www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XIV, Nomor 2 : 37 – 45, 1989
ISSN 0216–1877
BEBERAPA CATATAN MENGENAI “CHITON” oleh Nurul Dhewani Mirah Sjafrie 1) ABSTRACT SOME NOTES ON CHITON. Chiton is one of primitive group of molluscs. They are common inhabitants of marine rocky shore, and found abundantly in intertidal areas. They usually have strong dorsoventrally compressed bodies. The central portion of dorsal mantle is covered by a longitudinal series of eight overlapping calcareous plates. Their body length ranges from 3 mm to over 300 mm. The animals are dioecious and their fertilization take place externally. Sexually they can be differentiated as males, hermaphrodites and females. oleh PLAWEN & TUCKER (1974), WEEB et al. (1978), PEARSE (1979), YONGE & THOMPSON (1976), serta ABBOT & DANCE (1982). Di Indonesia, informal tentang "chiton" masih sangat langka, mungkin karena hewan ini kurang menarik untuk diteliti dan sulit untuk mendapatkannya. Tulisan ini akan mencoba memberikan sedikit gambaran tentang kehidupan "chiton".
PENDAHULUAN Perikehidupan yang ada pada daerah pantai-pantai berbatu memang penuh dengan rahasia. Gulungan ombak yang menghantam batu karang, seakan menyapu semua yang ada di sana. Namun organisme yang hidup di tempat tersebut sangat beragam, baik yang menetap maupun yang tidak menetap. Salah satu organisme yang hidup di pantaipantai berbatu adalah "chiton". "Chiton" termasuk salah satu anggota moluska yang dianggap primitif. Untuk mencari hewan ini pada batu-batuan memang sulit, diperlukan mata yang cukup jeli, karena warna tubuhnya hampir mirip dengan batu karang tempat hidupnya. Publikasi mengenai taksonomi, morfologi, reproduksi dan distribusi "chiton" telah ditulis oleh beberapa ahli, di antaranya
TAKSONOMI "Chiton", merupakan salah satu anggota dari filum Moluska, kelas Polyplacophora. PLAWEN & TUCKER (1974) membagi kelas tersebut menjadi 2 bangsa (ordo) yaitu : 1) Paleoloricata, yang anggotanya telah punah dan 2) Neoloricata, keberadaan anggota-anggota dari bangsa ini diketahui sejak jaman Carbon.
1) Balai Penelitian dan Pengembangan Iingkungan Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI, Jakarta.
37
Oseana, Volume XIV No. 2, 1989
www.oseanografi.lipi.go.id
Berdasarkan plat-plat cangkangnya, bangsa Neoloricata dibagi lagi menjadi 3 subordo (anak bangsa) : Lepidopleurina, Ischnochitonina dan Acanthochitonina. Lepidopleurina memiliki plat-plat cangkang yang tidak bertautan antara yang satu dengan yang lain, tepi cangkang kurang bergerigi dan kedelapan lempengan cangkangnya dibagi menjadi 2 bagian yaitu posterior dan anterior. Ischnochitonina memiliki platplat cangkang dengan tepi yang bergerigi dan lekukan-lekukan yang cukup dalam, pada kelompok ini, kedelapan lempengnya juga terbagi menjadi bagian posterior dan anterior. Acanthochitonina memiliki cangkang yang bagian tepinya ditutupi oleh mantel. Kedelapan lempeng cangkang dari kelompok ini tidak terbagi menjadi dua bagian melainkan empat bagian. SMITH (dalam PEARSE 1979) membagi kelas Polyplacophora ke dalam satu bangsa, yaitu Neoloricata, yang anggotanya berjumlah lebih kurang 1000 jenis, dikelompokkan menjadi 13 suku. Akan tetapi POWEL (1979) membaginya menjadi 8 suku yang terdiri dari 21 marga.
sebelah atas ditutupi oleh 8 buah lempengan plat yang keras (mirip cangkang kura-kura), tersusun logitudinal secara tumpang tindih. Mulut terletak di ujung anterior pada tubuh bagian bawah, sedangkan anusnya terletak di bagian posterior (Gambar 1). Kepala tidak jelas terlihat letaknya karena tertutup oleh cangkang. Di bagian ventral terdapat otot memanjang yang berfungsi sebagai kaki. "Chiton" dapat merasakan apa yang terjadi disekelilingnya, karena memiliki organ perasa yang disebut "aesthetes". "Aeshtetes" ini terletak di dalam cangkangnya (Gambar 2) Organ ini memiliki kepekaan terhadap cahaya. Panjang tubuh "chiton" bervariasi antara 3 mm sampai 300 mm. Misalnya Lepodipleurus intermedius memiliki tubuh sepanjang 4 mm – 5 mm. Tonicella marmorea yang mendapat julukan 'British Chiton', merupakan jenis terbesar yang ditemukan di pantai-pantai Inggris (YONGE & THOMPSON 1976). Sedangkan "chiton" raksasa Amicula stelleri yang ditemukan di pantai-pantai sebelah utara Samudra Pasifik memiliki panjang tubuh 330 mm, sehingga mendapat sebutan sebagai 'Giant Pasific Chiton' (PLAWEN & TUCKER 1974). Pada Gambar 3 diperlihatkan beberapa jenis dari kelompok "chiton".
MORFOLOGI Bentuk tubuh "chiton" umumnya oval dan memipih. Bagian tengah tubuh DORSAL
Gambar 1. Morfologi luar tubuh "chiton" (WEEB et al. 1978). 38
Oseana, Volume XIV No. 2, 1989
www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 2. Potongan melintang dari tubuh chiton untuk mengetahui "aesthetes" (YONGE & THOMPSON 1976).
sel telur berwarna hijau tua sampai mendekati kehitaman. Selain berkelamin jantan atau betina diketahui pula bahwa ada sebagian "chiton" yang bersifat hermafrodit (dalam satu individu terdapat testes dan ovarium). Penelitian dari PEARSE & LINDBERG (dalam PEARSE 1979) yang dilakukan di pantai Santa Cruz, California memperoleh tiga kelompok "chiton" yang berjenis kelamin jantan, betina dan hermafrodit. Mereka mengaitkan hasil tersebut dengan keadaan iklim setempat, didapatkan kesimpulan bahwa pada musim gugur populasi "chiton" yang ada terdiri dari jenis kelamin jantan, hermafrodit dan betina dalam jumlah yang hampir sama, musim salju mayoritas hermafrodit, sedangkan pada musim panas populasi "chiton" didominasi oleh jenis kelamin betina. Akan tetapi populasi "chiton" yang hidup di alam umumnya didominasi oleh jenis jantan. Hal ini mungkin berhubungan erat dengan kemampuan adaptasi "chiton" jantan yang lebih kuat dibanding dengan "chiton" betina. Melihat habitatnya yang ekstrim seperti ombak yang besar memang lebih banyak kesempatan bagi si jantan untuk tetap bertahan hidup (GLYNN dalam PEARSE 1979).
REPRODUKSI
"Chiton" merupakan hewan berumah dua (dioecious), akan tetapi agak sulit untuk membedakan antara "chiton" jantan dan "chiton" betina. CROZIER (dalam PEARSE 1979) melakukan pengamatan untuk membedakan "chiton" jantan dan betina. Ia mengamati jenis Chiton tuberculatus yang terdapat di pantai Bermuda. Hasil pengamatannya menunjukkan bahwa "chiton" jantan memiliki permukaan ventral berwarna kuning pucat, sedangkan yang betina memiliki permukaan ventral berwarna merah jambu, oranye muda sampai oranye tua. Selanjutnya JOHN (dalam PEARSE 1979) mengamati Chiton pelliserpentis yang berasal dari New Zealand. Permukaan ventral si jantan berwarna kuning kepucatan sedangkan si betina berwarna oranye kecoklatan. Hasil penelitian lain dari GIESE et al, (dalam PEARSE 1979) menunjukkan bahwa gonad yang aktif dapat juga dipakai sebagai petunjuk untuk mengetahui perbedaan jenis kelamin antara jantan dan betina. Testes yang penuh dengan sperma akan berwarna merah muda, oranye atau oranye kemerahan, sedangkan ovarium yang penuh dengan 39
Oseana, Volume XIV No. 2, 1989
www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 3. Beberapa jenis dari kelompok "chiton" (PLAWEN & TUCKER 1974). Keterangan: 1. Lepidopleurus cajetanus 2. Lepidopleurus cancellatus 3 dan 4. Ischnochiton varias 5. Callochiton laevis 6. Nuttalochiton hyadesi
7. Lepidochitona cinerea 8. Placiphorella vestita 9. Chiton olivaceus 10. Chyptoplax larvaeformis.
40
Oseana, Volume XIV No. 2, 1989
www.oseanografi.lipi.go.id
Fertilisasi terjadi secara eksternal. Telur-telur yang dikeluarkan si betina terdiri dari suatu kumpulan, membentuk benangbenang yang diselimuti oleh gelatin (mirip telur katak). Setelah dibuahi, pada "zygot" yang terbentuk terjadi "cleavage", disusul dengan pembentukan gastrula, kemudian terbentuk prototroch. Prototroch menetas, membentuk burayak yang disebut trochopore. Trochopore berbentuk bulat panjang, dilengkapi dengan sepasang mata dan satu 'pedal gland'. Burayak ini berenang bebas. Pada masa planktonik, burayak bersifat fotopositif (menyenangi cahaya), sebaliknya
setelah burayak menempel di dasar perairan akan bersifat fotonegatif (OKUDA dalam PEARSE 1979). Dalam perkembangan selanjutnya, trochopore akan membentuk 8 buah lempengan plat-plat di bagian dorsal tubuhnya, kemudian larva akan tenggelam ke dasar perairan yang selanjutnya akan menjadi "chiton" dewasa (Gambar 4). Hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan hidup mulai dari telur sampai bentuk dewasa dari masingmasing jenis adalah tidak sama (Tabel 1).
Gambar 4. Bentuk perkembangan burayak dari beberapa jenis "chiton" dilihat dari bagian dorsal tubuh (PEARSE 1979). Keterangan: A. Lepidopleurus asellus D. Chaetopleura apiculata B. Mopalia lignosa E. Cryptochiton stelleri. C. Lepidochitona cenereus Angka disebelah kiri bawah adalah umur (dalam hari) dihitung setelah fertitisasi.
41
Oseana, Volume XIV No. 2, 1989
Tabel 1. Waktu perkembangan dari beberapa jenis "chiton" (PEARSE 1979).
www.oseanografi.lipi.go.id
42
Oseana, Volume XIV No. 2, 1989
www.oseanografi.lipi.go.id
ngatan sinar matahari dan angin kuat. Hal ini dilakukannya karena "chiton" sangat peka terhadap sinar matahari yang dalam beberapa jam saja dapat menyebabkan kematiannya (YONGE & THOMPSON 1976). Sebaliknya apabila terjadi pasang naik, "chiton" cenderung bergerak ke atas, ke arah yang banyak sinar, dengan harapan bahwa beberapa saat setelah pasang, di daerah yang ditinggalkannya tadi akan berlimpah makanan, yang dapat dimanfaatkan. Pola tingkah laku seperti ini menjadi dasar untuk menjamin kelangsungan hidup terhadap pertukaran kondisi lingkungan. Hampir semua "chiton" memakan algae, hanya beberapa jenis yang bersifat predator, seperti Mopalia hindsii, dilaporkan memakan makanan yang berasal dari hewan (PLAWEN & TUCKER 1974). Sebaran "chiton" meliputi pantaipantai berbatu di sekitar California, India Barat, Portugis, Inggris, pantai-pantai sebelah Utara Samudra Pasifik, sebelah Utara Samudra Atlantik dan New Zealand. Penelitian mengenai sebaran beberapa jenis "chiton" telah dilakukan oleh ABBOT & DANCE (1982) (Tabel 2). Di Indonesia sebaran "chiton" belum diketahui secara jelas. Menurut keterangan dari beberapa nelayan yang pernah dijumpai oleh penulis, "chiton" ini banyak terdapat di perairan pantai yang berbatu, terutama pantai selatan Pulau Jawa.
Umur "chiton" umumnya berkisar antara 3 – 6 tahun, akan tetapi Chiton tuberculatus dapat hidup sampai lebih dari 12 tahun (PLAWEN & TUCKER 1974). HABITAT DAN SEBARAN Semua "chiton" hidup di perairan laut, menempati zona litoral, terutama daerah intertidal. Hanya beberapa jenis yang ditemukan pada kedalaman 1,15 meter, yaitu anggota-anggota suku dari anak bangsa Lepidopleurina. Hidup menempel, melekat erat pada permukaan batu-batuan dengan bantuan otot dorso-ventral, atau merayap pada permukaan terumbu karang. Pada batuan keras biasanya "chiton" menggali lubang untuk membenamkan dirinya, sehingga amat sulit bagi kita untuk mengambilnya. "Chiton" yang hidup di daerah pantai memiliki beberapa pola tingkah laku, yang meliputi kepekaan terhadap cahaya, gravitasi dan kelembaban. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa "chiton" bergerak ke daerah yang berintensitas cahaya rendah dan memiliki kecenderungan untuk bergerak searah dengan gravitasi bumi (Gambar 5). Gerakan yang relatif cepat terjadi apabila mereka ingin mencapai tempat yang teduh atau tempat-tempat yang lembab, dengan tujuan untuk menghindarkan diri dari se-
MANFAAT DAN KEGUNAAN "Chiton" memang belum populer, terutama untuk masyarakat di Indonesia. Mendengar namanya saja orang akan bertanya-tanya, apalagi memanfaatkannya. Namun di Meksiko, "chiton" telah menjadi santapan bagi masyarakat kalangan 'elite', dimasak sebagai campuran sop, dan dipasarkan dalam bentuk kalengan.
Gambar 5. Ilustiasi tingkah laku jungkir balik pada batu dari jenis Lepidochitona cinereus (YONGE & THOMPSON 1976).
43
Oseana, Volume XIV No. 2, 1989
www.oseanografi.lipi.go.id
Tabel 2. Sebaran geografi dari beberapa jenis “chiton” (ABBOT & DANCE 1982).
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Departemen Pertanian (1988 belum dipublikasi), ternyata "chiton" mengandung protein yang cukup tinggi, yaitu 18,86 %, lebih tinggi dari protein yang terdapat dalam teripang (7,67 %), tiram (1331 %) atau kijing (11,27 %). Oleh karena itu hewan ini perlu dipertimbangkan sebagai salah satu sumber protein hewani dari laut.
Perbandingan komposisi kimiawi "chiton" dan berbagai jenis biota laut lainnya dapat dilihat dalam Tabel 3. Di Indonesia, "chiton" juga dimanfaatkan sebagai makanan, namun terbatas hanya oleh masyarakat sepanjang pantai selatan Pulau Jawa. "Chiton-chiton" yang telah dikumpulkan diolah menjadi sate atau dimasak dan dimakan bersama nasi.
44
Oseana, Volume XIV No. 2, 1989
www.oseanografi.lipi.go.id
Tabel 3. Perbandingan komposisi kimiawi "chiton" dan berbagai jenis biota laut lainnya (dalam % berat basah) (TANIKAWA et al. dalam AZIZ 1987).
* **
Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Departemen Pertanian, 1988 (belum dipublikasi) SUDJOKO 1981
DAFTAR PUSTAKA
POWEL, A.W.B. 1979. New Zealand mollusca, marine land and freshwater shells. Williams Collins Publishers, Ltd., Auckland, Sydney : xiii + 500 pp.
ABBOT, R.T. and S.P., DANCE. 1982. Compendium of seashells; color guide to more than 4200 of the world's marine shells. E.P. Dutton, INC., New York : x + 411 pp. AZIZ, A. 1987. Beberapa catatan tentang teripang di Indonesia dan kawasan Indo Pasifik Barat. Oseana 9 (2) : 68 – 78. PEARSE, J.S., 1979. Polyplacophora. In "Reproduction of marine invertebrates V. Molluscs : Pelecypods and lesses classes". (A.C., GIESE & J.S. PEARSE eds). Acad. Press. Inc., New York : 27–85. PLAWEN, L.V.S. and A.R. TUCKER 1974. The Solenogaster and chitons. In "Animal life encyclopedia". (G. BERNHARD ed). Van Nostrand Reinhold Company, New York : 36 - 42.
PURCHON, R.D. 1977. The biology of the mollusca. Pergamon Press, Oxford, New York : xiii + 560 p. SUDJOKO, B. 1981. Sedikit Catatan mengenai cumi-cumi (Loligo sp.). Pewarta Oseana 7 (2): 14–20. YONGE, C.M. and T.E., THOMPSON 1976. Living marine molluscs. William Collins and Sons & Co., Ltd., London : 208 pp. WEEB, J.E.; J.A., WALLWORK and J.H., ELGOOD 1978. Guide to invertebrates animal. The Macmilan Press Ltd,. Hongkong : 305 pp.
45
Oseana, Volume XIV No. 2, 1989
www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XIV No. 2, 1989