BIAS IDEOLOGI DAIAM PENERjEMAHAN (STUDI
KRITIK TERJEMAH) Fitria Sari Yunianti Dosen Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan Email:
[email protected]
ABSTRACT The problematical case in translation studies is ideological bias in translation works. Actually, every translator must be reliable and honest in transferring thoughts from the source text to the target one without any epitomizing or deletion. Nevertheless, in real situation, influence of ideological principles always appear in translation works. This article will search for ideological biases in tuX} translation works of al-Quran fronz its original language (Arabic) to English, namely the translations which have been written by Muhammad Habib Shakir and Shah Faridul Haque.
Shakir is a big scholar ofSyi 'ah who has translated al-Quran from Arabic into Engli..
Fitria Sari Yunianti
J.t~ ~ J ~.;11 '0~ j~l ~ ~.rJI 4....IJ,) J ..:J\J~'il 0:! 4f
J~'J\j.A; J l.;ly 0~ 0t ~?Y
J>- ~ ~\ ~
.~.rJI
rJJ) .J.b- } JL.,a;::,:.10)..l: ~l ~.;11 ~I Jl~'J1 ~I 4f 'O,)IJ}I d' ~ a.lLilI o~ .~.rJI ~ ~
J>- '0~I i~ ; y.. Lo Wb ci'}' J
01..I'" ::11 ~. J - ~) a...,_.f"' -II ..r.?. ~I JI~..I'" 01 ::11 '-?--. -~J- I..' ,'~ '0~ C=II J·U,I - ~ .Jt.J-I -4)~CW.) )'l..'J1 ~
r->-;) ~I ~.L 4f ~Lo.WI .1>-i ~ )'l..'J1 ~ ~ Loi ~ cJ ..b.-) ~) .The Qur'an 01~1 J ~M'iI~1 Jl fPI 01.;31 ~.i'-o;b ~ ~M'i\ ~I) (01.;31) 4..rJI ~I 0:! ~W 'J ~ .~.L J~t..; ~b ~.;11 ~4':i1 ~ )'l..'J1 ~) .~I 01.;31 r->-;) (Barelwi) i.,?}J. ~Lo.WI..b-i ~ Jt.J-I ,)}j cw. Loi) TIle Holy Qur'an English Translation from Kanz- 0\~ ~i ~M'il ~I Jl
~\ ~ ~\ ~\.;.:. ~\ Jr-ll) ~4':il ~; J
~)
. ul Eeman
.i.,?}J. ~J1\ 'O~ L..L..i ~; ~i)
·rL) ~
:l.::.:L'yIj\
i.,?}J. ,a~':, ,01.;31,~.rJI ,l::>.-}y.!-4'i1'j~'il: ~ly'J,)
A. PENDAHULUAN
Bahasa merupakan gejala sosial dan digunakan untuk berkomunikasi antar manusia (Parera, 2004: 11). Artinya, ada sebuah proses transformasi infomlasi dati satu orang ke orang lainnya yang di dalamnya terkandung beberapa pesan. Bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya dipahami sebagai proses dialog atau bahasa lisan, namun ragam tulis juga merupakan salah satu bentuk komunikasi antara penulis dan pembaca. Al-Qur'an yang merupakan wahyu Allah juga
28
INSYIRAH, Jumal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam
Bias Ideologi dalam Penerjemahan.
betperan sebagaimata rantai transmisi historis-ilmiah yang paling solid (Hidayat, 1996: 36-37). Di dalamnya,Allah berkomunikasi dengan menggunakan bahasa manusia (bahasa Arab) sebagai . mediumnya. Pesan yang dikandung al-Qur'an tidak terbatas untuk kaum tertentu, akan tetapi untuk umat manusia di sepanjang zaman (AI-Khalil, tt: 17). Penerjemahan al-Qur'an merupakan sebuah keniscayaan, mengingat tidak semua orang di dunia ini mampu memahami teks berbahasaArab. Banyak usaha penerjemahan al-Qur'an ke dalam beberapa bahasa lainnya, terutama ke dalam bahasa Inggris tercatat sekitar 40-an terjemahan (Pearson, 1983). Hal ini tentunya menggembirakan tentunya karena temyata al-Qur'an diminati untuk dipelajari. 1 Penerjemahan adalah kegiatan mereproduksi amanat atau pesan bahasa sumber dengan padanan yang paling dekat dan wajar di dalam bahasa penerima, baik dilihat dari segi arti maupun gaya. Idealnya, terjemahan tidak akan dirasakan sebagai terjemahan tetapi tetap membawa amanat teks sumber, mau tidak mau diperlukan penyesuaian gramatis dan leksikal. Penyesuaian ini hendaknya tidak menimbulkan struktur yang tidak lazim dalam bahasa penerima (Moeliono, 1989: 195). Penerjemah adalah komunikator atau penghubung antara penulis teks sumber dan teks sasaran. Penerjemah diharapkan tidak menampakkan dirinya, karena tugas penerjemah semata-mata menyampaikan pesan yang dikandung dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, dan ini berarti penerjemah tidak memasukkan pikirannya atau pendapatnya ke dalam teks. Misalnya seorang penerjemah tidak setuju dengan pendapat penulis, maka penerjemah tetap hanya bertugas untuk menyampaikan kepada pembaca pesan teks tersebut apa adanya. Akan tetapi, benar kah tidak akan ada campur tangan? Dalam term analisis kritik wacana, setiap penerjemah secara sadar atau tidak akan membawa ideologinya masing-masing dalam melakukan proses penerjemahan (Kardimin, 2009: 243). Penerjemah tidak pemah berangkat dari ruang kosong, ada prior
Vol. 1, No.2, Desembeer 2013: 27 - 58
29
Fitria Sari Yunianti
text yang melatarbelakangi aktivitas penerjemahan, penerjemah tidak akan terlepas dari kepentingan, ideologi dan nilai-nilai yang diyakininya ketika menerjemahkan teks (Vidal, 1996: 9).
B. TEOR! KRITIK TERJEMAH; PENDEKATAN GENETIF DAN OBJEKTIF
Pengaruh ideologi penerjemah dalam proses penerjemahan dapat dilihat dari proses dan produk terjemahan. Schaffner menjelaskan jika aspek ideologi bisa dilihat dari teks terjemahan itu sendiri, dengan cara melihat levelleksikal dengan cara berhati-hati memilih padanan kata, menggunakan kata-kata yang lebih netral dan menghindari penggunaan istilah-istilah khusus. Di samping itu, pengaruh ideologi juga bisa dilihat pada level gramatika, contohnya adalah penggunaan bentuk kalimat aktif dan pasif yang memberikan kesan berbeda ketika dibaca dan dipahami. Aspek ideologi sedikit banyak akan tampak pada teks terjemahan juga bergantung pada jenis teks itu sendiri, jenisnya dan tujuan komunikasinya(Schaffner, 2003: 2342). Aspek ideologi dalam peneliemahan juga bisa diuji melalui proses penerjemahan dan peran penerjemah sebagai pencipta teks dalam teks sasaran. Apakah penerjemah bisa melakukan tugas sebaik penulis asH dalam teks sumber atau sebaiiknya. Aspekaspek inilah yang kemudian memengaruhi munculnya aliran dalam penerjemahan, yaitu post-strukturalis dan fungsionaHs (Karoubi, 2003), Dalam teml analisis kritik wacana yang melihat keterkaitan ideologi dalam penerjemahan, ada dua teorl yang diajukan untuk menguraikan dan mengetahui tipe penerjemahan.
Pertama, teori post-strukturalisme, yaitu ideologi dan penerjemah sebagai pembaca teks sumber. Aliran post-strukturalis (seperti Derida) berangkat pada keyakinan jika penerjemah hanyalah agen yang menjadi penghubung antara pengarang TSu dengan pembaca dalam bentuk TSa. Penerjemah hanya akan menyampaikan
30
INSYIRAH, Jumal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam
Bias Ideologi dalam Penerjemahan
apa yang dimaksudkan penulis asH dengan menggunakan bahasa yang berbeda dalam bahasa sasaran (BSa). Akan tetapi masalah yang muncul adalah, penerjemah sarna halnyadengan penuHs teks sumber bukanlah sebagai individu, akan tetapi juga sebagai ''person'' yang berinteraksi dengan sosial dan sejarah. Penerjemah merupakan orang yang secara tidak sadar membiarkan pengetahuannya menguasai tingkah lakunya. Pengetahuan itulah yang selanjutnya disebut ideologi. Dalam berperilaku dan bersikap penerjemah dikendalikan oleh ideologi dan norma yang dianut. Oleh karena itu, secara tidak sadar pula penerjemah akan terpengaruh ideologi mereka dalam melakukan pekerjaan menerjemah. Kedua, teori fungsionalisme, yaitu ideologi dan penerjemah
sebagai penulis bahasa sasaran. Jika pendekatan teori poststrukturalisme adalah menundukkan penerjemah dan menjadikan TSu sebagai hal yang sakral, maka aliran fungsionalis sebaliknya. Aliran ini mencoba menundukkan TSu dan memberi keleluasaan kepada penerjemah sebagai pencipta teks dalam BSa. Aliran ini melihat jika teks sasaran adalah hal yang paling penting dalam proses penerjemahan, karena aliran ini memandang aktivitas penerjemahan sebagai aktivitas komunikasi yang menekankan pentingnya proses komunikasi antarbudaya, dimana produk akhirnya berupa teks yang akan berfungsi dengan baik jika sesuai dengan konteks dan situasi TSa. Aliran ini melahirkan teori penerjemahan Skopos yang diperkenalkan oleh Vermeer (Vermeer, 2000: 221-232). Menurut Varmer aktivitas apapun termasuk di dalamnya penerjemahan selalu memiliki maksud dan tujuan tertentu. Dari dasar inilah mereka menilai jika aktivitas penerjemahan bukan semata-mata proses pengalihbahasaan, akan tetapi sebagai sebuah aktivitas manusia yang berdasar pada tujuan tertentu yang ditentukan oleh penerjemah. Di sini penerjemah diberi keleluasaan dalam menginterpretasi teks sepanjang penerjemah mampu bertanggung jawab terhadap klien dan pembacanya. Perbandingan antara post-strukturalis dan fungsionalisme dapat digambarkan pada
Vol. 1, No.2, Desembeer 2013: 27 - 58
31
Fitria Sari Yunianti
bagan berikut ini: Bagan perbandingan antara post-strukturalis dan fungsionalis Post-strukturalis Semantik
Fungsionalis Komunikatif Penerjemah
Setia kepada pengarang teks sumber, peran I penerjemah tidak terlihat
Loyal kepada klien, peran penerjemah harns terlihat Proses penerjemahan
Orientasi TSu
Orientasi TSa Tujuan penerjemahan
Padanan lingustik
Keberterimaan komunikatif Perangkat terjemah
Linguistik kontrastif, semantik leksikal
Psiko-sosiolinguistik, teks lingusitik
Dari bagan di atas bisa kita Hhat perbedaan yang mencolok di antara keduanya. Pada penerjemahan tipe post-strukturalisme, penerjemah lebih mementingkan kesetiannya terhadap teks asH dan peran penerjemah tidak terlihat. Hal ini menjadikan penerjemah tidak akan melakukan penambahan atau pun pengurangan. Penerjemah hanya mentransferkan apa yang ada dalam teks tanpa tendensi apapun. Penerjemah tidak terlalu memikirkan siapa yang akan membaca terjemahannya itu. Penerjemah berorientasi terhadap ketepatan gramatika, semantis dan leksikal. SebaHknya pada tipe penerjemahan fungsionalis, penerjemah lebih berorientasi pada kepentingan pembaca. Peran penerjemah pun terlihat di sini, penerjemah akan memulas terjemahan sedemikian 32
INSYIRAH, Jurnal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam
Bias Ideologi dalam Penerjemahan
rupa untuk mendapatkan bahasa yang luwes karena tujuan pertamanya adalah keberterimaan. Dad sini Iah penulis berasumsi jika jenis penerjemahan fungsionalis akan lebih rentan dengan interfensi ideologi penerjemah. Seperti yang tertera di bagan, penerjemah tipe fungsionalis ini berotientasi kepada pembaca sehingga penerjemah tahu apa yang dibutuhkan pembacanya. Menurut Tymoczko, ideologi dalam penerjemahan merupakan kombinasi isi dati TSu dan bermacam ujaran yang terpresentasikan dalam lsi TSu untuk disajikan dalam TSa. Dalam proses ini ada kemungkinan penyimpangan penyampaian amanat. Lebih jauh dijelaskan jika ideologi dalam penerjemahan tidak bisa dilihat dad hasil terjemahan saja, akan tetapi posisi penerjemah dan juga audience atau penerima teks dalam bahasa sasaran (Tymoczko, 2003: 181-202). Demikianlah, ideologi penerjemahan memegang pengaruh penting terhadap hasil terjemahan. Penerjemahan tidak hanya diartikan sebagai proses pengalihbahasaan, namun juga sebagai agen yang menjembatani antarbudaya. Ketika menerjemahkan, seorang penerjemah diharapkan bisa membedkan ekuivalensi yang sesuai dad BSu ke Bsa (Baker, 1992: 21-25). Ketika sesorang terbentur pada kesulitan mencad padanan antar kedua budaya, di sinilah peluang ideologi penerjemah berperan. Permasalahan terse but adalah bagaimana bisa menghilangkan unsur-unsur kebahasaan BSa dan tetap mempertahankan budayanya, sedangkan kenyataannya bahasa dilingkupi budaya? Bagaimana bisa mengakrabkan pembaca dengan budaya asing sedangkan bahasa yang dihadapinya dilingkupi budaya pembaca sendiri? Tentu harus ada pilihan diantara keduanya (Kardimin, 2009). Memilih mempertahankan budaya asing berarti Iebm cenderung ke bahasa asing (Venuti menyebutkan foreignisasi/ post-strukturalisme). Memilih BSa berarti cenderung ke bahasa sasaran (Venuti menyebutnya domestikasi/ fungsionalis). Pilihan ini bisa dipengaruhi oleh penerjemah (Venuti menyebutnya mediasi, penerbit, pembaca, ataupun pemerintah (Venuti menyebutnya se-
Vol. 1, No.2, Desembeer 2013: 27 - 58
33
Fitria Sari Yunianti
bagai faktor luar). Ideologi penerjemah menghubungkan penerjemahan yang "benar" dan "berterima" dengan faktor luar. Hakikat penerjemahan bukan sekadar pengalihbahasaan, tetapi juga untuk menemukan padanan yang tepat dalam rangka mengahasHkan teks atau unsur teks BSa yang "benar" dan "berterima". Benar dan berterima merupakan konsep yang subjektif. Konsep ini tergantung pada faktor di luar teks, sehingga penerjemahan yang benar dan berterima akan tergantung pula pada pemilihan makna kata, istilah, atau ungkapan yang kemudian disebut unsur bahasa atau unsur teks menjadi sangat tergantung pada faktor luar terse but. Ketidakberterimaan ini bisa saja disebabkan kesalahpahaman pemahaman atau memang adanya unsur kesengajaan agar khalayak pembaca bisa dengan mudah memahami isi teks, dan tentu saja sesuai dengan kemauan penerjemah (Machali, 2009: 141). Faktor-faktor luar yang mempengaruhi makna adalah penulis teks (istilah yang lebih umum pengirim atau pemroduksi), penerjemah, sidang pembaca, norma-norma, kebudayaan, dan materi yang dibicarakan.
Faktor pertama, penulis teks dalam menghasilkan tulisannya tidak lepas dari pengaruh keagamaan, bacaan dan faktor luar yang mempengaruhi tulisannya. Penulis berada di dalam jaringan intertekstual, yaitu konsep kebudayaan sebagai teks. Faktor kedua, penerjemah dalam usahanya mengalihkan pesan dari BSu disamping dipengaruhi oleh jaringan intertekstual, ia juga dipengaruhi oleh ideologi yang menyebabkan ia melakukan mediasi sesuai pertimbangannya. Faktor ketiga, pembaca yang mungkin saja memiliki penafsiran yang berbeda-beda mengenai teks yang dibacanya juga berada di dalam jaringan intertekstual. Faktor keempat, perbedaan nonna yang berlaku dalam BSu dan BSa. Faktor kelima adalah kebudayaan yang melatarbelakangi BSu dan BSa. Faktor keenam yaitu, hal yang dibicarakan dalam suatu teks bisa dipahami secara berbedabeda oleh penulis BSu dan BSa. Faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh yang besar dalam 34
INSYIRAH, Jumal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam
Bias Ideologi dalam Penerjemahan
pemilihan unsur-unsur bahasa. Seorang penerjemah di dalam mengambit keputusan mungkin dilandasi oleh ideologinya, tekanan dari penerbit, atau keinginan untuk memenuhi selera pembaca. Penerjemah dalam hal ini telah menginterfensi proses penerjemahan. Dalam tindakan· interfensi ini, penerjemah memiliki kecenderungan untuk menentukan salah satu pilihan dari dua kutub yang berlawanan. Karena keyakinan ini mempengaruhi sebagian besar penerjemah, maka Venuti mengatakannya sebagai ideologi penerjemah dan diistilahkan dua kutub ini sebagai domestikasi dan foreignisasi. Interfensi ideologi dalam menerjemahkan seringkali juga secara sadar maupun tidak akan terlihat pada hampir setiap penerjemah. Penerjemah seberapapun kadarnya akan memasukkan misinya di dalam karya terjemahannya. Misi atau boleh dikatakan agenda terselubung itu bisa berupa agenda politik, budaya atau religi. Yang menjadi masalah berikutnya adalah bagaimana kita bisa mengetahui interfensi ideologi penerjemah pada hasH terjemahan. Nababan dalam tulisannya yang berjudul Aspek Genetik, Objektif dan Afektif dalam Penelitian Penerjemaban, mengutip Holmes yang membagi studi penerjemahan menjadi dua jenis, yaitu studi penerjemahan deskriptif dan studi teori penerjemahan. Studi penerjemahan deskriptif selanjutnya dibagi menjadi studi penerjemahan yang berorientasi pada (1) produk, (2) fungsi dan (3) proses, akan tetapi satu dengan yang lainnya saling terkait (Nababan, 2007). Ahmad Kardimin lebih lanjut menjelaskan cara kerja operasional dari ketiga faktor tersebut (Kardimin, 2009), Faktor Genetik Yang dimaksud faktor genetik dalam studi penerjemahan meliputi, penulis, penerjemah dan buku yang diterjemahkan itu sendiri. Faktor genetik bersifat sUbjektif karena menyangkut hal-hal intern seperti kepribadian, kecenderungan, dan pemahaman. Secara khusus, aspek genetik dalam penelitian ini meliputi, penulis buku sumber, penerjemah dan teks yang diterjemahkan tersebut. Beragam hal tersebut merupakan kondisi yang bisa membentuk karya terjemahan Vol. 1, No.2, Desembeer 2013: 27 - 58
35
Fitria Sari Yunianti
yang semuanya itu sebagai faktor genetik.
Faktor Objektif Faktor objektif yaitu karya terjemahan itu sendiri yang bisa disebut sebagai faktor objektif (intrinsik) yang berupa kondisi objektif dari karya terjemahan yang berupa teks terjemahan. Ketepatan, kealamiahan dan keselarasan yang dibentuk oleh karya terjemahan itu sendiri dilakukan oleh si penerjemah. Menurut ukuran Barat bentuk kritik karya terjemahan dipandang paiing rasional dan objektif dalam mengukur kualitas karya terjemahan. Terlebih karya terjemahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah teks bernuansa keagamaan. Oleh karena itu, banyak aspek yang melingkupi teks karena menyangkut berbagai hal seperti kondisibudaya, tingkat kedalaman dan pemahaman penghayatan agama, emosi serta pengetahuan bahasa yang pada dasarnya bahasa Arab, menjadi rujukan utama. Faktor objektif ini dikaji secara kritisuntuk mengetahui teks BSu dan BSa dari segi berbagai faktor.
Faktor Afektif Faktor afektif yang dimaksud di sini yaitu pembaca karya terjemahan sebagai sumber informasi afektif, yaitu informasi yang berupa dampak emosional pada diri pembaca setelah membaca dan menelaah teks terjemahan terse but. Dampak ini timbul setelah pembaca karya terjemahan dengan beragam tafsir makna mencermati dan mendalami isi dari apa yang dibacanya. Reaksi emosi dan perubahan pemikiran serta munculnya pendapat setelah membaca karya terjemahan merupakan satu-satunya kenyataan yang menjadi dasar evaluasi karya terjemahan. Tidak ada satu pun yang indah di dunia ini tanpa dihadapkan pada pembaca yang memahaminya. Oleh karena itu, penghayatan juga merupakan aktivitas kreatif. Dengan demikian, pembaca di sini sekaligus berperan sebagai kritikus yang memiliki kemampuan kreatif dan imajinatif. Tentu saja
36
INSYIRAH, Jumal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam
Bias Ideologi dalam Penefjemahan
pandangan dan penilaian pembaca memiliki tingkat subjektivitas yang tinggi karena hanya meneenninkan pandangan pribadi pembaea, bukan kelompok atau jamaah. Kelemahan utama pada kritik dengan keeenderungan ini adalah subjektivitas yangsangat menonjol. Oleh karena itu, untuk mengatasi tingkat subjektivitas yang tinggi adalah dengan membuat parameter atau ukuran tertentu tentang dri-dri terjemahan yang baik dan dri-eiri terjemahan yang tidak baik. Teori ini digunakan untuk studi penerjemah seeara umum dan penulis meneoba menarik teori ini untuk digunakan dalam menelusuri interfensi ideologi penerjemah dalam proses penerjemahan. Akan tetapi, dalam tesis ini penulishanya akan menggunakan dua aspek dari ketiga aspek tersebut; yaitu aspek genetik dan objektif. Hal ini dikarenakan penulis berasumsi dengan menggunakan kedua aspek tersebut sudah cukup untuk meneliti interfensi ideologi penerjemah dalam proses penerjemahan. Sepeningg-al Rasulullah muneullah beberapa aliran teologi Islam yang dilandasi pada perbedaan ideologi. Beberapa aliran tersebut antara lain Ahlu as-unnah wa al-Jama'ah, Syi'ah, Khawarij, Murji'ah, MU'tazillah; Qodariyah, Jabariyah, Najariyah, Ahmadiah, Barelwi, Wahabi dan lainnya (Zaini, tt: 400). Masing-masing aliran memiliki ideologi sebagai legitimasi dan pembenaran atas kepereayaannya. Tidak jarang, aliran-aliran terse but meneari legitimasi pembenaran dari ayat-ayat AI-Qur'an. Dalam makalah ini, penulis menekankan pembahasan bias ideologi pac!a penerjemahan AI-Qur'an M.H. Shakir dan Shah Fariudul Haque yang keduanya merupakan representasi Syi'ah dan Barelwi.
c. SYI'AH DAN TERJEMAH AL-QUR'AN M.H. SHAKIR; THE QUR'AN
Muhammad Habib Shakir-selanjutnya disebut Shakir-{Kairo, 1866-1931) merupakan alumni Universitas AI-Azhar yang menjadi
Vol. 1, No.2, Desembeer 2013: 27 - 58
37
Fitria Sari Yunianti
hakim di Mesir. Terjemahan al-Quran M.H Shakir diterbitkan oleh penerbit Tahrike Tarsile Qur'an. Selain itu, Shakir juga menulis Concordance ofThe Qur'an Extractedfrom M.H. Shakir Translation of the Qur'an. Shakir bukanlah satu-satunya cendekiawan muslim-yang memiliki ketertarikan pada studi al-Qur'an-yang berlatar belakang ideologi Syi'ah. Ada Z.V. Mir Ahmed Ali; The Qur'an: Text Translation and Commentary dan Syaed Muhammad Hussein at-1;'abaraba'i dengan tafsir al-Qur'an berjudul Al-Mizan, ada juga terjemahan alQur'an ke dalam bahasa Persia yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Sayyid Saeed Akhtar Rizvi yang diterbitkan di Tehran, Iran. Kata Syi'ah diambil dari akar kata Bahasa Arab: sya 'asiya 'an berarti mengikuti atau menemani Ctaba 'a atau rafaqa). Secara etimologi, Syi'ah berarti pengikut, pendukung, pembela dan pencinta yang semuanya mengarah pada makna dukungan kepada ide atau individu dan kelompok-kelompok tertentu. Muhammad Jawad Magniyyah, ulama beraliran Syi'ah mendefinisikan Syi'ah sebagai kelompok yang meyakini bahwa Nabi Muhammad telah menetapkan khalifah (pengganti) beliau dengan menunjuk Ali bin Abi 1;'aUb. Definisi ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Ali Muhammad al-Jurjani, Syi'ah yaitu mereka yang mengikuti sayyidina Ali dan percaya bahwa imamah tidak keluar dari Nabi Muhammad dan keturunannya (Shihab, 2007: 61). Awal mula perpecahan Suni-Syi'ah berpangkal pada perselisihan umat Islam pada masa krisis kepemimpinan umat muslim yang mengakibatkan dua kubu Mu'aW\Viyah dan Ali saling berseberangan, berselisih bahkan berperang (al-Samawi, tt: 15). Peperangan ini tidak hanya menjadikan Dinasti Ummayah menjadi dinasti yang kuat saat itu, namun juga mengukuhkan Syi'ah -yang pada awalnya adalah pengikut Alimenjadi sekte Islam yang mempunyai doktrin dan kepercayaan tersendiri (Jafri, 2007: 1). Secara garis besar Syi'ah dapat dibagi menjadi empat kelom38
INSYIRAH, Jumal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam
Bias Ideologi dalam Penerjemahan
pok, antara lain Syi'ah Gular (al-Musawi: 2009: 89-92), Ismailiyah (Daftary: 1992: 93-94), Zaidiyah,2 dan Is\na Asy'ariyah. 3 Kelompok Syi'ah muncul setelah wafatnya Rasulullah yang dipelopori oleh Salman al-Farisi, Abu Z lar al-Gifari, dan al Miqdad bin al-Aswad al-Kindi. Konsep Syi'ah muncul seiring dengan konsep imamah. Salah satu alasan munculnya Syi'ah adalah adanya pergesekan politik di antara kaum muslimin setelah wafatnya NabiMuhammad SAW. Perselisihan pendapat mengenai siapa orang yang tepat memegang tamp uk kepemimpinan umat Islam di kalangan sahabat memunculkan beberapa kelompok yang masing-masing mempercayai pendapatnya sebagai pendapat yang paling benar. Penulis menemukan beberapa ketidaktepatan penerjemahan pada al-Qu'an M.H. Shakir; The Qur'an. Menurut analisa penulis, ketidaktepatan penerjemahan al-Qur'an tersebut berada pada ayatayat yang menjadi legitimasi ideologi Syi'ah. Beberapa ayat tersebut antara lain: Ayat Mawaddah (Q.S. as-Syiira (42): 23)
....
~
0
1f-
~ ;! ~:~;.
j
0
J.O"
~~) J~\
J
0
$I
"......
"
J
,.
;;;~\ )11 I?-i ;# ~i ,. .... "".,;; ~
~
~~ ~~ 4U\ 01
c:;. t+:o.
~
~
That is of which Allah gives the good news to His servants, (to) those who believe and do good deeds. Say- I do not ask ofyou any rewardfi?r it but love/or my near relatives; and whoever earns good, We give him more ofgood therein; surely Allah is Forgiving, Grateful. Menurut penulis, terdapat ketidaktepatan penerjemahan Shakir pada ayat yang digarisbawahi. Shakir menambahkan kata kepemilikan
Vol. 1, No.2, Desembeer 2013: 27 - 58
39
Fitria Sari Yunianti
(My) yang jika diartikan menambahkan makna kerabat dekatku.
Penambahan my dalam terjemahan ini tentu berpengaruh pada makna, sehingga ada penekanan "kerabatku". Shakir berharap pembaca memahami jika Nabi Muhammad tidak meminta imbalan apapun dari misi dakwahnya kecuali rasa cinta (kecintaan)terhadap kerabat beliau (Ahiul bait). Dilihat dari terjemahan ini, justru Nabi Muhammad lebih mengutamakan kerabatnya untuk dicintai dari pada diri beliau sendiri. Shakir terlihat hendak menggiring pemahaman pembaca kepada keutamaan keluarga dekat Nabi Muhammad (ahlul bait) sehingga menjadi imbalan yang diminta Nabi Muhammad atas dakwahnya. Beberapa ahli tafsir memaknai mawaddata fi al-qurba diartikan sebagai kasih sayang karena kekerabatan (al-Qurtubi, 1993: 22-23, Tabari, tt: 493-503 dan Ibn Kas I ir, 1991: 114-115). Hal ini juga didasarkan dari segi bahasa, yang memang tidak menunjukkan adanya indikasi kepemilikan. Jika Shakir mengartikan dengan "my near relatives' maka ketika dikembalikan ke dalam Bahasa Arab seharusnya mawadata fi qurbayya. Bagaimanapun juga, secara tersurat maupun tersirat, penerjemahan my near relatives tidak bisa diterima secara kaidah bahasa, terlebih dari segi makna. Dalam doktrin Syi'ah, kecintaan terhadap Ahlul bait sangatlah penting. Hal ini dikarenakan mereka memahami jika Ali lah yang pantas menjadi khalifah umat muslim sepeninggal Nabi Muhammad SAW. Dengan penerjemahan yang demikian, Shakir menjadikan ayat tersebut sebagai legitimasi ideologi Syi'ah, karena seakan-akan permintaan untuk mencintai Ahlul bait tertulis dalam al-Qur'an. Ayat Wilayah (Q.S. Al-Maidah (5): 55) .....J.
",.
"'"
""
$I
31-,.",
J1
$#
0y~) oPI 0~ ~~II~\~ ~~I) ~;.)) 4h1~) ki!
0~1)~)~j) Only Allah is your Vali and His Apostle and those who believe, 40
INSYIRAH, Jurnal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam
Bias Ideologi dalam Penerjemahan
those who keep up prayers and pay the poor-rate while they bow. . Ayat ini menjadi landasan legitimasi Syi'ah karena hubungannyadengan sebuah riwayat yang menceritakan Ali memberlkan cincinnya kepada peminta-minta ketika sedang ruku'. Secara etimologis, ruku' adalah menundukkan diri, khusyu' . Ada yang berpendapat bahwa kalimat ini adalah hal ta'il zakat (orang yang menunaikan zakaO. Ruku' di sini sarna dengan makna tadi, yakni mereka menyalurkan zakat tanpa menyombongkan diri membanggakan diri terhadap orang miskin (al-Syaukani, tt: 51). Ruku' dalam ayat ini dimaknai sebagai ketaatan, bukan gerakan ruku' dalam shalat. Ayat Imamah (Q.S. al-Baqarah (2): 124)
~C\~ J"WJ ~~ <5~~\ J" ti ~ ~.-
"
'"
'"
t;f
-
~lW' "''''
""
'"
J.,
"0 ,,,0, I:~\~(
~ .r.~ ~ .J '"
'" '"
'"
J
.... ,.
,.
...
<.S¥ J~ ":J J\.i ~~~ ~J J\.i /
,..,
Shakir: And when his Lord tried Ibrahim with certain words, he fulfilled them. He said: Surely I will make you an Imam of men. Ibrahim said: And of my offspring? My covenant does not include the unjust, said He. Dalam dunia penerjemahan, penggunaan huruf kapital dan huruf biasa berimbas pada makna. Sebagai contoh, ketika Nurcholis Madjid mengartikan La llma ilia Allah, dengan tiada tuhan selain Tuhan dan bukan tiada tuhan selain Allah, maka hal ini menjadi sebuah poleniik (Madjid, 1985). Nurcholis Madjid mempunyai alasan tersendiri atas apa yang dilakukannya. Nurcholis beranggapan jika tuhan pertama adalah tuhan secara umum,dan Tuhan kedua adalah Tuhan yang bereferensi kepada Allah. Seperti kata no god but God. Menurutnya, penggunaan huruf kapital dalam penulisan God dan Tuhan sudah merujuk pada referensi yang spesifik. Begitulah permainan bahasa, bahkan untuk pemilihan huruf kecil atau kapital pun bisa menjadikan kata tersebut diartikan berbeda. Shakir meVol. 1, No.2, Desembeer 2013: 27 - 58
41
Fitria Sari Yunianti
nerjemahkan kata Imam pada Q.S. al- Furqan (25): 74 dengan gUide. Dalam kamus Hans Wehr, imam berarti imam, prayer leader; leader, master, plumb line (Wehr, 1980: 26). Penerjemahan kata imam menjadi Imam dengan menggunakan huruf kapital di awal kata dan guide pastinya menimbulkan kesan bahasa yang berbeda. 4 Allamah Tabarba'i dalam tafsimya al-Mizan menerangkan sangat detil tentang ayat ini (Tabarba'I, 1973: 264-279). Ketika mufassir lain lebih banyak mengupas mengenai bentuk cobaan yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim, Allamah Tabar ba'i lebih menekankan pada konsep Imamah. Imamah disini lebih dikhususkan kepada manusia selain Nabi, karena jika Nabi yang hendak diinginkan oleh Allah, maka Allah akan menyatakan Imil fa'iluka linnasai nabiyan (nubuwah). Taba~aba'i memberikan kriteria yang sangat detil untuk seseorang menjadi imam. Menurutnya, imam adalah sebuah hidayah yang melibatkan ilahiyah, bukan sekedar kemauan atau pilihan manusia. Imam menjadi tuntunan seluruh umat manusia dalam hal duniawi dan ukhrawi. Baginya, syarat utama menjadi seorang imam adalah mendapatkan hidayah ilahiyah sehingga orang terse but bersifat maksum, terjaga dari segala kotoran dan dosa. Setelah mengupas mengenai kriteria seorang imam yang haruslah mendapatkan hidayah ilahiyah dan maksum dari segala dosa, Tabaraba'i menguraikan siapa saja yang dimaksud keturunan Ibrahim tersebut. Menukil penafsiran 'Iyasyi yang menyatakan jika maksud terse but adalah karena Ibrahim telah mampu melewati ujian dan cobaan dari Allah, maka Allah akan memberikan hadiah imamah kepadanya; mulai dari Ibrahim, Ishaq dan keturunannya, dan disempumakan dengan keimaman Muhammad SAW dan imamimam dari Ahlul bait-yang semuanya terlahir dari keturunan Isma'il. Imam dalam ayat tersebut-bagi Syi'ah -merupakan salah satu penguatan legitimasi keimaman ahlul bait sepeninggal Nabi Muhammad SAW. Dari situlah, Shakir memilih kata Imam dibanding dengan kata gudie, karena Imam disini memang dikuhususkan 42
INSYIRAH, Jumal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam
Bias Ideologi dalam Penerjemahan
dengan keimaman Ahlul bait, berbeda dengan kata imam yang lain-yang bersifat lebih umum. Hal ini dikarenakan untuk ayat alQur'an lainnya yang terdapat kata imam (Q.S. al-Furqan (25): 74), Shakir mengartikan kata imam dengan gUide. Penulis berpendapat jika kata imam di atas lebih baik diartikan dengan gUide karena kata terse but lebih netral dan tidak menimbulkan konotasi yang berbeda-beda.
D BARELWI DAN TERJEMAHAN AL-QUR'AN SHAH FARIDUL HAQUE; THE HOLY QUR' AN: AN ENGLISH QUR' AN TRANSlATION FROM KANZ-UL EEMAN
Shah Farid-ul Haque adalah profesor ci.:'lri Pakistan. Haque juga merupakan ulama tamu dari Pakistan dalam ritual Sufi di Toronto yang secara tidak langsung menisbahkan diri mereka sebagai pengikut Barelwi. 5 Di samping sebagai ulama religius, Haque juga merupakan ketuaJami'at Ulema-i Pakistan (TUP) yang merupakan afiliasi politik dari kaum Barelwi. Barelwi adalah salah satu cabang dari kelompok sufi Qadiriyah yang dipelopori oleh Syekh Qadir Al-Jailani dari Ghilan Persia. Barelwi, sarna halnya kelompok muslim ahlusunnah wal-jama'ah, mempercayai Al-Qur'an dan sunnah. Dalam masalah teologi dan aqidah, Barelwi merupakan pengikut Asy-ariyah dan Maturidi. Untuk fiqih, Barelwi bermadzhab kepada Hanafi. Pendiri Barelwi adalah Sayid Ahmad Khan. Khan dilahirkan di Barelly, India dan nama Barelwi dinisbahkan kepada tempat kelahirannya. Keluarganya mengklaim sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Kecintaan Khan terlampu besar kepada Nabi Muhammad SAW, sampaisampai Khan menyematkan nama Abd-Mustafa di depan namanya (Hashemi, 2002: 5). Dalam sejarah peradaban Islam, Khan termasuk salah satu tokoh pembaharu muslim khususnya di India-Pakistan. Khan memulai karirnya sebagai Ulama di beberapa tempat antara lain di Uttar
Vol. 1, No.2, Desembeer 2013: 27 - 58
43
Fitria Sari Yunianti
Pradesh, Bihar dan Bengal. Khan berperan dalam kemajuan kaum Muslim di India-Pakistan. Pada masa akhir pemerintahan kekaisaran Mughal, sedikit demisedikit kekuatan Mughal akhirnya habis setelah terjadi banyak pemberontakan pada tahun 1857. P~ristiwa ini merupakan babak terakhir keruntuhan politik seluruh kaum muslimin di anak benua India. Kejadian itu juga yang memunculkan banyak ulama Islam untuk turut andil dalam menyelamatkan India dari ambang kehancuran. Bersamaan dengan masuknya Inggris ke India-pada waktu itu tujuan awalnya adalah untuk berdagangyang kemudian sedikit banyak menginterfensi politik di India, Khan tampil sebagai kaum reformis Islam yang sekaligus berperan terhadap perkembangan politik India. Dalam· pandangan Khan, al-Qur'an memperbolehkan umat muslim untuk mengembangkan pengetahuan umum, sehingga dengan demikian umat muslim akan dihormati bangsa Eropa karena melihat Islam sebagai agama yang rasional. Sedikit demi sedikit, Khan menjelaskan beberapa point penting dalam syariah Islam (poligami, perbudakan, dan kedudukan non-muslim serta kedudukan wanita dalam Islam). Cara-cara ini dilakukan agar bisa memasukkan unsur kaum muslinlin ke dalam pemerintahan India yangsaat itu sedang dikuasai Inggris. Sebagai seorang reformis Islam, Khan berusaha menanamkan ajaran Keesaan Tuhan dan menentang politeis. Khan juga dinobatkan--oleh para pengikutnya yang kemudian disebut kaum Barelwi - sebagai Imam yang merupakan pemimpin tertinggi agamadan boleh memfatwakan perang (Lapidus, 1998: 722-732). Perbincangan mengenai Barelwi tidak bisa lepas dari perbincangan seputar Madrasah diIndia-Pakistan (Laiser, 1990: 17). Hal ini dikarenakan Barelwi bukanlah satu-satunya aliran yang tumbuh berkembang di India-Pakistan. Massoda Bano mencatat dalam tulisannya, belum banyak penelitian akademis yang membahas .mengenai Madrasah di India-Pakistan-termasuk di dalamnya Barelwi (Bano, 2007: 4367). India-Pakistan bukanlah negara yang berbasis Islam, namun 44
INSYIRAH, Jurnal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam
Bias Ideologi dalam Penerjemahan
India-Pakistan memiliki sumbangan besar dalam kemajuan dunia Islam. Di India-Pakistan, ada beberapa madrasah seperti Madrasah Syi'ah dan Madrasah Suni (Singh, 2007: 133), Secara garis besar, madrasah di India-Pakistan dibagi ke dalam lima tipologi aliran keislaman seperti Deobandi (WafaqulMadarisAl-Arabia); Barelwi (Tanzeemul Madaris Pakistan); Syi'ah (Wafaqul Madaris Al-Shia); Ahl-e Hadits (Wafaqul Madaris Al-Salifa); dan Jama'at e-Islami (Rabitatulll1adaris Al-Islamia) (Rana, 2009). Setiap madrasah merepresentasikan pemikiran aliran!sekte Islam masing-masing, dan tidak jarang satu dengan yang lainnya saling. bertentangan. Ada beberapa sisi akidah yang jika ditinjau secara cermat, dianggap menyimpang dari ajaran Nabi Muhammad SAW sekalipun orang Balrewi mengklaim bahwa mereka adalah pengikut ahlus sunnah wal-jama'ah. Ajaran Barelwi memang pada mulanya sebuah usaha penggahungan ajaran Hindu dan Islam dengan tujuan membentuk persaudaraan antara orang Hindu dan Islam. Tapi, hasilnya banyak ada beberapa ajaran-ajaran yang menyimpang dari Islam, seperti khufarat dan bid'ah. Satu point penting yang membedakan antara Barelwi dan aliran lainnya-terlebih Deobandi, karena pada beberapa pembahasan mengenai Barelwi seringkali dibandingkan dengan Deobandi-adalah Barelwi mempercayai adanya campur tangan manusia untuk mencapai keagungan Allah. Itulah sebabnya kaum Barelwi mempercayai dan sangat menghormati Pir--orang yang dianggap sud di kalangan Barelwi. Bagi kaum Barelwi, Nabi Muhammad bersifat haq.irj yang akan selalu ada di manapun dan kapanpun bahkan hingga detik ini. Bagi mereka, Nabi tidaklah bersifat basyar (manusia biasa), akan tetapi bersifat nur. Allah memberikan eksistensi yang lebih kepada Nabi Muhammad sehingga Nabi Muhammad eksis secara fisik dan spiritual di manapun dan kapanpun di belahan dunia ini, bahkan dalam waktu yang bersamaan. Nabi Muhammad juga mempunyai kemampuan untuk menyaksikan apa saja yang sedang terjadi di muka bumi ini melalui
Vol. 1, No.2, Desembeer 2013: 27 - 58
45
Fitria Sari Yunianti
kubumya. Konsep inilah yang mereka percayai sebagai rta?ir (Nirrnal, 2009: 67). Pengikut Barelwi menolak Nabi Muhammad sebagai manusia biasa; Roh Nabi Muhammad ada di mana-mana danmampu melihat segala perbuatan pengikutnya. Nabimampu melihat hal-hal ghaib di masa lalu dan di masa yang akan datang; mereka punbanyak melakukan ritual sufi; memohon bantuan kepada Nabi dan orang shaleh atau seorang sufi; membangun kuburan secara megah dan menghiasinya dan tawwaf di kuburan; mengadakan milad Nabi dan urs pada sufi, khusunya Abdul Qadir Jailani; mengecup jempol tangan ketika mendengar nama Nabi Muhammad SAW. Yang menyebabkan kaum Barelwi berkonflik dengan kaum Sunni lainnya adalah karena pandangan Barelwi tentang sifat-sifat Nabi tersebut. Peniadaan sifat-sifat Nabi ini menurut Ahmad Riza merupakan pengingkaran terhadap pokok-pokok agama (qaruriyat ad-din). Pokok-pokok ini termasuk dalam kategori akidah yang ditafsirkan secara luas dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Praktik ritual Barelwi menceminkan penafsiran terhadap kepercayaan yang menekankan pada aktivitas yang berpusat di tempat-tempat sud sufi, khusunya peringatan tahunan hari kematian ('urs) pendiri tarekat Qadariyah, syekh Abdul Qadir Jailani. Acara 'urs ini terjadi karena penegasan (yang sebagian besar berdasarkan atas penafsiran Khan atas karya fiqih Abad pertengahan) bahwa individu mukmin membutuhkan perantara Nabi jika mereka mengharapkan ampunan Allah. Mereka yang tidak menganggap penting keperantaraan--dengan alasan setiap mukmin sama di hadapan Allah--dianggap oleh Khan sebagai sifat kesombongan. Seperti kebiasaan sekte-sekte Islam di Pakistan ikut serta dalam dunia Politik, Barelwi punturut membentuk partai politik dengan nama Jup (Jam'iyatul Ulam-e-Pakistan) yang didirikan pada tahun 1948 di Karachi. Badan pendiri partai yang berbasis Barelwi adalah para Mullah antara lain Maulana Hamid Badauni, Sayyid Muhammad Ahmad Qadiri, Ahmad Said Kazimi. Tujuan politik yang digagaskan 46
INSYIRAH, Jumal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam
Bias Ideologi dalam Penerjemahan
Jup sebenamya tak jauh berbeda dengan cita-cita parpollain semisal JUI dan Jama'at Islami, yakni membentuk konstitusi Islam dalam perundang-undangan Pakistan, membentuk mahkamah Syari'ah, dan membela hak-hak wanita dsb. Selama masa hidup Khan, gerakan Barelwi terpusat pada pengikut inti yang secara pribadi setia kepadanya. Para pengikut ini sekembalinya ke kota asal mereka setelah menerima khilafat-hak untuk menerimasiswa sendiri, membawa pandangan Khan ke luar kalangan ulama terpelajar dan memasuki arena yang lebih luas. Sejak kematian Khan pada tahun 1921, gerakan ini membawa isu-isu utama politik India Inggris abad ke-20, terutama isu pemisahan IndiaPakistan pada 1947. Meskipun pengikut ini dianggap kampungan, gerakan ini jusru menarik kaum terpelajar urban India dan Pakistan. Sekolah-sekolah dan madrasahh yang menyatakan sebagai ahlu as-sunnah wa aljamaah banyak dijumpai di kota besar dan kecil di Asia Selatan, seperti Lahore, Karachi, Barelly, Mubrakapur, dan Deccan. Di luar Asia Selatan, gerakan ini juga mempunyai pengikut seperti dilnggri dan Afrika Selatan (Eposito, 2002: 271). Penulis menemukan ketidaktepatan penerjemahan yang dilakukan oleh Shah Faridul Haque dalam al-Qur'an terjemahannya. Ketidaktepatan tersebut terdapat pada beberapa ayat al-Qur'an yang menjadi dasar legitimasi kepercayaan pengikut tarekat Barelwi. Beberapa ketidaktepatan penerjemah dapat dianalisis penulis pada ayat-ayat berikut ini:
Penerjemahan 0 beloved/O beloved prophet dan 0 listener atau 0 listener (who ma)' be he) Q.S al-Baqarah (2): 4.
~
0~ And who believe in what has been sent down towards you,
Vol. 1, No.2, Desembeer 2013: 27 - 58
47
Fitria Sari Yunianti
o heJovedprophet! And what has been sent down before you and are convinced of the Last Day. Mukhatab pada ayat terse but adalah Nabi Muhammad SAW. Penambahan kalimat "0 beloved Prophet'dalam penerjemahan Haque dirasa tidak hanya untuk memberikan penjelasan akan mukhatab yang dimaksud Allah, akan tetapi juga mengesankan jika dalam Firman-Nya, Allah menyapa Nabi Muhammad dengan kata tersebut, padahal kata itu tidak ada dalam al-Qur'an. 6 Terjemahan tersebut dirasa kurang tepat bilamana teks sasarana tersebut dikembalikan ke dalam teks sumber, karena jika terjemahan dalam teks sasaran seperti itu, maka seharusnya dalam teks sumber pun diberi tambahan ya haliib Allah. Akan tetapi, penulis melihat adanya ketidakkonsistenan Haque dalam menerjemahkan beberapa ayat yang bermukhtab Nabi Muhammad. Seperti pada contoh di bawah ini, yaitu: Q.S. al-Baqarah (2): 120.7
<.>~ 0!~ r;:14 C? J;-<.»~\~) ;~\ ~~) .....
....
0
:r -!\~k-- <.>jJl ~. ~~\;i ~\ .).d) <.>~\ ;
~
$I
0.,.
~~ r-01 ~
~
~
....:fJ....
-"..
J"
~
....
j)
f/IJ
.ill \ ~
,
~~) Jj ~.ill\:r :f
".
~
.....
,.
And never the Jews and Christians will be pleased with you unless you follow their Din (creed). Say then! ,The gUidance ofAllah is the only guidance" (0 listener who be may he,) ifyou become follower of their desires, after the knowledge that has come to you, tben no one will be your protector from Allah and no helper. Menurut analisis penulis, perbedaan penggunaan mukhatab Nabi Muhammad (antara 0 beloved! 0 beloved Prophet dengan o listener/ o listener who he may be) adalah tergantung pada kandunganl isi ayat. Jika dicermati, 0 beloved digunakan pada konteks Nabi 48
INSYIRAH, Jumal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam
Bias Ideologi dalam Penerjemahan
Muhammad berada pada posisi sebagai Nabi yang mejadi tempat bertanya umat Islam (Q.S. Al-Baqarah: (2): 186. Sapaan 0 beloved/ o beloved propohet digunakan ketika Nabi Muhammad berada dalam posisi sempurna sebagai seorang Nabi. Akan tetapi ketika Nabi Muhammad berada dalam posisi sedih, bimbang, ragu dan gelisah, Haque menggunakan sapaan 0 listener. Dalam beberapa kirab tafsir, seperti tafsir asy-Syawkani dijelaskan jika maksud mukhatab firman Allah adalah Nabi Muhammad SAW (al-Syaukani, tt: 413). Di dalam tafsir Mawardi juga dijelaskan jika mukhatab ayat tersebut di atas adalah Nabi Muhammad SAW, meskipun kemudian para mufassir menafsirkan jika mukhatab tersebut bisa saja ditujukan kepada Nabi ataupun para pendengar sekalian (al-BaOory, tt: 444). Penulis tidak kemudian membenarkan jika Nabi bisa saja salah dalam melangkah, karena Nabi dijaga kemaksumannya oleh Allah. Akan tetapi, menilik pada ayat-ayat Al-Qur'an di atas, memang yang menjadi mukhatab dalam ayat tersebut adalah Nabi, meskipun khittab (arah pembicaraan) ayat-ayat semacam ini bukan untuk pribadi Nabi. Gaya bahasa Al-Qur'an kadang memiliki pola seperti itu, karena Rasulullah yang menerima wahyu sehingga redaksi ayatayat tersebut selalu berbicara kepada beliau, tapi sebenarnya khitab tersebut untuk kaum muslimin (Amuli, 2009: 52). Seyogyanya penerjemah menerjemahkan apa adanya sebuah teks sumber. Dalam hal ini Al-Qur'an yang diterjemahkan oleh Haque, selayaknya diterjemahkan apa adanya. Haque tidak perlu khawatir jika nanti pembacanya akan salah memahami maksud ayat tersebut, karena kandungan Al-Qur'an tidak hanya dipahami sepotong-sepotong-setiap ayat saja. Dalam Al-Qur'an, satu ayat dengan ayat lainnya memiliki korelasi, sehingga pembaca akan memahami apa yang dibaca dengan cara membaca secara keseluruhan. Di samping itu, upaya untuk memberikan pemahaman yang komperhensif dalam memahami Al-Qur'an menjadi tugas mufassir, bukan penerjemah.
Vol. 1, No.2, Desembeer 2013: 27 - 58
49
Fima Sari Yunianti
Dalam kepercayaan Barelwi, Nabi Muhammad bersifat maksum; Nabi terhindar dari kesalahan dalam bentuk apapun. Oleh karena itu, bagi kaum Barelwi adalah tidak mungkin jika Nabi Muhammad bersifat gelisah karena dicaci maki kaum kafir Qurays ataupun ragu-ragu terombang-ambing karena godaan keinginan mengikuti kaum Kafir Qurays. Sebenamya konsep kemaksuman Nabi ini tidak hanya berlaku di kalangan kaum Barelwi, akan tetapi Islam secara keseluruhan. Salah satu doktrin utama dalam agama Islam adalah bahwa semua utusanAllah itu maksum. Artinya semua tindak langkah para Rasul itu steril dari kesalahan. Setiap apa yang disampaikannya pasti benar sebab peluang kesalahan telah ditutup rap at. Perbuatan yang dilakukannya hanya terbatas pada pekerjaan yang berhukum wajib dan sunat, tidak sampai pada ranah mubah, apalagi makruh dan haram. Rasulullah juga merupakan manusia yang tidak terlepas dari sifat-sifat manusiawi. BeHan makan, minum, tidur, sakit, gembira, susah dan lain sebaginya. Kejadian-kejadian "kesalahan" terse but merupakan refleksi dari sifat manusiawi Rasulullah. Akan tetapi hal terse but tidak kemudian meruntuhkan konsep kemaksuman Rasulullah. Justru kejadian tersebut semakin menguatkan konsep kemaksuman Rasulullah SA\V karena Allah selalu menegur Rasulullah ketika beliau melakukan kesalahan, saat itu juga. Akan tetapi, sepertinya doktrin Barelwi hanya menerima jika Rasulullah maksum-yang tidak memiliki sifat-sifat manusiawi. Doktrin ideologis inilah yang mereka pegang sehingga menginterfensi Haque dalam menerjemahkan Al-Qur'an. Menurut penulis, ideologi yang dimiliki Haque ini menjadi prior teks yang melahirkan terjemahan yang bias.
Penerjemahan The Communicator of Unseen Pada beberapa ayat Qur'an dalam terjemahan Haque, ada beberapa penerjemahan yang penulis anggap kurang tepat, yaitu ketika ayat AI-Qur'an mencantumkan kata nabi, seperti dalam:
50
INSYIRAH, Jurnal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam
Bias Ideologi dalam Penetjemahan
Q.S. AI-Abzab (33):1.8
'0 prophet! The Communicator of unseen news, continue fearing Allah and hear not the infidels and hypocrites. Undoubtedly Allah is Knowing, Wise. Kata nabi oleh Haque diartikan sebagai 0, prophet! The Communicator of unseen. Penambahan kalimat The Communicator ofunseen news tentunya berdampak lain pada makna. The Communicator ofUnseen berarti komunikator tentang hal-hal yang tidakterlihat (gaib). Konsep ini tentu saja perlu diulas lagi secara mendalam, apakah benar Nabi Muhammad bersifat seperti itu? Menurut Kaum Barelwi, mengetahui hal-hal yang gaib adalah salah satu sifat Nabi Muhammad selain Nur, Na?ir, Ha?ir dan Ma'~um.
Penerjemahan wa an-najmi iZa hawa dan al-~r Q.S. an-Najm (53):1.
By the lovely shining star Muhammad, when he descended
from the Ascension (Meraj). Dalam literatur Bahasa Arab, wa an-najmidiartikan dengan bintang.9 Surat ini bemama an-Najm, -dan diterjemahkanoleh Haque dengan The Star. Dalam ayat ini, Haque menerjemahkan dengan By the lovely shining star Muhammad, when he descended from the Ascension (Meraj). Kaum Barelwi sangat menghonnati kelahiran Nabi Muhammad dan Mi'rajnya, sehingga ayat ini digunakan untuk mendukung keyakinan mereka tersebut. Penerjemahan seperti ini selayaknya digolongkan dalam penafsiran, karena Haque sudah Vol. 1, No.2, Desembeer 2013: 27 - 58
51
Pima Sari Yunianti
memberikan interpretasi sekaligus. Hal ini tentu tidak tepat ketika tugasnya adalah hanya sebagai penerjemah. Menurnt penulis, ayat terse but akan Iebih tepat diterjemahkan dengan by the star when iLscts..
Q.S. Al-'~r (103): 1
By the time of beloved (Prophet)
At-Tabati menuliskan dalam tafsimya bahwa Sebagian besar ulama berpendapat jika al-'a~r adalah dahr(masa). Allall bersumpah dengan al-'a~r, sedang al-'a~r adalah sebutan masa, yaitu senja, malam dan siang, tidak dikhususkan dengan salah satu maknanya dan mengesampingkan makna lainnya. Jelas sudah, dengan maksud apapun, Haque telah melak"Ukan ketidaktepatan penerjemahan pada ayat tersebut. Dati segi bahasa, tidak ada bukti-bukti untuk membenarkan kebenaran terjemahannya, karena dalam beberapa literatur bahasa Arab, al-a~r dimaknai sebagai masa. Menurnt penulis, peneljemahan yang tepat dari ayat tersebut adalah By the time.
Penerjemahan Q.S. ar-RaIunan. (55): 1-4
~'I ,0
.,
;Jj
0T~~I~ "
0
0
... ".. "..
oL.:;.'¥ I Jb:. The Most Affectionate
Taught the Quran to His beloved.
52
INSlaRAH, JurnaL Ilmu 13ahasa Arab dan Studi Islam
Bias Ideologi dalam Penerjemahan
He created Mohammad, the soul qfhumanity. He taught him speecb regarding whatever had already happened and whatever will happen. Menurut Tabarl, khalaqa al- insin, maksdunya iaIah Dia menciptakan Adam As dan dialah yang dimaksudkan aI-Insan menurut sebagian mufassir. Mufassir lain berpendapat jika yang dimaksud manusia di sini adalah manusia secara keseluruhan karena lafaz tersebut dinyatakan secara tunggal, dan itu sudah terpenuhi dari jenisnya. Seperti pada ayat al-'~r ayat 2 (inna al-insana la fi khusr). Jika kebanyakan mufassir memahami insan di sini dengan manusia pada umumnya, maka Haque memaksudkannya hanya dengan Muhammad, dengan tambahan Soul of the Humanity. Menurut penulis, penerjemahan ini kurang tepat karena Soul of the Humanity tidak bisa kembali ke. pada kata insan. Akan tetapi, Haque yang merupakan pengikut Barelwi menjadikan ayat tersebut sebagai salah satu penunjang ideologinya yang meyakini jika Nabi Muhammad adalah Nur, dan bukan manusia pada umumnya. 10 Menurut penulis, ayat. tersebut lebih tepat diterjemahkan dengan He created mao. Sedangkan untuk kata bayyan, berarti clearness, plainness, patency, obViousness; statement, declaration, announcement; manifestation; explanation; news Wehr, 1980: 88). DaIam Mu'jam al-Wasit, bayyan berarti dasar, alasan, dan perkataan yang mengandung kebenaran (Majma' al-Lughah, tt: 80).
E. KESIMPUIAN M.H. Shakir dan Shah Faridul Haque adalah dua cendekiawan muslim seperti beberapa cendekiawan muslim lainnya yang berusaha menerjemahkan AI-Qur'an ke dalam Bahasa Inggris. Dengan perbedaan latar belakang, keduanya pun menghasilkan penerjemahan yang berbeda. Pada penerjemahan AI-Qur'an oleh Shakir, ditemukan
Vol. 1, No.2, Desembeer 2013: 27 - 58
53
Fitria Sari Yunianti
beberapa penerjemahan ayat yang dirasa kurang tepat dan sesuai dengan Al-Qur'an, terlebih pada ayat-ayat yang dijadikan landasan ideologi kamu Syi'ah. Hal ini bukan terjadi. karena kebetulan semata, mengingat Shakir adalah seorang tokoh Syi'ah. Tentu saja penerjemahan seperti ini dinilai menjadi terjemahan yang bias ideologi, karena penerjemah berusaha melakukan legitimasi terhadap ideologi yang dipercayainya dengan mediateks yang diterjemahkannya. Begitu juga dengan penerjemahan Al-Qur'an yang dilakukan oleh Shah Faridul Haque. Pada ayat-ayat tertentu, Haque melakukan kesalahan penerjemahan, karena tidak sesuai dengan semantik teks sumber. Ketika dianalisis, ketidaktepatan penerjemahan tersebut tampaknya bukanlah sebuah ketidaksengajaan-karena dilakukan secara terlulang-namun sebuah kesengajaan agar pembaca memahami teks tersebut sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh penerjemah. Ketidaktepatan penerjemahan tersebut banyak ditemukan dalam teks-teks-yang berbicara, membahas--tentang Nabi Muhammad. Banyaknya ketidaktepatan penerjemahan tersebut tampaknya juga tidak terlepas dari ideologi yang dimiliki oleh penerjemah. Dari analisis yang dilakukan penulis, penulis mengasumsikan jika ketidaktepatan penerjemahan tersebut dimaksudkan untuk mendukung ideologi yang dipegang dan dipercayai oleh Shah Faridul Haque sebagai penganut sekte Barelwi. Seperti halnya Shakir, Haque menginterfensi teks--yang awalnya bersifat netral-dengan ideologi yang dipercayainya, sehingga ketika pembaca membaca teks sasaran tersebut, pembaca meyakini seakan-akan apa yang ditulisnya juga tertera pada teks sumber.
F. DAFfAR PUSTAKA Alvarez. R. & Vidal M. c., Translating: A political act. In Translation, Power, Subversion. Philadelphia: Multilingual Matters, 1996.
54
INSYIRAH, Jumal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam
Bias Ideologi dalam Penerjemahan
Amuli, Jawadi, Sire-ye Rasul Akram dar Qur'an (Nabi dalam AlQur'an, terj. Nano Warno, Jakarta: Al-Huda, 2009. Astana, N.C. and Anjali Ninnal, Urban Terrorism: Mytbis and Realities. India: Point Publishers: 2009. Bano, Masooda "Beyond Politics: the Reality of a Deobandi Madrasa in Pakistan". DalamJournal o/Islamic Studies, Vol. 18, No.1 January 2007. Daftary, Farhad, The Isma 'iUs (Ibeir History and Dotrines), Cambridge: Cambridge University Press, 1992. Eposito, John. 1., The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World. (terj: Eva Y.N, et alD, Bandung: Mizan, 2002. Hashemi, Sajid-ul, Imam Ahmad Reza Khan, United Kingdom: Ahlus-Sunnah Publications, 2002. Hidayat, Komaruddin. Memahami Bahasa Agama (Sebuah Kajian Hermeunetik). Jakarta: Paramadina, 1996. Jafri, S.H.M, The Origins and Early Development ofShi 'a Islam. third Printed, Iran: Ansariyan Publications, 2007. Kardimin, Ahmad. "Ideologi di dalam Penerjemahan Teks Bemuansa Budaya Religi (Sebuah Pendekatan Kritik Holistik)", dalam Telaab-telaah Bahasa, Wacana dan Penerjemahan. Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2009. ibn Kas I ir, Imam abi al-Fida' aI-Hafiz, Tafsir al-Qur'an al-'q.im. (Jilid 4), Beirut: Maktabah aI-Bur al-'Ilmiyyah. 1991. Khalil, As-SaiyidAhmad, DirasatfiAI-Qur'an. Mesir: Dar al-Ma'arif, tt. Laiser, Gary "Notes of The Madrasa in Mediveal Islamic Society" dalam The Moslem World (A Journal Devoted to the Study of Islam and 0/ Christian-Muslim Relationship in Past and Present) Vol. LXXVI. United State of Amerika: The Duncan Black Macdonald Center Hartford Seminary, 1990. Lapidus, Ira. M., A History o/Islamic Societies. Cambridge: Syndicate of the University of Cambridge, 1998.
Vol. 1, No.2, Desembeer 2013: 27 - 58
55
Fitria Sari Yunianti
Majma' al-Lughah al-'Arabiyah Mesir, Mu'jam al-Wasith, Istanbul: al-Maktabah al-Islamiyah, tt. al-Mawardiy, abi aI-Hasan 'Ali Muhammad ibn Hablb,an-Nukatu wa al-uylin tafsir al-Mawardiy, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, tt. Moeliono, A.M, Kembara Bahasa, Jakarta: PT Gramedia, 1989. al-Musawi, Ayatullah Sayyid Muhammad, Mazhab Pencinta dan Keluarga Nabi (Kajian AI-Qur'an dan Sunnah), terj. Tim Muthahhari Press. Bandung: MPress, 2009. Parera, J.D, Teori Semantik, Jakarta: Erlangga, Edisi kedua, 2004. Pearson, J.D, "Bibiliography of translation of the Qur'an into Europan Languages", dalam A.F.L Beeston, The Cambridge History' of Arabic Literature: Arabic Literature to the End ofthe Umayyad Period, Cambridge, Cambridge University Press, 1983. al-Qurtubi, abu Abdullah Muhammad ibn Ahmad al-An1?ari, al-Jami' al-Ahkam al-Qur'an (jilid I). Rana, Muhammad Amir "Mapping the Madrasa Mindset: Political Attitudes of Pakistani Madaris". Dalam Pak istan Institue for Peace Studies. Jan-Maret 2009. al-Samawi, Muhammad Tijan The Shia: the Real Followers of Ahl al-Sunnah . New Jersey: Pyam-e-Aman, tt. Shihab, Quraish, Sunnah-Syi'ah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? (Kajian alas Konsep Ajaran dan Pemikiran), Jakarta: Lentera Hati, 2007. Singh, David Emmanuel, "The Independent Madrassas of India (Dar Al-'Ulum, Deoband and Nadvat Al-'Ulama, Lucknow)", dalam ofDharma Januari-March 2007, vol. 32, No.I. India: Dhamla Research Association, 2007. al-Syawkaniy, Muhammad ibn Ali ibn Muhammad, Fath aI-Qadir al-Jami' baina Fanniy al-Riwayah wa al-Dirayah min aI-IlIDi al-Tafslr. QUid 2) Beirut: Dar al-Fikr, tt. at-Tabari, Muhammad bin Jurair bin Yazld bin Kasir bin Galib al-
56
INSYIRAH, Jumal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam
Bias Ideologi dalam Penerjemahan
Amall Abu Ja'far-, Jami'- al Bayan fi Ta'wll aI-Qur'an, (jilid II). Dar al-Hijr. Tabataba'i, Sayyid Muhammad Husayn Allamah, al-Mizan Fi Tafsir aI-Qur'an: Kitab 'Ilmi, Fanni, Falsafi, Adabi, Tarikhy, Rawa'i, Ijtima'i, Hadis I , Yufassir al-Qur'an bi al-Qur'an. Beirut: Mu'asassah A'ia Ii al-Matbu'at, 1973. Wehr, Hans, MuJam al-Lughah al-Mu'asirah Arabiy-Inkiliziy, Berut: Maktabah Lubnan, 1980. Zaini, Syahminan, Kuliah Aqidah Islam, Surabaya, Al-Ikhlas, tt. Catatan Akhir 1 Meskipun al-Qur'an diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, tidak semua penerjemah itu beragama Islam. Ada sebagian dari mereka yang tidak beragama Islam atau Orientalis, sejauh ini tercatat ada enam orang Orientalis yang menerjemahkan al-Qur'an, antara lain: Ross (1649), Sale (1734), Rodwell (1861), Palmer (1880), Bell (1937-9), dan Arbeny (1955) 2 Az-Zaidiyah adalah pengikut imam Zaid bin Ali Zainal. Mereka lebih mengutamakan Zaid bin Ali Zainal dibanding imam yang lainnya karena Zaid bin Ali Zainallah satu-satunya Imam yang selain berdakwah, juga mengangkat senjata untuk melawan tiran penguasa yang lalim. 3 S)i'ah ls{na AS'ariyah juga dikenal dengan Syi'ah Imamiyah atau Ja'fariyah. Kelompok ini merupakan kelompok mayoritas Syi'ah di dunia. Dua belas imam yang mereka percayai tersebut adalah: Ali bin Abi ratib, Hasan bin Ali (az-Zaky), Husain bin Ali (Sayyid asy-Syuhada'), Ali ibn aI-Husain (Zain al-'Abidin), Abu Ja'far Muhammad bin Ali (al-Baqir), Abu Abdullah Ja'farbin Muhammad (al-~adiq), Abu Ibrahim Musa bin Ja'far (al-Kazim), Abu Ja'far Muhammad bin Ali (al-:Jawad), Abu aI-Hasan Ali bin Muhammad (al-Hadi), Abu Muhammad aI-Hasan bin Ali (al-Askari), dan Abu al-Qasim Muhamamd bin alHasan (al-Mahdi). 4 Selain Q.S. al-Baqarah (2): 124, Shakir mengartikan kata imam dengan guide, seperti pada Q.S. Hud (11): 17; Q.S. al-Furqan (25): 74; dan Q.S. al-Ahqaf (46): 12. 5 Penulis berasumsi mereka adalah pengikut Barelwi, karena pada pembukaan artikel yang berjudul The Sufi Tradition in Toronto oleh Siddiq Osman Noonnuhammad, disebutkan «All Praise is for Allah, Lord of the worlds Who has no partner in His Kingdom, the only One to be worshipped, The Creator, The Nourisher, The Sustainer, The First without a beginning, and the Last without end, Whose Nur peroades and is All-Pervading, Who created the Nur ofMuhammade- 'Arabi, Sallallahu 'alaihi wa Sallam from His Own Nur and Made him mercy
Vol. 1, No.2, Desembeer 2013: 27 - 58
57
Pima Sari Yunianti
for all the worlds, may Allah's blessings and peace be upon hi, for ever and ever more, Ameen. Di sini terlihat jelas, pengungkapan Nur of Muhammad menjadi salah satu doktdn penting dalam keyakinan Barelwi. 6 Sejauh penelusuran dari Q.S. al-Baqarah (2) sampaidengan Q.S. alMaidah (5), penulis menemukan 27 bentuk ayat dengan bentuk penerjemahan yang menggunakan kata '0 Beloved atau 0 Beloved Prophet' untuk ftrman yang Muhkatabnya Nabi Muhammad. Ayat-ayat tersebut adalah Q.S. al-Baqarah (2): 137, 150, 186, 252, 258; Q.S. Ali-Imran (3): 20, 31, 159, 176, 184; Q.S. An-Nisa (4): 41, 63, 65, 81, 84, 102, 105, 113, 153, 162, 163, 166, 176; Q.S. al-Ma'idah (5): 49, 64, dan 68. Penulis berasumsi jika penerjemahan dengan tipe seperti ini ditemukan sampai pada Q.S. al-Maidah, maka untuk surat-surat berikutnya pun tipe penerjemahan ayat seperti ini akan sama. 7 Sejauh penelusuran penulis, ada beberapa ayat yang mukhatabnya Nabi Muhammad dan diterjernahkan denan 0 listener/O listener who may be he seperti pada Q.S al-Baqarah (2): 147; Q.S. Ali Irnran (3): 96; dan Q.S. Al-An'am (6): 35. 8 Selain ayat tersebut, ada juga beberapa ayat yang mempunyai tipe penerjemahan serupa seperti Q.S. At-Taubah (9): 73; Q.S. Al-Nraf (7): 158; Q.S. Al-Anfal (8): 64. 9 Untuk detil, lihat beberapa literature kamus Bahasa Arab (Hans Wehr, Munjid, Mu'jam, dll). 10 Menurut pendapat penulis, jika Haque yang merupakan pengikut Barelwi mempercayai jika Nabi Muhammad SAW adalah Nur, bukan basyar, maka hal ini kurang tepat jika dilihat dad firrnan Allah swr, Q.S . .Al-Kahfi (18): 110 yang berarti Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa, barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada-Nya. Jelaslah bahwa Allah pun menginformasikan Nabi Muhamamd sebagai manusia biasa yang dipilih Allah mengemban risalah kenabian.
58
INSYIRAH, Jumal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam