Artikel Penelitian
Beberapa Faktor yang Memengaruhi Kinerja Perawat dalam Menjalankan Kebijakan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah
Hafizurrachman,1,2 Laksono Trisnantoro,1 Adang Bachtiar2 1
2
Program Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan besaran variabel sejarah kesehatan keluarga, perilaku gaya hidup, lingkungan kehidupan, dan kemampuan perawat dalam menghasilkan kinerja yang diharapkan akan bermanfaat untuk menyusun strategi kebijakan keperawatan berbasis kinerja di suatu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Metode potong lintang digunakan pada penelitian ini. Perawat yang bertugas di semua pelayanan pada suatu RSUD dipilih sebagai unit analisis dengan cara multistage random sampling dan terpilih 250 perawat. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari-Agustus 2010. Data dianalisis dengan Structural Equation Model (SEM) menggunakan software Smart-PLS. Hasil analisis menunjukkan kinerja perawat di RSUD dipengaruhi oleh semua variabel, yang berarti model teoretis yang diusulkan pada penelitian ini dapat digunakan. Kemampuan perawat merupakan variabel terbesar yang mempengaruhi kinerja perawat (83,6%). Disimpulkan bahwa variabel kinerja perawat dipengaruhi oleh banyak variabel antara lain variabel sejarah kesehatan keluarga, perilaku gaya hidup, lingkungan kehidupan, dan kemampuan perawat. Semua variabel yang digunakan pada penelitian ini layak dipertimbangkan untuk dilakukan intervensi sehingga menghasilkan kinerja perawat yang prima di RSUD. J Indon Med Assoc. 2011;61:38793. Kata Kunci: Sejarah kesehatan keluarga, perilaku gaya hidup, lingkungan kehidupan, kemampuan, kinerja perawat.
J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 10, Oktober 2011
387
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat dalam Menjalankan Kebijakan Keperawatan
Several Factors that Influence the Performance of Nurses in Carrying Out Nursing Policy in a District Hospital Hafizurrachman,1,2 Laksono Trisnantoro,1 Adang Bachtiar2 1
Doctoral Program of Public Health, Faculty of Medicine Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2 Department of Health Policy Administration, Faculty of Public Health Universitas Indonesia, Depok.
Abstract: This study aimid to look at the effect and magnitude of family health history, lifestyle, environment, and the ability of nurses on their performance and provide useful information to develop performance-based nursing policy in a District Hospital. This is a cross-sectional study. Data were analyzed with the Structural Equation Model (SEM) approach using Smart-PLS software. In this study nurses serving in all services at a district hospital was selected as the unit of analysis, with 250 nurses were selected as the samples and multistage random sampling were used. The study was conducted from February-August 2010. Analysis showed that the nurses‘ performance in a district hospital was influenced by all the variables, which means that the theoretical model proposed in this study can be used. The nurses’ ability was the variable that mostly affects the nurses’ performance (83.6%). In conclusion, the nurses’ performance is affected by many variables, such as family health history, lifestyle, environment, and the ability of nurses. Therefore all the variables offered in this study should be considered for intervention to produce excellent nurses’s performance at a district hospital. J Indon Med Assoc. 2011;61:38793.. Keywords: family health history, lifestyle, environment, ability, performance of nurses.
Pendahuluan Rumah sakit perlu memiliki kinerja prima untuk membantu penyembuhan pasien.1 Proses perawatan di rumah sakit yang lebih singkat akan mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh pasien. Pemerintah secara tidak langsung akan mendapatkan manfaat berupa berkurangnya subsidi di bidang kesehatan yang harus dibayarkan mengingat pemberian subsidi dari tahun ke tahun terus meningkat.2 Rasio orang sakit yang tinggi pada suatu populasi akan menurunkan tingkat kompetitif dan produktivitas daerah tersebut bila dibandingkan dengan daerah yang rasio orang sakitnya rendah.3 Oleh karena itu upaya untuk mempertahankan keadaan sehat pada populasi sangat penting dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari peran perawat di rumah sakit. Perawat harus bekerja secara prima dalam membantu mempercepat proses penyembuhan pasien.1 Untuk menghasilkan kinerja yang maksimal, seorang perawat rumah sakit harus memiliki status kesehatan prima. Selain status kesehatan, sejarah kesehatan keluarga yang merepresentasikan faktor genetik,1,4 lingkungan kehidupan yang kondusif, 5 perilaku gaya hidup perawat, 6 dan kemampuan perawat merupakan faktor-faktor yang akan mempengaruhi kinerja perawat.7 Status kesehatan perawat
388
tidak lepas dari sejarah kesehatan keluarganya seperti keadaan fisik dan psikologis orang tua serta perkembangan diri dalam menuju dewasa.8,9 Dalam kerangka konsep kemampuan, sejarah kesehatan keluarga merupakan variabel eksogen yang mempengaruhi variabel kinerja (variabel endogen). Sejarah kesehatan keluarga mempengaruhi lingkungan kerja (variabel endogen) dan memberikan pengaruhnya kepada variabel kinerja.7 Variabel lingkungan dipengaruhi oleh perilaku gaya hidup yang merupakan variabel eksogen.4,6,10 Selain variabel utama tersebut, masih banyak variabel yang dapat mempengaruhi variabel kinerja perawat, seperti variabel motivasi kerja.11 Untuk menginvestigasi masalah dan variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja perawat pada suatu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), digunakan pendekatan ilmiah dalam rangka mencari keterkaitan antarvariabel sehingga kinerja perawat di RSUD dapat diukur. Hasil yang didapatkan akan berguna bagi manajemen RS dalam merencanakan strategi terbaik untuk meningkatkan atau mempertahankan kinerja prima melalui perbaikan atau peningkatan terhadap variabel prediktor kinerja atau variabel-variabel independennya. Hal tersebut diperlukan untuk mengembangkan kebijakan tentang keperawatan berbasis kinerja sehingga dapat meningkatkan
J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 10, Oktober 2011
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat dalam Menjalankan Kebijakan Keperawatan kinerja perawat di RSUD. Sebagai hasil akhir, perawat yang merupakan garda terdepan9 dalam pelayanan prima di RSUD akan merasa nyaman dalam bekerja dan terlindung dari risiko pekerjaan keperawatan.12 Saat ini kinerja perawat di RSUD tergolong rata-rata13 dan hasil ini akan mempersulit pencapaian visi dan misi RSUD. Hal inilah yang akan diungkap oleh penelitian ini sebagai upaya membuktikan bahwa confirmatory theoretical model dapat diterapkan sebagai cara berpikir dan tindakan intervensi pada variabel prediktor dalam meningkatkan kinerja perawat di RSUD, sehingga setiap intervensi yang diberikan memiliki alasan yang kuat dan masuk akal serta dapat disusun suatu strategi kebijakan keperawatan yang berbasis kinerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan besaran (nilai) variabel sejarah kesehatan keluarga, perilaku gaya hidup, lingkungan kehidupan, dan kemampuan perawat dalam menghasilkan kinerja perawat. Metode Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari sampai Agustus 2011 di suatu RSUD. Populasi penelitian adalah seluruh perawat yang bertugas di 8 unit pelayanan di RSUD (unit rawat jalan, rawat inap, IGD, ICU, kamar bedah, hemodialisis, kamar operasi, ambulans). Kriteria inklusi adalah perawat pelaksana di 8 pelayanan tersebut yang telah bertugas minimal 1 tahun, sedangkan kriteria eksklusi adalah perawat yang sedang cuti dan menolak ikut serta dalam penelitian. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara multistage random sampling dan didapat sampel sebanyak 250 dari 367 perawat. Instrumen yang digunakan berupa daftar pertanyaan (kuesioner) yang mengukur ke-5 variabel yaitu variabel kinerja perawat, kemampuan perawat, lingkungan kehidupan perawat, perilaku gaya hidup perawat dan sejarah kesehatan keluarga perawat. Variabel kemampuan dan kinerja perawat diukur oleh tiga orang raters (penilai) terdiri atas kepala ruangan (supervisor), kepala tim dan kolega perawat tersebut. Seorang rater hanya boleh menilai maksimal 5 orang perawat. Dengan demikian ada sebagian perawat dinilai oleh 2-4 orang kolega tanpa disertai penilaian oleh supervisor atau kepala tim. Tiga variabel lainnya diukur melalui persepsi subjek. Kuesioner menggunakan sistem skoring berdasarkan pengukuran skala semantik diferensial dengan penilaian skala nilai 1-5. Nilai 1 merupakan nilai terendah dan nilai 5 merupakan nilai tertinggi dari suatu penilaian atau persepsi pada suatu pertanyaan. Untuk skala likert penilaian 1-2 untuk nilai negatif, 3 untuk nilai netral, 4-5 untuk nilai positif. Jumlah pertanyaan pada setiap variabel bervariasi 18-38 pertanyaan. Kelima variabel memiliki 4-6 indikator. Variabel kinerja terdiri atas indikator berdasarkan sasaran yang ditetapkan, mengikuti prosedur inisiatif dalam bekerja, menyelesaikan tugas pokok, kemampuan dalam bekerja sama dan melakJ Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 10, Oktober 2011
sanakan standar asuhan keperawatan rumah sakit. Variabel kemampuan terdiri atas indikator potensi memecahkan masalah, kecepatan dalam mengambil dalam tindakan, kompetensi diri dan kekuatan dinamis, kemampuan dalam menerima perintah lisan dan tulisan serta stamina dan ketahanan dalam bekerja. Variabel lingkungan terdiri atas indikator peraturan kerja, tata ruang kerja, suhu ruangan, suara dan cahaya di tempat bekerja dan tata ruang tempat tinggal. Variabel perilaku gaya hidup terdiri atas indikator berolahraga untuk kesehatan fisik, kebiasaan yang berkaitan dengan pola konsumsi makanan dan minuman, aktivitas sosial serta kebiasaan dan kebersihan individu serta lingkungan. Variabel sejarah kesehatan keluarga terdiri atas indikator keadaan fisik dan psikologis orang tua (ibu-ayah), keadaan psikologis sosial pada masa kecil, pola hidup waktu kecil serta pertumbuhan dan perkembangan diri. Setiap indikator diukur dengan 4-9 butir pertanyaan. Uji validitas butir pertanyaan untuk semua pertanyaan pada variabel dan reliabilitas instrumen dilaksanakan bersamaan dengan pengambilan data lapangan. Nilai validitas butir pertanyaan setiap variabel yang nilainya < 0,145 tidak diikutsertakan dalam proses perhitungan selanjutnya. Dihitung juga nilai reliabilitas instrumen. Variasi jawaban semua daftar pertanyaan pada instrumen diujikan terhadap 9 karakteristik responden tersebut untuk mengetahui apakah variasi jawaban responden terjadi sebagai akibat karakteristiknya. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji chi square dengan program SPSS. Bila nilai uji chi square memiliki nilai p>0,05 maka pertanyaan atau pernyataan pada instrumen tersebut tidak dipengaruhi variasi karakteristik responden. Data selanjutnya dianalisis menggunakan pendekatan structural equation model (SEM) dengan software SmartPLS.14 Smart-PLS menghasilkan measurement model (outer modelnya) lengkap dengan nilai confirmatory factor analysis (CFA) dan goodness of fit (GOF). Nilai CFA diukur dengan melihat hasil olahan Smart-PLS pada nilai lamda (loading factor). Nilai lamda harus lebih besar dari 0,5 pada pengujian outer loading untuk mengatakan indikator tersebut merupakan refleksi dari variabelnya. Bila nilai lamda kurang dari 0,5 maka harus diuji ulang setelah dilakukan modifikasi indikator pada variabel tersebut. Outer loading test (nilai loading factor) dilengkapi dengan penilaian pada analysis discriminant validity yaitu menilai indikator reflektif suatu variabel dengan melihat nilai cross loading antara nilai indikator pada variabel miliknya dan nilai indikator tersebut pada variabel bukan miliknya atau cukup membaca nilai average variance extractor (AVE). Nilai AVE tersebut harus berada sama atau lebih besar dari 0,5. Selanjutnya bila nilai semua measurement model sudah fit, dilakukan penilaian untuk mengukur besaran reliabilitas masing-masing lamda dengan melihat nilai composit reliability. Nilai harus sama dengan atau lebih besar dari 0,7. Bila nilai kurang dari 0,7 indikator dianjurkan untuk tidak 389
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat dalam Menjalankan Kebijakan Keperawatan dimasukan ke dalam model, khususnya untuk model eksploratori. Composit reliability perlu diperkuat dengan nilai alpha Cronbach dari masing masing variabel untuk mengetahui tingkat kekuatan refleksi indikator terhadap variabelnya. Hubungan yang kuat harus memiliki nilai lebih besar dari 0,6. Semua perhitungan tersebut dapat dilihat pada hasil PLS. Nilai structural model yaitu besarnya nilai hubungan antarvariabel yang dibangun oleh model dan telah memiliki nilai goodness of fit yang cukup. Nilai tersebut dapat dilihat pada perhitungan BT atau bootstrepping dengan melihat nilai original sample yang merupakan nilai path dan nilai significancy-nya yaitu nilai T statistik. Nilai path tersebut signifikan bila nilai T lebih besar dari 1,96 yaitu dengan tingkat kesalahan 5%. Langkah selanjutnya adalah membangun persamaan untuk model dan menghitung nilai Q2 atau goodness of fit dari model yang dibangun, yaitu menilai besaran variasi data penelitian terhadap fenomena yang dikaji dengan menghitung R2 pada masing-masing variabel terlebih dahulu.
endogen (independen atau dependen) dan eksogen (independen) yang diteliti memiliki distribusi data yang normal dan homogen. Penyebaran karakteristik responden digambarkan pada Tabel 1. Selanjutnya dilakukan pengujian antara sebaran karakteristik responden dengan jawaban yang diberikan responden secara bivariat dengan uji chi square. Hasilnya menunjukkan tidak didapatkan variasi jawaban akibat variasi karakteristik karena semua hasil uji chi square pada setiap variabel memiliki nilai p>0,05 (0,090-0,655). Hasil pengujian outer model pada tiap variabel dengan indikatornya menghasilkan CFA dengan nilai alfa 0,54-0,94 dan nilai T 6,5-109,78. GOF measurement model memberikan hasil seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai GOF Outer Model Variabel
AVE Composite Reliability
Hasil Instrumen penelitian ini memiliki reliabilitas instrumen sebesar 0,9046 (0,842-0,975). Karakteristik semua variabel
Kinerja Perawat Kemampuan Lingkungan Kehidupan Perilaku Gaya hidup Sejarah Kesehatan Keluarga
0,737 0,826 0,632 0,613 0,617
Tabel 1. Karakteristik Demografi Responden
Catatan: Galat variabel kinerja yaitu 1-R2 adalah 1-0,834=0,166
Variabel Sebaran Umur 20-45 tahun >45-50 tahun >50 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jenjang Pendidikan D-III keperawatan S-1/D-IVkeperawatan ke atas Status Pernikahan Menikah Belum menikah Janda/duda Sebaran Tanggungan Termasuk Anak Tidak punya Satu tanggungan termasuk anak Dua tanggungan termasuk anak Lebih dari dua tanggungan termasuk anak Ikut Pelatihan Tambahan Belum pernah ikut pelatihan Pernah ikut pelatihan Status Kepegawaian PNS Kontrak Sebaran lama kerja 1-3 tahun >3-5Tahun >5 tahun Lama Perjalanan Ke Kantor Sebentar (<45 menit) Lama (>=45 menit)
390
n
Cronbachs Alpha
0,944 0,960 0,872 0,863 0,862
0,927 0,947 0,806 0,792 0,790
R Square 0,834 0 0.372 0 0
%
230 13 7
92,0 5,2 2,8
39 211
15,6 84,4
239 11
95,6 4,4
228 19 3
91,2 7,6 1,2
48 61 94 47
19,2 24,4 37,6 18,8
187 63
74,8 25,2
87 163
34,8 65,2
36 20 194
14,4 8,0 77,6
105 145
42,0 58,0
Tabel 2 menunjukkan nilai GOF outer model memiliki lamda >0,5 untuk semua indikator pada masing-masing variabel (0,54-0,94) dengan nilai T yang signifikan (lebih besar dari 1,96). Nilai validitas dan realibilitas juga tinggi (lebih besar dari yang disyaratkan) sehingga proses pembacaan dapat dilanjutkan untuk GOF inner modelnya (Gambar 1).
Sejarah
Kemampua n 0,914
0,325
-0,058
Kinerja
ζ1 ζ2 0,053 0,391
Perilaku
Lingkungan
Gambar 1. Structural Model (dengan path/rho dan nilai T dalam kurung) Gambar 1. Structural Model (dengan path/rho dan nilai T dalam kurung)
J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 10, Oktober 2011
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat dalam Menjalankan Kebijakan Keperawatan Tabel 3.
Nilai Path/Rho Langsung Ke Variabel Kinerja dengan T Statistiknya dan Signifikansinya pada Hubungan Antarvariabel pada Structural Model
Hubungan Antar Variabel
Original Sampel (Rho)
Nilai T
H0
Tingkat Signifikansi
0,914 0,053 -0058
66,427 2,162 2,032
Gagal ditolak Gagal ditolak Gagal ditolak
Signifikan Signifikan Signifikan
kemampuan -> kinerja lingk -> kinerja sejarah -> kinerja
Tabel 4. Persentase Pengaruh Antarvariabel Terhadap Variabel Kinerja Pada Model Teoretis Sumber
Via
Kemampuan Lingkungan Sejarah
Kinerja Kinerja Kinerja Lingkungan Kinerja Lingkungan
Perilaku
Direct Rho
Indirect Rho
Total
Direct %
Indirect %
0,914 0,053 -0,058 0,324 0 0,391
0 0 0 0,017 0 0,021
0,914 0,053 -0,058 -0,040 0 0,021
0,8 0,0 0,0
0,00 0,00 0,00
83,60 0,28 0,36
0,0
0,00
0,04
Jumlah Total Pengaruh variabel lain di luar model yang dapat mempengaruhi variabel kinerja memiliki nilai persentase sebesar
Gambar 1 menunjukkan bahwa semua hubungan antarvariabel pada model memiliki hubungan yang signifikan pada nilai T >1,96 yang berarti peningkatan atau penurunan variabel prediktor terhadap variabel dependen sebesar 1 point akan meningkatkan atau menurunkan nilai rho dengan tingkat akurasi minimal 95%. Perbandingan terbalik hanya terjadi antara variabel sejarah kesehatan keluarga dengan kinerja perawat, karena nilai rho nya negatif. Perhitungan persentase pengaruh antarvariabel terhadap variabel kinerja digambarkan pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa variabel prediksi (kemampuan, lingkungan, sejarah kesehatan keluarga dan perilaku dalam gaya hidup) memberikan pengaruh sebesar 84,29% kepada variabel kinerja perawat dan 15,71% dipengaruhi variabel lain. Selanjutnya kekuatan variabel eksogen dan atau variabel endogen yang bersifat independen berkontribusi dalam membangun variabel endogen yang bersifat dependen pada model teoretis ini yaitu dengan melihat nilai R square pada variabel endogen tersebut (Tabel 2). Besarnya galat variabel kinerja perawat (R12) sebesar 0,166 artinya 16,6% kinerja perawat dipengaruhi oleh faktorfaktor selain sejarah kesehatan keluarga, kemampuan dan perilaku gaya hidup. Dengan diketahuinya besarnya nilai variabel lain yang mempengaruhi variabel kinerja perawat selain variabel pada model, maka dapat dibuat persamaan model matematik sebagai berikut:
atau
η 2 = 0 , 053η 1 − 0 , 058ξ 1 + 0 ,914ξ 3 + ζ 2 Kinerja Perawat = 0,053 Lingkungan Kehidupan – 0,058 Sejarah Kesehatan Keluarga + 0,914 Ability Perawat + 0,166
J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 10, Oktober 2011
Total %
84,29 15,71
Model persamaan matematika tersebut menjelaskan pengaruh variabel prediktif langsung yaitu lingkungan kehidupan, sejarah kesehatan keluarga dan kemampuan terhadap variabel kinerja perawat adalah 83,4% dan 16,6% dipengaruhi variabel di luar model, termasuk pengaruh tidak langsung variabel prediktor terhadap kinerja yang besarnya 84,29-83,40%). Selanjutnya dihitung nilai Q21η 1 + γ 21ξ 1 + γ 32ξ 3 + ζ 2 η 20,89% = β (selisih square yang berfungsi untuk menilai besaran keragaman atau variasi data penelitian terhadap fenomena yang sedang dikaji dan hasilnya sebagai berikut: Nilai Q-square (Q Square predictive relevance): Q2 = 1 – (1-R12)(1-R22)(1-R32)(1-R52) =1– {(1-0,834329)*(1-0)*(1-0,371974)*(1-0)}=0,895954 atau 89,59% Galat Model = 100% - 89,59% = 10,41% Hal tersebut menunjukkan model hasil analisis dapat menjelaskan 89,59% keragaman data dan mampu mengkaji fenomena yang dipakai pada penelitian, sedangkan 10,41% dijelaskan komponen lain yang tidak ada pada model ini. Diskusi Penelitian ini membuktikan bahwa model teoretis yang ditawarkan secara statistik dapat diterapkan pada populasi ini. Selanjutnya diskusi difokuskan kepada hasil berupa pemberian arti pada angka statistik yang didapat sehingga memberikan makna pada pengambilan keputusan dan menjadi bahan pelajaran untuk rumah sakit sekelas. Di RSUD, pengaruh terbesar pada kinerja perawat akan terjadi bila semua variabel diintervensi bersama-sama. Sementara itu secara sendiri variabel kemampuan memberikan kontribusi pengaruh terbesar pada kinerja perawat, diikuti 391
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat dalam Menjalankan Kebijakan Keperawatan oleh variabel sejarah kesehatan keluarga, lingkungan kehidupan dan terakhir perilaku gaya hidup. Artinya, kemampuan perawat sebagai komponen terbesar harus diperhatikan oleh semua pihak untuk menghasilkan kinerja perawat yang baik. Perhatian khusus, dapat ditujukan pada indikator yang berhubungan dengan kemampuan yaitu tingkat kecepatan dalam mengambil tindakan, peningkatan kompetensi diri perawat dan dynamic strength, melalui upaya pelatihan dan pendidikan jangka panjang. Diperlukan uji kompetensi yang berkesinambungan sebagai upaya untuk menjaga tingkat kemampuan yang tinggi.15 Kemampuan dasar yang harus dimiliki dan terus diasah oleh perawat adalah memiliki keterampilan yang tinggi, cakap, dan tanggap dalam melayani pasien. Selain itu perawat juga harus dapat mengembangkan kepekaan diri terhadap situasi yang dihadapi pasien (berempati), berperilaku ramah dan cakap dalam hubungan interpersonal, memahami perintah atasan dan mampu berdiskusi.16 Stamina fisik seorang perawat juga perlu menjadi perhatian sebab keadaan fisik dan stamina yang prima menjadi dasar untuk bekerja dengan baik.17 Kondisi fisik perlu diperhatikan oleh manajemen dengan melaksanakan kegiatan olah raga bersama secara rutin atau membangun fasilitas olah raga seperti gym. Selanjutnya peningkatan kondisi fisik ini dilengkapi dengan perhatian manajemen kepada upaya membuka kesempatan untuk memberikan pendidikan bergelar atau mengikuti pelatihan materi keperawatan yang spesifik berupa pendidikan berkelanjutan dan mengikuti berbagai seminar tentang keperawatan dalam rangka peningkatan kemampuan perawat tersebut. 17 Kemampuan perawat dan keadaan lingkungan kehidupan yang kondusif terutama ketersediaan tempat kerja atau suasana kerja yang menyenangkan, aturan yang lebih jelas dan melindungi perawat akan lebih meningkatkan kinerja.5 Walaupun lingkungan kehidupan hanya memberikan kontribusi 0,2%, tetap penting untuk diperhatikan karena dengan peningkatan pengetahuan selalu diperlukan lingkungan yang lebih baik. Peningkatan pengetahuan pada diri seseorang dapat mengubah perilaku seseorang dalam memandang lingkungan kehidupan.18 Perilaku gaya hidup pribadi dan sejarah kesehatan keluarga yang dimanifestasikan dalam status kesehatan perawat tidak terlalu besar berkontribusi terhadap kinerja perawat karena nilainya kurang dari 0,5%. Meskipun demikian karena kematangan perawat dalam bekerja dan telah menguasai sikap profesional, maka rendahnya besaran pengaruh variabel ini terhadap variabel kinerja dapat diatasi. Dengan perkataan lain sikap profesionalisme perawat menutupi kelemahan fakor variabel ini.19 Variabel sejarah kesehatan keluarga perawat merupakan landasan untuk menjaga lingkungan yang lebih baik dalam menghasilkan kinerja yang baik pula.5 Secara statistik pengaruh langsung sejarah kesehatan keluarga perawat berbanding terbalik dengan kinerjanya. Hal itu dapat diartikan 392
bahwa karena keadaan masa lalu yang kurang baik dan agar keadaan tersebut tidak terulang maka mereka perlu lebih waspada dalam menjaga kondisi kesehatannya. Dengan demikian perawat akan lebih berupaya memiliki status kesehatan yang prima sehingga dapat menghasilkan kinerja yang tinggi.20 Manajemen rumah sakit masih belum cukup memperhatikan keempat variabel saja karena hasil penelitian menunjukkan pengaruh variabel secara bersama-sama hanya 84,29% dan terdapat variabel lain yang memberikan kontribusi sebesar 15,71% kepada kinerja perawat. Studi lain menunjukkan variabel motivasi kerja dan kepemimpinan juga memiliki kontribusi yang signifikan terhadap kinerja. 21 Sebelum penelitian dilakukan diketahui bahwa tingkat kinerja perawat di RSUD adalah biasa saja. Berdasarkan hasil penelitian maka kinerja perawat dapat ditingkatkan dengan terencana dan lebih fokus. Sementara itu, upaya untuk meningkatkan kemampuan perawat menjadi pilihan manajemen RSUD sebagai upaya meningkatkan kinerja perawat namun semua variabel yang ditawarkan pada model ini dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja perawat. Upaya yang sungguh-sungguh dari manajemen untuk meningkatkan kinerja perawat sebagai modal dalam meningkatkan citra rumah sakit perlu dilengkapi dengan aturan atau kebijakan keperawatan yang berbasis kinerja. Dengan demikian, penelitian tentang variabel yang memiliki kontribusi langsung atau tidak langsung kepada kinerja perlu diperbanyak. Peningkatan kinerja perawat dan jaminan aturan yang melindungi perawat dalam jangka panjang akan memberikan kontribusi secara tidak langsung berupa penurunan angka kesakitan untuk tingkat kabupaten Tangerang. Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa variabel kinerja perawat dipengaruhi oleh banyak variabel antara lain variabel sejarah kesehatan keluarga, perilaku gaya hidup, lingkungan kehidupan dan kemampuan. Oleh karena itu bila manajemen ingin meningkatkan kinerja perawat di RSUD atau di RSU sekelas, variabel prediktor ini dapat dipertimbangkan untuk diintervensi. Daftar Pustaka 1.
2.
3.
4. 5.
6.
Cherry B, Jacob SR. Contemporary nursing: issues, trends and management. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2005. [cited: 2009 April 12]. Available from: http://evolve.elsevier.com. Clark RE. The economic benefits of supported employment for persons with mental illness. J Mental Health Policy Econ. 2008;187:63-7. Cole MA, Neumayer E. The impact of poor health on total factor productivity. Journal of Development Studies. 2006;42 (6):918-38. Budiharto. Pengantar ilmu perilaku kesehatan dan pendidikan kesehatan gigi. Jakarta: EGC; 2010. Ulrich BT, Lavandero R, Hart KA, Woods D, Legget J, Friendman D, et al. Critical care nurses’ work environments 2008: a followup report. Crit Care Nurse. 2009;29:93-102. Green L. Precede - proceed model of health program planning and evaluation: new features and updated citations in new 4th
J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 10, Oktober 2011
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat dalam Menjalankan Kebijakan Keperawatan
7. 8. 9. 10. 11.
12.
13. 14.
edition of health program planning “an educational and ecological approach”; 2005. [cited: 2010 July 27]. Available from: http:/ /www.lgreen.net Bohlander GW, Snell, S. Managing human resources, 2007. [cited: 2010 July 28]. Available from: http://www.books.google.co.id. Robbins SP. Organizational behavior: human behavior at work. New Jersey: Prentice Hall Pearson Education Inc; 2003. Barnum BS, Karlene M, Kerfoot KM. The nurse as executive. 7th ed. Gaithersburg: Aspen Publishers; 2005. Mathis RL, Jackson JH. Human resources management. Jakarta: Salemba Empat; 2006. Kivimäki MP, Voutilainen P, Koskinen P. Job enrichment, work motivation, and job satisfaction in hospital wards: testing the job characteristics model. J Nursing Management. 2008;310:87–91. Nasri SM. Modul kuliah K3 dasar. Program strata dua (S2) magister kesehatan masyarakat kelas e-learning, Departemen K3. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI; 2009. Rumah Sakit Umum Tangerang. Profil Rumah Sakit Umum Tangerang tahun 2010. Tangerang: RS Tangerang; 2010. Ghozali I. Structural equation modelling: metode alternatif dengan partial least square (PLS). 2nd Ed. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2008.
J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 10, Oktober 2011
15. Neelam M. Motivating nursing personnel. Nursing J India. 2004;95(4):83-4. 16. Schumacker RE, Lomax RG. A beginner’s guide to SEM. New Jersey: Lawrence Erlbaum Assoc. Inc. Pub; 1996. 17. Quinn FM. Continuing professional development in nursing: a guide for practitioners and educators. New York: Nelson Thornes Publishers; 2004. 18. Gifford DB, Zammuto RF, Goodman EA, Hill KS. The relationship between hospital unit culture and nurses’ quality of work life. J Healthcare Management. 2007;247:281-4. 19. Stein-Parbury J. Patient and person: interpersonal skills in nursing. 4th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2009. 20. Dauvergne M, Turner J. Heath status and health indicators. 2001 March [cited: 2009 Jan 17]; 211(3); [about 27 p]. Available from: http://www.statcan.gc.ca. 21. Hafizurrachman HM. Health status, ability, and motivation influenced district hospital nurse performance. Med J Indones. 2009;18(4);283-9. MH
393