BENTUK DAN CIRI KHAS MESJID JAMI PESANTREN BUNTET CIREBON Chusnul Chotimah, S.Hum.1 dan Dr. R. Cecep Eka Permana, M.Si.2 1.
Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Email:
[email protected]
2.
Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected]
ABSTRAK Skripsi ini membahas mengenai bentuk dan ciri khas bangunan Mesjid Jami Pesantren Buntet. Mesjid Jami Pesantren Buntet terletak di Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Penelitian tentang arsitektur mesjid pesantren bertujuan untuk menggambarkan bentuk dan ciri khas yang terdapat pada mesjid sehingga dapat dilihat bagaimana bentuk kekhasan mesjid pesantren di Cirebon. Metode penelitian yang dilaukan adalah analisis bentuk melalui perbandingan dengan mesjid pesantren lain yang terdapat di Cirebon. Hasil penelitian menunjukkan bentuk dan ciri khas Mesjid Jami Pesantren Buntet adalah berdenah persegi panjang, memiliki mimbar berbahan kayu, mempunyai mihrab yang bermotif ragam hias garis, tidak terdapat tiang di ruang utama, dan memiliki mustaka. Kata kunci: mesjid, pesantren, pesantren kuno, Cirebon.
FORM AND CHARACTERISTIC OF MESJID JAMI PESANTREN BUNTET CIREBON
ABSTRACT
The Focus consist is talk about form and characteristic of Mesjid Jami Pesantren Buntet Cirebon. Mesjid Jami Pesantren Buntet located in Pesantren Buntet, Astanajapura, Cirebon. This examination purpose to explain architectural mosque of old boarding school. Besides, special purpose is to understand the characteristics of mosque in the old boarding school. Method that had been used is analyzing method and comparing. The result is the characteristic from the mosque of Mesjid Jami Pesantren Buntet Cirebon is have a rectangular floor plan, have a mihrab with line ornamentation, mimbar made of the wood, there is not the pole at the main room, and have a mustaka. Key words: mosque, boarding school, the mosque of boarding school, Cirebon. 1 Universitas Indonesia Bentuk dan..., Chusnul Chotimah, FIB UI, 2013
menghasilkan pemikir-pemikir Islam dan ulama besar. Melalui hal tersebut pesantren memiliki signifikansi yang cukup besar dalam dunia pendidikan di Indonesia (Duljamhari, 2003: 3). Sebagai pendidikan Islam tertua, belum ada penelitian tentang pesantren yang dikaji dari aspek arkeologis. Pesantren terlibat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, memperbaiki moral, dan memberi sumbangsih yang cukup signifikan bagi pendidikan di Indonesia. Di Jawa, pondok pesantren semakin berkembang dengan adanya tokoh-tokoh dan organisasi Islam. Pada tahun 1899 berdiri Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang Jawa Timur oleh K.H. Hasyim Asy’ari. Kemudian Pondok Modern Gontor pada tahun 1926 didirikan oleh K.H. Imam Zarkasyi, serta pesantren-pesantren lainnya seperti Pesantren Krapyak di Yogyakarta (Zuhairini, 1977: 193). Namun, jauh sebelum itu sesungguhnya telah berdiri pesantren di daerah Cirebon bernama Pesantren Buntet. Pesantren tersebut didirikan pada tahun 1750 di Cirebon oleh Kyai Muqayyim bin Abdul Hadi (Muhaimin, 311: 2001). Pesantren Buntet terletak di Desa Mertapada Kulon Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon. Desa Mertapada Kulon terletak kurang lebih 12 km dari Kotamadya Cirebon ke arah timur laut. Batas desa Mertapada Kulon sebelah barat dibatasi oleh Desa Munjul, sebelah selatan dibatasi oleh Desa Cipeujeuh, sebelah timur dibatasi oleh Desa Mertapada Wetan dan di sebelah utara dibatasi oleh Desa Buntet (Amidjaja, 1985:13). Pesantren Buntet adalah salah satu pesantren tertua di Jawa Barat yang didalamnya memiliki tinggalan arkeologis yang masih dipertahankan, misalnya mesjid. Bangunan mesjid pada Pesantren Buntet penting diteliti karena bangunan mesjid tersebut merupakan salah satu tinggalan arkeologis yang mewakili ciri umum dan bentuk dari bentuk bangunan Mesjid Pesantren di Cirebon. Selain itu bangunan mesjid tersebut penting diteliti karena memiliki unsur-unsur budaya Cirebon.
Pendahuluan Dalam Arkeologi Islam antara lain juga dikaji tentang arsitektur. Arsitektur pada mulanya adalah suatu lingkungan yang diciptakan manusia dari alam yang dikuasainya untuk memungkinkan kedudukan atau sikap hidup, dalam suatu yang diinginkan dan status yang diharapkan (Budiharjo, 1991: 7). Dalam dunia arsitektur hubungan dengan masa lalu merupakan persyaratan utama untuk menciptakan karya arsitektur yang proporsional untuk masa kini maupun masa mendatang (Sumalyo, 1993:1). Salah satu bentuk arsitektur yang umum dikenal dalam kajian Arkeologi Islam adalah bangunan mesjid. Mesjid merupakan bangunan yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari segala kegiatan sosial budayanya di masyarakat. Dalam fungsinya mesjid tak lagi sekadar tempat untuk melakukan hubungan ritual antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga berfungsi sebagai tempat melakukan hubungan antarmanusia bahkan dapat juga digunakan untuk mencari ilmu (Wiryoprawiro, 1985: 155). Mesjid kuno merupakan salah satu peninggalan arkeologi dari masa Islam, yang dapat menggambarkan pada masa itu telah ada pemukiman di daerah tersebut. Mesjid dianggap sebagai pusat kebudayaan karena menjadi pusat kegiatan umat Islam, baik yang bersifat spiritual maupun material, sehingga keberadaannya sangat penting dan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Dalam penelitian ini bangunan mesjid yang dibahas adalah bangunan mesjid yang berada di dalam lingkungan Pesantren. Mesjid-mesjid dalam pesantren penting sekali artinya, karena mesjid-mesjid itu tidak hanya sebagai tempat sembahyang, tetapi sebagai pusat tempat pendidikan agama Islam dengan cara yang tertentu Di Indonesia, pendidikan Islam pada mulanya dilaksanakan secara nonformal. Bermula pada agama Islam yang dibawa ke Indonesia oleh para pedagang, mulai dari para pedagang tersebut mereka menyebarkan dan menyiarkan Islam sambil berdagang. Penyebaran dan pengajaran ajaran agama Islam berlanjut ke tempat-tempat seperti surau, langgar, masjid yang menjadi tempat berkumpul masyarakat. Di tempat-tempat tersebut sejumlah murid atau masyarakat yang ingin mengkaji agama Islam duduk di lantai, mengelilingi sang guru, dan belajar mengaji. Dari tempat pendidikan Islam seperti itu yang menjadi embrio atau bibit awal terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren di Indonesia (Zuhairini, 1997: 212). Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia telah
Masalah Penelitian Arsitektur mesjid di Indonesia lahir dan berkembang sesuai perkembangan zaman dengan segala aspeknya. Mesjid Jami Pesantren Buntet yang berada pada lingkungan pesantren memiliki fungsi yang khas, berbeda dengan fungsi mesjid di luar lingkungan pondok pesantren. Fungsi khas mesjid di lingkungan pesantren selain untuk beribadah dan melakukan kegiatan spiritual seperti shalat, juga
2 Universitas Indonesia Bentuk dan..., Chusnul Chotimah, FIB UI, 2013
terlepas dari Kesultanan Cirebon. Pendiri Pesantren Buntet adalah Mbah Muqayyim yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Keraton Kanoman, beliau juga adalah seorang mufti atau penghulu. Sebagai seorang mufti kesultanan yang arif, Mbah Muqayyim memiliki semangat juang untuk mengusir penjajah Belanda. Oleh karena itu, Mbah Muqayyim bersama Pangeran Raja Muhammad bertekad untuk meninggalkan keraton (Muhaimin, 2002: 311). Pesantren Buntet didirikan tahun 1750 M oleh Kyai Muqayyim. Pada mulanya Kyai Muqayyim mendirikan masjid dan sebuah pemondokan di Desa Buntet yang terdapat di sebelah barat Pesantren Buntet yang sekarang. Kondisi fisik pada awal pesantren didirikan sangat sederhana, terbuat dari bilik bambu beratapkan ilalang. Namun ketika Belanda mengetahui pesantren tersebut, tak lama kemudian pesantren tersebut dihancurkan oleh Belanda. Kyai Muqayyim berhasil menyelamatkan diri (Rowandi, 2012 : 6).
digunakan untuk tempat mengkaji dan mensyiarkan ilmu agama. Di sini mesjid berfungsi sebagai pusat kegiatan. Selepas santri bersekolah dan beristirahat, mereka mengaji dan mengkaji Al-qur’an ataupun berdiskusi seraya menunggu waktu shalat tiba. Berkaitan dengan fungsi khas tersebut maka bentuk dan letak mesjid pada pondok pesantren memiliki kekhasan. Oleh karena itu, permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk dan unsur-unsur arsitektur Mesjid Jami Pesantren Buntet sebagai mesjid pesantren tua di Cirebon?.
Metode Metode penelitian adalah cara atau alat untuk mencapai tujuan. Dalam tahap pengumpulan data dapat dilalui melalui penulusuran kepustakaan, foto dan gambar, sedangkan pengumpulan data lapangan melalui survei lapangan Dalam penelitian ini, hal yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah dengan melakukan penelusuran kepustakaan. Studi pustaka dilakukan dengan menelah sumber-sumber tertulis, mempelajari riwayat penelitian, menelaah sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan topik yang diteliti, atau ceritacerita lokal maupun sumber modern yang pernah di tulis atau diteliti. Pengumpulan data selain bangunan Mesjid Jami Pesantren Buntet, juga dilakukan pada mesjidmesjid Pesantren Tua lainnya, seperti Mesjid Pesantren Gedongan, Mesjid Pesantren Kempek, dan Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin. Mesjidmesjid pesantren tua tersebut merupakan data banding untuk tahap pengolahan data. Setelah melakukan tahap pengumpulan data, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis khusus terhadap bentuk dan unsur-unsur bangunan, seperti denah, mihrab, mimbar, tiang, atap dan mustaka. Analisis dilakukan baik pada bangunan Mesjid Jami Pesantren Buntet maupun mesjid-mesjid pesantren kuno pembanding lainnya di Cirebon. Setelah tahap analisis, tahap yang dilakukan adalah melakukan penyimpulan terhadap data yang telah dianalisis, yakni dengan membuat suatu penjelasan tentang data yang telah dikumpulkan. Tahap ini bertujuan untuk memaparkan kesimpulankesimpulan yang diperoleh dari analisis data mengenai bentuk mimbar, mihrab, tiang dan unsurunsur lain.
b. Deskripsi Mesjid Jami Pesantren Buntet Pesantren Buntet terletak di desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Desa Mertapada Kulon terletak kurang lebih 12 km dari Kotamadya Cirebon ke arah timur laut. Desa ini dilalui jalan raya yang menuju ke Kecamatan Ciledug. Batas-batas Desa Mertapada Kulon antara lain utara dibatasi oleh desa Buntet, Timur dibatasi oleh desa Mertapada Wetan, selatan dibatasi oleh desa Cipeujeuh, dan barat dibatasi oleh Desa Munjul.
Hasil dan Pembahasan a.
Peta 2.1: Keletakan Pesantren Buntet di Kabupaten Cirebon Sumber: Peta Rupa Bumi Skala 1:250.000, BIG Tahun. 2006
Sejarah
Pesantren Buntet adalah salah satu pesantren tertua di Jawa Barat yang keberadaannya tidak
3 Universitas Indonesia Bentuk dan..., Chusnul Chotimah, FIB UI, 2013
Mesjid Jami Pesantren Buntet dibangun pada abad ke-18, berada di sebelah barat pada kompleks Pesantren Buntet. Pemberian nama masjid yakni Masjid Jami Pesantren Buntet, diambil dari nama pesantren. Adapun unsur bangunan mesjid yang masih dipertahankan adalah denah, pintu, mihrab, atap, mustaka. Unsur bangunan yang telah mengalami perubahan atau renovasi terjadi pada bagian lantai mesjid, yang tadinya terbuat dari papan dan kayu sekarang berbentuk lantai yang terbuat dari ubin. Mesjid Jami Pesantren Buntet terletak pada sebuah lahan berukuran 400 meter persegi berdenah persegi panjangberukuran 17, 2 x 23,2 m dengan bagian yang menjorok keluar yang berada di sebelah baratnya yang disebut mihrab, berukuran 3,5 x 2,5 m. Mesjid tersebut berada pada tengah-tengah komplek Pesantren Buntet. Di sisi sebelah timur mesjid terdapat lapangan yang menjadi lapangan utama pesantren. Di sebelah tenggara terdapat asrama santri dan rumah pimpinan pondok pesantren atau kyai. Sebelah selatan terdapat bangunan sekolah tingkat pertama (SMP) khusus untuk santri putri.
Berikut adalah penggambaran denah Mesjid Jami Pesantren Buntet. Ruang utama Mesjid Jami Pesantren Buntet berdenah persegi panjang berukuran 15 x 21 m. Adapun unsur yang terdapat pada ruang utama antara lain: mihrab, mimbar, dan pintu masuk. Pintu masuk ruang utama terdapat sembilan pintu. Pintu tersebut terdapat tiga buah pintu di sisi sebelah utara, tiga pintu terdapat di sebelah timur, dan tiga pintu sisanya terdapat di sebelah selatan. Pintu ruang utama berukuran 230 cm.
Keterangan: I : Ruang Utama II : Serambi III : Denah : Pagar Keliling
: Tiang :Mihrab : Tangga
: Pintu Foto 2.1 Masjid Jami Pesantren Buntet Seteah Renovasi Tahun 2001 Dokumentasi: Chusnul Chotimah 2012
Gambar 2.1: Denah Mesjid Jami Pesantren Buntet Digambar oleh: Nur Janah Dwi Setyawati
Pada Mesjid Jami Pesantren Buntet mihrab berada ada dinding barat mesjid yakni langsung berhadapan dengan pintu masjid di bagian timur. Mihrab ini menjorok keluar berukuran 250 cm x 256cm dengan tinggi 2,15 meter. Pada bagian atas mihrab terdapat bidang panil berbentuk lengkung setengah lingkaran dengan diameter 105 cm yang dihiasi motif garis pada bagian atas (lengkungan). Hiasan yang terdapat pada kiri dan kanan mihrab Mesjid Jami Pesantren Buntet berupa pada motif garis yang memyambung lengkungan mihrab sampai ke tiang mihrab. Pada bagian bawah mihrab juga terdapat hiasan yang sama, yakni motif garis.
Mesjid Jami Pesantren Buntet memiliki denah persegi panjang. Mesjid Jami Pesantren Buntet memiliki ruang utama dan serambi pada sisi sebelah utara, sisi sebelah timur, dan sisi sebelah selatan. Pada mesjid ini terdapat 28 tiang, keseluruhan tiang terdapat pada serambi mesjid. Jumlah pintu yang terdapat pada bangunan ini adalah sembilan pintu. Pintu tersebut terdapat tiga buah di sisi utara, tiga buah di sisi selatan, dan tiga buah di sisi timur. Pada bangunan ruang utama mesjid terdapat mihrab dan mimbar. Pada serambi mesjid terdapat pagar langkan yang mengelilingi mesjid. Pagar langkan tersebut menjadi gerbang masuk ke dalam bangunan mesjid. Pada serambi timur terdapat undakan anak tangga.
4 Universitas Indonesia Bentuk dan..., Chusnul Chotimah, FIB UI, 2013
kesembilan pintu baik dari sisi utara, timur, maupun barat umumnya sama atau seragam. Bentuk pintu empat persegi panjang, memiliki dua bukaan atau daun pintu, yang di tengahnya terdapat ventilasi berbentuk garis, bagian atas pintu juga terdapat hiasan yang berbentuk belah ketupat. Pintu pada Mesjid Jami Pesantren Buntet memiliki ukuran yang sama yaitu memiliki ukuran tinggi 230 cm, lebar 90 cm dan tebal delapan cm. Secara keseluruhan pintu dari Mesjid Jami Pesantren Buntet berwarna cokelat tua.
Foto 2.3 Mihrab Mesjid Jami Pesantren Buntet Dokumentasi: Chusnul Chotimah 2013
Mimbar Mesjid Jami Pesantren Buntet berbentuk mimbar tradisional. Mimbar ini terbuat dari bahan kayu. Mimbar mesjid ini memiliki ukuran tinggi 230 cm, memiliki ukuran lebar 98 cm, dan memiliki ukuran panjang 212 cm. Bentuk mimbar menyerupai singgasana yang memiliki kursi atau alas duduk. Pada bagian tengah terdapat tiang-tiang penyangga mimbar. Bagian bawah mimbar terdapat undakan anak tangga yang berjumlah tiga tingkatan. Anak tangga tersebut berukuran 42 cm dan jarak antar undakan setinggi 13 cm. Pada bagian tengah mimbar terdapat kursi yang digunakan khatib (pemberi khutbah atau ceramah) untuk menyampaikan ceramah atau khutbah. Jadi, dengan bentuk mimbar seperti ini, khatib menyampaikan khutbahnya dalam posisi duduk. Pada bagian depan kursi atau bagian alas duduk mimbar terdapat sebuah palang yang terletak persis di depan kursi mimbar. Pada bagian atas mimbar terdapat atap mimbar atau kepala mimbar yang memiliki hiasan dan motif atau mimbar tersebut memiliki kerangka. Warna pada mimbar Mesjid Jami Pesantren Buntet sekarang didominasi oleh warna cokelat tua, dan terdapat warna cokelat muda pada bagian palang mihrab. Pintu pada Mesjid Jami Pesantren Buntet berjumlah sembilan, yang terletak pada sisi timur, utara, dan selatan. Pada sisi timur terdapat tiga buah pintu, pada sisi selatan terdapat tiga buah pintu, dan pada sisi utara juga terdapat tiga buah pintu. Bentuk
Foto 2.4 Mimbar Mesjid Jami Pesantren Buntet Dokumentasi: Chusnul Chotimah 2013
Tiang mesjid yang berada pada serambi utara berjumlah sepuluh tiang, pada serambi selatan berjumlah sepuluh tiang, pada serambi timur berjumlah delapan tiang. Tiang-tiang pada mesjid ini mempunyai dua ukuran yang berbeda, untuk tiang yang berada pada serambi utara dan selatan ukuran tiang mencapai 2,00 meter, pada tiang yang terdapat di serambi timur terdapat tiang setinggi 3,00 meter. Untuk tiang yang berada pada bagian depan tangga mesjid Jami Pesantren Buntet berukuran 1, 67 meter. Keseluruhan tiang berbentuk persegi. Adapun panjang tiang di mesjid beraneka ragam, pada bagian serambi di sisi timur mesjid tinggi tiang mencapai utara dan selatan mesjid lebih pendek yakni 190 cm. Mustaka pada Mesjid Jami Pesantren Buntet terbuat dari tanah liat bakar, terdiri atas tiga bagian, yakni bagian dasar, bagian tengah dan bagian atas.
5 Universitas Indonesia Bentuk dan..., Chusnul Chotimah, FIB UI, 2013
Bagian bawah mustaka Mesjid Jami Pesantren Buntet berdenah lingkaran. Pada bagian bawah terdapat hiasan seperti kelopak bunga yang mekar pada setiap sisinya. Pada bagian tengah terdapat lingkaran yang ukurannya lebih kecil dari bagian bawah. Pada bagian tengah juga terdapat dua buah hiasan kelopak bunga yang sedang mekar. Pada bagian atas atau puncak mustaka berbentuk kerucut.
Foto 3.1 Mesjid Pesantren Gedongan Dokumentasi: Chusnul Chotimah 2013
Bentuk Mesjid Pesantren Gedongan didirikan sezaman dengan didirikannya pesantren. Pada awalnya adalah berbentuk rumah panggung, lalu bentuk tersebut tidak dapat dipertahankan karena kondisinya mulai rusak termakan zaman, sehingga pihak pesantren memutuskan untuk merenovasi mesjid pada tahun 1980-an.
Foto 2.9 Mustaka Mesjid Jami Pesantren Buntet. Dokumentasi: Chusnul Chotimah 2013
c. Analisis Pada penelitian ini dilakukan perbandingan antara Mesjid Jami Pesantren Buntet dengan mesjidmesjid pesantren kuno lainnya di wilayah Cirebon. Mesjid-mesjid pesantren kuno tersebut adalah Mesjid Pesantren Gedongan yang terletak di Desa Ender, Mesjid Pesantren Kempek yang terletak di Desa Kempek, dan Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin yang terletak di Desa Babakan Ciwaringin. Unsurunsur yang dibandingkan meliputi: (1) Denah (2) Mimbar (3) Mihrab (4) Tiang (5) Mustaka (6) Ragam Hias
Keterangan:
Mesjid Pesantren Gedongan Pesantren Gedongan terletak di Desa Ender, Kecamatan Pangean, Kabupaten Cirebon. Pesantren Gedongan terletak di ujung Desa Ender. Pesantren Gedongan didirikan tahun 1888. Pendirinya adalah Kyai Sa’id memiliki hubungan kekerabatan dengan Sunan Gunung Jati. Beliau adalah seorang pejuang yang gigih melawan Belanda. Nama Gedongan berasal dari kata “gedhe pandongane” yang artinya besar anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
: Pintu
I II
: Ruang Utama : Ruang Serambi
: Tiang Gambar 3.1 Denah Mesjid Pesantren Gedongan Digambar oleh: Chusnul Chotimah 2013
Mimbar Mesjid Pesantren Gedongan terletak pada dinding sisi barat bangunan mesjid. Bentuk mihrab Mesjid Pesantren Gedongan yang memiliki dua ruangan menjadikan letak mimbar pada mesjid
6 Universitas Indonesia Bentuk dan..., Chusnul Chotimah, FIB UI, 2013
tersebut berada pada salah satu ruangan pada mihrab tersebut. Ruangan mihrab pada sisi barat daya mesjid adalah ruangan yang difungsikan sebagai mihrab, yakni tempat imam memimpin shalat, sedangkan ruangan pada mihrab sisi barat daya digunakan untuk meletakkan mimbar.
Mihrab pada Mesjid Pesantren Gedongan adalah mihrab yang mempunyai dua bagian yang masing-masing terdapat lengkungan diatasnya. Setiap bagian lengkungan mempunyai ukuran tinggi 2,3 meter. Terdapat tiang mihrab yang menjadi penyangga di antara dua bagian lengkungan tersebut. Mihrab tersebut memiliki ukuran 1 x 1,85 meter. Masing-masing kedua bagian lengkungan itu mempunya fungsi masing-masing. Pada sisi lengkungan mihrab sebelah timur, terdapat sebuah mimbar. Pada mihrab sisi sebelah barat, mihrab berfungsi sebagai tempat imam memimpin ibadah sembahyang, terdapat pula sajadah dan mikrofon pada mihrab sisi tersebut.
Foto 3.4 Mimbar Mesjid Pesantren Buntet (kiri) dan Mimbar Mesjid Pesantren Gedongan (kanan) Dokumentasi: Chusnul Chotimah 2013 Foto 3.5 Mihrab Mesjid Pesantren Buntet (kiri) dan Mihrab Mesjid Pesantren Gedongan (kanan) Dokumentasi: Chusnul Chotimah 2013
Bentuk Mimbar pada Mesjid Pesantren Gedongan berbahan dasar kayu yang berbentuk podium berwarna cokelat muda. Mimbar pada Mesjid Pesantren Gedongan berukuran panjang 130 cm, lalu memiliki ukuran lebar 70 cm, dan memiliki ukuran tinggi 120 cm. Mimbar pada Mesjid Pesantren Gedongan merupakan mimbar bergaya modern yang terbuat dari kayu. Mimbar ini tidak memiliki hiasan apapun. Mimbar Mesjid Pesantren Gedongan memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan mimbar pada Mesjid Jami Pesantren Buntet. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat dari bentuk dan ukuran mimbar. Mimbar Mesjid Jami Pesanren Buntet adalah mimbar yang terbuat dari kayu dan memiliki tiga bagian mimbar. Bagian atap mimbar, bagian dudukan mimbar, dan bagian bawah mimbar yang terdapat anak tangga. Mimbar pada Mesjid Pesantren Gedongan adalah mimbar yang berbentuk podium. Dalam kondisi mimbar yang terdapat pada Mesjid Jami Pesantren Buntet penceramah memberikan atau menyampaikan khutbah dengan cara duduk. Pada Mesjid Pesantren Gedongan penceramah menyampaikan khutbah dengan cara berdiri. Adapun kesamaan hanya dapat terlihat pada bahan mimbar, yaitu yang terbuat dari bahan kayu. Mimbar pada Mesjid Pesantren Gedongan berbentuk podium yang tidak memiliki ukuran terlalu tinggi, berbeda sekali dengan mimbar Mesjid Jami Pesantren Buntet yang masih tradisional.
Mihrab Mesjid Pesantren Gedongan memiliki perbedaan dengan mihrab pada Mesjid Jami Pesantren Buntet. Perbedaan tersebut dilihat dari bentuk mihrab pada Mesjid Pesantren Gedongan yang memiliki dua ruangan, sedangkan mihrab pada Mesjid Jami Pesantren Buntet hanya memiliki satu ruangan.Perbedaan lain terletak pada penggunaan mihrab yang antara lain memnculkan dua fungsi mihrab yaitu satu ruangan digunakan untuk tempat memimpin shalat dan satu ruangan lagi digunakan untuk menyimpan mimbar. Kesamaan mihrab Mesjid Pesantren Gedongan dengan Mesjid Pesantren Buntet terlihat dari warna mihrab, yakni didominasi oleh warna putih. Kesamaan lain dapat dilihat dari bentuk tiang mihrab dan hiasan pada lengkungan mihrab yang sama-sama memiliki motif hias garis pada bagian atas (lengkungan) mihrab. Persamaan mihrab Mesjid Jami Pesantren Buntet dengan Mihrab Mesjid Pesantren Gedongan adalah sama-sama mempunyai langit-langit mihrab yang berbentuk lengkung kala atau kubah setengah lingkaran. Kesamaan lain dapat dilihat dari bentuk ragam hias yang terdapat pada lengkungan langit-langit mihrab tersebut, yaitu hiasan berupa garis.
7 Universitas Indonesia Bentuk dan..., Chusnul Chotimah, FIB UI, 2013
Letak tiang pada Mesjid Pesantren Gedongan terdapat di Ruang Utama Mesjid yang berjumlah empat, tiang pada serambi utara dan selatan berjumlah sama yakni enam tiang. Tiang pada serambi timur masjid berjumlah delapan. Letak tiang pada Mesjid Pesantren Kempek berada pada ruang utama dan serambi depan (sisi timur) masjid. Tiangtiang tersebut berjumlah sembilan tiang.
Mustaka pada mesjid Pesantren Gedongan bentuk denah dasarnya lingkaran. Lingkaran tersebut semakin mengecil makin ke atas. Mustaka dibagi menjadi tiga bagian. Bagian atas, bagian bawah, dan bagian tengah. Pada bagian bawah mustaka berbentuk seperti menara. Pada bagian tengah lingkaran mustaka berbentuk semakin ramping dan mengerucut. Pada bagian tengah terdapat hiasan kelopak bunga yang sedang mekar di sisi kanan dan kiri mustaka. Pada bagian atas mustaka Mesjid Pesantren Gedongan ini berbentuk kerucut. Mustaka pada atap Mesjid Pesantren Gedongan tersebut terbuat dari tanah liat bakar.
Foto 3.7 Mustaka Mesjid Pesantren Buntet (kiri) dan Mustaka Mesjid Pesantren Gedongan (kanan) Dokumentasi: Chusnul Chotimah 2013
Foto 3.6 Tiang Mesjid Pesantren Buntet (kiri) dan Tiang Mesjid Pesantren Gedongan Dokumentasi: Chusnul Chotimah 2013
Terdapat kesamaan bahan antara mustaka pada Mesjid Jami Pesantren Buntet dengan Mesjid Pesantren Gedongan, yakni sama-sama terbuat dari tanah liat bakar. Kesamaan lain terlihat pada bentuk mustaka yang memiliki denah mustaka berbentuk linkaran, dan terus mengecil atau meramping pada bagian tengah sampai ke atas. Selain itu, bentuk mustaka pada kedua mesjid menyerupai bentuk menara. Pada kedua mustaka di kedua mesjid tersebut memiliki hiasan berupa kelopak bunga yang sedang mekar dan mempunyai bagian puncak mustaka yang berbentk kerucut. Dari segi warna, warna mustaka pada Mesjid Pesantren Buntet dan Mesjid Pesantren Gedongan juga memiliki kesamaan, yaitu sama-sama berwarna abu-abu agak kehijauan.
Tiang Mesjid Pesantren Gedongan terbuat dari semen yang memiliki ukuran tinggi tiga meter berbentuk lingkaran. Tiang pada bangunan tersebut didominasi oleh warna putih. Pada tiang tersebut tidak terdapat motif hiasan, tiang pada mesjid Pesantren Gedongan berjumlah 26 tiang. Terletak di ruang utama mesjid berjumlah enam tiang. Di serambi utara berjumlah enam tiang, serambi selatan berjulah enam tiang, di serambi timur berjumlah delapan tiang. Pada Mesjid Pesantren Gedongan tiang berbentuk persegi, terbuat dari tembok. Hal ini berbeda dengan tiang yang terdapat pada Mesjid Jami Pesantren Buntet yang tiangnya terbuat dari kayu. Tiang di Mesjid Pesantren Gedongan berwarna putih. Terdapat pada serambi mesjid dan juga terdapat pada ruang utama mesjid. Pada ruang utama mesjid bentuk tiang berdenah lingkaran, sedangkan semua tiang pada serambi mesjid berbentuk persegi. Dari deskripsi tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keletakan tiang antara Mesjid Pesantren Gedongan dengan Mesjid Jami Pesantren Buntet. Pada Mesjid Pesantren Gedongan tiang terdapat pada serambi dan ruang utama. Sementara itu, pada Mesjid Jami Pesantren Buntet tidak ada tiang pada ruang utama.
Mesjid Pesantren Kempek Kempek adalah nama sebuah desa yang berada di bagian barat kota Cirebon, tepatnya di antara Palimanan dan Ciwaringin. Desa Kempek, Kecamatan Ciwaringin Kabupaten Cirebon terletak 1 km dari jalan raya Pegagan, atau 14 km ke arah barat dari kota Cirebon. Pesantren Kempek didirikan oleh H. Mbah Harun Mardan pada tahun 1908.
8 Universitas Indonesia Bentuk dan..., Chusnul Chotimah, FIB UI, 2013
mihrab digunakan untuk meletakkan pengeras suara, sedangkan pada sisi sebelah barat digunakan sebagai tempat imam memimpin ibadah shalat, yang terdapat sebuah sajadah, dan sebuah pendingin ruangan
Foto 3.2 Mesjid Pesantren Kempek Dokumentasi: Chusnul Chotimah 2013
Mesjid Pesantren Kempek pada awalnya berbentuk rumah panggung. Kondisi dahulu sampai sekarang tidak banyak yang berubah. Mesjid tersebut berukuran 26 x 13 meter. Bentuk fisik bangunan tersebut masih dipertahankan sesuai dengan bentuk awal.
Keterangan: : Pintu : Tiang
I II
Foto 3.10 Mihrab Mesjid Pesantren Kempek Dokumentasi: Chusnul Chotimah 201
Pada mihrab Mesjid Pesantren Kempek, kesamaan dan perbedaan dengan mihrab Mesjid Jami Pesantren Buntet tidak jauh berbeda dengan mihrab pada Mesjid Pesantren Gedongan. Hal itu disebabkan oleh bentuk mihrab pada Mesjid Pesantren Kempek dan bentuk mihrab Mesjid Pesantren Gedongan yang serupa, yakni sama-sama memiliki dua ruangan. Pada bagian langit-langit mihrab berbentuk lengkung kala, hal ini serupa dengan langit mihrab yang terdapat pada Mesjid Jami Pesantren Buntet. Pada bagian tengah terdapat tiang penyangga diantara dua ruangan mihrab. Bentuk hiasan pada mihrab Mesjid Pesantren Kempek memperlihatkan kesamaan dengan mihrab di Mesjid Jami Pesantren Buntet yaitu memiliki hiasan garis pada bagian lengkung kala.
: Ruang Utama : Serambi
Gambar 3.2 Denah Mesjid Pesantren Kempek Digambar oleh: Chusnul Chotimah 2013 Pada Mesjid Pesantren Kempek tidak ditemukan mimbar pada ruang dalam mihrab mesjid atau pada ruang utama mesjid. Mihrab pada Mesjid Pesantren Kempek memiliki bentuk dasar yang sama dengan mihrab pada Mesjid Pesantren Gedongan, yakni terdapat dua bagian lengkungan pada mihrab. Hal ini berbeda sekali dengan mihrab Mesjid Jami Pesantren Buntet yang hanya memiliki satu bagian. Kedua lengkungan tersebut memiliki hiasan garis pada setiap lingkungan dan sebuah tiang yang ada pada sisi kiri dan kanan mihrab. Sisi sebelah timur
Foto 3.11 Tiang Mesjid Pesantren Buntet (kiri) dan Tiang Mesjid Pesantren Kempek (kanan) Dokumentasi: Chusnul Chotmah 2013
9 Universitas Indonesia Bentuk dan..., Chusnul Chotimah, FIB UI, 2013
Pada Mesjid Pesantren Kempek tiang yang menopang mesjid berjumlah 10. Tiang tersebut memiliki ukuran tinggi 2,8 meter dan berdiameter 20 cm. Keletakan tiang pada Mesjid Pesantren Kempek antara lain terdapat pada ruang utama yang berjumlah enam tiang. Pada halaman atau muka mesjid terdapat empat tiang. Bentuk tiang pada Mesjid Pesantren Kempek bergaya kolonial, yakni berdenah lingkaran yang besar pada bagian bawah lalu mengecil pada bagian atas. Detail tiang pada Mesjid Pesantren Kempek memiliki hiasan garis-garis vertikal di sepanjang tubuh tiang. Tiang mesjid Pesantren Kempek didominasi oleh warna putih, namun pada bagian bawah terdapat perbedaan warna, yakni warna krem. Tiang pada Mesjid Pesantren Kempek juga memiliki perbedaan dengan tiang yang ada di Mesjid Jami Pesantren Buntet, dari segi ukuran maupun bentuk. Pada Mesjid Pesantren Kempek tiang terbuat dari beton yang bergaya doric. Memiliki hiasan garis vertikal pada bagian bawah tiang, berdenah lingkaran dan makin kecil pada bagian atas. Sementara itu, pada Mesjid Jami Pesantren Buntet keseluruhan tiang terbuat dari kayu. Keletakan tiang pada Mesjid Pesantren Kempek terdapat pada ruang utama yang berjumlah empat buah, sedangkan pada Mesjid Jami Pesantren Buntet tidak terdapat tiang pada ruang utama. Pada bagian atap Mesjid Pesantren Kempek terdapat mustaka. Mustaka pada mesjid Pesantren Kempek bentuk denah dasarnya persegi. Mustaka tersebut dibagi menjadi tiga bagian. Pada bagian dasarnya makin keatas makin mengecil dan mengerucut, sedangkan pada bagian tengah dan atasnya berbentuk seperti bunga. Bagian kelopak bunga di bagian tengah mustaka, lalu berbentuk kerucut di bagian puncak mustaka. Mustaka pada puncak Mesjid Pesantren Kempek tersebut terbuat dari tanah liat bakar dan didominasi oleh warna abuabu kehijauan.
Kesamaan mustaka pada bangunan Mesjid Pesantren Kempek dan Mesjid Pesantren Buntet terlihat dari bentuk denah mustaka yang berbentuk persegi. Pada bagian tengah bentuk badan mustaka semakin mengecil. Pada bagian tersebut terdapat hiasan kelopak bunga. Perbedaan terlihat dari bentuk hiasan mustaka Mesjid Pesantren Kempek, pada mesjid tersebut hiasan tidak hanya berupa kelopak mekar, tetapi terdapat pula hiasan sulur yang mengelilingi hiasan yang berbentuk kelopak. Pada bagian atas atau puncak mustaka berbentuk kerucut, hal ini serupa dengan mustaka yang terdapat pada Mesjid Pesantren Buntet Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin Pesantren Babakan Ciwaringin terletak di Desa Babakan Kecamatan Ciwaringin Kabupaten Cirebon. Pondok Pesantren ini didirikan pada tahun 1705 M. Pendiri pondok pesantren ini bernama K.H. Hasanuddin atau yang dikenal dengan nama Kyai Jatira. K.H. Hasanuddin adalah seorang pejuang agama yang dekat dengan masyarakat. Kondisi geografis desa yang kering, dan tidak terlalu subur menjadikan Beliau terpacu untuk terus mengembangkan wilayah tersebut menjadi pondok pesantren sebagai tempat pendidikan dan pusat pengkajian agama Islam yang jauh dari kekuasaan Belanda.
Keterangan: : Tiang : Jendela Foto 3.12 Mustaka Mesjid Pesantren Buntet (kiri) dan mustaka Mesjid Pesantren Kempek (kanan) Dokumentasi: Chusnul Chotimah 2013
I II
: Ruang Utama : Serambi
: Pintu Gambar 3.2 DenahMesjidPesantrenKempek Digambar oleh: Chusnul Chotimah 2013
10 Universitas Indonesia Bentuk dan..., Chusnul Chotimah, FIB UI, 2013
Mihrab ini sekarang didominasi oleh warna putih. Terdapat hiasan garis pada bagian atas mihrab. Mihrab ini cukup luas dibandingkan mesjid-mesjid pesantren yang lain. Pada bagian selatan mihrab terdapat jendela dari kaca nako yang berfungsi sebagai sirkulasi udara. Pada Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin, mihrab berbentuk sama dengan mihrab yang ada pada Mesjid Jami Pesantren Buntet. Mihrab pada mesjid tersebut memiliki satu ruangan. Memiliki hiasan motif garis pada lengkungan atas Akan tetapi, terdapat perbedaan pada bentuk ukuran. Ukuran mihrab di Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin cukup besar dibandingkan dengan mihrab pada Mesjid Jami Pesantren Buntet.
Foto 3.3 Mesjid Jami Pesantren Babakan Ciwaringin Dokumentasi: Chusnul Chotimah 2013 Mimbar pada Mesjid Jami Pesantren Babakan Ciwaringin terbuat dari bahan kayu. Mimbar mesjid ini memiliki ukuran panjang 96 cm, lebar 192 cm, tinggi 256 cm. Mimbar ini berwarna cokelat muda. Mimbar ini terlihat seperti penggabungan antara mimbar modern yang berbentuk podium dan bentuk mimbar tradisional atau lama yang memiliki atap mimbar. Pada bagian atas mimbar terdapat atap mimbar yang diselimuti atau di tutupi kain berwarna putih. Pada bagian atap mimbar tersebut terdapat hiasan berupa ukiran kayu. Pada bagian samping mimbar terdapat celah yang digunakan untuk masuk ke dalam mimbar.
Foto 3.16 Mihrab Mesjid Pesantren Buntet (kiri) dan Mihrab Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin Dokumentasi: Chusnul Chotimah 2013
Pada Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin jumlah tiang sebanyak 23 tiang. Empat buah tiang penyangga utama terdapat di ruang utama. Delapan buah tiang terdapat pada serambi sisi utara, tujuh buang tiang terdapat di sisi serambi timur, dan delapan buah tiang sisanya terdapat di serambi sisi selatan. Tiang Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin berdenah persegi. Memiliki ukuran 30 x 30 cm. Bentuk tiang di mesjid ini seragam, tidak ada perbedaan bentuk antara tiang di ruang utama maupun dengan tiang di serambi. Sekarang warna tiang di mesjid tersebut didominasi oleh warna putih. Tiang pada mesjid ini terbuat dari bahan semen. Jika dibandingkan dengan Mesjid Jami Pesantren Buntet, tiang pada mesjid ini memiliki perbedaan yang cukup fundamental. Dilihat dari bahan tiang, mesjid tersebut menggunakan semen sebagai bahan dasar tiang. Hal itu jelas sekali berbeda dengan Mesjid Jami Pesantren Buntet yang bahan dasarnya terbuat dari kayu. Bentuk tiang pada Mesjid Pesanten Babakan Ciwaringin berdenah persegi. Keletakan tiang pada mesjid tersebut juga berbeda dengan Mesjid Jami Pesantren Buntet. Pada Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin tiang-tiang tidak
Foto 3.15 Mimbar Mesjid Pesantren Buntet (kiri) dan Mimbar Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin (kanan) Dokumentasi: Chusnul Chotimah 2013 Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin memiliki bentuk mihrab melengkung, memiliki tepi mihrab, dan hanya terdapat satu ruangan pada mihrab. Mihrab ini berukuran panjang 3,5 meter, lebar mihrab 2, 64 meter, tinggi mihrab 2,7 meter.
11 Universitas Indonesia Bentuk dan..., Chusnul Chotimah, FIB UI, 2013
Mustaka Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin memiliki bentuk yang cenderung lebih pendek berukuran sekitar 150 cm, tidak berbentuk menara dan tidak ramping, serta tidak berbentuk kerucut pada bagian puncak mustaka. Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin memiliki hiasan yang diukir pada badan mustaka.
hanya terdapat pada serambi mesjid, akan tetapi terdapat pada ruang utama yang berjumlah empat.
Kesimpulan Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Mesjid Pesantren Buntet berdenah persegi panjang. Memiliki atap limas, dengan memiliki hiasan atap berupa mustaka pada bagian atas atap. Mesjid ini memiliki ruang utama yang berdenah huruf T. Di dalam ruang utama terdapat mimbar dan mihrab. Mimbar Mesjid Jami Pesantren Buntet terbuat dari kayu dan memiliki bentuk yang khas yaitu memiliki dudukan mimbar, dan atap mimbar. Mihrab Mesjid Jami Pesantren Buntet adalah mihrab yang bagian atasnya menyerupai lengkung kala. Pada bagian mihrab terdapat hiasan garis. Pada dinding ruang utama terdapat sembilan pintu masuk. Pintu masuk tersebut terdapat tiga pintu di dinding sebelah utara, sebelah timur, dan sebelah selatan, kemudian terdapat dua buah pintu pada ruangan khusus mesjid. Mesjid tersebut memiliki serambi ada sisi timur, utara, dan selatan. Pada serambi terdapat 28 tiang dan terdapat 10 pagar keliling. Bentuk bangunan Mesjid Jami Pesantren Buntet memperlihatkan arsitektur tradisional. Pengaruh itu terlihat pada bentuk mihrab, mimbar, dan pintu. Mesjid Jami Pesantren Buntet memiliki kedekatan atau kemiripan dengan Mesjid Pesantren Kempek. Hal itu disebabkan karena bangunan Mesjid Pesantren Kempek adalah bangunan mesjid kuno yang didirikan dalam periode yang berdekatan dan tetap mempertahankan kondisi bangunan asli sampai sekarang. Kemiripan-kemiripan Mesjid Jami Pesantren Buntet dengan Mesjid Pembanding dilihat dari beberapa unsur, antara lain denah, mihrab, mimbar, dan ragam hias. Hasil dari analisis dengan metode perbandingan yang telah diperoleh adalah Mesjid Jami Pesantren Buntet memiliki bentuk denah bangunan persegi panjang, hal ini dapat ditemukan di Mesjid Pesantren Gedongan, Mesjid Pesantren Kempek , dan Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin. Dilihat dari bentuk mihrab, Mesjid Pesantren Buntet memiliki kesamaan bentuk mihrab dengan Pesantren Babakan Ciwaringin. Bentuk hiasan juga ditemukan kesamaan atau kemiripan antara mihrab Mesjid Pesantren Buntet dengan Mesjid Pesantren Gedongan, dan Mesjid Pesantren Kempek. Ruang utama Mesjid Pesantren Buntet memiliki denah huruf T. Denah ruang utama dengan bentuk seperti ini
Foto 3.17 Tiang Mesjid Pesantren Buntet (kiri) dan Tiang Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin (kanan) Dokumentasi: Chusnul Chotimah 2013
Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin memiliki mustaka di puncak atap mesjid. Mustaka tersebut terbuat dari bahan tanah liat bakar. Mustaka tersebut berwarna cokelat keabuan. Ukuran tinggi sekitar 80 cm. Mustaka tersebut berdenah persegi, lalu mengecil hingga bagian tengah mustaka. Terdapat hiasan di bagian dasar, hiasan tersebut menyerupai priok atau buah nanas, pada ujung sisi bagian dasar. Pada bagian tengah mustaka berbentuk persegi empat yang bertingkat, makin ke atas makin besar. Pada bagian atas mustaka berbentuk menyerupai kuncup bunga, dan terdapat kerucut pada ujung bagian atas mustaka.
Foto 3.18 Mustaka Mesjid Pesantren Buntet dan mustaka Mesjid Pesantren Babakan Ciwarngin (kanan) Dokumentasi: Chusnul Chotimah 2013
Mustaka pada Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin memiliki perbedaan yang besar dengan mustaka pada Mesjid Jami Pesantren Buntet.
12 Universitas Indonesia Bentuk dan..., Chusnul Chotimah, FIB UI, 2013
Departemen Agama Direktorat Jenderal kelembagaan Islam. (2003) Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jakarta. Deetz, James. (1967). Invitation To Archaeology. New York: Natural History Press. Calder, Article “Ornamentation” dalam Encyclopedy World Art.Vol X (1965) Mc Grawn Hill. Book Company. LPKJ: IKJ. Fagan, Brian. (1975). In The Beginning, an introduction to archaeology. USA : Litle, Brown And Company Galba, Sindu. (1995). Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi. Jakarta:PT Rineka Cipta. Haedari, Amin. (2008). “Some Notes on the Improvement of Pesantren Studies”, Hal: 4245. International Journal of Pesantren Studies. Hoop, A.N.J. Th. A Th. Van Der. (1949). Indonesische Siermotiven/Ragam-Ragam Perhiasan Indonesia, Indonesian Ornamental Design. 1949. Bandung: Uitgeven door het koninklijk bataviaasch genootschap van kunstenen wetenschappen. Koentjaraningrat. (1996). Pengantar Ilmur Antropologi 1. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Kumar, Ann. (2008). Prajurit Perempuan Jawa: Kesaksian Ihwal Istana dan Politik Jawa Akhir Abad Ke-18. Jakarta: Komunitas Bambu Kridalaksana, Harimurti. (1991). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi kedua). Jakarta: Balai Pustaka Magetsari, Noerhadi. (1999). Metode Interpretasi Dalam Arkeologi. Makalah disampaikan dalam Seminar Evaluasi Hasil Penelitian Arkeologi tanggal 22 – 26 Juni, Lembang. Marwoto, J. Irmawati. (2007). “Boundedness dan Polusi pada Situs Islam Cirebon Abad XVIXVIII”, Wacana Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya: Ideologi dan Pemikiran Kebangsaan Vol. 9 No. 2, (Oktober), Hal: 238 – 246. Malbon, Elizabeth Struthers. (1983). “Structuralism, Hermeneutics, and Contextual Meaning” dalam Journal of the American Academy of Religion Vol. 51, No. 2 (Juni): 207-230 Meuleman, J.H, Lies M.M.N dan W.A.L Stokhof. (1993). “Wanita Islam Indonesia dalam Kajian Tekstual dan Kontekstual”. Hal: 34-46 dalam Kumpulan Makalah Seminar Seri INIS XVIII. Jakarta: INIS. Mohamed, Noriah. (1995). Jayengbaya, Memahami Pemikiran Orang Jawa. Selangor: Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia. Muhaimin, AG. (2001). Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal: Potret Dari Cirebon. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.
dapat ditemukan pada Mesjid Pesantren Gedongan. Sementara itu, denah ruang utama dari Mesjid Pesantren Kempek dan Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin berdenah persegi panjang. Denah tiang Mesjid Jami Pesantren Buntet berupa persegi, bentuk tiang ini di temukan di Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin. Hanya saja tiang pada Mesjid Pesantren Babakan Ciwaringin terbuat dari beton. Bentuk Tiang Mesjid Pesantren Buntet memliki perbedaan bentuk tiang dengan Mesjid Pesantren Kempek, Pesantren Babakan Ciwaringin dan Mesjid Pesantren Gedongan. Dari pemaparan di atas, dapat diperoleh sebuah jawaban atas permasalahan penelitian. Adapun hal-hal yang dapat disimpulkan mengenai ciri Mesjid Pesantren adalah sebuah bangunan mesjid yang tidak memiliki berbeda dengan mesjid kuno lainnya. Mesjid pesantren memiliki denah persegi panjang, memiliki tiang yang terbuat dari bahan kayu, terdapat tiang hanya pada serambi, memiliki atap berbentuk tajug. Keletakan tiang pada mesjid pesantren juga terdapat di serambi, tidak terdapat pada tiang utama dan memiliki mustaka. Dengan ciriciri demikian, mesjid pesantren tidak memiliki ciri khas tertentu, yakni memiliki ciri yang sama dengan ciri mesjid kuno lainnya. DAFTAR REFERENSI Amidjaja, Rosad. dkk. (1985). Pola Kehidupan Santri Pesantren Buntet Desa Mertapada Kulon Kecamatan Astanajapura Kbupaten Cirebon. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Aboebakar. 1955. Sejarah Masjid dan Amal Ibadah Dalamnya. Banjarmasin: Fa. Toko Buku Adil. Ambary, Hasan Muarif. (2002). “Penulisan Sejarah Islam Indonesia: Pendekatan Arkeologi Sejarah” Hal: 33-35 dalam 25 Tahun Kerjasama Pusat Penelitian Arkeologi dan EFEO. Jakarta: EFEO. Ambary, Hasan Muarif. (1998). Menemukan peradaban:Arkeologi dan Islam di Indonesia. Jakarta; Pusat Peneletian Arkeologi Nasional. Abdullah. Taufik. (peny). (1983). Agama dan Perubahan Sosial. Jakarta: Yayasan Ilmu-ilmu Sosial. Atja. (1986). Carita Purwaka Caruban Nagari. Proyek Pengembangan Permuseuman Jawa Barat. Alfaruqi, Ismail. (1986). Atlas budaya: The Cultural Atlas Of Islam, menjelajah khasanah peradaban gemilang. Bandung: Mizan. Budiharjo, Eko. (1991). Jati Diri Arsitektur Indonesia. Bandung: Alumni. Clarke, David. (1977). Spatial Archaeology. London: Academic Press
13 Universitas Indonesia Bentuk dan..., Chusnul Chotimah, FIB UI, 2013
Mattulada, dkk. (1983). Agama dan Perubahan Sosial. Jakarta: CV Rajawali dan Yayasan IlmuIlmu Sosial (YIIS). Mudyahardjo, Redja.(2002). Pengantar Pendidikan. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. Nasution, Isman.P. (1990). “Mihrab Mesjid Kuno”. Hal: 311-318. Dalam Edi Sedyawati, Ingrid H.E. Pojoh, Supratikno Rahardjo (Eds) Monumen, Karya Persembahan Untuk Prof. Soekmono.Hal: 311-318. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Rowandi, Munib. (2012). Kisah-Kisah dari Buntet Pesantren. Cirebon: KALAM (Komunikatif dan Islami). Satari, Sri Soejatmi. (1987). “Seni Ragam Hias dan Fungsinya: Pembahasan Singkat Tentang Seni Hias dan Hiasan Kuno” Dalam Diskusi Ilmiah Arkeologi II: Estetika dalam arkeologi Indonesia. Jakarta. IAAI. Steenbrink, Karel. (1994). Pesantren, Madrasah, Sekolah. Jakarta: PT LP3ES
Sharer, Robert J., dan Ashmore, Wendy. (2003). Archaeology: Discovering Our Past. Ed ke-3. New York: McGraw-Hill. Staeck, John. (2002). Back To The Earth, an introduction to archaeology. USA: Mayfield Publishing Company. Tjandrasasmita, Uka. (2009), Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta: PT Gramedia Trigger, Bruce. (2006). A History of Archaeological thought. Second Edition. New York: Cambridge University Press. Ziemek, Manfred. (1986) Pesantren Dalam Perubahan Sosial. Jakarta: P3M Jakarta Zuhairini, dkk. (1977). Sejarah Pendididkan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara Zuhdi, Susanto. (1996). Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra. Jakarta: Departemen Pendiddikan dan Kebudayaan.
14 Universitas Indonesia Bentuk dan..., Chusnul Chotimah, FIB UI, 2013