BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Penelitian Kemampuan membaca pemahaman dan berpikir analitis diperlukan dalam
membekali siswa untuk memecahkan masalah dan memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut. Kemampuan tersebut perlu ditanamkan sejak dini karena kemampuan tersebut sangat dibutuhkan tidak hanya kelak ketika dia sudah dewasa tetapi juga sejak saat ini. Hal ini akan sangat menunjang pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Dalam standar Kompetensi Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar pada Kurikulum 2006 dijelaskan bahwa salah satu tujuan pengajaran bahasa Indonesia adalah “Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial”. Standar Kompetensi tersebut mengandung makna bahwa siswa Sekolah Dasar diharapkan memiliki kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan yang dimaksud diwujudkan melalui empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Kemampuan membaca dalam kehidupan merupakan hal yang harus dimiliki jika ingin memperoleh kemajuan. Hal ini sejalan dengan pendapat
1
Rusyana (1984) yang menyatakan bahwa kemampuan membaca sangat penting untuk pemeliharaan dan pengembangan kehidupan suatu masyarakat, baik perseorangan maupun sebagai bangsa, agar suatu masyarakat dapat bertahan di muka bumi. Pentingnya kemampuan membaca seperti diungkapkan di atas tidak diikuti dengan pembinaan yang seharusnya. Kenyataan di lapangan menunjukkan kurangnya pembinaan dalam kemampuan membaca pemahaman. Menurut Rahim (2008), faktor yang melatarbelakangi kurangnya pembinaan kemampuan membaca pemahaman dimungkinkan karena anggapan yang salah tentang membaca itu sendiri. Pada umumnya, khususnya guru SD menganggap bahwa pengajaran membaca telah selesai ketika seorang siswa sekolah dasar telah dapat membaca dan menulis setelah selesainya pengajaran membaca dan menulis permulaan di kelas I dan II sekolah dasar. Pada jenjang kelas yang lebih tinggi, yaitu di kelas III sampai dengan kelas VI, pengajaran membaca lanjut (pemahaman) belum mendapat perhatian yang serius. Membaca di kelas-kelas tinggi seolah-olah lebih ditekankan pada kegiatan membaca nyaring yang merupakan lanjutan dari membaca dan menulis permulaan di kelas I dan II sekolah dasar. Membaca tidak hanya sekadar menyuarakan bunyi-bunyi bahasa atau mencari arti kata-kata sulit dalam suatu teks bacaan, tetapi juga melibatkan pemahaman terhadap apa yang dibacanya, apa maksudnya, dan apa implikasinya. Pada tahun 1998-2001 hasil survei IAEEA dari 35 negara, menginformasikan kemampuan membaca siswa Indonesia berada pada urutan terakhir. Penelitian IAEEA pada tahun 1997 menunjukkan bahwa kemampuan membaca siswa
2
Sekolah Dasar di Indonesia hanya menduduki peringkat ke-31, yaitu peringkat nomor 2 dari peringkat terakhir di dunia, satu tingkat saja diatas Venezuela. Publikasi IAEEA tanggal 28 November 2007 tentang minat baca dari 41 negara menginformasikan kemampuan membaca siswa Indonesia sederajat dengan negara belahan bagian selatan bersama Selandia Baru dan Afrika Selatan. Pada tahun 2006, BPS mempublikasikan bahwa membaca bagi masyarakat Indonesia belum menjadi kegiatan sebagai sumber untuk mendapatkan informasi. Masyarakat lebih memilih menonton televisi (85,9%) dan mendengarkan radio (40,3%) daripada membaca (23,55). Hasil penelitian ini sangat memprihatinkan dan merupakan tantangan bagi para pendidik untuk memperbaiki keadaan tersebut. Upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa sekolah dasar harus dilakukan dengan berlandaskan pemahaman guru tentang membaca itu sendiri. Menurut Nurhadi (1987), membaca adalah sebuah proses yang kompleks dan rumit. Kompleks artinya dalam proses membaca terlibat berbagai faktor internal dan faktor eksternal pembaca. Faktor internal dapat berupa intelegensi, minat, sikap, bakat, motivasi, dan tujuan membaca. Selanjutnya, faktor eksternal bisa dalam bentuk sarana membaca, teks bacaan (sederhana-berat, mudah-sulit), faktor lingkungan, atau latar belakang sosial ekonomi, kebiasaan dan tradisi. Selanjutnya, Anderson, Hiebert, Scott, dan Wilkinson (Harjasujana, 2003), menyatakan bahwa membaca merupakan proses, membaca itu bersifat interaktif, dan pengajaran membaca menghendaki suatu teknik. Lebih jauh Tarigan (1979) mengatakan bahwa bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin
3
terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas jalan pikirannya. Secara khusus, Dawson (Tarigan, 1979) mengatakan bahwa membaca hendaklah disertai oleh diskusi (sebelum, selama, dan sesudah membaca) kalau kita ingin meningkatkan serta memperkaya kosakata, pemahaman umum, serta pemilihan ide-ide para pelajar yang kita asuh. Berdasarkan pengertian membaca di atas, diperlukan strategi pembelajaran membaca yang mempunyai kriteria: 1. menanamkan rasa saling mendukung, saling menghormati antar pelajar dan antara pelajar dengan pembimbing; 2. memaksimalkan proses kolaboratif alami siswa; 3. menciptakan lingkungan belajar yang berpusat pada siswa, saling memadukan dan berkolaborasi, tidak saling mengasingkan dan saling berkompetisi; 4. mengembangkan pengalaman belajar yang relevan dengan materi yang dipelajari; 5. memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajar mandiri mereka; 6. memupuk kemampuan berfikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah; 7. mengembangkan kegiatan eksplorasi dan analisis dari suatu permasalahan dengan
berbagai macam sudut pandang, mengakui pentingnya sosialisai
ketika belajar; 8. mengembangkan keinginan untuk belajar sepanjang hayat dan keterampilan yang mendukungnya.
4
Model pembelajaran yang penulis anggap tepat dan sesuai dengan kriteria untuk memecahkan permasalahan di atas adalah kolaborasi pemecahan masalah (Collaborative Problem Solving). B. Identifikasi Masalah Penelitian Penerapan Model Kolaborasi Pemecahan Masalah (Collaborative Problem Solving) dalam kaitan masalah penelitian yang akan penulis laksanakan adalah model pembelajaran bahasa yang menekankan pada keterampilan pemecahan masalah dan berpikir analitis (kompetensi kognitif), dan keterampilan bekerja sama (kompetensi afektif). C. Rumusan Masalah Penelitian Rumusan masalah pada penelitian ini dituliskan dalam bentuk pertanyaan berikut. 1. Bagaimana
proses
pembelajaran
Kolaborasi
Pemecahan
Masalah
(Collaborative Problem Solving) dalam meningkatkan kemampuan analisis dan kemampuan membaca siswa kelas IV SDN Tunas Harapan Bandung? 2. Bagaimana kemampuan membaca siswa kelas IV SDN Tunas Harapan Bandung dengan menggunakan model pembelajaran Kolaborasi Pemecahan Masalah (Collaborative Problem Solving) dan non Kolaborasi Pemecahan Masalah?
5
3. Bagaimana kemampuan analisis siswa kelas IV SDN Tunas Harapan Bandung dengan menggunakan model pembelajaran Kolaborasi Pemecahan Masalah (Collaborative Problem Solving) dan non Kolaborasi Pemecahan Masalah ? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah 1. mengetahui
proses
pembelajaran
Kolaborasi
Pemecahan
Masalah
(Collaborative Problem Solving) dalam meningkatkan kemampuan analisis dan kemampuan membaca siswa kelas IV SDN Tunas Harapan Bandung; 2. mengetahui kemampuan membaca siswa kelas IV SDN Tunas Harapan Bandung dengan menggunakan model pembelajaran Kolaborasi Pemecahan Masalah (Collaborative Problem Solving) dan non Kolaborasi Pemecahan Masalah; dan 3. mengetahui profil kemampuan analisis siswa kelas IV SDN Tunas Harapan Bandung dengan menggunakan model pembelajaran Kolaborasi Pemecahan Masalah (Collaborative Problem Solving) dan non Kolaborasi Pemecahan Masalah. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis Manfaat secara teoretis menyangkut pengembangan teori pengajaran bahasa sehingga manfaat penelitian ini bisa berguna untuk pengembangan teori
6
pendidikan terutama pengajaran bahasa khususnya pengajaran bahasa di Sekolah Dasar Negeri Tunas Harapan Bandung; 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa, melalui pembelajaran membaca menggunakan model Kolaborasi Pemecahan Masalah (Collaborative Problem Solving) akan meningkatkan
kemampuan analisis dan membaca siswa,
sehingga tidak ada lagi kesan bahwa membaca itu sulit dan membosankan. b. Bagi guru, model pembelajaran Kolaborasi Pemecahan Masalah (Collaborative Problem Solving) dapat digunakan sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan analisis dan kemampuan membaca siswa. c. Bagi sekolah, jika hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran
Kolaborasi
Pemecahan
Masalah
(Collaborative
Problem Solving) dapat meningkatkan kemampuan analisis dan kemampuan membaca siswa, sekolah dapat merekomendasikan penggunaan model pembelajaran ini pada materi yang lain atau bahkan pada mata pelajaran yang lain. F. Asumsi Asumsi yang dijadikan dasar bagi penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Kemampuan membaca yang dimiliki seseorang bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Oleh karena itu, ada peluang untuk meningkatkankannya.
7
Peningkatan tersebut akan berbeda-beda menurut kuantitas dan kualitas upaya yang dilakukan. 2. Anak berusia lebih dari 6 tahun dapat mengembangkan diri sebab kemampuannya meningkat, mereka dapat berpikir secara konseptual, memecahkan masalah, mengingat, dan mempergunakan bahasa dengan baik. G. Definisi Operasional 1. Model Pembelajaran Kolaborasi Pemecahan Masalah (Collaborative Problem Solving) adalah kegiatan pembelajaran membaca yang melibatkan kelompokkelompok
siswa untuk
saling
bekerja sama
menyelesaikan sebuah
permasalahan. Tujuan utama model ini adalah untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis, dan kemampuan bekerja sama. 2. Kemampuan berpikir analitis adalah kemampuan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Dalam penelitian ini, kemampuan berpikir analitis yang diharapkan adalah 1. siswa dapat mengemukakan fakta, 2. siswa dapat mengajukan hipotesis, 3. siswa dapat mengajukan solusi. 3. Kemampuan membaca ialah pemahaman isi secara keseluruhan. H. Hipotesis Berdasarkan uraian masalah
dan rumusan masalah yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:
8
H0
: Model pembelajaran Kolaborasi Pemecahan Masalah efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca dan kemampuan berpikir analitis.
H1
: Model pembelajaran Kolaborasi Pemecahan Masalah tidak efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca dan kemampuan berpikir analitis.
I. Lokasi dan Sampel Penelitian Lokasi penelitian ini terletak di SDN Tunas Harapan di Bandung. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Tunas Harapan. Alasan pemilihan sekolah ini adalah sebagai berikut. Pertama, SDN Tunas Harapan adalah SDN inklusi. Hal ini akan lebih memperkuat kesesuaian tujuan model pembelajaran Kolaborasi Pemecahan Masalah yang salahsatunya menekankan kerjasama siswa yang mempunyai latar belakang dan kemampuan yang beragam. Kedua, sekolah ini merupakan sekolah standar nasional. Sampel penelitiannya dipilih dua kelas, yaitu masing-masingnya dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas IV B SDN Tunas Harapan yang berjumlah 30 siswa. Kelas kontrol adalah kelas IV C SDN Tunas Harapan yang berjumlah 30 siswa. Adapun dipilihnya kelas empat sebagai sampel penelitian dikarenakan kelas empat merupakan kelas awal pembelajaran terpadu dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Diharapkan dengan pembekalan kemampuan membaca pemahaman di kelas empat akan memberikan bekal memadai di kelas berikutnya.
9
J. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian meliputi tahap-tahap sebagai berikut. 1. Tahap persiapan Kegiatan-kegiatan pada tahap persiapan meliputi: a. pengajuan judul penelitian b. penyusunan proposal penelitian c. pengajuan surat izin penelitian d. pembuatan instrumen penelitian yang terdiri dari instrumen tes (prates dan pascates), rencana pelaksanaan pembelajaran dan instrumen penelitian non tes (lembar observasi dan tanggapan guru). 2. Tahap pelaksanaan Kegiatan-kegiatan pada tahap pelaksanaan meliputi: a. observasi ke SDN Tunas Harapan Bandung, b. melakukan prates pada kelas eksperiman dan kelas kontrol, c. melakukan pelatihan kepada guru yang akan melaksanakan pembelajaran, d. melakukan kegitan pembelajaran sesuai RPP yang telah dibuat, e. melaksanakan pascates setelah pembelajaran selesai. 3. Tahap akhir Kegiatan-kegiatan pada tahap akhir meliputi: a. menganalisis data yang telah terkumpul menggunakan uji statistik b. membuat kesimpulan berdasarkan analisis data c. menyusun laporan penelitian
10
11