BAB II SEWA MENYEWA DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Pengertian Sewa Menyewa Ijarah atau sewa menyewa sering dilakukan orang-orang dalam berbagai keperluan mereka yang bersifat harian, bulanan, dan tahunan. Dengan demikaan, hukum ijarah layak diketahui. Karena tidak ada bentuk kerja sama yang dilakukan manusia di berbagai tempat dan waktu yang berbeda, kecuali hukumnya telah ditentukan dalam syariat Islam, yang selalu memperhatikan maslahat dan menghapuskan kerugian.1 Ijarah menurut arti luqhat adalah balasan, tebusan atau pahala. Menurut syara’ berarti melakukan akad mengambil manfaat sesuatu yang diterima dari orang lain dengan jalan membayar sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan dengan syarat-syarat tertentu pula.2 Ijarah menurut bahasa, berarti “upah” atau “ganti” atau “imbalan”. lafaz ijarah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas pemanfaatan sesuatu benda atau imbalan sesuatu kegiatan, atau upah karena melakukan sesuatu aktifitas.3
1
Saleh al-Fauzan, Fikih Sehari-Hari, h. 481 Moh. Saifulloh Al-Aziz S, Fiqih Islam Lengkap, h. 377 3 Helmi Karim, Fiqih Muamalah, h. 29 2
Mempersewakan ialah akad atau mandat (jasa) yang dimaksud lagi diketahui, dengan takaran yang diketahui, menurut syarat-syarat yang akan dijelaskan kemudian2 Secara etimologi al-ijarah berasal dari kata “al-ujrah” yang berarti aliwad (ganti), dengan kata lain suatu imbalan yang diberikan sebagai upah atau ganti suatu perbuatan. Sedangkan secara terminologi, ijarah adalah perjanjian atau perikatan mengenai pemakaian dan pemungutan hasil dari manusia, benda atau binatang. Jadi yang dimaksud al-ujrah adalah pembayaran (upah kerja) yang diterima pekerja selama ia melakukan pekerjaan.5 Menurut pengertian syara’ Al-Ijarah ialah “Suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan pergantian”6 Iĵarah adalah akad atas manfaat yang diperbolehkan penggunaannya, yang jelas, yang mempunyai tujuan dan maksud, yang memungkinkan untuk diberikan dengan tidak mengurangi nilai barang yang dipinjam, dengan pengganti (upah) yang jelas.7 Menurut Saleh Al-Fauzan ijarah adalah akad atas manfaat yang dibolehkan, yang berasal dari benda tertentu atau yang disebutkan ciri-cirinya,
4
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, h. 303 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, h. 422 6 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, h. 7 7 Muhammad Rawwas Qal’ahji, Ensiklopedi Fiqh Umar Bin Khathab, h. 177 5
dalam jangka waktu yang diketahui, atau akad atas pekerjaan yang diketahui, dengan bayaran yang diketahui.8 Secara terminologi, ada beberapa definisi al-ijarah yang dikemukakan para ulam fiqh. Pertama, ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan:
ﺽ ٍ َﻋ ﹾﻘ ٌﺪ َﻋﻠﹶﻰ ﺍ ﹶﳌﻨْﺎﹶﻓ َﻊ ِﺑ َﻌ ْﻮ ”Transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan” Kedua, ulama Syafi’iyah mendefinisikan dengan:
ﺽ َﻣ ْﻌﹸﻠ ْﻮ ٍﻡ ٍ َﻋ ﹾﻘ ٌﺪ َﻋﻠﹶﻰ َﻣْﻨ ﹶﻔ َﻌ ٍﺔ َﻣ ﹾﻘﺼُ ْﻮ َﺩ ٍﺓ َﻣ ْﻌﻠﹸ ْﻮ َﻣ ٍﺔ ُﻣﺒَﺎ َﺣ ٍﺔ ﻗﹶﺎَﺑﹶﻠ ٍﺔ ِﻟ ﹾﻠَﺒ ﹾﺬ ِﻝ َﻭﹾﺍﻻِﺑﹶﺎ َﺣ ِﺔ ِﺑ ُﻌ ْﻮ ”Transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan dengn imbalan tertentu” Ketiga, ulama Malikiyah dan Hanabilah mendefinisikan dengan:
ﺽ ٍ ﻚ ﻣَﻨﹶﺎِﻓﻊُ َﺷْﻴ ٍﺊ ﻣُﺒﹶﺎ َﺣ ﹰﺔ ﻣُ ﱠﺪ ﹰﺓ َﻣ ْﻌﻠﹸ ْﻮ َﻣ ﹰﺔ ِﺑ َﻌ ْﻮ ُ َﺗ ْﻤِﻠْﻴ ”Pemilikan manfaat sesuatu yang diperbolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan” Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka akad al-ijarah tidak boleh dibatasi oleh syarat.9 Menurut pengertian syara’ Al-Ijarah ialah: “suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan pergantian.”
8 9
Saleh Al-Fauzan, Fiqh Sehari-hari, h. 482 Nasrun Haroen, Fikih Muamalah, hal. 228
Secara istilah syara’ menurut ulama’ fiqh antara lain disebutkan oleh Al-Jazairi yaitu sewa (ijarah) adalah suatu akad terhadap manfaat untuk masa tertentu dengan harga tertentu. Sedangkan menurut Zuhaily mengatakan bahwa sewa adalah transaksi pemindahan hak guna atas barang atau jasa dalam batasan waktu tertentu melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak pemilikan atas barang.10 Dari pengertian di atas terlihat bahwa yang dimaksud sewa-menyewa adalah pengambilan manfaat sesuatu benda, jadi dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali, dengan perkataan lain dengan terjadinya peristiwa sewa-menyewa, yang berpindah hanyalah manfaat dari benda yang menyewakan tersebut, dalam hal ini dapat berupa barang seperti kendaraan, rumah dan manfaat karya seperti pemusik, bahkan dapat juga berupa karya pribadi seperti pekerja. Sedangkan sewa menyewa menurut pasal 1548 B.W. adalah: “suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir disanggupi pembayarannya” Sewa menyewa seperti halnya dengan jual beli dan perjanjianperjanjian pada umumnya, adalah suatu perjanjian konensual yang artinya, ia
10
Ismail Nawawi,Fiqh Muamalah, hal. 78
sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga11 Dalam buku pokok-pokok hukum Islam, sudarsono menyebutkan bahwa penyewa yaitu orang yang mengambil manfaat dengan perjanjian yang ditentukan oleh syara’ dan mempersewakan ialah akad atas suatu manfaat yang dimaksud lagi diketahui, dengan imbalan yang diketahui dan menurut syarat-syarat tertentu pula.12 Jadi sewa menyewa menurut sudarsono adalah akad atas manfaat dengan imbalan yang diketahui dan ditentukan oleh syara’. Di dalam istilah Hukum Islam orang yang menyewakan disebut dengan “Mu’ajjir” sedangkan orang yang menyewa disebut dengan “Musta’jir” benda yang disewakan diistilahkan dengan “Ma’jur” dan uang sewa atau imbalan atas pemakaian manfaat barang tersebut disebut dengan “ajran atau Ujrah”.13
B. Landasan Sewa Menyewa Jumhur ulama berpendapat bahwa sewa menyewa (ijarah) disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’: 1. landasan berdasarkan Al-Qur’an a. Surat Az-Zukhruf ayat 32
11
R. Subekti, Aneka Perjanjian, hal. 39-40 Sudarsono, Pokok-Pokok hukum Islam, hal. 423-424 13 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K.Lubis,hukum Perjanjian Dalam Islam, hal. 52 12
ﻀ ُﻬ ْﻢ َ ﺤﻴَﺎ ِﺓ ﺍﻟ ﱡﺪْﻧﻴَﺎ َﻭ َﺭﹶﻓ ْﻌﻨَﺎ َﺑ ْﻌ َ ﺸَﺘﻬُ ْﻢ ﻓِﻲ ﺍﹾﻟ َ ﺴ ْﻤﻨَﺎ َﺑْﻴَﻨ ُﻬ ْﻢ َﻣﻌِﻴ َ ﺤﻦُ ﹶﻗ ْ ﻚ َﻧ َ ﺴﻤُﻮ ﹶﻥ َﺭ ْﺣ َﻤ ﹶﺔ َﺭﱢﺑ ِ أَ ُﻫ ْﻢ َﻳ ﹾﻘ ﺠ َﻤﻌُﻮ ﹶﻥ ْ ﻚ َﺧْﻴ ٌﺮ ِﻣ ﱠﻤﺎ َﻳ َ ﺎ َﻭ َﺭ ْﺣ َﻤﺔﹸ َﺭﱢﺑﺨ ِﺮﻳ ْ ﺨ ﹶﺬ َﺑ ْﻌﻀُﻬُ ْﻢ َﺑ ْﻌﻀًﺎ ُﺳ ِ ﺕ ِﻟَﻴﱠﺘ ٍ ﺾ َﺩ َﺭﺟَﺎ ٍ ﻕ َﺑ ْﻌ َ ﹶﻓ ْﻮ Artinya : “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (Q.S Az-Zukhruf: 32).14 b. Surat al-Qashash ayat 26-27
(ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ِﺇﻧﱢﻲ ﹸﺃﺭِﻳ ُﺪ26)ُﻱ ﺍﹾﻟﹶﺄ ِﻣﲔ ﺕ ﺍﹾﻟ ﹶﻘ ِﻮ ﱡ َ ﺖ ﺍ ْﺳَﺘ ﹾﺄ ِﺟ ْﺮ ُﻩ ِﺇﻥﱠ َﺧْﻴ َﺮ َﻣ ِﻦ ﺍ ْﺳَﺘ ﹾﺄ َﺟ ْﺮ ِ ﺖ ِﺇ ْﺣﺪَﺍ ُﻫﻤَﺎ ﻳَﺎﹶﺃَﺑ ْ ﻗﹶﺎﹶﻟ ﺸﺮًﺍ ﹶﻓ ِﻤ ْﻦ ْ ﺖ َﻋ َ ﺠ ٍﺞ ﹶﻓِﺈ ﹾﻥ ﹶﺃْﺗ َﻤ ْﻤ َ ﻚ ِﺇ ْﺣﺪَﻯ ﺍْﺑَﻨَﺘ ﱠﻲ ﻫَﺎَﺗْﻴ ِﻦ َﻋﻠﹶﻰ ﹶﺃ ﹾﻥ َﺗ ﹾﺄ ُﺟ َﺮﻧِﻲ ﹶﺛﻤَﺎِﻧ َﻲ ِﺣ َ ﺤ َ ﹶﺃ ﹾﻥ ﺃﹸْﻧ ِﻜ (27)ﲔ َ ﺤ ِ ﺠ ُﺪﻧِﻲ ِﺇ ﹾﻥ ﺷَﺎ َﺀ ﺍﻟﱠﻠ ُﻪ ِﻣ َﻦ ﺍﻟﺼﱠﺎِﻟ ِ ﻚ َﺳَﺘ َ ِﻋْﻨ ِﺪ َﻙ َﻭﻣَﺎ ﹸﺃﺭِﻳ ُﺪ ﹶﺃ ﹾﻥ ﹶﺃ ُﺷﻖﱠ َﻋﹶﻠْﻴ Artinya “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, “Ya ayahku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. “Berkatalah dia (Syu’aib), “sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun. Dan jika kamu cukupkansepuluh tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu.”15 (QS.Al-Qashash :26-27)
c. Surat at-Talaq ayat 6 14 15
Departemen agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.443 Ibid, hal. 352
ﺕ ِ ﻀﻴﱢﻘﹸﻮﺍ َﻋﹶﻠْﻴ ِﻬ ﱠﻦ َﻭِﺇ ﹾﻥ ﹸﻛﻦﱠ ﺃﹸﻭﻟﹶﺎ َ ُﹶﺃ ْﺳ ِﻜﻨُﻮ ُﻫﻦﱠ ِﻣ ْﻦ َﺣْﻴﺚﹸ َﺳ ﹶﻜْﻨُﺘ ْﻢ ِﻣ ْﻦ ُﻭ ْﺟ ِﺪ ﹸﻛ ْﻢ َﻭﻟﹶﺎ ُﺗﻀَﺎﺭﱡﻭ ُﻫﻦﱠ ِﻟﺘ ﺿ ْﻌ َﻦ ﹶﻟ ﹸﻜ ْﻢ ﻓﹶﺂﺗُﻮ ُﻫﻦﱠ ﹸﺃﺟُﻮ َﺭﻫُ ﱠﻦ َﻭﹾﺃَﺗ ِﻤﺮُﻭﺍ َ ﻀ ْﻌ َﻦ َﺣ ْﻤﹶﻠﻬُ ﱠﻦ ﹶﻓِﺈ ﹾﻥ ﹶﺃ ْﺭ َ َﺣ ْﻤ ٍﻞ ﹶﻓﹶﺄْﻧ ِﻔﻘﹸﻮﺍ َﻋﹶﻠْﻴ ِﻬ ﱠﻦ َﺣﺘﱠﻰ َﻳ ﺿﻊُ ﹶﻟﻪُ ﹸﺃ ْﺧﺮَﻯ ِ ﺴﺘُ ْﺮ َ ﻑ َﻭِﺇ ﹾﻥ َﺗﻌَﺎ َﺳ ْﺮُﺗ ْﻢ ﹶﻓ ٍ َﺑْﻴَﻨ ﹸﻜ ْﻢ ِﺑ َﻤ ْﻌﺮُﻭ Artinya : ”Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” (Q.S. At-Talaq: 6).16
2. Landasan As-Sunnah a. Hadits riwayat Ibnu Majah, yang berbunyi :
ُﺴﹶﻠ ِﻤ ﱡﻲ َﺣ ﱠﺪﹶﺛﻨَﺎ َﻋْﺒﺪ ﺸ ِﻘ ﱡﻲ َﺣ ﱠﺪﹶﺛﻨَﺎ َﻭ ْﻫﺐُ ْﺑ ُﻦ َﺳﻌِﻴ ِﺪ ْﺑ ِﻦ َﻋ ِﻄﱠﻴ ﹶﺔ ﺍﻟ ﱠ ْ ﺱ ْﺑ ُﻦ ﺍﹾﻟ َﻮﻟِﻴ ِﺪ ﺍﻟ ﱢﺪ َﻣ ُ َﺣ ﱠﺪﹶﺛﻨَﺎ ﺍﹾﻟ َﻌﺒﱠﺎ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﱠﻠ ُﻪ َ ﺍﻟ ﱠﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ ْﺑ ُﻦ َﺯْﻳ ِﺪ ْﺑ ِﻦ ﹶﺃ ْﺳﹶﻠ َﻢ َﻋ ْﻦ ﹶﺃﺑِﻴ ِﻪ َﻋ ْﻦ َﻋْﺒ ِﺪ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ْﺑ ِﻦ ﻋُ َﻤ َﺮ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ َﺭﺳُﻮ ﹸﻝ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ 17
(2434 - ﻒ َﻋ َﺮﻗﹸﻪُ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﺠ ﱠ ِ َﻋﹶﻠْﻴ ِﻪ َﻭ َﺳﻠﱠ َﻢ ﹶﺃ ْﻋﻄﹸﻮﺍ ﺍﹾﻟﹶﺄ ِﺟ َﲑ ﹶﺃ ْﺟ َﺮﻩُ ﹶﻗْﺒ ﹶﻞ ﹶﺃ ﹾﻥ َﻳ
Artinya: ”Diriwayatkan dari Abbas bin Walid Addamasyi, diceritakan dari Wahab bin Said bin Atiyah Assalami, diceritakan dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari Bapaknya dari Abdillah bin Umar berkata, bersabda Rasulullah SAW : ”berikanlah upah atas jasa sebelum kering keringatnya”. b. Hadits riwayat Abu Daud
16 17
Ibid, h. 504 Abi Muhammad bin Yazid Al-Qazwani, Sunan Ibnu Majah Bab Ijarah, h. 20
ﺤ ﱠﻤ ِﺪ ْﺑ ِﻦ َ َُﺣ ﱠﺪﹶﺛﻨَﺎ ُﻋﹾﺜﻤَﺎ ﹸﻥ ْﺑ ُﻦ ﹶﺃﺑِﻲ َﺷْﻴَﺒ ﹶﺔ َﺣ ﱠﺪﹶﺛﻨَﺎ َﻳﺰِﻳ ُﺪ ْﺑ ُﻦ ﻫَﺎﺭُﻭ ﹶﻥ ﹶﺃ ْﺧَﺒ َﺮﻧَﺎ ِﺇْﺑﺮَﺍﻫِﻴﻢُ ْﺑ ُﻦ َﺳ ْﻌ ٍﺪ َﻋ ْﻦ ﻣ ﺤ ﱠﻤ ِﺪ ْﺑ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ ﺍﻟ ﱠﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ ْﺑ ِﻦ ﹶﺃﺑِﻲ ﹶﻟﺒِﻴَﺒ ﹶﺔ َ ُﺙ ْﺑ ِﻦ ِﻫﺸَﺎ ٍﻡ َﻋ ْﻦ ﻣ ِ ِﻋ ﹾﻜ ِﺮ َﻣ ﹶﺔ ْﺑ ِﻦ َﻋْﺒ ِﺪ ﺍﻟ ﱠﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ ْﺑ ِﻦ ﺍﹾﻟﺤَﺎ ِﺭ ﻉ َﻭﻣَﺎ ِ ﺴﻮَﺍﻗِﻲ ِﻣ ْﻦ ﺍﻟ ﱠﺰ ْﺭ ﺽ ِﺑﻤَﺎ َﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟ ﱠ َ ﺐ َﻋ ْﻦ َﺳ ْﻌ ٍﺪ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﹸﻛﻨﱠﺎ ُﻧ ﹾﻜﺮِﻱ ﺍﹾﻟﹶﺄ ْﺭ ِ ﺴﱠﻴ َ َُﻋ ْﻦ َﺳﻌِﻴ ِﺪ ْﺑ ِﻦ ﺍﹾﻟﻤ ﻚ َﻭﹶﺃ َﻣ َﺮﻧَﺎ ﹶﺃ ﹾﻥ ُﻧ ﹾﻜ ِﺮَﻳﻬَﺎ َ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﱠﻠ ُﻪ َﻋﹶﻠْﻴ ِﻪ َﻭ َﺳﻠﱠ َﻢ َﻋ ْﻦ ﹶﺫِﻟ َ َﺳ ِﻌ َﺪ ﺑِﺎﹾﻟﻤَﺎ ِﺀ ِﻣْﻨﻬَﺎ ﹶﻓَﻨﻬَﺎﻧَﺎ َﺭﺳُﻮ ﹸﻝ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ 18
(2943 ﺐ ﹶﺃ ْﻭ ِﻓﻀﱠﺔ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ٍ ِﺑ ﹶﺬ َﻫ
Artinya: “Diriwayatkan dari utsman bin abi syaibah, diceritakan dari yazid bin harun, memberi kabar ibrahim bin sa’ad, dari muhammad bin ikramah bin abdurrahman bin harist bin hasyim, dari muhammad bin labibah, dari said bin musayyab dari sa’ad berkata : “dahulu kami menyewa tanah dengan jalan membayar dari tanaman yang tumbuh, lalu Rasulullah melarang kami cara yang demikian dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang emas atau perak”. c. Hadist riwayat Jabir ra : ٱﻧﻪ ﺑﺎع ﻣﻦ اڶﻨﺒۍ ﺻڶۍ اڶڶﻪ ﻋڶﻴﻪ وﺳڶﻢ ﺑﻌﻴﺮا وﺷﺮط ﻇﻬﺮﻩ اڶﯽ اڶﻤﺪ ﻳﻨۃ Artinya: “Sesungguhnya jabir menjual unta kepada Nabi SAW. Dan mensyaratkan menaikinya sampai madina” Dan apa yang boleh pemenuhannya dengan syarat, maka boleh pula dipenuhi dengan sewa menyewa. Fuqaha’ yang melarang sewa menyewa beralasan, bahwa dalam urusan tukar menukar harus terjadi penyerahan harga dengan penyerahan barang, seperti halnya pada barang-barang nyata, sedang mnafaat sewa menyewa pada saat terjadinnya akad tidak ada. Karenanya, sewa menyewa 18
Abu Daud, Sunan Abu Daud Juz II, Kitab Al-Buyu’, h. 464
merupakan tindak penipuan dan termasuk menjual barang yang belum jadi. Tentang hal ini, bahwa meski tidak terdapat manfaat pada saat terjadinnya akad, tetapi pada galibnya akan dapat dipenuhi. Sedang dari manfaat-manfaat tersebut, syara’ hanya memperhatikan apa yang pada galibnya akan dapat dipenuhi. Atau adanya keseimbangan antara dapat dipenuhi dan tidak dapat dipenuhi.19 3. landasan ijma’ Umat islam pada masa sahabat telah berijma’ bahwa ijarah dibolehkan sebab bermanfaat bagi manusia.20 Tujuan diisyaratkan ijarah itu adalah untuk memberikan keringanan kepada umat dalam pergaulan hidup. Seseorang mempunyai uang tetapi tidak dapat bekarja, di pihak lain ada yang punya tenaga dan membutuhkan uang dan dengan ijarah keduanya saling mendapat keuntungan, seseorang tidak memiliki mobil tapi memerlukannya di pihak lain, Ada yang mempunyai mobil dan memerlukan uang. Dengan traksaksi ijarah kedua beda pihak dapat memperoleh manfaat21.
C. Macam-macam Sewa Menyewa
19
Ibnu Rusyd, tarjamahan Bidayatul Mujtahid, hal. 196 Rachmad Syafei, Fiqih Muamalah, hal. 124 21 Amir Syarifuddin,Garis-Garis Fiqh, hal. 217 20
Dilihat dari segi obyeknya ijarah dapat dibagi manjadi dua macam yaitu ijarah yang bersifat manfaat dan yang bersifat pekerjaan. 1. Ijarah bersifat manfaat, umpamanya sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, pakaian (pengantin dan perhiasan) 2. Ijarah yang bersifat pekerjaan, adalah dengan cara memperkerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ijarah semacam ini diperbolehkan seperti buruh bangunan, tukang jahit, tukang sepatu, dan lain-lain, yaitu ijarah yang bersifat kelompok (serikat). Ijarah yang bersifat pribadi juga dapat dibenarkan seperti mengaji, pembantu rumah tangga, tukang kebun dan satpam.22 Apabila orang yang dipekerjakan itu bersifat pribadi, maka seluruh pekerjaan yang ditentukan untuk dikerjakan menjadi tanggung jawabnya. Akan tetapi, para ulama fiqh sepakad menyatakan bahwa apabila obyek yang dikerjakannya itu rusak di tangannya, bukan karena kelalaian dan kesengajaan, maka ia tidak dituntut ganti rugi. Apabila kerusakan itu terjadi atas kesengajaan atau kelalaian, maka menurut kasepakatan pakar fiqh, ia wajib membayar ganti rugi.23
D. Rukuf dan Syarat Sewa Menyewa
22 23
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, hal. 236 Nasrun haroen, Fiqh Muamalah, hal. 236
Sebagai suatu transaksi umum ijarah baru dianggap sah apabila telah terpenuhi rukun dan syarat sebagaimana yang berlaku secara umum dalam transaksi-stransaksi lainya. Sewa menyewa harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebafah berikut: 1. Rukun Sewa menyewa a. Aqid (Orang yang berakad) Orang yang melakukan akad sewa-menyewa ada dua orang yaitu Mu’jir dan Musta’jir. Mu’jir adalah orang yang memberikan upah atau yang menyewakan sedangkan musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu. Bagi orang yang berakad ijarah disyaratkan mengetahui manfaat barang yang dijadikan akad sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan.24 Untuk kedua belah pihak yang melakukan akad diisyaratkan berkemampuan, yaitu kedua-duanya berakal dan dapat membedakan. Jika salah seorang yang berakad itu gila atau anak kecil yang belum dapat membedakan, maka akad menjadi tidak sah. Mazhab Imam Asy Syafi’i dan Hambali menambahkan satu syarat lagi, yaitu baligh. Menurut mereka akad anak kecil sekalipun sudah dapat membedakan,disyaratkan tidak sah.25 24
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hal. 117
Muta’aqidain masing-masing harus memenuhi syarat yaitu : 1) Harus ahli dalam menjalankan akad, tidak boleh gila atau orang yang di hijr (dilarang mengelolah uang). 2) Harus ada kehendaknya sendiri, karena kata-kata orang yang dipaksa itu tidak berpengaruh sama sekali terhadap terjadinya akad atau pembatalan kontrak26 b. Shighat akad (Ijab dan Qa"ul) Yaitu suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa Ijab dan Qabul. Ijab adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad ijarah.27 Dalam hukum perikatan Islam, ijab diartikan dengan suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.28 Sedangkan Qabul adalah suatu pernyataan yang diucapkan dari pihak yang barakad pula (musta’jir) untuk penerimaan kehendak dari pihak pertama, yaitu setelah adanya ijab.29
25
Sayyid sabiq, Fikih sunnah 13, hal. 11 Muhammad Rawwas Qal’ahji, Ensiklopedi Fiqh Umar Bin Khathab, hal. 177 27 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, h. 116 28 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, h. 63 29 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, h. 117 26
Sedangkan syarat-syaratnya sama dengan syarat ijab qabul pada jual beli, hanya saja ijab qabul dalam ijarah harus menyebutkan masa atau waktu yang ditentukan.30 c. Ujra (Upah) Yaitu sesuatu yang diberikan kepada musta’jir atas jasa yang telah diberikan atau diambil manfaatnya oleh Mu’jir dengan syarat: 1. Hendaknya sudah jelas/sudah diketahui jumlahnya. karena ijarah adalah ada timbal balik, karena itu ijarah sah dengan upah yang belum diketahui. pegawai khusus seperti seorang hakim dia boleh mengambil uang dari pekerjaannya, karena dia sudah mendapat gaji khusus dari pemerintah. Jika dia mengambil gaji dari pekerjaannya berarti dia mendapat gaji dua kali dengan hanya mengerjakan satu pekerjaan saja. 2. uang sewa harus diserahkan bersamaan dengan penerimaan barang yang disewa. Jika lengkap manfaat yang disewa, maka uang sewanya harus lengkap31. Yaitu manfaat dan pembayaran (uang) sewa yang menjadi obyek sewa menyewa. Diantara cara untuk mengetahui ma’qud alaih adalah dengan menjelaskan manfaatnya, pembatasan waktu atau menjelaskan jenis
30 31
Saifulloh Al Aziz, Fiqih Islam Lengkap, hal. 378 Muhammad Rawwas Qal’ahji, Ensiklopedi Fiqh Umar Bin Khathab, hal. 178
pekerjaan, jika ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang.32 Karena itu semua harta benda boleh diakadkan ijarah atasnya, kecuali yang memenuhi persyaratan sebagai berikut yaitu: a. Manfaat dari obyek akad sewa menyewa harus diketahui secara jelas. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dengan memeriksa, atau pemilik memberikan informasi secara transparan tentang kualitas manfaat barang. b. Obyek ijarah dapat diserah terimakan dan dimanfaatkan secara langsung dan tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya. Tidak dibenarkan transkaksi ijarah atas harta benda yang masih dalam penguasaan pihak ketiga. c. Obyek ijarah dan manfaatnya harus tidak bertentangan dengan hukum syara’. Menyewakan VCD porno dan menyewakan rumah untuk kegiatan maksiat. d. Obyek yang disewakan manfaat langsung dari sebuah benda. Misalnya sewa rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai dan sebagainya. Tidak dibenarkan sewa menyewa manfaat suatu benda yang sifatnya tidak langsung. Seperti sewa pohon mangga untuk diambil buahnya, atau sewa menyewa ternak untuk diambil keturunanya, telornya, bulunya atau susunya.
32
Rahcmad Syafei, Fikih Muamalah, hal. 126
e. Harta benda yang menjadi obyek ijarah haruslah harta benda yang bersifat isti’mali, yakni harta benda yang dapat dimanfaatkan berulang kali tanpa mengakibatkan kerusakan dzat dan pengurusan sifatnya. Seperti rumah, mobil. Sedangkan harta benda yang bersifat istihlahki, harta benda yang rusak atau berkurang sifatnya karena pemakaian. Seperti makanan, buku tulis, tidak sah ijarah diatasnya.33 Kelima persyaratan diatas harus dipenuhi dalam setiap ijarah yang mentransaksiakan manfaat suatu benda. Disamping itu masih terdapat prinsip lain yang harus dipenuhi yaitu: a. Tidak mengandung unsur gharar, yaitu jual beli yang mengandung tipu daya yang merugikan salah satu pihak karena barang yang diperjual belikan tidak dapat dipastiakan adanya, atau tidak dapat dipastikan jumlah dan ukuranya, atau karena tidak mungkin dapat diserah terimahkan.34
b. Bai’ al-Ma’dum (jual beli barang tidak ada) Dengan terpenuhinya prinsip-prinsip diatas, maka sewa menyewa dapat berlangsung sah, demikian pula sebaliknya.
33 34
Ghufran A. Mas’adi, Fikih Muamalah Kontektual, hal. 183-185 ibid, hal. 133
Apabila salah satunya tidak terpenuhi maka sewa menyewa tidak sah menurut syariat hukum Islam. Masalah batas waktu antara jual beli dengan sewa menyewa terletak pada akad, kalau jual beli memperoleh hak milik sepenuhnya sedangakan kalau sewa menyewa hanya manfaatnya yang diambil. Demikian pula ada batas waktu untuk mengambil barang kepada penyewa. 2. Syarat Ijarah Syarat ijarah terdiri empat macam, sebagaimana syarat dalam jual beli, yaitu syarat al-inqad (terjadinya akad), syarat an-nafaz (syarat pelaksanaan akad), syarat sah, dan syarat lazim. a. Syarat terjadinya akad Syarat al-inqad (terjadinya akad) berkaitan dengan ‘aqid (orang yang melakukan akad), zat akad, dan tempat akad. ‘aqid disyaratkan harus berakal dan mumayyiz (minimal 7 tahun), menurut ulama Hanabila dan syafi’iyah mensyartkan orang yang akad harus mukallaf, yaitu balig dan berakal, sedangkan anak mumayyiz belum dapat dikategorikan ahli akad. b. Syarat Pelaksanaan (an-nafadz) Agar ijarah terlaksana, barang harus dimiliki oleh ‘aqid atau ia memiliki kekuasaan penuh untuk akad (ahliah). Dengan demikian, ijarah al-fudhul (ijarah yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki
kekuasaan atau tidak diizinkan oleh pemiliknya) tidak dapat menjadikan adanya ijarah.35 c. Syarat Sah Ijarah Keabsahan ijarah harus memperhatikan hal-hal berikut ini : a. Adanya keridlaan dari kedua pihak yang berakad Masing-masing pihak rela melakukan perjanjian sewa menyewa. Maksudnya, kalau di dalam perjanjian sewa menyewa terdapat unsur pemaksaan, maka sewa menyewa itu tidak sah. Ketentuan itu sejalan dengan syariat Islam.36 Syarat ini didasarkan pada firman Allah SWT surat An-Nisa’ ayat 29’ : ﺴﻜﹸ ْﻢ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ َﻪ َ ﺽ ِﻣْﻨ ﹸﻜ ْﻢ َﻭﻟﹶﺎ َﺗ ﹾﻘﺘُﻠﹸﻮﺍ ﹶﺃْﻧﻔﹸ ٍ ﻳَﺎﹶﺃﱡﻳﻬَﺎ ﺍﱠﻟﺬِﻳ َﻦ ﺀَﺍ َﻣﻨُﻮﺍ ﻟﹶﺎ َﺗ ﹾﺄﻛﹸﻠﹸﻮﺍ ﹶﺃ ْﻣﻮَﺍﹶﻟ ﹸﻜ ْﻢ َﺑْﻴَﻨ ﹸﻜ ْﻢ ﺑِﺎﹾﻟﺒَﺎ ِﻃ ِﻞ ِﺇﻟﱠﺎ ﹶﺃ ﹾﻥ َﺗﻜﹸﻮ ﹶﻥ ِﺗﺠَﺎ َﺭ ﹰﺓ َﻋ ْﻦ َﺗﺮَﺍ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ِﺑ ﹸﻜ ْﻢ َﺭﺣِﻴﻤًﺎ Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka samasuka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (Q.S. An-Nisa’: 29).37 b. Ma’qud ’Alaih bermanfaat dengan jelas
35
36
Rachmat Syafe’i, Fiqh Mu’amalah, h. 125-126 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, hal.145 37 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 122
Adanya
kejelasan
pada
ma’qud
’alaih
(barang)
agar
menghilangkan pertentangan di antara ’aqid.38 Di antara cara untuk mengetahui ma’qud ’alaih (barang) adalah dengan : 1) Penjelasan manfaat Penjelasan di lakukan agar benda atau jasa sewa benarbenar jelas. Yakni manfaat harus digunakan untuk keperluankeperluan yang di bolehkan syara’ 39 2) Penjelasan waktu Jumhur ulama tidak memberikan batasan maksimal atau minimal. Jadi, dibolehkan selamanya dengan syarat asalnya masih tetap ada.40 Menurut Sudarsono, Lamanya waktu perjanjian kerja harus dijelaskan, apabiila tidak dijelaskan maka perjanjian dianggap tidak sah.41 3) penjelasan harga sewa, untuk membedakan harga sewa sesuai dengan waktunya, misalnya per bulan, per tahun, atau per hari 4) penjelasan
jenis
pekerjaan,
yaitu
menjelaskan
jasa
yang
dibutuhkan penyewa dan orang yang dapat memberikan jasanya. Misalnya pembantu rumah tangga,dan lain-lain.
38
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, h. 145-146 Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam islam, h. 54 40 Rachmat Syafe’i, Fiqh Mu’amalah, h. 127 41 Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, h. 428 39
Barang yang disewakan atau jasa yang diburuhkan merupakan barang yang suci dan merupakan pekerjaan yang halal serta lazim sifatnya, seperti menyewakan kerbau untuk menggarap sawah. Pemanfaatan barang dibenrkan oleh syariat Islam.42 Penjelasan tentang jenis pekerjaan sangat penting dan diharuskan ketika menyewa seseorang untuk bekerja sehingga tidak terjadi kesalahan dan pertentangan di kemudian hari. 3. Syarat Lazim Syarat kelaziman ijarah terdiri atas dua hal berikut : 1. Ma’qud ’alaih (barang sewaan) terhindar dari cacat Jika terdapat cacat pada ma’qud ’alaih, penyewa boleh memilih antara meneruskan dengan membayar penuh atau membatalkannya.43 2. Tidak ada uzur yang membatalkan akad Uzur yang dimaksud adalah sesuatu yang baru yang menyebabkan kemadharatan bagi yang akad. Uzur dikatergorikan menjadi tiga macam : 1) Uzur
dari
pihak
penyewa,
seperti
berpindah-pindah
dalam
mempekerjakan sesuatu yang sehingga tidak menghasilkan sesuatu atau pekerjaan menjadi sia-sia.
42 43
Beni ahmad saebani, Filsafat Hukum Islam, hal. 315 Imam Nawawi, Fiqh Mu’amalah, h. 83
2) Uzur dari pihak yang disewa, seperti barang yang di sewakan harus dijual untuk membayar utang dan tidak ada jalan lain kecuali menjualnya. Uzur pada barang yang disewa, seperti menyewa kamar mandi, tetapi menyebabkan penduduk dan semua penyewa harus pindah.44
D. Hak dan Kewajiban Penyewa dan Yang Menyewakan Subyek sewa menyewa adalah mu’jir (orang yang menyewakan) dan musta’jir (penyewa). Keduanya mempunyai hak dan kewajiban masin-masing. a. Kewajiban-Kewajiban bagi orang yang menyewakan, yaitu: 1. Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa 2. Memelihara barang yang disewakan sedemikian hingga itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan.45 3. Memberikan kepada si penyewa kenikmatan tenteram dari barang yang disewakan selama berlangsungnya persewaan. b. Kewajiban-Kewajiban bagi penyewa antara lain: 1. Membayar sewaan sebagaimana yang telah ditentukan. 2. Membersihkan barang sewaannya, seperti menyapu halaman dan sebagainya yang ringan-ringan. 44
45
Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, h 129-130 R. Subekti, Aneka Perjanjian, hal. 42
3. Mengembalikan barang sewaannya itu bila telah habis temponya atau bila ada sebab-sebab lain yang menyebabkan selesainya atau putusnya sewaan.46
E. Hal-Hal Yang Menyebabkan Batalnya Sewa Menyewa Pada dasarnya perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian yang lazim, masing-masing pihak yang yang terikat dalam perjanjian tidak berhak membatalakan perjanjian (tidak mempunyai hak pasakh) karena termasuk perjanjian timbal balik. Bahkan, jika salah satu pihak (yang menyewakan atau penyewa) meninggal dunia, perjanjian sewa menyewa tidak akan menjadi batal, asal yang menjadi obyek sewa masih ada. Sebab dalam hal salah satu pihak meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh ahli warisnya.47 Beberapa hal yang bisa membatalkan akad dari sewa menyewa antara lain: 1. Rusaknya benda yang disewakan.seperti menyewakan binatang tunganggan lalu binatang tersebut mati, menyewakan rumah lalu rumah tersebut hancur, atau menyewakan tanah untuk ditanami lalu airnya berhenti. 2. Hilangnya tujuan yang diinginkan dari ijarah tersebut. Misalnya, seseorang menyewa dokter untuk mengobatinya, namun ia sembuh sebelum sang dokter
46
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, hal. 424 47 Suhrawardi, Hukum Ekonomi Islam, hal. 148
memulai tugasnya. Dengan demikian, penyewa tidak dapat mengambil apa yang diinginkan dari akad ijarah tersebut.48 3. Terjadinya aib pada barang sewaan yang kejadiannya ditangan penyewa atau terlihat aib lama padanya. 4. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, atau selesainya pekerjaan, atau berakhirnya masa, kecuali jika terdapat uzur yang mencegah fasakh. Seperti jika masa ijarah pada tanah pertanian telah berakhir sebelum tanaman dipanen, maka ia tetap berada di tangan penyewa sampai masa selesai diketam, sekalipun terjadi pemaksaan, hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya bahaya (kerugian) pada pihak penyewa; yaitu dengan mencaput tanaman sebelum waktunya. 5. Penganut-penganut madzhab Hanafi berkata: Boleh menfasakh ijarah, karena adanya uzur sekalipun dari salah satu pihak. Seperti seseorang yang menyewa tokoh untuk berdagang, kemudian hartanya terbakar, atau dicuri, atau dirampas, atau bangkrut, maka ia berhak menfasakh ijarah.49 Menurut pendapat Maliki, syafi’i, dan Hambali. Menyewakan barang hukumnya diperbolehkan oleh semua ulama, kecuali Ibn ‘Aliyyah. Dan akadnya harus dikerjakan oleh kedua belah pihak. Setelah akadnya sah maka salah satunya tidak boleh membatalkannya, meskipun karena suatu uzur, kecuali terdapat sesuatu yang mengharuskan akad batal, seperti terdapat cacat pada barang yang
48 49
Saleh al-Fauzan, Fiqih Sehari-Hari, h. 486 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 11, h. 29
disewakan. Misalnya seseorang yang menyewakan rumah, lalu didapati bahwa rumah tersebut sudah rusak, atau akan dirusakkan sesudah akad, atau budak yang disewakan sakit. Jika demikian, bagi yang menyewakan boleh memilih (khiyar) antara diteruskan atau tidak persewaan tersebut.50 Jika ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaan. Jika barang itu berbentuk barang yang dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya. Dan jika berbentuk barang tidak bergerak (‘iqar), ia berkewajiban menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan kosong (tidak ada) hartanya (harta sipenyewa)51
hal. 297
50
Syaikh al-Allamah Muhammad bin ‘abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab,
51
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, hal. 30