BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon Fax. E-mail Website
: +62 61 3818163 +62 21 3818206 (sirkulasi) : +62 21 3452489 :
[email protected] : http://www.bi.go.id
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER TRIWULAN IV-2008
Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Selain dalam rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua maksud utama, yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang mendasarkan pada prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan (ii) sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur Boediono
Gubernur
Miranda S. Goeltom
Deputi Gubernur Senior
Hartadi A. Sarwono
Deputi Gubernur
Siti Ch. Fadjrijah
Deputi Gubernur
S. Budi Rochadi
Deputi Gubernur
Muliaman D. Hadad
Deputi Gubernur
Ardhayadi Mitroatmodjo
Deputi Gubernur
Budi Mulya
Deputi Gubernur
i
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA
ii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA
Langkah-langkah Penguatan Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga (Inflation Targeting Frameworks) Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten dengan Inflation Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy reference rate, (2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan (4) penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Strategi Kebijakan Moneter Prinsip Dasar Kebijakan moneter dengan ITF menempatkan sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkar nominal (nominal anchor) kebijakan moneter. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia menerapkan strategi antisipatif (forward looking) dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi jangka menengah ke depan. Penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Paradigma dasar kebijakan moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi tetap dipertahankan, baik dalam penetapan sasaran inflasi maupun respon kebijakan moneter, dengan mengarahkan pada pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang. Sasaran Inflasi Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK untuk tahun 2008, 2009, dan 2010 masing-masing sebesar 5%+1%, 4,5%+1%, dan 4%+1%. Sasaran inflasi dimaksud sejalan dengan proses penurunan inflasi secara bertahap (gradual disinflation) mengarah pada sasaran inflasi jangka menengah-panjang yang kompetitif dengan negara lain sekitar 3%. Instrumen dan Operasi Moneter BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate merupakan suku bunga sinyaling dalam rangka mencapai sasaran inflasi jangka menengah panjang, yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu. Dalam rangka implementasi penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter, terhitung sejak tanggal 9 Juni 2008 Bank Indonesia melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). BI Rate diimplementasikan dalam operasi moneter melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter yang tercermin pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas di pasar, operasi moneter harian dilakukan dengan menggunakan seperangkat instrumen moneter dan koridor suku bunga (standing facilities). Proses Perumusan Kebijakan BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan. Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG mingguan. Perubahan dalam BI Rate pada dasarnya menunjukkan respons kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mengarahkan prakiraan inflasi ke depan agar tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Transparansi Kebijakan moneter dari waktu ke waktu dikomunikasikan melalui media komunikasi yang lazim seperti penjelasan kepada press dan pelaku pasar, website, maupun penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). Transparansi dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan sekaligus pembentukan ekspektasi masyarakat atas prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan serta respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia. Koordinasi dengan Pemerintah Untuk koordinasi dalam penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia telah membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai instansi terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim membahas dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank Indonesia untuk mengendalikan tekanan inflasi dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkkan.
iii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA
iv
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA
Daftar Isi
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2008
Daftar Isi 1. Tinjauan Umum ...........................................................................
1
2. Perkembangan Makroekonomi Terkini .....................................
4
Pertumbuhan Ekonomi ..................................................................
4
Neraca Pembayaran Indonesia ........................................................ 11
3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2008 ...... 13 Inflasi ............................................................................................. 13 Nilai Tukar Rupiah .......................................................................... 15 Kebijakan Moneter ........................................................................ 17
4. Perekonomian Indonesia ke Depan ........................................... 23 Asumsi dan Skenario yang Digunakan ............................................ 23 Prospek Pertumbuhan Ekonomi ..................................................... 25 Prakiraan Inflasi ............................................................................. 31 Faktor Risiko .................................................................................. 32
5. Respon Kebijakan Moneter Triwulan IV-2008 ........................... 33
Tabel Statistik .................................................................................. 34
v
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2008
vi
Daftar Isi
Tinjauan Umum
1. Tinjauan Umum Kinerja perekonomian Indonesia pada triwulan IV-2008 ditandai dengan mulai terasanya imbas memburuknya perekonomian global pada perekonomian domestik. Berlanjutnya pelemahan ekonomi global dan turunnya harga-harga komoditi telah menekan ekspor Indonesia yang pada gilirannya berdampak pada menurunnya kinerja neraca pembayaran dan nilai tukar. Di pasar keuangan, krisis keuangan global telah menyebabkan gejolak di pasar uang, pasar valas, dan pasar obligasi. Namun, di sisi lain, melemahnya harga komoditas dunia, serta melambatnya permintaan agregat mendorong turunnya tekanan inflasi. Ke depan, pada 2009 dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan terus melambat, tren inflasi diperkirakan akan terus menurun sehingga diperkirakan mencapai 5-7%. Dengan mempertimbangkan perkembangan dan prospek perekonomian, pada Januari 2009, Bank Indonesia menurunkan BI rate sebesar 50bps menjadi 8,75%. Perekonomian Indonesia tahun 2008 secara umum mencatat perkembangan yang baik di tengah terjadinya gejolak eksternal. Perekonomian Indonesia diprakirakan masih mampu tumbuh sebesar 6,1% dengan motor penggerak didominasi oleh konsumsi dan ekspor. Sampai dengan triwulan III-2008, perekonomian Indonesia masih tumbuh di atas 6%, sektor keuangan juga masih menunjukkan kinerja yang baik, tercermin dari nilai tukar yang stabil, meningkatnya IHSG, serta menurunnya yield SUN. Namun, sejak triwulan IV-2008, gejolak keuangan global telah menyebabkan tekanan pada perekonomian Indonesia. Melemahnya ekspor, tekanan pada Neraca Pembayaran Indonesia, dan gejolak di pasar uang, telah menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di pasar keuangan, kondisi likuiditas keuangan global ketat dan pada waktu bersamaan persepsi risiko terhadap negara emerging markets meningkat. Pada gilirannya hal ini menyebabkan anjloknya IHSG dan harga SUN, serta melemahnya nilai tukar secara tajam sejak awal triwulan IV 2008. Selama 2008, secara rata-rata Rupiah mencatat pelemahan sebesar 5,4% hingga mencapai Rp. 9.666 per dollar AS. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat defisit pada tahun 2008. Neraca transaksi berjalan (current account) mulai mencatat defisit pada triwulan II-2008. Defisit tersebut lebih disebabkan oleh tingginya kegiatan impor yang didorong oleh kuatnya permintaan domestik. Sementara itu, neraca transaksi modal dan finansial, khususnya investasi portofolio, masih mencatat surplus. Neraca transaksi modal yang surplus tersebut didukung oleh penerbitan global bond serta aliran masuk modal asing, terutama ke pasar SUN, yang meningkat signifikan pada triwulan II-2008. Memasuki semester II-2008, kinerja NPI semakin tertekan. Di sisi transaksi berjalan, ekspor mulai menunjukkan pelemahan akibat penurunan harga komoditas. Sementara itu, di sisi neraca transaksi modal dan finansial, minat investor terhadap aset di pasar keuangan domestik telah menurun.
1
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
Derasnya aliran keluar modal asing, khususnya di pasar SUN dan SBI, menyebabkan investasi portofolio mencatat defisit sejak triwulan III-2008, dan semakin meningkat pada triwulan IV-2008. Defisit baik pada neraca transaksi berjalan, maupun neraca transaksi modal dan finansial, pada gilirannya menyebabkan lonjakan defisit pada NPI di triwulan akhir 2008. Secara keseluruhan tahun NPI diprakirakan akan mencatat defisit sebesar USD2,2 miliar. Sementara itu, cadangan devisa pada akhir Desember 2008 tercatat sebesar USD51,6 miliar. Jumlah cadangan devisa tersebut setara dengan 4,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Menyikapi berbagai perkembangan yang terjadi, kebijakan moneter pada 2008 diarahkan untuk menurunkan tekanan inflasi yang didorong oleh tingginya permintaan agregat terutama pada paruh pertama 2008 dan dampak lanjutan (second round effect) dari kenaikan harga triwulan BBM yang mendorong inflasi sempat mencapai 12,1%. Tingginya tekanan inflasi yang bersumber dari permintaan agregat tercermin juga dari defisit transaksi berjalan sejak triwulan II-2008 akibat melonjaknya impor, serta meningkatnya jumlah uang beredar, terutama M1. Untuk mengantisipasi berlanjutnya tekanan inflasi, sejak Mei 2008, Bank Indonesia menaikkan BI rate dari 8% secara bertahap menjadi 9.5% pada Oktober 2008. Dengan kebijakan moneter tersebut ekspektasi inflasi masyarakat tidak terakselerasi lebih lanjut dan tekanan neraca pembayaran dapat dikurangi. Selanjutnya, dengan turunnya harga komoditi dunia serta melambatnya permintaan agregat sebagai imbas dari krisis keuangan global, Bank Indonesia memperkirakan tekanan inflasi ke depan menurun sehingga BI rate pada bulan Desember 2008 diturunkan sebesar 25 bps. Secara keseluruhan, inflasi IHK pada 2008 mencapai 11,06%, sementara inflasi inti mencapai 8,29%. Ke depan, perekonomian Indonesia tahun 2009 akan sangat dipengaruhi oleh dinamika perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2009 diperkirakan berada di kisaran 4,0-5,0%, dengan sumber pertumbuhan terutama berasal dari permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tangga. Walaupun akan mengalami perlambatan, konsumsi rumah tangga diperkirakan masih dapat memiliki daya tahan terutama terkait dengan rencana pemerintah memberikan tambahan stimulus fiskal pada 2009. Di samping itu, komitmen pemerintah untuk merealisasikan anggaran lebih awal, kenaikan gaji PNS, faktor Pemilu, dan kenaikan UMP diperkirakan juga akan menjadi faktor pendorong peningkatan konsumsi rumah tangga. Di sisi Neraca Pembayaran Indonesia, Neraca Transaksi Berjalan pada 2009 diperkirakan akan mengalami defisit sekitar 0,11% dari PDB akibat memburuknya kinerja ekspor, sementara penurunan impor tidak setinggi penurunan ekspor. Cadangan devisa akhir 2009 diperkirakan menjadi USD 51 miliar atau setara dengan 4,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Di sisi perbankan, industri perbankan dalam negeri diprakirakan akan mengalami dampak dari krisis keuangan global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
2
Tinjauan Umum
Namun secara umum, perbankan nasional masih tetap memiliki daya tahan yang cukup baik, yang tercermin dari indikator utama perbankan CAR dan NPL. Rasio kecukupan modal (CAR) masih tetap tinggi meskipun sedikit menurun menjadi 14,3%. Sedangkan NPL meskipun cenderung meningkat, diprakirakan masih berada di sekitar 5%. Dengan mempertimbangkan berbagai perkembangan tersebut di atas, Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Januari 2009 untuk menurunkan BI Rate sebesar 50 bps menjadi 8,75%. Ke depan, Bank Indonesia akan mengarahkan kebijakan moneter yang kondusif bagi permintaan domestik dengan tetap berkomitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam jangka menengah panjang. Secara operasional, ruang penurunan BI rate masih terbuka jika prospek inflasi tetap mengarah pada sasaran inflasi jangka menengah. Di bidang perbankan, Bank Indonesia akan terus berupaya untuk melanjutkan langkah dalam mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan kompetitif. Disamping itu, upaya meningkatkan kehati-hatian industri perbankan dalam melewati krisis global senantiasa menjadi perhatian Bank Indonesia.
3
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi global terhadap perekonomian domestik semakin terasa pada triwulan IV-2008. Meskipun diprakirakan mengalami perlambatan pada triwulan IV-2008, namun secara keseluruhan tahun pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan masih relatif tinggi. Merosotnya pertumbuhan ekonomi dunia dan tingginya faktor ketidakpastian di pasar finansial berimbas pada penurunan kinerja ekspor Indonesia. Di samping itu, memburuknya prospek perekonomian dunia juga menyebabkan perlambatan pada investasi. Menurunnya pertumbuhan ekspor dan investasi pada gilirannya berimbas pada penurunan daya beli masyarakat sehingga memberikan tekanan pada pertumbuhan konsumsi masyarakat. Pertumbuhan impor pun turut melambat seiring dengan menurunnya permintaan domestik dan berkurangnya kebutuhan barang impor. Dari sisi penawaran, meski berangsur tumbuh melambat, kontribusi pertumbuhan sektor industri pengolahan, perdagangan dan pengangkutan terhadap total pertumbuhan ekonomi masih dominan. Pertumbuhan sektor industri pengolahan pada triwulan IV-2008 diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal itu dipengaruhi oleh permintaan ekspor yang turun cukup drastis pada triwulan berjalan. Sementara itu, pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran juga diperkirakan mengalami perlambatan seiring dengan penurunan daya beli masyarakat. Di sisi lain, sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan IV-2008 diperkirakan masih tumbuh tinggi. Meskipun diperkirakan sedikit mengalami perlambatan dibandingkan dengan periode sebelumnya, pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi masih berada di atas rata-rata tahun 2007. Berdasarkan asesmen tersebut, Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan IV-2008 diprakirakan akan tumbuh mencapai 5,7% (yoy).
PERTUMBUHAN EKONOMI % y-o-y
Permintaan Agregat
7,5
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2008 7,0
diprakirakan melambat dibandingkan dengan triwulan 6,5
sebelumnya menjadi sebesar 5,7% (yoy) (Grafik 2.1). Perlambatan 6,0
tersebut terutama disebabkan oleh turunnya pertumbuhan
5,5
ekspor yang selanjutnya berimbas pada lemahnya pertumbuhan
5,0
konsumsi masyarakat dan investasi swasta (Tabel 2.1). Meskipun
4,5 4,0
mencatat perlambatan pada triwulan IV-2008, perekonomian I
II III 2004
IV
I
II III 2005
IV
I
II III 2006
IV
I
II III 2007
IV
I
II III IV* 2008
Indonesia diprakirakan mampu tumbuh mencapai 6,1% (yoy) untuk keseluruhan tahun 2008.
Grafik 2.1 Pertumbuhan PDB
Dilihat dari distribusinya, pangsa konsumsi swasta dan ekspor terhadap PDB masih dominan pada tahun 2008. Namun
4
Perkembangan Makroekonomi Terkini
demikian, pangsa konsumsi swasta terhadap PDB cenderung menurun dibandingkan tahun 2007, sedangkan pangsa ekspor cenderung meningkat. Peningkatan pangsa ekspor terhadap PDB tidak terlepas dari tingginya pertumbuhan ekspor, sejalan dengan lonjakan harga komoditi di paro pertama 2008. % Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 2.1 Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Permintaan 2006
Komponen
2007 2006
2007
2008
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV*
3,8
5,6
2,8
3,5
3,9
4,6
4,6
5,3
5,1
4,9
5,5
5,5
6,7
6,3
Konsumsi Swasta
2,9
3,0
3,0
3,8
3,2
4,7
4,7
5,1
5,6
5,0
5,7
5,5
5,3
5,0
Konsumsi Pemerintah
11,5
28,8
1,7
2,2
9,6
3,7
3,8
6,5
2,0
3,9
3,6
5,5
16,9
14,6 9,9
Total Konsumsi
1,4
0,9
0,8
6,8
2,5
7,0
6,9
10,4
12,1
9,2
15,6
13,1
12,0
Permintaan Domestik
Pembentukan Modal Tetap Bruto
3,2
4,4
2,3
4,3
3,5
5,2
5,2
6,6
6,8
6,0
8,0
7,4
8,1
7,2
Ekspor Barang dan Jasa
11,8
11,4
8,3
6,6
9,4
8,1
9,8
6,9
7,3
8,0
15,5
15,9
14,3
9,4
Impor Barang dan Jasa
4,8
9,3
10,9
9,2
8,6
8,5
6,5
7,0
13,6
8,9
17,8
16,7
11,9
7,1
PDB
5,1
5,0
5,9
6,0
5,5
6,1
6,4
6,5
6,3
6,3
6,3
6,4
6,1
5,7
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
Konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh sebesar 5,0% (yoy) pada triwulan IV-2008 atau melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perlambatan tersebut sejalan dengan perkembangan indikator penuntun konsumsi yang berada pada siklus kontraksi. Selain itu, beberapa indikator lain turut mengkonfirmasi penurunan pertumbuhan konsumsi rumah tangga, di antaranya penjualan kendaraan bermotor dan pertumbuhan impor barang konsumsi yang bergerak menurun. Di sisi lain, hasil Survei Konsumen Bank Indonesia (Grafik 2.2) menunjukkan adanya perbaikan keyakinan konsumen yang mengindikasikan optimisme masyarakat akan kondisi ke depan. Dengan demikian, meskipun pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengalami perlambatan pada triwulan IV2008, namun kondisi tersebut mampu terimbangi oleh tingginya pertumbuhan konsumsi rumah tangga hingga triwulan III-2008, sehingga secara keseluruhan tahun pertumbuhan konsumsi rumah tangga diprakirakan akan tetap meningkat dibandingkan dengan tahun 101.5
101 fase kontraksi
fase kontraksi
fase kontraksi
2007.
100
101.0
100
100.5
Melemahnya permintaan eksternal serta tingginya faktor
100
100.0
ketidakpastian perekonomian global menyebabkan investasi
100
99.5
pada triwulan IV-2008 tumbuh melambat. Investasi diprakirakan
100
99.0
tumbuh sebesar 9,9% (yoy) pada triwulan IV-2008, lebih rendah
99
98.5 Impor Barang Konsumsi, M1 Riil, CPI gPDBKonsRT2
99
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai
98.0
99 Series
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Grafik 2.2 Indikator Penuntun Konsumsi
97.5
12,2% (yoy).. Selain diindikasikan oleh indikator penuntun investasi yang berada pada siklus kontraksi (Grafik 2.4), perlambatan investasi juga dikonfirmasi oleh indikator pertumbuhan impor barang modal yang mengalami penurunan sejak memasuki triwulan IV-2008. Namun demikian, untuk
5
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
keseluruhan tahun 2008, investasi tetap diprakirakan meningkat Indeks
dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun 2007.
130 120
optimis
Berdasarkan komponennya, pertumbuhan investasi pada
110
triwulan IV-2008 diprakirakan masih tetap didukung oleh
100
pertumbuhan investasi nonbangunan (Grafik 2.6). Pertumbuhan
90
investasi nonbangunan mengalami penurunan sejalan dengan
80 70
menurunnya dukungan pembiayaan investasi sebagaimana
Ekspektasi Konsumen Kondisi Ekonomi Saat Ini Indeks Keyakinan konsumen
pesimis
tercermin pada pertumbuhan kredit investasi riil yang mulai melambat. Di sisi lain, minat kegiatan investasi pelaku usaha
60 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 2005 2006 2007 2008
mengalami sedikit penurunan. Menurut Survei BPS, Indeks
Grafik 2.3
Tendensi Bisnis menurun karena berkurangnya order barang input
Indeks Keyakinan Konsumen - Survei Konsumen BI
dan order luar negeri yang disertai penurunan harga jual riil. Penurunan ini sejalan dengan hasil survei Bank Indonesia yang mengindikasikan nilai rencana investasi pada semester II-2008 yang menurun dibandingkan semester sebelumnya. Memburuknya kondisi perekonomian dunia pada triwulan IV-
102 PMTB2
CLI
102
2008 berdampak signifikan pada penurunan pertumbuhan ekspor. Penurunan harga komoditas di pasar internasional disertai
101
dengan melemahnya permintaan ekspor dari pasar negara 101
berkembang seperti China dan India mengakibatkan
100
pertumbuhan ekspor di triwulan IV-2008 turun signifikan. Indikasi
100 99
perlambatan ekspor terlihat dari perkembangan ekspor beberapa komoditas nonmigas unggulan terutama lemak dan minyak
IPI, Sales Commercial Car, IPI Machinery and Equipment, Cement Consumption
99 I
II III IV I 2002
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2003 2004 2005 2006
II III IV I 2007
II III IV 2008
Grafik 2.4
hewan/nabati serta karet dan barang dari karet yang menurun dibandingkan bulan sebelumnya (Grafik 2.8). Dengan perkembangan tersebut, ekspor diprakirakan tumbuh sebesar
Indikator Penuntun Investasi
9,4% (yoy). Seiring dengan melambatnya permintaan domestik maupun eksternal, impor pada triwulan IV-2008 diperkirakan tumbuh melambat. Hal tersebut diindikasikan oleh perkembangan
(%)
(%) 25
110 gPMTB (yoy) 90
20 Imp_brg_modal
70
15
50
10
30
5
10
0
-10
-5
indikator penuntun impor yang masih berada dalam siklus kontraksi sampai dengan 1 triwulan ke depan (Grafik 2.9). Turunnya pertumbuhan impor terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal. Akibatnya, impor pada triwulan IV-2008 diprakirakan akan tumbuh lebih rendah mencapai 7,1% (yoy).
-10
-30 1 3 5
7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 2005 2006 2007 2008
Operasi Keuangan Pemerintah Selama triwulan IV-2008 keuangan Pemerintah mencatat defisit
Grafik 2.5
anggaran sebesar Rp35,3 triliun, jauh lebih rendah dari defisit
Pertumbuhan Impor Barang Modal
triwulan IV-2007 sebesar Rp64,2 triliun triliun. Dengan demikian, secara keseluruhan tahun 2008 operasi keuangan Pemerintah mencatat
6
Perkembangan Makroekonomi Terkini
defisit anggaran sebesar Rp4,2 triliun (0,1% dari PDB), jauh lebih (%,yoy)
(%,yoy) 18
50 Bangunan
Non Bangunan
PMTB (rhs)
40 30 20 10
kontraktif dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2007
16
yang mengalami defisit sebesar Rp48,8 triliun (1,3% dari PDB).
14
Rendahnya defisit tersebut disebabkan oleh meningkatnya
12
pencapaian target penerimaan negara dan menurunnya
10
penyerapan belanja negara seiring dengan kenaikan Pendapatan
8
0
6
Negara dan Hibah yang lebih besar dari kenaikan Belanja Negara. Peningkatan realisasi penerimaan negara didorong oleh kinerja
-10
4
-20
2
di sisi perpajakan maupun nonpajak, sedangkan peningkatan
-30
0
belanja negara terutama didorong oleh meningkatnya Subsidi
I
II
III 2005
IV
I
II
III IV 2006*
I
II
III IV 2007**
I
II III 2008***
IV
akibat kenaikan harga minyak mentah.
Grafik 2.6 Pertumbuhan Investasi Bangunan & Nonbangunan
Dari sisi pengeluaran, secara keseluruhan Belanja Negara telah mencapai 99,6% dari APBNP, menurun dari periode yang sama tahun lalu sebesar 100,6% dari APBNP. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat sampai dengan triwulan IV-2008 hanya
Indeks
mencapai 99,4% dari APBNP, lebih rendah dibandingkan periode
Indeks 140
130
120
yang sama tahun sebelumnya sebesar 101,2% dari APBNP. Dari
130
belanja Kementerian/Lembaga (K/L) selama triwulan IV-2008
120
tidak terlihat adanya peningkatan realisasi belanja Pegawai,
110 110
Barang dan Modal. Perbaikan penyerapan hanya terjadi pada pos Belanja Lain seiring pemberian BLT dalam jumlah besar1 .
100 100 90
80 I* II* III* IV* I* 2004 ITB
II* III* IV* I* 2005
Order dr DN
II* III* IV* I* 2006
Order dr LN
II* III* IV* I* 2007
Order Brg. Input
Realisasi Belanja K/L hanya mencapai 91,5% dari target APBNP
90
selama tahun 2008. Sementara itu, dari belanja Non K/L, subsidi
80
BBM mulai menurun di triwulan IV-2008 seiring kembali turunnya
II* III* IV* 2008
harga minyak mulai paro kedua 2008. Namun, realisasi Subsidi
Harga Jual Riil (Rhs)
BBM selama Januari-November 2008 telah melampaui target
Grafik 2.7
APBNP akibat lebih tingginya volume konsumsi BBM dan harga
Sentimen Bisnis - BPS
minyak mentah sampai dengan triwulan III-2008. Di sisi pengeluaran daerah, selama tahun 2008 realisasi Belanja Daerah mencapai 100,1% dari APBNP relatif sama dengan periode yang
(%)
sama tahun lalu sebesar 99,6% dari APBNP.
(%) 25 gEkspor (yoy) rhs
ekspor_pertanian
ekspor industri
ekspor_mineral
130 20
100
Di sisi pembiayaan, defisit yang di bawah target menyebabkan terjadinya kelebihan pembiayaan. Meningkatnya yield SUN secara signifikan menyebabkan Pemerintah tidak melakukan penerbitan
15
70 40
10
SUN selama triwulan IV-2008. Pemerintah juga membatalkan penerbitan sukuk (SBSN) global kepada Islamic Development Bank di akhir tahun 2008. Sampai dengan akhir Desember jumlah
10 5 -20 0
-50 I
II III 2004
IV
I
II III 2005
IV
I
II III 2006
IV
I
II III 2007
IV
I
II III Nov 2008
SBN neto mencapai Rp85,9 triliun atau 72,9% dari target APBNP 2008. Namun dengan defisit yang hanya mencapai 0,1% dari PDB maka jumlah tersebut telah memenuhi kebutuhan
Grafik 2.8 Pertumbuhan Ekspor Menurut Sektor
1
Dengan daya serap sebesar 98,75% untuk BLT tahap I dan 98,42% untuk BLT tahap II, pembayaran BLT sampai dengan 31 Desember 2008 telah mencapai Rp13,12 triliun (PT Pos Indonesia).
7
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
pembiayaan dari SBN. Dengan kondisi defisit dan pembiayaan 100,8
tersebut, Pemerintah membukukan kelebihan pembiayaan
100,6
(SILPA) sebesar Rp51,3 triliun. SILPA tersebut direncanakan akan
101
100,4
digunakan untuk membiayai defisit APBN 2009 dan memberikan
101
100,2
ekstra stimulus fiskal di tahun 2009.2
100
100,0
100
99,8
102 102
fase kontraksi
fase kontraksi
pdb_imp cli_impor
99 99 98
99,6 Industrial Production Index, Volume Listrik Industri, Produksi Kendaraan, IP Industri Pengolahan Japan, IP Kertas dan Produk dari Kertas, IP Pakaian dan Perlengkapannya, PSI Korea, Rp to USD, Rp to JPY, Kredit Kons Riil, M1 Riil
99,4 99,2
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Seperti pola tahun-tahun sebelumnya, peningkatan ekspansi terjadi sepanjang triwulan IV-2008, seiring besarnya ekspansi moneter di bulan Desember 2008. Selama triwulan IV-2008, sisi penerimaan ditandai dengan pendapatan pajak yang relatif stabil, penerimaan nonpajak yang meningkat, dan tidak ada penerimaan dari penerbitan SUN. Sementara itu, pengeluaran
Grafik 2.9
membesar terutama untuk pembayaran termin proyek, SUN jatuh
Indikator Penuntun Impor
tempo dan berbagai subsidi di bulan Desember. Kondisi tersebut menyebabkan ekspansi rupiah sebesar Rp106,6 triliun di triwulan IV-2008. Secara keseluruhan tahun operasi keuangan Pemerintah berdampak ekspansi sebesar Rp128,3 triliun, terutama bersumber dari termin proyek dan subsidi nonBBM yang lebih besar dari perkiraan. Sementara itu, pada transaksi valas masih terjadi inflow di bulan triwulan IV-2008 yang ditandai dengan tingginya penerimaan pinjaman LN dan pembayaran utang LN.
Penawaran Agregat Perekonomian pada sisi penawaran pada triwulan IV-2008 diprakirakan tumbuh melambat searah dengan perkembangan pada sisi permintaan. Seluruh sektor perekonomian pada triwulan IV-2008 diprakirakan tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III-2008 (Tabel 2.2). Sektor industri, sektor perdagangan hotel dan restoran, serta sektor pertanian masih menjadi pangsa terbesar terhadap perekonomian. Sementara itu, dilihat dari kontribusinya, kontributor terbesar terhadap pertumbuhan terutama berasal dari sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor industri pengolahan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Pertumbuhan sektoral yang lebih rendah pada triwulan IV-2008 dikonfirmasi oleh beberapa indikator seperti utilisasi kapasitas produksi dan Indeks Tendensi Bisnis BPS. Utilisasi kapasitas produksi menunjukkan penurunan yang cukup signifikan pada awal triwulan IV-2008. Sementara itu, Indeks Tendensi Bisnis BPS beserta seluruh faktor pembentuknya mulai mengindikasikan adanya perlambatan pada triwulan III-2008 Sektor industri pengolahan diprakirakan mengalami perlambatan pada triwulan IV-2008, yaitu tumbuh sebesar 3,6% (yoy) (yoy). Melambatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan didukung oleh beberapa indikator seperti utilisasi kapasitas industri pengolahan dan Indeks Produksi BPS yang hingga awal triwulan IV-2008 mengalami penurunan. Selain itu, Indeks Produksi Survei Produksi Bank Indonesia juga mengalami penurunan, bahkan penurunan tersebut terjadi di seluruh subsektor 2
8
Siaran Pers Departemen Keuangan, 1 Januari 2009.
Perkembangan Makroekonomi Terkini
% Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 2.2 Pertumbuhan Ekonomi √ Sisi Penawaran Item
2006 2006
2007
2007
2008
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV*
Pertanian
6,6
1,6
2,6
2,6
3,4
-1,7
4,7
7,6
3,1
3,5
5,9
4,9
2,4
2,3
Pertambangan dan Penggalian
2,3
3,6
1,1
0,0
1,7
6,2
3,2
1,0
-2,1
2,0
-1,8
-0,7
1,6
1,4
Industri Pengolahan
3,0
3,6
5,9
5,8
4,6
5,2
5,1
4,5
3,8
4,7
4,2
4,0
4,3
3,6
Listrik, Gas, dan Air Bersih
5,1
4,5
5,8
7,7
5,8
8,2
10,2
11,3
11,8
10,4
12,6
12,0
10,6
9,4
Bangunan
7,7
8,5
8,5
8,6
8,3
8,4
7,7
8,3
9,9
8,6
8,0
8,1
7,5
7,0
Restoran, Hotel, dan Perdagangan
4,9
5,9
7,9
7,0
6,4
9,2
7,6
7,9
9,1
8,5
7,1
7,7
7,6
7,3
Pengangkutan dan Komunikasi
12,0
13,8
14,5
17,0
14,4
13,0
12,7
14,1
17,4
14,4
20,3
19,6
17,1
16,3
Keuangan, Persewaan, dan Jasa
5,6
5,2
4,5
6,5
5,5
8,1
7,6
7,6
8,6
8,0
8,2
8,7
8,5
6,9
Jasa-Jasa
5,8
6,0
6,7
6,2
6,2
7,0
7,0
5,2
7,2
6,6
5,6
6,5
6,7
6,0
PDB
5,1
5,0
5,9
6,0
5,5
6,1
6,4
6,5
6,3
6,3
6,3
6,4
6,1
5,7
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
industri sampai dengan awal triwulan IV-2008. Melemahnya permintaan eksternal akibat krisis perekonomian global memengaruhi kinerja sektor industri, terutama subsektor industri yang berorientasi ekspor. Beberapa subsektor industri tersebut adalah industri logam dasar bukan besi, industri bambu, kayu, dan rotan, serta industri minyak dan lemak. Di sisi lain, subsektor industri utama juga diprakirakan akan mengalami perlambatan perlambatan. Subsektor dengan pangsa terbesar, yaitu subsektor industri alat angkut, mesin, dan peralatannya serta industri makanan, minuman, dan tembakau, diprakirakan mengalami peralambatan pertumbuhan pada triwulan IV-2008. Beberapa faktor yang menyebabkan melambatnya pertumbuhan kelompok alat angkut, mesin dan peralatannya antara lain adalah menurunnya daya beli masyarakat terutama untuk barang tahan lama, dan ketatnya likuiditas. Sementara itu, ekspektasi kondisi bisnis pada triwulan IV-2008 hasil Survei Tendensi Bisnis menunjukkan penurunan pada triwulan IV-2008, yang bersumber dari penurunan order dari luar negeri serta order barang input. Dengan perkembangan tersebut, sektor industri pengolahan untuk keseluruhan tahun 2008 diprakirakan akan melambat dari 4,7% (yoy) pada tahun 2007 menjadi 4,0% (yoy). Sektor perdagangan, hotel, dan restoran diprakirakan akan tumbuh melambat pada triwulan IV-2008 sebesar 7,3% (yoy). Prakiraan melambatnya pertumbuhan sektor perdagangan terutama dipengaruhi oleh adanya indikasi melambatnya konsumsi rumah tangga akibat pelemahan daya beli masyarakat pada triwulan IV-2008. Di samping itu, melambatnya pertumbuhan di sektor perdagangan, hotel dan restoran dikonfirmasi oleh beberapa indikator dini,, di antaranya indikator bongkar muat barang pada empat pelabuhan utama (Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Ujung Pandang) yang tren pertumbuhannya cenderung melambat. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh indeks penjualan eceran hasil Survei Penjualan Eceran BI yang turun cukup signifikan pada paro kedua 2008. Sementara itu, indikator subsektor hotel, yaitu rata-rata tingkat hunian hotel, terutama di Jakarta dan Bali
9
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
juga mengalami penurunan hingga awal triwulan IV-2008. Melihat perkembangan tersebut, secara keseluruhan tahun sektor perdagangan juga diperkirakan tumbuh melambat yaitu dari 8,5% (yoy) pada tahun 2007 menjadi 7,4% (yoy) pada tahun 2008. Pada triwulan IV-2008 sektor pertanian diprakirakan tumbuh sebesar 2,3% (yoy) sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebelumnya. Melambatnya pertumbuhan sektor pertanian antara lain disebabkan oleh berlalunya musim panen padi. Selain itu, perlambatan sektor pertanian juga dipengaruhi oleh subsektor perkebunan yang mengalami perlambatan terkait dengan turunnya permintaan ekspor dan menurunnya harga komoditas perkebunan. Meskipun mengalami tumbuh melambat pada triwulan IV, untuk keseluruhan tahun 2008 sektor pertanian diprakirakan mampu tumbuh sebesar 3,9%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu yang sebesar 3,5%. Hal tersebut terjadi karena kinerja pertanian yang lebih baik pada triwulan-triwulan sebelumnya di tahun 2008. Sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan IV-2008 diperkirakan tumbuh sebesar 1,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebelumnya. Perlambatan tersebut terutama disebabkan melemahnya permintaan ekspor serta turunnya harga komoditas seperti ditunjukkan oleh perkembangan ekspor batubara, ekspor bijih, kerak dan abu logam, serta ekspor alumunium. Selain itu, perlambatan sektor pertambangan dan penggalian juga terkait dengan menurunnya tingkat produksi pertambangan migas, terutama di Riau dan NAD akibat sumur-sumur pengeboran yang sudah tua. Dari sisi pembiayaan, menurunnya kredit yang disalurkan pada sektor pertambangan sampai dengan pertengahan triwulan IV-2008 memberikan indikasi kuat akan perlambatan di sektor pertambangan. Melihat perkembangan itu, sektor pertambangan dan penggalian untuk keseluruhan tahun 2008 diperkirakan tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 0,1% pada tahun 2008. Pada triwulan IV-2008 sektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan tumbuh sebesar 16,3% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebelumnya. Masih tingginya pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi terutama bersumber dari subsektor komunikasi yang terus menunjukkan tren peningkatan sebagaimana tercermin pada indikator jumlah pelanggan seluler. Sementara itu, subsektor pengangkutan tumbuh relatif stabil hingga pertengahan triwulan IV-08. Dengan perkembangan tersebut, selama tahun 2008, sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh mencapai 18,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 yang mencapai 14,4% (yoy). Sektor bangunan pada triwulan IV-2008 diprakirakan tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 7,0% (yoy). Pertumbuhan sektor bangunan ini dikonfirmasi oleh beberapa indikator seperti pertumbuhan pembangunan properti komersial Survei Properti Komersial BI. Melambatnya pertumbuhan juga tercermin dari perkembangan pertumbuhan konsumsi semen sampai dengan pertengahan triwulan IV-2008 yang mengalami penurunan. Untuk
10
Perkembangan Makroekonomi Terkini
keseluruhan tahun 2008, sektor bangunan diprakirakan tumbuh sebesar 7,7% lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang sebesar 8,6%.
NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI) Intensitas krisis global yang kian kuat dan perlambatan ekonomi dunia semakin menekan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV-2008. Melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia yang berdampak pada penurunan harga komoditas menyebabkan ekspor pada triwulan IV-2008 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal itu menyebabkan transaksi berjalan pada triwulan laporan mengalami defisit meskipun impor mulai melambat. Sementara itu, transaksi modal dan finansial masih terus mengalami tekanan akibat adanya penyesuaian aliran modal asing. Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir triwulan IV-2008 mencapai USD51,6 miliar atau setara dengan 4,0 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri (ULN) Pemerintah.
Transaksi Berjalan Nerasa transaksi berjalan pada triwulan IV-2008 diprakirakan masih mengalami tekanan yang disebabkan oleh semakin melemahnya kinerja ekspor Indonesia Indonesia. Melemahnya permintaan eksternal dan anjloknya harga komoditas ekspor menyebabkan kinerja ekspor pada triwulan IV-2008 menurun. Di sisi lain, impor pada triwulan IV-2008 melambat sejalan dengan menurunnya aktivitas ekonomi domestik, turunnya harga minyak, dan semakin terbatasnya sumber pembiayaan valuta asing. Dengan perkembangan tersebut neraca perdagangan barang diperkirakan masih mencatat surplus sedangkan transaksi di sisi transaksi jasa, pendapatan dan transfer berjalan mengalami defisit. Berdasarkan data periode Januari - November 2008, nilai ekspor nonmigas tercatat sebesar USD100,3 miliar atau tumbuh sebesar 18,5% (yoy). Tingginya pertumbuhan ekspor didukung oleh pertumbuhan ekspor kelompok barang pertanian dan industri masing-masing tumbuh 31,7% dan 20,7%. Sementara nilai ekspor komoditas pertambangan hanya tumbuh 4,9% dari periode yang sama tahun lalu, dipicu oleh turunnya volume ekspor batubara dan tembaga serta anjloknya harga komoditas logam di pasar internasional. Di sisi lain, impor nonmigas periode JanuariNovember 2008, tercatat sebesar USD93,1 miliar atau tumbuh 41% yoy. Semua kelompok barang impor seperti kelompok barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal masing-masing tumbuh sebesar 27%; 40,6%; dan 51,2%. Di sektor migas, surplus neraca perdagangan ditopang oleh tingginya nilai ekspor gas. Selama Januari-Oktober 2008, nilai ekspor minyak dan gas masing-masing tercatat sebesar USD14,0 miliar dan USD14,7 miliar atau masing-masing tumbuh 43,7% dan 52,4% dari periode yang sama tahun lalu. Di sisi impor, turunnya volume impor minyak tertutupi oleh lonjakan harga minyak di delapan bulan pertama 2008, sehingga nilai impor minyak selama periode Januari-Oktober 2008 masih tumbuh cukup tinggi mencapai 50,1% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, neraca
11
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
perdagangan minyak Indonesia periode Januari-Oktober 2008 mencatat defisit USD8,3 miliar. Namun demikian, dukungan dari solidnya ekspor gas menjadikan sektor migas tetap mencatat surplus USD6,4 miliar.
Neraca Modal dan Finansial Transaksi modal dan finansial pada triwulan IV-2008 diprakirakan mengalami tekanan. Semakin dalam dan meluasnya pengaruh krisis yang berujung pada kesulitan likuiditas global berdampak pada aliran dana ke Indonesia. Pelepasan dana asing pada instrumen SBI dan SUN masih terus berlangsung selama triwulan IV-2008. Di sisi lain, perkembangan positif terjadi pada arus modal investasi langsung yang diperkirakan mencatat surplus. Surplus tersebut berasal aliran dana asing menyusul transaksi merger beberapa bank domestik dengan bank luar negeri. Sementara itu, di pasar saham, instabilitas bursa saham global serta tren penurunan harga komoditas dunia meningkatkan kedalaman koreksi indeks harga saham Indonesia yang telah berlangsung sejak pertengahan triwulan III-2008.
Cadangan Devisa Dengan perkembangan pada transaksi berjalan serta neraca modal dan finansial tersebut di atas, posisi cadangan devisa sampai dengan akhir triwulan IV-2008 mencapai USD51,6 miliar atau setara dengan 4,0 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah.
12
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2008
3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2008 Tekanan inflasi pada triwulan IV-2008 cenderung menurun bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan laju inflasi tersebut terutama diakibatkan oleh faktor nonfundamental yang tercermin pada penurunan inflasi administered prices terkait dengan kebijakan Pemerintah untuk menurunkan harga BBM bersubsidi. Inflasi volatile food juga menunjukkan tren menurun seiring dengan penurunan harga pangan global. Dari sisi fundamental, inflasi inti menurun terkait dengan berkurangnya tekanan dari inflasi impor. Sementara itu, rata-rata nilai tukar rupiah selama triwulan laporan melemah 15,5% dari Rp 9.221/USD menjadi Rp 10.914/USD. Meningkatnya intensitas krisis pasar keuangan global sejak September 2008 yang dipicu oleh bangkrutnya perusahaan Lehman Brothers menimbulkan tekanan terhadap nilai rupiah. Namun demikian, kebijakan makroekonomi yang berhati-hati disertai langkah stabilisasi nilai tukar di pasar secara umum dapat meminimalkan tekanan yang berlebihan akibat perkembangan eksternal tersebut. Untuk menjaga stabilitas makroekonomi, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps hingga menjadi 9,25% pada akhir triwulan IV2008. Kebijakan ini didukung oleh serangkaian upaya untuk menjaga stabilitas rupiah dan berbagai langkah penguatan di sisi operasi pengendalian moneter.
INFLASI Laju inflasi IHK triwulan IV-2008 menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi IHK pada triwulan IV-2008 mencapai 0,54% atau menurun dari triwulan sebelumnya yang sebesar 2,88% dan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 2,09%. Dengan perkembangan tersebut, laju inflasi %, mtm
%, yoy 20
5 MtM (SBH 2007) YoY (RHS) 4
3
18 16
tahunan pada akhir triwulan IV-2008 meningkat menjadi 11,06% (yoy) dari 10,47% (yoy) pada triwulan sebelumnya (Grafik 3.1).
14
Berdasarkan kelompok pengeluarannya, penurunan laju inflasi
12
terutama terjadi pada kelompok bahan makanan dan kelompok
10
transportasi (Grafik 3.2). Penurunan tersebut terkait dengan
8
2
1
-1
6
berakhirnya bulan Ramadhan dan penurunan harga BBM
4
bersubsidi pada Desember 2008. Sementara itu, peningkatan
2
inflasi hanya terjadi pada kelompok sandang yang didorong oleh
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2006 2007 2008
Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi IHK
peningkatan harga emas perhiasan sejalan dengan meningkatnya harga emas internasional. Penurunan laju inflasi IHK terutama disebabkan oleh faktor nonfundamental berupa menurunnya tekanan inflasi
13
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
administered prices dan volatile food. Penurunan inflasi pada kelompok administered price terkait penurunan harga BBM per
1,36
Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
7,49
0,5
Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga
0,34
Kesehatan
juga menunjukkan tren menurun berkaitan dengan menurunnya 7,96
0,53
Sandang
1 dan 15 Desember 2008. Sementara itu, inflasi volatile food
6,66
2,74
Perumahan, Listrik, Air, Gas, dan Bahan Bakar
pada triwulan IV-2008. Hal tersebut berkaitan dengan masih 12,53
0
2
4
tingginya ekspektasi inflasi (Grafik 3.3), sedangkan depresiasi 16,35
3,49
Bahan Makanan
sumbangannya, inflasi inti merupakan penyumbang utama inflasi
10,92
2,1
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
harga komoditas pangan internasional. Namun bila dilihat dari
Sumbangan (m-t-m) Inflasi (m-t-m)
7,33
nilai tukar memberikan dampak relatif terbatas. 6
8
10
12
14
16
18 %
Grafik 3.2
Inflasi volatile food triwulan IV-2008 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan periode yang
Inflasi dan Sumbangan Inflasi per Kelompok
sama tahun sebelumnya. Penurunan inflasi volatile food tersebut
Barang dan Jasa Triwulan IV-2008 (y-o-y)
terkait dengan relatif terjaganya kondisi pasokan dan menurunnya harga pangan global. Secara triwulanan, inflasi
volatile food pada triwulan IV-2008 tercatat sebesar 0,80% atau menurun bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang %, yoy
sebesar 4,65% dan periode yang sama tahun sebelumnya
11 2008
sebesar 4,39%. Menurunnya inflasi pada triwulan laporan
2009
10
disebabkan oleh menurunnya harga pangan internasional yang
9
berdampak pada beberapa komoditas terkait terutama minyak
8
goreng. Dengan perkembangan tersebut, laju inflasi tahunan
7
volatile food triwulan IV-2008 mencapai 16,48% (yoy).
6
Inflasi administered prices triwulan IV-2008 menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan periode yang
5 1
2
3
4
5
6
7 8 2007
9 10 11 12 1
2
3
4
5
6 7 2008
8
9 10 11 12
sama tahun sebelumnya. Penurunan inflasi administered prices
Grafik 3.3
tersebut akibat dari kebijakan Pemerintah menurunkan harga
Ekspektasi Inflasi - Consensus Forecast
BBM bersubsidi sejalan dengan menurunnya harga minyak mentah dunia. Secara triwulanan, inflasi administered prices pada triwulan IV-2008 tercatat mengalami deflasi menjadi 2,36%, menurun dari triwulan sebelumnya sebesar 2,89%. Dengan
%,yoy
5 4,07
18 13
perkembangan tersebut, laju inflasi tahunan administered prices
%,yoy
23
Depresiasi/Apresiasi Rp/USD (Skala kiri)
4 16,88
IHK (Skala Kiri)
2,66
8
3
Sejalan dengan menurunnya tekanan dari inflasi impor, inflasi inti pada triwulan laporan mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun
3
2
-2 1 -7
triwulan IV-2008 mencapai 15,99%.
Inflasi Negara Mitra Dagang (skala kanan)
-12
oleh menurunnya inflasi negara mitra dagang dan inflasi IHPB impor yang merupakan indikator pergerakan harga barang-
0 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2004 2005 2006 2007 2008
sebelumnya. Inflasi impor yang cenderung menurun diindikasikan
barang impor (Grafik 3.4). Secara triwulanan, inflasi inti pada triwulan IV-2008 mencapai 1,64% atau menurun bila
Grafik 3.4 Nilai Tukar dan Inflasi Negara Mitra Dagang
14
dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya sebesar 2,27% dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,93%.
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2008
Namun demikian, dampak depresiasi nilai tukar pada triwulan Rp/USD
laporan relatif terbatas menahan laju penurunan inflasi inti. Bila
12600 Kurs Harian
Rata-rata Triwulanan
12200
dilihat dari komponen barangnya, emas perhiasan merupakan
11800 11400
10900
10.914
11000
komoditas yang memberikan andil cukup besar terhadap inflasi triwulan IV-2008 dengan sumbangan sebesar 0,18%.
10600
Berdasarkan perkembangan tersebut, laju inflasi inti triwulan IV-
10200
2008 mencapai 8,29% (yoy).
9800 9.221
9.103
9400 9000
NILAI TUKAR RUPIAH
8600
1 29 26 26 23 21 18 16 13 10 8 5 3 31 28 25 24 21 19 16 14 11 8 6 3 1 29 Jan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Des 2007 2008
Nilai tukar rupiah sepanjang triwulan IV-2008 terus mengalami
Grafik 3.5
tekanan akibat dari meningkatnya intensitas krisis pasar
Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah
keuangan global sejak September 2008 yang dipicu oleh bangkrutnya perusahaan Lehman Brothers. Hal tersebut menyebabkan selama triwulan IV-2008 rupiah terdepresiasi, baik secara rata-rata maupun point to point dengan volatilitas
Rp/USD
yang meningkat. Rata-rata rupiah triwulan IV-2008 mencapai
%
12500
25,00 Kurs Harian
12000 Volatilitas Harian
20,00
11500 Volatilitas Triwulanan
9,78 15,00
11000 10500 10000
10,00 9500
Rp 10.914/USD atau melemah 15,5% dibandingkan dengan rata-rata triwulan sebelumnya yang mencapai Rp 9.221/USD (Grafik 3.5), sedangkan secara point to point rupiah mencapai level Rp 10.900/USD atau melemah 13,9% dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya yaitu Rp 9.385/USD. Pergerakan rupiah yang terdepresiasi mengakibatkan volatilitas
9000
5,00
8500 8000
1/3 2006
1/3 2005
1/3 2007
1/3 2008
rupiah pada triwulan IV-2008 melonjak tajam dari 1,17% menjadi 9,78% (Grafik 3.6). Meningkatnya risiko gejolak pasar keuangan global, eskalasi krisis
Grafik 3.6
sektor keuangan di AS, serta persepsi terhadap prospek neraca
Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
pembayaran memengaruhi perkembangan rupiah selama triwulan IV-2008. Perlambatan ekonomi yang dialami negara maju (G3) akibat ketatnya likuiditas serta jatuhnya penyaluran kredit berdampak luas terhadap ekonomi regional. Penurunan ekspor, seiring dengan melambatnya permintaan ekspor dari
%
Rp/USD
negara maju yang mengalami resesi, mendorong memburuknya
12.500 IDR/USD
Yield Spread
12,00
prospek neraca pembayaran Indonesia. Sementara itu,
12.000 10,00
11.500
10900 11.000
8,00 7,16
10.500
6,00
berlanjutnya krisis di sektor keuangan AS hingga mengenai sektor otomotif memicu terjadinya capital flight sejalan dengan risk
aversion investor asing. Hal tersebut berdampak pada pembalikan dana asing dari aset negara regional sehingga menyebabkan
10.000 9.500 9.000 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
4,00
mata uang regional mengalami tekanan depresiasi. Daya tahan
2,00
fundamental domestik yang masih kondusif ditambah dengan
Des
2008
Grafik 3.7
Yield Spread antara Global Bond RI dan UST-Note
stance kebijakan moneter ketat dan stabilisasi di pasar valas oleh Bank Indonesia mampu menahan tekanan depresiasi rupiah yang lebih besar.
15
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
Perkembangan kondisi eksternal yang masih mengalami tekanan %
mendorong faktor risiko kembali meningkat. Memburuknya
25 Premi 1 M Premi 6 M
Premi 3 M Premi 12 M
kondisi ekonomi global menyebabkan kembali maraknya flight
20
to quality terutama dari kawasan emerging markets. Hal tersebut tercermin dari peningkatan tajam indikator EMBIG (Emerging
15
Market Bond Index Global) spread yang merupakan spread antara 10
yield US Treasury dan komposit dari yield negara-negara emerging markets. Pesimisnya investor dalam menanamkan
5
dananya di aset rupiah mengakibatkan indikator yield spread 0 Jan
Jan
Mar
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
2008
meningkat tajam dari 411 bps (akhir triwulan III-2008) hingga mencapai 716 bps pada akhir triwulan IV-2008 (Grafik 3.7).
Sumber : Reuters (diolah)
Grafik 3.8
Sementara itu, ekspektasi depresiasi masih terlihat dari
Premi Swap Berbagai Tenor
peningkatan indikator premi swap yang sempat mencapai 20% (Grafik 3.8).
Stance kebijakan Bank Indonesia yang cenderung ketat di tengah kecenderungan penurunan suku bunga global
bps 1250
1050
Philippines
Thailand
Malaysia
Indonesia
Vietnam
China
menjadikan spread imbal hasil rupiah semakin lebar. Imbal hasil investasi rupiah, yang diindikasikan oleh selisih suku bunga
850
dalam negeri dengan luar negeri dan selisih yield obligasi
650
Pemerintah (domestic currency) dengan yield US T-Note, masih tertinggi dibandingkan dengan negara-negara regional lainnya
450
(Grafik 3.9). Selisih suku bunga Dalam Negeri - Luar Negeri 250
(Uncovered Interest Parity) masih menunjukkan peningkatan
50 Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
dari 7,05% pada akhir triwulan III-2008 menjadi 10,9% pada
Des
2008
akhir triwulan laporan. Apabila imbal hasil tersebut juga
Sumber: Bloomberg
Grafik 3.9
mempertimbangkan faktor risiko1, selisih suku bunga Dalam
Perbandingan Imbal Hasil Beberapa Negara
Negeri-Luar Negeri (Covered Interest Parity) menjadi 3,78% pada triwulan laporan. Gejolak pasar keuangan global yang dipicu krisis pasar kredit
US$ Juta 5000
di AS terus menekan dan menimbulkan pesimisme pelaku pasar
IDR/USD
Excess Supply
8600
secara global. Kondisi tersebut mendorong investor asing
9100
menarik dananya dari SBI dan SUN, meskipun pada saham
9600
masih menunjukkan peningkatan. Pelepasan kepemilikan asing
3000
1000
10100
pada SBI dan SUN sepanjang triwulan laporan masing-masing mencapai Rp 11,9 triliun (USD 1,2 miliar) dan Rp 16,8 triliun
-1000
10600
-3000
masing mencapai Rp 8,5 triliun (USD 752 juta) dan Rp 87,4
11600
triliun (USD7,8 miliar). Sementara itu, penempatan asing di
Excess Demand -5000 Jan Feb MarApr Mei Jun Jul Ags Sep Okt NovDes Jan Feb MarApr Mei Jun Jul Ags Sep Okt NovDes 2007 2008 Net S(+)/D(-) dari Pelaku DN Net S(+)/D(-) Total Pelaku DN+LN
Net S(+)/D(-) dari Pelaku LN Kurs - rhs
(USD 1,6 miliar), sehingga posisi kepemilikan asing masing-
11100
saham masih meningkat sebesar Rp 11,6 triliun (USD1,06 miliar).
Grafik 3.10 Permintaan dan Penawaran Valas
16
1
Dalam hal ini indikator risiko yang digunakan adalah yield spread antara obligasi valas Pemerintah Indonesia dengan UST-Notes
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2008
Permintaan valas dalam negeri masih didominasi oleh permintaan valas korporasi. Hal tersebut sejalan dengan masih tingginya impor dan pembayaran Utang Luar Negeri. (Grafik 3.10). Secara rata-rata, permintaan valas korporasi pada triwulan laporan menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dari USD354 juta per hari menjadi sekitar USD253 juta per hari.
KEBIJAKAN MONETER Strategi Kebijakan Sepanjang triwulan IV-2008, Bank Indonesia telah menaikkan BI Rate sebesar 25 bps pada awal triwulan sampai akhirnya kembali menurunkannya sebesar 25 bps hingga menjadi 9,25% pada akhir triwulan IV-2008 . Kebijakan tersebut dilakukan guna menjaga dan mengamankan pencapaian sasaran inflasi jangka menengah dengan mencermati berbagai perkembangan serta mempertimbangkan kondisi ekonomi makro secara keseluruhan dan stabilitas sistem keuangan. Level BI Rate tersebut kemudian dicerminkan pada perkembangan suku bunga PUAB O/N. Sejak digunakannya suku bunga sebagai sasaran operasional kebijakan moneter, sinyal kebijakan moneter melalui perubahan BI Rate terus ditransmisikan ke sektor keuangan melalui berbagai jalur. Di pasar uang, suku bunga pasar uang berbagai tenor bergerak mengikuti arah BI Rate dengan variasi antar tenor yang semakin membaik. Hal tersebut memperkuat transmisi ke suku bunga perbankan khususnya pada suku bunga deposito, sedangkan suku bunga kredit merespons secara lebih terbatas. Peningkatan BI Rate mulai berimplikasi pada meningkatkan pertumbuhan DPK masyarakat di perbankan dan akselerasi pertumbuhan kredit mulai menunjukkan sedikit penurunan. Di pasar saham, IHSG selama periode tahun 2008 mengalami koreksi sebesar 51% dan ditutup pada posisi 1.355 pada akhir tahun. IHSG bahkan sempat mencapai posisi terendahnya di 1.139 pada Oktober 2008. Di pasar SUN, kinerja SUN mengalami tekanan dan yield SUN meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan yang terjadi pada tahun 2005. Namun kinerja SUN menjelang akhir tahun 2008 mulai menunjukkan perbaikan. Di pasar Reksadana, NAB reksadana terus melemah sejalan dengan kinerja underlying asset-nya. Dari sisi kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus melakukan serangkaian upaya untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Upaya menjaga kestabilan nilai tukar rupiah dilakukan melalui penerapan kebijakan moneter yang berhati-hati serta upaya stabilisasi nilai tukar yang ditempuh secara konsisten. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah volatilitas nilai tukar yang berlebihan dengan tetap menjaga kecukupan cadangan devisa untuk memenuhi kebutuhan fundamental perekonomian. Di samping itu, penguatan strategi komunikasi serta peningkatan efektivitas peraturan prudensial dan monitoring lalu lintas devisa terus dilakukan untuk menopang pengelolaan kebijakan tersebut.
17
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
Suku Bunga Dalam upaya menjaga pencapaian sasaran inflasi dengan tetap memerhatikan momentum pertumbuhan ekonomi, BI Rate selama tahun 2008 naik sebanyak 6 kali (150 bps) dan kemudian turun sebesar 25 bps menjadi 9,25% di akhir tahun. Dengan kondisi BI Rate tersebut, maka seluruh suku bunga yang pergerakannya dikaitkan dengan BI Rate secara otomatis bergerak mengikuti pergerakan BI Rate. Suku bunga PUAB O/N yang bergerak dengan volatilitas tinggi di awal tahun 2008, semakin membaik semenjak memasuki triwulan kedua. Hal tersebut mencerminkan keberhasilan kebijakan penyempurnaan operasi moneter untuk menjaga stabilitas suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) overnight. Kenaikan BI Rate diikuti dengan peningkatan suku bunga deposito dengan skala yang lebih besar, seiring upaya perbankan untuk menambah pendanaannya (funding) dari DPK. Berdasarkan rata-rata tertimbang, suku bunga deposito 1 bulan hingga November 2008 meningkat sebesar 44,65% (321 bps), atau lebih besar dibandingkan dengan peningkatan BI Rate. Peningkatan suku bunga deposito terutama terjadi pada kelompok Bank Swasta Nasional yang diikuti kelompok Bank Asing dan Campuran serta Bank Umum Swasta Domestik. Sementara itu, kelompok BPD masih lambat dalam menyesuaikan suku bunga simpanan berjangkanya. Secara bulanan, suku bunga deposito tertinggi untuk tenor 1 - 6 bulan terus meningkat hingga menjadi 14,62 - 15,42%. Namun untuk suku bunga deposito tenor 12 dan 24 bulan menunjukkan penurunan di akhir tahun seiring dengan ekspektasi penurunan BI Rate. Kenaikan BI Rate juga ditransmisikan ke suku bunga kredit. Kenaikan biaya dana berimbas pada suku bunga kredit, khususnya kredit modal kerja dan kredit investasi. Per November 2008, rata-rata tertimbang suku bunga kredit modal kerja melonjak sebesar 197bps, yang terjadi pada kelompok Bank Asing dan Campuran serta Bank Umum Swasta Nasional. Sementara itu, rata-rata suku bunga kredit investasi juga terus meningkat mencapai 109bps, yang juga dikontribusi oleh kelompok Bank Asing dan Campuran serta Bank Umum Swasta Nasional. Sementara itu, kelompok BPD tetap menjadi kelompok bank yang paling lambat merespons kenaikan BI Rate.
Tabel 3.1 Perkembangan Berbagai Suku Bunga Suku Bunga (%)
18
Triwulan I-2008 Jul
Ags
Triwulan II-2008 Sep
Okt
Nov
Triwulan IV-2008
Triwulan III-2008 Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
BI Rate
8,00
8,00
8,00
8,00
8,25
8,50
8,75
9,00
9,25
9,50
9,50
Penjaminan Deposito
8,25
8,00
8,00
8.00
8,25
8,25
8,25
8,75
8,75
10,00
10,00
Dep 1 bulan (Weighted Average)
7,07
6,95
6,88
6,86
6,98
7,19
7,51
8,04
9,26
10,14
n.a
Dep 1 bulan (Counter Rate)
6,97
6,9
6,84
6,85
6,84
7,01
7,18
7,42
7,74
7,74
8,51 14,07
Base Lending Rate
13,14
12,92
12,83
12,75
12,77
12,80
12,95
13,21
13,26
13,26
Kredit Modal Kerja (KMK)
12,99
12,96
12,88
12,93
12,92
12,99
13,14
13,42
13,93
14,67
n.a
Kredit Investasi (KI)
12,81
12,71
12,59
12,47
12,36
12,51
12,61
12,86
13,32
13,88
n.a
Kredit Konsumsi (KK)
16,04
15,96
15,83
15,74
15,67
15,71
15,73
15,78
15,87
16,05
n.a
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2008
Dana, Kredit, dan Uang Beredar Dana Pihak Ketiga (DPK) mulai menunjukkan peningkatan di akhir tahun seiring dengan meningkatnya suku bunga deposito (Grafik 3.11). Pada November 2008, DPK tumbuh sebesar 19,13% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan di tahun 2007 yang sebesar 17,67% (yoy) (Grafik 3.11). Peningkatan tersebut dikontribusi terutama oleh deposito yang meningkat sebesar 22,28%, namun tabungan dan giro tumbuh melambat masing-masing sebesar 18,58% dan 14,25%. Penyumbang utama dari meningkatnya pertumbuhan deposito adalah kelompok Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Swasta, dan perorangan. Sementara itu, perlambatan pada komponen tabungan terjadi pada seluruh kelompok (Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Swasta, Pemerintah Daerah dan perorangan) kecuali pada kelompok Badan/Lembaga Pemerintah. Hal tersebut diindikasikan terkait dengan terjadinya peralihan ke deposito seiring dengan semakin menariknya tingkat suku bunga. Kenaikan BI Rate justru diikuti dengan pertumbuhan kredit yang (%, y-o-y)
semakin akseleratif. Efek tunda kebijakan moneter masih
Suku Bunga Kredit dan Depo (%)
39 36 33 30
18
berlangsung di pasar kredit, sebagaimana tampak pada
16
pertumbuhan tahunan kredit pada November 2008 yang
14
mencapai 37,9%. Pertumbuhan kredit tersebut lebih tinggi
27 24
12
18
10
15 12 9
dibandingkan dengan akhir tahun 2007 yang hanya tumbuh sebesar 26,5%. Berdasarkan penggunaannya, kenaikan
21
8 Total DPK
Total Kredit
rKredit (rata-rata)
rDepo (rata-rata)
6 6 Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov 2005
2006
2007
2008
pertumbuhan tahunan kredit pada bulan laporan terjadi pada kredit investasi, diikuti oleh kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Dari sisi debitur, kenaikan pertumbuhan kredit terutama dinikmati oleh kelompok perusahaan asuransi dan pembiayaan BUMN, perusahaan pembiayaan BUMS dan BPR.
Grafik 3.11 Perkembangan Dana vs Kredit
Likuiditas perekonomian tumbuh melambat dan lebih rendah daripada historisnya. Pada November 2008, M1 dan M2 masingmasing tumbuh 11,9% dan 18,3%. Secara rata-rata pertumbuhan M1 dan M2 selama Januari-November masing-masing meningkat 18,9% dan 16,3% atau hampir seluruhnya melambat dari periode
%, y-o-y 30 27 24 21 18
yang sama di tahun 2007 yaitu masing-masing sebesar 22,7% M1 Riil
dan 15,6%. Sementara itu, rata-rata pertumbuhan M1 dan M2
Currency Riil M2 Riil
secara riil sepanjang Januari-November 2008 menjadi masing-
15 12 9 6 3 0 (3) (6) (9)
masing sebesar 8,4% dan 5,1% (Grafik 3.12), melemah dari periode yang sama tahun sebelumnya seiring dengan menurunnya daya beli yang bersumber dari tingginya inflasi dan melemahnya nilai tukar di tahun 2008 dibandingkan dengan tahun 2007.
(12) 135 791 135 791 13 579 113 579 113 579 113 57 911 357 911 357 911 35 791 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Grafik 3.12 Pertumbuhan Riil M1 dan M2
2007
2008
Pasar Keuangan Kinerja pasar saham di tahun 2008 mengalami koreksi tajam. Pada awal perdagangan tahun 2008, IHSG sempat mencapai
19
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
level 2.830 pada (9 Januari 2008) yang merupakan level tertinggi yang pernah dicapai sejak Bursa Efek Indonesia didirikan. Namun
IHSG per 30 Desember 2008: 1.355,4 8
2.900
Warren Buffet malakukan reinsured
8
2.700 8
2.500
FFR 3%
2.300
FFR 3,5%
2.100 1.900
Risiko Resesi AS
perkembangan selanjutnya IHSG justru mengalami koreksi tajam
Rating
FFR 2,25% + injeksi Likuiditas 8
Rilis PDB 6,3% (diatas proyeksi 6,1%) 8,75 9 9,25
8,5
Ancaman Perlambatan Risiko Fiskal Naik, Perekonomian Minyak Naik Pasar SUN Global (G7) USD 110 per barrel Memburuk, - Unwinding Carry Tekanan Inflasi Trade
atau merupakan level yang terendah sejak tahun 2005. Pelemahan Nilai Tukar, Spread NDF dan Spot Melebar Pernyataan Fed dan Bank Sentral lain kembali injeksi Likuiditas
FFR 2%
Krisis Bursa domestik panik, Keuangan 9,5 diperparah oleh kasus gagal GSE Lehman Brothers Bangkrut, Kebijakan baru BI dan Institusi Lain berpotensi Pemerintah serta buyback mengalami kebangkrutan Kondisi global smkn tidak pasti, Capital outflow oleh spekulasi injeksi likuiditas tidak akan menahan resesi bursa disuspensi Pemilu AS FFR 1%
1.700 1.500 1.300 1.100 Jan
dan bahkan sempat menyentuh level 1.111,39 (28 Oktober 2008)
8,25
9,25
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa IHSG mulai pulih kembali seiring dengan mulai meredanya gejolak pasar keuangan global dan ditutup sedikit menguat pada level 1.355 di penghujung tahun (Grafik 3.13). Searah dengan kondisi tersebut, kapitalisasi pasar juga terpangkas sebesar 43,89% atau ditutup pada posisi Rp 1.076,5 triliun.
2008
Grafik 3.13
Koreksi IHSG lebih disebabkan oleh faktor eksternal. Faktor
Perkembangan IHSG tahun 2008
eksternal tersebut bersumber dari pecahnya bubble pasar keuangan global yang pada akhirnya memicu keketatan likuiditas global dan berimbas pada penguatan dolar Amerika secara
signifikan terhadap seluruh mata uang dunia. Proses tersebut akhirnya turut memicu
deleveraging dan resesi global. Dampak dari krisis tersebut menyebabkan institusi keuangan mengalami kesulitan likuiditas dan bahkan mengalami kebangkrutan sehingga mendorong investor asing untuk cenderung memindahkan dananya dari negara emerging markets termasuk Indonesia. Kondisi tersebut berdampak pada pasar saham secara global yang terkoreksi secara signifikan di tahun 2008. Langkah the Fed yang terus memangkas Fed Fund Rate hingga mendekati 0% yang diikuti oleh pemotongan suku bunga secara terkoordinasi oleh negara-negara lainnya, injeksi likuiditas, bail-out atas beberapa institusi keuangan dan perusahaan di sektor riil, mampu meningkatkan kepercayaan pasar meskipun koreksi tetap tidak dapat terhindarkan. Dari sisi domestik, beberapa risiko turut mewarnai dinamika pergerakan IHSG pada tahun 2008. Risiko tersebut di antaranya berupa pelemahan nilai tukar yang sempat menyentuh level Rp 12.700 per USD (24 November 2008) serta melebarnya nilai tukar rupiah di pasar Non Delivery Forward (NDF) dengan posisi spot. Selain itu, isu negatif mengenai kondisi likuiditas bank serta kompleksitas permasalahan saham turut mewarnai perkembangan saham. Di tengah ketidakpastian pasar keuangan yang tinggi, investor asing masih mencatat net beli namun dengan tren kepemilikan yang berjangka pendek. Pada tahun 2008, aktivitas investor asing di pasar saham cenderung bersifat spekulatif yang terlihat dari aktivitas jual-beli yang berlangsung secara cepat. Kondisi tersebut merupakan cerminan dari perilaku asing yang cenderung responsif di tengah kondisi ketidakpastian pasar keuangan global. Pada penghujung tahun 2008, harga saham yang cenderung undervalued ditambah dengan mulai membaiknya kondisi pasar keuangan global menyebabkan investor asing mulai membukukan net beli. Namun aktivitas pembelian asing masih cenderung jangka pendek dengan profit taking dari aset yang undervalued tersebut. Selama tahun 2008, investor asing masih
20
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2008
tercatat melakukan net beli sebesar Rp18,7 triliun atau jauh menurun dibandingkan dengan tahun 2007 yang mencatat net
Rp, Triliun 180 Akumulasi Net Beli Asing 160
beli Rp32,92 triliun (Grafik 3.14). Dinamika aktivitas asing di pasar
140
saham selama tahun 2008 tersebut yang dibarengi oleh aksi jual
120
investor domestik justru berdampak pada peningkatan porsi
100
kepemilikan asing menjadi sebesar 67,8% dari tahun sebelumnya
80
sebesar 63,6%.
60 40
Di pasar SUN, kinerja SUN pada triwulan IV-2008 kembali
20
mengalami tekanan. Pada tahun 2008, yield SUN dengan tenor
1
2
3
4
5
6 7 2007
8
9 10 11 12 1
2
3
4
5
6 7 2008
8
9 10 11 12
benchmark 10 tahun sempat mencapai posisi tertingginya di
Grafik 3.14
20,96% (27 Oktober 2008). Kenaikan yield juga merata untuk
Net Beli Asing Saham
seluruh tenor dan serinya. Kebijakan BI untuk menurunkan BI Rate dari 9,5% menjadi 9,25% pada Desember 2008, menurunnya perkiraan inflasi, menguatnya nilai tukar, serta mulai membaiknya faktor risiko eksternal menyebabkan yield SUN
%
kembali turun. Secara tahunan, yield SUN naik 270 bps untuk
100bps
16 Perubahan Bulanan (RHS)
Saat Ini
Bulan Lalu
12
8
tenor jangka pendek, sedangkan untuk tenor jangka menengah
7
dan jangka panjang kenaikan yield SUN masing-masing adalah
6
231 bps dan 207 bps (Grafik 3.15).
5 8
4
4
Penurunan kinerja SUN pada tahun 2008 lebih disebabkan oleh
3
faktor eksternal. Gejolak pasar keuangan global yang mengarah
2
pada keketatan likuiditas secara global dan proses deleveraging
1
menyebabkan yield SUN untuk seluruh tenor terus naik. Kondisi
0
0 1YR
2YR
4YR
5YR
6YR
7YR
8YR
9YR
10YR
15YR
20YR
30YR
Data per 12/31/2008
yield SUN juga terus tertekan searah dengan terjadinya pelemahan nilai tukar. Penurunan kinerja SUN juga sejalan
sumber: Bloomberg
Grafik 3.15
dengan kenaikan risiko emerging market sebagaimana tercermin
Yield SUN Berbagai Tenor
dari berbagai indikator yang terdapat dalam Global Stability
Financial Report (GSFR) IMF Oktober 2008. Bahkan terdapat kecenderungan bahwa emerging market asset mulai menunjukkan perilaku seperti toxic asset2 . Searah dengan kondisi tersebut, EMBIG Indonesia mengalami kenaikan signifikan. Dalam
Rp, Triliun
kondisi tersebut, interest rate differential yang makin melebar
10 RRH-Vol Perdagangan SUN 8
spread-nya terlihat tidak berpengaruh signifikan. Gejolak yang terjadi di pasar SUN menyebabkan menurunnya
6
keyakinan pelaku pasar. Kondisi tersebut tercermin dari tipisnya volume dan frekuensi perdagangan SUN. Hal tersebut merupakan
4
indikasi bahwa pelaku pasar masih wait and see dalam menyikapi
2
volatilitas yang terjadi pada pasar keuangan global. Volume total 0 1
2
3
4
5
6 7 2007
8
9 10 11 12 1
2
3
4
5
6 7 2008
8
9 10 11 12
Grafik 3.16
perdagangan SUN pada tahun 2008 tercatat sebesar Rp1.246,7 triliun atau turun dari posisi tahun 2007 sebesar Rp1.564 triliun (Grafik 3.16). Sementara itu, frekuensi rata-rata harian
Rata-Rata Harian Volume Perdagangan SUN 2
Asset derivatif, Mortgage Backed Securities, Credit Default Swap dan sebagainya.
21
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
perdagangan SUN relatif stabil pada 266 kali pada tahun 2008 X, Kali
dibandingkan tahun 2007 sebesar 253 kali (Grafik 3.17).
500 450
Kinerja reksadana mengalami koreksi di akhir tahun. NAB
RRH-Frekuensi 400 350
reksadana sempat mencapai nilai tertinggi selama setahun
300
sebesar Rp 95,92 triliun pada Mei 2008, meskipun terus
250 200
mengalami penurunan sejak Juli 2008. Peningkatan NAB yang
150
signifikan di awal hingga pertengahan tahun ditopang oleh
100
kinerja pasar sahams dan pasar SUN. Namun demikian, memasuki
50 0
semester II-2008 pergerakan reksadana menunjukkan 1
2
3
4
5
6 7 2007
8
9 10 11 12 1
2
3
4
5
6 7 2008
8
9 10 11 12
pembalikan arah hingga mencapai titik terendahnya pada
Grafik 3.17
Oktober 2008 sebesar Rp 73,28 triliun (data per 13-17 Okt 2008,
Rata-Rata Harian Frekuensi Perdagangan SUN
terkait masalah teknis publikasi data oleh Bapepam-LK) 3 . Penurunan tersebut tidak lain disebabkan oleh turunnya harga dari underlying asset reksadana. Namun demikian, penurunan
lebih lanjut tertahan oleh aksi beli investor terkait dengan harga unit reksadana yang undervalued seiring dengan pergerakan harga saham dan SUN sebagai
underlying asset-nya. Selain itu, usaha edukasi/promosi oleh agen reksadana kepada nasabah potensial cukup membantu untuk menjaga volume reksadana.
3
22
Data Resmi Bapepam per Oktober 2008. Belum terkininya data NAB reksadana dikarenakan oleh sistem Informasi reksadana yang masih mengalami pengembangan.
Perekonomian Indonesia ke Depan
4. Perekonomian Indonesia ke Depan Perekonomian Indonesia di 2009 diprakirakan tumbuh pada kisaran 4,0-5,0% 4,0-5,0%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut sangat dipengaruhi oleh dinamika perekonomian global yang ditandai oleh resesi di negara mitra dagang utama dan melambatnya perekonomian di negara mitra dagang. Resesi dan perlambatan ekonomi tersebut, yang kemudian diikuti oleh penurunan harga komoditas produk ekspor dan terbatasnya trade financing, mengakibatkan pertumbuhan ekspor di 2009 diprakirakan jauh lebih rendah dibandingkan dengan 2008. Menurunnya pertumbuhan ekspor diprakirakan akan memengaruhi daya beli masyarakat dan akan berdampak pada turunnya konsumsi rumah tangga. Dari sisi pembiayaan konsumsi, pertumbuhan kredit konsumsi diprakirakan akan semakin terbatas. Namun demikian, pertumbuhan konsumsi diprakirakan masih relatif kuat jika dibandingkan rata-rata historis, terkait dengan beberapa faktor seperti: kenaikan upah minimum provinsi (UMP), kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS), faktor pemilihan umum (Pemilu), dan kebijakan pemerintah di bidang perpajakan serta multiplier effect dari kebijakan pemerintah. Melambatnya pertumbuhan ekspor dan konsumsi yang diikuti dengan terbatasnya pembiayaan investasi pada gilirannya akan menurunkan pertumbuhan investasi dan juga impor. Dari sisi sektoral, perlambatan sektor eksternal diprakirakan berdampak langsung ke sektor tradable (sektor industri pengolahan, pertanian, dan pertambangan). Tekanan inflasi pada 2009 diprakirakan cenderung menurun menuju kisaran 6,0% ± 1%. Secara fundamental, penurunan tekanan inflasi didukung oleh turunnya imported inflation sejalan dengan turunnya harga komoditi, pangan dan energi dunia, serta terkendalinya ekspektasi inflasi. Selain itu, produksi pangan di dalam negeri yang sangat baik dalam tahun 2008, serta adanya perlambatan permintaan agregat merupakan faktor penunjang pencapaian inflasi yang rendah pada 2009. Dari sisi non fundamental, penurunan inflasi tahun 2009 didukung oleh terjaganya pasokan dan kelancaran distribusi barang kebutuhan pokok serta minimnya administered prices.
ASUMSI DAN SKENARIO YANG DIGUNAKAN Kondisi Perekonomian Internasional Perekonomian dunia pada 2009 diprakirakan melambat cukup signifikan. Kontraksi perekonomian negara-negara maju (AS, Euro dan Jepang) yang telah terjadi sejak paro kedua 2008 diprakirakan berlanjut ke 2009. Imbas perlambatan ekonomi negara maju akan semakin besar dan meluas ke berbagai negara. Negaranegara berkembang di Asia secara umum akan tumbuh melambat seiring dengan melambatnya permintaan dari negara maju. Disamping itu, kondisi permintaan domestik yang melemah juga menjadi faktor yang mempengaruhi perlambatan ekonomi di negara berkembang. Untuk menahan pelemahan ekonomi, berbagai negara melakukan percepatan konsumsi dan investasi dari sektor pemerintah.
23
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
Pemerintah China mengeluarkan stimulus fiskal senilai USD586 miliar untuk memberi stimulus perekonomian melalui pembangunan infrastruktur dan proyek sosial. Menyusul China, Singapura pada 2009 juga akan melakukan stimulus fiskal untuk membantu perusahaan dalam mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK). Dengan berbagai perkembangan tersebut, secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2009 diprakirakan sebesar 2,2%, melambat dari 2008 (Tabel 4.1). Sejalan dengan lemahnya permintaan dunia, harga komoditas diprakirakan turun signifikan pada 2009. Pada awal 2009, harga komoditas global diprakirakan masih cenderung rendah. Secara rata-rata, harga minyak jenis minas pada triwulan I lebih rendah dari rata-rata tahunan. Sentimen lemahnya permintaan dunia masih lebih kuat pengaruhnya dibandingkan dengan faktor sentimen konflik di Timur Tengah, sehingga harga minas di triwulan I-2009 diprakirakan berkisar USD50 per barel. Harga logam secara umum diprakirakan akan tetap turun pada triwulan I-2009 dibandingkan triwulan IV-2008. Hal ini disebabkan turunnya permintaan logam sebagai dampak kontraksi sektor manufaktur di berbagai negara. Searah dengan harga komoditas internasional, tekanan inflasi 2009 diprakirakan menurun. Tekanan inflasi di negara maju pada 2009 diprakirakan melambat dipicu jatuhnya harga komoditas global sebagai dampak melemahnya permintaan, apresiasi dolar AS dan tingginya ketidakpastian di pasar finansial. Seiring dengan semakin tertekannya permintaan domestik di negara maju, terdapat potensi terjadinya deflasi terutama bagi negara-negara yang menempuh kebijakan suku bunga yang mencapai 0%. Sementara itu, inflasi di negara berkembang pun melambat yang lebih dipengaruhi oleh jatuhnya harga komoditas global, terutama jatuhnya harga minyak. Tekanan inflasi dunia yang cenderung menurun menyebabkan arah kebijakan moneter dunia diprakirakan Tabel 4.1
cenderung bias longgar.
Proyeksi PDB Dunia 2006
2007
Proyeksi 2008
Skenario Kebijakan Fiskal
2009
PDB Dunia
5,1
5,0
3,7
2,2
Negara Maju
3,0
2,6
1,4
-0,3
Krisis ekonomi global yang masih terus berlangsung berpotensi meningkatkan defisit APBN 2009. UU
Amerika Serikat
2,8
2,0
1,4
-0,7
No.41/2008 tanggal 10 November 2008 tentang
Kawasan Euro
2,8
2,6
1,2
-0,5
APBN 2009 menyebutkan defisit APBN 2009 sebesar
Jepang
2,4
2,1
0,5
-0,2
Negara Maju Lainnya
4,5
4,7
2,9
1,5
Rp51,28 triliun atau 1% dari PDB. Namun demikian,
7,9
8,0
6,6
5,1
Afrika
6,1
6,1
5,2
4,7
Eropa Timur dan Tengah
6,7
5,7
4,2
2,5
Negara Persemakmuran
8,2
8,6
6,9
3,2
rendah dari asumsi APBN 2009 sebesar 6%.
Negara Berkembang Asia
9,8
10,0
8,3
7,1
Peningkatan defisit diprakirakan dibiayai dari
China
11,6
11,9
9,7
8,5
India
krisis keuangan global yang masih terus berlangsung Negara Berkembang
karena prakiraan pertumbuhan ekonomi yang lebih
kelebihan pembiayaan APBNP 2008 (SILPA 2008) dan
9,8
9,3
7,8
6,3
Negara Timur Tengah
5,7
6,0
6,1
5,3
penarikan standby loan secara bilateral maupun
Amerika Latin
5,5
5,6
4,5
2,5
multilateral. Defisit diprakirakan menjadi lebih rendah
Sumber: IMF, WEO November 2008
24
berpotensi meningkatkan defisit tersebut terutama
seiring penurunan harga minyak mentah.
Perekonomian Indonesia ke Depan
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Prahara keuangan global diprakirakan akan berimbas ke perekonomian Indonesia pada tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan mengalami perlambatan dari 6,1% (2008) menjadi 4,0-5,0% (2009). Lesunya permintaan dunia dan merosotnya harga-harga komoditas akan ditransmisikan ke perekonomian domestik melalui jalur perdagangan internasional. Pertumbuhan ekspor barang dan jasa diprakirakan akan terpangkas sekitar separo dari pertumbuhan 2008. Di tengah kondisi eksternal yang kurang kondusif tersebut, permintaan domestik diprakirakan akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. Perlambatan pertumbuhan konsumsi swasta yang lebih dalam pada 2009, akibat turunnya income effect dari ekspor, diprakirakan dapat ditahan oleh pengeluaran para kontestan Pemilu, kenaikan UMP dan gaji PNS, serta kebijakan pemerintah di bidang pendapatan. Sementara itu, pertumbuhan investasi diprakirakan akan tumbuh melambat akibat melemahnya permintaan dan ketidakpastian iklim usaha.
Prospek Permintaan Agregat % Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 4.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Komponen Total Konsumsi
2007 I
II
III
IV
2007
2008 I
II
III
IV*
2008*
2009*
4,6
4,6
5,3
5,1
4,9
5,5
5,5
6,7
6,3
6,0
5,0 - 5,2
Konsumsi Swasta
4,7
4,7
5,1
5,6
5,0
5,7
5,5
5,3
5,0
5,4
4,3 - 4,6
Konsumsi Pemerintah
3,7
3,8
6,5
2,0
3,9
3,6
5,5
16,9
14,6
10,7
9,6 - 9,9
7,0
6,9
10,4
12,1
9,2
15,6
13,1
12,0
9,9
12,5
6,7 - 7,4
Total Investasi Permintaan Domestik
5,2
5,2
6,6
6,8
6,0
8,0
7,4
8,1
7,2
7,7
5,5 - 5,8
Ekspor Barang dan Jasa
8,1
9,8
6,9
7,3
8,0
15,5
15,9
14,3
9,4
13,7
4,3 - 6,1
Impor Barang dan Jasa
8,5
6,5
7,0
13,6
8,9
17,8
16,7
11,9
7,1
13,2
6,1 - 6,5
PDB
6,1
6,4
6,5
6,3
6,3
6,3
6,4
6,1
5,7
6,1
4,0 - 5,0
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
Konsumsi rumah tangga diprakirakan mengalami perlambatan cukup signifikan pada 2009. Setelah tumbuh tinggi pada 2008, konsumsi rumah tangga diprakirakan hanya tumbuh sekitar 4,3-4,6% pada 2009. Perlambatan konsumsi rumah tangga yang sudah mulai terlihat sejak triwulan III-2008 diprakirakan akan terus melambat pada 2009. Perlambatan konsumsi rumah tangga tersebut disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat, khususnya karena imbas dari turunnya kinerja ekspor (income effect) dan turunnya harga saham/aset keuangan lainnya (wealth
effect). Terpukulnya kinerja ekspor diprakirakan berdampak pada pengurangan jumlah tenaga kerja, sebagaimana dialami oleh petani kelapa sawit dan buruh industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Adanya PHK tersebut diprakirakan mendorong konsumen untuk menunda belanja konsumsinya (precautionary saving). Melemahnya konsumsi rumah tangga juga disebabkan oleh berkurangnya sumber pembiayaan konsumsi rumah tangga, khususnya yang berasal dari perbankan. Pada
25
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
2009, pertumbuhan penyaluran kredit - termasuk kredit konsumsi - diprakirakan menurun hingga ke kisaran 15-20%. Penurunan ini terkait dengan persepsi meningkatnya risiko debitur dan kecenderungan perbankan menjaga likuiditas yang relatif tinggi di tengah ketidakpastian. Walaupun demikian, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diprakirakan masih dapat berada sedikit di atas rata-rata historis sepanjang tahun 2001-2008 sebesar 4,2%. Prakiraan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kenaikan UMP dan gaji PNS, dukungan kebijakan pemerintah di bidang fiskal, dan penyelenggaraan Pemilu 2009. Laju kenaikan UMP 2009 secara umum melebihi laju inflasi 2009. Kebijakan pemerintah antara lain berupa kenaikan Pendapatan Tidak Kena Pajak, penyederhanaan tarif PPh Badan dan PPh Orang Pribadi, insentif PPh bagi perusahaan yang masuk bursa dan UMKM, pengurangan pajak dividen perusahaan, serta kenaikan anggaran bantuan sosial. Anggaran tersebut dipergunakan untuk program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan (PNPM), jaminan kesehatan masyarakat, dan bantuan tunai bersyarat. Sementara itu, penyelenggaraan Pemilu 2009 diprakirakan memberikan dorongan bagi pertumbuhan konsumsi rumah tangga, walau tidak lagi sebesar Pemilu 2004. Hal itu disebabkan oleh berkurangnya dukungan pembiayaan partai peserta Pemilu akibat menurunnya pendapatan ekspor dan merosotnya pendapatan dari bursa saham. Selain itu, pangsa kebutuhan konsumsi rumah tangga yang dibiayai oleh kredit yang masih rendah, yaitu sekitar 8-9%, menyiratkan belum terlalu besarnya peran kredit dalam pembiayaan konsumsi rumah tangga. Kenaikan penghasilan kelompok masyarakat menengah keatas pada tahun 2008 yang secara umum naik 19%-22% dibandingkan tahun 2007, diprakirakan menjadi salah satu sumber pendukung konsumsi rumah tangga pada 2009. Kegiatan konsumsi pemerintah pada tahun 2009 diprakirakan tumbuh melambat pada kisaran 9,6-9,9% 9,6-9,9%. Perlambatan ini terutama disebabkan oleh penurunan dana perimbangan ke daerah sebagai akibat penurunan harga minyak mentah. Sementara itu, konsumsi pemerintah pusat tetap tumbuh meningkat. Konsumsi pemerintah antara lain didorong oleh anggaran Pemilu dan kenaikan gaji PNS. Pada semester I2009 konsumsi pemerintah diprakirakan tetap tumbuh positif dan berangsur menurun pada semester II-2009 seiring dengan berakhirnya kegiatan Pemilu. Pada 2009 kegiatan investasi diprakirakan tumbuh sebesar 6,7-7,4%, melambat dibandingkan tahun 2008. Hal itu disebabkan oleh kondisi permintaan yang melemah dan kemungkinan terbatasnya sumber pendanaan dari perbankan. Pada 2009, perlambatan investasi yang signifikan terutama dialami oleh investasi nonbangunan. Pergerakan investasi jenis ini sangat tergantung pada kondisi perekonomian. Dalam kondisi ketidakpastian yang tinggi, dunia usaha cenderung menunda ekspansi usahanya. Indikasi penundaan investasi diantaranya terjadi di sektor industri TPT, industri semen, dan perluasan kebun kelapa sawit. Penundaan investasi tersebut sebagian besar disebabkan oleh kondisi finansial yang tidak memungkinkan dan kondisi permintaan yang lemah.
26
Perekonomian Indonesia ke Depan
Sementara itu, investasi bangunan diprakirakan mengalami perlambatan yang tidak sedalam investasi nonbangunan. Namun, proyek-proyek bangunan terutama infrastruktur diprakirakan sedikit melambat. Terhambatnya pembangunan infrastruktur tersebut bersumber dari masalah regulasi, teknis, dan pembiayaan. Di pihak lain, pendirian bangunan oleh swasta diprakirakan menurun seiring dengan semakin terbatasnya sumber pembiayaan. Hal tersebut terindikasi dari rencana penghentian pembangunan proyek-proyek baru oleh pengembang dan kenaikan uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi 20-30% dari harga rumah, naik dari sebelumnya yang berkisar 10%. Sebagai imbas dari melemahnya ekonomi dunia, pertumbuhan ekspor barang dan jasa diprakirakan mengalami perlambatan yang signifikan, untuk tumbuh sebesar 4,3-6,1%. Resesi yang berkepanjangan di negara maju, termasuk Amerika Serikat, Jepang dan Euro-Area, serta perlambatan pertumbuhan di beberapa negara berkembang yang menjadi tujuan ekspor Indonesia, seperti China dan India, akan memberikan tekanan pada pertumbuhan ekspor Indonesia. Sementara itu, keterbatasan trade financing diprakirakan juga menghambat kinerja ekspor ke depan. Dampak lesunya permintaan eksternal dan pembiayaan tersebut yang mulai berimbas ke kinerja ekspor sejak triwulan IV-2008 diprakirakan akan terus berlangsung pada 2009. Berdasarkan penelitian Bank Indonesia, ekspor komoditas utama Indonesia sangat elastis terhadap pendapatan negara partner dagang utama, yaitu Singapura, AS, dan Jepang. Penurunan pendapatan negara tersebut akan berpengaruh terhadap ekspor komoditas utama, seperti TPT, logam, kertas, batubara, dan produk kimia. Selain itu, pengetatan skema pembiayaan ekspor diprakirakan juga memengaruhi kinerja pembiayaan eksportir. Dari sisi impor, pertumbuhan di 2009 diprakirakan terpangkas cukup signifikan (tumbuh pada kisaran 6,1-6,5%) dibandingkan tahun 2008 2008. Lemahnya permintaan - baik yang berasal dari kegiatan ekonomi domestik maupun ekspor - menyebabkan rendahnya permintaan impor
Prospek Penawaran Agregat Krisis ekonomi global yang masih berlangsung menyebabkan pertumbuhan ekonomi dari sisi sektoral tahun 2009 diprakirakan lebih rendah dibandingkan dengan prakiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2008. Perlambatan pertumbuhan ini terjadi hampir di semua sektor ekonomi. Krisis ekonomi global tersebut berdampak pada pada pelemahan daya serap yang lebih dalam terhadap produkproduk berbagai sektor perekomian. Permintaan yang merosot menyebabkan penumpukan stok hasil produksi. Kondisi ini diperburuk dengan menurunnya hargaharga berbagai komoditas yang memaksa pengusaha untuk mengurangi produksinya, atau bahkan menunda produksinya. Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 diprakirakan sebesar 4,0-5,0%, lebih rendah dari prakiraan pertumbuhan tahun 2008 sebesar 6,1%. Sektor-sektor yang masih mampu tumbuh relatif tinggi di tengah krisis global ini adalah sektor pengangkutan dan komunikasi. Sektor tersebut diprakirakan masih mampu tumbuh sebesar 10,5-13,6%, meskipun dengan tren yang menurun.
27
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008 % Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 4.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Sektor
2007 IV
2007
I
II
III
Pertanian
-1,7
4,7
7,6
3,1
3,5
Pertambangan & Penggalian
6,2
3,2
1,0
-2,1
2,0
2008 I
2008*
2009*
II
III
IV*
5,9
4,9
2,4
2,3
3,9
2,8 - 3,2
-1,8
-0,7
1,6
1,4
0,1
(-0,6) - (-0,4)
Industri Pengolahan
5,2
5,1
4,5
3,8
4,7
4,2
4,0
4,3
3,6
4,0
2,4 - 3,2
Listrik, Gas & Air Bersih
8,2
10,2
11,3
11,8
10,4
12,6
12,0
10,6
9,4
11,1
7,5 - 9,0
Bangunan
8,4
7,7
8,3
9,9
8,6
8,0
8,1
7,5
7,0
7,7
6,0 - 6,8
Perdagangan, Hotel & Restoran
9,2
7,6
7,9
9,1
8,5
7,1
7,7
7,6
7,3
7,4
5,0 - 6,4
Pengangkutan & Komunikasi
13,0
12,7
14,1
17,4
14,4
20,3
19,6
17,1
16,3
18,2
10,5 - 13,6
Keuangan, Persewaan & Jasa
8,1
7,6
7,6
8,6
8,0
8,2
8,7
8,5
6,9
8,1
5,6 - 6,5
Jasa-jasa
7,0
7,0
5,2
7,2
6,6
5,6
6,5
6,7
6,0
6,2
4,0 - 4,7
PDB
6,1
6,4
6,5
6,3
6,3
6,3
6,4
6,1
5,7
6,1
4,0 - 5,0
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
Perlambatan ekspor yang dibarengi dengan melemahnya permintaan domestik akan memukul kinerja sektor industri. Kondisi yang kurang menguntungkan tersebut menyebabkan pertumbuhan sektor industri tahun 2009 melambat dibandingkan dengan tahun 2008. Pertumbuhan sektor industri tahun 2009 diprakirakan sebesar 2,4-3,2% 2,4-3,2%, lebih rendah dari tahun 2008 sekitar 4%. Industri yang akan terpukul karena krisis ekonomi global terutama industri-industri berorientasi ekspor, antara lain tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, elektronika, otomotif, kayu dan kerajinan kayu. Lemahnya permintaan baik domestik maupun eksternal memaksa perusahaan-perusahaan di sektor industri menghentikan produksinya. Kebijakan tersebut ditempuh untuk menghindari penumpukan stok. Dampak dari penghentian produksi antara lain PHK karyawan di industri-industri tersebut. Selain melemahkan permintaan, krisis keuangan global juga menyebabkan keketatan likuiditas. Program restrukturisasi mesin industri TPT yang dicanangkan Departemen Perindustrian terhambat sebagai dampak krisis keuangan global. Beberapa perusahaan TPT menunda investasi mesin karena kondisi finansial yang tidak memungkinkan. Faktor lain yang menghambat perkembangan industri dalam negeri adalah masuknya produk-produk impor dengan harga yang lebih murah. Produk-produk impor tersebut disinyalir merupakan pengalihan dari pasar Amerika Serikat yang saat ini sedang menurun daya belinya. Produk-produk tersebut tidak hanya dalam bentuk produk setengah jadi, tetapi juga dalam bentuk produk siap konsumsi (produk hilir) yang juga diproduksi di dalam negeri. Pada tahun 2009 pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran diprakirakan melambat menjadi sekitar 5,0-6,4% dibandingkan dengan tahun 2008 yang diprakirakan mencapai 7,4%. Faktor utama yang menyebabkan melemahnya kinerja sektor ini adalah melemahnya konsumsi swasta yang mencerminkan memburuknya daya beli masyarakat. Sebagai akibatnya, aktivitas di subsektor perdagangan besar dan eceran melambat cukup signifikan. Omset sektor ritel mulai dirasakan menurun sejak Oktober 2008 sebagai dampak krisis keuangan global. Kondisi ini diprakirakan
28
Perekonomian Indonesia ke Depan
masih akan berlanjut di tahun 2009. Pasar ritel yang diprakirakan akan terpengaruh adalah produk otomotif, elektronik, dan sepatu. Perdagangan otomotif yang sepanjang tahun 2008 secara umum menunjukkan kinerja yang baik diprakirakan akan melambat pada tahun 2009. Selain daya beli yang melemah, faktor pembiayaan menjadi faktor penyebabnya. Persyaratan pembiayaan pembelian otomotif yang lebih ketat, tercermin dari meningkatnya uang muka pembelian otomotif secara kredit. Persyaratan pembiayaan yang lebih ketat dan daya beli yang menurun membuat prakiraan penjualan otomotif di tahun 2009 mengalami perlambatan. Namun demikian, masih ada produk lain di subsektor ritel yang diprakirakan dapat menahan perlambatan lebih jauh lagi. Produk tersebut adalah makanan dan minuman. Produk makanan dan minuman merupakan produk yang diprakirakan mampu bertahan di tengah krisis. Omset makanan dan minuman pada subsektor ritel mendominasi lebih dari 50%. Sektor makanan dan minuman ini juga diprakirakan akan terdongkrak terkait dengan kegiatan Pemilu 2009. Pasar domestik kini menjadi andalan sebagai salah satu mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.53/M-DAG/PER/12/2008 pada tanggal 12 Desember 2008. Peraturan tersebut merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Presiden (Perpres) No.112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Dengan peraturan tersebut pemerintah ingin membenahi pasar, terutama pemberdayaan pasar tradisional agar dapat tumbuh serasi, saling memperkuat dan menguntungkan dengan pusat-pusat pebelanjaan dan toko modern. Hal-hal yang diatur antara lain pendirian bangunan pasar, pusat perbelanjaan dan toko modern terkait dengan tata ruang dan rencana detail tata ruang wilayah. Permendag tersebut juga diterbitkan untuk mendorong kelancaran distribusi barang serta mengembangkan industri dan perdagangan dalam negeri. Krisis ekonomi global diprakirakan juga akan berdampak pada subsektor hotel dan restoran. Penurunan daya beli akan menyebabkan penurunan volume perjalanan wisatawan mancanegara ke berbagai negara termasuk Indonesia. Seiring dengan pelemahan kegiatan ekonomi, maka perjalanan bisnis yang dilakukan pelaku ekonomi juga akan terbatas. Dengan demikian tingkat hunian hotel rata-rata di tahun 2009 akan lebih rendah dibanding dengan rata-rata tahun 2008. Sektor pertanian tahun 2009 diprakirakan tumbuh sebesar 2,8-3,2% 2,8-3,2%, lebih rendah dari prakiraan tahun 2008. Melambatnya pertumbuhan sektor pertanian terutama disebabkan oleh melemahnya kinerja subsektor perkebunan. Produk-produk subsektor perkebunan pada umumnya diekspor. Permintaan eksternal dan harga komoditas sektor perkebunan yang merosot tajam memengaruhi kinerja sektor pertanian pada tahun 2009. Harga CPO dan karet yang tergerus - sementara di sisi lain stok bertambah karena penyerapan hasil produksi tidak memadai - memukul kinerja sektor pertanian. Untuk menahan penurunan harga lebih lanjut, maka pelaku usaha diprakirakan melakukan pengendalian pasokan komoditas pertanian. Untuk
29
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
hasil karet, antara lain, dilakukan peremajaan pohon karet dengan cara menebang pohon yang tidak produktif. Sementara itu, untuk CPO, pengusaha menunda ekspansi usahanya selain juga melakukan peremajaan atas tanaman sawit, agar laju penambahan tandan buah segar (TBS) sawit dapat dikurangi karena stok masih menumpuk. Di sisi lain, pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan diprakirakan dapat menahan perlambatan pertumbuhan lebih lanjut di sektor pertanian. Pada tahun 2009 diprakirakan produksi beras dan jagung pipilan akan melebihi kebutuhan dalam negeri. Dengan demikian, Indonesia dimungkinkan untuk mengekspor beras dan jagung pipilan di tahun 2009. Peningkatan produksi tanaman bahan makanan ini seiring dengan penambahan area tanam dan peningkatan produktivitas. Pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan juga didukung oleh komitmen pemerintah dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesinambungan swasembada pangan. Sektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan masih mampu tumbuh relatif tinggi pada tahun 2009 yaitu sebesar 10,5-13,6% meskipun dengan tren yang menurun. Sektor pengangkutan dan komunikasi mampu tumbuh relatif tinggi terutama didorong oleh kinerja subsektor komunikasi. Beberapa pelaku bisnis di subsektor telekomunikasi masih akan melakukan investasi pada tahun 2009. Kegiatan investasi tersebut terutama ditujukan untuk menyempurnakan kualitas jasa layanan dan perluasan jaringan agar dapat bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat. Investasi antara lain ditujukan untuk membangun base transceiver station (BTC) dan pengembangan teknologi komunikasi yang lain. Pelanggan industri seluler diprakirakan tumbuh lebih dari 30% pada tahun 2009. Sementara itu, subsektor pengangkutan diprakirakan tumbuh melambat. Krisis ekonomi global menyebabkan kegiatan ekspor impor menurun. Hal tersebut menyebabkan kegiatan transportasi angkutan barang seperti usaha forwarder terpukul. Krisis finansial global juga berdampak pada pertumbuhan sektor bangunan. Pada tahun 2009 sektor bangunan diprakirakan akan tumbuh sebesar 6,0-6,8% 6,0-6,8%, melambat dibandingkan dengan 7,7% pada tahun 2008. Beberapa proyek infrastruktur pemerintah yang melibatkan pihak swasta di dalamnya mengalami penundaan, karena pihak swasta yang terlibat mengundurkan diri. Mundurnya pihak swasta dalam proyek-proyek infrastruktur pemerintah terutama karena faktor pembiayaan. Di tengah krisis finansial yang tengah berlangsung, dukungan finansial dari lembaga keuangan terhadap berbagai proyek pembangunan menjadi lemah. Dana diperoleh dengan biaya yang mahal, sehingga proyek menjadi tidak feasible bagi pihak swasta. Sementara dari sisi pemerintah, komitmen untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dalam rangka menekan dampak krisis finansial tercermin dari upaya percepatan penyerapan anggaran infrastruktur. Untuk itu pemerintah mempercepat proses lelang proyek-proyek infrastruktur untuk tahun 2009. Dengan percepatan ini diharapkan sektor riil dapat segera bergerak.
30
Perekonomian Indonesia ke Depan
Sebagaimana sektor-sektor lainnya, kinerja sektor keuangan tahun 2009 diprakirakan juga melambat. Sektor keuangan diprakirakan tumbuh sebesar 5,66,5% pada 2009. 2009 Kegiatan ekonomi yang lebih rendah diprakirakan akan menurunkan permintaan akan jasa intermediasi sektor keuangan. Memburuknya kinerja ekonomi di tahun 2009 diprakirakan akan miningkatkan rasio kredit macet (Non Performing Loan/NPL). NPL yang memburuk diprakirakan berasal dari sektor korporasi, terutama di bidang manufaktur yang berorientasi ekspor. Prospek sektor keuangan yang memburuk juga diindikasi oleh tingginya tingkat bunga yang dibebankan lembaga keuangan nonbank kepada konsumennya. Pembiayaan pembelian produk otomotif yang biasa dilakukan oleh lembaga keuangan nonbank tersebut mulai menurun seiring dengan semakin terbatasnya akses pembiayaan dan menurunnya daya beli masyarakat.
PRAKIRAAN INFLASI Dalam beberapa bulan terakhir, tekanan inflasi di dalam negeri terus menurun sebagai akibat antara lain dari penurunan harga komoditi, pangan dan energi dunia, produksi pangan di dalam negeri yang sangat baik dalam tahun 2008, serta perlambatan permintaan agregat. Dalam tahun 2009 ini, laju inflasi diprakirakan terus menurun menuju kisaran 6±1% 1%, yang ditunjang oleh berlanjutnya kondisi faktor-faktor pendukung tersebut di atas. Dari sisi komponen pembentuk inflasi, kecenderungan penurunan tekanan inflasi sejak triwulan terakhir 2008 dan penurunan harga BBM bersubsidi diprakirakan dapat mengarahkan ekspektasi inflasi ke tingkat yang lebih rendah. Dari sisi interaksi permintaan dan penawaran, tekanan inflasi pada 2009 diprakirakan minimal, sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi. Tekanan sisi permintaan yang minimal dikonfirmasi oleh tingkat utilisasi kapasitas yang cenderung menurun dan masih berada dibawah 70%. Konsumsi listrik untuk industri juga diindikasikan telah mengalami penurunan sejak Oktober 2008. Tekanan inflasi dari sisi eksternal diprakirakan minimal dengan adanya penurunan harga-harga komoditas internasional yang tercermin dari penurunan inflasi negara mitra dagang, seperti China dan AS. Selain itu, sejalan dengan menurunnya pertumbuhan volume perdagangan dunia, biaya angkut barang dengan menggunakan angkutan laut (freight cost) juga menurun tajam. Tekanan inflasi dari sisi administered diprakirakan menurun pada 2009. Ke depan, kelangkaan LPG yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir diprakirakan tidak akan kembali terjadi. Dampak langsung penurunan BBM bersubsidi di bulan Desember 2008 diprakirakan masih akan terlihat di awal 2009. Selain itu, dampak lanjutan berupa penurunan tarif angkutan diprakirakan juga akan terjadi di awal 2009. Penurunan tarif angkutan diprakirakan rata-rata sebesar 5%, baik untuk tarif angkutan kota maupun antar kota. Sumber tekanan inflasi administered diprakirakan bersumber dari kelanjutan program konversi minyak tanah ke LPG dan cukai rokok.
31
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
Sementara itu, tekanan inflasi dari volatile food diprakirakan minimal dan cenderung menurun di 2009. Hal tersebut sejalan dengan prakiraan terjaganya pasokan dan distribusi bahan makanan di 2009. Dari dalam negeri, peningkatan pasokan terutama didorong oleh meningkatnya produktivitas terkait penggunaan bibit hibrida, pemberian pupuk bersubsidi, dan perbaikan infrastruktur pertanian seperti irigasi. Produksi beberapa tanaman bahan makanan, seperti padi dan jagung, diprakirakan akan mengalami peningkatan di 2009. Produksi padi di 2009 diprakirakan akan meningkat sebesar 5% dibandingkan tahun 2008. Sedangkan produksi jagung diprakirakan meningkat 13%. Selain itu, pengadaan beras oleh Bulog diprakirakan akan mencapai 3,8 juta ton, yang merupakan pengadaan beras tertinggi sepanjang sejarah pengadaan beras oleh Bulog. Di tingkat internasional, harga komoditas pangan ke depan, seperti gandum, jagung, dan beras, diprakirakan juga akan mengalami penurunan. Dengan demikian, tekanan inflasi dari bahan makanan impor diprakirakan minimal.
FAKTOR RISIKO Dengan mempertimbangkan berbagai risiko, pertumbuhan ekonomi diprakirakan berada pada kisaran 4,0-5,0%. Dalam kondisi perekonomian dunia yang lebih buruk dan stimulus fiskal yang terbatas karena kendala pembiayaan, PDB hanya tumbuh sekitar 4,0%. Secara sektoral, kondisi ekonomi global secara langsung akan berdampak ke sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan. Sementara dampak stimulus fiskal terhadap konsumsi rumah tangga akan terefleksi dari kenaikan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor industri pengolahan, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Sementara itu, inflasi dapat mencapai kisaran atas proyeksi apabila dampak krisis global ternyata tidak seburuk yang diprakirakan. Dengan demikian, harga-harga komoditas, termasuk minyak, dapat menjadi lebih tinggi. Selain itu, potensi tekanan inflasi yang cukup besar juga berasal dari kemungkinan meningkatnya administered
price, terutama harga BBM subsidi yang telah diturunkan sebelumnya. Selain itu, harga LPG juga masih dimungkinkan untuk mengalami penyesuaian, mengingat masih cukup besarnya diskrepansi antara harga subsidi dan harga keekonomian.
32
Respon Kebijakan Moneter Triwulan IV-2008
5. Respon Kebijakan Moneter Triwulan IV-2008 Laju inflasi untuk keseluruhan 2008 menunjukkan tren menurun, dan untuk 2009 diprakirakan akan bias di bawah kisaran proyeksi. Menurunnya tekanan inflasi antara lain terkait dengan adanya indikasi yang semakin kuat akan melambatnya permintaan domestik, pergerakan harga komoditas, khususnya bahan pangan dan enerji, yang menurun, dan terjaganya kecukupan pasokan barang kebutuhan pokok dan enerji. Selain itu, berkurangnya tekanan inflasi juga terkait dengan minimalnya kebutuhan untuk menaikkan harga barang administered, terutama BBM, seiring dengan rendahnya harga minyak mentah dunia. Bahkan peluang untuk penurunan harga BBM lebih lanjut masih terbuka jika harga minyak bertahan pada level yang rendah. Sementara itu, indikasi perlambatan laju ekspansi ekonomi global semakin menguat. Kinerja sektor usaha yang berorientasi ekspor telah menunjukkan penurunan tajam, terkait dengan berlanjut pelemahan ekonomi global. Saat ini tingkat pemutusan hubungan kerja di sektor-sektor dimaksud berlangsung dengan intensitas tinggi. Kondisi tersebut pada gilirannya akan menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan, sehingga akan memengaruhi pengeluaran konsumsi masyarakat. Ekspansi kredit perbankan yang menurun tajam sejak bulan Oktober 2008 juga mengkonfirmasi anjloknya pertumbuhan ekonomi ke depan. Dengan kondisi permintaan domestik di tahun 2009 yang tidak sekuat tahun sebelumnya, tekanan inflasi yang bersumber dari interaksi permintaan dan penawaran diprakirakan akan sangat minimal. Dengan mempertimbangkan perkembangan terkini dan prospek perekonomian ke depan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia bulan Januari 2008 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 50 bps, menjadi 8,75%. Imbangan risiko pada tahun 2009 menghendaki bahwa stance kebijakan moneter memberikan perhatian pada upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dengan tetap mengawal inflasi dan kestabilan sektor keuangan dalam jangka menengah. Ke depan, Bank Indonesia akan terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah untuk mencermati perkembangan perekonomian global, regional, dan domestik serta mengambil langkah yang diperlukan.
33
Tabel Statistik Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
Tabel 1 Suku Bunga Pasar Uang, Deposito Berjangka, dan Kredit (Persen per Tahun) Suku Bunga Deposito Berjangka * Periode
Suku Bunga Pasar Uang Antarbank
1 bulan
3 bulan
6 bulan
12 bulan
Suku Bunga Kredit * 24 bulan
Modal Kerja
Investasi
2003 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV
12,70 8,95 4,89 4,65
11,40 9,53 8,66 8,31
11,90 10,31 7,67 6,62
12,90 11,55 8,58 7,14
13,22 12,21 10,47 8,25
14,16 12,93 11,90 10,39
17,98 17,95 17,27 16,13
18,08 17,41 16,07 15,07
17,85 17,43 16,53 15,44
2004 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV
5,87 4,24 4,13 3,76
7,42 7,34 7,39 7,43
5,86 6,23 6,31 6,43
6,11 6,31 6,61 6,71
6,79 6,36 6,89 7,12
8,93 7,68 7,27 7,07
14,49 9,31 8,94 8,12
14,61 14,10 13,80 13,41
15,12 14,64 14,33 14,05
2005 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV
5,95 6,95 6,92 9,44
7,44 8,25 10,00 12,75
6,50 6,98 9,16 11,98
6,93 7,19 8,51 11,75
7,35 7,11 8,01 10,17
8,04 7,11 8,65 10,95
9,42 8,05 8,82 12,39
13,31 13,36 14,51 16,23
13,78 13,65 14,47 15,66
2006 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV
10,28 10,23 8,90 5,97
12,73 12,50 11,25 9,75
11,61 11,34 10,47 8,96
12,19 11,70 11,05 9,71
12,10 12,09 11,52 10,70
12,02 12,28 12,36 11,63
12,64 12,61 12,47 11,84
16,35 16,15 15,82 15,07
15,90 15,94 15,66 15,10
2007 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV
7,52 5,58 6,83 4,33
9,00 8,75 8,25 8,00
8,13 7,46 7,13 7,19
8,52 7,87 7,44 7,42
9,29 8,40 7,80 7,65
10,17 9,54 8,91 8,24
11,73 11,73 11,24 10,83
14,49 13,88 13,31 13,00
14,53 13,99 13,45 13,01
2008 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV*
8,01 8,43 9,37 9,40
7,96 8,73 9,71 10,83
6,88 7,19 9,26 10,40
7,26 7,49 9,45 10,83
7,57 7,79 9,14 9,97
7,79 7,78 9,34 9,95
10,06 9,91 9,83 9,41
12,88 12,99 13,93 15,13
12,59 12,51 13,32 14,28
* Posisi November 2008
34
Tingkat Diskonto SBI
Tabel Statistik
Tabel 2 Perkembangan Transaksi di Pasar Uang (Miliar Rupiah) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 2) Periode
Transaksi antarbank1)
Penerbitan
Pelunasan
Posisi
2003 Trw. I
104.122
283.754
242.833
119.948
Trw. II
136.517
289.478
285.929
123.496
Trw. III
118.181
350.175
340.437
133.234
Trw. IV
125.166
321.710
347.918
107.026
2004 Trw. I
142.003
354.841
321.477
140.390
Trw. II
87.082
283.275
304.891
118.776
Trw. III
165.064
252.542
339.339
31.979
Trw. IV
204.336
293.933
252.929
103.825
2005 Trw. I
216.381
369.495
415.784
57.536
Trw. II
237.571
362.770
315.996
101.058
Trw. III
250.610
230.026
289.657
41.427
Trw. IV
264.348
183.663
150.534
74.632
Trw. I
310.175
415.638
356.471
133.799
Trw. II
280.836
517.853
483.967
167.685
Trw. III
286.958
599.495
586.715
180.464
Trw. IV
329.312
665.673
636.381
209.756
Trw. I
495.786
774.866
740.951
243.671
Trw. II
362.339
846.655
832.325
258.002
Trw. III
413.527
895.562
887.411
266.152
Trw.IV
313.544
777.247
795.475
247.926
Trw. I
368.429
858.289
906.767
212.463
Trw. II
246.462
489.529
543.655
165.145
Trw. III
326.315
389.138
437.313
116.969
Trw. IV*
276.214
253.452
202.645
167.777
2006
2007
2008
* Posisi November 2008 1) Transaksi pagi hari 2) Hanya mencakup transaksi antar Bank Indonesia dengan perbankan. Sejak Maret 1994 termasuk SBPU Repo.
35
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
Tabel 3 Posisi Kredit Perbankan dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank dan Sektor Ekonomi1) (Miliar Rupiah) 2005 I 1 Bank Pemerintah - Pertanian
II
223.025 235.274 20.340
2006 III
20.411
IV
I
243.678 250.319 20.797
21.908
II
2007 III
247.331 256.267 264.735 21.649
22.110
23.012
I
282.784 25.816
II
2008 III
IV
282.633 301.186 314.427 24.222
26.805
I
II
348.973 350.232
III
IV*
394.065 432.850 459.106
28.433
30.281
30.711
32.381
35.153
37.492
- Pertambangan
4.292
4.338
3.932
3.249
3.007
3.428
3.485
4.771
7.414
9.006
6.556
10.647
13.371
14.922
14.778
15.023
- Perindustrian
60.466
60.985
63.507
65.781
63.402
64.567
64.265
71.165
71.600
69.959
69.450
72.810
72.706
81.038
88.181
99.787
- Perdagangan
44.881
47.275
48.095
49.809
52.729
57.548
61.031
61.431
63.561
68.172
75.722
85.601
79.209
92.719
98.865 101.385
- Jasa-jasa
31.966
35.446
37.647
37.448
36.148
37.094
39.269
43.481
39.477
44.868
47.465
55.587
55.271
64.182
77.295
- Lain-lain
61.080
66.819
69.700
72.124
70.396
71.520
73.673
76.120
76.359
82.376
86.801
94.047
98.964
108.823 118.578 121.767
291.817 302.693 313.651
334.943
432.595 451.967
500.718 534.599 548.653
2 Bank Umum Swasta Nasional - Pertanian
235.224 257.749 8.915
9.015
284.411 295.013 9.625
9.541
9.693
10.248
10.316
11.430
335.998 367.168 394.451 11.312
12.053
12.467
15.533
15.571
18.298
18.169
83.652
18.832
- Pertambangan
2.376
2.694
3.409
3.267
2.935
3.414
3.775
6.460
5.409
7.321
7.076
10.678
9.621
10.137
10.850
9.703
- Perindustrian
45.627
48.206
53.904
55.185
53.304
57.119
58.125
61.525
59.826
63.319
68.670
73.840
77.952
84.610
90.896
95.020
- Perdagangan
57.560
63.736
67.300
71.098
70.729
74.997
78.679
85.628
86.783
95.549 100.883
108.726 111.756
123.057 125.908 129.258
- Jasa-jasa
56.553
61.358
65.925
68.660
69.006
71.371
74.729
78.963
80.252
90.497
98.503
110.144 115.400
131.115 143.486 149.258
- Lain-lain
64.193
72.740
84.248
87.262
86.150
85.544
88.027
90.937
92.416
98.429 106.852
113.674 121.667
133.501 145.290 146.582
38.976
42.024
44.510
44.909
47.235
51.141
55.009
55.959
58.851
65.123
70.937
71.921
75.065
85.339
93.991
97.546
1.406
1.514
1.557
1.640
1.729
1.860
1.922
2.030
2.090
2.130
2.248
2.274
2.379
2.710
3.067
3.022
3 Bank Pemerintah Daerah - Pertanian - Pertambangan
36
41
52
54
57
56
54
58
58
58
55
43
53
182
187
235
- Perindustrian
439
504
451
421
430
471
476
457
487
520
543
631
710
770
787
817
- Perdagangan
6.683
7.269
7.546
7.532
7.668
8.058
8.312
8.239
8.386
8.762
9.295
9.617
10.191
11.504
12.042
12.376
- Jasa-jasa
5.108
5.260
6.058
5.633
5.851
6.561
7.531
6.915
6.776
7.747
9.850
8.879
8.615
10.831
13.456
14.687
- Lain-lain
25.304
27.436
28.846
29.629
31.500
34.135
36.714
38.260
41.054
45.906
48.946
50.477
53.117
59.342
64.452
66.409
79.155
87.555
100.643
99.428
95.730 100.003 107.692
113.450
2.390
2.531
3.093
3.589
4 Bank Asing & Campuran - Pertanian
3.409
4.124
4.727
5.727
117.232 121.509 127.445 5.395
5.460
5.933
141.622 151.908 7.817
7.449
161.998 178.061 210.423 6.425
6.505
7.269
- Pertambangan
2.205
2.028
2.036
1.303
1.548
2.173
2.369
2.607
2.287
2.540
2.629
3.972
4.591
3.910
4.478
6.106
- Perindustrian
39.569
43.867
50.268
48.291
45.954
46.847
49.682
49.285
50.219
51.029
51.259
56.527
60.265
65.896
68.739
85.428
- Perdagangan
4.671
5.061
6.337
5.669
5.357
5.865
6.663
7.098
7.691
9.035
10.379
11.726
11.383
13.022
14.256
16.486
- Jasa-jasa
17.920
20.044
22.881
23.202
21.258
21.721
24.726
28.279
30.709
31.540
34.679
37.831
43.878
46.763
56.523
66.670
- Lain-lain
12.400
14.024
16.028
17.374
18.204
19.273
19.525
20.454
20.931
21.905
22.566
23.749
24.342
25.982
27.560
28.464
682.113 710.104 741.087
787.136
5 Sub jumlah (1 s.d. 4) - Pertanian - Pertambangan
576.380 622.602 33.051
33.471
8.909
9.101
673.242 689.669 35.072
36.678
9.429
7.873
36.480
38.342
39.977
7.547
9.071
45.003
794.714 854.986 907.260 43.019
46.448
49.081
15.168
18.925
16.316
995.111 1.029.172 1.142.120 1.239.501 1.315.728 55.905
56.110
25.340
27.636
59.814
62.894
66.615
29.151
30.293
31.067
9.683
13.896
- Perindustrian
146.101 153.562
168.130 169.678
163.090 169.004 172.548
182.432
182.132 184.827 189.922
203.808 211.633
232.314 248.603 281.052
- Perdagangan
113.795 123.341
129.278 134.108
136.483 146.468 154.685
162.396
166.421 181.518 196.279
215.670 212.539
240.302 251.071 259.505
- Jasa-jasa
111.547 122.108
132.511 134.943
132.263 136.747 146.255
157.638
157.214 174.652 190.497
212.441 223.164
252.891 290.760 314.267
- Lain-lain
162.977 181.019
198.822 206.389
206.250 210.472 217.939
225.771
230.760 248.616 265.165
281.947 298.090
327.648 355.880 363.222
* Posisi November 2008 1) Tidak termasuk pemerintah pusat, bukan penduduk, nilai lawan valas, RDI dan kredit kelolaan
36
IV
Tabel Statistik
Tabel 4 Uang Beredar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi (Miliar Rupiah) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Uang Beredar
M2
M1
Tagihan Tagihan Pada Tagihan Pada Lembaga Perusahaan Bersih Pemerintah Pemerintah Swasta dan BUMN Pusat3) Perorangan
Uang Giral
Uang Kuasi
Aktiva Luar Negeri Bersih
72.323
108.916
696.537
249.736
510.307
22.364
377.989
-282.620
77.091
117.787
699.335
236.660
506.218
24.436
393.439
-266.540
207.234
81.118
126.469
703.637
240.781
481.552
24.248
416.534
-251.891
955.692
223.799
94.542
129.257
731.893
271.785
479.013
24.087
442.741
-261.969
Trw. I
935.247
219.086
86.881
132.205
716.161
275.819
443.440
22.803
454.663
-261.518
Trw. II
975.166
233.726
97.574
136.152
741.440
280.070
468.907
27.806
522.161
-323.778
Trw. III
986.806
240.911
99.505
141.406
745.895
258.684
476.451
25.261
551.562
-325.152
Trw. IV
1.033.528
253.818
109.265
144.553
779.710
263.647
498.019
26.919
588.885
-343.940
Akhir Periode Jumlah 1)
Jumlah2)
Uang Kartal
Trw. I
877.776
181.239
Trw. II
894.213
194.537
Trw. III
911.224
Trw. IV
Lainnya Bersih
2003
2004
2005 Trw. I
1.020.693
250.492
98.584
151.908
770.201
268.482
456.274
28.257
612.463
-344.783
Trw. II
1.073.746
267.635
106.125
161.510
806.111
256.058
468.004
28.237
659.129
-337.682
Trw. III
1.150.451
273.954
114.998
158.956
876.497
280.369
488.483
29.805
708.018
-356.224
Trw. IV
1.203.215
281.905
124.316
157.589
921.310
313.082
498.901
28.059
710.783
-347.610
Trw. I
1.195.067
277.293
112.625
164.668
917.774
347.970
470.048
25.557
705.321
-353.829
Trw. II
1.253.757
313.153
123.761
189.392
940.604
345.457
481.654
29.746
729.609
-332.709
Trw. III
1.291.396
333.905
129.969
203.936
957.491
401.065
481.641
31.858
758.261
-381.429
Trw. IV
1.382.074
361.073
151.009
210.064
1.021.001
413.265
506.488
38.946
798.125
-374.750
Trw. I
1.375.947
341.833
129.618
212.215
1.034.114
457.382
447.655
35.032
810.996
-375.118
Trw. II
1.451.974
381.376
146.715
234.661
1.070.598
496.522
430.956
44.185
865.144
-384.833
Trw. III
1.512.756
411.281
160.327
250.954
1.101.475
519.360
439.649
45.496
916.657
-408.406
Trw. IV
1.643.203
460.842
183.419
277.423
1.182.361
524.703
497.478
56.152
984.844
-419.974
Trw. I
1.586.795
419.746
164.995
254.751
1.167.049
549.049
375.976
49.644
1.025.856
-413.730
Trw. II
1.699.480
466.708
189.453
277.255
1.232.772
562.636
359.645
57.304
1.131.796
-411.901
Trw. III
1.768.250
491.729
223.166
268.563
1.276.521
525.702
348.387
64.488
1.222.193
-392.520
Trw. IV*
1.841.163
475.053
195.032
280.021
1.366.110
624.703
323.703
65.254
1.300.835
-473.332
2006
2007
2008
* Posisi November 2008 1) M1 ditambah uang kuasi 2) Uang Kartal ditambah uang giral 3) Termasuk rekening khusus pemerintah
37
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
Tabel 5 Uang Primer dan Faktor-faktor yang mempengaruhi (Miliar Rupiah)
2005 I
I. Uang Primer a. Statutory Reserve Shortfall
II
2006 III
IV
I
II
184.878 198.427 224.414 239.781 233.878 0
0
0
0
0
2007 III
IV
I
II
2008 III
IV
I
II
III
IV
247.742 257.843 297.080 272.239 289.727 310.265 379.582 325.044 349.649 392.136 344.688 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
116.376 124.427 134.871 144.869 135.005
145.666 153.569 178.572 155.498 173.888 189.221 220.785 198.940 224.342 270.243 264.391
- Uang kartal di masyarakat
98.584 106.125 114.998 124.316 112.625
123.761 129.969 151.009 129.618 146.715 160.327 183.419 164.995 189.453 223.166 221.143
- Kas bank umum
17.792
18.302
19.873
20.553
22.380
67.798
73.446
89.079
94.531
98.544
704
554
464
381
329
b. Uang yang diedarkan
c. Saldo Giro Positif Bank d. Giro Sektor Swasta
21.905
47.077
43.247
101.751 104.061 118.417 116.558 115.524 120.740 158.452 125.705 124.811 121.302
79.648
325
23.600
213
27.563
91
25.880
183
27.173
315
28.894
304
37.366
345
33.945
399
34.889
496
591
650
II. Faktor-faktor yang mempengaruhi Uang Primer a. Net International Reserve 1) b. Net Domestic Assets - Tagihan Bersih pada Pemerintah
173.283 163.760 141.548 173.806 213.530 11.595
34.667
82.866
65.975
20.348
187.988 197.653 210.909 239.148 209.557
213.143 255.182 274.694 305.744 330.295 337.523 356.883 351.874 351.561 355.967 338.692 34.599
2.661
22.386
-33.505
-27.258
22.699 -26.830
-1.912
36.169
5.996
218.033 219.538 265.919 200.460 187.081 184.961 249.069 128.907 117.614 123.797 172.012
- Bantuan Likuiditas
27.310
27.310
27.307
18.238
18.226
18.226
18.226
18.196
18.186
18.136
18.136
8.847
8.838
8.800
8.800
8.711
- Kredit Likuiditas
12.222
11.987
11.800
11.593
11.372
11.165
11.035
10.832
10.598
10.366
10.206
9.994
9.751
9.353
9.227
9.009
- Tagihan Lainnya
9.116
10.141
10.169
5.408
5.475
5.491
5.494
5.352
5.366
5.389
5.357
3.074
3.089
3.295
3.155
3.814
- Operasi Pasar Terbuka
-130.783 -115.143
-61.917 -121.325 -142.637 -174.258 -189.131 -242.001 -247.525 -264.280 -254.096 -281.164 -219.099 -191.525 -152.563 -233.866
- SBI (net) 2)
-57.611 -101.134
-41.503
-74.632 -133.798 -167.685 -180.382 -208.763 -239.977 -257.998 -265.034 -247.688 -212.463 -165.145 -116.967 -179.878
- FASBI
-73.172
-21.060
-17.603
-57.212 -16.615
7.051
10.216
10.519
- Lain-Lain 3) - Net Other Items
-94.258
-97.281 -115.402
-14.241
-16.829
-41.568
-19.298
-21.615
-4.750
-48.933
-5.737
-4.989
-1.403
-4.223
7.776
7.668
8.080
8.330
11.750
15.333
15.688
15.457
14.356
14.172
15.929
19.569
-87.087 -81.645
-68.704
-62.501
-35.912
-20.590
2.739
8.178
32.879
41.684
50.551
43.752
46.316
1) sebelum Juni 1997 menggunakan NFA, setelah Juni 1997 menggunakan NIR dengan kurs tetap Rp. 7.000,- per US $ sejak juni 1998 s.d. Maret 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 10.000,- per US $ sejak April 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 7.500,- per US $ sejak 21 November 1999 menggunakan kurs Rp. 7.000,- per US $ sejak 25 Mei 2000 untuk perhitungan NIR menggunakan konsep IRFCL (Int'l Reserve and Foreign Currency Liquidity) 2) sejak Maret 2000 termasuk SBI Syariah 3) termasuk di dalamnya adalah SUN dan FTO (Fine Tune Operation)
38
-40.569
Tabel Statistik
Tabel 6 Neraca Pembayaran Indonesia 1) (Juta $)
2005 I I. Transaksi Berjalan A. Barang bersih (Neraca Perdagangan) 1. Ekspor f.o.b 2. Impor f.o.b
II
209
III
2006 IV
436
-1.165
797
3.177 4.057 20.201 21.663 -17.024 -17.607
3.502 21.996 -18.495
6.799 23.135 -16.337
Total
II
III
IV
1.959
3.795
2.157
17.534 6.693 6.986 86.995 23.262 25.484 -69.462 -16.569 -18.498
8.596 27.604 -19.008
278
I
2007*
2.949
Total
2008**
I
II
III
IV
2.594
2.243
2.127
3.383
7.386 29.660 7.712 8.107 27.178 103.528 26.626 29.202 -19.792 -73.868 -18.914 -21.095
7.487 30.009 -22.521
9.448 32.177 -22.729
10.859
Total 10.347
I
II
2.601
-1.241
32.754 7.536 118.014 34.412 -85.260 -26.876
III -564
5.443 5.780 37.345 38.080 -31.902 -32.299
B. Jasa-jasa (bersih)
-1.911
-1.176
-2.305
-3.730
-9.122
-2.290
-2.352
-2.402
-2.829
-9.874
-3.165
-2.994
-2.767
-2.925
-11.850
-3.173
-3.564
-3.573
C. Pendapatan (bersih)
-2.168
-3.464
-3.568
-3.726
-12.927
-2.658
-3.873
-3.720
-3.539
-13.790
-3.163
-4.024
-3.811
-4.527
-15.525
-3.120
-4.463
-4.157
D. Transfer Berjalan
1.111
1.020
1.207
1.455
4.793
1.205
1.198
1.321
1.139
4.863
1.210
1.153
1.218
1.387
4.968
1.358
1.343
1.385
-772
411
-3.298
4.005
345
2.423
339
-1.039
1.303
3.025
1.778
1.985
-957
660
3.466
-1.623
2.599
509
0
33
100
200
333
72
49
97
132
350
43
127
255
122
546
52
73
200
-772
377
-3.398
3.805
12
2.352
290
-1.136
1.170
2.675
1.736
1.857
-1.212
539
2.920
-1.674
2.526
309
207 -651 858 395 -339 734 -1.374 -631 -743
3.132 -615 3.747 -805 -63 -742 -1.949 -1.816 -134
878 -879 1.757 1.738 -462 2.200 -6.014 -4.648 -1.366
1.055 -920 1.975 2.862 -216 3.078 -112 -1.551 1.439
5.271 -3.065 8.336 4.190 -1.080 5.270 -9.449 -8.646 -803
681 -654 1.336 3.712 -392 4.104 -1.959 -1.349 -610
572 -517 1.088 -1.057 -446 -611 759 1.704 -945
-273 -1.328 1.055 207 -332 539 -1.209 -235 -974
1.232 -204 1.435 1.312 -762 2.074 -1.382 -1.707 325
2.211 -2.703 4.914 4.174 -1.933 6.107 -3.791 -1.588 -2.204
-246 -1.282 1.037 2.491 -497 2.988 -510 -162 -348
1.426 392 1.034 3.769 -1.939 5.707 -3.337 -2.286 -1.051
764 -1.427 2.191 465 -1.257 1.722 -2.441 -2.383 -59
309 -2.358 2.667 -1.200 -764 -437 1.430 262 1.168
2.253 -4.675 6.928 5.525 -4.457 9.981 -4.858 -4.569 -289
-633 -1.729 1.096 1.923 -823 2.746 -2.964 -2.512 -452
40 -1.436 1.476 4.308 68 4.240 -1.822 -1.474 -348
87 -1.430 1.517 -58 -75 17 280 -1.645 1.925
III. Jumlah (I + II)
-563
847
-4.463
4.802
623
5.373
2.298
2.756
3.459
13.885
4.372
4.227
1.170
4.043
13.812
978
1.357
-55
IV. Selisih Perhitungan
916
-2.328
1.294
-61
-179
413
1.081
-118
-751
625
7
-591
10
-523
-1.097 53.9517 -32.5702 -33.6863
V. Neraca Keseluruhan (III + IV)
352
-1.480
-3.169
4.742
444
5.786
3.379
2.637
2.708
14.510
4.379
3.637
1.179
3.520
12.715
VI. Lalu Lintas Moneter 3) a. Perubahan Cadangan Devisa
-352 -49
1.480 1.729
3.169 3.483
-4.742 -4.500
-444 663
-5.786 -5.359
-3.379 354
-2.637 -2.189
-2.708 -14.510 292 -6.902
-4.379 -4.379
-3.637 -3.637
-1.179 -1.179
-3.520 -3.520
-12.715 -1032.13 -1324.34 88.9145 -12.715 -1.032 -1.324 89
-303 0 -303
-249 0 -249
-313 0 -313
-241 0 -241
-1.107 0 -1.107
-427 0 -427
-3.733 0 -3.733
-448 0 -448
-3.001 0 -3.001
-7.608 0 -7.608
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
36.030
33.865
30.318
34.724
40.082
40.107
42.353
42.586
50.924
52.875
56.920
59.453
57.108
17,3
13,6
17,4
30,6
17,5
33,2
19,8
21,4
15,2
21,2
56.920 2,4 19,4
58.987
21,6
42.586 2,9 24,8
47.221
16,8
34.724 0,1 17,3
16,3
17,9
15,3
8,7
5,8
6,7
5,7
6,7
9,8
21,0
7,1
18,6
14,2
5,6
9,4
5,1
9,0
7,3
4,5
7,8
4,7
II. Transaksi Modal dan Finansial A. Transaksi Modal B. Transaksi Finansial 1. Investasi Langsung a. Ke Luar Negeri (bersih) b. Di Indonesia/FDI (bersih) 2. Investasi Portfolio a. Aset (bersih) b. Kewajiban (bersih) 3. Investasi Lainnya a. Aset (bersih) b. Kewajiban (bersih) 2)
b. IMF: Penarikan Pembayaran Memorandum: Posisi Cadangan Devisa 4) Transaksi Berjalan (% PDB) Rasio Pembayaran Utang (%) 5) a.l. Sektor Terkait Pemerintah dan Otoritas Moneter 6) *) **) 1) 2) 3) 4) 5) 6)
1.032
1.324
-89
Angka sementara Angka sangat sementara Format baru sejak publikasi Januari 2004 Tidak termasuk pinjaman IMF Negatif berarti surplus dan positif berarti defisit. Sejak kuartal pertama 2004, perubahan cadangan devisa untuk data realisasi hanya mencakup data transaksi. Sejak 1988, posisi cadangan devisa berdasarkan aktiva luar negeri menggantikan cadangan devisa resmi. Sejak 2000, posisi cadangan devisa memakai konsep Internasional Reserve and Foreign Currency Liquidity (IRFCL). Perbandingan antara pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap ekspor barang dan jasa. Terdiri dari Pemerintah, BUMN di luar bank, dan Bank Indonesia.
39
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
Tabel 7 Perkembangan Perubahan Indeks Harga Konsumen Menurut Kelompok dan Sub Kelompok Barang dan Jasa (Persen)1) 2006
2007
2008
Kelompok/Sub Kelompok I I.
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II*
III
IV
Bahan Makanan A. Padi-padian, umbi-umbian dan hasil-hasilnya B. Daging dan hasil-hasilnya C. Ikan segar D. Ikan diawetkan E. Telur, susu dan hasil-hasilnya F. Sayur-sayuran G. Kacang-kacangan H. Buah-buahan I. Bumbu-bumbuan J. Lemak dan minyak K. Bahan makanan lainnya
4,60
0,54
1,27
6,05
3,71
-1,21
4,00
4,43
5,91
1,28
4,75
0,60
16,54 -0,03 1,54 0,16 -2,18 3,77 0,95 3,21 3,23 -0,65 -0,63
-0,58 3,50 0,29 2,22 2,48 -2,28 0,11 0,16 -1,21 0,38 0,85
2,60 5,62 3,66 2,72 1,96 1,00 1,73 0,50 -13,98 1,41 4,36
8,63 -0,25 1,46 1,64 2,55 11,87 1,72 4,46 24,41 3,65 3,13
12,16 -2,93 1,37 0,35 -1,02 -0,30 3,81 2,21 -3,70 8,63 1,32
-6,50 5,12 -2,71 0,39 4,05 -1,04 2,61 1,39 -8,06 12,79 1,50
0,69 9,08 4,65 3,06 11,46 2,17 4,49 2,87 -0,43 7,09 0,75
3,48 -2,04 2,11 0,73 0,26 7,39 7,90 1,79 25,17 6,71 -1,47
2,59 4,14 5,84 7,87 6,88 2,42 28,51 1,38 2,85 15,72 2,02
2,11 0,29 2,01 1,84 -0,19 1,68 1,84 0,89 -0,07 1,47 1,00
0,60 13,94 12,12 8,04 8,94 3,79 5,93 7,30 -10,49 -1,65 3,57
0,91 -4,64 2,94 4,32 -2,51 6,60 0,42 1,68 8,28 -6,81 1,20
II. Makanan jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau A. Makanan jadi B. Minuman yang tidak beralkohol C. Tembakau dan minuman beralkohol
2,19 2,13 3,01 1,93
1,00 0,91 0,87 1,23
0,80 0,96 0,31 0,86
2,24 2,25 1,95 2,59
1,89 1,67 1,75 2,24
1,19 1,00 0,20 2,60
1,33 1,35 0,46 1,85
1,85 2,36 -0,20 2,28
4,02 5,50 1,47 1,89
1,33 1,63 1,06 0,73
2,62 2,83 2,15 2,60
2,43 2,35 1,50 3,70
III. Perumahan A. Biaya tempat tinggal B. Bahan bakar, penerangan dan air C. Perlengkapan rumah tangga D. Penyelenggaraan rumah tangga
1,62 2,19 0,73 0,64 1,87
1,05 1,40 0,58 0,72 0,92
0,78 0,98 0,34 0,67 0,99
1,30 1,73 0,56 0,78 0,99
1,81 2,12 1,69 1,20 1,70
0,75 0,83 0,15 0,52 1,79
1,27 1,11 1,92 0,57 1,61
0,97 1,58 -0,45 1,05 1,30
2,79 2,22 4,69 1,45 2,71
1,14 1,67 -0,12 0,97 0,86
3,58 2,16 8,94 1,66 1,71
1,00 0,73 1,66 1,10 1,08
IV. Sandang A. Sandang laki-laki B. Sandang wanita C. Sandang anak-anak D. Barang pribadi dan sandang lainnya
1,61 1,25 0,86 1,18 3,13
2,66 0,77 0,69 0,56 8,78
0,57 0,80 0,69 1,00 -0,22
1,84 1,81 1,41 1,35 2,47
0,72 0,37 0,10 0,50 2,09
0,39 0,29 0,71 0,32 0,35
2,34 1,29 0,94 1,34 5,53
4,78 1,70 1,45 0,86 13,60
4,30 0,81 0,68 0,56 12,66
0,49 0,27 0,46 0,64 0,59
0,77 3,02 2,15 2,13 -2,46
2,58 0,35 0,30 0,23 7,26
V. Kesehatan A. Jasa kesehatan dan obat-obatan B. Obat-obatan C. Jasa perawatan jasmani D. Perawatan jasmani dan kosmetik
1,86 2,08 1,03 1,94 2,11
1,42 1,61 0,93 1,03 1,43
0,70 0,94 -0,19 0,84 0,77
1,76 3,70 0,18 0,80 0,72
1,39 1,92 1,32 1,16 1,46
0,71 0,45 0,82 1,85 0,80
1,03 0,32 1,08 0,61 1,56
1,12 0,44 1,46 0,73 1,52
3,00 5,12 1,96 1,15 2,32
0,83 0,47 1,31 1,10 0,90
1,64 1,07 2,19 2,36 1,76
1,10 0,69 1,60 1,61 1,26
VI. Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga A. Biaya pendidikan B. Kursus dan pelatihan C. Perlengkapan/peralatan pendidikan D. Rekreasi E. Olah raga
0,03 -0,76 2,40 0,45 1,70 0,83
0,41 0,02 0,19 1,79 0,82 0,54
7,44 11,41 2,31 3,61 0,06 1,19
0,20 0,12 0,23 0,27 0,28 0,88
0,36 0,46 1,04 0,36 0,13 0,79
0,01 0,03 0,26 0,36 -0,23 0,36
7,97 12,73 0,87 1,58 0,01 0,35
0,43 0,36 0,48 0,66 0,64 2,23
0,14 0,09 0,72 0,30 0,20 0,47
0,44 0,18 0,45 0,72 0,92 0,20
3,77 6,76 4,95 1,14 0,51 0,91
0,82 0,70 0,32 1,11 1,02 0,49
VII. Transpor dan Komunikasi A. Transpor B. Komunikasi dan pengiriman C. Sarana dan penunjang transpor D. Jasa Keuangan
0,24 0,07 -0,02 1,89 5,36
0,35 0,37 0,02 1,09 0,45
0,08 0,02 -0,01 1,26 0,05
0,35 0,33 -0,01 1,56 0,01
0,22 0,24 0,05 0,50 0,01
0,46 0,60 0,01 0,24 0,01
0,15 0,00 -0,02 2,43 0,00
0,42 0,49 0,00 1,27 0,00
0,37 0,27 0,01 1,40 4,90
8,72 12,98 -0,12 0,84 0,01
0,92 1,03 0,02 1,34 3,89
-2,94 -4,46 0,20 1,64 0,00
UMUM
1,98
0,87
1,16
2,44
1,91
0,17
2,28
2,09
3,41
2,46
2,88
0,54
Keterangan : 1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002 (2002 = 100). * Mulai 1 Juli 2008, perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100), data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm (month to month) bulan Juni 2008 Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
40
Tabel Statistik
Tabel 8 Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota (Persen)1) 2006
2007
2008
Kota I 1. Lhokseumawe 2. Banda Aceh 3. Padang Sidempuan 4. Sibolga 5. Pematang Siantar 6. M e d a n 7. Padang 8. Pekanbaru 9. Batam 10. Jambi 11. Palembang 12. Bengkulu 13. Bandar Lampung 14. Pangkal Pinang 15. Dumai 16. Tanjung Pinang 17. Jakarta 18. Tasikmalaya 19. Serang 20. Tangerang 21. Cilegon 22. Bogor 23. Sukabumi 24. Bekasi 25. Depok 26. Bandung 27. Cirebon 28. Purwokerto 29. Surakarta 30. Semarang 31. Tegal 32. Yogyakarta 33. Jember 34. Sumenep 35. Kediri 36. Malang 37. Probolinggo 38. Madiun 39. Surabaya 40. Denpasar 41. Mataram 42. Bima 43. Maumere 44. Kupang 45. Pontianak 46. Singkawang 47. Sampit 48. Palangka Raya 49. Banjarmasin 50. Balikpapan 51. Samarinda
4,02 1,24 1,34 -2,17 -0,10 1,41 1,17 0,73 0,66 1,38 2,43 0,10 2,49 3,39 2,30 1,45 1,53 1,48 2,14 2,43 2,03 2,15 2,54 1,78 2,48 2,17 2,15 2,44 1,63 4,81 2,19 1,59 0,49 1,31 2,53 1,43
II 1,49 2,54 0,71 0,83 0,40 0,29 0,71 0,89 -0,40 1,20 0,57 1,32 0,43 -0,16 0,33 0,99 0,57 -0,12 1,36 0,85 0,87 0,71 2,54 1,52 1,19 1,27 0,99 0,56 0,61 0,46 0,98 3,94 3,68 6,15 1,90 1,87
III 1,09 2,64 2,74 1,90 1,68 0,85 0,93 1,21 2,30 1,61 0,96 1,23 0,69 2,16 1,21 2,23 1,26 0,63 2,21 0,36 1,48 1,48 2,52 0,70 0,80 0,60 0,81 -0,12 -0,05 0,86 1,72 0,30 -0,52 0,10 -0,06 2,44
IV 4,45 2,81 4,93 1,07 4,01 3,31 5,07 3,36 1,97 6,14 4,27 3,76 2,31 0,93 2,07 3,53 1,87 4,23 2,48 2,41 1,57 3,19 2,42 2,68 3,11 1,76 2,61 1,37 1,93 3,32 1,29 1,74 3,94 3,14 1,05 0,61
I 2,16 4,61 1,92 6,92 2,98 1,63 3,68 3,67 1,40 3,17 0,64 1,36 0,71 2,62 1,95 3,73 1,13 3,24 2,22 1,19 2,37 1,66 1,86 1,26 2,50 1,30 1,09 2,19 3,59 5,29 2,56 0,81 0,62 3,29 0,81 1,72
II -2,16 -1,67 -2,34 -0,29 -0,55 -0,51 -1,96 -1,49 -0,34 -1,22 0,85 -0,88 0,12 -0,98 0,51 -0,04 -0,26 0,15 1,33 -0,34 0,52 1,24 0,18 0,78 -0,11 0,13 0,90 0,29 1,00 -0,39 1,14 0,39 -0,14 -0,66 0,39 0,52
III
IV
I
II*
III
5,34 5,85 3,76 1,15 3,78 1,96 2,06 1,92 2,15 2,57 3,23 3,10 3,40 0,67 1,85 1,65 2,48 2,22 2,21 0,99 1,98 2,84 3,17 2,13 1,55 2,12 2,02 1,36 1,14 0,90 2,12 1,84 2,38 2,60 4,54 4,84
-1,05 1,94 2,51 2,69 1,97 3,23 3,05 3,31 1,56 2,75 3,28 1,37 2,22 0,33 1,61 2,20 1,82 2,06 0,26 1,42 1,72 2,88 2,59 2,91 2,76 2,28 2,12 1,95 2,78 2,47 2,49 4,38 4,95 2,39 1,40 1,85
4,84 3,49 4,65 4,63 3,07 2,19 4,35 4,15 2,91 2,16 3,11 4,09 3,29 6,53 3,51 2,57 2,81 3,52 3,60 2,74 4,18 2,72 2,85 2,73 2,94 4,06 3,59 3,35 3,23 3,33 4,21 1,60 4,48 4,12 3,75 3,97
4,38 2,75 2,53 2,31 2,88 2,07 4,09 2,46 2,29 4,19 3,41 4,14 2,93 4,20 3,80 2,45 1,94 2,54 2,21 3,04 2,11 1,15 2,80 1,24 2,45 2,76 3,33 2,75 2,13 2,40 1,82 2,51 3,46 1,62 2,11 2,77 1,81 4,05 2,00 1,78 3,21 4,94 2,24 2,31 2,27 2,94 2,87 2,22 2,48 2,88 3,32
2,92 1,36 1,27 3,06 1,37 1,21 2,04 3,17 1,72 1,76 3,20 3,61 4,95 4,26 3,04 3,33 2,54 3,64 4,50 3,21 0,88 2,38 3,42 3,82 3,49 2,28 4,04 3,53 1,74 2,83 2,36 3,16 2,77 2,83 3,10 2,93 3,85 2,27 2,56 3,14 3,23 3,16 6,66 0,46 3,21 2,73 1,72 3,62 2,23 1,84 2,96
IV 2,97 1,39 1,56 2,22 1,33 2,26 2,07 0,55 0,58 -0,19 -0,29 0,34 0,74 0,13 1,22 1,19 0,00 1,57 0,46 1,32 0,03 0,18 -0,07 0,19 1,16 0,13 0,18 0,45 1,05 -0,35 0,38 0,00 -0,32 0,14 0,77 -2,44 0,02 -
41
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2008
Tabel 8 Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota (lanjutan) (Persen)1) 2006
2007
2008
Kota I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II*
III
52. Tarakan 53. Manado 54. P a l u 55. Watampone 56. Makassar 57. Parepare 58. Palopo 59. Kendari 60. Gorontalo 61. Mamuju 62. Ambon 63. Ternate 64. Manokwari 65. Sorong 66. Jayapura
1,52 2,54 2,79 1,93 2,56 0,96 2,54 2,85
0,05 2,92 2,01 3,12 -0,99 3,00 -0,04 2,47
2,15 1,23 1,58 2,29 2,34 -0,47 0,82 1,57
1,29 1,74 0,66 2,97 3,48 1,25 1,72 2,31
3,34 0,60 2,28 1,94 -1,24 1,77 2,39 4,93
-0,43 1,87 0,51 2,20 0,46 0,51 2,06 0,15
3,45 1,60 3,38 0,15 3,22 2,38 0,44 0,52
3,46 3,84 -0,54 2,94 4,51 1,07 5,21 4,45
1,04 1,49 4,45 2,91 -0,04 2,92 4,71 6,49
2,48 3,63 2,44 6,26 3,39 2,76 3,15 6,49 2,59 3,04 1,76 1,17 5,78 5,72 5,86
5,54 3,02 5,01 3,62 3,50 4,21 3,50 3,30 4,01 5,86 5,06 4,30 8,31 7,29 2,88
0,82 0,17 -0,63 0,27 0,43 1,16 0,74 0,16 -0,29 -4,80 -0,92 0,62 -1,86 0,31
NASIONAL
1,98
0,87
1,16
2,44
1,91
0,17
2,28
2,09
3,41
2,46
2,88
0,54
Keterangan : 1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002 (2002 = 100). * Mulai 1 Juli 2008, perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100) dengan jumlah kota menjadi 66 kota, data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm (month to month) bulan Juni 2008 Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
42
IV
Tabel Statistik
Tabel 9 Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar (Persen) 1) Akhir
Pertanian
Pertambangan
Industri
Impor
Periode
Ekspor Total
Nonmigas
Umum Migas
2003 Trw.I
-1,27
0,68
1,62
3,34
2,92
0,23
10,75
1,75
Trw.II
-0,34
0,59
0,02
-6,04
-8,54
-4,12
-20,17
-3,12
Trw.III
0,62
-3,34
0,12
2,31
3,66
2,57
7,08
1,28
Trw.IV
2,54
0,77
1,10
3,01
2,57
0,86
7,72
1,97
2,35
2004 Trw.I
1,26
9,77
1,18
3,10
3,91
2,90
6,75
Trw.II
3,20
1,55
2,34
6,67
7,32
2,26
21,16
4,37
Trw.III
-1,29
0,35
0,60
3,41
4,68
0,89
13,39
1,80
Trw.IV
1,84
1,02
0,52
0,34
-1,48
2,42
-9,47
0,18
Trw.I
3,80
3,00
8,04
9,11
10,73
4,61
24,20
8,02
Trw.II
0,00
0,70
1,34
0,69
1,43
0,00
5,13
1,38
Trw.III
2,76
0,70
1,32
6,85
9,15
3,28
20,49
4,08
Trw.IV
4,03
13,19
22,22
0,64
-3,87
2,38
-13,77
9,15
-1,20
2005
2006 Trw.I
3,87
0,61
1,60
-0,64
-1,34
-4,65
3,29
Trw.II
4,97
1,83
2,11
5,13
8,84
6,50
13,64
4,85
Trw.III
5,33
2,40
2,58
0,61
0,00
2,29
-3,60
2,31
Trw.IV
6,74
3,51
1,51
1,82
-5,00
1,49
-16,18
0,56
3,93
2007 Trw.I
6,32
3,39
3,47
3,57
2,63
3,68
1,49
Trw.II
2,97
1,64
3,35
5,75
7,05
2,84
14,63
4,32
Trw.III
7,69
1,61
3,70
3,26
1,80
-0,69
6,38
3,63
Trw.IV
7,59
3,70
5,80
11,05
10,00
2,08
24,40
8,50
2008 Trw.I
7,05
4,08
7,17
6,64
5,88
5,44
6,43
6,45
Trw.II
7,75
10,78
12,60
15,56
14,14
5,16
28,10
12,55
Trw.III
4,32
3,54
1,40
-9,23
-5,31
2,45
-15,09
-1,92
2,99
-2,76
-0,42
3,27
20,36
-21,67
-0,39
Trw.IV*
Keterangan : 1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya. Perhitungan IHPB menggunakan tahun dasar 2000 (2000 = 100). *) Posisi November 2008 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS diolah)
43