BAB II SEWA MENYEWA RUMAH / BANGUNAN
A. Sejarah, Pengeretian, Subjek dan Objek Serta Dasar Hukum Sewa Menyewa 1. Sejarah Sewa Menyewa Sejarah terbentuknya sewa-menyewa di Belanda, pemerintah Belanda mencurahkan perhatian yang cukup besar untuk kesejahteraan masyarakat, antara lain mengenai masalah sewa-menyewa rumah tinggal. Kesejahteraan manusia itu tidak hanya mengenai kesejahteraan dalam hal pangan saja tetapi masalah rumah tinggal (papan) juga merupakan suatu masalah yang tidak kurang artinya. Untuk kepastian hukum dari hubungan sewa-menyewa rumah tinggal itu, negara telah menerbitkan berbagai peraturan 7. Oleh karena itu kurangnya perumahan setelah perang dunia II dan demi untuk melindungi masyarakat yang kurang mampu, maka pada tahun 1941 diterbitkan surat keputusan untuk melindungi para penyewa rumah tinggal dan barang tidak bergerak lainnya yang disebut huubescherningsbesluit (perlindungan persewaan). Hal ini disebabkan oleh karena bertambah banyaknya pendatangpendatang baru, baik sebagai pekerja atau pun sebagai pengusaha kecil, maka pemerintah terpaksa ikut campur dalam bidang perdata ini, yaitu pada bidang sewa menyewa bangunan pada umumnya. Untuk mengatasi sewa menyewa barang tidak bergerak, antara lain sewa menyewa rumah tinggal, maka pada tahun 1950 UU yang terkenal dengan sebutan huurwet yang diundangkan pada tanggal 7
hal 7.
Mursila Bustama, Sewa Menyewa Di Nederland, Mahkamah Agung-RI, Jakarta, 1993,
14 Universitas Sumatera Utara
15
13 Oktober 1950 Stb.K 452. Pada tahun 1960 ada beberapa kotapraja merasa bahwa huurwet itu tidak dapat dipertahankan lagi karena terlalu menguntungkan si penyewa dan kembali untuk memperlakukan peraturan di dalam BW yang disebut “liberisasi”. Harga sewa tidak ditentukan oleh pemerintah, tetapi ditentukan oleh persetujuan kedua belah pihak, yaitu si penyewa dan yang menyewakan 8. Pada waktu diadakan perubahan BW tahun 1972, maka Pasal 1623a BW dan peraturan yang telah diliberalisasi itu berlaku bersamaan dengan huurwet tersebut di atas. Di dalam huurwet
itu ada pula peraturan sewa menyewa
bangunan yang menentukan plafon sewa dari setiap macam bangunan. Pasal yang terkenal dalam huurwet itu adalah Pasal 18 yang menentukan bahwa setelah berakhirnya suatu hubungan sewa menyewa, maka si penyewa masih berhak menempati tempat itu demi untuk perlindungan sewa (huurbescherming). Peraturan ini sekarang hanya berlaku untuk sewa menyewa bangunan-bangunan perusahaan yang tidak diliberalisasikan. Pada tahun 1979 terbitlah tiga serangkai peraturan mengenai: 1. Huurprizenwet woonruimte (UU sewa menyewa mengenai tempat tinggal) 2. Wet op de huurcommisse (UU tentang Badan Komisi Sewa Menyewa mengenai tempat tinggal) 3. Wet houdende berpalingen met betrekking tot huur en verhuur vanwoonruimte (UU yang berkenaan dengan peraturan sewa menyewa tempat tinggal) Sehingga sewa menyewa tempat tinggal/woonruimte diatur oleh ketiga aturan ini 9. Sedangkan sejarah sewa menyewa menurut hukum Islam, sewa menyewa itu dikenal dengan sebutan ijarah. Menurut etimologi, ijarah adalah menjual 8 9
Ibid Ibid, hal 8.
Universitas Sumatera Utara
16
manfaat. Ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi keperluan manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain 10. Demikian pula artinya menurut terminologi syara. Hampir semua ulama fiqih sepakat bahwa ijarah disyari’atkan dalam Islam. Namun ada sebagian yang tidak menyepakati dengan alasan bahwa ijarah adalah jual-beli barang yang tidak dapat dipegang (tidak ada). Sesuatu yang tidak ada tidak dapat dikategorikan jual beli. Dalam menjawab pandangan ulama yang tidak menyepakati ijarah tersebut, Ibnu Rusyd berpendapat bahwa kemanfaatan walaupun tidak berbentuk, dapat dijadikan alat pembayaran menurut kebiasan (adat). Mengenai hal ini dapat dikatakan bahwa meski tidak terdapat manfaat pada saat terjadinya akad, tetapi pada dasarnya akan dapat dipenuhi. Sedang dari manfaat-manfaat tersebut, hukum syara’ hanya memperhatikan apa yang ada pada dasarnya yang akan dapat dipenuhi, atau adanya keseimbangan antara dapat dipenuhi dan tidak dapat dipenuhi 11. Sebagai sebuah transaksi umum, ijarah dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya, sebagaimana yang berlaku secara umum dalam transaksi lainnya. Adapun syarat-syarat ijarah adalah sebagai berikut: a. Al-muta’aqidain (kedua orang yang berakad) 12. 1)
Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah: baligh dan berakal.
2)
Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah: tidak harus mencapai baligh, anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad ijarah dan dianggap sah apabila disetujui oleh walinya.
10
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah. Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000, hal 228. Ibnu Rusyd, Tarjamah Bidayatu’l Mujtahid, Asy-Syifa, Semarang, 1990, hal 196. 12 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Op.cit., Hal 231. 11
Universitas Sumatera Utara
17
b. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaan untuk melakukan akad ijarah. c. Manfaat yang menjadi obyek ijarah harus diketahui secara sempurna, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari. d. Obyek ijarah boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat. e. Obyek ijarah adalah sesuatu yang dihalalkan oleh syara’. f. Yang disewakan adalah bukan suatu kewajiban bagi penyewa. g. Objek ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan, seperti rumah, mobil, dan hewan tunggangan. h. Upah/sewa dalam akad ijarah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai harta.
2. Pengertian Sewa Menyewa Defenisi dari perjanjian sewa menyewa yang diberikan oleh Pasal 1548 KUHPerdata adalah : “Sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama sewaktu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhir disanggupi pembayarannya.” Menarik juga untuk diperhatikan defenisi yang dirumuskan oleh C.S.T Kansil mengenai sewa menyewa. Adapun definisi sewa menyewa yang dikemukakan C.S.T Kansil adalah suatu perjanjian untuk menyerahkan suatu barang untuk digunakan dalam waktu tertentu dan dengan sewa tertentu 13.
13
C.S.T.Kansil dan Christine S.T.Kansil, Modul Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta Hal 241.
Universitas Sumatera Utara
18
Sewa menyewa seperti halnya dengan jual beli dan perjanjian lain pada umumnya, adalah suatu perjanjian konsensual. Yang artinya, ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga 14. Dalam buku pokok-pokok hukum Islam, Sudarsono menyebutkan bahwa penyewa yaitu orang yang mengambil manfaat dengan perjanjian yang ditentukan oleh syara’ dan mempersewakan adalah akad atas suatu manfaat yang dimaksud lagi diketahui, dengan imbalan yang diketahui menurut syarat-syarat tertentu pula 15. Jadi sewa menyewa menurut Sudarsono adalah akad atas manfaat dengan imbalan yang diketahui dan ditentukan oleh syara’. Perbedaan pokok antara jual-beli dengan sewa menyewa terletak pada masalah : (1). Pada sewa menyewa, hak menikmati barang yang diserahkan kepada si penyewa, hanya terbatas pada suatu jangka waktu tertentu saja, sesuai dengan lamanya jangka waktu yang ditentukan dalam persetujuan. Sedangkan, pada batas waktu tertentu, sekaligus terhadap barang yang dibeli tadi terjadi penyerahan hak milik kepada pembeli. (2). Tujuan pembayaran sejumlah uang dalam sewa meyewa, hanya sebagai imbalan atas hak penikmat benda yang disewakan. Sedangkan, pada jual beli, tujuan pembayaran harga barang oleh pembeli tiada lain untuk pemilikan barang yang dibeli 16.
14
R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal 39-40. Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hal 423-424. 16 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Op.cit., hal 221. 15
Universitas Sumatera Utara
19
Sewa menyewa berbeda dengan leasing. Dalam SK Menkeu Republik Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991, Pasal 1 butir a disebutkan : “Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang dan modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna tanpa opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.” Berdasarkan dengan leasing terdapat 2 (dua) pihak yakni lessor perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa guna usaha yang telah memperoleh ijin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan sewa guna usaha serta lessee yaitu perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan lessor. 17 Seperti yang telah dikatakan maksud persetujuan sewa menyewa ialah menikmati atas suatu barang dengan cara membayar sewa untuk jangka waktu tertentu. Penikmat inilah sebagai suatu unsur yang ditekankan pada Pasal 1548 KUHPerdata. Penikmat itu tidak terbatas sifatnya, seluruh kenikmatan yang dapat dikecap dari barang yang disewa harus diperuntukan bagi si penyewa. Penikmat atas seluruh barang yang disewakan tidak akan menimbulkan persoalan, jika si penyewa menguasai seluruh bagian barang. Masalah penikmat bisa menimbulkan persoalan, apabila si penyewa hanya menyewa atas sebahagian barang saja. Seperti halnya penyewaan atas sebahagian bawah suatu rumah bertingkat, atau hanya pada bagian pavilion saja 18. Tentu dalam penyewaan atas bahagian barang, si penyewa hanya berhak untuk menikmati bahagian yang 17 18
Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2001, hal 116. M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
20
disewakan saja, sesuai denga indentifikasi yang telah ditentukan dalam perjanjian sewa-menyewa. 3. Subjek dan Objek Sewa Menyewa Istilah subjek hukum berasal dari terjemahan rechtsubject (Belanda) atau law of subject (Inggris). Pada umumnya rechtsubject diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban 19. Menurut C.S.T Kansil yang dimaksud dengan subjek hukum ialah siapa yang dapat mempunyai hak dan cakap untuk bertindak di dalam hukum, atau dengan kata lain siapa yang cakap menurut hukum untuk mempunyai hak 20. Pada definisi yang diberi oleh Kansil, terdapat kata cakap, dimana menurut beliau subjek hukum adalah mereka yang cakap menurut hukum untuk mempunyai hak. Subjek hukum mempunyai peranan yang penting di dalam bidang hukum, khususnya hukum keperdataan karena subjek hukum itulah nantinya yang dapat mempunyai kewenangan hukum. Didalam berbagai literatur dikenal 2 (dua) macam subjek hukum, yaitu manusia pribadi (natuurlijke persoon) dan badan hukum (rechts persoon). Ada 2 (dua) pengertian manusia yaitu secara biologis dan secara yuridis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lainnya). Chaidir Ali mengartikan bahwa manusia adalah makhluk yang berwujud dan rohaniah, yang secara berasa, yang berbuat dan bernilai, berpengetahuan dan berwatak 21. Kedua pengertian itu difokuskan pada pengertian manusia secara biologis, dimana manusia mempunyai akal yang membuatnya berbeda dari makhluk 19
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta 2002, hal 23. C.S.T.Kansil dan Christine S.T.Kansil, Modul Hukum Perdata,Op.cit., hal 84. 21 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Op.cit., hal 24. 20
Universitas Sumatera Utara
21
lainnya. Namun secara yuridis para ahli berpendapat bahwa manusia sama dengan orang (persoon) dalam hukum. Ada dua alasan yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, yaitu yang pertama manusia mempunyai hak-hak subjektif dan yang kedua yaitu kewenangan hukum. Kewenangan hukum adalah kecakapan untuk menjadi subjek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban. Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dilahirkan namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Setelah diuraikan mengenai manusia pribadi (natuurlijke persoon) sebagai subjek hukum maka badan hukum (rechts persoon) juga merupakan subjek hukum. Badan hukum sebagai subjek hukum dapat bertindak seperti manusia. Badan hukum merupakan kumpulan manusia pribadi dan juga merupakan kumpulan bagian dari hukum yang mengaturnya sesuai dengan hukum yang berlaku; umpamanya, badan hukum Perseroan Terbatas menurut Bab III KUHD dan koperasi menurut Undang-Undang No.17 Tahun 2012 22. Menurut Soemitro, rechtpersoon adalah suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang pribadi. Sementara Sri Soedewi berpandangan bahwa badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang bersama-sama bertujuan untuk mendirikan suatu badan, yaitu berwujud himpunan dan harta kekayaan yang disendirikan untuk tujuan tertentu dan ini dikenal dengan yayasan 23. Dalam definisi-definisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa unsur-unsur dari badan hukum, yaitu : 22 23
C.S.T. Kansil dan Christine S.T.Kansil, Modul Hukum Perdata, Op.cit., hal 89. Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Op.cit., hal 25.
Universitas Sumatera Utara
22
a. Mempunyai kumpulan; b. Mempunyai tujuan tertentu; c. Mempunyai harta kekayaan; d. Mempunyai hak dan kewajiban; e. Mempunyai hak untuk digugat dan menggugat 24. Badan hukum (rechtspersoon) dibedakan dalam 2 bentuk, yaitu : 1). Badan hukum publik atau publiek rechtspersoon Badan hukum publik adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara pada umumnya. Badan hukum ini merupakan badan-badan negara dan mempunyai kekuasaan wilayah atau merupakan lembaga yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif atau pemerintah atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu. Contoh badan hukum publik : Negara Republik Indonesia yang menjadi dasarnya ialah konstitusi tertulis dalam bentuk Undang-Undang Dasar, yang dalam menjalankan kekuasaan diberikan tugas kepada Presiden dan pembantu-pembantunya ialah para Menteri. 2). Badan hukum privat (sipil) atau privaat rechts person Badan hukum privat (sipil) ialah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum itu. Badan hukum itu merupakan badan hukum swasta yang didirikan oleh pribadi orang itu untuk tujuan tertentu yaitu mencari keuntungan, 24
Ibid hal 26
Universitas Sumatera Utara
23
sosial, pendidikan, politik, kebudayaan, kesenian, olahraga, dan lainnya, sesuai menurut hukum yang berlaku. Contoh badan hukum privat (sipil) : Perseroan Terbatas (PT) didirikan pada oleh persero-persero untuk mencari keuntungan dan kekayaan dan dalam kegiatan pelaksanaan dilakukan oleh direksi, dan pengaturannya terdapat pada Bab III, bagian ketiga Buku I KUHD 25. Selanjutnya mengenai objek hukum, yang menjadi objek hukum adalah benda atau zaak; karena yang menjadi objek itu berarti segala sesuatu yang berguna bagi objek hukum menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek hukum. Pengaturan tentang benda atau zaak terdapat secara luas pada Buku II KUHPerdata tentang hukum kebendaan atau zaken recht yang berasal dari hukum barat. Setelah kemerdekaan perubahan pengaturan tentang hukum benda dalam Buku II KUHPerdata terjadi perubahan mengenai tanah, bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dengan keluarnya UndangUndang Pokok Agraria dan perundang-udangan lainnya 26. Mariam Darus berpendapat bahwa untuk menjadi subjek hukum ada syarat yang harus dipenuhi yaitu penguasaan manusia dan mempunyai nilai ekonomis dan karena itu dapat dijadikan sebagai objek (perbuatan) hukum 27. Pasal 503; 504; 505 KUHPerdata di dalamnya menguraikan bagian-bagian besar dari benda. Pasal 503 KUHPerdata berbunyi : “Tiap-tiap kebendaan adalah bertubuh dan tidak bertubuh.” 25
C.S.T. Kansil dan Christine S.T.Kansil, Modul Hukum Perdata, Op.cit., hal 90-91. Ibid, hal 92 27 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni Bandung, 1997, hal. 35 26
Universitas Sumatera Utara
24
Pasal 504 KUHPerdata berbunyi : “Tiap-tiap kebendaan adalah bergerak atau tidak bergerak, satu sama lain menurut ketentuan-ketentuan dalam kedua bagian tersebut.” Pasal 505 KUHPerdata berbunyi : “Tiap-tiap kebendaan bergerak adalah dapat dihabiskan atau tak dapat dihabiskan; kebendaan dapat dikatakan dapat dihabiskan bilamana mereka dipakai, menjadi habis.” Seperti yang disampaikan bahwa di dalam suatu perjanjian menimbulkan hubungan hukum diantara para pihak yang bersepakat atau berjanji. Dalam perjanjian sewa menyewa, terdapat 2 (dua) pihak yang menjadi hubungan hukum yaitu pihak penyewa dan pihak yang menyewakan. Di dalam hubungan hukum yang terjadi antara pihak penyewa dan pihak yang menyewakan, maka menunjukkan adanya subjek sebagai pelaku yaitu pihak penyewa dan pihak yang menyewakan. Sementara benda yang dipersewakan adalah sebagai objek oleh para pihak di dalam perjanjian sewa-menyewa. Mengenai jenis-jenis benda yang menjadi objek dalam perjanjian sewa menyewa diatur dalam Pasal 1549 KUHPerdata yang dari isinya menyatakan objek dalam perjanjian sewa menyewa adalah semua jenis barang, baik yang tak bergerak maupun yang bergerak yang dapat disewakan. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa yang menjadi subjek dalam perjanjian sewa menyewa adalah pihak penyewa dan pihak yang menyewakan, sementara yang menjadi objek sewa menyewa adalah semua jenis barang baik yang bergerak maupun benda yang tidak bergerak. 4. Dasar Hukum Sewa Menyewa Dalam perjanjian sewa menyewa ini berlaku ketentuan tentang perjanjian
Universitas Sumatera Utara
25
pada umumnya, sebagaimana yang tercantumkan dalam Bab Kedua dari Buku III KUH Perdata. Bab VII dari Buku III KUHPerdata terdiri dari empat (4) bagian, yaitu: Bagian I : Ketentuan Umum Bagian I Buku III KUHPerdata ini terdapat pasal yang di dalamnya merupakan pengertian dari perjanjian, yang terdiri dari para pihak yang mengikatkan diri karena pihak yang satu memberikan kenikmatan dan ketentraman kepada pihak lainnya atas suatu barang dengan pembayaran suatu nilai harga sewa yang disanggupi oleh pihak yang menyewa. Bagian II: Tentang aturan-aturan yang sama-sama berlaku terhadap penyewaan rumah dan penyewaan tanah. Bagian II Buku III KUHPerdata, mengatur tentang aturan-aturan yang sama-sama berlaku terhadap penyewaan rumah dan penyewaan tanah. Maksudnya pada bagian ini ditetapkannya apa yang diwajibkan oleh masing-masing pihak penyewa dan yang menyewakan. Bagian III: Tentang aturan-aturan yang khusus berlaku bagi sewa rumah dan perabot rumah Bagian III Buku III KUHPerdata, mengatur tentang aturan yang khusus berlaku bagi sewa rumah dan perabot rumah. Pada bagian ini terdapat tujuh pasal yang dimulai dari Pasal 1581 sampai Pasal 1587. Bagian IV: Tentang aturan-aturan yang khusus berlaku bagi
sewa menyewa
tanah.
Universitas Sumatera Utara
26
Buku IV KUHPerdata, mengatur tentang aturan-aturan yang khusus berlaku bagi sewa menyewa tanah. Pada bagian ini ada sebelas (11) pasal yang dimulai dari Pasal 1588 samapai pada Pasal 1600. Pelaksanaan perjanjian sewa menyewa rumah toko, dan sebagainya diatur di dalam ketentuan-ketentuan BAB VII Buku Ketiga dari KUHPerdata.
B. Jenis Jenis Sewa Menyewa Perjanjian sewa-menyewa diatur di dalam bab VII Buku III KUHPerdata yang berjudul “Tentang Sewa-Menyewa” yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600 KUHPerdata. Definisi perjanjian sewa-menyewa menurut Pasal 1548 KUHPerdata menyebutkan bahwa: “ Perjanjian sewa-menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainya kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan telah disanggupi pembayaranya.” Sewa menyewa dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenverhuur dan dalam Bahasa Inggris disebut dengan rent atau hire. Sewa-menyewa merupakan salah satu perjanjian timbal balik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sewa berarti pemakaian sesuatu dengan membayar uang sewa dan menyewa berarti memakai dengan membayar uang sewa. Dalam sewa menyewa belum dibuat secara khusus mengenai jenis-jenis sewa menyewa akan tetapi wawancara secara langsung terhadap beberapa narasumber
mengenai
tersebut.
Dalam
wawancara
tersebut
Bapak
Suprayitno,SH.Mkn selaku narasumber menyatakan bahwa sewa menyewa merupakan perjanjian bernama yang termasuk di dalam KUHPerdata yang
Universitas Sumatera Utara
27
memiliki unsur berupa uang yaitu uang sewa, harga sewa dan jangka waktu sewa. 28 Dalam hal tersebut narasumber mengatakan bahwa jenis sewa menyewa adalah sewa menyewa dengan jangka waktu, sewa dengan jangka waktu tersebut diatur di dalam Undang-undang Nomor 44 Tahun 1994 tentang penghuni rumah oleh bukan pemilik. Bapak Rustam Idris, SH menyatakan bahwa sewa menyewa dibagi atas 2 (dua) yaitu sewa guna usaha (Leasing) dan sewa dengan hak membeli kembali.29 Sewa guna usaha (Leasing) adalah suatu kegiatan pembiayaan kepada perusahaan (badan hukum) atau perorangan dalam bentuk pembiayaan barang modal. Pembayaran kembali oleh peminjam dilakukan oleh peminjam dilakukan secara berkala, dan dalam jangka waktu menengah atau panjang. Perusahaan yang menyelenggarakan leasing disebut dengan lessor sedangkan perusahaan yang mengajukan leasing disebut lessee 30. Sedangkan sewa dengan hak membeli kembali diatur dalam Pasal 1519 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “kekuasaan untuk membeli kembali barang yang telah dijual diterbitkan dari suatu janji, dimana si penjual diberikan hak untuk mengambil kembali barang yang dijual, dengan mengembalikan harga pembeli asal, dengan disertai penggantian yang disebut dalam Pasal 1532 KUHPerdata. Hampir sama dengan ketentuan Pasal 1532 ayat (3) KUHPerdata tentang perjanjian sewa yang dibuat oleh pembeli, Pasal 1577 mengatur tentang pembeli yang dengan janji membeli kembali tidak dapat menggunakan kekuasaannya untuk memaksa si penyewa 28
Wawancara Langsung Notaris PPAT Medan, Suprayitno, di kantor Notaria PPAT Suprayitno SH Jalan Tengku Hamir Hamzah No. 11 Medan, tanggal 23 April 2016 pukul 13.30 WIB. 29
Wawancara Langsung Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Medan, Rustam Idris, di Pengadilan Tinggi Medan Jalan Ngumban Surbakti, tanggal 9 juni 2016, pukul 11.00 WIB. 30 Subagyo, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-2, Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Yogyakarta, 2002, hal 223.
Universitas Sumatera Utara
28
mengosongkan barang yang disewanya, sebelum pembeli dengan lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan dalam jual beli dengan hak membeli kembali menjadi pemilik mutlak dari barang. Jadi pembeli tidak berhak menghentikan perjanjian sewa menyewa sebelum jangka waktu untuk kembali daluarsa. Akan tetapi beliau juga menambahkan bahwa di dalam KUH Perdata terdapat Pasal yang menyatakan bahwa sewa menyewa di bagi atas 2 yaitu perjanjian sewa menyewa tertulis dan sewa menyewa lisan sebagaimana diatur di dalam Pasal 1570 dan Pasal 1571 KUHPerdata. Pasal 1570 KUHPerdata menyatakan jika sewa di buat dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang telah di tentukan telah lampau, tanpa diperlukan sesuatu pemberhentian untuk itu. Sedangkan Pasal 1571 menyatakan jika sewa tidak di buat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain memberitahukan bahwa ia hendak menghentikan sewanya, dengan menghindari tenggang-tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.
C. Risiko Serta Berakhirnya Perjanjian Sewa Menyewa 1. Risiko dalam perjanjian sewa menyewa Risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang terjadi di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian. Peraturan mengenai risiko dalam sewa menyewa itu tidaklah begitu jelas diterangkan oleh Pasal 1553 KUHPerdata tersebut seperti halnya dengan peraturan tentang risiko dalam jual beli yang diberikan oleh Pasal 1460 KUHPerdata, dimana dengan terang dipakai perkataan tanggungan yang berarti
Universitas Sumatera Utara
29
risiko. Peraturan tentang risiko dalam sewa menyewa itu harus di ambil dari Pasal 1553 tersebut secara mengambil kesimpulan. 31 Jika diperhatikan Pasal 1553 KUHPerdata, menguraikan mengenai kemungkinan musnahnya barang yang disewa, sebagai akibat suatu kejadian yang tiba-tiba yang tak dapat dielakkan. Jadi, apabila barang yang disewa musnah dalam jangka waktu masa perjanjian sewa masih berlangsung, bisa menimbulkan persoalan sebagai berikut : a. Musnahnya seluruh barang Apabila yang musnah itu seluruh barang dengan sendirinya menurut hukum perjanjian sewa-menyewa gugur. Kalau begitu, akibat musnahnya seluruh barang yang disewa dengan sendirinya (van rechtswege) menggugurkan sewa menyewa. Tidak perlu diminta pernyataan batal (nietig verklaring). Risiko kerugian dibagi dua antara pihak yang menyewakan dengan pihak si penyewa. Segera setelah musnahnya seluruh barang, pihak yang menyewa tidak lagi dapat menuntut pembayaran uang sewa. Tegasnya uang sewa dengan sendirinya gugur. Sebaliknya, dengan musnahnya seluruh barang yang disewa, si penyewa tidak lagi dapat menuntut penggantian barang maupun ganti rugi. Akan tetapi harus diingat, kemusnahan barang yang dimaksud dalam pembicaraan ini haruslah kemusnahan yang terjadi akibat peristiwa overwatch, atau kejadian tiba-tiba yang tak terhindarkan. Musnahnya bukan karena perbuatan si penyewa, pihak yang menyewakan atau si penyewa pihak ketiga. Kemusnahan seperti ini berada di luar jangkauan Pasal 1553 KUHPerdata. Kemusnahan akibat kesalahan seseorang, berada dalam jangkauan Pasal 1566 KUHPerdata. Yang membebani si
31
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Op.cit., hal 44
Universitas Sumatera Utara
30
pelaku suatu kewajiban untuk memikul segala kerugian dan kerusakan. Yang dimaksud dengan musnahnya seluruh barang adalah secara pasti materi barang tidak dapat lagi ditunjukkan wujudnya. Misalnya hangusnya seluruh rumah yang disewa; sehingga wujud materi rumah tidak nampak lagi. Atau kapal yang terkena bom. b. Musnahnya sebahagian barang Apabila yang musnah hanya sebagian saja; si penyewa dapat memilih : 1) Meminta pengurangan harga sewa sebanding dengan bahagian yang musnah 2) Atau menuntut pembatalan perjanjian sewa menyewa Sekarang, akan ditinjau apa yang dimaksud dengan musnahnya sebahagian barang. Suatu hal yang nyata, kadang-kadang sulit sekali menentukan batas antara musnahnya seluruh barang dengan musnahnya sebahagian barang. Sering dihadapkan pada kesulitan menentukan, kapan sesuatu kemusnahan dianggap meliputi seluruh barang atau hanya sebagian saja. Hal ini bertambah sulit akibat pengertian kemusnahan seluruh barang seperti yang dirumuskan di atas, bukanlah bersifat absolut. Malah sesuatu barang sudah dapat dianggap musnah seluruhnya, apabila barang itu sudah tak bisa lagi dipakai dan dinikmati secara normal, walaupun materi barang masih berwujud. Memang dapat diakui, bahwa kadang-kadang dalam suatu peristiwa sangat mudah menetukan kemusnahan barang secara keseluruhan. Sehingga baik dilihat dari segi material benar-benar musnah tak berwujud lagi. Apakah hal seperti ini dianggap kemusnahan atas keseluruhan?. Material yang musnah hanya sebahagian. Tapi dari segi tujuan pemakaian dan penikmatan, nyatanya meliputi
Universitas Sumatera Utara
31
keseluruhan barang. Karena itu untuk melihat batas kemusnahan antara keseluruhan dan sebahagian dapat dipegang prinsip: jika yang musnah secara material hanya sebahagian dan akibat kemusnahan barang itu masih dapat dipakai dan dinikmati untuk bahagian yang masih tinggal, maka kemusnahan seperti itu adalah meliputi sebahagian saja. Akan tetapi walaupun yang musnah secara material hanya sebahagian, namun kemusnahan atas sebahagian tadi telah melenyapkan/menghilangkan kegunaan dan penikmatan atas seluruh barang, kemusnahan demikian harus dianggap meliputi seluruh barang. Hal lain yang masuk dalam masalah kemusnahan atas sebahagian ini ialah persoalan yang berkaitan dengan: (a). Cara memperhitungkan kerugian yang diderita si penyewa dalam rangka pengurangan harga sewa yang harus dibayar si penyewa (b). Juga menyangkut kewajiban pemeliharaan pihak yang menyewakan sesuai dengan ketentuan Pasal 1552 KUHPerdata, yang mewajibkan pihak menyewakan
melakukan
reparasi
selama
sewa
menyewa
masih
berlangsung Menurut Yahya Harahap, suatu pegangan yang mendekati kepatutan dalam masalah ini adalah bukan semua kemusnahan atau kerusakan harus dikategorikan ke dalam Pasal 1553 KUHPerdata tersebut. Kemusnahan atau kerusakan atas sebahagian yang sungguh-sungguh seriuslah, baru dianggap relevan. Kalau hanya selembar seng saja yang musnah belum dapat dikategorikan sebagai kemusnahan yang serius. Baru dianggap sebagai kemusnahan yang serius apabila kemusnahan tadi sudah lenyap (dat essentiele gedeelten verdwenen zijn). Sehingga walaupun dilakukan rehabilitasi atau rekonstruksi tidak mungkin lagi mengembalikan
Universitas Sumatera Utara
32
barang seperti dalam keadaan semula. Atau tak mungkin lagi mengembalikan keadaan semula antara bangunan lama dengan rehabilitasi yang baru. Keadaan seperti inilah yang dimaksud dengan pengertian kemusnahan atas sebahagian barang. Yang memberi hak kepada si penyewa menuntut pengurangan harga sewa, berbanding dengan kerusakan yang terjadi. Dalam hal seperti inilah si penyewa dapat menuntut penetapan harga sewa baru. 32 2. Berakhirnya perjanjian sewa menyewa Secara umum undang-undang memberi beberapa ketentuan tentang berakhirnya sewa menyewa dan akibat yang paling jauh dari berakhirnya sewa ialah pengosongan barang yang disewa. Pada dasarnya sewa menyewa akan berakhir: a. Berakhirnya sesuai dengan batas waktu yang ditentukan secara tertulis (Pasal 1576 KUHPerdata) Apabila di dalam perjanjian sewa menyewa, masa berakhirnya perjanjian sewa menyewa tersebut telah ditentukan secara tertulis, maka sewa menyewa dengan sendirinya berakhir sesuai dengan “batas waktu” yang telah ditentukan para pihak. Jadi, jika lama sewa menyewa sudah ditentukan dalam persetujuan secara tertulis, perjanjian sewa berakhir tepat pada saat yang telah ditetapkan dan pemutusan sewa dalam hal ini tidak perlu lagi diakhiri dengan surat lain. Misalnya jika sewa kontrak rumah telah ditentukan untuk jangka waktu lima tahun, persewaan akan berakhir setelah melampaui waktu lima tahun. Lain halnya ketentuan Pasal 1571 KUHPerdata, yakni lamanya perjanjian ditentukan tanpa tertulis. Dalam hal ini, berakhirnya sewa tidak sesaat setelah 32
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Op.cit., hal 234-236
Universitas Sumatera Utara
33
lewatnya batas waktu yang ditentukan, melainkan setelah adanya pemberitahuan dari salah satu pihak, yang menyatakan kehendak akan mengakhiri sewa menyewa. Pemberitahuan pengakhiran sewa tersebut, harus memperhatikan jangka waktu yang layak menurut kebiasaan setempat. Apabila pada perjanjian sewa tertulis dan masa sewa yang ditentukan telah berakhir, akan tetapi secara nyata penyewa masih tetap tinggal menduduki barang yang disewa dan pihak yang menyewakan membiarkan saja kenyataan tersebut. Atas kejadian seperti ini, telah menerbitkan persewaan baru secara diam-diam. Akibatnya, persewaan baru tersebut takluk dan diatur sesuai dengan ketentuan sewa menyewa secara lisan (Pasal 1573 KUHPerdata) 33. Pada kejadian di atas, telah terjadi sewa menyewa baru secara diam-diam yang didasarkan pada anggapan (vermoeden). Yang menganggap bahwa kedua belah pihak masih bersedia melanjutkan sewa menyewa. Hal ini juga sesuai dengan ketentuan Pasal 1587 KUHPerdata, tentang sewa menyewa rumah atau ruangan. Yakni sewa menyewa lama berakhir, tapi secara diam-diam dilanjutkan dengan persewaan baru sesuai dengan syarat-syarat persewaan yang lama. Namun cara pengakhiran sewa selanjutnya dipedomani aturan sewa menyewa secara lisan, dengan begitu si penyewa tidak boleh meninggalkan atau mengosongkan barang sewa tanpa adanya pemberitahuan lebih dulu, serta mengindahkan waktu yang layak sesuai dengan kebiasaan setempat. Sebaliknya pihak yang menyewakan tidak boleh mengusir si penyewa tanpa didahului surat pemberitahuan dengan mengindahkan adat kebiasaan. Kalau pemberitahuan pengakhiran telah ada, si penyewa tak dapat lagi mempergunakan alasan bahwa ia masih berstatus penyewa secara diam-diam, 33
R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pratnya Paramita, Jakarta, 2013, hal 385.
Universitas Sumatera Utara
34
kendati pun ia masih menempati atau menduduki barang yang disewa (Pasal 1572 KUHPerdata). 34 Ini berarti asal sudah ada pemberitahuan pengakhiran sewa, si penyewa tidak bisa lagi mempergunakan anggapan berlangsungnya sewa menyewa secara diam-diam. Hal ini misalnya dapat dibuktikan dengan adanya tindakan pihak yang menyewakan menolak pembayaran sewa. Yahya Harahap berpendapat bahwa asal sudah lewat batas waktu yang ditentukan dan yang menyewakan tetap membiarkan si penyewa menduduki barang yang disewa, sudah berlaku anggapan hukum akan lahirnya sewa menyewa yang baru dan titik berat anggapan hukum tersebut diletakkan pada kepentingan pihak penyewa 35. Akan tetapi, sesuai dengan ketentuan Pasal 1574 KUHPerdata, jaminan persewaan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang melekat pada perjanjian sewa menyewa yang lama, tidak meliputi kewajiban yang timbul dari persewaan baru yang terjadi secara diam-diam. Jika sewa menyewa yang lama dilakukan oleh seorang pihak ketiga yang bertindak sebagai borg, maka persewaan baru yang terjadi secara diam-diam tadi, pihak ketiga yang bertindak dulunya sebagai borg, tidak wajib lagi menjadi borg pada persewaan baru tersebut. b. Sewa menyewa yang berakhir dalam waktu tertentu yang diperjanjikan secara lisan. Tentang hal ini, sedikit banyak sudah disinggung pada waktu membicarakan Pasal 1571 KUHPerdata, yaitu perjanjian sewa dalam jangka waktu tertentu, tapi diperbuat secara lisan. Perjanjian seperti ini tidak berakhir tepat pada waktu yang 34 35
Ibid M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Loc.cit.,
Universitas Sumatera Utara
35
diperjanjikan, dia berakhir setelah adanya pemberitahuan dari salah satu pihak tentang kehendak mengakhiri sewa menyewa dengan memperhatikan jangka waktu yang layak menurut kebiasaan setempat. Penghentian sewa menyewa dengan lisan harus memperhatikan jangka waktu penghentian (opzeggingstermijn) sesuai dengan kebiasaan setempat. Batas waktu antara penghentian dengan pengakhiran
inilah
yang
disebut
jangka
waktu
penghentian.
Misalnya
pemberitahuan penghentian dilakukan 1 Agustus dan harus diakhiri dalam tempo 4 (empat) bulan. Maka antara 1 Agustus dengan 31 Desember inilah yang dimaksud jangka waktu penghentian, sedangkan tempo pengakhiran jatuh pada 1 Januari. Jangka waktu penghentian tidak boleh terlampau pendek, tetapi memberi jangka waktu yang layak memungkinkan si penyewa mempersiapkan segala sesuatu mengatasi akibat dari pengakhiran sewa. Ukuran jangka waktu yang persis dianggap patut, tentu agak sulit menetapkannya, namun demikian ukuran yang mendekati kapastian yang layak tadi harus berpedoman kepada kepatutan dan kebiasaan setempat. c. Pengakhiran sewa menyewa, baik tertulis maupun dengan lisan yang tidak ditentukan batas waktu berakhirnya. Dalam bentuk perjanjian sewa menyewa seperti ini, secara umum dapat ditarik suatu pegangan, penghentian, dan berakhirnya berjalan sampai pada saat yang dianggap pantas oleh kedua belah pihak. Pegangan ini di kemukakan, karena undang-undang sendiri tidak mengatur cara pengakhiran perjanjian sewa tanpa batas waktu. Yang diatur dalam undang-undang hanya pengakhiran sewa menyewa tertulis dan lisan yang mempunyai batas waktu tertentu, karena itu pengakhiran sewa pada sewa menyewa tanpa batas waktu tertentu, sebaiknya
Universitas Sumatera Utara
36
diserahkan kepada penghentian yang selayaknya bagi kedua belah pihak. Batas waktu penghentian yang selayaknya ini berpedoman pada kebiasaan setempat, bisa saja pengakhiran sewa berjangka waktu seminggu seperti pada sewa menyewa penginapan di tempat rekreasi. Bisa juga jangka waktu sebulan ataupun setahun tergantung pada pemakaian barang yang bersangkutan. d. Ketentuan khusus perjanjian sewa Pasal 1579 KUHPerdata menentukan, pihak yang menyewakan tidak boleh mengakhiri sewa atas alasan, mau dipakai sendiri barang yang disewakan. Kalau ketentuan Pasal 1579 tersebut diteliti, berarti pihak yang menyewakan mempunyai hak untuk mengakhiri sewa menyewa atas alasan untuk dipakai sendiri. Asal hak ini telah ditentukan lebih dulu dalam persetujuan, pihak yang menyewakan tidak dapat mempergunakan alasan yang dimaksud. 1). Pasal 1575 KUHPerdata: perjanjian sewa menyewa tidak dihapus atau tidak berhenti dengan meninggalnya salah satu pihak. Meninggalnya pihak yang menyewakan tidak menyebabkan hapusnya perjanjian sewa menyewa. Perjanjian dapat dilanjutkan oleh masing-masing ahli waris. 2). Pasal 1585 KUHPerdata: sewa menyewa perabot rumah yang akan dipakai pada sebuah rumah atau pada sebuah toko, bengkel maupun dalam suatu ruangan, harus dianggap berlaku untuk jangka waktu yang sesuai lamanya dengan perjanjian sewa menyewa atas rumah, toko, bengkel, dan ruangan itu sendiri. 3). Pasal 1586 KUHPerdata: sewa menyewa kamar beserta perabotnya, jika sewanya dihitung pertahun, perbulan, perminggu, atau perhari, harus dianggap berjalan untuk satu tahun, satu bulan, satu minggu, atau satu
Universitas Sumatera Utara
37
hari. Jika tidak nyata harga sewa apakah untuk tahunan, bulanan, mingguan, atau harian, harga sewa harus dipandang sudah diperjanjikan sesuai dengan kelaziman setempat. 36 Penting untuk diketahui, bahwa jual beli tidak memutuskan ataupun mengakhiri sewa menyewa. Hal ini sesuai dengan Pasal 1576 KUHPerdata yang menyatakan bahwa dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan, kecuali apabila ia telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barangnya. Ketentuan ini, undang-undang bermaksud melindungi si penyewa terhadap si pemilik baru, apabila barang yang sedang disewa itu dipindahkan ke lain tangan, mengingat akan maksud undang-undang tersebut, perkataan dijual dalam Pasal 1576 KUHPerdata itu sudah lazim ditafsirkan secara analogis (luas) hinga tidak terbatas pada jual beli saja, tetapi juga meliputi lain-lain perpindahan milik, seperti tukar menukar, penghibahan, pewarisan. Pendeknya, perkataan dijual dalam Pasal 1576 KUHPerdata itu ditafsirkan luas hingga menjadi dipindahkan miliknya. 37
D. Pengaturan Hukum Tentang Sewa Menyewa Rumah/Bangunan Secara umum badan hukum, baik badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing dan juga warga negara asing hanya diperbolehkan dan menguasai tanah, jika hak itu secara tegas dimungkinkan oleh peraturan yang bersangkutaan. Pasal-pasal dalam UUPA untuk badan-badan hukum yaitu: “hanya badan hukum
36 37
Ibid, hal 238-241 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Op.cit, hal. 48
Universitas Sumatera Utara
38
yang didirikan menurut badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, yang boleh menjadi pemegang Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan”. Sedangkan untuk warga negara asing dan badan-badan hukum asing yang diberikan hak sesuai yang ditetapkan dalam Pasal 41,42,45 dan Pasal 55 UUPA. UUPA pasal 42 mengatur bahwa yang dapat mempunyai hak pakai adalah: 1.
Warga Negara Indonesia
2.
Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
3.
Departemen, Lembaga Pemerintahan Non Departemen dan Pemerintaan daerah
4.
Badan-badan keagamaan dan sosial
5.
Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
6.
Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia
7.
Perwakilan negara asing dan perwakilan negara international
Dalam hal yang sangat khusus orang asing boleh menguasai dan menggunakan tanah dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan itu pun hanya diperbolehkan selama 1 (satu) tahun, yaitu bagi orang-orang warga negara Indonesia yang berganti kewarganegaraan, dan orang-orang yang memperolehnya melalui Ab Instestato. Warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia dapat menguasai tanah dengan Hak Pakai atau Hak Sewa untuk bangunan yang didirikan di atasnya. Menurut UUPA Pasal 44 ayat (1) seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sewa sebagai sewa, ayat (2) pembayaran uang sewa dapat
Universitas Sumatera Utara
39
dilakukan, satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu dan sebelum atau sesudahnya tanahnya dipergunakan, ayat (3) Perjanjian sewa tanah yang dimaksud dalam pasal ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur pemerasan.
Universitas Sumatera Utara