V. PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR MtNYAK SAWIT DAN BEBERAPA VARIABEL EKONOMI 5.1. Ekspor Minyak Sawit
Perkembangan ekspor minyak sawit lndonesia lebih cepat daripada perkembangan produksinya. Hal ini membuat produksi minyak sawit lndonesia terlihat lebih diorientasikan pada ekspor (Vaneelder, 2000). Ekspor minyak sawit lndonesia meningkat sebesar 244 persen dalam tujuh tahun terakhir, sementara pertumbuhan produksi minyak sawit hanya 114 persen. Komposisi ekspor minyak sawit lndonesia pada tahun 2003 ditunjukkan pada Gambar 8(a), 55 persen ekspor minyak sawit merupakan PPO dan selebihnya adalah CPO. Kriteria CPO dan PPO didasarkan pada kandungan beta karoten dalam minyak sawit, untuk minyak sawit dengan kandungan di bawah 500 part per million dikategorikan pada PPO. Ekspor minyak sawit lndonesia mengalami penurunan secara temporer pada tahun 1998 karena adanya pelarangan ekspor selama triwulan pertama dan kemudian diganti dengan pajak ekspor yang tinggi sampai pertengahan tahun 1999. Ekspor minyak sawit kembali meningkat setelah penurunan pajak ekspor sampai 3 persen.
OXCPO O P P O -
-
Sumber : BPS (data diolah)
Gambar 8. Proporsi Ekspor Minyak Sawit lndonesia Tahun 2003
Komposisi ekspor minyak sawit lndonesia berdasarkan negara tujuan ekspor untuk tahun 2003 ditunjukkan oleh Gambar 8(b). Tujuan ekspor minyak sawit lndonesia didominasi oleh India, China dan Uni Eropa. Pangsa ekspor minyak sawit lndonesia ke Uni Eropa mengalami penurunan dari 50 persen sampai 18 persen sehingga untuk tahun 2003, India menjadi pasar minyak sawit lndonesia yang terbesar dengan pangsa 35 persen. Suatu fenomena penting yang menjadi perhatian bahwa CPO lndonesia juga diekspor ke Malaysia dengan volume ekspor yang mencapai 6 persen pangsa pasar minyak sawit Indonesia. Hal ini mernungkinkan terjadinya reekspor rninyak sawit lndonesia dari Malaysia tetapi diklasifikasikan sebagai minyak sawit Malaysia (VanGelder, 2004). Ekspor rninyak sawit Malaysia, seperti halnya minyak sawit lndonesia juga mengalami peningkatan yang signifikan selama sepuluh tahun terakhir. Berdasarkan data publikasi dari MPOB, volume ekspor meningkat 12.7 persen menjadi 12.3 juta ton pada tahun 2003 sernentara nilai ekspor meningkat lebih besar yaitu 33.5 persen pada tahun yang sarna. Peningkatan nilai ekspor lebih besar dari peningkatan volume ekspor karena kontribusi dari tingginya harga rata-rata minyak sawit Malaysia tahun 2002 dan 2003. Secara umum komposisi PPO dalam ekspor rninyak sawit Malaysia sangat besar, Garnbar 9(a) menunjukkan bahwa 90 persen ekspor minyak sawit Malaysia adalah PPO yaitu sekitar 11 juta ton. Selebihnya ekspor minyak sawit Malaysia berupa CPO hanya 10 persen dari dari porsi ekspor. Gambar 8(a) dan 9(a) menunjukkan perbedaan fokus pada segmen produk. Ekspor minyak sawit Malaysia lebih difokuskan pada PPO sedangkan ekspor rninyak sawit lndonesia rnasih pada produk primer yaitu CPO. Hal ini merefleksikan perbedaan kematangan industri dan kebijakan pemerintah. Pernerintah Malaysia menerapkan instrument yang mernberi insentif pada
pengembangan di sektor hilir minyak sawit sehingga mendorong pengusaha lokal untuk berinvestasi pada peningkatan nilai tambah minyak sawit. Pemerintah Malaysia menerapkan pajak ekspor pada CPO sebesar 10 persen dan membebaskan hambatan ekspor untuk PPO. Selanjutnya Malaysia juga melakukan perjanjian investasi untuk produk hilir minyak sawitnya di beberapa pasar ekspor utama yaitu lndia dan Uni Eropa untuk menjamin akses pasar (Rabobank, 2005). -- --
- -----
-
- -
CPO
chins
PPO
90% --
,
0CPo 0 P P O
1
-
--
mlndle ~ C h n o e hE-
-
--- -
-
ohnnye -
-
.-
Sumber : MPOB
Garnbar 9. Kornposisi Ekspor Minyak Sawit Malaysia Tahun 2003 Negara tujuan utama ekspor minyak sawit Malaysia adalah China, lndia dan Uni Eropa. Komposisi ekspor untuk ketiga negara tersebut dapat dijelaskan melalui Gambar 9(b), bahwa 48 persen dari total ekspor minyak sawit Malaysia ditujukan ke tiga negara tersebut sedangkan pangsa ekspor lainnya adalah Pakistan dan Egypt. Secara keseluruhan volume ekspor minyak sawit lndonesia dan Malaysia mencapai lebih dari 90 persen volume ekspor minyak sawit dunia, ha1 ini menggarnbarkan seharusnya lndonesia dan Malaysia adalah negara besar dalam perdagangan minyak sawit. Secara grafik perkembangan ekspor minyak sawit lndonesia dan Malaysia selama periode 1990 sampai 2003 ditunjukkan oleh Gambar 10. Volume ekspor minyak sawit Malaysia terlihat berada di atas ekspor minyak sawit Indonesia, dengan pertumbuhan ekspor untuk kedua negara yang semakin meningkat.
+5
4000000 3500000 3000000 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0
, * , . ...,- - * - - , ..-,-..-'- ....-..- .. ., ., _ ...--' I
."'
. .
.
.
.
.
.. . .. . .
,
--
.
.
Tahun -
.- --
-
- - - - - - . Xsln -&MY
--
-
--
-
- --
--.-
-
-
-
-
Keterangan : Xsln = Volume Ekspor Minyak Sawit lndonesia XsMy = Volume Ekspor Minyak Sawit Malaysia Sumber: Data BPS dan MPOB
Gambar 10. Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Tahun 1990-2003 5.2. lmpor Minyak Sawit Total impor rninyak sawit dunia untuk tahun 2003 rneningkat dua persen yaitu 19.54 juta ton. lndia masih diproyeksikan sebagai importir utama minyak sawit dengan irnpor sekitar 3.68 juta ton rninyak sawit, diikuti oleh Uni Eropa dan China (Dohlman, 2003). Untuk pasar Asia minyak sawit masih unggul karena harganya lebih murah dari rninyak nabati lainnya misalnya minyak kedelai. Harga rninyak sawit yang lebih murah untuk pasar Asia dikarenakan rendahnya biaya transpor dari negara eksportir di Asia dibandingkan biaya transpor minyak kedelai dari Amerika, sehingga negara importir minyak nabati seperti lndia dan China memiliki preferensi lebih besar pada minyak sawit. Perbandingan perkembangan impor minyak sawit India, China dan Uni Eropa dari negara eksportir utarna minyak sawit yaitu Malaysia dan lndonesia dapat dilihat pada Gambar 11. lmpor rninyak sawit Uni Eropa juga mengalarni peningkatan meski tidak secepat peningkatan impor minyak sawit lndia dan China. Hal ini disebabkan pangsa pasar Uni Eropa juga didominasi oleh minyak
-- " -
nabati lain. Pangsa rninyak sawit untuk pasar Uni-Erapa adalah 17 persen (VanGelder, 2004). Tarif irnpor juga diberlakukan oleh pernerintah Uni Eropa pada minyak sawit Malaysia dan Indonesia yaitu 3.8 persen untuk CPO dan 9 persen untuk PPO.
d' +&8& s & s8& s & g
, ? ' Q ,
, 9 9 %
,9q6
, 9 $ , 9 ~ %
&&,$$,,,(C 0 9 ,9 %5 @ $5
ff?0
ff?
0
Tahun
Keterangan : MdC = Volume lmpor China Mdl = Volume lmpor lndia MdEu = Volume lmpor Uni Eropa Sumber : Data Oil World
Garnbar 11. Perkernbangan lrnpor Minyak Sawit Tahun 1990-2003 Perkernbangan irnpor rninyak sawit lndia tidak hanya terkait dengan besarnya populasi penduduk dan perturnbuhan ekonorni lndia narnun juga peranan penting kebijakan irnpor atau perdagangan rninyak sawit. Kronologis kebijakan irnpor rninyak sawit lndia disajikan secara lengkap pada Larnpiran 2. Pernerintah lndia rnenerapkan tarif impor untuk CPO sebesar 65 persen dan 75 persen untuk PPO. Tarif irnpor minyak sawit tersebut mulai diberlakukan pada tahun 1994. lrnpor rninyak sawit lndia tidak didasarkan pada harga aktual tapi berdasarkan pada harga yang ditetapkan oleh pernerintah (disebut tariff value). Tariff value rninyak sawit terakhir direvisi pada November 2003, rneskipun harga di pasar dunia turun narnun tariff value untuk irnpor minyak sawit lndia lebih tinggi dari harga di pasar internasional (VanGelder, 2004).
-=-
--
lmpor minyak sawit China selama periode
19906B03 mengalami --.-
peningkatan yang berarti meskipun terjadi penurunan impor pada tahun 1998 dan 1999 secara temporer. Data ekspor minyak sawit Indonesia ke China pada tahun tersebut juga mengalami penurunan yang signifikan karena hambatan tarif di dalam negeri. Sementara ekspor Malaysia ke China pada tahun 1998-1999 tidak mengalami penurunan yang berarti. China menerapkan tariff rate quota (TRQ) sebesar 2.60 juta ton untuk tahun 2003, 2.70 juta ton tahun 2004, 3.17
juta ton untuk tahun 2005 serta tarif impor sebesar 9 persen. Sesuai dengan perjanjian China dalam VVTO maka quota impor akan dihapus pada tahun 2006, dengan tetap mempertahankan tarif impor rendah untuk minyak sawit. 5.3. Perkembangan Produk Domestik Bruto Negara lmportir
Pertumbuhan ekonomi
negara
importir
merupakan faktor
yang
menentukan dalam keputusan untuk mengimpor minyak sawit selain faktor harga minyak sawit. Pengaruh perubahan pendapatan negara importir terhadap volume impor minyak sawitnya dapat dilihat dengan pendekatan PDB negara tersebut. China dan India merupakan negara importir dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan pasar yang potensial untuk minyak sawit Indonesia dan negara eksportir minyak sawit lainnya. Tabel 11. Pertumbuhan Rata-Rata Tahunan PDB Riil China Tahun 1990-2003 Tahun Persentase Pertumbuhan 1990 3.8 1991 9.3 1992 14.2 1993 13.5 1994 12.7 1995 10.5 1996 9.7 1997 8.8 1998 7.8 1999 7.1 2000 8.0 2001 7.3 2002 8.0 2003 9.1 Sumber : Official Chinese government dalam Morrison, 2003
. --.-
China merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar ketujuh
.-"
di dunia setelah Amerika, Jepang, Jerman, Inggris, Perancis dan Itali. Perkembangan PDB China disajikan pada Gambar 12 dengan trend meningkat setiap tahunnya. Pertumbuhan rata-rata ekonomi China berkisar 8 persen dari tahun 1970 sampai 2002 (Tabel 11). Tahun 2003 pertumbuhan ekonomi china mencapai 9 persen dan beberapa sektor tumbuh lebih dari 10 persen (Gale dan Shane, 2004). 4000
#
3500
I
3000
-
2500
-
0
i
- -
-YE
c 2000 -
-
1500 1000 500 0
i
l
l
l
:
l
l
l
l
i
i
l
l
:
l
l l l 1 T l l l i
1 ' 1
I
1
'C-
F
r
F
r
F
F
F
F
-
F
l
i
r
N
l
l
l
6 N
I
I 1
9 N
i
l
l
6 N
Ta hun Sumber : Data IFS, 2004
Gambar 12. Perkernbangan PDB China Tahun 1990-2003 PDB riil China pada April 2003 tercatat peningkatan 9.9 persen untuk triwulan pertama 2003 dari periode yang sama tahun 2002. Pada bulan berikutnya pemerintah China mengakui bahwa terjangkitnya wabah virus Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), ha1 ini diprediksikan akan membawa efek
negatif pada perekonomian China dalam jangka pendek (Morrison, 2003). Namun secara umum, dengan kombinasi pertumbuhan ekonomi yang spektakuler dan rendahnya hambatan impor, harga komoditi yang lebih tinggi dan penawaran komoditi domestik yang terbatas mengarahkan China menjadi pasar potensial untuk komoditi pertanian pada umumnya dan khususnya komoditi minyak sawit. Gale (2005) menyatakan bahwa kombinasi dari kondisi
- - -*,,--*-
ekonomi tersebut mengarah pada m
nya impor produk pertanian pada
periode 2002-2004 karena peningkatan volume dan harga impor. lndia terrnasuk salah satu negara di Asia dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi setelah China. Tahun 2003, lndia mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi yaitu 9 persen sedangkan Dana Moneter lnternasional (IMF) dalam perkiraan pertumbuhan ekonomi menyebutkan pertumbuhan ekonomi lndia tahun 2005 sebesar 6,7 persen. China tumbuh 8,7 persen. Sebagai raksasa ekonomi nomor empat di Asia-setelah China, Jepang, dan Korea Selatan-India tetap
cukup
menentukan.
Laporan
Badan
Energi lnternasional (IEA)
menyebutkan bahwa perrnintaan energi dunia akan terus meningkat dan salah satu penyebabnya adalah pertumbuhan ekonomi global khususnya yang terjadi di China dan India. Perkembangan perekonomian lndia seperti yang disajikan pada Gambar 13 memang tidak sekuat China, tetapi sebagai salah satu kekuatan keuangan ekonomi di Asia, lndia menjadi perhatian banyak pihak termasuk Indonesia. Pasar lndia yang lebih dari satu miliar manusia jelas membutuhkan banyak komoditas. Pertumbuhan perdagangannya (ekspor dan impor) pun relatif cukup besar. Tahun 2004 pertumbuhan perdagangan lndia mencapai 16 persen dengan total nilai mencapai 150 miliar dollar AS. Dibandingkan dengan total nilai perdagangan dunia, angka ini hanya sekitar satu persen, tetapi bagi negara yang memasok produk ke India, nilai ini sangat berarti. Indonesia mengekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oilICPO) dan produk turunannya dalam jumlah relatif besar. pada tahun 2002 ekspor CPO dan produk turunannya ke lndia mencapai 1,8 juta ton. Angka ini cukup besar dibandingkan dengan total ekspor minyak sawit dan turunannya dari Indonesia yang mencapai 6,5 juta ton. Ekspor CPO dan turunannya ke lndia lebih besar dari 1,4 juta ton minyak sawit yang diekspor ke China. Angka ekspor minyak
sawit ke Ind
nnya dengan p d m b u h a n ekonomi di India yang relatif
bertahan di atas enam persen per tahun. Tahun 2003 ekspor minyak sawit dan turunannya ke lndia mencapai 2 juta ton.
Tahun Sumber : Data IFS, 2004
Gambar 13. Perkembangan PDB lndia Tahun 1990-2003 Uni Eropa dengan perkembangan perekonomian yang relatif lebih stabil ha1 ini terlihat pada pertumbuhan PDB nya pada Gambar 14 juga menjadi tujuan ekspor komoditi bagi negara-negara berkembang. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi China dan lndia yang fluktuatif, perkembangan pertumbuhan ekonomi Uni Eropa terlihat flat dengan pertumbuhan di bawah 1 persen pada tahun 2003. lntegrasi ekonomi melalui pembentukan Uni Eropa atau Europen Union (EU) sejak Januari 1958 dengan anggota 15 negara bertujuan memudahkan kerjasarna ekonorni dan peningkatan kemakmuran anggotanya. Upaya terakhir dalam pengintegrasian ekonomi adalah penyatuan mata uang EURO pada tahun 1998, walaupun tidak diikuti oteh Inggris, Swedia, dan Finlandia. Upaya ini sekaligus merubah strategi pemasaran bagi perusahaan di negara yang tidak terrnasuk anggota dalam memasuki pasar EU. Berdasarkan eksplorasi data indikator ekonomi EU sampai dengan tahun 2001 terungkap bahwa negara EU merupakan tujuan pasar dengan peluang yang cukup besar
---
negara diluar anggota termasuk lndonesia yang memiliki hubungan ekonomi dengan EU.
Y
e
u
Tahun - -
-- -
-
-
-
Sumber : Data CEIC, 2004
Gambar 14. Perkembangan PDB Uni Eropa Tahun 1990-2003 Peluang pasar Uni Eropa didasarkan pada indikator ekonomi PDB terbesar kedua setelah Amerika Serikat, dan 70,74% dikontribusi oleh perdagangan internasional melalui kegiatan ekspor-impor, selain itu indikator pertumbuhan ekonomi 1,5% lebih tinggi dari negara Amerika Serikat, diikuti dengan angka PDB perkapita yang tinggi, populasi penduduk menduduki ukuran terbesar ketiga setelah China dan India, dan bagi lndonesia terlihat nilai tukar euro terhadap rupiah yang cukup stabil. Negara EU yang mempunyai peluang pasar lebih besar untuk dimasuki adalah Irlandia, Luxemborg, dan Finlandia. Peluang pasar ini akan meningkat lagi dimasa yang akan datang jika 10 kandidat anggota EU dengan kinerja ekonomi yang baik kecuali Turkey menjadi anggota tetap.
5.4. Perkembangan lndeks Harga Konsumen Negara lmportir lndeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI) adalah ukuran inflasi yang paling dicermati. Pembuat kebijakan perlu memantau
--
----
4 -
:*-
perkembangan IHK untuk melakukkan penyesuaian terhad
bahan dalam
tingkat harga, di negara importir penting untuk mengetahui nilai riil dari nilai perdagangan. lndeks ini berkaitan dengan daya beli konsumen.
-Dc - - - - - - Di - - - - Deu ,
-
--
Ta hun Keterangan : Dc = IHK China Di = IHK lndia Deu = IHK Uni Eropa : Data IFS, CElC Sumber
Gambar 15. Perkembangan IHK Negara lmportir Tahun 1990-2003 Gambar 15 menampilkan perkembangan IHK di China, lndia dan Uni Eropa. Perkembangan IHK di China dan lndia cenderung lebih berfluktuasi sedangkan IHK Uni Eropa relatif stabil dari tahun ke tahun. Perekonomian China mengalami deflasi pada April 1998 dan berakhir sampai Mei 2000. Harga meningkat secara perlahan pada tahun berikutnya. Sekalipun tingkat pertumbuhan lndia cukup meyakinkan, dan prospek hubungan bisnis dan investasi dengan China cukup menjanjikan, namun inflasi (8,74 persen tertinggi dalam tiga setengah tahun) dan defisit anggaran tetap
besar. Defisit anggaran yang mencapai 10 persen dari PDB ini membuat banyak dari anggaran lndia yang tidak bisa digunakan untuk membangun infrastruktur seperti jalan raya, pembangkit listrik, dan jembatan. lndia di tengah berbagai
keterbatasannya tetap saja se
nsi besar di Asia yang tak bisa
diabaikan. 5.5. Perkembangan lndeks Harga Konsumen Negara Eksportir
Tingkat inflasi di dalam negeri juga menjadi pertimbangan penting dalam menentukan arah kebijakan. Penyesuaian harga nominal ke harga riil menjadi penting untuk menentukan keputusan ekspor. Posisi lndonesia sebagai negara eksportir sekaligus sebagai konsumen minyak sawit yang cukup besar perlu memperhitungkan tingkat inflasi dan tingginya harga minyak sawit dunia untuk menyeimbangkan volume ekspor dan konsumsi domestik.
j
~
Din
-
11
-
Tahun Keterangan : Din = IHK lndonesia Drny = IHK Malaysia : Data IFS, 2004 Sumber
Gambar 16. Perkembangan IHK Negara Ekspartir Tahun 1990-2003 Gambar 16 menunjukkan bahwa lndonesia mengalami inflasi tinggi pada tahun 1998 sampai tahun 2000. lnflasi tersebut ditambah dengan kenaikan harga minyak sawit di pasar lnternasional sehingga secara teori minyak sawit lndonesia memiliki keunggulan dari harga nominal domestik yang lebih murah. lnflasi di Malaysia cenderung lebih stabil dengan kenaikan IHK yang tidak fluktuatif.
,