BENTUK PENYAJIAN TIDI LO POLOPALO DALAM RESEPSI PERNIKAHAN DI DESA MOLOMBULAHE KECAMATAN PAGUYAMAN KABUPATEN BOALEMO
OLEH: PAUZIA UMAR LA ODE KARLAN, S.Pd., M.Sn. IPONG NIAGA, S.Sn., M.Sn.
JURUSAN PENDIDIKAN SENI DRAMA, TARI DAN MUSIK FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2014
1
2
BENTUK PENYAJIAN TIDI LO POLOPALO DALAM RESEPSI PERNIKAHAN DI DESA MOLOMBULAHE KECAMATAN PAGUYAMAN KABUPATEN BOALEMO JURUSAN PENDIDIKAN SENI DRAMA, TARI DAN MUSIK FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA OLEH: Pauzia Umar La Ode Karlan, S.Pd., M.Sn. Ipong Niaga, S.Sn., M.Sn.
ABSTRAK
Tidi Lo Polopalo merupakan tarian klasik daerah Gorontalo yang disajikan dalam upacara adat Hui Mopotilanthahu. Namun di Desa Molombulahe Kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo Tidi Lo Polopalo disajikan dalam Resepsi Pernikahan. Rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana Bentuk Penyajian Tidi Lo Polopalo Dalam Resepsi Pernikahan Desa Molombulahe Kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo. Tujuan Penelitian ini adalah Untuk mendeksripsikan bentuk penyajian Tidi Lo Polopalo dalam Resepsi Pernikahan Di Desa Molombulahe Kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang teknik penyajiannya berbentuk pendekatan deskriptif analisis. Data yang diperoleh penulis dipaparkan atau disajikan secara deskriptif dan dihubungkan dengan fakta yang diselidiki. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan peninjauan lokasi penelitian beserta pendokumentasian berupa video. Teknik analis dilakukan peneliti secara terus-menerus sesuai dengan data yang diperoleh peneliti. Berdasarkan Hasil Penelitian, bentuk penyajian Tidi Lo Polopalo dalam resepsi pernikahan memiliki perbedaan dengan yang ada dalam hui mopotilanthahu dilihat dari segi bentuk penyajian, Fungsi, dan Kostum yang digunakan. Kata Kunci :Bentuk, Tari Tidi Lo Polopalo, Resepsi Pernikahan.
3
PENDAHULUAN Gorontalo memiliki berbagai ragam kesenian dalam kebudayaan masyarakat yang tentunya tidak terlepas dari pemaknaan secara filosofi oleh masyarakat pendukungnya. Keragaman kesenian ini sebagaimana kita ketahui bersama selalu memiliki bentuk, fungsi, dan makna yang melekat pada masyarakat, sehingga kedudukannya pun selalu memiliki posisi yang strategis guna menjaga kelestarian nilai-nilai kebudayaan dan telah dilaksanakan secara turun temurun. Keragaman kesenian tersebut, khususnya di Gorontalo terdapat beberapa kesenian yang selalu dihadirkan pada kegiatan masyarakat (musik dan tari) yang dihadirkan dalam kegiatan upacara adat, hiburan, maupun kegiatan keagamaan yang tentunya memiliki bentuk, fungsi, serta pemaknaan yang berbeda dalam masyarakat pendukungnya seperti. Kehadiran tuja’i pada upacara adat aqiqah, kehadiran tari langga dalam rangka penyambutan khotib pada pelaksanaan hari raya idul fitri, Khitanan yang menghadirkan tarian molapi saronde, dan lain sebagainya. Dari beberapa fenomena pertunjukan seni yang dihadirkan dalam kegiatan masyarakat Gorontalo, ada salah satu kesenian berupa tari yang fenomenanya ditemukan dalam kegiatan upacara pernikahan yaitu Tidi Lo Polopalo. Pelaksanaan Tidi Lo Polopalo dalam upacara adat pernikahan, umumnya dilakukan pada proses adat Hui Mopotilanthahu, namun pemahaman tentang tarian ini diberbagai wilayah yang ada di provinsi Gorontalo berbeda, maka pada masyarakat yang telah dijadikan penelitian juga berbeda yaitu pelaksanaannya di lakukan pada resepsi pernikahan. Tarian ini dilakukan oleh pengantin wanita dengan para pendampingnya yaitu seorang pagar ayu dan wanita pembawa baki. Upacara adat hui mopotilanthahu ini dapat diartikan sebagai malam pertunangan atau malam bakupas, dimana pelaksanaanya pada malam hari yang bertujuan Mohile Huwali dan Mopo Bilohu Ayuwa yang berarti menjenguk kamar pengantin
4
dan menampilkan kehalusan budi seorang calon pengantin laki-laki. Pelaksanaan Tidi Lo Polopalo ini hampir di seluruh wilayah Gorontalo masih selalu ditemukan keberadaannya dan proses pelaksanaannya pun dalam upacara pernikahan memiliki posisi yang sama. Tidi Lo Polopalo merupakan salah satu tari klasik daerah Provinsi Gorontalo yang dilaksanakan pada adat isiadat pernikahan. Tari ini dilakukan oleh pengantin perempuan yang disimbolkan sebagai seorang putri. Jenis tarian ini lahir sejak zaman pemerintahan Raja Eyato pada tahun 1672, ketika syiar Islam menguat di kerajaan Gorontalo. Sesuai dengan falsafah adat bersandi syara, syara bersandikan Kitabullah (Al-Qur’an), maka makna busana formasi, gerakan tari, tabuhan rebana, disesuaikan dengan nilai agama Islam (syare’at) dan nilai moral, serta nilai didik. Pelaksanaan tarian ini semata-mata untuk menghibur para masyarakat keturunan raja dan bangsawan, yang tidak lain untuk mensyiarkan agama Islam hingga pada zaman sekarang ini. Selain beberapa penyajian Tidi Lo Polopalo yang telah di deskripsikan diatas, khususnya di Desa Molombulahe Kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo terkait penyajian Tidi Lo Polopalo yang dihadirkan dalam upacara pernikahan, proses pelaksanaanya tidak lagi berada pada prosesi Hui mopotilanthahu, melainkan tarian ini telah dihadirkan pada malam resepsi pernikahan. Hal ini yang menjadi dasar pertanyaan yaitu Bagaimana Bentuk Penyajian Tidi Lo Polopalo Dalam Resepsi Pernikahan Di Desa Molombulahe Kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo ?
Bentuk Dan Penyajian Tari Bentuk dapat diartikan sebagai wujud dari sebuah karya yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Sebagai contoh yaitu dapat dilihat dari karya seni dalam bidang seni rupa, tari, musik maupun drama. Pada seni tari, bentuk
5
merupakan sebuah wujud dari ide ataupun gagasan yang diimplementasikan melalui gerakan-gerakan yang telah dikemas oleh penata tarinya sehingga menjadi bentuk sebuah karya tari. Sumandiyo Hadi (2007:24) mengemukakan bahwa ‘Bentuk merupakan wujud yang diartikan sebagai hasil dari berbagai elemen tari yaitu gerak, ruang, dan waktu dimana secara bersama-sama elemen itu mencapai vitalitas estetis’. Berdasarkan pendapat ini dapat dipahami bahwa bentuk penyajian tari dapat dianalisis melalui keseluruhan bagian dari elemen-elemen tari tersebut. Secara keseluruhan, kebentukan tarian ini dapat terlihat ketika tari tersebut dilaksanakan dalam upacara adat maupun dalam resepsi pernikahan. Pelaksanaan dari tahap awal hingga akhir dapat membuat penonton memahami isi tariannya. Bentuk adalah wujud yang diartikan sebagai hasil dari berbagai elemen tari yaitu gerak, ruang, dan waktu. Jika dikaitkan dengan jenis tarian Tidi Lo Polopalo, bentuk struktur proses terlaksananya tari yang secara keseluruhan adalah bagaimana proses dari keseluruhan kegiatan sebelum proses malam resepsi pernikahan hingga pada selesainya acara Tidi Lo Polopalo itu di laksanakan. Keseluruhan tahap proses pelaksanaan ini di sebut sebagai penyajian. Penyajian menurut Sudarsono (1986:149) ” penyajian pagelaran tari yang baik merupakan suatu kegiatan proses yang harus melalui tahap demi tahap untuk mencapai pada sasarannya yaitu pergelaran atau pementasan”. Pergelaran tari merupakan salah satu di antara sekian banyak kegiatan tari, yang apabila ditelaah, dan diamati demi lanjut dan memiliki fungsi.Dalam melaksanakan kegiatan itu perlu di tempuh secara tahap demi tahap seperti penciptaan, pengolahan, latihan, penyajian, atau pergelaran.
METODE PENULISAN
6
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, sedangkan bentuk penyajiannya dalam bentuk deksriptif. Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah desa Molombulahe kecamatan Paguyaman. Hal yang mendasar dalam pengambilan lokasi penelitian ini adalah pada umumnya Tidi Lo Polopalo ini dilaksanakan pada Prosesi Hui Mopotilanthahu sedangkan di Desa Molombulahe Kecamatan Paguyaman Tidi Lo Polopalo dilaksanakan dalam resepsi pernikahan. Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data-data sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik pengumpulan
data dilakukan lewat observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Teknik analisis data yang digunakan yaitu Peneliti mengamati dan menganalisis data yang sudah ada secara deskriptif, dari hasil data observasi, data wawancara dan dokumentasi yang disesuaikan dengan permasalahan peneliti yakni tentang bentuk penyajian Tidi Lo Polopalo dalam resepsi pernikahan.Menurut sugiyono (2012:320), teknik analisis data kualitatif adalah teknik analisis dengan cara mendeskripsikan apa yang terjadi selama proses penelitian berlangsung.
HASIL DAN PEMBAHASAN Asal Usul Tidi Lo Polopalo Tidi berarti, tari. Kata tidi hanya menguatkan klasik tariannya, dari busana, gerakan tari, formasi tari, alat tari, semua yang bernilai moral, sehingga tarian ini tidak di benarkan untuk direkayasa, mengubah salah satu unsur tari berarti maknanya juga berubah. Keberadaan tari ini lahir sejak zaman pemerintah Raja Eyato.Pada tahun 1672, pada saat syiar Islam menguat di kejaraan Gorontalo. Tidi Lo Polopalo dilaksanakan pada upacara adat pernikahan atas permintaan pengantin laki-laki, yang tersirat pada simbol adat pada acara tradisi
Modepita
Dilanggato atau hantaran benda-benda adat yang dilaksanakan sebelum hari pernikahan atau Ijab Qabul yaitu pada malam Hui Mopotilantahu. Tidi Lo Polopalo
7
di lakoni oleh seorang pengantin perempuan dan beberapa pendampingnya. Busana, asesoris, properti dan musik pengiring, semuanya memiliki makna masing-masing. Pada umumnya, busana yang digunakan oleh pengantin wanita menggunakan busana Hamseyi, berwarna kuning telur, (orens) bermakna busana ratu, dan memakai Sunthi lima tangkai pada konde, sedangkan para pendampingnya menggunakan busana dengan konde sunthi tiga tangkai, jika pendampingnya adalah kakak kandung, maka dia menggunakan konde 5 tangkai Sunthi juga. Sekarang ini ada juga pelaksanaan maupun kostum yang mereka gunakan berbeda dengan pelaksanaan penyajian Tidi Lo Polopalo diberbagai wilayah lainnya khususnya didesa molombulahe, yaitu mulanya tarian ini dilaksanakan pada tradisi Hui Mopotilanthahu (malam bertunangan) atau satu hari sebelum Ijab Qabul dilaksanakan, dan menggunakan busana Hamseyi, sekarang ini pelaksanaannya sudah berbeda yaitu diadakan di acara resepsi pernikahan dan menggunakan busana Bili’u baju kebesaran adat pernikahan untuk mempelai perempuan, kostum yang digunakan ini menandakan bahwa pengantin perempuan telah resmi menjadi seorang istri dan halal di peruntukan oleh suaminya, kostum Bili’u ini dipakaikan kepada pasangan pengantin, karena ini menandakan telah resmi menjadi suami istri yaitu digunakan setelah ijab Qabul. Kostum Bili’u yang digunakan oleh penari pengantin disajikan untuk para hadirin yang meyaksikan resepsi pernikahan dengan harapan memohon doa restu dari pada hadirin undangan yang hadir pada malam itu. Meskipun begitu, tetap tidak menghilangkan makna yang terkandung dalam prosesi adat dan kesenian itu sendiri, namun ada juga yang masih tetap melaksanakan tarian ini didalam tradisi Hui Mopotilanthahu, semua tergantung pada kemauan dari kedua belah pihak yang mengadakan hajatan. Untuk mengkaji lebih jauh bentuk penyajian Tidi Lo Polopalo dalam Resepsi Pernikahan, peneliti terlebih dahulu harus mengetahui prosesi pernikahan. Konsep pernikahan pada masyarakat molombulahe tetap mengacu pada tata upacara adat yang berlaku secara umum di Gorontalo, yakni selalu mempertimbangkan dari sudut
8
pandang keluarga kedua mempelai seperti: keturunan agama, dan lain sebagainya. Dilihat dari adat istiadat, maka pernikahan bermakna memuliakan, menghormati kedua mempelai dan kedua keluarga.Sehingga, dalam hal ini pernikahan dianggap suci, agung, sehingga harus dimuliakan dan dihormati. Untuk memuliakannya perlu dilaksanakan secara teratur menurut adat yang jelas berdasarkan syariat agama islam. Adapun tahap tahap proses pernikahan menurut adat Gorontalo yaitu : 1. Tahap Mongilalo(meninjau), tahap ini merupakan awal proses perkawinan. Penting untuk menentukan, apakah calon pengantin (kekasih sang pria) dapat dikawini atau tidak. Peninjauan yang di maksudkan disini adalah meninjau bagaiman sikap, cara dia berpakai, apa saja kegiatannya ketika diadakan peninjauan. Hasil peninjauan merupakan hasil bahan pertimbangan pihak keluarga, begitu juga sebaliknya keluarga yang ditinjau, memperhatikan pula tentang calon suami dari anak gadisnya. Peninjauan ini dilaksanakan oleh ututsan pihak laki-laki yaitu sepesang suami istri atau yang di sebut si Utolia Lonto dulango laiyo( utusan dari calon mempelai laki-laki. Kostum yang digunakan adalah pria menggunakan Bo’o Kini celana batik atau celana panjang dan tutup kepala Kopia , sedangankan perempuan memakai kebaya, Bide-bide Lo Palipa (pakai sarung sebagai rok) dan memakai jilbab atau rambut tertata rapi. 2. Tahap Mohabari(mengabarkan) tahap ini dilakukan oleh kedua orang tua laki-laki seara rahasia kepada kedua orang tua perempuan.Kedatangan mereka tidak diberitahukan kepada pihak kedua orang tua perempuan, karena kunjungan ini merupakan kunjungan tidak resmi, tetapi paling penting karena merupakan kunjungan awal untuk menentukan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan. 3. Tahap Momatata U Pilo’otawa(meminta ketegasan), pihak laki-laki mencari penghubung (Ti utolia) tiga hari kemudia si utolia kembali kerumah orang tua perempuan untuk membawa amanat dari kedua orang tua laki-laki, si utolia membawakan selembar kain yang indah yang diisi dalam Tapahuladan Tonggu.
9
4. Tahap
Motolobalango(peminangan) tahap
ini
disitilakan sebagai
tahap
menghubungkan keluarga pihal kali-laki dan perempuan.Tahap ini ini merupakan acara pengresmian hasil pembicaraan dari ketiga tahap terdahulu. 5. Tahap Monga’ata Dalalo yakni suatu rangkaian yang dilaksanakan sebelum hari perkawinan yang bermaksud untuk meratakan proses perkawinan. 6. Tahap Molenilo(penerangan) tahap ini bermakna untuk menghubungkan kedua belah pihak laki-laki dan perempuan. 7. Tahap Momu’o Ngango atau disebut Modutu, (penentuan tanggal pernikahan) pada tahap ini semua persoalan akan dibuka baik yang berhubungan dengan hari perkawinan maupun hal-hal yang berhubungan dengan teknis.tahap ini di hadiri oleh pemerintah ( kepala kampung atau camat) dan pegawai syarak. 8. Tahap Modepito Maharu merupakan perangkat u dutualo (hantaran adat),tahap ini merupakan tahap tersendiri dalam rangkaian proses perkawinan. 9. Tahap Modepita Dilanggato,dilanggato merupakan kewajiban laki -laki, sesuai dengan musyawarah kedua orang tua, baik orang tua laki-laki maupun orang tua perempuan ketiika pertamakali mereka bermusyawarah atau bertemu. Dilanggato merupakan seperangkan bahan makanan yang akan digunakan pada hari perkawinan, yang dimampui oleh keluarga pihak laki-laki. 10. Tahap Moponika. Tahap Moponika merupakan upacara peresmian, pengumuman dan pengukuhan sepasang muda mudi untuk mendirikan rumah tangga. Dalam tahap Moponika ada berbagai acara yang dilaksanakan yaitu: 1. Persiapan di rumah pengantin laki-laki a. pengantin laki-laki di pakaikan busana Akaji, Bo’o Takowa Kiki, dengan penutup kepala Payunga Tilabataiyila, memakai selendang berhias keris.
10
b. Urutan acaranya di laksanakan dengan urutan sebagai berikut: 1. Momudu’o yaitu mengundang untuk berangkat dengan Tuja’I oleh pemangku adat. 2. Mopodiyambango, yaitu mengundang untuk melangkah 3. Mopolaahu (mempersilahkan turun tangga), sebelum turun pengantin laki-laki, harus mendengarkan Tuja’i. 4. Mopoluwalo (mengundang keluar halam rumah) tiba di pintu halaman rumah laki-laki, meendengarkan Tuja’i Mopoluwalo. 5. Mopota’e To U ta’eya (mengundangan naik kenderaan). Di depan kenderaan pengantin laki-laki, berhenti dan mendengarkan dahulu Tuja’i 6. Kenderaan bergerak dan didahului oleh Kola-kola, Hantalo dibunyikan karena pengantin laki-laki yang disimbolkan sebagai raja pada saat itu akan melewati jalan. 7. Sepuluh meter sebelum pintu masuk rumah pengantin perempuan, pengantin laki-laki turun dari kenderaan. Utoliya luntu dulango layi’o memaklumkan kepada pihak perempuan, bahwa pengantin laki-laki siap memasuki halaman. 8. Pengantin laki-laki diundang turun dari kenderaan dengan Tuja’I, dengan Tuja’iMopolahe To Utaeya. c. Mopotupalo, Tuja’I sebelum masuk pintu gerbang arkus. Setelah Tuja’i Pengantin laki-laki berjalan menuju tangga, setelah tiba di tangga pengantin laki-laki berhenti, menunggu di persilahkan naik tangga dengan tuja’i.
11
d. Mopobutulo, (mempersilahkan masukl) sebelum naik tangga pengantin laki-laki berhenti dan di iringi Tuja’i e. Mopohulo’o (mempersilahkan duduk) f. Pengantin telah duduk dikursi yang suda tertata rapi dan dihias. Si Utolia Luntu Dulango Layi’o memaklumkan kepada Utoliya Dulango di Wolato bahwa pengantin laki-laki siap untuk diakad. 2. Persiapan di rumah pengantin perempuan. a. Sebelum kedatangan pengantin laki-laki,dirumah pengantin perempuan telah ada kegiatan menerima tamu undangan yang menghadiri acara akad nikah. Biasanya acara akad nikah dilaksanakan pada pagi hari yaitu pukul 09.30.pelaksanaan pada pagi hari, agar pada acara sore tidak terlalu sibuk untuk menyelenggarakan acara resepsi pernikahan. b. Luntu Dulango Layi’o, setelah mendapatkan izin dari Luntu Dulango Wolato, maka dia akan menghadap ke Buwatula Towulango (tiga jalur pelaksanaan adat), yakni Bate, Udula’a Lo syara’. Dengan mengucapkan kalimat mendapatkan izin dari bapak-bapak penghulu negeri. c. Utoliya Luntu Dulango Layi’o I kemudian mengucapkan permohonan maaf agar pengantin perempuan agar segera di be’at (di beri pengajaran). d. Utoliya Luntu Dulango Layi’o memberikan sedekah (Moposadaka) kepada orang yang melaksanakan be’at, dan dilanjutkan dengan akad. 3. Mongakaji (acara akad) a. Sebelum acara akad dilaksanakan maka diadakan terlebih dahulu penjemputan mempelai perempuan dari kamar hias ke kamar adat. b. Seorang bate segera menuju kamar pengantin perempuan, yang telah siap dengan busana akaji yaitu setelan walimomo. Pengantin perempuan di undang berdiri, untuk itu dituja’I dengan tuja’I mengundang berdiri.
12
c. Pengantin perempuan berdiri dan siap untuk melangkah keluar kamar. Namun sebelum melangkah keluar kamr dia akan dituja’I dengan tuja’I mengundang keluar kamar. d. Pengantin perempuan melangkah dan kini dia telah tiba didepan kamar Huwali Lo Humbiya. Sebelum ia masuk kamar, dia akan di Tuja’I dengan tuja’I mengundang masuk kamar. e. Pengantin perempuan masuk ke kamar lo humbiya, dia akan di undang duduk. Sebelum duduk pengantin laki-laki, akan di tuja’I . f. Pengantin perempuan akan di be’at dan yang melaksanakan atau pembayi’at adalah Kadhi atau imam (pegawai syara’) g. Mengenai tempat pelaksanaan akad nikah, haruslah dilaksanakan didalam rumah, tepatnya pada ruangan induk rumah. h. Penunjukan wali, yaitu berasal dari ayah perempuan, atau yang berhak menikahkan atau mengakad berdasarkan keiklasan. i. Setelah hadir pelaksna akad nikah, dua orang saksi dan administrasi yang berhubungan dengan akte nikah dari kedua mempelai, maka sebelum akad, pengantin laki-laki, mendegarkan fatwa nikah yang disampaikan oleh pegawai kantor agama. j. Kemudian akad akan dimulai, pada saat akan di akad, orang yang mengakad memegang tangan pengantin laki-laki, kemudian dilanjutkan dengan mengucapkan kalimat-kalimat akad, yang diucapakan oleh penghulu, pada akhir kalimat Maa Tolimoomu, maka pengantin laki-laki segera mengucapkan Maa Tolimou. Tidak ada tenggang waktu antara dari bunyi akhir seorang penghulu dengan bunyi awal dari pengantin laki-laki. k. Ketua penghulu melafalkan Ma Tolimomu, sekaligus menggoyangkan tangan pengantin laki-laki, apabila pengantin laki-laki terlambat untuk mengucapkan kalimat Matolimo’u makan, akad nikah harus di ulangi lagi.
13
l. Akad nikah merupakan awal alih tanggung jawab dari orang tua kepada pengantin, akad nikah merupakan awal perpisahan denngan orang tua untuk berani hidup, mengarungi lautan hidup dengan penuh cobaan, itu sebabnya ayah pengantin perempuan yang mengakad,agar pengantin laki-lakin, merasakan alih tanggung jawab ini dari orang tua kepadanya. m. Setelah akad nikah di laksanakan, maka acara dilanjutkan dengan do’a nikah, diikuti oleh para hadirin.
4. Molamela Taluhu Tabiya( membatalkan air wudhu) a. Acara ini merupakan acara membatalkan air wudhu. Baik pengantin perempuan maupun pengantin laki-lakio, sebelum di bai’at dan di akad, mereka harus berada dalam keadaan suci, yakni masing-masing dengan air wudhu. b. Setelah akad nikah, maka air wudhu itu akan di batalkan, sebab pengantin laki-laki akan segera menuju kamar adat (Huwali Lo Humbiya), tempat di mana perempuan di bai’at untuk di sentuh dahinya, sebagai tanda mulai saat itu halal perempuan tersebut menjadi miliknya pengantin laki-laki. c. Sebelum pengantin laki-laki berdiri, pengantin laki-laki akan di tuja’I . d. Kemudian kedua pasangan pengantin ini, di sandingkan di atas ranjang kamar adat tersebut. Setelah itu pengantin laki-laki kembali ke kamar rias, untuk mengganti pakaian.
5. Mopipidu (menyandingkan). a. Si Utoliya Londu Dulango layi’o memaklumkan kepada si Utoliya Luntu Dulango Wolato, bahwa pengantin laki-laki siap untuk bersanding. b. Pengantin laki-laki memakai mahkuta atau Puluwala, dan pengantin perempuan memakai Bili’u. kedua mempelai bersiap menuju ke pelaminan, meraka di iringi dengan tuja’I mengundang berdiri.
14
c. Kedua pasangan ini berdiri dan siap untuk keluar kamar, dan di tuja’I mengundang keluar kamar. d. Kedua pengantin perlahan-lahan keluar dari kamar rias stelah siap utntuk melangkah ke ke pelaminan, mereka di tujai dengan tuja’I Mopodiyambango. e. Mereka menuju ke pelaminan dan kini mereka telah berada di depan puade, sebelum meraka duduk, meraka di tuja’I mopohulo’o. f. Kedua pasangan pengantin baru ini, kini telah bersanding duduk di pelaminan, dan dilanjutkan dengan do’a yang di sebut du’a lo nika. Seluruh rangkaian acara moponika pada siang hari telah selesai di lanjutkan dengan acara resepsi pernikahan pada malam hari. Dimana seluru undangan dari kedua pengantin, baik itu teman, keluar akan menghadiri acara resepsi pernikahan untuk memberikan do’a restu kepada kedua pengantin baru.
6. Resepsi pernikahan. Setelah seluruh undangan keluarga,kerabat hadir pada resepsi pernikahan, maka di susunlah acara resepsi pernikahan, salah satunya adalah jenis tarian yang di persembahkan untuk para undangan yang hadir pada malam resepsi pernikhan. Berikut ini adalah susunan acara resepsi pernikahan 1. pembawa acara mengucapkan salam dan membuka acara. 2. memberi hormat kepada seluruh hadirin para undangan. 3. menyandingkan kedua pasangan pengantin baru, dengan cara di sambut, para hadirin undangan di mohonkan berdiri sejenak untuk menyambut pengantin untuk duduk di pelaminan. 4. kedua pasangan telah bersanding di pelaminan. 5. Lantunan ayat suci alqur’an. 6. persembahan Tidi Lo Polopalo. 7. sambutan keluarga sekaligus nasehat pernikahan. 8. foto bersama sesi pertama.
15
9. istirahat makan malam. 10. foto bersama sesi ke dua. 11. penutup sekaligus doa. 12. jabatan tangan sebagai pemberian restu, kemudia para undangan meninggalkan tempat acara resepsi pernikahan.
Bentuk Penyajian Tidi Lo Polopalo Dalam Resepsi Pernikahan Pelaksanaan Tidi Lo Polopalo dalam resepsi pernikahan, diadakan pada saat di mulainya acara resepsi pernikahan, lebih tepat setelah ba’da isya yatiu pukul 20.00 sampai dengan selesai. Yang melakoni tarian ini adalah pengantin perempuan yang disimbolkan sebagai putri dan para pendampingnya. Adapun properti yang digunakan dalam menari adalah, permadani, Polopalo dan cincin yang terbuat dari bunga. Properti yang akan digunakan oleh pengantin dan pendampingnya terletak pada sebuah baki, yang nantinya akan dibawakan oleh seorang penari perempuan untuk diserahkan kepada pengantin dan pendampinya. Sebelum mementaskan para pelaku sudah mempersiapkan keseluruhan bentuk penyajiannya, seperti kostum, properti, tempat maupun musik pengiringnya, semua kebutuhan yang digunakan terutama persiapan pribadi, mental daripada si calon pengantin perempuan, begitu juga para pendampingnya. Dalam penyajian Tidi Lo Polopalo, menggunakan alat musik tradisional, Handalo (genderang) atau rebana dari awal pelaksanaan tari hingga pada akhir tarian, dan dinyanyikan lagu Lo polopalo yang akan di nyanyikan oleh group vocal ibu-ibu. Judul lagu ini memiliki sair-sair islam yang tentunya menggunakan bahasa asli daerah Gorontalo. Sebelum tarian ini dimulai, pertama-tama di persiapkan terlebih dahulu properti yang akan mereka gunakan,yang nantinya akan diserahkan oleh si pembawa baki. Semua keperluan telah di persiapkan, maka tabuhan rebana akan di mulai, seorang pengantar permadani atau papan Ladenga dan seorang pendamping akan menuju ke pelaminan, seorang pendamping mempersiapkan pengantin perempuan,
16
sedangkan seorang pembawa permadani akan membuka dan mengalaskan permadani didepan pelaminan (Puade), pengantar permadani memberi hormat kepada pengantin dan melangkahkan kaki untuk segera kembali pada tempatnya, tugas dari seorang pengantar permadani hanya mengantarkan dan mengalaskan permadani di depan pelaminan, begitu juga seorang pengantar baki, setelah selesai tarian ini kedua pengantar permadani dan baki, mengambil property yang telah di gunakan. Pengantin perempuan dan pendampingnya berdiri di depan pelaminan, menunggu seorang pengantar baki yang terisikan Polopalo dan cincin bunga. Tabuhan rebana masih tetap dibunyikan, mengiringi langkah si pengantar baki dan diiringi lagu Polopalo. Setelah sampai didepan pengantin dan pendampingnya, pengantar baki mempersembahkan properti kepada kedua penari tersebut. Pendamping mengambil terlebih dulu cincin bunga yang disematkan dijari tengah pengantin, kemudian menyerahkan Polopalo, pendamping juga menggunakan Polopalo.penamping segera pergi meninggalkan kedua penari bersamaan dengan penari lainnya menuju depan pelaminan (Puade) . Setelah semua penari sudah berada pada posisinya, tabuhan rebana kembali di bunyikan.Para penari mulai mulai menggerakan salah satu organ tubuhnya yaitu menggerakan kepala menghadap kekanan, kekiri. Kebawah dan kembali pada posisinya dan tangan kanan memegang Polopalo. Gerakan 1 Kedua penari memalingkan muka ke samping kiri, kemudian ke samping kanan dan terakhir kembali menunduk dengan badan sedirkit dibongkokkan sebagai gerakan penghormatan kepada tamu dan undangan yang telah hadir. Gerakan 2 Mengayunkan kedua tangan secara bergatian sambil mernedahkan tubuh dengan cara menggerakan sebelah kaki dengan meletakan ujung kaki secara bergantian, sehingga dengan hitungan 2 x 8. Pada saat gerakan tersen tersebu polopalo dimainkan dengan cara digerakkan ke depan.
17
Gerakan 3 Gerakan ini masih seperti gerakan ke dua, yaitu mengayunkan kedua tangan secara bergatian sambil mernainkan polopalo tetapi gerakan kaki berputar dengan ujung kaki dijinjit dan berputar setengah secara berlawanan.Hitungan dalam gerakan ini adalah 2 x 8 gerakan. Gerakan 4 Dalam gerakan ini kaki masih tetap berputar seperti gerakan ke 3 tetapi kedua tangan baik tangan yang memegang polopalo dan tangan yang mengenakan cicncin secara beragntian di letakan di bahu, kemudian tangan kiri diletakan dibahu kanan. Hitungan dalam gerakan ini adalah 2x8 gerakan. Gerakan 5 Gerakan ke 5 sama dengan gerakan pertama yaitu kedua penari memalingkan muka ke samping kiri, kemudian ke samping kanan dan terakhir kembali menunduk dengan badan sedirkit dibongkokkan sebagai gerakan penghormatan kepada tamu dan undangan yang telah hadir. Setiap perubahan gerakan dalam Tidi lo Polopalo diselingi dengan gerakan dasar yaitu gerakan berjinjit mengayunkan tangan secara bergantian baik tangan yang memegang polopalo yaitu tangan kanan dan tangan yang mengenakan cincin bunga dan langsung dilanjutkan dengan gerakan demi gerakan mulai dari gerakan awal sampai gerakan penutup.
KESIMPULAN Pada umumnya Tidi lo polopalo ini dilaksanakan pada acara tradisi pernikahan yaitu pada tradisi Hui Mopotilantahu, pelaksanaan tarian ini ke dalam tradisi Hui Mopotilantahu sangatlah sakral karena fungsi dan maknanya lebih terarah pada agama sehingga tarian ini hanya diperlihatkan atau dipersembahkan oleh calon mempelai laki-laki dan para keluarganya. Namun pada masyarakat molombulahe,
18
tarian ini dilaksanakan dalam acara resepsi pernikahan tanpa mengurangi makna yang terkandung dalam tarian ini, fungsi tarian ini lebih terarah pada sebuah hiburan, dimana tarian ini di pertontonkan pada masyarakat luas, yang sempat menghadiri undangan resepsi pernikahan. Kostum yang digunakan dalam tidi lo polopalo dalam resepsi pernikahan yaitu busana Bili’u, baju kebesaran adat pernikahan untuk mempelai perempuan, kostum yang digunakan ini menandakan bahwa pengantin perempuan telah resmi menjadi seorang istri dan halal di peruntukan oleh suaminya, kostum Bili’u ini dipakaikan kepada pasangan pengantin, karena ini menandakan telah resmi menjadi suami istri yaitu digunakan setelah ijab Qabul. Kostum Bili’u yang digunakan oleh penari pengantin disajikan untuk
para hadirin yang
menyaksikan resepsi pernikahan dengan harapan memohon doa restu dari pada hadirin undangan yang hadir pada malam itu.
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi.1998. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :Rineka Cipta Daulima, Farha. 2006. Tata Cara Adat Perkawinan Pada Masyarakat Adat Suku Gorontalo. Gorontalo. Forum suara perempuan LSM Mbu’i Bungale. Hadi, Sumandiyo . 2007. Kajian Tari Teks dan Konteks. Yogyakarta: Pustaka -------------------- . 2005. Sosiologi Tari Sebuah Pengenalan Awal. Yogyakarta: Pustaka
Smith.Jacquelene.1985. Komposisi Tari Sebagai Sebuah Petunjuk Praktis Bagi Guru.(terjemahan Ben Suharto). Yogyakarta: Ikalasti
19
Soedarsono.2002.Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi:Yogyakarta:Gadjah Mada University Press Soedarsono. 1986. Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari.Jakarta: Direktorat Kesenian. Pemda Kabupaten Gorontalo, 1985. Empat Aspek Adat Daerah Gorontalo. Jakarta. Yayasan 23 Januari 1942. Sugiyono. 2011. Memahami Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
20