BENTUK KELEMBAGAAN PERBENIHAN JAGUNG YANG PROSPEKTIF DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Bahtiar1), S. Saenong1), dan Tony Basuki2) 1) Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros 2) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT ABSTRAK Penelitian untuk mencari bentuk kelembagaan produksi benih jagung yang prospektif dilaksanakan di desa Nunkurus, kecamatan Kupang Timur NTT pada tahun 2007. Menggunakan metode survei kepada semua instansi terkait dengan produksi benih jagung. Data dikumpulkan melalui studi literatur dan diskusi atau wawancara dengan responden kunci (key informan). Selain itu, dilakukan kunjungan lapangan untuk melihat potensi baik lahan, peralatan, maupun asset yang dimiliki oleh kelompok dan petani penangkar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penangkar binaan (kelompok tani Mardika di desa Nunkurus berprospek dibina untuk memproduksi benih jagung dengan bentuk kelembagaannya adalah Balitsereal secara priodik mengirimkan benih sumber yang asli, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura membantu dalam menyalurkan produksi benihnya, BPSB dengan bekerjasama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultur dan Balitsereal menjaga mutu dan kemurniannya. Kata kunci :Kelembagaan, jagung, benih dan Nusa Tenggara Timur PENDAHULUAN Benih adalah faktor utama dalam pencapaian hasil yang tinggi. Survei penggunaan benih jagung menunjukkan bahwa pangsa varietas unggul nasional yang ditanam petani di Indonesia telah mencapai 75% yaitu 48% bersari bebas dan 27% hibrida (Nugraha dan Subandi, 2002), tetapi sebagian besar petani meregenerasi benih sampai bertahun-tahun (poly regeneration flow) tanpa manajemen yang baik karena benih tidak tersedia pada saat tanam, sementara tidak semua petani mampu membeli jagung hibrida (Saenong et al., 2003). Dalam mendukung pencapaian swasembada jagung tahun 2007, Badan Litbang Pertanian telah memprioritaskan penanganan benih yang berkualitas agar supaya dapat diakses oleh petani (Badan Litbang Pertanian, 2005). Berbagai kebijakan yang mengikuti arahan tersebut antara lain dibentuknya Unit Produksi Benih Sumber (UPBS) pada masing-masing unit kerja lingkup Badan Litbang Pertanian untuk memproduksi BS dan FS, dibentuknya Unit Komersialisasi Teknologi (UKT) untuk mempercepat penyampaian benih sumber tersebut ke pengguna, dan berbagai pelatihan menyangkut penanganan benih yang berkualitas. Sebagai tindak lanjut dari kebijakan tersebut, Balitsereal memprogramkan penelitian penanganan benih berbasis komunal (Balitsereal, 2005). Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan keragaman keberhasilan. Sebagai contoh penelitian di desa Sambelia, kab. Lombok Timur provinsi NTB, pada tahun 2004 telah menghasilkan benih sebar sebanyak 8,837 ton dan seluruhnya telah terdistribusi ke pengguna (Saenong et al., 2004), pada tahun 2005 menghasilkan benih kelas BD sejumlah 3,7 ton dan telah habis terjual (Saenong et al., 2005). Di provinsi Nusa Tenggara Timur, introduksi varietas Lamuru dan Sriandi Putih-1 segera menyebar ke pedesaan, karena selain petani pemda NTT sangat respons terhadap introduksi jagung unggul komposit tersebut. Pada akhir tahun 2005 luas pertanaman jagung komposit Lamuru telah menyebar mencapai 8.719,19 hektar, sementara Srikandi Putih-1 sudah terdistribusi di pedesaan tetapi belum terinventarisir (Saenong et al., 2006). Hasil penelitian di provinsi Gorontalo menunjukkan bahwa perbenihan secara komunal harus memenuhi beberapa syarat antara lain : (1) petani yang dibina menjadi penangkar adalah petani yang mempunyai modal yang cukup dan wawasan/visi bisnis, (2) mempunyai lahan sendiri atau ada kelompok yang memiliki komitmen yang kuat untuk memproduksi benih sehingga perkawinan silang dengan varietas lain dapat dihindari, (3) mempunyai peralatan atau fasilitas penunjang yang memadai baik dalam proses produksi seperti traktor, sumber air pengairan; maupun fasilitas prosessing seperti lantai jemur,
alat penguji kadar air, mesin pemipil, timbangan, gudang dan lain-lain, (4) mempunyai kemampuan kordinasi dengan berbagai pihak terutama dalam hal meraih pangsa pasar (Bahtiar et al., 2005). Dua kasus tersebut menunjukkan bahwa salah satu faktor penentu dari keberhasilan perbenihan adalah peran kelembagaan yang mengatur mulai dari proses produksi sampai kepada pemasaran hasil. Kelembagaan adalah aturan tertulis ataupun tidak tertulis yang disepakati, ditaati, dijunjung tinggi oleh seluruh anggota suatu komunitas/organisasi dalam melakukan suatu aktivitas komunitas/organisasi untuk mencapai tujuan tertentu (Suradisastra, 2005). Berdasarkan pengertian tersebut, kelembagaan merupakan suatu keharusan dalam suatu komunitas/organisasi yang mempunyai visi dan misi bersama seperti halnya dengan usaha produksi benih jagung. Oleh karena itu perlu dipelajari unsur-unsur kelembagaan yang mendukung/ menghambat berfungsinya sistem produksi benih secara baik guna penyesuaian/ perbaikan sistem perbenihan dalam penyediaan benih yang berkualitas bagi pengguna. Makalah ini menyajikan hasil penelitian yang bertujuan untuk mempelajari kelembagaan perbenihan dan masalah-masalah yang mempengaruhi sistem perbenihan berbasis komunitas serta alternatif pemecahannya dalam menentukan bentuk kelembagaan perbenihan yang prospektif. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2007. Kegiatan ini merupakan kelanjutan penelitian sebelumnya yang telah mengidentifikasi peluang dan tantangan penangkaran perbenihan. Pada tahun kedua ini salah satu kegiatannya adalah melihat kelembagaannya. Bagaimana seharusnya semua yang terkait dalam produksi benih dapat bekerjasama. Teknik Pengumpulan Data Data sekunder dikumpulkan melalui kegiatan desk study; untuk melakukan review sistem perbenihan jagung, baik di tingkat provinsi ataupun kabupaten. Dalam review tersebut akan difokuskan pada data kuantitatif kinerja instansi pemerintah, dan masalah-masalah yang dihadapi dalam memproduksi benih jagung untuk memenuhi pertanaman jagung yang cukup luas. Data sekunder meliputi: luas tanam/panen, produksi/produktivitas, curah hujan, distribusi hujan, jenis varietas yang ditanam petani dengan pola tanam yang ada. Selain itu, juga diamati data primer berupa mekanisme produksi benih jagung antara instansi (Balitsereal, BPTP NTT, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, BPSB) dalam kaitannya pembinaan penangkaran. Data primer dikumpulkan melalui wawancara/diskusi dengan berbagai pihak yang terkait dengan produksi dan distribusi benih. Selain itu, dilakukan kunjungan lapangan untuk melihat kondisi aktual dari pasilitas lahan, peralatan, dan pertumbuhan benih jagung yang diusahakan penangkar, baik di BBI/BBU maupun di tingkat penangkar binaan. Teknik Analisis Data Data yang terkumpul disortir dan diinterpretasi berdasarkan kepentingan parameter dan tujuan yang akan dicapai yaitu pemantapan kelembagaan penangkaran benih jagung berbasis komunitas dengan menggunakan analisa situasi sosial (Social Situation Analysis) yang dikembangkan oleh Spradley (1980). Keberhasilan diukur dengan membandingkan antara parameter yang ditetapkan dalam paket anjuran dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Tingkat kesesuaian diskor 1 sampai 5. Skor 1 = tidak sesuai, tidak ada anjuran yang diikuti, 2 = Sebagian kecil saja anjuran diikuti, 3 = Separuh anjuran diikuti, 4 = Sebagian besar anjuran diikuti, 5 = Seluruh anjuran diikuti. Angka skoring tersebut ditabulasi dan diinterpretasi penyebabnya secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaku produksi benih jagung berbasis komunal adalah semua instansi yang terkait dalam produksi benih yaitu: Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) sebagai sumber benih beserta komponen teknologinya, BPTP NTT sebagai pembina dalam penerapan teknologinya, Dinas Pertanian Tanaman Pangan sebagai pengambil kebijakan pendistribusian dan pengembangannya, BPSB sebagai pengawas mutu dan kemurnian varietas, penangkaran benih binaan sebagai produsen benih yaitu Kelompok Tani Mardika di desa Nungkurus, kecamatan Kupang Timur.
Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa beberapa faktor yang telah dijalankan dengan baik oleh masing-masing instansi sesuai dengan tugas dan fungsinya, namun demikian masih ada sebagian kecil yang perlu diperbaiki lebih lanjut oleh masing-masing instansi terkait dalam membina kelompok penangkar Mardika yaitu: Peranan Balitsereal Balitsereal telah melakukan tugas kordinasi dan pembinaan langsung di lapangan sejak tahun 2006 dan telah berhasil mentransfer teknologi produksi benih kepada penangkar binaan. Hasil kordinasi kepada semua instansi pemerintah terkait telah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan antara lain menentukan kelompok penangkar binaan dan komitmen untuk mengembangkan lebih lanjut dengan saling memberi informasi tentang keberhasilan dan hambatan yang dihadapi. Selanjutnya kelompok binaan tersebut juga secara langsung diberikan bimbingan baik teori maupun praktek langsung di lapangan. Pembinaan tersebut telah mampu memotivasi kelompok tani menerapkan teknologi produksi secara baik. Hampir seluruh komponen produksi yang dianjurkan telah diterapkang secara baik dan mencapai skor yang cukup memadai, kecuali rouging dan seleksi tanaman yang menyimpang yang masih perlu diberikan penekanan lebih lanjut bahwa tanaman yang yang memperlihatkan pertumbuhan yang menyimpang harus dicabut supaya tidak mempengaruhi tanaman sekitarnya. (Tabel 1). Tabel 1. Peran Balitsereal dalam pembinaan kelompok penangkaran jagung komposit di desa Nunkurus, 2007 Uraian tugas Menyediakan benih sumber yang sesuai dengan preferensi petani penangkar secara tepat waktu untuk dikembangkan BBI/BBU yang selanjutnya diberikan kepada penangkar dalam lingkup pemda NTT Melakukan kordinasi dengan pemda (Dinas Pertanian, BPSB, BPTP) untuk mengembangkan benih jagung Bersama-sama dengan pemda menentukan penangkar binaan
Membina penerapan teknologi produksi di tingkat kelompok penangkar (Pemilihan lokasi, penanaman, isolasi, seleksi, dan pemeliharaan sampai panen) Membimbing penerapan teknologi pasca panen di tingkat kelompok penangkar (pengeringan, pemipilan dan pengemasan)
Realisasi aktual
Skor
Benih sumber yang dikembangkan adalah varietas Lamuru karena varietas tersebut telah meluas dan permintaannya lebih banyak. Selain itu, mulai diperkenalkan varietas Srikandi Kuning-1 dan Srikandi Putih-1, karena kedua varietas tersebut selain produksinya tinggi, juga mempunyai keunggulan dalam hal kandungan gizinya sehingga sangat baik dikembangkan di NTT (mengkonsumsi jagung). Komunikasi antara Balitsereal dengan pemda telah dibangun, walaupun belum semua kegiatan di lapangan dapat dipantau secara baik.
5
Penentuan kelompok penangkaran binaan dilakukan secara musyawarah dengan mempertimbangkan keberlanjutannya. Beberapa indikator yang mendasari pemilihan kelompok tersebut adalah kelompok tersebut proaktif, punya visi bisnis, dan mempunyai lahan yang cukup terisolir dan peralatan pra dan pasca panen yang memadai Aspek teknologi produksi yang baru diberikan hanya mengenai isolasi dan seleksi, sedang penyiapan lahan, penanaman, dan pemeliharaan hampir sudah sesuai dengan yang dianjurkan
5
Anjuran teknologi pasca panen yang belum dilakukan adalah pengemasan. Hal ini disebabkan petani penangkar masih memproses produksinya sendiri-sendiri dan juga permintaan pasar belum mengharuskan pengemasan plastik. Pemasarannya diambil alih oleh Dinas Pertanian, sehingga bagi penangkar tidak perlu pengemasan plastik, tetapi cukup dengan karung plastik yang memuat sekita 50-60 kg.
3
4
4
Gambar 1. Penampilan pertanaman jagung pada tingkat petani di Desa Nunkurus, pada tahun 2007. Penampilan pertanaman di lapangan yang sudah dikelolah sendiri oleh petani penangkar pada tahun berikutnya (2007) nampak kurang memperhatikan faktor seleksi sehingga pertumbuhan kurang merata (Gambar 1). Tetapi penampilan pertanaman benih di BBU varietas Lamuru untuk menghasilkan Benih sumber (BS) memperlihatkan pertum-buhan yang sangat baik. Pertanaman nampak seragam dan subur pada umur 5 minggu . Peranan Pemda Peranan yang diharapkan dari pemda dalam hal pembinaan penangkar berbasis komunal ini adalah membantu dalam menyalurkan produksi benih yang dihasilkan penangkar dan juga turut mensuplai benih sumber untuk produksi benih berikutnya. Tugas dan peran pendistribusian produksi benih tersebut telah dijalankan dengan sangat baik. Semua produksi benih yang dihasilkan kelompok penangkar Mardika tahun 2006 diambil alih oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan untuk dipasarkan ke berbagai kabupaten di NTT. Namun tugas pembinaan kearah kontinuitas usaha penangkaran, kurang diperhatikan. Hal ini terlihat pada persiapan tanam jagung musim penghujan 2007/2008, penangkar ini tidak mendapatkan benih sumber yang memadai kualitasnya, bahkan benih yang diberikan adalah benih sebar yang daya tumbuhnya sangat rendah. Oleh karena itu perlu dipikirkan agar penangkar binaan ini secara kontinu mendapatkan benih sumber yang baik dari BBU/BBI di NTT. Hal ini sangat memungkinkan karena produksi benih sumber pada tingkat BBI dari tahun 2002 hingga tahun 2005 cukup banyak. Pada tahun 2005 telah disebarluaskan sejumlah 2.150 kg kelas BD yang terdiri 750 kg varietas Lamuru, 800 kg varietas Sukmaraga, dan masing-masing 300 kg varietas Srikandi Kuning-1 dan Srikandi putih-1. Selain kelas BD, juga kelas BP dan BR untuk varietas Lamuru telah disebarluaskan masing-masing sejumlah 14.800 dan 2.600 kg (Tabel 2).
Tabel 2. Penyebaran benih sumber dari BBI selama 5 tahun terakhir (2002-2006). Penyebaran Kelas * Tahun varietas benih 2002 2003 2004 2005 jagung komposit Kalingga BD 850 BP 3.595 Lamuru BD 750 BP 5.747 5.000 8.000 14.800 BR 4.000 2.600 Kresna BP 1.500 Sukmaraga BD 800 Srikandi Kuning-1 BD 300 Srikandi putih-1 BD 300 Sumber: Anonim, 2007b. * Keterangan: BD = Benih Dasar; BP = Benih Pokok; BR = Benih Sebar
Dari penyebarluasan benih sumber tersebut menyebabkan terjadi peningkatan luas pertanaman jagung dari 38.733,94 ha tahun 2005 menjadi 120.731,75 ha pada tahun 2006, dimana varietas unggul baru seperti Lamuru, Bisma dan Sukmaraga nampak menjolok peningkatannya (BPSP NTT, 2006). Jumlah luas tanam tersebut terus meningkat yang pada tahun 2007 telah mencapai 251.063 ha (Tabel 3). Tabel 3. Penyebaran penggunaan varietas di provinsi NTT, 2007. Kabupaten MT.2006/2007 MT.2007 Jumlah (Okt-Mar) (Ap-Sep) (ha) Kota Kupang 658 18 676 Rote Ndao 19.128 0 19.128 Kupang 13.397 203 13.600 TTS 58.771 571 59.342 TTU 12.435 13 12.448 Belu 9.648 3.196 12.844 Alor 5.782 15 5.797 Flores Timur 10.506 356 10.862 Lembata 13.715 0 13.715 Sikka 15.247 5 15.252 Ende 16.941 508 17.449 Ngada 20.570 2.546 23.116 Manggarai 3.794 456 4.250 Manggarai Barat 4.333 761 5.094 Sumba Timur 8.143 1.075 9.218 Sumba Barat 25.755 2.515 28.270 Jumlah 238.823 12.240 251.063 Sumber: Anonim, 2007 b
Rangking 16 4 8 1 10 9 13 11 7 6 5 3 15 14 12 2
Jika luas tanam tersebut dikaitkan dengan musim tanam dan pola distribusi curah hujan yang terjadi di NTT maka nampak bahwa dimusim tanam Oktober-Maret yang lebih dominan karena didukung oleh curah hujan yang memadai (Gambar 2).
Gambar 2.
Luas tanam Luas tanam jagungjagung pada musim pada gadumusim (MK.2007) rendengan 12.240(MH. ha 2006/2007) 238.823 ha Distribusi curah hujan dan luas tanam jagung di Provinsi Nusa Tenggara Timur Penangkar Binaan Kelompok penangkar binaan ini adalah kelompok tani Mardika berlokasi di Desa Nunkurus, kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berjarak sekitar 30 km dari ibukota Provinsi NTT ke arah Timur jurusan kabupaten Timur Tengah Selatan. Beranggotakan sekitar 120 KK dengan propesi sebagai petani. Terdiri dari berbagai suku yang ada di NTT antara lain suku Rote, suku Timor, dan suku Sabu. Wilayahnya dahulu dikenal dengan wilayah yang rawan pangan, tetapi dengan berpungsinya kelompok tersebut maka desa tersebut telah terbebas dari rawan pangan. Pembangunan inprastruktur terus dilengkapi. Fasilitas-fasilitas umum terus diperjuangkan melalui lembaga penyandang dana, baik dalam negeri maupun luar negeri. Pembangunan saluran irigasi telah dimanfaatkan menanam padi sawah dimusim penghujan yang waktunya sangat pendek dan sifatnya eratik. Pembuatan sumur Bor di beberapa titik telah dimanfaatkan untuk menanam palawija. Perbaikan sarana transportasi jalanan terus diperjuangkan untuk peningkatan kualitasnya. Hasil pemantauan dan diskusi kelompok penangkar menunjukkan bahwa penangkar tersebut mempunyai prospek yang sangat baik untuk dibina terus dalam memproduksi benih jagung karena beberapa indikator keberhasilan yang dimiliki antara lain: visi bisnis jelas, komitmen diantara anggota terjaga baik, lokasi terisolasi, dan kesuburan tanah memadai serta adanya sumber air tanah yang dapat digunakan untuk mengairi pertanaman jika terjadi pergeseran curah hujan dari keadaan normal. Penerapan Teknologi Produksi Benih Jagung Sebelum melakukan kegiatan seluruh komponen teknologi mulai dari persiapan lahan sampai panen disosialisasikan berulangkali baik secara formil maupun non formil kepada petani yang terpilih menjadi penangkar binaan. Ditetapkan waktu pelaksanaan setiap kegiatan dan caranya dijelaskan secara detail. Ternyata anggota dapat menepatinya dan mampu melaksanakan dengan baik, kecuali menyeleksi/membuang tanaman yang kurang baik, masih perlu terus diberi pemahaman bahwa untuk produksi benih tidak ada istilah sayang tanaman, harus tegas bahwa tanaman yang tidak baik pertumbuhannya harus dibuang karena selain tidak memberikan hasil yang baik juga akan memungkinkan bunga jantannya menyerbuki tanaman sehat disekitarnya. Perencanaan produksi benih kedepan sudah mulai disebar ketiga kelompok binaan untuk menghasilkan benih sebar dengan total luas 5 ha. Kedepan kelompok ini sesungguhnya dapat mandiri menghasilkan benih sendiri untuk keperluang kelompoknya dalam menghasilkan benih sebar dalam
jumlah yang banyak dengan strategi memanfaatkan lahan kering pada musim hujan untuk memproduksi benih kelas benih pokok. Selanjutnya benih pokok tersebut diperbanyak lagi di lahan sawah pada musim kemarau untuk menghasilkan benih sebar. Srtategi produksi benih seperti itu sangat prospektif karena pemerintah menyediakan dana bantuan yang trilyunan rupiah untuk subsidi benih sebar (Pidato Presiden RI di Penas Ke XII di Palembang, 2007), sehingga pasarnya dimasa datang tidak diragukan lagi, tetapi tentu saja diperlukan kerjasama dengan pihak yang menangani pendistribusian benih berbantuan tersebut. Produksi benih tersebut secara teknis dapat dilakukan karena terbukti pada lokasi yang berbeda dan musim yang sama ternyata jagung dapat tumbuh dengan baik. Penerapan Teknologi Pasca Panen Teknologi pasca panen yang diajarkan diterapkan secara baik. melibatkan seluruh anggota keluarga dalam prosessing tersebut. Pertama tongkol diseleksi, tongkol yang cacat (ukuran kecil atau tongkol yang tidak penuh pengisian bijinya) dipisahkan untuk peruntukan konsumsi. Kegiatan pemisahan ini menurut petani tidak merupakan beban atau tambahan pekerjaan tetapi dengan senang mengejakannya karena tidak memerlukan waktu lama. Tongkol yang terpilih untuk benih dikeringkan dipekarangan sampai kadar air sekitar 17 %. Waktu yang diperlukan hanya 1-2 hari karena panas matahari di desa Nungkurus sangat baik. Pemipilan dilakukan dengan memotong kedua ujungnya kemudian dipipil dengan tangan oleh seluruh anggota rumah tangga. Pekerjaan inipun tidak dianggap suatu tambahan pekerjaan karena sebelumnya sudah terbiasa memipil jagung. Pekerjaan ini dianggap pekerjaan santai, dikerjakan pada saat senggang, sedang duduk bercanda sambil memipil jagung baik oleh anggota keluarga maupun kerabat yang kebetulan datang bertamu minum kopi. Pemipilan hanya berlangsung sekitar 1 minggu tergantung dari banyaknya produksi. Sebagai illustrasi salah seorang anggota (Pa Toto) yang menghasilkan benih 1200 kg hanya memerlukan waktu selama 1 minggu oleh 4 orang keluarganya. Berdasarkan kenyataan tersebut, pemipilan dengan cara kompensional sangat baik diterapkan karena selain tidak menambah biaya, juga produksinya dijamin kualitasnya, dan yang tidak kalah pentingnya adalah kegiatan pemipilan jangung merupakan wadah untuk memperkuat modal sosial. Melalui kegiatan pemipilan jagung terjadi interaksi sosial diantara mereka, terjadi penguatan hubungan kekeluargaan dan juga tanpa disadari terjadi pertukaran inpormasi, baik inpormasi pertanian maupun inpormasi lainnya yang semuanya merupakan bahan pembicaraan dalam menjalin interaksi diantara mereka. Dari ajang pemipilan jagung dapat muncul persamaan pendapat, karakter, keyakinan, kerjasama, bahkan sampai kepada menyatukan keluarga melalui perkawinan. Pemasaran dan distribusi Produk benih yang dihasilkan pada saat dilakukan pembinaan kualitasnya sangat tinggi, jelas asalnya dan semua persyaratan untuk mendapatkan label dilalui sehingga benihnya dapat dilabel dan terjual dengan lancar. Pendistribusiannya melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura dan atau petani yang langsung datang ke lokasi. Sebagai gambaran produk benih tahun 2004 sudah terdistribusi ke berbagai kabupaten dalam provinsi Nusa Tenggara Timur sperti ke TTS, TTU, Belu, Alor dan beberapa kecamatan dalam kabupaten Kupang sendiri. Berdasarkan preferensi pengguna diketahui bahwa responnya sangat baik dan hal itu menggambarkan peluang pasar yang sangat besar karena semua kabupaten tersebut merupakan sentra produksi jagung di NTT yang membutuhkan benih jagung yang tidak sedikit. Berdasarkan rencana alokasi dana untuk bantuan benih jagung di NTT pada tahun 2007 adalah untuk jagung komposit sebesar 2,2 milyar rupiah dan hibrida sebesar 15,67 milyar rupiah (Ditjen Perbenihan, 2007). Mempertahankan respon pasar adalah suatu hal yang tidak mudah tetapi tetap ada celah untuk dapat dilakukan dengan beberapa kiat-kiat bisnis sebagai berikut: 1. Mempertahankan kualitas dengan menerapkan paket teknologi produksi secara sempurna. Menanam benih sumber yang jelas kualitas dan asalnya sehingga kemurnian potensi genetiknya dapat dipertahankan. Demikian pula penerapan teknologinya harus memenuhi paling tidak 5 tepat yaitu: (a) tepat waktu karena berkaitan dengan musim hujan, (b) tepat cara karena berkaitan dengan kualitas, (c) tepat jenis karena berkaitan dengan preferensi pasar, (d) tepat jumlah karena berkaitan dengan kebutuhan pasar, (e) dan tepat harga karena berkaitan dengan daya beli pasar. 2. Menjaga hubungan kerja kepada semua yang terkait dalam produksi benih. Seperti Balitsereal dan BBI atau BBU sebagai sumber benih yang berkualitas, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura sebagai partner dalam pemasaran, BPSB sebagai pemberi label sebagai syarat mutlak memasuki pasar. Kiat-kiat itu dapat terwujud apabila dalam organisasi internal penangkaran itu sendiri terjadi sinergis, kekompakan, memegang komitmen dan taat pada satu aturan yang disepakati. Hal ini sangat mendasar karena produk yang berkualitas merupakan bahan negosiasi mencari, mempertahankan, dan memperluas pasar. Dampak luas jika kualitas dapat dipertahankan adalah pasar semakin berkembang sejalan dengan perjalan waktu, karena secara sosial petani yang terkesan baik akan menjadi promotor yang unggul dan gratis serta sangat tepat. Sebab inpormasi yang datang dari orang yang sukses dalam usahatani akan sangat diyakini oleh petani sekitarnya yang belum sukses.
Tabel 4. Kondisi aktual potensi kelompok penangkar binaan di desa Nunkurus, 2007. Uraian Keadaan aktual Score Lahan produksi: a. Kesuburan Tanah kering dan sawah tadah hujan yang 3 kesuburannya cukup baik. Terbukti petani hanya menggunakan pupuk 200 kg urea dan 40 kg Ponska dengan waktu pemberian sesuai dengan anjuran b. Isolasi Petani penangkar sudah memahami pentingnya 3 isolasi. Jarak antara satu lokasi dengan lokasi lainnya berjauhan dan diantarai oleh perkampungan, sehingga perkawinan silang dapat dihindarkan Peralatan a. pra produksi Peralatan atas nama kelompok adalah hand tractor, 2 pompa air. Sedang peralatan perorangan adalah cangkul, topa dan lain-lain b. Pasca panen Perontok padi (power tresher) dan penggilingan jagung (Hummer mill). Peralatan khusus untuk benih hanya berupa tikar dan karung yang dimiliki oleh setiap petani. Ketersediaan Tenaga untuk produksi benih cukup tersedia. 4 tenaga Seluruh keluarga dilibatkan secara aktif mulai dari penanaman sampai prosessing. Apalagi luasan per KK hanya kurang dari 1 ha sehingga petani tidak merasa kekurangan tenaga. apalagi kegiatan gotong royong masih sangat kuat diantara mereka Teknologi produksi Tanah dibajak dengan traktor lalu dibuat bedengan. a. Persiapan lahan b. Tanam Benih ditanam pada bagian larikan sehingga 4 pemberian air saat awal sangat efisien. Kemudian pada saat pemupukan dan penyiangan, larikan tersebut ditutup sehingga akar tanaman agak dalam dan menjadi kokoh. 1-2 biji perlubang pada jarak tanam 70 cm x 25 cm c. Penyiangan Penyiangan menggunakan herbisida dan cangkul d. Pengairan Air dialirkan pada alur pada umur 15-25 hari. 4 Menggunakan air tanah dangkal (sumur bor) dengan kedalaman 6-9 meter. Mengguanakan pipa 2 inch dengan frekuensi pemberian 8 kali. Kebutuhan bahan bakar adalah 18 liter untuk mengairi 1 ha per satu kali pemberian air e. Seleksi Kegiatan seleksi belum sepenuhnya petani lakukan. 2 Mencabut atau mematikan tanaman yang kerdil belum terbiasa, sehingga masih didapati tanaman yang seharusnya dibuang tetapi tetap dipertahankan f. Panen Kegiatan panen sudah dilakukan tepat waktu. 5 KESIMPULAN Bentuk kelembagaan yang prospektif untuk penangkaran benih jagung komposit di desa Nunkurus, kecamatan Kupang Timur, NTT adalah Balitsereal secara periodik mengirimkan benih sumber yang asli, Dinas Pertanian Tanaman Pangan membantu memasarkan hasilnya dengan tetap memperhatikan keberlanjutannya, BPSB bekerjasama BPTP, Balitsereal, dan Dinas Pertanian
mengawasi kualitas dan kemurniannya. Dengan demikian penangkaran ini akan berkembang karena mempunyai potensi lahan, sarana dan prasarana serta komitmen anggota yang sangat baik. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2007 a. Pedoman Pelaksanaan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman pangan (Proksimantap). Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi NTT. Anonim, 2007 b. Laporan penyaluran benih palawija. Seksi Produksi Benih Palawija. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Nusa Tenggara Timur. Anonim, 2005. Nusa Tenggara Timur Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. Anonim, 2006. Laporan Tahunan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur. Badan Litbang Pertanian. 1995. Rencana Strategis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 1995-2005. Bahtiar, Sujak Saenong, Rahmawati, S. Saenong, 2005. Kelembagaan distribusi dan pemasaran benih jagung dalam mendukung penyebarluasan varietas unggul nasional di provinsi Gorontalo. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2005. Balitsereal. 2005. Rencana Strategis dipublikasikan
Balai Penelitian
Tanaman Serealia 2005-2009 (Belum
BPSB NTT, 2006. Inventarisasi penyebaran varietas jagung di provinsi NTT. Laporan Tahunan 2005 dan 2006. Ditjen Perbenihan, 2007. Program pembangunan tanaman pangan tahun 2008. Makalah disampaikan pada Workshop Sinkronisasi Perbenihan Tanaman Pangan. Hotel Syahid Raya, Bali, 24 – 26 Mei 2007. Nugraha, U.S., dan Subandi. 2002. Perkembangan Teknologi Budidaya dan Industri Benih. Diskusi Nasional Agribisnis Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan. Bogor, 24 Juni 2002. Suradisastra, K. 2005. Dinamika kelembagaan masyarakat pedesaan di lahan marginal. Makalah Utama disampaikan pada ”Seminar Nasional; Pemasyarakatan Inovasi Teknologi dalam Upaya Mempercepat Revitalisasi Pertanian dan Pedesaan di Lahan Marginal”. Mataram, 30-31 Agustus, 2005. Saenong, S., Margaretha, J. Tandiabang, Syafruddin, R. Arief, Y. Sinuseng dan Rahmawati. 2003. Sistem Perbenihan Untuk Mendukung Penyebarluasan Varietas Jagung Unggul Nasional. Laporan Tengah Tahun, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Saenong, S., Margaretha S.L., dan Rahmawati. 2004. Sistem Perbenihan Untuk Mendukung Penyebarluasan Varietas Jagung Unggul Nasional. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Saenong et al. 2005. Pembentukan dan Pemantapan Produksi Benih Berkualitas Mendukung Industri Benih Berbasis Komunal. Laporan Akhir Tahun. Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Saenong et al., 2006. Laporan Tahunan Pemantapan Produksi Benih Berbasis Komunal. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Spradley J. P. 1980. Participant Observation. Holt Rinehart and Wiston. Inc.