BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 17 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KAWASAN KECAMATAN PURWAREJA KLAMPOK KABUPATEN BANJARNEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang
:
a. bahwa dengan berkembangnya penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan di kawasan kecamatan Purwareja Klampok yang semakin komplek, baik dari segi intensitas, teknologi, kebutuhan prasarana dan sarana, dan lingkungannya, di samping kurang bertumpu pada sumber daya alam dan buatan yang diwariskan sejarah, untuk mendukung fungsi sosial, dan ekonomi setempat;
b. bahwa Kabupaten Banjarnegara telah dimasukkan ke dalam Jaringan Kota Pusaka Indonesia yang bertujuan untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya peninggalan sejarah di Indonesia; c. bahwa sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjarnegara telah menetapkan kawasan Kecamatan Purwareja Klampok sebagai kegiatan Pusat Kegiatan Lokal; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b dan huruf c, maka dipandang perlu membentuk Peraturan Bupati tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Kecamatan Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara; Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Tengah; 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
2
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168); 6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan Mulai Berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Tengah; 3
8.
9.
10.
11.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3747); Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 28);
4
12. Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 3 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kabupaten Banjarnegara Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara Tahun 2009 Nomor 3 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 114) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 1 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 3 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kabupaten Banjarnegara Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara Tahun 2012 Nomor 2 Seri E); 13. Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjarnegara Tahun 20112031 (Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara Tahun 2012 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 145);
5
14. Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Banjarnegara Tahun 2011-2016 (Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara Tahun 2012 Nomor 3 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 149); MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERATURAN BUPATI TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KAWASAN KECAMATAN PURWAREJA KLAMPOK KABUPATEN BANJARNEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1
1. 2. 3. 4. 5.
Daerah adalah Kabupaten Banjarnegara. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Banjarnegara. Bupati adalah Bupati Banjarnegara. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Banjarnegara. Peraturan Bupati adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Banjarnegara berdasarkan kewenangan otonomi yang ada padanya. 6
6.
7.
8. 9. 10.
11.
12.
13.
14.
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Tata Ruang adalah wujud dari struktur dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak direncanakan. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian ruang. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang. Struktur Pemanfaatan Ruang adalah susunan unsurunsur pembentuk lingkungan secara hirarkis dan saling berhubungan satu dengan lainnya. Pola Pemanfaatan Ruang adalah tata guna tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya dalam wujud penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjarnegara. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Kawasan adalah satuan ruang wilayah yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta memiliki ciri tertentu.
7
15.
16.
17.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang selanjutnya disingkat RTBL adalah panduan rancang bangun suatu kawasan/lingkungan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Kecamatan Purwareja Klampok, yang selanjutnya disingkat RTBL Kawasan Kecamatan Purwareja Klampok adalah panduan bangunan Kawasan Purwareja klampok yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta membuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan Kawasan Purwareja klampok. Program Bangunan dan Lingkungan adalah penjabaran lebih lanjut dari perencanaan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan untuk kurun waktu tertentu yang memuat jenis, jumlah, besaran, dan luasan bangunan gedung serta kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, fasilitas social, prasarana aksesibilitas, sarana pencahayaan dan sarana penyehatan lingkungan, baik berupa penataan prasarana dan sarana yang sudah ada maupun baru. 8
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Rencana Umum dan Panduan Rancangan adalah ketentuan-ketentuan tata bangunan dan lingkungan pada suatu lingkungan/kawasan yang memuat rencana peruntukan lahan makro dan mikro, rencana perpetakan, rencana tapak, rencana system pergerakan, rencana aksesibilitas lingkungan, rencana prasarana dan sarana lingkungan, rencana wujud visual bangunan, dan ruang terbuka hijau. Rencana Investasi adalah rujukan bagi para pemangku kepentingan untuk menghitung kelayakan investasi dan pembiayaan suatu penataan, sehingga terjadi kesinambungan pentahapan pelaksanaan pembangunan. Ketentuan Pengendalian Rencana adalah ketentuanketentuan yang bertujuan untuk mengendalikan berbagai rencana kerja, program kerja maupun kelembagaan kerja pada masa pemberlakuan aturan dalam RTBL dan pelaksanaan penataan suatu kawasan. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan adalah pedoman yang dimaksudkan untuk mengarahkan perwujudan pelaksanaan penataan bangunan dan kawasan yang berdasarkan dokumen RTBL, dan memandu pengelolaan kawasan agar dapat berkualitas, meningkat, dan berkelanjutan. Struktur peruntukan lahan adalah komponen rancang kawasan yang berperan penting dalam alokasi penggunaan dan penguasaan lahan/tata guna lahan yang telah ditetapkan dalam suatu kawasan perencanaan tertentu berdasarkan ketentuan dalam rencana tata ruang wilayah. Intensitas Pemanfaatan Lahan adalah tingkat alokasi dan distribusi luas lantai maksimum bangunan terhadap lahan/tapak peruntukannya.
9
24.
25. 26.
27.
28. 29.
Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka presentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung yang dapat dibangun dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah perbandingan jumlah luas seluruh lantai bangunan terhadap luas perpetakan atau luas daerah perencanaan. Tata Bangunan adalah produk dari penyelenggaraan bangunan gedung beserta lingkungan sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi berbagai aspek termasuk pembentukan citra/karakter fisik lingkungan, besaran, dan konfigurasi dari elemen-elemen: blok, kaveling/petak lahan, bangunan, serta ketinggian dan elevasi lantai bangunan yang dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota yang akomodatif terhadap keragaman kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung dalam ruang-ruang publik. Garis Sempadan Bangunan adalah garis pada halaman pekarangan bangunan yang ditarik sejajar dari garis as jalan, tepi sungai atau as pagar dan merupakan batas antara kavling/pekarangan yang boleh dibangun dan yang tidak boleh dibangun. Tinggi Bangunan adalah jarak yang diukur dari permukaan tanah, dimana bangunan tersebut didirikan, sampai dengan titik puncak bangunan. Sistim Jaringan Jalan dan Pergerakan adalah rancangan pergerakan yang terkait antara jenis-jenis hiraki/kelas jalan yang tersebar pada kawasan perencanaan (jalan lokal/lingkungan) dan jenis pergerakan yang melalui, baik masuk dan keluar kawasan, maupun masuk dan keluar kaveling.
10
30. Sistem Sirkulasi Kendaraan Umum adalah rancangan sistem arus pergerakan kendaraan formal, yang dipetakan pada hiraki/kelas jalan yang ada pada kawasan perencanaan. 31. Sistem Sirkulasi Kendaraan Pribadi adalah rancangan sistem arus pergerakan bagi kendaraan pribadi sesuai dengan hirarki/kelas jalan yang ada pada kawasan perencanaan. 32. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau adalah komponen rancangan kawasan, yang tidak sekedar terbentuk sebagai elemen tambahan ataupun elemen sisa setelah proses rancang arsitektural diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian integral dari suatu lingkungan yang lebih luas. 33. Tata Kualitas Lingkungan adalah rekayasa elemen-elemen kawasan yang sedemikian rupa, sehingga tercipta suatu kawasan atau sub area dengan sistem lingkungan yang informative, berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu. 34. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi sebagai mana mestinya. 35. Peran Serta Masyarakat adalah keterlibatan masyarakat secara sukarela di dalam perumusan kebijakan dan pelaksanaan keputusan dan/atau kebijakan yang berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat pada setiap tahap kegiatan pembangunan (perencanaan, desain, implementasi dan evaluasi).
11
36.
37.
38.
39.
40.
41. 42.
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasn cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas. Penetapan adalah pemberian status cagar budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya.
12
43.
44.
Adaptasi adalah upaya pengembangan cagar budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting. Pemanfaatan adalah pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya. Bagian Kedua Maksud, Tujuan, dan Lingkup Pasal 2
(1) Maksud RTBL Kawasan Kecamatan Purwareja Klampok merupakan panduan rancang bangun lingkungan/kawasan koridor utama Kecamatan Purwareja Klampok untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan di Kecamatan Purwareja Klampok, Kabupaten Banjarnegara. (2) Tujuan RTBL Kawasan Kecamatan Purwareja Klampok adalah sebagai acuan dalam mewujudkan tata bangunan dan lingkungan yang layak huni, berjati diri, produktif, dan berkelanjutan di Kawasan Kecamatan Purwareja Klampok serta sebagai acuan Pemerintah Daerah dalam penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan.
13
(3) Lingkup RTBL Kawasan Kecamatan Purwareja Klampok meliputi pengaturan, pelaksanaan, dan pengendalian pelaksanaan pengembangan kawasan/lingkungan Kawasan Kecamatan Purwareja Klampok. BAB II MATERI POKOK RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL) Bagian Kesatu Sistematika RTBL Pasal 3 (1) RTBL Kawasan Kecamatan Purwareja Klampok disusun dengan sistematika sebagai berikut : BABI : KETENTUAN UMUM BABII : MATERI POKOK RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL) BABIII : PROGRAM BANGUNAN DAN LINGKUNGAN BABIV : RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN BABV : RENCANA INVESTASI BAB VI : KETENTUAN PENGENDALIAN RENCANA BAB VII : PEDOMAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN BAB VIII: PENUTUP (2) RTBL Kawasan Kecamatan Purwareja Klampok dilengkapi dengan Lampiran, Buku Album Peta, Ilustrasi dan Gambar Teknis yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.
14
Bagian Kedua Batasan Lokasi Kawasan Pasal 4 (1) Lokasi perencanaan RTBL Kawasan Kecamatan Purwareja Klampok adalah sebagian dari desa Klampok dan desa Purwareja yang berada di Kecamatan Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, Luas kawasan perencanaan RTBL Kawasan Kecamatan Purwareja Klampok adalah 99,603 (sembilan puluh sembilan koma enam ratus tiga ) hektar. (2) Lokasi perencanaan RTBL Kawasan Kecamatan Purwareja Klampok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi menjadi 4 (empat) segmen yaitu: a. segmen 1(satu) (Eks Emplasemen Pabrik Gula dan Stasiun Klampok) dengan luas 28,545 (dua puluh delapan koma lima ratus empat puluh lima) hektar; b. segmen 2 (dua) (Simpang Tiga/ Pertelon Klampok), dengan luas 22,538 (dua puluh dua koma lima ratus tiga puluh delapan) hektar; c. segmen 3 (tiga) (Eks Pusat Pemerintahan Kawedanan), dengan luas 27,675 (dua puluh tujuh koma enam ratus tujuh puluh lima) hektar; dan d. segmen 4 (empat) (Eks Pusat Kademangan Gumelem), dengan luas: 20,845 (dua puluh koma delapan ratus empat puluh lima) hektar. (3) Lokasi perencanaan RTBL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.
15
BAB III PROGRAM BANGUNAN DAN LINGKUNGAN Bagian Kesatu Visi Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Pasal 5 (1) Visi pembangunan dan pengembangan kawasan adalah terwujudnya Kota Pusaka Perkebunan Purwareja-Klampok yang menghargai dan melestarikan warisan sejarah kota beserta sumber daya alamnya, menghidupi warganya secara berkelanjutan, memberikan pengalaman kaya, mengesankan dan mengilhami kepada pengunjung dan warganya, dan menanamkan nilai dan membangkitkan semangat pengembangan industri berbasis pertanian. (2) Misi yang perlu dilaksanakan adalah: a. melestarikan, melindungi, memanfaatkan, dan mengembangkan secara selektif dan meningkatkan penampilam serta pemanfaatan warisan sejarah Kota Purwareja Klampok; b. memperkuat jati diri Kota Purwareja Klampok dengan menggali potensi budaya dari kehidupan kota perkebunan; c. meningkatkan kontribusi sektor pariwisata di samping mempertahankan pertanian, dan mengembangkan industri kreatif; d. meningkatkan akses ke Kota Purwareja Klampok dan kemudahan, keleluasaan, keselamatan, serta kenyamanan bergerak di dalam kota; e. meningkatkan kualitas kenyamanan dan keselamatan ruang jalan, serta pesona lorong-lorong jalan beserta pemandangan alam dan lahan pertanian; dan
16
f. menciptakan sistem ruang terbuka dan meningkatkan kualitas ruang terbuka sebagai ruang interaksi dan komunikasi antar warga dan wisatawan. Bagian Kedua Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan Lingkungan Pasal 6 (1) Berdasarkan fungsi, lokasi, karakter dan ciri fisiknya, masing-masing 4 (empat) segmen ditetapkan tema dan tujuan penataan. (2) Tema dan tujuan penataan masing-masing segmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. segmen 1 (satu), Eks Emplasemen Pabrik Gula dan Stasiun Klampok, tema penataan : kawasan cagar budaya, tujuan penataan : pelestarian yaitu perlindungan kawasan, pemanfaatan sesuai, dan pengembangan secara selektif, serta penampilan bangunan dan kawasan cagar budaya, pada bangunan bukan cagar budaya dimungkinkan sisipan yang menyesuaikan diri dengan bangunan dan lingkungan sekitar; b. segmen 2 (dua), Simpang Tiga/ Pertelon Klampok, tema penataan : kawasan baru berkembang cepat, tujuan penataan : penataan kembali kawasan campuran dan perdagangan regional dengan peningkatan ruang terbuka; c. segmen 3 (tiga), Pusat Pemerintahan Kawedanan, tema penataan : kawasan cagar budaya pusat pemerintahan lama dan pasar, tujuan penataan: pelestarian yaitu perlindungan, pemanfaatan yang sesuai dan pengembangansecara selektif, serta penampilan bangunan dan lingkungan sekitarnya; dan 17
d. segmen 4 (empat), Pusat Kademangan Gumelem, tema penataan : Cagar Budaya Pusat Pedesaan, tujuan penataan : pelestarian, yaitu perlindungan, penyesuaian pemanfaatan, dan pengembangan ruang terbuka untuk kegiatan warga, termasuk perayaan. Bagian Ketiga Konsep Komponen Perancangan Kawasan Pasal 7 Komponen rancangan kawasan terdiri atas: a. struktur peruntukan lahan; b. intensitas pemanfaatan lahan; c. tata bangunan; d. sistem sirkulasi dan jalur penghubung; e. sistem ruang terbuka dan tata hijau; f. pertandaan; g. sistem prasarana dan utilitas lingkungan; dan h. pelestarian bangunan/kawasan cagar budaya. Pasal 8 (1)
Struktur Peruntukan Lahan, disusun untuk mewujudkan Kota Pusaka Perkebunan dengan mempertimbangkan Rencana Detail Tata Ruang yang ada, dan terutama perkembangan kondisi yang ada sekaligus mengakomodasi tantangan dan kebuuhan masa mendatang arahan kebijakan terkait, baik dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang/Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan RTRW Kabupaten Banjarnegara, serta peluang dan arah perkembangan strategis yang terjadi yang mungkin belum tercakup dalam rencana-rencana tersebut.
18
(2)
(3)
(4)
(5)
(6) (7)
Peruntukan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan pada fungsi campuran yang memadukan aneka fungsi pemerintahan, perdagangan barang dan jasa serta pariwisata. Kota Purwareja Klampok terdiri atas 3 (tiga) inti, yaitu eksEmplasemen Pabrik Gula dengan perumahannya beserta eks-Stasiun KA Purwareja sebagai kawasan cagar budaya, Pertelon sebagai kawasan pusat perkembangan baru; dan eks-Kawedanan beserta pasarnya yang mempunyai sejumlah bangunan cagar budaya, yang ketiganya berada dalam lingkup kawasan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ini. Desa Gumelem Kulon dan Gumelem Wetan, secara bersama-sama dalam Peraturan Bupati ini, mempunyai inti, yaitu pusat kedua desa beserta eks-Kademangan Gumelem dan masjid cagar budaya Al Ikhlas. Ketiga inti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) menjadi dasar pembentukan segmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) yang masing-masing mempunyai satu atau lebih dari satu zona utama, dan zona pendukungnya. Zona pelengkap pada masing-masing inti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk dalam cakupan area perencanaan ini. Zona-zona utama pada masing-masing segmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah: a. segmen 1 (satu) mempunyai dua zona utama, yaitu Eks-Emplasemen Pabrik Gula beserta perumahannya, dan kompleks eks-Stasiun Purwareja; b. segmen 2 (dua) mempunyai dua zona utama, yaitu Pertelon, dan kompleks Rumah Sakit Imannuel beserta kompleks sekolah di seberangnya; c. segmen 3 (tiga) mempunyai dua zona utama, yaitu Pasar Klampok, dan kompleks Kawedanan; dan 19
d. segmen 4 (empat) dua zona utama, yaitu pertigaan ke Gumelem, dan pusat Desa Gumelem beserta kompleks Masjid Al Ikhlas. (8) Peruntukan lahan Segmen 1 (satu) yang merupakan kawasan cagar budaya pada dasarnya campuran, yaitu: campuran antara pusat pemerintahan Kecamatan Purwareja-Klampok dan pelayanan umum, perumahan, pendidikan/perlatihan pertanian dan industri kreatif, pusat kebudayaan setempat, dan pariwisata. (9) Peruntukan lahan Segmen 2 (dua) yang merupakan simpul kegiatan perdagangan dan jasa modern pada dasarnya campuran, antara perdagangan barang dan jasa, pelayanan kesehatan (rumah sakit) dan perumahan. (10) Peruntukan lahan Segmen 3 (tiga) yang merupakan kawasan cagar budaya pusat pemerintahan lama Kawedanan Purwareja pada dasarnya campuran kegiatan budaya-pendidikan-rekreatif; kegiatan perdagangan dan jasa pasar tradisional, dan perumahan. (11) Peruntukan lahan Segmen 4 (empat) yang merupakan koridor dan eks-pusat Kademangan Gumelem pada dasarnya merupakan pusat pemerintahan Desa Gumelem Kulon dan Desa Gumelem Wetan, serta perumahan. Pasal 9 (1) Intensitas Pemanfaatan Lahan diarahkan berubah dari pertumbuhan kegiatan perdagangan diarahkan ke Segmen 2 (dua) dan/atau Segmen 3 (tiga). (2) Peningkatan intensitas pemanfaatan lahan dimungkinkan secara selektif pada Segmen 1 (satu) dengan ketentuan : a. KBD bisa ditingkatkan sebesar 10 % (sepuluh persen) dan paling tinggi menjadi 30 % (tiga puluh persen) sejauh diperlukan pada zona utama dan zona pendukung; dan
20
(3)
(4)
(5)
(6)
b. KLB bisa ditingkatkan paling tinggi 1/10 (satu per sepuluh) atau paling tinggi menjadi 4/10 (empat per sepuluh) pada zona utama dan pendukung Peningkatan intensitas pemanfaatan lahan dimungkinkan pada Segmen 2 (dua) dengan ketentuan : a. KDB bisa ditingkatkan paling tinggi menjadi 40% (empat puluh persen) sejauh diperlukan pada zona utama dan pendukung; dan b. KLB bisa ditingkatkan menjadi paling tinggi 8/10 (delapan per sepuluh) pada zona utama dan pendukung. Peningkatan intensitas pemanfaatan lahan dimungkinkan pada Segmen 3 (tiga) dengan ketentuan : a. KDB bisa ditingkatkan paling tinggi menjadi 60 % (enam puluh persen) pada zona utama Pasar Klampok, menjadi 40 % (empat puluh persen) pada zona utama Kawedanan, dan 60 % (enam puluh persen) pada zona pendukung; dan b. KLB bisa ditingkatkan menjadi paling tinggi 8/10 (delapan per sepuluh) pada zona utama dan pendukung. Peningkatan intensitas pemanfaatan lahan secara selektif pada Segmen 4 (empat) dengan mempertimbangkan pelestarian koridor utama pusat desa dengan ketentuan : a. KDB bisa ditingkatkan paling tinggi menjadi 40 % (empat puluh persen) pada zona utama dan pendukung bila diperlukan; dan b. KLB bisa ditingkatkan menjadi paling tinggi 4/10 (empat per sepuluh) pada zona utama dan pendukung. Peningkatan intensitas pemanfaatan lahan pada Segmen 1 (satu) dan Segmen 2 (dua) dilaksanakan setelah telaah khusus oleh Tim Ahli Pelestarian setempat dan/atau kajian Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah.
21
Pasal 10 (1) Tata Bangunan mencakup pengaturan blok lingkungan, perpetakan, massa bangunan dan ekspresi arsitektur dan ketinggian. (2) Setiap segmen dibagi menjadi sejumlah blok, dan setiap blok memiliki zona utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7). (3) Segmen 1 (satu) dibagi menjadi 2 (dua) Blok, yaitu Blok 1 (satu) dan Blok 2 (dua) yang masing-masing merupakan zona utama, yaitu : a. blok 1 (satu), Eks-Emplasemen Pabrik Gula dan perumahannya, mencakup kawasan yang dibatasi tembok keliling dari konstruksi batu bata dan dibelah oleh Jl. Raya Klampok; b. blok 2 (dua) mencakup area kompleks Stasiun KA Purwareja dan area Gedung Joang; c. pengikat Blok 1 (satu) adalah alun-alun dan pengikat Blok 2 (dua) adalah ruang terbuka/pelataran Stasiun Purwareja dan Gedung Joang; dan d. area dalam Segmen 1 (satu) di luar Blok 1 (satu) dan Blok 2 (dua) termasuk zona pendukung yang disebut Blok Antara 1 (satu). (4) Segmen 2 (dua) dibagi menjadi 2 (dua) blok, yaitu Blok 3 (tiga) dan Blok 4 (empat) dan masing-masing merupakan zona utama, yaitu : a. blok 3 (tiga) mencakup area Pertelon, yaitu kawasan simpang tiga jalan raya penghubung Banjarnegara – Banyumas – Purbalingga; b. blok 4 (empat) mencakup area RS Imannuel dan sekitarnya, dan kompleks sekolah di seberangnya adalah pusat pelayanan kesehatan dan pendidikan (rumah sakit Emanuel dan sekolah);
22
c. pengikat Blok 3 (tiga) adalah superblok Pertelon dengan ruang terbuka non-hijau (pelataran), dan pengikat Blok 4 (empat) adalah plaza di depan RS Imannuel bersama pelataran di depan sekolah di seberangnya; d. blok di luar Blok 3 (tiga) dan Blok 4 (empat) dalam Segmen 2 (dua) termasuk zona pendukung yang disebut Blok Antara 2; dan e. merupakan pusat perdagangan baru (superblok). (5) Segmen 3 (tiga) dibagi menjadi 2 (dua) blok, yaitu Blok 5 (lima) dan Blok 6 (enam), dan masing-masing merupakan zona utama, yaitu : a. blok 5 (lima) mencakup area Pasar Klampok dan sekitarnya merupakan pusat kegiatan perdagangan dan jasa berskala setempat; b. blok 6 (enam) mencakup area eks-Kawedanan Purwareja dan sekitarnya merupakan kawasan cagar budaya untuk dilestarikan dan direvitalisasi; c. pengikat Blok 5 (lima) adalah Pasar Klampok beserta pelataran di depannya, dan pengikat Blok 6 (enam) adalah kompleks Eks-Kawedanan Purwareja; dan d. blok di luar Blok 5 (lima) dan Blok 6 (enam) dalam Segmen 3 (tiga) termasuk zona pendukung yang disebut Blok Antara 3 (tiga). (6) Segmen 4 (empat) dibagi menjadi 3 (tiga) blok, yaitu Blok 7 (tujuh), Blok 8 (delapan), dan Blok 9 (sembilan) dan masingmasing merupakan zona utama, yaitu : a. blok 7 (tujuh) merupakan simpul pertigaan Jl. Raya Susukan-Gumelem dan mencakup area pertigaan Susukan-Gumelem dan merupakan perdagangan barang dan jasa setempat; b. blok 8 (delapan) mencakup area Masjid Al Ikhlas dan sekitarnya dengan lorong jalan utama menuju bangunan cagar budaya tersebut untuk kegiatan campuran sosialbudaya dan perumahan; 23
c. blok 9 (sembilan) mencakup area eks-Kademangan Gumelem dan sekitarnya dengan lorong jalan utama menuju eks-Kademangan dengan kegiatan perumahan dan perdagangan setempat; d. blok 8 (delapan) dan Blok 9 (sembilan) sebetulnya merupakan satu kesatuan yang dibagi berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, secara berturut turut Gumelem Kulon, dan Gumelem Wetan; e. pengikat Blok 7 (tujuh) adalah ruang terbuka pengantar kepada koridor menuju Desa Gumelem Kulon dan Gumelem Wetan; dan pengikat Blok 8 (delapan) dan Blok 9 (sembilan) adalah Masjid Al Ikhlas dan eksKademangan Gumelem; dan f. blok di luar Blok7 (tujuh), Blok 8 (delapan), dan Blok 9 (sembilan) dalam Segmen 4 (empat) merupakan Blok Antara 4 (empat). Pasal 11 (1) Pengaturan kaveling Kota Purwareja-Klampok mengacu pada bentukan dasar pada tiga segmen, yaitu kaveling besar untuk rumah besaran/rumah perkebunan yang berderet di sepanjang jalan. (2) Ada empat golongan kaveling menurut luasnya, yaitu : a. kaveling besar sekali: 2.000 m² < K ≤ 20.000 m²; b. kaveling besar 500 m² < K ≤.2.000 m²; c. kaveling sedang:200 m² < K ≤ 500 m²; dan d. kaveling kecil < 200 m².
24
Pasal 12 (1) Penggugusan bangunan mempertimbangkan aspek-aspek penting keselamatan dan keamanan penerbangan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP), garis langit kota yang telah ditentukan, kemampuan lembaga terkait dalam penanggulangan bahaya kebakaran, dan jalur penyelamatan bila terjadi bencana. (2) Penggugusan bangunan sisipan pada Kawasan Cagar Budaya atau pada lorong yang memiliki bangunan cagar budaya menyesuaikan dengan karakter bangunan cagar budaya. (3) Ekspresi arsitektur bangunan dibagi menjadi empat tipe dasar, yaitu a. tipe bangunan rumah perkebunan; b. tipe bangunan usaha (perdagangan eceran dan pasar tradisional, toko deret/petak); c. tipe bangunan perkantoran; d. tipe bangunan sosial budaya; dan e. tipe bangunan rekreasi kontemporer. Pasal 13 (1) Sistem sirkulasi dan jalur penghubung, dikembangkan melalui konsep keterhubungan yang menerus untuk memudahkan pejalan kaki bergerak, berganti moda, beristirahat dan menemukan tujuannya, baik layanan umum, maupun sumber dan layanan lain sesuai dengan kebutuhan hidupnya dengan lain kesenangan dan kegiatan berbelanja, dengan aman dan nyaman.
25
(2) Sistem sirkulasi terdiri atas sistem jaringan jalan dan pergerakan; sistem sirkulasi kendaraan umum antar kota dan dalam kota; sistem sirkulasi kendaraan pribadi; sistem parkir; sistem layanan lingkungan; sistem sirkulasi pejalan kaki dan sepeda; dan sistem jaringan jalur penghubung terpadu. (3) Sistem sirkulasi ditata untuk mendukung memperkuat kembali jati diri kota tempat kediaman yang nyaman dan menghidupi, dan menyenangkan untuk dikunjungi, tidak sekedar untuk dilewati. (4) Sistem sirkulasi kendaraan antar kota dipisahkan dari sirkulasi dalam kota beserta sepeda. (5) Sistem sirkulasi pejalan kaki dikembangkan di kawasan cagar budaya untuk memberikan kesempatan memberikan kesempatan penjelajahan sejarah Kota Purwareja-Klampok yang mempunyai masa silam sebagai kota perkebunan dan pabrik gula dengan tempo lambat, sistem sirkulasi pejalan kaki juga diperlukan di kawasan-kawasan perdagangan dan di antara simpul-simpul kegiatan, dan terpadu dengan arus distribusi barang. (6) Sistem sirkulasi pejalan kaki dan sepeda memperhatikan pemakai dengan keterbatasan dan golongan lanjut usia. Pasal 14 (1) Sistem ruang terbuka dan tata hijau Kota PurwarejaKlampok terdiri atas sistem-sistem ruang terbuka umum, sistem ruang terbuka privat yang dapat diakses dan dimanfaatkan umum; ruang terbuka privat; ruang terbuka bahu jalan dan saluran irigasi; sistem tata hijau termasuk hutan kota; dan bentang alam. 26
(2) Ruang terbuka umum di kawasan perencanaan adalah: a. segmen 1 (satu) : promenade di depan SD Negeri I dan Kantor UPT Dinas Pendidikan dan Olah Raga, promenade di depan kompleks Kecamatan PurwarejaKlampok dan Kantor Pos, promenade di tepi Alun-Alun sampai dengan BLK, pelataran depan Stasiun KA. b. segmen 2 (dua) : ruang terbuka pertelon, promenade di depan hamparan sawah. c. segmen 3 (tiga) : pelataran depan Pasar PurwarejaKlampok, pelataran depan Kawedanan; dan d. segmen 4 (empat) : pelataran masjid cagar budaya Al Ikhlas. (3) Ruang terbuka privat yang dapat diakses dan dimanfaatkan umum adalah: a. segmen 1 (satu) : Alun-Alun, dan promenade pada bagian depan kompleks pabrik di sisi utara jalan Raya Klampok; b. segmen 2 (dua) : ruang terbuka di sebelah barat Kantor Polisi Sektor; c. segmen 3 (tiga) : lapangan Olah Raga, ruang terbuka di belakang Kawedanan; dan d. segmen 4 (empat) : lorong pengantar masuk ke ekskompleks Kademangan. (4) Ruang terbuka bahu jalan dan saluran irigasi terdapat di sepanjang jalan Raya Klampok pada kawasan perencanaan segmen 1 (satu), 2 (dua) dan 3 (tiga) serta blok 7 (tujuh) segmen 4 (empat). (5) Hutan kota terletak di belakang kawedanan, sampai tepian Kali Sapi. (6) Ruang terbuka yang dicadangkan untuk parkir kendaraan bila dibutuhkan terletak di sebelah selatan eks-Emplasemen Pabrik Gula Klampok dan perumahan, di luar dinding.
27
(7) Rencana tata hijau sepanjang koridor utama perencanaan selain bertujuan menciptakan kenyamanan dan kesehatan warga setempat dan pengunjungnya juga untuk mendukung perkuatan jati diri dan batas kota, sehingga disesuaikan dengan tema pada segmen-segmen pengembangan. (8) Sistem ruang terbuka dan tata hijau dirangkai dan dipadukan sehingga mampu mendukung dan mewadahi berbagai kegiatan sosial budaya masyarakat dan wisatawan/pengunjung, menciptakan rasa aman dan nyaman, serta meninggalkan kesan yang menyenangkan. Pasal 15 (1) Pertandaan merupakan tata informasi untuk mendukung pengenalan bangunan dan/atau kawasan, dan untuk mendukung orientasi dalam lingkungan ketika orang berada atau melewati lingkungan tersebut dengan media sebagai berikut : a. media bangunan (gedung dan/atau bukan gedung) itu sendiri, atau dengan; b. media lain yang dpasang pada atau dikaitkan dengan bangunan; dan c. media elemen lingkungan lain, baik yang dihubungkan dengan lansekap alam dan/atau lansekap budaya. (2) Berkenaan dengan media bangunan sebagaimana disebutkan pada huruf a, yang dimaksud adalah makna dan lambang yang dikandung dan dijabarkan pada atau diungkapkan oleh bentuk bangunan itu sendiri. (3) Berkenaan dengan media lain yang dipasang atau dikaitkan dengan bangunan sebagaimana disebutkan pada huruf b, yang dimaksud adalah tanda/nama bangunan, papan reklame, dan rambu-rambu penunjuk arah.
28
(4) Berkenaan dengan media elemen lingkungan lain sebagaimana disebutkan pada huruf c, yang dimaksud adalah potensi pemandangan lingkungan alam dan/atau buatan yang dapat dimanipulasi menjadi referensi atau titik tangkap pandangan bagi orang dalam berorientasi atau mengidentifikasi tempat. Pasal 16 (1) Sistem prasarana dan utilitas lingkungan merupakan kelengkapan dasar fisik lingkungan yang perlu disediakan agar lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana mestinya. (2) Komponen sistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) adalah sistem-sistem jaringan air bersih, air limbah dan air kotor, drainase, persampahan, listrik, telepon, pengamanan kebakaran, dan penyelamatan atau evakuasi. (3) Sehubungan dengan arah pengembangan di masa mendatang untuk pariwisata dan industri kreatif, di samping perdagangan, maka perencanaan mempertimbangkan pula layanan untuk pariwisata dan industri kreatir. Pasal 17 (1) Pelestarian bangunan/kawasan cagar budaya terdiri atas serangkaian proses yang terdiri atas empat tahap : a. inventarisasi: pengamatan awal untuk menentukan bangunan yang diduga cagar budaya, kajian pustaka dan pencarian bukti-bukti sejarah, survai dan dokumentasi, evaluasi: nilai penting dan kelaikan fungsi, rekomendasi;
29
b. analisis ragawi bangunan/kawasan, aspek-aspek kesejarahan, sosial-budaya, sosial ekonomi, peluang bisnis dan keuangan, ekologi, dan lain-lain yang diperlukan; c. penyusunan rencana teknis pelestarian; dan d. pelaksanaan tindakan pelestarian. (2) Untuk tahap awal telah ditentukan 3 (tiga) bangunan gedung cagar budaya pada Segmen 1(satu), Segmen 2 (dua), dan Segmen 3 (tiga); serta 4 (empat) bangunan cagar budaya pada segmen 4 (empat). (3) Selain bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bangunan pada sistem irigasi dan transportasi pendukung industri perkebunan dan pabrik gula pada masa lalu, termasuk pintu air, jembatan menuju ke eks-rumah dinas perkebunan, jembatan-jembatan kereta api dan tranportasi pendukung termasuk bangunan cagar budaya. BAB IV RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN Bagian Kesatu Struktur Peruntukan Lahan Pasal 18 (1) Blok 1 (satu), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf a mencakup area dengan luasan 24,04 (dua puluh empat koma nol empat) hektar, terdiri dari : a. blok 1(satu) dibatasi oleh lahan pertanian di sebelah selatan, Blok 2 (dua) di sebelah barat, permukiman di sebelah timur, dan lahan permukiman serta pertanian di sebelah utara; dan 30
b. peruntukan lahan Blok 1 (satu) kawasan cagar budaya eks-Pabrik Gula Klampok merupakan campuran pusat pelayanan pemerintah, kegiatan sosial budaya, pendidikan/perlatihan kerja pertanian dan industri kreatif, dan perumahan, dengan alun-alun sebagai ruang terbuka pengikat; eks-Pabrik Gula Klampok sebagai pusat budaya dan pengembangan industri kreatif; kantorkantor pelayanan pemerintah yang ada sebagai pusat pemerintahan dan pelayanan publik; pelestarian bangunan gedung BLK pertanian beserta eks-perumahan Pabrik Gula Klampok untuk penginapan dan pendukung pariwisata; ruang terbuka hijau di sebelah selatan perumahan untuk taman dan revitalisasi eks-Mandalay sebagai rumah produksi keramik. (2) Blok 2 (dua), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf a mencakup area dengan luasan 4,505 (empat koma lima nol lima) hektar, terdiri dari : a. blok 2 (dua) dibatasi oleh lahan pertanian di sebelah selatan Blok 3 (tiga) di sebelah barat, Blok 1(satu) di sebelah timur, dan permukiman di sebelah utara; dan b. peruntukan sebagian besar Blok 2 (dua) adalah pusat pengembangan industri kreatif; pemanfaatan Gedung Juang ’45 sebagai balai pertemuan; dan revitalisasi eksStasiun Purwareja-Klampok untuk halte kereta api jarak pendek dan pengembangan pusat informasi industri kreatif.
31
Pasal 19 (1) Blok 3 (tiga) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf b mencakup area dengan luasan 5,41 (lima koma empat satu) hektar, terdiri dari : a. blok 3 (tiga) dibatasi oleh lahan permukiman dan Blok 4 (empat) di sebelah selatan, lahan permukiman di sebelah barat, lahan perdagangan dan jasa di sebelah utara, dan Blok 2 (dua) di sebelah timur; dan b. peruntukan sebagian besar Blok 3 (tiga) adalah pusat perdagangan baru, dengan pengembangan pusat perdagangan dan simpul utama Pertelon Klampok melalui konsep super blok. (2) Blok 4 (empat), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf b mencakup area dengan luasan 17,128 (tujuh belas koma satu dua delapan) hektar, terdiri dari : a. blok 4 (empat) dibatasi oleh Blok 5 (lima) di sebelah selatan, lahan pertanian di sebelah barat dan timur, serta lahan permukiman dan blok 3 (tiga) di sebelah utara; dan b. peruntukan sebagian besar Blok 4 (empat) adalah pusat pelayanan kesehatan, pendidikan, dan perdagangan eceran, dengan tetap mempertahankan keberadaan Rumah Sakit Emanuel dan kegiatan pendidikan (sekolah), ditunjang dengan penataan kios sewa sebagai pusat kegiatan perdagangan eceran. Pasal 20 (1) Blok 5 (lima), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf a mencakup area dengan luasan 16,186 (enam belas koma seratus delapan puluh enam) hektar, yaitu : a. blok 5 (lima) dibatasi oleh fungsi lahan permukiman di sebelah selatan, Blok 6 (enam) di sebelah barat, fungsi lahan permukiman di sebelah timur dan Blok 4 (emapat) di sebelah utara; dan 32
b. peruntukan sebagian besar Blok 5 (lima) adalah pusat kegiatan perdagangan dan jasa, dengan tetap mempertahankan Pasar Klampok sebagai simpul yang sekaligus menjadi tetenger koridor utama sekaligus pengarah pada koridor sekunder yang menuju ke ekskompleks Kawedanan. (2) Blok 6 (enam), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf b dengan luas area blok adalah 11,489 (sebelas koma empat ratus delapan puluh sembilan) hektar, yaitu : a. blok 6 (enam) dibatasi oleh fungsi lahan pertanian di sebelah selatan, barat, dan utara, serta Blok 5 (lima) di sebelah timur; b. peruntukan sebagian pusat Blok 6 (enam), yaitu eksKawedanan adalah pusat kegiatan sosial-budaya dengan mempertahankan dan merevitalisasi rumah dinas dan kantor kawedanan, dengan fungsi baru didukung area parkir yang cukup; c. peruntukan lain pada sebagian besar Blok 6 (enam) adalah campuran (perumahan dan komersial) dengan kaveling besar pada bagian utara blok, dan perumahan berkepadatan sedang pada bagian barat blok; dan d. koridor menuju kompleks Kawedanan merupakan ruang terbuka linier, ruang pengantar ke pusat kegiatan sosialbudaya tersebut. Pasal 21 (1) Blok 7 (tujuh), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (6) huruf a dengan luas area blok adalah 9,408 (sembilan koma empat ratus delapan) hektar, yaitu : a. blok 7 (tujuh) dibatasi oleh blok 7 (tujuh) di sebelah selatan, fungsi lahan perdagangan dan jasa di sebelah barat, fungsi lahan perdagangan dan jasa di sebelah timur dan fungsi lahan permukiman di sebelah utara; dan 33
b. peruntukan sebagian besar Blok 7 (tujuh) adalah perdagangan dan jasa serta sebagai titik tangkap SubKawasan Gumelem, ditunjang dengan pengembangan simpul-simpul sekunder yang berupa pertemuan jalan kampung, melalui penataan penadaan dan tetenger menuju Eks Kademangan Gumelem. (2) Blok 8 (delapan), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (6) huruf b dengan luas area blok adalah 9,408 (sembilan koma empat ratus delapan) hektar, yaitu : a. blok 8 (delapan) lingkungan ini dibatasi oleh fungsi lahan permukiman di sebelah selatan, fungsi lahan permukiman dan sungai gumelem di sebelah barat, fungsi lahan permukiman dan blok 9 (sembilan) dan blok 7 (tujuh) di sebelah utara; dan b. peruntukan Blok 8 (delapan) yang bersama-sama dengan Blok 9 (sembilan) merupakan kawasan cagar budaya adalah pusat pemerintahan Desa Gumelem Kulon dan perumahan yang dikembangkan sebagai atraksi wisata budaya yang ditunjang dengan mengembangkan Simpul Masjid Gumelem sehingga mampu menjadi penanda dan pengarah lokasi masjid, penataan dinding-dinding koridor Masjid Gumelem diarahkan untuk mempertegas sumbu masjid. (3) Blok 9 (sembilan), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (6) huruf c mencakup area seluas 2,029 (dua koma dua puluh sembilan) hektar, yaitu : a. blok 9 (sembilan) dibatasi oleh fungsi lahan permukiman dan perkebunan di sebelah selatan, blok 8 (delapan) dan fungsi lahan permukiman di sebelah barat, fungsi lahan permukiman dan perkebunan di sebelah timur dan blok 7 (tujuh) dan blok 8 (delapan) di sebelah utara; dan
34
b. peruntukan Blok 9 (sembilan) yang bersama-sama dengan Blok 8 (delapan) merupakan kawasan cagar budaya adalah pusat pemerintahan Desa Gumelem Wetan dan dikembangkan sebagai ruang terbuka interaktif antara Masjid dengan eks-Kademangan Gumelem. (4) Untuk sementara sampai dengan terbitnya peraturan bupati ini maka tidak diterbitkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) baru, dan tidak dilakukan alih fungsi persawahan pada area perencanaan. Bagian Kedua Rencana Perpetakan Pasal 22 (1) Perpetakan pada kawasan cagar budaya dan kawasan penunjang cagar budaya tidak diubah kecuali oleh sebab kepentingan umum yang perlu diprioritaskan. (2) Perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pemecahan kaveling atau penggabungan sejumlah kaveling menjadi satu. (3) Rencana perpetakan lahan pada kawasan perencanaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sistem blok yang terdiri dari gabungan beberapa kaveling, dan sistem kaveling. . (4) Sistem blok direncanakan pada Blok 3 (tiga), yaitu pada Pertelon.
35
Bagian Ketiga Rencana Tapak Pasal 23 (1) Rencana tapak (makro) pada wilayah perencanaan, secara umum diarahkan untuk memperkuat jati diri sebagai Kota Pusaka Perkebunan dan Pabrik Gula Klampok sekaligus menunjang peranannya sebagai permukiman campuran yang memiliki kawasan cagar buadaya yang dimanfaatkan untuk fungsi campuran: pusat layanan pemerintahan kecematan, pendidikan, hunian: pusat pelayanan perdagangan dan jasa serta sebagai obyek wiasata budaya, maka hal yang dapat dilakukan adalah : a. mengintegrasikan percampuran penggunaan yang saling mendukung satu sama lain antara fungsi pusat pemerintahan, pelayanan fasilitas umum dan fasilitas sosial, pusat perdagangan dan jasa, serta pariwisata budaya; b. mengarahkan ketinggian bangunan, sehingga akan menghasilkan garis atap yang semakain meninggi ke arah Blok 3 (tiga) pada Pertelon dengan tetap memperhatikan KKOP (Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan) bandara Wirasaba; c. membentuk jaringan jalur pejalan kaki yang menghubungkan semua unit perencanaan sehingga tercipta kesinambungan untuk mendukung kota yang manusiawi tanpa penghalang; d. menjadikan area sempadan sebagai ruang terbuka hijau; dan e. menetapkan jarak bangungan terhadap jalan sedemikian rupa sehingga tercipta keselarasan bangunan dengan pepohonan, dan lingkungan sekitarnya.
36
(2) Untuk memberi tanda acuan arah atau batas di sepanjang koridor jalan utama maka dibuat : a. gerbang pada batas-batas wilayah Kota Purwareja Klampok; b. pengarahan ketinggian bangunan di sisi kiri-kanan jalan, sehingga bisa membentuk image sebagai gerbang pada batas kawasan; c. pembentukan ruang terbuka untuk mempertegas persimpangan jalan, dan/atau penanaman pohon besar; d. penempatan tetenger berupa patung atau sejenisnya pada simpul utama dan sekunder, atau pada ruang untuk mendukung penampilan; dan e. membangun lorong pejalan kaki yang nyaman dan terlindung dari cuaca tar bangunan berupa pedestrian dan pelebaran jalur tersebut untuk membentuk pelataran untuk memberikan tanda; dan/atau mendukung tampilan objek bangunan gedung dan/atau bangunan bukan gedung; dan/atau ruang evakuasi bila terjadi bencana. Bagian Keempat Intensitas Pemanfaatan lahan Pasal 24 (1) Peningkatan intensitas pemanfaatan lahan dimungkinkan secara selektif pada Segmen 1 (satu) dengan ketentuan : a. KDB bisa ditingkatkan sebesar 10 % (sepuluh persen) dan sebanyak-banyaknya menjadi 40 % (empat puluh persen) sejauh diperlukan pada zona utama; b. KDB pada zona pendukung paling tinggi adalah 40 % (empat puluh persen); dan c. KLB bisa ditingkatkan paling tinggi satu per sepuluh atau sebanyak-banyaknya menjadi empat per sepuluh pada zona utama dan pendukung. 37
(2) Ketinggian bangunan pada Blok 1 (satu) adalah 1 (satu) lantai dengan kemungkinan penambahan jumlah lantai pada bukan bangunan utama sejauh diizinkan sampai dengan dua lantai atau paling tinggi 9,00 (sembilan koma nol nol) meter. (3) Ketinggian bangunan Segmen 1 (satu) pada jalan lokal adalah 1-2 lantai. Pasal 25 (1) Peningkatan intensitas pemanfaatan lahan dimungkinkan pada Segmen 2 (dua) dengan ketentuan: a. KDB bisa ditingkatkan paling tinggi menjadi 60 % (enam puluh persen) sejauh diperlukan pada zona utama dan pendukung; dan b. KLB bisa ditingkatkan menjadi paling tinggi 1,2 (satu dua per sepuluh) pada zona utama dan 1,00 untuk bengunan perdagangan pada zona pendukung. (2) Ketinggian bangunan pada Segmen 2 (dua) pada Blok 3 (tiga) antara 1(satu) sampai dengan 4 (empat) lantai, atau 3,00 sampai dengan 12,00 meter. (3) Ketinggian bangunan segmen 2 (dua) pada jalan kolektor sekunder adalah antara 1 (satu) sampai 2 (dua) lantai atau 3,00 sampai dengan12,00 meter. (4) Ketinggian bangunan segmen 2 (dua) pada jalan lokal adalah 1-2 lantai (3-6 meter).
38
Pasal 26 (1) Peningkatan intensitas pemanfaatan lahan dimungkinkan pada Segmen 3 (tiga) dengan ketentuan : a. KDB bisa ditingkatkan paling tinggi menjadi 80 % (delapan puluh persen) pada zona utama Pasar Klampok, menjadi 40 % (empat puluh persen) pada zona utama Kawedanan, dan 80 % (delapan puluh persen) untuk bangunan perdagangan pada korider utama pada zona pendukung; dan b. KLB bisa ditingkatkan menjadi paling tinggi satu dua per sepuluh pada zona utama Pasar Klampok dan zona utama eks-Kawedanan pada jalan kolektor primer; serta enam per sepuluh pada zona utama eks-Kawedanan dan zona pendukung. (2) Ketinggian bangunan pada Blok 5 (lima) dan Blok 6 (enam) pada jalan utama antara 1 (satu) sampai dengan 4 (empat) lantai atau 3,00 (tiga koma nol nol) sampai dengan 12,00 (dua belas koma nol nol) meter. (3) Ketinggian bangunan pada Blok 6 (satu) tidak boleh melebihi ketinggian pendapa eks-Kawedanan Purwareja. Pasal 27 Peningkatan intensitas pemanfaatan lahan secara selektif dimungkinkan pada Segmen 4 (empat) dengan mempertimbangkan pelestarian koridor utama pusat desa dengan ketentuan : a. KDB bisa ditingkatkan paling tinggi menjadi 30% (tiga puluh persen) pada zona utama dan pendukung sejauh diperlukan; dan b. KLB bisa ditingkatkan menjadi paling tinggi tiga per sepuluh pada zona utama dan pendukung.
39
Bagian Kelima Tata Bangunan Pasal 28 (1) Garis sempadan muka bangunan pada Segmen 1(satu) mengikuti bangunan cagar budaya dengan rincian: a. bangunan gedung cagar budaya pada Blok 1 (satu) menjadi patokan dalam menentukan sempadan pada koridor utama; dan b. bangunan gedung cagar budaya eks-Stasiun Klampok pada Blok 2 (dua) mejadi patokan dalam menentukan sempadan pada koridor utama Blok 2 (dua) . (2) Garis sempadan muka bangunan pada Segmen 2 (dua) bangunan perdagangan dan jasa pada jalan kolektor primer minimal 17,5 (tujuh belas koma lima) meter, dan sekurangkurangnya 20 (duapuluh) meter untuk bangunan rumah tinggal, dengan perkecualian pada bangunan cagar budaya. (3) Garis sempadan bangunan pada segmen 3 (tiga) bangunan perdagangan dan jasa pada jalan kolektor primer sekurangkurangnya 17,5 (tujuh belas koma lima) meter, dan 20 (dua puluh) meter untuk bangunan rumah tinggal, dengan perkecualian pada bangunan cagar budaya dan bangunan pasar yang memerlukan plaza di depannya. (4) Garis sempadan bangunan pada segmen 4 (empat) bangunan perdagangan (warung) sekurang-kurangnya 4,5 (empat koma lima) meter, dan sekurang-kurangnya 6,5 (enam koma lima) meter untuk rumah tinggal kecuali pada bangunan cagar budaya. (5) Pengembangan untuk menngakomodasi pertumbuhan usaha adalah di Segmen 2 (dua) dan Segmen 3 (tiga), sebagai konsentrasi tempat usaha, kecuali rumah makan dengan ketentuan yang akan dirinci kemudian.
40
Pasal 29 (1) Untuk itu sempadan samping dan belakang bangunan ditentukan minimal selebar 4,00 (empat koma nol) meter, dan 3,00 (tiga koma nol) meter, masing-masing pada jalan kolektor primer dan kolektor sekunder. (2) Pada setiap penambahan lantai jarak bebas di atasnya ditambah 0,5 (nol koma lima) meter dari jarak bebas lantai di bawahnya, untuk menjaga penghawaan dan pencahayaan masing-masing bangunan, keamanan, keselamatan bangunan, dan dapat digunakan untuk jalur sirkulasi internal kavling dan jalur darurat apabila terjadi kebakaran. Pasal 30 (1) Garis Sempadan Sungai Serayu, sebagai sungai tidak bertanggul didalam kawasan perkotaan dengan kedalaman 3-20 meter ditetapkan minimal 15 (lima belas) meter. (2) Garis Sempadan Sungai Kali Sapi sebagai sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan dengan kedalaman kurang dari 3 (tiga) meter ditetapkan minimal 10 (sepuluh) meter. (3) Garis Sempadan Saluran Irigasi Bandjar Tjahyana sebagai saluran irigasi tak bertanggul dengan Q= 1-4 m3/detik ditetapkan minimal 9 (sembilan) meter. Pasal 31 (1) Peil lantai dasar suatu bangunan gedung diperkenankan mencapai maksimal 1,20 (satu koma dua puluh) meter di atas rata-rata tanah pekaranagan atau tinggi rata-rata jalan, dengan perkecualian pada bangunan cagar budaya.
41
(2) Apabila tinggi pekarangan berada di bawah titik ketinggian (peil) bebas banjir atau terdapat kemiringan yang curam atau perbedaan tinggi yang besar pada tanah asli suatu perpetakan, maka tinggi maksimal lantai dasar ditetapkan tersendiri. (3) Untuk kasus bangunan menghadap lebih dari satu jalan maka ketinggian peil ditentukan dengan patokan jalan utama atau yang lebih tinggi tingkatannya, dengan perkecualian terdapat ancaman bencana alam. (4) Permukaan atas dari lantai denah bawah yang padat, haris ada sekurangnya 10 (sepuluh) cm dari atas titik berbatasan yang paling tinggi dari pekarangan yang sudah dipersiapkan, atau sekurang-kurangnya 25,00 (dua puluh lima koma nol nol) cm di atas titik yang paling tinggi dari sumbu yang berbatasan. Pasal 32 (1) Orientasi bangunan ditetapkan ke jalan, atau tegak lurus terhadap jalan; dan bangunan pada kaveling yang miring terhadap sumbu jalan tetap dianjurkan agar membangun sisi muka yang sejajar jalan. (2) Bangunan sudut pada persimpangan jalan dianjurkan untuk menghadap ke dua arah jalan pada bangunan yang membatasi ruang jalan maka dilakukan pemecahan desain sudut khusus, termasuk dilengkapi dengan komponen penanda arah yang mudah tertangkap oleh penglihatan pelewat.
42
(3) Secara detail rencana orientasi bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. dengan perkecualian pada dinding keliling kompleks eksPabrik Gula Klampok, bagian belakang bangunan yang berbatasan dengan permukiman, orientasinya juga harus diarahkan ke permukiman; dan tidak diperkenankan membuat tembok pasif atau pagar yang membelakangi permukiman tersebut; dan b. pada bangunan-bangunan menjadi tetenger pada persimpangan jalan, orientasi dan atap bangunannya dipertimbangkan terhadap kesatuan komposisi bangunan dan ruang luar di sekitar pertemuan jalan tersebut. Pasal 33 (1) Bentuk dasar bangunan dipertimbangkan dari berbagai segi, baik segi kebutuhan ruangnya sendiri ataupun dari ekspresi budaya dan nilai-nilai arsitektur setempat menciptakan citra kawasan sesuai dengan tema yang ditetapkan untuk setiap segmen, dengan segala aktivitas pendukungnya, rancangan bangunan di dalam kawasan perencanaan ini menjadi salah satu faktor yang penting yang perlu diperhatikan. (2) Bangunan perdagangan dan jasa dengan bentuk bangunan tipe deret, jumlah deret maksimum adalah tujuh unit, dengan lebar setiap unit 3,00 (tiga koma nol nol) – 5,00 (lima koma nol nol) meter dan panjang setiap deret maksimal 35,00 (tiga puluh lima koma nol nol) meter. Pasal 34 (1) Garis langit merupakan garis titik tertinggi bangunan yang terbentuk oleh perbedaan ketinggian masing-masing bangunan pada tiap-tiap zona yang direncanakan.
43
(2) Garis langit diarahkan semakin mendekati simpul semakin tinggi, dan tertinggi pada simpul utama kawasan yaitu Pertelon Klampok. Pasal 35 (1) Olah desain arsitektur bangunan berpijak pada langgam rumah perkebunan Indis yang berasal dari akhir abad ke-19 (sembilan belas), dan arsitektur setempat (Banyumas dan Banjarnegara), tanpa bertujuan untuk menjiplak bangunan pada budaya-budaya tersebut. (2) Komponen ruang publik yang belum pernah ada sebelumnya dirancang sebagai karya kontemporer dengan tetap berpijak pada karakter segmen, industri perkebunan, campuran perumahan dan perdagangan, dan perdagangan regional, secara berturut-turut pada segmen 1 (satu), 2 (dua) dan 3 (tiga). (3) Komponen ruang publik pada Segmen 4 (empat) dirancang sebagai karya kontemporer yang berperan sebagai pendukung penampilan bangunan cagar budaya. (4) Orientasi langgam arsitektur bangunan baru untuk : a. segmen 1 (satu) menyesuaikan dengan arsitektur rumah perkebunan Indis akhir abad ke-19 (sembilan belas) yang mendominasi langgam bangunan kawasan, untuk memperkuat kesan kawasan sebagai eks-Emplasemen Pabrik Gula Klampok dan stasiun kereta api Klampok awal abad XX; b. segmen 2 (dua) merupakan simpul utama sebagai Kawasan Pusat Bisnis, sebagai kawasan baru berkembang cepat dengan fungsi perdagangan dan jasa, diarahkan langgam bangunan modern kontemporer yang tetap bernuansa budaya lokal;
44
c. segmen 3 (tiga), pasar dan eks-Kawedanan yang dikembangkan sebagai tempat pertemuan. Langgam bangunan diarahkan mendukung langgam Kolonial abad ke-19 (sembilan belas) dengan nuansa budaya lokal setempat; dan d. segmen 4 (empat), eks-Kawedanan Gumelem, sebagai kawasan cagar budaya yang menjadi salah satu objek daerah tujuan wisata budaya, maka diarahkan langgam arsitektur bangunan mempertahankan budaya setempat perdesaan. Pasal 36 (1) Bahan bangunan diutamakan menggunakan bahan yang kuat dan tidak ringkih terhadap bencana alam dengan memperhatikan ketentuan corak lokal, dengan kandungan lokal paling rendah 60 % (enam puluh persen). (2) Penggunaan bahan bangunan harus mempertimbangkan keawetan dan kesehatan dalam pemanfaatan bangunannya, dan seperti yang dipersyaratkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang spesifikasi bahan bangunan yang berlaku. (3) Pengecualian penggunaan bahan bangunan setempat untuk penggantian bahan bangunan pada bangunan cagar budaya dengan bahan bangunan produksi impor harus mendapat rekomendasi dari Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk.
45
Pasal 37 Penandaan untuk kawasan perencanaan direncanakan sebagai berikut : a. pengenal/karakter lingkungan dan sebagai titik referensi/orientasi pergerakan masyarakat dapat berupa tetenger yang unik untuk setiap segmen, dan ditempatkan pada lokasi yang mudah dilihat oleh pengamat atau pelewat; b. nama bangunan, memberi tanda identitas suatu bangunan yang dapat dibarengi dengan petunjuk jenis kegiatan yang ada di dalamnya pada media papan identitas, atau tulisan yang ditempel pada selubung bangunan; c. tanda untuk nama bangunan tidak boleh mengganggu pandangan terhadap kualitas selubung bangunan, tidak boleh melebihi/mengganggu domain publik; d. petunjuk sirkulasi, sebagai rambu lalu-lintas, sekaligus sebagai pengatur dan pengarah dalam pergerakan disesuaikan dengan standar bentuk dan penempatannya; e. papan reklame, sebagai publikasi atas suatu produk, komoditi, jasa, profesi atau pelayanan tertentu.dapat berupa papan tiang, logo, menempel pada bangunan, baliho, spanduk umbul-umbul dan balon; f. persyaratan yang perlu diperhatikan adalah estetika dan pemasangan yang tidak mengganggu keamanan dan keselamatan; g. pemasangan reklame dalam kaveling tidak boleh melewati batas rumija, konstruksinya kuat dan ukurannya tidak mengganggu estetika bangunan; h. pada median hanya dipasang reklame yang bersifat sementara pada tiang lampu yang telah disediakan; i. informasi, sebagai tempat untuk informasi kegiatan atau keterangan-keterangan kondisi/keadaan lingkungan;
46
j. papan informasi yang menerangkan kedudukan kawasan serta informasi lingkungan diletakkan pada setiap blok berdekatan dengan tempat pemberhentian kendaraan/halte; dan k. gerbang masuk ke pekarangan harus jelas terbaca. Bagian Keenam Rencana Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung Pasal 38 Sistem sirkulasi dan jalur penghubung, dikembangkan melalui: a. sistem sirkulasi berorientasi secara seimbang terhadap kendaraan dan berorientasi transit dan pedestrian. mendukung transit, kondusif untuk berjalan, bersepeda dan kegiatan sosial; b. halte bus berhubungan langsung ke jalur pedestrian dan tanpa pembedaan peil lantai; c. jalan utama adalah tempat dengan lebar trotoar yang mampu mengakomodasi beberapa fungsi dari windows shopping (etalase) ke kios-kios industri kreatif dan restoran (penambahan platform); d. jalur pejalan kaki dilengkapi dengan fasilitas. bangku, tanaman, pencahayaan, pertandaan dan ruang publik; e. ruang intermoda dilengkapi dengan jalur penyeberangan pejalan kaki; f. pencahayaan terbagi dua macam, pencahayaan umum dan berskala pejalan kaki; g. gerbang masuk : gerbang masuk utama pejalan kaki harus jelas; h. tempat istirahat harus ada pada jarak sepanjangpanjangnya 400 (empat ratus) meter; i. shelter bus (pemberhentian/ halte bus) berhubungan langsung ke jalur pedestrian; 47
j.
menata akses antar kawasan : meningkatkan penyeberangan pejalan kaki; k. tipe jalur pedestrian: menata sirkulasi pejalan kaki yang bergerak lambat, agar dapat menikmati aktivitas jalan-jalan dan berbelanja pada kios-kios indutri krestif; dan l. jalur khusus dan jalur pedestrian: jalur pedestrian untuk semua pemakai, membuat jalur khusus divable people dan marka pada permukaan jalan. Bagian Ketujuh Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan Pasal 39 (1) Kotak sampah ukuran 50 (lima puluh) liter ditempatkan pada setiap 200 (dua ratus) meter di jalur pedestrian dan jalan protokol, serta setiap 100 (seratus) meter pada tempat keramaian umum. (2) Pengambilan sampah dari setiap bin sampah menggunakan gerobak dengan kapasitas 1,00 m³ dan dikumpulkan dalam tempat pengumpul sementara, yang diletakan dengan radius 400-500 m. (3) Dari container, sampah kemudian diangkut ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau transfer depo dengan kapasitas dengan kapasitas 5,6 m³/depo. (4) Dari TPS sampah kemudian dibawa ke Tempat Pengolahan Akhir (TPA). Pasal 40 (1) Secara umum air limbah di kawasan perencanaan diklasifikasikan atas air limbah domestik (rumah tangga) dan air limbah nondomestik (fasilitas umum, sosial, komersial).
48
(2) Sistem pengelolaan untuk limbah direncanakan disalurkan ke bidang resapan ataupun saluran drainase lingkungan. Sedangkan sistem pengelolaan untuk black water di kawasan perencanaan direncanakan menggunakan sistem setempat, yang dikelola oleh masyarakat dan dikelola oleh pemerintah. Pasal 41 (1) Rencana pembuatan saluran-saluran drainase harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. di dalam tiap-tiap pekarangan harus diadakan saluransaluran pembuangan air hujan; b. saluran-saluran tersebut diatas harus cukup besar dan cukup mempunyai kemiringan untuk dapat mengalirkan air hujan dengan baik; c. air hujan yang jatuh diatas atap harus segera dapat disalurkan di atas permukaan tanah dengan pipa-pipa atau dengan bahan lain dengan jarak antara sebesarbesarnya 25 (dua puluh lima) meter; d. curahan hujan yang langsung dari atas atap atau pipa talang bangunan tidak boleh jatuh keluar pekarangan dan harus dialirkan ke bak peresapan pada kapling bangunan bersangkutan, dan selebihnya kesaluran umum kota; e. pemasangan dan perletakan pipa-pipa dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak akan mengurangi kekuatan dan tekanan bangunan; f. bagian-bagian pipa harus dicegah dari kemungkinan tersumbat kotoran; dan g. pipa-pipa saluran tidak diperkenankan dimasukkan ke dalam lubang lift.
49
(2) Sistem jaringan drainase di kawasan perencanaan direncanakan menggunakan pola aliran gravitasi. Secara detail rencana sistem drainase di kawasan perenacanaan adalah sebagai berikut: a. sebagai penampung utama aliran air di kawasan perencanaan adalah sungai; dan b. pada kawasan perencanaan direncanakan menggunakan saluran primer yang berada di kiri koridor utama jalan Banjarnegara-Banyumas dengan menggunakan saluran terbuka dengan tinggi jagaan 1,5 (satu koma lima) meter dan lebar sebesar 2 (dua) meter. Aliran air dari jalan dialirkan melalui street inlet minimum dengan jarak setiap 25 (dua puluh lima) meter. (3) Saluran drainase sekunder dan tersier direncanakan di kolektor sekunder dan lokal -lingkungan dengan menggunakan saluran terbuka dengan tinggi jagaan sebesar 0,3– 0,5m dan lebar sebesar 0,5-1 m. Pasal 42 (1) Setiap bangunan gedung kecuali rumah tinggal tunggal harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran. (2) Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dengan sistem proteksi pasif meliputi kemampuan stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran. 50
(3) Sistem proteksi aktif yang merupakan proteksi terhadap harta milik terhadap bahaya kebakaran berbasis pada penyediaan peralatan yang dapat bekerja baik secara otomatis maupun secara manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam dalam melaksanakan operasi pemadaman. (4) Lingkungan Perumahan, Perdagangan, Industri dan/atau campuran harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tersedia sumber air berupa hidran halaman, sumur kebakaran atau reservoir air dan sarana komunikasi umum yang memudahkan instansi pemadam kebakaran untuk menggunakannya, sehingga setiap rumah dan bangunan gedung dapat dijangkau oleh pancaran air unit pemadam kebakaran dari jalan di lingkungannya, serta untuk memudahkan penyampaian informasi kebakaran. (5) Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran dan memudahkan operasi pemadaman, maka di dalam lingkungan bangunan gedung harus tersedia jalan lingkungan dengan perkerasan agar dapat dilalui oleh kendaraan pemadam kebakaran. Bagian Kedelapan Ruang Terbuka dan Tata Hijau Pasal 43 Sistem ruang terbuka dan tata hijau, dikembangkan dengan : a. ruang publik mendukung aktivitas komersial, penambahan fasilitas publik dan budaya dan terbuka untuk semua orang; b. menyediakan ruang istirahat untuk pejalan kaki beristirahat sejenak dengan menata ruang terbuka hijau sebagai daya tarik; c. menghidupkan lapangan blk sebagai alun-alun sebagai pusat aktivitas sosial budaya masyarakat, sebagai uang terbuka yang mampu mewadahi even seni dan budaya; 51
d. muka bangunan: memberi naungan dari iklim mikro untuk pejalan kaki; e. bagian jalur pedestrian adalah arkade (emperan toko beratap), dan arkade tanpa kolom, untuk bangunan sempadan kecil; f. menata karya seni publik, air mancur dan komponen lainnya, dengan karakter setempat; g. desain titik-titik pemandangan kota dengan menyisakan penggal dengan pemandangan sawah/kebun; dan h. rencana lansekap sebagai pembatas jalur pedestrian dengan kendaraan. memadukan pohon dan tanaman rendah pada pembatas antara jalur kendaraan dan jalur pedestrian. Bagian Kesembilan Tata Informasi dan Wajah Jalan Pasal 44 Tata kualitas lingkungan meliputi : a. muka bangunan : memberi naungan dari iklim mikro untuk pejalan kaki, penataan artikulasi fasad (menata fasad bangunan dan mengolah desain bangunan sudut), garis atap, pintu gerbang, dan penggunaan kaca. shopping mall menerapkan arkade (emperan toko beratap). arkade yang lebar merespons kondisi iklim, untuk kenyamanan pejalan kaki. arkade tanpa kolom, untuk bangunan sempadan kecil. b. menciptakan ruang publik yang memperkuat identitas kawasan dan menjadi pusat kawasan. c. desain gerbang masuk : gerbang masuk ditunjukkan dengan wayfinding signage (papan penunjuk arah), perlakuan arsitektur, dan perkerasan permukaan, berorientasi pada karakter budaya lokal. d. menata public art (seni publik), air mancur dan fitur lainnya, dengan orientasi karkter budaya lokal. 52
e. street furniture : street furniture (pelengkap jalan) yang aktraktif meningkatkan kualitas lingkungan jalan, desain street furniture yang aktraktif pada ruang terbuka antar bangunan berupa elemen sculpture (patung), fountain (air mancur), dan lain-lain. f. panoramik kota : mempertahankan titik-titik pemandangan kota. BAB V RENCANA INVESTASI Pasal 45 (1) Kegiatan pelaksanaan Rencana Tata Bangunan dan lingkungan kawasan Kecamatan Purwareja-Klampok dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Povinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Banjarnegara,dan masyarakat Kecamatan Purwareja-Klampok. (2) Sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), maka seluruh kegiatan pembangunan harus mengacu kepada panduan Tata Bangunan dan Lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Banjarnegara. (3) Sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), maka pelaksanaan kegiatan oleh masyarakat melalui pembangunan fisik bangunan di dalam lahan yang dikuasainya, termasuk pembangunan ruang terbuka hijau, ruang terbuka, dan sirkulasi pejalan kaki dengan tetap mengacu pada syarat dan ketentuan berlaku. Pasal 46 (1) Program penangan RTBL Kawasan Kecamatan PurwarejaKlampok mencakup 4 (empat tahapan): a. tahap I untuk segmen I; b. tahap II untuk segmen II; 53
c. tahap III untuk segmen III; dan d. tahap IV untuk segmen IV. (2) Program penangan RTBL Kawasan Kecamatan PurwarejaKlampok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. peningkatan alun-alun; b. pekerjaan pedestrian; c. pekerjaan jalan; d. pekerjaan drainase; e. pekerjaan street furniture; f. tata hijau (penghijauan); dan g. perbaikan / pembuatan pagar. (3) Program penangan RTBL Kawasan Kecamatan Purwareja Klampok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan sesuai tahapan dengan skala prioritas. BAB VI KETENTUAN PENGENDALIAN RENCANA Bagian Kesatu Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pasal 47 (1)
(2)
Adapun Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan diantaranya; penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
54
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Izin dalam pemanfaatan ruang sebagaimana yang diatur dalam undang-undang penataan ruang diatur oleh pemerintah Kabupaten Banjarnegara berdasarkan kewenangan dan ketentuan yang berlaku. Disamping itu dalam hal perizinan pemerintah dapat membatalkan izin apabila melanggar ketentuan yang berlaku. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Banjarnegara sesuai dengan kewenangannya. Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Banjarnegara sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda. Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk insentif sebagaimana dimaksud ayat (7) antara lain, dapat berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan, dan pemberian penghargaan.
55
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan, penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi dan penalti. Pemberian insentif dan disinsentif dalam pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan supaya pemanfaatan ruang yang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang sudah di tetapkan. Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa : a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham; b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur; c. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau d. pemberian penghargaan kepada masyarakat; serta e. swasta dan/atau pemerintah daerah. Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau b. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti. Insentif dan disinsentif dalam penataan bangunan dan lingkugan diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat.
56
Bagian Kedua Kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Pasal 48 (1) Setiap penyelenggaraan pembangunan gedung atau pengembangan sub kawasan yang berada pada kawasan RTBL yang memenuhi kriteria penyusunan Amdal/UKL/UPL harus mengikuti ketentuan dalam peraturan ini. (2) Setiap penyelenggaraan pembangunan gedung atau pengembangan sub kawasan yang berada pada kawasan RTBL yang memenuhi kriteria penyusunan Amdal/UKL/UPL harus dilakukan penyusunan Amdal/UKL/UPL sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Ketiga Partisipasi Masyarakat Pasal 49 (1) Partisipasi Masyarakat dalam pemanfaatan rencana adalah: a. pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan berlaku; b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan; c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana;
57
d. konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain untuk tercapainya pemanfaatan kawasan yang berkualitas; pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana; e. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana; f. pemberian usulan dalam penentuan lokasi dan bantuan teknik dalam pemanfaatan ruang; dan g. kegiatan menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan kawasan. (2) Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan rencana adalah : a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang kawasan, termaksud pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan; dan b. bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban dalam kegiatan pemanfaatan ruang kawasan dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang kawasan. BAB VII PEDOMAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN KAWASAN Bagian Kesatu Pengelola Kawasan Pasal 50 (1) Pengelolaan kawasan dilaksanakan Kabupaten Banjarnegara.
oleh
Pemerintah
58
(2) Wewenang pengelola dilakukan oleh Bupati Banjarnegara, yang dibantu oleh dinas terkait. (3) Pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan RTBL Kawasan Purwareja-Klampok memperhatikan materi pokok RTBL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2). (4) Pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan RTBL Kawasan Purwareja-Klampok tahun pertama memperhatikan rencana teknik rinci (detailed engineering design) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (5) Pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan RTBL Kawasan Purwareja-Klampok tahun kedua sampai tahun kelima memperhatikan materi pokok RTBL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2). (6) Pengembangan pelaksanaan RTBL Kawasan PurwarejaKlampok dilaksanakan dengan menjadikan RTBL Kawasan Purwareja-Klampok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sebagai acuan pengembangan. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 51 Segala peraturan yang bertentangan dengan Peraturan Bupati ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
59
Pasal 52 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan perundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Banjarnegara.
Ditetapkan di Banjarnegara pada tanggal 29-5-2013 BUPATI BANJARNEGARA, Cap ttd, SUTEDJO SLAMET UTOMO Diundangkan di Banjarnegara pada tanggal 29-5-2013 SEKRETARIS DAERAH, Cap ttd, FAHRUDIN SLAMET SUSIADI BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 17 SERI E Salinan sesuai dengan aslinya Sekretaris Daerah, Drs. Fahrudin Slamet Susiadi,MM Pembina Utama Muda NIP. 19600519 19810 1 001
60
LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KOTA PUSAKA KECAMATAN PURWAREJA KLAMPOK KABUPATEN BANJARNEGARA