BEBERAPA CATATAN MENGENAI PEMAKAIAN ISOTOP CARBON (C14) UNTUK MENGUKUR DAYA PRODUKTIVITAS PRIMER DI PERAIRAN INDONESIA
APRILANI
Oleh : M.Sc dan ANUGERAH
SOEGIARTO Ahli
Biologi
Lembaga
dan
Asisten
Penelitian
biologi
NONTJI
B.Sc.
pada
Laut Jakarta
INTISARI Produktivitos Primer dilout odolah hasil kecepatan perubahan benda_benda anorganis di_ dalam proses fotosintese yang dilakukan oleh plankton nabati. Karena plankton nabati meru_ pakan dasar rantai makanan dilaut, maka pengukuran proses tersebut dapat dipakai penunjuk tentang daya produktivitas sesuatu perairan. Cara pengukuran dengan isotop carbon (C 14) ini dianggap yang paling praktis, mudah dikerjakan, cepat dan hasilnya dapat dipercaya. Di Indonesia pemakaian isotop ini dilaut telah dimulai sejak tahun 1957. Hasil_hasil yang telah didapat menunjukkan bahwa dibeberapa tempat daya produktivitas ini menyamai atau bahkan melebihi daya produktivitas diperairan _perairan daerah sedang. Ini menunjukkan bahwa kemungkinan untuk mempertinggi hasil penangkapan ikan di Indonesia adalah besar. ABSTRACT Marine primary productivity represents the rates at which inorganic materials are convered to organic materials in the photosynthetic process of phytoplankton. Phytoplankton is the base of the food chains in the sea; there for mesurements of this kind can be used as an indicator of the relative productivity of a body of water. This method of measurements by using isotopic_carbon (C 14) is belived to bethe most practical, easy to handle, fast and reliable. The application of this isotope in Indonesian waters had been started as early as 1957. The preliminary results show that in several areas the rate of production are similar or even higher than those of temperate zone. This indicates that there is a great possibility to increase the Fishing catch in Indonesian waters. PENGANT AR Indonesia lautan.
Sudah
adalah
suatu
sepantasnya
negara bahwa
maritim kita
dimana
mulai
lebih
hampir banyak
70%
wilayahnya
memperhatikan
terdiri
dari
sumber-sumber
kekayaan yang masih terpendam dilaut untuk kita gali dan dimanfaatkan demi kemakmuran rakyat sel uruhnya. Salah satu hal yang sangat mendesak pada saat ini ialah soal penambahan pangan, terutama sumber_sumber protein hewani. Mempertinggi hasil perikanan adalah salah satu jalan
92
untuk
memenuhi
kebutuhan
rakyat
akan
protein
hewani
tersebut.
Baik ini
berupa
perboikon don pembaharuan cara_cara don alat_olot penongkapan atoukah itu berupa mencari daerah-daerah penangkapan ikan ("fishing ground") yang boru. Tetopi sebelum hol_hal kopositas
tersebut sesuotu
dopot dikerjokon seboiknyo peroiran untuk menghasilkan
terlebih dahulu kita ikan didalam seluruh
ketohui musim.
potensi
don
gambar 1
gambar 2
93
gambar 3
Didalam ilmu lout atau ilmu perikanan pada khususnya ado berbagai cora untuk mengukur produktivitas sesuatu perairan. Dari bagan sederhana rantai makanan dilaut seperti tercantum diatas dapat dil ihat bahwa pengukuran produktivitas itu dapat dilakukan secara langsung dengan menghitung populasi jenis-jenis ikon tertentu atau secara tidak langsung melalui tingkat_tingkat hidup (trophic levels) yang lain dengan memperhatikan faktor-faktor yang ado don efficiency perubahan dari tingkat yang satu keting_ kat yang lain. Salah satu cora yang banyak digunakan untuk mengukur produktivitas secara tidak langsung ialah dengan mengukur produktivitas primer, yang menetapkan kecepatan perubahan benda_benda anorganis menjadi benda_benda organis. Jodi merupakan tingkat pertama dari rantai makanan tsb. Cora baru yang di_trapkan untuk maksud ini adalah yang disebut "Carbon Fourteen Technique", cora mengukur produktivitas primer dengan menggunakan isotop carbon (C 14). Cora ini sebetul nya mudah dikerjakan don cepat diketahui hasil nya. Tetapi seperti juga hal nya dengan tekhnik_tekhnik baru lainnya, tekhnik ini memerlukan peralatan_peralatan yang agak lengkap don mahal harganya. IVIETODA DAN PROSEDUR
Produktivi tas satuan_satuan: satuan_satuan: Prinsip yang dapat ditul iskan
pri mer bisa di nyatakan per vol ume misal nya dengan menggunakan mg C/iam/m3, mg C/hari/m3, atau per luas vertikal misalnya dengan mg C/jam/m 2 atau mg C/harifm2• dipakai untuk keperluan ini adalah proses fotosintesa yang secara umum sbb : CO
2
+ H 0 2
fotosi.nte:a ~ (C H 0) resplrasl 2
+ 0
2
Bila penggunaan isotop carbon dibidang pertanian don fisiology tumbuh_tumbuhan untuk mengukur kecepatan fotosintesa telah lama dikenal, maka dibi dang pengetahuan lout pertama kali diperkenalkan oleh STEEMANN NIELSEN (1952) don digunakannya 94
dalam ekspedisi GALATHEA keliling dunia dalam tahun 1950_1952 (STEEMANN NIELSEN & JENSEN, 1957). Sejak itu prosedur laboratorium, prosedur lapangan ataupun per_ alatannya telah banyak diperbaikijdirubah, akan tetapi prinsip dari pada tekhnik itu sendiri adalah tetap. Sekarang ini telah dikenal berbagai cara, yang satu sama lain agak berbeda, baik prosedurnya maupun peralatannya. Antara lain dapat disebutkan cara menu rut STEEMANN NIELSEN (Denmark), cara Rusia, cara Jepang, cara Australia dan cara Hawaii. Tekhnik C14 ini mula_mula digunakan di Indonesia pada tahun 1957 (DOTY, SOERIAATMADJA & SOEGIARTO, 1963). Meskipun secara intensif baru dikerjakan mulai tahun 1964 (SOEGIARTO & NONTJI, 1966). Untuk alasan_alasan praktis sampai sekarang cara Hawaii _Iah (DOTY & OGURI, 1958) yang digunakan dilaboratorium Lembaga Penelitian Laut. Prosedur dari tekhnik isatop carbon ini pada umumnya terdiri dari beberapa tingkatan: - PengambiIan contoh air. Pengambilan contoh dilakukan dengan tabung_tabung yang non_toxic dari berbagai lapisan dan mengisikannya kedalam botol_botol bening dan gelap yang bervolume antara 100 _ 300 cc. - Inokulasi Contoh-contoh tersebut di_inokulasi dengan larutan isotop carbon, biasanya berben_ tuk NaHC03, yang telah ditentukan radioaktivitasnya. - Inkubasi Ini dapat dilakukan bcik dengan sinar buatan (tank method) atau dengan sinar mata_ hari (insitu dan simulated in situ) untuk waktu tertentu, 2 _ 6 _ 12 jam. Didalam tingkatan inkubasi ini terjadilah proses fotosintesa didalam botol_botol bening oleh plankton nabati yang hidup didalamnya sedang dalam botol_botol gelap fotosintesa tidak terjadi meskipun proses respirasi dan lain_lainnya berjalan terus. - Penyaringan Benda _ benda hasil fotosi ntesa yang tel ah dil abel dengan isotop carbon tersebut kemudian disaring dengan "millipore filter" yang dikeringkan seperlunya. - Pencacahan Radioaktivitas pada setiap saringan ditentukan dengan sebuah "pencacah pengalir gas", baik dikerjakan langsung diatas kapal, maupun dilaboratorium didarat. - Komputasi Hasil "pencacahan" tersebut setelah dikoreksi dengan "background" pada air laut, pada saringan mill ipore, pada kamar penghitung dan dari "dark battle exchange", kemudian diperhitungkan untuk mendapatkan produktivitas primernya. Bentuk yang disederhanakan dari rumus perhitungan ini adalah sebagai berikut: ~x~=
A dimana:
L = aktivitas D ~ aktivitas A = aktivitas K = bilangan H = lamanya
HASIL-HASIL
SEMENTARA
mg C/jam/m3
H saringan dari batol bening setelah dikoreksi saringan dari batol gelas setelah dikoreksi yang di_inokulasi_kan tetap (jam) di_inkubasi
Sampai sekarang perairan yang telah pernah kami sel idiki adalah perairan_perairan: Laut Jawa sebagian dari Selat Makassar, sebagian dari Samudera Indonesia, bagian selatan dari Lout Tiongkok Selatan dan Selat Malaka (Gb. 1). Sayang bahwa penelitian ini masih belum dilaksanakan dengan intensif bahkan kebanyakan baru dikerjakan satu kali, 95
sehingga sukar sekali untuk mendapat gambaran yang sebenarnya dari keadaan masing_ masing perairan sepanjang tahun. Keadaan perairan Indonesia pada umumnya dipengaruhi oleh dua musim yang ber_ lawanan satu sama lainnya, ialah musim Barat yang berlangsung kira_kira dari bulan Desember s/d Pebruari dan musim Timur yang berlangsung dari bulan Juni sid Agustus. Bulan _bul an sel ebihnya merupakan musim peral ihan/pancaroba dari musi m yang satu kemusim yang lain dan sebaliknya. Telah banyak bukti_bukti yang menunjukkan adanya hubungan yang erat antara perikanan pada umumnya dan keadaan perairan pada setiap musim. Oleh karena itu juga sangat penting untuk mengetahui produktivitas primer dari masing_masing perairan pada setiap musim agar mendapatkan gambaran yang sebenarnya sepanjang tahun. Hasil sementara yang telah kami kerjakan, baik dengan K. M. SAMUDERA maupun dengan kapal R.I. YALANIDHI sebetulnya belum banyak, bila dibandingkan dengan luasnya perairan Indonesia. Tetapi beruntung bahwa dari "World Data Center" atau langsung dari lembaga-Iembaga pengetahuan luar negeri yang mempunyai hubungan dengan Lembaga Penelitian Laut, ban yak produk!ivitas utama yang kami terima, yang banyak diantaranya juga meliputi perairan Indonesia. Tentu saja ini banyak sekali mem_ bantu usaha_usaha untuk mengetahui dengan pasti potensi sel uruh perairan kita untuk menghasil kan ikan. Gb.2 merupakan gambaran yang menyeluruh dari keadaan produktivitas primer lapis_ an permukaan sebagian besar dari perairan Indonesia sedangkan Gb. 3 adalah daerah penangkapan ikan diperairan Indonesia yang telah diketahui sampai saat ini. Bila ke_ dua gambar tersebut dibandingkan maka dapat ditunjukkan adanya persamaan yang jelas. Didaerah _ daerah yang subur juga dicerminkan oleh angka_angka produktivi'as yang relatip tinggi, misalnya diperairan sekitar pulau Laut, perairan Selat Malaka pada umumnya, sehingga kami yakin bahwa angka_angka yang telah kami dapat itu bisa dipergunakan sebagai index bagi kesuburan sesuatu perairan. Dibeberapa tempat tercatat angka produktivitas utama yang agak tinggi meskipun diketahui bahwa ditempat itu hasil perikanan belum menonjol, misalnya disekitar Ke_ pulauan Natuna. Ini menunjukkan bahwa perikanan diperairan tsb masih ada kemung_ kinan baik berupa penambahan tenaga nelayan, perbaikan cara_cara/alat_alat penangkapan, atau mengusahakan kapal_kapal penangkap yang ber_radius operasi lebih jauh (motorisasi ). Disamping itu masih banyak juga perairan_perairan yang sama sekali belum ada datanya. Ini menjadi pendorong bagi kami untuk bekerja lebih keras lagi disamping setapak demi setapak berusaha untuk menyediakan alat_alat yang diperlukan didalam tekhnik ini dari bahan-bahan yang dapot dihasilkan didalam negeri. DAFTAR PUSTAKA M. S. & M. OGURI. 1958. Selected features of the isotopic carbon primary productivity technique. Rapp. et. Proc. Verb. 144: 47 _ 55. DOTY, M. S., RD. E. SOERIAATMADJA & SOEGIARTO. 1963. Observations on the primary marine productivity of Northwestern Indonesian Waters. Mar. Res. Indon. 5: 1 _ 25.
DOTY,
A & A. NONTJI. 1966. A seasonal study of primary marine productivity in Indonesian Water. Karangan dipersiapkan untuk Pasific Science Congress ke XI di Tokyo. STEEMANN _ NI ELSEN, B. 1952. The use of radioactive carbon (C14) for measuring organic production in the sea. J. du Cons. 18(2): 117 _ 140. STEEMANN NIELSEN, E & E. AABYE_JENSEN. 1957. Primary oceanic production The autotrophic production of organic matter in the oceans. Galath Report 49 _ 136.
SOEGIARTO,
I:
96
DISKUSI
TISNA AMIDJAJA 1. Apakah dicari korelasi diantara count radioaktivitas sample dengan jumlah phy_ toplankton yang ada dalam sample dan 2. Apakah penghitungan phytoplankton tidak dapat dipakai juga untuk dipakai seba_ gai index primary production? & ANUGERAH NONTJI
APRILANI SOEGIARTO M.Sc.
B.Sc.
1. Pertanyaan yang diajukan memang masih sementara dikerjakan/dipelajari, akan tetapi tidak diajukan dalam symposium ini karena processing dari data belum sel esai seluruhnya. 2. Terdapat suatu perbedaan prinsipil antara standing crop dan primary_production. Penghitungan plankton memberikan gambaran mengenai standing_crop atau biomats pada suatu waktu tertentu, sedangkan dalam primary_production yang diukur ada_ lah "rate of production" dari C_anorganik menjadi C_organik. Kelak bila peng_ hitungan plankton seperti tersebut dalam (1) telah selesai (hal ini sangat mem_ butuhkan waktu) diharapkan untuk dapat dipelajari hubungan antara keduanya. SUMADI ATMOWIDJOJO
M.Sc.
1. Apakah dalam pengukuran daya produktivitas primer berbagai perairan di Indonesia itu telah diperhatikan juga faktor_faktor yang mempengaruhi, misalnya jumlah dan jenis plankton, intensitas cahaya, kadar CO2, suhu dan sebagainya dari ber_ bagai dalam laut? 2. Untuk penghematan biaya expedisi apakah dapat misal nyo hanya dilakukan pe_ ngumpulan contoh_contoh dan data dari faktor_faktor tersebut diatas (pertanyaan 1), sedang pengukurannya sendiri dilakukan dilaboratorium didarat dengan meniru keadaan dimasing_masing perairan? ANUGERAH NONTJI
B.Sc.
&
APRILANI SOEGIARTO
1. Memang benar bahwa pengukuran produktivitas primer dilaut biasanya disertai pula observasi-observasi lainnya antara lain mengenai: suhu; kadar chlorophyl; cahaya yang jatuh kepermukaan laut (incident light); kecerahan (transparency) air laut; kadar phosphat; kadar oksigen; salinitas (kadar garam); densitas air laut; arus; phytoplankton dan zooplankton. Pengukuran kadar CO2 dilaut selama ini tidak dikerjakan karena dalam keadaan yang biasa kadar CO2 tidak memberikan pengaruh karena adanya buffer system pada air laut. 2. Teoritis hal in; bisa dikerjakan, tetapi secara praktis banyak kesulitan_kesulitan yang harus ditanggulangi misalnya menjaga agar plankton dalam botol sample tetap hidup; mencegah pertumbuhan bakteri dalam sample tersebut. Dalam hal ini kita bekerja dengan "mixed population" sehingga percobaan_percobaan labo_ ratorium dengan kultur_kultur murni belum tentu dapat diapplikasikan dilapangan.
97