KEPEMIMPINAN ITU DATANG DARI DIRI SENDIRI
BANGDA AKAN FOKUS PADA HARMONISASI DAN SINERGI PUSAT-DAERAH
EDISI 5 JANUARI - 5 FEBRUARI 2016 | TAHUN VII
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
1
2
Daftar Isi Cover Story
Cover buletin Jendela kali ini mengangkat tema Harmonisasi dan Sinergi hubungan antara Pemerintah pusat, daerah dan K/L demi terwujudnya percepatan pembangunan di daerah. Hubungan kerja yang harmonis dan bersinergi dapat meningkatkan peran dalam pembangunan daerah. Harmonisasi dan sinergi dalam kontek tata laksana penyelenggaraan pemerintahan di daerah sedikit banyak ikut menentukan terciptanya situasi yang kondusif bagi keberhasilan program-program pembangunan daerah.
Tokoh
Kepemimpinan Itu Datang dari Diri Sendiri 4
Fokus
Fokus Ditjen Bina Bangda: Harmonisasi dan Sinergi antara Pusat dan Daerah 8
Wawancara
Bangda Akan Fokus pada Harmonisasi dan Sinergi Pusat-Daerah 12
Opini
Pembangunan dari Bawah 16
Jelajah
Menikmati Keindahan Pulau Lombok di Puncak Gunung Rinjani 18
Catatan
JENDELA PEMBANGUNAN DAERAH ISSN: 2337-6252
Open Government 24 Menata Hubungan Pusat dan Daerah 26
Nasional
DIPA Diserahkan Lebih Awal 28 Pelantikan Kepala Daerah di Istana Bisa Rekatkan Hubungan Pemerintah Pusat Dengan Daerah 30 Kampung Sejahtera Wujudkan Pelayanan Sosial Dasar 32 Desa Kohod Akan Jadi Percontohan Kampung Sejahtera 34 Warga Kohod Antusias Sambut Program Kampung Sejahtera 36
Resensi
Membangun dari Pinggiran
38
Hasibuan, SE, Yoppie Herlian Juniaga, ST, MT, Yudhi Timor Bimo Prakoso SEKRETARIAT Mahmuddin, R.Suryo P. Nugrohanto, SE, MM, Dede
PELINDUNG Menteri Dalam Negeri PENANGGUNG JAWAB Dr. H. Muh. Marwan, M.Si REDAKTUR Ir. Diah Indrajati, M.Sc, Ir. Muhammad Hudori, M.Si, Drs. Sugiyono, M.Si, Drs. Eduard Sigalingging, M.Si, Drs. Binar Ginting, MM, Drs, Nyoto Suwignyo, MM PENYUNTING Iwan Kurniawan, ST, MM, Subhany, SE, M.Sc, Ali
Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
Sulaeman, Mahfud Achyar, Arif Rahman ALAMAT KANTOR Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Jl. Taman Makam Pahlawan No. 20 Kalibata Jakarta Selatan 12750 Telp. 021-7942631
Semua artikel bisa diakses melalui: http://www.bangda.kemendagri.go.id/ Bagi Anda yang ingin mengirimkan tulisan, opini atau menyampaikan tanggapan, informasi, kritik dan saran, silahkan kirim melalui :
[email protected]
Daftar Isi3
HARMONISASI DAN SINERGI
D
alam perspektif demokrasi, pemerintah daerah merupakan kumpulan unit-unit lokal dari pemerintah yang otonom, independen, dan bebas dari kendali kekuasaan pusat. Dalam sistem itu pemerintahan daerah meliputi institusiinstitusi atau organisasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Institusi demokrasi dalam politik lokal mencerminkan partisipasi masyarakat karena keterlibatan masyarakat di dalam proses pembuatan keputusan menjadi salah satu tujuan penting di dalam otonomi daerah. Efektif tidaknya institusi pemerintah daerah sebagian besar bergantung dan berfungsi tidaknya pembuatan dan pelaksanaan keputusan-keputusan oleh pemerintah daerah. Hak masyarakat sipil dalam mendapatkan akses politik dan kesempatan untuk memperjuangkan kepentingan merupakan hal penting dalam konteks politik lokal. Dengan kata lain, tindakan kolektif didalam masyarakat menjadi bagian terpenting dalam proses pembangunan. Dalam era otonomi daerah dewasa ini, pemerintah daerah diharapkan dapat lebih memprioritaskan kepentingan masyarakat. Harapan itu bukan tanpa alasan karena tanpa dukungan masyarakat, realisasi program kebijakan, pemerintah sulit mencapai hasil maksimal, dan ini tentu membutuhkan peran “PR” pemerintah dalam mensosialisasikan program-program pembangunannya dan
juga untuk membangun kesepahaman dan keselarasan antara pemerintah pusat-daerah, KL dan masyarakat. Indonesia dengan keragaman lokal yang dimilikinya merupakan aset berharga yang harus dijaga dan terus diberdayakan. Atas dasar itu, otonomi daerah merupakan suatu keniscayaan. Sebagai negara kepulauan (archipelago), Indonesia menghadapi isu rentang kendali (span of control) yang serius antara pusat dan daerah. Kebijakan desentralisasi di negara kesatuan berawal dari adanya pembentukan daerah otonom dan penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Meskipun pemerintah daerah merupakan subsistem dari pemerintahan nasional, sinergi dan harmonisasi antara kebijakan pusat dan daerah terasa kurang tampak. Dalam kaitan itulah seharusnya perbaikan kualitas korbinwas antarjenjang pemerintahan dilakukan agar praktik otonomi daerah menjadi lebih efektif. Hubungan antara pusat dan daerah menjadi tema yang diangkat di buletin edisi di awal tahun ini. Harmonisasi dan sinergi dalam konteks pemerintahan pusat dan daerah bukan saja bertujuan untuk memajukan daerah, tapi juga bertujuan membangun pola hubungan yang lebih harmonis antara pusat dan daerah, sehingga terciptanya harmonisasi dan sinergi dalam setiap urusan pemerintahan akan menjadi prioritas dan ikon dari programprogram Ditjen Bina bangda di tahun 2016. AF n
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
4 TOKOH
Dr. Yuswandi A. Temenggung
Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri
KEPEMIMPINAN ITU DATANG DARI DIRI SENDIRI Kepemimpinan,barangkali akan selalu menjadi topik yang seru untuk dibahas. Obrolan mengenai kepemimpinan barangkali terkesan langitan, namun sebetulnya cukup membumi.
B
anyak orang di republik ini membahas tema kepemimpinan. Mulai dari orang-orang berdasi hingga para petani yang bersantai di warung kopi. Betapa tidak, kepemimpinan menjadi faktor kunci keberhasilan suatu negara, organisasi, lembaga, perusahaan, bahkan kehidupan rumah tangga. Selalu saja ada hal baru yang bisa digali mengenai kepemimpinan. Maka taksalah, buku-buku mengenai kepemimpinan banyak menjadi best seller di berbagai toko buku di Indonesia. John C. Maxwell, seorang pakar kepemimpinan, pernah menulis ungkapan tentang kepemimpinan dalam salah satu bukunya. Ia menulis, “Leaders must be close enough to relate to others, but far enough ahead to motivate them.” Secara tegas, Maxwell mengatakan bahwa seorang pemimpin harus cukup dekat dengan orang yang dipimpinnya, namun cukup jauh ke depan untuk memotivasi mereka. Tidak hanya Maxwell yang bersuara lantang menyampaikan gagasan mengenai kepemimpinan, tokoh-tokoh penting di dunia juga turut menyampaikan gagasan mereka mengenai konsep kepemimpinan. Salah satunya Yuswandi A. Temenggung, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri. Pada Kamis, (28/1/2016) lalu, tim buletin Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
“Jendela Pembangunan Daerah” berhasil berdiskusi hangat dengan beliau di kantornya di Jalan Medan Merdeka Utara, No. 7, Jakarta Pusat. Sekjen Kemendagri yang lahir di Palembang pada 22 Juni 1957 ini berkata, “Kepemimpinan itu datang dari diri sendiri.” Menurutnya, seseorang tidak bisa dipaksa menjadi pemimpin jika tidak ada kemauan kuat dari dalam dirinya untuk menjadi seorang pemimpin. Sebab, menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah. Banyak proses yang harus dilalui, banyak hal yang harus dipersiapkan, dan banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Akan tetapi, bila seorang pemimpin berhasil, maka ia dapat mengubah kondisi yang tidak baik menjadi lebih baik. Oleh karena itu, menurut Yuswandi hal pertama yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin yaitu mengubah dirinya sendiri sembari mengubah lingkungan di sekitarnya. “Karena tidak bisa dibohongi, kalau kepemimpinan itu kita paksakan, ya susah juga. Kita paksakan seseorang menempati suatu tempat, ya kondisi organisasinya terseok-seok, dia juga tertekan. Gak optimal. Yang seharusnya dia dicarikan kondisi yang optimal ya,” jelasnya. Efek kepemimpinan pertama kali dirasakan oleh pemimpin itu sendiri. Selanjutnya nomor dua dirasakan oleh lingkungannya. Secara pribadi, lulusan program doktor dari Cornell University, Amerika Serikat ini menilai sukses
PERSPEKTIF 5
Saya tipe orangnya terbuka. Saya ingin keterbukaan itu bisa mendapatkan kebaikan. Caranya mungkin harus kita diskusikan. Bisa saja yang saya pikirkan tidak benar. Saya harus menerima kebenaran itu. Jadi, mencari suatu kebenaran itu suatu keharusan. TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
6 PERSPEKTIF
atau tidaknya kepemimpinan seseorang juga ditentukan oleh faktor lingkungan. “Idealnya, gerakan itu bersama. Mana kala ada signal akan sesuatu kebaikan, kebaikan itu bisa dilakukan bersama. Tingkat kepemimpinan itu berbeda-beda. Kalau dia struktural eselon empat dengan scoope-nya, semakin tinggi saya kira semakin besar tanggung jawabnya. Kebersamaan itu penting. Tahu ada sesuatu sesuatu kebutuhan bersama. Kalau saya mau me-reform, melakukan perubahan, perubahan itu bisa diterima oleh semua,” imbuhnya. Lantas, apa upaya yang harus dilakukan seorang pemimpin agar bisa diterima oleh follower-nya? “Nah, untuk diterima oleh semua, itu harus dijelaskan kepada semua. Kalau ada dari semua itu tidak ikut, ya itu salah. Jadi dalam manajemen itu, sebetulnya kalau kita lihat bisa jadi diprediksi 10 persen yang mau positif, sedikit kan? Mungkin 30 persen yang bandel, yang 60 persen swing. Mau dibawa ke mana itu? Kalau 30 persen itu menarik teman yang 60 persen hancur menjadi 90 persen. Tapi kalau yang 10 persen itu bisa menarik yang swing, dia jadi majority. Mayoritas 70 persen. Style ya harus dibuka, dibuktikan bahwa yang dipikirkan dalam kepemimpinan itu sesuatu yang memperbaiki dari kondisi yang sekarang. Tapi kalau orang diajak untuk lebih baik dia gak mau seperti yang 30 persen tadi, ya ini mesti juga ada terapi yang lain lagi,” tegas suami dari Ervina Murniati ini. Lebih lanjut, bapak tiga anak ini juga menyarankan agar “mengamankan” para swing voters karena mereka dinilai potensial diajak ke arah yang positif. “Itu sudah lumayan dengan derajat yang berbeda. Kemudian, waktu akan menentukan yang 30 persen itu akan ikut. Itu teori matematikanya. Kita harus cek,” jelas beliau. Kendati sudah mendapatkan dukungan dari banyak orang, seorang pemimpin tidak boleh berpuas diri. Ia harus mampu menguji
Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
konsep yang ia tawarkan dan harus mampu bekerja dengan profesionalitas yang baik. Jika hal tersebut tidak dilakukan, lambat laun para followernya tidak akan menggubris apa yang ia katakan. “Kalau tidak profesional, tidak mempunyai kemampuan, orang bisa ikut namun ikut dengan terpaksa,” ujar Yuswandi. Apa yang dikemukan Yuswandi tentang kepemimpinan tentunya berdasarkan pengalaman beliau yang sudah bertahuntahun berkarir di pemerintahan. Tercatat pada tahun 1999 hingga 2001, beliau pernah menjadi Asisten Deputi Urusan Moneter Deputi I, Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (EKUIN). Tahun berikutnya hingga tahun 2002, beliau menjabat sebagai Direktur Bina Investasi Daerah Ditjen Otonomi Daerah, Departemen Dalam Negeri. Selanjutnya, pada 2002 hingga 2004, beliau menjabat sebagai Kepala Pusat Administrasi Kerjasama, Departemen Dalam Negeri. Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Yuswandi menjabat sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran, Kementerian Dalam Negeri. Sebelum menjadi menjadi Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, beliau juga pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri. Ketika ditanya tentang kepemimpinan dalam perspektif gender, Yuswandi berpendapat bahwa ukuran kepemimpinan tidak dilihat dari gender saja melainkan kapasitasnya. “Perempuan itu dapat dikatakan beruntung. Kenapa saya katakan beruntung? Mencarinya susah. Jadi, kalau ada yang menonjol, kita tidak usah berbicara perspektif gender. Ada yang menonjol saja, gak ngawur, itu pasti ‘ditangkap’. Sekali lagi, tuntutan manajemen harus intelek juga terlepas dari gender. Kita tidak bisa lepaskan perempuan dan laki-laki walaupun pertimbangan
TOKOH 7
affirmative perlu dikedepankan,” tegas Yuswandi. Menurutnya hal yang paling penting kembali kepada perempuan itu sendiri. Ia menambahkan bahwa seorang karakter pemimpin itu berbeda-beda. “Ada orang yang bicara dengan konsep, ada orang yang bicara dengan koordinasi—bergantung orang dan penempatannya. Jadi seharusnya gender itu tidak menjadikan sesuatu penghalang bagi proses rekruitmen kepemimpinan,” jelasnya. Menjadi salah satu pemimpin di lingkungan Kementerian Dalam Negeri tentu tidaklah mudah. Apalagi Kementerian Dalam Negeri memiliki peran sangat strategis dan menjadi poros pemerintahan. Oleh karena itu, Yuswandi menilai bahwa setiap direktorat yang ada di Kementerian Dalam Negeri harus menjalankan perannya masingmasing dengan baik. “Saya tipe orangnya terbuka. Saya ingin keterbukaan itu bisa mendapatkan kebaikan. Caranya mungkin harus kita diskusikan. Bisa saja yang saya pikirkan tidak benar. Saya harus menerima kebenaran itu. Jadi, mencari suatu kebenaran itu suatu keharusan. Apabila kebenaran itu sudah kita peroleh, biasanya di alam pekerjaan dirumuskan di dalam norma-norma pengaturan. Mari kita ikuti norma itu. Bahasa sederhananya, jadilankanlah itu menjadi teman,” jelas Yuswandi. Berkaitan dengan pembangunan daerah, Yuswandi memiliki harapan yang tinggi kepada Direktoral Jenderal Bina Pembangunan Daerah. “Pembangunan daerah dengan struktur yang baru itu dikonotasikan dalam bentuk urusan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Kalau urusan pendidikan sukses, maka pembangunan di bidang pendidikan sukses. Urusan pertanian sukses, syukur urusan irigasi dan pengairannya sukses,” jelas Yuswandi. Kesuksesan kepemimpinan tidak lepas dari dukungan keluarga. Hal tersebut begitu
dirasakan oleh Yuswandi. Menurutnya, salah satu dukungan terpentingan dari keluarga yaitu berupa doa. “Kita tidak tahu bahwa kita berdoa tidak dikasih atau tidak. Ternyata dikasih tuh. Buktinya kita sehat. Pada ukuran tertentu kita bahagia, ukuran tertentu kita dikasih kedudukan. Ukurannya ya, ukurannya dikasih,” ungkapnya. Seorang pemimpin harus dekat dengan Tuhan. Begitulah Yuswandi berpesan. “Doa itu manjur. Jangankan doa, Tuhan akan berikan. Yang kita pikirkan saja itu bisa saja bahwa menjadi permintaan di mata Tuhan. Siapa yang yang memperkirakan bahwa besok ini, sekarang ini tidak bisa kita gambarkan adalah permintaan kita,” imbuh Yuswandi. Salah satu hal yang dilakukan Yuswandi untuk mendapatkan mendapatkan inspirasi yaitu mencari suasana pedesaan. “Kalau senggang, jika dikasih opsi, saya cari kehijauan. Lebih mendukung inspirasi saya,” ungkap Yuswandi. Selain itu, menurutnya inspirasi juga bisa diperoleh ketika membaca otobiografi orang lain, berinteraksi dengan teman-teman, atau mungkin bertemu dengan orang-orang yang baru dikenal. Keberhasilan sebuah organisasi atau lembaga tidak hanya ditentukan oleh seorang pemimpin. Melainkan juga ditentukan oleh orang-orang yang terlibat di dalamnya. Oleh sebab itu, Yuswandi berpesan, “Kembalikan kepada orangnya, pekerjaanya sudah menunggu, laksanakan pekerjaannya, tingkatkan kapasitasnya, sesuai dengan mandat yang dikerjakan, dan ini akan menjadi snowballing. Terus perbaiki. Semakin baik, kita semakin ditengok orang. Semakin baik lagi tapi jangan lupa bahwa setiap orang ada kelebihan dan kekurangan.” (Mahfud Achyar) n
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
8 FOKUS
FOKUS DITJEN BINA BANGDA: HARMONISASI DAN SINERGI ANTARA PUSAT DAN DAERAH
Diah Indrajati, Pelaksana Tugas, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, pada Selasa, (19/01/2016) mengatakan tantangan Ditjen Bina Bangda ke depan semakin besar. “Pertama, tahun 2015, kita tahu bersama bahwa di pertengahan tahun 2015 kita mengalami suatu perubahan yang sangat drastis di Kemendagri secara umum, maupun di Ditjen Bina Bangda secara khusus, dengan keluarnya Perpres Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri,” jelas Diah.
S
elanjutnya, beliau juga menekankan bahwa pada tahun 2015 Ditjen Bina Bangda menghadapi kondisi yang dinamis seperti dihadapkan pada DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) tahun 2015 dengan Tupoksi (Tugas Pokok dan Fungsi, red) baru berdasarkan Permendagri Nomor 43 Tahun 2015. “Kita harus menangani dari hulur sampai hilir. Mulai dari bagaimana penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diamanatkan di dalam UU Nomor 23 Tahun 2014, bagaimana K/L
Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
(Kementerian/Lembaga, red) memfasilitasi daerah sesuai dengan pembagian urusan itu. Daerah bisa melaksanakan atau tidak dengan pembagiaan urusan itu sampai dia teraktualisasi menjadi suatu program pembangunan. Itu sekarang menjadi ranahnya Kemendagri, dalam hal ini unit kerja Ditjen Bina Pembangunan Daerah,” imbuh Diah. Perpres Nomor 11 Tahun 2015 tersebut dikeluarkan lantaran telah ditetapkannya pembentukan Kementerian Kabinet Kerja periode 2014-2019 dan untuk melaksanakan
INTERVIEW 9
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negera. Sementara itu, tugas Ditjen Bina Bangda pada Pasal 18 yaitu menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang urusan pemerintahan dan pembinaan pembangunan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut Perpres Nomor 11 Tahun 2015, Pasal 19, Ditjen Bina Bangda memiliki delapan fungsi, yaitu a) perumusan kebijakan di bidang fasilitasi penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, perencanaan pembangunan daerah, sinkronisasi dan harmonisasi pembangunan daerah, fasilitasi pengelolaan sistem informasi pembangunan daerah, dan partisipasi masyarakat; b) pelaksanaan kebijakan di bidang fasilitasi penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, perencanaan pembangunan daerah, sinkronisasi dan harmonisasi pembangunan daerah, dan partisipasi masyarakat; c) pelaksanaan pembinaan umum dan koordinasi di bidang fasilitasi penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, perencanaan pembangunan daerah, sinkronisasi dan harmonisasi pembangunan daerah, fasilitasi pengelolaan sistem informasi pembangunan daerah, dan partisipasi masyarakat; d) pelaksanaan koordinasi dan fasilitasi penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta standar pelayanan minimal penyelenggaraan urusan pemerintahan; e) pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang fasilitasi penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, perencanaan pembangunan daerah, sinkronisasi dan harmonisasi pembangunan daerah, pengelolaan sistem informasi pembangunan daerah, dan partisipasi masyarakat; f) pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang fasilitasi penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, perencanaan pembangunan daerah,
sinkronisasi dan harmonisasi pembangunan daerah, pengelolaan sistem informasi pembangunan daerah, dan partisipasi masyarakat; g) pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah; dan h) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. Berdasarkan fungsi tersebut, Diah, menilai bahwa tantangan yang harus dijawab oleh direktorat yang ia pimpin yaitu mengawal secara komprehensif mengawal penyelenggaran urusan yang diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014. “Maka, mari kita bersama-sama merapatkan barisan, kita membuat instrumen supaya kegagalan masa lalu tidak terjadi lagi,” tegas Diah. Pada tahun 2016 ini, Ditjen Bina Bangda akan fokus pada rencana kegiatan seperti penyerdehanaan nomenklatur, mengevaluasi
Standar pelayanan minimal memiliki nilai yang sangat strategis baik bagi pemerintah (daerah) maupun bagi masyarakat (konsumen).
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
10 WAWANCARA
RPJMD (Rencana Program Jangka Menengah Daerah), penyusunan RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) tentang SPM (Standar Pelayanan Minimum), dan sebagainya. Menurut Diah, saat ini rencanan kegiatan tersebut sedang digodok dan akan segera diselesaikan. Berbicara mengenai resolusi tahun 2016, Ditjen Bina Bangda pada tahun ini akan fokus pada harmonisasi dan sinergi antara pusat dan daerah. “Itu yang akan menjadi ikonnya Ditjen Bina Bangda,” jelas Diah. Lantas bagaimana upaya untuk membangun harmonisasi dan sinergi antara pusat dan daerah? Salah satunya adalah dengan mensinergikan RPJMN (Rencana
program dari kepala daerah terpilih. Dalam penyusunan RPJMD berpedoman pada RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) dan memperhatikan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) yang di dalamnya memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), program lintas SKPD, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. (Sumber: www. bappeda.surakarta.go.id) Lebih lanjut, dalam RPJMD juga ditekankan arti pentingnya upaya dalam menerjemahkan
Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). RPJMD merupakan dokumen perencanaan pemerintah daerah periode lima tahun yang memuat penjabaran dari visi, misi, dan
visi, misi, dan agenda kepala daerah terpilih ke dalam tujuan, sasaran, strategi dan kebijakan pembangunan yang mampu merespon kebutuhan dan aspirasi masyarakat serta kesepakatan tentang tolak ukur kinerja untuk mengukur keberhasilan maupun
Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
FOKUS11
ketidakberhasilan pembangunan daerah selama lima tahun ke depan. Salah satu upaya untuk mensinergikan RPJMN dan RPJMD yaitu memilih daerahdaerah keterwakilan berdasarkan potensi masing-masing. Misalnya, mana saja daerahdaerah yang memiliki RPJMD yang berciri kepulauan, mana yang berciri pariwisata, mana yang berciri pertanian. Sebagai contoh, provinsi Bali dikenal sebagai provinsi yang memiliki potensi tinggi dalam sektor pariwisata. Oleh karena itu, Ditjen Bina Bangda mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi tersebut. Sebagaimana kita tahu, tidak hanya Bali saja yang memiliki potensi wisata di Indonesia. Melainkan hampir semua wilayah di Indonesia memiliki potensi serupa. Namun, ada beberapa daerah memiliki keunggulan yang tidak dimilik oleh daerah lain. Misalnya provinsi Jawa Barat memiliki kekuatan dalam sektor pertanian, sementara provinsi DKI Jakarta memiliki kekuatan dalam sektor industri dan perdagangan. Dalam hal harmonisi dan sinergi antara pusat dan daerah, Ditjen Bina Bangda berperan untuk mengkoordinasikan potensi suatu daerah dengan kementerian dan lembaga terkait. “Kan fungsi Ditjen Bina Bangda seperti itu. Saya analogikan fungsi Ditjen Bina Bangda seperti traffic light,” tegas Diah. Sementera itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Yuswandi A. Temenggung, mengatakan bahwa untuk menghubungkan antara daerah dengan kementerian/lembaga teknis di bidang urusan tertentu untuk pembangunan daerah, Ditjen Bina Bangda dan kementerian terkait membuat Standar Pelayanan Minimal (SPM). “Pemerintah mempunyai kewajiban memberikan layanan secara minimal kepada masyarakatnya, kepada rakyatnya di bidangbidang tertentu. Siapa yang menyambung
silaturahim kementerian/lembaga ini dengan daerah? Ya, Kementerian Dalam Negeri,” kata Yuswandi. Secara teoritis, pengertian standar pelayanan minimal merupakan suatu istilah dalam pelayanan publik (public policy) yang menyangkut kualitas dan kuantitas pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat. Menurut Oentarto, et al. (2014: 173) menjelaskan bahwa standar pelayanan minimal memiliki nilai yang sangat strategis baik bagi pemerintah (daerah) maupun bagi masyarakat (konsumen). Kebijakan Standar Pelayanan Minimal pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pada pasal 11 11 ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa “penyelenggaraan urusan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah.” Menurut Yuswandi, SPM yang ada saat ini sudah seharusnya di-review, mana urusan yang secara minimal harus dideliver kepada masyarakat oleh daerah. “Daerah bisa mengatakan, oh kamu buat standar sendiri kami tidak mampu melaksanakannya. Atau sebaliknya, standar Anda sangat rendah, kami sudah jauh dari itu. Nah, ini semua harus dikomunikasikan,” jelas Yuswandi. (Mahfud Achyar). n
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
12 WAWANCARA
Ir. Diah Indrajati, M.Sc Plt Direktur Jenderal
BANGDA AKAN FOKUS PADA HARMONISASI DAN SINERGI PUSAT-DAERAH
P
ADA Senin, 4 Januari 2016 di Ruang Rapat Kantor Kemendagri, Mendagri Tjahjo Kumolo menyampaikan arahannya, salah satunya menyatakan bahwa masing-masing unit eselon I harus mempunyai program unggulan yang bisa ditunjukan sebagai success story. Ditjen Bina Bangda sebagai salah satu unit kerja di Kemendagri akan menentukan sesuatu untuk ditonjolkan dan menjadi ciri khas. Yang akan ditonjolkan Ditjen Bina Bangda adalah ‘harmonisasi dan sinergi pusatdaerah’. Sehingga hal itu akan menjadi ikon Ditjen Bina Bangda. Seperti apa ikon itu diimplementasikan dan bagaimana fokus kegiatan Ditjen Bina Pembangunan Daerah ke depan, Tim Buletin Jendela secara khusus mewawancarai Ir. Diah Indrajati, M.Sc, Sekretaris Ditjen dan Plt. Dirjen Bina Pembangunan Daerah di sela-sela kesibukannya. Berikut petikannya. Menurut Anda, capaian kegiatan di tahun 2015, program-program apa saja yang sudah baik dan apa saja yang masih perlu ditingkatkan? Di pertengahan tahun 2015 dengan keluarnya Perpres Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri, terjadi suatu perubahan yang sangat drastis terkait tugas dan fungsi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) secara umum, dan secara khusus di Ditjen Bina Bangda. Ditjen Bina Bangda yang semula, disibukkan dengan kegiatan fasilitasi atau mengawal pembangunan di daerah,
Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
sekarang harus konsen mengawal 32 urusan pemerintahan. Dulu, dalam mengawal pembangunan di daerah itu, kita tidak mengetahui dengan pasti bagaimana daerah melaksanakan pembangunan. Modal kita waktu itu hanya dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang difasilitasi oleh Direktorat Perencanaan Pembangunan Daerah. Di samping itu, pendekatan Ditjen Bina Bangda adalah kewilayahan. Makanya dulu, ada Direktorat Lingkungan Hidup, Direktorat Pengembangan Wilayah, Direktorat Perkotaan; ada yang memfasilitasi perekonomian daerah dan sebagainya. Itu Ditjen Bina Bangda di masa lalu. Sampai tahun 2012, Ditjen Bina Bangda mengawal sampai mengevaluasi tanpa tahu, sebenarnya bagaimana hulu dari pembangunan daerah itu. Karena waktu itu, hulu dari Pembangunan Daerah itu ditangani oleh Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri. Tapi, kita yakin betul, bahkan saya sendiri, waktu di Direktorat Lingkungan Hidup dulu, tidak pernah berkoordinasi dengan Ditjen Otonomi Daerah. Bahkan mungkin ada beberapa kegiatan yang overlapping; yang seharusnya ditangani oleh Ditjen Otonomi Daerah, kita (Bangda) juga ikut menangani. Tapi kemudian, pada tahun 2015 – meminjam istilahnya Pak Sekjen – kita seperti terjun bebas. Dihadapkan pada DIPA Tahun 2015, dengan Tupoksi baru berdasarkan Permendagri Nomor 43 Tahun 2015, kita harus menangani penyelenggaraan pembangunan daerah dari hulu sampai hilir. Mulai dari bagaimana penyelenggaraan
13
urusan pemerintahan yang diamanatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014; bagaimana K/L memfasilitasi daerah sesuai dengan pembagian urusan itu; bagaimana daerah bisa melaksanakan pembagian urusan itu; sampai ia teraktualisasi menjadi suatu program pembangunan. Itu sekarang menjadi ranahnya unit kerja Ditjen Bina Pembangunan Daerah.
“Pembangunan merupakan aktualisasi dari penyelenggaraan urusan.”
Bagaimana rencana kegiatan Ditjen Bina Bangda Tahun 2016? Saya diuntungkan, karena saya pernah bekerja di Ditjen Otonomi Daerah, di dua direktorat selama 1,5 tahun. Ditjen Otonomi Daerah waktu itu direktoratnya membagi 32 urusan konkuren ke dalam dua direktorat, yaitu Direktorat Urusan Pemerintahan Daerah (UPD) I dan Direktorat UPD II. Secara kebetulan, saya ditempatkan di Direktorat UPD II yang menangani, di antaranya, urusan Kementerian Dalam Negeri, Sosial, Kesehatan, Perhubungan, Kelautan, Perikanan, Ketenagakerjaan, Statistik, Persandian, Informasi. Jadi, dari 32 urusan konkuren itu dibagi menjadi dua direktorat dan Standar Pelayanan Minimal (SPM)-nya juga dibagi rata. Waktu itu ada 15 SPM, dan sekarang ada 6 SPM. Kemudian, di direktorat kedua, waktu itu saya menjadi Direktur Peningkatan Kapasitas dan Evaluasi Kinerja Daerah (PKEKD). Saya diuntungkan di situ, karena bahwa ternyata pemerintah daerah itu tiga bulan setelah tahun anggaran selesai, pada bulan Maret, itu pemerintah daerah harus menyampaikan Laporan Pelaksanaan Pemerintahan Daerah (LPPD). Jadi, pertanggungjawaban Kepala Daerah selama satu tahun di dalam menyelenggarakan urusan dan pembangunan itu harus dilaporkan ke dalam LPPD, pada bulan Maret sudah harus disampaikan ke Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri. Di dalam LPPD tersebut, berisi penilaian mengenai Indikatorindikator Kinerja Utama (IKU) yang mencerminkan target capaian masing-masing sektor. Nah, berbekal pada pengalaman di dua direktorat itulah, maka ketika sekarang di Ditjen Bina Bangda dengan Tugas dan Fungsi (Tusi) baru ini, sedikit banyak saya bisa lebih ‘ngeklik’. Bahwa sekarang dengan Tupoksi baru berdasarkan Permendagri Nomor 43 Tahun 2015 itu, saya menjadi punya gambaran dan bisa memahami bahwa di Ditjen Bina Bangda, dengan 4 direktorat yang menangani urusan dan ditambah dengan satu direktorat yang mengawal perencanaan ke depan harus seperti apa. Dengan begitu, saya mempunyai cita-cita, ingin kelima direktorat ini bisa blended (menyatu) ke dalam satu proses hajat besar fasilitasi perencanaan
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
14
pembangunan daerah; sinergi antara pusat dan daerah; juga sinergi antara ruang dengan non ruang. Yang membuat gagalnya pembangunan sehingga tidak berkelanjutan, salah satu penyebabnya adalah karena tidak ada harmonisasi atau sinergi antara RPJMN dengan RPJMD; antara Provinsi dengan Kabupaten/Kota; antara Kabupaten/Kota yang satu dengan Kabupaten/Kota yang lain. Dalam hal ini, antardokumen perencanaan masih belum baik. Di dalam dokumen perencanaan pun masih ada masalah. Kita bisa melihat, antara visi, misi, program tidak pernah selaras. Visinya ke mana, misinya ke mana, apalagi begitu sampai program, akhirnya hanya menjadi proyek saja. Dan, proyek-proyek tersebut, untuk mencapai visi, gapnya terlalu jauh. Sekarang kita diberi kesempatan di Ditjen Bina Bangda untuk mengawal secara komprehensif urusan pemerintahan daerah. Di UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa pembangunan merupakan aktualisasi dari penyelenggaraan urusan. Maka, mari kita bersama-sama merapatkan barisan, kita membuat instrument supaya kegagalan masa lalu itu tidak terjadi lagi. Hal itu yang saat ini sedang disiapkan oleh teman-teman di Ditjen Bina Bangda. Tahun 2015 menjadi semacam ‘kawah candra dimuka’ yang menggembleng kita untuk belajar sambil bekerja. Karena sembari kita menyiapkan regulasi (salah satunya RPP tentang SPM), permintaan daerah yang datang sekarang juga harus tetap dipenuhi. Kita tidak bisa mengatakan, “Nanti dulu ya, kami tidak menerima konsultasi daerah untuk menyusun RPJMD, karena kami masih harus menyiapkan ini dulu.” Tidak bisa seperti itu. Kalau regulasi untuk menjalankan program mengawal urusan itu belum ada,
Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
lalu apa yang dijadikan dasar? Sambil perlahan memfasilitasi daerah, kita juga memperbaiki peraturan-peraturan, juga membuat instrument-instrumen. Kalau revisi UU atau peraturan sebelumnya tidak mungkin terselesaikan dalam waktu dekat, berarti kita harus menghasilkan bridging policy (peraturan yang menjadi jembatan) yang menjadi bagian tak terpisahkan dari aturan yang sebelumnya. Itu yang sekarang sedang disiapkan oleh para direktur di Ditjen Bina Bangda. Karena itulah kita harus bersama-sama. Oleh karena itu, ketika ada daerah yang meminta evaluasi RPJMD ke Ditjen Bina Bangda, saya menyampaikan disposisinya tidak hanya ke Direktorat PEIPD, semua SUPD juga diminta hadir di situ untuk mencermati program-progam prioritasnya. Apakah sudah menjawab visi kepala daerah atau belum? Kemudian, yang punya urusan itu harus sudah memegang target nasionalnya (Renstra K/L). Apa saja yang menjadi fokus kegiatan Ditjen Bina Bangda di tahun 2016? Di tahun 2015, sebenarnya kita sudah menghasilkan banyak hal dari target-target di tahun yang lalu. Nah, untuk tahun 2016 starting-nya sudah mulai harus terencana. Setidaknya, berkait dengan Nota Dinas Bapak Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri kepada seluruh eselon I, salah satu poin yang sangat penting adalah dalam merencanakan kegiatan di tahun 2016 tidak boleh lagi menggunakan kalimat bersayap, tapi harus konkret. Misalnya, penyederhanaan nomenklatur; mengevaluasi RPJMD; penyusunan (RPP), dan sebagainya. Sekarang Sekretariat Ditjen Bina Bangda sedang menggodok hal itu, untuk penyederhanaan nomenklatur dan hal ini sudah mulai bisa diselesaikan. Kemudian, hal lain yang menjadi titik penting dari arahan Pak Mendagri melalui Bapak Sekjen adalah masing-masing unit
WAWANCARA 15
eselon I harus mempunyai program unggulan yang bisa ditunjukan sebagai success story. Ditjen Bina Bangda sebagai salah satu unit kerja di Kemendagri yang tugasnya sudah saya sampaikan tadi juga akan menentukan sesuatu untuk ditonjolkan dan menjadi ciri khas. Beberapa hari ini saya sudah membicarakannya dengan para eselon II, mungkin salah satunya (yang akan ditonjolkan Ditjen Bina Bangda) adalah ‘harmonisasi dan sinergi pusat dan daerah’. Itu yang akan menjadi ikonnya Ditjen Bina Bangda. Kita punya momentum yang sangat bagus, yaitu Pilkada serentak pada beberapa bulan lalu di 9 provinsi dan 260 kabupaten/ kota. Saya sudah membagi tugas dengan para direktur. Direktorat PEIPD akan mulai menginventarisasi daerah-daerah (mungkin prioritas pertama yang belum ada masalahnya, walaupun menurut pertemuan kemarin di Sekjen, yang sengketa itu juga akan segera diputuskan. Menurut arahan Bapak Mendagri, terkait pilkada kemarin, itu harus segera ada pelantikan, supaya segera selesai. Saya minta kepada Direktur PEIPD untuk menginventarisasi daerah-daerah yang telah melaksanakan Pilada tersebut plus menginventarisasi visi kampanye kepala daerahnya yang menang. Hal itu diinventarisasi, dibuat daftar panjangnya, kemudian di-share untuk dipelajari. Nanti kita akan bentuk Desk, per group beberapa eselon III untuk mempelajari visi-visi tersebut. Kemudian nanti, masingmasing Subdit di Direktorat SUPD yang bertanggungjawab terhadap urusan itu membedah RPJMN, sekaligus mereka harus mempunyai Renstra masing-masing sektornya mitra mereka. Dalam hal ini, Subdit Kelautan harus punya Renstranya Kementerian Kelautan; Subdit Sosial (Budaya) harus punya Renstranya Kementerian Sosial; dst. Hal itu perlu dipelajari: apa target nasional dan apa Renstranya mereka. Target nasional
tersebut harus dibunyikan di RPJMD-nya siapa, supaya tercapai? Misalnya, pemerintah mencanangkan peningkatan produksi pertanian sekian persen. Daerah mana yang menjadi mitranya Kementerian Pertanian untuk meningkatkan produksi sekian persen itu? Karena itu tidak seluruh kabupaten/kota ditargetkan, karena tidak semua kabupaten punya potensi pertanian. Ada ungkapan ungkapan, Ditjen Bina Bangda sebagai poros utama pembangunan daerah, bisa dijelaskan lebih detail? Dari Tusinya saja Ditjen Bina Bangda sudah bisa dilihat. Saya sudah menyampaikan, pembangunan adalah aktualisasi dari penyelenggaraan urusan. Sementara pembangunan itulah yang kemudian diharapkan bisa menyejahterakan rakyat. Dan peran itu ada di Kemendagri, dalam hal ini unit kerja Ditjen Bina Bangda. Itulah yang menjadi tantangan, bahwa kita ini berada di depan (dalam pembangunan daerah), mulai dari melakukan fasilitasi pelaksanaan pemetaan (urusan). Semakin baik pemetaan urusan, kelembagaan yang dihasilkan akan sesuai (baik pula). Kalau kelembagaannya sudah, berarti perencanaannya sudah bisa dibuat. Kemudian penganggarannya juga bisa lebih fokus. Satu hal lagi, hasil itu juga bisa dipakai oleh Badan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) untuk menetapkan pimpinan lembaga di daerah (pimpinan SKPD). Kalau itu dihitung dengan benar (baik), memfasilitasi K/L dan daerah, maka akhirnya rentetan berikutnya akan baik hasilnya.n [Hasil wawancara dengan Plt. Dirjen dan Sekretaris Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Ir. Diah Indrajati, M.Sc, pada 19 Januari 2016, di ruang kerjanya].
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
16 PERSPEKTIF
PEMBANGUNAN DARI BAWAH
“
Gila, jika kita mengharapkan hasil berbeda, dengan melakukan cara yang sama.” Demikian ungkapan Albert Einstein. Seseorang tidak bisa berharap hasil yang berbeda, jika cara yang anda lakukan itu-itu saja. Ungkapan itu sangat menohok, sekaligus menjadi sindiran bagi penyelenggaraan pembangunan di Indonesia, khususnya di daerah. Berbagai konsep, model, dan strategi telah dijalankan oleh semua pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, maupun kota) sesuai dengan visi dan misinya masing-masing. Namun, kondisi yang dihadapi tetaplah tidak mengalami perubahan yang signifikan; tingkat kesejahteraan sebagian besar masyarakat belum meningkat. Yang sering terjadi justru munculnya persoalan baru, sebagai akibat dari kebijakan yang kurang konsisten dan tidak berkelanjutan. Persoalan tersebut tetap klasik dan silih berganti dihadapi oleh semua daerah. Misalnya, persoalan kemiskinan, pengangguran, rendahnya
Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
sumber gambar - kknm.unpad.ac.id
kualitas sumberdaya manusia, keterbatasan infrastruktur, dan pertumbuhan ekonomi semu (Yansen TP, 2014). Jika melihat data BPS, jurang kemiskinan semakin lebar dan sebagian besar masyarakat menjadi sangat termarjinalkan. Apabila hal ini tidak diatasi secara mendasar, maka kondisinya akan semakin memprihatinkan dan pada saatnya mungkin saja akan menjadi faktor negatif yang memperlemah kedudukan pemerintah untuk menjalankan tugas dan kewajibannya dalam pembangunan. Sebagaimana diketahui bersama, melalui banyak program pembangunan, setiap pemerintah yang berkuasa selalu menunjukkan kerja kerasnya dalam pembangunan, tapi hasil yang diperoleh sesungguhnya tidak berdampak maksimal bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Michael Lipton (1980) mengistilahkannya sebagai kemiskinan struktural (structural poverty) yang terjadi di masyarakat. Bukan tidak bekerja, pemerintah telah bekerja keras untuk memerangi kemiskinan, tapi kerja keras itu tetap melahirkan kemiskinan secara
PERSPEKTIF 17
terstruktur yang tidak pernah berubah dari keadaan sebelumnya. Demikianlah bahwa apa yang telah dilakukan oleh para pelaku pembangunan hanyalah sebuah kerja keras tanpa hasil yang seimbang sesuai dengan jerih payahnya. Tak diragukan, di sini terjadi kesalahan konsep pembangunan. Kesalahan konsepsi pembangunan menyebabkan banyak sekali tujuan pembangunan yang tidak tercapai.
Pemerintah harus memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Oleh karena itu, kita harus mengubah konsep dan strategi pembangunan tersebut. Sekarang dikembangkan paradigma baru pembangunan yang berpusat pada sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia di berbagai lapisan masyarakat perlu dipahami kebutuhan, tuntutan, maupun keinginannya. Paradigma ini dikenal sebagai paradigma pembangunan partisipatif (partisipative approach). Sebuah pendekatan pembangunan yang menekankan pada pentingnya inisiatif, kreativitas, dan inovasi yang berpijak dari keinginan masyarakat. Kunci paradigma tersebut adalah perlu adanya pelibatan masyarakat dalam
pembangunan. Bahkan, jika perlu, pemerintah harus memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Dalam hal ini, peran pemerintah daerah hanyalah membimbing, mengarahkan, sekaligus memberi dukungan penuh melalui segenap potensi sumberdaya yang dimiliki, termasuk dalam hal dukungan dana. Peran pemerintah lebih banyak sebagai fasilitator dan dinamisator yang menyalurkan partisipasi tersebut, agar arah pembangunan tetap berada pada koridor yang tepat sasaran. Pendekatan ini dikenal pula sebagai pendekatan pembangunan dari bawah (bottom-up approach). Di sini, segenap unsur pimpinan: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), kepala daerah, dan jajaran perangkat daerah dengan penuh keseriusan, ketulusan, dan kesabaran mencurahkan perhatian sepenuhnya terhadap proses pembangunan yang bermuara pada masyarakat desa. Masyarakat desa dimotivasi dan diarahkan supaya dapat berkreasi dan berinovasi untuk mewujudkan pemerintahan desa yang mandiri (local self government) dalam membangun. Tak hanya itu, masyarakat desa bersama pemerintah desa dan pemerintah daerah juga perlu diberikan kepercayaan untuk mewujudkan keberdayaan (empower) dalam pembangunan melalui program-program pemberdayaan. Dengan upaya-upaya tersebut, diyakini pembangunan di level daerah akan menemui titik keberhasilan dan masyarakat bisa terus berinovasi dan menjadi aktor bagi kemajuan dan kesejahteraan di daerah.[Dede Sulaeman] n
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
18
Sunrise di Puncak Gunung Rinjani
Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
PERSPEKTIF 19
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
20 PARAWISATA
P
ulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB)menyimpan sejuta pesona yang seolah tidak ada habis-habisnya untuk dijelajahi. Bagi Anda yang merindukan vitamin sea, Anda akan disuguhkan dengan keindahan pantai-pantai di Lombok yang berpasir putih. Sangat cocok untuk Anda yang ingin menarik diri dari kejenuhan rutinitas yang takberkesudahan. Bosan dengan wisata pantai, Anda bisa bertualang ke gunung tertinggi di NTB, yaitu gunung Rinjani. Selain mendapat predikat sebagai gunung tertinggi di NTB, gunung Rinjani juga dinobatkan sebagai gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia setelah gunung Jayawijaya di Papua
Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
Melewati jalur Sembalun, Anda akan disuguhi hamparan savana yang terbentang luas.
dan gunung Kerinci di Jambi. Puncak gunung Rinjani yang memiliki ketinggian 3.726 mdpl (meter di atas permukaan laut) sangat layak untuk Anda kunjungi. Percayalah, Anda tidak akan menyesal bila memutuskan untuk bertualang ke gunung Rinjani. Saya pernah ke sana tahun kemarin, tepatnya pada bulan Mei 2015. Bagi saya, petualangan ke gunung Rinjani merupakan salah satu momen terbaik dalam hidup saya. Sebuah pengalaman hidup yang barangkali akan saya ceritakan kepada anak dan cucu saya kelak. Oleh karena itu, jika Anda yang masih ragu untuk menentukan destinasi liburan tahun 2016, gunung Rinjani adalah pilihan yang tepat. Namun, tentunya pengalaman perjalanan setiap orang berbeda-
21
beda. Saya yakin, setiap kita memiliki ceritacerita yang unik, berbeda, dan pastinya sarat dengan nilai-nilaikehidupan. Waktu terbaik untuk mendaki gunung Rinjani yaitu sekitar bulan Mei hingga Agustus. Untuk itu, jauh-jauh hari sebelum pendakian, Anda disarankan untuk mempersiapkan diri denganbaik. Mengutip perkataan Andrea Hirata, “Preparation perfect performance.” Menurut saya, pendakian tidak melulu soal kita berhasil mencapai puncak gunung. Namun yang lebih penting adalah, kita bisa kembali pulang dengan selamat. Saya selalu ingat pesan dari sahabat saya, “Jangan pernah berpikir untuk menaklukkan gunung. Bukan gunung yang harus kita taklukkan, melainkan ego dan kesombongan kitalah yang harus ditaklukkan.” Takheran, banyak para pendaki bernasib konyol karena kurangnya persiapan pendakian seperti kehabisan makanan dan minuman, hipotermia, dan sebagainya. Bukankah sudah seyogyanya kita mengantisipasi hal-hal di luar perkiraan kita? Lantas, apa saja yang harus kita persiapkan sebelum mendaki? Berdasarkan pengalaman saya mendaki gunung-gunung di Indonesia,
setidaknya ada tiga persiapan yang harus Anda perhatikan sebelum mendaki gunung yaitu persiapan logistik, persiapan fisik,serta persiapan mental. Pertama, persiapan logistik berupa peralatan kelompok dan peralatan individu. Jauh-jauh hari sebelum pendakian, Anda harus memastikan bahwa semua perlengkapan logistik yang dibutuhkan sudah tersedia. Kedua, persiapan fisik dilakukan dengan rutin berolahraga seperti lari dan berenang. Kedua olahraga tersebut akan membantu fisik Anda menjadi prima dan sehat. Ketiga, persiapan mental menjadi faktor penting selama pendakian. Anda akan ditantang dengan medan pendakian yang menanjak, landai, dan curam. Setiap medan memiliki tantangan masing-masing. Kadang mungkin timbul perasaan ciut dari dalam diri Anda. Namun yakinlah, justru tantangan-tantangan tersebut yang membuat Anda menjadi lebih berani. Be brave! Ada beberapa jalur pendakian menuju puncak gunung Rinjani. Di antaranya jalur Senaru, jalur Sembalun, dan jalur Torean. Ketiga jalur tersebut tentu memiliki Plawangan Sembalun adalah pos terakhir yang dimanfaatkan para pendaki untuk mendirikan tenda sebelum mendaki puncak gunung Rinjani
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
22 PARIWISATA
P
ulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB)menyimpan sejuta pesona yang seolah tidak ada habis-habisnya untuk dijelajahi. Bagi Anda yang merindukan vitamin sea, Anda akan disuguhkan dengan keindahan pantai-pantai di Lombok yang berpasir putih. Sangat cocok untuk Anda yang ingin menarik diri dari kejenuhan rutinitas yang takberkesudahan. Bosan dengan wisata pantai, Anda bisa bertualang ke gunung tertinggi di NTB, yaitu gunung Rinjani. Selain mendapat predikat sebagai gunung tertinggi di NTB, gunung Rinjani juga dinobatkan sebagai gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia setelah gunung Jayawijaya di Papua dan gunung Kerinci di Jambi. Puncak gunung Rinjani yang memiliki ketinggian 3.726 mdpl (meter di atas permukaan laut) sangat layak untuk Anda kunjungi. Percayalah, Anda tidak akan menyesal
bila memutuskan untuk bertualang ke gunung Rinjani. Saya pernah ke sana tahun kemarin, tepatnya pada bulan Mei 2015. Bagi saya, petualangan ke gunung Rinjani merupakan salah satu momen terbaik dalam hidup saya. Sebuah pengalaman hidup yang barangkali akan saya ceritakan kepada anak dan cucu saya kelak. Oleh karena itu, jika Anda yang masih ragu untuk menentukan destinasi liburan tahun 2016, gunung Rinjani adalah pilihan yang tepat. Namun, tentunya pengalaman perjalanan setiap orang berbedabeda. Saya yakin, setiap kita memiliki ceritacerita yang unik, berbeda, dan pastinya sarat dengan nilai-nilaikehidupan. Waktu terbaik untuk mendaki gunung Rinjani yaitu sekitar bulan Mei hingga Agustus. Untuk itu, jauh-jauh hari sebelum pendakian, Anda disarankan untuk mempersiapkan diri denganbaik. Mengutip perkataan Andrea Hirata, “Preparation perfect performance.” Menurut saya, pendakian tidak melulu soal
Sunset di Plawangan Sembalun merupakan salah satu sunset terbaik di Indonesia
Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
23
Dari atas puncak gunung Rinjani, Anda dapat menikmati pemandangan gunung Barujari yang dikelilingi oleh danau SegaraAnak yang berwarna biru
kita berhasil mencapai puncak gunung. Namun yang lebih penting adalah, kita bisa kembali pulang dengan selamat. Saya selalu ingat pesan dari sahabat saya, “Jangan pernah berpikir untuk menaklukkan gunung. Bukan gunung yang harus kita taklukkan, melainkan ego dan kesombongan kitalah yang harus ditaklukkan.” Takheran, banyak para pendaki bernasib konyol karena kurangnya persiapan pendakian seperti kehabisan makanan dan minuman, hipotermia, dan sebagainya. Bukankah sudah seyogyanya kita mengantisipasi hal-hal di luar perkiraan kita? Lantas, apa saja yang harus kita persiapkan sebelum mendaki? Berdasarkan pengalaman saya mendaki gunung-gunung di Indonesia, setidaknya ada tiga persiapan yang harus Anda perhatikan sebelum mendaki gunung yaitu persiapan logistik, persiapan fisik,serta persiapan mental. Pertama, persiapan logistik berupa peralatan kelompok dan peralatan individu. Jauh-jauh hari sebelum pendakian, Anda harus
memastikan bahwa semua perlengkapan logistik yang dibutuhkan sudah tersedia. Kedua, persiapan fisik dilakukan dengan rutin berolahraga seperti lari dan berenang. Kedua olahraga tersebut akan membantu fisik Anda menjadi prima dan sehat. Ketiga, persiapan mental menjadi faktor penting selama pendakian. Anda akan ditantang dengan medan pendakian yang menanjak, landai, dan curam. Setiap medan memiliki tantangan masing-masing. Kadang mungkin timbul perasaan ciut dari dalam diri Anda. Namun yakinlah, justru tantangan-tantangan tersebut yang membuat Anda menjadi lebih berani. Be brave! Ada beberapa jalur pendakian menuju puncak gunung Rinjani. Di antaranya jalur Senaru, jalur Sembalun, dan jalur Torean. Ketiga jalur tersebut tentu memiliki keistimewaan berbeda-beda. Rasanya kurang bijak bila kita harus membandingkan bahwa jalur Sembalun lebih bagus dibandingkan jalur Senaru, jalur Senaru lebih bagus dibandingkan
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
24 CATATAN
Open Government Disahkannya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) tahun 2008 telah menghadirkan perubahan di Republik Indonesia.
I
ni merupakan penegasan, bahwa hak atas informasi bagi setiap warga negara dijamin oleh negara. Dengan payung hukum UU KIP ini menjadi titik berangkat keterbukaan informasi dan pengawasan dari masyarakat terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik dapat dijalankan dengan lebih optimal. Kebutuhan terhadap informasi dan juga pengawasan yang dilakukan oleh setiap warga negara bukan saja demi kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga menjadi kontrol dari seluruh masyarakat terhadap setiap kebijakan dan penyelenggaraan pemerintah. UU KIP menjamin instrument terhadap akses masyarakat terhadap segala macam informasi, informasi kini menjadi hak warga negara dan semua informasi adalah milik publik, kecuali yang dirahasiakan dan diatur oleh UU, dan institusi wajib mempublikasikannya secara aktif, tanpa perlu diminta oleh masyarakat. keterbukaan informasi ini mendorong upaya transparansi kepada masyarakat yang selama ini melihat banyak “kamar gelap-kamar gelap” yang dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum dalam memburu rente. UU KIP adalah jalan menuju tata pemerintahan yang lebih akuntabel dan transparan. Presiden Jokowi dalam beberapa kesempatan seringkali memberikan instruksi langsung akan perlunya keterbukaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahahaan, dan mendorong partispasi aktif seluruh masyarakat dalam melakukan kontrol dan
Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
kritik dengan tujuan membangun bersama. Semua urusan baiknya diketahui oleh publik, sehingga peran aktif masyarakat dalam mengawal penyelenggaraan urusan pemerintah dapat berjalan baik dan didukung oleh masyarakat. Presiden Jokowi tak jarang mengulang kata transparan didalam komunikasi politiknya, kebiasaan berbicara secara terbuka ini juga yang seringkali menjadikan blunder bagi Presiden, tetapi apa yang
dilakukan dan dimulai oleh Presiden Jokowi ini mendapatkan apresiasi oleh masyarakat yang menilai kepala pemerintah bersedia mendengar dan mengambil keputusan yang menjadi suara banyak di masyarakat. Siapa pun baik Presiden mau pun sampai kelevel terendah seharusnya menyadari bahwa masyarakat saat ini telah berubah.
25
Masyarakat menjadi sangat kritis dan ingin lebih banyak tahu apa yang menjadi kepentingan public dan juga hak-hak konstitusinya, masyarakat saat ini memiliki kemauan untuk berpartisipasi aktif dalam menjadi bagian dari pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Keterlibatan masyarakat ini upaya melakukan pengawasan dan kontrol terhadap upaya penyalahgunaan kekuasaan yang dapat menyebabkan macetnya jalannya pembangunan yang merugikan negara, yang ujungnya menyengsarakan rakyat dan dapat menyebabkan kerawanan sosial dan gejolak politik. Dengan hadirnya UU KIP, institusi publik secepat mungkin mempersiapkan langkahlangkah yang harus segera dikerjakan, mulai dari pembentukan pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) di setiap
kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, hingga memperbaiki layanan masyarakat, khususnya dalam hal kejelasan prosedur, waktu, dan biaya. Didalam konteks komunikasi pembangunan, peran “PR” bukan saja sebagai corong komunikasi politik yang dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga sebagai “jembatan” komunikasi yang
membangun kesepahaman, keselarasan dan kesamaan apa yang menjadi tujuan pemerintah dan apa yang diinginkan oleh masyarakat. Saat ini banyak lembaga non pemerintah yang menuntut semakin terbukanya informasi dan pentingnya transparansi, akuntabilitas, partisipasi masyarakat, dan inovasi demi terciptanya good public governance. Sejalan dengan hal di atas, peran kepala daerah yang berjiwa reformis dan terbuka oleh tuntutan zaman dapat melakukan langkah awal dan terobosan dalam mendorong terciptanya pemerintahan yang lebih transparan dan mendorong masyarakat yang lebih partisipatif. Dengan adanya hubungan yang harmonis Pemerintah dan Masyarakat akan mendorong hubungan yang saling bersinergis dan menjadi kekuatan utama bagi pemerintah dalam mensukseskan programprogramnya. Dengan keterlibatan kolektif oleh masyarakat, maka tugas dan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan sehari-hari, seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi, diharapkan dapat menjadi lebih baik. Akuntabilitas anggaran, yang notabene berasal dari uang rakyat, juga diupayakan agar menjadi lebih jelas pertanggungjawabannya. Maka kondisi psikologis saat ini yang menjadi hambatan utama terbangunnya hubungan yang harmonis dan sinergis antara pemerintah dan masyarakat (rakyat) sudah seharusnya dihancurkan demi menuju pemerintahan yang terbuka dan bersahabat dengan masyarakatnya. AF n
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
26 CATATAN
MENATA HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH
K
etidakharmonisan hubungan pusat dan daerah seringkali terjadi karena adanya perbedaan persepsi dan interpretasi terkait kewenangan dan pelaksanaan kebijakan. Hubungan itu semakin problematik jika kepentingankepentingan politik mulai memengaruhi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan daerah. Pilihan Indonesia untuk menggelar pemilihan langsung kepala daerah juga berdampak kepada hubungan antara pusat dan daerah serta hubungan antardaerah, yakni antara pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota. Kepala daerah bisa saja memiliki visi dan misi yang berbeda dengan apa yang menjadi prioritas pemerintahan pusat. Dalam konteks politik terpilihnya kepala daerah terpilih merupakan kader atau didukung partai tertentu yang berbeda dengan partai pengusung presiden.
Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
Apalagi, jika kepala daerah berasal dari partai yang beroposisi dengan pemerintah. Bukan tidak mungkin hubungan pusat dan daerah dipengaruhi oleh ego sektoral dan kepentingan politik jangka pendek. Hubungan yang tak harmonis antara pusat dan daerah itu bukan persoalan sepele yang bisa diabaikan begitu saja. Banyak programprogram dan kebijakan pemerintah pusat yang tidak berjalan baik di daerah karena tidak mendapat dukungan dari pemerintah daerah. Contohnya, ketika pemerintah memutuskan untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang berdampak pada kenaikan harga. Ada seorang wali kota yang menolak kebijakan itu. Bahkan, menyatakan akan ikut berunjuk rasa menolak kenaikan harga BBM subsidi itu. Kondisi seperti itu seharusnya tidak perlu terjadi. Sebagai negara kesatuan dan bukan
PARIWISATA 27
negara federasi, Indonesia menganut prinsip bahwa para kepala daerah merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat. Dengan kekhasan masing-masing daerah, pemerintah daerah seharusnya turut mendukung kebijakan yang sudah diambil pusat. Ada dua persoalan utama terkait hubungan antara pusat dan daerah. Pertama, adalah masalah peraturan dan kewenangan yang masih tumpang tindih antara pusat dan daerah. Tumpang-tindih aturan itu menyebabkan daerah kesulitan untuk mengimplementasikan kebijakan pembangunan dari pusat. Saat ini masih banyak area kewenangan yang tidak jelas antara pusat dan daerah, sehingga sering berbenturan. Tentu kedepannya ada sebuah aturan yang jelas untuk mengatasi tumpang tindih peraturan dan kewenangan itu segera dapat diatasi. Kedua, persoalan komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah. Masalah komunikasi itu menjadi persoalan serius ketika presiden dan kepala daerah memiliki latar belakang politik yang berbeda. Kepala daerah yang berasal dari partai politik tentu akan lebih mementingkan visi dan misi partainya ketimbang kebijakan pemerintah pusat. Meski terkesan sepele, masalah komunikasi ini menjadi faktor penghambat utama terkait hubungan antara pusat dan daerah. Pada era otonomi dan pilkada secara langsung, daerah lebih ingin didengarkan pusat. Dengan kondisi seperti itu, pemerintah pusat seharusnya lebih aktif menjalin komunikasi dengan daerah. Dengan gaya kepemimpinan Presiden Jokowi yang sederhana, mau mendengar, dan gemar blusukan, pola komunikasi pusatdaerah akan menjadi lebih baik. Apalagi, presiden telah berjanji akan lebih sering menggelar pertemuan dengan para gubernur, bupati, dan wali kota untuk mendengarkan keluhan dan keinginan mereka.
Pilkada serentak dan wacana pelantikan kepala daerah secara serentak di Istana Negara dapat menjadi momentum bagi perbaikan dan mencairkan hubungan antara pusat dan daerah. Ke depannya tentu berharap hanya ada satu visi dan misi mengenai pembangunan nasional yang dapat dijalankan bersama antara pemerintah pusat dan daerah.
Tumpang-tindih aturan itu menyebabkan daerah kesulitan untuk mengimplementasikan kebijakan pembangunan dari pusat. Saat ini masih banyak area kewenangan yang tidak jelas antara pusat dan daerah, sehingga sering berbenturan.
Upaya merangkul kepala derah terpilih yang dilakukan oleh Jokowi tentu dapat menjadi langkah awal yang semakin memantapkan hubungan yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, sehingga harmonisasi hubungan ini akan semakin mempererat dan terjalinnya kerjasama yang saling melengkapi antara pemerintah pusat dan daerah. AF n
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
28 NASIONAL Jakarta
DIPA DISERAHKAN LEBIH AWAL
D
aftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Ditjen Bina Pembangunan Daerah (Bangda) Tahun Anggaran 2016 diserahkan lebih awal daripada tahun yang lalu. Sebelumnya, DIPA Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga diserahkan lebih cepat, yaitu pada 14 Desember 2015 oleh Mendagri kepada semua pemimpin komponen di Kemendagri. Hal itu dilakukan untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran dan meningkatkan kinerja Kemendagri dan semua komponennya, termasuk Ditjen Bina Bangda. Pendandatanganan Berita Acara dan penyerahan DIPA Ditjen Bina Bangda Tahun Anggaran 2016 dilaksanakan pada 21 Desember 2015, di Ruang Rapat Praja Bhakti Kantor Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Jakarta Selatan. Kegiatan yang dihadiri semua pejabat Ditjen Bina Bangda, mulai dari eselon I sampai eselon IV itu berlangsung kurang dari 1 jam atau sekitar 40 menit. Dirjen Bina Bangda, Dr. Drs. Muh. Marwan, M.Sc (saat ini sudah purna bhakti dan digantikan oleh Plt. Dirjen Bina Bangda, Ir. Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
Diah Indrajati, M.Sc) menyerahkan langsung berkas DIPA masing-masing kepada Sekretari Ditjen Bina Bangda, Ir. Diah Indrajati, M.Sc; Direktur PEIPD, Ir. Muhammad Hudori, M.Si; Direktur SUPD I, Drs. Nyoto Suwignyo, MM (diwakili oleh Edison Siagian); Direktur SUPD II, Drs. Sugiyono, M.Si; Direktur SUPD III, Drs. Eduard Sigalingging, M.Si; dan Direktur SUPD IV, Drs. Bina Ginting, MM. Sebagaimana diumumkan Dirjen Bina Bangda dalam acara tersebut, tahun 2016 pagu anggaran yang diamanatkan kepada Ditjen Bina Bangda adalah sekitar 332 Miliar atau setara dengan sekitar 60 persen dibandingkan dengan tahun 2015. Dalam hal ini, pagu anggaran tahun 2016 terjadi penurunan sekira 40 persen dari tahun sebelumnya. Di tingkat Kementerian Dalam Negeri sendiri terjadi penurunan sekitar 1 Triliun. Dalam kesempatan itu pula, Dirjen Bina Bangda menyampaikan bahwa dana 332 M yang menjadi DIPA Ditjen Bina Bangda tersebut, disalurkan dalam tiga skema. Pertama, yang dikelola di pusat (Ditjen Bina Bangda Kemendagri).
29
Kedua, dikelola oleh pemerintah daerah (yaitu Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan). Tahun 2016, masih ada Tugas Pembantuan Lahan Kritis dan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan ditempatkan di SUPD I, kemudian di Sekretariat ada Dekonsentrasi Dana Alokasi Khusus (DAK). Ketiga, dikelola oleh pusat yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Pada 2016 pengadaan barang dan jasa masih cukup banyak, total nilainya 82 M, dengan tiga bagian besar, yaitu pengadaan barang, konsultan, dan jasa lainnya. Dalam hal ini, pengadaan barang tidak terlalu banyak, yang banyak adalah jasa konsultan dan jasa lainnya. Jasa konsultan dimaksud ada dua, yaitu konsultan corporate (pihak ketiga, perusahaan) dan merekrut tenaga kontrak. Sebagaimana telah disampaikan Sekretaris Jenderal Kemendagri, Dr. Ir. Yuswandi A. Temenggung, M.Sc, MA bahwa DIPA Kemendagri tahun anggaran 2016 sebanyak Rp. 5,12 triliun. Dari jumlah tersebut, mayoritas dialokasikan untuk belanja barang. “Sekitar 14 persen atau Rp. 713,98 miliar terkait belanja pegawai, 79 persen atau Rp. 4,07 triliun belanja barang, 7 persen atau Rp. 339,18 miliar belanja modal,” demikian disampaikan Dr. Ir. Yuswandi A. Temenggung, M.Sc, MA di kantor Kemendagri. Sekadar diketahui, penyerapan DIPA di lingkup penyerahan Kemendagri dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dilaksanakan pada 14 Desember 2015. Karena itu, menurutnya, proses Tahun Anggaran sudah bisa dilaksanakan dan sudah bisa dilakukan lelang yang bisa dijalankan 4 Januari 2016. Pada tahun 2016, DIPA Ditjen Bina Bangda mengalami penurunan yang cukup siginifikan. Hal itu karena Ditjen Bina Bangda dan secara umum Kemendagri mengalami perubahan mendasar, yaitu yang terkait dengan
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Baru juga orientasi pembangunan yang diprioritaskan oleh pemerintah secara nasional. Saat ini, pemerintah, sedang memprioritaskan pembangunan yang bersifat fisik dan mampu menggerakan perekonomian di masyarakat secara lebih luas. Di Ditjen Bina Bangda sendiri, perubahan tersebut berkaitan dengan beberapa hal. Pertama, berubahnya landasan. Di tahun 2015 Ditjen Bina Bangda lebih banyak bicara mengenai urusan yang diserahkan ke daerah. Kedua, tahun 2016 kegiatan Ditjen Bina Bangda sudah harus mulai menyelesaikan landasan-landasan formal pelaksanaan urusan yang operasionalnya melalui pembangunan daerah. Yaitu, tiga Peraturan Pemerintah dan satu Permendagri. Hal itu telah diamanatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi tanggung jawab Ditjen Bina Bangda. Ketiga, untuk tahun 2016, Ditjen Bina Bangda harus memastikan bahwa bentukbentuk kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah diketahui dan dipahami secara jelas sehingga pemerintah daerah bisa mengoptimalkan kinerjanya. Oleh karena itu, mulai Januari 2016, Ditjen Bina Bangda mendiskusikan nomenklatur-nomenklatur yang dibolehkan dan “menjanjikan” menjadi ikon Ditjen Bina Bangda. Di sini, Ditjen Bina Bangda harus melakukan inovasi dalam hal penamaan kegiatannya sehingga kegiatan yang dicanangkan menjadi jelas dan tidak menimbulkan interpretasi lagi. Sebagaimana diketahui, sebelumnya, di Ditjen Bina Bangda masih ada istilahistilah semisal pemberdayaan, peningkatan kapasitas, dll. Tahun 2016 istilah-istilah tersebut akan dicoret dan diganti dengan istilah-istilah yang lebih konkret dalam daftar kegiatannya.[Dede Sulaeman] n
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
30 NASIONAL Jakarta
PELANTIKAN KEPALA DAERAH DI ISTANA BISA REKATKAN HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DENGAN DAERAH
K
ementerian Dalam Negeri berencana melantik kepala daerah terpilih hasil pilkada serentak di Istana Negara. “Lagi dinegosiasikan dengan Sekretariat Negara (kapan) hari yang tepat,” kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Selasa, 26 Januari 2016. Menurut Tjahjo, masalah pelantikan kepala daerah harus dibahas lebih lanjut karena secara aturan, para bupati dan wali kota terpilih harus dilantik di ibu kota provinsi. “Makanya kami lihat lagi aturannya, harus buat aturan lagi, biar tak salah,” ujarnya. Tjahjo mengatakan tak masalah jika presiden ingin melantik para bupati dan wali kota terpilih. Jika presiden ingin seperti itu, ia akan membantu. Senada dengan keinginan Presiden Jokowi yang menginginkan pelantikan dilakukan secara serentak dan di Istana negara, anggota Dewan Perwakilan Daerah Abdul Azis melihat pelantikan secara serentak ini juga dapat menjadi momentum menciptakan hubungan yang harmonis antara pemerintah pusat dan daerah. “Kami sebagai perangkatnya harus menyiapkan aturan, ya tidak masalah.” Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Abdul Azis Khafia mengatakan, pelantikan kepala daerah secara serentak tidak perlu dipermasalahkan selama tidak menyalahi aturan perundangundangan. Menurutnya, pelantikan kepala daerah secara serentak di Istana akan mengeratkan hubungan pemerintah pusat dengan
Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
Foto: Kemendagri
daerah. Tapi, lanjutnya, jika pelantikan tersebut diadakan di daerah masing-masing juga tidak ada masalah. “Mungkin untuk lebih mengeratkan pemerintahan pusat dengan daerah. Namun demikian pelantikan di daerah masingmasing juga tidak kalah maknanya. Guna lebih mendekatkan pimpinan daerah dengan rakyatnya. Bukankah pemerintahan yang lebih baik adalah pemerintahan yang mendekatkan diri dengan kepentingan rakyatnya,” tutupnya. Soal pelantikan itu, Tjahjo mengaku belum mengetahui akan terjadi dalam berapa tahap. Sebab, masih ada sengketa pilkada serentak yang belum diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Sidang sengketa pilkada di
31
Mahkamah Konstitusi berakhir pada Maret. “Kan tidak mungkin menunggu Maret semua, kelamaan. Februari-Maret dekat, kami cari yang terbaiknya,” ujar Tjahjo. Ia juga menuturkan, untuk daerah bersengketa, hasil pilkadanya sudah diputuskan MK, jadi kepala
daerah bisa segera dilantik pada Februari. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng juga berpandangan bahwa pelantikan kepala daerah hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara serentak akan berpengaruh terhadap efektivitas kepemerintahan.Termasuk penyusunan berbagai kebijakan. Ia juga mempertanyakan perihal visi dan misi kepala daerah yang dilantik serentak. “Bagaimana visi misi kepala daerah bisa mulai masuk ke APBDP, dan RAPBD 2017. Kalau tidak sekarang, maka APBD 2017 itu APBD yang enggak diikuti oleh kepala daerah yang bersangkutan. “Kalau seperti itu, kapan dia mau tuangkan visi misinya? Kan nunggu 2018. Siklusnya
harus dilihat, enggak ada alasan lagi menahannahan yang sudah tidak ada masalah dan sengketa di MK. Segera diparipurnakan di DPRD lalu dilantik,” tukasnya. Keinginan pelantikan serentak ternyata dikritisi oleh Muhammad Arwani Thomafi dari Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), ia menyarankan pelantikan kepala daerah tak perlu dipaksakan dilakukan seluruhnya di Istana Negara. Pasalnya hal tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada. “Tidak harus dipaksakan di Istana, apalagi di dalam undang-undang sudah jelas pelantikan dilaksanakan di ibu kota provinsi,” kata Arwani di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Jakarta, Selasa 26 Januari 2016. Namun demikian jika pemerintah tetap ingin kepala daerah pemenang Pilkada dilantik bersamaan dengan alasan efisiensi, maka menurut Arwani tak perlu dilakukan revisi UU. Hal tersebut bakal makan waktu. “Di ketentuan pasal selanjutnya, disebutkan bahwa di luar ketentuan yang sudah jelas diatur dalam undang-undang itu, lebih lanjut diatur dalam peraturan presiden,” jelas anggota komisi yang mengurusi pemerintahan ini. (disadur dari lama berita http://nasional.tempo.co, http://potretterkini. com/ dan http://www.beritaempat.com) n
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
32 NASIONAL Tangerang
KAMPUNG SEJAHTERA WUJUDKAN PELAYANAN SOSIAL DASAR
D
alam kunjungannya yang ketiga ke Desa Kohod, Ketua Bidang Peningkatan Kualitas Keluarga Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Kerja (OASE Cinta), Erni Guntarti Tjahjo Kumolo mengatakan, rencana dibuatnya Program Percontohan Kampung Sejahtera di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang untuk mewujudkan pelayanan dasar di daerah. “Program tersebut diselenggarakan untuk mewujudkan perkampungan pada desa/kelurahan yang mampu memberikan pelayanan sosial dasar tanpa menghilangkan kearifan lokal dalam mengayomi masyarakat,” ungkapnya dalam Rapat Koordinasi Persiapan Program Percontohan Kampung Sejahtera OASE Cinta di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, pada 20 Januari 2016. Selain itu, ia juga menyampaikan, program
Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
tersebut juga untuk mewujudkan sinergitas antara pemerintah, masyarakat, lembaga kemasyarakatan, serta berbagai pihak terkait lainnya dalam pelaksanaan pembangunan. Ia juga menandaskan, latar belakang dicanangkannya Kampung Sejahtera yang rencananya dilaksanakan di tiga wilayah itu adalah kondisi Indonesia yang menuntut pemerintah untuk melakukan aksi nyata dan berbuat yang terbaik bagi bangsa. Tiga wilayah itu antara lain, Kabupaten Tangerang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Kepulauan Riau. “Jumlah penduduk kita saat ini sekitar 237 juta dan diperkirakan pada tahun 2015 akan menjadi 255 juta jiwa, di mana penduduk miskin sebanyak 28,59 juta orang (11,22%),” terangnya. Menurutnya, hal tersebut akan berakibat pada kerentanan pada kondisi sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat.
NASIONAL 33 Jakarta
Di samping itu, imbuhnya, persaingan global, juga menuntut keunggulan sumber daya manusia. Karena itu, kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja. Perlu ada trobosan dan kerja nyata yang dilakukan oleh semua komponen, baik pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta. OASE Cinta punya visi dan misi yang selaras untuk memenuhi kondisi tersebut. “OASE Cinta memiliki tujuan memberikan manfaat besar kepada masyarakat luas, berupaya melakukan hal-hal yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat yang berdampak pada peningkatan kemampuan masyarakat dalam menghadapi permasalahan diri dan lingkungannya,” urainya.
Program Percontohan Kampung Sejahtera di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang untuk mewujudkan pelayanan dasar di daerah. Diungkapkan Erni Guntarti Tjahjo Kumolo, sasaran dicanangkannya Kampung Sejahtera adalah perkampungan tertinggal atau miskin pada satu desa/kelurahan yang masyarakatnya masih sulit tersentuh berbagai akses dan fasilitas sosial lainnya. Menurutnya, Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang dipilih karena pertimbangan itu, di samping karena dekat dengan Jakarta.
di Desa Kohod. Sebanyak 7 poin beserta sejumlah rincian kebutuhan di desa itu akan dijadikan acuan untuk melakukan aksi nyata untuk mewujudkan Kampung Sejahtera. Daftar masalah dan kebutuhan tersebut, antara lain, kesehatan, pendidikan, ekonomi, sarana/prasarana, kependudukan dan pencatatan sipil, Lembaga Kemasayrakatan Desa (LKMD), Komunikasi dan Informasi, dan lain-lain. “Kami dari OASE dan beberapa kementerian telah mengadakan beberapa pertemuan. Kurang lebihnya inilah Long List Permasalahan dan Kebutuhan Masyarakat di Desa Kohod. Ini merupakan kesimpulan secara garis besar dari hasil survey yang telah dilakukan,” katanya. Namun begitu, Erni Guntarti Tjahjo Kumolo belum memastikan kapan aksi membangun Kampung Sejahtera di desa itu diwujudkan. Dirinya menyampaikan, hal itu karena perlu ada sejumlah pertemuan di pemerintah pusat untuk mengkoordinasikan secara detail tugastugas teknis untuk memenuhi kebutuhan di Desa Kohod. “Sebab, di program ini kami dari OASE hanya memediasi. Nanti yang akan melaksanakannya adalah kementerian terkait. Semoga program ini bisa mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat bawah,” ungkap istri Mendagri Tjahjo Kumolo itu. [Dede Sulaeman] n
Setelah Daftar Permasalahan dan Kebutuhan, Selanjutnya Aksi Setelah dua kunjungannya yang pertama, OASE Cinta telah menetapkan daftar permasalahan dan kebutuhan yang ada
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
34 NASIONAL Tangerang
DESA KOHOD AKAN JADI PERCONTOHAN KAMPUNG SEJAHTERA
E
rni Guntarti Tjahjo Kumolo, Ketua Bidang Peningkatan Kualitas Keluarga Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Kerja (OASE Cinta) menyampaikan, salah satu kampung di Desa Kohod akan dijadikan percontohan Kampung Sejahtera. “Saya ingin menyampaikan, maksud dan tujuan kami ke sini, kami ingin membuat program bedah kampung. Kami ingin ada satu kampung percontohan yang nantinya akan benar-benar tertata dengan baik,” katanya dalam kunjungan ke Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, pada 18 Januari 2016. Program yang akan dilaksanakan di desa dengan penduduk 8755 jiwa itu dinamai ‘Kampung Sejahtera OASE Cinta Kabinet Kerja Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang. Rencananya, selain di Tangerang, program tersebut juga juga akan dicanangkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Kepulauan Riau. Hari itu, Ibu Mendagri dan Ibu-ibu menteri lain yang tergabung dalam OASE Cinta tersebut melakukan kunjungan sekaligus melakukan survey ke lapangan, tepatnya di Kampung Pintu Air, Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji. Dalam kunjungan itu, Ibu-ibu OASE Cinta yang didampingi Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri, Plt. Dirjen Bina Pembangunan Daerah, Penggerak PKK
Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
Provinsi Banten dan Kabupaten Tangerang, SKPD terkait, tokoh masyarakat, dan tokoh agama setempat berkesempatan untuk melihat lebih dekat seperti apa kondisi Kampung Pintu Air yang akan dijadikan kampung percontohan itu. Erni Guntarti Tjahjo Kumolo juga menyampaikan, rencana program tersebut sudah dibicarakan dengan beberapa kementerian terkait dan sebelumnya sudah melakukan survey ke desa tersebut. Dan saat itu, OASE Cinta melakukan survey kedua untuk mempersiapkan Program Kampung Sejahtera, supaya lebih matang. Dalam persiapan tersebut, Erni Guntarti Tjahjo Kumolo meminta bantuan dan masukan dari SKPD terkait (Kepala Dinas Sosial Kabupaten Tangerang, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM, Kepala Biro Hukum, dan SKPD yang tergabung ke dalam Tim Pembina PKK), Kepala Desa Kohod, dan tokoh masyarakat dan tokoh agama yang ada di Desa Kohod. “Kami mohon masukannya dari semua pihak yang ada di Desa Kohod; guru-guru, RT, RW, dan tokoh masyarakat lainnya. Kira-kira apa yang masih kurang sekali di Desa Kohod?” katanya. “Kalau dilihat di profil desa, sekolah masih kurang dan pasar belum ada. Nanti kami akan membuat laporan kepada Ibu Negara, mudahmudahan program ini bisa dilaksanakan
35
secepatnya,” pungkasnya. Dalam kesempatan yang sama, Nata Irawan, SH, MSi, Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri menyampaikan bahwa kunjungannya ke desa itu, untuk membantu pelaksanaan pembangunan yang terkait dengan apa yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Provinsi Banten, serta Kabupaten Tangerang. Secara khusus ia menyampaikan, masalah kesehatan menjadi indikator utama yang terkait dengan persoalan kemiskinan. Selain itu, menurutnya, persoalan pendidikan juga menjadi faktor dominan bagi kemajuan sebuah daerah. “Masalah kemiskinan di sini (Desa Kohod) menjadi persoalan serius. Dari jumlah penduduk 8.755 jiwa, yang miskin lebih dari sepertiganya, yaitu 3.650 jiwa,” ungkapnya. “Persoalan ini tentu tidak bisa ditangani oleh kepala desa atau bupatinya saja. Kalau ini dilaksanakan bersama-sama, oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten, maka berbagai persoalan secara perlahan akan bisa diatasi dengan baik,” tambahnya. Di hadapan warga desa itu, Nata Irawan, SH, M.Si menekankan bahwa pendidikan dan kesehatan menjadi indikator utama yang terkait dengan masalah kemiskinan. “Melihat profil desa, kondisi pendidikan dan kesehatan di sini menjadi bukti yang tidak boleh dihindarkan. Karena itu, Pak Kades, Pak Camat, harus terus berkomunikasi dengan Pak Bupati, dan Gubernur jika perlu (untuk menyelesaikan masalah ini),” tegasnya lagi. Dirjen Bina Pemerintahan Desa yang lembaganya menjadi komponen Kemendagri baru itu, juga mengatakan, setelah melakukan kunjungan ke lapangan dan dialog tersebut, pihak Kemendagri akan melakukan pertemuan di lingkungan komponen Kemendagri, untuk membahas, kira-kira program apa yang akan kita laksanakan di Desa Kohod. “Nanti dengan dasar rapat tersebut,
kami akan membuat laporan kepada Bapak Presiden dan Ibu Negara. Kami akan melihat program prioritas apa yang bisa dilaksanakan di sini,” jelasnya. “Kami akan menjawab persoalan dengan program tahun 2016. Kalau ini bisa terus menerus dilakukan, maka persoalan-persoalan sosial; kemiskinan dan kemasyarakatan lainnya akan bisa diatasi,” pungkasnya. Sementara itu, Plt. Dirjen Bina Pembangunan Daerah, Ir. Diah Indrajati, M.Sc menyampaikan, Kabupaten Tangerang
... Kami ingin membuat program bedah kampung. Kami ingin ada satu kampung percontohan yang nantinya akan benarbenar tertata dengan baik mendapat Dana Alokasi Khusus (DAK) Transportasi Perdesaan. “Mudah-mudahan nanti bisa ditujukan ke Desa Kohod untuk membangun jalan desa,” ungkapnya. Dalam kunjungannya itu, Ir. Diah Indrajati, M.Sc juga mengajak beberapa kasubdit yang menangani beberapa urusan yang terkait, yaitu Kasubdit Sosial dan Budaya, Kasubdit Pendidikan, Kasubdit Kesehatan, Kasubdit Pengendalian Penduduk dan KB, dan Kabag Perencanaan Ditjen Bina Pembangunan Daerah. [Dede Sulaeman] n
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
36 NASIONAL TANGERANG
WARGA KOHOD ANTUSIAS SAMBUT PROGRAM KAMPUNG SEJAHTERA
P
Warga Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang menyambut antusias rencana pencanangan Program Kampung Sejahtera OASE Cinta.
rogram tersebut diinisiasi oleh organisasi yang dimotori ibuibu pendamping menteri yang tergabung dalam Kabinet Kerja Era Jokowi-JK. Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Kerja (OASE Cinta) mencanangkan pembentukan Program Kampung Sejahtera dengan melibatkan seluruh unsur terkait, yaitu pemerintah, masyarakat, swasta untuk bersama-sama memberikan sumbangsih nyata dalam mewujudkan kesejahteraan. Secara khusus, program tersebut bertujuan untuk mewujudkan perkampungan di suatu desa/kelurahan yang mampu memberikan pelayanan sosial dasar tanpa menghilangkan kearifan lokal dalam mengayomi masyarakatnya. Selain itu, program yang rencananya dilaksanakan di tiga wilayah itu juga bertujuan untuk mewujudkan sinergitas antara pemerintah, masyarakat, lembaga kemasyarakatan, serta berbagai pihak lainnya dalam pelaksanaan pembangunan. Dalam kunjungan ketiga OASE Cinta ke desa itu, pada 20 Januari 2016, warga Desa Kohod mengaku senang dan berharap desanya bisa maju dan ada perubahan ke arah yang baik. “Harapannya, kampung ini bisa lebih baik, bisa lebih sejahtera. Kampung ini biar maju, biar ada perubahan,” ungkap Maryati (33), seorang warga yang sudah lama tinggal di Kampung Pintu Air, Desa Kohod itu. Perempuan yang mengaku memiliki 3 anak itu juga menuturkan, kebanyakan kegiatan Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
Program yang bertujuan mewujudkan perkampungan yang mampu memberikan pelayanan sosial dasar tanpa menghilangkan kearifan lokal dalam mengayomi masyarakatnya. ibu-ibu di kampungnya tidak banyak, hanya mengurus rumah tangga dan selebihnya tidur atau bersantai-santai saja di depan rumah. Ia berharap, Program Kampung Sejahtera bisa meluncurkan program pemberdayaan perempuan untuk ibu-ibu rumah tangga di sana.
37
“Kita mah mau banget kalau di sini dibikin kursus jahit, buat nambah-nambah penghasilan suami. Dibuat kelompokkelompok, mau banget tuh. Iya, biar kita ada kegiatan, biar siang jangan tidur mulu,” katanya. Ia mengaku, tidak bisa berbuat banyak karena dirinya tidak punya keterampilan untuk membantu suami mencari nafkah. Menurutnya, para suami juga susah mencari uang, karena hanya mengandalkan upah sebagai buruh serabutan atau mencari kepiting di tambak. “Susah. Suami paling kerjanya ngobor, nyari kepiting (di malam hari menggunakan lampu). Terus paling kuli, ke empang (tambak milik orang). Sawah di sini punya PT, sudah pada dijual. Kebanyakan pencaharian di sini mah serabutan,” katanya. Maryati juga menuturkan, kondisi tersebut juga diperparah dengan harga-harga bahan pokok yang sekarang serba mahal. “Beras saja harga seliternya 10 ribu rupiah. Paling murah harganya 9 ribu, tapi jelek, warnanya kuning,” katanya. “Sementara penghasilan laki (suami) kita 50 ribu sehari, itupun tidak tentu. Buat beli beras, buat anak sekolah, belum beli sayur. Ikan saja seporsi harganya ceban (10 ribu rupiah). Kita mah kebanyakan makan tempe-tahu. Belum minyak. Belum yang lain-lain. Wah, kagak cukup,” akunya lagi. Selain itu, ibu dengan berkerudung sederhana ini juga mengatakan, air untuk memasak dan minum di kampungnya harus beli dan harganya mahal. “Tiga rigen (jerigen) harganya 10 ribu rupiah. Itu buat masak. Kalau nyuci sama mandi mah pake air kali. Kebutuhan untuk minum, satu keluarga dengan 7 orang anggota keluarga cukup satu galon air,” tambahnya. Selain itu, di kampungnya juga sering mengalami banjir ketika musim penghujan
datang. “Di sini suka banjir. Sampai selutut, setahun tiga kali,” tuturnya. Namun begitu, dia mengaku bersyukur karena listrik di kampungnya jarang ada gangguan. “Sekarang listrik jarang mati, Alhamdulillah,” uangkapnya. Di tempat terpisah, Eroh (40) dan ibunya yang sudah menjanda, Amsih (50) juga mengaku antusias menyambut program Kampung Sejahtera di Desanya. Keduanya mengaku sangat membutuhkan banyak hal di kampungnya, terutama fasilitas Mandi, Cuci, Kakus (MCK). “Di sini kalau pengennya ada sumur bor, WC, MCK, karena memang di sini belum ada. Kalau MCK, kita ke sawah, ke kebon. Kalau buang air besar, malam-malam kita ke sawah,” akunya kepada Buletin Jendela Pembangunan Daerah. “Sumur juga belum ada. Rumah-rumah kami juga belum banyak yang disemen. Saya ingin meminta dan memberi tahu kondisi di wilayah kami,” tambahnya. Keduanya berharap, kampungnya bisa berubahan, anak-anak bisa sekolah dengan gratis. Karena di sini kampungnya sekolah negeri belum ada, baru ada sekolah swasta saja. Selain itu, Eroh berharap pemerintah bisa membangun pasar yang dekat dengan desanya. “Pasar belum ada. Jauh di sini mah, adanya di Kampung Melayu (di luar Desa Kohod). Harapannya biar ada pasar yang deket. Terus kita biar bisa kerja, gitu,” pungkasnya.[Dede Sulaeman] n
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
RESENSI
38
MEMBANGUN DARI PINGGIRAN
T
ahun 2015 menandai perubahan besar pelaksanaan pemerintahan di pusat dan daerah. Pemerintah mulai sadar bahwa pangkal persoalan kemasyarakatan jantungnya ada di wilayah tingkat terendah, desa. Desa menjadi daerah yang menjadi pusat perhatian pemerintah untuk membangun masyarakat, tidak hanya dari segi fisik tapi juga mental dan pengetahuan masyarakatnya. Adanya kebijakan politik yang tertuang dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang membedakan antara desa (administratif) dengan desa adat, serta adanya dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang masuk ke desa, menunjukkan adanya perubahan orientasi pemerintah pusat terhadap keberadaan desa. Dengan begitu, pemerintah bisa berharap, Negara bisa hadir di tengahtengah masyarakat untuk menerapkan konsep pembangunan yang dimulai dari Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I
Judul: Revolusi dari Desa Penulis: Dr. Yansen TP, M.Si Tebal: xxviii + 180 hal Penerbit: Elex Media Komputindo, Jakarta Tahun: 2014 pinggiran. Mulai dari mengakomodasi berbagai persoalan di tingkat bawah, sampai melakukan solusi-solusi pembangunan yang berbasis masyarakat yang di mulai dari desa. Sejatinya, konsep pembangunan yang dimulai gerakannya di tingkat desa, telah dicetuskan oleh Bupati Malinau, Dr. Yansen TP, M.Si – seorang birokrat ilmuwan dan ilmuwan birokrat – sejak 2011. Ia mencetuskan Gerakan Desa Membangun (GERDEMA) yang dilaksanakan secara massif dan terencana di desa-desa dalam lingkup kabupaten yang
39
dipimpinnya. Bahkan, pada 2014, ia menuangkan gagasan dan pengalamannya menjadi sebuah konsep pembangunan yang genuine dalam sebuah buku, Revolusi dari Desa. Ia mengungkapkan dalam sebuah tagline sederhana, “Saatnya dalam pembangunan, percaya kepada rakyat.” Di alam bukunya itu, dia mengistilahkan Revolusi Desa. Maksudnya adalah model pembangunan yang sangat cocok dan signifikan untuk diterapkan dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Model Pembangunan Revolusi Desa yang disebut GERDEMA adalah hasil perenungan mendalam Dr. Yansen, TP, M.Si tentang model pembangunan yang cocok untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur di Kabupaten Malinau, khususnya dan rakyat Indonesia, kini dan mendatang. Pesan luhur dari ide-ide genuin dalam buku Revolusi dari Desa adalah sebuah gagasan model pembangunan yang tidak hanya brilian, fundamental, strategis, tapi juga operasional untuk menyejahterakan rakyat yang berkeadilan dan merata, serta membangun kemandirian rakyat dalam membangun desa. Sesungguhnya, revolusi desa merupakan implementasi dari UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah – sekarang telah direvisi dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 – yang menyatakan agar pemerintah daerah menyusun program pembangunan untuk kesejahteraan rakyat di daerah masingmasing. Di sini, berdasarkan pengalaman dan keilmuan yang dipelajarinya, Dr. Yansen TP, M.Si secara lebih menukik membahas mengenai pentingnya visi, misi, strategi dan kepemimpinan berkarakter untuk mewujudkan desa yang mampu membangun
dirinya sendiri. Sebagaimana dimaklum, dalam kajian, ilmu Administrasi Publik, visi, misi, dan strategi haruslah baik. Visi, misi, dan strategi pun harus diimplementasikan oleh pemimpin yang mumpuni dan visioner agar menjadi realitas yang baik, sehingga apa yang direncanakan bisa diwujudkan dengan sukses. Artinya, pemimpin yang baik, visi, misi, dan strategi harus disinergikan dengan baik. Demikianlah pola pikir Dr. Yansen TP, M.Si yang berkaitan dengan pembangunan desa, perubahan paradigma dari gerakan membangun desa menuju gerakan desa membangun, porsi bahasan tentang kepemimpinan juga cukup banyak dan mendalam. Dia percaya, kepemimpinan memegang peran yang sangat besar dalam setiap kegiatan, termasuk kegiatan GERDEMA yang dicanangkannya beberapa tahun. Sebagai visi, misi, dan strategi, gerakan desa membangun juga harus disertai dengan kepemimpinan yang kuat dan visioner. Di tangan seorang pemimpin yang kuat dan visioner, yang bisa mengartikulasikan visi, misi, dan strategi dalam seluruh persoalan kemasyarakatan dan pembangunan, maka betapa pun beratnya, persoalan-persoalan yang muncul akan terpecahkan dengan baik. Kemajuan India, Brasil, dan China, misalnya, sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan yang sangat kuat dan visioner, terlepas dari system politik yang dianutnya. Hal ini menjadi tesis Dr. Yansen TP, M.Si bahwa visi, misi, dan strategi yang diikuti dengan kepemiminan yang kuat dan visioner menjadi faktor kunci dalam menyejahterakan masyarakat.[Dede Sulaeman] n
TAH UN VII | J ANUARI 2O 16
Jendela
40
“Harmony makes small things grow, lack of it makes great things decay”. (Sallust)
DITERBITKAN OLEH
DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI JL. TAMAN MAKAM PAHLAWAN NO. 20 KALIBATA. JAKARTA SELATAN
Jendela E D I S I JA NUA RI 2O1 6 | TA HUN V I I