BELAJAR PENDIDIKAN KARAKTER DARI BUSHIDO SAMURAI JEPANG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA1 DR. M. RAFIEK, M. PD.2 Dosen PSM PBSID PPs Unlam Banjarmasin Ary Ginanjar Agustian (2010) dengan sangat bagus menulis ”Ada satu hal yang diakui dunia mengenai sebab kemajuan Jepang, yaitu karakter dan mentalitas masyarakat Jepang yang sangat unik, seperti kejujuran, tanggung jawab, kesetiaan, hormat, pantang menyerah, disiplin, dan keberanian. Nilai-nilai tersebut tidak dapat dipisahkan dari sejarah Jepang di era kaum samurai berkuasa yang menerapkan bushido. Bushido adalah sebuah sistem etika yang dianut oleh kelompok samurai, yang menguasai negara itu dari tahun 1192 sampai 1868. Bushido kemudian menjadi sebuah hukum dan budaya yang membentuk karakter dan perilaku masyarakat Jepang secara umum, meliputi berbagai aspek kehidupan hingga mencapai tingkatan yang belum pernah diraih sebelumnya. Para samurai pun mengajari kode etiknya kepada anak-anak Jepang selama masa sakoku (isolasi) hingga mencapai 250 tahun. Kata kunci: Jepang, bushido.
Pendahuluan Ketertarikan penulis terhadap dunia samurai dimulai ketika mengikuti seminar nasional pendidikan karakter3 yang diadakan oleh FKIP Unlam baru-baru tadi. Salah seorang pembicara seminar nasional itu dalam salah satu slide menampilkan tulisan yang dia kutip dari Ary Ginanjar Agustian, yaitu orang yang berilmu tanpa karakter laksana samurai tanpa bushido4. Setelah membaca isi slide itu berulang kali timbul pertanyaan ”apa benar demikian bahwa orang yang berilmu tetapi tidak memiliki karakter yang baik bagai samurai tanpa bushido? Padahal sepengetahuan penulis, samurai identik dengan kekerasan dan pembunuhan menggunakan senjata samurai, yaitu katana. Jadi, mana yang dianggap baik dalam bushido samurai itu? Sepulang mengikuti kegiatan seminar nasional tersebut, pertanyaan itu senantiasa timbul dan tenggelam dalam pikiran penulis. Penulis merasa penasaran ingin tahu apa sebenarnya bushido samurai itu. Penulis lalu membaca buku ESQ karya Ary Ginanjar Agustian yang sudah 1
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Karakter di aula Rektorat Unlam Lt. 1, Banjarmasin pada hari Sabtu, 8 Januari 2011. 2 Kabid. Akademik PSM PBSID PPs Unlam. Penulis buku dan pemakalah berbagai seminar di Kalsel. 3 Karakter berasal dari bahasa Yunani, yaitu charassein yang berarti mengukir (Munir, 2010: 2). 4 Bushido menurut M. Furqan Hidayatullah adalah amanah, pengasih, santun, sopan, mulia, hormat, dan lain-lain (2010). Bushido adalah etika samurai yang menekankan pada kesederhanaan, kedisiplinan, kesetiaan, dan teknik beladiri atau bisa juga dikatakan sebagai jalan samurai (Saptono, 2010: 246).
lama tergeletak di atas rak TV dan mencoba menemukan di mana pembicara seminar itu mengutipnya. Ternyata dalam buku ESQ tersebut penulis tidak mendapatkan informasi yang lengkap tentang bushido karena di dalamnya hanya dibahas sekelumit tentang bushido5. Penulis akhirnya menemukan kutipan yang hampir sama maknanya dengan orang yang berilmu tanpa karakter laksana samurai tanpa bushido dalam buku Ary Ginanjar Agustian (2010: 13), yaitu kecerdasan intelektual manusia tanpa nilai-nilai moral dan spiritual dapat menjadi sesuatu yang sangat menakutkan dan mengancam keselamatan umat manusia, sebagaimana ilmu pedang tanpa bushido. Penulis masih terus penasaran dan segera meninjau ulang artikel ilmiah6 yang ada dalam jurnal wacana UI tentang bushido samurai di masa modern, hasilnya penulis belum mendapatkan jawaban tentang apa itu sebenarnya bushido? Masih kabur dan remang-remangnya dunia bushido bagi penulis adalah kedahagaan yang luar biasa akan ilmu pengetahuan tentang samurai. Terusmenerus penulis mencari dan mencari, mencoba menemukan jawaban yang pasti tentang bushido samurai. Akhirnya, penulis menuju ke Gramedia jalan Veteran, memang semula tujuan ke toko buku itu bukan bermaksud untuk membeli buku tentang samurai. Namun setelah lama berkeliling dan mengikihi7 satu demi satu buku yang ada di Gramedia tersebut, penulis menemukan tiga buah buku yang betul-betul membawa penulis ke dalam dunia samurai. Tiga buku tersebut adalah (1) Bushido Shoshinsu, Spirit Hidup Samurai, Filosofi Para Ksatria karya Taira Shigesuke (Agustus, 2009)8, (2) Sang Samurai, Legenda 47 Ronin dan Kehebatan Samurai Jepang karya Agata P. Ranjabar (Juli, 2009), dan (3) Nyanyian Jiwa Sang Samurai, Harmoni Manusia bersama Alam Semesta dan Sesama karya Najamuddin Muhammad (Mei 2009). Dari ketiga buku tersebut, tampaknya buku nomor satulah yang demikian komprehensif dan sistematis menguraikan tentang Bushido. Dalam buku Taira Shigesuke itu dijelaskan secara rinci tentang bushido. Hal ini jelas berbeda dengan dua buku sesudahnya karena buku Agata P. Ranjabar hanya berisi Harakiri yang menjadi satu-kesatuan dengan cerita tentang samurai, sedangkan buku
5
Ary Ginanjar Agustian (2005: 185) secara sekilas menyebutkan sikap-sikap yang ada dalam bushido. Demikian katanya ”sikap pantang menyerah, menjunjung tinggi kehormatan dan kepribadian, sopan santun, taat kepada atasan, dan selalu hemat adalah bagian dari bushido samurai”. Hari selasa sore, tepatnya 14 Desember 2010, penulis kembali mencari buku tentang samurai yang memuat bushido. Hasilnya, penulis menemukan satu buku bagus milik Ary Ginanjar Agustian (2010) tentang Spiritual Samurai, mungkin buku ini yang telah dibaca oleh pembicara seminar pendidikan karakter tersebut. Ary Ginanjar Agustian dengan begitu bagus menguraikan tentang bushido. 6 Artikel ilmiah itu berjudul Bushido dalam Masyarakat Jepang Modern ditulis oleh Bambang Wibawarta dan dimuat dalam Wacana, Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya hal. 54-66. 7 Mengikihi dalam bahasa Banjar berarti mencari atau memilah sesuatu secara teliti. 8 Buku ini sebenarnya adalah karya terjemahan dari buku Taira Shigesuke (1999). Dalam kover belakang buku terjemahan ini tertulis “buku yang bersumber dari karya klasik berusia lebih dari 300 tahun ini ditulis oleh seorang master samurai.
Najamuddin Muhammad hanya menceritakan bushido menjadi satu-kesatuan dengan sejarah samurai. Untuk lebih jelasnya tentang bushido samurai akan dijelaskan di bawah ini.
Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan nilai-nilai positif yang ada dalam bushido samurai dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi.
Pembahasan Mengenal Lebih Jauh Bushido Samurai Taira Shigesuke (2009) dalam bukunya yang berjudul Bushido Shoshinsu, Spirit Hidup Samurai, Filosofi Para Ksatria mengemukakan bahwa bushido itu menyangkut ingat mati, berpendidikan, memenuhi kewajiban terhadap keluarga, selalu waspada, mengetahui benar dan salah, pemberani, memiliki sopan santun dan rasa hormat, bisa mengelola rumah tangga, keluarga besar, hemat, bisa membangun rumah, rendah hati, mempunyai banyak kolega dan selektif memilih teman, suka memberi pertolongan kepada orang lain, bisa bekerja sama dengan orang lain, jangan menyakiti hati orang lain, mempersiapkan diri menghadapi maut, memberikan pelayanan prima kepada orang lain, pengabdian yang tulus, menjaga perasaan orang lain, jangan menyalahgunakan wewenang dan kepercayaan orang lain, dan jangan malas. Dari sekian banyak inti bushido samurai tersebut, kiranya ingat mati adalah poin utama yang luar biasa. Ingat mati dituliskan di bagian pertama buku Taira Shigesuke ini. Taira Shigesuke dalam bagian satu pembahasan umum menyatakan bahwa:
Seseorang yang akan menjadi prajurit harus selalu ingat akan kematian sepanjang waktu, setiap hari-setiap malam, dari pagi Tahun Baru hingga malam Akhir Tahun. Kesadaran siap mati ini harus ditanamkan dalam-dalam di dalam otak. Jika kau bisa selalu ingat kematian di sepanjang waktu, kau tentu akan siap memenuhi semua kesetiaan dan mengemban tugas-tugas keluarga, juga akan menghindari perbuatan setan dan kejahatan, akan memelihara fisik agar tetap sehat dan kuat, dan akan bisa panjang umur. Yang lebih penting, karakter kepribadian akan lebih meningkat dan kebaikan diri akan tumbuh (2009: 20-21).
Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa ingat mati akan menyadarkan diri akan tugas dan tanggung jawab sebagai manusia di muka bumi. Ingat mati akan menyadarkan manusia agar tidak melakukan dosa dan kemaksiatan. Dengan berbuat baik, menurut Taira
Shigesuke, akan memanjangkan umur dan menurutnya karakter seseorang akan meningkat. Makanya sekarang kita dapat melihat negara Jepang menjadi salah satu kekuatan industri, teknologi, dan ekonomi terbesar di dunia karena penerapan bushidonya ini dalam kehidupan masyarakatnya. Agatha P. Ranjabar (2009) dalam bukunya yang berjudul Sang Samurai, Legenda 47 Ronin dan Kehebatan Samurai Jepang menyoroti bushido samurai dari segi bunuh diri demi kehormatan diri sebagai kesatria sejati. Bunuh diri ala samurai ini lebih dikenal dengan nama harakiri (baca har-rah-kee-ree) atau Seppuku (bahasa yang lebih formal). Seppuku merupakan jalan terakhir bagi seorang samurai dalam peperangan. Seppuku biasanya dilakukan setelah seorang samurai terdesak dan merupakan pilihan terakhir bagi sang samurai daripada mereka kalah, menyerah, dan ditangkap atau ditaklukkan oleh lawannya. Bagi sang samurai, daripada kalah, menyerah, dan menanggung malu, mereka lebih memilih melakukan seppuku. Najamuddin Muhammad (2009) dalam bukunya yang berjudul Nyanyian Jiwa Sang Samurai, Harmoni Manusia bersama Alam Semesta dan Sesama secara khusus membahas bushido dalam bab 3. Bushido meliputi keberanian, ketabahan hati, kehalusan budi dan lemahlembut, kejujuran dan ketulusan, cinta nama baik, setia pada tugas, bersikap tegas, pantang menyerah, dan rela menjalani hukuman mati secara mulia. Berdasarkan penjelasannya dalam bab 3 tersebut, rela menjalani hukuman mati secara mulia merupakan poin yang cukup krusial untuk dijabarkan di sini karena menyangkut Seppuku.
Perjalanan Menelusuri Lika-Liku Bushido Samurai Pada selasa sore tanggal 14 Desember 2010, penulis kembali mencari buku tentang Samurai di Gramedia Veteran Banjarmasin. Alhasil, penulis kembali mendapatkan tiga buku lagi mengenai samurai, yaitu Spiritual Samurai karya Ary Ginanjar Agustian (2010), The Swordless Samurai Pemimpin Legendaris Jepang Abad XVI karya Kitami Masao (2009), dan sebuah novel berjudul Tales of The Ronin, Jiwa Samurai Tak Bertuan karya Travis Heermann (2010). Buku Ary Ginanjar Agustian sangat bagus menceritakan tentang jalan samurai (termasuk sopan santun samurai), samurai dalam kilasan sejarah, kode etik samurai (selalu mengingat kematian, bushido dan 8 nilai bushido). Buku Kitami Masao menceritakan biografi perjalanan karier seorang samurai yang bernama Toyotomi Hideyoshi yang menjalankan semangat bushido dalam kesehariannya. Buku Travis Heermann menceritakan ronin yang bernama Ken’ishi dan anjing setianya yang bernama Akao. Dalam cerita ini terdapat pelajaran yang berharga bagi pembaca bahwa seekor anjing rela berkorban nyawa demi menyelamatkan majikannya, yaitu Ken’ishi. Hal ini menggambarkan semangat bushido, yaitu setia kepada majikan. Cerita ronin Ken’ishi ini mirip
kisah Yorozu dan anjing putihnya. Bedanya Ken’ishi selamat, sedangkan Yorozu mati bunuh diri (seppuku) dengan menggunakan pisau kecil untuk memotong tenggorokannya setelah terdesak dalam pertempuran dengan para tentara Gubernur Kawachi. Anjing putihnya yang setia membawa kepala Yorozu sebelum dipotong menjadi delapan atas perintah istana dan meletakkannya di tumpukan tanah kuno. Anjing putih itu kemudian berbaring di samping tubuh Yorozu dan tidak makan dan minum hingga akhirnya dia mati di situ (Ranjabar, 2009: 40). Di sini penulis akan mengisahkan cerita tentang Toyotomi Hideyoshi dalam buku The Swordless Samurai karya Kitami Masao. Dalam buku itu diceritakan bagaimana seorang Toyotomi Hideyoshi bekerja keras pantang menyerah hingga akhirnya bisa menjadi seorang samurai sejati yang dapat mempersatukan seluruh Jepang di bawah kekuasaannya.
Namaku Toyotomi Hideyoshi, dan sekarang aku adalah pemegang kedaulatan tertinggi di seluruh Jepang, anak petani pertama yang bisa naik ke tampuk kekuasaan mutlak. Aku adalah satu-satunya penguasa feodal dari sekitar dua ratus penguasa pada masa itu yang mencapai posisi ini akibat kerja keras dan bukan melalui silsilah. Aku berangkat dari kemiskinan untuk memimpin sebuah bangsa besar dan memegang komando ratusan ribu kesatria samurai (Masao, 2009: 4).
Keberhasilan Toyotomi Hideyoshi dalam mempersatukan Jepang cukup dengan melaksanakan semangat bushido, yaitu pengabdian, penghargaan, kerja keras, dan tindakan tegas (Masao, 2009: 6). Di balik keberhasilannya itu, ada satu hal yang paling berkesan bagi penulis, yaitu Toyotomi Hideyoshi tidak pernah melupakan jasa orang-orang yang pernah menolong dan mendukung keberhasilannya. Perhatikanlah kutipan di bawah ini.
Nasibku sendiri berada di ujung tanduk. Lord Nobunaga adalah mentorku, orang yang memungkinkan aku naik dari bukan apa-apa ke sebuah posisi yang cukup terkenal (Masao, 2009: 93). Aku bisa menjadi seorang negosiator hebat berkat orang-orang luar biasa pula (Masao, 2009: 101). Dalam tiga tahun setelah kematian Lord Nobunaga, aku menguasai setengah wilayah Jepang yang merupakan daerah terpadat dan juga terkaya, termasuk wilayah seluas 38.600 kilometer persegi yang belum pernah terjamah pengaruh Lord Nobunaga (Masao, 2009: 126). Namaku akan dikenal dalam sejarah, namun tanpa One9, Hidenaga10, Koroku11, dan Hanbei12, namaku mungkin sudah tenggelam. Aku beruntung 9
One adalah istri Toyotomi Hideyoshi (Masao, 2009: 206). Hidenaga adalah Bawahan Toyotomi Hideyoshi yang berpangkat letnan (Masao, 2009: 196) 11 Koroku adalah sahabat Toyotomi Hideyoshi yang menjadi penasihatnya (Masao, 2009: 186-191) 12 Hanbei adalah seorang samurai dan sempat hidup menjadi seorang pertapa sebelum akhirnya dijadikan penasihat Toyotomi Hideyoshi berkat keahliannya sebagai ahli siasat perang yang handal (Masao, 2009: 199-206). Nama lengkapnya adalah Takenaka Hanbei. Dia adalah komandan benteng Gunung Bodai dan pengikut senior marga Saito yang kemudian menyeberang ke pihak Hideyoshi (Saptono, 2010: 80). 10
karena menemukan mereka, tapi aku juga bijaksana karena mau mendengarkan nasihat mereka (Masao, 2009: 210).
Implikasi Bushido Samurai Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Bushido samurai Jepang memberikan kontribusi yang berharga bagi pembelajaran bahasa dan sastra di Indonesia, betapa tidak, bagi pembelajaran bahasa Indonesia, memiliki sopan santun dan rasa hormat, jangan menyakiti hati orang lain, memberikan pelayanan prima kepada orang lain, dan menjaga perasaan orang lain sangat sesuai dengan pembelajaran bahasa santun di sekolah. Pembelajaran kesantunan berbahasa akan memupuk jiwa siswa agar senantiasa menggunakan bahasa yang baik dan bernilai rasa positif. Bagi pembelajaran sastra, ingat mati, berpendidikan, memenuhi kewajiban terhadap keluarga, selalu waspada, mengetahui benar dan salah, pemberani, bisa mengelola rumah tangga, keluarga besar, hemat, bisa membangun rumah, rendah hati, mempunyai banyak kolega dan selektif memilih teman, suka memberi pertolongan kepada orang lain, bisa bekerja sama dengan orang lain, mempersiapkan diri menghadapi maut, pengabdian yang tulus, jangan menyalahgunakan wewenang dan kepercayaan orang lain, dan jangan malas dapat digunakan untuk mengembangkan bahan ajar menulis kreatif sastra termasuk penulisan karya fiksi seperti novel, cerpen, drama, dan puisi. Bahan-bahan ajar sastra tersebut pada akhirnya akan menumbuhkembangkan bacaan yang positif bagi siswa dan mahasiswa, yang pada gilirannya akan menambah pengetahuan siswa tentang sikap dan perilaku yang baik yang harus dipedomani dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang terdapat dalam bushido dapat dikembangkan menjadi sumber inspirasi penulisan kreatif sastra, terutama heroisme jiwa kepahlawanan dan keberanian. Bayangkan tempo dulu, pujangga Melayu sudah bisa menggubah Hikayat Hang Tuah yang berjiwa kesatria dan pemberani yang tidak takut pada Raja Majapahit, mengapa sekarang kita tidak mencoba untuk membuat karya sastra-karya sastra yang bisa membangkitkan jiwa kesatria bagi generasi muda. Kita juga sudah tahu bagaimana penggubah Hikayat Raja Banjar dengan sangat lihai mengangkat cerita Pangeran Suryanata berasal dari matahari. Bila cerita itu dikaitkan dengan bushido tentu asal-usul Pangeran Suryanata dapat dipadankan dengan jiwa samurai sejati yang berasal dari orang-orang terhormat. Betapa sedihnya penonton anak-anak, ketika tahu bahwa Kesatria Baja Hitam dikisahkan sempat mati setelah ditusuk pedang oleh Bayangan Hitam. Anak-anak ketika itu tidak dapat membayangkan bahwa Kesatria Baja Hitam bakal dihidupkan kembali kisahnya. Anak-anak mungkin bertanya-tanya siapakah kesatria penggantinya yang akan meneruskan perjuangan Kesatria Baja Hitam, namun oleh pembuat videonya ternyata Kesatria Baja Hitam masih hidup
karena diselamatkan oleh monster hiu di dalam samudera. Kesatria Baja Hitam adalah tokoh robot buatan Jepang. Semangat Bushido untuk terus berjuang pantang menyerah dalam menegakkan keadilan dan menumpas kebatilan ternyata dimanfaatkan betul oleh orang Jepang. Di dalam pelajaran bahasa dan sastra Indonesia dahulu, memang sempat ada usaha untuk menampilkan wacana-wacana yang mengandung nilai-nilai dan semangat bushido, namun sekarang hal itu semakin dikurangi atau sedikit sekali porsinya dalam buku pelajaran. Kita bisa mengingat dengan baik kisah si Malin Kundang yang mengajarkan nilai pedagogis agar senantiasa berbakti kepada orang tua dan tidak durhaka kepada mereka. Hal inilah yang perlu menjadi perhatian kita bersama. Pendidikan karakter bukanlah barang baru bagi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Pendidikan karakter sudah lama diajarkan dalam materi dan bahan ajar bahasa dan sastra Indonesia. Pendidikan karakter sudah lama menyatu dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Dalam sastra, kita mengenal unsur intrinsik tentang tokoh dan penokohan atau karakterisasi tokoh. Karakterisasi tokoh mengacu pada tokoh protagonis dan antagonis. Terkait dengan bushido samurai, yaitu sopan santun, dalam pembelajaran bahasa Indonesia sudah lama diajarkan bagaimana menggunakan bahasa yang santun. Terkait dengan bushido samurai, yaitu pemberani, pantang menyerah, kerja keras, setia kepada majikan sudah banyak digambarkan dan diajarkan dalam pembelajaran sastra kita. Pendidikan karakter dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dapat dilakukan dengan bermain peran dalam drama. Dengan bermain peran, para siswa atau mahasiswa dibimbing dan dididik sedemikian rupa untuk menguasai dan menjiwai karakter tokoh yang diperankannya. Dengan begitu, lambat laun anak dapat membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang tidak baik. Terlebih lagi dalam teater Banjar terdapat mamanda yang di dalamnya juga terdapat tokoh protagonis dan antagonis tentu dapat dijadikan contoh konkret untuk mencontoh karakter tokoh protagonis. Penerapan bushido dalam pembelajaran menulis kreatif sastra dapat diterapkan dengan cara mencontoh orang-orang Barat yang mampu menulis novel dengan baik berdasarkan cerita samurai dalam sejarah Jepang. Sebagai contoh, novel Tales of The Ronin, Jiwa Samurai Tak Bertuan karya Travis Heermann tentang Ken’ishi di atas. Selain itu, novel Tokaido Inn, Mimpi Samurai, Pencurian Rubi, dan Siasat Kabuki karya Dorothy dan Thomas Hoobler. Novel ini mengisahkan tentang Seikei Konoike, seorang anak penjual teh berusia empat belas tahun yang ingin menjadi samurai. Namun sistem feodal pada masa Tokugawa (abad ke-18) tidak memungkinkan seseorang untuk berpindah kasta. Kesempatan untuk menjadi seorang samurai terbuka lebar ketika sebuah batu rubi yang dipersembahkan Tuan Hakuseki kepada shogun dicuri
orang. Seikei Konoike akhirnya berhasil memecahkan misteri pencurian rubi itu. Akhirnya, dengan bantuannya, misteri pencurian rubi dapat diungkap. Hakim Ooka akhirnya mengadopsinya sebagai anak angkat. Dengan begitu, Seikei Konoike dapat mempunyai garis keturunan sebagai hakim yang pada waktu itu harus dijabat oleh seorang samurai. Keberhasilan Seikei Konoike menjadi seorang samurai dimulai dengan kerja kerasnya. Hal ini menandakan ada bushido dalam diri Konoike. Dalam novel itu juga terdapat kutipan yang menyatakan bahwa memang ada bushido pada diri Konoike. ”Bukan itu”, kata sang hakim. Aku tahu seseorang yang berbakti dan sangat cocok untuk bushido. Dia telah membuktikan dirinya pemberani, terhormat, dan setia. Di setiap langkah, dia adalah samurai sejati. ”Sebutkan namanya”, kata sang shogun, .... . Perlahan, pandangan sang shogun berpindah ke arah Seikei (Dorothy dan Hoobler, 2008: 360-361). Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa Dorothy dan Thomas Hoobler memanfaatkan nilai bushido seperti pemberani, terhormat, dan setia. Kemampuan mereka berdua mampu membuat novel misteri pencurian rubi sangat menarik untuk dibaca hingga akhir karena teka-teki siapa pencurinya baru bisa diketahui mendekati akhir novel. Oleh karena itu, apa yang telah dilakukan oleh penulis-penulis Barat tentang bushido samurai yang menjadi sumber inspirasi penulisan novel dapat dicoba untuk diikuti oleh kita di Indonesia.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Belajar pendidikan karakter dari bushido samurai Jepang berarti belajar nilai-nilai, sifatsifat, sikap-sikap, dan perilaku-perilaku yang positif yang dimiliki oleh samurai. Tidak ada salahnya dan tidak ada kata terlambat untuk belajar sesuatu yang penting dari negeri matahari terbit karena di dalamnya terkandung sesuatu yang bermanfaat untuk membentuk pribadi yang kokoh dan kuat. Siswa dan mahasiswa kita harus dididik sedini mungkin untuk menjadi seorang yang pemberani, pantang menyerah, pekerja keras, setia, hormat dan santun, Bushido samurai sangat bermanfaat bagi perkembangan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia karena di dalamnya banyak terdapat nilai-nilai positif yang dapat diambil hikmahnya bagi proses kreatif penulisan sastra dan bagi pengembangan materi dan bahan ajar di sekolah dan di kampus. Dengan bushido, Siswa dan mahasiswa termasuk guru dan dosen dimotivasi sedemikian rupa untuk mengembangkan keterampilan menulis karya dalam bahasa dan sastra Indonesia yang baik sebagai bahan ajar di kelas.
Saran Kepada para guru dan dosen disarankan agar mengambil nilai-nilai positif yang ada dalam bushido samurai untuk diterapkan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di kelasnya masing-masing. Selain itu, disarankan juga agar mengembangkan nilai-nilai positif yang ada dalam bushido itu dalam pembelajaran menulis kreatif sastra di sekolah. Di samping saran kepada guru dan dosen, juga ada saran bagi para orang tua agar mendidik dan membentuk karakter anak sejak dini dengan banyak mendengarkan cerita pengantar tidur tentang tokoh-tokoh yang berkarakter baik atau memberikan contoh sikap dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
Daftar Pustaka Agustian, Ary Ginanjar. 2005. ESQ, Emotional Spiritual Quotient, The ESQ Way 165, 1 Ihsan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, New Edition, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Jakarta: Arga. Agustian, Ary Ginanjar. 2010. Spiritual Samurai. Jakarta: Arga Tilanta. Dorothy dan Thomas Hoobler. 2008. Tokaido Inn, Mimpi Samurai, Pencurian Rubi, dan Siasat Kabuki. Terjemahan oleh Hari Ambari. Jakarta: Dastan Books. Heermann, Travis. 2010. Tales of The Ronin, Jiwa Samurai Tak Bertuan. Terjemahan oleh Fatmawati Djafri. Pustaka Bahtera. Hidayatullah, M. Furqan. 2010. Esensi Pendidikan Karakter. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Karakter yang diadakan oleh FKIP Unlam pada 6 November 2010 di Aula Rektorat Unlam Banjarmasin. Masao, Kitami. 2009. The Swordless Samurai Pemimpin Legendaris Jepang Abad XVI. Terjemahan oleh Mardohar S. Jakarta: RedLine Publishing. Muhammad, Najamuddin. 2009. Nyanyian Jiwa Sang Samurai, Harmoni Manusia bersama Alam Semesta dan Sesama. Yogyakarta: BukuBiru. Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter, Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah. Yogyakarta: Pedagogia. Ranjabar, Agata P. 2009. Sang Samurai, Legenda 47 Ronin dan Kehebatan Samurai Jepang. Yogyakarta: Pinus Book Publisher. Saptono, Andri. 2010. Harakiri, Kisah-Kisah Pelaku Harakiri Paling Dikenang, 47 Ronin, Oda Nobunaga, Yukio Mishima. Solo: BukuKatta. Shigesuke, Taira. 2009. Bushido Shoshinsu, Spirit Hidup Samurai, Filosofi Para Ksatria. Terjemahan oleh Teguh Wahyu Utomo. Surabaya: Selasar Surabaya Publishing.
Wibawarta, Bambang. 2006. Bushido dalam Masyarakat Jepang Modern. Wacana, Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya, 8 (1): 54-66.
BELAJAR PENDIDIKAN KARAKTER
DARI BUSHIDO SAMURAI JEPANG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Makalah Seminar Nasional Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Disajikan oleh DR. M. RAFIEK, M. PD. Dosen PSM PBSID PPs Unlam Banjarmasin
PANITIA PELAKSANA SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN KARAKTER PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT SABTU, 8 JANUARI 2011