-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
BAHASA INDONESIA SEBAGAI WUJUD EKSISTENSI JATI DIRI BANGSA DALAM MENYONGSONG MEA Fatma Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Pascasarjana Kependidikan Universitas Sebelas Maret
[email protected]
Abstract Language is a system, as an entity. The language development always colored endless dynamics. Under the circumstances facing the MEA, it is a medium for retaining identity Indonesian, which in essence will be able to co-exist with other foreign languages used by Members of ASEAN in December 2015. This paper aims to outline the functions and nature of the language, as well as the existence of Indonesian in the globalization process. This is necessary so Indonesian identity can still be maintained as a national identity, namely the Indonesian language as the state language and national language. Indonesian associated with retention and positive attitude towards the language, we need a fundamental awareness of each individual in the activities of languages (language use), considering the overall impact of globalization on all aspects including the realm of language. With the spirit of unity of language, the Indonesian nation will be able to set up a strong defense in the face of the diversity of economic, social, cultural and linguistic diversity in particular that will be taken by each member state in the free trade market area to come. Keywords: Indonesian Language, Existence, Identity, MEA, Globalization
Abstrak Bahasa merupakan sebuah sistem, sebagai suatu entitas. Perkembangan bahasa selalu diwarnai dinamika yang tidak ada habisnya. Dalam keadaan menghadapi MEA, justru merupakan sebuah media untuk tetap mempertahankan keeksistensian bahasa Indonesia, yang pada hakikatnya akan mampu berdampingan dengan bahasa asing lainnya yang digunakan oleh para Anggota ASEAN pada Desember 2015 mendatang. Makalah ini bertujuan untuk menguraikan fungsi dan hakikat bahasa, serta eksistensi bahasa Indonesia dalam arus globalisasi. Hal ini diperlukan agar bahasa Indonesia tetap dapat dipertahankan keeksitensiannya sebagai jati diri bangsa, yakni bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa nasional. Terkait dengan pemertahanan bahasa Indonesia dan sikap positif terhadap bahasa, maka dibutuhkan kesadaran mendasar dari dalam diri setiap individu dalam kegiatan menggunakan bahasa (language use), mengingat globalisasi memberikan dampak secara menyeluruh pada semua aspek termasuk ranah bahasa. Dengan semangat bahasa persatuan, bangsa Indonesia akan mampu menyiapkan pertahanan yang kuat dalam menghadapi keberagaman ekonomi, sosial, budaya, dan khususnya keberagaman bahasa yang akan dibawa oleh setiap negara anggota dalam pasar bebas mendatang. Kata Kunci: Bahasa Indonesia, Eksistensi, Jati Diri, MEA, Globalisasi
Pendahuluan Pada Desember 2015 ini akan diberlakukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA) antar negara ASEAN. AFTA adalah singkatan dari ASEAN Free Trade Area yakni sebuah persetujuan oleh ASEAN mengenai sektor produksi lokal di seluruh negara ASEAN. Dalam istilah Indonesia bisa diartikan sebagai perdagangan bebas ASEAN. Negara-negara yang masuk dalam AFTA merupakan negara anggota dari ASEAN. Istilah yang juga sering di dengar adalah MEA yang merupakan singkatan dari Masyarakat Ekonomi Asean. Keberadaan perdagangan yang melibatkan negara-negara ASEAN bertujuan untuk meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi dalam pasar dunia melalui penghapusan bea dan halangan non-bea dalam ASEAN dan untuk menarik investasi asing langsung ke ASEAN. (Wikipedia, 2015). Kehadiran AFTA merupakan sebuah solusi tantangan ekonomi global yang kemudian disepakati oleh kepala negara dari setiap anggota ASEAN, termasuk Indonesia. Saat masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) 67
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
2015 dimulai, warga ASEAN seperti Thailand Selatan, Filipina, Brunei, Malaysia, Singapura, juga bahkan warga Amerika, Australia dan Eropa akan berduyun-duyun bekerja, belajar, dan bekerja sama di Indonesia. Dengan perdagangan bebas antarnegara ASEAN, kemungkinan membuka bentuk pertukaran tidak hanya terjadi pada ranah ekonomi, pekerjaan, dan budaya. Bentuk pertukaran yang paling pasti adalah pertukaran bahasa. Akankah para Tenaga Kerja Asing (TKA) siap menggunakan bahasa Indonesia? Ataukah bahasa Indonesia yang posisinya akan goyah dengan penggunaan bahasa asing? Bahasa merupakan sebuah identitas dari suatu bangsa dan negara. Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan yang sejak tanggal 28 Oktober 1928 telah digaungkan di seluruh penjuru tanah air dan selama 70 tahun bangsa Indonesia masih merasakannya. Terlepas dari perkembangan teknologi yang mengharuskan kita cakap berbahasa asing, tapi tak lantas bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua setelahnya. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia telah dirumuskan dalam “Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975, dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai: bahasa dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta menjadi bahasa resmi kenegaraan, pengantar di lembagalembaga pendidikan/pemanfaatan ilmu pengetahuan, pengembangan kebudayaan, pemerintah dan lain-lain. (Asrori: 2014). Bahasa berkedudukan sebagai bahasa negara ketika fungsi dari bahasa tersebut dilaksanakan. Bahasa Indonesia akan berada dalam dimensi kebermaknaan jika warga masyarakat turut menjaga dan bertanggungjawab dalam pemanfaatan bahasa. Untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean, kemudian akan kembali dirumuskan peran dan fungsi bahasa Indonesia sebagai penguatan jati diri bangsa. Pembahasan 1. Fungsi dan Hakikat Bahasa Sebelum mengurai beberapa fungsi dan hakikat dari bahasa, terlebih dahulu harus diketahui bahasa merupakan piranti utama dalam komunikasi dan interaksi sehari-hari. Halliday dalam (Sumarlam, 2013:11) menunjukkan fungsi bahasa sebagai berikut: (1) fungsi Instrumental, (2) fungsi regulasi, (3) fungsi representasional, (4) fungsi Interaksional, (5) fungsi personal, (6) fungsi heuristik, (7) fungsi imajinatif. Ketujuh fungsi bahasa tersebut oleh Tarigan (2008) menyebutnya sebagai Sapta Guna Bahasa merupakan kenyataan antara fungsi bahasa tidaklah terpisah satu dengan yang lainnya, keberagaman bentuk komunikasi dari masyarakat yang heterogen justru menunjukkan fungsi tersebut berlaku dalam masyarakat secara umum. Hal yang sama dikemukakan oleh Anderson (dalam Tarigan, 2008:9), delapan prinsip dasar hakikat bahasa, yakni: (1) merupakan suatu sistem, (2) bersifat vokal, (3) bersifat arbitrer, (4) bersifat unik dan khas, (5) dibangun berdasarkan kebiasaan, (6) sebagai alat komunikasi, (7) bahasa berkaitan dengan budaya dan masyarakat setempat, dan (8) dinamis. Senada dengan pendapat Anderson Brown (dalam Tarigan, 2009:10) menjabarkan delapan prinsip dasar bahasa yang juga membentuk hakikat bahasa, yaitu: (1) bahasa adalah kebiasaan, (2) bersifat berubah-ubah, (3) berhubungan dengan budaya, (4) merupakan alat komunikasi, (5) bersifat unik, (6) merupakan lambang arbitrer, (7) bersifat vokal, dan (8) bahasa adalah sistem). Merujuk pada ke delapan hal di atas, bahasa mempunyai keunikan yang selalu berkaitan dengan kebudayaan dimana manusia tumbuh dan berkembang, kaitannya dengan bahasa Indonesia yang juga merupakan bahasa yang memiliki keunikan tersendiri, menjadi pemersatu bangsa yang heterogen suku, ras, budaya, dan agama. Dalam pasal 36 UUD 1945 dinyatakan dengan tegas bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa resmi negara. Dengan perkataan lain, harus pula ditegaskan bahasa Indonesia adalah bahasa negara. Sebagaimana hal yang sama juga di bahas dalam Seminar Politik Bahasa Nasional di tahun 1975, dinyatakan dengan tegas bahwa sebagai bahasa negara, bahasa 68
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Indonesia berfungsi sebagai; (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, (3) bahasa resmi di dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan (4) bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi. (Kunjana, 2009: 9). Dalam konteks globalisasi bahasa Indonesia harus tetap dijaga fungsinya dengan sebaik-baiknya sehingga keempat fungsi di atas benar-benar dapat direalisasikan. Dalam kancah ekonomi ASEAN mendatang, keberadaan-keberadaan bahasa asing tidak lantas menggoyahkan posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dijadikan sebagai media penghubung antarbudaya. Dengan melihat fungsi dan hakikat bahasa di atas, dapat dijabarkan bahasa dengan keberadaannya yang dinamis sangat berkaitan erat dengan kebiasaaan, komunikasi, vokal, kesepakatan yang disepakati bersama, unik dan berhubungan dengan aspek budaya. Dalam menghadapi MEA, bukan tidak mungkin, posisi bahasa Indonesia dapat terpengaruh oleh bahasa asing yang digunakan oleh para TKA dari setiap anggota ASEAN. Yang harus dilakukan adalah menjunjung tinggi bahasa Indonesia seperti yang termaktub dalam sumpah pemuda sebagai bahasa persatuan, yang memberikan roh bagi perawatan, pemeliharaan, pengembangan bahasa Indonesia dalam konstelasi bahasa-bahasa lainnya. Yang dilakukan untuk menghadapi segala bentuk pertukaran budaya, ekonomi, dan sosial mendatang adalah dengan tetap memiliki sikap positif terhadap bahasa yang sama kita miliki ini. 2. Menyikapi Arus Globalisasi dengan Menampik Terjadinya Pergeseran Bahasa Globalisasi merupakan arus pembaruan yang tak dapat ditampik. Globalisasi akan membuka jalan terjadinya bermacam bentuk pergeseran bahasa. Pergeseran bahasa biasanya terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang memberi harapan untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik, sehingga mengundang imigran/transmigran untuk mendatanginya. (Fisman dalam Chaer, 2010). Berbahasa merupakan aktivitas interaksi sosial juga pasti tersentuh globalisasi terutama rangka menghadapi MEA mendatang. Sejenak, mari menilik kembali isi dari sumpah pemuda tentang “Satu Bahasa persatuan, Bahasa Indonesia”, ikhtisarnya bermuara pada pengakuan bahwa bahasa yang kita gunakan sebagai pemersatu bangsa adalah bahasa Indonesia. Hal ini dipertegas dengan seperti yang terdapat dalam UU No. 24 Tahun 2009 Pasal 25 yang menjelaskan tentang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara yang berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa. Kendatipun arus globalisasi tak dapat ditampik, sikap mempertahankan bahasa Indonesia haruslah tetap ada dalam jati diri setiap individu. Hal yang sulit adalah kenyataan bahwa bahasa dan budaya yang tak pernah dapat terpisah, keberagaman tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia tentu mempunyai latar belakang budaya dan bahasanya masing-masing. Pemberlakuan standarisasi kemampuan berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing tersebut harus ada. Tidak hanya berhenti pada ranah tersebut, bangsa Indonesia sendiri mampu menyiapkan pertahanan yang kuat dalam menghadapi keberagaman ekonomi, sosial, budaya, dan bahasa yang akan dibawa oleh setiap negara dalam pasar bebas mendatang. Nantinya, ketika perdagangan antarnegara anggota ASEAN dimulai maka akan ditemui ribuan orang dengan cara pandang terhadap bahasa asing dan bahasa Indonesia dalam sikap positif dan mungkin saja negatif. Jika para tenaga kerja Indonesia ketika bekerja di luar negeri wajib mempelajari bahasa negara tujuan, maka di Indonesia juga mestinya diberlakukan hal yang sama. Agar bentuk komunikasi berjalan dengan lancar. Seperti jika TOEFL menjadi standar ukuran kemampuan penguaasaan bahasa Inggris, maka kecakapan penggunaan bahasa Indonesia bagi TKA harus pula sesuai dengan standar UKBI. Jika hal tersebut tidak diberlakukan dari sekarang, maka “menjunjung 69
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia” hanya sekedar slogan, karena dalam realisasinya bangsa Indonesia sendiri kurang tinggi ‘junjungannya’ terhadap bahasa sendiri. Diperkuat oleh Kunjana (2009) dalam buku Bahasa Previour Budaya mengemukakan Tiga hal yang tidak pernah terpisah adalah bahasa, masyarakat, dan budaya yang secara logis bertali-temali dalam eksistensinya. Setiap entitas diantara ketiganya, sesungguhnya menjadi previour (penanda pengingat) bagi entitas-entitas lainnya. Keterpurukan bahasa Indonesia di tengah arus globalisasi sekarang dapat dijadikan sebagai previour bagi eksistensi budaya dan masyarakat. Ketika berbicara tentang bahasa maka yang dibicarakan juga adalah bagaimana penggunaannya dalam masyarakat adanya tendensi globalisasi yang tak tersangkalkan dalam konteks perkembangan dan pengembangan bahasa justru sedapat mungkin harus di lawan. Arus utama perkembangan yang harus diperjuangkan bagaimana menggunakan bahasa Indonesia sesuai baik dan benar dalam penggunaannya. Hubungan antarbahasa dan masyarakat tidak dapat dipisahkan. 3. Pemertahanan dan Sikap Positif terhadap Bahasa Indonesia Perubahan-perubahan signi ikan yang akan terjadi dalam perdagangan bebas mendatang tidak hanya dari segi peningkatan kualitas ekonomi di Indonesia. Tetapi sebagaimana dijelaskan sebelumnya, terjadi pula perubahan-perubahan bahasa. Perubahan yang diakibatkan oleh keberagaman bahasa yang dibawa oleh para TKA yang akan bekerja di Indonesia. Dijelaskan oleh Wardhaugh (1990:189) terdapat dua macam perubahan bahasa, yaitu, perubahan internal dan eksternal. Perubahan internal terjadi dari dalam bahasa itu sendiri, sedangkan perubahan eksternal terjadi sebagai akibat adanya pengaruh dari luar. Seyogyanya, mengantisipasi hal tersebut maka diperlukan sikap positif dalam mempertahankan bahasa Indonesia. Pemertahanan bahasa Indonesia dan sikap positif membutuhkan kesadaran mendasar dari dalam diri setiap individu, menumbuhkan kecintaan terhadap bahasa sendiri, serta merasa memiliki andil dalam menjaga keutuhan bahasa. Mempertahankan kemadirian dalam berbahasa Indonesia dapatlah dikategorikan sebagai wujud kesetiaan terhadap bahasa. Hal-hal tersebut diperjelas pula oleh pendapat Garvin dan Mathiot (dalam Chaer 2010:152), ciri sikap bahasa dalam kenyataan bahasa Indonesia (1) Kesetiaan bahasa (language loyality), rasa untuk mempertahankan bahasa dan mencegah adanya pengaruh bahasa lain, (2) Kebanggan bahasa (language pride), yang mendorong untuk mengembangka bahasa dan menggunakannya sebagai identitas dan kesatuan masyarakat, (3) Kesadaran akan adanya norma bahasa (awareness of the norm), yang mendorong menggunakan bahasa dengan cermat dan santun. Globalisasi memberikan dampak secara menyeluruh dari seluruh aspek termasuk ranah bahasa. Sebagai praktisi bahasa, tenaga pendidik, dan mahasiswa bahasa, sastra Indonesia dan daerah, adalah mediator untuk tetap mempertahankan penggunaan bahasa Indonesia dan mengajarkan bahasa Indonesia dalam pendekatan pembelajaran yang cerdas, melakukan penelitian kebahasaaan, meningkatkan peran sastra kedaerahan, sehingga bahasa Indonesia tetap lestari secanggih apapun wujud globalisasi yang akan dihadapi sebab pepatah mengatakan bahasa dapat mencerminkan kepribadian bangsa. Simpulan Kegiatan positif untuk menyongsong MEA merupakan salah satu contoh dari era globalisasi. Era globalisasi yang sedang dinanti oleh masyarakat dunia telah memberikan tantangan yang harus segera dijawab. Tantangan yang akan dihadapi tentunya akan semakin kompleks mengingat secara internal, Indonesia masih terpuruk dalam perekonomian dan baru saja menghadapi panasnya nuansa persaingan politik dan pergantian pemerintahan, bangsa Indonesia harus sudah bangkit menghadapi persaingan global dalam segala aspek. Salah 70
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
satu aspek yang harus dijawab adalah aspek bahasa, baik secara nasional dan internasional. Perkembangan bahasa, selalu diwarnai dinamika yang tak ada habisnya. Dalam pemberlakuan MEA, Desember mendatang, sebagai warga negara Indonesia sudah sepantasnya bangga dan menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia karena setiap unsur bahasa merupakan pembentuk hakikat kebahasaan. Jati diri bangsa Indonesia melalui bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan, perlu adanya pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Hal ini diperlukan agar bahasa Indonesia tetap dapat dipertahankan keeksitensiannya sebagai bahasa pemersatu di negara sendiri, dan kedudukannya sama dengan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya.
Daftar Pustaka Asrori, Muhammad. 2014. Peran dan Tantangan Bahasa Indonesia dalam Menghadapi AFTA. Website: http://muhammad-a-w-fst10.web.unair.ac.id/artikel_detail diunduh pada tanggal 10 Oktober 2015 Pukul 7:44 PM. Chaer., Agustina. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Kunjana, Rahardi. 2009. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Erlangga. ____________________. 2009. Bahasa Previour Budaya: Catatan Unik dan Aktual Ihwal Masalahmasalah Kebahasaan. Yogyakarta: Pinus Book Publisher. Pemerintah Republik Indonesia. 1945. “Undang-undang Dasar Republik Indonesia, Bab Pasal 36 Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Pemerintah Republik Indonesia. 2009. “Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan. Sumarlam. 2013. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Solo: Penerbit Katta. Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: PT. Angkasa. Wardhaugh, Ronald. An introduction to Sociolinguistic. USA: Blackwell Publisher Inc. Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas https://id.wikipedia.org/wiki/Kawasan_ Perdagangan_Bebas_ASEAN Diunduh pada 12 Oktober 2015 Pukul 1:15 AM
71