berada di bagian timur danau, berlawanan dengan Emporium. Aku bertanya-tanya apakah mereka menemukan sesuatu disana. Aku mengenakan pakaian selam dan menempatkan pisau selam di tempatnya, tabung selam pun berjalan dengan baik saat aku mencoba menghirup oksigen dari masker selamku. Tekanan udaranya tidak bermasalah. Rompi BC Pike memang usang, namun masih berjalan baik, dan aku dapat menyambungkan tangki udara ke rompi itu hanya dalam waktu dua menit. Aku menyeret seluruh bagian itu ke dalam air jadi aku dapat menggunakan tenaga apung yang ada di dalam rompi BC-ku untuk membantu meringankan beban dari tangki oksigen yang berat itu di punggungku. Tidak lupa aku memberikan penanda penyelamanku dengan bendera penanda lokasi agar aku tidak kehilangan titik awal penyelamanku dan tidak lama, aku sudah berada di dalam air, menghirup udara yang sunyi. Kecuali efek suara nafas udara yang terdengar seperti suara nafas Darth Vader dalam film Star Wars saat aku bernafas, tidak ada kedamaian yang dapat menyamai nikmatnya menyelam. Ketika pakaian selam milikmu mulai menghangatkan temperatur tubuhmu dan engkau menemukan titik apung dirimu sendiri, engkau akan merasa nyaman dan hangat seperti sedang berada didalam janin ibumu.
78
Aku memulai dengan melakukan beberapa gerakan memutar di dalam air, bisa dibilang itu adalah kebiasaanku saat aku mulai menyelam. Sebenarnya aku belum terlalu banyak menyelam, mungkin hanya sekitar sepuluh puluh kali di danau, dan hanya satu kali di laut. Ayahku mengikuti kursus menyelam dan mengajari ibuku dan aku cara untuk menyelam saat aku berumur sepuluh tahun. Kami berada di Baie des Citrons, dan ayah berbicara kepada toko penyelaman lokal untuk menyewa peralatan mereka, dengan janji kami tidak akan berada jauh dari tepi pantai. Tidak ada karang dekat pantai jadi tidak banyak yang bisa dilihat kecuali pasir pantai tentunya. Tetap saja, aku merasa perhatian dari ayahku terasa sangat menyenangkan, walaupun kami berada di dalam air dengan tidak bisa melihat ikan sama sekali. Beberapa tahun kemudian, ayah mengajakku untuk membuat sertifikat menyelam, jadi kami menyelam di danau Xere Wapo. Aku rasa dengan menyelam, kami bisa menghabiskan waktu bersama tanpa harus mengobrol, dan aku senang karena ayah tentunya tidak bisa minum alkhohol saat kami menyelam. Menyelam masih menjadi salah satu hobiku yang sayangnya, hobi tersebut terasa mahal untukku. Dan kali ini, aku akan menyelam sepuas mungkin. Aku mencoba untuk menyelinap di bagian danau terdalam, tetapi airnya terlalu berlumpur dan terasa seperti merkuri di tanganku. Aku tidak menggunakan sarung 79
tangan saat menyelam karena aku lebih suka merasakan langsung objek yang kupegang di dalam air. Aku berhati-hati agar selang oksigenku tidak tersangkut ke bendera penanda penyelamanku yang berwarna kuning-hijau. Dengan semua perahu yang berada di atas danau hari ini, aku rasa aku akan tidak berada jauh dari bendera penanda itu. Aku memutuskan untuk mencari berlian itu secara serius. Aku menyelam dengan bantuan kompas untuk menentukan arahku. Aku tahu apabila aku berenang perlahan ke arah tenggara, aku akan menuju ke arah pondok utama dari Emporium. Aku berenang secara konstan, menggunakan kakiku untuk mendorong tubuhku, dengan kedua tanganku berada disamping kedua tubuhku untuk mempercepat berenangku. Aku meluncur di atas ganggang laut, kadang-kadang melihat harta karun berupa kaleng atau potongan jangkar yang tersebar. Sebagian besar air di danau Wanaka memiliki jarak penglihatan sekitar lima meter apabila cuaca cerah, tetapi tentu saja danau terbersih pun memiliki sisa-sisa dari pemancing. Danau ini sendiri sebenarnya kecil, dengan area permukaan 189 hektar, dan kedalaman maksimum sekitar 40 meter. Aku tidak pernah menyelam di danau ini sebelumnya, tetapi aku mengikuti peraturan untuk tidak pernah melebihi kedalaman 30 meter saat menyelam. Aku merasa
80
terlalu dingin untuk bisa menyelam lebih dari batas itu. Setelah sepuluh menit menyelam, aku menuju ke permukaan untuk melihat arahku. Aku sudah berada sekitar dua belas meter dari pantai Emporium. Yang mengejutkan, tampaknya tidak ada orang lain yang menyelam, meskipun aku bisa menghitung ada tujuh perahu yang bersandar di bagian luar danau kecil dan aku bisa melihat rombongan kecil penyelam sedang berada tidak jauh dari akses jalan ke darat di sebelah selatan. Aku bisa mendengar bendera penanda mereka bertepuk-tepuk tertiup angin. Aku membiarkan diriku kembali menyelam untuk mencoba mencari kembali. Agak susah untuk membedakan sampah dengan harta di bagian dasar danau, tapi aku mulai bisa membiasakan diriku, jadi aku tahu apabila ada sesuatu yang berubah atau berbeda. Kotak yang dipasang sebagai umpan oleh FutureList tidak akan digunakan sebelum esok hari apabila artikel yang dipasang itu benar, dan aku menginginkan memeriksa area ini sebelum kotak itu menggangguku. Sesuatu tumpukan bersinar menarik perhatianku, dan aku menendang kakiku untuk menyelam sedikit lebih dalam. Aku mengecek kedalaman penyelaman dengan alat pengukurku yang memberitahukan aku sedang berada sebelas meter di bawah permukaan air, dan memiliki setengah dari persediaan oksigenku. 81
Aku perlahan menggosok-gosok tanah yang bercampur dengan lumpur untuk mengetahui apa sebenarnya tumpukan berwarna putih itu, dan aku tercekik kaget saat aku mengetahui apa sebenarnya tumpukan putih itu. Tumpukan itu adalah tulang. Tenggorokkanku terasa terjepit, dan aku mengambil nafas yang tidak perlu melalui hidungku, memaksa masker selamku menjadi lebih ketat menekan wajahku dan memberikanku sedikit perasaan tercekik. Aku menarik diriku sedikit ke belakang sambil mengutuk berkurangnya penglihatanku karena ada udara yang masuk ke masker selamku. Aku mencoba untuk melihat sekeliling, tapi gelembung udaraku membuat atmosfir di dalam air terlihat lebih keruh, dan aku mencoba memaksa diriku untuk tenang. Aku bisa berada di permukaan tidak sampai lima detik dengan mengaktifkan rompi BC-ku yang akan mendorongku langsung ke permukaan apabila aku menggunakannya dan lagipula tumpukan tulang tidak akan melukaiku. Aku mendorong tubuhku ke belakang, mengambil jarak beberapa meter dari tumpukan tulang yang terkubur di dalam endapan lumpur itu sambil membiarkan tubuh dan jantungku tenang. Saat aku secara seksama memperhatikan tulang itu, ternyata tumpukan tulang itu adalah tulang binatang, mungkin rusa. Semua tumpukan tulang itu terbaring secara teratur di bagian dasar danau seakan-akan rusa itu ditenggelamkan untuk membusuk secara perlahan. Saking 82
teraturnya tumpukan tulang itu, aku rasa tumpukan itu seperti diatur untuk dipasang di museum. Aku yakin tulang rusa ini belum terlalu lama di dalam air. Aku mengingat bangkai rusa ini di otakku sebagai salah satu penanda penyelamanku. Air di dalam danau masih terasa keruh dan aku memutuskan untuk berenang mencari area dengan air yang lebih jernih. Dibutuhkan hanya beberapa hentakan kaki untuk melewati air yang keruh hingga aku menyadari aku berada di atas mayat seseorang yang terbalut pakaian selam abu-abu dan tangki airku terbelit di tali yang sama dengan mayat itu.
83