SISTEM WAKAF ONLINE DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
Muhammad1
Abstract: Wakaf by using the online system is wakaf transactions done online (electronically), by anyone and anywhere. Supervision and management of the distribution can access it. Ease wakaf raises new legal issues, not physically meeting proficiency and knowing the law, lack of witnesses, so that the process pledge of wakaf become not clear. This, background of searching the arguments and legal istimbat over wakaf activities done online Keyword: Wakaf, Online, Islamic law (fiqh).
1
Dosen Fakultas Dakwah Universitas Hasyim Asy’ari (UNHASY) Tebuireng Jombang
16
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Sistem Wakaf Online
A. PENDAHULUAN Harta tidaklah hanya untuk dinikmati sendiri, melainkan harus dinikmati bersama. Ini tidak berarti bahwa ajaran Islam itu melarang orang untuk kaya, melainkan suatu peringatan kepada umat manusia bahwa Islam mengajarkan fungsi sosial harta. Untuk itulah diciptakan institusi wakaf, zakat, sadaqah, infaq, kafarah dan institusi lainnya.2 Wakaf, secara harfiah memberikan pengertian “larangan atau pembatasan”3, yaitu larangan untuk memperlakukan harta sebagaimana harta biasa.4 Dari sinilah, wakaf menuntut pengertian sebagai pemilikan dan pemeliharaan harta benda tertentu untuk kemanfaatan sosial tertentu yang ditetapkan dengan maksud mencegah penggunaan harta wakaf diluar tujuan khusus yang telah ditetapkan tersebut.5 Pengertian ini tentu saja memberikan persyaratan khusus barang wakaf. Barang itu mempunyai sifat abadi, tidak musnah dan dapat dimanfaatkan tanpa harus mengkonsumsi barang itu sendiri.6 Beda halnya dengan UU No. 41 tahun 2004 yang memiliki pengertian yang lebih modernis, yaitu wakaf adalah perbuatan hukum wa>kif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.7 Hal ini memberikan pengertian barang yang akan diwakafkan tidak selamanya bersifat abadi dan lebih menekankan pada aspek manfaat dan tujuannya, serta memungkinkan dalam waktu tertentu.8 2
Juhaya S. Praja, Perwakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran Hukum dan Perkembangannya (Bandung: Yayasan Piara, 1995), hlm. 1. 3 John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, Alih bahasa Eva YN, dkk, Cet. I (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 145. 4 Mircea Eliade (ed), The Encyclopedia of Religion, Cet. X (New York: Mac Millan Publishing Company, 1993), hlm. 337. 5 John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, hlm. 145. 6 Ibid. 7 UU No. 41 Tahun 2004 pasal 1(1). Arsip www.kemenag.go.id, akses pada 21 April 2014. 8 Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, Cet. I (Jakarta: RM Books, 2007), hlm. 77. MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
17
Muhammad
Lembaga perwakafan ini merupakan salah satu bentuk perwujudan keadilan dalam Islam.9 Prinsip pemilikan harta dalam Islam menyatakan harta tidak dibenarkan hanya dikuasai oleh sekelompok orang. Ini tentu saja mengacu pada al-Qur'an:
Di Indonesia sendiri, wakaf tunai (Dompet Dhuafa') yang dikembangkan dengan cara reksadana seperti yang dikelola oleh Republika, telah melayani sistem zakat on-line yang sudah terintegrasi oleh beberapa bank. Sedangkan untuk wakaf tunai, sistem yang dikembangkan masih tetap sama, yakni masih dengan adanya surat perjanjian (akta wakaf), sedangkan pembayarannya sudah dapat dilakukan melalui e-banking ataupun bank konvensional.11Beradasarkan laporan keuangan DF pada 31 Desember 2011, penghimpunan dana wakaf sebesar Rp.45.524.554.707 dan tersalurkan sebesar Rp. 3.179.854.868. Begitu juga, Wakaf Center mengembangkan wakaf tunai yang menggunakan media internet untuk menghimpun dana wakaf dan terhubung dengan beberapa bank, walaupun mereka siap menjemput sampai ke rumah orang yang hendak memberikan dana wakafnya. Menurut laporan bulan Juni s.d. Agustus 2012, awal berdirinya wakaf center terhimpun dana sebesar Rp. 1.049.723.594.12 Munculnya sistem online ini dipicu oleh perkembangan teknologi yang semakin maju, yaitu internet. Internet memungkinkan kita untuk menghilangkan hambatan jarak dan waktu dalam mendapatkan informasi. Dari segi ekonomi, internet merupakan sebuah jawaban yang sangat efisien, efektif dan relatif murah jika dibandingkan dengan hasil yang didapat. Dengan sistem online, pengelolaan wakaf dan zakat dapat diawasi oleh siapa saja, meskipun tetap mengacu pada akuntansi publik. 9
Juhaya S. Praja, Perwakafan di Indonesia…. hlm. 1. Q.S. At-Taubah (9): 103. 11 Lihat situs www.dhompetdhuafa.co.id, akses pada 20 April 2014. 12 Lihat situs www.wakafcenter.com. akses pada 28 April 2014. 10
18
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Sistem Wakaf Online
Hal ini juga mempermudah perluasan kapital (modal) karena pemakainya tidak terbatas pada wilayah kota, propinsi ataupun negara, melainkan melampaui lintas benua ataupun samudra. 13 Wakaf dengan menggunakan sistem online adalah wakaf yang transaksinya dilakukan secara online (elektronik), seseorang yang berwakaf (wa>kif) mewakafkan harta (uang, properti, software, e-book, pulsa elektronik) melalui automated account (perjanjian) di internet (yang biasanya terintegrasi dalam bentuk website) kepada lembaga perwakafan. Automated account ini dapat berupa ketentuan pembayaran wakaf yang diinginkan oleh wa>kif, bentuknya dapat kartu kredit ataupun rekening dalam bank. Untuk distribusi hasil pengelolaan wakaf secara produktif, wa>kif juga dapat menentukannya. Fasilitas yang diberikan melalui website dapat berupa laporan posisi finansial, wahana mailinglist dalam forum silaturahmi antar wa>kif, ataupun produk perangkat lunak yang islami. Semuanya itu, dapat dilakukan dan diawasi di mana saja dan tinggal meng-klik saja. Kemudahan akses ini tentu saja memuncul kan persoalan hukum baru. Tidak berjumpanya secara fisik dan tidak diketahuinya kecakapan secara hukum pihak-pihak yang berakad, tidak adanya saksi yang menyaksikan terjadinya akad wakaf sehingga ikrar wakaf yang terjadi tidak jelas. Untuk itulah, perlu dikaji secara mendalam dan penuh kehatihatian, tidak saja untuk diberikan payung secara hukum, melainkan lebih pada potensi ekonomi yang dapat dikembangkan. B. PEMBAHASAN 1. Wakaf Dalam Islam
Wakaf secara etimologis berasal dari Bahasa Arab وﻗـﻒyang bermakna "menghentikan, menahan, diam dan menghilangkan"14. Istilah 13
Budi Agus Riswandi, Hukum dan Internet di Indonesia, cet I (Yogyakarta: UII Press, 2003, hlm. 15 – 21; dan SP Hariningsih, Teknologi Informasi, Cet I (Yogyakarta: PT Graha Ilmu, 2005), hlm. 9;. 14 Lihat Majd ad-Di>n Muh}ammad ibn Ya‘qu>b al-Fairu>z, al-Qa>mu>s al-Muh}it} (Beirut: Dar al-Fikr, 1995) hlm. 774 – 775 atau pada Jama>l ad-Di>n Muh}ammad ibn Mukarram al-Ans}ari>, Lisa>n al-‘A>rab (Kairo: Dar al-Mis}riyah, tt), hlm 275 – 276 dan Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, cet. XIV (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hlm. 1576. MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
19
Muhammad
ini diserap oleh Bahasa Indonesia yang mempunyai arti badan yang dibentuk dengan agama Islam yang diperuntukkan bagi kepentingan umum sebagai derma atau untuk kepentingan yang berhubungan dengan agama15. Istilah lain yang sering digunakan sinonim dengan wakaf adalah al-h}ubus (jamaknya al-ah}bas). Wakaf dinamakan wakaf (menahan, menghentikan) adalah karena pemilik dari benda yang diwakafkan menahan atau menghentikan haknya untuk bertindak hukum terhadap benda tersebut guna mendonasikan hasilnya di jalan Allah. Konsekuensinya, tidak boleh dijual, diwariskan, dihibahkan dan tindakan-tindakan lain yang berhubungan dengan pemindahan hak milik, yang bisa dilakukan hanya mengambil hasil dari wakaf tersebut untuk kepentingan umat sesuai dengan pernyataan wakaf (ikrar)16. Secara terminologis, wakaf diartikan sebagai: a. Suatu ibadah yang disyariatkan dan telah berlaku dengan sebutan lafal, walaupun tidak ditetapkan (diakui) oleh hakim, dan hilang hak pemilikan si wa>qif daripadanya walaupun barang itu masih berada di tangannya.17 b. Menahan harta dan mentasharufkan manfaatnya di jalan Allah (kepentingan umum).18 c. Menghentikan (menahan) perpindahan milik suatu harta yang bermanfaat dan tahan lama, sehingga manfaat harta itu dapat digunakan untuk mencari keridhaan Allah SWT.19 15
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet II (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 1006. 16 Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemposrer, hlm. 76; dan Juhaya S. Praja, Perwakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan Perkembangannya, hlm. 6. 17
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shidieqy, Hukum-hukum Fiqh Islam, Cet I (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 146. 18
Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Jilid III, Cet I (Beirut: Dar al-Kitab al-Araby, 1971), hlm. 515. 19
Zakiah Drajat, dkk. Ilmu Fiqh, Jilid III, Cet I (Yogyakarta: PT Dana Bakti Wakaf, 1995), hlm.187 20
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Sistem Wakaf Online
Dari beberapa definisi wakaf di atas, dapat ditarik benang merah secara keseluruhan. Pertama, wakaf mempunyai pengertian menahan harta untuk dipergunakan atau dikonsumsi secara pribadi yang menunjukkan adanya modal (dalam pengertian ekonomi) atau harta (dalam pengertian umum) yang bernilai ekonomis dan bisa memberikan manfaat, seperti mewakafkan tanah untuk masjid, fasilitas pendidikan, sarana umum dan sebagainya. Kedua, definisi wakaf memastikan unsur harta di dalamnya, yang bisa dimaknai bergerak, tetap dan tidak bergerak, barang-barang, uang, jasa, atau apapun yang bisa dinilai secara ekonomi. Ketiga, mencakup adanya upaya pelestarian harta dan menjaga keutuhannya, sehingga memungkinkan untuk dimanfaatkan secara berulang-ulang. Pelestarian harta ini mencakup peran aktif seluruh komponen wakaf dan manajemen yang baik. Keempat, adanya unsur manfaat yang berulang-ulang dan dapat dikonsumsi langsung dari harta tersebut dengan prioritas tujuan untuk kebaikan umum. Setiap institusi tentu saja mempunyai komponen yang membuat institusi itu kokoh dan dapat bekerja dengan baik. Komponen di sini dapat dimaknai sebagai rukun wakaf yang mempunyai arti hakikat dari wakaf itu sendiri dan dapat juga dimaknai sebagai sistem yang secara mekanik saling membutuhkan. Kehilangan satu komponen saja dalam proses kinerjanya akan membuat ketimpangan seluruh komponen wakaf. Juhaya20 mencatat komponen wakaf menurut Fuqoha dan kemudian dikembangkan pada KHI dan UU No.41/2004 sebagai berikut: Tabel 1 Skema Komponen Wakaf menurut Fuqaha dan UU di Indonesia 1. 2. 3. 4.
Fuqaha Wakif Benda wakaf Penerima wakaf Shigat
KHI21 1. 2. 3. 4.
Wakif Tanah/benda wakaf Nadzir Ikrar wakaf
1. 2. 3. 4. 5. 6.
UU No. 41/ 200422 Wakif Nadzir Harta benda wakaf Ikrar wakaf Peruntukan benda wakaf Jangka waktu wakaf
Sumber: Juhaya dielaborasi dengan penyusun 20
Juhaya S. Praja, Perwakafan di Indonesia…, hlm. 53. KHI Buku III psl 217 – 222. 22 UU No.41/2004 psl. 6 21
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
21
Muhammad
Melihat skema di atas, perbedaan yang menonjol adalah legalisasi waktu wakaf yang diangkat oleh UU No.41 tahun 2004.23 Hal ini tentu saja akan menimbulkan persoalan mewakafkan sebagian harta untuk sarana ibadah, seperti tanah dan sarana peribadatan, ataupun untuk kepentingan umum, seperti rumah sakit ataupun sarana pendidikan, dengan jangka waktu terbatas, lima atau sepuluh tahun, dalam istilah lainnya disewakan untuk wakaf. Sertifikasi ataupun pemindahan hak pengelolaan nadzir kembali menjad hak milik pribadi membuat persoalan menjadi berkelanjutan. Karena itulah, Mundir Qahaf menyarankan bahwa wakaf benda untuk kepentingan ibadah dan umum sifatnya harus abadi, tidak temporer24, sedangkan untuk wakaf tunai ataupun wakaf produktif lainnya bisa dalam jangka waktu yang temporer. Masih pada persoalan pembentukan wakaf, Mundzir Qahaf25 mencatat lima tahapan dalam membentuk harta wakaf, yaitu: a. Wakaf bisa terbentuk dengan keinginan wa>kif satu-satunya, dan tidak disyaratkan kabul dari pihak manapun. b. Orang biasa dan badan wakaf bisa membentuk wakaf Islam. Namun disyaratkan bagi wa>kif untuk mampu memberi derma dan tujuan wakafnya adalah penduduk setempat yang keberadaannya bersifat abadi. c. Wakaf wajib ditulis atau dibuatkan akta wakaf, sekalipun telah lama dibentuk, dan harus dicatat di lembaga yang secara hukum mempunyai kewenangan untuk itu. d. Penulisan akta wakaf dan pencatatan di lembaga yang berwenang bisa dilakukan oleh wa>kif, atau kalau tidak bisa ada bisa diwakili pihak yang berhak atas wakaf, atau seseorang yang punya kepentingan terhadap wakaf, baik ketika hidup maupun setelah 23
Pendapat ini juga diangkat oleh Mazhab Maliki yang menyatakan bahwa wakaf tidak disyaratkan berlaku untuk selamanya, tetapi sah bisa berlaku untuk waktu satu tahun misalnya. Sesudah itu kembali kepada pemiliknya. Lihat Muhammad Jawad al-Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Terj. Masykur AB, dkk., Cet VII (Jakarta: Penerbit Lentera, 2001), hlm. 636. 24 Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, hlm. 164 . 25 Ibid, hlm. 163 – 164. 22
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Sistem Wakaf Online
meninggal atas izin dari mahkamah atau setelah diumumkan di media lokal. e. Semua masjid dan bangunan yang menjadi bagian dari masjid dan semua harta yang diinfakkan untuk masjid menjadi wakaf sosial abadi sejak ditetapkannya sebagai wakaf, digunakan untuk sholat atau masih dalam perencanaan untuk tempat sholat. Dari beberapa deskripsi di atas, ada lima komponen yang harus ada dalam wakaf, yaitu: a. Orang yang Berwakaf (Wa>qif) Wa>kif adalah orang yang berwakaf dengan syarat: 1) pemilik sah dan 2) Memiliki kecakapan tabaru’.26 Fuqaha menyaratkan berakal sehat, merdeka, baligh dan memiliki kemampuan untuk bertasharruf.27 Menurut UU No.41/2004 wa>kif adalah pihak yang mewakafkan harta miliknya. Ketentuan ini dapat divisualisasikan sebagai berikut: Tabel 2 Skema Wa>kif menurut Fuqaha dan UU di Indonesia Fuqaha KHI28 UU No. 41/ 200429 1. Orang merdeka A. Orang A. Orang 2. Baligh 1. Sehat akalnya 1. Dewasa 3. Berakal sehat 2. Dewasa 2. Berakal sehat 4. Memiliki 3. Tidak terhalang 3. Tidak terhalang melakukan melakukan kemampuan untuk perbuatan hukum bertindak atas perbuatan hukum harta 4. Pemilik sah harta 4. Pemilik sah harta wakaf wakaf B. Untuk badan hukum B. Untuk badan hukum dan organisasi harus yang bertindak adalah pengurus sesuai dengan yang sah menurut anggaran dasar yang hukum bersangkutan. Sumber: Juhaya S Praja 26
Zakiah Drajat, dkk. Ilmu Fiqh, III: 192. Muhammad Jawad al-Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, hlm. 643 – 644. 28 KHI Buku III psl. 217 (1 – 3). 29 UU No.41/2004 psl. 7 – 8. 27
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
23
Muhammad
b. Nadzir (Lembaga Penerima Wakaf/Mauqu>f ‘Alaih) Menurut UU No. 41/2004 pasal 1(4), nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wa>kif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Jadi, nadzir adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap harta wakaf yang dipegangnya, baik terhadap harta wakaf itu sendiri maupun terhadap hasil dan upaya-upaya pengembangannya. Setiap kegiatan nadzir terhadap harta wakaf harus dalam pertimbangan kesinambungan harta wakaf untuk mengalirkan manfaatnya sesuai dengan tujuan wakaf.30 Pada praktek wakaf di zaman dahulu istilah nadzir tidaklah dikenal, yang dikenal hanyalah istilah Mauqu>f ‘Alaih yang biasanya adalah Bait al-Ma>l, orang lain yang menerima wakaf dan orang yang mewakafkan sekaligus mengelola harta wakaf tersebut (wakaf ahli).31 Syamsul Anwar menjelaskan bahwa Nadzir ini tidak merupakan rukun ataupun syarat wakaf dalam konsep hukum fiqh klasik, sedangkan dalam ketentuan perundangan mengenai wakaf (KHI dan UU No. 41/2004 tentang Wakaf), nampaknya Nadzir menjadi rukun wakaf karena wakaf harus diikrarkan kepada nazir dihadapan PPAIW dan nadzir adalah pengurus wakaf bersangkutan.32 Ahmad Djunaidi dan Thobieb al-Asyhar mengemukakan bahwa UU No.41/2004 belum memberikan kepastian hukum dan rasa nyaman kepada wakif, mauqu>f ‘alaih (penerima wakaf) dan nadzir. Indikasinya adalah belum adanya ketegasan yang utuh dalam memberikan sanksi-sanksi bagi pihak-pihak yang tidak menjalankan amanah wakaf. Selain permasalahan hukum, kurangnya "greget" Pemerintah Daerah terhadap pemberdayaan wakaf produktif dan kurangnya perhatian terhadap anggaran-anggaran proyek percontohan pemberdayaan wakaf produktif.33 30
Mustawa Edwin Nasution dan Uswatun Hasanah (Ed), Wakaf Tunai: Inovasi Finansial Islam, hlm. 95 – 96. 31 Muhammad Jawad al-Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, hlm. 646. 32
Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, hlm. 81.
33
Achmad Djunaidi dan Thobieb al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif: Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat, Cet. III (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006), hlm. 56 – 59. 24
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Sistem Wakaf Online
1. 2. 3. 4.
Ilustrasi dari konsep nadzir ini adalah sebagai berikut: Tabel 3 Skema Nadzir menurut Fuqaha dan UU di Indonesia Fuqaha KHI34 UU No. 41/ 200435 Ada di waktu x Orang dan Badan x Orang akad wakaf 1. WNI dan Islam Hukum Mempunyai 1. WNI 2. Dewasa kelayakan 2. Dewasa 3. Amanah Bukan pelaku 3. Sehat jasmani 4. Mampu secara jasmani maksiat rohani dan rohani Jelas 4. Beragama Islam 5. Tidak terhalang orangnya 5. Bertempat tinggal melakukan perbuatan di kecamatan hukum tempat letak x Organisasi atau Badan benda wakaf Hukum dibentuk sesuai dengan perundangan yang bergerak pada pendidikan, religi, sosial dan kemasyarakatan. Sumber: Juhaya dan Penyusun Berdasarkan deskripsi di atas, dapat disimpulkan nadzir adalah setiap orang ataupun badan hukum yang berkecimpung dalam kegiatan yang berorientasi pada aspek pendidikan, religi dan sosial kemasyarakatan. Nadzir harus mempunyai kemampuan untuk mengembangkan harta dan peruntukan wakaf. Peran penting nadzir ini jika diuraikan lebih pada sumber daya manusia, proses managerial wakaf dan reaktualisasi wakaf.
c. Obyek Wakaf (Mauqu>f) Harta yang diwakafkan merupakan hal yang paling penting dalam perwakafan. Pada permulaan wakaf disyariatkan, pada zaman rasulullah, maka sifat-sifat harta yang diwakafkan adalah harta yang tahan lama dan bermanfaat, seperti tanah dan kebun, tetapi kemudian 34 35
KHI psl. 219. UU No, 41/2004 psl. 9 – 10.
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
25
Muhammad
ulama berpendapat selain tanah dan kebunpun dapat diwakafkan asal bermanfaat dan tahan lama. Kesimpulannya dalam memaknai mauqu>f adalah asas manfaat dan nilai ekonomi, sedangkan barang yang tahan lama lebih lama mengalirkan pahala.36 Al-Kabisi mensyaratkan benda wakaf merupakan benda yang memiliki nilai (ada harganya), jelas bentuknya, hak milik wa>kif, dapat diserahterimakan bentuknya, dan jelas status hukumnya (terpisah dari harta keluarga ataupun umum).37 Para Imam Mazhab sepakat bahwa disyaratkan untuk barang yang diwakafkan itu sebagaimana yang disyaratkan pada barang-barang yang dijual, yaitu kongkrit, adanya kemungkinan memperoleh manfaat dari barang yang diwakafkan dan ukurannya ditentukan oleh kebolehan menurut masyarakat setempat.38 Menurut KHI pasal 215 (4), benda wakaf adalah segala benda, baik benda yang bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam. Selanjutnya, disyaratkan harus merupakan benda milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa. Secara maknawi, KHI masih mengadopsi pemikiran ulama klasik yang menekankan daya tahan (keabadian), di samping mengajukan syarat yang realistik, bebas dari sengketa. Lain halnya dengan UU No. 41/2004 yang tampak lebih modernis. Harta benda wakaf dimaknai harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh Wakif (dimiliki dan dikuasai oleh Wa>kif secara sah).39 Uswatun Hasanah kemudian merinci syarat benda wakaf, yaitu: 1) Benda yang diwakafkan harus bernilai ekonomis, tetap zatnya dan boleh dimanfaatkan menurut ajaran Islam dalam kondisi apapun; 2) Benda yang diwakafkan harus 36
Zakiah Drajat, dkk. Ilmu Fiqh, III: 194 – 195 Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, Hukum Wakaf: Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf, Cet I (Jakarta: Dompet Duafa Republika dan IIman Press, 2004), hlm. 247. 38 Muhammad Jawad al-Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, hlm. 645 – 646. 39 Lihat pasal 1 (5) dan pasal 15. 37
26
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Sistem Wakaf Online
jelas wujudnya dan pasti batas-batasnya; 3) Harta yang diwakafkan itu harus benar-benar kepunyaan wakif secara sempurna, artinya bebas dari segala beban; dan 4) benda yang diwakafkan harus kekal manfaatnya.40 Dari penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa harta benda yang diwakafkan harus mempunyai nilai ekonomis dan milik wakif secara yuridis. Dengan demikian, proses wakaf dan pendistribusiannya tidak akan mendapatkan kendala apapun, karena secara legal formal telah memiliki landasan hukum yang kuat sehingga tidak menimbulkan perselisihan dan secara ekonomi dapat dikembangkan berdasarkan peruntukkannya. d. Ikrar Wakaf dan Transmisi Legalitas Secara teoritis, bagi mazhab Hanafiyah yang menjadi hakikat ataupun rukun akad (baca: wakaf) adalah ija>b dan qabu>l, sedangkan yang orang yang mengadakan atau hal-hal lainnya yang menunjang terjadinya akad dikategorikan bukan rukun sebab keberadaannya sudah pasti.41 Dengan demikian, yang menjadi inti dari komponen wakaf ini adalah proses ikrar wakaf. Al-Kabisi membedakan proses ikrar wakaf yang didasarkan pada peruntukan wakaf itu sendiri, yaitu untuk kepentingan umum dan kalangan tertentu. Untuk kepentingan umum, al-Kabisi berpendapat bahwa yang digunakan bagi kalangan luas (tidak terbatas), cukup melalui proses iqa (pelimpahan), bukan transaksi ataupun akad. Karena itu, proses serah terimanya cukup dilangsungkan dengan menunjukkan komitmen salah satu pihak, tidak sebagaimana umumnya yang berlaku dalam proses transaksi. Untuk kalangan tertentu, al-Kabisi memandang kabul (penerimaan wakaf) sebagai syarat untuk bisa memiliki, bukan syarat untuk kemestian yang ada dalam wakaf. Sifat dari kabul di sini bukanlah
40
Mustawa Edwin Nasution dan Uswatun Hasanah (Ed), Wakaf Tunai: Inovasi Finansial Islam, Cet II, Jakarta: PSTTI-IU, 2006 hlm. 62. 41 Rachmat Syafe'i, Fiqh Muamalah, cet. II (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm. 45. MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
27
Muhammad
lafallah yang diucapkan, melainkan sifat rela dan adanya kebebasan untuk memilih.42 Menurut KHI kitab III pasal 218 dan UU No.41/2004 pasal 17, ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak untuk melakukan wakaf, dan harus secara lisan dan/atau tulisan oleh wakif secara jelas dan tegas kepada nazir di hadapan PPAIW dengan disaksikan dua saksi.43 Media ikrar disini hanya disebutkan lewat lisan dan atau tulisan. Hal ini juga didukung oleh Munzhir Qahaf. Menurutnya, ikrar wakaf wajib ditulis atau dibuatkan akta wakaf, sekalipun telah lama dibentuk dan harus tercatat di lembaga yang secara hukum mempunyai kewenangan untuk itu.44 Dari sini, pemaknaan ikrar wakaf adalah pernyataan dari wakif yang dapat dibuktikan secara otentik dan adanya saksi. Dengan menggunakan teori Ali al-Khafif yang memandang hal terpenting dari sighat al-aqd adalah menunjukkan kehendak dari para pihak-pihak yang melakukan akad secara jelas45; dan teori Dimyauddin Djuwaini yang membolehkan ijab kabul dengan korespondensi baik melalui surat menyurat, faks, email ataupun via telepon46, maka kebolehan ikrar wakaf tidak hanya bisa disampaikan lewat lisan ataupun tulisan, melainkan pada semua media yang dapat diinterpretasikan sebagai wujud dari kerelaan wakif untuk mendermakan hartanya, termasuk juga media elektronik dan internet. Syaratnya, adanya kejelasan hukum dan bukti yang menguatkan.
Ikrar wakaf dimaknai sebagai proses pernyataan kehendak berwakaf, baik yang melalui media verbal, tulisan, isyarat, perbuatan ataupun media-media yang dapat diinterpretasikan sebagai wujud dari kehendak berwakaf itu. Konsep pernyataan kehendak secara implisit dibahas oleh al-Qur'an, yaitu surat al-Baqarah (2): 283 – 284:: Adapun hadits yang berbicara ikrar wakaf adalah hadis riwayat Ibnu ‘Umar: 42
Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, Hukum Wakaf…, hlm. 101 - 117.
43
Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, hlm. 81.
44
Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, hlm. 164 Ali al-Khafif, Mukhtasar al-Ahkam al-Mu’amalah asy-Syariah (Kairo: Maktabah as-Sunnah al-Mahmudiyyah, 1952), hlm. 74 – 75. 46 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, cet. I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm.54. 45
28
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Sistem Wakaf Online
<%<^ïÖ_
Lihat Cd Mausu>ah al-Hadi>s\ asy-Syari>f (ttt: Global Islamic Software Company, 1991), Abu Dawu>d hadis no. 2493, sedangkan pada Bukha>ri hadis no. 2532, Muslim MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
29
Muhammad
2. Maslahah Dalam Wakaf Online Muamalah sebagai produk syari‘ah akan senantiasa berusaha mewujudkan kemaslahatan, mereduksi permusuhan dan perselisihan antara manusia. Allah menurunkan syari‘ah dengan tujuan untuk merealisasikan kemaslahatan hidup hamba-Nya, tidak bermaksud memberi beban dan menyempitkan ruang gerak kehidupan manusia.48 Lebih lanjut, Abu Zahrah menyatakan bahwa memelihara harta dilakukan dengan mencegah perbuatan yang menodai harta, yaitu mencuri dan ghasab; dengan mengatur sistem mu’amalah atas dasar kerelaan dan keadilan; dan dengan berusaha mengembangkan harta kekayaan dan menyerahkannya ke tangan orang yang mampu menjaga harta dengan baik. Sebab harta yang ada di tangan perorangan menjadi kekuatan bagi umat secara keseluruhan. Karena itu, harus dipelihara dengan menyalurkannya secara baik, dan dengan memelihara hasil karya (hak cipta), mengembangkan sumber-sumber ekonomi umum, mencegah agar tidak di makan di antara sesama manusia dengan cara yang batil, tidak dengan cara yang hak (benar) yang dihalalkan oleh Allah kepada hamba-Nya.49 Maslahah yang dimaksudkan Syari’ (Allah) dalam mensyariatkan muamalah adalah menjaga kebutuhan manusia baik dari aspek dharury (primer), hajiy (sekunder) dan tahsiny (tersier). Pokok atau inti dari muamalah ini adalah menjaga harta (hifz{ al-ma>l) yang merupakan salah satu ad}-d}aru>riya>t al-khamsah (lima kebutuhan pokok), misalnya Islam melarang mengkonsumsi harta dengan cara yang batil ataupun mencuri dan memerintahkan mencarinya dengan peningkatan dan pertumbuhan yang sehat. Kemudian, mensyariatkan akad (transaksi) dan mua>wid}at (ganti rugi) pada jual beli, ijarah (sewa menyewa), salam (pesanan) dan produksi untuk memenuhi kebutuhan manusia ( )ﻟﺴﺪ ﺣﺎﺟﺔ اﻟﻨﺎسdan menghindari dari kesusahan ()دﻓﻊ اﻟﺤﺮج واﻟﻤﺸﻘﺔ. Aplikasi maslahah dalam muamalah tidak terbatas sampai pada tingkatan primer ataupun sekunder, bahkan sampai pada tersier yang tersebar pada lini kehidupan manusia dan kebudayaannya. Untuk itulah, diperbolehkannya berbuat kebaikan dan kebajikan serta dilarang untuk berlebih-lebihan, melakukan hal-hal yang sia dan kikir.50 hadis No. 3085, at-Tirmiz\i hadis no. 1296, an-Nasa>'i hadis no. 3542, Ibnu Maja>h hadis no. 2387, Ah{mad hadis no. 4379 tidak menampilkan adanya proses kitabah (ikrar wakaf). 48 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, hlm. xix. 49 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, hlm. 551. 50 Muhammad Us\ma>n Syabi>r, al-Mu‘a>malah al-Ma>liyah al-Mu‘a>s}irah fi al-Fiqh al-Isla>my, cet. IV (Sudan: Dar an-Nafais, 2004), hlm. 23. 30
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Sistem Wakaf Online
Dari gambaran di atas, muamalah dan maslahah sangat berkaitan erat. Muamalah dibangun berdasarkan maslahah yang mengedepankan konsep menjaga harta (hifz} al-ma>l). Dengan demikian, sangat tepat jika istinbat} yang digunakan dalam mengungkapkan hukum muamalah (baca: wakaf) adalah maslahah.
Setelah mendapatkan gambaran dan kaitannya maslahah dengan muamalah (wakaf), maka tugas selanjutnya mengaplikasikan teori maslahah kepada pokok permasalahan (wakaf online). Wakaf, secara umum dan bagaimanapun bentuknya, merupakan wujud dari kemaslahatan menjaga harta (hifz} al-ma>l) dengan mengedepankan keadilan dan kesejahteraan sosial melalui keadilan distribusi pendapatan dan kekayaan.51 Ikrar wakaf sebagai unsur terpenting dalam persoalan wakaf adalah pernyataan kehendak dari wakif yang tidak hanya bisa disampaikan lewat lisan ataupun tulisan, melainkan pada semua media yang dapat diinterpretasikan sebagai wujud dari kerelaan wakif untuk mendermakan hartanya, termasuk juga media elektronik dan internet. Syaratnya, adanya kejelasan hukum dan bukti yang menguatkan. Adapun dalil ikrar wakaf ataupun proses perwakafan secara implisit adalah yaitu surat al-Baqarah (2): 283 – 284 dan hadis riwayat Ibn Umar. Menurut Abu Zahrah, penggalian hukum (t}uruq al-istinbat}) yang berdasarkan nash terdapat dua pendekatan, yaitu pertama, pendekatan makna (t}uruq ma’nawiyah) yang berarti penarikan kesimpulan (istidla>l) hukum bukan kepada nash langsung seperti menggunakan qiyas, istihsan, maslahah mursalah, dzara’i dan lain sebagainya; dan kedua, pendekatan lafadz yang memerlukan beberapa faktor pendukung, yaitu penguasaan terhadap makna (pengertian) dari lafal-lafal nash serta konotasinya dari segi umum dan khusus; mengerti qayyid (batasan-batasan) yang membatasi ibarat nash-nash; dan sebagainya.52
51
Depag, Fiqih Wakaf, Edisi Revisi Cet. IV (Jakarta: Dirjen Bimas Depag RI, 2006), hlm. 99. 52 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, terj. Saefullah Maksum, cet. II (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 166.
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
31
Muhammad
Untuk itu perlu disajikan dan dideskripsikan mengenai penafsiran dan proses sejarah kedua dalil tersebut. Pertama, surat al-Baqarah (2): 283 – 284.
<˜Ê<ŸÇ√÷^e
ãÈ◊ <‹”flÈe<^„fiÊÜËÇi<ÏÜï^u<ÏÖ^ü<·Á”i<·_<˜c<]Áe^iÜi<˜_<ÓfiÅ_Ê
<]Áœi]Ê<‹”e<—Áä <‰fid <]Á◊√Ài<·cÊ<ÇÈ„ç<˜Ê
l). Hal yang perlu
53
32
Q.S al-Baqarah (2): 282 – 283. MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Sistem Wakaf Online
dihindari oleh saksi dan notaris adalah kebohongan serta penambahan/pengurangan hasil kesepakatan.54 Berdasarkan kedua ayat tersebut, Shadiq Hasan Khan menjelaskan bahwa Allah menganjurkan untuk berlaku hati-hati dalam persoalan harta (muamalah) sebagai bentuk kemaslahatan hidup di dunia maupun di akhirat dan menolak keraguan akan bukti otentik dari hasil kesepakatan.55 Masih dalam komentar ayat yang sama, asy-Syaukani memandang bahwa al-amr ala> al-kita>bah adalah wajib (al-amr li wu>ju>b). Tata cara penulisan ini harus adil tidak ditambahi ataupun dikurangi. Saksi di sini berfungsi sebagai penguat atas pembuktian otentik dari kita>bah.56 Menurut Jawad Magniyah, para ulama mazhab tidak mewajibkan penulisan (bukti otentik) dan saksi dalam setiap akad dengan menggunakan qayyid ayat selanjutnya ()ﻓﺈن أﻣﻦ. Padahal menurutnya, kita>bah dan saksi sangat penting dalam setiap akad muamalah karena sebagai jaminan hak dan terlaksananya kewajiban. Al-‘adalah bukanlah syarat mutlak dalam kita>bah (penulisan), hanya sebagai syarat nisbi (keniscayaan).57 Said Hawa menginterpretasikan bahwa kedua ayat tersebut merupakan petunjuk bagi hamba-Nya ketika melakukan transaksi (bermuamalah) yang bersifat temporer (sementara) hendaklah ada bukti otentik (kita>bah) dan saksi sebagai alat penjamin dan penjaga dari hasil kesepakatan, yaitu terjaminnya hak dan terealisasinya kewajiban58. Kedua, hadis diatas yang di riwayatkan Ibn Umar: Hadis ini ditengarai merupakan pondasi dasar wakaf yang secara redaksi hadis menyatakan bahwa wakaf adalah menahan pokok harta dan mendistribusikan secara fungsional hasil manfaatnya kepada orangorang yang berhak dan membutuhkan, yang kemudian harta tersebut 54
Abdullah Muhammad ibn Ahmad al-Ansha>ri al-Qurtubi>, al-Ja>mi‘ li Ahka>m alQur’an (Kairo: Dar al-Misriyah, 1967), III:406. 55 S}adi>q Hasan Kha>n, Fath} al-Baya>n fi> Maqa>sid al-Qur’an, I: 469 – 470. 56 Asy-Syaukani, Fath} al-Qadi>r (Beirut: Da>r al-Fikr, ttt), I:453 – 454. 57 Muhammad Jawa>d Magniyah, Tafsi>r al-Ka>syif (Malayan: Da>r al-‘Ilm, ttt), I: 441 – 443. 58 Sa‘i>d Hawa>, al-Asa>s fi> at-Tafsi>r, cet. III (Fakis: Da>r as-Sala>m, 1993), I: 657. MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
33
Muhammad
mempunyai konsekuensi tidak boleh diperjualbelikan, dihibahkan, dan diwariskan. Lebih lanjut, berdasarkan hadits di atas Ibn H{ajar menjelaskan ‘Umar ibn Khat}t}ab menuliskan ikrar wakaf di masa beliau menjabat sebagai khalifah yang diwasiatkan secara turun temurun pada keturunan ‘Umar, sedangkan yang menulis ikrar wakaf tersebut adalah Mu‘aiqib dan yang menjadi saksi ‘Abdullah ibn al-Arqam.59 Pendapat ini juga diamini oleh Zuhdi> Yaki>n, bahkan kemudian menjelaskan bahwa ketika ‘Umar ingin menulis ikrar wakafnya di zaman kekhalifahannya, beliau mengundang sekelompok orang Muhajirin dan Anshar untuk menjadi saksi. Berdasarkan hal tersebut, wakaf ‘Umar pun dikenal oleh masyarakat Islam.60 Dari kedua dalil di atas, dapat disimpulkan bahwa peran ikrar dan transmisi legalitas wakaf sangat penting. Ada dua hal penting dalam proses ikrar (pelimpahan) wakaf, yaitu: pertama, pernyataan kehendak wa>kif yang dapat ditunjukkan dengan bukti otentik dan saksi sebagai wujud kerelaan, sehingga nantinya tidak ada perselisihan mengenai harta wakaf, seperti tercampurnya dengan harta warisan ataupun hutang; dan kedua, terjaminnya harta wakaf yang peruntukkannya didistribusikan dengan jelas, seperti pendistribusian harta wakaf kepada orang miskin ataupun pada kalangan tertentu. Berdasarkan deskripsi di atas, prinsip bukti otentik (kita>bah) dan saksi adalah wujud dari maslahah, yaitu memelihara harta dari persengketaan dan mendistribusikannya pada jalur yang benar. Hal ini tentu saja berkaitan dengan maqa>shid asy-syari>ah yang terangkum pada terjaganya daru>riyat al-khams (lima unsur pokok maslahah). Secara rasional, bukti otentik dan saksi sangat dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan kesepakatan tersebut. Dengan demikian, ikrar wakaf yang didalamnya mencakup aspek kita>bah dan saksi sebagai wujud kerelaan wakif. Hal ini bertujuan menjaga harta wakaf dari persengketaan dan terjaminnya pendistibusian yang sesuai dengan peruntukkannya, menjadi dasar kebolehan praktek wakaf online.
59
Lihat Cd al-Maktabah asy-Sya>milah, cet. II (ttp: http://www.wakafeya.net/shamela), Ibn H{ajar al-Asqala>ni, Fath al-Ba>ri fi Syarh} S}ah{ih al-Bukha>ri , VIII: 350. 60 Zuhdi> Yaki>n, Ah{ka>m al-Waqaf, cet. I, Beirut: al-Matbah al-‘Isriyyah hlm. 31. 34
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Sistem Wakaf Online
Beralih pada wakaf online, secara garis besar adalah wakaf yang transaksinya dilakukan secara online (elektronik). Artinya, seseorang yang berwakaf (wa>kif) mewakafkan harta (uang/properti, dll) melalui automated account (perjanjian) di media elektronik (telepon, seluler dan Electronic Fund Transfer61) ataupun di internet (yang biasanya terintegrasi dalam bentuk website) ataupun kepada lembaga perwakafan, baik yang berbentuk yayasan (organisasi masyarakat dan swasta), LKS ataupun BWI. Automated account ini berupa data pribadi dan ketentuan wakaf yang diinginkan oleh wa>kif, biasanya berisi opsi-opsi kesepakatan wakaf, pembayaran wakaf, pengelolaan wakaf, distribusi ataupun tujuan wakaf. Wakif mengisi form tersebut berdasarkan keterbukaan, kepercayaan dan pilihan yang disukainya. Fasilitas yang diberikan bagi wakif melalui website ataupun media elektronik dapat berupa laporan posisi finansial, wahana mailinglist dalam forum silaturahmi antar wa>kif, ataupun produk perangkat lunak Islam, dan sebagainya. Semuanya itu, dapat dilakukan dan diawasi di mana saja serta tinggal meng-klik saja. Singkatnya, proses ikrar wakaf online dan transmisi legalitasnya dibangun berdasarkan kemudahan dan keterbukaan. Berdasarkan gambaran di atas, wakaf online dapat diskemakan sebagai berikut: Bagan 1 Proses Transaksi Wakaf Online BWS / LKS / BWN
Online Promo atau Media Elektronik
Wakif
61
EFT adalah pemindah bukuan sejumlah dana dari suatu rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik. EFT dalam dunia perbankan saat ini sudah menjadi jasa pelayanan yang pokok bagi para nasabahnya. Para nasabah dapat memanfaatkan teknologi EFT untuk memindahbukukan rekening yang dimilikinya pada bank kepada pihak lain yang dituju dengan cepat dan biaya yang relatif murah, model-modelnya antara lain ATM, SWIFT, BACH, Direct Banking dan lain sebagainya. Lihat Gemala Dewi, et.al, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, cet II (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm. 205.
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
35
Muhammad
Transaksi dilakukan account yang sudah terintegrasi dalam website, via email ataupun media elektronik Sumber: Penyusun Jika dibandingkan dengan proses perwakafan KHI Buku III mengenai Hukum Perwakafan (pasal 233 – 234) dan UU No. 41/2004 (pasal 17 – 21 dan 32 – 39) tentang perwakafan yang dapat digambarkan sebagai berikut: Bagan 2 Proses Ikrar Wakaf dan Sertifikasi Wakaf menurut KHI Wakif
P.P. AIW
Menteri Agama
Dua orang saksi Ket. Pejabat Nadzir
Keterangan: Proses Pendaftaran Proses Sertifikasi Sumber: Penyusun Wakif mengikrarkan dihadapan dua orang saksi dan pejabat untuk nadzir dihadapan PP.AIW. Kemudian, PP.AIW atas nama nadzir mendaftarkan akta ikrar wakaf kepada pihak yang berwenang. Dalam hal ini, untuk tanah langsung ke departemen subdit agrarian, sedangkan untuk benda-benda wakaf lainnya kepada menteri agama. Setelah disetujui oleh Menteri Agama, sertifikat diserahkan kepada nadzir, tanpa adanya sosialisasi. Dalam prosesnya, akta dan sertifikasi ini memakan waktu yang lama dan pembiayaan yang mahal. Proses ini juga ditemukan pada UU No.41/2004, hanya saja untuk wakaf tunai yang dijadikan partner oleh pemerintah adalah LKS (Lembaga Keuangan Syariah). LKS ini menempati posisi PP.AIW dalam proses akta. Hal ini dapat diskemakan sebagai berikut:
36
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Sistem Wakaf Online
Bagan 3 Proses Ikrar Wakaf dan Sertifikasi Wakaf menurut UU No.41/2004 Wakif
P.P. AIW/LKS
Atas nama nazir
Menteri dan BWI
Dua orang saksi
Nadzir
Keterangan: Proses Pendaftaran Proses Sertifikasi Sumber: Penyusun Terlihat dalam kedua bagan di atas yang menjelaskan proses transaksi perwakafan yang terkesan memberatkan para pihak yang berhubungan langsung pada perwakafan, baik wa>kif dan nadzir, belum lagi aspek pembiayaan serta lamanya proses sertifikasi wakaf tersebut.62 Padahal, wakaf yang mempunyai signifikansi dan kontribusi besar dalam kehidupan manusia menuntut kemudahan, baik proses perwakafan maupun legalisasinya. Dari sinilah kaidah maslahah dapat diaplikasikan, kesukaran itu mendatangkan kemudahan ()اﻟﻤﺸﻘﺔ ﺗﺠﻠﺐ اﻟﺘﯿﺴﯿﺮ. Untuk lebih mendapatkan view wakaf online yang komprehensif, maka perlu memandang celah praktek perwakafan yang berlaku di Indonesia dan mengaplikasikannya berdasarkan strategi yang jitu.
C. PENUTUP Wakaf merupakan solusi yang ditawarkan oleh Islam dalam distribusi kekayaan antara si kaya dan si miskin. Hal ini nilai-nilai yang dikembangkang oleh sistem ekonomi Islam yang berbasiskan keadilan 62
Menurut penelitian Imam Suhadi, biaya sertifikasi wakaf pada wilayah Bantul terbilang mahal dan sangat memberatkan bagi wa>kif dan nazhir. Lihat Imam Suhadi, Wakaf untuk Kesejahteraan Umat, cet. I (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 2002), hlm. 109 – 110.
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
37
Muhammad
social dan kemasyarakatan. Implikasi yang ditimbulkan dari wakaf online ini setidaknya akan bermuara pada tiga hal, yaitu: 1) pola konsumsi seseorang yang memiliki harta yang lebih akan menjadi lebih bermanfaat secara “syariah”; 2) secara etis, seseorang yang berwakaf memberikan tauladan kepada orang lain untuk mendistribusikan hartanya kepada hal yang bermanfaat; dan 3) dana dan properti wakaf ini dikelola sebagai dana pelengkap penggerak ekonomi rakyat, selain dana pemerintah dan swasta. Kesemuanya itu jika dibangun dengan pondasi keterbukaan, accountable dan profesionalitas akan memberi dampak yang luar biasa. Sehubungan dengan payung hukum, secara fiqh bersandar pada dalil yang digunakan untuk istidlal terhadap wakaf online adalah Q.S alBaqarah (2): 282 – 283 yang kemudian diperkuat oleh hadits ‘Umar ibn Khatta>b yang diriwayatkan oleh Abu> Dawud. Metode istinbat yang digunakan dalam wakaf online adalah maslahah. Hasilnya, wakaf online mengandung kemaslahatan baik secara syariah (sesuai dengan maqa>s}id asy-syari>‘ah) ataupun secara legal formal. Kemaslahatan ini diwujudkan melalui proses ikrar wakaf yang tujuan akhirnya adalah menjaga harta dari sengketa dan mendistribusikannya kepada jalan yang benar. Sedangkan kaitannya dengan hokum perundang-undangan, wakaf online belum terakafer dalam UU Wakaf. Padahal perkembangan kebutuhan dan teknologi saat ini telah mendominasi manusia. Ketika UU perwakafan menjamin keberadaan hal tersebut, akan mengurangi sengketa. Selain itu yang tidak kalah penting adalah nazhir sebagai pengelola harta wakaf, haruslah professional, accountable dan transparan. Dengan hal tersebut, nazhir akan mengembangkan harta wakaf secara optimal, yang akhirnya akan berdampak besar bagi masyarakat luas. Serta proses pembuatan akta ikrar wakaf lebih dipermudah dan dengan biaya ringan.
38
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Sistem Wakaf Online
BIBLIOGRAPHY Ans}ari>, Jama>l ad-Di>n Muh}ammad ibn Mukarram Al-, Lisa>n al-‘A>rab, Kairo: Dar al-Mis}riyah, ttt. Anwar, Syamsul, Studi Hukum Islam Kontemporer, Cet. I, Jakarta: RM Books, 2007. Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Islam tentang Wakaf, Ijarah, Syirkah, Bandung: al-Maarif, 1987. Depag RI, Bahan Penyuluhan Hukum (UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam), Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1996. Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet II, Jakarta: Balai Pustaka, 1989. Drajat, Zakiah dkk. Ilmu Fiqh, 3 Jilid, Cet I, Yogyakarta: PT Dana Bakti Wakaf, 1995. Djunaidi, Achmad, dan Thobieb al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif: Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat, Cet. III, Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006. Djuwaini, Dimyauddin, Pengantar Fiqih Muamalah, Cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Dewi, Gemala et.al, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Cet II, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006. Eliade, Mircea (ed), The Encyclopedia of Religion, Cet. X, New York: Mac Millan Publishing Company, 1993. Esposito, John L., Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, Alih bahasa Eva YN, dkk, Cet. I, Bandung: Mizan, 2001. Fairu>z, Majd ad-Di>n Muh}ammad ibn Ya‘qu>b al-, al-Qa>mu>s al-Muh}it}, Beirut: Dar al-Fikr, 1995. Hariningsih, SP, Teknologi Informasi, Cet I, Yogyakarta: PT Graha Ilmu, 2005. Hawa>, Sa‘i>d, al-Asa>s fi> at-Tafsi>r, cet. III, Fakis: Da>r as-Sala>m, 1993. Khafif, Ali al-, Mukhtasar al-Ahka>m al-Mu’a>malah asy-Syari>ah, Kairo: Maktabah as-Sunnah al-Mahmudiyyah, 1952. Kabisi, Muhammad Abid Abdullah al-, Hukum Wakaf: Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf, Cet.I, Jakarta: Dompet Duafa Republika dan IIman Press, 2004. MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
39
Muhammad
Khasa>f, al-, Kita>b Ah{ka>m al-A>wqa>f, Kairo: al-Matbah, ttt. Kha>n, S}adi>q Hasan, Fath} al-Baya>n fi> Maqa>sid al-Qur’an, ttt. Magniyah, Muhammad Jawa>d, Tafsi>r al-Ka>syif, Malayan: Da>r al-‘Ilm, ttt. Mausu>ah al-Hadi>s\ asy-Syari>f, ttt: Global Islamic Software Company, 1991. Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir, cet. XIV, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997. Nasution, Mustawa Edwin, dan Uswatun Hasanah, (Ed), Wakaf Tunai: Inovasi Finansial Islam, Cet II, Jakarta: PSTTI-IU, 2006. Praja, Juhaya S., Perwakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran Hukum dan Perkembangannya, Bandung: Yayasan Piara, 1995. Qahaf, Mundzir, Manajemen Wakaf Produktif, terj. Muhyiddin Mas Rida, Cet III, Jakarta: Penerbit Khalifa, 2007. Qurtubi>, Abdullah Muhammad ibn Ahmad al-Ansha>ri al-, al-Ja>mi‘ li Ahka>m al-Qur’an, Kairo: Dar al-Misriyah, 1967. Riswandi, Budi Agus, Hukum dan Internet di Indonesia, Cet I, Yogyakarta: UII Press, 2003. Sabiq, Sayyid. Fiqh as-Sunnah, Cet I, Beirut: Dar al-Kitab al-Araby, 1971. Shiddieqy, Hasbi ash-, Hukum-hukum Fiqh Islam, Cet I, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1997. Suhadi, Imam, Wakaf untuk Kesejahteraan Umat, Yogyakarta: PT Dana Bakti Prima Yasa, 2002. Syaukani, asy-, Fath} al-Qadi>r, Beirut: Da>r al-Fikr, ttt. Syabi>r, Muhammad Us\ma>n, al-Mu‘a>malah al-Ma>liyah al-Mu‘a>s}irah fi al-Fiqh al-Isla>my, cet. IV, Sudan: Dar an-Nafais, 2004. Syafe'i, Rachmat, Fiqh Muamalah, cet. II, Bandung: Pustaka Setia, 2004. Taufiq, Mohammad, Qur'an in Word, versi 1.3. Akses 13 Maret 2007 Yaki>n, Zuhdi>, Ah}ka>m al-Wakaf, cet. I, Beirut: al-Matbah al-‘Isriyyah, ttt. Zahrah, Muhammad Abu, Ushul Fiqih, terj. Saefullah Maksum, cet. II, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994. UU No. 41 Tahun 2004
40
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014