BIOSISTEMATIKA MANGGA INDONESIA
FITMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Biosistematika Mangga Indonesia adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2008
Fitmawati NRP G361020061
ABSTRACT FITMAWATI. Biosistematics of Indonesian Mangoes. Under the supervisions of ALEX HARTANA, MIEN A. RIFAI, and BAMBANG S. PURWOKO Biosystematics of Indonesian mango were investigated. It consisted of reinstatement of Mangifera laurina and their related species, phylogenetic study based on cpDNA trnL-F intergenic spacer, genetic diversity and taxonomy of cultivated mango in practice. According to flower characters, M. rubropetala Kosterm. considered as synonim of M. indica L. Otherwise M. laurina Bl., M. aplanata Kosterm, and M. lalijiwa Kosterm. is suggested as separate species from M. indica L. Based on E-RAPD, specific bands distinguished M. aplanata from other related species. Phylogenetic analysis of the trnL-F intergenic spacer region placed the mangga Hiku (Mangifera sp) as the common ancestor or progenitor among the other M. laurina and supported well sister-group to monophyletic in Mangifera laurina complex. Identification and characterization of germplasm of 76 cultivars from Cukurgondang-Pasuruan East Java based on 92 morphological characters formed three major groups and nine groups of cultivars with coefficient of genetic similarity at 0.38-0.85. Eighty two cultivars were analyzed with RAPD markers resulting in genetic similarity coefficient between 0.69-0.98. Combination analysis of morphological and RAPD markers of the 76 cultivars resulted in nineteen major clusters, with 0.69-0.88 similarity coefficient. This investigation will help breeders in mango improvement program. Available classifications on cultivated plants showed a merger two approaches; a botanical one, based on essential systematic plant characters, and a practical one, based on the analysis of commercial properties. A taxonomic study of cultivars grown in Indonesia based on morphology and agronomy characters resulted in 84 cultivars recognized. Eigth main cultivar-groups (i.e. Berem, Madu, Gedong, Golek, Bapang, Arumanis, Kepodang, and Kebo) and seventeen cultivars-groups were established from eighty four cultivars. The ‘Lalijiwo’ cultivar was the synonym of ‘Thaber’, ‘Tabar’, ‘Gurih’, while ‘Arumanis’ was the synonym of ‘Gadung’. Meanwhile, the cultivar ‘Kates277’ included in Golek main group and homonym with the cultivar ‘Kates’ in Arumanis main group. The cultivar ‘Nanas93’ one of Madu cultivar main group was different from the cultivar ‘Nanas71’ in cultivar main group Bapang. Key word: Biosystematic, morfologi, cpDNA trnL-F, E-RAPD, genetic diversity, RAPD, taxonomy of cultivated, Indonesian mango.
RINGKASAN FITMAWATI. Biosistematika Mangga Indonesia. Dibimbing oleh ALEX HARTANA, MIEN A. RIFAI, dan BAMBANG S. PURWOKO Kajian Biosistematika mangga Indonesia meliputi tinjauan status dan kedudukan taksonomi Mangifera laurina Bl dan kerabat dekatnya yang terdiri dari M. aplanata Kosterm., M. rubropetala Kosterm., M. lalijiwa Kosterm., dan M. indica, serta hubungan filogentiknya, keanekaragaman genetik kultivar mangga Indonesia dan pengelompokan kultivar mangga dalam praktek. Plastisitas ciri morfologi yang besar di antara mangga dan kerabat dekatnya menjadi penyebab batasan jenis yang sudah ada sering diperdebatkan. Penelitian ini mengurai kembali konsep jenis Kostermans & Bompard yang bertentangan dengan konsep Kochumen, keduanya membangun konsep jenisnya berdasarkan ciri morfologi. Spesimen yang diperiksa ditambah 609 yang berasal dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku Analisis mengunakan data ciri morfologi, DNA sitoplasmik cpDNA trnL-F (intergenic spacer) dan DNA inti. M. laurina dan kerabat dekatnya dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu M. indica, M. laurina, M. lalijiwa, dan M. aplanata, sedangkan M. rubropetala menjadi sinonim M. indica. Analisis hubungan kekerabatan menghasilkan dua sister grup yaitu M. indica dan M. lalijiwa. serta M. laurina dan M. aplanata. Penanda E-RAPD dapat membedakan M. aplanata (Depeh) terhadap kerabat dekat lainnya. M. laurina ‘Dodol Ternate’, M. rubropetala (sinonim M. indica), M.laurina ‘Betoel’, M. indica ‘Golek’, dan M. indica ‘Cengkir’. Penelusuran nenek moyang M. laurina dan kerabatnya menggunakan cpDNA trnL-F intergenic spacer menunjukkan mangga Hiku sebagai kerabat liar dan diduga sebagai tetua bersama M. laurina dan kerabatnya. Selain itu, memperkuat Selawesi sebagai pusat keanekaragaman M. laurina dan kerabatnya, dan Indonesia adalah pusat keanekaragaman mangga dunia. Pengelompokan kultivar mangga berdasarkan 92 ciri morfologi dan penanda RAPD berbeda dengan pengelompokan yang selama dikenal oleh masyarakat mangga Indonesia. Keanekaragaman genetik mangga Indonesia tergolong luas yaitu 15-62% (morfologi), 2-31% (RAPD), dan 12-40% (kombinasi kedua penanda). Berdasarkan pengelompokan kultivar mangga koleksi KP CukurgondangPasuruan Jawa Timur tidak didapatkan duplikasi aksesi, sehingga semua aksesi perlu dikonservasi untuk kelestariannya. Pengelompokan berdasarkan ciri agronomi ciri buah terhadap 84 kultivar mangga menghasilkan 8 kelompok utama yaitu Berem, Golek, Kepodang, Bapang, Arumanis, Gedong, Madu, dan Kebo. Tujuh belas kelompok kultivar dan 84 kultivar. Sinonim, kultivar ‘Lalijiwo’ sama dengan ‘Thaber’, ‘Tabar’, ‘Gurih’ dan ‘Arumanis’ sama dengan Gadung. Homonim yang dijumpai adalah pada ‘Kates277’ adalah anggota kelompok utama Golek, sedangkan kultivar ‘Kates’ adalah anggota kelompok utama Arumanis. Kultivar ‘Nanas93’ anggota kelompok utama Madu berbeda dengan ‘Nanas71’ anggota kelompok utama Bapang Kata kunci: Keanekaragaman, genetik, mangga Indonesia, morfologi, cpDNA trnL-F intergenic spacer, E-RAPD, RAPD
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik ataupun tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
BIOSISTEMATIKA MANGGA INDONESIA
FITMAWATI
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Disertasi : Biosistematika Mangga Indonesia Nama : Fitmawati NRP : G 361020061
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Alex Hartana, MSc Ketua
Prof Dr Mien A. Rifai Anggota
Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Biologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dedy Duryadi, DEA
Prof Dr Ir Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 28 Juli 2008
Tanggal Lulus:
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr Ir Tatik Chikmawati MSi Staf Pengajar Departemen Biologi, FMIPA IPB
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr Ir Sobir, MS Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB Dr Dra Titi Rugayah, MSc Staf Peneliti Herbarium Bogoriense, Lembaga Biologi Nasional, LIPI
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Sempurna atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya tulisan ini dapat diselesaikan. Disertasi ini tentang Biosistematika mangga Indonesia yang meliputi tinjauan status dan kedudukan jenis mangga dan kerabat dekatnya serta hubungan filogentiknya, keanekaragaman genetik kultivar mangga Indonesia dan pengelompokan kultivar mangga dalam praktek. Sejak penentuan topik sampai penyelesaian studi, penulis didukung oleh bebagai pihak secara perorangan maupun institusi. Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada Bapak Prof Dr Ir Alex Hartana MSc, Prof Dr Mien A. Rifai, Prof Dr Ir Bambang S.Purwoko, selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran, bimbingan, arahan, strategi, dan bahkan materi penelitian dari awal penelitian hingga selesai. Penulis juga menyampaikan penghargaan kepada Bapak Dr Ir Sobir MS, Ibu Prof. Dr Ir Syafrida Manuwoto MS, Bapak Prof Dr Sudarsono MSc (Staf Pengajar Agronomi). Ibu Dr Rugayah, Ibu Dr Yulita Kusuma Dewi, Bapak Dr Teguh, Dr Eko Baroto Waluyo, Bapak Dr Yohanis P. Mogea M.Sc (Staf LIPI Biologi), atas motivasi, penyegaran ide, dan arahan-arahannya. Terima kasih juga disampaikan kepada Rektor Universitas Riau, Dekan FMIPA UNRI dan seluruh jajarannya yang telah banyak memberi kesempatan kepada saya melaksanakan studi S3. Kepada Dirjen Pendidikan Tinggi yang telah memberikan bantuan beasiswa BPPS selama 3.5 tahun. Kepada Pemimpin Riset Unggulan Nasional melalui Direktur Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB atas bantuan biaya dan materi penelitian. Kepada Kepala LOKA-LIT Tanaman Buah dan Hortikultura di Tlekung Madang Jawa Timur, Kepala Kebun Percobaan Cukurgondang Pasuruan Jawa Timur berserta pegawai kebun yang banyak membantu dalam pengumpulan data dan sampel penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dra. Eko Sri Sulasmi SU, Ibu Dra. Hermin Msc, di Malang Jawa Timur, dan Lely F. Djafar SPi MSi di Kendari. Kepada rekan-rekan seperjuangan Dr Soaloon Sinaga, Dr Nunik S. Ariyanti, Ir Amin Retnoningsih SU, Ir Donata Pandin MSi, Dr. Ir Mohammad Arief Nasoetion MSi, Mutmainna Ridwan SPi MSi, Drs Pudji Widodo, MSc, Sulassih SP, Dewi Indriyani Roslim SSi MSi, atas diskusi dan sumbangan waktu dan tenaga. Kepada Bapak Sutiyo, Bapak Heri Jumhair, dan Saudari Endang di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi. Juga disampaikan terimakasih secara khusus dan penghargaan yang tinggi kepada ayahanda, ibunda, kakak, dan adik-adik atas doa dan pengorbanan yang tulus demi kesuksesan penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2008 Fitmawati
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 20 April 1973 dari ayahanda Sofyan Salim dan Ibunda Akmal Alwi. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pada tahun 1991 diterima sebagai mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas Padang, lulus Juli tahun 1996. Pada Agustus tahun 1998 dengan beasiswa TMPD, penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan sebagai mahasiswa S2 di Program Studi Biologi Sub-Prodi Taksonomi Institut Pertanian Bogor lulus Juli 2001. Kesempatan berikutnya tahun 2002 dengan beasiswa BPPS, pada program studi dan bidang ilmu yang sama di Institut Pertanian Bogor, penulis melanjutkan pendidikan Program S3 Penulis sejak tahun 1997 menjadi staf pengajar di Jurusan Biologi FMIPA Universitas Riau-Pekanbaru sampai sekarang. Bidang ilmu yang diampu adalah Biologi Umum, Taksonomi Tumbuhan, dan Metode Penelitian Taksonomi. Aktif sebagai anggota Perhimpunan Taksonomi Tumbuhan Indonesia. Seminar yang pernah diikuti diantaranya Seminar Internasional Bioteknologi Indonesia tahun 1997 dan Seminar Nasional Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia 2006.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL……………………………………………………
x
DAFTAR GAMBAR...........................................................................
xi
I. PENDAHULUAN .........................................................................
1
II. TINJAUAN STATUS Mangifera laurina Bl. DAN KERABAT DEKATNYA Tinjauan Status Mangifera laurina Bl. dan Kerabat Dekatnya..... Abstract................................................................................... Pendahuluan............................................................................ Bahan dan Metode.................................................................. Hasil dan Pembahasan............................................................ Simpulan.................................................................................
5 5 5 7 8 17
Studi Filogenetik Mangifera laurina dan Kerabat Dekatnya Menggunakan Penanda cpDNA trnL-F Intergenik Spacer........... Abstract................................................................................... Pendahuluan............................................................................ Bahan dan Metode.................................................................. Hasil dan Pembahasan............................................................ Simpulan.................................................................................
18 18 18 19 21 25
III. SISTEMATIKA KULTIVAR MANGGA INDONESIA Keanekaragaman Kultivar Mangga Indonesia Berdasarkan Penanda Morfologi dan RAPD........................................................... Abstract................................................................................... Pendahuluan............................................................................ Bahan dan Metode.................................................................. Hasil dan Pembahasan............................................................ Simpulan.................................................................................
26 26 26 28 30 40
Taksonomi Budidaya Mangga Indonesia Dalam Praktek.................. Abstract................................................................................... Pendahuluan............................................................................ Bahan dan Metode.................................................................. Hasil dan Pembahasan............................................................ Simpulan.................................................................................
41 41 41 42 43 58
PEMAHASAN UMUM......................................................................
59
SIMPULAN UMUM...........................................................................
67
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................
68
xi
DAFTAR TABEL Halaman 1 Sifat ciri yang digunakan untuk analisis filogeni mangga ............
10
2 Delapan puluh tiga kultivar mangga asal kebun koleksi KP Cukurgondang-Pasuruan Jawa Timur yang dijadikan bahan Penelitian.......................................................................................
29
3 Koefisien kemiripan dan koefisien kopenetik mangga Indonesia Berdasarkan penanda morfologi, RAPD, dan kombinasi kedua Penanda.........................................................................................
39
4 Ciri diagnosis kelompok utama kultivar mangga..........................
44
5 Kelompok utama dan kelompok kultivar mangga asal KP Cukur Gondang, Jawa Timur....................................................................
55
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kladogram paling parsimoni berdasarkan ciri morfologi...............
12
2 Profil pita DNA M. aplanata dan M. indica masing-masing dengan primer E2 dan E1E3...........................................................
14
3 Dendrogram M. laurina dan kerabat dekatnya dengan penanda E-RAPD..........................................................................................
15
4 Dendrogram M. laurina dan kerabat dekatnya dengan kombinasi penanda E-RAPD dan morfologi....................................................
16
5 DNA produk PCR yang diperiksa dalam agarose 1.2%.................
21
6 Kladogram 6 aksesi mangga dan grup luarnya berdasarkan Penanda trnL-F...............................................................................
24
7 Kladogram 6 aksesi mangga berdasarkan penanda trnL-F dengan Metode Neighbour Joining (Saitou dan Nei 1987).........................
25
8 Dendrogram mangga Indonesia berdasarkan penanda morfologi...
32
9 Dendrogram mangga Indonesia berdasarkan penanda RAPD…...
36
10 Dendrogram mangga Indonesia berdasarkan penanda morfologi Dan RAPD………………………………………………………..
38
11 Dendrogram kelompok utama mangga berdasarkan penanda morfologi........................................................................................
46
12 Kelompok utama Berem................................................................
47
13 Kelompok utama Golek.................................................................
48
14 Kelompok utama Kepodang..........................................................
49
15 Kelompok utama Gedong..............................................................
50
16 Kelompok utama Madu...............................................................
51
17 Kelompok utama Bapang............................................................
52
18 Kelompok utama Arumanis...........................................................
53
19 Kelompok utama Kebo..................................................................
53
I. PENDAHULUAN Mangga termasuk
marga Mangifera L. dari keluarga Anacardiaceae.
Marga ini setidaknya mempunyai 14 jenis mangga yang biasa dimakan dari 68 jenis mangga yang ada (Kostermans & Bompard 1993). Secara morfologi ke-14 jenis mangga tersebut mirip dan sulit dibedakan. Pada umumnya yang dikenal sebagai mangga adalah anggota Mangifera indica. Mangifera lainnya yang dapat dimakan mempunyai kualitas buah yang lebih rendah dan umumnya dikenal sebagai mangga liar (kerabat mangga). Marga Mangifera berasal dari Asia tropika, sebagian besar jenisnya ditemukan di Semenanjung Malaysia, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi seperti Mangifera laurina Bl., M. aplanata Kosterm., M. lalijiwa Kosterm., dan M. indica L yang bersifat poliembrioni, sedangkan M. indica yang berasal dari India dan Myanmar bersifat monoembrioni. Secara taksonomi, sejumlah ahli botani bersilang pendapat mengenai kedudukan jenis-jenis liar yang berkerabat dekat dengan M. indica meliputi M. laurina, M. aplanata, M. rubropetala Kosterm., M. orophila Kosterm., M. bompardii Kosterm., M. lalijiwa, dan M. longipes Griff.
Kostermans dan
Bompard (1993) membedakan jenis M. aplanata dari M. indica. M. laurina dari. M. indica, M. aplanata dan M. rubropetala. Selain itu Kostermans dan Bompard (1993) juga membagi sebaran biogeografi Mangifera menjadi dua wilayah yaitu India-Myanmar dan Indo-Maleisia. Kochummen (1996) tidak menyetujui pemisahan kerabat liar M. indica tersebut menjadi jenis-jenis baru, melainkan menganggapnya sebagai sinonim M. indica.
Pertimbangan Kochummen (1996) lainnya, jenis-jenis yang dikenali
berbeda dan digunakan oleh Kostermans dan Bompard (1993) sebagai tipe, oleh penduduk di daerah asalnya dinamai nama daerah yang sama untuk semua jenis tersebut yakni empelam atau mempelam. M. aplanata, M. laurina, M. rubropetala, M. orophila, M. Bompardii, dan M. longipes hanyalah varian M. indica. M. lalijiwa Kosterm. juga berkerabat dekat dengan M. laurina dan M. indica dan diusulkan oleh Kostermans & Bompard (1993) sebagai jenis baru,
2
yang belum dikenali oleh Kochummen (1996), karena Kochummen hanya bekerja dengan Mangifera asal Borneo, sedangkan M. lalijiwa endemik di Pulau Jawa. Mangga mudah beradaptasi pada lingkungan budidayanya dan merupakan salah satu komoditas buah tropis paling populer. Mangga telah dibudidayakan selama ribuan tahun dan menjadi bagian dari budaya di banyak tempat, sehingga penyebutan mangga berbeda-beda sesuai dengan kultur dan bahasa yang ada. Penamaan mangga yang berbeda tersebut mencerminkan asal-usul dan penyebarannya.
Nama-nama mangga lebih mengikuti pola penamaan yang
berkembang di kawasan Asia-Pasifik sesuai dengan daerah dan negara asalnya. Di Indonesia dikenal serangkaian nama untuk merujuk lebih kurang 270 kultivar mangga diantaranya ‘Pari’, ‘Gadung’, ‘Kopyor’, ‘Pelem’, ‘Bapang’, ‘Kates’, ‘Dodol’, ‘Gedong’, ‘Golek’, ‘Cengkir’, ‘Sengir’, ‘Endok’, ‘Wangi’, ‘Kelapa’, ‘Kidang’, ‘Madu’, ‘Thaber’, ‘Tabar’, ‘Lalijiwa’, ‘Gurih’, ‘Nenas’, dan ‘Daging’ (Heyne 1927; Mukharejee 1949; dan Hou 1978). Selain itu, mangga ‘Arumanis’ di sebagian tempat juga dikenal sebagai mangga ’Gadung’, sedangkan mangga yang dikenal dengan nama ‘Lalijiwa’ di Solo, di Madura dikenali sebagai ‘Tabar’, dan ‘Manalagi Probolinggo’ di Probolinggo. Kerancuan penamaan mangga dimungkinkan oleh plastisitas morfologi yang besar antar jenis-jenis mangga yang ada terutama M. indica kompleks yang disebabkan tingginya tingkat kesesuaian silang antar jenis mangga sehingga menghasilkan bentuk-bentuk antara yang sulit dibuat batasan jenisnya. Di sisi lain, untuk tujuan pendayagunaan, pengelolaan, dan konservasi plasmanutfah mangga memerlukan kejelasan nama dan batasan jenis maupun kultivar. Identifikasi, karakterisasi, dan evaluasi kultivar mangga baik budidaya maupun kerabat dekatnya sampai saat ini belum tuntas dilakukan, terutama untuk kultivar mangga di luar Pulau Jawa. Sebagian kultivar mangga di Jawa telah diidentifikasi berdasarkan ciri morfologi oleh Kusumo et al. (1975) dan Efendy et al. (2003). Pertautan ciri antar kultivar mangga dan besarnya plastisitas ciri morfologi, menyulitkan dalam membuat batasan kultivar, sehingga perlu didukung sumber data dengan pendekatan lain yang lebih komprehensif. Identifikasi, karakterisasi,
dan hubungan filogeni
mangga
selain
menggunakan ciri morfologi juga dapat dilakukan dengan analisis genetik.
3
Analisis ini, dapat dilakukan dengan menggunakan penanda molekuler baik pada DNA sitoplasma maupun pada DNA inti. Pada DNA sitoplasma, analisis genetik dapat dilakukan dengan perunutan (sekuensing) DNA kloroplas (cpDNA) yang relatif lebih konservatif dibanding DNA inti. Ciri molekuler juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kultivar dan menduga kekerabatan antar plasmanutfah, sehingga variasi genotipe antar kultivar dapat dibedakan dengan jelas dan dapat dihindari adanya duplikasi aksesi. Analisis genetik pada DNA inti dapat dilakukan dengan mempelajari pola pemisahan pita DNA hasil amplifikasi teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) atau dengan teknik Enhanced-RAPD (E-RAPD). Teknik RAPD dan E-RAPD merupakan penanda molekuler yang mengamplifikasi pita DNA secara acak dengan menggunakan primer acak dan bersifat dominan (Curley & Jung 2004). Teknik ini sederhana karena mudah dalam persiapan dan memberikan hasil relatif cepat, menghasilkan ciri relatif banyak. Selain itu, teknik ini sangat berguna dalam mengungkap dan menganalisis keanekaragaman genetik tanaman yang tidak diketahui latar belakang genomnya (Tingey et al. 1992). Penanda RAPD bermanfaat untuk memisahkan antar spesies dan menentukan kemurnian kultivar (Curley & Jung 2004), dan kemungkinan untuk memperlihatkan hubungan kekerabatan antar kultivar yang mirip secara morfologi (Kusch & Heckmannn 1996), analisis variabilitas genetik tanaman Desmodium sumichrastii (Bedolla-Garcia & Lara-Cabrera 2006). Analisis RAPD telah dilakukan pada kultivar mangga di Australia (Bally et al. 1996), di Florida (Shcnell et al. 1995), dan di Venezuela (Lo'pez-Valezuela et al. 1997), di India (Kumar & Narayanaswamy 2001; Karihaloo & Dwivedy 2003).
Analisis E-
RAPD telah dilakukan terhadap tanaman teh (Tanaka & Tanighuci 2002), pada tanaman manggis (Sobir et al. 2008). Penanda cpDNA telah digunakan pada analisis filogeni Pinus lamberiana (Liston et al. 2008), dan filogeni Anisophylleaceae (Zang et al. 2007). Tujuan penelitian ini adalah untuk meninjau status jenis M. laurina dan kerabat dekatnya dengan penanda morfologi dan E-RAPD, menganalisis hubungan filogenetik M. laurina dan kerabat dekatnya dengan penanda cpDNA trnL-F intergenic spacer, menganalisis keanekaragaman genetik dan hubungan
4
kekerabatan
kultivar
mangga
Indonesia
berdasarkan
penanda
RAPD,
menyediakan sistem rujukan yang efektif bagi pengelompokan kultivar mangga dengan tersedianya deskripsi lengkap, kunci identifikasi yang baik dan efektif, menyediakan data dasar bagi pemulia tanaman mangga dan merekomendasikan kultivar yang potensial untuk dikembangkan. Informasi yang lengkap mengenai keanekaragaman kultivar mangga Indonesia memudahkan dalam menyusun kebijakan dan pelaksanaan konservasinya.
TINJAUAN STATUS Mangifera laurina Bl. DAN KERABATNYA (Reinstatement of M. laurina and related species)
ABSTRACT Mangifera laurina Bl. and the related species, e.g. M. rubropetala Kosterm., M. lalijiwa Kosterm. were treated as synonym of M. indica L. This study is aimed at investigating the taxonomical status of those taxa. Current discussion focuses on whether they represent natural species or should be placed in several different species. The result showed that morphological phylogenetic analysis supported for separating four monophyletic species (M. laurina, M. aplanata, M. lalijiwa), considering that M. rubropetala and M. indica are synonym, and defining two independent lineage of sister group (i.e. the clade of M. lalijiwa and the clade consist of M. indica, M. laurina, M. aplanata, and M. rubropetala. Morphologically, M. lalijiwa is characterized by having glomerulate and glabrous in inflorescence and tips of petal ridge free of the surface. In contrast, the other species usually posseses non-glomerulate and puberulous in inflorescence and tips of petal at free of the surface. Phylogenetic analysis of E-RAPD was incongruent with that of morphological analysis. However, the molecular phylogeny support that M. aplanata is separated from other species and cultivars of M. lalijiwa are a monophyletic group. Keywords: Mangifera indica, M. laurina, M. aplanata, M. rubropetala, M. lalijiwa, morphology, Enhanced-RAPD. PENDAHULUAN Mangifera laurina Bl. adalah salah satu anggota marga Mangifera yang berkerabat dekat dengan M. indica L. Sebagian besar masih tumbuh liar dan tersebar dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai Maluku. Kerabat lainnya adalah M. aplanata Kosterm., M. rubropetala Kosterm., M. orophila Kosterm., M. bompardii Kosterm., M. lalijiwa Kosterm., dan M. longipes Griff. Ciri bersama yang dimiliki oleh M. laurina dan kerabat dekatnya adalah ciri organ bunga kelipatan 4-5 merous, jumlah stamen fertil 1-2, dan biji tidak berupa labirin. Ciri yang membedakan jenis-jenis di atas adalah
ciri
perbungaan tidak kompak (non-glomerulate), permukaan bawah daun memiliki retikulasi rapat dan perhiasan bunga linear-oblong 4-5.5 mm yang dimiliki oleh M. laurina digunakan oleh Kostermans & Bompard (1993) untuk membedakan M. laurina dari M. indica, sedangkan jumlah organ bunga kelipatan 4 (4-merous) dan adanya kelenjar pada dasar guratan (ridge) perhiasan bunga yang dimiliki oleh M.
6
aplanata menjadi pembeda antara M. laurina dan M. aplanata. Pada
M.
rubropetala perubahan warna perhiasan bunga menjadi merah setelah antesis dipakai sebagai penciri untuk membedakannya dari M. indica. Kochummen (1996) tidak mengakui batasan jenis-jenis yang dibuat oleh Kosterman & Bompard (1993). Menurut Kochummen (1996), ciri morfologi yang digunakan Kosterman & Bompard (1993) dalam membuat batasan jenis tidak cukup untuk membedakan antara M. laurina, M. aplanata, M. rubropetala, M. orophila, M. bompardii, dan M. longipes dari M. indica. Selain itu, berdasarkan nama daerah spesimen empelam dan mempelam yang diperiksa oleh Kosterman & Bompard (1993) adalah nama yang sama untuk merujuk M. indica, M. laurina, dan M. aplanata. Kochummen (1996) juga menyatakan M. aplanata, M. laurina., M. rubropetala, M. orophila, M. bompardii., dan M. longipes hanyalah varian M. indica, sehingga nama-nama jenis tersebut adalah sinonim M. indica. M. lalijiwa dibedakan dari M. laurina dan M. indica berdasarkan ciri daun menjangat (corioceus), guratan (ridge) menyatu pada pangkal perhiasan bunga (Kostermans & Bompard 1993). Jenis ini tidak diverifikasi oleh Kochummen (1996), karena Kochummen hanya bekerja dengan Mangifera asal Borneo, sedangkan M. lalijiwa endemik di Pulau Jawa. Dalam menyusun konsep jenisnya Kostermans & Bompard (1993) menguji spesimen asal Pulau Sumatera, Jawa, dan Borneo, sedangkan spesimen asal Sulawesi yang dieksplorasi tahun 1993 oleh Wirawan dan kawan-kawan belum diperiksa oleh Kostermans & Bompard (1993). Status jenis M. laurina dan kerabat dekatnya perlu ditinjau ulang berdasarkan spesimen dan ciri yang lebih lengkap serta berasal dari daerah lain, seperti Pulau Sulawesi yang mempunyai keanekaragaman mangga tinggi, tetapi belum diperiksa oleh peneliti terdahulu. Gambaran menyeluruh suatu jenis dapat diperoleh dengan menggunakan berbagai pendekatan seperti ciri morfologi yang mudah diamati maupun ciri molekuler yang lebih banyak dan polimorf serta tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Penelitian molekuler terdahulu pada Mangifera telah dilakukan oleh Ediathong et al. (2000) yang mempelajari hubungan filogenetik antar 14 jenis Mangifera mengunakan AFLP dan Duval (2006) yang menjelaskan analisis variabilitas genetik dengan penanda mikrosatelit terhadap mangga asal Caribia.
7
Analisis kluster UPGMA sub-marga Mangifera berdasarkan pola pita RAPD dan kesahihan terhadap pengelompokan berdasarkan morfologi bunga dilakukan oleh Bompard & Schnell (1998). Penanda Enhanced (Emphasized)-Random Amplified Polymorphic DNA (E-RAPD) dapat digunakan untuk mengklarifikasi status taxa dan untuk mempelajari hubungan kekerabatan pada tingkat jenis dan taksa di bawahnya. Penanda ini mempunyai kesamaan dengan RAPD pada umumnya, tetapi pada ERAPD jumlah basa (mer) primer yang digunakan ditambah 1-2 basa sehingga berjumlah 11-12 basa. Penambahan basa tersebut untuk meningkatkan kejelasan pita dan spesifikasi penempelan primer pada DNA cetakan (templat) (Tanaka & Taniguchi 2002). Penelitian ini bertujuan meninjau ulang status jenis M. laurina dan kerabatnya yang meliputi M. indica, M. aplanata, M. rubroptala, dan M. lalijiwa berdasarkan ciri morfologi dan E-RAPD, dan menganalisis keanekaragaman dan kekerabatannya berdasarkan kemiripan genetik dengan penanda morfologi dan ERAPD.
BAHAN DAN METODE Bahan Spesimen tanaman mangga yang diperiksa dikumpulkan dari seluruh Indonesia sebanyak 150 spesimen dan 459 spesimen Herbarium Bogoriense, termasuk spesimen voucer dari Herbarium Leiden (L), Kepong (Kep.) dan Sarawak (Sar.) sedangkan yang dianalisis filogeni berdasarkan ciri morfologinya sebanyak
16
sampel
mewakili
variasi
yang
ada.
Analisis
molekuler
mengggunakan DNA yang diekstraksi dari spesimen segar seperti pada pengamatan morfologi dan mewakili variasi di dalam jenis sebanyak 14 spesimen mangga (4 jenis mangga) dan 2 jenis grup luar (outgroup) M. kemanga dan Spondias yang berasal dari Bogor (Jawa Barat), M. lalijiwa dari Solo (Jawa Tengah), M. indica dari Probolinggo, Pasuruan, dan Malang (Jawa Timur), M. laurina berasal dari Pontianak, Sungai Itik, Kendari (Sulawesi Tenggara), dan Ternate (Maluku Utara) dan M. aplanata dari Jungkat (Kalimantan Barat).
8
Metode Pengamatan morfologi mengacu pada kriteria yang digunakan oleh Rifai (1976) dan Vogel (1987). Analisis molekuler, ekstraksi DNA dari daun muda tanaman mangga mengikuti prosedur CTAB (Doyle & Doyle 1987) dengan beberapa modifikasi. Teknik E-RAPD mengikuti metode (Tanaka & Taniguchi 2002). Primer RAPD yang digunakan merupakan hasil seleksi dari 27 primer acak. Primer SBH 13 merupakan primer yang dipilih dan dimodifikasi dengan menambah satu basa, sehingga tingkat keterulangannya menjadi lebih baik dibanding primer awalnya. Primer SBH 13 ((5’-GACGCCACAC-3’) setelah ditambah 1 basa diperoleh primer E1 (5’-GACGCCACACT-3’), E2 (5’GACGCCACACG-3’),
E3
(5’-GACGCCACACA
-3’),
dan
E4
(5’-
GACGCCACACC-3’). Selain ke-4 primer tersebut, digunakan juga primer kombinasi E1E2 dan E1E4. Kemunculan pita yang diperoleh dari teknik E-RAPD diterjemahkan menjadi data biner. Setiap pita mewakili satu karakter dan diberi nilai 1 bila ada pita dan 0 bila tidak ada pita. Analisis data berdasarkan koefisien Jaccard dengan metode UPGMA (Unweighted Pair-Group Method Arithmetic Avarage) menggunakan program NTSYS (Numerical Taxonomy and Multivariate System) versi 2.02 (Rolf 1998). Analisis kladistik data morfologi berdasarkan langkah paling parsimoni (maximum parsimony) menggunakan PAUP versi 4.0b8 (Swofford 2002) dengan bootstrap 1000 kali.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian tinjauan status Mangifera laurina Bl. dan kerabatnya dilakukan terhadap 609 spesimen hasil eksplorasi dan spesimen herbarium, terdiri dari 8 jenis Mangifera berdasarkan batasan jenis Kosterman & Bompard (1993) yang terdiri atas M. indica L., M. aplanata Kosterm., M. rubropetala Kosterm., M. lalijiwa Kosterm., M. orophila Kosterm., M. bompardii Kosterm., M. longipes Griff., dan M. laurina. Jenis yang dianalisis hanya 5, sedangkan 3 jenis lainnya yaitu M. orophila Kosterm., M. bompardii Kosterm., dan M. longipes Griff. tidak dianalisis karena ciri morfologi terutama bunga dan buah tidak lengkap.
9
Ciri kunci yang digunakan penelitian ini sama seperti yang dipakai Kostermans & Bompard (1993), yaitu bentuk dan retikulasi daun, kelipatan organ bunga, kekompakan perbungaan, dan warna petal setelah anthesis. Tiga ciri kunci baru yang tidak digunakan Kostermans & Bompard (1993) adalah bentuk tajuk, kerapatan dan percabangan areola pada permukaan daun bagaian bawah, dan ada tidaknya rambut pada perbungaan maupun bagian-bagian bunga dan hasil analisis ini diperoleh 4 jenis Mangifera berbeda yaitu M. indica, M. aplanata, M. lalijiwa dan M. laurina, sedangkan M. rubropetala memiliki sifat ciri warna petal merah setelah antesis yang merupakan ciri kontinyu dan berada dalam batasan ciri yang dimiliki oleh M. indica. Sifat ciri kontinyu ini tidak dapat digunakan sebagai ciri pembeda antar jenis, sehingga diusulkan menjadi sinonim M. indica. Secara morfologi mangga M. laurina dan kerabat dekatnya memiliki keanekaragaman pada ciri fenologi pohon, bentuk daun, pola retikulasi mesofil daun, struktur bunga, rambut pada bunga dan perbungaan, guratan (ridge) pada perhiasan bunga, warna perhiasan bunga sebelum dan setelah antesis, bentuk, dan warna buah (Tabel 1). Berdasarkan bentuk tajuk pohon, mangga dibedakan atas tajuk membulat yang dimiliki oleh M. lalijiwa dan M. laurina, sedangkan 2 jenis lainnya memiliki bentuk tajuk jorong ke atas dan ke samping. Warna daun hijau tua dimiliki oleh M. lalijiwa sedangkan jenis lainnya memiliki warna daun hijau muda sampai hijau. Warna daun muda juga beraneka yaitu hijau muda sampai kuning kehijauan, kuning muda kecoklatan, merah kecoklatan, dan coklat kehitaman. Perbedaan warna pucuk ini dapat dipakai sebagai penciri kultivar pada M. indica. Pola retikulasi pada M. lalijiwa rapat dengan dua percabangan, M. aplanata memiliki retikulasi rapat dengan percabangan lebih dari dua, M. indica dan M. rubropetala retikulasi bercabang dua dan jarang, sedangkan M. laurina memiliki retikulasi rapat dan bercabang banyak Susunan perbungaan kompak (glomerulate) dimiliki oleh M. lalijiwa, M. indica, dan M. rubropetala, sedangkan M. laurina, dan M. aplanata mempunyai struktur bunga yang tidak kompak (non-glomerulate). Rambut pada bunga dan perbungaan
juga memperlihatkan perbedaan, rambut rapat dimiliki oleh M.
lalijiwa, M. indica, dan M. rubropetala, sedangkan rambut jarang sampai tidak ada rambut dimiliki oleh M. laurina dan M. aplanata.
10
Perhiasan bunga berwarna putih sampai putih kotor dimiliki oleh M. laurina, sedangkan jenis lainnya memiliki warna bunga kuning muda. Warna perhiasan bunga setelah antesis berkisar antara kuning, merah muda sampai merah. M. rubropetala dan sebagian anggota M. indica memiliki warna perhiasan bunga merah muda sampai merah setelah antesis, jenis lainnya memiliki perhiasan bunga berwarna kuning setelah antesis.
Adanya guratan (ridge) pada perhiasan bunga juga memperlihatkan perbedaan. M. indica dan M. rubropetala memiliki 3 guratan (ridge) yang tidak menebal dan menyatu pada sepertiga bagian perhiasan bunga. M. lalijiwa memiliki 5 guratan yang menyatu di bagian pangkal dan menebal, sedangkan M. laurina dan M. aplanata memiliki 3 guratan menebal menyatu pada bagian tengah perhiasan bunga dan 2 guratan yang menyatu pada bagian pangkal. Perbedaan yang prinsip antara M. aplanata dengan kerabatnya adalah jumlah kelipatan organ bunganya 4 (4-merous), sedangkan kerabatnya memiliki kelipatan organ bunga 5 (5-merous).
11
Bentuk, warna, rasa, dan aroma buah merupakan bagian yang paling bervariasi yang dimiliki oleh M. laurina dan kerabatnya, tidak kurang dari 200 variasi bentuk buah dijumpai selama pengamatan. Ciri bentuk buah ini dapat dipakai untuk membedakan M. laurina dan kerabatnya. Kunci berdasarkan ciri morfologi 1. a. Retikulasi mesofil bawah daun jarang, areola bercabang 2, bunga glomerulate, puberolous, guratan menyatu pada bagian tengah perhiasan bunga,3, tidak menebal .......................................... M. indica b. Bunga non-glomerolous, glabrous.........................................................2 2. a. Warna daun hijau tua, guratan 5 menebal, menyatu pada pangkal perhiasan bunga......................................................................M. lalijiwa b.
Warna daun hijau Guratan 3, menebal, menyatu pada bagian tengah perhiasan bunga. ..............................................................................3
3 a. Tajuk pohon membulat, perhiasan bunga kelipatan 5.............M. laurina b. Tajuk pohon jorong ke atas Perhiasan bunga kelipatan 4....M. aplanata Analisis kladistik menggunakan PAUP * 4.0b4a (Swofford 2002), pada 14 taksa M. lalijiwa ‘Madu’, M. lalijiwa ‘Lalijiwa’, M. lalijiwa ‘Gurih Panjang’, M. indica ‘Golek’, M. indica ‘Arumanis’, M. indica ‘Kiyal’, M. indica ‘Kepodang’, M. indica ‘Kates’, M. laurina ‘Betoel’, M. laurina ‘Hiku’, M. laurina ‘Tengguni’, M. laurina ‘Dodol Ternate’, M. aplanata dan dua grup luar (outgroup) yaitu M. kemanga dan Spondias sp. Berdasarkan 14 ciri menghasilkan kladogram dengan 34 langkah, nilai CI (indeks consistensi) sebesar 0.818, HI (indeks homoplasi) 0.182, RI (indeks retensi) 0.866, berarti ciri apomorf tinggi dan homoplasi ciri rendah (Gambar 1).
Pada kladogram ini tampak dua garis keturunan dari 2
kelompok bersaudara (sister group). Kelompok saudara (sister grup) ke-I membentuk kelompok yang monofiletik dan terdiri dari 3 kultivar M. lalijiwa yaitu M. lalijiwa ‘Madu’, M. lalijiwa ‘Lalijiwa’, dan M. lalijiwa ‘Gurih Panjang’, yang disatukan oleh ciri bentuk tajuk pohon membulat, warna daun hijau tua, daun menjangat, retikulasi rapat dan bercabang 2, guratan 5 menebal dan menyatu pada pangkal perhiasan bunga, sedangkan perbedaan ke-3 kultivar ini adalah bentuk, ukuran dan warna buahnya. Nilai bootstrap yang mendukung kelompok ini adalah 60. Analisis
12
filogeni berdasarkan ciri morfologi terhadap M. lalijiwa mendukung pendapat Kostermans & Bompard (1993) yang memisahkannya dari M. indica. Kelompok M. lalijiwa memiliki ciri warna perhiasan bunga sama dengan kelompok M. indica, tetapi berdasarkan ciri bentuk tajuk membulat, daun menjangat dan guratan mengalami penebalan juga merupakan ciri yang dimiliki oleh kelompok M. laurina.
Gambar 1. Kladogram paling parsimoni berdasarkan ciri morfologi Ket.: angka-angka pada percabangan adalah ciri diagnostik (merujuk pada Tabel 1). Kelompok ke-II terdiri atas dua sub kelompok, yaitu sub kelompok M. indica (1) dan sub kelompok M. laurina (2) yang disatukan oleh ciri lembaran daun mengertas dengan nilai bootstrap 60. Sub kelompok M. indica terdiri atas M. indica ‘Arumanis’, M. indica ‘Golek’, M. indica ‘Kates’, M. indica ‘Kepodang’, M. indica ‘Kiyal’ dan M. rubropetala. Sub kelompok ini disatukan oleh ciri retikulasi jarang dan bercabang dua, struktur perbungaan yang kompak (glomerulate) dengan rambut rapat (puberolous) pada perbungaan, guratan (ridge) pada perhiasan bunga tidak menebal dan percabangannya menyatu pada 1/3
13
bagian pangkal perhiasan bunga. Berdasarkan analisis filogeni
terhadap ciri
morfologi yang diamati M. rubropetala mengelompok bersama dengan kultivarkultivar M. indica lainnya dan tidak dapat dipisahkan menjadi jenis yang berbeda. Nilai bootstrap yang mendukung pengelompokan ini adalah 90. Artinya, secara statistik kelompok ini dapat dipisahkan dengan tegas (kuat) dari sub kelompok M. laurina sebagai jenis yang berbeda. Sub-kelompok M. laurina didukung oleh nilai bootstrap 72, terdiri dari M. laurina ‘Tengguni’, M. laurina ‘Hiku’,
M. laurina ‘Dodol Ternate’ dan M.
laurina ‘Betoel’. Ke-4 kultivar M. laurina berasal dari tiga pulau berbeda yaitu dua dari Sulawesi Tenggara (M. laurina ‘Tengguni’ dan M. laurina ‘Hiku’), Ternate (M. laurina ‘Dodol Ternate’) dan Kalimantan Barat (M. laurina ‘Betoel’). Jumlah bagian-bagian bunganya kelipatan 4 pada M. aplanata dan berkelipatan 5 pada M. laurina dapat digunakan untuk membedakan M. aplanata dari M. laurina Analisis Pengelompokan berdasarkan Penanda Enhanced-RAPD (E-RAPD) Analisis E-RAPD menggunakan 16 spesimen segar mewakili variasi jenis yang diamati secara morfologi, yaitu M. indica ‘Arumanis’ (M. indicaA), M. indica ‘Kepodang’ (M. indicaKP), M. indica ‘Kiyal’ (M. indicaKY), M. indica ‘Kates’ (M. indicaK), M. indica ‘Golek’ (M. indicaG), M. laurina ‘Hiku’ (M. laurinaHK), M. laurina ‘Dodol Ternate’ (M. laurinaD), M. laurina ‘Betoel’ (M. laurinaB), M. laurina ‘Tengguni’ (M. laurinaT), M. rubropetala (M. rubro), M. aplanata, M. lalijiwa ‘Madu’ (M. lalijiwaM), M. lalijiwa ‘Gurih Panjang’ (M. lalijiwaGP), dan M. lalijiwa ‘Lalijiwa’ (M. lalijiwaL), dan grup luar M. kemanga dan Spondias sp. Pada primer E1E2 pita ukuran 500 pb tidak dimiliki oleh M. laurina ‘Dodol Ternate’, M. rubropetala, M. laurina ‘Betoel’, M. indica ‘Golek’, dan M. indica ‘Cengkir’. Perbedaan pita DNA hasil amplifikasi, terutama jumlah dan ukuran pita sangat berperan dalam menentukan tingkat keanekaragaman genetik antar jenis. Oleh karena itu, M. laurina ‘Dodol Ternate’, M. rubropetala, M. laurina ‘Betoel’, M. indica ’Golek’, dan M. indica. ‘Kiyal’ berbeda secara genetik dibanding Mangifera lainnya.
14
Analisis filogeni menghasilkan dendrogram yang memisahkan M. aplanata dari Mangifera lainnya. Berdasarkan pita yang dihasilkan primer E2 dengan ukuran 583 pb, 667 pb 750, 830 pb, dan 916 pb dan tidak terdapatnya pita dengan ukuran 333 pb pada primer E3 (Gambar 2), M. aplanata dapat dibedakan dari Mangifera pada tingkat ketidakmiripan 40% (Fitmawati et al. 2006).
Gambar 2. Profil pita DNA M. aplanata dan M. indica. masing-masing dengan primer E2 dan E1E3. Ket.: DP (Depeh, M. aplanata), DT (Dodol Ternate), TGN (Tengguni, M. laurina), MR (M. rubropetala), MB (Mangga Betoel M. laurina), MD (Madu), LJ (Lalijiwo), GR (Gurih, M. lalijiwa), KY (Kiyal/Cengkir) dan HK (Hiku M. laurina ). Selanjutnya, M. lalijiwa yang terdiri dari M. lalijiwa ‘Madu’, M. lalijiwa ‘Lalijiwa’ dan M. laljiwa ‘Gurih Panjang’ mengelompok bersama-sama (pada tingkat kemiripan 81%). Kelompok yang dihasilkan berdasarkan DNA secara konsisten sejalan dengan pengelompokan berdasarkan ciri morfologi. Hasil ini mendukung pengelompokan yang dihasilkan oleh Kosterman & Bompard (1993) yang memisahkan M. lalijiwa dari M. indica. Berdasarkan penanda E-RAPD pengelompokan M. laurina dan M. indica tidak membentuk pengelompokan secara terpisah antar jenisnya tetapi bersifat parafiletik karena anggota kedua jenis tersebut tersebar di antara anggota jenis Mangifera lainnya (Gambar 3). Diduga pita yang diperoleh bukan merupakan pita
15
penciri yang dapat mengelompokkan M. indica dan M. laurina ke dalam satu kelompok. Oleh karena itu, pengelompokan M. indica dengan penanda E-RAPD harus didukung oleh ciri yang dihasilkan oleh penanda morfologi. M. aplanata M.Aplanata
M.laurinaD M.laurinaB M.indicaY M.indicaG M.indicaKY M.laurinaT M.lalijiwaM M.lalijiwaL M.lalijiwaG M.laurinaH M.indicaK M.rubro M.indicaKP M.indicaA M.kemanga M.kemang
Spondias 0.22
0.37
0.52
0.66
0.81
Coefficient Koefisien kemiripan
Gambar 3. Dendrogram M. laurina dan kerabat dekatnya dengan penanda ERAPD. Pengelompokan Mangifera Berdasarkan Penanda Morfologi dan E-RAPD Spesimen yang digunakan dalam analisis kombinasi penanda morfologi dan E-RAPD sama dengan spesimen yang digunakan dengan analisis E-RAPD. Dilakukan analisis kombinasi kedua penanda untuk melihat pengelompokan yang lebih baik. Dendrogram yang dihasilkan dari kombinasi penanda morfologi dan E-RAPD (Gambar 4) memperlihatkan pola pengelompokan yang berbeda dengan dendrogram yang dihasilkan dari analisis filogeni berdasarkan ciri morfologi dan E-RAPD secara terpisah. Seperti pengelompokan menggunakan penanda a morfologi, M. laurina dan kerabatnya pada kombinasi kedua penanda terpisah secara tegas menurut jenisnya. M. aplanata juga secara tegas dapat dipisahkan dari jenis lainnya. M. laurina mengelompok bersama seluruh anggota kultivarnya dan membentuk kelompok yang lebih besar bersama anggota kultivar M. lalijiwa.
16
Pengelompokan mangga berdasarkan kombinasi penanda morfologi dan DNA memberikan gambaran yang berbeda dengan pengelompokan berdasarkan DNA. M. indica dan kultivarnya membentuk kelompok bersama dengan M. rubropetala atau bentuk kelompok yang parafiletik. Pada Gambar 4 terdapat dua sub-kelompok pada M. indica dan kultivarnya yang dihasilkan berdasarkan kombinasi kedua penanda yaitu kelompok M. indica ‘Kepodang’ dan M. indica ‘ Arumanis’ yang terpisah pada pangkal percabangan dengan anggota M. indica lainnya yaitu M. indica ‘Golek’, M. indica ‘Kiyal’ M. indica ‘Kates’, dan M. rubropetala yang lebih mengelompok dengan M. laurina, M. lalijiwa dan M. aplanata. M. laurina membentuk kelompok tersendiri kecuali M. laurina ‘Tengguni’ yang membentuk kelompok dengan anggota lebih besar bersama anggota M. lalijiwa lainnya. Berdasarkan kombinasi kedua penanda ini kelompok M. lalijiwa juga mampu memisah secara tegas dari kelompok lainnya pada kemiripan 90%. Pengelompokan ini mendukung pemisahan M. lalijiwa dari jenis M. laurina lainnya.
Penanda
morfologi
mempunyai
pengaruh
yang
kuat
dalam
pengelompokan jika digabungkan dengan penanda E-RAPD. M. aplanata
M.Aplanata M.laurinaD M.laurinaB M.laurinaH M.lalijiwaM M.lalijiwaL M.lalijiwaG M.laurinaT M.rubro M.indicaG M.indicaKY M.indicaY
M.indicaK M.indicaA M.indicaKP M.kemanga M.kemang
Spondias 0.44
0.56
0.67
0.79
0.90
Coefficient
Koefisien kemiripan
Gambar 4. Dendrogram M. laurina dan kerabat dekatnya dengan kombinasi penanda E-RAPD dan morfologi.
17
SIMPULAN Berdasarkan ciri bentuk tajuk, bentuk daun, bunga, dan buah diperoleh 4 jenis monofiletik yang berbeda yaitu M. laurina, M. indica, M. lalijiwa, dan M. aplanata. Hasil ini mendukung pendapat Kostermans & Bompard (1993), tetapi M. rubropetala menjadi sinonim M. indica karena ciri kunci perhiasan bunga nyata, berdaging, kaku dan warna perhiasan bunga setelah antesis yang digunakan Kostermans & Bompard (1993) tidak dapat digunakan sebagai ciri diagnostik karena bersifat kontinyu. Berdasarkan penanda E-RAPD, M. aplanata berbeda dengan kerabat dekat lainnya dan
M. lalijiwa merupakan jenis monofiletik
yang mengelompok
bersama tiga kultivarnya. Analisis berdasarkan kombinasi penanda E-RAPD dan morfologi mendukung pemisahan M. laurina terhadap kerabat dekatnya yaitu M. indica, M. lalijiwa, dan M. aplanata seperti pengelompokan berdasarkan penanda morfologi. Pengelompokan kultivar M. laurina masih belum tegas karena masih tercampur dengan anggota M. indica lainnya, sedangkan hubungan antar kultivar M. indica menghasilkan 2 kelompok yang parafiletik.
STUDI FILOGENETIK Mangifera laurina dan KERABAT DEKATNYA MENGGUNAKAN PENANDA cpDNA trnL-F INTERGENIK SPACER (Phylogenetic study of M. laurina and related species based on cpDNA trnL-F intergenic spacer) ABSTRACT The phylogeny of Mangifera laurina and the related species were investigated using cpDNA intergenic spacer trnL-F sequence of the accession from Indonesia. Rutaceae was chosen as the outgroup. The objective of this study were 1) to reconstruct the phylogenetic relationships of these complex species within Mangifera, and 2) to understand the infraspecific relationships within Mangifera phylogenies with cpDNA trnL-F intergenic spacer sequences using maximum parsimony and neighbour joining as the optimal criteria. The result showed that M. laurina from Celebes (mangga Hiku) was placed at the base of the phylogenetic tree of monophyletic group of M. laurina complex. It is suggested that mangga Hiku is the oldest cultivar among M. laurina complex and perhaps it is the progenitor of the complex species. Key word; Mangifera laurina, phylogenetic, cpDNA trnL-F intergenic spacer, progenitor, Hiku PENDAHULUAN Klasifikasi mangga berbasis molekuler yang meliputi seluruh jenis dan wilayah di
Indonesia belum banyak dilakukan, sehingga informasi filogeni
molekuler masih sangat terbatas. Informasi filogeni molekuler sangat penting dalam rangka memperjelas kedudukan sistematika (klasifikasi), konservasi, dan menjadi data dasar keanekaragaman genetik untuk penangkar tanaman mangga dalam rangka perakitan mangga unggul Indonesia. Penggunaan penanda berbasiskan DNA inti seperti E-RAPD menghasilkan pengelompokan antar kultivar mangga M. laurina dan kerabatnya bersifat parafiletik, kultivar-kultivar M. indica dan M. laurina tidak mengelompok pada cabang (klade) yang terpisah. Oleh karena itu perlu dicari penanda yang mengalami perubahan lebih lambat seperti DNA sitoplasmik (DNA kloroplas dan DNA mitokondria). Penanda kloroplas (cpDNA) yang banyak digunakan adalah trnL-F intergenic spacer, merupakan bagian dari genom cpDNA yang bersifat nonkoding, region ini lebih bervariasi dibanding region koding, sehingga lebih sesuai digunakan dalam mengungkap hubungan evolusi pada tingkat taksa yang lebih
19
rendah (Bayer et al. 2000). Beberapa studi pada daerah non koding kloroplas memperlihatkan variasi yang lebih tinggi dan sering mengalami mutasi (Baldwin et al. 1995) dalam bentuk transversi, transisi, insersi, dan delesi. Daerah intergenic spacer antara trnL (UAA) 3’ exon dan gen trnF (GAA) juga berpotensi untuk studi filogenetik (Soltis et al. 1998). Daerah DNA ini mudah diamplifikasi dan disekuen, ukurannya relatif kecil 120-350 bp dan gen kopi tunggal (single copy), sehingga relatif mudah untuk menguji keseluruhan genom. Sekuen daerah trnL-F lebih informatif pada tingkatan marga dan jenis (Alejandro et al. 2005, Barfuss et al. 2005, Shaw et al. 2005). Penggunaan penanda molekuler kloroplas (cpDNA) untuk mengungkap keanekaragaman, menelusuri hubungan kekerabatan berdasarkan evolusinya dan memperjelas kedudukan taksa mangga Indonesia belum pernah dilakukan. Penanda ini sangat bermanfaat untuk mendukung data molekuler mangga yang sudah ada sebelumnya, sekaligus untuk memahami evolusi mangga berdasarkan sekuen DNA kloroplas. Informasi evolusi mangga bermakna untuk memprediksi tetua bersama dari mangga yang ada di Indonesia saat ini. Penanda cpDNA telah banyak digunakan untuk studi filogeni tanaman lainnya. Misalnya Morus oleh Weiguo et al. (2005), Cucumis spp oleh Chung et al. (2006, 2007). cpDNA sering digunakan sebagai penanda karena mudah diisolasi dan dipurifikasi, dikarakterisasi, dan dikloning, dan sangat konservatif dengan laju evolusi yang rendah, sehingga dapat digunakan untuk rekonstruksi filogeni antar taksa pada tingkat famili tumbuhan berbunga (Clegg & Durbin 1990, Kajita et al. 1998). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meninjau ulang hubungan antar kultivar M. laurina dan M. indica berdasarkan cpDNA trnL-F transgenic spacer, memata-matai evolusi yang terjadi pada mangga dan melengkapi data klasifikasi M. laurina dan kerabatnya yang telah disusun sebelumnya.
BAHAN DAN METODE Bahan Sampel daun tanaman mangga berasal dari beberapa daerah di Indonesia yang mewakili 4 jenis yang dianalisis pada penelitian ini yaitu Mangga ‘Betoel’ (M. laurina) dan mangga ‘Depeh’ (M. aplanata) dari Kalimantan Barat, ‘Golek’
20
(M. indica) dan ‘Kiyal’ (M. indica) dari Jawa Timur, ‘Dodol Ternate’ (M. laurina) dari Maluku Utara, dan ‘Hiku’ (M. laurina) dari Sulawesi. M. lalijiwa tidak dilakukan analisis karena panjangnya sekuen data lebih pendek 100 basa dari jenis lain, sehingga menyulitkan dalam perunutan (aligment). Semua spesimen contoh yang digunakan disimpan di Herbarium Bogoriense. Digunakan 11 grup luar (outgrup) anggota famili Rutaceae yaitu; Chisocheton macrophyllus, Guarea macrophylla subsp, Chisocheton divergens, Chisocheton tomentosus, Citrus aurantium, Citrus limon, Guarea guidonia, Guarea glabra, Citrus sinensis, Murraya paniculada, dan Citrus medica. Metode Isolasi DNA Ekstraksi DNA mengikuti prosedur CTAB (Doyle & Doyle 1987) dengan beberapa modifikasi. Sekuen intergenic spacer trnL-F diamplifikasi dengan pasangan primer E dengan urutan basa (GGTTCAAGTCCCTCTATCCC) dan F (ATTTGAACTGGTGACACGAG) (Small et al. 2005). Amplifikasi daerah DNA trnL-F intergenic spacer menggunakan mesin PCR (GeneAmp PCR sistem 2400 Perkin Elmer), sebanyak 35 siklus setelah pra PCR selama 4 menit 950C. Setiap siklus terdiri atas 940C selama 30 detik untuk denaturasi, 520C 30 detik annealing, dan 720C 1 menit untuk ekstensi dan selanjutnya diakhiri post PCR 720C 7 menit. Sekuensing DNA analisis Filogenetik DNA produk PCR diperiksa dalam agarose 1.2% (Gambar 5) setelah itu dipurifikasi, kemudian disekuen dalam reaksi 10µl menggunakan primer trnL-F Small et al. (2005) dengan ABI 377 automated DNA sequencer (Applied Biosystems) di First BASE Laboratories, Malaysia. Setiap sekuen amplikon dibaca dan dibandingkan dengan sekuen DNA Citrus spp (Rutaceae) dari database GenBank menggunakan BLASTN (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST/). Data sekuen DNA mangga diedit, dijajarkan dan dirunut (alignment) menggunakan program BioEdit 7.0.0.1. Analisis maksimum parsimoni dan maksimum likelihood menggunakan PAUP versi 4.0b8 (Swofford 2002) dengan
21
bootstrap diulang 1000 kali. Kladogram dihasilkan dari analisis Neighbour Joining (Saitou & Nei 1987) menggunakan program Phylip 3.67. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebanyak 433 pasang basa (bp) hasil sekuen trnL-F intergenic spacer yang dihasilkan dari 6 aksesi mangga dan 11 grup luar (outgroup). Semua karakter diberi bobot yang sama, terdapat 357 karakter
konstan, 7 karakter
parsimoni tidak informatif, dan 69 karakter parsimoni informatif. Khusus untuk mangga, rata-rata komposisi basa nukleotidanya adalah: A (0.3014), T (0.3316), C (0.206) dan G (0.1608). Nilai tengah kandungan G+C adalah 0.3668 yang menunjukkan bahwa sekuen daerah antara (spacer) merupakan daerah yang kaya nukleotida AT. DNA hasil amplifikasi dengan cpDNA disajikan pada Gambar 5. M 1 2 3 4
5 6 7 8 9
Gambar 5. DNA produk PCR yang diperiksa dalam agarose 1,2% Ket.: M= marker1kb, 1=Hiku(M. laurinaHK), 2=Depeh(M. aplanata), 3=Golek(M. indicaG), 4=Betoel(M. laurinaB), 5=Madu(M. lalijiwaM), 6=Dodol ternate(M. laurinaD), 7=Kiyal(M.indicaKY), 8=Lalijiwa(M. lalijiwaL), dan 9=Kates(M. indicaK) Perunutan berulang (Multiple alignment) dilakukan untuk menentukan nilai kesamaan dan tingkat homologinya. Perunutan sekuen nukleotida cpDNA trnL-F pada semua aksesi mangga menunjukkan homologi yang sangat tinggi (99%). Nilai ini jauh lebih tinggi dibanding tingkat homologi 14 spesies famili Anacardiaceae yaitu 75% pada daerah ITS-1 genom inti (Hidayat & Pancoro 2001). Tingginya homologi sekuen trnL-F intergenic spacer pada M. laurina dan kerabat dekatnya disebabkan karena dekatnya kekerabatan aksesi mangga yang
22
diamplifikasi dan cpDNA yang lebih konservatif dibandingkan DNA inti dan diwariskan secara uniparental.
Namun demikian, perubahan dapat digunakan
untuk memperkirakan pola homologi fragmen cpDNA (Raubeson & Jansen 2005). Perubahan ini dapat juga digunakan untuk merujuk hubungan kekerabatan antara keturunan dan mendukung tipe dan pola proses mutasi yang mempengaruhi gen dalam genom kloroplas. Meskipun cpDNA umumnya konservatif, diversitas cpDNA telah dilaporkan terjadi pada spesies tanaman yang berbeda seperti Fagopyrum cymosum, Astragalus sp, Conifers dan jenis yang berbeda pada Dipterocarpaceae (Yamane et al. 2003, Liston 2008, Tsumura et al. 1996). Variasi yang terjadi pada cpDNA biasanya disebabkan oleh mutasi nukleotida tunggal yang merepresentasikan mutasi yang terjadi dalam jangka waktu lama pada waktu silam. Kecepatan mutasi lokus cpDNA antara 3.2 x 10-5 dan 7.9 x 10-5 (Provan et at. 1999). Perubahan basa pada cpDNA meskipun dalam jumlah yang sangat kecil dibanding genom inti, tetap bermakna penting dalam menyediakan sejumlah informasi untuk menjelaskan proses evolusi. Gap terjadi karena adanya insersi dan delesi (Baldwin 1993). Pada grup dalam (ingroup) terjadi delesi pada basa no. 2 dan 59 pada aksesi ’Hiku’, insersi terjadi pada basa ke-5 dan 431 (A → T). Pada aksesi ‘Depeh’ (M. aplanata), insersi terjadi pada basa no.421 (C→ G) dan ke-431 (A → T). Pada aksesi ‘Golek’ (M. indica), insersi terjadi pada basa ke-431 (A → T). Insersi dan delesi (indel) merupakan kode untuk merujuk posisi homologi, selangnya berkisar antara 1-19 basa. Perubahan sekuen cpDNA pada tingkat taksa yang lebih rendah seperti spesies dan intra spesies terjadi dengan laju sangat rendah (<1%). Perubahan pada level nukleotida ini dapat digunakan untuk merekonstruksi pohon filogeni. Terjadinya indel pada ‘Hiku’ (M. Laurina). mendukung pembentukan percabangan pada grup dalam. Konfirmasi identitas sekuen trnL-F intergenic spacer dilakukan dengan BLAST di GenBank. Berdasarkan pencarian BLAST, diidentifikasi bahwa daerah sekuen cpDNA trnL-F M. laurina dan kerabatnya
diturunkan dari sekuen
Anacardiaceae yang dibuktikan dengan tingkat kemiripan hasil sekuen anggota mangga sebesar 91% dengan Rhus caryophila dan 94% dengan Pistacio weinmaniifolia yang juga merupakan anggota famili Anacardiaceae. Hasil ini
23
menunjukkan kemungkinan bahwa sekuen basa trnL-F M. laurina dan kerabatnya diturunkan dari cpDNA trnL-F moyang umum (common ancestor) Anacardiaceae. Rekonstruksi pohon filogeni berdasarkan daerah trnL-F menggunakan PAUP maksimum parsimoni menghasilkan pohon yang disajikan pada Gambar 6. Nilai konsistensi indek (CI) 0.9625 atau apomorfi ciri sebesar 96.25%, nilai retensi indeks (RI) 0.99, sedangkan homoplasi indeks (HI) sebesar 0,0375. Nilai ini menunjukkan bahwa homoplasi terjadi hanya 3.75%. Konfirmasi pengelompokan M. laurina dan kerabatnya dilakukan dengan BLAST terhadap 11 anggota famili Rutaceae dan dijadikan sebagai outgrup. Dibanding grup luar (outgroup), ukuran daerah trnL-F mangga menunjukkan kesesuaian dengan famili Rutaceae. Enam taksa grup dalam (ingroup) membentuk kelompok yang monofiletik, terpisah dari 11 taksa group luar dari famili Rutaceae yang digunakan dalam analisis filogeni. Pohon filogeni hasil analisis parsimoni (PAUP) membentuk tiga cabang. Cabang pertama ditempati oleh M. laurina dan kerabatnya yang mengelompok terpisah dari grup luar dengan nilai bootstrap 100% dan merupakan kelompok yang monofiletik atau berasal dari moyang yang sama. Kelompok ini mangga ‘Hiku’ (M. laurinaHK) yang berasal dari Sulawesi Tenggara berada pada pangkal percabangan dan berpisah dari anggota kelompok lainnya dengan perubahan basa Adenin menjadi Timin pada posisi basa ke lima, sedangkan mangga ‘Betoel’ (M. laurinaB) asal Kalimantan Barat berpisah dengan anggota kelompok mangga lainnya pada basa Timin menjadi Adenin posisi ke-421, mangga ‘Golek’ (M. indicaG) asal Jawa Timur mengalami perubahan basa Adenin menjadi Guanin pada posisi basa ke 189 dan mangga ‘Depeh’ (M. aplanata) asal Kalimantan Barat mengalami perubahan basa Adenin menjadi Timin pada posisi 421 dan berada pada ujung percabangan atau pada tingkat evolusi yang lebih maju. Dua anggota lainnya ‘Dodol Ternate’ (M. laurinaD) asal Ternate dan ‘Kiyal’ (M. indicaKY), asal Jawa Timur berada pada posisi antara mangga ‘Hiku’ dan mangga ‘Betoel’. Cabang ke-2 ditempati oleh Chisocheton dan Guerea, sedangkan kelompok ke-3 oleh jenis-jenis Citrus, dengan nilai bootsrap masing-masing 100%. Posisi semua anggota famili Rutaceae pada kladogram, mendukung pembentukan topologi pohon filogeni karena jenis-jenis mangga dikelompokkan secara terpisah dari group luarnya.
24
421 (T-A)
421 (C-G)
431(C-A)
mangga
189 (A-G)
5 (A-T)
outgroup Gambar 6. Kladogram 6 aksesi mangga dan grup luarnya berdasarkan penanda trnL-F Berdasarkan analisis Neighbour Joining (Saitou & Nei 1987) pada Gambar 7, Hiku (M. laurinaHK) mempunyai ruas (node) terpanjang dan muncul lebih awal dibanding kerabatnya, sehingga ‘Hiku’ diduga sebagai tetua bersama dari M. laurina dan kerabatnya.
Panjang tangkai menggambarkan jarak sekuen dan
kosiderasi umur molekuler (molecular clock). Dengan demikian, mangga ‘Hiku’ merupakan aksesi dengan umur molekuler yang lebih kuno yang tumbuh liar di Sulawesi Tenggara. Morfologi buah mangga ‘Hiku’ mirip dengan M. indica tetapi memiliki rasa sangat asam, berserat kasar, daging buah berwarna kuning muda. Gambaran morfologi mangga ‘Hiku’ ini lebih primitif dibanding mangga lainnya. Pola pengelompokan M. laurina dan kerabatnya berdasarkan penanda morfologi, E-RAPD, dan kombinasinya memperlihatkan pengelompokan yang berbeda dengan penanda trnL-F.
Mangga Hiku berada dalam kelompok M.
laurina. Fenomena cpDNA tidak harus berhubungan dengan morfologi (misalnya bentuk buah) yang sama, dan demikian sebaliknya.
Pola keragaman yang
ditunjukkan oleh penanda kloroplas dapat berbeda dengan pola keragaman yang
25
ditunjukkan oleh penanda morfologi. Kloroplas diwariskan hanya dari tetua betina, sedangkan morfologi selain diwariskan kedua tetua juga dipengaruhi lingkungan.
Gambar 7. Kladogram 6 aksesi mangga berdasarkan penanda trnL-F dengan metode Neighbour Joining (Saitou & Nei 1987) Analisis penanda cpDNA trnL-F intergenic spacer terhadap enam aksesi mangga ‘Betoel’ (M. laurinaB), ‘Depeh’ (M. aplanata), ‘Golek’ (M. indicaG), ‘Hiku’ (M. laurinaHK), ‘Dodol Ternate’ (M. laurinaD), ‘Kiyal’ (M. indicaKY), tidak sejalan dengan pengelompokan berdasarkan penanda morfologi seperti yang dikemukakan oleh Kostermans & Bompard (1993). SIMPULAN Analisis
filogeni
berdasarkan
cpDNA
trnL-F
intergenic
spacer
menunjukkan bahwa M. laurina dan kerabatnya mengelompok secara monofiletik dan terpisah dari kelompok group luarnya. Penanda ini tidak mengelompokkan kultivar mangga berdasarkan jenisnya. M. laurinaHK (Hiku) diduga sebagai tetua bersama dari M. laurina dan kerabatnya.
KEANEKARAGAMAN KULTIVAR MANGGA INDONESIA BERDASARKAN PENANDA MORFOLOGI DAN RAPD (Diversity of Indonesian mango cultivars based on morphological and RAPD markers) ABSTRACT Identification and characterization of germplasm is an important link between the conservation and utilization of plant genetic resources. In the present research, we identified and characterized genetical and phenotypical variation within 76 cultivars from Cukurgondang-Pasuruan East Java. We used RAPD marker for obtaining genetical characters of the accessions. Morphological clustering analysis grouped the cultivars into three major group. The first is ‘Kidang Kencono’. The second group consist of cultivars of Kopek and Carang and the third group was devided into 7 sub-grup of cultivars i.e. Arumanis, Madu, Gedong, Kepodang, Bapang, Golek, and Berem. The coefficient of genetic similarity within the cultivars by using morphological characters are 0.38-0.85. The genetic markers with 25 (10-mer) random primers of the 25 primer screened, 8 not reproducibile, and 10 not amplified. Only 8 primers gave reproducible polymorphic DNA amplification pattern. The number of bands generated was primer and genotype dependent and ranged from 1-13. A total of 65 distinct DNA fragments ranging from 0.20–2.0 Kb were amplified by using seven selected primers. The coefficient of genetic similarity within mango cultivars was 0.69-0.98. The cultivar Santok has the smallest similarity compared to the other cultivars, whereas the cultivars Jenis Baru and Ndok181 have the highest similarity coefficient. There is 2-31% range of genetic variability in 82 accession mango cultivars from Cukur-Gondang germplasm. The cluster analysis indicated that the eighty three cultivars of mangoes formed nine major clusters with 75% similarity coefficient. The first major cluster had nine accessions. Meanwhile, 76 cultivars from combined markers had nineteen major clusters with 0.69-0.88 of similarity coefficient. According to this result, both molecular and morpho-agronomical data sets were not equally effective to quantify and organize the genetic diversity of mango cultivars. It is better to use both markers separately. This investigation will help breeders of mangoes for the improvement program. Keyword:
Mango cultivars, identification, morphology, RAPD
characterization,
germplasm,
PENDAHULUAN Keanekaragaman genetik mangga Indonesia yang tinggi merupakan sumber plasmanutfah potensial bagi program pemuliaan tanaman mangga untuk menghasilkan mangga unggul. Pengelolaan plasmanutfah mangga akan efektif dan efisien bila tercirikan dan teridentifikasi secara akurat, sehingga dihasilkan suatu sistem pengelompokan yang memiliki batasan yang jelas dan dapat dipakai
27
sebagai rujukan bagi pemulia, petani, pengusaha terkait, badan sertifikasi, dan hak kekayaan intelektual (HAKI). HAKI dan perjanjian perdagangan (Anand 2000), melindungi kultivar mangga Indonesia dari pembajakan dan menjamin keaslian tanaman yang diperjualbelikan (true to type). Pemilihan tetua berdasarkan jarak genetik antar kultivar merupakan hal penting dalam program pemuliaan tanaman. Selain itu, pemahaman pola variasi genetik infraspesies sangat penting dalam pengelolaan sumberdaya genetik dan konservasi. Di sisi lain, keanekaragaman kultivar mangga Indonesia terancam punah seiring dengan musnahnya hutan sebagai habitat alaminya. Dalam waktu kurang dari seperempat abad diduga telah hilang puluhan sampai ratusan mangga liar yang belum dieksplorasi dan diidentifikasi. Identifikasi, karakterisasi, dan evaluasi kultivar mangga baik budidaya maupun kerabat dekatnya belum tuntas dilakukan, terutama untuk kultivar mangga di luar Pulau Jawa. Sebagian kultivar mangga di Jawa telah diidentifikasi berdasarkan ciri morfologi oleh Kusumo et al. (1975) dan Efendy et al. (2003). Pertautan ciri antar kultivar mangga dan besarnya plastisitas ciri morfologi, cukup menyulitkan dalam membuat batasan kultivar yang ada, sehingga perlu didukung oleh sumber data dengan pendekatan lain. Pemanfaatan ciri molekuler dapat digunakan untuk mengidentifikasi kultivar dan menduga kekerabatan antar kultivar, sehingga variasi genotipe antar kultivar dapat dibedakan dengan jelas dan dapat menghindari adanya duplikasi aksesi. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) merupakan salah satu teknik penanda molekuler yang sederhana karena mudah dalam penyiapan dan memberikan hasil relatif cepat, menghasilkan ciri relatif banyak. Selain itu teknik ini sangat membantu untuk menganalisis keanekaragaman genetik tanaman yang tidak diketahui latar belakang genomnya (William et al. 1990). Penanda RAPD bermanfaat
untuk
memisahkan
antar
jenis,
dan
kemungkinan
untuk
memperlihatkan hubungan kekerabatan antara kultivar yang mirip secara morfologi (Kusch & Heckmannn 1996). Analisis RAPD telah dilakukan pada kultivar mangga di Australia (Bally et al. 1996), Florida (Schnell et al. 1995), Venezuela (Lo'pez-Valenzuela et al. 1997), India (Kumar & Narayanaswamy 2001; Karihaloo & Divedi 2003).
28
Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasi kultivar mangga Indonesia dengan penanda morfologi dan RAPD guna menyediakan sistem rujukan yang efektif bagi pengelompokan kultivar mangga, dan dapat menghindari duplikasi aksesi serta menjamin kemurnian kultivar, menyediakan informasi yang akurat tentang keanekaragaman genetik mangga dalam rangka pengelolaan dan konservasi plasma nutfah mangga, menyediakan informasi kemiripan kultivar yang dapat digunakan untuk membantu menyeleksi tetua dalam program pemuliaan tanaman mangga. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan penelitian berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur yang terdapat di Kebun Koleksi Cukur Gondang Pasuruan Jawa Timur meliputi 82 kultivar mangga dianalisis RAPD, dan hanya 76 kultivar mangga yang berhasil dianalisis morfologinya (Tabel 2). Kultivar yang tidak dianalisis morfologinya adalah ‘Gandewo25’, ‘Kapuk Randu’, Glembo 361’, ‘Gambir 263’, ‘Madu Lumut’, dan ‘Slendro’. Metode
Pengamatan morfologi menggunakan metode diskriptif mengikuti Rifai (1976), Vogel (1987), dan Haris & Haris (1994) dengan 92 sifat ciri yaitu: bentuk tajuk, pola percabangan, ritmik pembungaan, kepadatan daun, posisi daun, bentuk daun, permukaan daun, lipatan daun, bentuk pucuk dan dasar daun, panjang dan lebar daun, bentuk malai, rambut pedisel, tipe daun penumpu, bentuk daun penumpu, rambut pada daun penumpu, ukuran daun penumpu, panjang dan ukuran kaliks, bentuk kaliks, rambut pada kaliks, warna perhiasan bunga, bentuk perhiasan bunga, rambut pada perhiasan bunga, letak percabangan vena pada perhiasan bunga, lengkungan vena pada perhiasan bunga, ukuran panjang dan lebar perhiasan bunga, orientasi tumbuh pistil dan stamen, arah bakal buah, persentase kerontokan buah, bentuk buah, letak tangkai, bentuk pangkal buah, bentuk pucuk buah, lekukan dan bentuk paruh buah, bentuk pelok, bobot, panjang dan lebar buah, warna kulit buah matang, ketebalan dan warna daging buah, serat
29
buah, kadar air buah, rasa dan aroma buah, tebal kulit buah, bintik pada buah, dan lilin kulit. Tabel 2. Delapan puluh dua kultivar mangga asal kebun koleksi KP Cukurgondang-Pasuruan Jawa Timur yang dijadikan bahan penelitian No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Nama kultivar ‘Cantel 71’ ‘Arumanis’ ‘Gandik’ ‘Cuncung 201’ ‘Beluk7’ ‘Beruk II ‘Tabher 23’ ‘Madu 65’ ‘Duren 375’ ‘Kapal395’ ‘Kidang Kencono’ ‘Gendruk 75’ ‘Dodol Wirosongko’ ‘Gandariya ‘ ‘Manila 337’ ‘Beku 279’ ‘Dodol pijet’ ‘LahangII’ ‘Krasak 327’ ‘Banyak 345’ ‘Musuh 341’ ‘Endok Asin’ ‘Danas Madu’ ‘Daging 379’ ‘Gandewo 25’ ‘Kates 43’ ‘Gedong 289’ ’Jelali 253’ ‘Santok 89’ ‘Bubut 367’ ‘Welulang 81’ ‘Pandan147’ ‘Canting 137’ ‘Delima 209’ ’Bapang Lumut’ ‘Jenis Baru 2’ ‘Wajik 423’ ‘Kapuk Randu’ ‘Dodol Jembar ‘ ‘Golek 35’ ‘Kates 277’
Asal Probolinggo Jatim Probolinggo Jatim Madura Jatim Pasuruan Jatim Probolinggo Jatim Pasuruan Jatim Situbondo Jatim Pasuruan Jatim Cirebon Jabar Cirebon Jabar Cirebon Jabar Pasuruan Jatim Cirebon Jabar Cirebon Jabar Pohjontrek Jatim Jati Roto Jateng Tegal Jateng Cirebon Jabar Semarang Jateng Cirebon Jabar Cirebon Jabar Cirebon Jabar Cirebon Jabar Pasuruan Jatim Pasuruan Jatim Madura Jatim Cirebon Jabar Madura Jatim Magetan Jatim Cirebon Jatim Probolinggo Jatim Probolinggo Jatim Probolinggo Jatim Pasuruan Jatim Pasuruan Jatim Pasuruan Jatim Pohjontrek Jatim Cirebon Jabar Tegal Jateng Pasuruan Jatim Pasuruan Jatim
No. 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
Nama kultivar ‘Kidang Kweni’ ‘Cengkir 103’ ‘Kepodang 45’ ‘Madu Senggoro’ ‘Ra'dhera 257’ ‘Gayer 213’ ‘Gadoh 345’ ‘Glembo 361’ ‘Nanas 71’ ‘Berem 10’ ‘Polok 157’ ‘Kopyor Wedus’ ‘Lalijiwo 91’ ‘Kopek Mundu 329’ ‘Kecik 47’ ‘Carang’ ‘Kotak 59’ ‘Cempora 215’ ‘Lampeni 63’ ‘Buaya 371’ ‘Kebo 109’ ‘Limun 197’ ’Sophia 243’ ‘Dodol Birowo’ ‘Trapang III’ ‘Mangkok’ ‘Kopek’ ‘Gurih Panjang’ ’Randu’ ‘Nanas 93’ ‘Guling 97’ ‘Randu 411’ ‘Soho 199’ ‘Janis 17’ ‘Pasir 167’ ‘Gandewo 25’ ‘Gambir 263’ ‘Madu Anggur ‘ ‘Madu Lumut 163’ ‘Endok 181’ ‘Slendro 203’
Asal Cirebon Jabar Indramayu Jabar Probolinggo Jatim Pasuruan Jatim Madura Jatim Semarang Jateng Cirebon Jabar Cirebon Jabar Probolinggo Jatim Probolinggo Jatim Probolinggo Jatim Pasuruan Jatim Semarang Jateng Cirebon Jabar Probolinggo Jatim Cirebon Jabar Probolinggo Jatim Yogjakarta DIY Probolinggo Jatim Cirebon Jabar Cirebon Jabar Pasuruan Jatim Pasuruan Jatim Pohjontrek Jatim Pohjontrek Jatim Pohjontrek Jatim Pohjontrek Jatim Probolinggo Jatim Pasuruan Jatim Probolinggo Jatim Bangil Jatim Pasuruan Jatim Pasuruan Jatim Bangil Jatim Probolinggo Jatim Pasuruan Jatim Madura Jatim Probolinggo Jatim Probolinggo Jatim Cirebon Jabar Pasuruan Jatim
Pada analisis penanda random amplified polymorphic DNA (RAPD), isolasi DNA daun muda tanaman mangga mengikuti prosedur CTAB (Doyle & Doyle 1987) dengan beberapa modifikasi. DNA diamplifikasi dengan 8 primer
30
acak 10 basa (OPA 14, OPA 16, OPA 17, OPA 18, SBH 12, SBH 13, SBH 14, dan SBH 19) mengikuti metode William et al. (1990). Fragmen DNA hasil amplifikasi dielektroforesis bersama DNA standar 1 KB DNA ladder (Promega) pada gel agarose 1.2% dalam larutan penyangga TBE 1X.
Elektroforesis
dilakukan selama 150 menit pada tegangan 60 volt, suhu ruang. Pencirian dilakukan berdasarkan pengamatan pita DNA pada setiap aksesi. Setiap pita merupakan fragmen DNA yang diukur berdasarkan 1 KB ladder.
Pengelompokan disusun berdasarkan ciri morfologi dan fragmen DNA yang dapat diamplifikasi pada tiap aksesi. Sinonim, homonim dan hubungan kekerabatan antar aksesi diketahui dari analisis similaritas menggunakan program NTSys PC versi 2.02. Kemiripan morfologi dan genetika mangga berdasarkan penanda morfologi dan RAPD dianalisis menggunakan pengelompokan (SAHN clustering) dengan metode Unweighted Pair Group Method with Arithmatic Average (UPGMA) dan hasil pengelompokannya ditampilkan dalam bentuk dendrogram. Berdasarkan ciri morfologi dan ada atau tidaknya pita DNA hasil amplifikasi menggunakan 8 primer acak RAPD dibuat matriks rata-rata kemiripan. Individu-individu yang memiliki kemiripan genetika berdekatan akan mengelompok bersama-sama atau berdekatan. Makin besar ketidakmiripannya, maka pengelompokannya akan makin jauh. Pola pengelompokan individu berdasarkan matriks kemiripan genetika tercermin dalam bentuk dendrogram, dengan jarak kemiripan genetik 0.00 (0%) sampai dengan 1.00 (100%).
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan dan Keanekaragaman Kultivar Mangga Berdasarkan Penanda Morfologi Keanekaragaman tanaman mangga dapat diidentifikasi menggunakan ciri morfologi. Penanda ini banyak digunakan dalam diterminasi dan identifikasi keanekaragaman tanaman karena mudah dilakukan dan dapat diamati secara langsung. Pengamatan berdasarkan ciri morfologi terhadap 76 kultivar mangga koleksi KP Cukur Gondang Pasuruan Jawa Timur menunjukkan keanekaragaman
31
yang tinggi pada bentuk buah, warna kulit masak, warna daging masak, aroma, ukuran buah. Mangga ‘Golek’, ‘Kepodang’ dan ‘Bapang’, dicirikan dengan bentuk buahnya memanjang. Mangga ‘Madu’, ‘Kebo’, ‘Gedong’ mempunyai bentuk buah membulat, mangga ‘Arumanis’, ‘Kopyor’, ‘Gendruk’, ‘Delima’ bentuk buahnya bulat memanjang. Warna kulit masak kuning jingga tua sampai merah pada pangkal buah dimiliki oleh mangga ‘Kepodang’, ‘Delima’, ‘Sengir’, ‘Madu Nangka’, ‘Mangkok’, ‘Urang’ dan ‘Beruk’, sedangkan warna kulit buah masak hijau sampai hijau kekuningan pada bagian pangkal buah dimiliki oleh mangga ‘Berem’, ‘Golek’ dan ‘Madu’. Mangga ‘Thaber’, ‘Gurih Panjang’, ‘Manalagi Probolinggo’ memiliki warna masak hijau tua. Warna daging buah masak kuning muda dimiliki oleh kultivar ‘Berem’, ‘Madu’ dan ‘Nanas’. Mangga ‘Arumanis’, ‘Beruk’, ‘Gedong’ memiliki daging buah kuning sampai jingga tua. Hasil analisis pengelompokan yang diturunkan dari matriks kemiripan morfologi tanaman mangga tidak memberikan pengelompokan berdasarkan daerah
asal
ataupun
bentuk
buah
seperti
yang
dikenali
selama
ini.
Pengelompokan dibentuk berdasarkan kemiripan 92 ciri morfologi tertentu. Seluruh individu menjadi satu kelompok pada kemiripan morfologi 38%. Pengelompokan berdasarkan ciri morfologi menunjukkan bahwa 76 kultivar mangga berada pada kisaran kemiripan 0.38-0.85. Kultivar ‘Limun197’ dan ‘Nanas93’ dengan nilai kemiripan tertinggi (0.85). Kultivar ‘Lalijiwo’ dan kultivar ‘Trapang’ memiliki nilai kemiripan paling rendah (0.38) kedua kultivar ini merupakan jenis berbeda. Analisis
pengelompokan
terhadap
data
morfologi
menghasilkan
dendrogram (Gambar 8) dengan koefisisen kemiripan berkisar antara 0.38-0.85 atau terdapat keanekaragaman morfologi sebesar 0.15-0.62. Pada kemiripan 0.50 terdapat 3 kelompok utama. Kelompok utama I terdiri dari 10 kultivar yaitu ‘Jenis Baru’, ‘Cuncung201’, ‘Kidang Kencono’, ‘Daging379’, ‘Manila337’, ‘Kecik47’, ‘Kopek Mundu’, ‘Wajik423’, ‘Gayer213’, dan ‘Gandewo25’. Kelompok ini mewakili kultivar dengan morfologi mirip kultivar ‘Kidang Kencono’, sehingga dinamai kelompok utama Kidang Kencono. Kelompok utama ini dengan tingkat kemiripan lebih rendah dibanding 2 kelompok utama lainnya.
32
Kelompok utama II terdiri 2 kultivar yaitu ‘Kopek’ dan ‘Carang’, kelompok ini disatukan oleh persamaan ciri bentuk daun, tonjolan areola, lebar perbungaan, rambut pada perbungaan, posisi rambut pada organ bunga, lebar sepal, ujung petal, arah lipatan petal, posisi ovari, ukuran dan warna kulit buah.
Beluk7 Kapal395 Banyak345 Cempora215 Beku279 Santok89 Cengkir103 Berem10 Krasak327 Jelali253 BpgLumut Sophia243 DnsMadu377 Nanas71 Ra'dhera257 Cantel159 Soho199 Kates277 Kotak59 Dwirosongko349 Lampeni63 Golek35 Janis17 Guling97 Gandik Randu411 Gandariya339 Musuh341 Kepodang45 BerukII DdlBirowo Bubut367 Pasir167 Kebo109 Mangkok Gadoh345 Gedong289 LahangIII Buaya371 Welulang81 Macan336 Genggem23 Madu65 Pandan147 Limun197 Nanas93 Glembo361 Canting137 Polok157 Mdsenggoro KidangKweni Dpijet95 NdokAsin351 Duren375 Lalijiwo91 Gurihpjg149 Tabher239 Gendruk75 Delima209 Arummanis1 TrapangIII DJembar KopyorWedus Kates43 Kopek Carang Gandewo25 Gayer213 Wajik423 Kopekmundu Kecik47 Manila337 Daging379 Kdkencono Cuncung201 Jenisbaru2
0.38
0.44
0.50
0.56
0.61
0.67
0.73
0.79
0.85
Koefisien kemiripan
Gambar 8. Dendrogram mangga Indonesia berdasarkan penanda morfologi Kelompok utama III merupakan kelompok terbesar yang terdiri dari 64 kultivar. Pada nilai kemiripan 61% terbentuk 7 kelompok kultivar. Penamaan kelompok kultivar mangga didasarkan pada kultivar-kultivar yang umum dikenal oleh petani dan konsumen dengan ciri-ciri yang menonjol untuk mewakili
7 6
5
4
III
3
2
1 II
I
33
kelompok kultivarnya, yang terdiri dari kelompok kultivar ‘Arumanis’, ‘Madu’, ‘Gedong’, ‘Kepodang’, ‘Golek’, ‘Bapang’, dan ‘Berem’. Kelompok kultivar ke-1 anggotanya ‘Kopyor Wedus’, ‘Dodol Jembar’, ‘Arumanis’, ‘Delima209’, dan ‘Gendruk’. Kelompok ini diwakili oleh kultivar dengan morfologi mirip kultivar ‘Arumanis’ dengan ciri bentuk buah membulat telur lonjong, pucuk buah datar sampai membulat, paruh dangkal sampai tidak ada, bentuk daun oblong dengan ujung daun runcing, dan terdapat rambut pada cabang utama perbungaan. Kelompok kultivar ke-2 merupakan kerabat dekat kultivar ‘Madu65’ dicirikan dengan bentuk buah membulat telur pangkal dan pucuk buah membulat. Ciri pemersatu kelompok ini adalah ukuran braktea 0.6-16 mm, panjang lamina 8.5-17 cm, bentuk sepal segitiga sempit, tidak terdapat rambut pada braktea, dan percabangan vena pada petal 1/3 ke arah pangkal terdiri atas ‘Tabher’, ‘Gurih Panjang’, ‘Lalijiwo91’, ‘Duren375’, ‘Ndok Asin351’, ‘Dodol Pijet’, ‘Kidang Kweni’, ‘Madu Senggoro’, ‘Pelok157’, ‘Canting137’, ‘Glembo361’, ‘Nanas93’, ‘Limun197’, ‘Pandan147’, ‘Madu65’, dan ‘Gengem23’. Kelompok kultivar 3 dinamai kelompok kultivar ‘Gedong dengan ciri ukuran braktea 0.6-16 mm, panjang lamina 8.5-17 cm, bentuk sepal segitiga sempit, tidak terdapat rambut pada braktea, dan percabangan vena pada petal 1/3 ke arah pangkal terdiri atas kultivar ‘Gedong289’, ‘Mangkok’, ‘Pasir167’, ‘Bubut367’ dan ‘Welulang81’, ‘LahangIII’, ‘Gadoh345’, ‘Buaya371’, dan ‘Macan336’. Kelompok ini mewakili mangga yang memiliki ukuran buah kecil dengan bobot rata-rata > 250 g/buah, umumnya kultivar ini berasal dari Jawa Barat dan Jawa Tengah, sebaliknya kultivar yang berasal dari Jawa Timur umumnya memiliki ukuran buah relatif lebih besar. Hal ini dapat dijelaskan dengan perbedaan letak geografis mempengaruhi jumlah curah hujan dan panjangnya masa kering yang berbeda di kedua wilayah ini. Daerah Jawa Timur memiliki iklim lebih kering dengan masa lebih panjang yang mempengaruhi jumlah asimilasi fotosintat untuk perkembangan buah. Kelompok kultivar ke-4 terdiri atas 2 sub-kelompok yaitu sub-kelompok kultivar
Kepodang
dan
sub-kelompok
Kebo.
Sub-kelompok
Kepodang
mempunyai ciri pangkal buah runcing, pucuk buah datar, tidak ada lekukan dan
34
paruh pada pucuk buah, jumlah pasang vena daun 20-26, kerapatan areola sedang, lebar perbungaan <11 cm, bentuk braktea segitiga lebar, ujung braktea meruncing, bentuk sepal segitiga lebar, panjang petal 2-2.5 mm, dan percabangan vena pada petal di pangkal. Sub-kelompok kultivar Kepodang terdiri atas ‘Kepodang45’, ‘Musuh’, ‘Gandariya339’, dan ‘Randu411’. Terbentuk sub-kelompok kultivar Kebo dengan ciri pemersatu bentuk buah membulat, pangkal dan pucuk buah membulat, bentuk daun oblong menyempit, bentuk braktea segitiga lebar dengan ukuran 0.6-16 mm, ujung braktea meruncing, terdapat rambut pada ventral braktea, bentuk sepal segitiga menyempit, bentuk petal oblong, panjang petal 2-2.5 mm, letak ovari lateral, panjang buah 6-12 cm, dan ujung pangkal buah melengkung (tingkat kemiripan 75.2%). Kelompok kultivar ini terdiri atas ‘Dodol Birowo’, ‘Beruk’, ‘Bubut’, ‘Pasir’, dan ‘Kebo’. Kelompok kultivar ke-5 terdiri atas ‘Gandik’, ‘Guling97’, ‘Janis17’, ‘Golek35’, ‘Lampeni63’, ‘Dodol Wirosongko349’, ‘Kotak59’, ‘Kates277’, ‘Soho199’, dan ‘Cantel159’. Kelompok ini dinamai kelompok kultivar Golek dicirikan dengan bentuk buah lonjong, warna kulit buah muda hijau muda, warna daging buah masak kuning sampai jingga tua. Ciri pemersatu kelompok adalah bentuk daun oblong dengan ujung runcing, panjang lamina > 35cm, bentuk petal oblong, dan arah lipatan petal tegak. Kelompok kultivar ke-6 Bapang. Ciri morfologi anggota kelompok ini memperlihatkan bentuk antara kelompok Golek dengan Arumanis. Kelompok ini dicirikan oleh warna kulit buah muda hijau tua, warna daging buah masak kuning, pangkal buah runcing sampai meruncing, pucuk buah meruncing sampai datar dan berparuh dangkal, jarak antar vena 0.76 – 1.5 cm, terdapat rambut pada cabang utama perbungaan, dan bentuk braktea segi tiga lebar dengan ukuran 0.6-1.2 mm. Kelompok ini terdiri atas yaitu Ra’dhera257, Nanas71, Danas Madu377, Sophia243, Bapang Lumut, Jelali253, dan Krasak327. Kelompok kultivar ke-7 yaitu ‘Berem10’, ‘Cengkir103’, ‘Santok89’, ‘Beku279’, ‘Cempora215’, ‘Banyak345’, ‘Kapal395’, dan ‘Beluk’. Kelompok ini mewakili mangga dengan ukuran besar dapat mencapai 1.5-2 kg/bh yang dimiliki oleh mangga Berem, sehingga dinamai kelompok kultivar Berem yang dicirikan
35
pangkal buah rata, letak tangkai miring ke depan dan pucuk buah meruncing dengan ciri pemersatu warna kulit buah muda hijau muda, warna daging buah masak kuning muda sampai kuning, bentuk buah membulat, pucuk buah meruncing, berparuh, terdapat rambut pada cabang utama perbungaan, bentuk sepal segitiga menyempit, bentuk petal oblong, percabangan vena pada pangkal petal, dan panjang petal 2.0 – 2.5 mm. Pengelompokan dan Keanekaragaman Kultivar Mangga Berdasarkan Penanda RAPD Berdasarkan penanda RAPD kultivar mangga yang mempunyai kekerabatan paling dekat adalah ‘Janis’ dengan ‘Ndok181’ dengan koefisien kemiripan 0.98, diikuti oleh ‘Kidang Kweni’ dengan ‘Mangkok’ serta ‘Kidang Kweni’ dan ‘Lahang’ masing-masing sebesar 0.97, ketiga kultivar ini juga memiliki tingkat kemiripan yang tinggi secara morfologi. Kekerabatan yang paling jauh adalah antara ‘Madu67’ dan ‘Manila’ dengan nilai kemiripan sebesar 0.60, kedua kultivar ini merupakan jenis yang berbeda. ‘Madu67’ adalah anggota M. lalijiwa dan Manila merupakan anggota M. indica. Selanjutnya nilai kemiripan yang rendah juga ditunjukkan oleh oleh ‘Trapang’ dan ‘Glembo’ sebesar 0.62. Rendahnya nilai kemiripan genetik berdasarkan penanda RAPD ini mendukung pendapat Kostermans dan Bompart (1993) bahwa kelompok Madu merupakan jenis yang berbeda yaitu M. lalijiwa. Dendrogram berdasarkan penanda RAPD terhadap 82 kultivar mangga berada pada indeks kemiripan 69%-98% (Gambar 9).
Pengelompokan yang
dihasilkan berbeda dengan pengelompokan kultivar oleh penanda morfologi. Kelompok utama kultivar mangga berdasarkan penanda RAPD tidak dapat dipisahkan secara tegas. Diduga pita-pita hasil amplifikasi teknik RAPD pada umumnya bukan merupakan ciri yang terkait dengan ciri diagnostik pada morfologi. Perbedaan pita DNA hasil amplifikasi, terutama jumlah dan ukuran pita sangat berperan dalam menentukan tingkat keanekaragaman genetik. Jumlah pita DNA polimorfis dapat menggambarkan profil genom tanaman mangga, karena dapat melihat sebaran situs penempelan primer pada genom tanaman.
36
Kkencana DWsongko Buaya Guling KpWedus Cengkir KpMundu BpLumut Krasak Amanis Gandewo Radhera Randu Janis Ndok181 Golek35 JenisBaru Canting Pandan Gedong Daging Soho MdAnggur NdAsin Duren Penci Cuncung Kepik Dpijet Carang MdLumut Brem Wajik Limun Randu11 Gambir DsMadu Lalijiwo Cempora Dwirowo Djembar Kapal Gadoh Nanas Bubut Gayer Lahang KdKweni Mangkok Gandaria Daging Sopia Tabher Glembo Banyak Carang120 Kebo Musuh MdSenggoro Pollok Cantel Kecik Kotak Nanas71 Welulang Delima Kates277 Slendro Beku Kapang Jelali DrhPanjang Lampeni Gandik Beluk Gendruk Kepodang Kates Madu67 Madu65 Manila Beruk Santok
0.69
0.76
0.83
0.90
0.98
Coeffickemiripan ient Koefisien Gambar 9. Dendrogram mangga Indonesia berdasarkan penanda RAPD Perbedaan jumlah dan polimorfisme pita DNA yang dihasilkan oleh tiap primer menggambarkan kompleksnya genom tanaman (Grattapaglia et al. 1992), karena pita DNA merupakan hasil berpasangannya nukleotida primer dengan
37
nukleotida genom tanaman. Oleh karena itu, semakin banyak primer akan semakin mewakili bagian-bagian genom dan semakin tergambar keadaan genom sesungguhnya. Pada tingkat kemiripan 76% dapat dibentuk 10 kelompok utama. Kelompok utama pertama, ke-2 ke-3, ke-4 hanya terdiri atas satu kultivar masingmasing ‘Santok’, ‘Beruk’, ‘Manila’, ‘Madu65’. Kelompok ke-5 terdiri atas 5 kultivar yaitu ‘Madu67’, ‘Kates’, ‘Kepodang’, ‘Gendruk’, ‘Beluk’, ‘Gandik’, dan ‘Lampeni’. Kelompok ke-6 terdiri atas kultivar ‘Durih Panjang’, ‘Jelali’, ‘Trapang’, dan ‘Beku’. Kelompok ke-7 tediri atas ‘Slendro’, ‘Kates277’, dan ‘Delima’. Kelompok ke-8 terdiri atas ‘Welulang’, ‘Nanas71’, ‘Kotak’, ‘Kecik’, ‘Cantel’, ‘Pelok’, ‘Madu Senggoro’, dan ‘Musuh’. Kelompok ke-9 terdiri atas Kultivar ‘Carang120’, ‘Banyak, dan ‘Glembo’. Kelompok ke-10 terdiri atas 53 kultivar mangga. Penanda RAPD mampu mengelompokkan kultivar ‘Kidang Kweni’, ‘Lahang’, dan ‘Mangkok’ dalam satu kelompok pada tingkat kemiripan 96.4%, pengelompokan yang dibentuk oleh tiga kultivar ini selaras dengan pengelompokan berdasarkan penanda morfologi. Dendogram berdasarkan ciri DNA tidak memberikan pengelompokan kultivar mangga secara tegas (Gambar 9). Hal ini disebabkan karena pola pita yang teramplifikasi sangat polimorfis (99%) sehingga belum didapatkan pita-pita spesifik yang mampu mengelompokkan kultivar tersebut secara tegas. Kemiripan yang rendah antara pola pita kutivar menyebabkan data RAPD mempunyai justifikasi yang rendah terhadap hubungan kekerabatan kultivar mangga, namun sesuai untuk mencari variabilitas dalam kultivar guna seleksi calon tetua unggul. Pengelompokan berdasarkan RAPD berbeda dengan pengelompokan berdasarkan morfologi. Proses perubahan pada tingkat DNA dan morfologi berlangsung dengan kecepatan yang berbeda. Dengan demikian, proses spesiasi dalam jenis masih terus berlangsung dengan kecepatan yang berbeda. Sistem penyerbukan mangga yang terbuka dan jumlah kromosom allotetraploid yang sama menyebabkan tingginya tingkat penyesuaian silang antar kultivar maupun antar jenis dan dapat menjadi penyebab besarnya variasi pada kultivar mangga.
38
Pengelompokan dan Keanekaragaman Kultivar Mangga Berdasarkan Kombinasi Penanda Morfologi dan RAPD Berdasarkan kombinasi penanda morfologi dan RAPD kemiripan 73 kultivar mangga berkisar antara 60-88% (Gambar 10). Arummanis1 Krasak327 KopyorWedus DnsMadu377 Nanas71 BpgLumut Ra'dhera257 Sophia243 Buaya371 Gedong289 Canting137 Pandan147 Dpijet95 Lalijiwo91 Limun197 NdokAsin351 Nanas93 Duren375 Gadoh345 Mdsenggoro Polok157 Glembo361 Gandariya339 KidangKweni LahangIII Mangkok BerukII Bubut367 DdlBirowo Kebo109 DJembar Cantel159 Kates277 Dwirosongko349 Golek35 Janis17 Soho199 Guling97 Lampeni63 Kotak59 Gandik Musuh341 Randu411 Banyak345 Cempora215 Kapal395 Cengkir103 Santok89 Berem10 Beku279 TrapangIII Gurihpjg149 Madu65 Delima209 Welulang81 Tabher239 Beluk7 Gendruk75 Kepodang45 Kates43 Jelali253 Carang120 Kopek Daging379 Kecik47 Kopekmundu Wajik423 Kdkencono Manila337 Cuncung201 Jenisbaru2 Gandewo25 Gayer213
0.60
0.67
0.74
0.81
III
II I
0.88
Coefficient kemiripan Koefisien Gambar 10.
Dendrogram mangga Indonesia berdasarkan penanda kombinasi morfologi dan RAPD
Kultivar yang memiliki kemiripan paling tinggi adalah kultivar ‘Golek’ dan ‘Janis’ (88%). Pengelompokan dengan kombinasi penanda morfologi dan RAPD lebih menyerupai pengelompokan berdasarkan penanda morfologi saja, tetapi berbeda pada nilai kemiripan dalam pembentukan kelompok. Pada
39
kemiripan 65% terbentuk 3 kelompok utama yaitu kelompok utama pertama terdiri atas 10 kultivar: ‘Gayer’, ‘Gandewo’, ‘Jenis Baru’, ‘Cuncung’, ‘Manila’, ‘Kidang Kencono’, ‘Wajik’, ‘Kopek Mundu’, ‘Kecik’, dan ‘Daging’. Kelompok utama ke-2 terdiri atas dua kultivar yaitu ‘Kopek’ dan ‘Carang’, secara morfologi kelompok ini juga terpisah dari 76 kultivar lainnya. Kelompok utama ke-3 terdiri atas 64 kultivar dan membentuk 7 kelompok kultivar seperti pengelompokan berdasarkan ciri morfologi. Tabel 3. Koefisien kemiripan dan koefisien kopenetik mangga Indonesia berdasarkan penanda Morfologi, RAPD, dan kombinasi kedua penanda Koefisien kemiripan Morfologi Nilai tertinggi 0.85 Nilai terendah 0.38 Koefisien kopenetik (r) 0.89
RAPD 0.98 0.69 0.77
Kombinasi 0.88 0.60 0.77
Hasil analisis terhadap penanda morfologi, RAPD dan kombinasi kedua penanda menunjukkan perbedaan rentang nilai koefisien kemiripan antara kedua penanda dan kombinasinya. Nilai rentang koefisien kemiripan ini berturut-turut 47, 29, dan 28% (Tabel 3). Perbedaan nilai koefisien kemiripan morfologi ini menunjukkan bahwa variasi yang diterangkan oleh penanda morfologi lebih besar dibanding variasi yang dapat diterangkan oleh penanda RAPD pada ditingkat DNA, sedangkan nilai ketidakmiripan atau variabilitas yang dihasilkan oleh penanda morfologi, RAPD dan kombinasinya berturut-turut 15-62%, 2-31%, dan 12-40%. Rentang variabilitas genetik lebih sempit dibanding rentang variasi morfologi, kemungkinan pengaruh lingkungan berperan selain pengaruh genetik (Allard 1960), tetapi nilai rentang variasi DNA 2-40% merupakan kisaran (variabilitas genetik) yang luas pada tingkat kultivar dan dapat digunakan sebagai bahan dasar seleksi dalam pemuliaan. Keanekaragaman genetik mangga Indonesia tergolong luas dan berdasarkan hasil pengelompokan tidak terdapat duplikasi aksesi, maka untuk kelestarian plasma nutfah mangga semua aksesi koleksi kebun percobaan Cukurgondang perlu dikonservasi. Pembentukan
koleksi
dengan
populasi
yang
lebih
kecil
akan
mempermudah pengelolaan dan evaluasi yang lebih lengkap pada setiap aksesi, sehingga informasi genetik aksesi dapat diperoleh dengan lengkap. Kebun koleksi yang baik haruslah dapat mewakili keseluruhan koleksi baik jenis, daerah asal,
40
dan lingkungan (Brown 1989). Ketersediaan plasma nutfah dengan jumlah dan keanekaragaman genetik yang luas sangat mendukung program pemuliaan tanaman mangga terutama dalam pemilihan calon tetua yang tepat. Klasifikasi kultivar mangga Indonesia berdasarkan 92 karakter penanda morfologi dan 8 primer penanda RAPD berbeda dengan klasifikasi yang selama ini berlaku dalam masyarakat mangga Indonesia yang lebih berpatokan pada ciri buah. Sistem rujukan yang efektif bagi pengelompokan mangga belum didapatkan karena sebagian besar karakter morfologi yang dipakai bersifat kontinyu. Diperlukan sistem klasifikasi berdasarkan karakter buah yang mudah dikenal dan khas. Sistem ini akan disajikan dan dianalisis pada topik Taksonomi Budidaya Mangga Indonesia Dalam Praktek. Korelasi Ciri Morfologi dengan Ciri Pita DNA Korelasi antara pita oleh primer OPA 18-18 dengan bentuk tajuk membulat sebesar 70% dengan tingkat kepercayaan > 99%. Artinya, bentuk tajuk mangga membulat dapat dicirikan oleh pita OPA18-18.
Korelasi antara ciri
morfologi dijumpai antara lebar braktea besar dengan pelok tebal sebesar 80%, bentuk pelok tebal dengan bentuk paruh buah datar sebesar 100% dan lekuk dalam pada ujung buah dengan kandungan air banyak sebesar 80%. Selain itu, terdapat 30 pita DNA dari 8 primer yang digunakan saling berkorelasi sangat nyata (100%). SIMPULAN Pengelompokan kultivar mangga Indonesia berdasarkan 92 karakter morfologi dan RAPD berbeda dengan pengelompokan yang selama ini berlaku dalam masyarakat Indonesia. Sistem rujukan yang efektif bagi pengelompokan mangga belum didapatkan karena sebagian besar karakter morfologi yang dipakai bersifat kontinyu. Keanekaragaman genetik mangga Indonesia tergolong luas yaitu 15-62% (morfologi), 2-31% (RAPD), dan 12-40% (kombinasi dua penanda). Berdasarkan pengelompokan kultivar mangga tidak didapatkan duplikasi aksesi sehingga semua aksesi perlu dikonservasi untuk kelestariannya. Pita DNA dari primer OPA 18-18 dapat dipakai sebagai petunjuk dengan bentuk tajuk membulat.
TAKSONOMI MANGGA BUDIDAYA INDONESIA DALAM PRAKTEK
(Cultivated taxonomy of Indonesian mango in practice) ABTSRACT Available classifications on cultivated plants show a merger of two approaches; a botanical one, based on essential systematic plant characters, and a practical one, based on the analysis of commercial properties. A taxonomic study of cultivars grown in Indonesia based on morphology and agronomy characters resulted in 84 cultivars recognized. Eigth main cultivar-groups (e.g. Berem, Madu, Gedong, Golek, Bapang, Arumanis, Kepodang, and Kebo). Eigthteen cultivar-groups and eigthy four cultivars are established. The ‘Lalijiwo’ cultivars synonym is ‘Thaber’, ‘Tabar’, ‘Gurih’ and ‘Arummanis’ synonim with ‘Gadung’. Meanwhile, the cultivar ‘Kates277’ included in Golek cultivar main group is homonim with the cultivar ‘Kates’ in Arummanis cultivars main group. The cultivar Nanas93, one of Madu cultivar main group, is different from the cultivar ‘Nanas71’ in Bapang main cultivar group. Keyword: Taxonomy of cultivated plant, Indonesian mango, morphology, agronomy characters PENDAHULUAN Beraneka rupa, rasa, dan nama daerah buah mangga dijumpai di seluruh Indonesia. Beragam bentuk morfologi buah mangga ada yang bulat sampai membulat, lonjong dan variasi bobot buah mangga mulai dari 0.1-3 kg. Bentuk ujung buah berparuh, berlekuk dalam, berlekuk dangkal ataupun datar. Letak tangkai buah di tengah pangkal dan miring ke atas. Di Pulau Jawa terdapat berbagai sebutan untuk penamaan buah mangga, seperti ‘Mangga’, pelem ‘Gadung’, pelem ‘Kopyor’, mangga ‘Bapang’, mangga ‘Dodol’, mangga ‘Golek’, mangga ‘Cengkir’, mangga ‘Sengir’, mangga ‘Ndok’, mangga ‘Wangi’, mangga ‘Kelapa’, mangga ‘Kidang’, mangga ‘Madu’, mangga ‘Gedong’ dan mangga ‘Daging’ (Heyne (1927), Mukherjee (1949), dan Hou (1978). Berdasarkan catatan koleksi Kebun Percobaan Cukurgondang-Pasuruan, Jawa Timur (1994) terdapat 138 nama kultivar mangga yang dikoleksi berasal dari pulau Jawa, sedangkan kultivar mangga dari pulau lain belum terdata dengan baik. Selain itu, sering terjadi nama yang sama mungkin merujuk pada kultivar mangga yang berbeda atau sebaliknya dua nama yang berbeda mungkin dimaksudkan untuk satu kultivar mangga yang sama. Sebagai contoh kultivar
42
mangga ‘Tabhar’ dari Madura memiliki ciri-ciri yang sama dengan kultivar mangga ‘Lalijiwo’ asal Jawa Tengah, mangga ‘Madu’ dan mangga ‘Manalagi’ asal Jawa Timur. Keadaan ini menyulitkan dalam perdagangan karena tidak adanya
kepastian
penamaan
maupun
dalam
pengelolaan
sumberdaya
plasmanutfah mangga. Analisis keanekaragaman mangga Indonesia berdasarkan ciri morfologi secara keseluruhan dan penanda RAPD yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, belum mampu secara tegas mengelompokkan kultivar mangga sesuai dengan yang dikenal oleh masyarakat mangga yang lebih praktis berdasarkan ciri buah. Dilain pihak, masyarakat pengguna buah mangga (petani, pengusaha, dan konsumen) yang umumnya lebih berpatokan pada ciri-ciri agronomi buah membutuhkan klasifikasi yang lebih jelas sehingga penamaan, sortasi, dan seleksi dapat menjadi lebih pasti. Kepastian berdasarkan ciri agronomi ini juga penting dalam manajemen plasmanutfah mangga, sertifikasi, HAKI, dan bisnis buah mangga. Oleh karena itu, perlu dibuat sistem klasifikasi tersendiri yang menghasilkan pengelompokan kultivar mangga yang hanya berdasarkan ciri agronomi terutama ciri buah. Tujuan penelitian ini adalah menyediakan sistem klasifikasi sebagai rujukan yang efektif tentang penamaan dan pengelompokan kultivar mangga berdasarkan ciri agronomi bagi pengguna.
BAHAN DAN METODE Bahan Bahan penelitian meliputi 84 kultivar mangga asal Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur yang terdapat di Kebun Koleksi Cukur Gondang Pasuruan Jawa Timur (Tabel 2), ditambah 2 kultivar yaitu ‘Kiyal’ dan ‘Dodol Semar’. Metode Ciri morfologi dan agronomi diamati dengan metode diskriptif mengikuti Haris & Haris (1994) dan diskriptor mangga (FAO 1989; Kusumo et al. 1975; Baroto 2002). Pengelompokan disusun berdasarkan sifat ciri agronomi
43
terutama 17 sifat ciri diagnostik buah, yaitu bentuk buah, warna kulit buah muda, warna kulit buah masak, ukuran buah, warna daging buah masak, serat, bintik buah, letak tangkai, bentuk pangkal buah, bentuk pucuk buah, lekukan ujung buah, bentuk paruh buah, bentuk pelok, ketebalan daging buah, kadar air buah, dan aroma buah. Sinonim, homonim dan hubungan kekerabatan antar aksesi diketahui dari analisis similaritas menggunakan program NTSYS versi 2.02. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan berdasarkan keseluruhan ciri morfologi (92 ciri) yang meliputi perawakan tanaman, bentuk batang, daun, bunga dan buah tidak menghasilkan pengelompokan yang tegas. Untuk kebutuhan praktis diperlukan satu sistem pengelompokan berdasarkan bentuk-bentuk yang dikenal oleh konsumen buah mangga, sehingga perlu dibuat sistem pengelompokan yang menggunakan ciri buah sebagai ciri diagnosis, tetapi tetap didukung dengan ciri morfologi lainnya. Pengelompokan yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi rujukan praktis bagi pengguna seperti pemulia tanaman mangga, petani, dan pedagang buah mangga. Mengacu pada kode tatanama tanaman budidaya (International Code of Nomenclature for Cultivated Plant) bahwa penyebutan tingkatan kelas pada tanaman budidaya disebut sebagai kulta (jamak) dan kulton (tunggal). Tingkatan kulta infraspesies berturut-turut terdiri dari; kelompok utama (major group), kelompok (group), sub-kelompok (sub-group) dan individu, kultivar atau kultivarian (cultivar) (Lewis 1984). Pemberian nama tiap tingkatan kulta dapat diberikan berdasarkan asal tanaman, karakter yang menonjol atau alasan lainnya. Pada studi kultonomi tanaman budidaya mangga ini penamaan kelompok utama, atau kelompok kultivar diberikan pada buah yang dapat mewakili kelompoknya berdasarkan ciri buah mangga yang menonjol dan paling umum dikenali konsumen. Pengamatan terhadap 84 kultivar mangga koleksi KP CukurgondangPasuruan Jawa Timur diperoleh 8 kelompok utama dan 17 kelompok kultivar mangga berdasarkan bentuk buah, warna kulit buah muda (Tabel 4). Kelompok Utama pertama Berem mewakili buah mangga berukuran besar (1.5-2 kg/buah),
Tabel 4. Ciri diagnosis kelompok utama kultivar mangga No
Ciri
Berem Membulatoblong Hijau muda
Golek Oblong elongate Hijau muda
Bapang Oblong-ovate
Hijau-kuning di pangkal
Kelompok Utama Kultivar Arum manis Kepodang Oblong-ovate Oblongelongate Hijau-hijau tua Hijau mudahijau Kuning Kuning dipangkaldipangkalkuning jingga kuning jingga
Gedong Ovateroundish Hijau
Kebo Oblong-ovate
Madu Ovate
Hijau
Hijau-hijau tua
Kuning dipangkalkuning jingga
Kuning dipangkalkuning jingga
Kuning dipangkalkuning jingga
1
Bentuk buah
2
Warna kulit buah muda
3
Warna kulit buah masak
Hijau-kuning muda
Hijau-jingga
4
Ukuran buah
Panjang ≥ 14 cm Lebar > 10 cm Bobot ≥ 600 g
Panjang ≥ 16.7 cm
Panjang ≥ 14 cm
Panjang ≥ 15 cm
Panjang ≥ 11 cm
Panjang ≤ 10 cm
Panjang ≥ 10 cm
Panjang ≤ 10 cm
Lebar > 7.5 cm Bobot ≥ 500 g
Lebar > 5-7.4 cm
Lebar > 5-7.4 cm
Lebar > 5-7.4 cm
Lebar > 5-7.4 cm
Lebar > 7.5-10 cm
Lebar > 5-7.4 cm
Bobot ≥ 300 g
Bobot ≥ 450 g
Bobot ≥ 250 g
Bobot ≥ 250 g
Bobot ≥ 450 g
Bobot ≥ 370 g
Kuning mudakuning Agak kasarkasar-banyak
Kuning-jingga
Kuning-jingga
Kuning-jingga
Kuning-jingga
Kuning-jingga
Halus-sedikit
Agak halus
Kuning tuajingga Halus-sedikit
Kasar-banyak
Sedang Tengah
Jarang Miring ke depan Runcing-datar Runcingmembulat Tidak ada Tidak ada Tebal Sedang Sengir Tidak berlilin Sedang
Agak kasarsedang Jarang Miring ke depan Rata Runcing
Sedang Tengah-miring ke depan Bulat membulat
Agak kasar sedikit Jarang Miring ke depan Rata Membulat
Kuning mudakuning Banyak-kasar
Tidak ada Sedikit Sedang Sedikit Harum Berlilin Sedang
Tidak ada Tiak ada Sedang Sedang Harum Berlilin Sedang
Tidak ada Tidak ada Tipis Sedang Harum Berlilin Tipis
5 6
Warna daging buah masak Serat
7 8
Bintik buah Letak tangkai
9 10
Pangkal buah Pucuk buah
11 12 13 14 15 16 17
Lekuk ujung buah Paruh buah Pelok Kandungan air Aroma Kulit Daging buah
Jarang tidak jelas
Tengah-miring ke depan Bulat berlekuk Bulatmembulat Tidak ada Tidak ada Tebal Sedang Sengir Berlilin Sedang
Runcing Runcing Tidak ada Tidak ada Tipis-sedang Sedang Harum Berlilin Tebal
Hijau-hijau tua
Jarang Tengah Miring Runcingmembulat Dangkal Sedikit Tipis Sedang Harum Berlilin Tebal
Rapat Tengah-miring ke depan Rata Membulat Tidak ada Tidak ada Sedang Sedang Harum Berlilin Tebal
44
45
warna kulit muda hijau terang dan serat kasar. Kelompok utama ke-2 Golek mewakili buah mangga yang berbentuk bulat lonjong, kulit hijau terang dan serat agak kasar.
Kelompok Utama ke-3 Kepodang mewakili buah mangga yang
berbentuk bulat lonjong berukuran lebih kecil, kulit hijau terang dan serat agak kasar, warna kulit masak jingga. Kelompok Utama ke-4 Gedong mewakili buah mangga yang berbentuk bulat, kulit hijau, bintik-bintik putih pada kulit buah lebih rapat, serat agak kasar, aroma tajam dan warna kulit masak jingga tua. Kelompok Utama ke-5 Madu mewakili buah mangga yang berbentuk bulat, kulit hijau tua, berbintik rapat, serat agak kasar, warna daging buah muda putih dan warna daging buah masak kuning muda sampai kuning.
Kelompok Utama ke-6 Bapang
mewakili buah mangga yang berbentuk bulat lonjong, kulit hijau tua dan serat agak halus. Kelompok ini merupakan kultivar dengan bentuk antara kelompok Arumanis dan kelompok Golek. Kunci diterminasi kelompok utama kultivar mangga 1a. Warna kulit buah hijau muda, ..........................................................................2 2a. Ukuran buah besar (pj > 14 cm, lb > 10 cm, brt > 500g) ...........................3 2b. Ukuran buah kecil (pj + 11cm, lb +5-7,4cm, brt + 300g) ...........Kepodang 3a.Bentuk buah oblong-elongate, kulit buah masak hijau-jingga muda,warna daging buah masak kuning tua-jingga................Golek 3b.Bentuk buah membulat-oblong, kulit buah masak hijau muda, warna daging buah masak kuning muda-kuning .......................Berem 1b. Warna kulit buah muda hijau-hijau tua...........................................................4 4a. Serat halus, bentuk buah bulat lonjong (pj:lbr, 2:1) .............................5 4b. Serat kasar, bentuk buah bulat (pj:lbr,1:1) .............................................6 5a. Warna daging buah jingga, aroma harum, rasa manis .......Arumanis 5b. Warna daging buah kuning, aroma sengir, tidak berlilin ......Bapang 6a. Warna daging buah masak jingga..............................................7 6b. Warna daging buah kuning muda-kuning .........................Madu 7a. Ukuran buah kecil, aroma kuat ...............................Gedong 7b. Ukuran buah besar, aroma sedang ..............................Kebo
46
Kelompok utama ke-7 Arumanis mewakili buah mangga yang berbentuk bulat lonjong, kulit hijau tua dan serat halus, warna daging buah masak kuning tua sampai jingga. Kelompok utama Kebo mewakili buah mangga yang berbentuk bulat lonjong sampai agak pipih, kulit hijau tua, serat agak halus dan kandungan air yang tinggi. Hasil analisis pengelompokan menggunakan 17 ciri buah kelompok utama mangga (Tabel 4) yang diturunkan dari matriks kemiripan morfologi buah mangga memberikan pengelompokan sesuai dengan kemiripan morfologi buah mangga (Gambar 11). Seluruh kelompok bersatu pada kemiripan morfologi 30%, sedangkan kelompok yang paling berkerabat dekat adalah kelompok utama Gedong dan Madu (68%) dengan ciri bentuk buah bulat dan bintik-bintik putih rapat pada permukaan buah muda. Pada tingkat kemiripan 40% kelompok utama dapat terbentuk 3 kelompok yaitu kelompok pertama Berem, ke-2 Golek, Kepodang, Gedong, dan Madu, ke-3 Bapang, Arumanis, dan Kebo.
Berem
Golek
Kepodang
Gedong
Madu
Bapang
Arummanis
Kebo 0.28
0.39
0.49
0.59
0.70
Coefficient Koefisien kemiripan
Gambar 11. Dendrogram kelompok utama mangga berdasarkan penanda morfologi Kelompok utama Berem disatukan oleh ciri bentuk buah membulat, pucuk buah meruncing, berparuh, warna buah muda hijau muda, warna daging buah kuning muda sampai kuning terdapat rambut pada cabang utama perbungaan, bentuk kelopak bunga segitiga menyempit, bentuk mahkota oblong, percabangan vena pada pangkal mahkota, dan panjang mahkota 2.0-2.5 mm. Kelompok utama
47
ini terdiri atas kelompok Berem beranggotakan kultivar ‘Berem’, ‘Beku’, ‘Beluk’, ‘Kapal’ dengan ciri pangkal buah rata, letak tangkainya miring ke depan dan pucuk buah meruncing. Kelompok Cempora yang beranggotakan kultivar ‘Cempora’ dan ‘Santok’ dengan ciri letak tangkai di tengah pangkal buah agak meruncing dan pucuk buah membulat.
Kelompok Cengkir yang terdiri dari
kultivar ‘Cengkir’, ‘Kiyal’, dan ‘Banyak’ memiliki letak tangkai di tengah, pangkal dan pucuk buah meruncing. Dalam kelompok utama Berem (Gambar 12), kelompok yang paling berkerabat adalah kultivar ‘Kapal’ dan ‘Cempora’ pada tingkat kemiripan 60%. Pengelompokan kultivar Berem menggunakan ciri-ciri pembeda antar kultivar dalam kelompok utama Berem. Sebagian besar anggota kelompok Berem berukuran besar seperti kultivar ‘Berem’ dapat mencapai 3 kg/buah, tetapi memiliki rasa yang kurang manis, warna daging buah masak kuning muda dan berserat kasar kelompok ini berpotensi untuk dibuat bubur mangga (pure). Kultivar terbaik pada kelompok ini adalah kultivar ‘Cengkir’ yang berasal dari Indramayu Jawa Barat dengan rasa masak manis, rasa daging buah muda tidak asam dan krispi sehingga selain dikonsumsi ketika matang juga cocok digunakan sebagai salad atau bahan rujak yang dikonsumsi ketika masih muda.
Gambar 12. Kelompok kultivar Berem Kelompok utama Golek (Gambar 13) disatukan oleh ciri bentuk buah bulat lonjong, panjang buah dapat mencapai 25 cm, bentuk daun oblong dengan ujung runcing, panjang helaian daun > 35cm, bentuk mahkota oblong, dan arah lipatan mahkota tegak, rasa manis, warna kulit buah masak kuning kehijauan sampai
48
kuning kemerahan, warna daging buah masak kuning tua sampai jingga, serat agak kasar.
Gambar 13. Kelompok kultivar Golek Kelompok utama Golek terdiri atas kelompok Golek yaitu kultivar ‘Guling’, ‘Kates277’, ‘Cantel’, ‘Gandik’ dan ‘Dodol Wirosongko’ dan kelompok ‘Janis’ yang terdiri atas kultivar ‘Janis’, ‘Lampeni’, ‘Soho’, ‘Kotak’. Kedua kelompok ini dibedakan oleh ciri panjang helaian daun, jumlah pasang vena pada daun, jarak antar vena, kerapatan areola, tonjolan areola di bawah daun, bentuk daun penumpu, posisi rambut pada kelopak bunga, dan panjang kelopak bunga. Kelompok utama Golek mempunyai perkecambahan poliembrioni, sifat ini memungkinkan munculnya anak dengan membawa sifat hanya dari induk betina saja. Diduga mangga lanang (mangga golek yang memiliki ukuran buah kecil, 100 gram/buah, dengan rasa sangat manis, serat halus, dan daging buah berwarna jingga) adalah anakan poliembrioni mangga ‘Golek’ yang tidak berasal dari hasil perkawinan (zigotik) tapi dari komponen lain seperti nucelus atau integumen. Mangga ini mempunyai prospek untuk dikembangkan menjadi mangga unggul baru dengan sifat yang konsisten seperti sifat induk tanpa dikhawatirkan mengalami perubahan sifat akibat segregasi dua sifat induk. Kelompok utama Golek menyukai iklim yang kering atau curah hujan yang rendah agar buahnya manis dan buah tidak busuk, sehingga kelompok ini lebih cocok tumbuh di daerah Jawa Timur dan Sulawesi. Kelompok utama Kepodang (Gambar 14) disatukan oleh ciri bentuk buah lonjong (rasio panjang : lebar = 3:1) pangkal buah runcing, pucuk buah datar, tidak ada lekukan dan paruh pada pucuk buah, jumlah pasang vena daun 20-26,
49
kerapatan areola sedang, lebar perbungaan <11 cm, bentuk daun penumpu segitiga lebar, ujung daun penumpu meruncing, bentuk kelopak bunga segitiga lebar, panjang mahkota 2-2.5 mm, dan percabangan vena pada mahkota di pangkal. Kelompok ini terdiri atas
kultivar ‘Kepodang’, ‘Gandaria’, ‘Kapuk Randu’,
‘Kopek’, ‘Musuh’, dan ‘Santok’. Kultivar unggul dari kelompok ini adalah kultivar ‘Kepodang Urang’ asal Jawa Timur dengan rasa manis, agak berserat, warna kulit masak jingga warna daging buah jingga, dan aroma yang wangi. Kultivar ‘Gandariya’ memiliki aroma dan struktur daging buah yang sesuai digunakan sebagai bahan manisan mangga terbaik.
Gambar 14. Kelompok kultivar Kepodang Kelompok utama Gedong (Gambar 15) disatukan oleh ciri bentuk buah membulat telur pangkal dan pucuk buah membulat, ukuran daun penumpu 0.6-16 mm, panjang helaian daun 8.5-17 cm, bentuk kelopak bunga segitiga sempit, tidak terdapat rambut pada daun penumpu, dan percabangan vena pada mahkota 1/3 ke arah pangkal. Kelompok ini terdiri atas ‘Gedong’, ‘Mangkok’, dan ‘Welulang’, anggota kelompok ini mewakili mangga yang memiliki ukuran buah kecil dengan bobot rata-rata > 250 g/buah, umumnya kultivar ini berasal dari Jawa Barat dan Jawa Tengah, sebaliknya kultivar yang berasal dari Jawa Timur umumnya memiliki ukuran buah relatif lebih besar. Hal ini dapat dijelaskan dengan perbedaan letak geografis yang mempengaruhi jumlah curah hujan dan panjangnya masa kering yang berbeda di dua wilayah ini. Daerah Jawa Timur memiliki iklim lebih kering dengan masa kering lebih panjang yang menjadi
50
pemicu perbungaan mangga. Cahaya matahari yang cukup mempengaruhi jumlah asimilasi fotosintat yang lebih besar untuk perkembangan buah. Mangga ‘Gedong’ memiliki kandungan beta-karoten lebih tinggi, dibanding kultivar
lainnya. Dalam 100 gram daging buah mangga gedong
terkandung beta-karoten sebesar 215 µg. Kadar ini 2.5 kali lipat dari kadar betakaroten yang dimiliki oleh mangga ‘Golek’ (90.5 µg), 16 kali mangga cengkir (13.5 µg), dan 17 kali mangga ‘Arumanis’ (12.5 µg). Kultivar mangga ini banyak tumbuh di daerah Cirebon dan Majalengka, Jawa Barat. Kultivar terbaik saat ini adalah ‘Gedong Gincu’ dengan kulit buah berwarna jingga, rasa manis dan harum.
Gambar 15. Kelompok kultivar Gedong Kelompok utama Madu (Gambar 16) disatukan oleh ciri bentuk buah, bentuk daun, panjang petiole, panjang helaian daun, jumlah pasang vena dan simetri daun.
Kelompok utama ini dibagi atas 4 kelompok yaitu kelompok
Endok, Madu, Lalijiwo, dan Pandan. Kelompok Endok terdiri atas kultivar ‘Ndok Asin’, ‘Limun’, ‘Duren’, dan ‘Dodol Pijet’ dicirikan oleh bentuk buah bulatmembulat telur, warna daging buah masak kuning muda-kuning, panjang mahkota 2.0-2.5 cm. Kelompok Madu terdiri atas kultivar ‘Madu Senggoro’, ‘Madu65’, dan ‘Kidang Kweni’ dicirikan bentuk buah membulat telur-memanjang, pucuk buah datar, letak tangkai di tengah–miring ke depan, dan bentuk kelopak bunga segitiga menyempit. Kelompok Lalijiwo terdiri atas kultivar ‘Lalijiwo’, ‘Thaber’, dan ‘Gurih’ dicirikan oleh bentuk buah membulat panjang, pucuk buah berparuh,
51
letak tangkai ditengah, warna buah muda hijau tua, lebar helaian daun 3-4.5 cm, lebar mahkota 1.7-1.9 mm, dan jarak rata-rata antar vena 7.5-15 mm. Kelompok Pandan terdiri atas ‘Genggem’, ‘Glembo’, ‘Canting’, dan ‘Polok’ dicirikan oleh buah bulat lonjong, pangkal dan pucuk buah meruncing, lebar daun penumpu 0.61.2 mm, tidak ada rambut pada cabang sekunder, bentuk perbungaan piramida lebar, panjang helaian daun 17.5-26 cm.
Gambar 16. Kelompok kultivar Madu Berdasarkan pengamatan terhadap sifat-sifat ciri yang dimiliki dan adanya bentuk-bentuk peralihan sifat ciri, diduga kelompok utama ini merupakan hasil persilangan jenis induk yang berbeda. Kostermans & Bompard (1993) menggolongkan kelompok kultivar Lalijiwo, yang terdiri atas kultivar ‘Lalijiwo’, ‘Thaber’, ‘Durih’ dan ‘Tabar’ ke dalam M. lalijiwo, namun kelompok kultivar Madu, yang terdiri atas kultivar ‘Madu Senggoro’, ‘Madu65’, ‘Madu67’, ‘Dudul’ dan ‘Kidang Kweni’ memiliki ciri yang juga dimiliki oleh kelompok utama Gedong dan kelompok utama Golek yang merupakan kultivar yang tergolong ke dalam M. indica. Diduga anggota kelompok ini merupakan hybrid antara kedua jenis M. indica dan M. lalijiwo. Kelompok kultivar Madu mempunyai perakaran yang baik dan kompatibel bila dijadikan sebagai sumber batang bawah. Kelompok utama Bapang (Gambar 17) disatukan oleh ciri warna kulit muda hijau– hijau tua, pangkal buah runcing-meruncing, pucuk buah meruncing– datar dan berparuh dangkal, jarak antar vena 0.76-1.5 cm, terdapat rambut pada cabang utama perbungaan, dan bentuk daun penumpu segi tiga lebar dengan
52
ukuran 0.6-1.2 mm. Kelompok ini terdiri atas kultivar ‘Bapang’, ‘Danas Madu’, ‘Krasak’, ‘Dodol Semar’, ‘Jelali’, ‘Nanas71’, ‘Sophia’, ‘Ra’dhera’.
Gambar 17. Kelompok kultivar Bapang Berdasarkan sifat ciri peralihan yang dimiliki oleh kelompok ini, seperti ukuran buah, bintik pada buah, pangkal dan pucuk buah, warna kulit muda, kelompok utama ini diduga hasil silangan kelompok utama Golek dengan Arumanis. Kelompok utama Arumanis (Gambar 18) disatukan oleh ciri bentuk buah membulat telur lonjong,
pucuk buah datar sampai membulat, paruh dangkal
sampai tidak ada, bentuk daun oblong dengan ujung daun runcing, dan terdapat rambut pada cabang utama Perbungaan.
Kelompok utama ini terdiri atas
kelompok Arumanis yang terdiri atas kultivar ‘Arumanis’, ‘Kates’, ‘Gendruk’, ‘Delima’, ‘Trapang’,
dan ‘Beruk’. Mangga ‘Arumanis’ merupakan kultivar
mangga terbaik yang dimiliki Indonesia saat ini. ‘Arumanis’ mempunyai rasa manis, serat halus, kadar air sedang, aroma harum, dan warna daging buah kuning-jingga. Standar mutu yang dimiliki oleh mangga Arumanis dapat memenuhi standar mutu konsumen internasional. Arumanis sebagai tanaman asli Indonesia
memiliki
perkecambahan
poliembrioni
yang
memungkinkan
mendapatkan bibit mangga dengan sifat sama baiknya dengan induk. Saat ini dikembangkan mangga Arumanis dengan ukuran kecil < 200 gram/buah, biji tidak berkembang (cherry mango) yang kemungkinan berasal dari bibit poliembrioni. Kelompok Kopyor terdiri atas ‘Kopyor Wedus’, ‘Nanas93’, ‘Dodol Jembar’, dan ‘Beruk’. Kedua kelompok ini dibedakan oleh ciri lekukan pada paruh buah, pucuk
53
buah datar pada ‘Kopyor’, kandungan air dan serat yang lebih banyak, sehingga lebih sesuai dijadikan minuman atau jus.
Gambar 18. Kelompok kultivar Arumanis Kelompok utama Kebo (Gambar 19) disatukan oleh ciri bentuk buah membulat, pangkal dan pucuk buah membulat, bentuk daun oblong menyempit, bentuk daun penumpu segitiga lebar dengan ukuran 0.6-16 mm, ujung daun penumpu meruncing, terdapat rambut pada ventral daun penumpu, bentuk kelopak bunga segitiga menyempit, bentuk mahkota oblong, panjang mahkota 2-2.5 mm, letak ovari lateral, panjang buah 6-12 cm, dan ujung pangkal buah melengkung.
Gambar 19. Kelompok kultivar Kebo Berdasarkan analisis komponen utama ciri yang berperan penting dalam pembentukan dendrogram adalah ciri panjang kelopak bunga, arah lipatan mahkota, lebar mahkota, bentuk buah, rambut kelopak bunga, warna daging buah, sedangkan ciri lainnya memiliki peran yang tidak besar, namun ciri yang tidak berperan besar ini dapat dijadikan ciri pembeda (ciri analisis) dan ciri pemersatu (ciri sintesis) dalam pengelompokan.
54
Terdapat keanekaragaman genetik yang luas di antara kultivar mangga. Luasnya rentang keanekaragaman genetik tersebut disebabkan pertautan sifat ciri dan terdapatnya bentuk-bentuk peralihan pada setiap kelompok kultivar. Hal ini menunjukkan kultivar mangga berasal dari jenis induk yang berbeda dan dimungkinkan oleh sistem perkawinan mangga yang terbuka. Perkawinan tidak hanya antar Mangifera indica tetapi juga dengan Mangifera lainnya (Kostermans & Bompard 1993), akibatnya proses spesiasi masih terus berlangsung. Potensi kesesuaian silang (kompatibilitas) ini sangat bermanfaat untuk mendapatkan ciri yang diinginkan (idiotype) dalam merakit mangga unggul. Selain itu, sebaran ciri idiotype seperti warna kulit warna jingga sampai merah terdapat pada semua kelompok utama. Setiap kelompok utama memiliki
potensi memunculkan
kultivar unggul baru dengan sifat ciri warna kulit buah jingga-merah. Berdasarkan kriteria bahwa kultivar dapat diberi nama dan dikelompokkan atas dasar adanya perbedaan dengan yang lain (distinctness), seragam dalam kultivarnya (uniformity) dan sifat-sifat penciri bersifat stabil (stability) (Chisholm 1998; Bartels 1998), maka dihasilkan pengelompokan kultivar mangga Indonesia atas tiga tingkatan kulta yaitu, kelompok utama yang terdiri dari 8 kelompok utama yaitu Madu, Gedong, Berem, Golek, Bapang, Arumanis, Kepodang, dan Kebo. Selanjutnya dihasilkan tujuh belas kelompok kultivar yaitu Ndok Asin, Madu, Lalijiwo, Pandan, Berem, Cempora, Cengkir, Golek, Janis, Arumanis, Kopyor Wedus, Kepodang, Gedong, Mangkok, Welulang, dan Kebo serta tingkatan kulta terakhir yaitu kultivar sebanyak 84 kultivar (Tabel 5). Berdasarkan morfologi buah diperoleh sejumlah sinonim dan homonim dalam penamaan kultivar mangga. Sinonim adalah nama berbeda tetapi mengacu pada kultivar yang sama, sebaliknya homonim adalah nama yang sama mengacu pada kultivar yang berbeda. Hal ini dipengaruhi bahasa daerah dan lokasi tempat tumbuh, sehingga memunculkan sejumlah sebutan berbeda. Kultivar ‘Lalijiwo’ (Jawa Tengah) sama dengan ‘Thaber’ dan ‘Tabar’ (Madura),
‘Gurih’ (Jawa
Timur). Kultivar ‘Indramayu’ sama dengan kultivar ‘Cengkir’.
Kultivar
‘Arumanis’ sama dengan ‘Gadung’. Homonim terdapat pada kultivar ‘Kates277’ sebagai anggota kelompok utama Golek, sedangkan kultivar ‘Kates’ adalah anggota kelompok utama Arumanis.
55
Tabel
5. Kelompok utama dan kelompok kultivar mangga asal KP Cukur Gondang, Jawa Timur
Kelompok Utama
Kelompok
Madu
Endok Asin
Madu
Golek
Lalijiwo Pandan Berem Cempora Cengkir Golek
Bapang
Janis Bapang
Arumanis
Arumanis
Berem
Kopyor Wedus Kepodang
Kepodang
Gedong
Gedong Mangkok Welulang Kebo
Kebo
Kultivar ‘Genggem’, ‘Glembo’, ‘Canting’, ‘Pelok’, ‘Manila’, ‘Wajik’, ‘Daging’, ‘Ndok181’, ‘Ndok Asin’,’Limun’, ‘Duren’, ‘Dodol Pijet’ ‘Madu Senggoro’, ‘Madu65’,’ Kidang Kweni’, ‘Madu Lumut’, ‘Madu Anggur’ ‘Lalijiwo’, ‘Thaber’, ‘Gurih’ ‘Pandan’, ‘Nanas93’, ‘Gurih Panjang’ ‘Berem’, ‘Beku’, ‘Beluk’, ‘Kapal’ ‘Cempora’, ‘Santok’ ‘Cengkir’, ‘Banyak’, ‘Kiyal’ ‘Golek’, ‘Guling’, ‘Kates277’, ‘Cantel’, ‘Gandik’ ‘Dodol Wirosongko’, ‘Slendro’, ‘Carang Timbo’ ‘Janis’, ‘Lampeni’, ‘Soho’, ‘Kotak’ ‘Bapang’, ‘Danas Madu’, ‘Krasak’, ‘Dodol Semar’, ‘Jelali’,’Sophia’, ‘Ra’dhera’ ‘Arumanis’, ‘Kates’, ‘Gendruk’, ‘Delima’,’Trapang’, ‘BerukI’, ‘Kopyor Wedus’, ‘Nanas71’, ‘Dodol Jembar’, ‘Beruk’. ‘Kepodang’, ‘Kepodang Urang’, ‘Gandaria’, ‘Kapuk Randu’, ‘Kopek’, ‘Musuh’,’ Kidang Kencono’, ‘Carang’ ‘Gedong’, ‘Gadoh’ ‘Mangkok’, ‘Lahang’, ‘Gambir’ ‘Welulang’, ‘Buaya’ ‘Kebo’, ‘Dodol Birowo’, ’Krumpyung’, ‘Wudel’, ‘Bubut’ , ‘Beruk12’, ‘Pasir’
Kultivar ‘Nanas93’ anggota kelompok utama Madu berbeda dengan ‘Nanas71’ anggota kelompok utama Bapang. Dasar penamaan kultivar ‘Kates’ dan ‘Nanas’ ini adalah warna daging buah masak yang menyerupai warna daging buah nenas dan kates. SIMPULAN Pengelompokan berdasarkan ciri agronomi terutama ciri buah terhadap 84 kultivar mangga Indonesia menghasilkan delapan kelompok utama yaitu Berem, Golek, Kepodang, Bapang, Arumanis Gedong, Madu, dan Kebo. Tujuh belas kelompok kultivar dan 84 kultivar. Sinonim, kultivar ‘Lalijiwo’ sama dengan ‘Thaber’, ‘Tabar’, ‘Gurih’ dan kultivar ‘Arumanis’ sama dengan ‘Gadung’. Homonim yang dijumpai adalah pada kultivar ‘Kates277’ adalah anggota kelompok utama Golek, sedangkan kultivar ‘Kates’ adalah anggota kelompok utama Arumanis. Kultivar ‘Nanas93’ anggota kelompok utama madu berbeda dengan ‘Nanas71’ anggota kelompok utama Bapang.
IV. PEMBAHASAN UMUM Kajian Biosistematika mangga Indonesia meliputi tinjauan status dan kedudukan taksonomi Mangifera laurina Bl. dan kerabat dekatnya yang terdiri atas M. aplanata Kosterm., M. rubropetala Kosterm., M. lalijiwa Kosterm., dan M. indica L, serta hubungan filogenetiknya, keanekaragaman genetik kultivar mangga Indonesia dan taksonomi budidaya kultivar mangga dalam praktek. Plastisitas morfologi yang besar di antara mangga dan kerabat dekatnya menjadi penyebab batasan jenis sering diperdebatkan. Penelitian ini mengurai kembali konsep jenis Kostermans & Bompard (1993) dan Kochummen (1996) yang membuat batasan jenis berdasarkan ciri morfologi dan meninjau status jenis M. laurina dan kerabat dekatnya dengan penanda morfologi dan E-RAPD. Selain spesimen yang telah diperiksa sebelumnya oleh Kostermans dan Bompard (1993), juga dilakukan pengamatan terhadap spesimen lain sebanyak 400 nomor koleksi yang berasal dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Selain menggunakan data ciri morfologi, juga menggunakan data DNA sitoplasmik cpDNA trnL-F (intergenic spacer) untuk menganalisis hubungan filogenetik M. laurina dan kerabat dekatnya. Hasil analisis tersebut diharapkan dapat menghasilkan batasan jenis yang lebih jelas dan mantap, diketahuinya hubungan kekerabatan dan nenek moyang mangga Indonesia, menganalisis keanekaragaman genetik dan hubungan kekerabatan
kultivar
mangga
Indonesia
berdasarkan
penanda
RAPD,
menyediakan sistem rujukan yang efektif bagi pengelompokan kultivar mangga dengan tersedianya deskripsi lengkap, kunci identifikasi yang baik dan efektif, menyediakan data dasar bagi pemulia tanaman mangga, dan merekomendasikan kultivar yang potensial untuk dikembangkan. Informasi yang lengkap mengenai keanekaragaman kultivar mangga Indonesia memudahkan dalam menyusun kebijakan dan pelaksanaan konservasinya. Status Taksonomi M. laurina dan Kerabatnya Pengamatan bentuk tajuk, bentuk daun, bunga, dan buah pada koleksi M. laurina dan kerabat dekatnya yang terdapat di Herbarium Bogoriense dan hasil eksplorasi dari lapangan memperlihatkan M. laurina dikategorikan sebagai jenis
57
yang berbeda dengan M. indica, M. lalijiwa, dan M. aplanata. Berdasarkan ciri morfologi M. laurina dan M. indica membentuk kelompok parafiletik. Dimana pada kelompok M. laurina masih tercampur beberapa kultivar anggota M. indica seperti ‘Golek’ dan ‘Kiyal’. Diduga M. laurina adalah bentuk liar dari M. indica karena banyak ciri yang dimiliki oleh M. laurina baik ciri morfologi maupun DNA juga dimiliki oleh M. indica seperti sifat ciri bentuk daun dan bentuk buah. Namun demikian, ciri diagnostik dari penanda morfologi yang dimiliki oleh masing-masing jenis seperti struktur bunga yang kompak (glomerulate), adanya rambut pada organ bunga dan perbungaan (puberolous) pada M. indica, serta bunga tidak kompak (non glomerulate) dan tidak adanya rambut (glabrous) pada M. laurina merupakan ciri yang cukup kuat untuk membedakan kedua jenis ini. Kombinasi penanda E-RAPD dan morfologi mendukung pemisahan M. laurina terhadap kerabat dekatnya seperti pengelompokan berdasarkan penanda morfologi. Oleh karena itu, pendapat Konstermans & Bompard (1993) yang menyatakan M. laurina merupakan jenis yang berbeda dapat diterima. Pada penelitian ini selain menggunakan spesimen yang telah diperiksa oleh Kostermans & Bompard (1993), juga digunakan 250 nomor koleksi hasil eksplorasi Wirawan dan Ismail di Sulawesi Selatan (1993) serta 150 nomor koleksi baru dari Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Maluku. Dengan bertambahnya spesimen dan ciri yang diperiksa memungkinkan merekam keseluruhan cakupan variasi yang ada. Ciri
kunci perhiasan bunga nyata,
berdaging, kaku dan perubahan warna perhiasan bunga setelah antesis yang digunakan Kostermans & Bompard (1993) tidak dapat digunakan sebagai ciri diagnostik untuk membedakan jenis. Ciri tersebut bersifat kontinyu karena ditemukan gradasi warna perhiasan bunga setelah antesis mulai dari kuning, merah muda, merah, hingga merah tua. Implikasinya, M. rubropetala tidak dapat dikategorikan sebagai jenis baru yang terpisah dari M. indica seperti diungkapkan oleh Kosterman & Bompard (1993), sehingga status M. rubropetala diubah menjadi sinonim M. indica. Mangga Depeh yang berasal dari Jungkat, Pontianak Kalimantan Barat merupakan jenis M. aplanata yang mempunyai ciri di luar batasan M. indica yaitu bentuk buah yang berukuran kecil dan pipih dengan jumlah kelipatan organ
58
bunga yang berbeda (kelipatan 4) dengan M. indica, sehingga mendukung Konstermans & Bompard (1993) yang menjadikannya jenis baru dan berbeda dari M. indica. Selanjutnya, penanda E-RAPD juga mampu membedakan M. aplanata dengan kerabat dekatnya yaitu dengan terdapatnya lima pita pembeda yang hanya dijumpai pada jenis ini (Fitmawati et al. 2006). Artinya, perbedaan yang diperlihatkan oleh ciri morfologi sejalan dengan ciri genetiknya. Perbedaan pita DNA hasil amplifikasi, terutama jumlah dan ukuran pita sangat berperan dalam menentukan tingkat keanekaragaman genetik antar jenis. M. lalijiwa mempunyai ciri morfologi dan DNA yang berbeda dengan kerabat lainnya, sehingga cukup kuat untuk memisahkannya dengan kerabat lainnya. Ciri yang membedakannya dari jenis kerabatnya adalah bentuk tajuk membulat, kulit batang yang berwarna coklat kehitaman, warna daun hijau tua membiru, ukuran organ bunga lebih besar dari jenis lainnya, bentuk buah bulat lonjong yang khas. Sejalan dengan ciri morfolgi, penggunaan ciri molekuler dengan penanda E-RAPD juga memperlihatkan M. lalijiwa dan tiga kultivarnya mengelompok secara monofiletik dan terpisah dari kerabat lainnya. Dengan demikian M. lalijiwa dapat diterima sebagai jenis baru dan endemik Pulau Jawa seperti yang dikemukakan Konstermans & Bompard (1993). Kochummen (1996) tidak mengakui pembagian jenis
M. laurina dan
kerabatnya seperti yang dibuat oleh Kostermans dan Bompard (1993). Selanjutnya jenis-jenis tersebut hanya merupakan variasi
M. indica dan diklasifikasikan
sebagai sinonim M. indica. Pada penelitian ini ciri morfologi dan DNA M. laurina dan kerabatnya yang diperiksa Kochummen di Borneo menunjukkan bahwa M. laurina dan kerabatnya terdiri atas beberapa jenis, sehingga pendapat yang menyatakan M. laurina dan M. aplanata hanya merupakan varian dan dijadikan sinonim M. indica tidak dapat diterima. Studi Filogenetik Mangifera laurina dan Kerabat Dekatnya Menggunakan Penanda cpDNA trnL-F Intergenik Spacer Penanda cpDNA yang bersifat konservatif digunakan menelusuri hubungan kekerabatan mangga dan menentukan jenis yang diduga sebagai nenek moyang mangga yang ada saat ini. Perubahan cpDNA dalam waktu lama dapat direkam karena perubahan basa di tingkat sitoplasmik lebih lambat dibanding
59
DNA inti. DNA kloroplas menyediakan informasi tentang rekonstruksi filogeni antar taksa pada tingkat famili tumbuhan berbunga (Kajita et al. 1998). Salah satu penanda cpDNA yang dewasa ini banyak digunakan adalah trnL-F intergenic spacer. Daerah (region) ini merupakan bagian dari genom cpDNA yang bersifat nonkoding dan daerah ini lebih bervariasi dibanding daerah koding sehingga lebih sesuai digunakan dalam mengungkap hubungan evolusi pada tingkat taksa yang lebih rendah (Bayer et al. 2000; Alejandro et al. 2005, Barfuss et al. 2005, Shaw et al. 2005). Selain itu, informasi evolusi mangga yang diungkap dengan penanda trnL-F intergenic spacer bermakna untuk memprediksi tetua bersama dari mangga yang ada di Indonesia saat ini. Pohon filogeni mangga membentuk kelompok monofiletik atau berasal dari nenek moyang yang sama. Pada kelompok ini mangga Hiku (M. laurinaHK) yang merupakan mangga liar asal Sulawesi Tenggara berada pada pangkal klade (percabangan) dan berpisah dari anggota kelompok lainnya atau pada tingkat evolusi yang lebih primitif. Mangga Hiku (M. laurinaHK) mempunyai klade terpanjang, dimana ukuran panjang klade diasumsikan sebagai waktu munculnya lebih dahulu dibanding kerabat lainnya, sedangkan mangga Kiyal diduga merupakan mangga pada tingkat evolusi yang paling maju karena muncul kemudian. Panjang tangkai klade menggambarkan jarak sekuen dan konsiderasi umur molekuler (molecular clock). Dengan demikian, mangga Hiku merupakan aksesi dengan umur molekuler yang lebih kuno sebagai moyang bersama dari M. laurina dan kerabatnya. Morfologi buah mangga Hiku lebih memperlihatkan sifat ciri yang lebih primitif dibanding Mangifera lainnya. Bentuk buah mirip dengan M. indica tetapi memiliki rasa yang sangat asam, berserat kasar, daging buah berwarna kuning muda dan perkecambahannya bersifat poliembrioni. Dengan ditemukannya kerabat liar M. laurina dan kerabat dekatnya terutama yang bersifat poliembrioni di Sulawesi, maka Indonesia dapat dikatakan sebagai pusat persebaran M. laurina. Pusat persebaran tanaman dicirikan dengan tingginya keanekaragaman tanaman di lokasi tersebut dan ditemukannya kerabat liar.
60
Keanekaragaman Kultivar Mangga Indonesia Berdasarkan Penanda Morfologi dan RAPD Hasil analisis keanekaragaman kultivar mangga dengan penanda morfologi,
RAPD
dan
kombinasi
kedua
penanda
juga
menunjukkan
keanekaragaman genetik yang tinggi. Variasi yang diterangkan oleh penanda morfologi lebih besar dibanding variasi yang dapat diterangkan oleh penanda RAPD pada tingkat DNA. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh lingkungan yang lebih dominan dari pada pengaruh genetik (Allard 1960). Sifat morfologi merupakan ekspresi fenotip dari individu dan populasi, diregulasi dan ditentukan oleh gen dan interaksinya dengan lingkungan. Sifat-sifat morfologi ini dapat berupa sifat kualitatif maupun kuantitatif, dimana tipe dan aksi gen yang berperan berbeda. Sifat yang memiliki tanggap lingkungan yang tinggi dinyatakan sebagai sifat kurang stabil, sebaliknya sifat tanaman yang stabil akan terekspresikan sama pada berbagai lingkungan tumbuh. Bradshaw (1965), mengemukakan tanggap diferensial lingkungan disebabkan oleh keplastisan fenotip. Rentang keplastisan fenotip berbanding terbalik dengan homosigositas genetik kultivar.
Kultivar
dengan taraf homosigositas tinggi bersifat kurang plastis dan sebaliknya varietas dengan taraf heterosigositas tinggi akan sangat plastis terhadap lingkungan beragam (Schlichting & Levin 1984). Jarak genetik menentukan keberhasilan dalam proses hibridisasi, semakin besar jumlah dan keanekaragaman anggota koleksi akan memberikan peluang yang semakin besar untuk melakukan persilangan. Sebaliknya, jumlah aksesi yang besar tanpa evaluasi yang mendalam akan mengurangi efisiensi pemanfaatan plasmanutfah itu sendiri, dan memerlukan biaya pengelolaan yang besar. Studi kekerabatan antar aksesi mangga dan kerabatnya akan membantu mengurangi duplikasi antar aksesi yang seharusnya dilestarikan dan dapat membantu pemilihan kombinasi tetua persilangan pada kelompok tanaman. Berdasarkan analisis DNA (RAPD) pengelompokan kultivar mangga tidak menunjukkan duplikasi aksesi, sehingga untuk menjaga keseluruhan sifat ciri yang ada, maka semua aksesi perlu dikonservasi untuk kelestariannya. Keanekaragaman genetik mangga Indonesia yang tinggi merupakan sumber plasmanutfah potensial bagi program pemuliaan untuk menghasilkan
61
mangga unggul. Pengelolaan plasmanutfah mangga akan efektif dan efisien bila tercirikan dan teridentifiksi
secara akurat, sehingga dihasilkan suatu sistem
pengelompokan yang memiliki batasan yang jelas dan dapat dipakai sebagai rujukan bagi pemulia, petani dan pengusaha. Hal ini juga terkait dengan hak kekayaan intelektual dan perjanjian perdagangan (Anand 2000), melindungi kultivar mangga Indonesia dari pembajakan dan menjamin keaslian tanaman yang diperjualbelikan (true to type). Analisis keanekaragaman mangga Indonesia berdasarkan penanda morfologi dan RAPD yang telah dilakukan sebelumnya belum secara tegas mengelompokkan kultivar mangga sesuai dengan ciri-ciri agronomi yang dimiliki masing-masing kultivar. Dilain pihak, masyarakat pengguna buah mangga yang berpatokan pada ciri agronomi membutuhkan klasifikasi yang lebih jelas sehingga penamaan, sortasi, dan seleksi dapat menjadi lebih pasti. Kepastian berdasarkan ciri agronomi ini sangat penting dalam pengelolaan dan bisnis buah mangga. Karena
itu,
dilakukan
pengklasifikasian
tersendiri
yang
menghasilkan
pengelompokan kultivar mangga berdasarkan ciri agronomi terutama ciri buah yang dikenal secara luas dan khas. Taksonomi Mangga Budidaya Indonesia Dalam Praktek Berdasarkan ciri agronomi 84 kultivar mangga Indonesia dapat dikelompokkan atas delapan kelompok utama (yaitu; Berem, Madu, Gedong, Golek, Bapang, Arumanis, Kepodang dan Kebo), tujuh belas kelompok kultivar dan 84 kultivar. Berdasarkan morfologi buah, juga diperoleh sejumlah sinonim dan homonim dalam penamaan kultivar mangga. Sinonim adalah nama yang berbeda pada kultivar yang sama, sebaliknya homonim adalah nama yang sama mengacu pada kultivar berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh bahasa daerah dan lokasi tempat tumbuh, sehingga memunculkan sejumlah sebutan yang berbeda, seperti kultivar ‘Lalijiwo’ (Jawa Tengah) sama dengan ‘Thaber’ dan ‘Tabar’ (Madura), ‘Gurih’ (Jawa Timur). Kultivar ‘Indramayu’ sama dengan kultivar ‘Cengkir’. Kultivar ‘Arumanis’ sama dengan ‘Gadung’. Homonim yang dijumpai adalah pada kultivar ‘Kates277’ adalah anggota kelompok utama Golek, sedangkan kultivar ‘Kates’ adalah anggota kelompok utama Arumanis. Kultivar ‘Nanas93’
62
anggota kelompok utama Madu berbeda dengan ‘Nanas71’ anggota kelompok utama Bapang. Berdasarkan pengamatan terhadap sifat ciri dan adanya bentuk peralihan sifat ciri, diduga kelompok utama ini merupakan hasil persilangan jenis induk yang berbeda. Kostermans & Bompard (1993) menggolongkan kelompok kultivar Lalijiwo, yang terdiri atas kultivar ‘Lalijiwo’, ‘Thaber’, ‘Durih’ dan ‘Tabar’ ke dalam anggota jenis M. lalijiwa. Kultivar ‘Madu’ juga anggota M. lalijiwa namun kelompok kultivar Madu, yang terdiri dari kultivar ‘Madu Sengoro’, ‘Madu65’, ‘Madu67’, ‘Dudul’ dan ‘Kidang Kweni’
memiliki ciri yang juga dimiliki
kelompok utama Gedong dan kelompok utama Golek yang merupakan kultivar yang tergolong ke dalam M. indica. Diduga anggota kelompok ini merupakan hybrid antara ke-2 jenis M. indica dan M. lalijiwa. Kelompok Utama Bapang, secara morfologi memperlihatkan sifat ciri peralihan antara kelompok utama Golek dengan kelompok utama Arumanis. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa dalam waktu yang relatif singkat (10 tahun terakhir) telah muncul varianvarian mangga baru yang merupakan perpaduan dari berbagai kultivar. Terdapat buah dengan morfologi yang mirip tetapi dengan rasa dan aroma yang jauh berbeda, misalnya mangga yang mirip ‘Arumanis’, ‘Cengkir’, dan ‘Golek’. Kenyataan ini menggambarkan bahwa proses evolusi dalam tanaman budidaya mangga
berjalan
cukup
cepat
yang
bertanggungjawab
memperkaya
keanekaragaman genetik mangga Indonesia. Potensi keanekaragaman genetik mangga Indonesia yang luas sebagai modal penting dalam pemuliaan tanaman. Diketahui bahwa setiap kelompok kultivar memiliki rentang sifat ciri ideotype di antara anggota kelompoknya. Sifat ciri yang dimiliki oleh kultivar budidaya maupun kerabat dekatnya dimanfaatkan untuk merakit kultivar baru yang sesuai dengan kebutuhan pasar (ideotype). Misalnya, kultivar ‘Arumanis’ ideotype dapat dirakit dengan kualitas yang sudah ada saat ini, tetapi dengan warna yang lebih menarik (kuning, jingga tua atau merah). Warna tersebut dapat diekstraksi dan difiksasi dari kultivar ‘Delima’ yang mempunyai kulit buah masak jingga-ungu dan juga merupakan anggota kelompok Arumanis, karena warna kulit masak hijau pada ‘Arumanis’ dianggap merupakan ciri yang kurang disukai konsumen terutama untuk tujuan ekspor.
63
Kelompok kultivar Madu merupakan tanaman yang sudah teruji sebagai sumber batang bawah yang baik karena mempunyai perakaran yang baik dan kompatibel dengan berbagai kultivar batang atas, disamping kultivar ‘Madu’ dapat juga digali keunggulan rasa buahnya. Di Kalimantan Barat, didapatkan empelam (mangga) yang mampu tumbuh berproduksi normal di daerah rawa dan di pinggir sungai. Diduga mangga tersebut mempunyai mekanisme ketahanan terhadap genangan air yang dikendalikan oleh gen tertentu dalam tanaman. Potensi ini dapat didayagunakan sebagai batang bawah di daerah dengan curah hujan tinggi maupun tergenang seperti di Pulau Sumatera tetapi dengan batang atas yang mempunyai rasa lebih baik seperti kultivar ‘Arumanis’ Kultivar ‘Arumanis’ yang dikenal umum sebagai mangga ‘Arumanis’, atau ‘Gadung’ merupakan kultivar terbaik yang dimiliki Indonesia saat ini. Arumanis mempunyai rasa manis, serat halus, kadar air sedang, aroma harum, dan warna daging buah kuning sampai jingga, tetapi warna kulit buah masak hijau. Standar mutu yang dimiliki memenuhi standar mutu konsumen internasional. Sebagai tanaman asli Asia Tenggara mangga ‘Arumanis’ memiliki perkecambahan poliembrioni. Potensi poliembrioni ini dapat digunakan menghasilkan bibit yang sama baiknya dengan induk. Saat ini dikembangkan mangga ‘Arumanis’ dengan ukuran kecil <200 gram/buah, biji yang tidak berkembang (cherry mango) yang kemungkinan berasal dari bibit poliembrioni. Strategi pemuliaan mangga sebaiknya diarahkan untuk menghasilkan kultivar unggul yang true to type. Strategi ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi poliembrioni tanaman tetua unggul atau dengan perbanyakan secara vegetatif konvensional maupun dengan pemanfaatan kultur jaringan. Bibit yang dihasilkan diasumsikan sama dengan tetua unggulnya.
V. SIMPULAN UMUM
M. laurina dan kerabat dekatnya dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu M. indica, M. laurina, M. lalijiwa, dan M. aplanata, sedangkan
M.
rubropetala menjadi sinonim M. indica. Analisis hubungan kekerabatan menghasilkan dua sister grup yaitu M. indica dan M. lalijiwa. serta M. laurina dan M. aplanata. Penanda E-RAPD dapat membedakan M. aplanata (Depeh) terhadap kerabat dekat lainnya. M. laurina ‘Dodol Ternate’, M. rubropetala (sinonim M. indica), M.laurina ‘Betoel’, M. indica ‘Golek’, dan M. indica ‘Cengkir’. Penelusuran nenek moyang M. laurina dan kerabatnya menggunakan cpDNA trnL-F intergenic spacer diperoleh mangga Hiku sebagai kerabat liar dan diduga sebagai tetua bersama M. laurina dan kerabatnya. Ditemukannya kerabat liar memperkuat dugaan bahwa Indonesia merupakan pusat keanekaragaman mangga terutama yang bersifat poliembrioni. Pengelompokan kultivar mangga berdasarkan 92 ciri morfologi dan penanda RAPD berbeda dengan pengelompokan yang selama dikenali oleh masyarakat mangga Indonesia. Keanekaragaman genetik mangga Indonesia tergolong luas yaitu 15-62% (morfologi), 2-31% (RAPD), dan 12-40% (kombinasi kedua penanda). Berdasarkan pengelompokkan kultivar mangga asal KP Cukurgondang-Pasuruan Jawa Timur tidak didapatkan duplikasi aksesi, sehingga semua aksesi perlu dikonservasi untuk kelestariannya. Pengelompokan berdasarkan ciri agronomi ciri buah terhadap 84 kultivar mangga menghasilkan 8 kelompok utama (yaitu Berem, Golek, Kepodang, Bapang, Arumanis, Gedong, Madu, dan Kebo), tujuh belas kelompok kultivar dan 84 kultivar. Sinonim, kultivar ‘Lalijiwo’ sama dengan ‘Thaber’, ‘Tabar’, ‘Gurih’ dan ‘Arumanis’ sama dengan Gadung. Homonim yang dijumpai adalah pada ‘Kates277’ adalah anggota kelompok utama Golek, sedangkan kultivar ‘Kates’ adalah anggota kelompok utama Arumanis. Kultivar ‘Nanas93’ anggota kelompok utama Madu berbeda dengan ‘Nanas71’ anggota kelompok utama Bapang
DAFTAR PUSTAKA Alejandro GD, Razafimandimbison SG, Liede-Schumann S. 2005. Polyphily of Mussaenda inferred from ITS and trnT-F data and its implications for generic limits in Mussaendeae (Rubiaceae). Am J Bot 92:544-557. Anand L. 2000. Assessing diversity using molecular and other techniques in tropical fruit crops 11 hlm. http:www.ipgri.org/region/apo/ publications/tf asia/capter7.pdf.17 Mei 2003 Allard RW. 1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons, Inc. New York. 485pp. Baldwin BG. 1993. Molecular phylogenetics of Calycadenia (Compositae) based on ITS sequences of nuclear ribosomal DNA: chromosomal and morphological volution re-examined. Am J Bot 80: 222-238. Baldwin BG et al. 1995. The ITS region of nuclear ribosomal DNA: a valuable source of evidence on angiosperm phylogeny. Ann Miss Bot Gard 82: 247277. Bally
ISE, Graham GC, Hendry RJ. 1996. Genetic diversity of Kensington mango in Australia. Aust J Exp Agric. 36. 243-247.
Barfuss MHJ, Samuel R, Till W, Stuessy TF. 2005. Phylogenetic relationships in subfamily Tillandsioideae (Bromeliaceae) based on DNA sequence data from seven plastid regions. Am J Bot 92: 337-351. Bartels MJ. 1998. Distinctness, uniformity and stability fleuroselect trials. Di dalam: Andrews S, Leslie A, Alexander C. editor. Taxonomy of Cultivated Plants. The Third International Symposium; 20-26 July 1998, Edinburgh. Hal 49-51. Baroto W. 2003. Mangga Budidaya, Pascapanen, dan Tataniaganya. Penerbit Agromedia Pustaka. 163 hal. Bayer RJB, Puttock CF, Kelchner SA. 2000. Phylogeny of South African Gnaphilieae (Asteraceae) based on two-coding sequences. Am J Bot 87: 259-272. Bedolla-Garcia BY, Lara-Cabrera SI. 2006. An assessment of genetic diversity in Desmodium sumichrastii (Fabaceae) of Central Mexico. Can J Bot 84: 876-882. Bompart JM, Schnell RJ. 1998. Taxonomy and Systematics. Di dalam Litz, R.E. (editor) The Mango: Botany, Production and Uses. CAB International, Wallingford, UK, pp. 21-47
Bradshaw AD. 1965. Evolutionary significance of phenotype plasticity in plants. Adv. Genet. 13: 115-155. Brown AHD. 1989. Core collection: a practical approach to genetic resources management. Genome 31:818-824.
66
Chisholm D. 1998. Breeding and maintenance of seed-raised decorative cultivars with observation on commercial naming practice. Di dalam: Andrews S, Leslie A, & Alexander C, editor. Taxonomy of Cultivated Plants. The Third International Symposium; 20-26 July 1998, Edinburgh. Hal 45-48. [FAO]. Food and Agriculture Organization. 1989.International Board on Plant Genetics Resources. Discriptors for Mango. Clegg MT, Durbin ML . 1990. Moleculer approaches to study plant biosystematics. Aust Syst Bot 3:1-8. Chung SM, Staub JE , Chen JF. 2006. Molecular phylogeny of Cucumis species as revealed by consensus chloroplast SSR marker length and sequence variation. Genome: 49: 219-229. Chung SM, Gordon VS, Staub JE . 2007. Sequencing cucumber (Cucumis sativus L.) chloroplast genomes identifies differences between chilling-tolerant and -susceptible cucumber line. Genome 50: 215-225. Curley J, Jung G. 2004. RAPD-based genetic relationships in Kentucky Bluegrass: comparison of cultivars, interspecific hybrids, and plant introductions. Crop Sci 44: 1299-1306. Cutler DF. 1978. Applied Plant Anatomy. Longman Glossary. Spring Like Publishing. USA. Doyle JJ, Doyle JL. 1987. A rapid DNA isolation procedure for small quantities of fresh leaf tissue. Phytochem Bull 19: 11-15. Duval MF et al. 2006. Genetic diversity of Caribbean mangoes (Mangifera th indica L.) using microsatellite markers. Di dalam : 8 International Mango Symposium, February 5-10, 2006, Sun City, South Africa. 6 Hal. Ediathong W et al. (2000). Amplified fragment lengh polymorphism analysis for studying genetic relationship among Mangifera species in Thailand. J Am Soc Hort Sci 125; 160-164 Efendy AR, Sugianto A, Sakur, Hanafi, Endriyanto. 2003. Laporan Akhir Eksplorasi, Karakterisasi, Seleksi dan Konservasi Plasmanutfah Mangga. Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Hortikultura Sub-Tropik. Badan Penelitian dan Pengembangan. DEPTAN. 39 hal. Felsenstein J. 1985. Confidence limits on phylogenies: and approach using the bootstrap. Evolution 39: 783-791. Fitmawati, Hartana A, Rifai MA, Purwoko BS, 2006. Using RAPD and Enhanced-RAPD markers to distinguish between Mangifera aplanata Kosterms. and related species. Floribunda 3 (2) Oktober 2006. Grattapaglia D et al. 1992. Mapping in woody plants with RAPD markers: application to breeding in forestry and horticulture, p. 37-40. Di dalam Application of RAPD Technology to Plant Breeding. Joint Plant Breeding Symposia Series. November 1, 1992. Minneapolis, Minnesota. Hall BG. 2001. Phylogenetic Trees Made Easy. Sinauer Associates, Inc., Sunderland, Massachusetts, USA.
67
Harris JG, Harris MW. 1994. Plant Identification Terminology: An Ilustrated Glossary. Spring Like Publishing. USA. Heyne K. 1927. De Nuttige Planten Van Nederlanch Indie. Volume 2:967- 969. Gedruke By ruygrok & Co. Batavia. Hidayat T, Pancoro A. 2001. Studi filogenetika molekuler Anacardiaceae berdasarkan pada variasi urutan daerah internal transcribe spacer. Hayati 8: 98-101 Hou D. 1978. Anacardiaceae, Mangifera. Di dalam van Stennis CGGJ. Flora Maleisiana. Ser 1: 395-440. Sijthoff & Noorff International. Alphen Aan Den Rijn. The Netherlands. Kajita T, et al. 1998. Moleculer phylogeny of Dipterocarpaceae in Southeast Asia based on nucleotide sequences of matK, trnL intron, and trnL-F IGS Region in cpDNA. Mol Phylo Evol 10:202-209. . Karihaloo JL, Dwivedy YK. 2003. Analysis of Indian mango cultivars using RAPD markers. J Hort Sci Biotechnol 78: 285-289. Kimura M. 1980. A simple method for estimating evolutionary rates of base substitutions through comparative studies of nucleotide sequences. J. Mol. Evol. 16: 111-120 Kochumen KM. 1996. The Tree Flora of Sabah Sarawak .Volume 2: 32-36 Kostermans AJGH, Bompart JM, 1993. The Mangoes Their Botany Nomenclature and Utilization. IBPGR. Academic Press. Kumar NVH, Narayanaswamy P. 2001. Estimation of genetic diversity of commercial mango (Mangifera indica L.) cultivars using RAPD markers. J Hort Sci Biotechnol. 76: 529-533. Kusch J, Heckmann K.1996. Population structure of Euplotesciliates as revealed by RAPD fingerprinting. Ecoscience 3: 378-384 Kusumo S, Suhendro R, Purnomo, Suminto T. 1975. Mangga. Puslitbang Hortikultura-Pasarminggu. Jakarta. DEPTAN Lewis J. 1984. The classification of cultivars in relation to wild plants. Di dalam: Styles BT, editor. Infraspecific Classification of Wild and Cultivated Plants. Proceedings of International Symposium; Oxford, 1986, Clarendon Press. hlm 115-138. Liston A, Parker-Defeniks M, Syring JV, Willyard A, Cronn R. 2008. Interspecific phylogenetic analysis enhances intraspecific phylogeographic inference: A case study in Pinus lambertiana. Mol Ecol. 30 p. Litz
RE. 2004. Biotechnology of Fruit and Nut Crops. Biotechnology in Agriculture Series N. 29. Tropical Research and Education Center University of Florida USA. CABI Publishing.
Lo'pez-Valenzuela JA, Martinez A, Paredes-Lo'pez O. 1997. Geographic differentiation and embryo type identification in Mangifera indica L. cultivars using RAPD markers. Hort.Sci. 32:1105-1108.
68
Metcalfe CR, Clark. 1968. Current Development in Systematics Plant Anatomy Di dalam.. Heywood, editor. Modern in Plant Taxonomy Academic Press. London & New York. hlm 45 – 47. Mukherjee S.1949. A Monograph on the Genus Mangifera L. Lloydia 12: 73-136. The Lloyd Library and Museum, Cincinnati. Ohio. Mukharejee SK. 1988 Systematic and Ecogeographic Studies of Crop Genepools: 1. Mangifera L. IBPGR Secretariat, Rome. Nei M, Li WH. 1979. Mathematical model for studying genetic variation in terms of restriction endonucleases. Proc Natl acad Sci USA 76: 5269-5273 Provan J, Soranzo N, Wilson NJ, Goldstein DB, Powel W. 1999. A low mutation rate for chloroplast microsatelites. Genetics 153: 943-947 Purnomo S. 1988. Mangga varietas Cukurgondang punya potensi ekspor. Sisipan Trubus. Trubus No.224 Th. XIX-1 Juli 1988 Raubeson LA, Jansen RK. 2005. Chloroplast genomes of plant. Di dalam: Henry RJ, editor. Plant Diversity and Evolution: Genotypic and Phenotypic Variation in Higher Plants. Massachusets, Cambrigde, USA CABI Publishing. hlm 332. Rifai MA. 1976. Sendi-Sendi Botani Sistematika. Lembaga Biologi Nasional. LIPI. Bogor. Mimeograf Rolf FJ. 1998. NTSys-pc. Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System. Version 2.02. Exerter Software. New York. Saitou N, Nei M. 1987. The neighbor-joining method: a new method for reconstructing phylogenetic trees. Mol. Biol. Evol. 4: 406-425 Schlichting CD, Levin DA . 1984. Phenotypic plasticity of annual Phlox: Test of some hypothesis. Amer. J.Bot. 7:252-260 Schnell RJ, Ronning CM, Knight JL. 1995. Identification of cultivars and validation of genetic relationship in Mangifera indica L. using RAPD marker. Theor. Appl. Genet. 90:269-274 Shaw J et al. 2005. The tortoise and the hare ii: Relative utility of 21 noncoding chloroplast DNA sequences for phylogenetic analysis. Am J Bot 92: 142-166 Small LR, Lickey EB, Shaw J, Hauk WD. 2005. Amplification of non coding chloroplast DNA for phylogenetic studies in Lycophytes and Monilophytes with a comparative example of relative phylogenetic utility from Ophioglossaceae. Mol Phylo Evol. 36:509-522 Sobir, Poerwanto R, Sinaga S, Mansyah E. 2008. Genetic Variability in Apomictic Mangosteen. Di dalam: Mitori K, editor. Toward Harmonization between Development and Environmental Conservation in Biological Production. The final seminar; 28-29 February 2008. Tokyo: JSPS-DGHE Core University Program in Applied Biosciences. hlm: 84-95 Soltis DE, Soltis PS, Doyle JJ. 1998. Molecular Systematics of Plants II. DNA Sequencing. Kluwer Academic Publishing, London, UK
69
Souza Barbosa de VA, Sarmanho da Costa Lima P. 2004. Genetic variability in mango genotypes detected by RAPD markers. Acta Hort 645: 303-310 Swofford DL. 2002. PAUP. Phylogenetic Analysis Using Parsimony (*And Other Methods). Version 4. Sinauer Associates, Sunderland, Massachusetts, USA. Tanaka J, Taniguchi F. 2002. Emphasized-RAPD (e-RAPD): a simple and efficient technique to make RAPD band clearer. Breed Sci 52: 22-229 Tingey SV, Ravalski JA, Williams JGK. 1992. Genetic analysis with RAPD markers. P. 3-8. dalam: Application of RAPD Technology to Plant Breeding. Joint Plant Breeding Symposia Series CSSA/ASHS/AGA. November 1, 1992. Minneapolis. Tsumara Y, Kawahara T, Wickenswari R, Yoshimura K. 1996. Molecular phylogeny of Dipterocarpaceae of conifer using RFLP analysis of PCRamplified specific chloroplast genes. Theor Appl Genet. 91:1222-1236 Vogel EA de. 1987. Guideline for the preparation of Revision. Di dalam Vogel E A de, 9 edisi. Manual Herbarium Theory and Practice. UNESCO. Jakarta. hlm.76 Weiguo Z, Yile P, Shihai ZZJ, Xuexia M, Yongping H. 2005. Phylogeny of the Morus (Urticales: Moraceae) inferred from ITS and trnL-F sequences. Af J Biotechnol 4, hlm. 563-569 Weising K, Nybom H, Wolff K, Meyer W. 1995. DNA Fingerprinting in Plant and Fungi. CRC Press, Boca Raton, Florida. hlm 322. William JGK, Kubelik AR, Livak KJ, Ravalski JA, Tingey SV. 1990. DNA polimorphisms amplified by arbitrary primer are useful as genetic markers. Nucleic Acid Research. 18: 6531-6535. Yamane K, Yasui Y, Ohmishi O. 2003. Intraspecific cpDNA variation of diploid and tetraploid perennial buckwheat, Fagopyrum cymosum (Poligonaceae). Am J Bot 90:339-346. Zang LB, Simmon MP, Renner SS.2007. A phylogeny of Anisophylleaceae based on six nuclear and plastid loci: Ancient disjunctions and recent dispersal between South America, Africa, and Asia. Mol Phylo Evol 44: 1057–1067.