Beberapa Trend perkembangan ICT dan konsekuensinya (bahan obrolan pada diskusi peluncuran Satu Dunia 22 feb 2007)
Pengantar, tentang tulisan ini Tulisan atau paparan ini dimaksudkan sebagai pijakan pembuka diskusi, baik diskusi di ruang waktu event ini, maupun diskusi jelajah lebih jauh dalam kerja organisasi para peserta yang hadir di sini. Oleh karena itu beberapa akan ada beberapa perihal dalam paparan ini, yang bukan merupakan presentasi data lengkap namun lebih merupakan pertanyaan untuk digali, baik dari yang tersedia seketika pengalaman/pengetahuan peserta maupun untuk ditelusuri kemudian. Cukup banyak kemajuan teknologi yang menakjubkan, dan hal itu dapat dirasakan juga secara langsung dalam konsumsi dan kehidupan. Paparan ini tidak akan menjabarkan kehebatan teknologi seperti seorang salesman meyakinkan klien tentang teknologi yang dijualnya. Paparan ini lebih berupaya merefleksikan bagaimana konsekuensi, persoalan, dan tantangan yang dihadirkan oleh teknologi tersebut. Dari segi kerangka alur bahas, paparan ini akan memulai dengan sekilas teknologi tinggi, kemudian tentang beberapa “trend” baru, dan kemudian mengajukan beberapa pertanyaan atau fikiran, terutama berkaitan dengan posisi CSO/NGO. Sekilas tentang Teknologi, dan teknologi tinggi Tolong!!! saya GapTek!!!. GapTek, gagap teknologi, sebuah istilah baru yang belakangan ini populer. gagap teknologi adalah sebuah kegagapan namun juga sebuah “gap”, (kesenjangan). Teknologi adalah tentang kesenjangan itu, dan teknologi tinggi dicirikan oleh adanya kesenjangan. Yang membedakan teknologi tinggi dengan “cara memasang tali sepatu” adalah adanya kesenjangan lebar antara orang awam dengan para pakarnya. (awam dapat mengerti saat memandangi tukang tambal ban menambal ban, namun menonton ahli komputer memperbaiki laptop sangat “au ah gelap”). Sifat lain dari teknologi tinggi adalah dampak dan skala yang meluas, serta kadang biaya yang sangat tinggi dalam investasi penguasaan, namun ciri yang satu ini tidak mutlak. Teknologi tinggi antara lain adalah penerbangan dan antariksa; ilmu bahan kontemporer (bahan serat karbon, kevlar, teflon, dsb); Mikro biologi dan rekayasa genetik; Mikroelektronika (chip komputer, dsb);Telekomunikasi; dan komputasi. Teknologi penerbangan dan antariksa memungkinkan pemiliknya menempatkan satelit di ruang angkasa, dan dengan demikian menyewakan kanalnya, atau menyediakan jasa membuatkan dan membawakan satelit klien ke ruang angkasa (akhirnya ini nanti soal bandwith, dan soal pilihan meletakkan server web). Terbuka dan tertutup. Di antara beberapa teknologi tersebut, ketiga terknologi terakhir secara besama sama kemudian menjadi “ICT” atau “IT”. Teknologi ini agak khusus karena relatif agak terbuka. Penggunaan mikroelektronika agak cukup meluas di kalangan para hobbyist elektronika (tidak ada komunitas hobby membuat bibit trans-genik). Dalam komputasi terutama perangkat lunak, ada distribusi yang agak merata baik global maupun sosial dalam peluang penguasaan. Banyak jawara perangkat lunak tersebar di negara negara asia, eropa timur, dsb, demikian juga banyak para “hacker” berasal dari “pinggir jalan tidak jelas”, dan usia yang muda. Demikian teknologi ICT ini mempunyai sifat terbuka. Namun dibalik keterbukaan ini, ICT juga teknologi yang sangat selektif dalam soal survival. Banyak “pemain teknologi yang gugur’ karena seleksi yang “hanya ada tempat buat juara pertama” ini. Teknologi otomotif misalnya sudah berusia hampir 150 tahun, namun masih menyisakan sekitar 200-
1
an merek, sedangkan teknologi pesawat terbang sudah berusia hampir 100 tahun, namun masih menyisakan sekitar 50 lebih produsen utama. Teknologi mikroprosesor untuk keperluan komputer personal sebelum 25 tahun tinggal menyisakan kurang dari sepuluh gugusan merek/type. Teknologi perangkat lunak “kantoran” (word processor) tinggal menyisakan dua pemain utama, versi propietary (MS-Office) lawan versi open source (Open Office). Demikian juga operating system untuk komputer personal, mengerucut jadi tiga keluarga besar yaitu keluarga “windows”, keluarga “mac” dan rombongan open source (menarik bahwa kekuatan pemenang yang kuat, ternyata hanya bisa disaingi oleh paradigma open source). Barangkali terbuka atau tertutup tidak terlepas juga dari pilihan sikap kita untuk membiarkannya tertutup atau memasuki ruang terbuka, atau lebih jauh merebutnya kembali ke ruang terbuka. Beberapa Trend: Integrasi teknologi ….Nak, bisa tolong saya, saya tadi mengambil gambar video dengan telpon sel saya, ini lalu ingin saya emailkan ke kakak saya, karena istri kakak saya mau mengkopinya ke laptopnya, untuk dibawa ke kantor lalu dipasang di web-blognya karena anaknya mau mendownloadnya di Ipod-videonya, untuk ditonton bersama-sama teman sekolahnya di home theater temannya…. ICT akan bergerak mengintegrasikan berbagai “kanal” teknologinya, anda akan mengambil video dan memotret dengan HP anda. Dari website anda akan mengirim dan menerima sms. Siaran TV akan dilakukan interaktif dengan sms, Programa radio akan ditayangkan di internet. Kantor berita online menyediakan klip video. Transaksi bank bisa dilakukan di web maupun di telpon. Ini adalah integrasi, dibandingkan teknologi otomotif konsumen, misalnya masih jarang mobil yang sekaligus berfungsi sebagai kapal (sekalipun jakarta banjir). Web, wireless, multi-media, dan bahkan GPS akan semakin mengintegrasikan diri satu sama lain. Penyedia jasa komersial, dan kebijakan negara, serta strategi penggunaan teknologi oleh para pemakai akan berlomba dengan ini. Pada saat teknologinya semakin berintegrasi satu sama lain apakah cara berkomunikasi, pesan, dan paradigma sosialnya cepat tanggap mengikuti integrasi ini? Paradigma yang semakin terbuka. Googable, bisa digoogle, menggoggle. Ada beberapa cara baru mendapatkan pengetahuan dan informasi, yaitu dengan mencarinya di internet, sekalipun ini merupakan pelengkap atau pembuka dalam riset saja. Namun apa yang kita cari di internet dan di google, bukanlah milik satu otoritas tunggal, melainkan milik komunitas juga. Kita mendapatkan bahan di internet, karena orang menaruh bahan itu di sana, atau orang lain mendapat karena kita menaruhnya di sana. Ini agak berbeda dengan jaman ketika hanya ada titik terbatas penerbit dan perpustakaan tertentu. Dinding ketat yang memisahkan produsen dan konsumen informasi mulai semakin cair, banyak organisasi maupun individu rajin “menerbitkan” pengetahuannya di web. Ada beberapa fenomena utama di internet yang muncul akhir akhir ini yaitu Blog, social network; dan wikipedia. Blog mencairkan sekat antara produsen dan konsumen informasi, dan pada saat sama juga memotong siklus “editing-deadline-jadwal tayang”, karena begitu dipublikasikan maka akan langsung terbit. Blog juga memperlebar kemungkinan format ungkapan tertulis, tulisan tidak lagi terbatas dalam pilihan format makalah atau essay dengan panjang tetap, blog dapat berisi tulisan sependek, sepanjang apapun dalam gaya apapun. Social network terbangun lewat peralatan ICT seperti mailing list, forum diskusi online, dan digital communties (seperti Friendster dan sejenisnya). Dalam hal ini “mailing list” yang awal mula dasarnya berkisar “surat” memperluas dirinya menjadi “komunitas” dalam banyak hal bahkan bisa keluar dari sifat elektroniknya, misalnya ketika komunitas mailing list tertentu mengadakan pertemuan “kopi darat’. Wikipedia adalah sebuah fenomen bagaimana otoritas pengetahuan bergeser menjadi terbuka. Pada 2
fenomena Wikipedia, pengetahuan dibangun bersama-sama oleh komunitas. Tentu pada usianya yang masih muda sebagai paradigma masih ada banyak keterbatasan, namun merupakan langkah yang cuku substansial. Pergeseran manajemen dan paradigma Dengan segala teknologi tersebut pada dasarnya manajemen juga bergeser berubah. Banyak organisasi sekarang menempatkan jabatan baru dalam strukturnya, yaitu petugas IT, atau di atasnya manajer Informasi, bahkan di beberapa organisasi besar ada juga manajer pengetahuan. Cara kerja dan interaksi publik bergeser dari hubungan penyedia informasi dan pemirsa menjadi komunitas kerja kolaboratif. Ketika seorang awam tidak dapat menemukan website dari sebuah organisasi, maka kemudian orang awam kadang menilai bahwa organisasi ini kurang kuat, atau kurang terbuka. Demikian juga ketika orang menemukan organisasi tersebut websitenya tidak terupdate maka akan ada penilaian bahwa organisasi ini kurang mampu. Dari sudut pandang “klasik” humas, ini akan mengubah pola kerja. Sedangkan lebih mendalam lagi akuntabilitas kerja dan transparansi kini sukar bersembunyi, agak sulit kini bagi sebuah organisasi untuk “meloloskan diri” dengan “jam empat kantor kami sudah tutup, datang saja nanti hari senin”. Organisasi akan hidup di ruang terbuka dan demikian harus siap untuk akuntabel, baik penerima manfaat, pemangku kepentingan, maupun publik kini mendapat tambahan jendela untuk melihat anda. Saat ini ada peralihan dari manajemen informasi, menuju perluasan ke manajemen pengetahuan. Ketika rel-rel kereta api dan gerbong pembawa informasi dan data mulai berjalan hiruk pikuk, maka berikutnya tak terhindarkan pemikiran kemana lalu lintas informasi itu akan mengembara mencari makna. Bagaimana pengalaman dan perubahan dapat dicapai lewat praxis yang kini melintas di jalan informasi, hal-hal ini kemudian yang coba dielaborasi oleh gugusan paradigma manajemen pengetahuan. Pembahasan lebih terperinci tentang manajemen pengetahuan bukan merupakan lingkup paparan ini. Menengok pengalaman revolusi hijau Pada awal tahun 60-70an terjadi apa yang oleh banyak fihak diistilahkan sebagai revolusi pertanian, atau revolusi hijau. Proses ini adalah ketika sistim pertanian (terutama di negara ketiga) dialihkan dengan cara produksi baru, menggunakan bibit unggul menggantikan bibit tradisional dan cara tradisional. Sepanjang perjalanan proses ini, memang kemudian jumlah dan hasil panen menjadi lebih baik secara kuantitatif, namun sejalan dengan ini, petani menjadi tergantung pada bibit (yang tak bisa mereka produksi sendiri), pupuk kimia, insektisida, irigasi ekstensif, dan mesin mesin pertanian modern. Pada akhirnya, banyak asupan produksi pertanian menjadi harga yang harus dibayarkan oleh petani kepada perusahaan perusahaan besar di negara pertama. Konflik dan persoalan ini masih tetap terjadi pada saat ini, seperti issue trans-genik, dan kasus petani yang diperkarakan oleh perusahaan bibit di jawa timur. Salah satu persoalan mendasar adalah teknologi yang dipakai secara sangat kuat, namun sangat tidak dikuasai. Tentu bisa dilihat lebih jauh mengapa demikian, antara lain karena ada kawalan rejim hak cipta, dan adanya penerapan secara merata dan kuat melalui sistimatika kebijakan negara, bahkan antar negara dengan campur tangan kuat lembaga internasional baik dalam bentuk “Asistensi teknis”, maupun dalam bentuk negosiasi kebijakan. Pada tahun 1990-an, teknologi ICT datang sebagai berkah yang ajaib membuka pintu bagi berbagai kemudahan di berbagai bidang. Infrastruktur kemudian dibangun, juga beberapa mekanisme, lembaga, dan perusahaan perusahaan penyediaan jasa maupun produk dalam bidang ICT. Dalam bidang ICT, segala berkah tersebut mempunyai “asupan produksi” berupa harga perangkat keras, harga perangkat lunak, harga akses kepada saluran telekomunikasi. Tentu saja ada asupan lain yang tidak ditanggung langsung oleh pemakai, namun oleh penyedia jasa, seperti harga infrastruktur telekomunikasi (fiber optik, satelit, antena, dsb).
3
Merefleksikan sejarah revolusi pertanian, pertanyaan yang muncul adalah apakah di masa depan ada kemungkinan kejadian seperti “revolusi hijau”. Apakah masyarakat dunia ketiga kemudian suatu ketika setelah menggunakan ICT dengan intensif lalu suatu pagi bangun menemukan dirinya harus membayar besar dan mengalirkan dana besar-besaran ke dunia pertama? Apakah pertanyaan ini sebuah paranoia yang berlebihan dan tidak berdasar?. Pada saat ini masih sangat sedikit ada kajian yang mendasar tentang hal ini dengan hitungan empirik yang kuat. Namun mungkin kita perlu melihat dengan jeli arah dan substansi dari persoalan perdebatan yang baru baru ini terjadi atas MOU menegkominfo dengan Microsoft, sebagai salah satu contoh. Ada beberapa contoh lain seperti soal teknologi VoIP, Wimax, dsb. Cara lain melihat hal ini adalah bahwa pada saat ini tidak sulit membayangkan sekilas bahwa ICT juga berarti terjadinya aliran besar uang keluar Indonesia, untuk pembelian perangkat keras (kecuali kalau ada salah satu yang bisa membuat laptop dari bambu dan dibuat sendiri di rumah). Apakah dalam ICT, aliran dana negara maju merupakan hal mutlak yang tak dapat ditawar? Secara global sekilas tidak, karena saat ini ada beberapa merek merek Asia di bidang perangkat keras. Hal lain adalah bahwa dalam ICT terdapat sektor jasa (misalnya programmer, system developer, tenaga perawatan, dsb). India dan phillipine termasuk negara yang mendapat devisa dari jasa ICT di pasar internasional. (Mungkin Indonesia pada saat ini baru dalam taraf mendapat margin keuntungan non struktural dari memasarkan produk internasional ke masyarakat Indonesia). Apakah kita harus kembali hidup dalam gua purba? Tak mungkin, dan tak akan mampu, dan tidak masuk akal. Justeru pertanyaan ini adalah tantangan dari masyarakat sipil dan “enlightened elite”. Paparan ini tidak dalam posisi memberikan resep dan arahan, namun ada beberapa hal yang patut ditimbang, dari “trend mutakhir ICT” dan sifat teknologi “ICT”. Secara politis, kadang ICT menjadi kanal tertentu yang lebih luas dan tajam untuk menembus dinding birokrasi dan represi kekuasaan. Pengalaman Indymedia, LSPP, dsb dapat dibahas nanti kemudian sebagai contoh. Munculnya fenomen Open Source menunjukkan bahwa dominasi kekuatan monolitik korporat, dan monopoli paradigma produksi (kapitalistik) bukanlah hal yang sakral yang tak dapat diganggu atau ditantang. Pada saat ini memang open source masih mempunyai beberapa keterbatasan dan persoalan, namun sebagai gerakan yang masih muda, capaiannya sudah cukup berarti. Dan lebih jauh lagi fenomen open source apakah akan maju atau tidak, berhasil mengatasi persoalannya atau tidak, toh akan terpulang kepada kita sendiri, sejauh mana kita memilih sebagai konsumen atau sebagai aktor. Masyarakat Sipil/LSM dan ICT Informasi dan pengetahuan, bagasi yang diangkut oleh gerbong-gerbong ICT, bagaimana informasi dan pengetahuan digunaka secara efektif dalam mencapai perubahan, dan apa kendalanya? Beberapa pengamatan awal secara sekilas yang selama ini dilakukan menunjukkan indikasi bahwa LSM pada umumnya bukanlah yang terdepan dalam memanfaatkan secara ICT secara optimal dan sistimatis. Pemanfaatan paling optimal adalah korporat, di luar itu beberapa komunitas dan pribadi juga cukup maju (lihat misalnya para komunitas “bloggers”, komunitas sastra internet, dsb). Tentu saja masih bisa diperdebatkan apakah LSM harus memanfaatkan ICT dengan optimal (karena beberapa LSM dapat mengajukan argumen, bahwa mandatnya adalah mengorganisir rakyat dan melakukan advokasi dari tingkat akar rumput). Pertanyaan ini kemudian menggoda kita untuk melihat sumber daya perubahan yang secara “cobacoba” dirangkum dalam tabel berikut:
4
Sumber daya
Negara
Par-pol
korporat
Ormas
CSO/NGO
Kewenangan
Legitim dan terdefinisi jelas
Melaui ruang politik
Tidak langsung, melalui lobby tertutup
Finansial
Stabil teranggarkan
Sedang-kuat
Tinggi dan terprediksi
Sedangkuat
- lemah - beragam - kurang terprediksi
Jaringan
terdefinisi merata
terdefinisi merata kuat
Terdefinisi ekstensifi
Terdefinisi kuat
- agak sporadis -terbatas pada beneficiaries
Massa
tidak
kuat
Sedang – kuat, Lewat lifestyle groups
Kuat
Tidak ada
Informasi
seadanya
Terbatas pada informasi lingkar kekuasaan
Kuat, terutama karakter pasar
lemah
- kuat pada wacana
- Politis marginal - etis moral - advokatif
-
Kita bisa melihat bahwa bisa sumber daya/kekuatan utama LSM, dibandingkan dengan aktor lain, bukanlah pada finansial, jaringan, masa atau kewenangan, namun apakah jika demikian lalu sumber daya wacana, informasi, pengetahuan ini juga sudah terkelola dan terartikulasikan dengan baik? Beberapa isu-isu struktural/kebijakan Informasi dan pengetahuan dan ICT Sebagai perangkum berikut ini adalah hal hal yang dapat difikirkan sebagai pekerjaan rumah, isue isue kebijakan dan isu struktural yang bisa dilacak kemudian. • Paradigma Open Source Paradigma open source akhir akhir ini menjadi perdebatan antara beberapa pengambil kebijakan, praktisi, pelaku bisnis dan pemakai ICT. Beberapa negara dan badan dunia (Eropa, Brazil, NASA, google, UNDP, Unesco, dsb) telah merumuskan sikap dan menyambut open source. Mungkin bagi beberapa fihak isu ini asing dan baru… • Hak atas informasi Setelah flashdisk dapat menampungnya dan internet dapat melintasi jaraknya, apakah masyarakat mendapatkan haknya atas informasi? bagaimana hal ini diatur? • Kultur akuntabilitas dan transparansi Terutama bagi para LSM apakah kemudian ada yang namanya “kepemilikan” atas informasi tentang
5
apa yang sudah dikerjakan atau situasi di daerah tertentu? apakah aliran informasi juga mengalir kepada masyarakat yang didampingi dan dapat mereka gunakan untuk memperjuangkan perubahan atas nasib mereka? • Wacana kepemilikan pengetahuan (TRIPS dan HAKI) Apakah ada kepemilikan atas pengetahuan, dan bagaimana batasnya? apa yang terjadi selama ini dalam soal kepemilikan atas pengetahuan? • Kebijakan negara dalam pengembangan teknologi Pendekatan ekonomi developmentalis dan berorientasi pertumbuhan pernah kita saksikan, demikian juga agenda neo-liberalis privatisasi liberalisasi. Bagaimanakah agenda agenda ini diwujudkan lewat teknologi? dan apa yang bisa dilakukan? • Tantangan bagi posisi LSM Bagaimana LSM dalam keterbatasan sumber dayanya dapat meraih penggunaan teknologi secara optimal, dan lebih jauh dapat terlibat dalam pertarungan masa depan di kancah teknologi, informasi dn pengetahuan?
Artikel ini pernah dimuat di: http://idaman.multiply.com/journal/item/211
[email protected]
6