BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon Fax. E-mail Website
: +62 61 3818163 +62 21 3818206 (sirkulasi) : +62 21 3452489 :
[email protected] : http://www.bi.go.id
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia
Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II-2009
Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Selain dalam rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua maksud utama, yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang mendasarkan pada prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan (ii) sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur
Boediono
Gubernur
Miranda S. Goeltom
Deputi Gubernur Senior
Hartadi A. Sarwono
Deputi Gubernur
Siti Ch. Fadjrijah
Deputi Gubernur
S. Budi Rochadi
Deputi Gubernur
Muliaman D. Hadad
Deputi Gubernur
Ardhayadi Mitroatmodjo
Deputi Gubernur
Budi Mulya
Deputi Gubernur
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia
ii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia
Langkah-langkah Penguatan Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga (Inflation Targeting Frameworks) Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten dengan Inflation Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy reference rate, (2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan (4) penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Strategi Kebijakan Moneter Prinsip Dasar
Kebijakan moneter dengan ITF menempatkan sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkar nominal (nominal anchor) kebijakan moneter. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia menerapkan strategi antisipatif (forward looking) dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi jangka menengah ke depan.
Penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Paradigma dasar kebijakan moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi tetap dipertahankan, baik dalam penetapan sasaran inflasi maupun respon kebijakan moneter, dengan mengarahkan pada pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang.
Sasaran Inflasi
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK untuk tahun 2008, 2009, dan 2010 masing-masing sebesar 5%+1%, 4,5%+1%, dan 4%+1%. Sasaran inflasi dimaksud sejalan dengan proses penurunan inflasi secara bertahap (gradual disinflation) mengarah pada sasaran inflasi jangka menengah-panjang yang kompetitif dengan negara lain sekitar 3%.
Instrumen dan Operasi Moneter
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate merupakan suku bunga sinyaling dalam rangka mencapai sasaran inflasi jangka menengah panjang, yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu.
Dalam rangka implementasi penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter, terhitung sejak tanggal 9 Juni 2008 Bank Indonesia melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N).
BI Rate diimplementasikan dalam operasi moneter melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter yang tercermin pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas di pasar, operasi moneter harian dilakukan dengan menggunakan seperangkat instrumen moneter dan koridor suku bunga (standing facilities).
Proses Perumusan Kebijakan
BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan. Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG mingguan. Perubahan dalam BI Rate pada dasarnya menunjukkan respons kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mengarahkan prakiraan inflasi ke depan agar tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
Transparansi
Kebijakan moneter dari waktu ke waktu dikomunikasikan melalui media komunikasi yang lazim seperti penjelasan kepada press dan pelaku pasar, website, maupun penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). Transparansi dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan sekaligus pembentukan ekspektasi masyarakat atas prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan serta respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Koordinasi dengan Pemerintah
Untuk koordinasi dalam penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia telah membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai instansi terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim membahas dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank Indonesia untuk mengendalikan tekanan inflasi dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkkan.
iii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia
iv
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia
Kata Pengantar
Triwulan II-2009 diwarnai oleh munculnya tanda-tanda perbaikan ekonomi dunia. Ekspektasi pemulihan ekonomi yang terjadi telah mendorong sentimen positif di pasar keuangan global. Kendati demikian, membaiknya prospek perekonomian tersebut diperkirakan belum mampu mengkompensasi perlambatan ekonomi global, yang terutama disumbang oleh negara maju. Laju perekonomian domestik diprakirakan melambat, meski tidak sedalam proyeksi semula. Di sisi eksternal, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia lebih baik dibandingkan perkiraan sebelumnya, ditopang oleh prospek perekonomian global yang membaik, harga komoditas yang meningkat serta pasar keuangan global yang menunjukkan tanda-tanda kestabilan. Pertumbuhan ekonomi selama triwulan II-2009 diprakirakan berada dalam kisaran 3,7%-4,0%, lebih rendah dibandingkan triwulan I-2009 (4,4%), namun lebih tinggi dari prakiraan semula (3,3%). Pertumbuhan ekonomi domestik yang melemah, terutama disebabkan oleh kontraksi kegiatan ekspor dan perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, kinerja ekspor menurun signifikan akibat lemahnya ekspansi ekonomi dunia, termasuk di negara mitra dagang utama. Pengeluaran konsumsi masyarakat melemah dan daya beli belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Namun, perlambatan yang lebih dalam pada konsumsi swasta ini dapat tertahan oleh pengeluaran terkait penyelenggaraan pemilihan presiden serta adanya realisasi pembayaran gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil. Neraca Pembayaran Indonesia triwulan II-2009 diprakirakan mencatat surplus sebesar USD 0,4 miliar. Transaksi berjalan mencatat surplus terkait meningkatnya harga komoditas di pasar global dan permintaan dari emerging markets, khususnya Cina dan India. Sementara, transaksi di neraca modal dan finansial mencatat defisit. Pembalikan arus dana yang sempat dialami pasar keuangan domestik sejak pertengahan Juni 2009 menyebabkan investasi portofolio selama triwulan II-2009 tidak setinggi perkiraan sebelumnya. Cadangan devisa mencapai USD57,6 miliar setara dengan 5,6 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah. Kondisi sektor keuangan domestik membaik seiring dengan perkembangan global dan indikator makro domestik yang kondusif. Selama triwulan II-2009, rupiah cenderung menguat, indeks saham meningkat, yield SUN menurun didukung oleh terjaganya kondisi fundamental domestik. Pada akhir triwulan, indikator-indikator tersebut sempat mengalami koreksi akibat pengaruh perkembangan global yang belum stabil.
v
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia
Likuiditas di sektor perbankan cenderung longgar, seperti tercermin pada meningkatnya simpanan perbankan dalam instrumen moneter, naiknya volume transaksi PUAB dan suku bunga PUAB yang menurun. Respon penurunan suku bunga perbankan masih terbatas pada suku bunga simpanan. Adapun, suku bunga kredit turun lebih lambat dengan ekspansi kredit yang masih terbatas. Penurunan laju inflasi terus berlanjut. Terjaganya pasokan pangan serta penguatan nilai tukar mendukung penurunan tekanan inflasi. Inflasi triwulan II-2009 tercatat sebesar -0,15% (qtq), jauh lebih rendah dibanding pola historisnya. Secara kumulatif, inflasi IHK tercatat amat rendah, mencapai 0,21% (ytd) atau 3,65% (yoy). Perekonomian Indonesia selama 2009 berpotensi tumbuh lebih tinggi dari prakiraan semula. PDB 2009 diprakirakan tumbuh mencapai batas atas kisaran 3,5%-4,0%, lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya (3,3%). Sementara itu, inflasi pada 2009 diproyeksikan lebih rendah dari prakiraan sebelumnya bahkan berpotensi di bawah 5%, seiring dengan membaiknya ekspektasi inflasi dan terjaganya pasokan dan distribusi bahan makanan. Bank Indonesia akan senantiasa mengarahkan kebijakan moneter yang kondusif bagi permintaan domestik dengan tetap berkomitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam jangka menengah-panjang. Di bidang perbankan, Bank Indonesia akan terus mendorong konsolidasi dan intermediasi perbankan serta memperkuat daya tahan perbankan di tengah gejolak global. Demikian gambaran singkat materi laporan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia selama triwulan II-2009.
vi
Jakarta, 3 Juli 2009
Pjs. GUBERNUR BANK INDONESIA
Miranda S. Goeltom
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia
Daftar Isi
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
Daftar Isi 1. Tinjauan Umum............................................................................. 1
2. Perkembangan Makroekonomi Terkini....................................... 5
Perkembangan Ekonomi Dunia ....................................................... 5
Pertumbuhan Ekonomi..................................................................... 6 Neraca Pembayaran Indonesia.......................................................... 14
3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan II-2009.......... 16
Nilai Tukar Rupiah............................................................................ 17
Inflasi............................................................................................... 18 Kebijakan Moneter . ........................................................................ 21
4. Perekonomian Indonesia ke Depan............................................. 27
Asumsi dan Skenario yang Digunakan ............................................. 27
Prospek Pertumbuhan Ekonomi........................................................ 28 Prakiraan Inflasi................................................................................ 33 Faktor Risiko.................................................................................... 34
5. Respon Kebijakan Moneter Triwulan II-2009.............................. 35
Tabel Statistik.................................................................................... 36
vii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
viii
Daftar Isi
Tinjauan Umum
1. Tinjauan Umum Perkembangan perekonomian global mengindikasikan proses pemulihan yang semakin menguat, walaupun masih terdapat sejumlah risiko. Di negara maju, berbagai indikator pemulihan ekonomi makro telah menunjukkan kecenderungan yang semakin membaik. Paket stimulus yang diluncurkan oleh pemerintah dan program stabilisasi sektor keuangan telah berhasil mendorong penguatan keyakinan masyarakat sehingga mampu mendorong konsumsi. Di samping itu, kondisi pasar kredit yang mulai membaik turut menopang kenaikan pengeluaran konsumsi masyarakat. Kendati demikian, masih tingginya angka pengangguran menjadi faktor risiko yang membayangi proses pemulihan ekonomi di kelompok negara tersebut. Di sisi lain, pemulihan ekonomi negara emerging markets, khususnya China, India dan Korea, semakin menunjukkan penguatan. Dengan dukungan stimulus fiskal dalam bentuk infrastruktur dan tingginya pertumbuhan kredit, kegiatan investasi di China yang telah berlangsung sejak awal tahun terus berlanjut. Geliat permintaan domestik di beberapa negara Asia tersebut pada gilirannya mendorong peningkatan kinerja perekonomian negara lainnya di kawasan. Namun demikian, membaiknya perekonomian di beberapa negara emerging markets diperkirakan belum mampu mengkompensasi perlambatan ekonomi negara maju. Dengan berbagai perkembangan tersebut, kontraksi ekonomi global diperkirakan masih berlanjut, meski dengan laju yang semakin melambat. Ekspektasi pemulihan ekonomi dunia mendorong perkembangan positif di pasar keuangan global. Sepanjang triwulan II-2009 kinerja sektor keuangan global terus membaik. Bursa saham di negara maju mencatat peningkatan indeks harga yang didorong oleh faktor sentimen positif terkait dengan membaiknya permodalan bank pasca stress test, optimisme terhadap upaya stabilisasi sektor keuangan dan kondisi perekonomian, serta laporan keuangan beberapa lembaga keuangan dunia yang mencatat kinerja positif. Kondisi sektor perbankan juga menunjukkan perbaikan, sebagaimana tercermin dari pelonggaran standar pemberian kredit. Perkembangan pasar keuangan di negara maju tersebut pada gilirannya berimbas pada pasar keuangan di kawasan. Kendati demikian, menjelang akhir periode perkembangan di pasar keuangan menunjukkan pembalikan arah yang dipicu oleh sentimen negatif terkait dengan masih tingginya angka pengangguran di Amerika Serikat dan Eropa. Kecenderungan perekonomian global yang membaik telah memberikan dampak positif terhadap kinerja ekonomi Indonesia. Dampak penguatan permintaan negara mitra dagang, terutama China dan India, mendorong peningkatan kinerja ekspor Indonesia terhadap beberapa komoditas ekspor seperti CPO, batubara, dan tembaga. Meski terus membaik, belum pulihnya perekonomian global menyebabkan kinerja ekspor yang masih mengalami kontraksi. Dari sisi permintaan domestik, perlambatan konsumsi swasta dapat tertahan oleh pengeluaran terkait penyelenggaraan pemilihan presiden (pilpres), serta adanya realisasi pembayaran gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil. Dalam kondisi permintaan yang masih lemah dan tingkat utilisasi kapasitas yang masih rendah, kegiatan investasi masih terbatas. Mencermati perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi selama triwulan II-2009 diprakirakan berada pada kisaran 3,7% - 4,0%.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
Di sisi harga, tren penurunan inflasi diprakirakan masih berlanjut. Pada Juni 2009, harga barang konsumen mencatat inflasi sebesar 0,11% (m-t-m), jauh lebih rendah dibandingkan dengan pola historisnya maupun proyeksi sebelumnya. Kenaikan harga beberapa komoditas pangan di pasar internasional masih dapat dikompensasi oleh apresiasi rupiah sehingga kenaikan harga barang domestik masih terkendali. Selain penguatan rupiah, lemahnya permintaan domestik, serta membaiknya ekspektasi inflasi sejalan dengan meningkatnya akselerasi disinflasi menyebabkan laju inflasi kelompok inti menunjukkan penurunan. Terjaganya pasokan pangan juga menjadi faktor yang mendukung rendahnya inflasi selama triwulan II-2009. Dengan perkembangan tersebut, secara kumulatif (ytd) inflasi IHK baru mencapai 0,21% atau 3,65%(yoy). Kenaikan harga komoditas dan membaiknya permintaan negara emerging markets juga menyebabkan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) lebih baik dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya. Perbaikan kinerja NPI ditopang oleh surplus pada transaksi berjalan yang lebih besar dari perkiraan sebelumnya. Kenaikan harga komoditas di pasar global, terutama untuk komoditas tambang dan crude palm oil, serta meningkatnya permintaan dari negara emerging markets, khususnya China dan India, mendukung peningkatan ekspor non migas. Di sisi neraca neraca modal dan finansial (TMF), investasi dalam bentuk portofolio masih mencatat surplus. Membaiknya kondisi pasar keuangan global, serta terjaganya persepsi positif terhadap ekonomi domestik mendorong aliran masuk modal asing dalam bentuk portofolio. Kendati demikian, pembalikan arus dana yang sempat mewarnai pasar finansial domestik sejak pertengahan Juni 2009 menyebabkan investasi portofolio selama triwulan II-2009 tidak setinggi perkiraan sebelumnya. Penanaman dana dalam bentuk investasi langsung juga diperkirakan meningkat sejalan dengan meningkatnya kegiatan eksplorasi perusahaan migas. Lebih lanjut, terjaganya kepercayaan terhadap prospek perekonomian domestik dan membaiknya keketatan di pasar keuangan global mendukung penarikan utang luar negeri swasta yang lebih tinggi dari perkiraan. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa sampai dengan akhir Juni 2009 mencapai 57,58 miliar dolar AS atau setara dengan 5,6 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah. Membaiknya NPI dan sentimen positif di pasar global mendorong apresiasi nilai tukar. Dibandingkan dengan negara di kawasan, rupiah mengalami penguatan tertinggi setelah Won Korea. Secara rata-rata, selama triwulan II-2009 rupiah terapresiasi 9,99%. Penguatan nilai tukar tersebut ditopang oleh meningkatnya pasokan valas sejalan dengan aliran masuk modal asing. Optimisme akan pemulihan ekonomi global yang disertai dengan terjaganya kondisi fundamental domestik sebagaimana tercermin pada neraca pembayaran yang surplus dan imbal hasil rupiah yang tetap menarik, telah menumbuhkan risk appetite terhadap aset di pasar keuangan emerging markets, termasuk Indonesia. Namun demikian, adanya sentimen negatif pada perekonomian global berdampak pada sedikit melemahnya nilai tukar diakhir triwulan II-2009 dibandingkan dengan awal Juni 2009. Di sektor keuangan, perkembangan global dan indikator makro domestik yang kondusif memberikan dampak positif di sektor keuangan domestik. Di pasar saham, secara umum perkembangan bursa efek selama triwulan II-2009 ditandai oleh peningkatan indeks harga, meski di akhir periode terjadi pembalikan arus modal asing yang sempat
Tinjauan Umum
mengakibatkan turunnya indeks harga. Fundamental domestik yang membaik serta kenaikan harga komoditas global telah mendorong maraknya pembelian saham baik oleh investor asing maupun domestik. Di pasar obligasi, yield SUN mencatat penurunan sejalan dengan menurunnya suku bunga kebijakan moneter dan meningkatnya minat investasi penanam modal asing. Kendati demikian, untuk tenor jangka panjang (di atas 15 tahun) yield SUN masih cenderung tinggi, terkait dengan masih tingginya persepsi risiko. Di sektor perbankan, kondisi perbankan nasional relatif stabil, namun respons perbankan terhadap kebijakan pelonggaran moneter masih terbatas. Secara mikro, kondisi perbankan nasional tetap stabil, yang diindikasikan oleh masih terjaganya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) per Mei 2009 yang cukup tinggi mencapai level 17,3%. Sementara itu rasio gross Non Performing Loan (NPL) tetap terkendali di bawah 5% dengan rasio net di bawah 2%. Likuiditas Perbankan, termasuk likuiditas dalam pasar uang antar bank makin membaik dan Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat. Namun demikian, respons suku bunga perbankan masih terbatas. Penurunan BI Rate sebesar 250 bps sejak Desember 2008 hingga Juni 2009 baru direspons dengan penurunan suku bunga dasar kredit (base lending rate) hingga Mei 2009 sekitar 45 bps. Terkait dengan hal tersebut, penyaluran kredit perbankan sampai dengan bulan Mei 2009 masih mencatat kontraksi sebesar 1,1% (ytd) . Kendati demikian, likuiditas perekonomian masih cukup longgar. Meski pertumbuhan besaran moneter (uang kartal dan M1) masih sangat rendah, perhitungan berdasarkan faktor fundamentalnya menunjukkan perkembangan besaran moneter masih sesuai dengan kebutuhan perekonomian. Dengan penurunan suku bunga kredit yang lebih lambat dan ekspansi kredit yang masih sangat terbatas, terdapat indikasi dunia usaha semakin intensif mencari alternatif pembiayaan selain perbankan, antara lain melalui penerbitan obligasi. Ke depan, prospek ekonomi berpotensi tumbuh lebih baik dari perkiraan semula. Proyeksi perekonomian dalam jangka pendek akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan global. Kinerja ekspor keseluruhan tahun yang diperkirakan masih mengalami kontraksi diprakirakan dapat dikompensasi oleh peningkatan konsumsi masyarakat yang ditopang oleh penyelenggaraan Pemilu. Mencermati dampak dari penyelenggaran pemilihan calon legislatif selama triwulan I-2009 yang lebih besar dari perkiraan sebelumnya, penyelenggaraan pemilihan presiden 2009 diprakirakan dapat memberi sumbangan yang signifikan pada kegiatan konsumsi masyarakat. Di tengah kondisi daya beli yang belum menunjukkan perbaikan signifikan, konsumsi swasta selama tahun 2009 diprakirakan dapat tumbuh relatif tinggi sebagai imbas dari penyelenggaraan Pemilu. Dengan latar belakang kondisi tersebut, perekonomian selama keseluruhan tahun 2009 berpotensi tumbuh lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya. Secara keseluruhan tahun, PDB diprakirakan dapat tumbuh sebesar 3,5-4,0% dengan kecenderungan menuju batas atas kisaran tersebut. Neraca Pembayaran Indonesia diperkirakan mencatat surplus untuk keseluruhan tahun 2009. Hal tersebut ditopang oleh kondisi perekonomian global yang membaik, harga komoditas yang meningkat, serta stabilisasi pasar keuangan global yang berlanjut. Kegiatan ekspor diprakirakan membaik, seiring dengan penguatan ekonomi global sejak triwulan III2008 secara lebih merata di berbagai kawasan, serta berlanjutnya kenaikan harga komoditas
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
dunia. Di sisi neraca transaksi modal finansial, arus masuk modal asing, baik dalam bentuk portofolio maupun investasi langsung, diprakirakan berlanjut sejalan dengan optimisme pemulihan ekonomi dunia yang disertai dengan semakin kondusifnya pasar finansial global. Selain itu, arus masuk modal di sektor publik diprakirakan turut menopang kinerja neraca Transaksi Modal dan Finansial. Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 3 Juli 2009 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps, dari 7,0% menjadi 6,75%. Keputusan tersebut diharapkan dapat mendukung upaya menjaga optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi domestik. Ke depan, kebijakan moneter diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara mendorong perekonomian domestik di tengah masih lesunya perekonomian global dan menjaga stabilitas makroekonomi dalam jangka menengah dengan mempertimbangkan kenaikan tekanan inflasi di tahun 2010. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, kebijakan moneter ke depan akan dilakukan secara lebih berhati-hati mengingat ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter semakin terbatas.
Perkembangan Makroekonomi Terkini
2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2009 diprakirakan akan tumbuh melambat menjadi sekitar 3,7-4,0% (yoy). Di sisi permintaan, seluruh komponen PDB diperkirakan masih berada dalam tren melambat. Walaupun perbaikan ekonomi global mendukung kinerja ekspor Indonesia dalam triwulan II-2009, perekonomian global yang masih kontraksi menyebabkan ekspor masih mengalami kontraksi yang cukup signifikan dalam Triwulan II-2009. Namun demikian, laju perlambatan ekonomi tertahan oleh pengeluaran konsumsi swasta terkait dengan Pemilu Pilpres putaran pertama. Sementara itu, pertumbuhan investasi diperkirakan menurun sejalan dengan melemahnya permintaan dan belum membaiknya sentimen bisnis pengusaha. Di sisi penawaran, sebagian sektor-sektor perekonomian pada triwulan II-2009 juga diperkirakan tumbuh melambat seiring dengan melemahnya permintaan eksternal maupun domestik. Meskipun demikian, beberapa sektor ekonomi diperkirakan tumbuh membaik seiring dengan meningkatnya permintaan untuk kegiatan Pemilu Presiden yakni sektor pengangkutan dan telekomunikasi, sektor jasa dan sektor industri pengolahan khususnya subsektor industri makanan dan minuman, subsektor industri kertas dan barang cetakan, serta subsektor industri tekstil.
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Prospek pemulihan ekonomi global semakin membaik. Kondisi tersebut sejalan dengan proses stabilisasi di pasar keuangan, dukungan stimulus fiskal yang cukup besar, suku bunga rendah, serta mulai pulihnya keyakinan konsumen dan bisnis. Berbagai respons pelonggaran moneter dan stimulus fiskal yang ditempuh di hampir semua negara memicu optimisme pelaku pasar terhadap prospek ekonomi global. Fase pemulihan ekonomi dunia tercermin dari tren penurunan indikator makro ekonomi yang makin melambat dan bahkan banyak yang diyakini sudah mencapai ���
titik terendah. Secara keseluruhan, perekonomian dunia pada triwulan
�
�����
���
���
���
������������������
��� ���
������ ���� �����������
������
������
������
������ ������
������
������
oleh pertumbuhan kelompok ekonomi negara berkembang, sementara
���
kelompok negara maju masih berada pada titik terendahnya.
����
Perekonomian AS pada triwulan II-2009 diperkirakan masih
���
����
tersebut diperkirakan lebih terbatas dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2009. Perbaikan ekonomi dunia lebih didorong
���
����
II-2009 diperkirakan masih mengalami kontraksi, Kontraksi ekonomi
����
���� ������ ������ ������
�����������������
akan menurun. Penurunan tersebut disebabkan oleh merosotnya aktivitas ekonomi, dipicu terutama oleh turunnya investasi swasta, khususnya non-residensial, dan turunnya ekspor seiring dengan
Grafik 2.1
anjloknya permintaan dunia. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga AS
Grafik Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga AS
masih tumbuh positif. Hal tersebut terutama didorong oleh berbagai kebijakan bantuan tunai dari pemerintah AS. Pendapatan rumah tangga
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
AS di bulan April menunjukkan peningkatan dibandingkan bulan lalu �����
didorong social benefit yang diberikan oleh Pemerintah AS (Grafik
� ��
���
dan ketidakpastian ke depan mendorong rumah tangga mengurangi ��
��
����
konsumsi dan beralih meningkatkan tabungan seperti tercermin melonjaknya savings rate yang mencapai level tertinggi dalam 14 tahun . Membaiknya indikator konsumsi mulai direspons dengan membaiknya
��
���
��� ����
���
kegiatan ekonomi di sektor manufaktur sebagaimana tercermin dari menurunnya inventory to sales ratio, membaiknya indeks pembelian
�������������������� �������������������������� ����
2.1). Namun demikian, kekhawatiran atas ketatnya pasar tenaga kerja
���
��� ����
���
���
���
��
����
Grafik 2.2 Grafik Capacity Utilization dan Industrial Production AS
kalangan pabrikan (PMI), dan melambatnya kontraksi industrial production (Grafik 2.2). Kondisi sektor keuangan global terus mengalami perbaikan. Kondisi keketatan likuditas terus mereda didorong aliran likuiditas dan kebijakan quantitative easing oleh beberapa bank sentral. Injeksi
likuiditas yang dilakukan bank sentral seperti the Fed, BOE, BOJ, dan ECB mampu meredakan ketegangan pasar kredit seperti tercermin dari menurunnya spread Libor dengan Overnight Index Swap (OIS) ke level sebelum Lehman Brothers bangkrut. Perbaikan di sektor keuangan juga ditunjukkan oleh hasil stress test yang dilakukan the Fed yang menyimpulkan bahwa perbankan AS relatif tahan terhadap gejolak keuangan, tercermin dari kewajiban pemenuhan permodalan yang ternyata tidak sebesar yang diperkirakan semula. Bahkan dalam perkembangannya, beberapa perbankan berencana untuk mengembalikan dana TARP (Troubled Asset Relief Programme) kepada Pemerintah lebih cepat dan mampu memenuhi kecukupan modal yang disyaratkan tanpa menimbulkan gejolak di pasar keuangan. Indikasi perbaikan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2009 terjadi juga di Asia. Perbaikan ekonomi China telah mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia. Perbaikan ekonomi China tersebut tercermin dari solidnya pertumbuhan fixed asset investment dan tingginya penyaluran kredit perbankan, ditambah lagi dengan paket mega stimulus fiskal sebesar 4 triliun yuan (586 miliar dolas AS). Inflasi dunia masih dalam tren menurun akibat melambatnya kegiatan ekonomi dan masih cukup rendahnya harga komoditas dibandingkan tahun 2008. Beberapa negara seperti AS, Jepang, China dan India bahkan mengalami deflasi pada bulan Mei 2009. Namun demikian, membaiknya prospek ekonomi ke depan dibarengi oleh kenaikan harga minyak internasional yang berpotensi meningkatkan inflasi di masa datang. Kondisi tersebut menyebabkan bank sentral negara-negara di dunia lebih berhati-hati dalam melakukan pelonggaran kebijakan moneter. Dengan demikian perkembangan ekonomi global yang membaik ini perlu terus dicermati, mengingat berbagai faktor risiko yang menyertainya.
PERTUMBUHAN EKONOMI Permintaan Agregat Di perekonomian domestik, membaiknya perekonomian global berkontribusi positip pada kinerja ekspor. Namun, sejalan masih berlangsungnya kontraksi perekonomian global,
Perkembangan Makroekonomi Terkini
ekspor masih tumbuh negatif meski tertahan oleh indikasi membaiknya �����
����� ���������
permintaan dari negara berkembang. Sejalan dengan berkurangnya
���������������
�����
�����
�����
�����
intensitas kegiatan ekonomi, pertumbuhan impor juga diprakirakan masih negatif (Tabel 2.1). Dari sisi domestik, perlambatan ekonomi domestik
���� ���� ����
sedikit tertahan dengan adanya pengeluaran konsumsi menjelang pelaksanaan Pemilu Presiden putaran pertama. Sementara itu, investasi
����
��������������������� ��������������������������������������������������������� ���������������������������������������������������������������������� ����������������������������� ����������������������������������������������������������������������������� �������������������������������������������������������������������������
juga diprakirakan akan terus menurun seiring dengan melemahnya
����
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
kegiatan ekonomi. PDB pada triwulan II-2009 diprakirakan akan tumbuh pada kisaran 3,7% - 4,0% (yoy). Perlambatan tersebut dikonfirmasi oleh
����
perkembangan indikator penuntun PDB yang mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi berada pada fase perlambatan paling tidak
Grafik 2.3
sampai dengan 5 bulan ke depan (Grafik 2.3).
Indikator Penuntun PDB
Konsumsi masyarakat pada triwulan II-2009 diprakirakan tumbuh melambat. Perlambatan tersebut sejalan dengan pergerakan indikator penuntun konsumsi swasta yang mengindikasikan siklus perlambatan pertumbuhan akan berlangsung setidaknya hingga dua triwulan ke depan (Grafik 2.4). Seiring dengan masih terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tekanan terhadap daya beli masyarakat diperkirakan masih berlanjut. Namun demikian, penghasilan yang bersumber dari musim panen pada akhir triwulan I-2009 dan realisasi gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) ke-13, serta pengeluaran menjelang Pemilu Pilpres diprakirakan berpotensi menahan perlambatan konsumsi masyarakat yang lebih dalam. Tertahannya laju perlambatan konsumsi masyarakat pada triwulan II-2009 juga didukung oleh perkembangan indikator dini yang sebagian besar menunjukkan peningkatan pada April 2009. Berdasarkan perkembangan tersebut, konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2009 diprakirakan tumbuh melambat pada kisaran 3,8% - 4,5% (yoy). Beberapa indikator dini pada April 2009 mengindikasikan adanya perbaikan pada konsumsi masyarakat pada triwulan laporan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada sisi pembiayaan, indikator M1 riil dan kredit konsumsi riil menunjukkan dukungan pembiayaan konsumsi masyarakat relatif stabil. Kemampuan daya beli masyarakat % Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 2.1 Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Permintaan Indikator
2007
2008
2008
2009
II
III
IV
I
II
III
IV
Total Konsumsi
4,6
5,3
5,0
4,9
5,5
5,5
6,3
6,4
Konsumsi Swasta
4,7
5,1
5,5
5,0
5,7
5,5
5,3
4,8
5,3
5,8
3,8 - 4,5
Konsumsi Pemerintah
3,8
6,5
2,0
3,9
3,6
5,3
14,1
16,4
10,4
19,2
12,9 - 13,5
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
7,6
9,7
12,4
9,4
13,7
12,0
12,2
9,1
11,7
3,5
1,9 - 2,4
Ekspor Barang dan Jasa
10,4
7,4
7,9
8,5
13,6
12,4
10,6
1,8
9,5
-19,1 (-17,4) - (-16,5)
6,5
7,0
13,9
9,0
18,0
16,1
11,0
-3,5
10,0
-24,1 (-21,3 - (-19,9)
Impor Barang dan Jasa
2007
5,9
PDB 6,6 6,6 5,8 6,3 6,2 6,4 6,4 5,2 6,1
I
II*
7,2
4,9 - 5,6
4,4
3,7 - 4,0
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
menengah atas menunjukkan peningkatan. Hal tersebut ditunjukkan �����
oleh pertumbuhan nilai transaksi belanja dengan menggunakan kartu
�����
debit/ATM dan kartu kredit hingga pertengahan triwulan II-2009 yang
�����
masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan selama
�����
Januari-Maret 2009. Selain itu, pertumbuhan konsumsi masyarakat
���
����
���
terutama durable goods juga memberikan indikasi positif sebagaimana
����
��
����
��� ����������
���
���������������
��� ���
��
����
����������������������������������
��
���� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� ����
����
����
����
����
����
����
����
ditunjukkan oleh pertumbuhan penjualan produk elektronik serta kendaraan terutama sepeda motor. Namun demikian, pertumbuhan impor barang konsumsi mengalami penurunan yang tajam. Di sisi lain, keyakinan konsumen cenderung menguat didukung oleh ekspektasi perbaikan penghasilan dan membaiknya ketersediaan lapangan kerja.
Grafik 2.4
Indikasi Keyakinan Konsumen – Bank Indonesia (IKK–BI, Grafik 2.5)
Indikator Penuntun Konsumsi Swasta
menunjukkan adanya perbaikan terutama karena membaiknya persepsi konsumen terhadap kondisi saat ini yang relatif stabil menjelang Pemilu Pilpres dan kondisi 6 bulan mendatang karena peningkatan ekspektasi kondisi tingkat penghasilan yang terutama didorong oleh realisasi
������
pemberian gaji ke-13 untuk PNS pada akhir triwulan laporan. Sementara
��� ���
itu, indeks riil penjualan eceran bergerak meningkat terutama pada
�������
kelompok makanan dan tembakau sejalan dengan perkembangan harga
���
yang mengalami penurunan.
��
Tertahannya perlambatan konsumsi yang lebih dalam juga
�� �������
dikonfirmasi oleh beberapa indikator daya beli di berbagai
�� ������������������� ��
������������������������
�������������������������
� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � �� ���� ���� ����
daerah. Kredit konsumsi menunjukkan arah perkembangan yang relatif stabil di seluruh wilayah disertai dengan membaiknya optimisme masyarakat yang ditandai oleh kenaikan IKK di seluruh wilayah. Selain
Grafik 2.5 Indeks Keyakinan Konsumen Survei Konsumen BI
itu, Nilai Tukar Petani (NTP) juga menunjukkan perkembangan yang positif, terutama di Jabalnustra. Pertumbuhan investasi pada triwulan II-2009 diprakirakan akan mengalami penurunan terkait masih lemahnya permintaan
��� ���
eksternal dan kepercayaan dunia bisnis. Pergerakan indikator ����
���
penuntun investasi sampai dengan triwulan II-2009 mengindikasikan
���
pertumbuhan investasi masih berada pada siklus perlambatan minimal
��� ���
sampai dengan empat bulan ke depan (Grafik 2.6). Perlambatan investasi
���
tersebut terutama disebabkan penurunan investasi non-bangunan terkait
��
dengan masih rendahnya daya serap eksternal dan belum membaiknya
��
risiko ketidakpastian global. Tertundanya penyaluran stimulus fiskal
�� �� ��
dan realisasi proyek infrastruktur juga mendorong lemahnya tendensi
�������������������������������������������������������������������������� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � ���� ���� ���� ���� ���� ����
�� ��� �� � �� ���� ����
bisnis pelaku usaha meskipun kondisi dalam negeri menjelang Pemilu Pilpres relatif stabil. Di samping itu, langkah percepatan pembangunan
Grafik 2.6
infrastruktur dengan mendirikan dua lembaga yaitu Lembaga Pembiayaan
Indikator Penuntun Investasi
Infrastruktur (Infrastructure Fund) dan Lembaga Penjaminan Infrastruktur (Guarantee Fund) diperkirakan belum berdampak pada
Perkembangan Makroekonomi Terkini
triwulan II-2009. Berdasarkan perkembangan tersebut, investasi pada ������� ��
��
triwulan II-2009 diprakirakan tumbuh sebesar 1,9% - 2,2% (yoy), melambat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jika dilihat
�� �� ��
dari distribusinya, pangsa pertumbuhan investasi pada triwulan II-2009 diperkirakan masih ditopang oleh investasi bangunan (Grafik 2.7).
��
�
� � ��� ��������
������������
����������
���
� �
��
���
��
�
��
����
���
��
�
����
��
Perlambatan pertumbuhan investasi juga dikonfirmasi oleh perkembangan berbagai indikator dini. Pertumbuhan investasi nonbangunan cenderung melambat sejalan dengan penurunan permintaan mesin dan perlengkapan luar negeri serta melemahnya impor barang modal (Grafik 2.8). Di sisi lain, investasi bangunan diprakirakan
����
tumbuh melambat akibat rendahnya realisasi pembangunan infrastruktur
Grafik 2.7
serta proyek properti pada kuartal II-2009. Hal tersebut didukung
Pertumbuhan Investasi Bangunan & Nonbangunan
oleh pertumbuhan konsumsi semen yang berangsur menurun sejak awal triwulan II-2009 hingga pada bulan Mei 2009, terutama terjadi di Pulau Jawa dan Sumatera. Dukungan pembiayaan investasi berupa
���
���
��� ��
�� ��
juga mengindikasikan perlambatan kegiatan investasi (Grafik 2.9).
�������������
��
Hasil survei BPS memperkirakan masih lemahnya minat pengusaha
�� ��
��
��
��
�
�� ��� ��
���
��
�
����
industri pengolahan. Indikasi tersebut juga didukung oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang memperkirakan nilai rencana
� �
investasi serta jumlah pelaku usaha yang akan berinvestasi pada semester
� ��
��
terutama diperkirakan karena penurunan kegiatan usaha pada sektor
�
� �� �
penurunan. Sementara itu, perkembangan tendensi bisnis pengusaha
��������� ��������
��
���
kredit investasi riil hingga awal triwulan II-2009 juga mengindikasikan ��
I-2009 diperkirakan menurun jika dibandingkan dengan semester sebelumnya.
����
Grafik 2.8
Perlambatan pertumbuhan ekspor pada triwulan II-2009 diperkirakan
Pertumbuhan Impor Barang Modal
akan tertahan sejalan dengan membaiknya kinerja negara mitra dagang utama, seperti India dan China, serta harga komoditas internasional. Kinerja ekspor pada triwulan II-2009 diperkirakan masih lemah yang
���
dipicu oleh penurunan permintaan terutama pada pasar tradisionalnya.
������
Namun demikian, pelemahan tersebut diindikasikan tertahan oleh membaiknya permintaan negara emerging markets yang memiliki
���
pangsa sebesar 26%, terutama pada komoditas CPO dan batubara. Di ���
samping itu, berangsur menguatnya harga komoditas pertambangan dan pertanian yang dibarengi dengan indikasi membaiknya pergerakan
���
Consumer Confidence negara tujuan ekspor utama diperkirakan ��
���
����������������
�����������������������������
����������������
juga akan menopang perbaikan permintaan eksternal. Berdasarkan perkembangan tersebut, ekspor pada triwulan II-2009 diprakirakan
�� �
��
���
��
�
��
����
��� ����
Grafik 2.9 Sentimen Bisnis – BPS
��
�
��� ����
tumbuh sebesar (-17,4)% - (-16,5)% (yoy). Menurut sektor dan golongan komoditas (HS 2 dijit), permintaan ekspor pada bulan April 2009 masih didominasi oleh komoditas berbasis sumber daya alam seperti CPO, karet dan barang dari karet (Grafik 2.10).
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
Penurunan permintaan domestik dan eksternal diperkirakan ���
��� ��
��� ���
�����������������
����������������
���������������
��������������
mendorong pelemahan kinerja impor pada triwulan II-2009. Pertumbuhan impor pada triwulan II-2009 diperkirakan masih berada
��
pada siklus kontraksi sebagaimana ditunjukkan oleh pergerakan indikator
��
penuntun impor (Grafik 2.11). Hal tersebut searah dengan perlambatan
��
impor bahan baku dan barang modal akibat melambatnya kegiatan ��
��
perekonomian terutama pada sektor industri pengolahan. Selain itu, melambatnya pertumbuhan bea masuk impor dan melemahnya
���
pertumbuhan impor komoditas bahan baku seperti besi dan baja juga
���
��� �
��
���
��
�
��
����
���
��
�
����
����� ����
mengindikasikan perlambatan pertumbuhan impor pada triwulan II2009. Dengan perkembangan tersebut, kinerja impor pada triwulan
Grafik 2.10
II-2009 diprakirakan masih negatif sekitar (-21,3)% - (-19,9)% (yoy). Bila
Pertumbuhan Ekspor Menurut Sektor
dilihat dari distribusinya, pangsa terbesar impor masih disumbang oleh impor bahan bahan baku dan barang modal yang tumbuh melambat. Pada bulan April 2009, pangsa pertumbuhan nilai impor berdasarkan
���
��������������
����
���
���������
���
���� �
������� ���������
���� �
kelompok bahan baku dan barang modal yang mendukung kegiatan
���� �
produksi, seperti mesin/pesawat mekanik serta besi dan baja.
���
���� �
���
���� �
���
���� � ����
�� �����
�� �� �� ��
����
������������������������������������������������������������������������������������� ������������������������������������������������������������������ ���������������������������������������������������������������������
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� ����
����
����
����
����
����
����
golongan komoditas HS 2 dijit masih bertopang pada komoditas impor
Operasi Keuangan Pemerintah
����
Selama April-Mei 2009, APBN mencatat surplus anggaran sebesar
����
Rp5,8 triliun (0,1% dari PDB), hampir sama dengan kondisi periode
����
����
yang sama tahun sebelumnya yang mengalami surplus sebesar Rp3,6 triliun (0,1% dari PDB). Dibandingkan dengan periode yang
Grafik 2.11
sama tahun lalu, operasi keuangan Pemerintah pada triwulan II-2009
Indikator Penuntun Impor
diperkirakan akan mengalami penurunan baik di sisi penerimaan maupun belanja. Penurunan penerimaan pada periode Januari-Mei 2009 tersebut berdampak pada lebih rendahnya surplus anggaran dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008. Jika dibandingkan dengan targetnya selama tahun 2009, realisasi pendapatan negara dan hibah lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu akibat kinerja sektor perpajakan yang melambat. Sebaliknya, penyerapan belanja negara pada periode laporan mengalami peningkatan baik dari Belanja Pemerintah Pusat maupun Transfer ke Daerah. Pencapaian penerimaan perpajakan di triwulan II-2009 mengalami penurunan sebagai imbas dari melambatnya perekonomian dan dikeluarkannya beberapa stimulus perpajakan di tahun 2009. Namun, penurunan tersebut sedikit terbantu dengan adanya peningkatan PPh nonmigas pada bulan April terkait pembayaran PPh Badan. Penurunan terutama terjadi pada penerimaan PPN dan Pajak Ekspor seiring dengan menyusutnya perdagangan internasional dan dihapuskannya pajak ekspor CPO sejak November 2008. Di sisi nonpajak, penerimaan SDA Migas mengalami peningkatan signifikan di bulan Mei seiring dengan kembali meningkatnya harga minyak internasional. Sektor Di bulan Mei 2009, rata-rata harga minas mencapai US$59,7/barel, meningkat pesat dibandingkan rata-rata harga minas selama periode Januari-April 2009 sebesar US$45,2/barel.
10
Perkembangan Makroekonomi Terkini
pajak yang utama seperti PPh nonmigas terus mengalami perlambatan pertumbuhan yang selain akibat perlambatan perekonomian juga terkait dengan pemberian stimulus seperti pengurangan tarif Pajak Penghasilan dan kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak yang mulai berlaku tahun ini. Sementara itu, perlambatan perekonomian dunia terlihat jelas dampaknya pada penerimaan PPN yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar -6,5% (yoy) selama lima bulan pertama tahun 2009 terutama akibat menurunnya aktivitas impor. Kinerja belanja negara mengalami peningkatan. Aktivitas belanja negara selama triwulan II-2009 ditandai dengan pembayaran subsidi BBM dan listrik dalam jumlah yang cukup signifikan pada bulan Mei lalu. Pemerintah juga melaksanakan pembayaran rapel gaji PNS, TNI/Polri dan pensiunan pada bulan April dan pembayaran gaji ke-13 yang dijadwalkan pada Juni 2009. Secara keseluruhan tahun, kinerja belanja negara mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dikarenakan realisasi belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah yang lebih tinggi. Lebih tinggi realisasi belanja Pemerintah Pusat bersumber dari peningkatan belanja barang dan belanja lain. Dari pembayaran transfer, porsi pengeluaran Pemerintah dalam rangka subsidi dibandingkan dengan targetnya mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode Januari-Mei 2008. Namun secara nominal, biaya subsidi lebih rendah seiring dengan turunnya harga minyak internasional. Dengan kondisi tersebut, realisasi Belanja Pemerintah Pusat selama tahun 2009 mencapai 25,3% dari APBNP, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 21,8% dari APBNP. Transfer ke Daerah juga meningkat terlepas dari menurunnya Dana Bagi Hasil (DBH) seiring dengan penurunan harga minyak di pasar internasional. Meningkatnya Belanja Daerah dikarenakan faktor teknis dimana terdapat rapel pembayaran Dana Alokasi Umum (DAU) untuk Januari dan Februari yang dilakukan di bulan Januari. Dengan perkembangan tersebut, realisasi Transfer ke Daerah telah mencapai 37,5% dari APBNP, lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 33,0% dari APBNP.
Penawaran Agregat Sektor-sektor perekonomian pada triwulan II-2009 diprakirakan tumbuh melambat sejalan dengan perkembangan sisi permintaan (Tabel 2.2). Hal tersebut terkait dengan masih tingginya ketidakpastian perekonomian global sehingga membuat pelaku usaha melakukan penundaan investasi dan ekspansi usaha. Hal tersebut ditunjukkan oleh hasil survei pelaku bisnis yang menunjukkan penurunan pada triwulan II-2009. Survei Tendensi Bisnis – BPS menunjukkan bawa ekspektasi pelaku bisnis hingga triwulan II-2009 mengalami penurunan. Seluruh variabel pembentuk indeks tendensi bisnis BPS seperti penggunaan kapasitas produksi, pendapatan usaha, serta jumlah jam kerja menunjukkan penurunan. Indikasi melambatnya pertumbuhan sisi penawaran juga dikonfirmasi oleh jumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang masih mengalami peningkatan. Namun demikian, penyelenggaraan Pemilu Presiden diperkirakan dapat berdampak positif terhadap kinerja beberapa sektor pada triwulan II-2009. Jika melihat pola historis tahun 2004, Pemilu Presiden dapat mendorong pertumbuhan beberapa sektor terutama subsektor jasa perusahaan. Hal
11
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009 % Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 2.2 Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Penawaran Sektor
2007
2007
II
III
IV
Pertanian
5,6
7,7
2,0
Pertambangan dan Penggalian
3,2
1,0
Industri Pengolahan
5,1
4,5
Listrik, Gas, dan Air Bersih
10,2
Bangunan Restoran, Hotel, dan Perdagangan
2008
2008
I
II
III
IV*
3,4
6,3
4,8
3,4
4,7
-2,0
2,0
-1,7
-0,5
2,1
3,8
4,7
4,3
4,2
4,3
11,3
11,6
10,3
12,3
11,8
7,7
8,3
9,9
8,6
8,0
7,8
8,0
8,6
8,4
6,9
Pengangkutan dan Komunikasi
13,7
14,8
14,5
14,0
Keuangan, Persewaan, dan Jasa
7,6
7,6
8,6
Jasa-Jasa
7,0
5,2
7,2
2009 I
II*
4,8
4,8
4,0 - 4,3
2,1
0,5
2,2
1,7 - 1,9
1,8
3,7
1,6
1,3 - 1,6
10,4
9,3
10,9
11,4
11,0 - 11,4
8,1
7,6
5,7
7,3
6,3
5,7 - 6,1
8,1
8,4
5,6
7,2
0,6
0,3 - 0,6
18,3
17,3
15,5
15,8
16,7
16,7
14,7 - 15,9
8,0
8,3
8,7
8,6
7,4
8,2
6,3
4,6 - 4,6
6,6
5,9
6,7
7,2
6,0
6,4
6,8
5,8 - 6,1
PDB 6,6 6,6 5,8 6,3 6,2 6,4 6,4 5,2 6,1
4,4
3,7 - 4,0
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
tersebut terkait dengan belanja iklan pada saat Pemilu Presiden yang cenderung meningkat dibandingkan pada Pemilu Legislatif lalu. Sementara itu, sektor lainnya seperti sektor komunikasi dan industri terutama subsektor makanan, tekstil dan barang cetakan masih akan tumbuh namun lebih rendah jika dibandingkan dengan Pemilu Legislatif yang lalu. Pertumbuhan sektor industri pengolahan pada triwulan II-2009 diprakirakan masih berada dalam tren yang melambat, yaitu tumbuh pada kisaran 1,3% - 1,6% (yoy). Perlambatan tersebut terutama terkait dengan belum membaiknya permintaan terutama permintaan ekspor. Selain berdampak pada pemanfaatan kapasitas yang tersedia, lemahnya permintaan juga mendorong pengusaha untuk menunda kegiatan investasi yang tercermin dari rendahnya tingkat penyerapan dana stimulus fiskal berupa Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDtP). Meskipun demikian, pelaksanaan Pemilu Presiden diperkirakan dapat sedikit menahan laju perlambatan sektor industri terutama untuk subsektor industri tekstil, subsektor makanan, minuman, dan tembakau, serta subsektor kertas dan barang cetakan. Jika dilihat dari strukturnya, distribusi terbesar sektor industri pengolahan masih berasal dari subsektor alat angkutan, mesin dan peralatannya, subsektor makanan, minuman dan tembakau serta subsektor kimia dan barang dari karet. Sementara itu, subsektor makanan, minuman dan tembakau, subsektor kimia dan barang dari karet, serta subsektor kertas dan barang cetakan merupakan kontributor utama sektor industri pengolahan. Melambatnya kinerja sektor industri pengolahan tercermin dari tren penurunan indeks dan kapasitas produksi yang dihasilkan oleh Survei Produksi – BI. Jika dilihat lebih rinci, penurunan yang cukup signifikan terlihat pada subsektor alat angkutan, mesin dan peralatannya, serta subsektor logam dasar. Namun demikian, beberapa subsektor yang terkait dengan Pemilu seperti subsektor makanan dan minuman, subsektor tekstil, serta subsektor kertas dan barang cetakan masih menunjukkan peningkatan. Indikator melambatnya sektor industri juga dikonfirmasi oleh perkembangan beberapa indikator dini lainnya. Sampai dengan pertengahan triwulan II-2009, produksi mobil dan sepeda motor masih tumbuh dalam tren yang melambat. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh konsumsi listrik sektor industri yang masih berada dalam tren yang melambat sampai dengan awal triwulan II-2009. Sementara itu, subsektor semen mulai menunjukkan sedikit perbaikan yang
12
Perkembangan Makroekonomi Terkini
diindikasikan oleh meningkatnya konsumsi semen pada pertengahan triwulan II-2009. Namun demikian, pertumbuhan konsumsi semen ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Di sisi pembiayaan, kredit perbankan yang disalurkan kepada sektor industri sampai dengan awal triwulan II-2009 menunjukkan perlambatan dan berada di bawah rata-rata pertumbuhan tahun 2008. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) diprakirakan akan tumbuh melambat pada triwulan II-2009 pada kisaran 0,3% - 0,6% (yoy). Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya permintaan karena melemahnya daya beli masyarakat akibat turunnya penghasilan dan masih meningkatnya jumlah PHK, serta menurunnya kinerja impor. Namun demikian, adanya penyelenggaraan Pemilu Presiden diperkirakan dapat menahan laju perlambatan yang lebih dalam terutama untuk beberapa kelompok komoditas seperti makanan dan tembakau, serta pakaian dan perlengkapannya. Indikator dini sektor PHR seperti Indeks Penjualan Eceran (SPE-BI) mulai menunjukkan adanya perlambatan pada pertengahan triwulan II-2009. Jika dilihat lebih rinci, hampir seluruh kelompok komoditas menunjukkan tren perlambatan terutama untuk barang tahan lama. Hal yang sama juga terlihat pada indikator kinerja subsektor hotel yaitu rata-rata tingkat hunian hotel di Jakarta dan Bali yang juga mengindikasikan perlambatan sampai dengan awal triwulan II-2009. Dari sisi pembiayaan, kredit perbankan yang telah disalurkan pada sektor perdagangan sampai dengan awal triwulan II-2009 juga melambat dan tumbuh di bawah rata-rata pertumbuhan tahun 2008. Pada triwulan II-2009, sektor pertanian diprakirakan akan tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Melambatnya pertumbuhan sektor pertanian dikarenakan telah berlalunya musim panen raya. Berdasarkan angka ramalan I BPS, produksi padi dan luas panen akan menurun pada sub-round kedua (Mei –Agustus) seiring dengan berlalunya musim panen. Sementara itu, jika dilihat dari strukturnya, pangsa terbesar sektor pertanian berasal dari subsektor tanaman bahan makanan. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh kinerja subsektor perkebunan, kecuali perkebunan kelapa sawit. Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit perbankan ke sektor pertanian sampai dengan pertengahan triwulan II-2009 tumbuh relatif stabil namun masih berada di bawah rata-rata pertumbuhan tahun 2008. Sektor pertambangan dan penggalian diprakirakan akan tumbuh melambat pada kisaran 1,7% - 1,9% (yoy) pada triwulan II-2009. Melambatnya pertumbuhan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya permintaan ekspor komoditas pertambangan seperti ditunjukkan oleh perkembangan ekspor bijih, kerak dan abu logam, nikel, serta aluminium. Namun demikian, mulai membaiknya harga beberapa komoditas ekspor diperkirakan dapat sedikit menahan laju perlambatan sektor pertambangan. Sementara itu, sampai dengan awal triwulan II-2009 kredit yang disalurkan ke sektor pertambangan juga mengalami penurunan yang cukup signifikan. Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan II-2009 diprakirakan akan tumbuh stabil di kisaran 14,7% - 15,9% (yoy), yang diindikasikan oleh tren peningkatan jumlah pelanggan seluler. Stabilnya pertumbuhan tersebut tercermin dari
13
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
kinerja perusahaan sektor komunikasi seperti Telkom yang masih menunjukkan peningkatan. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh meningkatnya lalu-lintas percakapan dan pemakaian pulsa menjelang Pemilu Legislatif, dimana diperkirakan akan terjadi juga pada Pemilu Presiden mendatang. Sementara itu, kredit perbankan yang disalurkan kepada sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh relatif stabil sampai dengan awal triwulan II-2009, namun tetap masih berada di bawah rata-rata pertumbuhan tahun 2008. Sektor bangunan diprakirakan masih tumbuh stabil pada triwulan II-2009. Hal tersebut diindikasikan oleh beberapa indikator seperti perkembangan pembangunan properti komersial pada Survei Properti Komersial – BI yang tumbuh relatif stabil sampai dengan triwulan II-2009. Hal yang sama juga dicerminkan oleh perkembangan konsumsi semen yang sampai dengan pertengahan triwulan II-2009 mulai menunjukkan indikasi peningkatan, walaupun masih berada di bawah tingkat pertumbuhan tahun 2008. Di sisi pembiayaan, kredit yang disalurkan perbankan ke sektor bangunan sampai dengan awal triwulan II-2009 masih berada di bawah rata-rata pertumbuhan kredit tahun 2008. Sementara itu, mulai turunnya tingkat suku bunga perbankan terutama Kredit Pemilikan Rumah (KPR) diperkirakan dapat berdampak positif terhadap pertumbuhan sektor properti.
NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI) Evaluasi Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan II-2009 menunjukkan adanya prospek perbaikan kinerja eksternal Indonesia, khususnya di sisi transaksi berjalan. Ditopang dengan membaiknya prospek ekonomi global, permintaan akan komoditas ekspor Indonesia semakin meningkat. Tertahannya penurunan harga komoditas juga positif dalam menopang perbaikan neraca perdagangan Indonesia. Kinerja impor diprakirakan terkoreksi lebih tajam dibandingkan dengan ekspor sehingga mampu memperbaiki kinerja transaksi berjalan (TB) pada triwulan II-2009. Di sisi transaksi modal dan finansial (TMF), relatif terjaganya stabilitas pasar finansial global serta minat asing untuk berinvestasi, cukup positif dalam menopang arus masuk dana asing dalam bentuk investasi portofolio. Aktivitas investasi asing langsung juga tampak semakin positif sejalan dengan meningkatnya harga komoditas serta prospek ekonomi domestik yang tetap positif. Peran sektor publik dalam menarik dana asing tetap dominan diantaranya melalui instrumen SBI, SUN, serta penerbitan SUKUK valas pada triwulan II-2009. Sementara di sektor swasta, tekanan transaksi Utang Luar Negeri (ULN) sedikit meningkat akibat pembayaran utang korporasi yang lebih besar. Berdasarkan perkembangan tersebut, NPI triwulan II-2009 diprakirakan mencatat surplus.
Transaksi Berjalan Evaluasi terhadap neraca transaksi berjalan menunjukkan adanya perbaikan kinerja eksternal Indonesia yang terlihat dari meningkatnya surplus neraca perdagangan sejalan dengan membaiknya ekspor. Positifnya kinerja ekspor tersebut didukung oleh meningkatnya permintaan komoditas berbasis SDA oleh beberapa negara, terutama China dan negara Asia non-Jepang lainnya. Hal tersebut diprakirakan mampu mengkompensasi sebagian perlambatan permintaan global yang terutama bersumber dari AS dan Eropa. Tren penurunan harga komoditas yang terhenti juga cukup kondusif dalam membantu
14
Perkembangan Makroekonomi Terkini
memperbaiki kinerja ekspor. Secara keseluruhan, surplus neraca perdagangan mampu menutupi defisit pada transaksi jasa, pendapatan, dan transfer berjalan. Kinerja ekspor mendapat dukungan positif dari perkembangan harga komoditas selama periode Januari-Juni 2009. Penurunan harga komoditas nonmigas yang berlangsung sejak triwulan III-2008 tertahan di triwulan I-2009 dan terus menunjukkan peningkatan hingga triwulan II-2009. Dengan perkembangan harga komoditas tersebut serta dikombinasikan dengan potensi perbaikan permintaan oleh mitra dagang, realisasi ekspor nonmigas di triwulan II-2009 diprakirakan akan lebih tinggi dari perkiraan semula. Di sisi impor, perekonomian domestik yang belum sepenuhnya pulih memberi kecenderungan realisasi impor nonmigas untuk bias ke bawah. Di sektor migas, rendahnya konsumsi minyak pada triwulan I-2009 diprakirakan akan berlanjut pada triwulan II-2009. Hingga Maret 2009, impor minyak berangsur-angsur menurun dikarenakan menurunnya aktivitas ekonomi domestik. Penurunan impor juga didukung oleh penurunan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) sejalan dengan program konversi dari minyak tanah ke gas dan diversifikasi sumber energi PLN. Defisit neraca jasa, pendapatan, dan transfer berjalan pada NPI triwulan II-2009 secara keseluruhan diprakirakan lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya. Lebih tingginya defisit disebabkan oleh neraca jasa, terutama transportasi, yang mencatat defisit lebih tinggi terkait kenaikan harga minyak internasional akhir-akhir ini.
Neraca Modal dan Finansial Perkembangan transaksi modal dan finansial pada triwulan II-2009 diwarnai dengan peningkatan credit rating outlook oleh Moody’s yang semula stabil menjadi positif. Moody’s menggarisbawahi beberapa faktor, diantaranya prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat, kerangka kebijakan yang cukup efektif meredam dampak gejolak dan mempertahankan resiliensi perekonomian, stabilitas politik dalam negeri, credit fundamental yang semakin membaik dibandingkan dengan peers --tercermin dari penurunan angka ULN--, neraca perdagangan yang positif, sustainabilitas pembiayaan eksternal, serta likuiditas perbankan yang cukup memadai dan dukungan permodalan yang baik. Transaksi portofolio asing triwulan II-2009 diprakirakan tetap mencatat surplus yang ditopang oleh terjaganya kondisi makroekonomi domestik. Selama triwulan II-2009, minat investor asing terhadap aset komersial domestik (SBI, SUN, dan Saham) tetap positif. Meski demikian, transaksi portofolio diprakirakan akan mencatat realisasi yang lebih rendah dari prakiraan semula disebabkan oleh penyesuaian kepemilikan asing dari pasar keuangan domestik yang diantaranya didorong oleh aksi ambil untung investor. Kondisi yang berlangsung sejak pertengahan Juni 2009 ini diprakirakan bersifat sementara mengingat adjustment perekonomian global terus berlangsung ke arah yang lebih positif.
Cadangan Devisa Dengan perkembangan pada transaksi berjalan serta neraca modal dan finansial tersebut di atas, posisi cadangan devisa sampai dengan akhir triwulan II-2009 mencapai 57,58 miliar dolar AS atau setara dengan 5,6 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah.
15
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan II-2009 Perkembangan kondisi eksternal sepanjang triwulan II-2009 mulai menunjukkan perbaikan. Proses pemulihan ekonomi global yang terus berlanjut memberikan sentimen positif bagi pelaku pasar untuk kembali berinvestasi di emerging markets. Perkembangan tersebut juga menumbuhkan optimisme akan lebih baiknya perekonomian global ke depan. Nilai tukar Rupiah bergerak menguat sepanjang triwulan II-2009. Selain karena faktor eksternal yang kondusif, penguatan rupiah juga didukung oleh faktor domestik yang cukup solid. Kinerja NPI yang mencatat surplus, imbal hasil rupiah yang masih menarik, serta kondisi sosial politik paska pemilu yang tetap kondusif turut menopang penguatan rupiah. Rata-rata nilai tukar Rupiah untuk triwulan II-2009 mencapai Rp10.527 per dolar AS, menguat 9,99% dibandingkan triwulan I-2009. Di sisi harga, tekanan inflasi pada triwulan II-2009 terus menurun dengan akselerasi yang semakin cepat. Inflasi IHK pada triwulan II-2009 tercatat sebesar 3,65% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,92% (yoy). Penurunan inflasi terutama disebabkan oleh faktor non-fundamental, meski tekanan dari sisi fundamental juga mulai menunjukkan penurunan. Inflasi administered prices yang lebih rendah pada triwulan II-2009 disebabkan tidak adanya kebijakan strategis pemerintah di bidang harga, sementara inflasi volatile food yang menurun terutama dipengaruhi oleh musim panen raya serta pasokan bahan pangan domestik yang terjaga. Tekanan inflasi dari sisi fundamental juga diperkirakan turun. Meredanya tekanan eksternal sejalan dengan penguatan rupiah di tengah permintaan domestik yang masih lemah merupakan faktor utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi. Sementara itu, berbagai indikator moneter menunjukkan perlambatan pertumbuhan. Pertumbuhan DPK yang melambat terkait dengan pertumbuhan ekonomi yang menurun, sementara ekspansi kredit yang menurun dipengaruhi oleh persepsi risiko terhadap kondisi ekonomi ke depan yang meningkat. Respon suku bunga perbankan terhadap penurunan BI Rate terus membaik, tercermin pada perkembangan suku bunga berbagai tenor yang terus turun. Di pasar saham, optimisme terhadap proses pemulihan ekonomi global serta kondisi fundamental mikro perusahaan yang masih kuat mendorong investor untuk menanamkan dananya ke pasar modal. Pada triwulan II-2009, IHSG terus meningkat, meski sempat mengalami koreksi pada akhir periode laporan. Di pasar SBN, yield SUN untuk seluruh tenor tercatat menurun sejalan dengan penurunan BI Rate yang diiringi dengan persepsi risiko yang membaik. Hal tersebut selanjutnya mendorong kenaikan penempatan investor asing di pasar SUN. Sementara itu, pembiayaan sektor riil pada triwulan II-2009 terutama bersumber dari sektor non perbankan, seperti tercermin dari right issue beberapa saham dan penerbitan obligasi korporasi baru di tengah penyaluran kredit oleh perbankan yang turun tajam.
16
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan II-2009
NILAI TUKAR RUPIAH
������ ������
�����������
������
�������������������
Selama triwulan II-2009, nilai tukar rupiah cenderung bergerak
�����������������
menguat meskipun sempat mengalami tekanan pada akhir
������
triwulan. Secara rata–rata, rupiah terapresiasi 9,99% dari Rp11.578
������
������
pada triwulan I-2009 menjadi Rp10.527 pada triwulan II-2009 (Grafik
������ ������
������
������
������ �����
����� �����
�����
3.1). Meskipun sempat mengalami tekanan yang meningkat pada akhir triwulan akibat adanya sentimen negatif terkait data perekonomian
�����
global yang lebih buruk dari perkiraan, secara keseluruhan triwulan
�����
�����
rupiah masih ditutup menguat 13,20% ke level Rp10.208 dari level
����� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ������ ��� ������ ��� ������ ��� ������ ������ ��� ��� ������ ��� ���
����
����
����
Rp11.555. Penguatan rupiah yang cukup tajam tersebut menyebabkan volatilitas nilai tukar Rupiah sedikit meningkat dari 1,03% pada triwulan
Grafik 3.1
I-2009 menjadi 1,2% pada triwulan II-2009 (Grafik 3.2).
Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah
Penguatan rupiah pada triwulan II-2009 tak lepas dari pengaruh dinamika di sektor eksternal dan domestik yang positif. Dari sisi eksternal, sentimen positif yang berkembang di bursa saham global serta
�
������
��
proses stabilisasi pasar keuangan yang terus berlangsung menumbuhkan
�����
� �
optimisme bahwa proses pemulihan ekonomi global mulai berjalan.
�����
�����
�����������
�����������������
���������������������
�
�����
� ����� �
����� �����
�
����
���� ����
�
����
����
����
� ���� �
Hal tersebut diperkuat dengan perkembangan berbagai indikator perekonomian global yang terus membaik, diantaranya indikator sektor manufaktur, penjualan eceran dan indeks keyakinan konsumen AS yang menunjukkan peningkatan. Indikator perekonomian Asia pun turut membaik, terutama China sebagai imbas dari paket stimulus yang dikeluarkan pemerintah. Seiring dengan hal itu, membaiknya risk appetite investor mendorong aliran modal asing masuk ke emerging
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ���� ���� ���� ����
markets yang berimbas pada kenaikan bursa saham dan mayoritas
Grafik 3.2
mata uang dunia.
Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
Di sisi domestik, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I-2009 yang cukup solid meningkatkan kepercayaan investor terhadap perekonomian domestik. Posisi cadangan devisa sampai dengan akhir ��
�
��� �����������
�� ��
triwulan II-2009 tercatat meningkat mencapai USD57,58 miliar atau ����
setara dengan 5,6 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri
����
Pemerintah. Kondisi tersebut pada gilirannya mampu meningkatkan
���
performa rupiah selama triwulan II-2009 serta memperkuat keyakinan
� ���
pasar mengenai ketahanan rupiah terhadap risiko gejolak di pasar keuangan global. Selain itu, masih positifnya pertumbuhan ekonomi
� ���
� ���������������������������������������
�
������������� ����������������
� ���
���
���
���
����
��� ����
������������������
���
domestik di tengah kontraksi ekonomi negara-negara mitra dagang serta
���
tekanan inflasi yang relatif rendah dibandingkan negara kawasan turut
���
meningkatkan ekspektasi positif terhadap perekonomian Indonesia. Persepsi risiko terhadap emerging markets termasuk Indonesia
Grafik 3.3
terus membaik. Indikator persepsi risiko menunjukkan perbaikan
Indikator Persepsi Risiko
sebagaimana tercermin pada spread EMBIG, CDS, dan yield spread Global Bond dan Treasury Note yang semakin menyempit (Grafik 3.3).
17
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
Selama triwulan II-2009, CDS Spread Indonesia menyempit dari 578 �
��
bps menjadi 310 bps. Penurunan CDS Spread tersebut sejalan dengan ��������
��������
��������
���������
pergerakan CDS Spread di kawasan Asia. Selain itu, spread Global Bond Indonesia terhadap US T-Note juga menyempit dari 737 bps menjadi 396
��
bps, sedangkan spread EMBIG menyempit ke level 450 bps dari level ��
657 bps. Namun, seiring dengan tekanan pasar keuangan global yang meningkat pada akhir Juni, indikator premi swap Indonesia cenderung
�
naik (Grafik 3.4). Sejalan dengan pelonggaran kebijakan moneter, imbal hasil
� ���
��� ����
���
���
���
���
���
���
���
����
investasi cenderung turun, namun masih cukup menarik dalam
������������������������
Grafik 3.4
skala regional. Selisih suku bunga dalam negeri dan luar negeri (UIP)
Premi Swap Berbagai Tenor
menurun ke 7,00% dari 8,22% pada akhir triwulan sebelumnya. Apabila memperhitungkan premi risiko, selisih suku bunga dalam negeri dan luar negeri (CIP) justru meningkat dari 0,85% pada triwulan I-2009 menjadi 3,03% (Grafik 3.5). Selain itu, spread antara yield domestic government bond Indonesia dan US Treasury yang masih tertinggi di kawasan Asia menjadikan daya tarik investasi obligasi domestik (Grafik
�
���
3.6).
��� ���
����
Persepsi risiko terhadap emerging markets yang menurun
����
serta imbal hasil investasi di pasar domestik yang cukup tinggi
���� �����
mendorong arus masuk dana asing. Selama triwulan II-2009 aliran
��� ��� ��� ����
masuk dana asing ke SBI dan SUN tercatat sebesar USD406,02juta
����
dan USD 748,33 juta, sehingga posisi asing pada SBI dan SUN menjadi
���� ���� ����
���������
���������
��������
�����
USD2,03 miliar dan USD8,50 miliar. Di pasar saham, pelaku asing juga mencatat net beli sebesar USD501,63 juta (Grafik 3.7).
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ����
����
Grafik 3.5
Besarnya arus modal asing mampu menyeimbangkan struktur
CIP Beberapa Negara Kawasan
permintaan dan penawaran valas di pasar domestik. Selama triwulan II-2009, pasar valas mengalami ekses pasokan sebesar USD1,51 miliar yang berasal dari tingginya arus masuk dana asing (Grafik 3.8).
��
Besarnya arus masuk dana asing yang mencapai USD3,18 miliar mampu
� ���������
��������
��������
���������
memenuhi permintaan valas pelaku domestik sebesar USD1,67 miliar.
��������
Arus masuk dana asing tersebut sebagian besar ditanamkan dalam
��
portofolio saham (37%), SBI (20,9%), dan obligasi pemerintah (18,9%). �� ����
�
����
�
����
���� ���� �����
Volume perdagangan di pasar valas selama triwulan II-2009 tercatat meningkat seperti tercermin pada kenaikan rata–rata harian volume perdagangan valas yang menjadi USD1,94 miliar dari USD1,32 miliar pada triwulan I-2009.
�� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ���� ����������������������������������������� �����������������
Grafik 3.6
Yield Spread Kawasan Regional Asia
18
INFLASI Proses disinflasi selama triwulan II-2009 terus berlanjut bahkan dengan laju penurunan yang semakin besar. Inflasi IHK menurun
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan II-2009
tajam menjadi sebesar 3,65% (yoy) pada akhir triwulan laporan, jauh �����
�������
��������
�����
����� �����
�����
���
���
�������
�����
�����
7,92% (yoy) (Grafik 3.9). Proses disinflasi yang terus berlangsung menyebabkan turunnya ekspektasi inflasi yang pada akhirnya
������
mendorong penurunan inflasi lebih lanjut.Penurunan tekanan inflasi
������
IHK juga disebabkan oleh faktor non-fundamental, yang tercermin dari
������
terjaganya pasokan bahan pangan domestik serta tidak adanya kebijakan
������
strategis di bidang harga dari Pemerintah. Sementara itu, menurunnya
����� � ������ ������ ������ ������
lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai
������
tekanan faktor fundamental tidak terlepas dari menurunnya tekanan dari sisi eksternal terkait dengan apresiasi nilai tukar rupiah yang cukup besar.
��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ���� ����
Kondisi eksternal yang cukup kondusif ditengah permintaan yang masih
Grafik 3.7
lemah menyebabkan tekanan inflasi cenderung terus menurun.
Aliran Modal Asing
Berdasarkan kelompoknya, deflasi yang cukup dalam terjadi pada kelompok bahan makanan yang mencapai -1,78% (qtq) (Grafik 3.10).
�����
����������������������������������
�����
�����������������������
�����
Deflasi tersebut tidak terlepas dari pola musiman bahan pangan yang
�������
��������
�����
�����������������������������������
dibarengi dengan kecukupan pasokan terkait musim panen raya beras.
�����
������������������ �������������
Selain itu, produksi bahan pangan secara umum yang mencukupi dan
�����
�����
ditunjang distribusi yang lancar telah mendorong penurunan harga
�����
����� �
������
kelompok bahan pangan tersebut.Di samping kelompok bahan makanan,
������
������
deflasi juga terlihat pada kelompok sandang terutama dari komoditas
������
emas perhiasan sejalan dengan menurunnya tekanan eksternal.
������ ������
������
������ �������������
������
������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ����
Tren penurunan tekanan inflasi inti pada triwulan II-2009 terlihat lebih nyata dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi inti triwulan II-2009 mencapai sebesar 0,28% (qtq), jauh lebih
Grafik 3.8
rendah dibanding triwulan sebelumnya 1,59% (qtq). Penurunan tersebut
Permintaan dan Penawaran Valas
terutama didorong oleh menurunnya tekanan eksternal sejalan dengan penguatan nilai tukar rupiah dan penurunan inflasi negara mitra dagang (Grafik 3.11). Menurunnya tekanan eksternal juga dikonfirmasi oleh sumbangan inflasi inti dari komoditas impor yaitu sebesar -0,07% setelah triwulan sebelumnya memberikan sumbangan 0,88%. Sementara itu, �
������ ��
��� ����������������
������������� ������������������
sumbangan dari komoditas non-impor (domestik) juga menurun dari 0,71% menjadi 0,34%. Di sisi ekspektasi inflasi, data Consensus Forecast
��
menunjukkan ekspektasi inflasi 2009 terus menurun dan mencapai 5,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar
��
6,2% (yoy) (Grafik 3.12). Realisasi inflasi yang terus menerus bahkan ��
dengan akselerasi yang semakin cepat turut menyebabkan ekspektasi inflasi terus menurun.
�
�
� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � ����
����
��
Grafik 3.9 Perkembangan Inflasi IHK
����
Dari sisi kesenjangan output, permintaan domestik yang masih lemah menjadi salah satu faktor penyebab masih rendahnya tekanan inflasi. Dengan kondisi permintaan yang masih lemah tersebut, kinerja sisi penawaran diperkirakan masih cukup memadai. Indikator sisi penawaran yang tercermin dari indeks produksi sektor industri
19
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
pengolahan masih dalam tren menurun, meski dalam perkembangan terkini mulai sedikit terkoreksi meningkat (Grafik 3.13). Kondisi sejalan
����
������������
�����
juga ditunjukkan oleh kapasitas produksi sektor industri pengolahan
��������������� �������������
����������
����
���������
����
yang mulai kembali ke kisaran 70%, setelah di triwulan I-2009 sempat ����
di bawah 70% (Grafik 3.14). Namun demikian, level saat ini masih lebih
� ���� �������
�����
rendah dibanding periode sebelum krisis global yang berada di kisaran ����
���������
80 – 85%. Secara umum, respon sisi penawaran masih mencukupi
����
����
����������������������
sehingga tidak menunjukkan tekanan harga yang berarti. Dengan kondisi
����
����� �������������
����� � ���
����
�
����
����
� ���
����
���
���
���
���
���
demikian, secara tahunan inflasi inti tercatat sebesar 5,56% (yoy), turun dibandingkan dengan triwulan I-2009 sebesar 7,15% (yoy). Secara triwulanan, inflasi volatile food mencatatkan deflasi seiring
Grafik 3.10
terjaganya pasokan bahan pangan domestik yang terutama akibat
Inflasi dan Sumbangan Inflasi per Kelompok (qtq)
datangnya musim panen raya. Kelompok volatile food mengalami deflasi sebesar -2,02% (qtq) sejalan dengan deflasi beras yang mencapai sekitar -1% (qtq). Berdasarkan pola musimannya, triwulan II-2009 diwarnai dengan datangnya panen raya beras sehingga mendorong
������
� �� ������������������������������������������������������ ����������������������������������������������
��
��������������������������
��
penurunan harga (deflasi) komoditas beras. Mengingat cukup tingginya
���
bobot beras terhadap kelompok volatile food, penurunan harga
��� ���
�
bahan pangan lainnya dari aneka sayur dan bumbu-bumbuan turut
���
menyumbang deflasi.
���
� � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � �
����
����
����
����
pangan lainnya juga cukup memadai sehingga beberapa komoditas
��� ����������������������������
� ��
beras tersebut mendorong deflasi kelompok volatile food secara keseluruhan. Sementara itu, pasokan dan distribusi komoditas bahan
����������������������������������
��
���
����
Di sisi lain, tren peningkatan harga komoditas pangan internasional sudah mulai terlihat. Kendati dampak peningkatan harga komoditas
Grafik 3.11
pangan internasional tersebut diindikasi sudah ditransmisikan pada
Nilai Tukar dan Inflasi Negara Mitra Dagang
harga komoditas domestik terkait, namun transmisi tekanan imported inflation pada kelompok pangan tersebut masih relatif kecil. Respon harga domestik tidak setinggi pada tahun 2008, antara lain dikarenakan kenaikan harga komoditas pangan internasional tersebut relatif moderat
�
������
atau masih jauh dari level puncaknya di 2008. Lebih lanjut, secara ���
���� ����
�
��� ���
tahunan inflasi volatile food tercatat menurun cukup tajam
���
��� ���
���
menjadi 4,32% (yoy) dibandingkan dengan triwulan lalu sebesar
���
10,57% (yoy). Pencapaian inflasi volatile food di bawah 5% (yoy) �
���
���
���
���
tersebut jauh lebih rendah dibanding pola historisnya yang berada di
���
��� ���
�
������
��� ���
���
kisaran 9-10% (yoy).
��� ���
��� ���
�
�
�
�
�
�
�
� ����
�
�
��
��
��
�
�
� � ����
�
�
Kebijakan pemerintah untuk barang-barang yang harganya diatur relatif minimal sehingga inflasi kelompok administered prices pada triwulan II-2009 cukup rendah hanya sebesar 0,28%
Grafik 3.12
(qtq). Sepanjang triwulan II-2009, inflasi dari kelompok administered
Ekspektasi Inflasi – Consensus Forecast
prices hanya bersumber dari komoditas rokok dan dengan besaran yang sangat kecil. Komoditas rokok secara konsisten memberikan sumbangan
20
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan II-2009
terhadap inflasi, meskipun masih minimal terkait dengan masih adanya potensi penyesuaian harga akibat harga beberapa rokok yang masih
������
���
dibawah harga bandrolnya. Sementara itu, komoditas bahan bakar
������������������������������������������
rumah tangga (minyak tanah dan LPG) yang terkait erat dengan program ���
konversi energi relatif tidak memberikan tekanan pada inflasi meskipun program tersebut terus berlangsung. Hal itu ditengarai karena cukup lancarnya pasokan dan proses distribusi dalam program konversi tersebut
���
sehingga kelangkaan seperti tahun lalu dapat dihindarkan. Dengan perkembangan demikian, secara tahunan tekanan inflasi administered
�� � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � �
����
����
����
����
����
prices turun tajam menjadi -3,22% (yoy).
Grafik 3.13 Indeks Produksi Sektor Industri Pengolahan (SP)
KEBIJAKAN MONETER Suku Bunga Perkembangan likuiditas di pasar uang antar bank yang longgar mendorong suku bunga PUAB O/N bergerak di bawah BI Rate.
�
Kondisi likuiditas di pasar uang yang longgar tampak pada posisi FASBI
���
yang cenderung meningkat. Selain itu, kontraksi Pemerintah sampai
���������������������������������������������
dengan Juni 2009 yang lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya turut
��
berdampak positif bagi likuiditas perbankan. Akibatnya, selama triwulan ��
II-2009, rata-rata suku bunga PUAB O/N turun signifikan sebesar 106 bps, lebih besar dari penurunan BI Rate sebesar 75 bps. Perkembangan
��
tersebut juga diikuti oleh volatilitas suku bunga PUAB O/N yang juga semakin menurun sejalan dengan semakin menyempitnya spread antara
�� � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � �
����
����
����
����
����
suku bunga tertinggi dan terendah.
Grafik 3.14
Perkembangan pada suku bunga PUAB O/N diikuti oleh suku
Kapasitas Produksi Terpakai Industri Pengolahan (SP)
bunga PUAB dengan tenor yang lebih panjang. Pada Juni 2009, rata-rata penurunan suku bunga PUAB untuk tenor di atas O/N mencapai 112 bps dari rata-rata Maret 2009. Penurunan suku bunga PUAB tenor
di atas O/N yang terbesar terjadi pada tenor di atas 30 hari. Dengan perkembangan tersebut maka struktur suku bunga PUAB berbagai tenor menjadi semakin menurun dan landai. Kondisi demikian juga terefleksi pada rata-rata kuotasi JIBOR yang juga terus menurun. Hal itu berimplikasi pada rata-rata spread JIBOR-OIS yang semakin menyempit. Spread antar tenor 1, 3 dan 6 bulan JIBOR-OIS juga semakin tipis, mengindikasi persepsi terhadap likuiditas antar waktu yang semakin membaik. Transmisi penurunan BI Rate direspons oleh penurunan suku bunga deposito dan kredit. Pada triwulan II-2009 (April – Mei 2009), rata-rata tertimbang suku bunga deposito 1 bulan untuk seluruh kelompok bank turun sebesar 65 bps, lebih besar dari penurunan BI Rate (50 bps). Penurunan tersebut khususnya ditopang oleh pelaku bank asing dan bank swasta nasional. Sementara itu, rata-rata suku bunga deposito berbagai tenor lainnya juga
Kisaran tersebut merupakan rata-rata inflasi tahunan (yoy) dari tahun 2003-2007, namun dengan mengeluarkan tahun 2003 ketika terjadi favorable supply shocks dan Okt 2005-Sept 2006 ketika dampak kenaikan harga BBM memberikan dampak lanjutan pada kenaikan barang lainnya termasuk pangan.
21
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
mengalami penurunan namun dengan besaran yang lebih terbatas dibandingkan dengan suku bunga deposito 1 bulan. Rata-rata penurunan suku bunga deposito berbagai tenor lainnya pada April dan Mei 2009 masing-masing tercatat sebesar 21 bps dan 8 bps. Sepanjang triwulan II-2009 (April - Mei 2009), suku bunga dasar kredit (base lending rate) mengalami penurunan sebesar 29 bps. Berdasarkan penggunaannya, suku bunga kredit modal kerja (KMK) dan suku bunga kredit investasi masing-masing turun sebesar 31 bps dan 11 bps . Sementara itu, suku bunga kredit konsumsi justru masih naik sebesar 11 bps . Kondisi ini mencerminkan masih tingginya minat masyarakat pada kredit konsumsi sehingga kurang elastis terhadap perubahan suku bunga. Berdasarkan kelompok bank, penurunan suku bunga kredit terbesar selama periode laporan terjadi pada bank asing dan campuran. Lambatnya penurunan suku bunga kredit antara lain terkait upaya perbankan dalam mengantisipasi risiko peningkatan NPL. Beberapa bank melakukan penambahan pencadangan dalam bentuk PPAP yang pada gilirannya menyebabkan biaya overhead bank meningkat. Hal tersebut dilakukan untuk menutup kemungkinan pemburukan NPL sebagai akibat dari efek perlambatan ekonomi pada sektor riil. Selain itu, kenaikan biaya overhead bank juga disebabkan oleh masih tingginya cost of fund karena berlanjutnya kompetisi (persaingan) suku bunga yang ditawarkan untuk menarik deposan besar (prime customer). Berbagai hal tersebut menyebabkan sulit turunnya suku bunga kredit walaupun premi risiko sudah menunjukkan perbaikan.
Tabel 3.1 Perkembangan Berbagai Suku Bunga Suku Bunga (%)
2008
2009
Apr
Juni
Juli
Ags
Sep
Okt
BI Rate
8,00
8,50
8,75
9,00
9,25
9,50
Penjaminan Deposito
8,00
8,25
8,25
8,75
8,75
10,00
Dep 1 bulan (Weighted Average)
6,86
7,19
7,51
8,04
9,26
10,14
Dep 1 bulan (Counter Rate)
6,85
7,01
7,18
7,42
7,77
Base Lending Rate
12,75
12,8
12,95
13,21
Modal Kredit Kerja (KMK)
12,93
12,99
13,14
13,42
Kredit Investasi (KI)
12,47
12,51
12,61
Kredit Konsumen (KK)
15,74
15,71
15,73
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
9,50
9,25
8,75
8,25
7,75
7,50
7,25
7,00
10,00
10,00
9,50
9,00
8,25
7,75
7,75
7,50
10,40
10,75
10,52
9,88
9,42
9,04
8,77
n.a
8,32
8,67
8,69
8,66
8,38
8,03
7,72
7,64
7,44
13,29
13,65
14,07
14,16
14,18
13,98
13,94
13,78
13,64
n.a
13,93
14,67
15,13
15,22
15,23
15,08
14,99
14,82
14,68
n.a
12,86
13,32
13,88
14,28
14,40
14,37
14,23
14,05
14,05
13,94
n.a
15,78
15,87
16,05
16,24
16,40
16,46
16,53
16,46
16,48
16,57
n.a
Dana, Kredit, dan Uang Beredar Lemahnya kondisi ekonomi dan penyaluran kredit cukup berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan dana. Sampai dengan Mei 2009, posisi Dana Pihak Ketiga
22
Data dari April sampai dengan Mei 2009. Data dari April sampai dengan Mei 2009
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan II-2009
��������
������������������������������
�� �� �� ��
(DPK) masih berada dalam kecenderungan yang meningkat. Namun, �� ��
mengalami koreksi. Kondisi itu diindikasi terkait dengan kondisi makro
��
yang berimbas pada lemahnya pendapatan masyarakat dan penyaluran
�� ��
��
�� ��
�� �� �� � �
���������
������������
������������������
����������������
����
����
����
kredit. Posisi DPK pada Mei 2009 tercatat mencapai Rp1,783 triliun atau tumbuh 18,5% (yoy) (Grafik 3.15). Dari segi komposisinya, baik DPK Rupiah maupun valas mengalami penurunan pertumbuhan. Hal yang
�
sama juga terjadi pada DPK berdasar jenis. Bahkan untuk giro rupiah
�
mencatatkan pertumbuhan yang sangat rendah.
��� ������ ��� ������ ��� ��� ������ ������ ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ������ ������ ����
peningkatan tersebut tidak terlalu besar sehingga pertumbuhannya
����
Pertumbuhan kredit masih sangat minimal. Kondisi tersebut
Grafik 3.15
ditengarai masih terkait dengan lemahnya perekonomian dan perilaku
Perkembangan Dana vs Kredit
bank yang lebih berhati-hati dalam penyaluran kredit. Lemahnya permintaan kredit dikonfirmasi oleh terus naiknya undisbursed loan baik secara level maupun rasio terhadap penyaluran kredit. Dengan
��
perkembangan tersebut, posisi total kredit pada Mei diperkirakan tidak
������� ��
��
banyak mengalami perubahan berarti, bahkan dapat lebih rendah
�����
��
dari akhir triwulan I-2009. Pada Mei 2009, posisi kredit tercatat
�� ��
mencapai Rp1,339 triliun atau hanya tumbuh sebesar 17,7% (yoy,
�� ��
termasuk channeling). Dengan perkembangan ini, penyaluran kredit
��
perbankan selama tahun 2009 sampai dengan bulan Mei 2009 masih
�
mencatat kontraksi sebesar 1,1% (ytd). Dari sisi valuta, kontraksi yang
�
terjadi pada kredit valas selain terkait dengan penguatan nilai tukar,
� �
� � � � ��� � � � � ��� � � � � � �� � � � � ��� � � � � � �� � � � � ��� � � � � � �� � � � � ��� � � � � � ��� �
����
����
����
����
����
����
����
����
���� ����
juga mencerminkan preferensi perbankan untuk mengurangi tingkat eksposurnya dalam pemberian kredit berdenominasi valas. Sementara
Grafik 3.16
itu berdasarkan penggunaannya, kredit modal kerja masih menjadi
Pertumbuhan Nominal M1 dan M2
penyumbang terbesar pada penurunan posisi kredit total. Adapun dari sisi sektoral, beberapa sektor tertentu seperti seperti perdagangan, listrik, air, dan gas, serta pengangkutan tampaknya masih cenderung
menikmati kenaikan penyaluran kredit. Sejalan dengan perkembangan ekonomi yang cenderung melambat, kondisi likuiditas perekonomian mulai meningkat terbatas. Perkembangan M1 dan M2 Rupiah yang meningkat terbatas mengindikasikan potensi masih berlanjutnya perlambatan ekonomi ke triwulan II-2009. Sampai dengan Mei 2009, posisi M1, M2, dan M2 rupiah terus meningkat masing-masing mencapai Rp467,7triliun, Rp1.917,1triliun, dan Rp1.633,8 triliun. Namun demikian, pertambahan yang terjadi masih relatif lambat, sehingga pada April dan Mei pertumbuha M1 dan M2 menjadi masing-masing 6,7% dan 17,2% dari triwulan sebelumnya sebesar 9,3% dan 20,4% (Grafik 3.16). Pasar Keuangan Kinerja IHSG terus menunjukan perbaikan walaupun sedikit tertahan pada akhir triwulan II-2009. Peningkatan kinerja pasar modal tersebut didorong oleh membaiknya kondisi eksternal, antara lain ekspektasi positif akan perbaikan ekonomi dan pasar keuangan
23
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
global. Optimisme tersebut kemudian mendorong investor global untuk ���������� ��
�����
���������������������� ����������
�
�����
�
�����
�
�����
�
�����
kembali mencari high yielding asset dengan menempatkan dananya di pasar keuangan negara berkembang. Pasar modal kawasan Asia, termasuk Indonesia, menguat tajam. IHSG ditutup pada level 2026,8 atau meningkat sebesar 41,3% dibandingkan posisi penutupan triwulan I-2009. Searah dengan hal itu, kapitalisasi pasar meningkat sebesar Rp462 triliun menjadi sebesar Rp1553,7 triliun. Namun pada akhir
�
� � � � � � � � � ���� �� � � � � � � � � � ���� �� � � � � � � ����
����
���
triwulan, meningkatnya kekhawatiran imbas pelemahan ekonomi di negara-negara maju terhadap kinerja perusahaan mendorong terjadinya pembalikan dana asing sehingga menyebabkan IHSG sedikit terkoreksi
����
pada akhir triwulan II-2009.
Grafik 3.17
Selain membaiknya kondisi eksternal, penguatan IHSG juga
IHSG dan Nilai Perdagangan
ditopang oleh kondisi domestik yang kondusif diantaranya kebijakan moneter yang cenderung longgar dan cukup kuatnya fundamental mikro perusahaan. Penurunan BI Rate sepanjang ���������� �
�����
di pasar modal. Sementara itu, dari sisi mikro perusahaan, kemampuan
� �
�����
� �
�����
�
�����
� � ��� ���
emiten yang tergabung dalam LQ-45 untuk membukukan pendapatan dan laba bersih pada triwulan I–2009 memperkuat keyakinan investor akan ketahanan fundamental mikro perusahaan.
�
���
triwulan II-2009 semakin mendorong peningkatan aktifitas perdagangan
�����
����������������������� ����������
���
� � � � � � � � � ���� �� � � � � � � � � � ���� �� � � � � � � ����
����
Grafik 3.18 IHSG dan Net Beli Asing
����
Kembalinya aliran modal asing ke emerging markets meningkatkan likuiditas pasar saham. Masuknya investor asing menumbuhkan kembali kepercayaan investor domestik yang pada akhirnya meningkatkan nilai perdagangan pasar secara keseluruhan. Nilai perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia secara rata-rata harian pada triwulan II-2009 meningkat menjadi sebesar Rp5,3 triliun per hari dibandingkan posisi triwulan I-2009 sebesar Rp1,6 triliun per hari (Grafik 3.17). Kondisi ini bahkan lebih baik dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2008,
dimana rata-rata harian perdagangan saham mencapai Rp4,41 triliun per hari. Sejalan dengan kembalinya aliran modal asing sampai dengan pertengahan Juni 2009, net beli asing pada triwulan II-2009 tercatat sebesar Rp5,2 triliun, dibandingkan net beli asing pada triwulan I-2009 yang hanya Rp0,09 triliun (Grafik 3.18). Sejalan dengan kinerja pasar modal, perbaikan kinerja juga terjadi di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Berlanjutnya penurunan BI Rate dan masuknya aliran modal asing menjadi faktor pendorong meningkatnya kinerja SBN. Hal itu terindikasi dari penurunan yield SUN pada hampir seluruh tenor yang secara rata-rata turun sebesar 215bps hingga mencapai 9,8% pada triwulan II-2009, dibandingkan dengan akhir triwulan I-2009 yang mencapai 12,0%. Namun, penurunan yield SUN lebih lanjut tertahan akibat aksi profit taking pelaku pasar dan melemahnya kembali pasar keuangan global pada akhir triwulan laporan. Perbaikan kondisi eksternal serta kuatnya fundamental ekonomi domestik menopang penurunan yield SBN. Dari sisi eksternal beberapa faktor yang mendorong
24
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan II-2009
kinerja SUN antara lain (i) optimisme pasar atas recovery perekonomian ����������� ��
�
��
��������������������������������������
antara UST-Bond dan suku bunga domestik semakin menipis (iii) CDS
�������������������
�
global, (ii) masih tingginya yield SBN yang ditawarkan walaupun spread terus menunjukan penurunan, dan (iv) apresiasi nilai tukar. Sementara
�� �
dari sisi domestik, faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain: (i) prospek pertumbuhan ekonomi yang cukup baik, (ii) inflasi yang rendah
�
��
menyebabkan yield SBN secara riil menarik, (iii) ekspektasi masih berlanjutnya tren penurunan BI Rate serta (iv) sustainabilitas fiskal yang
�
masih relatif terjaga ditengah kembali naiknya harga minyak dunia. �
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � ������� � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � �
����
����
����
����
�
����
Kembali meningkatnya peran asing turut berperan dalam
Grafik 3.19
perbaikan kondisi SBN. Selama triwulan II-2009, tambahan net beli
Volume Perdagangan & Yield SBN (seluruh tenor)
oleh investor asing tercatat sebesar Rp6,4 triliun, sedangkan pada triwulan I-2009 investor asing masih membukukan net jual sebesar Rp7,8 triliun. Sebagai counterparty penjualan SBN tersebut adalah bank rekap, dana pensiun, sekuritas dan perorangan. Dengan perkembangan
������� ���
tersebut, pada akhir triwulan II-2009 posisi SBN menjadi sebesar Rp555,9
�������������
triliun.
��� ��� ���
Searah dengan arus modal non residen di pasar SBN yang
���
meningkat, likuiditas pasar SBN terus membaik. Rata-rata harian
���
volume perdagangan SBN pada triwulan II-2009 tercatat sebesar Rp3,7
��� ���
triliun atau naik dari rata-rata perdagangan triwulan sebelumnya
���
sebesar Rp2,9 triliun (Grafik 3.19). Hal yang sama ditunjukan pula oleh
�� �
frekuensi rata-rata harian perdagangan SBN. Pada triwulan II-2009, � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� ���� � � � � � � ���� ���� ����
rata-rata harian frekuensi perdagangan SBN berkisar 280 kali atau naik
Grafik 3.20
dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 192 kali per
Rata-rata Harian Frekuensi Perdagangan SBN
hari (Grafik 3.20). Berbagai kondisi tersebut merupakan indikasi bahwa kepercayaan pelaku pasar yang mulai pulih. Dalam perkembangannya, tren kenaikan volume dan frekuensi perdagangan SBN, khususnya SUN,
terus terjadi hingga Juni 2009. Bergairahnya kembali pasar SUN berdampak positif terhadap lelang SBN yang dilakukan oleh Pemerintah. Pada dua kali lelang SBN yang dilakukan pada bulan Juni 2009, terjadi oversubscribed. Dari penawaran yang masuk pada 9 Juni sebesar Rp.12,4 triliun, Pemerintah hanya memenangkan sebesar Rp 2.99 triliun. Sementara itu, dari penawaran yang masuk pada 23 Juni sebesar Rp.6.32 triliun, Pemerintah hanya memenangkan sebesar Rp 2.2 triliun. Namun demikian aksi beli SBN oleh non residen yang terjadi secara merata untuk seluruh tenornya, masih didominasi oleh lembaga keuangan asing. Dari sisi kepemilikan, sama halnya dengan perkembangan triwulan sebelumnya, lembaga keuangan asing masih menempati porsi terbesar pada investor non residen dan memiliki persepsi yang kuat sebagai market maker. Sementara itu, SBN yang dimiliki real money investor seperti asuransi dan dana pensiun yang memiliki karakteristik portofolio
Yield secara riil merupakan spread antara yield secara nominal dengan koreksi faktor inflasi
25
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
hold to maturity masih tergolong stabil. Dengan perkembangan
���������� ���
tersebut, risiko pembalikan arus modal asing masih perlu dicermati �������������������
���
sejalan dengan masih belum sustainable-nya penurunan risiko global.
������ �����
��
�����
�����
��
�����
����
�����
menurunnya aktivitas beli asing di pasar. Di pasar reksadana, penurunan suku bunga simpanan dan
�����
����
Pada akhir periode laporan, terjadi koreksi kinerja SBN yang diikuti oleh
�����
�����
�� ��
�����
�����
���
membaiknya kinerja underlying asset sepanjang triwulan II-
����
2009, mendorong peningkatan NAB reksadana. Hampir seluruh
�
���
���
���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���������������������������������������
��� ����
���
���
jenis reksadana baik reksadana saham, pendapatan tetap maupun campuran memberikan kontribusi yang besar. Reksadana pasar saham
Grafik 3.21
telah memberikan kontribusi NAB mencapai Rp.29.5 triliun, diikuti oleh
Perkembangan NAB Reksadana
NAB reksadana pendapatan tetap sebesar Rp.13.2 triliun dan reksadana campuran sebesar Rp.12,4 triliun. Peningkatan NAB reksadana per Mei 2009 meningkat menjadi Rp.92,1 triliun dibandingkan dengan NAB
triwulan I-2009 sebesar Rp77,3 triliun (Grafik 3.21). Kedepan, dengan adanya pengenaan PPH final sebesar 0% untuk bunga dan diskonto atas obligasi yang diperoleh pada 20092010 diharapkan dapat terus meningkatkan kinerja reksadana. Hal ini juga sejalan dengan tren penurunan suku bunga deposito yang diperkirakan masih terus berlanjut.
26
Perekonomian Indonesia ke Depan
4. Perekonomian Indonesia ke Depan Perkembangan terkini menunjukkan bahwa kinerja perekonomian Indonesia secara umum lebih baik dari prakiraan semula. Meskipun demikian, perkembangan tersebut tetap perlu disikapi secara lebih berhati-hati karena masih tingginya ketidakpastian di perekonomian global. Krisis ekonomi global telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia, terutama melalui anjloknya ekspor. Namun, berbeda dengan negara lain di kawasan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan tetap positif. Dampak penurunan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia diperkirakan tidak separah berbagai negara eksportir lainnya di kawasan. Keuntungan komparatif Indonesia diantaranya adalah relatif kuatnya peranan permintaan domestik dalam struktur perekonomian. Namun, sejumlah tantangan juga harus dihadapi dari perekonomian domestik terutama di sisi pembiayaan perekonomian. Berdasarkan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalami perlambatan dari 6,1% di tahun 2008 menjadi 3,5%-4,0% pada tahun 2009. Apabila efektifitas stimulus moneter dan fiskal dapat ditingkatkan pada triwulan-triwulan ke depan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan dapat mencapai batas atas 4% pada 2009. Dari sisi harga, berbagai faktor positif seperti produksi yang memadai, distribusi bahan makanan yang lancar, ekspektasi inflasi yang terus membaik, kapasitas produksi terpakai yang masih rendah, serta kebijakan pemerintah di bidang harga yang minimal diperkirakan merupakan faktor utama di balik penurunan inflasi. Dengan berbagai faktor tersebut, inflasi IHK diprakirakan berada di sekitar 5% pada tahun 2009 dengan kecenderungan ke bawah yang cukup besar, dan berada
Tabel 4.1
dalam koridor target inflasi IHK 2009 sebesar 4,5±1%. Bank Indonesia akan terus
Proyeksi PDB Dunia
menjalankan kebijakan moneter yang tetap diarahkan untuk mengakomodir Proyeksi
pertumbuhan ekonomi namun dengan tetap berhati-hati pada pencapaian inflasi.
2008
2009
PDB Dunia
3,2
-1,3
Negara Maju
0,9
-3,8
Amerika Serikat
1,1
-2,8
ASUMSI DAN SKENARIO YANG DIGUNAKAN
Kawasan Euro
0,9
-4,2
Kondisi Perekonomian Internasional
Jepang
-0,6
-6,2
Negara Maju lainnya
1,6
-4,1
Pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2009 diprakirakan akan mencatat penurunan
Negara Berkembang
6,1
1,6
(WEO) bulan April 2009, memprakirakan bahwa perekonomian dunia melambat cukup
Afrka
5,2
2,0
Eropa Timur dan Tengah
2,9
-3,7
tajam pada 2009 menjadi -1,3% (yoy) yang didorong terutama oleh kontraksi kelompok
Negara Persemakmuran
5,5
-5,1
ekonomi negara maju sebesar -3,8% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan ekonomi negara
Negara Berkembang
7,7
4,8
berkembang diprakirakan melambat menjadi 1,6% (yoy) seiring tertekannya permintaan
China
9,0
6,5
India
7,3
4,5
Negara Timur Tengah
5,9
2,5
Amerika Latin
4,2
-1,5
Sumber: IMF, World Economic Outlook Projections, April 2009
terdalam sejak perang dunia kedua. IMF, dalam publikasinya di World Economic Outlook
domestik dan anjloknya kinerja sisi eksternal (Tabel 4.1). Perekonomian global yang terkontraksi selanjutnya mendorong penurunan aktivitas perdagangan dunia. Lembaga internasional seperti IMF, World Bank dan World Trade Organization (WTO) memproyeksikan bahwa volume perdagangan dunia akan turun pada
27
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
2009. IMF memprakirakan volume perdagangan dunia akan turun sebesar -11,0%, dan World Bank memprakirakan sebesar -9,7. Sementara itu, WTO memprakirakan volume perdagangan dunia tahun 2009 turun -9,0%, yang berasal dari penurunan ekspor di negara maju sebesar -10% dan penurunan ekspor negara berkembang sebesar -2 s/d -3%. Volume perdagangan dunia yang menurun pada gilirannya akan mendorong penurunan harga komoditas. Ratarata harga komoditas nonmigas diprakirakan turun sebesar -13,2% pada 2009 dan rata-rata harga minyak dunia pada tahun 2009 diprakirakan sebesar 60 dolar AS per barrel.
Skenario Kebijakan Fiskal Tahun 2009 diwarnai oleh arah kebijakan fiskal yang cukup ekspansif. Konsumsi dan investasi pemerintah diperkirakan meningkat dibandingkan dengan tahun 2008 seiring berbagai kebijakan Pemerintah seperti kenaikan gaji, adanya anggaran untuk Pemilu, kenaikan anggaran Pendidikan dan tambahan stimulus dalam rangka menghadapi krisis global. Terkait investasi Pemerintah, paket stimulus infrastruktur diprakirakan mulai mengalami realisasi signifikan pada semester II-2009. Ekspansi fiskal masih diikuti oleh prospek kesinambungan fiskal yang masih terjaga. Kondisi tersebut didukung oleh masih turunnya prospek rasio utang Pemerintah dari sekitar 33% dari PDB pada tahun 2008 menjadi sekitar 31% dari PDB pada tahun 2009 serta kondisi makroekonomi yang masih kondusif.
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Prospek pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 sangat dipengaruhi oleh pengeluaran Pemilu yang cukup besar dan level kontraksi volume perdagangan dunia. Pengeluaran Pemilu baik untuk pemilihan anggota legislatif maupun presiden dan wakil presiden diprakirakan sanggup menjaga pertumbuhan konsumsi rumah tangga untuk tetap tinggi. Sementara itu, pelemahan volume perdagangan dunia menyebabkan kontraksi yang cukup tajam pada ekspor. Dari kombinasi kedua hal ini, pengaruh pengeluaran Pemilu diperkirakan mampu menahan penurunan tajam ekspor sehingga pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 berpotensi menuju batas atas kisaran 3,5-4,0%. Apabila efektifitas stimulus moneter dan fiskal dapat ditingkatkan pada triwulan-triwulan ke depan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan dapat mencapai batas atas 4% pada tahun 2009. Dari sisi sektoral, Pemilu 2009 juga menciptakan stimulus bagi beberapa sektor seperti sektor industri pengolahan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa, serta sektor jasa-Jasa lain.
Prospek Permintaan Agregat Konsumsi rumah tangga pada tahun 2009 diprakirakan tumbuh sebesar 4,1-4,5%, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 sebesar 5,3%. Dampak terpukulnya ekspor akibat pelemahan ekonomi global yang masih terus berlangsung pada gilirannya akan memperlambat pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Tajamnya penurunan ekspor tidak hanya menurunkan pendapatan eksportir, tetapi juga seluruh mata rantai
28
Perekonomian Indonesia ke Depan % Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 4.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Kompone n
2007 I
II
III
IV
Total Konsumsi
4,6
4,6
5,3
5,0
4,7
4,7
5,1
5,5
Konsumsi Pemerintah
3,7
3,8
6,5
Total Investasi
7,6
7,6
Permintaan Domestik
5,3
5,3
Ekspor Barang dan Jasa
8,6
Impor Barang dan Jasa PDB
Konsumsi Swasta
2007
2008
2008
I
II
III
IV
4,9
5,5
5,5
6,3
6,4
5,0
5,7
5,5
5,3
4,8
2,0
3,9
3,6
5,3
14,1
9,7
12,4
9,4
13,7
12,0
6,4
6,8
6,0
7,5
7,1
10,4
7,4
7,9
8,5
13,6
8,5
6,5
7,0
13,9
9,0
6,0
6,6
6,6
5,8
6,3
2009
2009*
I
II*
5,9
7,2
4,9 - 5,6
5,3
5,8
3,8 - 4,5
4,1 - 4,5
16,4
10,4
19,2
12,9 - 13,5
9,8 - 10,8
12,2
9,1
11,7
3,5
1,9 - 2,4
3,9 - 4,3
7,9
7,1
7,4
6,2
4,1 - 4,7
4,6 - 5,0
12,4
10,6
1,8
9,5
(-19,1)
(-17,4) - (-16,5)
(-13,7) - (-12,9)
18,0
16,1
11,0
-3,5
10,0
(-24,1)
(-21,3) - (-19,9)
(-16,3) - (-15,7)
6,2
6,4
6,4
5,2
6,1
4,4
3,7 - 4,0
3,5 - 4,0
4,8 - 5,3
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
ekonomi yang meliputi produsen, pedagang dan tenaga kerja yang mencari nafkah di sektor yang terkait dengan ekspor dan selanjutnya juga berdampak pada berbagai pelaku ekonomi di sektor lain. Secara keseluruhan, perkembangan berbagai indikator mengindikasikan masih berlangsungnya tren perlambatan konsumsi rumah tangga. Pada April 2009, impor barang konsumsi turun sebesar -24,6% (y-o-y), melambat dibandingkan dengan triwulan I-2009. Sektor otomotif, yang menggambarkan daya beli masyarakat terhadap barang tahan lama, menunjukkan bahwa penjualan motor dan mobil mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada periode April-Mei 2009, penjualan mobil turun sebesar -31,2% (y-o-y), dan penjualan motor turun sebesar -22,2% (y-o-y). Konsumsi rumah tangga diprakirakan baru dapat tumbuh meningkat pada semester II-2009 seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat karena perbaikan yang terjadi di sisi ekspor. Namun demikian, secara keseluruhan pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan masih cukup tinggi (di atas 4%) terutama disebabkan oleh pengeluaran Pemilu yang cukup besar. Pengeluaran Pemilu baik untuk kampanye calon legislatif serta kampanye pemilihan Presiden diperkirakan melibatkan jumlah dana yang cukup besar, sehingga dapat menahan perlambatan yang tajam pada konsumsi rumah tangga. Konsumsi pemerintah pada 2009 secara riil diprakirakan tumbuh sebesar 9,8-10,8%. Faktor pendorong utama konsumsi Pemerintah pada keseluruhan tahun 2009 adalah adanya pengeluaran untuk proses penyelenggaraan Pemilu legislatif dan presiden, kenaikan gaji PNS dan dibagikannya gaji ke-13. Khusus pada triwulan III-2009, konsumsi pemerintah diprakirakan melambat setelah tumbuh tinggi pada triwulan-triwulan sebelumnya. Perlambatan konsumsi pemerintah terjadi seiring dengan berlalunya Pemilu calon legislatif pada triwulan I dan persiapan pemilihan Presiden pada triwulan II-2009. Di sisi lain, investasi pemerintah diprakirakan mulai mencatat pertumbuhan yang tinggi pada triwulan III-2009 karena paket stimulus infrastruktur yang diprakirakan mulai signifikan realisasinya. Pertumbuhan investasi pada tahun 2009 diprakirakan tumbuh sebesar 3,9-4,3%, menurun dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 sebesar 11,7%. Penurunan tersebut terjadi seiring dengan merosotnya prospek pertumbuhan ekonomi. Prospek
29
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
perekonomian yang melambat menyebabkan investor melakukan penundaan investasi, baik dalam bentuk investasi bangunan maupun nonbangunan seperti mesin-mesin dan alat angkutan. Hal tersebut seperti yang terkonfirmasi oleh berbagai indikator, yang menunjukkan bahwa tanda-tanda dorongan untuk investasi belum terlihat kuat. Perkembangan konsumsi semen, yang merupakan indikasi bagi investasi bangunan, masih menunjukkan perlambatan. Demikian juga, impor barang modal yang merupakan indikasi bagi investasi nonbangunan, juga masih menunjukkan kontraksi yang dalam. Dari sisi eksternal, kondisi perkembangan ekonomi dunia yang belum membaik menyebabkan ekspor barang dan jasa diprakirakan mengalami penurunan pada 2009 sebesar -13,7 s/d -12,9%. Perkembangan terkini menunjukkan kontraksi perekonomian dunia masih terus berlangsung, baik di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, maupun di negara-negara berkembang yang menjadi tujuan ekspor Indonesia, seperti China dan India. Berdasarkan prakiraan Consensus Forecast pada Juni 2009, perekonomian negara-negara tujuan utama ekspor Indonesia masih akan mengalami kontraksi pada tahun 2009, kecuali China dan India. Namun demikian, perekonomian China dan India diprakirakan tetap melambat dibanding dengan tahun 2008. Dari sisi harga, perkembangan harga komoditas ekspor Indonesia – baik nonmigas maupun migas – menunjukkan perbaikan. Memasuki triwulan III-2009, harga komoditas diprakirakan terus bergerak naik. Sementara itu, harga minyak mentah Indonesia rata-rata pada tahun 2009 diprakirakan sekitar 60 dolar AS per barel. Perbaikan yang terjadi pada harga komoditas tersebut dapat menjadi salah satu insentif bagi eksportir untuk melakukan ekspor di tengah perlambatan ekonomi dunia. Anjloknya kinerja ekspor serta melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi pendorong turunnya impor barang dan jasa yang diprakirakan sebesar -16,3 s/d -15,7% pada 2009. Ekspor yang mengalami penurunan signifikan pada tahun 2009, akan mendorong pelaku produksi melakukan pengurangan bahan baku produksi untuk barang-barang ekspor. Dari sisi domestik, perlambatan yang terjadi pada konsumsi rumah tangga dan investasi turut menyebabkan berkurangnya kebutuhan barang-barang impor untuk memenuhi kebutuhan domestik. Kombinasi hal tersebut diprakirakan menyebabkan penurunan impor yang tajam pada tahun 2009.
Prospek Penawaran Agregat Krisis ekonomi global yang masih dirasakan di tahun 2009, menyebabkan perlambatan pertumbuhan di semua sektor ekonomi. Namun demikian, aktivitas Pemilu 2009 diperkirakan mampu menahan ekonomi nasional dari keterpurukan yang lebih jauh. Sektor-sektor yang mendapat manfaat dari kegiatan Pemilu 2009 di antaranya sektor manufaktur, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa, serta sektor jasa-jasa lain. Dari sisi kontribusinya, sektor pengangkutan dan komunikasi memberi kontribusi terbesar dalam pertumbuhan ekonomi tahun 2009. Sektor pertanian tahun 2009 diprakirakan tumbuh sebesar 3,8-4,1%, lebih rendah dari realisasi tahun 2008 yang mencapai 4,8%. Kondisi permintaan eksternal yang
30
Perekonomian Indonesia ke Depan % Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 4.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Kompone n
2007
IV
2008
2007
I
II
III
Pertanian
(2,1)
5,6
7,7
2,0
3,4
Pertambangan & Penggalian
6,2
3,2
1,0
(2,0)
2,0
Industri Pengolahan
5,2
5,1
4,5
3,8
4,7
Listrik, Gas & Air Bersih
8,2
10,2
11,3
11,6
Bangunan
8,4
7,7
8,3
Perdagangan, Hotel & Restoran
9,3
7,8
8,0
Pengangkutan & Komunikasi
12,9
13,2
Keuangan, Persewaan & Jasa
8,1
Jasa-jasa
7,0
PDB
6,0
I
2008
2009 I
II*
2009*
II
III
IV
6,3
4,8
3,4
4,7
4,8
4,8
4,0 - 4,3
3,8 - 4,1
(1,7)
(0,5)
2,1
2,1
0,5
2,2
1,7 - 1,9
1,5 - 1,9
4,3
4,2
4,3
1,8
3,7
1,6
1,3 - 1,6
1,0 - 1,4
10,3
12,3
11,8
10,4
9,3
10,9
11,4
11,0 - 11,4
10,6 - 11,1
9,9
8,6
8,0
8,1
7,6
5,7
7,3
6,3
5,7 - 6,2
5,6 - 5,8
8,6
8,4
6,9
8,1
8,4
5,6
7,2
0,6
0,3 - 0,6
0,4 -0,8
14,2
15,0
13,9
18,3
17,3
15,5
15,8
16,7
16,7
14,7 - 15,9
13,8 - 15,0
7,6
7,6
8,6
8,0
8,3
8,7
8,6
7,4
8,2
6,3
4,6 - 4,8
5,1 -5,9
7,0
5,2
7,2
6,6
5,9
6,7
7,2
6,0
6,4
6,8
5,8 - 6,1
5,6 - 6,4
6,6
6,6
5,9
6,3
6,2
6,4
6,4
5,2
6,1
4,4
3,7 - 4,0
3,5 - 4,0
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
masih melemah, dibarengi dengan turunnya harga-harga komoditas di pasar internasional menyebabkan pertumbuhan sektor pertanian lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2008. Meskipun demikian, perkembangan harga-harga internasional akhir-akhir ini mulai menunjukkan peningkatan, walaupun masih jauh di bawah rata-rata tahun 2008. Perkembangan berbagai indikator ekonomi beberapa negara besar seperti AS, Jepang dan China sebagian terus membaik. Keyakinan global semakin menguat sebagaimana tercermin pada meningkatnya indeks keyakinan baik di AS, Jepang dan Jerman. Kondisi ini memicu optimisme perbaikan ekonomi global mulai mununjukkan titik terang. Sikap optimisme ini antara lain ditunjukkan oleh meningkatnya kontrak berjangka karet alam ke level yang cukup tinggi, terdorong spekulasi pemulihan permintaan bahan baku kendaraan. Munculnya titik terang akan perbaikan kondisi ekonomi global itu telah mendorong Toyota Motor corp, produsen otomotif terbesar di dunia, menaikkan kapasitas tenaga kerjanya guna mendongkrak produksi mobil hybrid. Dengan demikian permintaan akan bahan baku ban juga akan menemui titik terang. Sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan tahun sebelumnya, mencapai 1,5-1,9% pada 2009. Salah satu komoditas tambang yang berprospek di masa mendatang adalah batu bara. Permintaan batu bara terutama untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik. Apabila program 10.000 MW pembangkit listrik berjalan baik, maka kebutuhan akan batubara di dalam negeri akan meningkat. Sektor industri pengolahan secara umum terus mengalami perlambatan sejak tahun 2005, dan diprakirakan tumbuh dalam kisaran 1,0-1,4% pada tahun 2009. Krisis ekonomi global yang masih berlangsung hingga kini berdampak cukup signifikan pada sektor manufaktur. Lemahnya sektor eksternal membuat kinerja ekspor terpuruk. Kondisi tersebut pada akhirnya merembet ke sektor industri, terutama yang berorientasi pasar eksternal. Namun perlambatan tersebut dapat tertahan dengan adanya kegiatan Pemilu 2009. Aktivitas di sektor manufaktur terutama didukung oleh subsektor makanan, minuman, dan tembakau
31
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
serta subsektor kertas dan barang cetakan. Kedua subsektor tersebut diperkirakan mampu tumbuh positif di tengah krisis ekonomi global yang masih terjadi. Sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan sebagai sektor yang paling terpuruk pada tahun 2009 dengan pertumbuhan yang diperkirakan hanya mencapai 0,4-0,8%, jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 yang mencapai 7,2%. Apabila tidak ada kegiatan Pemilu 2009 pertumbuhan sektor tersebut akan sangat rendah, bahkan diperkirakan mengalami kontraksi. Pelemahan kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran terutama terjadi pada subsektor perdagangan besar dan eceran. Memburuknya kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran sangat erat kaitannya dengan memburuknya impor dan menurunnya kegiatan di sektor industri. Dari sisi konsumsi, sumber pertumbuhan konsumsi terbatas pada subsektor jasa perusahaan (iklan) dan makanan-minuman, terutama yang terkait dengan kegiatan Pemilu 2009. Sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor ekonomi yang mampu tumbuh tinggi (diprakirakan tumbuh 13,8-15,0% pada tahun 2009) di tengah krisis ekonomi global yang sedang berlangsung. Dari sektor tersebut, subsektor komunikasi memberikan sumbangan yang cukup signifikan. Pemanfaatan teknologi komunikasi semakin luas. Pemanfaatan tersebut tidak hanya terbatas bagi kalangan pemerintah dan bisnis, tetapi sudah jauh menyentuh hingga kegiatan pendidikan, kesehatan, bahkan untuk keperluan pribadi. Pengembangan dari sisi teknologi juga terus dilakukan dari waktu ke waktu sehingga tingkat efisiensinya kian meningkat dan dapat menawarkan jasa komunikasi yang kian murah. Aktivitas komunikasi di tahun 2009 yang berkembang pesat adalah aktivitas komunikasi data. Lengkapnya infrastruktur telekomunikasi mendorong pertumbuhan bisnis telekomunikasi. Pertumbuhan pemanfaatan komunikasi suara mulai melambat, sementara pemanfaatan komunikasi data (penggunaan internet) kian mendominasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan kenaikan penggunaan bandwith. Pengembangan berbagai aplikasi data dan kian murahnya biaya internet di antaranya menjadi faktor pendorong aktivitas tersebut dan menjaga pertumbuhan pada tingkat relatif tinggi. Sementara itu, kegiatan Pemilu 2009 diperkirakan banyak memanfaatkan komunikasi data. Hal tersebut ditengarai menjadi faktor pendorong utama tingginya pertumbuhan subsektor komunikasi pada tahun 2009. Di subsektor pengangkutan, pertumbuhan terjadi pada aktivitas pengangkutan sungai, danau, dan penyeberangan, serta angkutan jalan raya. Kegiatan Pemilu kemungkinan besar menjadi pendorong utamanya. Kegiatan tersebut terutama terkait dengan proses distribusi logistik Pemilu serta perjalanan yang terkait dengan kegiatan Pemilu 2009. Pertumbuhan sektor bangunan tahun 2009 diperkirakan sebesar 5,6-5,8%, lebih rendah dari pencapaian tahun 2008 sebesar 7,3%. Kegiatan di sektor bangunan pada tahun 2009 akan didominasi oleh kegiatan pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, dan pembangunan pembangkit listrik yang masuk dalam proyek 10.000 MW tahap I. Sementara itu untuk proyek-proyek pembangunan properti, baik gedung bertingkat maupun rumah horizontal (landed houses) tetap berjalan, namun dengan pertumbuhan yang juga melambat dibandingkan dengan tahun 2008. Melambatnya sektor bangunan antara lain
32
Perekonomian Indonesia ke Depan
disebabkan oleh masalah pendanaan. Hal ini tercermin dari konsumsi semen yang berada pada tren menurun. Sebagaimana sektor-sektor lainnya, kinerja sektor keuangan, persewaan dan jasa menunjukkan tren yang melambat, dengan prakiraan pertumbuhan pada tahun 2009 sebesar 5,1-5,9%. Kegiatan ekonomi yang lebih rendah diperkirakan menurunkan permintaan akan jasa intermediasi sektor keuangan. Sementara itu, di tengah ketidakpastian yang masih tinggi akibat krisis keuangan global, perbankan dihadapkan pada risiko usaha yang relatif tinggi di tahun 2009. Hal tersebut menciptakan credit crunch ke sektor-sektor ekonomi. Kondisi tersebut telah mendorong sektor perbankan mempertahankan suku bunga yang relatif masih tinggi, meskipun BI Rate telah turun hingga 250 bps sejak Desember 2008 hingga Juni 2009. Pendorong utama tumbuhnya sektor keuangan, persewaan dan jasa dihasilkan oleh subsektor jasa perusahaan, dalam hal ini jasa terkait dengan jasa periklanan. Kegiatan Pemilu tahun 2009 diperkirakan menjadi mesin pendorong tumbuhnya subsektor jasa periklanan. Mulai dari kegiatan sosialisasi Pemilu, pengenalan calon legislatif, hingga pengenalan calon presiden dan wakil presiden banyak menggunakan fasilitas jasa periklanan. Setiap kali ada kegiatan Pemilu maka belanja iklan akan meningkat cukup besar. Belanja iklan tahun 2009 diperkirakan meningkat signifikan dibandingkan belanja iklan tahun 2008 dengan adanya kegiatan Pemilu ini.
PRAKIRAAN INFLASI Inflasi IHK pada tahun 2009 diprakirakan berada di sekitar 5% dengan kecenderungan ke bawah yang cukup besar. Kecukupan produksi dan kelancaran distribusi bahan makanan, membaiknya ekspektasi inflasi, masih relatif rendahnya kapasitas produksi terpakai, dan minimalnya kebijakan pemerintah di bidang harga merupakan faktor utama di balik penurunan inflasi pada tahun 2009. Berdasarkan agregasinya, tekanan inflasi dari kelompok inti di sepanjang tahun 2009 diprakirakan cenderung menurun seiring dengan menurunnya ekspektasi inflasi masyarakat, tekanan sisi permintaan yang minimal, serta stabilnya inflasi impor. Relatif rendahnya realisasi inflasi sejak awal tahun sampai dengan bulan Mei 2009 mendorong ekspektasi inflasi masyarakat ke tingkat yang lebih rendah. Tekanan inflasi sebagai hasil interaksi sisi permintaan dan sisi penawaran pada tahun 2009 diprakirakan minimal, sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan mencapai 3,5-4,0% pada tahun 2009. Tekanan sisi permintaan yang minimal dikonfirmasi oleh tingkat utilisasi kapasitas yang cenderung menurun. Inflasi negara mitra dagang diperkirakan masih cenderung stabil. Walaupun beberapa harga komoditas dan freight cost tercatat mulai mengalami peningkatan, kebijakan countercyclical pemerintah berupa pemberian Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk beberapa sektor industri diperkirakan dapat mengurangi tekanan inflasi impor.
33
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
Tekanan inflasi dari sisi administered diprakirakan minimal dan menurun pada 2009. Penurunan tekanan inflasi administered terutama disebabkan karena penurunan harga BBM subsidi yang cukup signifikan pada akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009, yang kemudian diikuti dengan penurunan tarif angkutan. Program konversi minyak tanah yang semula diperkirakan akan meningkatkan tekanan inflasi administered, diperkirakan hanya akan memberikan sumbangan yang minimal terhadap inflasi. Ke depan, tekanan inflasi administered diperkirakan berasal dari administered non strategic seperti tarif tol, PAM, dan harga BBM non subsidi. Tekanan inflasi dari volatile food diprakirakan minimal dan cenderung menurun di tahun 2009. Rendahnya inflasi volatile food sampai dengan bulan Mei 2009 diperkirakan berlanjut selama tahun 2009. Hal tersebut sejalan dengan prakiraan terjaganya pasokan dan distribusi bahan makanan di tahun 2009. Meski masa panen raya padi di berbagai sentra padi telah lewat, harga beras masih relatif stabil dan begitu juga dengan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Dari dalam negeri, peningkatan pasokan terutama didorong oleh meningkatnya produktivitas terkait penggunaan bibit hibrida, pemberian pupuk bersubsidi, dan perbaikan infrastruktur pertanian seperti irigasi. Sampai dengan pertengahan Mei 2009, realisasi pengadaan beras telah mencapai 2,6 juta ton atau 68% dari target sepanjang tahun 2009. Dari sisi stok, posisi stok beras di BULOG sampai dengan pertengahan Mei 2009 adalah 2,3 juta ton atau mencukupi kebutuhan sampai 7 bulan ke depan, cukup tinggi apabila dibandingkan stok bulan Mei tahun sebelumnya yang hanya dapat mencukupi kebutuhan selama 5 bulan ke depan. Kenaikan harga komoditas bahan makanan internasional diperkirakan tidak akan berdampak signifikan terhadap peningkatan tekanan inflasi karena kecukupan produksi dan pengadaan bahan makanan domestik.
FAKTOR RISIKO Pertumbuhan ekonomi sebesar 3,5-4,0% sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko baik dari sisi domestik maupun eksternal. Faktor yang dapat membawa PDB berada pada kisaran bawah antara lain apabila volume perdagangan dunia turun lebih rendah dari prakiraan. Volume perdagangan dunia yang lemah akan mengurangi permintaan barang-barang ekspor Indonesia, sehingga ekspor dapat semakin terpukul. Demikian juga, harga komoditas yang masih rendah dapat mengurangi insentif untuk melakukan ekspor karena harga yang ditawarkan dipandang oleh eksportir masih kurang tinggi dibandingkan dengan biaya produksi barang-barang ekspor. Dari sisi domestik, penyaluran kredit yang rendah akan menyebabkan terbatasnya sumber pembiayaan dari perbankan. Di sisi lain, apabila stimulus moneter dan stimulus fiskal dapat ditingkatkan serta berjalan lancar dan efektif maka pertumbuhan ekonomi pada batas atas akan dapat tercapai. Terkait inflasi IHK, faktor risiko berasal dari kenaikan harga minyak goreng dan turunannya, kenaikan harga non strategic administered (seperti tarif tol), peningkatan harga komoditas internasional, dan gangguan pada produksi dan stok pangan. Selain itu, masih berlanjutnya program konversi energi dari minyak tanah ke gas elpiji di beberapa daerah Sumatera dan Sulawesi dapat berpotensi meningkatkan inflasi jika problema pasokan dan distribusi terhambat hingga menyebabkan kelangkaan.
34
Respon Kebijakan Moneter Triwulan II-2009
5. Respon Kebijakan Moneter Triwulan II-2009 Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 3 Juli 2009 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps, dari 7,0% menjadi 6,75%. Keputusan itu dilakukan dengan mempertimbangkan masih menurunnya tekanan inflasi ke depan dan masih diperlukannya kebijakan moneter yang longgar untuk mendukung optimisme masyarakat dan dunia usaha terhadap pertumbuhan ekonomi domestik. Bank Indonesia terus mencermati potensi tekanan inflasi di tahun 2010, termasuk potensi kenaikan harga komoditas dunia. Dalam konteks ini, kebijakan moneter ke depan diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara upaya mendorong perekonomian domestik dan upaya menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dalam jangka menengah. Dengan pertimbangan tersebut, ke depan kebijakan moneter akan dilakukan secara lebih berhati-hati mengingat ruang pelonggaran moneter semakin terbatas.
35
Tabel Statistik Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
Tabel 1 Suku Bunga Pasar Uang, Deposito Berjangka, dan Kredit (Persen per Tahun)
Periode
2004 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV 2005 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV 2006 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV 2007 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV 2008 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV 2009 Trw. I Trw. II
Suku Bunga Pasar Uang Antarbank*
* Posisi Mei 2009 ** Posisi April 2009
36
5,87 4,24 4,13 3,76 5,95 6,95 6,92 9,44 10,28 10,23 8,90 5,97 7,52 5,58 6,83 4,33 8,01 8,43 9,37 9,40 8,04 7,49
Tingkat Diskonto SBI*
7,42 7,34 7,39 7,43 7,44 8,25 10,00 12,75 12,73 12,50 11,25 9,75 9,00 8,75 8,25 8,00 7,96 8,73 9,71 10,83 8,21 7,25
Suku Bunga Deposito Berjangka ** 1 bulan
5,86 6,23 6,31 6,43 6,50 6,98 9,16 11,98 11,61 11,34 10,47 8,96 8,13 7,46 7,13 7,19 6,88 7,19 9,26 10,75 9,42 9,04
3 bulan
6,11 6,31 6,61 6,71 6,93 7,19 8,51 11,75 12,19 11,70 11,05 9,71 8,52 7,87 7,44 7,42 7,26 7,49 9,45 11,16 10,65 10,09
6 bulan
6,79 6,36 6,89 7,12 7,35 7,11 8,01 10,17 12,10 12,09 11,52 10,70 9,29 8,40 7,80 7,65 7,57 7,79 9,14 10,34 10,45 10,30
12 bulan
8,93 7,68 7,27 7,07 8,04 7,11 8,65 10,95 12,02 12,28 12,36 11,63 10,17 9,54 8,91 8,24 7,79 7,78 9,34 10,43 11,31 11,35
Suku Bunga Kredit** 24 bulan
14,49 9,31 8,94 8,12 9,42 8,05 8,82 12,39 12,64 12,61 12,47 11,84 11,73 11,73 11,24 10,83 10,06 9,91 9,83 8,62 8,33 8,34
Modal Kerja
Investasi
14,61 14,10 13,80 13,41
15,12 14,64 14,33 14,05
13,31 13,36 14,51 16,23
13,78 13,65 14,47 15,66
16,35 16,15 15,82 15,07
15,90 15,94 15,66 15,10
14,49 13,88 13,31 13,00
14,53 13,99 13,45 13,01
12,88 12,99 13,93 15,22
12,59 12,51 13,32 14,40
14,99 14,82
14,05 14,05
Tabel Statistik
Tabel 2 Perkembangan Transaksi di Pasar Uang (Miliar Rupiah) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 2) Periode Transaksi antarbank1) Penerbitan Pelunasan Posisi 2004 Trw. I
142.003
354.841
321.477
140.390
Trw. II
87.082
283.275
304.891
118.776
Trw. III
165.064
252.542
339.339
31.979
Trw. IV
204.336
293.933
252.929
103.825
2005
Trw. I
216.381
369.495
415.784
57.536
Trw. II
237.571
362.770
315.996
101.058
Trw. III
250.610
230.026
289.657
41.427
Trw. IV
264.348
183.663
150.534
74.632
2006
Trw. I
310.175
415.638
356.471
133.799
Trw. II
280.836
517.853
483.967
167.685
Trw. III
286.958
599.495
586.715
180.464
Trw. IV
329.312
665.673
636.381
209.756
2007
Trw. I
495.786
774.866
740.951
243.671
Trw. II
362.339
846.655
832.325
258.002
Trw. III
413.527
895.562
887.411
266.152
Trw.IV
313.544
777.247
795.475
247.926
2008
Trw. I
368.429
858.289
906.767
212.463
Trw. II
246.462
489.529
543.655
165.145
Trw. III
326.315
389.138
437.313
116.969
Trw. IV
326.310
404.071
340.913
180.128
2009
Trw. I
265.674
450.275
397.703
232.699
Trw. II*
123.429
141.864
141.112
233.453
* Posisi April 2009 1) Transaksi pagi hari 2) Hanya mencakup transaksi antar Bank Indonesia dengan perbankan. Sejak Maret 1994 termasuk SBPU Repo.
37
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
Tabel 3 Posisi Kredit Perbankan dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank dan Sektor Ekonomi1) (Miliar Rupiah)
2006
II
2007
III
IV
I
II
282.633
2008 III
301.186 314.427
I
II 394.065
IV
I
432.850 461.877
II
256.267 264.735 282.784
471.478
476.280
- Pertanian
22.110
23.012
25.816
24.222
26.805
28.433
30.281
30.711
32.381
35.153
37.409
39.839
41.901
- Pertambangan
3.428
3.485
4.771
7.414
9.006
6.556
10.647
13.371
14.922
14.778
13.807
13.363
12.893
- Perindustrian
64.567
64.265
71.165
71.600
69.959
69.450
72.810
72.706
81.038
88.181
96.838
98.660
96.970
- Perdagangan
57.548
61.031
61.431
63.561
68.172
75.722
85.601
79.209
92.719
98.865 102.017
104.904
107.064
- Jasa-jasa
37.094
39.269
43.481
39.477
44.868
47.465
55.587
55.271
64.182
77.295
- Lain-lain
71.520
73.673
76.120
76.359
82.376
86.801
94.047
98.964
108.823
2 Bank Umum Swasta Nasional 302.693 313.651 334.943
335.998
432.595 451.967
500.718
367.168 394.451
348.973 350.232
III
1 Bank Pemerintah
87.505
87.080
86.885
118.578 124.301
127.632
130.567
540.163
535.867
- Pertanian
10.248
10.316
11.430
11.312
12.053
12.467
15.533
15.571
18.298
18.169
19.150
18.722
18.306
- Pertambangan
3.414
3.775
6.460
5.409
7.321
7.076
10.678
9.621
10.137
10.850
11.137
8.979
8.685
- Perindustrian
57.119
58.125
61.525
59.826
63.319
68.670
73.840
77.952
84.610
90.896
97.042
93.414
88.966
- Perdagangan
74.997
78.679
85.628
86.783
95.549 100.883
108.726 111.756
123.057
125.908 130.687
127.648
129.184
- Jasa-jasa
71.371
74.729
78.963
80.252
90.497
98.503
110.144 115.400
131.115
143.486 148.332
146.455
144.578
- Lain-lain
85.544
88.027
90.937
92.416
98.429 106.852
113.674 121.667
133.501
145.290 146.269
144.945
146.148
3 Bank Pemerintah Daerah
51.141
55.009
55.959
58.851
65.123
70.937
71.921
75.065
85.339
93.991
96.440
100.956
104.021
- Pertanian
1.860
1.922
2.030
2.090
2.130
2.248
2.274
2.379
2.710
3.067
3.182
3.143
3.1476
- Pertambangan
56
54
58
58
58
55
43
53
182
187
270
312
364
- Perindustrian
471
476
457
487
520
543
631
710
770
787
814
829
913
- Perdagangan
8.058
8.312
8.239
8.386
8.762
9.295
9.617
10.191
11.504
12.042
12.055
12.639
13.020
- Jasa-jasa
6.561
7.531
6.915
6.776
7.747
9.850
8.879
8.615
10.831
13.456
13.356
13.316
14.380
- Lain-lain
34.135
36.714
38.260
41.054
45.906
48.946
50.477
53.117
59.342
64.452
66.763
70.717
72.197
4 Bank Asing & Campuran
100.003 107.692 113.450
117.232
141.622 151.908
161.998
184.692
173.853
- Pertanian
4.124
4.727
5.727
5.395
5.460
5.933
7.817
7.449
6.425
6.505
6.419
7.020
6.6010
- Pertambangan
2.173
2.369
2.607
2.287
2.540
2.629
3.972
4.591
3.910
4.478
5.327
6.081
5.581
- Perindustrian
46.847
49.682
49.285
50.219
51.029
51.259
56.527
60.265
65.896
68.739
74.458
71.358
65.486
- Perdagangan
5.865
6.663
7.098
7.691
9.035
10.379
11.726
11.383
13.022
14.256
13.246
15.113
14.295
- Jasa-jasa
21.721
24.726
28.279
30.709
31.540
34.679
37.831
43.878
46.763
56.523
60.766
57.456
53.655
- Lain-lain
19.273
19.525
20.454
20.931
21.905
22.566
23.749
24.342
25.982
27.560
29.029
27.664
28.2354
5 Sub jumlah (1 s.d. 4)
710.104 741.087 787.136
794.714
- Pertanian
38.342
39.977
45.003
43.019
46.448
49.081
55.905
56.110
59.814
62.894
66.160
68.724
- Pertambangan
9.071
9.683
13.896
15.168
18.925
16.316
25.340
27.636
29.151
30.293
30.541
28.735
27.523
- Perindustrian
169.004 172.548 182.432
182.132
184.827 189.922
203.808 211.633
232.314
248.603 269.152
264.261
252.335
- Perdagangan
146.468 154.685 162.396
166.421
181.518 196.279
215.670 212.539
240.302
251.071 258.005
260.304
263.563
- Jasa-jasa
136.747 146.255 157.638
157.214
174.652 190.497
212.441 223.164
252.891
290.760 309.959
304.307
299.498
- Lain-lain
210.472 217.939 225.771
230.760
248.616 265.165
281.947 298.090
327.648
355.880 366.362
370.958
377.147
121.509 127.445
854.986 907.260
* Posisi April 2009 1) Tidak termasuk pemerintah pusat, bukan penduduk, nilai lawan valas, RDI dan kredit kelolaan
38
IV
2009
534.599 552.617
178.061 189.245
995.111 1.029.172 1.142.120 1.239.501 1.300.179 1.297.289 1.290.021
69.955
Tabel Statistik
Tabel 4 Uang Beredar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi (Miliar Rupiah) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Uang Beredar
M2 M1
Akhir Periode Jumlah 1)
Jumlah2)
Uang Kartal
Uang Giral
Tagihan Tagihan Pada Tagihan Pada Lembaga Perusahaan Bersih Pemerintah Pemerintah Swasta dan BUMN Pusat3) Perorangan
Aktiva Luar Negeri Bersih
Uang Kuasi
Lainnya Bersih
2004 Trw. I
935.247
219.086
86.881
132.205
716.161
275.819
443.440
22.803
454.663
-261.518
Trw. II
975.166
233.726
97.574
136.152
741.440
280.070
468.907
27.806
522.161
-323.778
Trw. III
986.806
240.911
99.505
141.406
745.895
258.684
476.451
25.261
551.562
-325.152
Trw. IV
1.033.528
253.818
109.265
144.553
779.710
263.647
498.019
26.919
588.885
-343.940
2005
Trw. I
1.020.693
250.492
98.584
151.908
770.201
268.482
456.274
28.257
612.463
-344.783
Trw. II
1.073.746
267.635
106.125
161.510
806.111
256.058
468.004
28.237
659.129
-337.682
Trw. III
1.150.451
273.954
114.998
158.956
876.497
280.369
488.483
29.805
708.018
-356.224
Trw. IV
1.203.215
281.905
124.316
157.589
921.310
313.082
498.901
28.059
710.783
-347.610
2006
Trw. I
1.195.067
277.293
112.625
164.668
917.774
347.970
470.048
25.557
705.321
-353.829
Trw. II
1.253.757
313.153
123.761
189.392
940.604
345.457
481.654
29.746
729.609
-332.709
Trw. III
1.291.396
333.905
129.969
203.936
957.491
401.065
481.641
31.858
758.261
-381.429
Trw. IV
1.382.074
361.073
151.009
210.064 1.021.001
413.265
506.488
38.946
798.125
-374.750
2007
Trw. I
1.375.947
341.833
129.618
212.215 1.034.114
457.382
447.655
35.032
810.996
-375.118
Trw. II
1.451.974
381.376
146.715
234.661 1.070.598
496.522
430.956
44.185
865.144
-384.833
Trw. III
1.512.756
411.281
160.327
250.954 1.101.475
519.360
439.649
45.496
916.657
-408.406
Trw. IV
1.643.203
460.842
183.419
277.423 1.182.361
524.703
497.478
56.152
984.844
-419.974
2008
Trw. I
1.586.795
419.746
164.995
Trw. II
1.699.480
466.708
189.453
Trw. III
1.768.250
491.729
Trw. IV
1.883.851
466.379
Trw. I
1.909.681
458.581
Trw.II
1.905.475
464.922
254.751 1.167.049
549.049
375.976
49.644
1.025.856
-413.730
277.255 1.232.772
562.636
359.645
57.304
1.131.796
-411.901
223.166
268.563 1.276.521
525.702
348.387
64.488
1.222.193
-392.520
209.378
257.001 1.417.472
602.347
379.217
66.571
1.282.257
-446.541
186.538
272.043 1.451.100
703.621
348.466
67.164
1.283.406
-492.976
190.328
274.594 1.440.553
671.148
332.695
71.044
1.272.802
-442.214
2009
* Posisi Apri 2009 1) M1 ditambah uang kuasi 2) Uang Kartal ditambah uang giral 3) Termasuk rekening khusus pemerintah
39
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
Tabel 5 Uang Primer dan Faktor-faktor yang mempengaruhi (Miliar Rupiah)
2006 2007 2008 2009
II
III
IV
I
II
III IV
I
III
IV
I
II
I. Uang Primer
247.742 257.843 297.080 272.239 289.727 310.265 379.582 325.044 349.649
a. Statutory Reserve Shortfall
b. Uang yang diedarkan
145.666 153.569 178.572 155.498 173.888 189.221 220.785 198.940 224.342
270.243 264.391 226.672 ��������������� 231.368
- Uang kartal di masyarakat
123.761 129.969 151.009 129.618 146.715 160.327 183.419 164.995 189.453
223.166 209.378 186.538 ��������������� 192.143
- Kas bank umum
21.905
34.889
47.077
55.013
40.134 ������������� 39.225
c. Saldo Giro Positif Bank
101.751 104.061 118.417 116.558 115.524 120.740 158.452 125.705 124.811
121.302
79.648
77.404 ������������� 77.279
d. Giro Sektor Swasta
325
213
91
183
315
304
345
399
496
591
650
642 ������� 585
II. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Uang Primer
a. Net International Reserve 1)
213.143 255.182 274.694 305.744 330.295 337.523 356.883 351.874 351.561
b. Net Domestic Assets
34.599
- Tagihan Bersih pada Pemerintah
218.033 219.538 265.919 200.460 187.081 184.961 249.069 128.907 117.614
- Bantuan Likuiditas
18.226
18.226
18.196
18.186
18.136
18.136
8.847
8.838
8.800
8.800
8.711
8.715 ������������ 8.715�8
- Kredit Likuiditas
11.165
11.035
10.832
10.598
10.366
10.206
9.994
9.751
9.353
9.227
9.009
8.783 ����������� 8.758
- Tagihan Lainnya
5.491
5.494
5.352
5.366
5.389
5.357
3.074
3.089
3.295
3.155
3.815
2.545 ����������� 2.465
- Operasi Pasar Terbuka
-174.258 -189.131 -242.001 -247.525 -264.280 -254.096 -281.164 -219.099 -191.525 -152.563 -233.866 -257.701 ����������������� -249.664
- SBI (net) 2)
-167.685 -180.382 -208.763 -239.977 -257.998 -265.034 -247.688 -212.463 -165.145 -116.967 -179.879 -232.700 ����������������� -223.319
- FASBI
-14.241
-16.829
-41.568
-19.298
-21.615
-4.750 -48.933
-5.737
-4.989
-1.403
-4.223
-15.288 ��������������� -20.334
- Lain-Lain 3)
7.668
8.080
8.330
11.750
15.333
15.688
15.457
14.356
14.172
15.929
19.569
15.599 ������������� 25.407
- Net Other Items
-68.704
-62.501
-35.912
-20.590
2.739
8.178
32.879
41.684
50.551
43.752
46.316
82.078 ������������� 81.813
0
0
23.600
2.661
0
27.563
22.386
0
25.880
-33.505
0
27.173
-40.569
0
28.894
-27.258
0
37.366
22.699
* Posisi per Mei 2009 1) sebelum Juni 1997 menggunakan NFA, setelah Juni 1997 menggunakan NIR dengan kurs tetap Rp. 7.000,- per US $ sejak Juni 1998 s.d. Maret 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 10.000,- per US $ sejak April 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 7.500,- per US $ sejak 21 November 1999 menggunakan kurs Rp. 7.000,- per US $ sejak 25 Mei 2000 untuk perhitungan NIR menggunakan konsep IRFCL(Int’l Reserve and Foreign Currency Liquidity) 2) sejak Maret 2000 termasuk SBI Syariah 3) termasuk di dalamnya adalah SUN dan FTO (Fine Tune Operation)
40
II
0
33.945
-26.830
0
-1.912
392.136 344.688 304,718 ��������������� 309,232 0
0
0 ���0
355.967 338.692 354.727 ��������������� 361.540 36.169
5.996
-50.009 ��������������� -52.308
123.797 172.012 105.571 �������������� 95.605
Tabel Statistik
Tabel 6 Neraca Pembayaran Indonesia 1) (Juta $)
I. Transaksi Berjalan A. Barang bersih (Neraca Perdagangan) 1. Ekspor f.o.b 2. Impor f.o.b B. Jasa-jasa (bersih) C. Pendapatan (bersih) D. Transfer Berjalan II. Transaksi Modal dan Finansial A. Transaksi Modal B. Transaksi Finansial 1. Investasi Langsung a. Ke Luar Negeri (bersih) b. Di Indonesia/FDI (bersih) 2. Investasi Portfolio a. Aset (bersih) b. Kewajiban (bersih) 3. Investasi Lainnya a. Aset (bersih) b. Kewajiban (bersih) 2) III. Jumlah (I + II) IV. Selisih Perhitungan V. Neraca Keseluruhan (III + IV) VI. Lalu Lintas Moneter 3) a. Perubahan Cadangan Devisa b. IMF: Penarikan Pembayaran Memorandum: Posisi Cadangan Devisa 4) Transaksi Berjalan (% PDB) Rasio Pembayaran Utang (%) 5) a.l. Sektor Terkait Pemerintah dan Otoritas Moneter 6)
II
III
2006 IV
Total
I
II
III
2007* IV
Total
I
II
2008** III
IV
Total
I
1.959 �������������������������������������������������������������������������������������� 3.795 2.157 10.859 2.640 2.271 2.151 3.430 10.493 2.817 -956 -885 -677 300 1.793 6.986 8.596 7.386 29.660 7.712 8.107 7.487 9.448 32.754 7.536 5.443 5.771 4.159 22.909 6.226 25.484 27.604 27.178 103.528 26.626 29.202 30.009 32.177 118.014 34.412 37.345 38.081 29.768 139.606 23.917 -18.498 -19.008 -19.792 -73.868 -18.914 -21.095 -22.521 -22.729 -85.260 -26.876 -31.902 -32.309 -25.609 -116.697 -17.691 -2.352 -2.402 -2.829 -9.874 -3.163 -2.991 -2.764 -2.922 -11.841 -2.972 -3.291 -3.196 -3.282 -12.741 -2.546 -3.873 -3.720 -3.539 -13.790 -3.163 -4.023 -3.811 -4.527 -15.525 -3.119 -4.466 -4.796 -2.871 -15.253 -3.030 1.198 1.321 1.139 4.863 1.254 1.178 1.240 1.432 5.104 1.373 1.359 1.336 1.317 5.385 1.144 339 -1.039 1.303 3.025 1.836 2.029 -935 660 3.591 -1.430 2.512 904 -4.118 -2.132 2.365 49 97 132 350 43 127 255 122 546 17 62 187 29 294 19 290 -1.136 1.170 2.675 1.793 1.902 -1.190 539 3.045 -1.447 2.450 717 -4.147 -2.427 2.346 572 -273 1.232 2.211 -246 1.426 764 309 2.253 -271 604 404 1.281 2.019 2.698 -517 -1.328 -204 -2.703 -1.282 392 -1.427 -2.358 -4.675 -1.730 -1.436 -1.517 -1.217 -5.900 -814 1.088 1.055 1.435 4.914 1.037 1.034 2.191 2.667 6.928 1.460 2.040 1.921 2.498 7.919 3.511 -1.057 207 1.312 4.174 2.491 3.810 465 -1.200 5.566 1.984 4.188 -74 -4.377 1.721 1.947 -446 -332 -762 -1.933 -497 -1.897 -1.257 -764 -4.415 -823 60 -65 -467 -1.294 213 -611 539 2.074 6.107 2.988 5.707 1.722 -437 9.981 2.807 4.128 -9 -3.910 3.015 1.734 759 -1.209 -1.382 -3.791 -452 -3.334 -2.419 1.430 -4.775 -3.160 -2.342 387 -1.051 -6.167 -2.299 1.704 -235 -1.707 -1.588 -105 -2.283 -2.360 262 -4.486 -2.672 -1.974 -1.610 -3.720 -9.977 -1.259 -945 -974 325 -2.204 -348 -1.051 -59 1.168 -289 -489 -367 1.998 2.669 3.810 -1.040 2.298 2.756 3.459 13.885 4.476 4.300 1.217 4.091 14.083 1.387 1.556 19 -4.795 -1.833 4.158 1.081 -118 -751 625 -97 -663 -37 -571 -1.368 -355 -231 -108 583 -112 -204 3.379 2.637 2.708 14.510 4.379 3.637 1.179 3.520 12.715 1.032 1.324 -89 -4.212 -1.945 3.955 -3.379 -2.637 -2.708 -14.510 -4.379 -3.637 -1.179 -3.520 -12.715 -1.032 -1.324 89 4.212 1.945 -3.955 354 -2.189 292 -6.902 -4.379 -3.637 -1.179 -3.520 -12.715 -1.032 -1.324 89 4.212 1.945 -3.955 -3.733 -448 -3.001 -7.608 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -3.733 -448 -3.001 -7.608 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 40.107 42.353 42.586 42.586 47.221 50.924 52.875 56.920 56.920 58.987 59.453 57.108 51.639 51.639 54.840 2.9 2.6 2.1 1.9 3.0 2.4 2.3 -0.7 -0.6 -0.6 0.1 1.6 30.6 17.5 33.2 24.8 19.8 21.4 15.2 21.2 19.4 16.2 17.8 15.2 25.5 18.4 23.0 21.0 7.1 18.6 14.2 5.6 9.4 5.1 9.0 7.3 4.4 7.7 4.7 9.2 6.4 6.3
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara 1) Format baru sejak publikasi Januari 2004 2) Tidak termasuk pinjaman IMF 3) Negatif berarti surplus dan positif berarti defisit. Sejak kuartal pertama 2004, perubahan cadangan devisa untuk data realisasi hanya mencakup data transaksi. 4) Sejak 1988, posisi cadangan devisa berdasarkan aktiva luar negeri menggantikan cadangan devisa resmi. Sejak 2000, posisi cadangan devisa memakai konsep Internasional Reserve and Foreign Currency Liquidity (IRFCL). 5) Perbandingan antara pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap ekspor barang dan jasa. 6) Terdiri dari Pemerintah, BUMN di luar bank, dan Bank Indonesia.
41
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
Tabel 7 Perkembangan Perubahan Indeks Harga Konsumen Menurut Kelompok dan Sub Kelompok Barang dan Jasa (Persen)1)
Kelompok/Sub Kelompok
I. Bahan Makanan A. Padi-padian, umbi-umbian dan hasil-hasilnya B. Daging dan hasil-hasilnya C. Ikan segar D. Ikan diawetkan E. Telur, susu dan hasil-hasilnya F. Sayur-sayuran G. Kacang-kacangan H. Buah-buahan I. Bumbu-bumbuan J. Lemak dan minyak K. Bahan makanan lainnya II. Makanan jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau A. Makanan jadi B. Minuman yang tidak beralkohol C. Tembakau dan minuman beralkohol
II
2006 2007 2008 2009 III IV
I
0,54 1,27 6,05 3,71 -0,58 2,60 8,63 12,16 3,50 5,62 -0,25 -2,93 0,29 3,66 1,46 1,37 2,22 2,72 1,64 0,35 2,48 1,96 2,55 -1,02 -2,28 1,00 11,87 -0,30 0,11 1,73 1,72 3,81 0,16 0,50 4,46 2,21 -1,21 -13,98 24,41 -3,70 0,38 1,41 3,65 8,63 0,85 4,36 3,13 1,32 1,00 0,80 2,24 1,89 0,91 0,96 2,25 1,67 0,87 0,31 1,95 1,75 1,23 0,86 2,59 2,24 III. Perumahan 1,05 0,78 1,30 1,81 A. Biaya tempat tinggal 1,40 0,98 1,73 2,12 B. Bahan bakar, penerangan dan air 0,58 0,34 0,56 1,69 C. Perlengkapan rumah tangga 0,72 0,67 0,78 1,20 D. Penyelenggaraan rumah tangga 0,92 0,99 0,99 1,70 IV. Sandang 2,66 0,57 1,84 0,72 A. Sandang laki-laki 0,77 0,80 1,81 0,37 B. Sandang wanita 0,69 0,69 1,41 0,10 C. Sandang anak-anak 0,56 1,00 1,35 0,50 D. Barang pribadi dan sandang lainnya 8,78 -0,22 2,47 2,09 le V. Kesehatan 1,42 0,70 1,76 1,39 A. Jasa kesehatan dan obat-obatan 1,61 0,94 3,70 1,92 B. Obat-obatan 0,93 -0,19 0,18 1,32 C. Jasa perawatan jasmani 1,03 0,84 0,80 1,16 D. Perawatan jasmani dan kosmetik 1,43 0,77 0,72 1,46 VI. Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0,41 7,44 0,20 0,36 A. Biaya pendidikan 0,02 11,41 0,12 0,46 B. Kursus dan pelatihan 0,19 2,31 0,23 1,04 C. Perlengkapan/peralatan pendidikan 1,79 3,61 0,27 0,36 D. Rekreasi 0,82 0,06 0,28 0,13 E. Olah raga 0,54 1,19 0,88 0,79 VII. Transpor dan Komunikasi 0,35 0,08 0,35 0,22 A. Transpor 0,37 0,02 0,33 0,24 B. Komunikasi dan pengiriman 0,02 -0,01 -0,01 0,05 C. Sarana dan penunjang transpor 1,09 1,26 1,56 0,50 D. Jasa Keuangan 0,45 0,05 0,01 0,01 U M U M 0,87 1,16 2,44 1,91
II
III
IV
-1,21
4,00
4,43
-6,50 5,12 -2,71 0,39 4,05 -1,04 2,61 1,39 -8,06 12,79 1,50 1,19
0,69 9,08 4,65 3,06 11,46 2,17 4,49 2,87 -0,43 7,09 0,75 1,33
1,00 0,20 2,60 0,75 0,83 0,15 0,52 1,79 0,39 0,29 0,71 0,32 0,35 0,71 0,45 0,82 1,85 0,80 0,01 0,03 0,26 0,36 -0,23 0,36 0,46 0,60 0,01 0,24 0,01 0,17
1,35 0,46 1,85 1,27 1,11 1,92 0,57 1,61 2,34 1,29 0,94 1,34 5,53 1,03 0,32 1,08 0,61 1,56 7,97 12,73 0,87 1,58 0,01 0,35 0,15 0,00 -0,02 2,43 0,00 2,28
I
I
II**
0,60
1,44
-1,58
3,48 2,59 -2,04 4,14 2,11 5,84 0,73 7,87 0,26 6,88 7,39 2,42 7,90 28,51 1,79 1,38 25,17 2,85 6,71 15,72 -1,47 2,02 1,85 4,02
2,11 0,60 0,91 0,29 13,94 -4,64 2,01 12,12 2,94 1,84 8,04 4,32 -0,19 8,94 -2,51 1,68 3,79 6,60 1,84 5,93 0,42 0,89 7,30 1,68 -0,07 -10,49 8,28 1,47 -1,65 -6,81 1,00 3,57 1,20 1,33 2,62 2,43
2,76 2,39 2,25 2,24 -0,34 2,59 0,18 0,71 1,66 -0,81 1,62
-0,75 -0,47 -1,08 -0,87 -0,57 -6,32 -0,46 2,18 -9,84 1,01 0,78
2,40
0,88
2,36 5,50 -0,20 1,47 2,28 1,89 0,97 2,79 1,58 2,22 -0,45 4,69 1,05 1,45 1,30 2,71 4,78 4,30 1,70 0,81 1,45 0,68 0,86 0,56 13,60 12,66 1,12 3,00 0,44 5,12 1,46 1,96 0,73 1,15 1,52 2,32 0,43 0,14 0,36 0,09 0,48 0,72 0,66 0,30 0,64 0,20 2,23 0,47 0,42 0,37 0,49 0,27 0,00 0,01 1,27 1,40 0,00 4,90 2,09 3,41
1,63 1,06 0,73 1,14 1,67 -0,12 0,97 0,86 0,49 0,27 0,46 0,64 0,59 0,83 0,47 1,31 1,10 0,90 0,44 0,18 0,45 0,72 0,92 0,20 8,72 12,98 -0,12 0,84 0,01 2,46
1,59 5,39 2,42
0,80 1,53 0,58
0,42 1,00 -1,48 0,95 1,00
0,21 0,08 0,25 0,49 0,54
4,48 0,38 0,44 0,26 13,49
-2,17 0,36 0,27 0,22 -6,79
1,27 1,60 1,14 1,39 1,01
0,97 1,63 0,71 0,30 0,31
0,22 0,04 0,59 0,37 0,48 0,51
0,13 0,03 0,33 0,09 0,32 0,16
-4,66 -6,95 -0,07 1,38 0,00
0,07 0,14 -0,20 0,26 0,00
0,36
-0,26
5,91
II* 1,28
III IV 4,75
2,83 2,35 2,15 1,50 2,60 3,70 3,58 1,00 2,16 0,73 8,94 1,66 1,66 1,10 1,71 1,08 0,77 2,58 3,02 0,35 2,15 0,30 2,13 0,23 -2,46 7,26 1,64 1,10 1,07 0,69 2,19 1,60 2,36 1,61 1,76 1,26 3,77 0,82 6,76 0,70 4,95 0,32 1,14 1,11 0,51 1,02 0,91 0,49 0,92 -2,94 1,03 -4,46 0,02 0,20 1,34 1,64 3,89 0,00 2,88 0,54
Keterangan : 1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002 (2002 = 100). * Mulai 1 Juli 2008, perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100), data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm (month to month) bulan Juni 2008 ** Posisi Februari 2009 Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
42
Tabel Statistik
Tabel 8 Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota (Persen)1) Kota 1. Lhokseumawe 2. Banda Aceh 3. Padang Sidempuan 4. Sibolga 5. Pematang Siantar 6. M e d a n 7. Padang 8. Pekanbaru 9. Batam 10. Jambi 11. Palembang 12. Bengkulu 13. Bandar Lampung 14. Pangkal Pinang 15. Dumai 16. Tanjung Pinang 17. Jakarta 18. Tasikmalaya 19. Serang 20. Tangerang 21. Cilegon 22. Bogor 23. Sukabumi 24. Bekasi 25. Depok 26. Bandung 27. Cirebon 28. Purwokerto 29. Surakarta 30. Semarang 31. Tegal 32. Yogyakarta 33. Jember 34. Sumenep 35. Kediri 36. Malang 37. Probolinggo 38. Madiun 39. Surabaya 40. Denpasar 41. Mataram 42. Bima 43. Maumere 44. Kupang 45. Pontianak 46. Singkawang 47. Sampit 48. Palangka Raya 49. Banjarmasin 50. Balikpapan 51. Samarinda
II
1,49 2,54 0,71 0,83 0,40 0,29 0,71 0,89 -0,40 1,20 0,57 1,32 0,43 -0,16 - - 0,33 0,99 - - - - - - - 0,57 -0,12 1,36 0,85 0,87 0,71 2,54 1,52 - 1,19 1,27 - - 0,99 0,56 0,61 - - 0,46 0,98 - 3,94 3,68 6,15 1,90 1,87
2006 2007 2008 2009 III 1,09 2,64 2,74 1,90 1,68 0,85 0,93 1,21 2,30 1,61 0,96 1,23 0,69 2,16 - - 1,21 2,23 - - - - - - - 1,26 0,63 2,21 0,36 1,48 1,48 2,52 0,70 - 0,80 0,60 - - 0,81 -0,12 -0,05 - - 0,86 1,72 - 0,30 -0,52 0,10 -0,06 2,44
IV 4,45 2,81 4,93 1,07 4,01 3,31 5,07 3,36 1,97 6,14 4,27 3,76 2,31 0,93 - - 2,07 3,53 - - - - - - - 1,87 4,23 2,48 2,41 1,57 3,19 2,42 2,68 - 3,11 1,76 - - 2,61 1,37 1,93 - - 3,32 1,29 - 1,74 3,94 3,14 1,05 0,61
I
II
2,16 4,61 1,92 6,92 2,98 1,63 3,68 3,67 1,40 3,17 0,64 1,36 0,71 2,62 - - 1,95 3,73 - - - - - - - 1,13 3,24 2,22 1,19 2,37 1,66 1,86 1,26 - 2,50 1,30 - - 1,09 2,19 3,59 - - 5,29 2,56 - 0,81 0,62 3,29 0,81 1,72
-2,16 -1,67 -2,34 -0,29 -0,55 -0,51 -1,96 -1,49 -0,34 -1,22 0,85 -0,88 0,12 -0,98 - - 0,51 -0,04 - - - - - - - -0,26 0,15 1,33 -0,34 0,52 1,24 0,18 0,78 - -0,11 0,13 - - 0,90 0,29 1,00 - - -0,39 1,14 - 0,39 -0,14 -0,66 0,39 0,52
III 5,34 5,85 3,76 1,15 3,78 1,96 2,06 1,92 2,15 2,57 3,23 3,10 3,40 0,67 - - 1,85 1,65 - - - - - - - 2,48 2,22 2,21 0,99 1,98 2,84 3,17 2,13 - 1,55 2,12 - - 2,02 1,36 1,14 - - 0,90 2,12 - 1,84 2,38 2,60 4,54 4,84
IV
I
II*
-1,05 1,94 2,51 2,69 1,97 3,23 3,05 3,31 1,56 2,75 3,28 1,37 2,22 0,33 - - 1,61 2,20 - - - - - - - 1,82 2,06 0,26 1,42 1,72 2,88 2,59 2,91 - 2,76 2,28 - - 2,12 1,95 2,78 - - 2,47 2,49 - 4,38 4,95 2,39 1,40 1,85
4,84 3,49 4,65 4,63 3,07 2,19 4,35 4,15 2,91 2,16 3,11 4,09 3,29 6,53 - - 3,51 2,57 - - - - - - - 2,81 3,52 3,60 2,74 4,18 2,72 2,85 2,73 - 2,94 4,06 - - 3,59 3,35 3,23 - - 3,33 4,21 - 1,60 4,48 4,12 3,75 3,97
4,38 2,75 2,53 2,31 2,88 2,07 4,09 2,46 2,29 4,19 3,41 4,14 2,93 4,20 3,80 2,45 1,94 2,54 2,21 3,04 2,11 1,15 2,80 1,24 2,45 2,76 3,33 2,75 2,13 2,40 1,82 2,51 3,46 1,62 2,11 2,77 1,81 4,05 2,00 1,78 3,21 4,94 2,24 2,31 2,27 2,94 2,87 2,22 2,48 2,88 3,32
III 2,92 1,36 1,27 3,06 1,37 1,21 2,04 3,17 1,72 1,76 3,20 3,61 4,95 4,26 3,04 3,33 2,54 3,64 4,50 3,21 0,88 2,38 3,42 3,82 3,49 2,28 4,04 3,53 1,74 2,83 2,36 3,16 2,77 2,83 3,10 2,93 3,85 2,27 2,56 3,14 3,23 3,16 6,66 0,46 3,21 2,73 1,72 3,62 2,23 1,84 2,96
IV
I
II*
2,97 1,39 1,56 2,22 1,33 2,26 2,07 0,55 0,58 -0,19 -0,29 0,34 0,74 0,13 1,22 1,19 - - - 0,00 1,57 0,46 1,32 0,03 0,18 -0,07 0,19 1,16 0,13 0,18 0,45 - - 1,05 -0,35 0,38 0,00 -0,32 0,14 - - 0,77 -2,44 - - 0,02 - - - - -
-0,56 0,35 -0,03 -0,52 -0,20 -0,84 0,04 0,48 0,64 0,26 -0,06 0,09 0,92 -0,78 -0,74 0,32 - - - 0,32 0,63 0,79 1,67 0,01 -0,87 0,11 0,91 0,78 1,06 0,72 1,05 - - 0,25 0,90 1,28 0,60 1,02 1,06 - - 2,41 0,39 - - 0,38 - - - - -
0,06 0,16 -1,42 -0,12 0,40 -0,18 -1,15 -0,49 -0,59 -0,31 -0,10 -0,90 -1,63 -0,84 -0,56 -1,30 -0,09 0,00 -0,45 0,28 -0,27 -0,21 -0,23 -0,08 -0,18 0,03 -0,08 0,66 -0,19 -0,43 -0,17 -0,39 -0,51 -0,63 -1,08 2,29 -0,53 -
43
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
Tabel 8 Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota (lanjutan) (Persen)1) Kota 52. Tarakan 53. Manado 54. P a l u 55. Watampone 56. Makassar 57. Parepare 58. Palopo 59. Kendari 60. Gorontalo 61. Mamuju 62. Ambon 63. Ternate 64. Manokwari 65. Sorong 66. Jayapura NASIONAL
II
- 0,05 2,92 - 2,01 - - 3,12 -0,99 - 3,00 -0,04 - - 2,47 0,87
2006 2007 III
IV
- 2,15 1,23 - 1,58 - - 2,29 2,34 - -0,47 0,82 - - 1,57 1,16
- 1,29 1,74 - 0,66 - - 2,97 3,48 - 1,25 1,72 - - 2,31 2,44
I - 3,34 0,60 - 2,28 - - 1,94 -1,24 - 1,77 2,39 - - 4,93 1,91
II - -0,43 1,87 - 0,51 - - 2,20 0,46 - 0,51 2,06 - - 0,15 0,17
III
IV
- 3,45 1,60 - 3,38 - - 0,15 3,22 - 2,38 0,44 - - 0,52 2,28
- 3,46 3,84 - -0,54 - - 2,94 4,51 - 1,07 5,21 - - 4,45 2,09
2008
I
II*
III
- 1,04 1,49 - 4,45 - - 2,91 -0,04 - 2,92 4,71 - - 6,49 3,41
2,48 3,63 2,44 6,26 3,39 2,76 3,15 6,49 2,59 3,04 1,76 1,17 5,78 5,72 5,86 2,46
5,54 3,02 5,01 3,62 3,50 4,21 3,50 3,30 4,01 5,86 5,06 4,30 8,31 7,29 2,88 2,88
IV 0,82 0,17 -0,63 0,27 - 0,43 1,16 0,74 0,16 -0,29 -4,80 -0,92 0,62 -1,86 0,31 0,54
2009 I 0,53 1,18 1,78 2,14 - 0,40 1,14 2,99 2,33 -0,35 2,26 1,25 3,52 0,77 -0,06
-0,10 -1,96 -0,51 0,05 -0,41 0,33 0,54 0,43 -0,03 0,28 0,80 0,29 -0,72 -1,34
0,36
-0,26
Keterangan : 1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002 (2002 = 100). * Mulai 1 Juli 2008, perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100) dengan jumlah kota menjadi 66 kota, data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm (month to month) bulan Juni 2008 ** Posisi Mei 2009 Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
44
II*
Tabel Statistik
Tabel 9 Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar (Persen) 1)
Akhir
Pertanian
Pertambangan
Industri
Impor
Periode
Ekspor
Total
Nonmigas
Umum
Migas
2004 Trw.I
1,26
9,77
1,18
3,10
3,91
2,90
6,75
2,35
Trw.II
3,20
1,55
2,34
6,67
7,32
2,26
21,16
4,37
Trw.III
-1,29
0,35
0,60
3,41
4,68
0,89
13,39
1,80
Trw.IV
1,84
1,02
0,52
0,34
-1,48
2,42
-9,47
0,18
2005
Trw.I
3,80
3,00
8,04
9,11
10,73
4,61
24,20
8,02
Trw.II
0,00
0,70
1,34
0,69
1,43
0,00
5,13
1,38
Trw.III
2,76
0,70
1,32
6,85
9,15
3,28
20,49
4,08
Trw.IV
4,03
13,19
22,22
0,64
-3,87
2,38
-13,77
9,15
2006
Trw.I
3,87
0,61
1,60
-0,64
-1,34
-4,65
3,29
-1,20
Trw.II
4,97
1,83
2,11
5,13
8,84
6,50
13,64
4,85
Trw.III
5,33
2,40
2,58
0,61
0,00
2,29
-3,60
2,31
Trw.IV
6,74
3,51
1,51
1,82
-5,00
1,49
-16,18
0,56
2007
Trw.I
6,32
3,39
3,47
3,57
2,63
3,68
1,49
3,93
Trw.II
2,97
1,64
3,35
5,75
7,05
2,84
14,63
4,32
Trw.III
7,69
1,61
3,70
3,26
1,80
-0,69
6,38
3,63
Trw.IV
7,59
3,70
5,80
11,05
10,00
2,08
24,40
8,50
2008
Trw.I
7,05
4,08
7,17
6,64
5,88
5,44
6,43
6,45
Trw.II
7,75
10,78
12,60
15,56
14,14
5,16
28,10
12,55
Trw.III
4,32
3,54
1,40
-9,23
-5,31
2,45
-15,09
-1,92
Trw.IV
0,00
4,27
-4,14
-11,86
-13,55
9,58
-47,22
-6,67
2009
Trw.I
-31.27
-15.57
-41,37
-24,52
-25,95
-17,49
-50,53
-32,35
Trw.II
0,98
1,24
3,33
0,75
4,29
18,75
1,90
3,06
Keterangan : 1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya. Perhitungan IHPB menggunakan tahun dasar 2000 (2000 = 100). *) Posisi April 2009 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS diolah)
45