PENUNTUN PRAKTIKUM BIOSISTEMATIKA MIKROBA BM-3106 Penyusun : Tim Asisten Biosistematika Mikroba
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung 2011 1
PENUNTUN PRAKTIKUM BIOSISTEMATIKA MIKROBA (BM-3106) Tim Penyusun : Dr. Sony Suhandono Ardha Apriyanto, S.Si Anandayu Pradita, S.Si Anryansyah R, S.Si Gladys Indra Putri Natasya Dameria Dena Febriana Fahma Fiqhiyyah Suci Dwi Monda Widya Putra Fauzia Khairunnisa Koordinator Praktikum: Ardha Apriyanto, S.Si 2
KATA PENGANTAR Praktikum Biosistematika Mikroba merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkuliahan Biosistematika Mikroba (BM- 3106) di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung. Penuntun praktikum ini dibuat untuk menunjang pelaksanaan praktikum tersebut, baik untuk pelaksanaan di laboratorium maupun di lapangan. Modul ini dirancang untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan terkini serta aplikasinya dalam berbagai bidang. Berkat kerjasama serta partisipasi yang baik dari asisten dan dosen pengajar, berbagai perbaikan telah dilakukan di dalam pelaksaan praktikum serta pembuatan modul praktikum ini. Kami sangat terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan modul dan pelaksanaan praktikum biosistematika mikroba ini. Semoga penuntun praktikum ini dapat membantu mahasiswa melaksanakan praktikum dengan baik serta dapat digunakan untuk membantu asisten praktikum dalam pendampingan praktikum. Bandung, 2011 Tim Penyusun Penuntun Praktikum Biosistematika Mikroba Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung
3
DAFTAR ISI TIM PENYUSUN PENUNTUN PRAKTIKUM KATA PENGANTAR DAFTAR ISI PENDAHULUAN Modul 1. Identifikasi Biokimia dan Morfologi (Bakteri dan Ragi) Identifikasi Morfologi Jamur dan Ragi, Serta Identifikasi Biokimia dan Penapisan Bakteri Pengahasil Isomaltulosa Oleh Fauzia Khairunisa
Modul 2. Identifikasi Protozoa dan Alga Identifikasi Morfologi Protozoa dan Alga dari Air Sungai dan Kolam Oleh Gladys Indra Putri
Modul 3. Identifikasi Makro Fungi Identifikasi Fungi Makroskopik (Mushroom) Komersial Oleh Widya Putra
Modul 4. Identifikasi Molekuler Bakteri Identifikasi Molekuler Bakteri Penghasil Isomaltulosa Oleh Fahma Fiqhiyyah
Modul 5. Identifikasi Molekuler Fungi Identifikasi Molekuler Fungi Mikroskopis Oleh Dena Febriana Modul 6. Identifikasi Molekuler Alga Identifikasi Molekuler Mikroalga Oleh Suci Dwi Monda 4
Modul 7. Purifikasi & Sequencing Oleh Ardha Apriyanto, Dena Febriana Modul 8. Bioinformatika (Filogenetik) Pengenalan Bioinformatik : Pencarian Data Molekuler, Analisis Hasil Sekuensing dan Pembuatan Pohon Filogenetik Oleh Ardha Apriyanto dan Anandayu Pradita Modul 9. Kuliah Lapangan Kuliah Lapangan Rancaupas , Ciwidey Oleh Ardha Apriyanto, Anandayu Pradita dan Anryansyah Renggaman
5
PENDAHULUAN I. Materi Praktikum Biosistematika Mikroba Praktikum Biosistematika Mikroba dilaksanakan dengan penekanan pada materi-materi yang mencakup : -
Sistematika Bakteri Sistematika Ragi Sistematika Fungi Sistematika Mikroalga Sistematika Protozoa
Dalam modul praktikum ini, praktikan hanya diberikan pengantar mengenai kegiatan selama praktikum berlangsung. Untuk keperluan deskripsi lebih lanjut, praktikan dapat mengacu pada beberapa buku identifikasi yang tersedia, diantaranya meliputi : -
Logan, Niall A. 1994. Bacterial Systematics. Blackwell Scientific Publication. Bergeys Systematic Bacteriology & manual identification. Erko Stackebrandt. 2006. Molecular Identification, Systematics and Population Structure Of Procaryotes. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Dan literatur lainnya.
II. Jadwal Praktikum Praktikum Biosistematika Mikroba terdiri atas 12 pertemuan serta satu kali kuliah lapangan. Jadwal praktikum untuk semester I 2011/2012 adalah sebagai berikut : Tanggal
Agenda Praktikum
Agustus September
12 19 26 2 9
16 23 30
Oktober
7
14
21 28
November
4
11 18
Pengenalan Praktikum (Biosafety) Liburan Idul Fitri Identifikasi Biokimia Morfologi (Bakteri, Yeast dan Mikro Fungi) Identifikasi Protozoa dan Alga Identifikasi Makro Fungi Identifikasi Molekuler (PCR &Elektroforesis) (Bakteri) Identifikasi Molekuler (Isolasi DNA) (Jamur) Identifikasi Molekuler (Isolasi DNA) (Alga) Purifikasi & Sequencing Bioinformatika (Filogenetik) Presentasi hasil identifikasi (Bakteri, Alga dan Fungi) Pengarahan Kuliah Lapangan Persiapan Kuliah Lapangan dan Demo Penggunaan Alat
6
Desember
25 2 9
Kuliah Lapangan Pengolahan data Kuliah Lapangan Pengumpulan Laporan dan Presentasi Hasil Kuliah Lapangan
III. Peraturan Praktikum Untuk menjaga kelancaran praktikum, praktikan diharapkan mentaati peraturan praktikum yang meliputi : • • • • • • • • • • • •
Waktu praktikum : Jumat, pk. 08.00-12.00 Waktu pengamatan tambahan : Sabtu, waktu sesuai kesepakatan Wajib menggunakan Jas Lab Tidak makan minum di dalam Laboratorium Memperhatikan Keselamatan Kerja (Biosafety) Tidak boleh datang terlambat ! Kehadiran Praktikum 100 % Menggunakan sepatu tertutup Rambut panjang diikat, Jilbab dimasukkan ke Jas Lab Tas dimasukkan ke dalam loker Membawa masker dan gloves Setelah praktikum semua praktikan merapihkan kembali meja praktikum masing-masing
IV. Penilaian Praktikum Penilaian terhadap kerja praktikan dilakukan berdasarkan hal-hal berikut : Keaktifan Test (Quiz) dalam setiap praktikum Laporan dalam bentuk Jurnal praktikum Presentasi Kelompok Laporan Akhir V. Peralatan Praktikum • • • • •
Dalam melaksanakan praktikum ini, selama di laboratorium, praktikan diharapkan memiliki bahan-bahan standar mikrobiologi setiap kelompok yang digunakan selama praktikum berlangsung. Peralatan dan bahan tersebut meliputi : • • • • • • • •
Bunsen Alkohol 70% Korek Api Wadah bekas untuk buangan air Aquades dalam botol semprot Oose (1 buah) Batang L (1 buah) Rak Tabung
VI. Format Jurnal Praktikum Untuk membuat laporan praktikum yang dikerjakan oleh praktikan, diharapkan praktikan mengikuti format jurnal yang telah ditentukan dan buku jurnal per-kelompok harus disampul seragam agar memudahkan asisten dalam penilaian. Format jurnal praktikum adalah sebagai berikut :
7
Tanggal
:
NILAI :
Nama Asisten :
JUDUL PRAKTIKUM
I.LatarBelakang Mengulas mengenai latar belakang praktikum (Apa pentingnya praktikum tersebut) 2.Tujuan Tujuan dari praktikum yang akan dilakukan
3.Metode Diagram Alir 4.Hasil dan Pembahasan Mencantumkan hasil yang diperoleh Membahas setiap hasil yang diperoleh dan membandingkan dengan Literatur 5.Kesimpulan Menjawab Tujuan Praktikum 6.Daftar Pustaka Minimal 1 Buku dan 2 Jurnal
MODUL 1
8
Modul 1. Identifikasi Biokimia dan Morfologi (Bakteri dan Ragi) Identifikasi Morfologi Jamur dan Ragi, Identifikasi Biokimia serta Penapisan Bakteri Penghasil Isomaltulosa Oleh Fauzia Khairunisa
Identifikasi dan Penapisan Bakteri Penghasil Isomaltulosa Isomaltulosa adalah isomer struktural dari sukrosa yang mengalami reaksi isomerasi oleh enzim sucrose isomerase dan memiliki nama kimia O-α-D-glucopyranosyl-D-fructofuranosa, monohydrate dengan rumus molekul C12H22O11.H2O. Isomaltulosa ini memiliki kemiripan karakteristik fisika-kimia dan organoleptik dengan sukrosa, namun tingkat rasa manis dari Isomaltulosa ini adalah setengah dari rasa manis sukrosa. Isomaltulosa ini secara alami dapat ditemukan dengan konsentrasi terbatas pada madu dan tebu. Beberapa spesies bakteri juga diketahui memiliki aktivitas enzim sucrose isomerase yaitu Protaminobacter rubrum, Serratia plymuthica, Erwinia raponticii, Enterobacter sp., Klabsiella sp., Pseudomonas mesoacidophila, dan Agrobacterium radiobacter. Tingkat rasa manis palatinosa setengah dari sukrosa dan sifat organoleptiknya mirip dengan sukrosa namun laju pelepasan monosakarida ke dalam darah lebih lambat jika dibandingkan dengan sukrosa. Gula ini merupakan gula pengganti sukrosa yang cukup menjanjikan karena kandungan kalorinya yang lebih rendah dan bersifat nonkariogenik yaitu tidak menyebabkan kerusakan gigi.
TUJUAN 1. 2. 3. 4.
Menentukan morfologis jamur dan ragi identifikasi Menentukan jenis jamur dan ragi berdasarkan ciri dan karakteristik morfologinya (genus) Menentukan kemampuan bakteri unknown atau bakteri identifikasi dalam menghasilkan isomaltulosa Menentukan hasil uji biokimia biokimia (uji hidrolisis pati, uji hidrolisis lemak, uji hidrolisis kasein, uji hidrolisis gelatin, uji produksi indol, uji produksi H2S, reaksi susu litmus, fermentasi karbohidrat, uji TSI, uji MR-VP, uji katalase, uji Sitrat Simon, uji urease, dan uji Nitrat) bakteri identifikasi 5. Menentukan genus dan spesies bakteri identifikasi
TEORI DASAR 1. Pengamatan Morfologi Jamur dan Ragi Dalam pengamatan morfologi secara mikroskopik, ada beberapa hal yang harus di perhatikan peserta praktik yaitu : 1. Hifa : bersepta atau tidak, transparan atau keruh, berwarna atau tidak, kalau berwarna ditentukan warnanya. 2. Spora seksual : spoorangiospora, kanidiospora, antospora, badiospora atau bentuk yang lain.
9
3. Spora aseksual : sporangiospora, kanidiospora, antospora (iodia), atau bentuk yang lain ditentukan bentuk pula, warna, ukuran dan sebagainya. 4. badan buah : sporangium atau bentuk lain bila sporangium di tentukan oleh bentuk, warna, ukuran dan letaknya, berkonidia tunggal, berantai dan sebagainya. 5. dasar badan buah : berupa kolumela, vesikula, ditentukan oleh bentuk, warna dan ukuran. 6. tangkai pendukung badan buah sporangiospora atau kanidiospora tunggal atau dalam bentuk berkas bercabang atau tidak dan bagaimana bentuk percabangannnya. 7. adanya bentuk-bentuik khusus sperti stolon, rhizoid sel kaki, apofis, khlamidospora, 8. sklereostida dsb. 1. Aspergillus Aspergillus sp., seperti Penicillium sp., berasal dari ordo yang sama yaitu Hypomycetes.Aspergillus sp. membentuk badan spora yang disebut konidium dengan tangkainya konidiofor. Aspergillus sp. memiliki ciri khas yaitu memiliki sterigma primer dan sterigma sekunder karena phialidesnya bercabang 2 kali. Salah satu contoh jamur ini adalahAspergillus orizae yang digunakan untuk pembuatan tempe dan Aspergillus flavus yang memproduksi aflatoxin, zat karsinogenik terkuat yang pernah ditemukan (Robinson, 2001).
2. Fusarium Golongan Fusarium dicirikan dengan struktur tubuh berupa miselium bercabang, hialin, dan bersekat (septat) dengan diameter 2-4 µm.Cendawan ini juga memiliki struktur fialid yang berupa monofialid ataupun polifialid dan berbentuk soliter ataupun merupakan bagian dari sistem percabangan yang kompleks. Reproduksi aseksual cendawan ini menggunakan mikrokonidia yang terletak pada konidiospora yang tidak bercabang dan makrokonidia yang terletak pada konidiospora bercabang dan tak bercabang. Makrokonidia dibentuk dari fialid, memiliki struktur halus serta bentuk silindris, dan terdiri dari 2 atau lebih sel yang memiliki dinding sel tebal. Sedangkan mikrokonidia yang dihasilkan umumnya terdiri dari 1-3 sel, berbentuk bulat atau silinder, dan tersusun menjadi rantai atau gumpalan.
10
3. Rhizopus Rhizopus sp. adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota ordo Mucorales. Rhizopus sp. mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp. yang juga disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa vegetatif. Rhizopus sp.bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh kearah atas dan mengandung ratusan spora. Sporagiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contohnya spesiesnya adalah Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi. (Postlethwait dan Hopson, 2006).
RAGI Yeast adalah salah satu mikroorganisme yang termasuk dalam golongan fungi yang dibedakan bentuknya dari mould (kapang) karena berbentuk uniseluler. Yeast dapat diklasifikasikan berdasarkan pada karakteristik morfologinya namun demikian sifat fisiologi juga dipentingkan bagi para ahli mikrobiologi pangan. Karakteristik morfologi Yeast dideterminasi menggunakan uji mikroskopis : Bentuk dan Struktur. Bentuk khamir dapat sperikal sampai ovoid, kadang dapat membentuk miselium semu. Ukuran juga bervariasi. Struktur yang dapat diamati meliputi dinding sel, sitoplasma, vakuola air, globula lemak dan granula. Reproduksi Kebanyakan yeast melakukan reproduksi secara aseksual melalui pembentukan tunas secra multilateral ataupun polar. Reproduksi secara seksual menghasilkan askospora memalui konjugasi dua sel atau konjugasi dua askospora yang menghasilkan sel anakan kecil. Jumlah spora dalam askus bervariasi tergantung macam yeastnya. Selain itu, Yeast sangat mudah dibedakan dengan mikroorganisme yang lain misalnya dengan bakteri, yeast mempunyai ukuran sel yang lebih besar dan morfologi yang berbeda. Sedangkan dengan protozoa, yeast mempunyai dinding sel yang lebih kuat serta tidak melakukan photosintesis bila dibandingkan dengan ganggang atau algae. Dibandingkan dengan kapang dalam pemecahan bahan komponen kimia yeast lebih efektif memecahnya dan lebih luas permukaan serta volume hasilnya lebih banyak. Yeast dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya yaitu bersifat fermentatif, oksidatif ataupun keduanya. Yeast yang oksidatif dapat tumbuh dengan membentuk lapisan film pada permukaan medium cair sedangkan yang fermentatif biasanya tumbuh dalam cairan medium. Jenis fermentatif dapat
11
melakukan fermentasi alkohol yaitu memecah gula (glukosa) menjadi alkohol dan gas contohnya pada produk roti. Sedangkan oksidatif (respirasi) maka akan menghasilkan carbon dioksida dan air. Keduanya bagi yeast adalah dipergunakan untuk energi walaupun energi yang dihasilkan melalui respirasi lebih tinggi dari yang melalui fermentasi. 1. Saccharomyces
S. cerevisiae Colonies of Saccharomyces grow rapidly and mature in three days. They are flat, smooth, moist, glistening or dull, and cream to tannish cream in color. The inability to use nitrate and ability to ferment various carbohydrates are typical characteristics of Saccharomyces. 2. Uji Biokimia • Hidrolisis pati Dilakukan untuk menguji keberadaan enzim ekstrasellular amilase pengurai pati. Pati: amilosa (10-20%) + amilopektin (80-90%). Iodine (kuning kecoklatan) jika diberikan pada pati akan menjadi berwarna biru kehitaman karena molekul iodine mesuk ke dalam amilosa dan menghasilkan warna tersebut. Jika mikroba menunjukkan aktivitas hidrolisis, maka amilosa akan terpecah maltosa dan iodine tidak akan memberikan perubahan warna (tetap kuning). Bakteri kontrol positif: Bacillus cereus •
Hidrolisis lemak
Uji hidrolisis lemak bertujuan untuk menguji keberadaan enzim lipase yang memutus ikatan ester dengan adisi H2O sehingga terbentuk gliserol dan asam lemak. Asam lemak akan menurunkan pH dan terdeteksi dengan batuan CuSO4 sebagai bentuk presipitasi berwarna biru gelap. Bakteri kontrol positif: Bacillus cereus •
Hidrolisis kasein
Kasein dapat diproteolisis oleh enzim casease menghasilkan asam amino. Hasil positif pada medium berkasein akan terlihat sebagai zona bening di sekitar isolat dari yang tadinya berwarna opaque. Bakteri kontrol positif: Bacillus cereus
12
•
Hidrolisis gelatin
Medium gelatin yang digunakan pada percobaan berikut merupakan medium yang bersifat cair pada suhu kamar dan padat pada air es (00 – 40 C). Apabila larutan protein gelatin dihidrolisis oleh mikroorganisme maka sifatnya akan tetap cair walaupun diletakkan dalam air es. Bakteri kontrol positifnya adalah Bacillus cereus •
Produksi indol
Indol adalah senyawa N yang terbentuk dari degradasi triptofan oleh bakteri dengan bantuan enzim triptofanase. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya cincin merah yang bereaksi dengan reagen Kovac (mengandung p-dimetilamino benzen) membentuk komponen quinin merah-ungu. Bakteri kontrol positifnya adalah Proteus vulgaris. •
Uji H2S
Aktivitas kimiawi bakteri terhadap asam amino yang mengandung sulfur akan menghasilkan gas H2S. Reaksi ini mudah untuk dideteksi karena bau gas H2S yang seperti telur busuk atau terjadinya penghitaman blackning. Dari proses stab bakteri yang diinokulasikan juga dapat terlihat motilitas dari bakteri tersebut. Bakteri kontrol positif : Aeromonas sp •
Reaksi susu litmus
Susu litmus dapat menunjukkan berbagai keadaan yang berbeda sebagai hasil reaksi enzimatis dari mikroorganisme yang diinokulasi ke dalamnya, yakni
•
Fermentasi laktosa dalam susu dan produksi gas
Proses ini dilakukan oleh mikroorganisme yang mampu menggunakan laktosa sebagai sumber karbon untuk menghasilkan energi. Enzim yang terlibat adalah beta-galaktosidase. Hasil positif menunjukkan warna itmus ungu menjadi merah. Asam laktat yang terbentuk menurunkan pH medium. Gas CO2 dan H2 yang terbentuk menyebabkan `curd` (dadih) pada susu terpecah-pecah. Bakteri kontrol positif : Enterobacter aerogenes •
Reduksi litmus
Dalam proses fermentasi (anaerob), H2 yang tidak terikat oksigen kemudian diikat oleh komponen akseptor elektron dalam medium susu litmus sehingga medium tersebut tereduksi dan warnanya berubah dari ungu menjadi putih susu. Bakteri kontrol positif : Staphylococcus aureus. •
Proteolisis (peptonisasi)
Enzim proteolitik akan Meghidrolisis kasein menjadi asam amino dan amoniak yang mengubah pH medium menjadi basa (alkali). Litmus akan mengumpul di permukaan berwarna ungu tua, sedangkan medium susu akan terlihat sebagai cairan kecoklatan dan Bening, karena telah menjadi larutan asam amino. Bakteri kontrol positif : Bacillus cereus •
Reaksi alkali
Reaksi yang terjadi adalah degradasi parsial dari kasein menjadi polipeptida dengan rantai pendek. secara keseluruhan reaksi ini merupakan reaksi alkali, yang tidak mengubah warna litmus yang ungu. keadaan medium litmus sebelum dan setelah reaksi berlangsung tampak tidak berubah. Bakteri kontrol positif : Proteus vulgaris
13
•
Fermentasi karbohidrat
Dalam uji fermentasi, medium yang mengandung senyawa karbohidrat sederhana (gula) dipecahkan oleh ensim mikroba menjadi produk akhir berupa senyawa asam organik yang dapat menurunkan pH serta kemungkinan dihasilkannya gas CO2. Suasana asam pada akhir proses akanterdeteksi dari perubahan warna indikator Brom Cresol Purple (BCP) yangberwarna ungu dalam suasana netral atau basa menjadi kuning dalam suasana asam. Sementara, terbentuknya gas akan terdeteksi dari terbentuknya gelembung dalam tabung Durham. Bakteri kontrol positif : Enterobacter aerogenes •
Penggunaan triple super iron (tsi)
Membedakan kelompok bakteri enterobacteriaceae yang sama berbentuk basil, gram negatif, fermentasi glukosa positif mengahasilkan asam dengan bakteri enterobacteriaceae lain. pembedaan dapat dilakukan berbasis pola reaksi fermentasi terhadap karbohidrat dengan produk yang mengandung hidrogen sulfida. untuk dapat mengamati hal ini, medium agar tsi setengah miring* yang mengandung 1% laktosa dan sukrosa, glukosa 0,1% serta indikator phenol red diinokulasi secara stab dan sterak dengan kultur murni bakteri. - alkali (merah) permukaan, asam (kuning) dasar, Bakteri kontrol positif: Bacillus cereus
- asam (kuning) permukaan dan asam (kuning) Bakteri kontrol positif: Enterobacter aerogenes
- alkali (merah) permukaan, alkali (merah)
•
Methyl red an voges proskauer (mrvp)
Uji MRVP dirancang untuk membedakan diantara kelompok bakteri Enterobacteriaceae berdasarkan prinsip hasil reaksi berupa senyawa asam organik yang stabil dan tidak stabil. Uji ini menggunakan medium yang mengandung glukosa dan hasil fermentasi direaksikan dengan indikator pH Methyl Red dan reagen αnaftol plus KOH40%. Reaksi biokimia dengan hasil akhir asam organik yang stabil akan memberikan reaksi warna indikator merah setelah diberi reagen Methyl Red sebagai hasil positif uji MR (Methyl Red). Sementara itu, hasil akhir reaksi yang berupa alkohol atau actonin (acetylmethylcarbinol) akan memberi wana pink setelah diteteskan KOH40% dan reagen α-naftol sebagai indikasi hasil uji positif VP (Voges Proskauer). Bakteri kontrol positif : Staphylococcus aureus (uji Methyl Red) ; Enterobacter aerogenes (Uji Voges-Proskauer •
Uji sitrat simon
Reaksi sitrat sitrat permease/sitrase asam oksaloasetat piruvat+asetat+CO2,+ Na berlebih Na2CO3 (basa)
Mikroba dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dengan menggunakan citrate permease untuk mebawanya ke dalam sel lalu memecahnya dengan citrase menjadi piruvat dan CO2. Na2CO3 yang basa dideteksi oleh bromthymol blue sebagai indikator pada medium sebgai perubahan warna dari hijau menjadi biru. Bakteri kontrol positif : Enterobacter aerogenes. •
Uji katalase
Bakteri aerobik menghasilkan senyawa senyawa radikal bebas berupa hydrogen peroxide atau bahkan senyawa super oksida yang lebih toksik. Keberadaan ensim katalase yang dapat memecahkan senyawa peroksiada menjadi air dan oksigen memungkinkan bakteri selamat dari ancaman keracunan. Kehadiran ensim katalase dapat dideteksi dengan memberikan larutan H2O2 ke permukaan kultur bakteri yang sedang tumbuh dalam medium agar. Terbentuknya gelembung udara sebagai indikasi terbentuknya gas oksigen hasil pemecahan H2O2 membutikan keberadaan ensim ini. Bakteri kontrol positif : Bacillus cereus
14
•
Uji Nitrat
Reaksi reduksi nitrat dilakukan oleh mikroba aerob/anaerob fakultatif unutk memperoleh oksigen. Reaksi yang berlangsungdikatalis oleh nitrate reductase sehingga NO3 -+ 2H+ + 2e > + NO2 -+ H2O. Lalu akan ada kemungkinan pemrosesan lebih lanjut yakni pembentukan amonia atau pembentukan gas hidrogen. Untuk menguji keduanya ditambahkan reagen asam sulfanilat dan α-naphthylamine. Keberadaan NO2- akan terdeteksi dengan reaksi asam sulfanilat+ α-naphthylamine + asam nitrit > sulfobenzene azo- αnaphthylamine (merah) + water> namun jika terjadi reaksi enzimatik lanjut (menjadi amonia/gas nitrogen) karena keberadaan nitrat reduktase berlebih sehingga medium teteap bening, dapat ditambahkan zinc. Zinc mengubah nitrat menjadi nitrit secara kimiawi (akan merah), jika berubah berarti masih ada nitrat > tidak terjadi reaksi oleh mikroba. Bakteri kontrol positif : Bacillus cereus. Tabel Uji Positif
Percobaan Hidrolisis Gelatin
Uji Sitrat's Simon
Uji Karbohidrat Penggunaan TSI
Uji Urease Hidrolisis Kasein Hidrolisis Pati Hidrolisis Lemak
Uji Produksi Indol
Uji Methyl Red Uji Voges Proskauer Uji Motilitas / H2S Uji Nitrat v
Uji Katalase
Reaksi litmus
susu
Medium Bakteri Kontrol Positif Uji Positif Medium Gelatin Bacillus cereus Tetap cair di kulkas Enterobacter Sitrat Simmon's Hijau --> Biru aerogenes Kaldu Glukosa Asam Enterobacter aerogenes (warna medium Kaldu Laktosa menjadi kuning) Enterobacter aerogenes ada gas pada Kaldu Sukrosa tabung durham Enterobacter aerogenes TSI Agar Bacillus cereusv Merah-kuning Enterobacter v Kuning-kuning aerogenes Urea Broth Proteus vulgaris Merah muda Agar Kasein Bacillus cereus Bening Agar Pati Bacillus cereus Bening Agar Lemak Bacillus cereus Biru Kehijauan Trytophane Proteus vulgaris Ada Cincin Merah Broth Methyl Red Staphylococcus aureus Merah Voges Enterobacter Merah Muda Proskauer aerogenes Aeromonas SIM Agar Blackening hydrophila Nitrate Broth Bacillus cereus Merah Ada gelembung NA Miring Bacillus cereus udara S.aureus Susu Litmus (Reduksi litmus) B.cereus (Peptonisasi)v E.aerogenes (fermentasi laktosa) P. vulgaris (Alkali)
Inkubasi 48 h 48 h 48 h 48 h 48 h 48 h 48 h 24 h 48 h 48 h 48 h 48 h 48 h 48 h 48 h 48 h 24-48 h
15
3. Uji Isomaltulosa (penapisan) Isomaltulosa (C12H22O11) atau palatinosa adalah isomer dari sukrosa yang terdiri dari fruktosa dan glukosa dengan ikatan 1,6 glikosidik. Isomaltulosa memiliki karakteristik fisik dan organoleptik yang tidak jauh berbeda dengan sukrosa. Dengan tingkat kemanisan 50% terhadap sukrosa isomaltulosa lebih tahan pada kondisi asam dan tidak akan segera terurai menjadi glukosa dan fruktosa seperti sukrosa. Selain itu isomaltulosa juga tidak bersifat higroskopis dibandingkan sukrosa dan laktosa. Oleh karena itu, isomaltulosa digunakan sebagai alternatif pengganti sukrosa pada produk makanan dan minuman. Isomaltulosa juga lebih lambat diserap tubuh dibanding sukrosa, cocok untuk penderita diabetes. Karies yang ada pada gigi menurut Gillespie dan Hawkey (2006) terjadi karena inisiasi demineralisasi gigi akibat adanya aktivitas metabolik oleh bakteri sakarolitik, termasuk Streptococcus. Permukaan gigi digunakan sebagai kompleks komunitas mikroba atau plak gigi. Plak gigi terakumulasi dengan cepat pada permukaan gigi yang terdedahkan dengan adanya kompleks beragam bakteri dan produknya. Saat suatu sumber karbohidrat masuk ke dalam mulut, dalam bentuk karbohidrat yang dapat digunakannya (seperti gula sukrosa), Streptococcus dan bakteri plak lainnya akan dengan cepat menggunakan gula yang dapat difermentasi tersebut dan melepaskan senyawa akhir metabolik seperti asam laktat. Produk metabolit yang asam akan menurunkan pH secara cepat pada daerah sekitar gigi, sehingga akan menyebabkan proses demineralisasi enamel gigi. Isomaltulosa sukar diuraikan oleh bakteri penyebab karies gigi, Streptococcus mutans (Minami et al., 1990). Bahkan Ooshima et al. (1982) mengatakan penggantian setengah diet sukrosa dengan isomaltulosa dapat menurunkan berkembangnya karies pada tikus. Oleh karena itu, sifat antikariogenik dari isomaltulosa bersifat terbatas atau lebih tepat disebut low-cariogenic. Penapisan bakteri dilakukan dengan pengujian menggunakan metode anilin: difenilamin: asam fosfat, tetapi sebelumnya isolat bakteri harus dikultur terlebih dahulu di dalam medium LBS. Medium tersebut berfungsi sebagai media preparasi atau adaptasi agar mekanisme pengubahan sukrosa menjadi isomaltulosa lebih efisien. Sementara, buffer fosfat – sukrosa berfungsi sebagai medium produksi isomaltulosa. Kandungan buffer fosfat di dalam medium berfungsi untuk mempertahankan kondisi lingkungan (stabil) pada pH 6, yakni kisaran pH optimum untuk enzim sucrose isomerase. Sedangkan, 50% sukrosa berperan sebagai satu – satunya sumber karbon. Induksi bakteri ke dalam medium yang kaya sumber karbon (sukrosa) dapat mengaktifkan kerja enzim sucrose isomerase. Hasil positif isomaltulosa pada pengujian menggunakan metode anilin: difenilamin: asam fosfat ditunjukkan oleh warna kuning sampai kuning - kehijauan (Park et al., 1992) pada spot sampel seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.2. Sementara, glukosa akan berwarna cokelat – keunguan, fruktosa akan berwarna abu – abu atau silver, dan sukrosa berwarna cokelat - keunguan. Perbedaan warna isomer – isomer maupun derivat sukrosa pada pengujian menggunakan metode anilin: difenilamin: asam fosfat disebabkan oleh perbedaan ikatan antara monosakarida (1,2-, 1,3-, 1,4-, atau 1,6-) dan konfigurasi anomerik (ikatan α- dan ß-) (Aso dan Yamauchi, 1954). Warna kuning pada isomaltulosa timbul akibat keberadaan ikatan !-1,6-glikosidik. Sementara, warna cokelat - keunguan pada sukrosa disebabkan oleh keberadaan ikatan α-1,2-glikosidik. Sedangkan, perbedaan warna pada monosakarida seperti glukosa dan fruktosa disebabkan oleh konfigurasi anomeriknya (Aso dan Yamauchi, 1954).
16
ALAT DAN BAHAN Tiap kelompok akan mendapatkan: 1. 2 set uji Biokimia (1 set = 13 tabung reaksi + 3 capet) 2. 2 tabung (NA miring), 2 eppendorf bakteri unknown berbeda untuk identifikasi, 1 eppendorf kontrol +, dan 1 eppendorf kontrol -, • Kel 1 = Bakteri A dan B • Kel 2 = Bakteri C dan D • Kel 3 = Bakteri A dan B • Kel 4 = Bakteri C dan D • Kel 5 = Bakteri A dan B • Kel 6 = Bakteri C dan D • Kel 7 = Bakteri A dan B • Kel 8 = Bakteri C dan D 3. 2 kertas whatman, tips biru. NB: Karena 1 kelompok diberi hanya 1 tabung isolat bakteri unknown untuk semua uji biokimia dan pewarnaan gram, harap praktikan diingatkan agar kultur digunakan dengan benar (tidak diberi kultur cadangan)
PENILAIAN (LAPORAN) SECARA GARIS BESAR 1. Jamur dan Ragi - Menjelaskan morfologisnya (gambar) - Menyebutkan nama genusnya (dari hasil analisis morfologi). Benar = + 5 2. Biokimia - Penjelasan singkat masing2 tes secara umum. - Analisis Genus dan spesies masing2 bakteri unknown (1 kelompok = 2 bakteri) - Hasil pengamatan (Tabel saja) 3. Isomaltulosa/Palatinosa - Hasil pengamatan (gambar) - Penjelasan mengenai Isomaltulosa; struktur; sifat; enzim - Penjelasan hasil à perbedaan warna. Mengapa?
17
Modul 2. Identifikasi Protozoa dan Alga Identifikasi Morfologi Protozoa dan Alga dari Air Sungai dan Kolam Oleh Gladys Indra Putri
TUJUAN 1. Menentukan morfologis mikroalga dan protozoa sample 2. Menentukan jenis mikroalga dan protozoa berdasarkan ciri dan karakteristik morfologinya (genus)
TEORI DASAR 1. Preparat Basah Dalam pengamatan sel hidup, biasanya kita menggunakann metode preparat basah. Preparat basah memungkinkan pengamatan bentuk dan ukuran mikroorganisme secara individu, dan motilitasnya dalam keadaan alamiah. Metode preparat basah memiliki kekurangan yaitu kurang praktis, dalam pembuatannya harus dihindarkan adanya gelembung-gelembung dan jika ada gelembung harus diulang pembuatannya dari langkah pertama. Karena keadaan yang basah, preparat ini harus dijaga agar gelas penutupnya tidak bergerak. 2. Pengamatan Mikroskopis Mikroalga Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik, baik sel tunggal maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan air tawar dan laut. Mikroalga lazim disebut fitoplankton. Makanan utama mikroalga ialah karbondioksida. Mikroalga mampu tumbuh cepat dan dipanen dalam waktu singkat yakni 7-10 hari. Berikut merupakan fungsi mikroalga secara umum : -
Sumber makanan dan nutrsi bagi moluska, bivalvial, zooplankton ( Rotifera, Dapnia, Artemia), tahap awal hingga tahap akhir pada banyak spesies udang, tahap awal pertumbuhan juvenil beberapa spesies ikan
-
Digunakan sebagai green water technology sebagai penstabil kualitas air ( sebagai nutrisi bagi larva dan sebagai komtrol mikroba)
-
Sebagai suplemen makanan, kosmetik, energi, dan lain – lain
Karakteristik yang digunakan untuk membedakan divisi mikroalgae yaitu tipe jaringan sel, ada tidaknya flagella, tipe komponen fotosintesa, dan jenis pigmen sel. Selain itu morfologi sel dan bagaimana sifat sel yang menempel berbentuk koloni / filamen adalah merupakan informasi penting didalam membedakan masing-masing group. 1. Alga Biru Hijau (Cyanophyta) Cyanophyta atau alga biru hijau adalah kelompok alga yang paling primitif dan memiliki sifat-sifat bakterial dan alga. Kelompok ini adalah organisme prokariotik tidak memiliki struktur-struktur sel, contohnya nukleus dan chloroplast. hanya memiliki chlorophil a, namun memiliki variasi phycobilin seperti carotenoid. Pigmen-pigmen ini memiliki beragam variasi sehingga warnanya bisa bermacam-macam contoh : Spirulina, Oscillatoria, Anabaena
18
2. Alga Hijau (Chlorophycophyta ) Alga hijau adalah kelompok alga yang paling maju dan memiliki banyak sifat-sifat tanaman tingkat tinggi., merupakan organisme prokaryotik dan memiliki struktur-struktur sel khusus, memiliki kloroplas, DNA–nya berada dalam sebuah nukleus, dan beberapa jenisnya memiliki flagella. Dinding sel alga hijau sebagaian besar berupa sellulosa, meskipun ada beberapa yang tidak mempunyai dinding sel. Mempunyai klorophil a dan beberapa karotenoid, dan biasanya mereka berwarna hijau rumput. Pada saat kondisi budidaya menjadi padat dan cahaya terbatas, sel akan memproduksi lebih banyak klorophil dan menjadi hijau gelap. Contoh : Dunaliella, Chlorella 3. Alga Coklat-Emas (Chrysophyta) Spesies ini sebagian besar berflagela, kebanyakan adalah uniseluler, tetapi beberapa membentuk koloni. Warna khasnya disebabkan karena klorofilnya tertutup pigmen-pigmen berwarna coklat. Semua memiliki kloroplas dan memilki DNA yang terdapat di dalam nukleusnya. Alga ini hanya memiliki chlorophyl a dan c serta beberapa carotenoid seperti fucoxanthin yang memberikan mereka warna kecokelatan. Contoh Isochrysis, Nannochloropsis, Ellipsoidon. 4. Diatom (Bacillariophycophyta) Kelompok ini terdiri dari diatom-diatom yang terdapat baik dalam air tawar maupun dalam air asin serta dalam tanah lembap.Diatom dapat uniselluler, berkoloni atau berbentuk filamen dan dijumpai dalam berbagai bentuk dan rupa. Contoh : Chaetoceros, Cyclotella, Thallasiosira, Skeletonema, Phaeodactylum 5. Alga Merah (Rhodophycophyta) Alga merah merupakan makroalga yang hanya memiliki chlorophyl a di samping memiliki pigmen lainnya seperti phycocyanin (pigmen biru), dan phycoeretrin (pigmen merah), seperti juga halnya berbagai carotenoid. Phycoeretrin memberi warna merah pada alga ini. Selain itu alga ini juga terkadang berwarna hijau kebiruan hingga ungu. Alga merah uniseluler tidak motil dan tidak memiliki flagel. Contoh Porphyridium 6. Euglenophycophyta (Euglenoid) Ganggang uniseluler ini bergerak secara aktif dengan flagella, bereproduksi dengan pembelahan biner membujur. Beberapa ahli taksonomi memasukkan alga ini ke dalam golongan protozoa dikarenakan organisme ini memiliki sifat-sifat tanaman sekaligus hewan. Beberapa di antaranya melakukan gerakan amoeboid. Organisme ini tidak memiliki dinding sel, namun mereka memiliki lapisan luar yang keras yang tersusun dari protein yaitu pellicle, yang memiliki fungsi yang sama seperti dinding sel. Euglenophyta memiliki chlorophyl a dan b beberapa carotenoid dan biasanya terlihat berwarna hijau rumput. Contoh : Euglena viridis 7. Kriptomonad (Cryptophycophyta) Algae ini dinamakan kriptomonad, mempunyai dua flagella tak sama. Biasanya sel-sel memipih, berbentuk sandal dan dijumpai sendiri-sendiri, beberapa berdinding dan yang lain tidak berdinding. Cadangan makanan disimpan sebagai pati. Berkembang biak dengan membelah sel secara membujur. Memiliki satu atau dua kloroplast serta
19
memiliki chlorophyl a dan c, phycocyanin dan phycoeretrin serta beberapa carotenoid yang memberikan warna kecokelatan pada tubuh mereka. Contoh Cryptomonas 8. Pyrrophycophyta Mempunyai dinding sel yang nyata yang terdiri atas lempengan-lempengan yang mengandung selulosa. Hidup dalam air tawar dan air asin, beberapa genus dapat dijumpai sebagai pertumbuhan massif. Reproduksi sebagian besar dengan pembelahan sel aseksual. Dalam kelompok ini terdapat dinoflagellata yang merupakan suatu kelompok organisme uniseluler yang unik yang memiliki dua flagella. Salah satu ciri khas kelompok organisme ini adalah keberadaan dinding sel yang terbuat dari lapisan selulosa. Akan tetapi ada beberapa organisme yang tidak memiliki dinding sel ini. Organisme ini memiliki dua flagella. Banyak organisme dari golongan ini yang memiliki trichocyst, yaitu struktur protein yang dapat dikeluarkan dari permukaan sel untuk melindungi diri dari predator. Contoh : Ceratium, Peridinium 9. Alga Hijau-Kuning (Xanthophycophyta) Secara khas selnya yang motil mempunyai dua flagel tak sama panjang, dan dinding selnya kerap kali berisikan silica. Produk cadangannya adalah minyak. Contoh : Vauceria sp 10. Alga Coklat (Phaeophycophyta) Phaeophyta (ganggang coklat) ini berwarna coklat karena mengandung pigmen xantofil. Bentuk tubuhnya seperti tumbuhan tinggi. Ganggang coklat ini mempunyai talus (tidak ada bagian akar, batang dan daun), terbesar diantara semua ganggang ukuran talusnya mulai dari mikroskopik sampai makroskopik. Tubuhnya selalu berupa talus yang multiseluler yang berbentuk filamen, lembaran atau menyerupai semak/pohon yang dapat mencapai beberapa puluh meter, terutama jenis-jenis yang hidup didaerah beriklim dingin. Pigmen yang terdapat pada ganggang coklat adalah klorofil a, klorofil b, karoten dan xantofil yang memberikan kesan warna coklat pada chrysophyta. Contoh : Sargassum sp 3. Pengamatan Mikroskopis Protozoa Protozoa merupakan filum hewan bersel satu yang dapat melakukan reproduksi seksual (generatif) maupun aseksual (vegetatif). Protozoa memiliki habitat hidup berupa tempat yang basah atau berair. Jika kondisi lingkungan tempat hidupnya tidak menguntungkan maka protozoa akan membentuk membran tebal dan kuat yang disebut dengan kista. Jika kondisi di sekitarnya membaik, maka kista akan pecah dan protozoa akan kembali hidup secara aktif.
20
Sistem Pencernaan: Protozoa mengambil makanan dari air dan menyimpan makanan tersebut di dalam vakuola. Protozoa biasanya memakan alga yang kecil dan bakteri. Sistem Pernapasan: Protozoa bernapas melalui seluruh permukaan tubuhnya secara difusi. Mereka mengambil oksigen melalui membran sel dan mengeluarkan karbondioksida melalui membran sel juga. Sistem Sirkulasi: Air yang mengandung makanan dan oksigen yang dibutuhkan oleh Protozoa mengalir melalui seluruh permukaan tubuh secara difusi. Sistem Ekskresi: Zat sisa yang dihasilkan oleh Protozoa dikeluarkan melalui vakuola kontraktil (rongga berdenyut) Sistem Saraf: Sistem saraf Protozoa tidak berkembang dengan baik. Mereka tidak mempunyai otak. Sebagian besar Protozoa berkembang biak secara aseksual (vegetatif) dengan cara : 1. pembelahan mitosis (biner), yaitu pembelahan yang diawali dengan pembelahan inti dan diikuti pembelahan sitoplasma, kemudian menghasilkan 2 sel baru.Pembelahan biner terjadi pada Amoeba. Paramaecium, Euglena. Paramaecium membelah secara membujur/ memanjang setelah terlebih dahulu melakukan konjugasi. Euglena membelah secara membujur /memanjang (longitudinal). 2. Spora, Perkembangbiakan aseksual pada kelas Sporozoa (Apicomplexa) dengan membentuk spora melalui proses sporulasi di dalam tubuh nyamuk Anopheles. Spora yang dihasilkan disebutsporozoid. Perkembangbiakan secara seksual (generatif) pada Protozoa dengan cara : 1. Konjugasi, yaitu peleburan inti sel pada organisme yang belum jelas alat kelaminnya. Pada Paramaecium mikronukleus yang sudah dipertukarkan akan melebur dengan makronukleus, proses ini disebut singami. 2. Peleburan gamet Sporozoa (Apicomplexa) telah dapat menghasilkan gamet jantan dan gamet betina. Peleburan gamet ini berlangsung di dalam tubuh nyamuk. Ciri-ciri protozoa : a. Organisme uniseluler (bersel tunggal) b. Eukariotik (memiliki membran nukleus) c. Hidup soliter (sendiri) atau berkoloni (kelompok)
21
d. Umumnya tidak dapat membuat makanan sendiri (heterotrof) e. Hidup bebas, saprofit atau parasit f. Dapat membentuk sista untuk bertahan hidup g. Alat gerak berupa pseudopodia, silia, atau flagella Berdasarkan alat gerak, protozoa dibagi menjadi 4 kelas, yaitu : a. Rhizopoda (Sarcodina) Memiliki alat gerak berupa pseudopoda (kaki semu) yang merupakan penjuluran protoplasma sel. Hidup di air tawar, air laut, tempat-tempat basah, dan sebagian ada yang hidup dalam tubuh hewan atau manusia. Jenis yang paling mudah diamati adalah Amoeba sp. Ektoamoeba adalah jenis Amoeba yang hidup di luar tubuh organisme lain (hidup bebas), contohnya Ameoba proteus (memiliki dua jenis vakuola yaitu vakuola makanan dan vakuola kontraktil), Foraminifera (fosilnya dapat dipergunakan sebagai petunjuk adanya minyak bumi), Arcella, Radiolaria (digunakan untuk bahan penggosok). Entamoeba adalah jenis Amoeba yang hidup di dalam tubuh organisme, contohnya Entamoeba histolityca (menyebabkan disentri amuba), Entamoeba coli. b. Flagellata (Mastigophora) Memiliki alat gerak berupa flagel (bulu cambuk) yag juga digunakan sebagai alat indera dan alat bantu untuk menangkap makanan. Dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: • Golongan phytoflagellata, yaitu flagellata autrotofik yang memiliki kloroplas sehingga mampu berfotosintesis. Contohnya : Euglena viridis (makhluk hidup peralihah antara protozoa dengan ganggang), Volvax globator (makhluh hidup peralihah antara protozoa dengan ganggang), Noctiluca millaris (hidup di laut dan dapat mengeluarkan cahaya bila terkena rangsangan mekanik) • Golongan zooflagellata, yaitu flagellata heterotrofik yang tidak memiliki kloroplas sehingga tidak mampu berfotosintesis. Contohnya : Trypanosoma gambiense, Trypanosoma rhodesiense, Trypanosoma cruzl, Trypanosoma evansi, Leishmaniadonovani, Trichomonas vaginalis, Leishmania sp. c. Ciliata (Ciliophora) Memiliki alat gerak berupa silia (rambut getar). Selain sebagai alat gerak, silia juga berfungsi sebagai alat untuk mencari makan. Ukuran silia lebih pendek jika dibandingkan dengan flagel. Memiliki 2 inti sel (nukleus), yaitu makronukleus (inti besar) dan mikronukleus (inti kecil). Makronukleus berfungsi untuk mengendalikan fungsi hidup sehari-hari dengan cara mensintesis RNA, dan berperan dalam reproduksi aseksual, sedangkan mikronukleus (inti kecil) berperan dalam proses reproduksi seksual. Pada Ciliata ditemukan vakuola kontraktil yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan air dalam tubuh. Kelas Ciliata banyak ditemukan hidup di laut maupun di air tawar. Contohnya : Paramaecium caudatum, Balantidium coli.
22
d. Sporozoa, Merupakan protozoa yang tidak memiliki alat gerak. Hewan ini bergerak dengan cara mengubah kedudukan tubuhnya. Pembiakan secara vegetatif (aseksual) disebut juga Skizogoni dan secara generatif (seksual) disebut Sporogoni. Perkembangbiakan secara sporogoi artinya mampu menghasilkan spora (sporozoid) sebagai cara perkembangbiakannya. Sporozoid memiliki organel-organel kompleks pada salah satu ujung (apex) selnya yang dikhususkan untuk menembus sel dan jaringan inang. Sehingga hidupnya parasit pada manusia dan hewan. Jenisjenisnya antara lain: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale 4. Jala Plankton Jala plankton memiliki bentuk yang bermacam-macam tetapi pada umumnya berbentuk kerucut dengan mulut melingkar dan di ujung jala diberi botol penampung. Bahan jala umumnya terbuat dari nilon dengan ukuran mesh tertentu. Jala plankton untuk phytoplankton berukuran diameter 31 cm dengan mata jaring berukuran 30 – 60 mikron, jala plankton untuk zooplankton berukuran diameter 45 cm dengan mata jaring berukuran 150 – 500 mikron, sedangkan jala plankton untuk ikhtyoplankton berukuran diamater 55 cm. Metode pengambilan sample plankton a. sampling secara horizontal Metoda pengambilan plankton secara horizontal ini dimaksudkan untuk mengetahui sebaran plankton horizontal. Jala plankton ditempatkan pada suatu titik di laut kemudian ditarik menuju ke titik lain. Jumlah air yang tersaring diperoleh dari angka pada flowmeter atau dengan mengalikan jarak diantara dua titik tersebut dengan diameter jala plankton. b. sampling secara vertikal
Meletakkan jala plankton sampai ke dasar perairan, kemudian menariknya keatas. Kedalaman perairan sama dengan panjang tali yang terendam dalam air sebelum digunakan untuk menarik jala ke atas. Volume air yang tersaring adalah kedalaman air dikalikan dengan diameter mulut jala plankton. Sample plankton yang diperoleh harus dilengkapi data : lokasi pengambilan sampel / stasiun, tanggal dan jam, Kedalaman, cuaca, kecepatan arus, beberapa parameter fisika dan kimia perairan lain. Sampel plankton disimpan dalam botol berlabel, dan ditambah bahan pengawet formalin 4 %.
23
ALAT DAN BAHAN 4. 5. 6. 7. 8.
Air sample taman ganesha untuk setiap kelompok Gliserol untuk setiap meja besar mendapat 1 botol Mikroskop untuk setiap meja mendapat 1 buah Kaca objek dan cover glass tiap kelompok mendapat 2 Jala plankton minimal untuk setiap meja besar mendapat 1 buah , setiap kelompok diharuskan membawa botol youC 1 buah dan pipet tetes 1 buah 9. Betadine/iodine 2 buah.
PENILAIAN (LAPORAN) SECARA GARIS BESAR 1. PREPARAT BASAH a. Apa itu preparat basah? Kenapa pada percobaan ini menggunakan preparat basah? 2. PROTOZOA a. Jelaskan klasifikasi protozoa (yang singkat aja!) b. Bahas hasil pengamatan à Identifikasi jenis protozoa yang diperoleh (genus+5) 3. MIKROALGA a. Jelaskan klasifikasi mikroalga (yang singkat aja!) b. Bahas hasil pengamatan à Identifikasi jenis mikroalga yang diperoleh (genus +5) 4. JALA PLANKTON a. Terangkan tentang teknik sampling (vertical dan horizontal) secara singkat! • kalau sample yang taman ganesha setiap kelompok bahas masing-masing (soalnya gak ada vertical sama horizontal, Cuma diciduk aja). Nah yang dikompil itu yang sample yang di kolam mesin (soalnya kan sample nya vertical 1 kelompok, sama horizontal 1 kelompok) jadi 1 meja besar (2 kelompok itu) dikompil buat sample vertical sama horizontal • Maksimal 4 halaman
24
Modul 3. Identifikasi Makro Fungi Identifikasi Fungi Makroskopik (Mushroom) Komersial Oleh Widya Putra
TUJUAN 1. Menentukan morfologis jamur yang diberikan 2. Menentukan jenis jamur yang disampling di kampus
TEORI DASAR 1. Karakteristik Fungi Beberapa karakteristik fungi yaitu: 1. Eukariotik, Tidak berklorofil, Hidup di tempat lembab, Organisme non vaskuler, Non motil 2. Tubuh jamur tersusun dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa membentuk jaringan yang disebut miselium. Miselium menyusun jalinan-jalinan semu menjadi tubuh buah. Heterotrof 3. Uniseluler dan multiseluler 4. Bersifat: Parasit obligat, Parasit fakultatif , Saprofit, dan Simbiosis mutualisme 5. Pada jamur uniseluler reproduksi secara aseksual dengan membetuk kuncup sedangkan secara seksual dengan membentuk spora askus 6. Pada jamur multiseluler reproduksi secara aseksual dengan fragmentasi, zoospore, konidia sedangkan secara seksual dengan membentuk spora askus atau spora basidium 7. Mempunyai pergiliran keturunan Fungi ada yang berbentuk makroskopis dan mikroskopis. Dalam praktikum ini, lebih dikhususkan mengenai fungi makroskopis. Gambar bagian-bagian fungi (Basidiomycota) secara makroskopis.
25
Penjelasan detail mengenai bagian jamur:
1. Cap merupakan bagian tudung buah, disebut juga pileus 2. Gills/lamella merupakan bagian di bawah tudung berbentuk helaian berbilah-bilah 3. Stalk/tangkai tubuh buah yang merupakan massa miselium yang sangat kompak dan tumbuh tegak. 2. Klasifikasi Jamur Dalam sistem klasifikasi 5 kingdom, jamur membentuk kingdom sendiri yaitu kingdom fungi. Dalam sistem klasifikasi 7 kingdom, jamur tersebar dalam 3 kingdom yaitu: Eumycota, Chromista, dan Protozoa. Saat ini, berdasarkan sistem klasifikasi terbaru, fungi termasuk dalam domain eukarya. Secara umum, fungi terbagi dalam 3 kelompok utama yaitu: Mold (Fungi filamentus), Yeast (Fungi Uniselular), dan Mushrooms (Fungi makroskopik). Mold dan Yeast merupakan fungi mikroskopik. a. Mold/kapang merupakan istilah umum yang diberikan bagi fungi multiseluler yang tumbuh seperti miselium yang menghasilkan banyak konidia atau spora seksual yang berwarna terang sehingga memudahkan identifikasinya. Contoh Penicillium, Aspergillus, dan Rhizopus. b. Yeast/khamir merupakan fungi yang umumnya uniseluler, dan sekumpulan selnya dapat membentuk sel baru dengan cara budding. Contoh Saccharomyces cerevisiae. c. Mushroom merupakan jamur yang sering temui dan dikenal. Beberapa mikologis menyebutkan bahwa mushroom hanya basidiomycetes. Namun kebanyakan memperhatikan bentuknya. Contoh P. ostreatus, Agaricus bisporus,dan Lentinus edodes. Berdasarkan cara reproduksinya, Fungi dibagi menjadi 4 kelas yaitu: Zygomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes, dan Deuteromycetes. a. Zygomycetes Ciri – ciri: Hidupnya ada yang saprofit dan ada yang parasit, multiseluler, hifa tidak bersekat, membentuk zigospora, dinding sel mengandung kitin, reproduksi aseksual dengan fragmentasi dan spora, dan reproduksi seksual dengan konjugasi. Contoh: Rhizopus sp., Pilobolus, dan Mucor b. Ascomycetes Ciri – ciri : Hidup: parasit; saprofit; bersimbiosis dengan ganggang membentuk Lichenes (Lumut kerak); uniseluler dan multiseluler; hifa bersekat melintang, bercabang – cabang dan berinti banyak; dinding sel mengandung kitin; reproduksi aseksual dengan membentuk kuncup, fragmentasi dan pembentukan konidia; reproduksi seksual dengan membentuk spora askus. Contoh: Sacharomyces cerevisae, Neurospora sitophila, Peniciliium sp., Aspergillus sp., dan Claviceps purpurea.
26
c. Basidiomycetes Ciri - ciri : Jamur makroskopik, bentuk tubuh buahnya kebanyakan seperti paying; hifa bersekat melintang dengan satu atau dua inti; ada yang dapat dimakan; reproduksi aseksual dengan fragmentasi dam membentuk konidia; reproduksi seksual dengan membentuk spora basidium. Contoh: Volvariella volvacea, Auricularia polytricha, Amanita muscaria, Ustilago maydis, dan Puccinia graminis. d. Deuteromycetes Ciri – ciri: Merupakan fungi Imperfecti (jamur tidak sempurna) à belum diketahui dengan pasti cara pembiakan secara generatif. Contoh : Epidermophyton, Microsporum sp., dan Trichophyton sp.
ALAT DAN BAHAN Lima jenis jamur untuk setiap kelompok (Masing-masing anggota kelompok mendeskripsikan salah satu jamur yang diberikan) Glove dan pisau silet
PENILAIAN (LAPORAN) SECARA GARIS BESAR DESKRIPSI JAMUR YANG DIBERIKAN BERUPA GAMBAR DAN PENJELASAN (20) PENGKLASIFIKASIAN FUNGI a. Sebutkan 5 karakteristik fungi (5) b. Pengelompokan fungi secara umum dan berdasarkan alat reproduksinya (10) c. Bagian-bagian yang membedakan antara makrofungi yang satu dengan yang lain (bentuk tudung, tangkai, dan lamella) à masing-masing 5 jenis beserta gambar (15) IDENTIFIKASI FUNGI DI KAMPUS a. Mendeskripsikan morfologi tubuh buah jamur (Foto) (5) b. Menentukan genus jamur (5) Maksimal 4 halaman
27
Modul 4. Identifikasi Molekuler Bakteri Identifikasi Molekuler Bakteri Penghasil Isomaltulosa Oleh Fahma Fiqhiyyah 1. Pendahuluan Di alam semesta ini, keanekaragaman hayati sangat melimpah, terutama mikroorganisme. Sampai saat ini, baru 1% mikroorganisme yang dapat ditemukan dan kurang dari 5% mikroorganisme tersebut yang potensinya diketahui. (Kate dan Laird, 2000) Mikroorganisme memiliki peran penting dalam siklus kehidupan di bumi ini. Untuk mempelajari keanekaragaman mikroorganisme tersebut, telah banyak dikembangkan teknik/metode yang akurat. Metode terbaik untuk menentukan taksonomi suatu mikroorganisme saat ini adalah metode polifasik yaitu metode yang menggunakan hubungan kekerabatan DNA (genotip) dan karakterisasi fenotip dalam mengklasifikasi mikroorganisme. Dalam melakukan analisis komposisi gen dan keanekaragaman filogenetika suatu mikroorganisme prokariot, metode yang paling sering digunakan adalah menggunakan analisis sekuensing gen 16S rRNA. Gen tersebut mempunyai sifat lestari (conserved). (Chaerun, 2010) Untuk mengamplifikasi gen tersebut digunakan teknik PCR, yaitu suatu teknik memperbanyak kopian DNA atau bahkan RNA yang berasal dari sequense yang sedikit. Metodenya menggunakan pengaturan suhu yang bersiklus, sehingga dapat melakukan amplifikasi secara in vitro (Rabinow, 1998). Setelah dilakukan amplifikasi, kemudian dilanjutkan dengan menguji keberadaan fragmen DNA hasil amplifikasi. Teknik yang digunakan yaitu elektroforesis melalui gel agarose atau gel polyacrylamide yang bertujuan memisahkan, mengidentifikasi dan memurnikan fragmen DNA. Dengan adanya praktikum identifikasi prokariot secara molekuler diharapkan proses identifikasi menjadi lebih akurat sehingga memudahkan dalam menentukan hubungan kekerabatan filogenetiknya. Praktikan juga diharapkan dapat memahami teknik identifikasi secara molekuler tersebut. 2. Tujuan Praktikum Mengamplifkasi gen 16s rRNA bakteri penghasil isomaltulosa 3. Metode Kerja A. Colony Polimerase Chain Reaction (PCR) 1. Campurkan semua bahan-bahan dibawah ini di dalam es (tambahkan enzim terakhir). Buat master mix pada masing-masing tube : Komponen Reaksi Konsentrasi akhir Volume PCR grade water 16,9 µl 5x KAPA2G Buffer B dengan MgCl2 + dye 1x 5,0 µl dNTP mix (masing-masing mengandung 10mM dNTP) 0.2 mM / dNTP 0,50 µl Forward primer (10 µM) 0,5 µM 1,25 µl Reverse primer (10 µM) 0,5 µM 1,25 µl
28
KAPA2G Robust ( 5 U/ µl) TOTAL
0,5 unit per 25 µl
0,10 µl 25,0 µl
2. Suspensi sel disentrifuga, dibuang supernatannya. Ambilah secuplik koloni menggunakan tips steril yang ditempelkan pada micropipette. Usahakan sel yang diambil tidak berlebihan. 3. Cuplikan koloni tersebut dimasukkan pada masing-masing tube yang telah mengandung master mix. 4. Divortex agar homogen dengan master mix. 5. PCR diatur kondisinya seperti dibawah ini : 1. 1 siklus 2. 30 - 40 siklus
5 menit, 95°C - awal untuk pemecahan sel dan denaturasi DNA 10 - 15 detik, 95°C - DNA terdenaturasi menjadi single strand 1,5 menit, 54°C - primer menempel pada ssDNA 2 menit, 72°C - Elongasi primer Taq(1 min/kb) 3. 1 siklus 5 menit, 72°C - pemanjangan terakhir untuk meyakinkan semua produk terkopi dengan sempurna. (72°C optimal untuk Taq polymerase)
B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
950 950 720 720 2’ 15’’ 5’ 5’ 0 54 40 1,5’ ∞ Elektroforesis gel agarosa Cairkan gel agarose 1% menggunakan microwave Tuangkan gel agarose 1% yang telah cair secukupnya (jangan terlalu tebal, kira-kira 0.5 cm) pada tray elektroforesis yang telah disediakan dimana telah diletakkan ”comb” yang mempunyai 14 sumur. Biarkan gel agarose tersolidifikasi (30 menit). Letakkan gel agarose tersolidifikasi pada chamber elektroforesis dan tuang TAE (Tris-acetate and EDTA) 1X secukupnya sampai menutupi gel agorose tersebut. Load 15 µL amplifikasi DNA atau produk PCR dari masing-masing sampel DNA atau produk PCR menggunakan pipet pada tiap sumur di gel agarose. Setelah semua sampel DNA atau produk PCR selesai di-load, run elektroforesis gel agarose pada 75 Voltage selama 45 menit. Ambil gel agarose dan staining gel tersebut dalam 1X TAE + 5 µg/mL ethidium bromide selama 1020 menit dan angkat serta kemudian dibilas dengan air akuades. Ambil gambar dari gel tersebut.
8. TEORI DASAR Koloni PCR adalah metode amplifikasi fragmen DNA dengan menggunakan koloni tunggal suatu mikroorganisme tanpa mengisolasi DNA murni. Prinsip koloni PCR ini berdasarkan pada karakteristik protein yang akan terdenaturasi jika dipanaskan dalam temperatur tinggi, sel bakteri yang mengandung banyak kompleks protein akan lisis dan DNA dapat diamplifikasi. Ekstraksi genom DNA membutuhkan sejumlah besar bahan dan prosesnya memakan waktu yang melibatkan banyak reagen dan prosedur. Koloni PCR juga sudah banyak digunakan untuk mengamplifikasi DNA bakteri dan ragi (Cao, 2009). Sumber lain menyebutkan, bahwa koloni fungi pun dapat diamplifikasi dengan metode ini. (Van Zeijl, 1998) Kelebihan dari metode koloni PCR ini adalah : - Menghemat waktu dan lebih menekan biaya (cost-effective)
29
-
Tidak banyak membutuhkan kultur yang banyak untuk memperoleh jumlah besar genom DNA Tidak membutuhkan banyak bahan untuk mendapatkan amplifikasi DNA Cepat dan metodenya lebih sederhana Memungkinkan untuk screening cepat pada sejumlah besar transforman. (Cao, 2009) Kekurangan : Tingkat amplifikasi rendah dapat dikaitkan dengan julmah berlebihan koloni yang dimasukkan ke dalam tube. Kompleks protein dan karbohidrat sebagai residu dilaporkan dapat menyerap DNA dan DNApolimerase sehingga menghambat aktivitas PCR. (Fukui, 2007) Keberhasilan dalam mengamplifikasi gen tersebut adalah penentu keberhasilan teknik ini. Untuk itu, kesesuaian primer menjadi hal yang harus diperhatikan. Primer yang tidak spesifik dapat menyebabkan teramplifikasinya daerah lain dalam genom yang bukan target atau sebaliknya tidak ada daerah yang teramplifikasi. Selain itu, optimasi PCR juga diperlukan untuk menghasilkan kuantitas kopi gen yang diinginkan. Optimasi tersebut bergantung dengan pengaturan suhu yang dilakukan. Suhu yang diatur meliputi suhu denaturasi, annealing DNA dan elongasi dalam mesin PCR. Suhu denaturasi yang diatur harus dapat mendenaturasi DNA rantai ganda menjadi rantai tunggal dan tidak sampai menyebabkan DNA rusak. Suhu denaturasi yang terlalu rendah dapat menyebabkan belum terbukanya DNA rantai ganda sehingga tidak dimungkinkan terjadinya polimerisasi DNA baru. Proses penempelan primer pada rantai DNA yang sudah terbuka memerlukan suhu optimum, sebab suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan amplifikasi tidak terjadi atau sebaliknya suhu yang terlalu rendah menyebabkan primer menempel pada sisi lain genom yang bukan sisi homolognya; akibatnya dapat teramplifikasi banyak daerah tidak spesifik dalam genom tersebut. Suhu penempelan (annealing) ini ditentukan berdasarkan primer yang digunakan yang dipengaruhi oleh panjang dan komposisi primer. Suhu penempelan ini sebaiknya sekitar 5°C di bawah suhu leleh. Secara umum suhu leleh (Tm) dihitung dengan rumus Tm = 4(G+C) + 2(A+T)°C (Rybicky, 1996). Suhu elongasi yang optimum biasanya 72°C. Pada suhu tersebut terjadi transkripsi oleh enzim polimerase yang mengurutkan dNTP sesuai template DNAnya. Fungsi reagen TAE : TAE terdiri dari tris, asam asetat, dan EDTA. Karena mengandung EDTA, TAE dapat memisahkan sequense DNA yang memiliki ukuran panjang berbeda. Semakin panjang DNA, semakin pendek band yang terbentuk pada saat elektroforesis yang diukur dari sumur. Master mix : 1. Bufferàmenyediakan lingkungan yang sesuai untuk aktifitas dan kestabilan dari polimerase sehingga dapat bekerja secara efektif 2. dNTPà sebagai building block untuk sintesis rantai DNA yang baru 3. primer Forward dan Reverseà sebagai sisi pengenalan pada kesua ujung DNA target (gen 16s rRNA) 4. Polimeraseà enzim yang diambil dari Thermus aquaticus (banyak digunakan) yang dapat bertahan pada suhu tinggi, optimum 70°C 5. Deionàbebas dari ion-ion agar tidak mengganggu reaksi PCR. (Sambrook dab Russel, 2001) Etidium Bromida : Pewarna yang paling sering digunakan untuk mendeteksi DNA/RNA, EtBr adalah DNA interkalator, menyisipkan kedalam ruang anta pasang basa pada double helix. EtBr memiliki penyerapan UV maksimal pada 300-360 nm. Sebagai tambahan, EtBr dapat menyerap energi dari nukleotide yang berada pada absorban pada radiasi 260 nm. Etidium mengemisikan kembali energy UV menjadi cahaya warna kuning/orange yangberpusat pada 590 nm. EtBr sangat sensitif, dapat mendeteksi dengan batas minimal 1-5 ng/band.
30
Identifikasi molekuler menggunakan gen 16s rRNA Gen tersebut mempunyai sifat lestari (conserved). Gen ini tidak mengkode protein tetapi merupakan bagian RNA struktural dari ribosom (for a structural RNA part of the ribosome). Karena ribosom berperan penting dalam sintesis protein, maka gen ini selalu ada dan dimiliki oleh prokariot, dan sangat lestari serta hampir tidak pernah ditransfer secara horizontal, sehingga menyebabkan gen 16S rRNA ini sangat ideal untuk rekontruksi pohon filogenetika dan identifikasi prokariot. Kontrol positif dan kontrol negatif beserta ladder Kontrol positif (Erwinia rhapontici) : adanya kontrol positif hanya mengkonfirmasi adanya gen 16s rRNA pada bakteri, jadi kalo ada band nya berarti primernya bener. Ukuran gen nya menurut literatur 1470 bp . Sehingga jika ada band kontrol positif panjangnya sekitar 1470 bp, berarti primer yang digunakan adalah benar dapat mengamplifikasi gen 16s rRNA. Kontrol negatif (tidak dikasih kultur) : adanya kontrol negatif buat mengetahui apakah terdapat kontaminasi atau tidak, hasil yang diinginkan yaitu tidak ada band yang terbentuk, tetapi jika ada band yang terbentuk berarti ada kontaminasi yang masuk. Ladder : otomatis sangat dibutuhkan, dengan adanya ladder, kita dapat mengetahui berapa panjang sequens yang teramplifikasi. Elektroforesis gel agarosa Teknik elektroforesis merupakan teknik sederhana, cepat dan mempunyai kemampuan untuk memisahkan fragmen DNA yang tidak dapat dipisahkan dengan menggunakan teknik lain, misalnya ”density gradient centrifugation”. Lokasi DNA dalam gel dapat ditentukan secara langsung dengan ”staining” menggunakan ”fluorescent intercalating dye” (misalnya ethidium bromide atau SYBR Gold), dan selanjutnya pita dari ”doublestanded DNA” dapat dideteksi dengan menyinari gel dengan UV. Jika perlu, pita DNA ini dapat diperoleh kembali dari gel dan dapat digunakan untuk tujuan tertentu. Fragmen DNA sebesar 50-20.000 bp adalah ukuran terbaik yang dapat dipisahkan oleh gel agarose. Kecepatan pemisahan fragmen DNA menurun jika panjang DNA meningkat dan kecepatan pemisahannya tergantung pada voltage aliran listrik yang digunakan. (Chaerun, 2010) PEMBAHASAN LAPORAN -
Jelaskan PCR Colony itu apa??kelebihan dan kekurangannya?? Kenapa identifikasi molekuler menggunakan gen pengkode 16s rRNA?? Fungsi reagen : TAE, master mix, loading dye, EtBr Kenapa harus ada kontrol (+), kontrol (-), dan leader Bahas hasil elektroforesis (hasil berupa band yang di dapat ntar hari sabtu):
1. Berapa rata2 panjang gen 16s rRNA?? 2. Kenapa ukurannya segitu (yang ada di hasil elektroforesis) 3. Berapa band yang terbentuk?? kenapa??
31
Modul 5. Identifikasi Molekuler Fungi Identifikasi Molekuler Fungi Mikroskopis Oleh Dena Febriana I.
Pendahuluan Menyusun suatu sistematika di dalam dunia mikroorganisme, seperti sitematika fungi, bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Mengingat tujuan utama sistematika yang sangat penting yaitu menemukan, mendeskripsi dan memberi nama, mendokumentasi perubahan yang terjadi selama evolusi dalam rangka menyusun sistem klasifikasi (Systematics Agenda 2000), maka diperlukan suatu metode indentifikasi yang sangat teliti untuk menentukan mikroorganisme sampai tingkat klasifikasi tertentu. Identifikasi fungi dengan menggunakan metode konvensional umumnya dilakukan dengan melalui proses isolasi dan pengkulturan fungi terlebih dahulu. Identifikasi fungi secara konvensional biasanya dilakukan dengan observasi langsung terhadap morfologi fungi, fisiologi dan enzimologi fungi. Metode konvensional ini mempunyai banyak kelemahan karena identifikasi dan klasifikasikan mikroorganisme hanya didasarkan pada expressed fitured dari fungi. Selain itu, identifikasi metode konvensional ini juga mempunyai kekurangan seperti proses identifikasi memerlukan banyak tenaga (laborious), waktu (timeconsuming), dan rentan akan terjadinya kontaminasi ketika proses identifikasi berlangsung. Selain itu, tidak semua fungi bersifat culturable, sehingga hal ini memicu terjadinya analisis yang tidak akurat terhadap fungi. Identifikasi fungi secara molekular dengan menggunakan fungal DNA dapat menghasilkan hasil analisis yang lebih akurat, hal ini dikarenakan DNA merupakan unit dasar informasi yang mengkode organisme, menyediakan banyak karakter, tingkat homologi lebih baik dan menyediakan hubungan filogenetika yang lebih natural. Dari berbagai teknik identifikasi fungi secara molekular, PCR-specific amplification adalah metode cepat yang banyak digunakan dalam proses identifikasi. Identifikasi fungi menggunakan PCR-specific amplification biasanya dilakukan dengan mengamplifikasi DNA pengkode 18S rRNA atau gen 18S rRNA dari fungi. Selain amplifikasi gen 18S rRNA, identifikasi fungi saat ini banyak dilakukan dengan mengamplifikasi gen rRNA internal-transcribed spacers (ITS). Gen rRNA internal-transcribed spacers (ITS) menunjukan RNA non-functional yang berada di antara ribosomal RNAs (rRNA) struktural pada precursor transcript. Dibaca dari 5’ ke 3’, rRNA prekursor transkrip ini terdiri dari gen pengkode 5’ ETS, 18S rRNA, ITS1, 5.8 rRNA, ITS2, 26S rRNA dan 3’ETS. Daerah ITS sendiri dipisahkan menjadi ITS1 dan ITS2, di antara kedua ITS tersebut terdapat sekuen gen 5.8S rRNA. Panjang daerah ITS secara keseluruhan beragam antara 565 sampai 700 bp.
32
Beberapa fitur yang menyebabkan gen rRNA internal-transcribed spacers (ITS) merupakan daerah target yang baik untuk digunakan dalam identifikasi jamur secara molekular : 1. Seluruh daerah ITS mempunyai ukuran antara 600 sampai 800 bp dan dapat secara langsung diamplifikasi dengan menggunakan primer universal yang komplemen dengan sekuen dalam gen rRNA. 2. Daerah ITS ini mudah untuk diamplifikasi dari bahkan dari sampel DNA yang jumlahnya sedikit. 3. Beberapa hasil studi menunjukan bahwa daerah ITS ini sangat bervariasi atau berbeda - beda di antara spesies fungi dengan perbedaan morfologi atau bahkan pada spesies fungi yang hubungan kekerabatannya dekat. Tahapan – tahapan utama dalam identifikasi menggunakan PCR-specific amplification adalah penumbuhan fungi, distrupsi dinding sel fungi, ekstraksi DNA fungi, amplifikasi gen rRNA internaltranscribed spacers (ITS), elektroforesis hasil amplifikasi, purifikasi gen, sekuensing dan pembuatan pohon filogenetik. Proses distrupsi dinding sel dan ekstraksi DNA merupakan tahapan yang sangat penting mengingat dinding sel dari fungi memiliki komponen yang berbeda daripada bakteri, yaitu mengadung lapisan tebal kitin, (1–3)-h-dglucan, (1,6) h-glucans, lipid dan peptida. Lapisan permukaan seperti melanin juga memiliki resistensi yang tinggi terhadap cahaya UV, digestasi enzimatik dan penguraian oleh senyawa kimia. Oleh karena karakteristik dinding sel fungi tersebut proses ekstraksi DNA fungi merupakan tahapan yang sukar dilakukan (tahapan panjang dan kompleks). Metode untuk distrupsi dinding sel fungi ada banyak di antaranya Proteinase K digestion, Lyticase digestion, acid treatment, alkali treatment dan sonikasi. Metode untuk ekstraksi DNA fungi pun ada berbagai jenis yaitu Liquid nitrogen freezing- mortar dan pestle grinding, sonikasi, ekstraksi dengan alkali dan ekstraksi menggunakan MO BO Commercial Kit dan CTAB nucleic acid extraction method. Secara singkat, setiap prosedur ekstraksi DNA fungi harus memenuhi hal – hal berikut ini: 1. Dinding sel harus hancur (ter-digest) agar dapat melepaskan komponen selular fungi. 2. Membran sel harus terdistrupsi sehingga diperoleh DNA pada buffer ekstraksi yang digunakan. 3. DNA yang diperoleh harus dilindungi dari serangan enzim endogenous nuclease. 4. DNA shearing harus dihindari untuk mengurangi kerusakan DNA. 5. Jarak waktu prosedur satu dengan prosedur lain tidak boleh terlalu panjang sehingga interval waktu pengerjaan tiap tahapan sebaiknya diminimalisir untuk menghindari degradasi nukleolitik DNA
33
Setelah diperoleh fungal DNA, selanjutnya dilakukan amplifikasi spesifik terhadap gen pengkode ITS rRNA. Amplifikasi ini dilakukan dengan menggunakan primer universal yang menempel secara spesifik pada sekuen gen rRNA internal-transcribed spacers (ITS). Primer universal untuk amplifikasi gen tersebut yaitu : ITS4 primer
5’-TCCTCCGCTTATTGATATGC -3’
ITS5 primer
5’-GGAAGTAAAAGTCGTAACAAGG -3’
Setelah dilakukan amplifikasi, pengecekan produk PCR yaitu gen internal-transcribed spacers (ITS) dilakukan dengan proses elektroforesis gel agarosa. Diketahui bahwa gen internal-transcribed spacers (ITS)mempunyai panjang sekitar ±700 bp. Oleh karena itu jika PCR gen internal-transcribed spacers (ITS) berhasil, maka diperoleh band DNA yang menunjukan panjang ±700 bp setelah disejajarkan dengan DNA ladder. Tahapan selanjutnya setelah diperoleh DNA hasil amplifikasi ini adalah dilakukan purifikasi gen tersebut dari gel agarosa. metode purifikasi ada banyak jenisnya, salah satunya adalah purifikasi DNA hasil PCR dari gel agarose dengan menggunakan Geneaid®Gel/PCR DNA Fragments Extraction Kit. Tahapan proses purifikasi menggunakan Kit ini adalah tahap pemisahan gel (gel dissociation), pengikatan DNA (DNA-binding), pencucian (washing) dan elusi DNA (DNA elution). Metode purifikasi ini juga merupakan metode yang sulit dilakukan dan konsentrasi DNA yang dihasilkan tergantung dari tebal band DNA yang diperoleh atau dengan kata lain tergantung pada kualitas proses PCR yang telah dilakukan. Setelah didapatkan gen rRNA internal-transcribed spacers (ITS), dilakukan sekuensing gen tersebut yang selanjutnya sekuens DNA tersebut digunakan dalam pembuatan pohon filogenetika dengan menggunakan program – program bioinformatika. II. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum identifikasi fungi secara molekular ini adalah mengetahui tahapan – tahapan secara garis besar identifikasi fungi secara molekular menggunakan gen rRNA internal-transcribed spacers (ITS) dan mengetahui prinsip kerja dari setiap tahapan tersebut serta mengetahui hubungan antara gen rRNA internal-transcribed spacers (ITS) pada fungi dengan filogenetika fungi dalam proses identifikasi.
34
III. Metode Kerja A. Penumbuhan dan Pemanenan Miselium Fungi Dibuat kultur stok fungi di dalam cawan petri berisi PDA steril, kemudian cawan petri di-seal. Setelah itu, dilakukan inkubasi pada suhu 30oC. Setelah miselium fungi memenuhi permukaan PDA, dilakukan penyimpanan kultur stok di dalam lemari pendingin. Pembuatan kultur kerja dilakukan secara duplo. Untuk kultur kerja, fungi ditumbuhkan di dalam botol pipih berisi ±30mL Sabouraud’s dextrose agar miring. Kemudian diinkubasi pada suhu 30oC selama 2-3 minggu. Setelah sekitar 2-3 minggu masa inkubasi, dilakukan pemanenan. Pemanenan dilakukan secara aseptik dengan cara menggulung dan mengambil miselium dari botol dengan menggunakan spatula. Kemudian miselium yang terkumpul dimasukan ke dalam mikrotube 1.5mL. Untuk identifikasi fungi secara molekular, diketahui berat miselium yang digunakan adalah ±40-60 mg. Berat miselium dihitung menggunakan rumus : Berat Miselium = Berat Mikrotube Berisi Miselium – Berat Mikrotube Kosong
B. Distrupsi Dinding Sel Fungi menggunakan Liquid Nitrogen Freezing and Mortar and Pestle Grinding Ke dalam mortar and pestle steril, masukan miselium hasil pemanenan. Kemudian ke dalam mortar and pestle ditambahkan liquid nitrogen secukupnya. Setelah itu dilakukan penggerusan selama 1 menit menggunakan mortar and pestle. Setelah digerus, biarkan suhunya sampai mencapai suhu kamar (esnya menguap). Setelah itu, dilakukan penggerusan ulang dengan menggunakan 300µL TE selama 2 menit. Kemudian hasil penggerusan tersebut dimasukan ke dalam mikrotube 1.5 ml steril baru.
C. Ekstraksi DNA Fungi menggunakan CTAB nucleic acid extraction method Prosedur ekstraksi DNA menggunakan metode CTAB nucleic acid extraction method yaitu : 1. Pindahkan hasil distrupsi ke dalam mikrotube 1.5 mL dingin. Biarkan dry ice tersublimasi pada suhu ruang selama beberapa menit. 2. Setelah tersublimasi, ke dalam mikrotube ditambahkan 0.5 mL buffer CTAB panas (65oC). Setelah itu, tempatkan mikrotube ke dalam waterbath suhu 65oC selama 30 menit. 3. Setelah itu, ke dalam mikrotube tambahkan 0.5 mL chloroform/isoamyl alcohol (24:1 v/v) .Aduk dengan baik sampai terbentuk emulsi. 4. Sentrifugasi mikrotube dengan kecepatan 10.000 g selama 5 menit pada suhu ruang.
35
5. Pindahkan supernatant yang terbentuk ke dalam mikrotube 1.5 mL baru. Ukur volume supernatant yang diambil dengan menggunakan mikropipet. Buang fase (kloroform lebih rendah. 6. Ke dalam mikrotube berisi supernatant kemudian ditambahkan 1/5 volume 5% CTAB lalu diaduk selama 2 menit. 7. Lakukan ekstraksi kedua dengan melakukan kembali tahap 4 dan 5 (tidak dilakukan kembali tahap 6). 8. Tambahkan dua kali volume buffer presipitasi CTAB ke dalam mikrotube. Aduk perlahan dan perhatikan presipitat yang terbentuk. 9. Setelah itu, sentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 10.000 g. Buang supernatant yang terbentuk. 10. Ke dalam mikrotube ditambahkan high-salt TE buffer. Tambahkan 20 µl untuk pelet kecil, 50 µl untuk pelet moderat, dan 100 µl untuk pelet besar. Panaskan mikrotube ke dalam waterbath suhu 65oC selama 5 menit dengan sesekali menjentikan tabung untuk merehidrasi pellet. 11. Tambahkan dua kali volume etanol 100% dingin ke dalam mikrotube lalu aduk perlahan 12. Sentrifugasi mikrotube selama 5 menit pada kecepatan 10.000 suhu ruang. Buang supernatant. 13. Tambahkan satu kali volume (sama dengan volume larutan pada langkah 11) 80% etanol dingin. Aduk kemudian sentrifugasi selama 3-5 menit pada suhu ruang dengan kecepatan 10.000 g. Buang supernatant yang terbentuk. 14. Uapkan cairan di dalam desikator selama 20-30 menit. 15. Rehidrasi pellet menggunakan 0.1X TE. Tambahkan 20 µl untuk pelet kecil, 50 µl untuk pelet sedang dan 100 µl atau lebih untuk pelet yang sangat besar.
36
Berikut ini adalah skema tahapan ekstraksi DNA fungi dengan menggunakan CTAB nucleic acid extraction method :
37
D. Amplifikasi Gen rRNA internal-transcribed spacers (ITS) Dengan menggunakan perhitungan pengenceran yaitu M1.V1 = M2.V2 , didapatkan volume akhir dari setiap bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan PCR mix, ditunjukkan pada table di bawah ini : Konsentrasi awal
Konsentrasi akhir
Volume (µL)
1 µL
1 µL
1 µL
ITS4 primer
10 µM
0.3 µM
ITS5 primer
10 µM
0.3 µM
2 U
1 U
Bahan Fungal template DNA
Dream Taq PCR Master Mix (2X) Air deion
Hingga volume akhir total 25 µL
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, ke dalam mikrotube, dengan menggunakan mikropipet, masukkan sebanyak volume setiap komponen yang telah ditentukan. Setelah itu, tambahkan air deion pada mikrotube tersebut sehingga volume total pada mikrotube 25 µL. Setelah semua bahan dimasukkan ke dalam mikrotube, gunakan mikrofuge tube selama ±10 detik. Setelah itu masukkan mikrotube ke dalam Thermocycler, untuk selanjutnya dilakukan proses PCR. Atur suhu mesin Thermocycler dan interval waktunya untuk melanjutkan proses PCR berdasarkan tabel di bawah ini : No
Proses
Suhu (oC)
Waktu
1
Initial Denaturation
± 95
3 menit
2
DNA Denaturaion
± 95
30 detik
3
Primer Annealing
± 55
30 detik
4
Polimerisasi DNA
± 72
6 menit
5
Kembali ke tahap 2, dan dilakukan pengulangan sampai sekitar 40 siklus
6
Biarkan pada suhu ± 4 oC untuk penyimpanan
38
E. Elektroforesis Hasil Amplifikasi (Gen rRNA internal-transcribed spacers (ITS)) Pertama – tama buat sekitar 200 mL gel agarosa 1.5% dengan cara mencampurkan bubuk agarosa 3 gram ke dalam 200 ml deion. Pasang sisir elektroforesis pada bagian ujung baki, kemudian sebelum membeku masukan larutan gel agarosa 1.5% ke dalam baki, biarkan gel agarosa membeku atau memadat. Setelah memadat, ambil sisir elektroforesis dengan hati – hati. Setelah itu, pada baki masukkan larutan buffer TAE 1x sampai seluruh bagian dari gel agarosa terendam. Kemudian masukan larutan DNA ladder yang sudah dicampur dengan loading dye pada sumur pertama dan pada setiap sumur lain dimasukkan campuran 10 µl sampel DNA dan 2 µl loading dye 6x. Setelah itu, pasangkan kabel dari sumber arus ke tangki elektroforesis (pastikan bahwa kutub negatif berada di dekat sumuran), setelah itu pasangkan sumber arus ±70V dan atur waktu running ± 45 menit. Setelah proses elektroforesis selesai, gel agarosa tersebut direndam dalam 1 µL etidium bromida selama beberapa menit. Kemudian keluarkan gel dan letakkan gel di bawah sinar ultraviolet, pada alat UV transluminator. Setelah itu, amati band-band yang terlihat di bawah UV transluminator. Setelah itu, dilakukan pengambilan bagian dari gel agarosa yang berisi fragmen DNA hasil PCR dan dimasukkan ke dalam mikrotube 1.5 steril baru. Kemudian dilakukan penyimpanan agarose berisi fragmen DNA tersebut di suhu 4oC untuk keperluan proses purifikasi pada praktikum selanjutnya. Daftar Pustaka Brookman J, Mennim G, Trinci A. P. J., Theodorou M. K., Tuckwell D. S.2000. Identification and characterization of anaerobic gut fungi using molecular methodologies based on ribosomal ITS1 and 18S rRNA. Microbiology. 146, 393–403. Brown, Ta.1992. Genetic A Molecular Approach 2nd Edition. London : Chapman And Hall. Chen, S.C., Halliday, C.L., Meyer, W. 2002. A review of nucleic acid-based diagnostic tests for systemic mycoses with an emphasis on polymerase chain reaction-based assays. Med.Mycol. 40, 333–357.
39
Cubero Oscar F., Crespo Ana, Fatehi Jamshid, Paul D. Bridge. 1999. DNA extraction and PCR amplification method suitable for fresh, herbarium-stored, lichenized, and other fungi.Syst. Evol. 216:243-249. Karakousis A, L. Tan a, D. Ellis b, H. Alexiou b, P.J. Wormald. 2006. An assessment of the efficiency of fungal DNA extraction methods for maximizing the detection of medically important fungi using PCR. Volume 65, Issue 1, Pages 38-48. Kessey,Joe, Et Al.2006.PCR Application Manual 3rd Edition. Mannhelm : Roche Diagnostics Gmbh. Liu Aihua, Bao Fukai, Li Mailin, Shi Min et al.2010. Biodiversity of cultivate fungi ini hair samples from tree shrews. African Journal of Microbiology Research. Vol. 4(24),pp2704-2707. White TJ, Bruns TD, Lee S, Taylor J.1990. Analysis of polygenetic relationships by amplification and direct sequencing of ribosomal RNA genes. Academic Press, New York, USA. Pp. 315-322. Wu Zhihong, Tsumura Yoshihiko, Blomquist Go¨ran, Wang Xiao-Ru,.2003.18S rRNA gene variation among common airborne fungi, and development of specific oligonucleotide probes for the detection of fungal isolates. Applied And Environmental Microbiology. p. 5389–5397.
40
Modul 6. Identifikasi Molekuler Alga Identifikasi Molekuler Mikroalga Oleh Suci Dwi Monda A. Teori Dasar
Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik yang termasuk dalam kelas alga, diameternya antara 3-30 µm, baik sel tunggal maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan tawar maupun laut, yang lazim disebut fitoplankton. Di dunia mikrobia, mikroalga termasuk eukariotik, umumnya bersifat fotosintetik dengan pigmen fotosintetik hijau (klorofil), coklat (fikosantin), biru kehijauan (fikobilin), dan merah (fikoeritrin). Morfologi mikroalga berbentuk uniseluler atau multiseluler tetapi belum ada pembagian tugas yang jelas pada sel-sel komponennya. Hal itulah yang membedakan mikroalga dari tumbuhan tingkat tinggi (Romimohtarto, 2004). Algae secara tradisional diklasifikasikan berdasarkan warnanya. Namun, sistem klasifikasi algae sekarang didasarkan pada beberapa kriteria, yaitu, jenis pigmen, konstituen dinding sel, karakter sitologikal, keberadaab sel flagelata, struktur flagella, skema pembelehan sel dan inti sel, keberadaan envelope pada retikulum endoplasmik di sekeliling kloroplas, dan kemungkinan hubungan antara retikulum endoplasma dan membran nukleus. Pada tahun 1989, Lee menemukan membran tambahan di sekelililng envelope kloroplas yang diakui penting untuk analisis filogenetik. Namun, sistem klasifikasi kelompok alga berubah beberapa kali dalam beberapa tahun. Sistem klasifikasi yang diajukan Lee diadopsi untuk menjadi salah satu alasan percabangan dalam klasifikasi. (Richmond, 2004) Namun, dalam penentuan klasifikasi dari suatu mikroorganisme (dalam hal ini microalgae) metode yang paling tepat digunakan adalah analisis gabungan antara karakteristik fenotip dan genotip. Karakterisasi fenotip yang menjadi acuan dalam penentuan karakteristik mikroaglgae adalah: ukuran sel, bentuk sel, dinding sel, flagella, eye spot, dan pirenoid. Sedangkan untuk karakteristik genotipnya dilakukan molekuler marker dengan menggunakan conserved gene 18 S rRNA. (Polle, 2008) 18S rRNA gen adalah salah satu penanda molekuler yang paling penting, yang digunakan dalam aplikasi yang beragam seperti analisis filogenetik molekuler dan penyaringan keanekaragaman hayati. rRNA ini merupakan salah stau produk gen yang ada pada semua sel eukariotik. Untuk itu, gen pengkode rRNA (rDNA) diurutkan untuk mengidentifikasi kelompok taksonomi organisme, menghitung kelompok terkait, dan tingkat perkiraan divergensi spesies. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa analisis molekuler dari polimorfisme urutan DNA ribosom (rDNA) dinilai efisien dalam menjelajahi komposisi komunitas alam yang kompleks, dalam hal ini adalah sel eukariotik. (Polle, 2008)
41
Oleh karena itu, mengingat beraneka ragamnya mikroalgae yang tersebar di muka bumi, penentuan klasifikasi hingga jenis spesies perlu dilakukan agar pemanfaatan dan eksplorasi bisa dilakukan secara efektif. B. Tujuan Praktikum Memahami proses ektraksi DNA dari mikroalgae dan mengamplifikasi conserved gene 18s rRNA dari mikroalgae dengan menggunakan primer forward (p45) dan primer reverse (p47) C. Metode Kerja 1. Penumbuhan Sel Ada dua tahap yang dilakukan dalam penumbuhan sel mikroalga. Tahap pertama adalah aktivasi sel. Aktivasi sel dilakukan dengan cara menumbuhkan sel dengan menggunakan medium premix selama 3 hari dengan kondisi terkontrol (belum dilakukan tahap aerasi). Tahap kedua adalah perbanyakan sel untuk kultur kerja. Pada tahap ini medium yang digunakan adalah medium premix. Namun, perbedaannya terletak pada kondisi pembiakan kultur. Pembiakan dilakukan dengan penambahan aerasi dan proses inkubasi dilakukan selama 10 hari. 2. Pemanenan sel Pemanenan dilakukan dengan menggunakan metode sentrifugasi. Berat basah mikroalgae akan didapatkan melalui metode ini. Tahapan 1 dan 2 telah dikerjakan asisten 3. Isolasi DNA mikroalgae a. Pra isolasi DNA • 4-10 g material segar dihomogenisasi di dalam mortar dengan 50 mL STE buffer (400 mM sukrosa, 50 mM Tris pH 7,8, 20 mM EDTA-NA2, 0,2% bovine serum albumin, 0,2% ßmerkaptoetanol dan dua senyawa terakhir ditambahkan pada saat eksperimen mulai dilakukan). • Selanjutnya, larutan tersebut difilter dengan menggunakan nylon mesh dengan ukuran 5055 mikrometer. Nylon mesh ditutup sehingga membentuk sebuah tas dan diperas untuk mengekstrak larutannya. • Ekstrak yang terbentuk lalu disentrifugasi pada kecepatan 1000 rpm selama 20-30 menit. Supernatan dibuang dan pelet nuklei diambil.
Tabel konsentrasi dan volume akhir dari STE Buffer Bahan Sukrosa Tris pH 7,8 EDTA-NA2 bovine serum albumin ß-merkaptoetanol
Konsentrasi Awal
Konsentrasi Akhir 400 mM 50 mM 20 mM 0,2% 0,2%
Volume
42
b. Isolasi DNA Tahapan isolasi DNA yang dilakukan adalah: • 500 mikroliter CTAB buffer (2% CTAB, 2% polyvinylpyrrolidone, 1,4 M NaCl, 20 mM EDTA pH 8, 100mM Tris HCl pH 8) ditambahkan ke dalam pelet nuklei hijau. • Sampel dipanaskan ke dalam water bath atau termoblok suhu 65oC selama 1 jam. 1 volume kloroform-isomil alkohol (24:1) ditambahkan ke dalam sampel dan dicampurkan secara inversi selama 10 menit dan disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 13200 rpm. • Fase aqueous diambil dan dimasukkan ke dalam microcentrifuge tube yang bersih dan sisanya dibuang. • Dua volume etanol absolut ditambahkan dengan 0,1 volume (mencapai 50 µL) dari natrium asetat 3M pH 5,2dan dicampur dengan lembut. • Campuran tersebut dibiarkan selama 20 menit pada -20oC. Setelah itu, campuran disentrifugasi selama 30 menit pada 13200 rpm. • Supernatan dibuang dan pelet dicuci dengan etanol 70% dan dikeringkan pada temperatur ruang. Pellet dilarutkan ke dalam 10-50 mikroliter air murni atau TE (1x) buffer (1mM Tris HCl pH 8, 0,1 mM EDTA pH 8).
Bahan CTAB Polyvinylpyrrolidone NaCl EDTA pH 8 Tris HCl pH 8
Konsentrasi Awal
Konsentrasi Akhir 2% 2% 1,4 M 20 mM 100 mM
Volume
4. Amplifikasi DNA dengan menggunakan PCR Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan PCR mix ditunjukkan oleh tabel di bawah ini Konsentrasi awal
Konsentrasi akhir
Volume (µL)
1 µL
1 µL
1
P45 (F)
10 µM
0.3 µM
0.75
P47 (R)
10 µM
0.3 µM
0.75
Dream Taq PCR Master Mix (2X)
2U
1U
12.5
Air deion
Hingga volume akhir total 25 µL
Bahan Microalgae template
DNA
10
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, ke dalam mikrotube, dengan menggunakan mikropipet, masukkan sebanyak volume setiap komponen yang telah ditentukan. Setelah itu, tambahkan air deion pada mikrotube tersebut sehingga volume total pada mikrotube 25 µL. Setelah semua bahan dimasukkan ke dalam mikrotube, gunakan mikrofuge tube selama ±10
43
detik. Setelah itu masukkan mikrotube ke dalam Thermocycler, untuk selanjutnya dilakukan proses PCR. Atur suhu mesin Thermocycler dan interval waktunya untuk melanjutkan proses PCR berdasarkan tabel di bawah ini : No
Proses
Suhu (oC)
Waktu
1
Initial Denaturation
94
1 menit
2
DNA Denaturaion
92
3
Primer Annealing
57
50 detik
4
Extension Step
72
50 detik
5
Final Extension Step
72
10 menit
5
Kembali ke tahap 2, dan dilakukan pengulangan sampai sekitar 37 siklus
6
Biarkan pada suhu ± 4 oC untuk penyimpanan
50 detik
5. Elektroforesis Hasil Amplifikasi Pertama – tama buat sekitar 200 mL gel agarosa 1.5% dengan cara mencampurkan bubuk agarosa 3 gram ke dalam 200 ml akuades. Pasang sisir elektroforesis pada bagian ujung baki, kemudian sebelum membeku masukan larutan gel agarosa 1.5% ke dalam baki, biarkan gel agarosa membeku atau memadat. Setelah memadat, ambil sisir elektroforesis dengan hati – hati. Setelah itu, pada baki masukkan larutan buffer TAE 1x sampai seluruh bagian dari gel agarosa terendam. Kemudian masukan larutan DNA ladder yang sudah dicampur dengan loading dye pada sumur pertama dan pada setiap sumur lain dimasukkan campuran 10 µl sampel DNA dan 2 µl loading dye 6x. Setelah itu, pasangkan kabel dari sumber arus ke tangki elektroforesis (pastikan bahwa kutub negatif berada di dekat sumuran), setelah itu pasangkan sumber arus ±70V dan atur waktu running ± 45 menit. Setelah proses elektroforesis selesai, gel agarosa tersebut direndam dalam 1 µL etidium bromida selama beberapa menit. Kemudian keluarkan gel dan letakkan gel di bawah sinar ultraviolet, pada alat UV transluminator. Setelah itu, amati band- band yang terlihat di bawah UV transluminator. Setelah itu, dilakukan pengambilan bagian dari gel agarosa yang berisi fragmen DNA hasil PCR dan dimasukkan ke dalam mikrotube 1.5 steril baru. Kemudian dilakukan penyimpanan agarose berisi fragmen DNA tersebut di suhu 4oC untuk keperluan proses purifikasi pada praktikum selanjutnya.
44
Daftar Pustaka Dorigo U., Bérard A., Humbert J.F. 2002. Comparison of eukaryotic community composition in a polluted river by partial 18S rRNA gene cloning and sequencing, Microbiol. Ecol. 4, 372–380. Richmond, Amos. 2004. Handbook of Microalgal Culture: Biotechnology and Applied Phycology.Oxford: Blackwell Science Ltd. Simoneli, Paulo. 2009. Evaluation of DNA extraction and handling procedures for PCR-based copepod feeding studies. Journal of Plankton Research 31, 1465–1474 Varela, Elena. 2006. Genomic DNA Isolation from Green and Brown Algae (Caulerpales and Fucales) For Microsatellite Library Construction) .J. Phycol. 42, 741–745 (2006)
45
Modul 7. Purifikasi & Sequencing Oleh Ardha Apriyanto, Dena Febriana 1. Tujuan Melakukan pemurnian DNA dari hasil PCR yang telah dilakukan sebelumnya untuk kemudian dilakukan tahapan sequencing. Purifikasi Gel Dilakukan purifikasi DNA hasil PCR dari gel agarose dengan menggunakan Geneaid® Gel/PCR DNA Fragments Extraction Kit
Tahap 1 : Pemisahan Gel Pertama ambil bagian dari gel agarosa yang berisi fragmen DNA hasil PCR, dan buang kelebihan gel yang tidak mengandung DNA. Kemudian sebanyak ±300mg gel agarosa berisi fragmen DNA tersebut dimasukkan ke dalam mikrosentrifug 1.5 mL. Kemudian tambahkan 500 !L DF buffer ke dalam mikrosentrifug tersebut, lalu homogenkan campuran menggunakan vortex. Setelah itu, inkubasi 550C selama 15 menit (sampai potongan gel terlarut). Selama dilakukan inkubasi, balikkan tube setiap 2-3 menit. Setelah itu, biarkan campuran sample dingin pada suhu ruang.
Tahap 2 : DNA Binding Tempatkan kolum DF ke dalam tube 2 !L lalu pindahkan ±700 !L campuran sampel dari tahap pemisahan gel ke dalam kolum DF. Kemudian tambahkan 30 !L DF buffer lakukan sentrifugasi 14000 selama 30 detik. Setelah itu, buang cairan dari tube dan simpan kembali kolum DF pada tube 2 !L. Jika campuran sampel lebih dari 800 !L, ulangi langkah ini. Tahap 3 : Pencucian (Wash)
46
Ke dalam kolum DF tadi, tambahkan 400 !L buffer W1, lalu disentrifugasi 14000x selama 30 detik. Kemudian tempatkan kembali kolum tersebut pada tube 2 !L. Setelah itu, pada kolum DF tersebut tambahkan 600 !L wash buffer (yang ditambahkan etanol) ,lalu biarkan selama 1 menit. Setelah itu, lakukan sentrifugasi terhadap kolum DF tersebut yang masih terpasang pada tube 2 !L selama 30 detik 1400016000x. Tempatkan kolum DF tersebut pada tube 2 !L baru, lalu lakukan sentrifugasi lagi 14000x selama 3 menit untuk mengeringkan matriks. Tahap 4 : Elusi DNA Setelah kolum DF tadi kering, tempatkan kolum DF tersebut pada mikrosentrifug 1.5 mL yang baru. Setelah itu, ke dalam kolum DF, ditambahkan TE buffer 20 – 50 !L pada bagian tengah kolom matriks. Setelah itu, biarkan selama 2 menit sampai TE terserap sempurna ke dalam matriks. Lalu lakukan sentrifugasi 14000-16000x selama 2 menit untuk elusi DNA murni. Sequencing Sampel untuk sequencing akan dikirim ke Macrogen Korea, kemudian data hasil sequencing akan dianalisis lebih lanjut.
47
Modul 8. Bioinformatika (Filogenetik) Pengenalan Bioinformatik : Pencarian Data Molekuler, Analisis Hasil Sekuensing dan Pembuatan Pohon Filogenetik Oleh Ardha Apriyanto dan Anandayu Pradita Pendahuluan Perkembangan teknologi informasi dan komputasi saat ini turut mendorong kemajuan bidang bioteknologi. Penggabungan ini melahirkan teknologi baru yang dikenal dengan Bioinformatika. Bioinformatika memiliki peran yang sangat signifikan dalam mendukung perkembangan bioteknologi. Bioinformatika membantu eksperimen secara in silico dan penelitian berbasis biologi molekuler, berupa manajemen, analisa dan simulasi data molekuler. Bioinformatik sendiri didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari Database sekuen biologi merupakan inti dari bioinformatik. Saat ini terdapat 3 situs penyedia database sekuen molekuler yang tergabung dalam INSDC (International Nucleotide Sequence Database Collaboration) yaitu : • • •
GENBANK pada NCBI (National Center Biotechnology Information, USA) EMBL-Bank (European Molecular Biology Laboratory) pada EBI (European Bioinformatic Institute, England) DDBJ (DNA Data Bank of Japan) pada CIB (Center for Information Biology, Jepang)
Ketiga situs tersebut bertukar data setiap hari sehingga tampilannya serupa. Data sekuen yang ada biasanya diperoleh dari para peneliti, baik yang tergabung dalam konsorsium maupun individual. Dalam kaitannya dengan ilmu biosistematika mikroba, penggunaan serta analisis database sequence untuk identifikasi sangatlah penting untuk dilakukan. Urutan sequence gen penanda seperti 16S rRNA, 18s rRNA serta ITS dari database tersebut dapat digunakan untuk membuat pohon filogenetik sebagai pendekatan identifikasi. Tujuan Melakukan identifikasi mikroorganisme dengan menggunakan bioinformatika. Metode Sebelum praktikum dimulai Instalasi Software harus dilakukan terlebih dahulu ! A. Analisis Hasil Sekuensing • Buka software BIOEDIT • Buka hasil sekuensing dalam format FASTA
48
•
Buka file kedua dengan menu à file à import à sequence alignment file
•
• • • •
• •
Simpan nama baru dalam format FASTA Pilih salah satu sekuen dengan mengklik nama sekuen Lakukan menu à sequence à nucleic acid à reverse complement Lakukan menu à sequence à pairwaise alignment à align two sequence (allow ends to slide)
Lakukan menu à alignment à create consensus sequence (hasil penggabungan kedua hasil sekuensing dengan arah yang berbeda) Pilih sekuen consensus, lalu simpan di file baru
49
B. Analisis BLAST •
Buka http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi
• • • • • •
Pilih nucleotide BLAST Buka file sekuen consensus, copy Paste pada kolom Enter Query Sequence Ubah pilihan database pada menu menjadi nr/nt Klik tombol BLAST Lihat hasil yang muncul
50
C. Pencarian Data Molekular •
Buka situs www.ncbi.nlm.nih.gov
• •
Klik [all database] ubah ke nucleotide Masukkan accession kode : HE605036.1 JN409472.1 HQ224647.1 AB675636.1 JN644619.1 Klik link Acc. No. data yang muncul Download dalam bentuk fasta file dan simpan dalam satu lokasi folder
• •
D. Multiple Sequence Alignment dengan Program Clustal X • • • •
Persiapkan satu set sekuen dalam format fasta Simpan dalam satu text file (.txt) Buka program Clustal X à File à Load Sequence Klik main menu à Alignment à Do complete alignment
51
•
Tunggu beberapa saat hingga proses selesai
E. Pembuatan Pohon Filogenetik • • • • • • • • • •
Buka program Mega 5 Buka file sekuen à file à load sequence fasta hasil MSA Klik analyze Klik nucleotide sequence à klik ok Klik phylogeny à konstruk neighborjoining tree à yes Ubah Test Phylogeni à Bootsrap method dan Bootstrap replication 1000 Ubah substitution method à Kimura 2 Parameter Klik Compute à Lihat hasil yang terbentuk Simpan File à Save as à Beri Nama Simpan Gambar à Klik image à save as Tiff
52
Modul 9. Kuliah Lapangan Kuliah Lapangan Rancaupas , Ciwidey Oleh Ardha Apriyanto, Anandayu Pradita dan Anryansyah Renggaman
Tujuan Mengaplikasikan materi yang telah didapatkan selama praktikum melalui kegiatan di lapangan. Waktu Kuliah lapangan diselenggarakan selama 1 hari, pada hari Sabtu tanggal 3 Desember 2011. Lokasi • Bumi Perkemahan Rancaupas, Ciwidey. • Luas : 215 ha • Topologi : Alam perbukitan serta hutan alam • Ketinggian sekitar 1.700 dpl • Udara dingin di kisaran 18-21C Jadwal
Jam 4.00-5.00 5.00 5.30-6.00 6.00-9.00 9.00 9.00-9.30 9.30 – 13.00 13.00-15.00 15.00-18.00 18.00
Kegiatan Persiapan Praktikan Berkumpul di gerbang depan ITB Absensi Peserta Mobilisasi dan Upload barang Berangkat – Berdoa Sampai Penjelasan Awal Pembagian Rombongan Mobilisasi Jelajah Sampling Istirahat, Sholat, Makan Packing sampel Perjalanan Pulang - Absensi Tiba di ITB Pulang
53
Bentuk Kegiatan Kegiatan meliputi pengamatan terhadap ekosistem hutan terutama mikroorganisme yang terdapat dalam hutan tersebut. Dalam pengamatan ini dilakukan metoda jelajah secara berkelompok. Praktikan akan melakukan sampling, identifikasi dan penyimpanan sampel mikroorganisme seperti bakteri, makrofungi, mikroalga, protozoa dan lichenes pada sampel tanah dan air. Sampel tersebut kemudian akan diidentifiksi morfologinya di dalam laboratorium SITH.
Materi Koleksi dilakukan sebagai langkah awal dalam memperoleh spesiemen hewan/tumbuhan yang dibutuhkan dalam proses identifikasi atau penelitian. Metode koleksi sangat tergantung pada jenis mikroorganisme yang akan diperoleh. Untuk koleksi mikroorganisme usahakan mengambil dari tempat yang memiliki satu populasi, agar memudahkan kita dalam mengidentifikasi sampel tersebut. Pembuatan awetan spesimen diperlukan untuk tujuan pengamatan spesimen secara praktis tanpa harus mencari bahan segar yang baru. Terutama untuk spesimen-spesimen yang sulit ditemukan di alam. Awetan spesimen dapat berupa awetan basah atau kering. Awetan yang telah dibuat kemudian dimasukkan dalam daftar inventaris koleksi. Pencatatan dilakukan kedalam field book/collector book, pada buku catatan dilakukan pencatatan informasi yang lengkap, yang meliputi : • Nomor koleksi • Waktu koleksi • Lokasi (nama tempat : kampung, desa, kecamatan ; jika memungkinkan catat pula koordinat ditemukannya spesimen) • Ketinggian permukaan laut • Nama lokal dan nama latin (jika sudah diketahui) • Habitat • Kondisi lingkungan saat koleksi (udara, cuaca, dst) • Pengukuran Faktor Fisika Kimia • Suhu à Termometer • pH à Soil Tester • Kelembapan Tanah à Soil Tester • Kelembapan Udara à Sling • Cahaya à Lux meter • Auger à Analisis Batuan Tanah • Oksigen terlarut à DO meter • Frekuensi (jarang, banyak, berlimpah) • Tanda-tanda atau sifat yang penting • Nama kolektor Selain pada buku catatan, kita harus memberikan label berupa etiket pada sampel yang kita ambil. Terdapat dua jenis etiket yaitu etiket gantung dan etiket tempel. Cara menuliskan informasi pada kedua etiket ini pun berbeda. Pada etiket gantung yang harus dicantumkan adalah : • nomer koleksi • inisial nama kolektor • tanggal pengambilan spesimen dan daeran tingkat II tempat pengambilan (untuk bagian depan) dan nama ilmiah spesimen (untuk bagian belakang) Pada etiket tempel yang harus dicantumkan antara lain : • kop (kepala surat) sebagai pengenal indentitas kolektor/lembaga yang menaungi • nomer koleksi
54
• • • • • • • •
tanggal ambil familia,genus, spesies, Nom. Indig (nama lokal), tanggal menempel nama orang yang mengidentifikasi spesimen itu pulau tempat mengambil ketinggian tempat pengambilan dari permukaan air laut kabupaten tempat pengambilan deskripsi spesimen tersebut.
Kuliah Lapangan Biosistematika Mikroba SITH ITB No Kode : Tanggal : Kolektor : Family: Genus: Species: Var: Asal: Ciri-ciri: Kondisi Lokasi: Gambar 1. Contoh bentuk Etiket TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL A. Bakteri Prosedur sampling umumnya sama dengan yaitu : • Sampel harus berasal dari populasi yang mewakili suatu ekosistem tertentu terutama jika akan diisolasi spesies yang spesifik. • Sampel dikoleksi secara aseptic dan jika mungkin dengan bantuan spatula steril, scalpel,wadah plastic atau botol yang memadahi. • Sampel diambil dari lokasi yang mewakili populasi, misal tipe tanah dan horisonnya,daerah perakaran, unit pengolah limbah, permukaan atau bagian makhluk hidup, lumpur dan sebagainya. • Sampel yang diperoleh diberi label dengan deskripsi dan tanggal. Keadaan fisiologis dan fisika kimia serta musim dan aspek-aspek temporal lokasi sampling harus diketahui terutama jika mempengaruhi distribusi populasi. • Sampel harus segera dibawa ke laboratorium untuk pengujian atau disimpan semalam pada suhu 40, untuk sampel air disimpan pada suhu 50C dan tidak lebih dari dari 24 jam agar populasi bakteri tidak banyak berubah.
55
B. Mikroalga dan Protozoa Sampling dilakukan di danau dan di rawa, berikut adalah tata cara sampling : • Isi form sampling yang berupa data fisik dan data kimia • Bersihkan alat-alat dan tempat yang akan dipakai untuk sampling • Pilih lokasi sampling yang mewakili populasi • Tempatkan sampel pada botol film yang telah disediakan • Dokumentasikan lokasi sampling • Setelah selesai sampling segera beri label pada botol agar tidak tertukar C. Makrofungi Preservasi Pengawetan atau preservasi dilakukan agar spesimen mikroorganisme tidak rusak sebelum dilakukan identifikasi atau penelitian lebih lanjut. Secara umum, terdapat dua cara pengawetan, yaitu pengawetan basah dan pengawetan kering. Pengawetan basah dilakukan dengan merendam spesimen ke dalam larutan alkohol 70% atau formalin 4%. D. Lichen Preservasi Untuk Lichen tidak terdapat cara pengawetan yang khusus. Sampel lichen yang diperoleh dari lapangan dikeringkan dan dimasukkan ke dalam amplop kertas. Ambil bagian secara lengkap hingga bagian rhizoid (thallus akar). Jika diperlukan untuk pengamatan di lab, Lichen direndam dalam air selama beberapa jam terlebih dahulu. Tugas Kelompok Semua Kelompok di Lapangan Mengambil Sampel • Bakteri à Tanah dan Air • MakroFungi à Apapun • Mikroalga & Protozoa à Rawa dan Sungai • Lichen à Apapun Untuk pengambilan bakteri, mikroalga, dan protozoa akan ditentukan pada spot khusus yaitu pada danau dan rawa. Sedangkan untuk koleksi sampel makrofungi dan lichen, para praktikan diharapkan dapat membuat plot 10m x 10m di hutan campuran dan hutan homogen. Berikut gambaran plot yang harus dibuat : 10 m 1 m 1 m
56
Pada plot 10m x 10m per kelompok besar dibuat plot 1m x 1m untuk masing-masing kelompok kecil yang tergabung dalam kelompok besar. Plot yang dibuat harus memenuhi syarat-syarat berikut : 10 m - Memiliki akurasi sudut yang sejajar 90o agar membentuk garis lurus - Menentukan arah mata angin dengan menggunakan kompas Masing-masing kelompok melakukan sampling pada area 1m x 1m dan area 10m x 10m. Data yang dikumpulkan akan dikompilasi menjadi data kelompok. Hal yang dilakukan oleh masing-masing kelompok : • Pengamatan parameter (Deskripsi, Foto, Fisika Kimia, Waktu) • Sampling (Jumlah, Teknik) • Preservasi/Pengawetan • Pelabelan • Identifikasi Lab Setiap Kelompok kecil membagi tugasnya masing-masing. Contoh : Bagian Pengamatan, Foto, Colletor, Pelabelan dan Penyimpanan Sampel. Setiap Kelompok Besar (Terlampir) membuat lembar Pengamatan selengkap mungkin untuk spesimen. Lembar Pengamatan tidak sama dengan lembar etiket/Pelabelan. Berikut ini disertakan contoh lembar pengamatan (tidak untuk ditiru) buatlah lebih lengkap dan senyaman mungkin agar pengamatan di lapangan tidak terganggu. Contoh Lembar Pengamatan : Sampel Kode Fisika Kimia Waktu & No Keterangan Lain Label Lokasi Foto Suhu Jam. Deskripsi : Warna, Air, Tanah pH Hutan… Jumlah : .. Kelembapan Tanah Tanah… Preservasi : .. Kelembapan Udara Sungai… Host : Tanaman/Inang .. Cahaya Oksigen terlarut … Hal-hal yang harus diperhatikan : 1. Ketika sampling di danau/rawa/hutan yang spot-nya telah ditentukan WAJIB mengamati semua faktor yang tertera di lembar pengamatan 2. Ketika dilakukan mobilisasi (pergerakan dari satu lokasi ke lokasi lain) dan tanpa sengaja praktikan menemukan sampel, maka tidak diperlukan pengukuran faktor-faktor fisika kimia dengan lengkap untuk mengisi lembar pengamatan, karena dikhawatirkan akan mengganggu efektivitas waktu
57
3. Usahakan pada saat pengambilan sampel, semua praktikan dalam kelompok sudah mengamati dan melihat habitat dari sampel tersebut, baru setelah itu sampel boleh dikoleksi. Perlengkapan Pribadi Berikut ini adalah perlengkapan pribadi yang wajib dibawa oleh praktikan : • • • • • • • • • •
Sepatu Lapangan/ Boot Jas Hujan/Ponco Baju & Celana lapangan Jaket Air Minum Makanan Ringan Modul dan Alat tulis Obat-obatan Pribadi Alat Shalat Papan Jalan
Perlengkapan Kelompok • • • • • •
Plastik sampel bening Ukuran 2kg secukupnya atau (1 pack) Plastik sampel bening ukuran besar/trash bag (utk menyimpan sampel) (5) Mikrotube Steril (20) Spatula Steril (5) Botol film (10) Amplop kecil (20) Kamera minimal 1
Pembagian Kelompok Kelompok Besar Kulap 1
2
Kelompok Praktikum Kelompok 1 Kelompok 3 Kelompok 6 Kelompok 8 Kelompok 2 Kelompok 4 Kelompok 5 Kelompok 7
58
Perlengkapan Identifikasi (Pasca Kuliah Lapangan) Identifikasi akan dilakukan pada sampel yang diambil di lapangan. Praktikan mempersiapkan bahan – bahan untuk identifikasi di laboratorium. Identifikasi bakteri Tabung reaksi Medium NA Reagent Pewarnaan Gram Metode Identifikasi dilakukan sesuai dengan praktikum yang telah dilakukan sebelumnya. Identifikasi Moleculer akan ditentukan kemudian untuk sampel2 tertentu saja. Penilaian Praktikum • Merupakan Nilai UAS Praktikum • Laporan dibuat Per 2 Kelompok kecil • Format Laporan dibuat dalam bentuk Jurnal untuk Publikasi dapat dilihat di lampiran
59