Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
BERBAGAI MASALAH PENGEMBANGAN TANAMAN PAKAN DALAM USAHA TERNAK KOMERSIL HARUN DJUNED dan MANSYUR Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, J.l Raya Bandung – Sumedang km 21, Jatinangor Sumedang 40600
ABSTRAK Dalam indeks pembangunan manusia, pangan hewani merupakan salah satu komponen yang paling penting dalam kesehatan manusia. Oleh karena itu, peran hijauan sebagai salah satu faktor dalam produksi hewan menjadi sangat penting. Konsumsi daging di Indonesia dipenuhi dari usaha penggemukan dan peternakan tradisional. Penggunaan hijauan dalam jumlah besar dalam penggemukan sapi membuka peluang untuk meningkatkan produksi dan produktivitas dalam hubungannya dengan kemajuan teknologi. Peranan para praktisi dan peneliti dalam bidang tanaman pakan sangat dibutuhkan. Kultivar baru yang dapat beradaptasi dengan yang mempunyai berbagai keterbatasan diharapkan dapat dihasilkan dan dikembangkan dalam skala produksi massal pada perkebunan rumput dan hijauan yang dihasilkan diproses menjadi pakan siap saji bagi peternak. Peranan para ahli teknologi pertanian sangat dibutuhkan dalam mendukung program ini, dan telah didukung dalam diskusi yang berlangsung. Konsekwensinya, reposisi kurikulum pada fakultas peternakan menjadi sangat perlu, dijaring orang-orang yang berkecimpung dalam tanaman pakan harus diciptakan, sehingga terbentuk suatu sistem yang tangguh. Suatu organisasi yang berkaitan dengan hijauan harus sudah saatnya dibentuk. Kata Kunci: Hijauan, pakan, rumput, krukulum
PENDAHULUAN Pandangan umum terhadap tanaman pakan masih tetap belum sebagai tanaman (crops), akan tetapi masih sebagai tumbuhan (plants), kecuali oleh para praktisi dan peneliti peternakan. Apalagi pandangan bahwa tanaman pakan sebagai komoditas komersil, masih sebagai angan-angan. Keadaan ini tidak mungkin dibiarkan berlarut-larut, karena dalam pembangunan manusia Indonesia yang meliputi antara lain pendidikan dan kesehatan masyarakat, komponen pangan merupakan hal yang tidak dapat dilepaskan dari kesehatan masyarakat. Karenanya, peran tanaman makanan ternak yang merupakan salah satu fakta dalam produksi ternak adalah sangat strategis bagi pembangunan manusia Indonesia. POSISI TANAMAN MAKANAN TERNAK DI BIDANG PERTANIAN Sebagaimana telah dikemukan, selama ini tanaman makanan ternak masih dianggap sebagai tumbuhan (plants) belum sebagai tanaman (crops), meskipun para praktisi dan peneliti peternakan telah berusaha dengan gigih agar masyarakat (paling tidak masyarakat
100
pertanian) menganggap tumbuhan makanan ternak sebagai tanaman makanan ternak (forage crops). Bahkan ATMADILAGA (1997) menyatakan bahwa keberlanjutan eksistensi peternakan bukan didasari pertimbangan ekonomi secara murni, melainkan atas nilai manfaat yang mempunyai keunggulan komperatif. Salah satunya adalah bahwa limbah sisa panen akan mengganggu kenyamanan dan keasrian lingkungan; namun dengan adanya ternak, limbah tersebut dijadikan sebagai sumber pakan berenergi tinggi dengan nilai jual yang tinggi pula, sehingga menjadi sumber pendapatan yang makin berarti. Indonesia sebagai negara yang sangat besar dari sisi jumlah penduduk (>200 juta, terbesar ke-4 di dunia), mau tidak mau “feeding the hungry people” telah memaksa bidang pertanian sebagai prioritas utama. Oleh sebab itu, walau dalam proporsi yang belum begitu besar, peningkatan perkembangan teknologi yang sangat pesat serta tuntutan sosioakademik, dan tuntutan terhadap peningkatan produktivitas tanaman makanan ternak telah memicu para peneliti peternakan untuk mencari berbagai terobosan ke arah pengembangan tanaman makanan ternak. Selain itu, terbukti pula bahwa tanaman
Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
makanan ternak dibutuhkan bukan hanya untuk kebutuhan pakan ternak, tetapi juga untuk atau sebagai tanaman penutup tanah (cover crops) di perkebunan-perkebunan, sebagai tanaman pencegah erosi (HORNE dan STUR, 1999). Di daerah aliran sungai (DAS) tanaman pakan ternak bisa digunakan sebagai tanaman untuk konservasi tanah, dimana dapat digunakan untuk mengurangi erosi, mempertahankan kesuburan tanah, dan mempertahankan bahan organik tanah (PRAWIRADIPUTRA dan TALA’OHU, 1998). Tanaman pakan sudah diketahui sejak lama, bahwa massa-bio yang dihasilkan sangat berperan dalam mempertahankan sifat fisik dan biologi tanah sebagai pupuk hijau (green manure) (SARIEF, 1986; GINTING dan SUKANDI, 1989), dapat menyelamatan waduk-waduk dari pendangkalan yang terlalu cepat, dan tanaman pakan dapat juga digunakan sebagai sabuk penyangga (buffer belt) untuk melindungi hutan dan para perambah dan penjarah hutan. Konsumsi daging (khususnya daging sapi) di Indonesia, selain dipenuhi oleh hasil peternakan rakyat, juga dipenuhi oleh sapi-sapi hasil perusahan penggemukan. Perusahaan ini dalam memberikan pakan ternaknya yang sebagian besar terdiri dari konsentrat, sehingga sapi tampak diperlakukan seperti ternak nonruminansia. Pada kondisi seperti ini kebutuhan akan hijauan masih sedikit sehingga tidak begitu terasa. Namun keadaan ini akan berubah, bila keadaan masyarakat pengguna sapi hasil penggemukan (seperti pada pemotong ternak/tukang jagal dan konsumen pemakan) di Indonesia sudah menginginkan daging dengan lemak yang tidak terlalu tinggi, sebab ternak hasil penggemukan mempunyai proporsi lemak yang cukup tinggi. Data pada Teaching Farm FAPET UNPAD (2005), para pemotong ternak lebih menyukai ternak yang selama penggemukannya menggunakan silase ditambah dengan konsentrat bila dibandingkan dengan yang hanya dibeli konsentrat saja. Melihat hal tersebut, kemungkinan penggunaan hijauan dalam jumlah yang besar pada perusahan penggemukan akan menjadi suatu peluang untuk mengembangkan dan meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman makanan ternak sesuai dengan kemajuan teknologi. Peran para praktisi dan peneliti peternakan sangat dibutuhkan dalam menjawab tantangan itu.
Produksi masal hijauan makanan ternak dibutuhkan untuk menjawab tantangan ini, sehingga perdirian perkebunan rumput (grass estate) sangat layak untuk ditelaah kembali, setelah gaungnya kurang terdengar sejak diwacanakan pada tahun 1990an (FAPET UNPAD, 1996). Untuk memudahkan pemberian pakan antara konsentrat dan hijauan pada perusahan dan penggemukan rakyat, pemikiran pemberian pakan dalam bentuk ransum lengkap perlu digalakkan dan disosialisasikan (DHALIKA et al., 2003). Di daerah tropis, seperti juga pada daerah lainnya, produktivitas hijauan makanan ternak sangat bergantung pada curah hujan. Pada musim hujan, produktivitas tanaman makanan ternak melimpah, sementara pada musim kemarau menurun drastis, karena kekurangan air. Spesies-sepecies tanaman makanan ternak yang mampu berproduksi tinggi pada saat terjadi stress air harus diciptakan oleh para pemulia tanaman makanan ternak (forage crops breeders). HARUN DJUNED et al., (2004) telah mencoba menelaah beberapa species rumput tanaman makanan yang mampu mentoleransi cekaman kekurangan air, sebagai awal pemilihan species rumput yang tahan kering. Peranan mikrobiologi dalam produktivitas tanaman makanan ternak juga sangat besar. Mikoriza dan Rhizobium dapat meningkatkan produksi dan kualitas tanaman makanan ternak secara signifikan (HARUN DJUNED et al., 2005; DJADJULI et al., 2005; INDRANI dan MANSYUR, 2005) HARAPAN TERHADAP FORAGE-CROP AGRONOMIST Pada beberapa seminar dan lokakarya nasional kerapkali diajukan bertanyaan tentang langkanya atau belum adanya pelepasan varitas baru tanaman makanan ternak hasil proses seleksi atau pemuliaan. Permasalahannya jarang sekali orang yang berkecimpung dalam bidang tanaman makanan ternak berlatar belakang seorang ahli pemuliaan tanaman, kebanyakan berlatar belakang peternakan. Padahal seleksi atau pemuliaan tanaman harus dilakukan oleh orang yang mempunyai kompetensi yang cukup memadai dalam pemuliaan tanaman, dengan komoditi tanaman pakan. Seperti di Universitas Padjadjaran
101
Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
Bandung, Laboratorium Tanaman Makanan Ternak berada pada Fakultas Peternakan, stafnya kebanyakan adalah sarjana peternakan yang menelaah tanaman makanan ternak, dan kurang memiliki kompetensi sebagai pemulia tanaman, mereka kebanyakan peneliti produksi tanaman pakan. Pada sisi lain di Fakultas Pertanian, dimana tempatnya orang yang mempunyai kompetensi dalam pemuliaan tanaman, namun sedikit sekali diantara mereka menelaah tanaman makanan ternak sebagai komoditi penelitiannya. Dinamika kurikulum peternakanan juga mempengaruhi bobot kajian matakuliah tanaman makanan ternak yang diajarkan, yang pada akhirnya mempengaruhi jumlah satuan kredit semester (SKS) yang dialokasikan untuk matakuliah-matakuliah yang berkaitan dengan tanaman makanan ternak semakin sedikit. Jumlah SKS yang ada tidak cukup untuk membekali mahasiswa menjadi melakukan penelitian dalam bidang pemuliaan tanaman makanan ternak. Sehingga pertanyaan tersebut diatas rasanya menjadi suatu yang sulit untuk dipenuhi oleh seorang yang berlatar belakang peternakan, Pada lembaga-lembaga penelitian, mungkin bukan menjadi kendala yang berarti bila dibandingan dengan keadaan di perguruan tinggi. REPOSISI ILMU TANAMAN MAKANAN TERNAK DALAM KURIKULUM FAKULTAS PETERNAKAN Kurikulum Fakultas Peternakan senantiasa berubah dari waktu ke waktu, seriring dengan dinamika permintaan para stake holder atau dinamika pemikiran para pejabat penentu kurikulum yang berganti dari waktu ke waktu. Pada awalnya fakultas peternakan umumnya hanya mempunyai satu program studi yaitu produksi ternak, sampai tahun 1995. Seiring dengan waktu banyak fakultas peternakan menawarkan program studi menjadi empat, diantaranya produksi ternak, nutrisi dan makanan ternak, teknologi hasil ternak, dan sosial ekonomi peternakan. Mulai 2003, beberapa fakultas peternakan kembali menganut satu program studi yaitu ilmu peternakan, yang memberikan porsi yang lebih banyak bagi produksi ternak. Baik atau tidaknya, serta relevan atau tidaknya
102
perubahan-perubahan ini, hanya waktu yang akan menunjukkan. Pada saat Fakultas Peternakan mempunyai 4 program studi, Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Universitas Padjadjaran menawarkan matakuliah wajib sebanyak 9 SKS yaitu Agrostologi 3 SKS, Produksi Hijauan Pakan 3 SKS, dan Manajemen Pastura 3 SKS, sedangkan matakuliah pilihan sebanyak 5 SKS yaitu Fisiologi Tanaman Pakan 2 SKS dan Produksi Benih Hijauan 3 SKS (UNPAD, 2002). Sementara dengan satu program studi, matakulaih yang ditawarkan sebanyak 3 SKS matakuliah wajib (Agrostologi), 2 SKS matakuliah wajib minat (Manajemen Pastura), 2 SKS matakuliah pilihan (Fisiologi Tanaman Pakan). Pada sisi lain, mahasiswa program studi pemuliaan tanaman pada Fakultas Pertanian setidaknya akan memperoleh matakuliah yang berhubungan dengan pemuliaan tanaman sebanyak 23 SKS (UNPAD, 2004). Dari uraian di atas tampak bahwa staf Laboratorium Tanaman Makanan Ternak dan mahasiswa yang berasal dari Fakultas Peternakan tidak akan mempunyai kompetensi yang cukup untuk menjadi senang sebagai forage crops breeder. Oleh karena itu, untuk menghasilkan varietas-varietas / kultivarkultivar baru tanaman makanan ternak hendaknya laboratorium melakukan beberapa langkah, diantaranya mendorong beberapa staf yang masih memungkinkan untuk sekolah mencapai gelar akademik tertinggi supaya mau mengambil program studi pemuliaan tanaman dengan komoditas tanaman pakan, atau merekrut staf pengajar yang berlatar belakang pemuliaan tanaman, yang nantinya diarahkan untuk menelaah pengembangan dan penciptaaan kultivar tanaman pakan. MASALAH PENGEMBANGAN TANAMAN PAKAN Dari uraian terdahulu dapat dikemukakan berbagai masalah yang dihadapi dalam usaha pengembangan tanaman makanan ternak dalam usaha komersil, yang sebenarnya merupakan masalah tipikal dan klasik. Jumlah penduduk yang besar telah memaksa perhatian masyarakat praktisi dan peneliti pertanian diarahkan pada usaha meningkatkan produksi
Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
tanaman pangan. Perhatian dan penelitian para praktisi dan peneliti peternakan pun lebih banyak diprioritaskan pada aspek produksi ternaknya. Penelitian pada produksi dan pemuliaan tanaman pakan masih sangat kecil. Dampak dari desakan penggunaan lahan untuk produksi pertanian tanaman pangan, akhirnya lahan-lahan yang digunakan untuk produksi tanaman pakan hanya pada lahanlahan marginal yang mempunyai keterbatasan secara fisik dan kimia tanah, klimatologis, sehingga perlu dibuat kultivar-kultivar yang mempunyai toleransi yang tinggi terhadap keterbatasan-keterbatasan yang dipunyai oleh lahan. Partisipasi para peneliti pemuliabiakan tanaman yang mengkonsentrasikan penelitiananya pada tanaman makanan ternak sangat diperlukan. Kulitvar baru tanaman pakan diharapkan dapat diproduksi dan dikembangkan secara masal dalam bentuk grass estate dan produksinya disiapkan dalam bentuk ransum lengkap yang siap dipasarkan kepada konsumen. Sentuhan ahli teknologi pertanian (agricultural engineers) sangat dibutuhkan untuk mendukung program seperti ini. Sebagai konsekwensi logis kebutuhan diatas, maka kurikulum fakultas peternakan yang berkaitan dengan tanaman pakan perlu dikaji ulang. Reposisi ini pelru melibatkan pihak-pihak terkait (para stake holder) dan dievaluasi dari waktu ke waktu sejalan dengan perkembangan teknologi yang sedemikian cepat. KESIMPULAN Pengembangan tanaman pakan dalam usaha ternak komersil menghadapi berbagai masalah, dari masalah yang sederhana sampai kepada yang membutuhkan pemikiran para praktisi dan peneliti peternakan. Pembuatan kultivar baru yang dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang mempunyai keterbatasan menuntut pemikiran dan kerja keras yang berkecimpung dalam tanaman makana ternak. Sebagai konsekwensinya perlu adanya reposisi kurikulum pada fakultas peternakan. Selain itu, untuk mengembangkan tanaman pakan pada usaha ternak komersil diperlukan penataan yang komprehensif
terhadap semua pihak terkait, sehingga diperoleh suatu sistem yang tangguh. Suatu wadah tempat para profesional yang berkaitan dengan ternak dan pakannya sudah pada waktunya direkomendasikan untuk dibentuk. DAFTAR PUSTAKA ATMADILAGA, D. 1997. Mempresepsi Peternakan sebagai Ilmu yang Utuh. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. DHALIKA,T., B. AYUNINGSIH, dan A. BUDIMAN. 2003. Efisiensi Penggunaan Ransum Lengkap (Complete Ration) dengan Sumber Hijauan Daun Pucuk Tebu (Saccharum officinarum) pada Sapi Fries Holland Jantan Muda. Fakultas Peternakan Unpad. Bandung DJADJULI, M., H. DJUNED, dan ERNI. 2005. Pemanfaatan rhizobium dan endomikoriza dibandingkan pemberian pupuk N dan K terhadap kanduangan dinding sel (NDF), selulosa, dan lignin hijauan Desmodium intortum (Mill) Urb. Prosiding Seminar Nasional dan Kongres Bioteknologi III, Universitas Brawijaya, 12 – 13 April 2005 FAKULTAS PETERNAKAN. 1996. Rangkuman Hasil Seminar Hijauan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung. FAKULTAS PETERNAKAN. 2005. Data Teaching Farm. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung. GINTING, A.N and T. SUKANDI. 1989. Agroforestry research in Indonesia. In Sukmana et al (eds.) Development in Procedurs for Farming Systems Research. AARD. Jakarta. HARUN DJUNED, A. ROCHANA dan K. MILADIYAH. 2005. Respons Desmodium intortum (Mill) Urb. terhadap inokulasi Mikoriza, Rhizobium dan pupuk P dan N. Prosiding Seminar Nasional dan Kongres Bioteknologi III. Malang. 12 – 13 April 2005. HARUN DJUNED, MANSYUR, dan WIWIK. 2004. Respons Rumput Rhodes (Chloris gayana Kunth.) terhadap Cekaman Air dan Takaran Pemupukan Nitrogen, Seminar Nasional Lustrum VII Fapet UGM. 8 Oktober 2004 HORNE, P.M. dan W. STUR. 1999. Mengembangakan teknologi hijauna makanan ternak (HMT) bersama petani kecil – cara memilih varietas terbaik untuk ditawarkan kepada petani di Asia Tenggara. ACIAR Monograph no.65.
103
Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
INDRANI, N.P dan MANSYUR. 2005. Respons Tanaman Jagung terhadap Pemberian Mikiroza dengan Batuan Fosfat dan Waktu Penjarangan, Seminar Nasional dan Kongres Bioteknologi III, Universitas Brawijaya, 12 – 13 April 2005 PRAWIRADIPUTRA, B.R dan S.H. TALA’OHU. 1998. Jenis-jenis hijauan pakan ternak sebagai tanaman konservasi di DAS Cimanuk hulu. Dalam: Prosiding Lokakarya Nasional Pembahasan Hasil Penelitian DAS. Bogor, 27 – 28 Oktober 1998. 149 – 159.
104
SARIEF. E.S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. UNIVERSITAS PADJADJARAN. 2002. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Program Sarjana, Ekstensi, dan Profesi 2002/2003. Univeritas Padjadjaran Bandung. UNIVERSITAS PADJADJARAN. 2004. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Program Sarjana, Ekstensi, dan Profesi 2004/2005. Univeritas Padjadjaran Bandung.