BIOGRAFI ZULFAN EFFENDI LUBIS DAN EKSISTENSINYA SEBAGAI PEMUSIK MELAYU
Meskipun dalam penelitian ini penulis menekankan perhatian kepada gaya bermain lagu-lagu Melayu pada akordion oleh Zulfan Effendi, namun di Bab II ini penulis akan mendeskripsikan secara ringkas hidup beliau sebagai seniman musik Melayu. Alasannya adalah bahwa gaya permainan akordion yang dihasilkan oleh Zulfan Effendi adalah dilatarbelakangi oleh faktor-faktor: bakat, lingkungan, pengalaman hidup, pendidikan, tujuan hidup di dunia, religi, dan tentu saja identitas kemelayuan dan dirinya sebagai seorang keturunan Mandailing yang bermarga Lubis. Berikut ini adalah deskripsi tentang biografi Zulfan Effendi.
2.1 Latar Belakang Kehidupan Zulfan Effendi Lubis Zulfan Effendi yang terkenal sebagai seniman musik Melayu, sebenarnya memiliki pengalaman hidup yang menjadikannya seperti itu. Pengalaman ini diperoleh dari hasil pendidikan, lingkungan, dan interkasi sosialnya. Untuk lebih rincinya berikut ini diuraikan latar belakang kehidupannya, yang diperoleh dari hasil wawancara penulis dengan beliau pada bulan Oktober 2010.
2.1.1 Latar Belakang Keluarga
Universitas Sumatera Utara
Zulfan Effendi Lubis lahir di Kota Medan, 21 September 1953. Ia merupakan anak pertama dari pasangan Zakaria Lubis dan Nur Aini Lubis. 6 Zulfan memiliki sembilan saudara, yaitu: Bustani, Zahara, Arfa, Nur Aida, Nur Sam, Zaini, Indriani, Umi Kalsum, dan Masita. Empat dari sembilan saudaranya meninggal pada usia yang sangat muda, yaitu usia 1 hari sampai usia 6 tahun. Ayahnya merupakan orang Mandailing yang sudah lama tinggal di Kota Medan, tepatnya di Jalan Brigjen Katamso yang secara mayoritas dihuni oleh masyarakat Melayu. Keluarga Zulfan sudah tinggal di daerah ini sejak 4 generasi yang lampau, yaitu mulai dari kakek ayahnya yang hijrah ke Medan dari daerah Tapanuli Selatan dan menikah dengan orang Melayu yang bernama Siti Fatimah. Dari garis keturunan itu, Zulfan Effendi berdarah Melayu dan sekali gus juga Mandailing. Dalam aktivitasnya sehari-hari, karena lingkungan beliau adalah masyarakat yang berkebudayaan Melayu, maka adat istiadat yang digunakan Zulfan Effendi beserta keluarga besarnya adalah budaya Melayu. Namun Zulfan Effendi juga tidak meninggalkan kebudayaan Mandailing. Ia tetap merasa sebagai keturunan Mandailing. Apalagi dalam kebudayaan Melayu, seorang yang menjadi atau masuk Melayu, selain menggunakan kebudayaan Melayu, diperkenankan juga menggunakan kebudayaan etnik asalnya. Ini tidak menghalangi Zulfan Effendi untuk menggunakan dua kebudayaan sekali gus yaitu Melayu dan Mandailing.
6
Adat istiadat suku Mandailing melarang adanya perkawinan semarga. Orang Mandailing menganut sistem klen eksogamus, artinya adalah kawin dianjurkan untuk yang berlainan marga, bukan satu marga yang ditarik dari garis keturunan ayah (patrilineal). Namun apabila sudah terlanjur, maka yang melanggar biasanya pergi jauh dari kampung halamannya. Namun demikian, dalam agama Islam hal tersebut diterima dan disahkan.
Universitas Sumatera Utara
Walau menggunakan dwietnisitas, keluarga Zulfan lebih dominan melakukan adat istiadat Melayu dan memelayukan diri. Bahkan adat Mandailing yang sebenarnya melarang perkawinan semarga telah dilanggar oleh ayah Zulfan yang menikah dengan wanita yang bergaris keturunan Lubis juga. Nenek ayah Zulfan merupakan seorang bidan pertama di Istana Maimun yang membantu setiap persalinan istri Sultan Deli, yaitu Sultan Makmun El-Rasyid, dan merawat anak-anak Sultan sampai remaja. Ia merupakan orang yang terpandang di daerah itu.
Sehingga masyarakat di sekitarnya menjadikan nama lorong
(gang)
dengan nama “Gang Bidan.” Dari keenam saudara Zulfan yang masih hidup, hanya dua orang yang mahir bermain musik, yaitu Zulfan dan Zaini adik laki-lakinya. Zaini mahir bermain gitar dan merupakan seorang
penyanyi, tetapi yang paling berbakat dan yang sampai
sekarang berprofesi sebagai pemusik dari semuanya hanyalah Zulfan Effendi. Sedangkan saudaranya yang lain berprofesi sebagai pedagang. Zulfan sering diajak bermain musik oleh ayah dan pamannya di beberapa acara bersama grup As-Syabab Senandung Deli. Dalam grup ini Zulfan sering bertemu kepada seorang penyanyi yang merupakan putri dari pamannya. Kecantikan dan suara indah yang dimiliki gadis ini, membuat Zulfan tertarik kepadanya Ahmad Effendi yang merupakan ayah gadis ini pun melihat kedekatan Zulfan kepada putrinya. Rasa kagum pamannya kepada Zulfan, membuat ia berniat menjodohkan Zulfan dengan putrinya tersebut. Kemudian Zulfan
sangat senang dengan perjodohan itu, dan
menikahi Zakiah pada tahun 1973, seperti yang ia katakan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Di grup As-Syabab inilah bapak jumpa dengan ibu. Ibu penyanyi pulak di grup ini kan. Udah cantik, bagus pulak suaranya. Bapak pun tertariklah sama dia kan. Nah, uwak bapak yang juga ayahnya ibu ini rupanya tau kalau bapak dekat sama anaknya. Dijodohkanlah kami sama ayah dan uwak bapak itu. Bapak pun senaglah, orang bapak suka. Jadi, nikahlah kami tahun 1973. (Wawancara penulis dengan Zulfan Effendi Oktober 2009). Dari pernikahan tersebut, Zulfan dan istrinya dikaruniai tiga orang anak, yaitu satu orang anak perempuan dan dua orang anak laki-laki. Putri pertamanya diberi nama Zuhaini Lubis, putra keduanya bernama Zuhri Lubis, dan putra bungsunya bernama Harun Lubis. Zuhaini merupakan seorang penyanyi Melayu. Zuhri merupakan pemain keyboard, dan Harun yang saat ini masih duduk di bangku SMA juga berbakat memainkan keyboard. Ketiga anaknya ini juga ia ajari musik Melayu sejak masih kecil. Zulfan berharap anak-anaknya dapat meneruskan kemampuan ayahnya dalam bermusik, khususnya musik Melayu. Gambar 2.1: Zulfan Effendi Lubis dan Istri
Dari ketiga anaknya, ia memperoleh delapan orang cucu. Cucu dari anak pertamanya hanya satu orang laki-laki yang bernama Fahrojan Chaniago. Dari anak
Universitas Sumatera Utara
keduanya ia memiliki tujuh orang cucu, yaitu Zehan, Zaidi, Fitri, Maulana, Ulia, Ahmad Zedan, dan Zipni Mereka semua tinggal berdekatan. Zulfan dan istrinya sering datang kerumah putri sulungnya untuk beristirahat dan bersantai di siang hari, dan sore harinya Zulfan dan istrinya kembali pulang ke rumah. Zulfan Effendi
merupakan
ayah
yang
bertanggung
jawab
terhadap
keluarganya. Demi mendapatkan uang untuk membiayai keluarganya, ia rela pergi menerima tawaran bermain musik ke Malaysia selama kira-kira tiga bulan saat istrinya akan melahirkan putri pertamanya. Dengan hati cemas ia tetap melakukan pekerjaannya dengan baik, dan pada akhirnya Zulfan tidak dapat menyaksikan kelahiran putri pertamanya tersebut. Ia tetap bersyukur dan mendoakan keselamatan dan kesehatan istri dan putrinya dari kejauhan, dan ia segera pulang ke rumah setelah pekerjaannya selesai dengan membawa uang hasil bermain musiknya. Zakiah merupakan seorang istri yang sangat baik dan pengertian di mata Zulfan. Ia selalu mendukung pekerjaan apapun yang dilakukan Zulfan. Bahkan ia rela ditinggal berhari-hari, bahkan berbulan-bulan oleh Zulfan keluar kota maupun ke luar negeri, demi kebutuhan hidup keluarga mereka. Zakiah tidak pernah marah atau menuntut Zulfan ketika panggilan bermain musik sepi. Ia juga turut membantu keuangan keluarga dengan cara mencari tambahan menyanyi dengan grup-grup nasyid. Bahkan sampai saat ini mereka masih mengontrak rumah dan berpindah-pindah tempat tinggal. 2.1.2 Latar Belakang Pendidikan
Universitas Sumatera Utara
Untuk tingkat sekolah dasar, tahun 1960 Zulfan sekolah di Sekolah Rakyat Negeri Sukaraja yang terletak di dekat daerah tempat tinggalnya di Medan. Saat itu ia berusia 7 tahun, kemudian ia menyelesaikan sekolah dasarnya pada usia 13 tahun. Pada saat duduk di bangku kelas 4 Sekolah Rakyat, Zulfan mengikuti festival musik di Radio Republik Indonesia (RRI) Nusantara 1 sebagai pemain suling bersama grup keluarganya Ia melanjutkan sekolahnya ke tingkat sekolah menengah pertama pada tahun 1966, di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dwi Warna Medan yang sampai saat ini masih ada. Zulfan sudah menempuh pendidikan di sekolah itu saat bangunannya masih sangat sederhana. Ia melakukan studinya selama tiga tahun dengan prestasi yang cukup baik. Pada tahun 1968, ayahnya berhenti bekerja dari Garuda Airlines Polonia Medan. Oleh sebab itu, Zulfan tidak mempunyai uang untuk melanjutkan pendidikannya di sekolah menegah atas. Hingga sampai kini, Zulfan Effendi adalah seorang tamatan Sekolah Menengah Tingakt Pertama seja dalam sekolah formalnya. Namun demikian, ia tidak merasa rendah diri. Ia merasa memiliki kelebihan bakat di bidang seni musik dibandingkan orang-orang kebanyakan. Oleh karena itu, ia rajin terus belajar musik secara informal kepada berbagai seniman musik di Sumatera Utara. Misalnya ia belajar dengan Haji Ahmad Baqi, Rizaldi Siagian, Ahmad Setia secara melihat langsung dalam tradisi lisan. Dengan cara belajar seperti ini, Zulfan Effendi, dalam kebudayaan musik Melayu, menduduki peran utama sebagai seniman akordion Melayu dengan berbagai kelebihan-kelebihan virtuoso dan filsafat Melayu yang diamalkannya.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Eksistensi Zulfan Effendi Lubis dalam Musik Melayu 2.2.1 Latar Belakang Kepemusikan Pada usia 6 tahun tepatnya kelas 2 Sekolah Rakyat (SR), Zulfan mempelajari musik Padang Pasir kepada ayah dan pamannya yang bernama Muhammad Nasir dengan alat musik harmonium. Ia lebih banyak belajar kepada Muhammad Nasir yang merupakan pemain harmonium dan akordion yang handal pada masa itu, dan juga seorang pencipta lagu yang lagunya sangat dikenal sampai saat ini. Ia juga membentuk grup musik Melayu yang ia namakan Grup Permai, yang dianggotai oleh sahabatsahabat dan keluarga Nasir termasuk Zakaria Lubis ayah Zulfan yang merupakan sepupu Nasir dari ibunya. Ini merupakan grup pertama yang diikuti Zulfan. Ia bertindak sebagai pemain suling dalam grup ini. Setelah grup ini bubar, Ahmad Effendi yang merupakan paman dan menjadi mertua Zulfan, membentuk grup baru, yakni As-Syabab Senandung Deli. Zulfan juga bergabung dengan grup musik ini dan sampai sekarang grup ini diteruskan dan dipimpin sendiri oleh Zulfan Effendi. Pada tahun 1958, ayahnya membelikannya harmonium bekas, buatan Jerman dengan harga Rp 60. Ini merupakan harmonium pertama yang dimiliki Zulfan. Lagu pertama yang dipelajari oleh Zulfan adalah lagu ciptaan M. Nasir yang berjudul Rintihan Teruna. Ia sering membawakan lagu ini ketika gurunya di Sekolah Rakyat menyuruhnya bernyanyi di depan kelas. Zulfan mulai belajar akodion pada usia sepuluh tahun dan masih dengan lagu yang sama. Kemudian ayahnya membelikannya akordion baru merk hohner 32 bass dengan harga kira-kira Rp.100 lebih saat itu.
Universitas Sumatera Utara
Sejak masih kecil, Zulfan Effendi sering melihat kelompok musik Melayu pada saat mereka latihan, dan menontonnya saat pertunjukan. Inilah awal mulanya ia bertemu dengan Ahmad Baqi yang merupakan seorang profesor musik Padang Pasir yang menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar di Kairo. Sekitar tahun 60-an, Ahmad Baqi memiliki sanggar musik di daerah dekat rumah Zulfan. Grup musik ini Ahmad namakan Grup “Sebernafis” yang merupakan akronim dari istilah yang terdiri dari tiga kata, yaitu seni bernafaskan Islam. Kemudian Zulfan sering datang ke tempat itu dan sering diajari main akordion secara otodidak oleh Ahmad Baqi. Zulfan cepat menyerap pelajaran yang diberikan gurunya tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Proses belajar 1 lagu dia lakukan dalam waktu kurang dari satu hari. Ia tidak pernah belajar dengan menggunakan notasi apapun. Zulfan hanya belajar dengan cara mempraktekkan secara langsung apa yang ia dengar melalui gurunya ataupun melalui kaset. Saat ini, ia hanya membutuhkan beberapa jam saja untuk mempelajari satu lagu. Kemudian sampai saat ini ia merupakan seorang pemain akordion yang handal.
2.2.2 Zulfan Effendi sebagai Lubis Pemusik Melayu Pekerjaan tetap yang digeluti Zulfan Effendi sampai saat ini adalah sebagai seorang pemain musik, khususnya musik Melayu. Ia merupakan seorang pemain akordion dan biola yang handal, bahkan ia juga bisa menyanyikan lagu-lagu Melayu dengan cengkok Melayu dengan tepat, tetapi ia lebih dikenal sebagai seorang pemain akordion yang mahir dengan ciri musik padang pasirnya.
Universitas Sumatera Utara
Sejak masih kecil, Zulfan bergabung dengan grup As-Syabab Senandung Deli yang dibentuk oleh ayah dan pamannya. Ia sering dipakai sebagai pemain akordion untuk menggantikan pamannya M. Nasir Nasution. Ia juga kadang-kadang bermain biola atau bertindak sebagai penyanyi dalam grup ini. Kemudian grup ini bubar saat Zulfan berusia 17 tahun. Di samping bermain musik bersama grup As-Syabab Senandung Deli, Zulfan juga dulu pernah bekerja di bagian pengangkatan barang di Garuda Airlines Polonia dengan rekomendasi ayahnya yang dulu juga bekerja di perusahaan penerbangan ini. Pekerjaan ini merupakan pekerjaan tetap yang digeluti Zulfan pada masa itu, dan bermain musik merupakan pekerjaan sampingan baginya. Sampai akhirnya grup ini bubar, Zulfan tetap bekerja di perusahaan penerbangan ini. Kemudian pada tahun 1970-an Zulfan Effendi bergabung dengan grup musik El-Surayya. Grup ini merupakan grup yang dipimpin oleh Prof. Ahmad Baqi Dalimunthe yang banyak menciptakan lagu-lagu bernuansa padang pasir. Zulfan merupakan satu-satunya murid penerus Ahmad Baqi yang bisa memainkan musik padang pasir pada akordion dan biola yang dianggap sebahagian besar seniman pang pasir “mirip” dengan beliau. Oleh karena itu tidak aneh jika Zulfan merupakan murid kesayangan Ahmad Baqi. Tawaran bermain musik yang diterima grup El-Surayya ini bukan hanya di kota Medan, tetapi juga di luar kota, seperti Aceh, Padang, Riau, bahkan sampai ke luar negeri, seperti Singapura dan Malaysia. Tawaran bermain akordion yang pertama sekali membawa Zulfan ke Malaysia adalah bersama grup ini. Mereka juga membuat rekaman lagu Melayu dengan piringan hitam tahun 1970-an di Malaysia.
Satu
Universitas Sumatera Utara
piringan hitam mereka jual dengan harga 8 ringgit atau kira-kira Rp 800. Banyaknya tawaran pekerjaan yang diterima Zulfan mengakibatkan ia sering meninggalkan tanggung jawabnya pada pekerjaan tetapnya di Garuda Indonesia Airways (GIA) sampai berbulan-bulan, sehingga pihak pengelola tidak dapat lagi memperkerjakan Zulfan dan langsung memecatnya sebagai karyawan tetap. Meskipun demikian, Zulfan masih bisa bekerja sebagai pegawai serabutan yang mengharapkan honor dari penumpang pesawat. Banyak tawaran bermain musik yang diterima Zulfan bersama grup El-Surayya ini. Mereka sering kali mendapat tawaran bermain musik di Aceh. Hampir semua daerah Aceh pernah mereka jalani, baik untuk acara kunjungan yang diadakan walikota, maupun konser musik yang menggunakan tiket sekalipun sering mereka lakukan. Oleh karena itu, Zulfan pernah menerima tawaran untuk menjadi seorang pegawai negeri sipil oleh walikota Sabang yang bernama Yusuf Walat, pada tahun 1980. Ia mendapatkan surat keputusan dari menteri pendidikan dengan nomor induk pegawai (NIP) 01. Zulfan kemudian mengajak istrinya untuk pindah ke Sabang, Aceh, karena istrinya juga diterima sebagai pegawai negeri sipil di kota yang sama. Selama di Sabang, Zulfan membentuk Orkes Melayu Pemda Sabang dan mereka selalu dipakai dalam setiap acara pertunjukan musik di Melayu di kota tersebut.
Gambar 2.2: Bersama Orkes Melayu Pemda Sabang tahun 1981
Universitas Sumatera Utara
di Sabang, Aceh
Selama tiga tahun Zulfan dan istrinya bekerja di Pemda Sabang. Kemudian terjadi suatu kasus yang menimpa walikota Sabang yang mengakibatkan beliau harus menerima hukuman penjara. Hal itu mengakibatkan Zulfan dan istrinya tidak nyaman lagi bekerja karena mereka termasuk orang yang dekat dan sangat menghormati walikota tersebut. Selain itu mereka juga tidak tega meninggalkan anak-anaknya terlalu lama di Medan. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk berhenti bekerja dan kembali ke Medan. Sesampainya di Medan, Zulfan kembali bergabung dengan grup El Surayya. Mereka kembali menerima tawaran manggung ke luar kota dan sampai ke luar negeri dengan jadwal yang semakin padat. Grup ini merupakan grup yang paling terkenal sejak tahun 60-an. Karena jadwal yang begitu padat, Zulfan merasa sudah tidak
Universitas Sumatera Utara
sanggup mengikuti setiap kegiatan yang diikuti grup ini. Akhirnya pada tahun 1996, Zulfan memutuskan untuk keluar dari grup yang dipimpin Ahmad Baqi ini, dan kembali meneruskan grup AS-Syabab Senandung Deli yaitu grup yang pernah dibentuk oleh anggota keluarganya. Ia mengatakan: Dulu ngeri kali jadwal latihan kami sama pak Ahmad Baqi ini. Sampai berbulan-bulan mau di Malaysia, satu hari mau dua acara kami, belum lagi latihannya dari pagi. Selama di sana, mau minta pulang ajalah awak terus. Sampai si Zulhaini pun lahir tak bapak liat. Jadi bapak bilanglah sama pak Ahmad Baqi, pak saya enggak sanggup lagilah ikut bapak. Cari ajalah pengganti saya ya pak, saya keluarlah dari grup ini.
Gambar 2.3: Bersama Ahmad Baqi pada Acara Penyerahan Bintang Mas dari Raja Kinabalo kepada Ahmad Baqi tahun 1996 di Sabah, Malaysia
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1996, Ahmad Baqi meninggal dunia dan akhirnya grup inipun bubar. Beberapa tahun kemudian, Menteri Sabah yang sejak kecil sering menonton grup El-Surayya ini, ternyata memiliki kerinduan untuk mendengar sajian musik yang dibawakan uleh grup ini. Oleh karena itu, ia mencari informasi tentang grup ini dan mengundang mereka untuk kembali mengisi acara di Sabah. Kemudian beberapa dari anggota grup yang telah bubar ini menerima tawaran dan bersepakat untuk bertemu di Malaysia untuk memenuhi undangan menteri tersebut. Dengan dibantu beberapa pemain musik diluar grup El-Surayya, mereka mengisi acara musik Melayu di Sabah, Malaysia. Kemudian kira-kira tahun 1996, Zulfan bergabung dengan Sinar Budaya Grup yang dipimpin oleh Luckman Sinar. Grup ini secara rutin mengikuti acara Pesta Gendang Nusantara di Malaysia yang diadakan setiap tahun. Selain itu, banyak kegiatan-kegiatan kesenian lain yang diikuti grup ini dan bukan hanya musik Melayu,
Universitas Sumatera Utara
tetapi juga musik Sumatera lain, seperti Batak Toba, Karo, Mandailing, Pakpak. Dalam grup ini Zulfan bukanlah anggota tetap, melainkan pemain cabutan, sehingga penulis tidak mendapatkan informasi yang jelas tentang waktu bergabungnya Zulfan dengan grup ini, dan kapan keluarnya.
Gambar 2.4: Bersama beberapa anggota grup El-Surayya Pada acara kerajaan Pahang, Malaysia
Gambar 2.5: Bersama Sinar Budaya Group di caracas,Venezuela dalam rangka OPEC Second Summit
Universitas Sumatera Utara
2.4 Prestasi dan Kegiatan yang diikuti Zulfan Effendi Lubis Prestasi yang dilakukan Zulfan Effendi bukan hanya terdapat dari kemahirannya menainkan lagu-lagu Melayu pada akordion. Saat ini ia dikenal sebagai pemain akordion dan merupakan penggubah lagu Melayu yang handal. Ia banyak menggubah lagu Melayu dengan nuansa yang berbeda dan banyak disukai oleh masyarakat pencinta musik Melayu. Ia membuat karya mengkolaborasikan unsur musik lain, seperti Padang Pasir, Karo, Pakpak ke dalam musik Melayu. Awalnya Zulfan sangat sulit mencari penyanyi yang akan membawakan karyanya ini. Ia menunjuk Syaiful Amri sebagai penyanyi laki-laki, dan Layla Hasyim sebagai penyanyi wanitanya. Layla Hasyim tidak menyetujui tawaran ini pada awalnya. Ia khawatir akan banyak masyarakat Melayu yang marah dan menolak karena tidak suka lagunya diubah-ubah. Layla takut kaset yang akan mereka produksi
Universitas Sumatera Utara
tidak akan laku di pasaran. Namunn demikian, Zulfan selalu meyakinkan kedua penyanyinya ini untuk bekerja sama dengannya, dan usahanyapun tidak sia-sia. Tahun 95-an lah itu bapak niat mau rekamkan lagu-lagu Melayu yang bapak gubah itu kan. Waktu itu payah kali saya cari orang yang mau diajak nyanyikan lagu ini untuk direkam. Bapak tanyalah si Laiyla Hasim sama si Syaiful Amri waktu itu, eh si Layla bilang enggak berani karena dia takut marah pulak nanti orang Melayu kalau kita bawa lagunya kayak gitu. Baru teruslah saya yakinkan dia kan, enggak usah takutlah, Enggak mungkin marahlah, orang bukannya yang jelek kita buat. Kalau si Amri mau aja dia. Baru tahun 1997 lah kami rekaman. Kemudian pada tahun1997, mereka merekamkan lagu-lagu mereka dalam bentuk kaset di studio rekaman SN Record dengan judul album Dua Dimensi. Mereka memproduksi kaset album ini sebanyak 500.000 kaset, dan habis tiap minggunya sebanyak 5000 kaset. Zulfan dan grup musiknya ini kembali membuat 2 album baru yang berjudul Melayu 3 in 1 Ujung Sirih dan
album Melayu 3 dimensi Pucuk
Pisang 2. Dari setiap penjualan 1 kaset, Zulfan menerima Rp. 200. Semua album kasetnya diproduksi sebanyak 800.000 kaset, sehingga ia memperoleh Rp. 160.000.000 dari hasil penjualan kaset tersebut. Namun kaset tersebut kabarnya banyak dibajak oleh para pembajak kaset. Sampai saat ini, Zulfan tidak pernah menerima kabar kasetnya dicetak ulang lagi. Ketika ia berada di Riau, ia menemukan kasetnya di toko kaset yang ada di Riau. Bahkan saat ia berada di Malaysia untuk bermain akordion pada suatu acara, ia mendengarkan kasetnya sedang diputar di mobil yang ditumpanginya. Zulfan kecewa dengan keadaan ini, ia mengetahui bahwa karyanya telah dibajak oleh orang lain dan
Universitas Sumatera Utara
dicetak ulang tanpa sepengetahannya. Sedangkan ia hanya mengetahui bahwa master lagu-lagu ini dipegang oleh Layla Hasyim yang merupakan orang yang mendanai produksi kaset ini. Tetapi Zulfan tidak ingin berprasangka buruk kepada rekan kerja yang juga merupakan temannya ini. Ia menganggap ini semua adalah pekerjaan orangorang usil yang ingin mencari keuntungan dari orang lain. Bersama temannya Syaiful Amri, Zulfan pernah melaporkan pembajakan kaset ini ke Polisi Daerah (Polda) Sumut. Kasus ini diusut sampai ke Kejaksaan kota Medan. Para pembajak kaset akhirnya di tangkap dan denda sebanyak Rp. 20.000.000 atas pelanggaran undang-undang pembajakan kaset tanpa izin. Tetapi masalah ini masih berlanjut sampai saat ini. Zulfan pernah menemukan karyanya dalam bentuk VCD dengan video klip pemandangan-pemandangan alam atau tempat-tempat wisata. Padahal ia tidak pernah syuting video klip sebelumnya. Zulfan benar-benar merasa kecewa dengan keadaan ini, seperti yang dikatakannya sebagai berikut:
Memang payah seniman maju di negara kita ini. Adapun undang-undang tetap ajanya dilanggar orang-orang itu. Macam inilah kaset saya, saya tengok di Riau pun ada, di Pekan Baru, Jambi, Padang pun ada, sampai waktu saya ke Malaysia ngikuti acara di situ, dipasanglah kaset itu di mobil yang kami tumpangi. Kan waktu itu ada kawan yang jemput kami di situ naik mobil. Terkejutlah saya kan, mak ngeri kali orang ini padahal udah lama kali enggak pernah lagi dicetak kaset itu. Yang paling parahnya lagi, ada VCD bapak liat, diambilnyalah lagu kaset itu kan, ha abis itu dimasukkannya gambar-gambar pemandangan sama tempattempat sejarah kayak istana maimun, ke dalam VCD itu. Heranlah bapak, kapan pulaklah saya pernah syuting ini. Selain merupakan seorang pemain akordion yang handal, Zulfan juga memiliki beberapa murid yang ia ajari bermain akordion, seperti Jamal (pemain musik yang saat
Universitas Sumatera Utara
ini memiliki grup sendiri), Ahrai (Tentara Nasional Indonesia), Khairus Syahri, dan lain-lain. Mereka juga ia ajari akordion secara oral dan otodidak. Salah satu diantaranya adalah Khairus Syahri. Pria yang berusia 32 tahun ini merupakan muridnya Zulfan yang saat ini berprofesi sebagai pemain musik khususnya akordion dan keyboard. Khairus sudah sejak lama mengagumi permainan akordion Zulfan. Ia mengatakan bahwa ia sudah lama sering melihat Zufan memainkan akordion dalam beberapa acara di TVRI dan di beberapa pentas kesenian Melayu. Kemudian pada satu kesempatan Khairus bertindak sebagai pemain keyboard di TVRI dalam acara yang juga diikuti Zulfan Effendi pada tahun 1998. Dari pertemuan inilah Khairus berkenalan dan sering berkunjung ke rumah Zulfan untuk belajar akordion langsung kepadanya. Kalau tau orangnya sih, saya udah lama kali, tapi kalau ketemu langsung dengan bapak Fendi ini kira-kira tahun 1998. Waktu itu saya masih kuliah semester 2. Saya sudah lama melihat bapak ini main akordion, saya piker kok hebat kalilah bapak ini. Mainnya kok bisa gitu ya, saya pikr kan. … Terus itu kan pas ada acara main live di TVRI, pas bapak itu main akordion, saya yang main keyboard. Senang kalilah saya kan, terus cerita-ceritalah saya sama bapak itu minta diajarin, disuruhlah saya dating kerumahnya. Sistem belajar yang diberikan Zulfan kepada muridnya bukan seperti kursus musik formal. Zulfan mengajari dengan cara memainkan lagu pada akordion terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh muridnya. Keuletan dan kerja keras Khairus dan muridmurid Zulfan tentu saja membuat mereka cepat menerima pelajaran yang diberikan. Ditambah dengan pengetahuan musik yang sudah dimiliki Khairus, ia menjadi lebih mudah mempraktekkan secara langsung lagu yang dicontohkan Zulfan.
Universitas Sumatera Utara
Zulfan merupakan guru yang sangat dikagumi murid-muridnya dan juga merupakan seorang guru yang sabar dalam mengajar. Ia tidak pernah memaksakan jadwal belajar sesuai dengan keinginannya. Bahkan disela-sela kesibukannya, ia mampu membagi waktu untuk mengajarkan orang yang sangat ingin belajar dengannya. Melihat kemampuan Khairus yang semakin bagus, Zulfan sering mengajaknya ikut bersama grup As-Syabab yang dipimpinnya. Khairus sering menggantikannya bermain akordion, sementara Zulfan memainkan biola. Perjalanan paling jauh yang diikuti Khairus bersama grup ini yaitu ke Malaysia. Saat itu mereka diundang oleh kerajaan Pahang untuk memainkan lagu-lagu Melayu dan Padang Pasir. Sampai tahun 2003 Khairus bergabung bersama grup ini, tetapi kemudian ia keluar tidak sepenuhnya. Ia masih sering ikut pada beberapa acara, tetapi tidak lagi rutin, seperti pada acara Festival Lagu Melayu 2 Dimensi yang diadakan di Helvetia, Medan, Februari 2011. Kebanyakan murid Zulfan sudah memiliki grup sendiri dan menetap diluar kota Medan, sehingga penulis mendapatkan kesulitan untuk menghubunginya. Selain sebagai pemain musik dan guru, Zulfan juga sering ditunjuk sebagai juri dan pelatih pada beberapa perlombaan musik, seperti perlombaan nasyid dan festival musik Melayu. Salah satu festival yang diikutinya, yaitu Festival Melayu 2 Dimensi pada tanggal 3-5 Februari 2011. Zulfan Effendi bertindak sebagai juri dalam perlombaan ini. Festival ini diadakan di Lapangan Nanda Putra Daulay, Jalan Veteran, Halvetia, Labuan Deli-Deli Serdang. Perlombaan ini merupakan perlombaan vokal solo lagu-lagu Melayu yang diadakan setiap tahun oleh Bupati Deli Serdang
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6: Para juri pada Festival Lagu Melayu 2 Dimensi Tahun 2011 di Kab. Deli Serdang
Gambar 2.7: Juri pada Festival Nasyid Sumatera Utara tahun 1994
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8: Pada Saat dikontrak di Hotel Danau Toba, Medan
Gambar2. 9: Foto Bersama Penulis pada Saat Wawancara
Universitas Sumatera Utara