BETTER EDUCATION THROUGH REFORMED MANAGEMENT AND UNIVERSAL TEACHER UPGRADING ∞∞ B E R M U T U ∞∞
RINGKASAN EKSEKUTIF
KERJA SAMA :
WORLD BANK
PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN PUSATBADAN PENELITIAN KEBIJAKAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL 1
BETTER EDUCATION THROUGH REFORMED MANAGEMENT AND UNIVERSAL TEACHER UPGRADING ∞∞ B E R M U T U ∞∞
RINGKASAN EKSEKUTIF
KERJA SAMA :
WORLD BANK
PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN PUSATBADAN PENELITIAN KEBIJAKAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL 2
RINGKASAN EKSEKUTIF
Daftar isi
1. Pendahuluan ................................................................................................................................................................1 1.1. Latar Belakang ...............................................................................................................................................1 1.2. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian .....................................................................................................1 1.3. Kajian Pustaka ................................................................................................................................................2 1.4. Metodologi .....................................................................................................................................................3 2. Temuan dan Pembahasan ............................................................................................................................................4 2.1. Kemangkiran Guru SD.....................................................................................................................................4 2.1.1. Tingkat Kemangkiran Guru ................................................................................................................4 2.1.2. Faktor Penyebab Guru Mangkir ........................................................................................................5 2.1.3. Upaya Sekolah agar Pembelajaran Tetap Berjalan ...........................................................................6 2.1.4. Upaya Sekolah dan Dinas Pendidikan Mengurangi Kemangkiran Guru .............................................6 2.1.5. Kebijakan Daerah untuk Mengatasi Kemangkiran Guru. ...................................................................7 2.1.6. Hubungan Tingkat Kemangkiran Guru SD dengan Prestasi Siswa .....................................................7 2.2. Kemangkiran Guru SMP..................................................................................................................................8 2.2.1. Tingkat Kemangkiran Guru SMP ........................................................................................................8 2.2.2. Faktor Penyebab Guru Mangkir .........................................................................................................9 2.2.3. Upaya Sekolah agar Pembelajaran Tetap Berjalan ..........................................................................10 2.2.4. Upaya Sekolah dan Dinas Pendidikan Mengurangi Tingkat Kemangkiran Guru ...............................10 2.2.5.
Kebijakan Daerah untuk Mengatasi Kemangkiran Guru. ..............................................................10
2.2.6.
Hubungan Tingkat Kemangkiran Guru SMP dengan Prestasi Belajar Siswa .................................11
3. Rekomendasi ..............................................................................................................................................................11
WORLD BANK
PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Negara Repulik Indonesia yang tertera dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, yang kemudian diturunkan sebagai tindak lanjut ke dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Melalui pendidikan diharapkan kualitas manusia bangsa Indonesia meningkat. Disadari banyak faktor yang mempengaruhi kualitas proses dan hasil pendidikan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah kurikulum, guru, sarana dan sarana pendidikan, lingkungan, manajemen pendidikan dan potensi anak itu sendiri. Namun dari berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan tersebut, faktor guru merupakan faktor yang penting bahkan dapat dikatakan sebagai faktor kunci dalam keberhasilan pendidikan. Bank Dunia (1988) menyatakan pula bahwa guru merupakan komponen yang amat menentukan mutu pendidikan, guru adalah kunci pengembangan mutu pendidikan. Upaya peningkatan mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh tingkat komitmen dan profesionalitas guru dalam melaksanakan tugas pokoknya di sekolah. Kehadiran guru dalam proses belajar tatap muka penting karena guru adalah orang yang secara periodik berinteraksi dengan peserta didik; lebih-lebih pada tingkat pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) siswa masih memerlukan bimbingan dan layanan yang lebih intens sesuai dengan karakteristik perkembangan anak. Sebagai konsekuensi dari peran sentral guru adalah pentingnya kehadiran guru dalam proses pembelajaran peserta didik pada hari-hari belajar yang ditetapkan. Ketidakhadiran (kemangkiran) guru dalam kelas mengakibatkan proses pembelajaran tidak berlangsung secara baik dan berdampak pada rendahnya mutu hasil belajar siswa (ILO, 2004). Hasil penelitian Bank Dunia dan Universitas Harvard (2004) di delapan negara berkembang (Bangladesh, Ekuador, India, Indonesia, Peru, Papua New Guinea, Zambia dan Uganda) dengan fokus utama angka absensi guru SD di pedesaan menunjukkan rata-rata guru mangkir sebesar 19 persen. Angka kemangkiran guru tertinggi terjadi di Uganda yang sebesar 39 persen dan terendah di Peru sebesar 11 persen, sedangkan tingkat kemangkiran guru di Indonesia mencapai 19 persen. Penelitian tersebut juga menemukan penyebab tingginya angka kemangkiran guru tersebut antara lain adalah lemahnya kontrol pejabat dan masyarakat terhadap sekolah, penyakit dan kemiskinan, pelatihan, serta benturan kepentingan dan peran guru (wanita). Tingginya kemangkiran guru berdampak pula pada peningkatan dana operasional (remedial) sekolah, menurunnya citra sekolah, dan kinerja sekolah, serta menurunnya prestasi siswa (khsususnya di daerah-daerah terpencil), dan resistensi guru untuk berubah serta motivasi yang rendah. 1.2. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Penelitian tentang kemangkiran guru di Indonesia pada saat ini mendesak dilakukan mengingat dampak negatif terhadap mutu proses dan hasil pembelajaran. Penelitian ini dilakukan dengan WORLD BANK tingkat kemangkiran PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN tujuan menghitung guru dan menganalisis faktor penyebab terjadinya BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN kemangkiran guru, upaya yang telah dilakukan untuk mengurangi/mengatasi tingkat KEMENTERIAN PENDIDIKAN kemangkiran guru, serta hubungan tingkat kemangkiran guruNASIONAL dengan prestasi belajar siswa.
1
RINGKASAN EKSEKUTIF Satuan pendidikan sebagai obyek penelitian dibatasi pada tingkat SD dan SMP. Secara khusus rumusan masalah penelitian ini ada enam, yaitu (1) Seberapa tinggi tingkat kemangkiran dan adakah perbedaan tingkat kemangkiran guru berdasarkan aspek karakteristik guru, transportasi, dan kebijakan sekolah; (2) Faktor apakah yang menyebabkan guru mangkir?; (3) Upaya apakah yang dilakukan sekolah untuk mengatasi kelas yang kosong karena guru mangkir mengajar?; (4) Upaya apakah yang dilakukan sekolah dan dinas pendidikan untuk mengurangi kemangkiran guru?; (5) Apakah kebijakan pemerintah daerah untuk mengatasi kemangkiran guru?; (6) Bagaimanakah hubungan tingkat kemangkiran guru dengan prestasi belajar siswa? Terkait dengan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah memperoleh data dan informasi tingkat kemangkiran guru, faktor penyebab kemangkiran guru, upaya sekolah dan dinas pendidikan untuk mengurangi kemangkiran guru, hubungan tingkat kemangkiran guru dengan prestasi belajar siswa, dalam rangka memberikan bahan rekomendasi kebijakan guna mengurangi tingkat kemangkiran guru dan peningkatan mutu kinerja guru. 1.3. Kajian Pustaka Kemangkiran guru didefinisikan sebagai guru yang tidak hadir sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. Tingkat kemangkiran guru dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Rumus 1, untuk kemangkiran guru SD ∑X
Rumus 1
% Kemangkiran Guru SD =
∑Y X =
guru kelas di SD yang dijadualkan mengajar pada hari tertentu tetapi tidak hadir/tidak datang mengajar.
Y =
seluruh guru kelas yang dijadualkan pada hari itu di SD tersebut
Rumus 2, untuk kemangkiran guru SMP % Kemangkiran Guru SMP =
∑ X ∑ Y Rumus 2
X =
Guru mata pelajaran yang di UN kan di SMP yang dijadualkan mengajar hari tertentu tetapi tidak hadir/tidak datang mengajar.
Y =
Seluruh guru mata pelajaran yang di UN kan dan dijadualkan pada hari itu di SMP tersebut.
Tingkat kemangkiran guru dalam penelitian dilihat dari tiga keadaan, yakni kemangkiran WORLD BANK PUSAT ini PENELITIAN KEBIJAKAN guru pada saat peneliti datang ke sekolah (hari H), serta satu hari (H1) dan dua hari (H2) BADAN PENELITIAN DAN pada PENGEMBANGAN sebelum peneliti datang ke sekolah. PengukuranPENDIDIKAN tingkat kemangkiran pada hari H, dilakukan KEMENTERIAN NASIONAL
2
RINGKASAN EKSEKUTIF dengan menggunakan data primer dimana peneliti langsung datang ke sekolah terpilih tanpa memberi tahu sekolah yang bersangkutan terlebih dahulu (sidak). Penghitungan tingkat kemangkiran guru sehari (H-1) dan dua hari (H-2) sebelum kedatangan peneliti adalah untuk melihat konsistensi kemangkiran. Tingkat kemangkiran guru pada satu dan dua hari sebelum peneliti datang dihitung dari dokumen absensi guru yang ada di sekolah, informasi kepala sekolah, informasi teman guru, dan informasi dari siswa, serta jadual mengajar. 1.4. Metodologi Pada penelitian ini dipilih 20 kabupaten/kota sebagai sampel lokasi yang ditentukan secara cluster random sampling berdasarkan distribusi geografi 10 wilayah dan pertimbangan sebaran populasi jumlah guru di kota/kabupaten pada wilayah tersebut (Tabel RE1). Dari 20 kabupaten/kota terpilih ditentukan SD dan SMP sampel yang dipilih berdasarkan keikutsertaan sekolah dalam Program BERMUTU. Setiap kota/kabupaten ditentukan Sekolah (SDN dan SMPN) secara acak, untuk masing-masing kabupaten/kota tersebut dipilih 4 sampai dengan 8 SDN dan 2 sampai dengan 12 SMPN (total sampel 154 SDN dan 149 SMPN). Responden dalam penelitian ini terdiri dari kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, kepala sekolah, guru, dan siswa. Tabel RE1. Kabupaten/Kota yang Terpilih Menjadi Sampel Wilayah 1. Indonesia bagian Timur 1 2. Indonesia bagian Timur 2
3. Jawa bagian Barat
4. Jawa bagian Tengah
5. Jawa bagian Timur
6. Kalimantan 7. Sulawesi 8. Sumatera bagian Utara
WORLD BANK 9. Sumatera bagian Tengah
Kab./Kota Sampel
1. Goa 2. Sumbawa 3. Kuningan 4. Majalengka 5. Subang 6. Kerawang 7. Banyumas 8. Wonogiri 9. Jepara 10. Pekalongan 11. Sidoarjo 12. Pacitan 13. Bondowoso 14. Pamekasan 15. Gunung Mas 16. Parigi Muotong 17. Makasar 18. Pidie 19. KEBIJAKAN Pasaman PUSAT PENELITIAN 20.PENGEMBANGAN Jambi BADAN PENELITIAN DAN
Responden Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota diwawancara menggunakan pedoman KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL wawancara untuk mendapatkan data upaya dan kebijakan yang telah dilakukan Dinas
3
RINGKASAN EKSEKUTIF Kependidikan untuk mengurangi dan mengatasi kemangkiran guru. Responden Kepala sekolah diwawancara untuk mendapatkan data kehadiran guru, peraturan disiplin guru, dan kebijakan mengatasi dan mengurangi kemangkiran guru. Wawancara dilengkapi dengan dokumen sekolah yang terkait dengan daftar hadir dan kebijakan terkait disiplin guru. Guru yang menjadi responden adalah seluruh guru kelas yang mengajar di SD dan guru mata pelajaran yang di-UNkan yang mengajar di SMP pada saat peneliti datang pada sekolah sampel. Guru diwawancara untuk mendapatkan data terkait karakteristik guru, transportasi ke sekolah, dan kebijakan sekolah terkait kehadiran guru. Responden siswa mengikuti tes kompetensi pada mata pelajaran yang di UASBN-kan dan di UAN-kan sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan siswa sebagai akibat adanya kemangkiran guru. Pengumpulan data dilakukan melalui empat cara, yaitu (1) studi dokumen, (2) observasi, (3) wawancara, dan (4) tes.
2. Temuan dan Pembahasan 2.1. Kemangkiran Guru SD 2.1.1. Tingkat Kemangkiran Guru Penelitian ini menemukan bahwa tingkat kemangkiran guru SD pada hari sidak (H) ternyata cukup tinggi , yakni mean 8,35%, dan median 7,9%. Pada Tabel 5.1.1 memperlihatkan bahwa mean dan median kemangkiran guru pada hari sidak (H) hampir dua kali lipat dibandingkan dengan mean dan median pada H-1 dan H-2. Tingkat ketidakhadiran ini, meskipun sudah membaik lebih dari 60% dibandingkan rata-rata tingkat kemangkiran di delapan negara sebesar 20% dan jauh lebih rendah dari tingkat kemangkiran guru Indonesia di tahun 2004 sebesar 19% (Bank Dunia, 2004) tetapi tetap memerlukan penanganan yang serius karena pengaruhnya terhadap proses pembelajaran. Tabel RE2. Tingkat Kemangkiran Guru SD Waktu H H-1 H-2
N 1.078 1.059 1.049
Mean (%) 8,35 4,82 5,43
Median (%) 7,90 3,87 3,83
Jika tingkat kemangkiran guru memperhatikan dimensi karakteristik guru yang mencakup profil guru, transportasi menuju sekolah, dan kebijakan sekolah yang dirinci lagi ke dalam 15 aspek (Tabel 5.1.2) diketahui bahwa hanya satu aspek yang secara statistik berbeda nyata terhadap tingkat kemangkiran guru, yaitu jenis kelamin. Pada tingkat kepercayaan 99%, rata-rata tingkat kemangkiran guru perempuan lebih rendah daripada tingkat kemangkiran guru laki-laki. Pada 14 aspek lainnya yang tidak ditemukan perbedaan nyata adalah daerah asal, pendidikan, lokasi tempat tinggal sekarang, jarak dari rumah ke sekolah, biaya transportasi, sertifikasi pendidik, tunjangan profesi, tugas tambahan, status kepegawaian, jumlah jam mengajar, keanggotaan BANK PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN KKG,WORLD dan status akreditasi. BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
4
RINGKASAN EKSEKUTIF Tabel RE3. Perbandingan Tingkat Kemangkiran Guru dari 15 Aspek Tingkat Kemangkiran
Nilai t-hitung
Sig.
1. Profil a. Jenis Kelamin
-3,06
0,004
b. Daerah Asal
1,936
0,131
c. Pendidikan
-0,6
0,552
a. Lokasi Tempat Tinggal Sekarang
1,651
0,181
b. Jarak dari Rumah ke Sekolah
0,688
0,563
c. Waktu dari Rumah ke Sekolah
0,753
0,559
1,18
0,325
a. Sertifikasi Pendidik
1,645
0,108
b. Tunjangan Profesi
1,546
0,130
c. Tugas Tambahan
1,291
0,204
d. Jumlah Jam Mengajar
0,101
0,904
e. Status Kepegawaian
0,087
0,896
f. Golongan Kepegawaian
0,063
0,939
g. Keanggotaan pada KKG
-0,34
0,937
0,62
0,611
2. Transportasi
d. Biaya Transportasi 3. Kebijakan Sekolah
h. Status Akreditasi Sekolah
2.1.2. Faktor Penyebab Guru Mangkir Ada 12 faktor yang dinyatakan oleh responden guru sebagai penyebab guru mangkir seperti yang disajikan pada Diagram 5.2.1. Dari 12 faktor ini, kesulitan transportasi dikemukakan oleh 13% responden sebagai salah sartu faktor utama penyebab guru mangkir. Penyebab yang sama besarnya (13%) adalah ijin resmi keperluan di luar sekolah. Faktor utama lain yang juga dinyatakan responden sebagai penyebab guru mangkir adalah ditugaskan oleh sekolah untuk melaksanakan kegiatan yang tidak terkait tugas mengajar (11%) serta ditugaskan mengahdiri rapat di luar sekolah, 10%. Ada penyebab kemangkiran lain karena ditugaskan oleh sekolah untuk mengikuti program pelatihan, yakni sebesar 9%. Secara akumulatif penyebab kemangkiran guru karena penugasan ini ternyata cukup besar (30%) sehingga menjadi penyebab dominant pada kemangkiran guru SD.
WORLD BANK
PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
5
RINGKASAN EKSEKUTIF Diagram RE1. Faktor Penyebab Guru SD Mangkir (N-96)
2.1.3. Upaya Sekolah agar Pembelajaran Tetap Berjalan Sekolah telah berupaya agar para guru tidak mangkir dan pembelajaran tetap berjalan. Diketahui bahwa sebagian besar sekolah (67,7%) menempuh upaya dengan menerapkan tata tertib sekolah, dan 49% memberikan biaya transportasi, sedangkan sekolah yang lain dengan memberikan hadiah, dan pembinaan dari dan penyusunan tata tertib. Diagram RE2. Upaya Sekolah untuk Menghindari Guru Mangkir (%), N=244)
2.1.4. Upaya Sekolah dan Dinas Pendidikan Mengurangi Kemangkiran Guru Responden mengetahui paling tidak ada enam upaya sekolah untuk mengurangi frekuensi dan jumlah guru yang mangkir. Diagram 5.4.1. menyarikan responden guru SD yang mengetahui upaya yang telah dilakukan sekolah untuk mengurangi kemangkiran guru. Hampir seluruh guru (92%) mengakui jika sekolah telah membuat tata terib yang bertujuan mengurangi kemangkiran guru. WORLD BANK
PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
6
RINGKASAN EKSEKUTIF Diagram RE3. Upaya Sekolah Mengurangi Guru yang Mangkir (N=238)
2.1.5. Kebijakan Daerah untuk Mengatasi Kemangkiran Guru. Kebijakan Dinas pendidikan kabupaten/Kota yang paling banyak (73%) ditempuh untuk mengatasi masalah kemangkiran guru adalah melakukan sosialisasi peraturan disiplin guru di sekolah-sekolah, selain itu memberikan teguran (51%), memanggil guru yang bersangkutan (45%), memberikan sanksi (41%), memanggil kepala sekolah yang bersangkutan (38%), dan memberikan penghargaan (33%). Diagram RE4. Kebijakan Dinas Pendidikan untuk Mengatasi Guru yang Mangkir
2.1.6. Hubungan Tingkat Kemangkiran Guru SD dengan Prestasi Siswa
Penelitian ini menemukan bahwa terdapat korelasi negatif (r=-0,01896) antara nilai UASBN siswa SD dengan tingkat kemangkiran guru Artinya bila tingkat kemangkiran guru semakin meningkat maka nilai UASBN semakin menurun atau sebaliknya. Namun setelah diuji secara WORLD BANK ini tidak signifikan (sig. PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN statistik, hubungan =0,906327). BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
7
RINGKASAN EKSEKUTIF Tabel RE4. Hubungan antara Nilai UASBN Siswa SD dengan Tingkat Kemangkiran Guru Pearson Correlation
-0,01896
Sig. (2-tailed)
0,906327
N
41
2.2. Kemangkiran Guru SMP 2.2.1. Tingkat Kemangkiran Guru SMP Penelitian ini menemukan bahwa tingkat kemangkiran guru SMP pada hari sidak (H) ternyata cukup tinggi, yakni mean 13,96% dan median 14,62%. Pada Tabel 6.1.1. memperlihatkan bahwa mean dan median kemangkiran guru pada hari sidak sedikit lebih besar dibandingkan dengan mean dan median pada H-1 dan H-2. Tingkat kemangkiran guru SMP ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kemangkiran guru SD hasil penelitian ini yang menemukan bahwa tingkat kemangkiran guru SD pada hari sidak (H) dengan mean 8,35%, dan median 7,9%. Namun, tingkat kemangkiran guru SMP tersebut masih lebih rendah dari tingkat kemangkiran guru SD hasil penelitian Bank Dunia tahun 2004, sebesar 19%. Tabel RE5. Tingkat kemangkiran guru SMP Mean Median Waktu N (%) (%) Sidak 1.067 13,96 14,62 H-1 1.038 13,58 11,96 H-2 1.063 11,67 9,59 Jika tingkat kemangkiran guru memperhatikan dimensi karakteristik guru yang mencakup profil guru, transportasi menuju sekolah, dan kebijakan sekolah yang dirinci lagi ke dalam 15 aspek (lihat Tabel 6.1.2 hasil pembahasan) diketahui bahwa hanya satu aspek yang secara statistik berbeda nyata terhadap tingkat kemangkiran guru, yaitu satus kepegawaian guru. Pada tingkat kepercayaan 99%, rata-rata tingkat kemangkiran guru yang berstatus PNS lebih rendah daripada tingkat kemangkiran guru non PNS. Pada 14 aspek lainnya yang tidak ditemukan perbedaan nyata adalah jenis kelamin, daerah asal, pendidikan, lokasi tempat tinggal sekarang, jarak dari rumah ke sekolah, biaya transportasi, sertifikasi pendidik, tunjangan profesi, tugas tambahan, jumlah jam mengajar, keanggotaan KKG, dan status akreditasi. Tabel RE6. Perbandingan Tingkat Kemangkiran Guru dari Beberapa Aspek Tingkat Kemangkiran Nilai t-hitung Sig. 1. Profil a. Jenis Kelamin
0,661
0,512
0,167 0,918 WORLD BANK b. Daerah Asal PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN c. Pendidikan BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN -0,048 0,962 d. Mata Pelajaran yang Diajar 1,794NASIONAL0,121 KEMENTERIAN PENDIDIKAN 3. Transportasi
8
RINGKASAN EKSEKUTIF a. Lokasi Sekarang
0,696
0,558
b. Jarak dari rumah ke sekolah
1,863
0,124
c. Waktu dari rumah ke sekolah
0,931
0,457
d. Sarana transportasi
0,359
0,837
e. Biaya transportasi
0,381
0,821
a. Sertifikasi Pendidik
0,284
0,778
b. Tunjangan Profesi
-0,351
0,728
c. Tugas Tambahan
-0,847
0,420
5,09
0,001
e. Golongan Kepegawaian
0,602
0,551
f. Jumlah Jam Mengajar
1,179
0,315
g. Keanggotaan MGMP
1,561
0,127
0,94
0,437
2. Kebijakan Sekolah
d. Status Kepegawaian
h. Status Akreditasi
2.2.2. Faktor Penyebab Guru Mangkir Ada 12 faktor yang menjadi penyebab guru mangkir seperti yang disajikan pada Diagram 5.2.1. Dari 12 faktor tersebut, kesulitan transportasi merupakan faktor yang paling banyak dikemukakan oleh guru (13,5%) dan berikutnya adalah ijin resmi keperluan di luar sekolah (12,7%). Faktor lain yang menyebabkan guru mangkir adalah ditugaskan oleh sekolah untuk melaksanakan kegiatan yang tidak terkait tugas mengajar (11,4%) serta ditugaskan mengikuti pelatihan (8,9%), ditugaskan oleh sekolah untuk menghadiri rapat (8,5%) dan ditugaskan ke sekolah lain (4,5%). Berarti secara akumulatif penyebab kemangkiran guru karena penugasan ini cukup besar (33,3%) dan menjadi penyebab yang dominan pada kemangkiran guru SMP Lima faktor penyebab kemangkiran terbesar yang juga dikemukakan responden adalah sudah meminta ijin resmi (12,7%), ditugaskan melakukan kegiatan yang tidak berkaitan dengan tugas mengajar (11,5%), ditugaskan mengikuti pelatihan (8,9%), sakit dengan keterangan (8,9%), dan mengajar di waktu yang berbeda dengan waktu yang sudah dijadualkan (8,6%). Diagram RE5. Faktor Penyebab Guru Mangkir (N= 96)
WORLD BANK
PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
9
RINGKASAN EKSEKUTIF 2.2.3. Upaya Sekolah agar Pembelajaran Tetap Berjalan Sekolah telah berupaya agar para guru tidak mangkir dan pembelajaran tetap berjalan. Diketahui bahwa sebagian besar sekolah (67,7%) menempuh upaya dengan menerapkan tata tertib sekolah, dan 49% memberikan biaya transportasi, sedangkan sekolah yang lain dengan memberikan hadiah dan pembinaan serta penyusunan tata tertib sekolah. Diagram RE6. Upaya Sekolah untuk Menghindari Guru Mangkir (N=96, respons ganda)
2.2.4. Upaya Sekolah dan Dinas Pendidikan Mengurangi Tingkat Kemangkiran Guru
Diagram RE7. Upaya Sekolah Mengurangi Tingkat Kemangkiran
Ada berbagai upaya sekolah untuk mengurangi tingkat kemangkiran, terbesar (87,63%) sekolah menyatakan membuat tata tertib sekolah dan berupaya memanggil guru yang mangkir untuk pembinaan. Sekolah yang lain (62,38%) berupaya memberikan penghargaan supaya guru lebih rajin bekerja, sebaliknya beberapa sekolah memberikan teguran (41,05%) dan memberikan sanksi kepada guru yang mangkir (28,40%). 2.2.5. Kebijakan Daerah untuk Mengatasi Kemangkiran Guru. Dinas Pendidikan Kabupaten/kota juga telah menempuh berbagai upaya untuk mengatasi kemangkiran guru di wilayahnya. Sebagaian besar sekolah menyatakan bahwa Dinas pendidikan mengatasi tingkat kemangkiran guru dengan melakukan control untuk memastikan penerapan tata tertib (88,81%), nelakukan sosialisasi peraturan sampai ke sekolah (84,66%), menyusun PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN tataWORLD tertib BANK (79,87%). Ada Dinas Pendidikan yang berupaya memberikan pembinaan dan BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN tindakan yang agak tegas, misalnya memanggil guru yang mangkir (68,71%), memberikan NASIONAL teguran (46,25%), memanggil KEMENTERIAN kepala sekolahPENDIDIKAN (42,4%), dan bahkan memberikan sanksi
10
RINGKASAN EKSEKUTIF (31,57%); tetapi sebaliknya beberapa Dinas pendidikan memberikan penghargaan supaya para guru lebih rajin untuk bekerja (44,2%). Diagram RE8. Kebijakan Daerah untuk Mengatasi kemangkiran Guru (N=…, respons ganda)
2.2.6. Hubungan Tingkat Kemangkiran Guru SMP dengan Prestasi Belajar Siswa
Penelitian ini menemukan bahwa terdapat korelasi negatif (r=-0,268) antara nilai UN siswa SMP dengan tingkat kemangkiran guru. Artinya bila tingkat kemangkiran guru semakin meningkat maka nilai UN semakin menurun atau sebaliknya. Namun setelah diuji secara statistik, hubungan ini tidak signifikan (sig. =0,0241). Tabel RE7. Hubungan antara Tingkat Kehadiran Guru dengan Nilai UN Siswa Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
-0.268 0.241 21
3. Rekomendasi 1.
Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten dan sekolah perlu menerapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru Dan Pengawas Satuan Pendidikan secara konsisten dan dilaksanakan sampai pada tingkat pemenuhan kewajiban guru dalam kegiatan mengajar tatap muka sesuai dengan jadwal mengajar yang telah ditetapkan. Beban kerja guru paling sedikit 24 jam tatap muka dan paling banyak 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu perlu dikontrol secara tertib di tingkat pelaksanaan mengajar agar diketahui pemenuhan kewajiban guru, sekaligus untuk meminimalisir kemangkiran guru dalam mengajar.
2.
Sekolah dan Kepala Dinas serta instansi pemangku kepentingan lain, hendaknya lebih bijaksana dalam mengatur dan menentukan para guru yang diminta bertugas, baik untuk rapat dinas, pelatihan, seminar, maupun mengikuti kegiatan pembinaan lainnya. WORLD BANKkepada guru diharapkan PUSAT PENELITIAN Penugasan bukan pada guruKEBIJAKAN yang sedang terjadwal dan memiliki BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN tanggungjawab mengajar. Lebih-lebih guru SD yang memiliki tanggungjawab sebagai guru kelas, jika sering ditugaskanKEMENTERIAN di luar sekolahPENDIDIKAN akan seringNASIONAL terjadi kekosongan kelas yang
11
RINGKASAN EKSEKUTIF berakibat negative terhadap proses pembelajaran. Rekomendasi ini diajukan terkait dengan tingginya factor “penugasan/dinas” sebagai penyebab kemangkiran guru. 3
Pembinaan guru yang telah dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan dan Sekolah perlu ditata dan dikembangkan lebih baik agar guru lebih disipin dan kemangkiran guru dapat ditekan seminimal mungkin. Sistem pembinaan guru dengan pendekatan “pemberian hadiah dan penghargaan” (reward) bagi guru yang melaksanakan aturan, tatatertib, disiplin, dan sebaliknya menerapkan sanksi dan hukuman (punishment) bagi guru yang tidak melaksanakan aturan tersebut diharapkan dapat meningkatkan mutu kinerja guru. Oleh sebab itu upaya Dinas pendidikan mengatasi tingkat kemangkiran guru dengan menetapkan aturan tatatertib, sosialisasi aturan sampai sekolah, mengontrol dan memastikan penerapan tata tertib, dan memberi penghargaan kepada guru yang melaksanakan disilin perlu ditingkatkan pelaksanaannya. Demikian pula tindakan tegas dengan teguran atau sanksi kepada guru yang sering mangkir dan memanggil kepala merupakan upaya yang baik agar para guru lebih rajin untuk bekerja .
4
Sekolah-sekolah yang memiliki karakteristik tertentu dapat menempuh upaya untuk meningkatkan kehadiran guru sampai tingkat kemangkiran yang minim. Sekolah yang berada di lokasi yang sulit dijangkau karena alasan geografis atau kepadatan lalu lintas dapat menambah insentif khusus bagi guru karena alasan kesulitan transportasi. Dengan tambahan uang trasnsportasi diharapkan guru di lokasi tersebut selalu hadir sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.
WORLD BANK
PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
12