BENTUK DAN STRATEGI PENOLAKAN DI KALANGAN MASYARAKAT BERBUDAYA JAWA DI SOLO DALAM KONTEKS NONRESMI NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Drajat S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah
Disusun Oleh: ELEN INGKAN SILVIYANTO A 310 080 303
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012
1
2
ii
BENTUK DAN STRATEGI PENOLAKAN DI KALANGAN MASYARAKAT BERBUDAYA JAWA DI SOLO DALAM KONTEKS NONRESMI Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta ELEN INGKAN SILVIYANTO
[email protected] ABSTRAKSI Elen Ingkan Silviyanto. A310080303. 2012. Bentuk dan Strategi Penolakan di Kalangan Masyarakat Berbudaya Jawa di Solo dalam Konteks Nonresmi. Skripsi Program Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, ada dua 1) Bagaimanakah bentuk penolakan di kalangan masyarakat berbudaya Jawa di Solo dalam konteks nonresmi di pasar tradisional Kleco dan pasar modern PGS?. 2) Bagaimanakah strategi penolakan di kalangan masyarakat berbudaya Jawa di Solo dalam konteks nonresmi di pasar tradisional Kleco dan pasar modern PGS?. Penelitian bertujuan, 1) Mengkaji bentuk penolakan di kalangan masyarakat berbudaya Jawa di Solo dalam konteks nonresmi di pasar tradisional Kleco dan pasar modern PGS, 2) Mendeskripsikan strategi penolakan di kalangan masyarakat berbudaya Jawa di Solo dalam konteks nonresmi di pasar tradisional Kleco dan pasar modern PGS. Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode simak, sedangkan data dalam penelitian ini berupa tuturan bentuk dan strategi penolakan yang ditemukan di pasar Klceo dan PGS. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan beberapa hal (1) Ditemukan enam bentuk penolakan meliputi, penggunaan komentar sebagai bentuk penolakan, penggunaan isyarat atau penolakan nonverbal dengan menggelengkan kepala, diam, dan melambaikan tangan, penggunaan ucapan terima kasih sebagai bentuk penolakan, penggunaan usul atau pilihan lain untuk menolak, menggunakan alasan sebagai bentuk penolakan, menggunakan kata tidak atau padanannya sebagai bentuk penolakan. (2) Ditemukan strategi penolakan meliputi, tindak tutur langsung dan tindak tutur tindak langsung dalam bentuk kalimat berita, perintah, dan tanya. Kata Kunci : bentuk penolakan, strategi penolakan, tindak tutur.
iii
I.
PENDAHULUAN Manusia dalam berkomunikasi membutuhkan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan, isi pikiran, maksud, realitas, dan untuk menyampaikan sesuatu seperti ketika meminta tolong, menyuruh, mengajak, meminta maaf, memberi, bahkan menolak sesuatu. Manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa berkomunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah bahasa. Jadi, bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari dan paling utama (Sumarlam, 2008:1). Salah satu bentuk dari bahasa adalah bentuk bahasa penolakan. Bahasa penolakan itu sendiri merupakan suatu ujaran yang diucapkan tidak hanya dengan apa yang kita tolak saja. Bentuk penolakan itu sendiri dapat diungkapkan melalui berbagai macam cara. Bahasa penolakan sebenarnya bukan termasuk sesuatu yang dianggap kasar atau tidak sopan, tergantung dari cara dan sikap yang kita gunakan dalam menolak sesuatu, ada yang menolak secara halus tetapi ada juga yang menolak dengan kasar dan ucapan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam melakukan penolakan kita harus menggunakan strategi yang benar. Strategi tersebut bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung dihadapan orang yang kita tolak. Semua orang pasti pernah mengalami penolakan. Banyak yang dapat menerimanya dengan senang hati, tetapi ada juga yang menerima dengan perasaan kesal. Tentunya kita sebagai orang yang telah dewasa akan menerima penolakan tersebut dengan pikiran yang positif karena hal itu menjadi pembelajaran bagi diri sendiri untuk menjadi lebih baik. Banyak faktor penyebab kita mengalami suatu penolakan. Bisa dari dalam ataupun dari luar, karena penolakan adalah sebuah koreksi pada jalan menuju kesuksesan. Bahasa Indonesia seperti dalam bahasa-bahasa lain memiliki bentuk ungkapan yang digunakan untuk memberikan penolakan terhadap ajakan atau permintaan lawan bicara. Untuk memahami keseluruhan makna yang terkandung dalam ungkapan tersebut harus dihubungkan dengan konteks sosial budaya masyarakat Indonesia, khususnya dalam penelitian ini berkaitan dengan bentuk dan strategi penolakan masyarakat berbudaya Jawa di Solo dalam konteks nonresmi. Penelitian ini merupakan salah satu penelitian dengan dasar tinjauan pragmatik, karena hal ini ada kaitannya dengan tindak tutur. Salah satu bentuk tindak tutur yang akan dibahas dalam penelitian ini hanya berfokus pada bentuk penolakan yang digunakan masyarakat Jawa Solo dalam konteks nonresmi di pasar tradisional Kleco dan pasar modern PGS (pusat grosir Solo). Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi (Putu Wijana, 2009: 3). Pragmatik juga diungkapkan menurut 1
2
leech (dalam wijana, 2009:5) sebagai cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggunaan bahasa berintegrasi dengan tatabahasa fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Jadi, pragmatik adalah suatu cabang ilmu kebahasaan yang mempelajari tentang maksud penutur terhadap lawan tutur yang dijauhkan dari makna kalimat atau kata. Bentuk dan strategi penolakan di kalangan masyarakat berbudaya, khususnya di kota Solo sangat beranekaragam. Sebagai contohnya, penolakan dengan menggunakan kata “tidak, ndak, gak, dan mboten”. Kata itu digunakan sebagai bentuk penolakan seseorang bisa terhadap ajakan, perintah, tawaran bahkan permintaan maaf orang lain. Tetapi ada juga yang menolak dengan isyarat nonverbal dengan diam, menggelengkan kepala, atau melambaikan tangan. Contoh percakapan bentuk penolakan dengan menggunakan alasan di pasar tradisional Kleco. (1) Deni : “Bu, bayeme pintenan?” (“Bu, bayamnya berapa?”) Pedagang : “Sewu jupuko 2 Mbak” (“Seribu, ambil 2 Mbak”) Deni : “Halah Bu setunggal ewu tigo nggih?” (“Halah Bu seribu tiga ya?”) Pedagang : “Mboten Mbak, kuwi wis kulakane Mbak, miliho nek gelem isih seger” (“Tidak Mbak, itu sudah harga jualnya Mbak, pilih saja kalau mau masih segar)”. Konteks : Tuturan terjadi antara Deni dan pedagang, dalam tuturan tersebut Deni hendak membeli bayem dan menawarnya kepada pedagang. Tetapi ditolak oleh pedagang karena harganya belum sesuai. Tuturan (1) percakapan di atas dilakukan oleh seorang mahasiswa yang bernama Deni dengan salah satu pedagang di pasar tradisional Kleco. Deni hendak membeli sayur bayam, kemudian dia menawar sayur bayam tersebut. Pedagang menjual bayamnya dengan harga seribu mendapat dua ikat, tetapi Deni menawar sayur bayam tersebut dengan harga seribu mendapat tiga ikat. Tetapi, pedagang menolak tawaran harga yang diberikan oleh Deni. Masyarakat berbudaya Jawa menggunakan berbagai bentuk penolakan dengan menggunakan bahasa Indonesia, tetapi ada juga yang menggunakan bahasa Jawa yang dianggap lebih sopan. Masyarakat modern menggunakan bentuk penolakan dengan bahasa Indonesia, tetapi tidak sedikit pula masyarakat asli Solo menggunakan bahasa Jawa dalam menolak sesuatu, yang mungkin dianggap lebih halus dan sopan supaya tidak menyinggung perasaan orang lain. Serta dianggap mampu untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar. Hal ini yang membuat saya tertarik untuk meneliti bentuk dan strategi penolakan di
3
kalangan masyarakat berbudaya Jawa di Solo dalam konteks nonresmi di pasar tradisional Kleco dan pasar modern PGS. Penelitian ini difokuskan pada bentuk dan strategi penolakan di kalangan masyarakat berbudaya Jawa di Solo dalam konteks nonresmi khususnya di Kota Solo. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengambil judul “Bentuk dan Strategi Penolakan di Kalangan Masyarakat Berbudaya Jawa di Solo dalam Konteks Nonresmi” Terkait dengan pernyataan di atas, maka ada dua rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu (1) bagaimanakah bentuk penolakan di kalangan masyarakat berbudaya Jawa di Solo dalam konteks nonresmi di pasar tradisional Kleco dan pasar modern PGS?, (2) bagaimanakah strategi penolakan di kalangan masyarakat berbudaya Jawa di Solo dalam konteks nonresmi di pasar tradisional Kleco dan pasar modern PGS?. Tujuan dari peneitian ini, yaitu (1) mengkaji bentuk penolakan di kalangan masyarakat berbudaya Jawa di Solo dalam konteks nonresmi di pasar tradisional Kleco dan pasar modern PGS, (2) mendiskripsikan strategi penolakan di kalangan masyarakat berbudaya Jawa di Solo dalam konteks nonresmi di pasar tradisional Kleco dan pasar modern PGS. Penelitian mengenai bentuk bahasa penolakan telah banyak dilakukan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Widada (1999) meneliti “Latar Belakang Penutur Sebagai Faktor Penentu Bentuk Wacana Direktif Dalam Bahasa Jawa”. Hasil penelitian ini lebih menekankan pada latar belakang peserta tutur yang meliputi (1) watak, (2) warna emosi, (3) aspirasi, (4) kemampuan berbahasa, dan (5) usia peserta tutur yang konteksnya adalah di dalam masyarakat Jawa. Sedangkan penelitian yang diteliti sekarang adalah bentuk dan strategi penolakan yang ada di dalam lingkungan budaya Jawa di Solo. Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah samasama menggunakan kajian pragmatik, disamping itu kedua penelitian ini memanfaatkan adanya hubungan dengan tindak tutur dan kaitannya dengan masyarakat Jawa. Sedangkan perbedaan dari kedua penelitian ini adalah konteks yang akan diteliti, karena penelitian terdahulu meneliti latar belakang penutur sebagai bentuk wacana direktif dalam bahasa Jawa yang berupa wacana perintah, larangan, permintaan, bujukan, dan tantangan. Sedangkan yang diteliti sekarang adalah bentuk dan strategi penolakan di kalangan masyarakat berbudaya Jawa di Solo. Jadi, terlihat jelas perbedaan antara kedua penelitian dilihat dari konteksnya. Penelitian sebelumnya juga telah dilakukan oleh Yusrita Yanti (2001) yang meneliti “Tindak Tutur Maaf di dalam Bahasa Indonesia Di Kalangan Penutur Minangkabau”. Dalam penelitian ini, perhatian penulis hanya terpumpun pada tindak ilokusi di dalam tindak tutur maaf, dan strategi apa yang digunakan untuk mencapai maksud tindak ilokusi tersebut, dalam penelitian ini ada tiga macam tindak tutur maaf dalam bahasa Indonesia, yaitu (a) tindak tutur maaf langsung yang dilontarkan tanpa basa-basi yang terbagi lagi atas dua jenis, yaitu (1) langsung dengan kesantunan positif dan (2) langsung dengan kesantunan
4
negatif; (b) tindak tutur maaf yang dilontarkan, tetapi dapat diketahui secara tersirat; dan (c) hanya dengan diam saja (tanpa ujaran). Sedangkan dalam penelitian yang diteliti sekarang adalah bentuk dan strategi penolakan di kalangan masyarakat berbudaya Jawa di Solo dalam konteks nonresmi di pasar tradisional Kleco dan pasar modern PGS. Persamaan dari kedua penelitian ini adalah sama-sama meneliti strategi yang digunakan dengan menggunakan kajian pragmatik, sedangkan perbedaannya terletak pada bentuk tuturannya yaitu tindak tutur maaf di kalangan penutur minangkabau dengan bentuk dan strategi bahasa penolakan di kalangan masyarakat berbudaya Jawa di Solo. II. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Objek penelitian ini adalah bentuk dan strategi penolakan di kalangan masyarakat berbudaya Jawa di Solo dalam konteks nonresmi. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah informan dan rekaman percakapan, sedangkan sumber data sekunder berupa buku-buku acuan, artikel, jurnal ilmiah dan internet. Data yang digunakan adalah bahasa lisan yang berupa tuturan yang mengandung bentuk dan strategi penolakan di kalangan masyarakat berbudaya Jawa di Solo dalam konteks nonresmi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, metode simak dengan teknik dasar berupa teknik dasar berupa teknik sadap dan dilanjutkan dengan menggunakan teknik lanjutan berupa teknik simak libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat ( Sudaryanto, 1993:133). Sedangkan keabsahan data dalam penelitian ini dengan menggunakan trianggulasi data. Setelah data terkumpul dan diklasifikasikan maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padan. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian Penulis menemukan data berupa bentuk bahasa penolakan di pasar Kleco dan PGS di kota Solo. Data tersebut dianalisis menjadi 35 data yang mengandung bentuk bahasa penolakan. Ditemukan 6 kategori bentuk nahasa penolakan, yaitu (1) Penggunaan komentar sebagai bentuk penolakan; (2) Penggunaan isyarat atau penolakan nonverbal, dengan menggelengkan kepala, diam dan melambaikan tangan; (3) Penggunaan ucapan terima kasih sebagai bentuk penolakan; (4) Penggunaan usul atau pilihan lain untuk menolak; (5) Memberikan alasan sebagai bentuk penolakan; dan (6) Menggunakan kata tidak atau padanannya sebagai bentuk penolakan. 2. Pembahasan a. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Pasar PGS (Pusat Grosir Solo)
5
Pusat atau Grosir Solo atau sering disebut dengan nama PGS adalah tempat Grosir atau perkulakan terlengkap di kota Solo yang berdiri sejak tahun 2005, di pusat perbelanjaan ini menyediakan antara lain berbagai macam produk batik, pakaian, aksesories, sepatu, tas dan lain-lain. Di samping itu, dijual pula jam tangan, selimut, sandal, bahkan makanan. Kebanyakan dari para pengunjung memang meminati baju yang bermotif batik. PGS itu sendiri memiliki ruko yang di dalamnya dilengkapi tempat perkulakan yang dapat dibeli secara grosir. Banyak barang yang dijual dan didapatkan dengan harga murah untuk kebutuhan anak-anak, remaja hingga dewasa di tempat ini. PGS mempunyai bangunan yang sangat indah karena memang di dalamnya memiliki ruko-ruko penjualan yang tertata dengan rapi dan menarik. Di dalamnya pun dilengkapi dengan kursi-kursi di sepanjang pinggiran yang bermanfaat untuk pembeli yang merasa capek dan ingin beristirahat. PGS (Pusat Grosir Solo) merupakan pasar tradisional dengan konsep modern. Pusat grosir berlantai 5 terlengkap di Jawa Tengah yang terletak di jantung kota Solo (Bundaran Gladak) juga sebagai salah satu objek wisata niaga, karena terletak di sebelah utara keraton Solo dan pasar Klewer. Bangunan PGS terkesan sangat khas dan indah dengan warna cat kuning yang membuat bangunan menjadi lebih terkesan cerah. Di tempat itu, juga ditemukan arah-arah pintu yang merupakan pintu masuk dari segala arah yang membuat konsumen lebih mudah untuk keluar masuk tempat itu, serta lebih leluasa. Anak tangga yang ada di pintu keluar pun sering digunakan konsumen untuk duduk dan beristirahat. Disamping itu, model parkiran kendaraannya pun sudah modern. PGS (Pusat Grosir Solo) letaknya sangat mudah terjangkau oleh transportasi yang melewati tempat itu, ada bis kota dan taksi juga memiliki fasilitas yang lengkap, disediakan pula ATM bersama yang mempermudah pembeli untuk mengambil uang guna berbelanja di PGS. 2. Pasar Kleco Pasar Kleco merupakan pasar tradisional yang terletak di Solo. Pasar yang letaknya sangat strategis dekat jalan raya arah SoloYogyakarta ini merupakan salah satu pasar yang banyak dikunjungi pembeli. Pasar ini menjual beranekaragam jajanan tradisional, sayuran, daging, ikan, bumbu masakan, peralatan rumah tangga, bahkan pakaian. Pasar yang berada di Kabupaten Sukoharjo ini menjadi pusat jual beli masyarakat di sekitar wilayah tersebut. Karena pasar ini memang sangat berperan penting untuk memenuhi kebutuhan sehari-
6
hari. Harga yang ditawarkan dari para pedagang di pasar tersebut pun sangat murah dan dijangkau oleh para pembeli, dan bisa ditawar. Pasar Kleco sendiri memiliki bagian-bagian yang di dalamnya terdiri dari blok-blok dagangan yang sudah diatur sedemikian baiknya dan tidak terkesan semrawut. Ada pula tempat penitipan sepeda yang diharapkan pembeli dengan leluasa dan merasa aman dalam berbelanja. 1. Bentuk Bahasa Penolakan di Pasar PGS (Pusat Grosir Solo). a. Penggunaan Komentar sebagai Bentuk Penolakan Penggunaan komentar sebagai bentuk penolakan di PGS. b. Penggunaan Isyarat atau Penolakan Nonverbal, dengan Menggelengkan Kepala, Diam dan Melambaikan Tangan. Penggunaan isyarat atau penolakan nonverbal, dengan menggelengkan kepala, diam, dan melambaikan tangan sebagai bentuk penolakan di PGS. c. Penggunaan Ucapan Terima kasih sebagai Bentuk Penolakan. Penggunaan ucapan terima kasih sebagai bentu penolakan di PGS. d. Penggunaan Usul atau Pilihan lain untuk Menolak Penggunaan usul atau pilihan lain untuk menolak di PGS. e. Memberikan Alasan sebagai Bentuk Penolakan Memberikan alasan sebagai bentuk penolakan di PGS. f. Menggunakan Kata Tidak atau Padanannya sebagai Bentuk Penolakan 2. Bentuk Bahasa Penolakan di Pasar Kleco a. Penggunaan Komentar sebagai Bentuk Penolakan Penggunaan komentar sebagai bentuk penolakan di pasar Kleco. b. Penggunaan Usul atau Pilihan lain untuk menolak Penggunaan usul atau pilihan lain untuk menolak di pasar Kleco. c. Memberikan Alasan sebagai Bentuk Penolakan Memberikan alasan sebagai bentuk penolakan di pasar Kleco. d. Menggunakan Kata Tidak atau Padanannya sebagai Bentuk Penolakan 1. Strategi Penolakan Strategi Penolakan di pasar PGS (Pusat Grosir Solo). a. Tindak Tutur Langsung 1) Berita Kalimat berita mengandung maksud memberitakan sesuatu kepada mitra tutur. 2) Perintah Kalimat perintah mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu bagaimana yang diinginkan penutur.
7
3) Tanya Kalimat tanya adalah kalimat yang mengandung maksud menanyakan sesuatu kepada mitra tutur. Kalimat tanya yang ditemukan dapat dipaparkan pada data berikut.
No 1. 2.
3. 4. 5. 6.
Deskripsi Data bentuk Penolakan Bentuk-Bentuk Penolakan Penggunaan komentar sebagai bentuk Penggunaan isyarat atau penolakan nonverbal, dengan menggelengkan kepala, diam dan melambaikan tangan. Penggunaan ucapan terima kasih sebagai bentuk penolakan Penggunaan usul atau pilihan lain untuk menolak Memberikan alasan sebagai bentuk penolakan Menggunakan kata tidak atau padanannya sebagai bentuk penolakan Jumlah
Jumlah 8 1
1 5 10 10 35
3. Temuan dan Pembahasan Hasil penelitian pada bentuk dan strategi penolakan di kalangan masyarakat berbudaya Jawa di Solo ditemukan beberapa temuan dari hasil pembahasan antara lain sebagai berikut. Bentuk penolakan merupakan suatu ujaran yang diucapkan dengan maksud untuk menolak sesuatu, seperti halnya ajakan, suruhan, meminta tolong, bahkan permintaan maaf. Bentuk penolakan itu sendiri bisa dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda-beda. Bentuk penolakan yang ditemukan dalam penelitian ini, yaitu (1) Penggunaan komentar sebagai bentuk penolakan; (2) Penggunaan isyarat atau penolakan nonverbal dengan menggelengkan kepala, diam dan melambaikan tangan; (3) Penggunaan ucapan terima kasih sebagai bentuk penolakan; (4) Penggunaan usul atau pilihan lain untuk menolak; (5) Memberikan alasan sebagai bentuk penolakan; (6) Menggunakan kata tidak atau padanannya sebagai bentuk penolakan. Untuk menguatkan dan membandingkan penelitian ini yang berjudul “Bentuk dan Strategi Penolakan di Kalangan Masyarakat Berbudaya Jawa di Solo”, seperti penelitian yang dilakukan oleh Ratna Wulansari dalam skripsi yang berjudul “Analisis Pragmatik Bentuk Bahasa Penolakan di Kos Mahasiswi’’. Temuannya adalah berupa bentuk penolakan yang dikategorikan hampir sama dengan penelitian yang dikaji sekarang. Persamaan dari kedua penelitian ini adalah bahwa kedua penelitian menganalisis adanya bentuk bahasa penolakan yang ditemukan, kemudian
8
dikategorikan sesuai dengan analisis yang tepat. Adapun perbedaan dari kedua penelitian ini yaitu analisis lainnya berupa faktor- faktor yang mempengaruhi bentuk bahasa penolakan di kos dan pelaksanaan terhadap prinsip dan prinsip kesopanan dan yang diteliti sekarang bukan hanya bentuk penolakan saja melainkan strategi penolakannya. IV. PENUTUP Penelitian “Bentuk dan Strategi Penolakan di Kalangan Masyarakat Berbudaya Jawa di Solo dalam Konteks Nonresmi” ini adalah bahwa di dalam penelitian ini ditemukan ada 6 bentuk penolakan, yaitu (1) Penggunaan komentar sebagai bentuk penolakan; (2) Penggunaan isyarat atau penolakan nonverbal dengan menggelengkan kepala, diam dan melambaikan tangan; (3) Penggunaan ucapan terima kasih sebagai bentuk penolakan; (4) Penggunaan usul atau pilihan lain untuk menolak; (5) Memberikan alasan sebagai bentuk penolakan; (6) Menggunakan kata tidak atau padanannya sebagai bentuk penolakan yang telah diklasifikasikan menjadi 48 data bentu penolakan. Sedangkan strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung, yang terdiri dari kalimat berita, tanya, dan perintah. Saran yang diharapkan dalam penelitian ini.bagi pembaca yang tertarik dalam penelitian pragmatik dapat mempelajari dan memperdalam tindak tutur tentang bentuk dan strategi penolakan di kalangan masyarakat berbudaya Jawa di Solo dalam konteks nonresmi, sebagai dasar pijakan bagi peneliti lain untuk dijadikan penelitian selanjutnya yang ada kaitannya dengan bentuk dan strategi penolakan, dan dapat dijadikan pijakan untuk penelitian selanjutnya mengenai bentuk bahasa penolakan dan strategi yang digunakan. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman. 2006. “ Pragmatik; Konsep Dasar Memahami Konteks Tuturan” dalamJurnal Ilmu Bahasa dan Sastra. Vol 1116-133. Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: PT Rineka Cipta. Imron, Ali. 2009. Stilistika. Solo : Cakra Book solo Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode dan Tekniknya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Moleong, Lexy. 2004. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Roesdakarya Nurlina, Wiwin. 2004. “Tuturan Pengekspresi Prinsip Kesopanan dalam Bahasa Jawa”. Dalam Jurnal Widyaparwa Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan. Vol 89-106. Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Utami, Karina Tri. 2010. Analisis Pragmatik Bentuk Bahasa Penolakan Di Kos Mahasiswa. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
9
Wulansari, Ratna. Analisis Pragmatik Bentuk Bahasa Penolakan Di Kos Mahasiswa (Penelitian di Kos Purbo Gendingan Jebres Surakarta). Skripsi. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Pers. Sumarlam, dkk. 2008. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra. Syamsuddin, Vismania. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: Rosda Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa. Wijana, I Dewa Putu. 1998. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. W idada. 1999. “Latar Belakang Penutur Sebagai Faktor Penentu Bentuk Wacana Direktif Dalam Bahasa Jawa”. Dalam Jurnal Widyaparwa Majalah Ilmiah Bahasa dan sastra. ISSN 0215 – 9171. Wijana, I Dewa Putu. 2009. Analisis Wacana Pragmatik. Surakarta: Yuma Pustaka. Yanti, Yusrita. 2001. “Tindak Tutur Maaf di dalam Bahasa Indonesia di Kalangan Penutur Minangkabau”. Jurnal Ilmiah Masyarakat Linguistik Indonesia. ISSN 0215-4846. 93-103. Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.