BIMBINGAN PEMBUATAN KARYA TULIS ILMIAH BAGI GURU SEKOLAH DASAR Oleh : Siti Rohmi Yuliati ABSTRAK Guru mengharapkan adanya penguatan dalam menjalankan tugasnya, paling tidak stimulus sangat diharapkan untuk termotivasi berubah lebih baik. Misalnya fasilitas yang dapat diterima guru untuk mendukung proses pembelajaran. Sebagai tenaga profesional yang harus berkualifikasi S1/D4 dalam jenjang dan jenis pendidikan serta mata pelajaran yang dimiliki, maka seorang guru sebagai agen pembelajaran juga harus memiliki kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat profesi pendidik, salah satunya adalah dengan melakukan penelitian. Tujuan bimbingan pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah untuk membantu guru-guru SD dalam membuat Karya Tulis Ilmiah, sehingga guru dapat mengembangkan metode, teknik, dan pendekatan pembelajaran dalam meningkatkan kualitas dan profesionalias dirinya. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah bimbingan terhadap guru sampai menghasilkan proposal penelitian. Hasil penilaian proposal peserta adalah untuk komponen judul dengan skor 3,4 dari skor ideal 5. Skor 14 untuk komponen pendahuluan dengan skor ideal 20, skor 16 untuk komponen rumusan masalah dari skor ideal 25, skor 3,9 untuk komponen manfaat dari skor ideal 5, skor 11,4 dari skor ideal 20 menunjukkan bahwa prediksi awal tentang kurang terbiasanya, skor 3,7 untuk komponen lain-lain sesuai dengan kajian pustaka dari skor ideal 5. Berdasarkan hasil kegiatan pembuatan KTI, dapat ditarik kesimpulan bahwa: walaupun kegiatan ini belum maksimal dalam pelaksanaan dan hasilnya, akan tetapi sudah banyak membantu guru-guru SDN kecamatan Setiabudi dalam usahanya melakukan bentuk pembaharuan pembelajaran yang lebih rasional dan mengikuti arus perkembangan yang ada. Kata Kunci : Bimbingan Karya Tulis Ilmiah. A. PENDAHULUAN Dicanangkannya program wajib belajar secara menyeluruh pada level pendidikan dasar di Indonesia, merupakan keputusan politik yang tak dapat diabaikan. Asumsi yang mendasari pentingnya keputusan politik tersebut, secara legal formal tertuang dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 pasal 6 ayat (1) dituliskan bahwa
:”Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar”. Hal ini penting sebagai suatu batas minimal bagi seseorang agar dapat hidup secara efektif, efisien dan produktif di dalam masyarakat. Melalui wajib belajar sembilan tahun berarti bahwa semua warga negara yang berumur 7-15 tahun akan dipersiapkan
1
sedemikian rupa melalui pendidikan untuk kelak menjadi warga negara yang dapat memainkan perannya secara terbuka dan demokratis. Mengingat strata kelompok ini cukup besar dan cenderung bertambah, maka kehadirannya menjadi penting untuk diperhitungkan, demikian dikatakan oleh Yadi Mulyadi (2006:1) Sebagian guru mengharapkan adanya penguatan dalam menjalankan tugasnya, paling tidak stimulus sangat diharapkan untuk termotivasi berubah lebih baik. Banyak hal yang dapat diharapkan oleh guru agar dirinya termotivasi untuk itu, misalnya fasilitas yang dapat diterima guru untuk mendukung proses pembelajaran atau bahkan bantuan pengurusan kenaikan golongan yang diharapkan. Sebab dari 60 SD yang mempunyai guru sejumlah 65 orang, di wilayah Kecamatan Setiabudi Jakarta yang biasa dipakai untuk praktek pengalaman lapangan (PPL) para mahasiswa PGSD selama ini, hampir 60% dari jumlah guru tersebut rata-rata mempunyai golongan IVa ke atas dan sudah berhenti di golongan tersebut selama kurang lebih 5 – 10 tahun. Dalam Pasita Indonesia dituliskan bahwa salah satu aspek yang dapat mendorong timbulnya suatu perubahan adalah adanya manajemen pendidikan yang baik, manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode peningkatan mutu yang bertumpu pada sekolah itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data kuantitatif & kualitatif, dan pemberdayaan semua
komponen sekolah untuk secara berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi sekolah guna memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Dalam Peningkatan Mutu terkandung upaya mengendalikan proses yang berlangsung di sekolah baik kurikuler maupun administrasi, melibatkan proses diagnose dan proses tindakan untuk menindak lanjuti diagnose, memerlukan partisipasi semua fihak : Kepala sekolah, guru, staf administrasi, siswa, orang tua dan pakar. Guru-guru banyak yang terhambat kenaikan golongannya (khususnya golongan dari IVa ke atas), dikarenakan keterbatasan pengetahuan mereka tentang prosedur, persyaratan, serta tata cara pengusulannya. Persyaratan usulan kenaikan pangkat yang harus dipersiapkan adalah adanya karya tulis ilmiah (KTI) yang harus dibuat oleh setiap guru selain persyaratan yang lain. Menurut UU No. 20 Tahun 2003, UU No. 14 Tahun 2005 dan PP Nomor 19 Tahun 2005 meng-amanatkan bahwa selain sebagai tenaga profesional yang harus berkualifikasi S1/D4 dalam jenjang dan jenis pendidikan serta mata pelajaran yang dimiliki, maka seorang pendidik sebagai agen pembelajaran juga harus memiliki kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat profesi pendidik. Penulisan karya ilmiah atau karya tulis ilmiah (KTI) menjadi dasar pertimbangan dalam pelaksanaan sertifikasi guru tersebut, khususnya pada aspek self apprisal/portofolio guru yang akan disertifikasi. Salah satu karya
2
tulis ilmiah yang sesuai dengan karekteristik guru-guru SD adalah melakukan penelitian dengan model penelitian tindakan kelas (Classroom Action Researt). Penelitian tindakan kelas seperti dituliskan pada topik 4 PTK sebagai kegiatan Pengembangan Profesi Guru adalah penelitian yang dilakukan di kelas dan merupakan KTI yang melaporkan kegiatan nyata yang dilakukan para guru di kelasnya dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran, dengan melakukan kegiatan penelitian tersebut maka para guru telah melakukan salah satu tugasnya dalam kegiatan pengembangan profesinya (Jakarta:7). Laporan penelitian yang baik dan benar akan mendapat penghargaan berupa angka kredit. Selanjutnya angka kredit tersebut dapat dipakai untuk melengkapi persyaratan kenaikan golongan kepangkatan. Sebagai staf pengajar Metodologi PTK di PGSD FIP UNJ, kami merasa terpanggil untuk ikut membantu saudara-saudara kita guru-guru SD di wilayah Kecamatan Setiabudi sebagai SD Mitra jurusan PGSD FIP UNJ yang mendapatkan masalah dalam menulis karya tulis ilmiah, khususnya lagi KTI yang yang berbentuk PTK. B. TUJUAN PENELITIAN Untuk membantu guru-guru SD dalam membuat Karya Tulis Ilmiah.
C. TINJAUAN PUSTAKA 1. Guru Sekolah Dasar
Merosotnya mutu pendidikan di tanah air ditandai oleh banyak hal, seperti rendahnya tingkat kelulusan ujian akhir nasional (UAN), turunnya peringkat Indonesia di tingkat negara-negara berkembang, bahkan di tingkat negara Asia Tenggara dalam berbagai kemampuan. Berbicara tentang guru, tentu tidak dapat terlepas dari citra dan kualitas guruguru yang semakin memudar. Upaya untuk menjadikan jabatan guru sebagai jabatan profesional telah dilakukan sejak tahun 1997. Namun baru 28 tahun kemudian mulai tampak ada tanda-tanda akan terwujudnya profesionalisasi jabatan guru tersebut. Setiap kali kita berada pada masa akhir tahun ajaran sekolah perhatian masyarakat akan tertuju kepada betapa rendahnya kualitas pendidikan sekolah menengah yang ditunjukkan dengan rendahnya hasil nilai ebtanas murni (NEM). Rendahnya skor di atas akan senantiasa dikaitkan dengan rendahnya mutu guru dan rendahnya kualitas pendidikan guru. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan sasaran sentral yang dibenahi adalah kualitas guru dan kualitas pendidikan guru. Berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas guru dan pendidikan guru telah dilaksanakan dengan berbagai bentuk pembaharuan pendidikan, misalnya diintroduksirnya proyek perintis sekolah pembangunan, pengajaran dengan system modul, pendekatan pengajaran CBSA, tetapi mengapa sampai detik ini usaha-usaha tersebut belum juga menunjukkan hasilnya. Guru SD merupakan sentral dari upaya
3
peningkatan mutu pendidikan di tingkat SD, maka setiap upaya pembenahan pendidikan SD harus dimulai dengan penataan dan pembenahan mutu guru SD. Secara historis pendidikan guru sekolah dasar sudah dimulai sejak dahulu kala melalui pewarisan nilai, pengetahuan dan keterampilan sebagai lembaga formal. Dengan perubahan dan perkembangan yang makin kompleks dalam kehidupan masyarakat, maka dibutuhkan insan yang mampu beradabtasi dengan perubahan tersebut. Sejarah perkembangan pendidikan tenaga kependidikan di Indonesia mengalami dinamika sejalan dengan kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa. Pada penjajahan Belanda ada tiga jenis pendidikan guru yang menerima lulusan SD lima tahun, yaitu: 1. Normaalschool (4 tahun) diperuntukkan bagi calon guru sekolah desa. 2. Kweekschools (4 tahun) untuk calon guru sekolah kaum bangsawan dan pamongpraja. 3. Hollandsche Inlandsche Kweekschool (6 tahun) untuk calon guru sekolah bagi orang Belanda, Eropa lainnya, dan Cina. Era pendudukan Jepang, pendidikan yang bersifat elitis dan diskriminatif dihilangkan dan dilakukan penjenjangan sistem persekolahan pendidikan guru yaitu sekolah guru 2 tahun untuk Sekolah Rakyat, sekolah guru 4 tahun untuk Sekolah Menengah Pertama, dan sekolah guru 6 tahun untuk Sekolah Menengah Tinggi. Pada awal kemerdekaan khususnya untuk pendidikan guru, kebijakan pemerintah menyelenggarakan beberapa jenis pendidikan guru yaitu: 1. Sekolah
Guru C (2 tahun sesudah SD). 2. Sekolah Guru B (4 tahun sesudah SD). 3. Sekolah Guru A (6 tahun sesudah SD). Selanjutnya kebijakan pemerintah saat itu menghapus Sekolah Guru B, sedangkan Sekolah Guru A diubah menjadi SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Pada era orde baru, SPG berkembang dengan pesat, baik diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sebagai upaya pengendalian kualitas dan kuantitas calon guru SD, maka pada tahun 1989 SPG dihapus dan tanggung jawab pengadaan calon guru SD dialihkan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah ke Direktorat Jenderal Penddidikan Tinggi dengan kuliafikasi D-II PGSD. Pada era reformasi terjadi perubahan cukup mendasar pada sistem pendidikan guru, termasuk pendidikan guru SD/MI. Beberapa perubahan tersebut antara lain (1) kualifikasi akademik pendidikan minimum guru SD/MI adalah D-IV atau S1; (2) guru harus memiliki sertifikasi profesi guru. Oleh karena itu, bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), kebijakan profesionalisasi jabatan guru melalui UU nomor 14 Tahun 2005 ini merupakan tantangan untuk menghasilkan guru profesional yang berperan serta dalam meningkatkan mutu pendidikan sehingga menghasilkan lulusan yang menghargai keragaman sebagai perekat integrasi bangsa. Kompetensi merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja. Kepmendiknas No. 045/U/2002 menyebutkan
4
kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Jadi kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang terwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran. UUGD dan PP No.19/2005 menyatakan bahwa, kompetensi guru meliputi: kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional dan sosial. Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perkembangan dan perubahan secara terus menerus menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional termasuk penyempurnmaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman tersebut. Walaupun kurikulum nasional tersebut lebih global dibanding kurikulum 1994, model ini diharapkan lebih membantu guru, karena dilengkapi dengan pencapaian target yang jelas, materi standart, standart hasil belajar siswa dan prosedur pelaksanaan pembelajaran. Akan tetapi keadaan sumber daya manusia (SDM) pendidikan di Indonesia sangat memungkinkan munculnya keragaman pemahaman terhadap standart nasional yang dampaknya akan mempenagaruhi pencapaian
standart nasional kompetensi dasar yang diharapkan dapat lebih menjamin tercapainya kompetensi dasar nasional semua mata pelajaran. Seperti diuraikan dalam latar belakang masalah, bahwa dalam Undang-undang RI No. 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional (UUSPN), Undang-undang RI No 14/2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), dan Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang standar Nasional Pendidikan (SNP), menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional. Untuk itu, ia dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana/Diploma IV yang relevasn dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran. Pemenuhan persyaratan kualifikasi akademik minimal S1/D4 dibuktikan dengann ijazah dan persyaratan relevansi mengacu pada jenjang pendidikan yang dimilki dan mata pelajaran yang dibina. Untuk guru SD misalnya, di[persyaratkan lulusan S1/D4 jurusan PGSD/Psikologi/ Pendidikan lainnya (Jakarta:1). Rambu-rambu penyelenggaraan pendidikan profesional guru SD dituliskan bahwa, sosok utuh kompetensi seorang guru SD terdiri atas kemampuan: mengenal secara mendalam peserta didik SD yang hendak dilayani, menguasai bidang ilmu sumber bahan ajaran lima mata pelajaran di SD, menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, dan mengembangkan kemampuan profesional secara berkelanjutan (Jakarta,2006). Dari uraian di atas, maka seorang guru SD harus dapat mengantisipasi perubahan yang terjadi baik dalam segi
5
pembelajaran dan peningkatan profesionalitasnya.
dalam upaya kualitas
2. Penulisan Karya Ilmiah Kegiatan penting yang diperlukan oleh guru untuk bisa meningkatkan kualitasnya yang juga akan berakibat pada statusnya sebagai pegawai negeri sipil yang harus selalu memperbaiki dan meningkatkan golongan atau pangkatnya sampai jenjang kepangkatan tertinggi, adalahmelakukan penelitian. Pada dasarnya peningkatan kualitas diri seseorang harus menjadi tanggung jawab diri pribadi. Oleh karenanya usaha peningkatan kualitas guru terletak pada diri guru sendiri. Untuk itu diperlukan adanya kesadaran pada diri guru untuk senantiasa dan secara terus menerus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan guna peningkatan kualitas kerja sebagai pengajar professional Kesadaran ini akan timbul dan berkembang sejalan dengan kemungkinan pengembangan karir mereka. Oleh karena itu pengembangan kualitas guru harus dikaitkan dengan perkembangan karir guru sebagai pegawai, baik negeri maupun swasta. Gambaran yang ideal adalah bahwa pendapatan dan karir, dalam hal ini jenjang jabatan dan kepangkatan merupakan hasil dari peningkatan kualitas seseorang selaku guru. Proses dari timbulnya kesadaran untuk meningkatkan kemampuan profesional di kalangan guru, timbulnya kesempatan dan usaha, meningkatnya kualitas profesional sampai tercapainya jenjang kepangkatan dan jabatan yang
tinggi memerlukan iklim yang memungkinkan berlangsungnya proses di atas. Iklim yang kondusif hanya akan muncul apabila di kalangan guru timbul hubungan kesejawatan yang baik, harmonis, dan obyektif. Hubungan tersebut bisa dimunculkan antara lain lewat kegiatan profesional kesejawatan. Dengan demikian, untuk pembinaan dan peningkatan profesional guru perlu dikembangkan kegiatan professional kesejawatan yang baik, harmonis, dan obyektif. Secara sistematis pengembangan kesejawatan ini memerlukan: wadah /kelembagaan, bentuk kegiatan, mekanisme, standard professional praktise. Wadah dan kelembagaan untuk pengembangan kesejawatan adalah kelompok yang merupakan organ bersifat nonstruktural dan lebih bersifat informal. Wadah ini dikembangkan berdasarkan bidang studi atau rumpun bidang studi pada masingmasing sekolah. Anggota yang memiliki kepangkatan tertinggi dalam setiap rumpun diharapkan bisa berfungsi sebagai pembimbing. Kalau ada anggota memiliki kepangkatan yang sama, maka diharapkan secara bergiliran salah satu darinya berfungsi sebagai pembimbing anggota yang lain. Dengan bentuk wadah dan kelembagaan semacam ini maka di setiap sekolah akan terdapat lebih dari satu kelompok. Keberadaan kelompok akan memungkinkan para guru untuk bisa tukar pikiran dengan rekan sejawat mengenai hal ikhwal yang berkaitan interaksi guru dengan para siswa. Bagi seorang pekerja profesional, termasuk guru, komunikasi kesejawatan tentang
6
profesi yang ditekuni sangatlah penting. Namun sayangnya, justru komunikasi kesejawatan inilah yang belum ada di kalangan profesi guru di tanah air kita. Kelompok yang dibentuk merupakan wadah kegiatan di mana antara anggota sejawat bisa saling asah, asuh dan asih untuk meningkatkan kualitas diri masing-masing khususnya dan mencapai kualitas sekolah serta pendidikan pada urnumnya. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan sebagai lembaga pendidikan profesi memiliki tanggung jawab tidak hanya melaksanakan pendidikan preservice guru tetapi juga perlu membina guru untuk senantiasa mau dan mampu mengembangkan dirinya (Jakarta:1). Berdasarkan Kepmendikbud No. 025/0/1995 dituliskan: kegiatan pengembangan profesi guru merupakan kegiatan guru dalam rangka pengamalan ilmu dan pengetahuan, teknologi dan keterampilan untuk meningkatkan baik bagi proses belajar mengajar dan profesionalitas tenaga kependidikan. Peningkatan profesional guru sabagai terkait dengan Kepmen Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 84/1993 yang menyatakan bahwa untuk keperluan kenaikan pangkat/jabatan guru Pembina/golongan IV a ke atas diwajibkan adanya angka kredit yang harus diperoleh dari kegiatan Pengembangan Profesi, yaitu dalam hal penulisan karya tulis ilmiah. Banyak guru-guru yang terhambat kenaikan pangkatnya dikarenakan keterbatasan para guru dalam hal membuat tulisan karya ilmiah tersebut. Untuk dapat mengusulkan kenaikan pangkatnya, guru harus
membuat suatu karya tulis ilmiah (KTI). Karya tulis yang bagimana yang dapat dipakai untuk usulan kenaikan pangkatnya? KTI adalah penulisan karya tulis yang ditambah dengan kata ilmiah, menjadikan KTI sebagai karya tulis yang memenuhi persyaratan kegiatan ilmiah. Kegiatan ilmiah diantaranya adalah berupa kegiatan penelitian, pengembangan dan evaluasi. Dan laporan tertulis dari kegiatan ilmiah tersebut, umumnya disebut sebagai karya tulis ilmiah (KTI). Salah satu karya tulis yang dapat dibuat guru agama Islam SD adalah melakukan penelitian dengan pendekatan penelitian tindakan kelas (PTK). PTK lebih dimungkinkan dilakukan oleh guru karena penelitian ini dilakukan di kelas tanpa meninggalkan tugasnya mengajar. Berbagai kegiatan pengembangan profesi yang dilakukan dengan melibatkan para siswanya, dapat dilakukan oleh guru. Diantaranya melakukan penelitian di dalam kelasnya. Dengan melakukan kegiatan penelitian di kelas, maka para guru telah melakukan salah satu tugasnya dalam kegiatan pengembangan profesinya. D. METODE PENELITIAN Sedangkan dampak yang diharapkan terjadi setelah para guru dapat menulis karya tulis ilmiah (KTI) adalah: guru dapat mengembangkan metode, teknik, dan pendekatan pembelajaran dalam meningkatkan kualitas dan profesionalias dirinya. Disamping dampak yang lain, yaitu banyak guru yang dapat mengajukan kenaikan golongannya.
7
Sasaran dari pelaksanaan pembuatan KTI ini adalah guru-guru SD Mitra di Wilayah Kecamatan Setiabudi yang sudah berkualifikasi S1 dan mempunyai tingkat golongan minimal IVa. Dari 60 SD Mitra PGSD UNJ di Wilayah Kecamatan Setiabudi, terdapat 65 guru SD dimana 60% dari jumlah guru tersebut sudah berpangkat IVa ke atas. Dari jumlah guru tersebut, kami hanya mengambil 10 guru, dengan harapan dari 10 guru yang ikut, jika berhasil nantinya akan dapat menyebarluaskan hasil kegiatan ini pada teman sejawat, yaitu 55 jumlah guru yang ada di wilayah kecamatan Setiabudi. Kegiatan pembuatan KTI ini melibatkan Kepala Kantor Dikdas Kecamatan Setiabudi-Jakarta Selatan, PKM UNJ, dan Dosen PGSD FIP UNJ yang mengampu mata kuliah Metodologi PTK dan Bidang Studi, 10 guru SD Mitra dari kecamatan Setiabudi yang lulus seleksi administrasi. E. HASIL DAN PEMBAHASAN KEGIATAN WORKSHOP PEMBUATAN KTI 1. Hasil Kegiatan Hasil kegiatan workshop pembuatan KTI dalam bentuk proposal penelitian tindakan kelas bagi guru-guru di wilayah Kecamatan Setiabudi ini ditandai dengan: Evaluasi Awal, dari informasi yang masuk sebelumnya bahwa guru yang sudah berkualifikasi S1 berjumlah 65 orang, ternyata berkembang menjadi 75 yang sudah menempati golongan IVa. Tim peneliti hanya mengambil 10 guru dengan ketentuan guru tersebut terlama menduduki
golongan tersebut dan dan pertimbangan yang dilakukan oleh tim peneliti yang berdiskusi dengan Kepala Dinas dan para pengawas bahwa para peserta yang terpilih adalah sebagai kepala sekolah. Hal itu diharapkan akan dapat dengan cepat mensosialisasikan kepada teman sejawat dan guru-guru mereka. Evaluasi Proses, Pelaksanaan workshop dilakukan pada tanggal 14–30 September 2009 di ruang sidang jurusan PGSD FIP UNJ, dihadiri oleh 10 guru SD Negeri yang sudah lulus seleksi administrasi (Nama guru dan tempat mengajar terlampir), kepala kantor dinas dikdas kecamatan Setiabudi, 4 pengawas kecamatan Setiabudi, tim pelaksana, ketua jurusan PGSD FIP UNJ yang membuka acara. Setelah menerima informasi materi workshop tentang konsep dan implementasi penelitian tindakan kelas (PTK), peserta berdiskusi untuk mengidentifikasi masalah yang sudah dipilih, merumuskan, menentukan hipotesis tindakan, menentukan tujuan, dan menentukan judul. Kemudian dilanjutkan dengan proses pembuatan proposal yang dilakukan di tempat workshop dan dilanjutkan di sekolah masing-masing.
2. Pembahasan Hasil Kegiatan Kecamatan Setiabudi adalah wilayah seperti kebanyakan di Ibu Kota Jakarta yang berada di pusat kota di wilayah Jakarta Selatan . Berada di sekitar gedung-gedung bertingkat di segitiga emas
8
perkantoran. Dari keadaan lingkungan tersebut terdapat tiga wilayah yang dipercayakan kepada tiga pengawas TK/ SD. Dari banyaknya guru sekolah dasar (SD), terdapat 75 orang guru yang sudah berkualifikasi S1. Mereka kebanyakan sudah menjadi guru minimal dengan masa kerja 30 tahun dan bergolongan IVa, hanya sekitar 10% guru belum S1, dan sekitar 15 % guru sudah bergolongan Iva dengan umur yang relatif masih muda (sekitar 35 – 45 tahun). Berdasarkan hasil evaluasi baik awal, proses, maupun hasil dapat dinyatakan bahwa: hampir sebagian guru-guru SDN di wilayah kecamatan Setiabudi sangat antusias dengan adanya kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh tim pelaksana dari jurusan PGSD FIP UNJ, akan tetapi karena katerbatasan dalam beberapa hal, maka pelaksanaan kegiatan workshop hanya mengambil 10 orang peserta atau guru sebagai langkah awal. Diharapkan dari 10 oarng guru tersebut dapat berkembang dan mensosialisasikan kepada temanteman sejawat mereka. Dari paparan hasil penerapan kegiatan di atas dapat dideskripsikan sbb: 1. Evaluasi Awal Dilihat dari banyaknya undangan yang disebarkan untuk guru - guru SDN di wilayah Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan semua hadir sebanyak 10 lembar, bahkan banyak guru yang menghendaki untuk ikut hadir dalam kegiatan workshop, akan tetapi karena adanya keterbatasan dalam beberapa hal, maka tim pelaksana
hanya mengundang sebanyak 10 orang guru yang lulus seleksi administrasi, hal ini menunjukkan adanya koordinasi yang baik antara tim pelaksana kegiatan dengan Kasi Dinas Dikdas kecamatan Setiabudi serta Pengawas TK/SD di Kecamatan Setiabudi. Tim sudah berusaha untuk selalu memantau tentang adanya kegiatan yang akan dilakukan ini, sehingga pelaksanaan kegiatan workshop berjalan dengan lancar dan baik. Jika dilihat dari kriteria keber-hasilan pada evaluasi awal, kegiatan ini dapat dikatakan berhasil. Yaitu terjaringnya 10 peserta yang akan didampingi dalam pembuatan proposal penelitian. 2. Evaluasi Proses Jika dilihat dari tabel kehadiran peserta pembimbingan pembuatan proposal penelitian sebagian peserta mengikuti lebih dari 50% jumlah kehadiran. Ada beberapa peserta yang kehadirannya hanya 7 kali, walaupun pelaksanaan kegiatan workshop dan pembimbingan pembuatan proposal PTK dilaksanakan pada bulan Romadhon dan bahkan hampir menjelang lebaran, peserta masih antusias untuk terus mengikuti dan mencari referensi penunjang penulisan kajian teori. Hal itu menunj7ukkanbahwa para guru yang terseleksi tersebut benarbenar mengharapkan suatu perubahan dalam upaya melaksanakan pembaharuan pembelajaran, walapun hasil akhir yang diharapkan adalah dapat membuat usulan kenaikan pangkatnta.
9
3. Evaluasi Hasil Hasil penilaian proposal dari peserta seperti dipaparkan di atas menunjukkan bahwa 70% dari jumlah peserta mendapatkan minimal 70. Dan hasil akhir justru menunjukkan surprise bahwa semua peserta mengumpulkan proposal. Hal itu melebihi dari perkiraan dari indikator keberhasilan yang diharapkan, yaitu: 6 dari 10 orang peserta dapat mengumpulkan proposalnya. Yang perlu dibahas lebih lanjut dari hasil penilaian proposal peserta adalah penilaian pada setiap komponen. Untuk komponen judul dengan skor 3,4 dari skor ideal 5 berarti masih ada judul yang terlalu panjang, kurang menggambarkan masalah yang diteliti. Skor 14 skor ideal 20 untuk komponen pendahuluan menunjukkan masalah yang diangkat masih kurang nyata, penyebab masalah kurang jelas, dan kurang diidentifikasi dengan baik. Skor 16 dari skor ideal 25 untuk komponen rumusan masalah tidak untuk memecahkan masalah, argumentasi kurang logis, dan penjelasan masalah masíh kurang operasional. Skor 3,9 untuk komponen tujuan berarti masih dalam rentangan baik. Skor 3,9 dari skor ideal 5 untuk komponen manfaat berarti masih ada manfaat lain yang belum disebutkan sedangkan skor 11,4 dari skor ideal 20 menunjukkan bahwa prediksi awal tentang kurang terbiasanya guru agama mencari dan membaca buku-buku baru terbukti di sini, yaitu bahwa wawasan mereka terhadap perkembangan proses
pembelajaran dan penyampaian materi kepada para siswa kurang dapat mengikuti kondisi/ zaman yang sedang terjadi. Skor 3,7 dari komponen lain-lain sesuai dengan kajian pustaka, yaitu referensi masih kurang dan buku yang dipakai masih berkisar pada kurun 10 – 15 tahun yang lalu. F. PENUTUP Berdasarkan hasil dan pembahasan penerapan kegiatan pembuatan KTI penelitian tindakan kelas seperti diuraikan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa: Walaupun kegiatan ini belum maksimal dalam pelaksanaan dan hasilnya, akan tetapi sudah banyak membantu guru-guru khususnya guru SDN di wilayah kecamatan Setiabudi dalam usahanya melakukan bentuk pembaharuan pembelajaran yang lebih rasional dan mengikuti arus perkembangan yang ada. Disamping itu guru SDN yang dalam kesempatan ini adalah guru yang sudah sarjana dan mempunyai golongan IVa ke atas dapat mencoba membuat proposal untuk kemudian ditinjaklanjuti dalam pelaksanaan penelitiannya akan dapat melengkapi usulan kenaikan pangkatnya lebih tinggi. Sebagai dosen yang lebih dahulu mendapatkan informasi tentang adanya bentuk-bentuk penelitian yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik pembelajaran di sekolah yaitu penelitian tindakan kelas, seyogyanya dapat memberikan rangsangan dan transfer ilmu kepada para guru, khususnya guru SDN di wilayah kecamatan Setiabudi yang sangat berdekatan dengan lingkungan
10
kampus PGSD FIP UNJ, untuk dapat membuat proposal penelitian tindakan kelas dan kemudian: Dosen dapat meneruskan melakukan pembimbingan penilitian untuk menindaklanjuti hasil penulisan proposal, Guru-guru SDN di wilayah kecamatan Setiabudi
sangat membutuhkan bantuan dalam melakukan suatu bentuk pembaharuan pembelajaran yang mengikuti arus perkembangan zaman yang sedang terjadi
11
DAFTAR PUSTAKA Arif Kurniawan, Profesionalisme Guru. http://gadise168.wordpress.com/2008/04/21/professional-guru-dulu-kini-dannanti/. Diakses tanggal 12 Maret 2009 Mulyadi, Yadi, MT. 2006. Demokratisasi Pendidikan (Kajian Pada Jenjang Pendidikan Dasar). http://www.ekofeum.or.id/artikel.php. Diakses tanggal 12 Maret 2009 Tan, Mely G., 2000. Pelapisan Sosial: Siapa yang Mendapat Apa, Kapan, Bagaimana. dalam Pardede, S. (ed) 70 tahun Dr. I.B Simatupang; Saya Orang yang Berhutang. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Riwayat Hidup Peneliti : Dra. Hj. Siti Rohmi Y, M.Pd adalah Dosen PGSD FIP UNJ.
2