 dijelaskan mengenai birational equivalence dari sebarang dua himpunan tutup tak-tereduksi dan akhirnya akan dikemukakan bukti dari teorema yang menjadi tujuan utama penulisan. Perhatikan bahwa pada keseluruhan Bab 4 ini, k adalah lapangan tertutup secara aljabar.
4.1 Subhimpunan Tutup dari Ruang Affine Kurva aljabar di bidang affine 𝔸2 sebenarnya merupakan subhimpunan tutup dari ruang affine 𝔸𝑛 dengan 𝑛 = 2. Subhimpunan tutup didefinisikan secara formal sebagai berikut.
Definisi 4.1.1 Subhimpunan tutup dari 𝔸𝑛 adalah subhimpunan 𝑋 ⊂ 𝔸𝑛 yang terdiri dari semua akar (zeros) persekutuan dari berhingga banyaknya polinomial dengan koefisien-koefisien di lapangan k (Shafarevich, 1994).
Sebagai contoh, suatu himpunan tutup X terdiri dari semua akar persekutuan dari polinomial-polinomial 𝐹1 𝑇 , … , 𝐹𝑚 𝑇 , dengan 𝐹𝑖 𝑇 ∈ 𝑘 𝑇 , 𝑖 = 1, … , 𝑚, dimana 𝑘 𝑇 adalah gelanggang polinomial dengan koefisien-
22
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
23
koefisien di k dalam variabel 𝑇1 , … , 𝑇𝑛 . Dalam hal ini, 𝐹1 𝑇 = ⋯ = 𝐹𝑚 𝑇 = 0 dikatakan sebagai persamaan-persamaan yang mendefinisikan himpunan tutup X. Himpunan kosong dan 𝔸𝑛 merupakan himpunan tutup karena didefinisikan secara berturut-turut oleh persamaan 1 = 0 dan 0 = 0. Dari Definisi 4.1.1, banyaknya polinomial pada persamaan-persamaan yang mendefinisikan suatu himpunan tutup adalah berhingga, meskipun belum tentu unik. Ada himpunan tutup yang hanya didefinisikan oleh satu polinomial (persamaan) saja. Himpunan yang demikian disebut dengan hypersurface.
Definisi 4.1.2 Himpunan 𝑋 ⊂ 𝔸𝑛 yang didefinisikan oleh satu buah persamaan 𝐹 𝑇1 , … , 𝑇𝑛 = 0 dinamakan hypersurface (Shafarevich, 1994).
Namun ada pula kemungkinan bahwa suatu himpunan tutup didefinisikan oleh tak berhingga banyaknya persamaan. Misalkan diberikan koleksi dari himpunan tutup 𝑋𝛼
𝛼 ∈𝕀
dimana setiap 𝑋𝛼 didefinisikan oleh 𝐹𝛼𝑖 = 0, maka 𝑋𝛼 𝛼∈𝕀
adalah himpunan tutup juga, karena didefinisikan oleh keseluruhan sistem persamaan 𝐹𝛼𝑖 = 0 untuk semua 𝛼 ∈ 𝕀 dan untuk semua i. Perhatikan bahwa sistem ini dapat terdiri dari tak berhingga banyaknya polinomial sehingga melanggar definisi dari himpunan tutup. Akan tetapi dengan Hilbert Basis Theorem, dapat dibuktikan bahwa selalu dapat dicari himpunan yang memuat berhingga banyaknya polinomial yang mendefinisikan himpunan tutup yang sama. Akibatnya, irisan dari berhingga maupun tak berhingga banyaknya himpunan tutup adalah himpunan tutup. Jadi jika 𝑋𝛼 adalah himpunan-himpunan tutup, sistem persamaan yang mendefinisikan 𝑋 = ⋂𝑋𝛼 adalah keseluruhan dari sistem-sistem persamaan yang mendefinisikan 𝑋𝛼 , 𝛼 ∈ 𝕀. Selain itu, dapat pula ditunjukkan bahwa gabungan dari berhingga banyaknya himpunan tutup adalah himpunan tutup.
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
24
Teorema 4.1.3 Gabungan dari berhingga banyaknya himpunan tutup adalah himpunan tutup.
Bukti Untuk membuktikan teorema ini, dengan induksi sederhana cukup dibuktikan untuk dua himpunan saja. Jika 𝑋 = 𝑋1 ∪ 𝑋2 , dimana 𝑋1 didefinisikan oleh sistem persamaan 𝐹𝑖 𝑇 = 0 untuk 𝑖 = 1, … , 𝑚 dan 𝑋2 oleh 𝐺𝑗 𝑇 = 0 untuk 𝑗 = 1, … , 𝑙. Maka dengan mudah dapat ditunjukkan bahwa X didefinisikan oleh sistem persamaan 𝐹𝑖 𝑇 𝐺𝑗 𝑇 = 0 untuk 𝑖 = 1, … , 𝑚 dan 𝑗 = 1, … , 𝑙. ∎
Sekarang akan diberikan definisi closure dari suatu himpunan dan istilah dense di suatu himpunan.
Definisi 4.1.4 Misalkan 𝑋 adalah subhimpunan tutup dari 𝔸𝑛 . Diberikan subhimpunan M dari X, maka closure dari M, yang dinotasikan dengan 𝑀, didefinisikan sebagai irisan dari semua himpunan tutup yang memuat M (Shafarevich, 1994).
Karena irisan dari semua subhimpunan tutup dari X yang memuat suatu subhimpunan 𝑀 ⊂ 𝑋 adalah himpunan tutup, setiap closure merupakan himpunan tutup. Istilah dense berkaitan erat dengan closure, seperti terlihat dalam definisi berikut ini.
Definisi 4.1.5 Misalkan 𝑋 adalah subhimpunan tutup dari 𝔸𝑛 . Himpunan 𝑀 ⊂ 𝑋 dikatakan dense di X jika 𝑀 = 𝑋, dimana 𝑀 adalah closure dari M (Shafarevich, 1994).
Dengan kata lain, M tidak termuat dalam sebarang subhimpunan tutup yang sejati 𝑌 dari 𝑋 (𝑌 ⊊ 𝑋).
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
25
4.2 Fungsi Reguler dan Pemetaan Reguler pada Subhimpunan Tutup Sekarang akan diberikan definisi fungsi reguler pada subhimpunan tutup dan juga himpunan dari fungsi-fungsi reguler.
Definisi 4.2.1 Misalkan X himpunan tutup pada ruang affine 𝔸𝑛 atas ground field k dan 𝑘 𝑇 adalah gelanggang polinomial dalam himpunan variabel 𝑇 = 𝑇1 , … , 𝑇𝑛 dengan koefisien di lapangan k. Fungsi f yang didefinisikan di X dengan nilai di k adalah fungsi reguler jika terdapat suatu polinomial 𝐹 𝑇 ∈ 𝑘 𝑇 sedemikian sehingga 𝑓 𝑥 = 𝐹 𝑥 untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋 (Shafarevich, 1994). Untuk seterusnya, akan digunakan notasi 𝐹|𝑋 untuk polinomial F yang didefinisikan (dibatasi) pada X.
Himpunan dari fungsi-fungsi reguler yang didefinisikan pada suatu himpunan tutup X dinotasikan dengan 𝑘 𝑋 , dan 𝑘 𝑋 disebut gelanggang koordinat dari X. Teorema selanjutnya menunjukkan bahwa 𝑘 𝑋 membentuk gelanggang atas k terhadap operasi penjumlahan dan perkalian seperti yang didefinisikan dalam analisis, yaitu dengan melakukan operasi-operasi tersebut pada nilai dari fungsi di setiap titik 𝑥 ∈ 𝑋. Selain itu, setiap polinomial 𝐹 ∈ 𝑘 𝑇 dapat diasosiasikan dengan suatu fungsi 𝑓 ∈ 𝑘 𝑋 , dengan memandang F sebagai fungsi pada himpunan titik-titik di X; dengan cara ini didapatkan suatu homomorfisma dari 𝑘 𝑇 ke 𝑘 𝑋 .
Teorema 4.2.2 Misalkan 𝑘 𝑇 adalah gelanggang polinomial dalam himpunan variabel 𝑇 = {𝑇1 , 𝑇2 , ⋯ , 𝑇𝑛 } dengan koefisien-koefisien di k dan X adalah himpunan tutup dengan gelanggang koordinat 𝑘 𝑋 . Maka himpunan 𝑘 𝑋 ≔ 𝑓: 𝑋 → 𝑘| 𝑓 fungsi reguler membentuk suatu gelanggang terhadap penjumlahan dan perkalian yang didefinisikan oleh Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
26
𝑓+𝑔 𝑥 ≔ 𝑓 𝑥 +𝑔 𝑥 𝑓∙𝑔 𝑥 ≔𝑓 𝑥 𝑔 𝑥 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋. Lebih lanjut, fungsi 𝜓: 𝑘 𝑇 → 𝑘 𝑋 yang diberikan oleh 𝐹 𝑇 ↦ 𝑓 dimana 𝑓 ≡ 𝐹|𝑋 (F adalah polinomial yang bersesuaian dengan fungsi reguler f) mendefinisikan suatu homomorfisma gelanggang yang pada (onto) dari 𝑘 𝑇 ke 𝑘 𝑋 .
Bukti Jelas bahwa operasi-operasi yang didefinisikan di atas bersifat asosiatif dan komutatif, karena 𝑓 𝑥 dan 𝑔 𝑥 adalah elemen dari k yang merupakan lapangan sehingga memenuhi sifat asosiatif dan komutatif. Fungsi 𝑓0 𝑥 = 0 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋 adalah fungsi reguler karena direpresentasikan oleh polinomial nol, jadi 𝑓0 ∈ 𝑘 𝑋 dan untuk setiap 𝑓 ∈ 𝑘 𝑋 diperoleh 𝑓 + 𝑓0 𝑥 = 𝑓 𝑥 + 𝑓0 𝑥 = 𝑓 𝑥 + 0 = 𝑓 𝑥 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋. Ini berarti sebagai fungsi pada X, 𝑓 + 𝑓0 ≡ 𝑓 sehingga 𝑓0 berperan sebagai elemen nol dari 𝑘 𝑋 . Diberikan 𝑓 dan 𝑔 elemen dari 𝑘 𝑋 , terdapat polinomial-polinomial 𝐹 dan 𝐺 sedemikian sehingga 𝑓 𝑥 = 𝐹 𝑥 dan 𝑔 𝑥 = 𝐺 𝑥 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋, jadi diperoleh 𝑓 + 𝑔 𝑥 = 𝑓 𝑥 + 𝑔 𝑥 = 𝐹 𝑥 + 𝐺 𝑥 dan 𝑓 ∙ 𝑔 𝑥 = 𝑓 𝑥 𝑔 𝑥 = 𝐹 𝑥 𝐺 𝑥 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋, atau secara ekivalen 𝐹 + 𝐺 adalah representasi polinomial dari 𝑓 + 𝑔 dan 𝐹𝐺 ada representasi polinomial dari 𝑓 ∙ 𝑔. Jadi baik 𝑓 + 𝑔 maupun 𝑓 ∙ 𝑔 adalah fungsi reguler dan 𝑘 𝑋 tertutup terhadap operasi-operasi yang didefinisikan tersebut. Selain itu, −𝑓 𝑥 = −𝐹 𝑥 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋 sehingga – 𝑓 juga fungsi reguler dan 𝑓 + −𝑓
𝑥 = 𝑓 𝑥 − 𝑓 𝑥 = 0 = 𝑓0 𝑥 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋.
Sifat komutatif sudah dipenuhi sehingga hanya sifat distributif kiri yang perlu ditunjukkan. Misalkan 𝑓, 𝑔, ∈ 𝑘 𝑋 direpresentasikan 𝐹, 𝐺, 𝐻 ∈ 𝑘 𝑇 secara berurutan. Karena 𝑘 𝑇 adalah gelanggang, diperoleh 𝐹 𝐺 + 𝐻 = 𝐹𝐺 + 𝐹𝐻 sehingga 𝑓 ∙ 𝑔 + = 𝑓 𝑥 𝑔 𝑥 + 𝑥
=𝐹 𝑥 𝐺 𝑥 +𝐻 𝑥
=
𝐹 𝑥 𝐺 𝑥 + 𝐹 𝑥 𝐻 𝑥 = 𝑓 ∙ 𝑔 + 𝑓 ∙ dan sifat distributif dipenuhi.
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
27
Sekarang tinjau pemetaan 𝜓: 𝑘 𝑇 → 𝑘 𝑋 yang memetakan setiap 𝐹 ∈ 𝑘 𝑇 ke 𝑓 ≡ 𝐹|𝑋 ∈ 𝑘 𝑋 . Akan diperiksa apakah 𝜓 adalah homomorfisma gelanggang. Misalkan 𝐹, 𝐺 ∈ 𝑘 𝑇 , maka 𝜓 𝐹 + 𝐺 = 𝐹 + 𝐺 𝜓 𝐹 + 𝜓 𝐺 dan 𝜓 𝐹 ∙ 𝐺 = 𝐹 ∙ 𝐺
𝑋
𝑋
= 𝐹|𝑋 + 𝐺|𝑋 =
= 𝐹|𝑋 ∙ 𝐺|𝑋 = 𝜓 𝐹 ∙ 𝜓 𝐺 . Selain itu,
karena 𝑘 𝑋 terdiri dari fungsi-fungsi reguler, untuk sebarang 𝑓 ∈ 𝑘 𝑋 dapat dicari suatu polinomial F sedemikian sehingga 𝐹|𝑋 ≡ 𝑓; yaitu 𝜓 𝐹 = 𝑓, jadi 𝜓 adalah homomorfisma yang pada (onto). ∎
Akibat 4.2.3 Himpunan 𝔄𝑋 = 𝐹 ∈ 𝑘 𝑇 | 𝐹 𝑥 = 0 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋 membentuk ideal dari 𝑘 𝑇 dan memenuhi 𝑘 𝑇 𝔄𝑋 ≅ 𝑘 𝑋 . Bukti Dari Teorema 4.2.2, 𝜓 adalah homomorfisma gelanggang dan kernel dari homomorfisma tersebut adalah himpunan 𝐹 ∈ 𝑘 𝑇 |𝜓 𝐹 = 𝑓0 yang terdiri dari semua polinomial F di 𝑘 𝑇 sedemikian sehingga 𝐹|𝑋 ≡ 𝑓0 di X. Karena 𝑓0 𝑥 = 0 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋, 𝐹 𝑥 = 0 juga untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋 dan sehingga kernel dari 𝜓 terdiri dari semua polinomial F sedemikian sehingga 𝐹 𝑥 = 0 juga untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋, yang tepat merupakan definisi dari 𝔄𝑋 . Jadi sebagai kernel dari 𝜓, himpunan 𝔄𝑋 adalah suatu ideal dari 𝑘 𝑇 dan karena 𝜓 adalah homomorfisma yang pada (onto) dengan peta 𝑘 𝑋 , dengan teorema isomorfisma diperoleh 𝑘 𝑇 𝔄𝑋 ≅ 𝑘 𝑋 . ∎ Telah ditunjukkan bahwa 𝔄𝑋 , yang terdiri dari polinomial-polinomial 𝐹 ∈ 𝑘 𝑇 yang bernilai 0 di setiap titik 𝑥 ∈ 𝑋, adalah ideal dari 𝑘 𝑇 yang juga merupakan kernel dari homomorfisma dari 𝑘 𝑇 ke 𝑘 𝑋 . Himpunan 𝔄𝑋 ini disebut ideal dari himpunan tutup X.
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
28
Berdasarkan Catatan 2.2.6, 𝔄𝑋 dibangun secara berhingga karena merupakan ideal dari 𝑘 𝑇 . Sifat dari 𝔄𝑋 ini diperlukan dalam membuktikan teorema berikut, yang menyatakan hubungan antara ideal-ideal dari dua himpunan tutup.
Teorema 4.2.4 Misalkan X dan Y adalah himpunan-himpunan tutup, 𝔄𝑋 adalah ideal dari himpunan tutup X dan 𝔄𝑌 adalah ideal dari himpunan tutup Y. Maka 𝑌 ⊆ 𝑋 jika dan hanya jika 𝔄𝑋 ⊆ 𝔄𝑌 . Bukti Misalkan 𝑌 ⊆ 𝑋 dan ambil 𝐹 ∈ 𝔄𝑋 dengan polinomial yang bersesuaian 𝐹 ∈ 𝑘 𝑇 maka 𝐹 𝑥 = 0 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋. Karena 𝑌 ⊆ 𝑋, untuk setiap 𝑦 ∈ 𝑌 juga diperoleh 𝐹 𝑦 = 0, sehingga 𝐹 ∈ 𝔄𝑌 . Sekarang misalkan 𝔄𝑋 ⊆ 𝔄𝑌 dan 𝑌 ⊈ 𝑋; yakni, terdapat 𝑦 ∈ 𝑌 sedemikian sehingga 𝑦 ∉ 𝑋. Misalkan 𝔄𝑋 = 𝐺1 , … , 𝐺𝑘 , maka 𝐺𝑖 ∈ 𝔄𝑋 ⊆ 𝔄𝑌 dan akibatnya 𝐺𝑖 𝑦 = 0. Jadi 𝐹 𝑦 = 0 untuk setiap 𝐹 ∈ 𝔄𝑋 . Secara khusus, 𝑦 adalah penyebut bersama dari persamaan-persamaan yang mendefinisikan X sehingga 𝑦 ∈ 𝑋 dan terjadi kontradiksi. ∎
Meskipun fungsi reguler belum tentu merupakan fungsi polinomial, pembuat nol (zeros) dari fungsi reguler juga dapat mendefinisikan suatu himpunan tutup seperti yang dinyatakan dalam lema berikut.
Lema 4.2.5 Misalkan X adalah himpunan tutup dan s adalah fungsi reguler tak-nol di 𝑘 𝑋 . Maka himpunan 𝐴 = 𝑥 ∈ 𝑋| 𝑠 𝑥 = 0 adalah himpunan tutup dan 𝐴 ⊊ 𝑋.
Bukti Misalkan 𝐹1 , … , 𝐹𝑙 adalah polinomial-polinomial yang mendefinisikan X dan misalkan 𝑆 ∈ 𝑘 𝑇 adalah polinomial yang bersesuaian dengan s. Tinjau
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
29
persamaan 𝑆 𝑇 = 𝐹1 𝑇 = 𝐹2 𝑇 = ⋯ = 𝐹𝑙 𝑇 = 0 dan misalkan B adalah himpunan tutup yang didefinisikan oleh persamaan ini. Klaim A = B jadi A adalah himpunan tutup. Misalkan 𝑡 ∈ 𝐴, maka 𝑡 ∈ 𝑋 dan 𝐹𝑖 𝑡 = 0. Dari definisi A diperoleh 𝑠 𝑡 = 0 dengan 𝑡 ∈ 𝑋, sehingga 𝑆 𝑡 = 0 dan t memenuhi persamaan-persamaan dari B jadi 𝑡 ∈ 𝐵. Sekarang misalkan 𝑡 ∈ 𝐵, karena 𝐹𝑖 𝑡 = 0 maka 𝑡 ∈ 𝑋. Selain itu, t memenuhi 𝑆 𝑡 = 0 sehingga 𝑠 𝑡 = 0 juga, jadi 𝑡 ∈ 𝐴, menegaskan A = B. Karena s tak-nol di 𝑘 𝑋 , terdapat titik 𝑥 ∈ 𝑋 sedemikian sehingga 𝑠 𝑥 ≠ 0, sehingga A adalah subhimpunan sejati dari X. ∎
Dari fungsi-fungsi reguler dapat dibangun suatu pemetaan yang disebut pemetaan reguler, dan didefinisikan secara formal sebagai berikut.
Definisi 4.2.6 Misalkan 𝑋 ⊂ 𝔸𝑛 dan 𝑌 ⊂ 𝔸𝑚 adalah himpunan-himpunan tutup. Pemetaan 𝑓 ∶ 𝑋 → 𝑌 adalah pemetaan reguler jika terdapat m buah fungsi reguler 𝑓1 , … , 𝑓𝑚 pada X sedemikian sehingga 𝑓 𝑥 = 𝑓1 𝑥 , … , 𝑓𝑚 𝑥
untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋
(Shafarevich, 1994).
Sekarang akan diperkenalkan istilah fungsi pullback dari suatu fungsi, serta pemetaan khusus 𝑓 ∗ yang memetakan suatu fungsi ke fungsi pullback-nya.
Definisi 4.2.7 Misalkan 𝑓 ∶ 𝑋 → 𝑌 adalah pemetaan dari himpunan X ke himpunan Y. Setiap fungsi u pada Y (yang nilainya ada di suatu himpunan sebarang Z) dapat diasosiasikan dengan suatu fungsi v pada X dimana 𝑣 ∶ 𝑋 → 𝑍 adalah komposisi dari 𝑓 ∶ 𝑋 → 𝑌 dan 𝑢 ∶ 𝑌 → 𝑍, yaitu 𝑣 𝑥 = 𝑢 𝑓 𝑥 . Selanjutnya ditentukan 𝑣 = 𝑓 ∗ 𝑢 , dan fungsi v tersebut dinamakan pullback dari u (Shafarevich, 1994). Dalam hal ini, 𝑓 ∗ memetakan fungsi-fungsi 𝑢 ∶ 𝑌 → 𝑍 ke fungsi-fungsi 𝑣 ∶ 𝑋 → 𝑍 yang merupakan pullback dari u. Secara khusus, jika 𝑓 adalah pemetaan reguler maka 𝑓 ∗ memetakan fungsi-fungsi reguler pada himpunan tutup Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
30 Y ke fungsi-fungsi reguler pada himpunan tutup X. Selain itu, 𝑓 ∗ juga merupakan suatu homomorfisma gelanggang. Hal ini dinyatakan secara formal sebagai berikut. Sifat 1. Misalkan X dan Y adalah himpunan-himpunan tutup. Pemetaan 𝑓 ∶ 𝑋 → 𝑌 adalah pemetaan reguler jika dan hanya jika pemetaan 𝑓 ∗ ∶ 𝑘 𝑌 → 𝑘 𝑋 yang didefinisikan oleh fungsi-fungsi pullback memetakan fungsi-fungsi reguler pada Y ke fungsi-fungsi reguler pada X.
Sifat 2. Misalkan X dan Y adalah himpunan-himpunan tutup. Untuk pemetaan reguler 𝑓 ∶ 𝑋 → 𝑌, 𝑓 ∗ ∶ 𝑘 𝑌 → 𝑘 𝑋 adalah homomorfisma gelanggang.
4.3 Fungsi Rasional pada Subhimpunan Tutup Tak-tereduksi Fungsi rasional yang dibahas dalam skripsi ini adalah fungsi rasional yang didefinisikan pada subhimpunan tutup tak-tereduksi dari ruang affine 𝔸𝑛 , yang merupakan perumuman dari kurva aljabar tak-tereduksi pada bidang affine 𝔸2 . Jadi sebelum mempelajari fungsi rasional, terlebih dahulu akan dibahas mengenai subhimpunan tutup tak-tereduksi.
4.3.1 Subhimpunan Tutup Tak-tereduksi
Definisi 4.3.1.1 Himpunan tutup 𝑋 ⊂ 𝔸𝑛 adalah subhimpunan tutup tereduksi jika terdapat subhimpunan-subhimpunan tutup yang sejati dari X, misalkan 𝑋1 dan 𝑋2 , sedemikian sehingga 𝑋 = 𝑋1 ∪ 𝑋2 . Jika tidak demikian, X adalah subhimpunan tutup tak-tereduksi (Shafarevich, 1994).
Teorema berikut menyatakan hubungan antara himpunan tutup taktereduksi dengan ideal dan gelanggang koordinat dari himpunan tutup tersebut.
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
31
Teorema 4.3.1.2 Misalkan 𝑋 ⊂ 𝔸𝑛 adalah himpunan tutup dengan gelanggang koordinat 𝑘 𝑋 dan 𝔄𝑋 adalah ideal dari himpunan tutup X. Maka pernyataan-pernyataan berikut adalah ekivalen: i) X tak-tereduksi ii) 𝔄𝑋 adalah ideal prima iii) 𝑘 𝑋 adalah daerah integral.
Bukti Dari Akibat 4.2.3, didapatkan 𝑘 𝑋 ≅ 𝑘 𝑇 𝔄𝑋 dan pada Teorema 2.1.1 telah dibuktikan bahwa ii) ekivalen dengan iii). Sekarang akan dibuktikan bahwa iii) ekivalen dengan i) dengan membuat negasi dari pernyataan terlebih dahulu, lalu menunjukkan bahwa X tereduksi jika dan hanya jika 𝑘 𝑋 bukan daerah integral (𝑘 𝑋 mempunyai pembagi nol). Misalkan X didefinisikan oleh polinomial-polinomial 𝐹𝑖 . Misalkan r dan s adalah pembagi nol dari 𝑘 𝑋 . Dari Lema 4.2.5, himpunan 𝐴 = 𝑥 ∈ 𝑋| 𝑟 𝑥 = 0 dan 𝐵 = 𝑥 ∈ 𝑋| 𝑠 𝑥 = 0 mendefinisikan himpunan yang merupakan subhimpunan-subhimpunan sejati dari X, sehingga 𝐴 ∪ 𝐵 ⊂ 𝑋. Selain itu, untuk sebarang 𝑥 ∈ 𝑋 diperoleh 𝑠 𝑥 𝑟 𝑥 = 0 jadi 𝑥 ∈ 𝐴 atau 𝑥 ∈ 𝐵. Ini berarti 𝑥 ∈ 𝐴 ∪ 𝐵 dan berlaku 𝑋 ⊂ 𝐴 ∪ 𝐵. Jadi 𝑋 = 𝐴 ∪ 𝐵 dan X tereduksi. Misalkan X tereduksi, maka dapat ditentukan himpunan-himpunan tutup A dan B sedemikian sehingga 𝑋 = 𝐴 ∪ 𝐵. Sekarang pandang 𝔄𝐴 dan 𝔄𝐵 . Karena 𝐴 ⊂ 𝑋 dan 𝐵 ⊂ 𝑋, berdasarkan Teorema 4.2.4 berlaku 𝔄𝑋 ⊂ 𝔄𝐴 dan 𝔄𝑋 ⊂ 𝔄𝐵 . Karena subhimpunan tersebut sejati, dapat diambil 𝐹 ∈ 𝔄𝐴 dan 𝐺 ∈ 𝔄𝐵 sedemikian sehingga 𝐹, 𝐺 ∉ 𝔄𝑋 . Dengan kondisi ini, fungsi-fungsi reguler f dan g di 𝑘 𝑋 , yang direpresentasikan oleh F dan G secara berurutan, keduanya adalah elemen tak-nol dari 𝑘 𝑋 (jika nol maka 𝐹, 𝐺 ∈ 𝔄𝑋 , kontradiksi dengan F dan G yang dipilih). Jadi 𝐹 𝑥 𝐺 𝑥 = 0 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋 dan 𝐹𝐺 ∈ 𝔄𝑋 . Disimpulkan bahwa di 𝑘 𝑋 , fungsi reguler fg diasosiasikan dengan elemen nol. Karena f dan g keduanya tak-nol di 𝑘 𝑋 dengan fg = 0 di 𝑘 𝑋 , f dan g adalah pembagi nol. ∎
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
32
4.3.2 Fungsi Rasional Pada bab sebelumnya, telah dibahas mengenai fungsi rasional dan lapangan fungsi rasional pada bidang affine. Saat ini akan diberikan definisi fungsi rasional dan lapangan fungsi rasional pada subhimpunan tutup taktereduksi dari ruang affine. Definisi 4.3.2.1 Jika X himpunan tutup tak-tereduksi dan 𝔄𝑋 adalah ideal dari himpunan tutup X, maka fungsi rasional yang didefinisikan pada X adalah fungsi 𝐹 𝑇
𝐺 𝑇 ,
dimana keduanya polinomial di 𝑘 𝑇 , sedemikian sehingga 𝐺 𝑇 ∉ 𝔄𝑋 (Shafarevich, 1994).
Perhatikan bahwa jika X merupakan himpunan tutup tak-tereduksi maka berdasarkan Teorema 4.3.1.2, 𝑘 𝑋 merupakan daerah integral sehingga dapat dibentuk suatu lapangan hasil bagi dari 𝑘 𝑋 yang didefinisikan secara formal sebagai berikut.
Definisi 4.3.2.2 Misalkan X adalah himpunan tutup tak-tereduksi. Maka lapangan hasil bagi dari gelanggang koordinat 𝑘 𝑋 disebut lapangan fungsi rasional dari X, yang dinotasikan dengan 𝑘 𝑋 , dan 𝑘 𝑋 terdiri dari fungsi-fungsi rasional 𝐹 𝑇
𝐺 𝑇 , keduanya polinomial di 𝑘 𝑇 , sedemikian sehingga 𝐺 𝑇 ∉ 𝔄𝑋 dan
𝐹 𝐺 = 𝐹1 𝐺1 jika 𝐹𝐺1 − 𝐹1 𝐺 ∈ 𝔄𝑋 (Shafarevich, 1994). Berbeda dengan fungsi reguler yang dibahas di Subbab 4.2, fungsi rasional tidak selalu mempunyai nilai yang terdefinisi di setiap titik dari X; sebagai contoh 1 𝑥 di 𝑥 = 0 atau 𝑥 𝑦 di 𝑥, 𝑦 = 0,0 . Namun ada istilah khusus jika fungsi rasional ini terdefinisi di suatu titik.
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
33
Definisi 4.3.2.3 Misalkan X adalah himpunan tutup tak-tereduksi. Fungsi rasional 𝜑 ∈ 𝑘 𝑋 dikatakan reguler di 𝑥 ∈ 𝑋 jika dapat ditulis dalam bentuk 𝜑 = 𝑓 𝑔 dengan 𝑓, 𝑔 ∈ 𝑘 𝑋 dan 𝑔 𝑥 ≠ 0 (Shafarevich, 1994). Dalam hal ini, elemen 𝑓 𝑥
𝑔 𝑥 ∈ 𝑘 dikatakan sebagai nilai dari 𝜑 di 𝑥, dan
dinotasikan dengan 𝜑 𝑥 . Istilah reguler digunakan karena mengacu pada fungsi reguler (Definisi 4.2.1) yang selalu terdefinisi. Artinya, fungsi rasional 𝜑 = 𝑓 𝑔 merupakan fungsi reguler pada 𝑥 ∈ 𝑋 di mana 𝑔 𝑥 ≠ 0. Pada Subbab 4.1 telah diberikan definisi subhimpunan tutup dari ruang affine. Maka sekarang akan diberikan definisi himpunan buka terhadap X sebagai berikut.
Definisi 4.3.2.4 Misalkan 𝑋 ⊂ 𝔸𝑛 adalah subhimpunan tutup dari ruang affine. 𝑈 ⊂ 𝑋 adalah himpunan buka jika komplemennya yaitu 𝑋\𝑈 adalah himpunan tutup di 𝔸𝑛 (Shafarevich, 1994).
Telah ditunjukkan sebelumnya bahwa gabungan dari berhingga banyaknya himpunan tutup adalah himpunan tutup. Fakta ini dapat digunakan untuk membuktikan bahwa irisan dari berhingga banyaknya himpunan buka juga adalah himpunan buka.
Teorema 4.3.2.5 Irisan dari berhingga banyaknya himpunan buka adalah himpunan buka.
Bukti Misalkan 𝑈1 , … , 𝑈𝑛 adalah himpunan-himpunan buka di X. Maka untuk setiap 𝑖 = 1, … , 𝑛 berlaku 𝑈𝑖 ⊂ 𝑋 dan 𝑋\𝑈𝑖 adalah himpunan tutup di 𝔸𝑛 . Notasikan 𝑋\𝑈𝑖 = 𝑈𝑖𝑐 . Berdasarkan Teorema 4.1.3, 𝑛
𝑛
𝑋 ∩ 𝑈𝑖𝑐 = 𝑋 ∩
𝑋\𝑈𝑖 = 𝑖=1
𝑛
𝑖=1
𝑈𝑖𝑐 = 𝑋 ∩ 𝑖=1
𝑐
𝑛
𝑈𝑖
𝑛
= 𝑋\
𝑖=1
𝑈𝑖 𝑖=1
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
34 adalah himpunan tutup sehingga berdasarkan definisi, ⋂𝑛𝑖=1 𝑈𝑖 adalah himpunan buka. ∎
Teorema di atas dapat digunakan untuk membuktikan bahwa himpunan titik-titik di mana suatu fungsi rasional adalah reguler merupakan himpunan buka tak-kosong. Perhatikan bahwa irisan dari tak berhingga banyaknya himpunan tutup merupakan himpunan tutup, sehingga dapat ditunjukkan bahwa gabungan dari tak berhingga banyaknya himpunan buka adalah himpunan buka.
Lema 4.3.2.6 Misalkan X adalah himpunan tutup tak-tereduksi dan 𝜑: 𝑋 → 𝑘 adalah fungsi rasional. Maka himpunan 𝑈 ≔ 𝑥 ∈ 𝑋|𝜑 𝑥 reguler adalah himpunan buka takkosong.
Bukti Sesuai dengan definisi, titik 𝑥 ∈ 𝑋 dimana 𝜑 adalah reguler memenuhi 𝑓 𝑥
𝜑 𝑥 =𝑔
𝑥
dengan 𝑓, 𝑔 ∈ 𝑘 𝑋 dan 𝑔 𝑥 ≠ 0. Karena 𝑔 bukan fungsi nol pada
X, terdapat 𝑥 ∈ 𝑋 sedemikian sehingga 𝑔 𝑥 ≠ 0 dan U tak-kosong. Untuk membuktikan bahwa U himpunan buka, pandang semua kemungkinan 𝑓
representasi dari 𝜑 = 𝑔𝑖 . Untuk sebarang fungsi reguler 𝑔𝑖 , himpunan 𝑌𝑖 ⊂ 𝑋 yang 𝑖
memuat titik-titik 𝑥 ∈ 𝑋 dimana 𝑔𝑖 𝑥 = 0 adalah tutup, karena berdasarkan definisi terdapat polinomial 𝐺𝑖 𝑇 ∈ 𝑘 𝑇 sedemikian sehingga 𝐺𝑖 𝑥 = 𝑔𝑖 𝑥 = 0 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋 dan polinomial ini adalah persamaan yang mendefinisikan 𝑌𝑖 . Jadi 𝑈𝑖 = 𝑋\𝑌𝑖 adalah himpunan buka. Himpunan U secara definisi adalah 𝑈 = ⋃𝑈𝑖 yang merupakan himpunan buka. ∎ Lema di atas menyatakan bahwa untuk sebarang fungsi rasional, terdapat suatu himpunan buka tak-kosong di mana fungsi tersebut terdefinisi (reguler). Dari teorema berikut ini, dapat ditunjukkan bahwa fungsi rasional 𝜑 ∈ 𝑘 𝑋 ditentukan secara unik jika dibatasi pada suatu subhimpunan buka tak-kosong 𝑈 ⊂ 𝑋. Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
35
Teorema 4.3.2.7 Misalkan X adalah himpunan tutup tak-tereduksi dan 𝑈 ⊂ 𝑋 adalah himpunan buka tak-kosong, dan 𝜑: 𝑋 → 𝑘 adalah fungsi rasional. Jika 𝜑 𝑥 = 0 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑈 maka 𝜑 𝑥 = 0 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋.
Bukti Andaikan 𝜑 𝑥 ≠ 0 untuk suatu 𝑥 ∈ 𝑋 tetapi 𝜑 𝑥 = 0 untuk semua 𝑓
𝑥 ∈ 𝑈, secara khusus ini berarti 𝑈 ≠ 𝑋. Misalkan 𝜑 = 𝑔 , dan definisikan 𝑋1 sebagai himpunan tutup yang didefinisikan oleh 𝐹 = 0, dimana F adalah polinomial yang bersesuaian dengan fungsi reguler f. Misalkan 𝑥 ∈ 𝑋, jadi jika 𝐹 𝑥 = 0 maka 𝑥 ∈ 𝑋1 . Jika 𝐹 𝑥 ≠ 0 maka 𝜑 𝑥 ≠ 0, sehingga 𝑥 ∉ 𝑈 dan 𝑥 ∈ 𝑋\𝑈. Disimpulkan bahwa 𝑋 ⊂ 𝑋1 ∪ 𝑋\𝑈 , dan karena jelas 𝑋1 ∪ 𝑋\𝑈 ⊂ 𝑋 diperoleh 𝑋 = 𝑋1 ∪ 𝑋\𝑈 . Karena U adalah tak-kosong dan tidak sama dengan X, didapatkan 𝑋\𝑈 adalah subhimpunan sejati tak-kosong dari X yang adalah himpunan tutup (karena U buka). Selain itu, 𝑋1 tidak sama dengan X dan juga merupakan himpunan tutup sehingga kontradiksi dengan sifat tak-tereduksi dari X. ∎
Akibat 4.3.2.8 Misalkan X adalah himpunan tutup tak-tereduksi, 𝜑: 𝑋 → 𝑘 dan 𝜓: 𝑋 → 𝑘 adalah dua fungsi rasional. Jika terdapat suatu himpunan buka tak-kosong 𝑈 ⊂ 𝑋 sedemikian sehingga 𝜑 𝑥 = 𝜓 𝑥 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑈 maka 𝜑 ≡ 𝜓.
Bukti Pandang Φ ≔ 𝜑 − 𝜓 yang juga merupakan fungsi rasional. Maka Φ 𝑥 = 0 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑈 dan karena U himpunan buka tak-kosong, berdasarkan Teorema 4.3.2.7 diperoleh Φ 𝑥 = 0 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋. Jadi 𝜑 ≡ 𝜓. ∎
Teorema berikut ini menjamin adanya elemen dari irisan dua buah himpunan buka. Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
36
Teorema 4.3.2.9 Misalkan X adalah himpunan tutup tak-tereduksi, A dan B subhimpunan buka takkosong dari X. Maka 𝐴 ∩ 𝐵 ≠ ∅.
Bukti Karena A dan B adalah himpunan buka, 𝑋\𝐴 dan 𝑋\𝐵 merupakan himpunan tutup. Andaikan 𝐴 ∩ 𝐵 = ∅, maka 𝑋\𝐴 ∪ 𝑋\𝐵 = 𝑋 sehingga kontradiksi dengan X yang tak-tereduksi. Jadi haruslah 𝐴 ∩ 𝐵 ≠ ∅. ∎
4.4 Pemetaan Rasional dan Birational Equivalence
Pada Subbab 3.3, telah didefinisikan pemetaan rasional dan birational equivalence pada bidang affine. Kedua hal ini dapat didefinisikan secara umum pada ruang affine sebagai berikut. Definisi 4.4.1 Pemetaan rasional 𝜑: 𝑋 → 𝑌 ⊂ 𝔸𝑚 adalah m-tuple dari fungsi-fungsi rasional 𝜑1 , … , 𝜑𝑚 ∈ 𝑘 𝑋 sedemikian sehingga untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑋 di mana semua 𝜑𝑖 adalah reguler, 𝜑 𝑥 = 𝜑1 𝑥 , … , 𝜑𝑚 𝑥
∈ 𝑌 (Shafarevich, 1994).
Pemetaan rasional 𝜑 dikatakan reguler di titik 𝑥 ∈ 𝑋 di mana semua 𝜑𝑖 adalah reguler, dan 𝜑 𝑥 ∈ 𝑌 adalah peta dari 𝒙. Peta dari X terhadap pemetaan rasional 𝜑 adalah himpunan titik-titik 𝜑 𝑋 = 𝜑 𝑥 𝑥 ∈ 𝑋 dan 𝜑 reguler di 𝑥 . Perhatikan bahwa istilah reguler digunakan karena mengacu pada pemetaan reguler (Definisi 4.2.6) yang terdefinisi di setiap titik dari daerah asalnya karena merupakan m-tuple dari fungsi-fungsi reguler. Artinya, pemetaan rasional 𝜑 merupakan pemetaan reguler pada 𝑥 ∈ 𝑋 di mana semua fungsi rasional 𝜑𝑖 adalah fungsi reguler. Daerah di mana pemetaan rasional 𝜑 terdefinisi (reguler), yakni di mana semua 𝜑𝑖 terdefinisi (reguler), disebut dengan daerah definisi.
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
37
Definisi 4.4.2 Misalkan 𝜑 = 𝜑1 , … , 𝜑𝑚 adalah pemetaan rasional pada suatu himpunan tutup tak-tereduksi 𝑋 ⊂ 𝔸𝑛 ke himpunan tutup 𝑌 ⊂ 𝔸𝑚 . Himpunan di mana semua 𝜑𝑖 adalah reguler disebut daerah definisi dari 𝜑 (Shafarevich, 1994).
Telah dibuktikan bahwa irisan dari berhingga banyaknya himpunan buka adalah himpunan buka dan bahwa irisan dari berhingga banyaknya subhimpunan buka tak-kosong dari suatu himpunan tutup tak-tereduksi adalah tak-kosong. Berdasarkan sifat tersebut, untuk sebarang sistem berhingga 𝜑1 , … , 𝜑𝑚 dari fungsi rasional, himpunan titik-titik 𝑥 ∈ 𝑋 di mana semua 𝜑𝑖 reguler juga merupakan himpunan buka tak-kosong. Jadi terdapat suatu subhimpunan buka tak-kosong 𝑈 ⊂ 𝑋 di mana semua fungsi rasional 𝜑𝑖 terdefinisi, yakni di mana pemetaan rasional 𝜑 = 𝜑1 , … , 𝜑𝑚 terdefinisi. Hal ini dinyatakan dalam lema berikut. Lema 4.4.3 Misalkan 𝜑 adalah pemetaan rasional pada suatu himpunan tutup tak-tereduksi X. Maka daerah definisi dari 𝜑 merupakan himpunan yang tak-kosong dan buka.
Bukti Misalkan 𝜑 = 𝜑1 , … , 𝜑𝑚 , dan untuk setiap 𝑖 = 1, … , 𝑚 misalkan 𝑈𝑖 ⊂ 𝑋 adalah himpunan di mana fungsi rasional 𝜑𝑖 reguler. Berdasarkan Lema 4.3.2.6, 𝑈𝑖 adalah himpunan yang tak-kosong dan buka. Karena himpunan di mana semua 𝜑𝑖 reguler adalah 𝑈 = ⋂𝑚 𝑖=1 𝑈𝑖 yang merupakan irisan dari berhingga banyaknya himpunan buka, dari Teorema 4.3.2.5 diperoleh bahwa U adalah himpunan buka dan U ini tepat merupakan daerah definisi dari 𝜑. Untuk membuktikan bahwa U adalah himpunan yang tak-kosong, 𝑚 −1 𝑚 −1 perhatikan bahwa 𝑈 = ⋂𝑚 𝑖=1 𝑈𝑖 = ⋂𝑖=1 𝑈𝑖 ∩ 𝑈𝑚 dimana ⋂𝑖=1 𝑈𝑖 dan 𝑈𝑚
adalah himpunan-himpunan buka. Jadi berdasarkan Teorema 4.3.2.9, −1 ⋂𝑚 𝑖=1 𝑈𝑖 ∩ 𝑈𝑚 ≠ ∅ sehingga U adalah himpunan yang tak-kosong. ∎
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
38
Dalam pembahasan mengenai pemetaan reguler f pada Subbab 4.2, didefinisikan suatu pemetaan 𝑓 ∗ yang memetakan fungsi u ke fungsi pullback dari u (Definisi 4.2.7). Untuk pemetaan rasional 𝜑 juga dapat didefinisikan pemetaan 𝜑∗ yang serupa dengan 𝑓 ∗ , sehingga diperoleh pula sifat-sifat dari 𝜑 ∗ yang serupa dengan sifat-sifat dari 𝑓 ∗ .
Teorema 4.4.4 Misalkan X dan Y adalah himpunan-himpunan tutup tak-tereduksi. Maka 𝜑: 𝑋 → 𝑌 adalah pemetaan rasional jika dan hanya jika 𝜑∗ memetakan 𝑘 𝑌 ke 𝑘 𝑋 dengan 𝜑 ∗ 𝑢 = 𝑣 untuk setiap 𝑢 ∈ 𝑘 𝑌 dimana u dan v memenuhi 𝑣 𝑥 =𝑢 𝜑 𝑥
untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋 (dengan kata lain, u dipetakan ke fungsi
pullback-nya).
Bukti Misalkan 𝜑 adalah pemetaan rasional, maka ingin dibuktikan bahwa 𝜑∗ memetakan setiap elemen dari 𝑘 𝑌 ke suatu elemen dari 𝑘 𝑋 yang terdefinisi. Misalkan 𝑢 ∈ 𝑘 𝑌 , jadi u didefinisikan di Y dan 𝑣 = 𝜑 ∗ 𝑢 memenuhi 𝑣 𝑥 = 𝑢 𝜑 𝑥
untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋. Untuk membuktikan bahwa v adalah fungsi rasional
di 𝑘 𝑋 , akan dicari polinomial-polinomial F dan G sedemikian sehingga 𝐹 𝑥
𝑣 𝑥 =𝐺
𝑥
untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋 dan 𝐺 ≠ 0.
Karena u adalah fungsi rasional, dapat ditentukan polinomial-polinomial S 𝑆 𝑦
dan U sedemikian sehingga 𝑈
𝑦
= 𝑢 𝑦 untuk semua 𝑦 ∈ 𝑌. Pemetaan 𝜑 adalah
pemetaan rasional, sehingga terdapat fungsi-fungsi rasional 𝜑𝑖 : 𝑋 → 𝑘 sedemikian sehingga 𝜑 = 𝜑1 , … , 𝜑𝑚 , dimana setiap fungsi-fungsi ini direpresentasikan oleh 𝑃
𝑃
pembagian dari polinomial 𝑄1 , … , 𝑄𝑚 dengan 𝑄𝑖 adalah polinomial tak-nol. Selain 1
𝑚
itu, pembagian dari polinomial tersebut memenuhi
𝑃1 𝑥 𝑄1 𝑥
𝑃
, … , 𝑄𝑚
𝑚
𝑥 𝑥
∈ 𝑌 untuk
semua 𝑥 ∈ 𝑋 di mana 𝜑𝑖 reguler. Maka 𝑣 𝑥 =𝑢
𝑃1 𝑥 𝑃𝑚 𝑥 ,…, 𝑄1 𝑥 𝑄𝑚 𝑥
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
39
𝑃1 𝑄1 = 𝑃 𝑈 1 𝑄1 𝑆
=
𝑃 𝑥 ,…, 𝑚 𝑥 𝑄𝑚 𝑃 𝑥 ,…, 𝑚 𝑥 𝑄𝑚
𝑥 𝑥 𝑥 𝑥
𝑆 𝑃1 𝑃𝑚 ∘ ,…, 𝑈 𝑄1 𝑄𝑚
𝑥 𝑆
dan karena semua 𝑄𝑖 bukan polinomial nol pada X, 𝑈 ∘
𝑃1 𝑄1
𝑃
, … , 𝑄𝑚
𝑚
mendefinisikan fungsi rasional v pada X, jadi 𝑣 ∈ 𝑘 𝑋 . Sebaliknya, misalkan 𝜑 ∗ memetakan 𝑘 𝑌 ke 𝑘 𝑋 . Karena fungsi 𝑢𝑖 𝑡1 , … , 𝑡𝑛 = 𝑡𝑖 adalah elemen dari 𝑘 𝑌 , diperoleh 𝑣𝑖 = 𝜑∗ 𝑢𝑖 ∈ 𝑘 𝑋 . Definisikan pula 𝜑 = 𝜑∗ 𝑢1 , … , 𝜑 ∗ 𝑢𝑛
dan karena semua 𝜑 ∗ 𝑢𝑖 adalah
fungsi-fungsi rasional (karena elemen 𝑘 𝑋 ), 𝜑 adalah pemetaan rasional. Jelas bahwa 𝑣𝑖 = 𝑢𝑖 𝜑 ∗ 𝑢1 , … , 𝜑∗ 𝑢𝑛
= 𝜑∗ 𝑢𝑖 , sehingga 𝜑 ini akan
mendefinisikan 𝜑∗ yang sama. ∎
Teorema di atas serupa dengan Sifat 1 pada Subbab 4.2, sedangkan Sifat 2 dinyatakan secara serupa dalam teorema berikut.
Teorema 4.4.5 Misalkan X dan Y adalah himpunan-himpunan tutup tak-tereduksi dengan lapangan dari fungsi rasional 𝑘 𝑋 dan 𝑘 𝑌 . Maka 𝜑∗ ∶ 𝑘 𝑌 → 𝑘 𝑋 yang memetakan fungsi di 𝑘 𝑌 ke fungsi pullback-nya di 𝑘 𝑋 adalah homomorfisma lapangan.
Bukti Misalkan 𝑠, 𝑡 ∈ 𝑘 𝑌 , maka 𝜑∗ 𝑠 + 𝑡 = 𝑠 + 𝑡 𝜑 = 𝑠 𝜑 + 𝑡 𝜑 = 𝜑∗ 𝑠 + 𝜑∗ 𝑡 dan 𝜑∗ 𝑠𝑡 = 𝑠𝑡 𝜑 = 𝑠 𝜑 𝑡 𝜑 = 𝜑∗ 𝑠 𝜑∗ 𝑡 . Cara lainnya adalah dengan langsung menggunakan Sifat 2: karena 𝜑∗ ∶ 𝑘 𝑌 → 𝑘 𝑋 adalah homomorfisma gelanggang maka 𝜑∗ ∶ 𝑘 𝑌 → 𝑘 𝑋 adalah homomorfisma lapangan. ∎
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
40
Teorema 4.4.6 Misalkan 𝜑: 𝑋 → 𝑌 dan 𝜓: 𝑋 → 𝑌 adalah pemetaan-pemetaan rasional sedemikian sehingga 𝜑 𝑈 = 𝜓 𝑈 untuk suatu himpunan buka U, maka 𝜑 ≡ 𝜓.
Bukti Misalkan 𝜑 = 𝜑1 , … , 𝜑𝑛 dan 𝜓 = 𝜓1 , … , 𝜓𝑛 dimana 𝜑𝑖 dan 𝜓𝑖 adalah fungsi-fungsi reguler. Karena 𝜑 𝑈 = 𝜓 𝑈 didapatkan 𝜑𝑖 𝑈 = 𝜓𝑖 𝑈 dan berdasarkan Akibat 4.3.2.8, 𝜑𝑖 𝑋 = 𝜓𝑖 𝑋 , jadi 𝜑 ≡ 𝜓. ∎ Teorema berikut ini menyatakan hubungan antara pemetaan rasional dengan isomorfisma.
Teorema 4.4.7 Misalkan Φ: 𝑘 𝑌 → 𝑘 𝑋 adalah homomorfisma. Maka terdapat suatu pemetaan rasional 𝜑: 𝑋 → 𝑌 sedemikian sehingga 𝜑∗ ≡ Φ.
Bukti Ambil fungsi-fungsi rasional 𝑢𝑖 𝑡1 , … , 𝑡𝑚 = 𝑡𝑖 ∈ 𝑘 𝑌 untuk 𝑖 = 1, … , 𝑚, kemudian definisikan 𝜑𝑖 ≔ Φ 𝑢𝑖 ∈ 𝑘 𝑋 . Artinya 𝜑𝑖 adalah peta dari fungsi 𝑢𝑖 di bawah pemetaan Φ dan jelas merupakan fungsi rasional. Selanjutnya definisikan 𝜑 ≔ 𝜑1 , … , 𝜑𝑚 . Pertama akan dibuktikan bahwa 𝜑 memetakan X ke Y. Karena 𝜑𝑖 ∈ 𝑘 𝑋 , daerah asal dari 𝜑 adalah X sehingga akan dibuktikan 𝐹 𝜑1 𝑥 , … , 𝜑𝑚 𝑥
=0
untuk semua 𝐹 ∈ 𝔄𝑌 dan semua 𝑥 ∈ 𝑋 di mana 𝜑𝑖 reguler. Selain itu, Φ adalah homomorfisma lapangan sehingga Φ 0 = 0 ∈ 𝑘 𝑋 dan 𝐹 ∈ 𝔄𝑌 adalah fungsi nol di 𝑘 𝑌 sehingga Φ 𝐹 𝑡1 , … 𝑡𝑚
= 0. Dengan menggunakan fakta bahwa Φ
mempertahankan operasi-operasi lapangan, diperoleh 0 = Φ 𝐹 𝑡1 , … 𝑡𝑚
= F Φ 𝑡1 , … , Φ 𝑡𝑚 = F Φ 𝑢1 , … , Φ 𝑢𝑚 = F Φ1 , … , Φ𝑚
jadi F Φ1 , … , Φ𝑚 = 0. Perhatikan bahwa 0 pada persamaan tersebut merupakan Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
41
fungsi nol pada X sehingga persamaan berlaku hanya dalam X. Hal ini berarti saat 𝜑𝑖 dihitung pada semua nilai dari X, akan diperoleh 𝐹 𝜑1 𝑥 , … 𝜑𝑚 𝑥
= 0.
Selanjutnya akan dibuktikan 𝜑∗ = Φ. Ambil sebarang 𝑢 ∈ 𝑘 𝑌 dan misalkan 𝜑∗ 𝑢 = 𝑣, maka 𝑢 𝜑 𝑥
= 𝑣 𝑥 untuk semua 𝑥 di mana terdefinisi. 𝑃
Sekarang misalkan Φ 𝑢 = 𝑣 dan u dinyatakan oleh 𝑄 , jadi untuk semua 𝑦 = 𝑡1 , … 𝑡𝑚 ∈ 𝑌 di mana u reguler diperoleh Φ
𝑃 𝑡 1 ,…𝑡 𝑚 𝑄 𝑡 1 ,…𝑡 𝑚
= 𝑣. Karena Φ
adalah homomorfisma lapangan, didapatkan 𝑣=
𝑃 Φ 𝑡1 , … , Φ 𝑡𝑚 𝑄 Φ 𝑡1 , … , Φ 𝑡𝑚
=
𝑃 Φ1 , … , Φ𝑚 𝑃 = ∘ 𝜑. 𝑄 Φ1 , … , Φ𝑚 𝑄
Karena peta dari X di bawah 𝜑 ada di dalam Y, sehinnga diperoleh 𝑢 𝜑 𝑥
𝑃 𝑄
= 𝑢 pada titik-titik tersebut
= 𝑣 𝑥 . Jadi 𝑣 = 𝑣, dan terbukti bahwa Φ 𝑢 =
𝜑∗ 𝑢 . ∎ Lema berikut ini berhubungan dengan kernel dari homomorfisma 𝜑∗ dan akan digunakan untuk membuktikan teorema lain.
Lema 4.4.8 Misalkan 𝜑: 𝑋 → 𝑌 adalah pemetaan rasional dan 𝐴 ⊆ 𝑌 adalah sebarang himpunan tutup yang memuat 𝜑 𝑋 . Jika ker 𝜑 ∗ = 0 maka 𝐴 = 𝑌.
Bukti Misalkan U adalah daerah definisi dari 𝜑, maka berdasarkan definisi dari 𝜑 𝑋 jelas bahwa 𝜑 𝑈 = 𝜑 𝑋 . Karena A adalah himpunan tutup, A mempunyai polinomial-polinomial yang mendefinisikannya. Misalkan polinomial-polinomial ini adalah 𝐺1 , … , 𝐺𝑙 dan misalkan 𝑔𝑖 = 𝐺𝑖 |𝑌 , 𝑖 = 1, … , 𝑙 ; yakni, 𝑔𝑖 adalah fungsi-fungsi reguler di Y yang merepresentasikan 𝐺𝑖 , sehingga 𝑔𝑖 ∈ 𝑘 𝑌 ⊂ 𝑘 𝑌 . Selain itu, 𝑔𝑖 𝑦 = 𝐺𝑖 𝑦
untuk semua 𝑦 ∈ 𝑌
dan karena 𝐴 ⊆ 𝑌, juga berlaku 𝑔𝑖 𝑡 = 𝐺𝑖 𝑡 = 0
untuk semua 𝑡 ∈ 𝐴. Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
42
Selain itu, karena 𝜑 𝑈 = 𝜑 𝑋 termuat di A maka semua titik dari 𝜑 𝑈 memenuhi persamaan-persamaan dari A, yaitu untuk semua 𝑖 = 1, … , 𝑙 dan semua 𝑥 ∈ 𝑈 berlaku 𝐺𝑖 𝜑1 𝑥 , … , 𝜑𝑚 𝑥
= 0.
Karena untuk semua 𝑡 ∈ 𝐴 berlaku 𝑔𝑖 𝑡 = 𝐺𝑖 𝑡 dan untuk 𝑥 ∈ 𝑈 berlaku 𝜑 𝑥 = 𝜑1 𝑥 , … , 𝜑𝑚 𝑥
∈ 𝐴, diperoleh
0 = 𝐺𝑖 𝜑1 𝑥 , … , 𝜑𝑚 𝑥 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑈. Artinya 𝑔𝑖 𝜑 𝑈
= 𝑔𝑖 𝜑1 𝑥 , … , 𝜑𝑚 𝑥
= 0 sehingga 𝜑 ∗ 𝑔𝑖 𝑈
= 0 (dalam hal
ini 0 merepresentasikan fungsi yang nol pada U). Dari Lema 4.4.3, U adalah himpunan buka dan berdasarkan Teorema 4.3.2.7, 𝜑∗ 𝑔𝑖 𝑈 mengimplikasikan 𝜑∗ 𝑔𝑖 𝑋
=0
= 0, sehingga 𝑔𝑖 ∈ ker 𝜑∗ . Menggunakan fakta
bahwa ker 𝜑 ∗ = 0 didapatkan 𝑔𝑖 adalah fungsi-fungsi nol pada Y, yakni 𝑔𝑖 𝑦 = 0 untuk semua 𝑦 ∈ 𝑌. Karena untuk semua 𝑦 ∈ 𝑌 berlaku 𝐺𝑖 𝑦 = 𝑔𝑖 𝑦 , hal ini mengakibatkan 𝐺𝑖 𝑦 = 0 untuk semua 𝑦 ∈ 𝑌. Jadi semua titik di Y memenuhi persamaan-persamaan yang mendefinisikan A, dan disimpulkan bahwa 𝑌 ⊆ 𝐴. Karena telah diberikan 𝐴 ⊆ 𝑌 maka 𝐴 = 𝑌. ∎
Akibat 4.4.9 Jika 𝜑∗ : 𝑘 𝑌 → 𝑘 𝑋 adalah isomorfisma maka 𝜑 𝑋 dense di Y.
Bukti Karena 𝜑∗ adalah isomorfisma, ker 𝜑∗ = 0 sehingga satu-satunya subhimpunan tutup dari Y yang memuat 𝜑 𝑋 adalah Y sendiri. Maka closure dari 𝜑 𝑋 , irisan dari semua himpunan tutup yang memuat 𝜑 𝑋 juga sama dengan Y. Jadi 𝜑 𝑋 dense di Y. ∎ Jika 𝜑 𝑋 dense di Y, dapat dibuktikan bahwa 𝜑 ∗ adalah homomorfisma dengan ker 𝜑∗ = 0 , seperti yang dinyatakan dalam lema berikut ini.
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
43
Lema 4.4.10 Misalkan 𝜑: 𝑋 → 𝑌 adalah pemetaan rasional sedemikian sehingga 𝜑 𝑋 dense di Y. Maka ker 𝜑∗ = 0 .
Bukti Notasikan daerah definisi dari 𝜑 dengan 𝑈 ⊂ 𝑋, sehingga 𝜑 𝑈 = 𝜑 𝑋 . Misalkan 𝑢 ∈ 𝑘 𝑌 dan u ∈ ker 𝜑∗ , jadi 𝜑 ∗ 𝑢 = 0 ∈ 𝑘 𝑌 dan untuk semua 𝑥 ∈ 𝑈 ⊂ 𝑋 berlaku 𝑢 𝜑 𝑥
= 0, sehingga 𝑢 𝜑 𝑈
= 0. Akan dibuktikan
bahwa 𝑢 𝑦 = 0 untuk semua 𝑦 ∈ 𝑌. Andaikan tidak berlaku demikian, yaitu terdapat 𝑡 ∈ 𝑌 sedemikian sehingga 𝑢 𝑡 ≠ 0. Misalkan u direpresentasikan oleh 𝐹 𝐺
, dan 𝐴 ⊂ 𝑌 adalah himpunan tutup yang didefinisikan oleh 𝐹 = 0. Maka
𝑢 𝑦 = 0 untuk semua 𝑦 ∈ 𝐴 dan karena 𝑢 𝜑 𝑈
= 0 diperoleh 𝜑 𝑈 ⊂ 𝐴.
Karena terdapat 𝑡 ∈ 𝑌 sedemikian sehingga 𝑢 𝑡 ≠ 0, didapatkan 𝜑 𝑋 = 𝜑 𝑈 ⊂ 𝐴 ⊂ 𝑌. Jadi terdapat himpunan tutup A yang tidak sama dengan Y yang memuat 𝜑 𝑋 , kontradiksi dengan 𝜑 𝑋 dense di Y. ∎
Serupa dengan pemetaan rasional pada bidang affine, jika pemetaan rasional pada ruang affine memiliki invers yang juga pemetaan rasional maka pemetaan tersebut akan menjadi birational equivalence. Perbedaannya adalah tambahan syarat dense seperti yang dinyatakan dalam definisi berikut.
Definisi 4.4.11 Pemetaan rasional 𝜑: 𝑋 → 𝑌 disebut pemetaan birational atau merupakan birational equivalence jika 𝜑 mempunyai pemetaan rasional invers 𝜓: 𝑌 → 𝑋; yakni, 𝜑 𝑋 dense di Y dan 𝜓 𝑌 dense di X, dan 𝜑 ∘ 𝜓 = 1, 𝜓 ∘ 𝜑 = 1 (di mana terdefinisi). Dalam hal ini X dan Y dikatakan birational atau birationally equivalent (Shafarevich, 1994).
Perhatikan bahwa pada definisi birational equivalence di atas, 1 adalah fungsi identitas. Selain itu, terdapat syarat yang berhubungan dengan dense karena untuk pemetaan-pemetaan rasional 𝜑: 𝑋 → 𝑌 dan 𝜓: 𝑌 → 𝑋, komposisi dari Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
44
keduanya yaitu 𝜑 ∘ 𝜓 dan 𝜓 ∘ 𝜑 akan terdefinisi sebagai pemetaan rasional juga jika 𝜑 𝑋 dense di Y dan 𝜓 𝑌 dense di X. Misalkan 𝜑: 𝑋 → 𝑌 dan 𝜓: 𝑌 → 𝑍 adalah pemetaan-pemetaan rasional dengan X, Y, dan Z himpunan-himpunan tutup tak-tereduksi. Komposisi dari kedua pemetaan rasional tersebut adalah 𝜓 ∘ 𝜑 ∶ 𝑋 → 𝑍. Misalkan 𝜓 terdefinisi di himpunan buka 𝑈 ⊂ 𝑌. Karena 𝜓 ∘ 𝜑 𝑋 = 𝜓 𝜑 𝑋
dengan 𝜑 𝑋 ⊂ 𝑌, agar
𝜓 ∘ 𝜑 menjadi pemetaan rasional haruslah 𝜑 𝑋 ∩ 𝑈 ≠ ∅. Dapat ditunjukkan bahwa hal ini akan terpenuhi jika 𝜑 𝑋 dense di Y. Andaikan 𝜑 𝑋 dense di Y dan 𝜑 𝑋 ∩ 𝑈 = ∅. Karena 𝜑 𝑋 ⊂ 𝑌 maka terdapat himpunan tutup 𝑌\𝑈 sedemikian sehingga 𝜑 𝑋 ⊂ 𝑌\𝑈. Artinya ada himpunan tutup yang memuat 𝜑 𝑋 yang tidak sama dengan Y, kontradiksi dengan fakta bahwa 𝜑 𝑋 dense di Y.
4.5 Birational Equivalence antara Dua Himpunan Tutup Tak-tereduksi Dalam Bab 3 telah dibahas mengenai birational equivalence antara dua kurva aljabar tak-tereduksi serta syarat cukup dan syarat perlu untuk kedua kurva tersebut birational. Pada ruang affine, kurva aljabar tak-tereduksi ini diperumum menjadi himpunan tutup tak-tereduksi. Sekarang akan diberikan pula teorema mengenai syarat cukup dan syarat perlu untuk dua himpunan tutup tak-tereduksi birational, namun untuk membuktikan teorema tersebut dibutuhkan lema berikut.
Lema 4.5.1 Misalkan 𝜑 dan 𝜓 adalah dua pemetaan rasional dengan 𝜑∗ dan 𝜓 ∗ seperti yang didefinisikan pada Definisi 4.2.7. Maka 𝜑 ∘ 𝜓
∗
≡ 𝜓 ∗ ∘ 𝜑∗ .
Bukti Misalkan 𝜑: 𝑋 → 𝑌 dan 𝜓: 𝑍 → 𝑋, sehingga 𝜑 ∗ : 𝑘 𝑌 → 𝑘 𝑋 dan 𝜓 ∗ : 𝑘 𝑋 → 𝑘 𝑍 . Ingin dibuktikan bahwa 𝜑 ∘ 𝜓
∗
𝑢 ≡ 𝜓 ∗ ∘ 𝜑∗ 𝑢 untuk
setiap 𝑢 ∈ 𝑘 𝑌 . Ambil 𝑢 ∈ 𝑘 𝑌 dan misalkan 𝜑 ∘ 𝜓
∗
𝑢 = 𝑣, sehingga untuk
semua 𝑧 ∈ 𝑍,
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
45
𝑢 𝜑∘𝜓 𝑧 𝑢 𝜑 𝜓 𝑧 Misalkan 𝜓 ∗ ∘ 𝜑∗ 𝑢 = 𝜓 ∗ 𝜑∗ 𝑢
=𝑣 𝑧 = 𝑣 𝑧 …………………………..…….(4.1) = 𝑣 dan 𝜑 ∗ 𝑢 = 𝑠 ∈ 𝑘 𝑋 . Jadi
𝜓 ∗ 𝑠 = 𝑣 atau 𝑠 𝜓 𝑧
= 𝑣 𝑧 untuk semua 𝑧 ∈ 𝑍.
𝑢 𝜑 𝑥
= 𝑠 𝑥 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑋
𝑢 𝜑 𝑥
= 𝑠 𝑥 untuk semua 𝑥 ∈ 𝜓 𝑍 .
Karena 𝜑∗ 𝑢 = 𝑠, diperoleh
sehingga karena 𝜓 𝑍 ⊆ 𝑋,
Jadi untuk semua 𝑧 ∈ 𝑍, 𝑢 𝜑 𝜓 𝑧
=𝑠 𝜓 𝑧
= 𝑣 𝑧 …………….….…..(4.2)
Dari (4.1) dan (4.2), diperoleh untuk semua 𝑧 ∈ 𝑍 berlaku 𝑣 𝑧 =𝑢 𝜑 𝜓 𝑧 Artinya 𝑣 ≡ 𝑣 ⟹ 𝜑 ∘ 𝜓 𝜑∘𝜓
∗
∗
=𝑣 𝑧
𝑢 = 𝜓 ∗ ∘ 𝜑∗ 𝑢 untuk setiap 𝑢 ∈ 𝑘 𝑌 . Jadi
≡ 𝜓 ∗ ∘ 𝜑∗ . ∎
Sekarang akan dibuktikan bahwa Teorema 3.5.1 dapat diperumum untuk himpunan tutup tak-tereduksi pada ruang affine 𝔸𝑛 , seperti yang dinyatakan dalam teorema berikut.
Teorema 4.5.2 Dua himpunan tutup tak-tereduksi X dan Y birational jika dan hanya jika lapangan fungsi rasional dari keduanya, 𝑘 𝑋 dan 𝑘 𝑌 , isomorfik atas k.
Bukti Misalkan 𝑋 ⊂ 𝔸𝑛 dan 𝑌 ⊂ 𝔸𝑚 adalah himpunan-himpunan tutup. Karena 𝑘 𝑋 dan 𝑘 𝑌 isomorfik atas k, terdapat suatu isomorfisma dari 𝑘 𝑌 ke 𝑘 𝑋 . Misalkan Φ: 𝑘 𝑌 → 𝑘 𝑋 adalah isomorfisma tersebut. Karena Φ adalah homomorfisma, berdasarkan Teorema 4.4.7 terdapat suatu pemetaan rasional 𝜑: 𝑋 → 𝑌 sedemikian sehingga 𝜑∗ ≡ Φ. Karena Φ ≡ 𝜑 ∗ adalah isomorfisma dari Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
46 𝑘 𝑌 ke 𝑘 𝑋 , terdapat Φ−1 : 𝑘 𝑋 → 𝑘 𝑌 sebagai invers dari 𝜑 ∗ yang juga merupakan suatu isomorfisma. Sekarang akan ditunjukkan bahwa pemetaan rasional 𝜑: 𝑋 → 𝑌 adalah pemetaan birational atau merupakan birational equivalence. Karena Φ−1 adalah homomorfisma, berdasarkan Teorema 4.4.7 terdapat suatu pemetaan rasional 𝜓: 𝑌 → 𝑋 sedemikian sehingga 𝜓 ∗ ≡ Φ −1 . Maka berdasarkan Akibat 4.4.9, 𝜑 𝑋 dense di Y dan 𝜓 𝑌 dense di X. Diketahui 𝜓 ∗ ≔ 𝜑∗
−1
sehingga dengan
menggunakan Lema 4.5.1, untuk semua 𝑢 ∈ 𝑘 𝑌 berlaku 𝜑∘𝜓
∗
𝑢 = 𝜓∗ ∘ 𝜑∗ 𝑢 =
𝜑∗
−1
∘ 𝜑∗ 𝑢 = 𝑢
dan 𝑢 𝜑 𝜓 𝑦
=𝑢 𝑦 .
Ambil 𝑢 = 𝑢𝑖 𝑡1 , … , 𝑡𝑚 , 𝑖 = 1, … , 𝑚 sehingga diperoleh 𝜑 𝜓 𝑦 Jadi 𝜑 ∘ 𝜓 = 𝜑 𝜓 𝑦
= 𝑦.
adalah fungsi identitas di 𝑘 𝑌 . Dengan cara serupa,
diperoleh 𝜓 ∘ 𝜑 = 𝜓 𝜑 𝑥
adalah fungsi identitas di 𝑘 𝑋 .
Sebaliknya, misalkan X dan Y birational. Maka terdapat pemetaan rasional 𝜑: 𝑋 → 𝑌 dan pemetaan rasional inversnya 𝜓: 𝑌 → 𝑋 dengan 𝜑 𝑋 dense di Y dan 𝜓 𝑌 dense di X, dan ∘ 𝜓 = 1, 𝜓 ∘ 𝜑 = 1. Berdasarkan Teorema 4.4.4 dan Teorema 4.4.5, terdapat 𝜑∗ : 𝑘 𝑌 → 𝑘 𝑋 dan 𝜓 ∗ : 𝑘 𝑋 → 𝑘 𝑌 yang merupakan homomorfisma lapangan. Karena 𝜑 𝑋 dense di Y dan 𝜓 𝑌 dense di X, berdasarkan Lema 4.4.10 diperoleh ker 𝜑∗ = 0 dan ker 𝜓 ∗ = 0 sehingga 𝜑∗ dan 𝜓 ∗ adalah homomorfisma yang satu-satu. Akan dibuktikan bahwa 𝜑 ∗ dan 𝜓 ∗ adalah homomorfisma yang pada (onto). Karena 𝜑 ∘ 𝜓 = 1 dan 𝜓 ∘ 𝜑 = 1, diperoleh 𝜑 ∗ ∘ 𝜓 ∗ = 𝜓 ∘ 𝜑 𝜓 ∗ ∘ 𝜑∗ = 𝜑 ∘ 𝜓
∗
∗
= 1 dan
= 1. Misalkan 𝑓 ∈ 𝑘 𝑋 dan 𝜓 ∗ 𝑓 = 𝑔 ∈ 𝑘 𝑌 . Untuk
setiap 𝑓 ∈ 𝑘 𝑋 terdapat 𝑔 ∈ 𝑘 𝑌 sedemikian sehingga 𝜑 ∗ 𝑔 = 𝜑∗ 𝜓 ∗ 𝑓
=
𝜑∗ ∘ 𝜓 ∗ 𝑓 = 𝑓, sehingga 𝜑∗ adalah homomorfisma yang pada (onto). Dengan cara yang serupa, dapat ditunjukkan bahwa 𝜓 ∗ juga merupakan homomorfisma yang pada (onto). Jadi telah dibuktikan bahwa 𝑘 𝑋 dan 𝑘 𝑌 isomorfik. ∎
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
BAB 5 KESIMPULAN
Pada bidang affine dapat didefinisikan suatu relasi yang disebut birational equivalence antara dua kurva aljabar tak-tereduksi. Pada ruang affine, kurva aljabar tak-tereduksi diperumum menjadi himpunan tutup tak-tereduksi dan birational equivalence juga dapat didefinisikan antara dua himpunan tutup taktereduksi. Namun tidak sebarang dua kurva aljabar tak-tereduksi atau dua himpunan tutup tak-tereduksi mempunyai birational equivalence di antara keduanya. Dalam Bab 3, Teorema 3.5.1 telah dibuktikan bahwa dua kurva aljabar tak-tereduksi birational jika dan hanya jika lapangan fungsi rasional dari kedua kurva tersebut isomorfik. Dalam Bab 4, Teorema 4.5.2 telah dibuktikan bahwa dua himpunan tutup tak-tereduksi birational jika dan hanya jika lapangan fungsi rasional dari kedua himpunan tersebut isomorfik. Dari kedua teorema tersebut, dapat disimpulkan bahwa syarat cukup dan syarat perlu untuk dua kurva aljabar tak-tereduksi, atau secara umum dua himpunan tutup tak-tereduksi, birational adalah lapangan fungsi rasional dari keduanya isomorfik.
47
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011
DAFTAR PUSTAKA
Artin, M. (1991). Algebra. Prentice-Hall. Atiyah, M. F., & MacDonald, I. G. (1969). Introduction to Commutative Algebra. London: Addison-Wesley. Cox, D., Little, J., & O'Shea, D. (2007). Ideals, Varieties, and Algorithms 3rd Edition. Springer. Herstein, I. N. (1996). Abstract Algebra Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall. Isaacs, I. M. (1994). Algebra: A Graduate Course. American Mathematical Society. Manin, Y. I. (1975). Rational Points on Algebraic Curves. Russian Mathematical Survey. Matiyasevich, Y. V. (1993). Hilbert's Tenth Problem. Nauka Publishers. Shafarevich, I. R. (1994). Basic Algebraic Geometry 1: Varieties in Projective Space, Second Edition. Berlin Hiedelberg: Springer-Verlag.
48
Universitas Indonesia
Birational equivalence ..., Lois Mutiara, FMIPA UI, 2011