BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini terdiri atas dua bagian yaitu penelitian laboratorium dan penelitian lapangan.
Penelitian laboratorium dilaksanakan di Laboratoriurn
Mikologi Turnbuhan Jurusan Hama 8 Penyakit Tumbuhan lnstitut Pertanian Bogor, Puslitbang Biologi LIP1 Cibinong. Laboratorium Biokimia Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor, dan Laboratorium Proteksi Balai Penelitian Marihat Pernatangsiantar. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan di kebun kelapa sawit Aek Pancur rnilik Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, kebun kelapa sawit
Bukit Maradja P.T. Tolan Tiga Indonesia (SIPEF), kebun kelapa
sawit Marihat, Gunung Bayu. Pasir Mandoge, dan Dolok Sinurnbah rnilik PTP Nusantara IV, kebun kelapa sawit Opir milik PTP Nusantara VI Padang, kebun kelapa sawit Bekri milik PTP Nusantara VII Bandar Larnpung, dan kebun kelapa sawit Bojong Datar rnilik PTP Nusantara VIII.
Penelitian dilaksanakan dari bulan
Agustus 1999 sampai bulan Oktober 2001. Bahan dan Alat Bahan dan alat utarna yang digunakan dalam penelitian ini adalah: lsolat G. boninense asal Sei Pancur Surnatera Utara, Medium Martin Agar, PDA
(Potato Dextrose Agar), NA (Nutrient Agar),
medium untuk idenfikasi bakteri,
bahan kirnia untuk preparasi Scanning Electron Microscope (SEM), bahan kirnia untuk uji dan elektroforesis enzim kitinase dan glukanase. bahan kimia untuk Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD), serbuk gergaji, kayu dan akar karet, dan bibit kelapa sawit.
Sedangkan alat utarna yang digunakan adalah
cawan petri, rnikropipet. milipore. mikroskop, .nikroskop elektron tipe scanning
tipe
JSM-5000 Lv, spektrofotorneter, apnratus elektroforesis, dan rnesin
Polymerase Chain Reaction (PCR). Bahan dan alat secara detail akan disebutkan pada metode masing-masing tahap percobaan.
Percobaan 1. Status Terkini Penyakit Busuk Pangkal Batang d i Indonesia dan Keragaman Populasi Agens Biokontrol pada Berbagai Ekologi Kebun Kelapa Sawit Metodologi
1. Suwei Kejadian Penyakit d i Lapangan Penelitian ini dilakukan dengan metode survei mengenai kejadian penyakit (disease incidence) serta pengambilan sampel tanah pada kebun kelapa sawit di Sumatera Utara (kebun Marihat, Gunung Bayu. Pasir Mandoge, Bukit Maradja. Dolok Sinurnbah, dan Aek Pancur), di Sumatera Barat (kebun Ophir), di Lampung (kebun Bekri), dan di Banten (kebun Bojong Datar) serta pengambilan sampel tanah rhizosfer pada masing-masing lokasi tersebut. Pemilihan lokasi kebun tersebut dilakukan berdasarkan generasi tanaman, urnur tanaman, status penyakit pertanaman kelapa sawit, dan geografi.
Kejadian
penyakit pada masing-masing kebun diamati dengan rnenghitung jurnlah tanarnan kelapa sawit rnati karena Ganodenna pada petak-petak pengarnatan seluas 1 ha, kernudian dibagi dengan jumlah tanaman yang diamati. Pada setiap btok diambil 5 petak pengamatan, dengan sistem diagonal, sebagai ulangan. Kategori umur tanaman yang digunakan adalah tanarnan belum menghasilkan (TBM). tanaman menghasilkan (TM) , dan tanaman tua yang akan dirernajakan (T). Daerah yang diamati terdiri atas daerah penanaman baru dan perernajaan generasi I, 11, Ill, dan IV. Untuk generasi I dibedakan lagi berdasarkan tanaman
28 sebelumnya yaitu teh, kopi, karet, kakao, dan hutan. Kategori serangan Ganoderma dikelompokkan menjadi tanarnan sehat dan sakit. Dengan dernikian ada 35 kelornpok sampel ekologi kebun kelapa sawit yang berbeda. Metode sampling yang digunakan adalah sisternatik diagonal dengan mengambil 5 petak pengamatan masing-masing seluas 1 ha pada blok kebun sampel dengan luas 25 - 50 ha.
Pada
masing-masing petak pengamatan
diarnbil tanah rhizosfer dari 15 tanaman sakit (jika ada) dan 15 tanaman sehat . Tanah diambil dengan bor tanah sebanyak 10 g dengan kedalarnan 40 cm. Sampel tanah dikumpulkan pada kantong plastik dan disimpan di lernari es, kemudian selanjutnya diisolasi cendawan dan bakteri yang ada.
2. lsolasi Ganoderma boninense lsolat G. boninense yang digunakan pada penelitian ini berasal dari isolasi tubuh buah
Ganodenna asal Kebun Sei Pancur di Sumatera Utara.
Tubuh buah Ganodenna didisinfeksi dengan menggunakan alkohol 90% dengan cara mengoleskan tissu yang telah dibasahi dengan alkohol 90%, kemudian dipotong-potong rnenjadi sekitar
1 cm2 dan ditumbuhkan pada medium PDA.
Setelah miselium tumbuh, selanjutnya dimurnikan. 3. Koleksi cendawan dan bakteri kandidat agens biokontrol
lsolasi
cendawan
agens
antagonis
dilakukan
dengan
metode
pengenceran sampel tanah dan penanarnan pada medium Martin Agar + chloramphenicol di dalam cawan petri (Johnson & Curl 1972). Satu gram tanah sampel disuspensikan ke dalam 9 rnl air destilata steril dan dihomogenkan selama 15 menit (pengenceran 10
-I),
diambil I ml suspensi tanah 10
-' dan
dicampur dengan 9 ml air destilata steril ( pengenceran 10 -'). Selanjutnya dibuat
seri pengenceran sampai 10
-'dan
dari seri pengenceran terakhir 0,25 ml
dituangkan secara merata ke medium Martin Agar + chloramphenicol dalam cawan
petri.
Cendawan
yang
populasinya setelah 1 minggu.
muncul diarnati dan
dihitung kepadatan
Masing-masing jenis cendawan yang turnbuh,
kemudian dimurnikan dan diidentifikasi. Kandidat antagonis dari golongan bakteri yang ada juga diisolasi dengan rnetode pengenceran seperti pada isolasi cendawan tetapi menggunakan medium Nutrient Agar (NA) dengan seri pengenceran 10
-7.
Dari tiap sampel
tanah diambil 2 sampel bakteri yang menunjukkan morfologi yang berbeda, kecuali ada beberapa bakteri yang menunjukkan lebih dari dua morfologi yang berbeda. 4. Uji keefektifan penghambatan kandidat agens biokontrol
Metode yang digunakan adalah metode uji ganda. Setiap kandidat agens biokontrol baik cendawan maupun bakteri ditumbuhkan pada media PDA secara bersamaan dengan G. boninense. masing-masing dengan jarak 3 cm dari tepi cawan petri berdiameter 9 cm.
Ganodema ditumbuhkan 48 jam lebih dahulu
daripada kandidat agens biokontrol. Keefektifan pengharnbatan suatu kandidat agens biokontrol dievaluasi dengan mengamati persentase penghambatan terhadap Ganoderma pada 4 hari setelah penanarnan kandidat agen biokontrol tersebut dan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
keterangan:
KP = keefektifan penghambatan, a = panjang jari-jari koloni G. boninense ke arah tanpa agen biokontrol. b = panjang jari-jari koloni G. boninense ke arah agen biokontrol
30 5. ldentifikasi dan Analisis Data
Cendawan diidentifikasi di bawah mikroskop dengan melihat penciri hifa dan percabangan pernbentukan konidium atau spora serta bentuk konidiumnya sendiri.
Dalam
penelitian ini digunakan kunci determinasi
Rifai , (1969);
Domsch et a/.(1 993).dan Watanabe (1994). ldentifikasi bakteri dilakukan melalui uji pertumbuhan pada medium spesifik dan uji sifat bikomia.
ldentifikasi ini hanya dilakukan sampai tingkat
Uji pertumbuhan kotoni dilakukan pada medium YDC, King's B, dan
genus.
Tioglikolat.
Sedangkan uji sifat biokimia meliputi uji gram, katalase, dan
oksidatif. Uji gram, satu jarum ooze yang berumur 24 jam diletakkan di atas gelas benda dan dicampur dengan KOH 3%. Selanjutnya dengan jarum ooze diaduk sampai merata, dan jarurn diangkat.
Apabila campuran bakteri tersebut
terangkat maka sifat bakteri ini gram negatif dan sebaliknya apabila tidak terangkat maka sifat bakteri adalah gram positif. Uji tumbuh pada YDC, bakteri ditumbuhkan pada medium YDC dan diinkubasikan selama 7 hari.
Selanjutnya diarnati
warna koloni bakteri yaitu
putih atau kuning. Uji tumbuh pada King's 8, bakteri yang akan diuji diturnbuhkan pada medium King's B dan diamati setelah 24 jam. Selanjutnya media dilihat di bawah lampu UV, apakah fluoresen atau tidak. Uji Katalase, isolat bakteri yang berumur 24 jam diinfestasikan pada media Nutrient Broth (NB) dan diinkubasikan selama 24 jam. Selanjutnya kultur bakteri ditambah H2023% sebanyak 1 ml dan diamati busa putih yang nampak.
31
Uji Oksidatif-Fermentatif, medium NA ditambah dengan larutan glukosa dan selanjutnya diinokulasikan 1 ooze bakteri uji. Tabung reaksi ditutup dengan kapas dan yang lain ditutup dengan parafin cair. Peubah yang diamati adalah perubahan warna dari hijau menjadi kuning pada tabung yang ditutup kapas. Uji anaerob pada media Tioglikolat, isolat bakteri agens
biokontrol
ditumbuhkan pada medium tioglikolat, dan sebagai pembanding isolat juga ditumbuhkan pada medium
(NB).
Peubah yang diamati adalah pertumbuhan
bakteri. Apabila bakteri tidak turnbuh pada medium ini rnaka bakteri ini bersifat aerob. lndeks keragaman dan kemerataan cendawan agens biokontrol
pada
masing-masing ekologi kebun kelapa sawit selanjutnya dianalisis dengan formula indeks keragaman (H).
Untuk menentukan tingkat kemerataan spesies tiap
ekosistem digunakan indeks kemerataan (E) (Begon et a / . 1986 & Magurran
1987). Formula yang digunakan stfgvebagai berikut: S
H = - C Pi I n Pi
i= 7 H = indeks keragaman spesies ; Pi = proporsi tiap spesies ; s = spesies
E = lndeks kemerataan spesies ; S = jurnlah spesies Hasil dan Pembahasan 1. Kejadian penyakit (disease incidence) di lapangan Sebagai pembanding kejadian penyakit busuk pangkal batang pada berbagai generasi dipilih daerah perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.
Berdasarkan fakta di Sumatera Utara dijumpai generasi kebun kelapa sawit dari generasi 1 sampai dengan generasi 4. Kejadian penyakit busuk pangkal batang pada masing-masing generasi dapat dilihat pada Garnbar 2.
1
2 3 4 G e n e r a s i k e l a p a sawit
Gambar 2. Kejadian penyakit busuk pangkal batang pada berbagai generasi tanaman kelapa sawit di Sumatera Utara pada tahun 1999 Gambar 2, menunjukkan bahwa pada perkebunan yang telah banyak mengalami tanam ulang, kejadian penyakit BPB akan semakin meningkat. Kejadian penyakit BPB pada generasi 4 stadia TBM (1 1%) lebih besar daripada generasi 3, 2, dan 1 (7, 4, dan 0%). Kecenderungan ini juga ditunjukkan pada TM dan tanaman tua.
Pada TM, kejadian penyakit pada generasi 1 masih
sebesar 3% kemudian bertarnbah besar pada generasi 2 dan 3 yang masingmasing menjadi 6% dan 10%. Dernikian juga untuk tanaman tua, perkembangan penyakit rnenjadi lebih besar.
Pada generasi 3, kejadian penyakit sudah
mencapai 59% yang pada generasi 1 dan 2 rnasih sebesar 14% dan 12%. Pada perkebunan kelapa sawit generasi ke-4 hanya dijurnpai stadia TBM dan belum ada yang rnencapai TM ataupun tanaman tua. Kejadian penyakit BPB di atas secara statistika menunjukkan beda nyata antar generasi perkebunan, stadia tanaman, dan daerah (Tabel 1).
Tabel 1. Analisis statistika perbedaan kejadian penyakit BPB pada berbagai generasi, stadia tanarnan, dan lokasi pertanarnan kelapa sawit di Indonesia
Generasi
Tanaman
Kejadian Penyakit (96) Surnut
I
TBM TM T Rata-rata TBM TM T Rata-rata TBM TM T Rata-rata TBM TM T Rata-rata
II
Ill
IV
Sumbar
0 3 14 5.67 c 4 6 12 7.33 c 7 16 59 27.33 a 11
Lampung
Banten 0 1
1
63
20
-
11
Keterangan: - = tidak ditemukan ; angka yang diikuti oleh huruf yang sarna menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT
Apabila kejadian penyakit BPB dibandingkan berdasarkan urnur tanarnan, rnaka kejadian penyakit di tanaman tua akan lebih besaf daripada di TM maupun TBM.
Dernikian juga untuk TM akan rnempunyai kejadian penyakit yang lebih
besar daripada kejadian penyakit pada TBM.
Hasil ini konsisten untuk semua
generasi perkebunan kelapa sawit. Sebagai contoh pada generasi 3, kejadian penyakit pada tanarnan tua sebesar 59% yang lebih besar daripada kejadian penyakit pada
TM (16%) dan pada TBM (7%).
Hal ini dapat terjadi karena
terjadi akurnulasi surnber inokulum Ganodenna sp., sernakin banyak generasi dan sernakin tua urnur tanaman berarti sumber inokulurn akan semakin banyak
34 pula. Sumber inokulurn dapat berupa akar atau pangkal batang yang terinfeksi maupun tubuh buah G. boninense. Kejadian penyakit BPB juga dipengaruhi oleh lokasi kebun.
Kejadian
penyakit BPB di Surnatera Utara dan Larnpung lebih besar daripada daerah lainnya seperti di Sumatera Barat ataupun di Banten.
Kejadian penyakit di
daerah Banten dan Surnatera Barat adalah sarna yang masing-masing masih sebesar 1%.
Kecilnya kejadian penyakit di kedua daerah ini karena perkebunan
kelapa sawit rnasih pada generasi 1.
Hal ini sangat berbeda untuk daerah
Sumatera Utara dan Lampung yang mernpunyai kejadian penyakit sangat tinggi Pada generasi 1, di Surnatera Utara kejadian penyakit BPB sebesar 3%, sedangkan untuk generasi 3 di Sumatera Utara dan Larnpung kejadian penyakit BPB masing-masing sebesar 59 dan 63%.
Hal ini disebabkan kepadatan
populasi cendawan agens biokontrol misalnya T. harzianum di Larnpung lebih sedikit daripada di Surnatera Utara. Surnatera Utara sebesar 4 x
x
lo4 per
Kepadatan populasi T. hatzianum di
lo4 per g tanah, sedangkan di Lampung sebesar 1,3
g tanah. lndeks kelimpahan, keragarnan, dan kernerataan rnasing-
rnasing daerah ini berbeda. Di Surnatera Utara ketiga indeks tersebut sangat
.
rendah yaitu bertururut-turut 0.04 0.06 , dan 0.05,yang apabila dibandingkan dengan daerah Surnatera Barat dan Banten relatif lebih rendah. Di Sumatera Barat rnempunyai indeks kelirnpahan, keragaman, dan kemerataan agens biokontrol masing-masing sebesar 0.23 , 0.34 , dan 0.23,sedangkan di Banten masing-masing sebesar 0.23 , 0.39 , dan 0.23. Rendahnya indeks kelimpahan, keragarnan, dan kernerataan agens biokontrol juga disebabkan oleh teknik budidaya.
Daerah
yang
sudah
banyak
mengalarni tanam
ulang
akan
rnemperoleh perlakuan herbisida yang lebih banyak pula. Herb~sida akan
35 mempengaruhi mikroflora di dalarn rhizosfer kelapa sawit. Penyebab lain adalah perbedaan iklim makro masing-masing daerah tersebut. Lampung mempunyai jumlah bulan kering 2-3 per tahun sedangkan di Surnatera Utara jumlah bulan kering tidak ditemukan.
2. lsolasi Ganoderma boninense isolat G. boninense telah berhasil diisolasi dari tubuh buah yang berasal dari kebun Sei Pancur. lsolat G. boninense ini selanjutnya digunakan untuk uji daya penghambatan cendawan kandidat agens biokontrol.
3. Koleksi cendawan dan bakteri kandidat agens biokontrol Cendawan yang berhasil diisolasi dari rhizosfer kelapa sawit berbagai lokasi sebanyak 140 isolat yang terdiri atas 18 isolat T. harzianum, 5 isolat T. viride, 4 isolat Gliocladium viride. 28 isolat A. flavus, 4 isolat A. niger, 13 isolat A. furnigatus, 14 isolat Penicillium citrinum, 4 isolat Rhizopus sp., 6 isolat P. chrysogenum, 12 isolat P. commune, dan 32 isolat P. funiculosum. Mayoritas isolat-isolat tersebut merupakan kandidat agens biokontrol. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa medium Martin Agar cukup selektif untuk rnenseleksi kandidat cendawan biokontrol yang terdiri atas 5 genus dan 11 spesies. Sebenarnya dalarn tanah sendiri terdapat ribuan cendawan baik yang bersifat saprofitik maupun yang bersifat patogenik. Mayoritas agens biokontrol yang pernah dilaporkan terdiri atas 4 Aspergillus, dan Penicillium.
genus yaitu
Trichoderma,
Gliocladium,
Dari kegiatan koleksi cendawan kandidat agens
biokontrol ini dapat diketahui indeks keragaman dan kepadatan populasi cendawan pada masing-masing sarnpel.
Pada masing-masing lokasi kebun
tersebut rnempunyai indeks keragaman cendawan yang berbeda-beda. lndeks keragaman cendawan ini dihitung setelah kultur berumur 1 rninggu. Kepadatan
populasi masing-masing spesies pada masing-masing ekologi kebun kelapa sawit harnpir sama yaitu berkisar antara
l o 4 sampai l o 5 cfutg
terendah ditemui pada spesies P. chrysogenum sebesar 1.3 x
tanah. Populasi
l o 4 cfutg
tanah,
sedangkan populasi tertinggi dijurnpai pada spesies T. harzianum yang berasal dari kebun TM yang sehat di Sumatera Barat (2,2 x
l o 6 cfulg tanah), A.
Larnpung kebun tanarnan tua sakit generasi 111 (2.5 x
nigerdari
l o 6cfulg tanah). P. citrinum
dari Surnatera Utara kebun bekas kopi tanarnan sehat (2.2 x 10' cfulg tanah), dan P. citrinum dari Surnatera Utara kebun bekas teh ( 3,8 x
l o 6cfulg tanah).
Jenis cendawan yang rnendorninasi pun berbeda-beda untuk masingrnasing lokasi kebun. Di Banten lebih didorninasi oleh P. citrinum dan A. flavus ( 6.7 x 105/g tanah dan 4,4 x 105/gtanah). Perkebunan kelapa sawit di Larnpung
dan Sumatera Barat didorninasi oleh T. harzianum dengan kepadatan populasi masing-masing 5,4 x 1O41gtanah dan 2,2 x 106/gtanah, sedangkan di Surnatera Utara cendawan yang mendorninasi tergantung pada daerahnya masing-masing. Misalnya untuk daerah Surnut Sehat II TM didominasi oleh T. viride. Untuk lokasi yang lain dapat dilihat pada Larnpiran 1. Bakteri yang berhasil diisolasi dari 35 sarnpel adalah terdiri atas tiga jenis yang masih berdasarkan warna koloni yaitu putih, putih susu, dan merah muda dengan jurnlah total 72 isolat. Isolat-isotat ini tidak diidentifikasi sernua dan yang akan diidentifikasi adalah yang rnarnpu sebagai agens biokontrol terhadap G. boninense. Populasi bakteri dari masing-masing sampel ekologi kebun kelapa sawit harnpir sama yaitu rata-rata 2,8 x 10' dulg tanah.
Populasi bakteri
tertingggi
kebun
dijumpai
pada
sampel
dari
Sumatera
menghasilkan sehat dengan populasi 4,6 x 10''
Barat
cfulg tanah.
tanaman
Sedangkan
populasi terendah berasal dari kebun TM yang sakit di Sumatera Utara generasi IV dengan populasi sebesar 14 x l o 7 cfulg tanah. 4. Uji keefektifan penghambatan kandidat agens biokontrol
Tidak semua koleksi agens biokontrol baik cendawan maupun bakteri dapat digunakan sebagai agens biokontrol terhadap G. boninense. Berdasarkan uji metode ganda diperoleh agens biokontrol sebanyak 30 buah yang terdiri atas 26 cendawan dan 4 bakteri. Kriteria pemilihan agens biokontrol berdasarkan besar daya penghambatan maupun mernatikan terhadap koloni G. boninense. Kriteria pemilihan untuk cendawan dan bakteri tidak sama. Hal ini disebabkan oleh sifat pertumbuhan bakteri yang tidak meluas pada media padat. Cendawan yang dianggap agens biokontrol adalah yang mempunyai daya pengharnbatan > 80%. sedangkan untuk bakteri sebesar 40% atau lebih. diperoleh selanjutnya dapat dilihat pada Tabel
Agens biokontrol yang
2 . lsolat yang menjadi agens
biokontrol adalah T. harzianum isolat 1, 9 . 1 1 . 2 1 , 2 6 , 2 9 , 34, 3 9 , 45. 58, 8 8 , 9 1 , 95. 107, 112, 11 9,131; Gliocladium viride isolat : 4 4 , 9 8 , 105, 136; dan T. viride nor 7 0 , 82,102, 123, 138.
lsolat yang mempunyai keefektifan penghambatan
yang paling tinggi (97,8%) adalah isolat T. hamianum yang berasal dari kebun Sumut Sakit Ill TM. lsolat ini secara statistik tidak berbeda nyata dengan isolat T. harzianum-10 (96%) asal Sumut Sakit TBM IV, T. harzianum-88 (94.6%) asal
Sumut Sehat II TBM, T. hamianum-91 (96.7%) asal Sumut Sakit II TBM, T. harzianum-107 (96.1%) asal Sumut Sakit II T, dan T. harzianum-1 19 (94.5%)
asal Sumut sehat Ill TBM, sedangkan isolat agen biokontrol yang paling rendah (83,896) yaitu T. harzianum yang berasal dari kebun Sumatera Barat Sakit TM.
Agens biokontrol yang diperoleh didorninasi oleh spesies T. harzianum. Hal ini
disebabkan T. harzianum mempunyai habitat pada daerah yang mempunyai kelembapan tinggi dan hangat seperti Indonesia. Tabel 2. Populasi dan taraf penghambatan agens biokontrol terhadap G. boninense dari berbagai lokasi kebun NO.
lsolat
T. hamianurn-1 T. hamianurn-9 T hamianurn-I 7 T. hamianurn-27 T. hamianurn-26 T. harzianurn-29 T. hamianurn-34 T. hamianurn-39 T. harzianurn-45 T. harzianurn-58 T. harzianurn-88 T. hamianurn-91 T. hamianurn-95 T. harzianurn-107 T. hamianurn-I 72 T hamianurn-1 19 T. harzianurn-I37 G. viride-44 G. viride-98 G. viride- 105 G. viride-136 T. viride-70 T. viride- 8 2 T. viride-102 T. viride-123 T. vir~de-738 Bacillus sp.-10 Pseudornonas fluorescen- I P. fluorescen-58 P . fluorescen-63
Populasi tiap gram tanah
1.3 x 5,4 1.7 x 5.3 x 1.3 x 2.2 x 3.5 x 2.3 x 4.0 x 1,3 x <,3 1.3 x 1,5x 4.1 x 2.7 x 4.0 x 4.0 6,7 x 1.3 1.3 4.0 x 8,4 x 1.3 x 2.4 x 4.0 x 6.7 5.6 x 1.8 x
lo4 lo4 lo5 lo4 lo4 10" lo5 lo5 lo4 lo4 lo4 lo4 lo5 lo5 lo4 lo4 lo4 lo4 lo4 lo4 lo4 lo5 lo4 lo5 lo4 lo4 10' 10'
Penghambatan (%)
85.6 jk 92.0 defg 83.8 k 91 , I efg 87.0 hijk 84,O k 87,7 hij 93.0 bcdef 96,O abc 92.6 cdef 94.6 abcd 96.7 a 93,O bcdef 96,l ab 92.7 bcdef 94.5 abcde 97.8 a 92,O defg 87,6 hij 85,9 ijk 84,O k 84.0 k 90,O fgh 89.1 ghi 90,O fgh 92.1 defg 54.2 1 49,6 m
Lokasi Kebun Banten Sehat TBM Banten Sehat TM Banten Sakit TM Lampung Sehat T Ill Lampung Sakit T Ill Sumbar Sehat TM l Sumbar Sakit TM I Sumut Sehat TBM IV Sumut Sakit TBM IV Sumut Hutan Sehat T Sumut Sehat II TBM Sumut Sakit II TBM Sumut Sehat II TM Sumut Sakit II T Sumut Sehat Ill TBM Sumut Ill TBM Sumut Sakit Ill TM Sumut Sakit TBM IV Sumut Sakit II TM Surnut Sehat II T Sumut Sehat Ill T Surnut Teh Sehat TBM Surnut Karet Sehat T Sumut Sehat II T Surnut Sehat Ill TM Sumut Sakit 111 T Larnpung Sakit TBM IV Banten Sehat TBM I Sumut Sakit II T Sumut Sakit Ill TBM
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT
Sumut, Sumbar. Lampung, dan Banten mempunyai curah hujan yang relatif tinggi dan kelembapan nisbi yang tinggi dengan jumlah bulan kering yang sangat
39
kecil. Lampung dan Banten mempunyai jumlah bulan kering 2 -3
bulan,
sedangkan Sumut dan Sumbar tidak mempunyai bulan kering setiap tahunnya. Populasi cendawan agens biokontrol yang paling tinggi ( 2. 2 x 10" per g tanah) adalah isolat T. harzianum-29 yang berasal dari Sumatera Barat Sehat I TM.
Rata-rata populasi agens biokontrol ini dibandingkan dengan populasi
cendawan lain tergolong rendah, sebagian besar mempunyai populasi 1,3 x
lo4
per g tanah. Sedangkan dari bakteri hanya diperoleh 4 kandidat agens biokontrol yang mampu dengan baik menekan G. boninense. Sebagian besar mempunyai daya penghambatan yang sangat kecil. bahkan ada yang tidak mempunyai daya peng-hambatan sama sekali. Daya penghambatan tertinggi ditemui pada isolat Bacillus sp. yang berasal dari sampel Lampung dengan nilai daya penghambatan
sebesar 54.2%. Daya penghambatan bakteri agens biokontrol yang lain berkisar antara 40-50%. lndeks keragaman, kepadatan populasi, dan nilai keefektifan penghambatan cendawan dan bakteri secara lengkap disajikan dalam Lampiran 1 dan 2.
5. Hubungan antara indeks kelimpahan, keragaman, dan kemerataan agens
biokontrol dengan penyakit BPS
Peubah yang penting kaitannya dengan kejadian penyakit BPB adalah kelimpahan, keragaman, dan kemerataan agens biokontrol pada suatu ekologi kebun kelapa sawit. Berdasarkan informasi variable tersebut dapat dilihat peran agens biokontrol dalam menekan G. boninense. lndeks kelimpahan, keragaman, dan kemerataan agens biokontrol pada rhizosfer kelapa sawit sehat mempunyai
kecenderungan yang lebih tinggi daripada rhizosfer kelapa sawit sakit yang terjadi pada generasi 1 , 2 dan 3, baik stadia tanaman TBM, TM, ataupun T. Tabel 3. lndeks kelirnpahan, keragaman, dan kernerataan agens biokontrol pada berbagai generasi, stadia tanaman, dan daerah kelapa sawit Genera si I
Stadia Tana man TBM TM T
II
TBM TM T
lndeks kelimpahan, keragarnan, dan kemerataan agens biokontrol Sumut Sumbar Lampung Banten Sehat Sakit Sehat Sakit Sehat Sakit Sehat Sakit 0.08 0.00 0.20 0.12 0.00 0.32 0.08 0.00 0.20 0.00 0.00 0.25 0.20 0.20 0.25 0.00 0.00 0.35 0.32 0.32 0.35 0.00 0.00 0.25 0.20 0.20 0.25 0.18 0.00 0.23 0.00 0.18 0.00 0.33 0.25 0.37 0.35 0.34 0.25 0.33 0.25 0.37 0.35 0.34 0.25 0.40 0.25 0.37 0.35 0.23 0.25 0.14 0.20 0.28 0.32 -
-
111
IV
TBM
TBM
~
- -
-
0.35 0.51 0.17
0.37 034 0.33
Pada generasi 3 tanarnan tua dan generasi ke-4 di Sumatera Utara indeks kelirnpahan, keragaman, dan kernerataan agens biokontrol relatif tidak berbeda. Hal ini juga terjadi pada ketiga daerah lainnya yaitu Surnbar, Lampung, dan
Banten. Hal ini berarti pada taraf tersebut agens biokontrol belum mempengaruhi kejadian penyakit BPB. Nilai kelirnpahan sebesar 0.25, keragaman sebesar 0,3 dan kemerataan sebesar 0,2 masih terlalu kecil untuk menekan penyakit BPB. Hasil ini lain untuk bakteri di dalam rhizosfer kelapa sawit. Populasi bakteri pada tanaman sehat lebih sedikit dibandingkan pada tanaman sakit.
Pada
tanaman yang sakit bakteri akan lebih cepat multiplikasi dan mengkolonisasi daerah tersebut. kejadian
Tetapi jumlah bakteri yang besar ini tidak mempengaruhi
BPB, karena telah diketahui sebagian besar
bakteri ini bukan
merupakan agens biokontrol atau patogen dan bahkan sering kalah bersaing dengan G. boninense. Generasi perkebunan kelapa sawit rnernpengaruhi indeks kelimpahan, keragaman, dan kemerataan agens biokontrol di dalam rhizosfer. Secara umum pada generasi 1 ketiga peubah di atas mempunyai nilai yang paling rendah yang kemudian naik dan akhirnya turun pada generasi 4.
Pada generasi pertama
masih terjadi peralihan perubahan dari ekosistem hutan yang stabil ke ekosistem monokultur yang tidak stabil.
Akibatnya populasi agens biokontrol untuk
sementara akan relatif rendah.
Pada generasi keempat, indeks kelimpahan.
keragaman, dan kemerataan agens biokontrol sudah sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh sudah semakin banyaknya perlakuan herbisida pada lahan yang akan rnengakibatkan turunnya indeks keragaman rnikroorganisrne di dalarn tanah.
Hasil ini berkorelasi positif dengan kejadian penyakit BPB yaitu pada
generasi keempat kejadian penyakit BPB lebih tinggi daripada penyakit BPB di generasi sebelumnya. Sejarah penanaman kelapa sawit juga akan rnempengaruhi kelimpahan. keragaman, dan kemerataan agens biokontrol. Kebun kelapa sawit yang berasal
dari hutan dan kebun teh akan rnempunyai indeks kelirnpahan, keragarnan, dan kernerataan agens biokontrol yang lebih tinggi dibandingkan yang berasal dari kebun kakao, kopi, dan karet. Rhizosfer kelapa sawit bekas hutan dan kebun teh
rnernpunyai indeks
kelirnpahan, keragarnan. dan
biokontrol yang lebih tinggi
kernerataan agens
dan berbeda nyata dibandingkan bekas kebun
kakao, karet, dan kopi. Pada bekas tanarnan hutan dan teh rnempunyai bahan organik yang lebih tinggi dari hasil pengguguran daun serta perbedaan eksudat akar yang dihasilkan. Perbedaan secara statistik dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4. Perbandingan indeks kelirnpahan, keragarnan, dan kerneratan agens biokontrol pada rhizosfer bekas hutan, kakao, teh. karet dan kopi di Surnatera Utara Jenis Ekologi Kebun Kelapa Sawit Bekas Hutan Bekas Kakao Bekas Teh Bekas Karet Bekas Kopi
lndeks Kelimpahan cendawan aaens bioiontrol 0.11 b 0.00 c 0.25 a 0.07b 0.00 c
f ndeks Keragaman cendawan aaens bioiontrol 0.12 b 0.00 c 0.35 a 0.11 b 0.00 c
lndeks Kernerataan cendawan aaens biocontrol 0.11 b 0.00 c 0.25 a 0.07 b 0.00 c
Jurnlah bakteri (XIO') 1540 a 92 c 329 b 126 c 38 d
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sarna pada kolom yang sarna rnenunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT Pada kebun kelapa sawit bekas hutan juga rnempunyai jurnlah bakteri yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan kebun kelapa sawit bekas kebun teh, kakao, kopi, dan karet.
Pada ekologi kebun kelapa sawit bekas hutan
rnernpunyai eksudat akar yang lebih berrnacarn-macam, karena masih banyak jenis sumber inokulum bagi mikroorganisrne dan ada sarnpai penanarnan kelapa sawit tersebut. Berbeda dengan bekas kebun teh, kakao, kopi, dan karet yang banyak ditanarn secara rnonokultur.
43
Distribusi daerah penanaman kelapa sawit rnemberikan pengaruh pada populasi agens biokontrol.
lndeks kelirnpahan, keragarnan,dan kernerataan
cendawan agens biokontrol di Banten dan Surnatera Barat lebih tinggi daripada di Surnatera Utara (Tabel 3). Ketinggian kebun tidak terlalu berpengaruh sebab penyakit ini banyak ditemui di daerah pantai rnaupun daerah pedalaman. Laporan awal rnenyebutkan bahwa penyakit BPB banyak terjadi di daerah pantai (Khairudin 1990),tetapi laporan terakhir menyebutkan bahwa BPB banyak terjadi di daerah pantai rnaupun daerah yang jauh dari pantai.
Demikian juga untuk
jenis tanah, laporan awal menyatakan bahwa penyakit BPB jarang diternukan di tanah gambut dan serangan berat banyak terjadi pada tanah laterit.
Namun
sekarang, serangan Ganoderma dapat terjadi pada semua jenis tanah antara lain: podsolik, hidromotfik, alluvial, dan tanah gambut. Faktor yang mempengaruhi populasi Trichodenna dan Gliocladium adalah porositas tanah, pH tanah, dan sifat kimia tanah lainnya. lndeks kelimpahan Trichoderma
pada
berbagai jenis
tanah
tergantung
pada
kemarnpuan
mendegradasi bahan organik, keaktifan bermetabolisme, dan resistensi terhadap rnikrobia lain. Perbedaan indeks kelirnpahan, keragarnan, dan kerneratan agens biokontrol sangat dipengaruhi iklim daerah setempat. lklirn di daerah Sumatera Utara. Sumatera Barat. Larnpung, dan Banten masing-masing berbeda. Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. adalah spesies yang tersebar luas di seluruh dunia (Domsch et a/. 1993), hampir pada semua jenis tanah dan selain habitat alaminya. Kedua cendawan ini banyak ditemukan di daerah yang banyak bahan
organiknya.
Trichoderma
kelihatannya
sebagai
rnikroorganisme
sekunder, karena banyak ditemukan pada bahan organik yang telah melapuk.
Tabel 5. Perbedaan ekologi pertanarnan kelapa sawit di Surnut. Sumbar, Larnpung, dan Banten Anasir Curah Hujan Jumlah Bulan Kering Ketinggian Jenis Tanah
pH tanah Kandungan Bahan Organik
Sumut
Surnbar
Larnpung
Banten
1600 - 2700 rnrnl tahun tidak ada
2400 rnrnltahun tidak ada
1800 mmltahun 2-3 bulan
2100 rnrn/tahun 2-3 bulan
160-369 rn dPl Podsolik Coklat Kuning, Podsolik Coklat, Podsolik Merah Kuning 5.5 - 6,O 1%
160 dpl
50 dpl
60 dpl
Andosol
Alluvial dan podsolik
Latosol
4-6 (20%)
5.5
6.1
(2%)
(4%)
Salah satu sifat yang rnernpengaruhi perturnbuhan Trichoderma dan Gliocladium adalah fungistasis.
Konidia Trichoderma relatif sensitif terhadap
fungistasis, dan banyak terjadi pada tanah netral sarnpai alkalin dibanding tanah asam. Penarnbahan bahan organik secara terpisah atau secara penuh akan rnengubah fungistasis itu.
Keadaan fungistasis juga dipengaruhi jenis dan
ukuran propagul Trichoderma.
Konidia lebih sensitif terhadap fungistasis
daripada klarnidospora yang besar dan hifa.
Tetapi fungistasis itu sendiri
merupakan rnekanisrne alarniah sebagian besar cendawan untuk bertahan hidup. Dalarn kondisi fungistatik Trichoderma rnarnpu bertahan selama 20 tahun. Oleh karena itu, surnber energi dan penarnbahan bahan organik lain dipertukan untuk rnengurangi fungistasis. lndeks kelirnpahan, keragarnan, dan kernerataan agens biokontrol sangat dipengaruhi oleh sifat tisik dan kirniawi tanah. Oleh karena itu sebelum
45 rnelakukan introduksi agens biokontrol perlu dikaji terlebih dahulu faktor ekologi di daerah tersebut yang rnernpengaruhi pertumbuhan agens biokontrol dan mekanisrne antagonisme.
Hasil identifikasi rnenyimpulkan bahwa cendawan
agens biokontrol terdiri atas Trichoderma hamianurn, Trichoderma viride, dan Gliocladium viride. Trichoderma harzianum mernpunyai ciri utarna koloni hijau gelap
dengan
konidiofor
dan
percabangan
fialid
relatif
teratur
tanpa
perpanjangan hifa steril dengan konidia halus berbentuk globose dengan ukuran
2.8 - 3.2 x 2.5 - 2. 8 pm. Trichoderma viride rnernpunyai konidia kasar dengan ukuran 3.6
- 4.8 x 3.5
- 4.5
pm. Sedangkan Gliocladium viride rnernpunyai ciri
utama koloni turnbuh dengan cepat seperti Trichoderma dengan massa konidia turnbuh secara halus dengan warna hijau gelap, serta fialid turnbuh secara konvergen (Gambar 3).
Sedangkan hasil uji identifikasi bakteri disarnpaikan
pada Tabel 6. Berdasarkan hasil penciri pada Tabel 6 tersebut, maka dapat disirnpulkan bahwa bakteri kandidat agens biokontrol adalah Bacillus sp. dan Pseudornonas fluorescens.
Gambar 3. Morfologi Trichoderrna harzianurn, Trichoderma viride, dan Gliocladium viride Tabel 6. Hasil identifikasi isolat bakteri kandidat agens biokontrol terhadap G. boninense No.
Tipe Uji 1
1. 2. 3. 4. 5.
6.
Gram YDC King's B Katalase OksidatifFermentatif Anaerob Hasil Asal
Nomor lsolat Bakteri 10 58 -4
-
63
-
+* *
*
Pseudornonas floorescen Banten Sehat TBM
Bacillus sp. Lampung ~akit TBM 1V
Keterangan: + = positif; - = negatif ; ' = tidak diuji
Pseudornonas fluorescen Surnut Sakit II T
Pseudomonas fluorescen Sumut Sakit Ill TBM
Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disirnpulkan sebagai berikut: 1. Penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit saat ini rnenjadi penyakit yang
sangat penting dan yang paling rnerugikan di perkebunan kelapa sawit dengan kejadian penyakit rneningkat sejalan dengan generasi perkebunan kelapa sawit dengan kejadian penyakit pada tanaman kelapa sawit belurn menghasilkan (TBM) generasi keempat sebesar 11%.
2.
lndeks
kelirnpahan,
keragaman,
dan
kemerataan
agens
biokontrol
dipengaruhi oleh stadia , generasi, sejarah perkebunan dan lokasi kelapa sawit yang secara alarniah saat ini rnasih sangat rendah sehingga tidak mampu menghambat perkernbangan penyakit BPB.
3.
Cendawan agens biokontrol yang diperoleh adalah sebanyak 26 isolat yaitu
17 isolat T. harzianurn , 4 isolat Gliocladiurn viride, dan 5 isolat T. viride serta 4 isolat bakteri agens biokontrol yang terdiri atas 1 isolat Bacillus sp. dan 3
isolat Pseudomonas fluorescen.
Percobaan 2 : Analisa keragarnan genetik agens biokontrol terhadap Ganoderma boninense dengan RAPD Metodologi Persiapan Kultur Agens Biokontrol Sernua isolat agens biokontrol ditumbuhkan pada medium PDA selarna 4 hari dan selanjutnya koloni dengan diameter 0,5cm dipindahkan pada medium PD secara aseptis. lnkubasi dilakukan pada suhu ruangan dan selalu dalarn posisi digoyang. Panen miseliurn dilakukan setelah kultur berumur 4 hari. Ekstraksi DNA Sebanyak
0,5 gram
miseliurn
digerus
dengan
N,
cair
(dengan
penambahan PVPP) sampai rnenjadi tepung, kernudian dimasukkan ke dalarn tabung berisi 1 ml bufer ekstrak (2% CTAB, 100 mM Tris-HCI pH 8.0, 1,4M NaCl
20 rnM EDTA, 1 % 2-merkaptoetanol) yang telah dipanaskan sarnpai suhu 65°C. Campuran ini dinkubasi selama 30 rnenit pada suhu tersebut di atas, sarnbil sekali-sekali dikocok. Selanjutnya ditarnbahkan 1 rnl campuran kloroforrn : isoamilalkohol (24 : 1) dan disentrifus selama 5 menit pada kecepatan 11.000 rpm. Supernatan dipindahkan ke dalarn tabung, disentrifus kembali selarna 5 menit pada 1.1.000 rprn, cairan dibuang dan pelet dikeringkan. Kernudian dilakukan pencucian dengan alkohol 70%.
DNA yang diperoleh dilarutkan
dengan 0.5 ml TE (10 mM Tris-HCI pH 8,O.1 mM EDTA). RNA dihilangkan dengan menarnbahkan RNAse (10 pglml) ke dalarn tiap 0,5 ml DNA, diinkubasi pada suhu 37°C selama
I jam. Setelah itu ditambahkan etanol absolut 1 ml,
diaduk perlahan, diinkubasi pada suhu 4°C minimal 0.5 jam, dan disentrifus selarna 5 rnenit pada 11000 rpm. Supernatannya dibuang, pelet dicuci dengan etanol 70% dingin sebanyak 500 pl.
Setelah itu pelet dikeringkan, dilarutkan
49 dengan 300 p1 TE, disimpan pada suhu -20°C. Kualitas DNA agens biokontrol diuji dengan rnelakukan pernotongan dengan enzim restriksi EcoRI. RAPD (Random Amplified Polymorphic D N A )
Pada awal penelitian ini dilakukan penapisan primer. Penapisan primer dilakukan pada 3 isolat Trichoderma harzianurn. Trichoderrna viride, dan Gliocladium viride dengan 20 primer uji.
Selanjutnya, primer yang marnpu
menghasilkan pita DNA polimorfis paling banyak akan digunakan dalam proses amplifikasi DNA ke-26 agens biokontrol. Carnpuran reaksi dalam PCR ( I x ) adalah 2,5 pI bufer 10 x, 2,5 pI 2 mM dNTPs, 2.5 pl 1,25 mM MgCI,,
1 p1 10 pmol primer. 0.2 p1 5 u n i W Taq
polymerase (Promega) dan akuades 14,3 pl. Selanjutnya campuran master itu dipipet, dimasukkan ke tabung eppendorf yang steril serta ditarnbahkan 2 p1 (50 ng) DNA sampel kemudian dihornogenkan.
Langkah selanjutnya adalah
amplifikasi dalam mesin PCR (Perkin Elmer) dengan program : Denaturasi ( t = 94'C, 2 menit) 45 siklus pada (t =94'C, 1 menit ; t =36OC, 1 menit ; t = 72'C, 2 menit), dan ekstensi akhir (t = 72OC, 4 menit). Kernudian masing-masing sampel dielektroforesis pada gel agarose 1.4%. Sebanyak 25
pl
hasil amplifikasi ditambah
5
yl
loading buffer
dielektroforesis pada gel dengan masing-masing sumuran sebanyak 20 p1. Elektroforesis dilakukan pada voltase 50 volt selama 1 jam
15 menit
.
Selanjutnya gel direndarn dalarn 0,5 yglml ethidium bromide selama 30 rnenit, latu direndam dalarn akuades selama 10 menit. Kemudian hasil elektroforesis divisuafisasi di bawah sinar UV dan difoto dengan film instan Polaroid 667.
Analisis Data Penentuan skor
marka DNA
hasil RAPD dilakukan
pernbentukan rnarka dari ke-26 agens biokontrol.
menurut kriteria
Bila marka terbentuk diberi
skor 1 sedangkan rnarka yang tidak terbentuk diberi skor 0. Profil pita DNA diterjernahkan ke dalam data biner dengan ketentuan nilai no1 (0)untuk tidak ada pita dan satu (1) untuk adanya pita DNA pada satu posisi yang sarna dari isolatisolat
yang
dibandingkan. Pengelornpokan data
rnatrik dan
pernbuatan
dendogram dilakukan rnenggunakan rnetode UPGMA (Unweighted Pair-Group Method Arithmetic)
rnelalui program NTSYS (Numerical Taxonomy and
Multivariate System) versi 2.12. Hasil dan Pembahasan Ekstraksi DNA dilakukan untuk rnernperoleh DNA dengan kualitas dan kuantitas yang rnernenuhi syarat untuk pelaksanaan RAPD.
Uji kuantitas dan
kualitas tersebut dilakukan ckngan proses elektroforesis. Terbentuknya pita DNA yang tebal rnenunjukkan kuantitas dan kualitas DNA yang cukup bagus (Garnbar 4a). DNA
Uji kualitas hasil ekstraksi DNA yang kedua adalah dengan pernotongan dengan
EcoRI.
Bila DNA terpotong-potong
penarnpakan smear DNA (Garnbar 4b), ekstraksi mernpunyai kualitas yang
sehingga terbentuk
rnenunjukkan bahwa DNA hasil
bagus, bebas dari kontaminan yang
rnenghalangi reaksi enzirn restriksi. Metode pernurnian yang tepat sangat dibutuhkan terutarna untuk mendapatkan kualitas DNA yang tinggi dengan cara yang rnudah dan cepat, serta penggunaan biaya yang relatif tidak mahal . Keberhasilan dalam ekstraksi DNA diukur dari jurnlah DNA yang dihasilkan, kondisinya (berat rnolekul dan warna), serta kernarnpuannya berligase.
Keterangan:
1 - 26 = nomor isolat agens biokontrol a = DNA total b = DNA dipotong dengan EcoRl
Gambar 4. Uji kuantitas dan kualitas hasil ekstraksi DNA dari 26 cendawan biokontrol Tidak semua primer yang dicoba pada penapisan primer menghasilkan pita DNA polirnorfik yang banyak, bahkan ada yang tidak rnenghasilkan pita sama sekali yaitu OPD 06, OPD 09, dan OPD 16. Primer yang dipilih untuk uji kekerabatan agens biokontrol adalah yang rnempunyai pita DNA polimorfik yang banyak yaitu OPN 16 (AAG CGA CCTG), OPE 14 (TGC GGC TGAG), dan OPD
03 (GTC GCC GTCA). Ketiga primer itu masing-masing rnenghasilkan pita DNA polimorfik sebanyak 14. 13, dan 11 (Tabel 7 ) . Tabel 7 . Jurnlah pita polirnorfik hasil arnplifikasi DNA (T. harzianum, T. viride. dan G. viride) pada penapisan 20 primer No.
Primer
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
OPA 02 OPA 04 OPA 11 OPA 16
OPB 14 OPC 07 OPC 13 OPD 03 OPD 06 OPD 08
Jumlah Pita Poltmorfik
No.
Primer
Jumlah Pita Polimorfik
5
11
7
12 13 14 15 16 17 18 19 20
OPD 09 OPD 16 OPE - 34 OPH 04 OPK 04 OPN 06 OPN 08 OPN 15 OPN 16 OPW 15
0 0 I1J 10
8 7 2 3 3 13 J 0
9
5 6 6 4 14 J 5
Ketiga primer terpilih yaitu OPN 16. OPE 14, dan O P D 03 digunakan untuk rnengamplifikasi ke-26 agens biokontrol.
Gambar 5
. Hasit amplifikasi DNA 26 agens biokontrol dengan primer O P D 03, OPE 14, dan OPN 16
Pita D N A polimorfik yang ada pada gambar 5 selanjutnya dinilai skornya dan dimasukkan dalam program NTSYS. Hasilnya berupa dendogram marka R A P D hubungan kekerabatan agens biokontrol (Gambar 6). Tingkat Kesamaan
Keterangan: Th: T. harzianurn; Gv: G. viride; Tv: T. viride; B: Banten; SU: Sumatera Utara; SB: Sumatera Barat; LP: Lampung; 1,2,3: asal generasi kelapa sawit Garnbar 6. Dendogram hubungan kekerabatan 26 cendawan agens biokontrol
54 Pada Garnbar 6 terlihat bahwa ketiga spesies cendawan agens biokontrol masing-masing mengelompok rnenjadi tiga kelornpok besar.
Hal ini berarti
pengelompokkan berdasarkan rnorfologi konidia dan percabangan fialospora sejalan dengan pengelompokkan rnarka RAPD. Tetapi yang rnenarik adalah T. hamianurn lebih dekat ke G. viride daripada ke T. viride. Hasil ini mungkin akan berbeda jika rnenggunakan marka RAPD lain yang belurn dirnasukkan ke dalarn NTSYS.
Marka yang berhasil terarnplifikasi adalah masih belurn merupakan
rnarka spesifik untuk masing-masing spesies, karena RAPD menggunakan primer yang bersifat random sehingga akan mengarnplifikasi sekuen apa saja yang kornplernen.
Masing-masing isolat pada
T.halzianorn, T. viride, dan G.
vjride tidak ada yang identik sama atau mernpunyai keragaman genetik yang tinggi. T. harzianum isolat dari kelompok yang sarna.
Banten /Jawa Barat tidak rnengelornpok pada
lsolat T. harzianum nornor 1 justru dekat dengan T.
harzianurn isolat dari Sumatera Barat (nornor 7) dan isolat nornor 2 lebih dekat ke T. harzianum dari Sumatera Utara (nomor 11).
Dernikian juga isolat dari
Sumatera Utara mernpunyai keragaman genetik yang tinggi, masing-masing isolat berjarak genetik tidak berdekatan. Sedangkan T. viride dan G. viride rnernpunyai keragaman genetik yang cukup besar pula. Trichoderma spp., rnempunyai ukuran genorn bervariasi dari 31 - 39 Mb dan jumlah krornosom dari 3 - 7 (Golrnan et a/.1998). Besarnya variasi genetik dapat dijelaskan melalui variasi jumlah krornosom dan besarnya ukuran. Hal ini banyak terjadi pada cendawan imperfekti yang tidak rnengalarni meiosis sehingga kromosom dalam keadaan berpasangan rnenjadi tidak
penting
(Harrnan et al. 1993). Keragaman genetik juga akibat campur tangan rnanusia dengan transfer gen secara artifisial (Mach & Zeilinger
1998). Variasi genetik
dalarn Trichoderma terjadi karena mutasi, plastisitas krornosom, penyusunan kernbali krornosorn, dan perubahan kromosom akibat plasrnid dan transposon (Harrnan et a/. 1998). Trichoderma
melalui
Rekombinasi aseksual secara alamiah terjadi pada anastomosis
yang
diikuti
heterokaryosis.
Dalam
heterokaryosis masing-masing sel dapat mernpunyai ekstrakromosornal yang berbeda misalnya genorn rnitokondria, genom plasrnid, dan invetron.
Akibatnya
komposisi sel baru yang terbentuk sangat berbeda dengan induknya atau disebut rnuncul strain baru. Sernua sel Trichoderma dan Gliocladium bersifat polinukleus. dengan beberapa sel mengandung jumlah copy inti sef yang sangat banyak. Meskipun ada beberapa konidia bersifat uninukleus (Toyama et a/. 1984).
Sifat
polinukleus ini, jelas akan mengakibatkan derajat kernunculan sifat baru yang sangat besar apabila terjadi heterokaryosis. Mutasi yang sering mengakibatkan perubahan sifat genetik adalah akibat sinar UV. Teknik ini sering digunakan untuk rnendapatkan strain yang mempunyai sporulasi yang tinggi.
Mekanisme
lain yang terjadi pada Trichoderma yang rnengakibatkan variasi genetik adalah paraseksualisme ( Burnett 1970 & Migheli et a/. 1995).
Dalam proses
paraseksual terjadi fusi (karyogami) antara dua sel yang tidak sarna melalui anastomosis. Akibatnya akan dihasilkan talus dengan nukleus yang heterokaryon yang terdiri atas kedua induknya.
Kedua nukleus heterokaryon selanjutnya
mernbentuk diploid rekombinan, yang hasilnya adalah nukleus diploid hetrozigot dan talus dengan homokaryon diploid mengalarni sorting out. Pada mekanisme paraseksual terjadi pindah silang pada waktu mengalami pembelahan mitosis yang mengakibatkan perubahan struktur kromosom.
Pada waktu pembentukan
fase
rekornbinan yang
haploid
terbentuklah
strain
baru
dengan
baru.
56 Mekanisrne variasi genetik terbaru dari Trichoderma adalah akibat peran rnanusia yaitu dengan fusi protoplas atau penernbakan gen ke Trichoderma (Mach & Zeilinger 1998).
Gen yang telah berhasil ditransfer ke Trichoderma
adalah gen hygB yang akan rnengekspresikan sifat tahan terhadap antibiotik higromycin. lrnplikasi dari variasi genetik yang
besar pada
Trichoderma dan
Gliocladium ialah pada kemarnpuan adaptasi ekologi dan kebugaran, serta keefektifan pengendalian hayatinya.
lmplikasi positif dari sifat ini kernarnpuan
adaptasi Trichoderma yang sangat besar yang dibuktikan rnarnpu hidup pada daerah-daerah yang sangat ekstrern yaitu kondisi basah dan kering Kedua cendawan ini akan tahan terhadap perlakuan kirniawi misalnya herbisida. Contohnya ada strain higromycin.
baru
Trichoderma yang
tahan terhadap antibiotik
lrnplikasi negatifnya adalah apabila yang berubah rnengakibatkan
perubahan kernarnpuannya sebagai agens biokontrol, rnisalnya rnenjadi tidak rnarnpu rnenghasilkan enzirn kitinase dan glukanase. Kesimpulan Cendawan agens biokontrol terhadap G. boninense yang berupa T. harzianum, T. vin.de, dan G. viride mernpunyai indeks keragarnan yang rendah tetapi berdasarkan rnarka RAPD dapat dikelornpokkan rnenjadi tiga kelornpok besar dengan variasi genetik yang besar.
Percobaan 3 : Mekanisme antagonisme agens bikontrol terhadap G. boninense
A. Mekanisme mikoparasitik agens biokontrol dengan Scanning Electron Microscope (SEM)
Metodologi Persiapan kultur lsolat G. boninense ditumbuhkan pada cawan petri dengan medium PDA, dengan posisi 2 cm dari tepi petri.
Setelah biakan patogen berumur 4 hari
ditumbuhkan kandidat agens biokontrol, dengan posisi berlawanan dari G. boniense. Kultur diinkubasikan pada suhu 2g°C, dan dihentikan setelah terjadi interaksi antara agens biokontrol dan G. boninense. lnteraksi ditandai dengan berternunya kedua hifa uji atau adanya zone penghambatan antara pertemuan kedua koloni.
Daerah pertemuan antara kedua hifa atau daerah dipotong
sebesar 1 x 1 cm2. Pada potongan sampel ini akan terikut agens biokontrol dan G. boninense.
Fiksasi Potongan sampel bersih dimasukkan ke dalam larutan glutaraldehyde 2,5% selama 2 jam pada suhu 4°C.
Volume larutan glutaraldehyde yang digunakan
sebanyak 30 kali volume sampel.
Setelah prefiksasi, sampel mendapat
perlakuan fiksasi akhir yaitu direndam dalam asarn tannic 2% selama 6 jam pada suhu 4OC. Sarnpel dicuci dengan bufer 0.2 M sodium cacodylate pH 8,2 selarna 15 menit pada suhu 4'C.
Pencucian diulangi sebanyak 4 kali.
sampel dicuci dengan larutan 1%
0
~
0
Selanjutnya
selama 4 2 jam pada suhu 4°C. Terakhir
sampel dicuci dengan air destilata selama 15 menit pada suhu 4°C dan diulangi satu kali.
58 Dehidrasi Selanjutnya sarnpel didehidrasi secara bertahap yaitu pertama sarnpel dirnasukkan pada 50% alkohol selarna 5 menit pada suhu 4OC dan diulang 4 kali. Setelah selesai sarnpel dimasukkan ke dalarn 75% alkohol pada suhu 4°C selama 20 rnenit, yang dilanjutkan pada 85% alkohol selarna 20 rnenit pada suhu Sampel kemudian dirnasukkan ke dalam 95% alkohol
4OC.
selarna 20 rnenit
pada suhu karnar. Akhirnya sarnpel dimasukkan pada alkohol absolut selarna 10 rnenit pada suhu ruang dan diulang 2 kali. Pengeringan kering t-Butanol Sarnpel direndam di dalam t-butanol selama 10 menit pada suhu kamar dengan volume cukup terendarn dan diulang 2 kali. Kernudian difreezer pada suhu -ZO°C sarnpai t-butanolnya hilang yang biasanya mernbutuhkan waktu 30 menit.
Selanjutnya sarnpel di diletakkan pada vacuum chamber selama 2 jam.
Pelapisan logarn Sampel yang sudah kering selanjutnya diletakkan pada ternpat spesimen pada elektron rnikroskop dengan melekatkan double selotipe. diletakkan pada vacuum chamber untuk menghilangkan ion.
Sampel
Sampel dilapisi
dengan carnpuran ernas dan platina dengan ketebalan kurang dari 10 nrn. Spesirnen diarnbil dari ternpat vacuum chamber dan selanjutnya diobservasi pada scanning electron microscope (SEM) tipe JSM-5000. Hasil dan Pernbahasan lnteraksi antara hifa agens biokontrol dan G. boninense dapat dilihat dengan jelas menggunakan elektron rnikroskop tipe SEM.
lnteraksi rnasing-
masing spesies dapat dilihat pada masing-masing garnbar berikut ini.
Gambar 7. Mikoparasitik T. harzianurn terhadap G. Boninense
Pada Gambar 7 terlihat bahwa interaksi antara hifa
T. harzianum tidak
sernua mampu mendesak rniselium G. boninense sehingga akan terbentuk zona pembatas antara kedua hifa tersebut. Tetapi ada beberapa hifa yang mampu melewati zona pernbatas tersebut dan melakukan penetrasi pada organ calon tubuh buah G. boninense.
Pada gambar terlihat beberapa hifa T. hamianurn
melilit calon organ G. boninense.
lnteraksi antara T. vifl'de dan G. boninense
dapat dilihat pada Gambar 8.
Garnbar 8. Mikoparasitik T. viride terhadap G. boninense
lnteraksi antara T. viride terhadap G. boninense sedikit berbeda dengan T. harzianurn terhadap G. boninense.
Zona kosong hampir tidak ada dan harnpir
semua sisi koloni T. viride yang berlawanan dengan G. boninense mampu menempel dan rnendesak miseliurn G. boninense, meskipun sedikit yang mengalami overlapping. Tetapi parasitasinya hampir sama yaitu hifa T. viride marnpu menetrasi primordia tubuh buah dan mengkolonisasinya.
Dibandingkan
dengan T. harzianurn, parasitasi T. viride lebih kornpak terjadi sehingga hifa yang memarasit akan lebih banyak.
Mikoparasitik Gliocladium viride agak berbeda
dengan kedua agens biokontrol di atas.
Gliocladium viride mampu rnelakukan
pertumbuhan di atas koloni G. boninense dan banyak rnelakukan pelilitan (coiling) dan penetrasi pada miseliurn tersier G. boninense (Gambar 9). Sedangkan mekanisme pengharnbatan agens biokontrol Bacillus sp. berbeda dengan ketiga spesies cendawan agens biokontrol di atas.
Penghambatan tidak
melalui hiperparasitik, tetapi melalui rnekanisme antibiosis dan lisis. boninense yang
rnengalami kerusakan dan pecah akibat
Hifa G.
antibiotik
yang
dihasilkan Bacillus sp. dapat dilihat pada Garnbar 10.
Gambar 9. Mikoparasitik Gliocladium viride terhadap G. boninense Sedangkan mekanisrne penghambatan agens biokontrol Bacillus sp. berbeda
dengan
ketiga
spesies
cendawan
agens
biokontrol
di
atas.
Penghambatan tidak melalui hiperparasitik, tetapi melalui antibiosis dengan mengeluarkan antibiotik. Hifa G. boninense yang rusak akibat antibiotik Bacillus sp. dapat dilihat pada gambar 10.
Gambar 10. lnteraksi antara Bacillus sp. dengan G. boninense Hifa G. boninense yang mengalarni kontak Langsung dengan antibiotik akan mengalami kerusakan dan membran hifa menjadi pecah sehingga menjadi tidak silindris lagi serta cairan sef akan keluar. Mekanisme antagonisme
Trichoderrna spp. dan Gliocladiurn spp. pada
patogen lain juga menunjukkan sebagai mikoparasit yang sangat aktif (Campbell 1989).
Elad et a/. (1983) melaporkan bahwa T. harzianurn mampu memarasit
Sclerotiurn rolfsii dan Rhizoctonia solani.
Hifa dari T. harzianurn membelit dan
melubangi hifa cendawan Sclerotiurn rolfsii dan Rhizoctonia solani. Trichoderrna banianurn dalam memarasit sklerosium S. rolfsii melalui kolonisasi lapisan luar sklerosia (rind) dan selanjutnya melakukan penetrasi ke dalam bagian tengah sklerosia (medulla).
dan di dalarn,
T, harzianurn
melakukan pertumbuhan.
Yang terjadi pada sklerosium adalah sitoplasma mengalarni aggregasi dan selanjutnya vakuola pecah. (Benhamou & Chet 1996). Pertemuan T. harzianurn
62 dengan S. rolfsii rnelalui senyawa yang ada pada S. rolfsii yaitu lektin. Dengan adanya senyawa tersebut T. harzianum akan mengenal secara spesifik patogen yang akan diparasit (Barak eta/. 1985). Bersamaan dengan proses mikoparasitik terjadi pula produksi antibiotik volatil pyrone dan enzirn pendegradasi dinding sel hifa inang yaitu enzirn kitinase dan glukanase. Apabila inangnya rnengandung selulosa, cendawan ini juga akan rnengeluarkan enzirn selulase (Jeffries & Young 1994). Proses rnikoparasitik terdiri atas ernpat tahap yaitu (1) perturnbuhan kemotropis. Kemotropis di sini adalah kemotropis positif yaitu pertumbuhan yang menuju stimulus kirnia, (2) pengenalan (rekognisi). Rekognisi antara Trichoderma dengan patogen tanaman bersifat spesifik. Lektin rnerupakan bahan kirnia yang berperan penting dalam pengenalan Trichoderma terhadap Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii.
Galaktosa pada dinding sel Trichoderma akan rnudah
berasosiasi dengan lektin yang ada pada Rhizoctonia. Spesifitas beberapa isolat Trjchoderma terhadap S. rolfsii sangat ditentukan oleh agglutinin yang diproduksi S. rolfsii.
Sernakin banyak agglutinin yang diproduksi akan semakin banyak pula
konidia Trichoderma yang terlekat olehnya.
Lektin ini adalah protein dengan
berat molekul 55 dan 60 kDa., (3). Perlekatan dan pelilitan.
Setelah terjadi
proses rekognisi, selanjutnya Trichoderma akan rnembentuk organ seperti cantolan atau organ seperti appresorium.
Pada tingkatan yang lebih lanjut
Trichoderma selanjutnya akan rnelilit hifa patogen sasaran. (4) Lisis.
Proses
yang terakhir adalah degradasi dinding sel patogen. Untuk keperluan ini Trjchoderma rnengeluarkan enzim kitinase dan glukanase.
Hal ini disebabkan
komponen utama dinding sel patogen khususnya cendawan terdiri atas kitin dan glukan.
B. Uji bioasai ekstrak kasar agens biokontrol
Metodologi Media yang digunakan untuk rnemproduksi antibiotik kasar dari agens biokontrol adalah medium Potato Dektrosa (PD) lo%, Malt Extract (ME) 1%, dan Martin cair modifikasi ( 1 g KH,PO,;
0,5 g MgS0,.7H20;
5 g pepton; 10 g
dektrose; 3,3 ml Rose Bengal 1%; chloramphenicol 30 mg; dan
1000 rnl air
destilata). lnokulurn berupa isolat (dengan pelubang gabus) pada medium yang berdiarneter 0.5 cm dimasukkan dalam erlenmeyer dengan medium uji secara aseptis kemudian diinkubasikan pada suhu kamar. Selama diinkubasi
. kultur
masing-masing isolat digoyang dengan mesin shaker. Kultur dipanen setiap 3 hari sekali selama 5 kali sebanyak 30 rnl pada masing-masing
pengambilan
menggunakan jarum
dan
dilakukan
secara
aseptis
suntik. Selanjutnya suspensi disentrifugasi
dengan dengan
kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit. Supernatan disaring dengan milipore berukuran 0.22 prn
yang dipasang pada syringe Tipe KS13. Hasil saringan
diteteskan pada kertas saring Whatman 41 steril yang dipotong dengan diameter Icm. Kertas Whatman yang mengandung suspensi diletakkan pada cawan petri yang sudah ditumbuhkan G. boninense umur 6 hari.
Dengan demikian
akan terbentuk dual culture antara G. boninense dan kertas saring Whatman tersebut.
Kultur diamati setiap hari dengan melihat adanya zone bening antara
G. boninense dan kertas Whatrnan.
Hasil dan Pembahasan
Ekstrak kasar agens biokontrol ini masih merupakan campuran antara antibiotik dan enzirn.
Kerusakan akibat antibiotik biasanya ditandai dengan
rusaknya membran sel, sedangkan akibat enzim biasanya berupa lisisnya sel. Mekanisme antibiosis pada ke-26 isolat agens biokontrol sangat rendah yang ditandai hampir semua iso[at tidak menunjukkan adanya zone bening antara G.
boninense dan kertas Whatrnan.
Yang menunjukkan gejala antibiosis hanya
satu isolat yaitu T. viride (nomor 23).
Extract.
Itu pun hanya pada hari ke-15 kultur Malt
Produksi antibiotik oleh cendawan sangat dipengaruhi oleh medium
yang digunakan dan waktu munculnya antibiotik sangat sulit diprediksi. Antibiotik merupakan suatu metabolit sekunder saja dan sebagai pertahanan pasif suatu mikroorganisme. Pada
medium
Potato
Dextrose
dan
Martin
semua
isolat
tidak
memproduksi antibiotik. Ini disebabkan oleh sumber C pada kedua medium ini masih sangat kurang atau pada kedua medium ini pertumbuhan Trichoderma dan Gliocladium tidak terganggu sehingga tidak perlu mengeluarkan antibiotik. Dernikian juga untuk medium Malt Extract, secara umum juga tidak mendorong produksi antibiotik. hanya isolat T. viride (No. 2 3 ) yang rnempunyai aktivitas penghambatan dengan membentuk zone bening (Garnbar 11). Oleh karena itu, peristiwa ini
dapat diduga karena aktivitas antibiotik yang diproduksi isolat
tersebut. Pada hari ke-15 isolat T. viride sudah terganggu perturnbuhannya sehingga perlu mengeluarkan antibiotik. Semakin tua umur kultur semakin besar pula peluang untuk rnenghasilkan antibiotik.
Pada Gambar 11. no. 3 dan 4
terlihat adanya zone bening yang menandakan adanya sifat antibiosis.
K
d
~
~
1 T i i k ad8 antibW8, T. vrircle pada medium PD umur 15 hari 2. Tidak adE antibiods. T. viride pada medium Martin u m r 15 hari 3. Ada antibiosis. T. w'ride pada medium ME u m r 15 hasi 4. Ada antibiosis. T. viride pad8 medium ME u m r 15 hari a. Zone bening pada 1 h* sePelah Mtibiotik
dilel8kkan b. Zonebening patla5 hali setel& antibiotik diletakkan
Gambar 11. Antibiosis T. viride isolat m r 23 Whadap 6.boninense pada medium ME yang diproduksi pads hari ke-15
Zone bening mi barukuran hanya sekitar 2 mm. Telah lama dilaporkan bahvm GIiocLsdiumdan Tkhodemramenghasilkanantibiotik. hWabaMsalrunder
yang b e r s i antifungal yang sangat terkenal dari Trichodenna dan GIiocIadium
adalah glidoksin, virklin, glhirin (Howell 8 Stipanovic 1083) dan 6n9enliC2Hpymrk2one (Claydon d el. 1987). Selain itu Trichodennajuga menghasilkan
trichodemin. Spesies yang lain, khususnya T. viride menghadlkan suzukaciII'm, alamethiciie, dm dermadine (U-21903) (Dennis 8 Webster 1971a).
..
Srrmkadllin dan alamUmne adalah jenis entibiotik jmis p e w , sedangkan antibiolik dermadine j8nim asam mmobssik tidak jenuh. SuzukacHlin dan ahm4hkii mengandung asam glutemat atau glutamin. w i n . glisin, alanin,
valin, dan leusin. Sedangkan di elamethiiineterdap&tambahan 2metiCalanin. Tidak sema Trid,odema menghasilkan antiMotik den dalam spesies yang
:
66 sarna juga belum tentu menghasilkan antibiotik, dari penelitian Dennis & Webster
(1971b)dari 9 isolat
T. harzianum yang diuji hanya 3 yang menunjukkan sifat
antibiosis. Dengan menggunakan ekstraksi kloroform dan ethanol telah berhasil diisolasi antibiotik dari Trichoderma dan berbeda dengan gliotoksin dan viridin berdasarkan nilai Rf. Trichoderma dan Gliocladium juga rnenghasilkan antibiotik volatile (Dennis 8 Webster 1971 b) . cendawan adalah
Antibiotik volatil yang biasa terdapat pada
H2S, ethylene, acetyldehide, n-propanol, propionaldehyde,
isobutanol, n-butiraldehid, ethil asetat, isobutil asetat, dan aseton. Claydon et a/.
(1987)berhasil rnengisolasi antibiotik volatite dari T. harzianum yang termasuk dalarn akilpirone. Dari Trichoderma dan Gliocladium telah berhasil diisolasi sebanyak 123 metabolit sekunder yang bersifat antimikrobial (Sivasithanparam & Ghisalberti 1998). Penggunaan didemontrasikan.
antibiotik
secara
alamiah
di
alam
sangat
sulit
Hal ini disebabkan antibiotik diproduksi sangat melirnpah di
medium kaya, khususnya yang rnenyebabkan pertumbuhan vegetatif tidak seimbang.
Di dalam tanah, jika sumber C dan N sangat terbatas maka
mikroorganisrne biasanya dalam keadaan dorman dan tidak memproduksi antibiotik.
Padahal faktor lingkungan sangat berpengaruh langsung terhadap
produksi antibiotik oleh Trichoderma dan Gliocladium. Produksi gliotoksin dari T.
virens terbaik dengan menggunakan sumber karbon dan nitrogen dari glukosa dan fenilalanin dengan perbandingan 18:l ; 31:l ; dan 42:l. Secara umum, produksi antibiotik ini sangat dipengaruhi rasio C : N. Semakin tinggi rasio C : N akan mernacu produksi.
Produksi antibiotik
relatif sangat membutuhkan
sumber karbon yang sangat banyak (Baker & Dickman 1993) dan dipengaruhi
67 oleh matriks tanah dan reaksj tanah . Eksudat akar dan bahan yang diabsorpsi akar menghambat pembentukan antibiotik, sedangkan pemberian bahan organik akan memacu produksi antibiotik. Selain sumber karbon dan nitrogen, pH juga berpengaruh pada produks~antibiotik. Penelitian Wiendling menyatakan bahwa gliotoksin diproduksi lebih tinggi pada pH 3,5 daripada 6,5. Disamping itu faktor lain yang berpengaruh adalah suhu. Gliotoksin diproduksi rnelimpah pada suhu 21- 28 OC sedangkan pada suhu 3-18
"C akan terhambat.
Kemungkinan kedua adalah antibiotik yang terbentuk akan terikat oleh lempung dan koloid organik sehingga konsentrasi yang berpengaruh terhadap mikroorganisme lain akan semakin rendah.
Disamping itu antibiotik yang
terbentuk akan cepat terdegradasi oleh enzim di dalam tanah. dan rusak oleh sinar ultra violet. Dengan demikian banyak yang harus diperhatikan sebelum mekanisme penghambatan antibiosis ini diterapkan secara efektif di lapangan.
Semua yang
disebutkan di atas adalah hambatan penggunaan sifat antibiosis sebagai salah satu strategi pengendalian hayati penyakit tumbuhan. C. Analisis enzim kitinase dan glukanase cendawan biokontrol
a. Optimasi produksi enzim kitinase dan glukanase lsolat yang digunakan untuk uji optimasi kitinase dan glukanase adalah isolat T. harzianum nomor 2. Cendawan ini ditumbuhkan pada cawan petri yang mengandung medium PDA.
Setelah berumur 4 hari, lempengan medium
dengan isolat dipotong bulat berdiameter 0,5 mm dengan bor gabus dan dipindahkan pada medium optimasi. Medium yang digunakan untuk optimasi enzim ini adalah sebagai berikut:
1. Potato Dextrose (PD); 400 g kentang, 20 g dekstrosa, dan 1000 rnl air destilata
2. PD + 1% kitin 3. Malt Extract (ME) 1%; 10 g malt ekstrak dalarn 1000 ml air destilata 4. ME + 1% kitin 5.
Medium Richard (R) ; 10 g KNO,, 5 g KH2P04,2.5 g MgS04.7H20,2 rng Fe C13, 1% PVPP. 350 rnl V8 juice, dan 1000 rnl air destilata. pH akhir adalah 6.0.
6.
R + 1 % kitin
7. R + 3% kitin 8.
R + 5% kitin
Volume masing-masing medium adalah 250 rnl.
Pernanenan ekstrak
dilakukan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Ekstrak kasar diambil dengan syringe steril sebanyak 2 rnl dan disirnpan pada -20°C sebelurn digunakan pada uji aktivitas kitinase dan glukanase. Sebanyak 32 sarnpel dilakukan pengujian aktivitas enzim kitinase dan glukanase sebagai berikut: Uji aktivitas kitinase.
Sarnpel sebanyak 400 y1 ditarnbah dengan 234 pl
kitin kernudian ditambah bufer enzirn natriurn asetat 50 mM pH 4.5 sehingga rnencapai volume 1,5 rnl. Sampel dibuat dalam bentuk duplo, yang satu diinkubasi selama 0 jam dan yang lain diinkubasikan selarna 2 jam pada suhu 37
C.
N -asetil glukosamin yang terbentuk oleh aktivitas enzirn kitinase
diukur dengan menambahkan 0,2 ml0. 2 M K2B407dan dipanaskan di dalam air mendidih selarna 3 rnenit kemudian didinginkan dan ditarnbahkan 2 rnl pDABD 3.3% lalu divorteks dan didiamkan seIarnaq5 rnenit hingga terjadi
perubahan warna rnenjadi rnerah rnuda konstan. Kemudian sarnpel dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 544 nrn. Uji glukanase. Sampel sebanyak
100 p1 dimasukkan dalarn tabung
eppendorf ukuran 1,5 ml, kemudian ditarnbahkan 375 pl laminarin 2 mglrnl. Selanjutnya ditambahkan bufer enzirn kalium asetat 50 mM pH 5 sarnpai volume total rnenjadi 1.5 ml. Setiap sarnpel dibuat dalam bentuk duplo, yang satu diinkubasikan pada 0 jam dan yang lain dalam waktu 2 jam pada suhu 37 OC.
Setelah selesai diinkubasi, sarnpel diarnbil sebanyak 1 rnl dan
ditarnbahkan 1 rnl akuades, kernudian ditarnbahkan larutan DNS ( 1 g DNS, 0.2 g fenol, 0,05 g Na,SO,
ditarutkan dalam NaOH 2%) kemudian divorteks.
Selanjutnya dipanaskan pada air rnendidih selama 15 menit dan didinginkan selarna 20 rnenit. Absorbansi sarnpel dibaca dengan spektrofotorneter pada panjang gelornbang 575 nm. Pernbuatan
kurva standar
untuk
enzirn
kitinase.
glukanase,
dan
penentuan total protein dengan rnetode Lowry telah dilakukan di Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan, Bogor.
Dengan dernikian
tinggal
rnenggunakan standar yang sudah ada. Perhitungan aktivitas enzim. Aktivitas enzim kitinase dan glukanase
dihitung dengan formula:
A Abs x ( Standar N-asetilglukosamin)x FP Aktivitas enzim = A x t x Abs standar
A Abs = selisih absorbansi antara inkubasi 0 dan 2 jam FP = faktor pengenceran ; A = volume sarnpel ; t = waktu inkubasi (detik)
70 b. Aktivitas enzim kitinase dan glukanase agens biokontrol Masing-masing 26 isolat cendawan agens biokontrol ditumbuhkan pada medium PD .
Ekstrak kasar enzim dipanen dengan syringe steril
sebanyak 5 ml pada hari kedua dan sarnpel disimpan pada suhu -20
" C.
Selanjutnya sernua isolat ( 26 isolat ) diuji aktivitas enzim kitinase dan glukanase dengan metode yang telah disebutkan pada bagian optimasi enzim.
c. Karakterisasi enzim kitinase dan glukanase agens biokontrol Untuk karakterisasi dipilih tiga spesies agens biokontrol yang ada yaitu Trichoderma harzianum (isolat nomor 6), Gliocladium viride (isolat nomor 9), dan Trichoderma viride (isolat nomor 23).
Karakterisasi meliputi
aktivitas enzim kitinase dan glukanase setelah dimurnikan dengan amonium sulfat dan dialisa.
Ekstrak kasar yang diperoleh selanjutnya ditambah
amonium sulfat sebanyak 80%-nya. Penambahan amonium sulfat dilakukan secara perlahan-lahan dan diaduk sampai rnerata dan selanjutnya disimpan pada suhu 4OC selama 2 jam.
Filtrat enzim dipisahkan dengan sentrifugasi
5000 rpm selama 10 menit dan selanjutnya disirnpan dalam bufer kalium asetat pH 4.5.
Hasil yang diperoleh dari pengendapan amoniurn sulfat
selanjutnya dimasukkan dalarn membran dialisa dan dirnasukkan dalam bufer enzim selarna semalarn pada suhu 4°C. Ekstrak kasar enzirn, hasil pengendapan amonium sulfat, dan hasil dialisa selanjutnya diuji aktivitas kitinase dan glukanase. Disamping itu juga diukur total protein rnasingmasing dengan metode Lowry. Untuk pengukuran total protein diperlukan pereaksi A (Na2C036% dalam 0,2 M NaOH), pereaksi B (1.5% CuSO, dalam
3% sodium sitrat), pereaksi C = pereaksi A : pereaksi B = 50:1, dan pereaksi
D = pereaksi Folin Ciocalteus : aquades = 3:l.
Sarnpel sebanyak 30 pl
dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditarnbahkan bufer ekstrak sehingga volume akhir 1.6 rnl. Pereaksi C dirnasukkan ke tiap tabung reaksi sebanyak 600 pl serta divorteks dan didiarnkan selarna 10 rnenit.
Sebanyak 200 pl
pereaksi D dirnasukkan dan didiamkan selarna 30 rnenit. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 750 nrn dan konsentrasi protein ditentukan berdasarkan kuwa standar.
Sampel ekstrak kasar, pernurnian dengan
amoniurn sulfat, dan pemurnian dengan dialisa diukur aktivitas enzirn kitinase dan glukanase dengan rnetode yang telah disebutkan pada optirnasi enzim kitnase dan glukanase. Hasil dari pemurnian dengan dialisa selanjutnya dikarakterisasi berat rnolekul enzim kitinase yang ada dan spesifitasnya pada tiga substrat kitin. Langkah pertama adalah pernbuatan separating gel 12 % Akrilarnide ( 6,7 ml DH20, 5 rnl Tris - HCI 1.5 M pH 8,8, 0,2 ml SDS l o % , 8 rnl Akrilarnide,
0 , l APS l o % , dan 0,015 rnl Terned ) dan dirnasukkan dalam cetakan aparatus elektroforesis. Setelah beku ditarnbahkan stacking gel 4,5% (5,9 rnl DH20, 2,5 rnl Tris-HCI 1,5 M, pH 6.8,0,l rnl SDS 1096, 1,5 rnl Akrilarnide, 0,05 rnl APS 10%. dan 0.0? Terned).
Cetakkan
surnuran dipasang dan
apabila sudah rnernbeku dilepas secara perlahan-lahan. Sarnpel dicarnpur dengan loading bufer dengan
perbandingan 1:3 (tanpa
pemanasan),
kernudian elektroforesis dijalankan dengan arus 150 volt sampai pewarna rnencapai ujung gel. Elektroforesis ini dikerjakan dalam bentuk duplo, yang satu diwarnai dengan perak nitrat dan yang lain diwarnai dengan substrat kitin fluoresen. Sampel yang satu di rendarn selama 1 jam di dalam larutan fiksatif (160 ml ethanol, 40 rnl asam asetat, dan 200 rnl H,O) dan selanjutnya
dicuci 2 x 30 rnenit dengan larutan methanol : H 2 0 (I:?). Pewarnaan dengan perak nitrat dilakukan selama 15 menit dan setelah selesai dicuci dengan
H20 sebanyak 5 x 2 menit. Gel direlevasi untuk memunculkan warna dengan direndam dalam larutan 2.5 ml asam sitrat 1% + 0,27 formaldehide + 500 ml H20 selama 5 menit. Setelah muncul warna selanjutnya difoto untuk
digunakan selanjutnya. Sampel gel yang lain diwarnai dengan substrat k~tin fluoresen .
Gel diinkubasi dalam larutan 1% Triton (v/v) pada suhu 4OC
selarna 2 jam dan sambil digoyang. Selanjutnya dapat diinkubasikan pada substrat kitin fluoresen pada suhu kamar selama 15 rnenit.
Substrat yang
digunakan adalah substrat dirner ( 4-methylumbelliferyl-p-D-glucosamine), trimer (4-methylumbelliferyl-B-D-N,N' ), dan tetramer (4-rnethylumbelliferyI-pD-N,N',N).
Pita yang berfluoresensi dapat dilihat dibawah sinar UV dan
difoto.
d. Pengaruh pemberian kitin pada daya penghambatan agens biokontrol secara i n vitro
Semua isolat agens biokontrol diturnbuhkan secara dual culture terhadap G. boninense pada dua medium yaitu PDA dan PDA + 1% kitin.
Pengarnatan
dilakukan pada 6 hari setelah inokulasi agens biokontrol. Peubah yang diamati adalah daya penghambatan pada medium PDA dan FDA + 1% kitin.
Daya
penghambatan dihitung dengan formula:
keterangan: KP = keefektifan pengharnbatan ; a = panjang jari-jari koloni G. boninense ke arah tanpa agen biokontrol ; b = panjang jari-jari koloni G. bonhense ke arah agen biokontrol
Hasil dan Pembahasan a. Optimasi produksi enzim kitinase dan glukanase Produksi optimum
kitinase dan
glukanase sangat
berdasarkan medium kultur yang digunakan maupun waktu
berbeda produksi.
Kitinase sangat baik diproduksi pada medium Richard (R) 1% kitin , yang dibuktikan dengan paling tingginya aktivitas kitinase baik pada hari ke-2, ke4, ke-6 maupun ke-8 dibandingkan ketujuh perlakuan yang lain.
Produksi
optimum sudah terjadi pada hari kedua, sedangkan pada hari-hari berikutnya mempunyai nilai aktivitas yang hampir sama dengan hari kedua.
Produksi
kitinase yang tinggi juga terjadi pada medium PD. Seperti pada medium R +
1% kitin, pada medium PD ini optimumasi terjadi pada hari kedua, kemudian pada hari berikutnya sudah turun.
Meskipun demikian produksi kitinase
masih di bawah medium R + 1% kitin. Hasil sangat kontras terjadi pada medium R tanpa pemberian kitin , produksi kitinase cendawan agens biokontrol sangat rendah dan menempati posisi yang paling rendah diantara kedelapan perlakuan lainnya (Gambar 12.). Penelitian lain yang dilakukan Harrnan etal. (1993) menunjukkan bahwa medium R + 1% kitin juga medium yang paling optimum untuk produksi kitinase dengan waktu optimum pada hari keempat. Sedangkan untuk produksi glukanase sangat berbeda dengan hasil di atas, produksi tertinggi terjadi pada medium PD.
Waktu yang
optimum untuk produksi glukanase pada medium ini juga terjadi pada hari kedua. Pada hari-hari berikutnya produksi sudah sangat turun. Data yang sangat menarik adatah produksi glukanase pada semua medium Richard, sernua menunjukkan nilai yang sangat rendah dan baru naik sedikit pada hari kedelapan (Gambar 13.)
Medium Richard tidak cocok untuk produksi
glukanase, tetapi sangat cocok untuk produksi kitinase.
Berdasarkan
produksi kedua enzim ini maka dipilih medium PD untuk produksi kedua enzim pada penelitian berikutnya yang dipanen pada hari kedua. Penambahan kitin pada medium R tidak selalu akan memacu produksi kitinase. Ini dibuktikan bahwa produksi tercapai pada penambahan 1% kitin, sedangkan penambahan 3% dan 5% memberikan nilai aktivitas yang lebih rendah daripada yang 1%.
2 hari
4 hari
6 hari
8 hari
Umur Panen (hari)
Gambar 12. Optimasi enzim kitinase terjadi pada medium R + 1% kitin pada hari kedua
2 hari
4 hari
6 hari
8 hari
Umur Panen
Gambar 13. Optimasi enzim glukanase terjadi pada medium Potato Dextrose pada hari kedua
Ekspresi enzim kitinase bersifat indusibel. Produksi kitinase akan tingggi bila medium turnbuh mengandung kitin sebagai satu-satunya sumber karbon. lnduksi tidak terjadi apabila Trichoderma ditumbuhkan pada medium yang mengandung glukosa dan beberapa gula sederhana lainnya (Harman et a/. 1993). Mekanisme represi katabolik karbon bertanggungjawab terhadap indusibel ekspresi endokitinase. b. Aktivitas enzim kitinase dan glukanase agens biokontrol Dari ke-26 isolat cendawan agens biokontrol yang d~peroleh menunjukkan aktivitas kitinase dan glukanase yang berbeda. mempunyai aktivitas kitinase tinggi belurn tentu
lsolat yang
rnernpunyai aktivitas
glukanase yang tinggi pula. Tetapi secara umum pada masing-masing isolat rnempunyai aktlvitas glukanase yang tebih tinggi dibandingkan kitinase. Dari aspek aktivitas enzim kitinase , agens biokontrol yang rnernpunyai aktivitas relatif tinggi adalah Gliocladium viride isolat nornor 9 dan 19 dan Trichoderma viride isolat nomor 13 dan 23.
Sedangkan isolat yang lain rnernpunyai
aktivitas kitinase yang relatif rendah. Dari aspek aktivitas glukanase, agens biokontrol yang rnempunyai aktivitas tinggi yaitu Trichoderma harzianum isolat nomor 6, 7, II,20,22 ; Gliocladium viride isolat nomor 9; dan Trichoderma viride isolat nomor 12, 13, 18, 23, dan 26 (Gambar 14.). Disarnping nilai aktivitas ada peubah lain yang sangat penting yaitu nilai absorbansi pada inkubasi 0 jam. Pada beberapa isolat menunjukkan nilai yang sangat tinggi
(Lampiran 7). Hal ini menunjukkan bahwa enzirn
glukanase sudah diproduksi dan bekerja pada medium kultur. Enzim glukanase bekerja secara konstitutif yaitu ekspresi tanpa adanya indusibel.
0 Glukanase I Kltlnase
1
l 2I
Nornor lsolat
Gambar 14. Aktivitas enzim kitinase dan glukanase 26 isolat cendawan agens biokontrol
Aktivitas kitinase dan glukanase tidak mempunyai korelasi yang nyata dengan daya penghambatan secara in vitro.
Kedua enzirn ini
mempunyai koefisien regresi yang sangat rendah yaitu
y = -14,67x +
90.9 (r = -0.11) untuk kitinase dan y = -14x + 90,56 ( r = -0,Ol) untuk glukanase.
c. Karakterisasi enzim kitinase dan glukanase agens biokontrol Enzim kitinase dan glukanase dari T. harzianum, G. viride, dan T. viride
mempunyai aktivitas yang naik setelah dimurnikan dengan
pengendapan amonium sulfat 80% dan dialisa. Aktivitas kitinase dari T.
harzianum naik dari 0,0198 p rnot/ml/jarn menjadi 0.0864 y mol/ml/jam (pengendapan amonium sulfat) dan 0,0896 p mol/ml/jam (dialisa), sedangkan aktivitas glukanase naik dari 0 , 9 5 9 4 ~rnol/ml/jam menjadi 1,0982 p mol/ml/jam (pengendapan amonium sulfat) dan 1,0988 p mollmlljam (dialisa). Aktivitas kitinase G. viride juga naik dari 0,1156 p rnol/rnl/jam menjadi 0, 1673 p rnollml/jam (pengendapan amonium sulfat)
dan 0 , 1 8 9 6 ~rnollml/jam, sedangkan aktivitas glukanasenya naik dari 0,7944 p mollrnlljarn menjadi 0,9682 p
mol/ml/jarn (pengendapan
arnonium sulfat) dan 0,9836 p rnollrnlljam (dialisa). Dernikian juga untuk
T. viride aktivitas kitinase naik dari 0,1044 y rnollrnlljam rnenjadi 0,1486 p rnollmlljam (pengendapan amoniurn sulfat) dan 0,1548 p mollmlljam (dialisa), sedangkan aktivitas glukanase naik dari 0,7230 p rnollrnlljam rnenjadi 0,9236 p mollrnlljarn (pengendapan arnonium sulfat) dan 0,9834 p mollmlljam (dialisa).
Pernurnian dengan arnoniurn sulfat dan dialisa
rnenghasilkan derajat kemurnian yang rendah. Pada uji aktivitas kitinase, arnoniurn sulfat rnenghasilkan kernurnian
X pada T. viride, dan 1,4 X
4,4 X pada T. harzianum, 1,4
pada G. viride. Sedangkan dialisa
4.5 X pada
T.harzianum, 1,5 X pada T. viride,
dan 1,4 X pada G. viride (Tabel 8).
Pada pernurnian untuk aktivitas
rnenghasilkan kernurnian
glukanase rnemberikan hasil pernurnian yang lebih rendah lagi yaitu 1,IX pada T. hamianurn, 1,3 X pada T. viride, dan 1,2 X pada G. viride pada pernurnian arnoniurn sulfat.
Sedangkan
pernurnian dengan dialisa
memberikan hasil 1, I X pada T. harzianum, 1,4 X pada T. viride, dan 1,2
X pada G. viride (Tabel 9). Berat molekul enzirn kitinase yang dihasilkan ketiga agens biokontrol agak berbeda. Berat molekul kitinase dari T. harzianurn adalah 80 kDa, T. viride sebesar 73 kDa, dan G. viride sebesar 66 kDa.
Spesifitas ketiga enzim kitinase ini adalah sama yaitu hanya rnarnpu rnernotong substrat kitin berbentuk dirner, sedangkan untuk substrat trimer dan tetramer ketiga enzim kitinase ini tidak marnpu (Garnbar 15).
Tabel 8. Aktivitas enzirn kitinase dengan berbagai pernurnian
lsolat
Prosedur
Aktivitas spesifik pmollml/jarn
Volume (rnl)
Total Protein
(mg)
Total aktivitas pmollmlljam
Derajat Kernurnian (Kali lipat)
Hasil
(56)
Trichoderma
Ekstrak kasar
0.0198
138
56,28
1 ,I 1
1
100
harzianum
Amonium.sulfat
0,0864
4.4
6.3
0,0896
0.79 0.35
0,07
Dialisa
1.5 1
0.03
4,5
2,7
Ekstrak kasar
0,1044
138
55.10
5.75
1
100
Amonium sulfat
2 1.5
1,78 1.76
0.26 0.27
1,4
Dialisa
0,1486 0,1548
1,s
4.5 4.7
Ekstrak kasar Amonium sulfat
0,1156 0,1673
138
1.5
78,44 1.73
9.07 0,29
t 1.4
100 3,2
Dialisa
0,1896
1
1.63
0.31
1.6
3.4
Derajat Kemurnian (Kali lipat)
Hasjl
Trichoderma virjde
Gliocladlum viride
Tabel 9. Aktivitas enzirn glukanase dengan berbagai pernurnian
lsolat
Trichoderma hanianum
Trichoderma viride
Gliocladium viride
Prosedur
Aktivitas spesifik pmollmlljam
Volume (ml)
Total Protein (mg)
Total aktivitas ~.tmollrnl/jarn
Ekstrak kasar
0,9594
138
56,28
54
1
100
Amonium.sulfat
1,0982
1.5
0.69
0,76
1,l
1,41
(%)
Dialisa
1.0988
1
0.35
0,38
1,l
0.70
Ekstrak kasar
0.7230
138
55.10
39.84
1
100
Amonium.sulfat Dialisa
0.9236 0.9834
2 1,5
1,78 1,76
1,64 1.73
1,s 1.4
4,1 4.3
Ekstrak kasar
0.7944
138
78.44
62.31
1
100
Amoniurn sulfat
0,9682
1.5
1.73
1,67
1.2
2,7
Dialisa
0,9836
1
1.63
1.60
1.2
2,6
Pewarnaan perak nitrat Keterangan:
Substrat Dirner
Substrat Trirner
Substrat Tetramer
S = Standar ; Th = Trichoderma harzianum Tv = Trichoderrna viride; Gv = Gliocladium viride K = Kontrol positif
Gambar 15. Spesifikasi substrat kitin dari kitinase yang dihasilkan agens biokontrol Lorito et a/. (1994) telah melakukan purifikasi dan karakterisasi 1,3-p-glukosidase dan N-Acetyi-p-glukosarnidase dari Trichoderma spp. 1,3p-giukosidase rnernpunyai berat molekul 78 KDa dan rnempunyai titik isoelektrik 6,2
sedangkan N-Acetyl-p-glukosarnidase rnempunyai berat
rnoiekul 72 kDa dengan titik isoelektrik 4.6. T, hamianurn rnernpunyai enarn jenis enzirn kitinase yaitu 2 jenis 1,4-p-Kglucosarninidase (EC 3.2.1.30) (CHIT 102 dan CHlT 73) yang akan rnenghidrolisis kitin menjadi monomer asetilglukosamine secara ekso. Sedangkan 4 yang lain adalah endokitinase (EC 3.2.1.14) yang akan rnernotong secara acak benang kitin yaitu CHlT 52, CHlT 42. CHlT 33, dan CHlT 31).
Harman et a/. (1993) rnembagi enzim
kitinase dari Trichoderma menjadi 3 jenis yaitu endokitinase (EC 3.2.1.14), kitin I,4-p-kitobiosidase (kitobiosidase) dan p-N-asetilheksoaminidase (EC
3.2.1.52). Endokitinase memotong kitin dan oligomer kitin secara acak serta melepaskan campuran produk akhir berberat molekul rendah dengan ukuran yang bermacam-macam.
Diasetilkitobiosa merupakan produk akhir yang
paling dominan dari hasil potongan endokitinase. Kitobiosidase merupakan nama baru yang diusulkan Harman ef a/.(1993) yang mempunyai aktivitas ekso. Enzim ini memotong kitin dan kitooligomer secara progresif dari ujung non-tereduksi dan hanya melepaskan diasetilkitobiosa sebagai produk akhir. Sedangkan P-N-aset~lheksoaminidase (EC 3.2.1.52) memotong kitin dan kitooligomer
secara
progresif
dari
ujung
non-tereduksi
dan
melepaskan monomer N-asetilglukosamin sebagai produk akhir.
hanya Apabila
dibandingkan dengan jenis enzim kitinase lain, endokitinase mempunyai aktivitas dan antifungal yang paling tinggi, apalagi kalau dibandingkan enzim kitinase dari tanaman, bakteri, atau cendawan lain (Lorito 1998). Gliocladiurn virens dilaporkan juga menghasilkan enzim endokitinase, 1,4-p-chitobiosidase, dan
N-Asetil-p-glukosamidase.
Endokitinase
yang
diperoleh telah dikarakterisasi dengan berat molekul 41 kDa dengan titik isoelektrik 7,8 , serta bersama gliotoksin dapat menghambat B. cinerea secara sinergistik (Di Pietro et a/. 1993). Dinding sel Ganodem~aboninense mengandung kitin, oleh karena itu dinding sel ini akan terdegradasi oleh beberapa enzim kitinase di atas yang dihasilkan oleh Trichoderma maupun Gliocladiurn.
d. Pengaruh pemberian kitin pada daya pengharnbatan agens biokontrol secara in vitro Pemberian kitin pada substrat tidak selalu memberikan pengaruh positif terhadap daya penghambatan koloni G. boninense.
Hasil yang
dicapai ada yang menambah daya penghambatan dan bahkan ada yang
rnengharnbat daya penghambatan, seperti terlihat pada isolat T. hanianum nornor 7 dan 20 (Tabel 10).
Sebagian besar isolat tidak memberikan
pengaruh apa-apa. Hal ini disebabkan oleh jenis kitin penginduksinya tidak cocok, dapat dijelaskan dari hasil percobaan sebelumnya, enzirn kitinase hanya rnarnpu rnernotong yang
berbentuk dirner tetapi tidak
rnampu
rnemotong kitin yang trirner ataupun tetramer. Tabel 1 0 . Pengaruh pemberian kitin pada daya penghambatan agens biokontrol No.
Agens Biokontrol
1
Trichoderma harzianum
2
Perubahan Daya Pengharnba tan
No
Agens Biokontrol
0
14
Tnchoderma harzianum
0
15
3
Trichoderma harzianum
1
16
4
5 6 7
Trichoderma harzianum Trichoderma harzianum Trichoderma harzianum Trichoderma harzianum
0 0 0 -1
17 18 19 20
8
Trichoderma harzianum
1
21
9
Gliocladium viride
3
22
10 11
Trichoderma harzianum Trichoderma harzianum
1 0
23
12
Trichoderma viride Trichoderma viride
1 0
25 26
Trichoderma harzianum Trichoderma harzianum Trichoderma harzianum Gliocladium viride Tricoderma viride Gliocladium viride Trichoderma harzianum Trichoderma harzianum Trichoderma harzianum Trichoderma viride Trichoderma hanianum Gliocladium viride Trichoderma vin'de
Perubahan Daya Penghamb atan (%)
{Oh)
13
24
0 0 0
2 1 1 -1 1
0 2
1
1 1
Kitin merupakan hornopolirner dari N-asetil-D-glukosamine yang berikatan secara glikosidik
p
( 1 3 4).
Kitin sangat rnelimpah diternui di
biosfer, harnpir dapat ditemui di semua kingdom; protista, bakteri. cendawan, tanaman, invertebrata, dan vertebrata terrnasuk manusia.
82
Rantai monomer-monomer kitin berasosiasi satu dengan yang lain melalui ikatan hidrogen antara gugus N-H dari satu rantai dengan gugus C=O pada rantai yang berdekatan.
Jumlah ikatan hidrogen akan
menentukan ketidaklarutan kitin dalam pelarut air.
Berdasarkan pola
penyusunan rantai polimernya, kitin fibril dibedakan menjadi tiga jenis (Cabib 1987) yaitu a-kitin, p-kitin, dan y-kitin. Jenis yang banyak pada cendawan dan antropoda adalah a-kitin.
Kitin dan glukan merupakan
komponen utama dinding sel hampir semua jenis cendawan. Kandungan kitin pada cendawan bewariasi dari 4 - 9 % berat kering . Spesiesspesies Boletales, Agaricales, dan Russulales mempunyai kandungan kitin yang tinggi pada tubuh buahnya yaitu 8-9% dari berat kering totalnya, sedangkan G. lucidum mempunyai kandungan kitin 2,4 % dari total berat keringnya (Rajarathnam etal. 1998). Peran enzirn kitinase dalam mekanisme antagonisme ditunjukkan dengan terekspresinya enzirn kitinase pada berbagai taraf.
Elad et a/.
(1982) menemukan bahwa isolat Trichoderma memproduksi glukanase
dan kitinase jika ditumbuhkan pada miseliurn hidup dari Sclerotium rolfsii di tanah. Selain dihasilkan di media dual culture , enzim kitinase CHIT 42 terekspresi selama mikoparasitik
T. hamianurn terhadap R. solani
(Carsolio et a/. 1994). Peran enzim kitinase dalam mekanisme antagonisme adalah pada mikoparasitik. lnteraksi mikoparasitik dengan cepat menginduksi ekspresi
kitinase
beberapa
jam
setelah
kontak
antar
miselium
Trichoderma dan cendawan patogen (Elad et a/. 1983 & Carsolio 1994).
Kitinase yang dihasilkan selama proses mikoparasitik T. harzianum
83 terhadap Sclemtium rolfsii sangat berbeda. Produksi enzirn kitinase dari Trichoderma harzianum dipengaruhi jenis kitin yang ada pada patogen yang dihadapinya.
Pertama kali yang diproduksi adalah
N-Acetyl-p-
glukosamidase dengan berat rnolekul 102 kDa jika pada kedua cendawan di atas baru dilakukan dual culture. Setelah 12 jam terjadi kontak antar miselium, terjadi ekspresi yang sangat kuat dari N-Asetil-p-glukosarnidase dengan berat molekul 73 kDa. Hasil ini sangat berbeda jika T. hanianum dihadapkan dengan R. solani, pada 12 jam setelah kontak antar rniselium, enzim kitinase yang terekspresi adalah CHIT102 dengan berat molekul 102 kDa dan diikuti ekspresi kitinase yang lain rneskipun dalam jumlah yang sangat kecil yaitu enzim kitinase dengan berat rnolekul 52, 42, dan 33 kDa (Haran et a/. 1996). Enzirn kitinase juga bekerja sebelum kontak dengan miselium patogen sasaran. Peristiwa ini terjadi pada T. harzianum yang dihadapkan pada Fusarium oxysporum f.sp. radicislycopersici (Cherif & Benhornou 1990).
Dernikian juga pada peristiwa
rusaknya hifa F. oxysporum f. sp. radicis-lycopersici tidak hanya terjadi pada hifa yang langsung kontak dengan T. harzianum.
Miseliurn
cendawan patogen yang diotoklaf akan menginduksi kitinase (CHIT 42) dan tidak terjadi pada Trichodema yang mempunyai mikoparasitik rendah (Garcia et a/. 1994). T. hanianum yang mempunyai sifat antagonistik tinggi adalah yang mempunyai aktivitas endokitinase yang tinggi pula (Harman
et
a/.,
1993).
Endokitinase dari
Trichoderma
mampu
menghambat berbagai cendawan yang dinding selnya mengandung kitin (Di Pietro et a/. 1993).
Enzim kitinase yang diproduksi T. harzianum
rnarnpu menghambat perkecambahan spora, pertumbuhan hifa Bofryfis cinerea,
F. solani, Ustilago avenae,dan
Uncinula necator (Lorito et a/.
1993). Dalarn aplikasinya enzirn kitinase dari T. harzianurn kornpatibel dan sinergist~kdengan kitinase dari Enterobacter cloacae, tetapi tidak kornpatibel dengan Pseudomonas spp. dalarn rnengharnbat Botryris cinerea. Fusarium solani, dan Uncinula necator (Lorito et a/. 1993).
1. Mekanisme antagonisrne Trichoderma harzianurn, Trichoderma viride, dan Gliocladium viride harnpir sarna yaitu sebagian besar rnelalui mernarasit G. boninense dengan cara rnelilit hifa kernudian rnengeluarkan enzim kitinase dan glukanase, serta antibiotik. Sedangkan Bacillus sp. rnempunyai rnekanisme pengharnbatan terhadap G. boninense melalui antibiosis.
2. Enzirn kitinase yang berperan dalarn rnekanisrne pengharnbatan agens biokontrol terhadap G. boninense mernpunyai berat rnolekul 80 kDa untuk T. hamianurn , 73 kDa
untuk T. viride , dan 66 kDa
untuk G. viride
dengan spesifitas yang sarna yaitu hanya rnernotong subtrat kitin dirner. 3. Agens biokontrol yang rnempunyai aktivitas enzirn kitinase tertinggi yaitu
G. viride isolat no. 9 dengan aktivitas 0.1156 pmollrnlljarn sedangkan yang mempunyai aktivitas enzirn glukanase tertinggi yaitu isolat T. viride no. 18 dengan aktivitas 1.0886 pmollrnl/jam.
Percobaan 4: Efikasi agens biokontrol terhadap penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit dalam skala rumah kaca dan lapangan
A. Produksi massal sumber inokulum G. boninense
lsolasi Ganoderma boninense Kultur murni G. boninense diisolasi dari jaringan tubuh buah yang tumbuh pada tanaman sakit asal kebun Sei Pancur. Potongan kecil ( 5 x 5 x 5 mm) jaringan tubuh buah rnuda, didisinfeksi dengan Chlorox (NaOCI) 1% selama 10 menit, dicuci dengan air steril sebanyak dua kali dengan selang waktu 5 menit. Setelah ditiriskan
pada kertas saring dan kernudian ditumbuhkan pada media
Potato Dextrose Agar (PDA) dalam petridish.
suhu kamar
hingga membentuk hifa.
Selanjutnya diinkubasikan pada
Ujung hifa yang tumbuh kemudian
dipotong dan diturnbuhkan pada cawan yang baru. Setelah berurnur 7 hari kultur dapat digunakan untuk kegiatan berikutnya. Preparasi Substrat lnokulum Substrat yang diuji untuk media tumbuh sumber inokulum ada 4 macarn yaitu kayu karet, akar karet, serbuk gergaji, dan serbuk gergaji + PDA. Keempat substrat dicuci dengan air steril dan masing-masing dimasukkan ke dalam plastik polipropilen tahan panas (kapasitas 1 kg) yang diberi leher peraion dan tutup kapas. Masing-masing substrat disterilkan degan otoklaf pada 138 Psi pada 121
" C selama 60 menit.
Setelah dingin. masing-masing substrat diinfestasi dengan
isolat G. boninense yang berumur 7 hari.
Substrat
yang telah diinfestasi
selanjutnya diinkubasikan di laboratorium dengan suhu 30 mengetahui
kolonisasi
substrat
pertumbuhan miselium tiap minggu.
oleh
rniselium
dilakukan
O
C.
Untuk
pengukuran
Potensi pembentukan tubuh buah juga
dievaluasi dengan rnenurnbuhkan G. boninense dalam erlenmeyer kapasitas 2 liter dengan media substrat uji dan mulut leher terbuka. 6. Uji i n vivo agens biokontrol pada tubuh buah G. boninense
Serbuk gergaji kayu meranti digunakan sebagai substrat pertumbuhan tubuh buah G. boninense yang dimasukkan ke dalam erlenmeyer kapasitas 2 liter. Pada bagian atas erlenmeyer tersebut ditutup dengan kapas dan selanjutnya disterilisasi pada tekanan jam.
138 Psi dengan suhu 121
Kemudian inokulum diinfestasi dengan G. boninense.
tubuh buah terbentuk kemudian diinokulasikan
O
C selama 2
Setelah 3 bulan
agens biokontrol pada substrat
PDA ( I 0 rnl) untuk masing-masing perlakuan. Perlakuan terdiri atas pemberian T.
hamianurn, T. viride, G. viride, Bacillus sp., dan kontrol PDA steril, masingmasing perlakuan
dengan 3 ulangan. Peubah yang diamati adalah skoring
persentase kematian tubuh buah setiap 2 minggu sekali selama 3 bulan. Tabel 11. Kriteria Skoring kerusakan tubuh buah G. boninense Skor 0
Persentase Kernatian Jaringan (%) 0
C. Efikasi agens biokontrol d i dalarn rurnah kaca
Persiapan bahan tanaman Bibit yang digunakan untuk uji efikasi ini berasal dari koleksi Pusat Penelitian Kelapa Sawit yaitu persilangan B0909 T x BO 936 T, BO 906 T x BO
87 796 P, MI314 D x 3 0 932 T, 802581 D x 802581 D, BO 5462 D x BO 358
P,dan BO 5585 D x BO 5510 D. Kecambah keenam persilangan di atas ditanarn pada polibeg berukuran diameter 9 crn @re-nursery) dengan posisi rnata tunas di atas.
Bibit ditumbuhkan pada tempat yang diberi naungan secukupnya hingga
umur 3 bulan dan siap dipindahkan ke polibeg besar (main-nursery). Persiapan sumber inokulum dan uji patogenesitas Medium yang digunakan untuk perbanyakan sumber inokulum patogen merupakan medium terbaik hasil evaluasi substrat inokulum. lnokulum pada substratnya berumur satu bulan diinokulasikan pada saat transplanting bibit dari pre-nursery ke main-nursery. Tiap akar bibit kelapa
sawit dirnasukkan ke
kantong palstik dan diikat, selanjutnya akar bibit main nursery ditimbun dengan tanah. Persiapan perlakuan agens biokontrol Cendawan erlenrneyer
agens
biokontrol diinfestasikan
yang sebelumnya sudah
disterilkan.
pada
rnenir
di
dalam
Kemudian diinkubasikan
selarna 5 hari, selanjutnya diferrnentasikan dan dicarnpur dengan dedak halus steril dengan proporsi akhir 10%. Sedangkan agens biokontrol berbentuk bakteri diperbanyak pada medium Nutrient Broth dan langsung siap digunakan sebagai agens biokontrol di polibeg. Perlakuan kitin dipersiapkan dari kulit udang dibersihkan dengan air sampai bersih. Hidrolisis dilakukan dengan penambahan asam sulfat pekat dengan perbandingan volume 1 : 1 sambil diaduk. Setelah terhidrolisis, kitin dicuci secara bertahap dengan menggunakan air. Pencucian dihentikan setelah bau asam sulfat sudah tidak menyengat lagi. Pada tahap akhir kitin beserta air dikeringkan di bawah sinar matahari hingga tertinggal kitin rnurni saja, kemudian diatur pH -nya dengan penarnbahan NaOH sampai pH netral.
88
Percobaan disusun dengan Rancangan Percobaan faktorial dalam acak kelornpok 6 x 5 x
2 x 2 dengan 3 ulangan.
persilangan kelapa sawit; V1 = T x T, V2 = T x selfing, V5 = D x
P, V6 = D x
tanpa agens biokontrol, T I =
Faktor pertama yaitu jenis P, V3 = D x T, V4 = D x
D
D, faktor kedua adalah agens biokontrol: TO =
Trichoderma harzianum, T2 = Gliocladiurn viride,
T3 = Bacillus sp, T4 = T.banianurn + G. viride + Bacillus sp, faktor ketiga adalah inokulasi G. boninense yaitu GO = tanpa inokulasi G. boninese dan G1 = dengan inokulasi G. boninense. sedangkan perlakuan keempat adalah pernberian substrat kitin yaitu KO = tanpa kitin dan K1 = dengan kitin. Pemberian agens biokontrol dan kitin dilakukan pada saat transplanting yaitu pada saat bibit kelapa sawit umur 3 butan dipindah pada polibeg besar. Jurnlah agens biokontrol yang diberikan
sebanyak 10 g forrnulasi untuk
cendawan agens biokontrol sedangkan untuk bakteri sebanyak 10 ml.
Pada
perlakuan T4 agens biokontrol diaplikasikan sebagai berikut; T harzianum dan G. viride masing-masing 5 g, dan Bacillus sp. 5 ml. Kitin diberikan sebanyak 1 g
tiap polibeg. Kerapatan konidium T . harzianum dan G. viride adalah 4 x 10 konidium Iml sedangkan Bacillus sp. dengan kerapatan 7 x 10 cfutrnl. Peubah yang diamati adalah kejadian penyakit BPB yang dilihat dari gejala penyakit setiap bulan selama 1 tahun.
lsolasi dilakukan dari jaringan
tanaman yang bergejala pada akhir pengarnatan. Peubah lain yang diamati yaitu tingggi tanarnan, jumlah pelepah, vigor tanaman, dan perkembangan populasi agens biokontrol setiap bulan. Perkembangan agens biokontrol diarnati dengan rnengarnbil sampel tanah pada kedalarnan 20 cm sebanyak 1 g selanjutnya diencerkan pada air steril 100 ml, yang kemudian dibuat seri pengenceran sarnpai 10 -'. Cendawan agens biokontrol dihitung pada pengenceran 10
dan
89 penanaman pada medium Martin Agar pengenceran 10
+ chlorarnphenicol, sedangkan bakteri
-'di medium Nutrient Agar.
D. Efikasi agens biokontrol di lapangan
Penelitian lapangan dilaksanakan di kebun kelapa sawit Sei Pancur Sumatera Utara milik Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Sebagai sumber inokulum dipilih areal yang rnempunyai kejadian penyakit BPB > 50% dan pada setiap lubang tanam dipastikan adanya G. boninense.
Setiap satu sumber inokulum
tanarnan sakit di tanam bibit kelapa sawit perlakuan secara diagonal mengelilingi sumber inokulum tersebut dengan jarak 2 m, sehingga setiap satu sumber inokulum terdapat enam bibit kelapa sawit dengan perlakuan yang berbeda. Perlakuan pertama adalah pemberian T. harzianum 500 g, perlakuan kedua
adalah pemberian
T. harzianum 250 g, perlakuan ketiga adalah
pemberian G. viride sebanyak 500 g , perlakuan keempat adalah pemberian Bacillus sp. sebanyak 500 ml, perlakuan 5 adalah perlakuan campuran
T.
harzianum + G. viride + Bacillus sp. ( 250 g + 250 g + 250 ml), sedangkan
perlakuan 6 adalah kontrol. Percobaan ini menggunakan 2 persifangan yaitu D x D dan D x P dengan masing-masing 10 ulangan. Perlakuan cendawan agens
biokontrol dalam formulasi dedak halus, sedangkan bakteri dalam medium Nutrient Broth.
Pengamatan dilakukan setiap bulan dengan peubah yang diamati gejala penyakit yang muncul dan perkembangan populasi agens biokontrol ke arah sumber inokulum dan ke arah perlakuan yang lain dengan penambahan jarak pengamatan setiap bulan adalah 20 cm selama 6 bulan dengan kedalaman 25 dan 50 cm. Perkembangan agens biokontrol diamati dengan mengambil sampel tanah sebanyak 1 g selanjutnya diencerkan pada air steril 100 ml, yang
90
kamudian dibuat seri pengenceran sampai 10
-'. Candawn agens biokantml
dihitung pada 10 di mediirnMartinAgar + ch-icd
sedangkan bakWi
-'
pada 10 di medium Nutrient Agar.
A. Ploc)ukri nuwl sumber inakulum O bonlmnse Miseliurn G. h i n e w tumkrh sangat baik pada substrat serbuk geqaji dan serbuk gergaji + PDA. Koloniii s d u ~ h media hanya dibutuhkan waktu &ma
1 bulan. Pertumbuhan kdoni paling beik pada substrat serbuk gergaji +
PDA. Pada minggu perterne saja sudah mencapai 4,5
cm, sedangkan pada
subsbai yang lain m i h turnbuh sangat lambat. Peftumbuhanyang agak =pet
pada serbuk gergaji. Hal hidmbabkan deh adanyazat makanan tersedm yaitu PDA. Pada substrat yang Lam yaitu kayu dan akar karet pertumbuhan sangat
lambat, karena substrat yang terlakr kerns sehingga mernbutuhkan waMu yang
cukup lama dan enzim degradasi yang cukup untuk memenuhi zat makanan tersedia seperti karbon, asam amino dan asam lemak tersedia. Bahkan pada minggu ketiga kayu dan akar karet sudah ditumbuhi jamur kontaminan sehingga Ganodenna
mati.
Cendawan
kontaminan
yang
paling
dorninan
adalah
Trichoderrna sp., Aspergillus sp., dan Pennicilliurn sp.
-
Kayu Karet
--c Akar Karet
-
h
Serbuk Gergaji
+Serbuk
Gergaji
Minggu
Gambar 17. Perkembangan panjang koloni G. boninense pada substrat yang berbeda Keuntungan produksi massal sumber inokulum dengan serbuk gergaji +
FDA adalah dalam waktu yang singkat dapat diproduksi sumber inokulum yang banyak untuk inokulasi pada bibit dan
inokulum dapat dibagi menjadi sumber
inokulum dengan volume kecil sehingga mernudahkan pengaturan dosis dan dapat digunakan sebagai sumber inokulum yang efisien.
Ada tiga masalah
utarna pada skrining keiapa sawit terhadap BPB yaitu (1) mernbutuhkan waktu yang lama untuk penyediaan sumber inokulum, (2) membutuhkan luasan permukaan pertumbuhan inokulum yang besar, dan (3) teknik deteksi dini untuk mengetahui tanaman tersebut sudah terinfeksi atau belum.
Masalah ini telah
dicari solusinya oleh beberapa peneliti, mengevaluasi patogenesitas patogen yang ditumbuhkan pada beberapa substrat. Navaratman 8 Chee (1965)
melaporkan bahwa 750 cm
inokulum dapat menginfeksi bibit kelapa sawit.
Hashim et a1.(1991b) juga melaporkan bahwa inokulum yang berupa balok kayu karet 432 cm
dapat menginfeksi bibit 6 bulan setelah inokulasi dan apabila
ukuran inokulum 216 cm
dapat menginfeksi inang setelah 9 bulan. Penelitian
Utomo et a/. (1994) menunjukkan bahwa inokulum berupa kayu karet (panjang 10 cm dan diameter 10 cm) dapat menginfeksi bibit kelapa sawit pada 8 bulan setelah
inokulasi.
Teknik-teknik
ini
memiliki
beberapa
kelemahan
yaitu
membutuhkan waktu yang lama dalam menyiapkan sumber inokulum dan sangat susah untuk skala yang sangat besar. Hashim et a/.(1991a) melaporkan bahwa
G. boninense dapat tumbuh baik pada padi, serabut mesokarp kelapa sawit, dan serbuk gergaji, namun masih perlu diuji dalam
uji patogenesitas untuk
membuktikan keefektifannya.
B. Uji in vivo agens biokontrol pada tubuh buah G. boninense Setiap agens biokontrol mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mematikan tubuh buah G.
boninense. Kemampuan tercepat dan tertinggi
merusak tubuh buah dicapai oleh agens biokontrol G. viflde
.
1 -T. hamianurn --I--G. viride k ,T. viride
-
U Bacillus s p -Kontrol
I
11
Ill
IV
v
VI
Dua Mingguan Gambar 18. Perkembangan kerusakan tubuh buah G. boninense oleh beberapa agens biokontrol secara in vivo
93 Dalam waktu tiga
bulan G.
viride sudah
rnampu rnengakibatkan
kerusakan tubuh buah sebesar 40%, sedangkan untuk T.harzianum dan T. viride rnempunyai kernarnpuan yang sarna yaitu rnarnpu rnengakibatkan kerusakan sebesar 10% selarna waktu 3 bulan. Pada awalnya kemarnpuan pengharnbatan kedua agens biokontrol ini agak berbeda, T. harzianum marnpu rnenirnbulkan kerusakan lebih cepat daripada T. viride, tetapi setelah itu tidak rnarnpu rnenarnbah persen penghambatan. Bacillus sp. tidak rnarnpu rnenirnbulkan kerusakan pada tubuh buah G. boninense, terbukti hingga 3 bulan setelah infestasi belum ada
gejala
kerusakan pada tubuh
buah
G.
boninense
Kemarnpuan dalarn rnenghancurkan tubuh buah atau struktur tahan lain ini sangat penting, karena di alarn G. boninense rnernpunyai alat pertahanan diri yang disebut pseudosklerosia (Darmono, 1998) yang kemarnpuan bertahannya harnpir sarna dengan tubuh buah. C. Efikasi agens biokontrol di rumah kaca
Perkernbangan penyakit BPB pada uji di rurnah kaca rnasih sangat larnbat.
Gejala rnuncul pertarna kali (periode inkubasi)
adalah tujuh bulan
setelah inokulasi dengan kejadian penyakit 2%. Perkembangan selanjutnya juga sangat larnbat, pada bulan ke-I2 kejadian penyakit baru 14% (Garnbar 19). Dari uji patogenesitas tersebut dapat disirnpulkan bahwa inokulurn yang berukuran 160 crn
pada substrat serbuk gergaji +PDA dapat rnenyebabkan infeksi setelah
7 bulan inokulasi. Persentase bibit yang terserang rnasih sangat rendah. Hal ini disebabkan substrat dalarn serbuk gergaji sangat rnudah terdekomposisi di dalam tanah rneskipun ha1 ini diantisipasi dengan rnernasukkan dalarn kantong plastik.
Dengan demikjan food base-nya akan cepat hilang dan tidak cukup
untuk menirnbulkan penyakit.
Meskipun teknik ini rnerniliki kelebihan dalarn
kecepatan dan
penyediaan sumber
inokulum yang
banyak,
mernpunyai kelemahan dalam kualitas sumber inokulum. boninense cepat patogenesitasnya.
hancur sehingga
G. boninense akan
tetapi juga
Food base dari G. kehilangan daya
Dengan demikian teknik ini perlu dikembangkan untuk
memperlama daya tahan sumber inokulum dalarn tanah dengan dipadatkan.
Bulan Pengamatan
Garnbar 19. Perkembangan kejadian penyakit BPB dalam uji patogensitas di rumah kaca Kejadian penyakit BPB ini pun tidak merata pada semua jenis persilangan kelapa sawit. Persilangan yang mempunyai kejadian penyakit tertinggi yaitu D x D yang diselfing yaitu sebesar
6,11 % (Gambar 20).
Sedangkan yang lain
berkisar dari 1,I 1 - 2,7a0/o, bahkan untuk persilangan T x T sarnpai bulan ke-12 belum ada kejadian penyakit BPB. Hal ini bukan berarti T x T ini tahan terhadap BPB, karena di kebun kelapa sawit di lapangan persilangan ini dapat terserang
G. boninense juga.
Dalam waktu satu tahun belum cukup bagi patogen untuk
menginfeksi persilangan T x T. Persilangan D x D selfing mempunyai kejadian penyakit yang
paling tinggi, karena dengan selfing maka peluang akan
terakumulasinya sifat kerentanan tersebut menjadi besar, sedangkan persilangan yang lain tidak terjadi akumulasi atau bahkan pengurangan sifat kerentanan.
Klasifikasi kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang tidak dapat dijadikan pegangan dalarn menentukan ketahanan terhadap penyakit BPB, sebab antara ketebalan cangkang dan ketahanan terhadap BPB rnerupakan dua ha1 yang berbeda, tidak ada kaitan satu dengan yang lainnya.
Mungkin sekali
terjadi dalarn satu persilangan ada beberapa kategori ketahanan, rnisalnya ada yang rentan dan ada pula yang tahan. a .-=
0
E
L
TXT
TX P
DX T
DXD Selfing
DX P
DXD bukan
selfing Jenis persilangan kelapa sawit
Gambar 20. Kejadian penyakit BPB berdasarkan tipe persilangan kelapa sawit Secara statistika kejadian penyakit pada persilangan D x D selfing berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT dibandingkan dengan hasil persilangan yang bukan selfing (Tabel 12). Tabel 12. Persentase kematian bibit kelapa sawit 12 bulan setelah inokulasi Persilangan
Kejadian Penyakit
Tinggi Tanarnan
Jumlah Pelepah
Vigor
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolorn yang sarna rnenunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT
Peubah vigor tanaman juga menujukkan hasil yang serupa. persilangan D x D selfing menunjukkan vigor yang paling buruk. Vigor yang buruk ini berkaitan
dengan kerentanan terhadap G. boninense. Sedangkan peubah tinggi tanaman dan jumlah pelepah tidak dapat dijadikan sebagai peubah yang menentukan kerentanan inang terhadap BPB.
Setiap persilangan mempunyai karakteristik
internal tinggi tanaman dan jumlah pelepah yang tidak terkait dengan kejadian penyakit BPB. Persilangan T x P dan D x P
mempunyai ketinggian tanaman
yang lebih dibandingkan persilangan yang lain Pemberian agens biokontrol T. harzianum dan G. viride secara nyata mampu menghambat kejadian penyakit BPB (Tabel 1 3 ) . Kejadian penyakit BPB hanya muncul di perlakuan kontrol, perlakuan Bacillus sp.. dan perlakuan campuran. Kernampuan Bacillus sp. dalam menekan infeksi G. boninense lebih rendah daripada kedua cendawan agens biokontrol. Hal ini terbukti dari setiap yang mengandung perlakuan Bacillus sp., inang dapat terserang patogen G. boninense. Pada perlakuan campuran, Bacillus sp. mampu berkornpetisi dengan T. harzianum dan G. viride tetapi, Bacillus sp. ini kurang efektif menghambat
infeksi G. boninense. Tabel 1 3 . Pengaruh pemberian agens biokontrol terhadap kejadian penyakit BPB dan vigor kelapa sawit Perlakuan Kontrot (tanpa antagonis & patogen) T. hanianum G. viride Bacillus sp T. harzianum + G. viride + Bacillus sp
Kejadian Penyakit (%) 18,06a 0,OO c 0,OO c 9.72 b 8,33bc
Vigor Tanaman 2.67 b 3,00 a 3,00 a 2,71 b 2,82b
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT
Tanarnan kelapa sawit yang diperlakukan dengan T. harzianum dan G. viride rnernpunyai tinggi tanarnan yang lebih tinggi dan
beda nyata daripada
perlakuan kontrol dan perlakuan Bacillus sp. serta perlakuan carnpuran. Vigor kelapa sawit pada perlakuan pernberian T. harzianum dan G. viride juga lebih baik dan berbeda nyata daripada kontrol rnaupun dengan perlakuan Bacillus sp. serta perlakuan carnpuran. lnokulurn G. boninense yang digunakan pada percobaan ini cukup virulen. Pada keernpat peubah yang digunakan yaitu kejadian penyakit, tinggi tanarnan, jurnlah pelepah, dan vigor tanarnan rnenunjukkan beda nyata dengan perlakuan kontrol (tanpa inokulasi G. boninense). Tabel 14. Pengaruh pernberian G. boninense pada bibit kelapa sawit Perlakuan Tanpa G. boninense Dengan G. boninense
Kejadian Penyakit (%) 0.00 a
Tinggi Tanarnan (crn) 91.12 a
Jurnlah Pelepah Daun ll.34a
Vigor Tanarnan 2.93 a
14,4 b
87,48 b
10,83 b
2,75 b
Keterangan: angka yang diikuti oieh huruf yang sarna pada kolom yang sarna rnenunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT Pernberian penginduksi kitin dari kulit udang tidak rnernberikan pengaruh nyata terhadap keberhasilan agens biokontrol rnenekan penyakit BPB. Kejadian penyakit BPB pada perlakuan yang diberi kitin dan yang tidak diberi kitin tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT (Larnpiran 1 4 ) . Jenis kitin akan mernpengaruhi
ekspresi
kitinase.
Pernberian kttin
akan
rneningkatkan
kemarnpuan rnikoparasitik T. hamatum terhadap Pythium spp. tetapi tidak terjadi peningkatan kernarnpuan tersebut jika yang ditarnbahkan dinding sel R. solani , apalagi pada perlakuan yang tanpa kitin.
Pernberian tanah subur tidak
rnernpengaruhi kernarnpuan T. hamatum, serta
pernberian selulosa akan
menurunkan kernarnpuan dan survival agens biokontrol di dalarn tanah (Harrnan et a/. 1981). Dalarn formulasi pellet alginat T. harzianum sangat dipengaruhi oleh
suhu, sedangkan dedak berpengaruh setelah T. hamianum berurnur 14 harj (Knudsen & Li Bin 1990). Trichoderma harzianum, G. viride, dan Bacillus sp. masih marnpu
bertahan selama enam bulan, rneskipun terjadi penurunan populasi (Garnbar 21).
--\
L--
0
I
11
Ill
IV
v
-
'G vircde
B a c i l l u s sp.
-
Bacillus sp.(campuran) 'T hnrz>annm+ G viride (campuran) T harzianum + G . "!ride (kontrol)
B a c i l l u s sp. (kontrol)
VI
Bulan Pengamatan
Keterangan: populasi cendawan dalarn 10 dan populasi bakteri dalarn 10
'
Garnbar 21. Persistensi agens biokontrol pada perlakuan di rurnah kaca Populasi T. harzianum
rnenurun rneskipun rnasih relatif tinggi yaitu
sekitar 10 1 g tanah karena sumber karbon rnasih tersedia. Sedangkan populasi G. viride rnenurun lebih tajarn apabila dibandingkan dengan T. hamianum, tetapi
populasi dalarn waktu enarn bulan rnasih cukup tinggi pula. Kedua fenornena ini juga terjadi pada perlakuan ca mpuran.
Dinamika populasi Bacillus sp. tidak
rnenurun selama enarn bulan. Populasi awal Bacillus sp. pun di dalarn tanah sudah cukup tinggi pula yang dapat dilihat pada perlakuan kontrol dengan populasi yang tinggi pula. Tingginya populasi agens biokontrol disebabkan oleh kondisi lingkungan yang terkontrol seperti tanah selalu disiram selain karena
99 faktor surnber karbon. Sedangkan populasi T. harzianum dan G. viride pada perlakuan kontrol sangat rendah. lmplikasi dari sifat agens biokontrol yang menurun populasinya ini adalah pada strategi aplikasi di lapangan yang perlu diulang minimal setiap 6 bulan kecuali jika pada lahan tersebut cukp tersedia bahan organik. Trichoderma dan Gliocladium adalah cendawan yang sudah banyak
digunakan sebagai agens biokontrol untuk sejumlah patogen tular tanah seperti Botrytis cinerea, Pythium ultimum, Fomes annosus, Amillaria sp., Fusarium oxysporum,
Rhizoctonia
solani,
Sclerotium
rolfsii,
dan
sebagainya.
Keberhasilannya sangat bervariasi, ada yang sukses dan tidak sedikit pula yang rnengalarni kegagalan. Berdasarkan hasil percobaan di atas kedua cendawan agens biokontrol ini sangat rnenjanjikan dalam pengendalian penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan G. boninense. Disamping
kemampuan sebagai
pengendali hayati, pemberian
T.
harrianum dan G. viride dapat rnemacu pertumbuhan kelapa sawit, yang nampak
dari tinggi tanarnan, jurnlah pelepah, dan vigor tanarnan kelapa sawit yang sangat nyata lebih baik dibandingkan kontrol. Pemacuan perturnbuhan tanarnan akibat pernberian Trichoderma juga terjadi pada tanaman lain, seperti pada pernberian T. harrianum dan T. koningii akan mempengaruhj secara langsung pertumbuhan tanarnan tornat dan ternbakau. Berat kering tanarnan tomat dan ternbakau
masing-masing naik sebesar 213-275% dan 259-318% setelah
berurnur 8 rninggu dengan perlakuan T. harzianum dan T. koningii.
Kuantitas
dan kualitas rnikroflora selain T. harzianum dan T. koningii pada semua perlakuan terrnasuk kontrol tidak berbeda nyata. Ini berarti bahwa T. harzianum dan T. koningii memacu perturnbuhan tanaman ternbakau dan tomat (Windharn et al. 1986).
D. Efikasi agens biokontrol d i lapangan
Untuk mengetahui keefektifan agens biokontrol terhadap penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit membutuhkan waktu yang sangat panjang. Hal ini disebabkan kelapa sawit yang merupakan tanaman tahunan serta penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit mempunyai waktu inkubasi yang lama. Gejala penyakit baru muncul pada bulan ketujuh, itupun baru satu tanaman perlakuan
(lo%), kemudian
pada satu tahun setelah aplikasi bertarnbah dua
tanaman yang terserang G. boninense yaitu perlakuan kontrol dan perlakuan carnpuran. Gejala awal ditandai dengan menguningnya sebagian besar daun sehingga tanaman tampak pucat dan pelepah menjadi lebih tegak daripada pelepah sehat.
Pada pangkal batang dekat pelepah terlihat gejala kecoklat-
coklatan yang semakin lama akan cepat menyebar ke atas, akhirnya tanaman akan mengalami nekrosis pada seluruh pelepah dan tanaman rnati (Gambar 22). Selain itu juga terbentuk tubuh buah G. boninense pada pangkal batang dekat akar. Lambatnya perkembangan penyakit BPB mengakibatkan rnasih sulitnya pengambilan kesimpulan.
Tetapi setidak-tidaknya dapat ditarik kesimpulan
sementara bahwa dengan jarak dua meter dari surnber inokulum kelapa sawit sakit mampu menginfeksi tanaman baru selama 7 bulan dan perlakuan Bacillus sp. kurang mampu mengharnbat infeksi G. boninense. Perlakuan dengan Bacillus sp. dan perlakuan lain yang menggunakan Bacillus sp. (carnpuran) dapat
terserang G. boninense. Bacillus sp. marnpu berkompetisi dengan T. hari-anum dan G. viride tetapi kurang mampu menahan infeksi G. boninense. Perlakuan T. hanianum dan G. viride secara tunggal mampu menahan infeksi G. boninense
sampai waktu 1 tahun. Ini dibuktikan dengan tidak ada kejadian penyakit yang
rnunwlpad8 kedua perlakuanini dan parlakuankontrd sudah mulaitenrereng G.
Keterangen: a = gejala a w l penyakit pada kontrol (I2 bulan) b = gejala awel penyakit pala perlakuen cempuran (12 bulan) c = gejala lanjut penyakit (mati nek#iis) pada pertakuan Badlus sp (12 bulan) d = tubuh buah pada perlakuan BacNlus sp. (7 b u h )
Gambar 22. Gejala penyekit bmuk pangkal batang kelapa sawit pada berbagai perlakuan agens Kokontml
Kebahsilan pengendalian heyeti sangst dipengaruhi dah kemempran
bartehan ageas biokontrol di dalam tanah.
Smpai dengan 6 bulen.
Z
himianurn masih dapat bertahan meskipun lebih rendah daripada kepadaten pada waktu d i i i W k a n . ( Gambar 23). Pada gamber 23. terNhal bahrns pada
bulan pertame populasi T. hanienum sangat memot yang d i i b k e n dah waktu adaptasi cendawen ini. Setelah bamasi baradeptssi T. hanianum mampu
mempetbanyak din dengan substrat yang ada. Popubi akan semekin menurun
102 sampai bulan ke-6 yaitu semakin habisnya substrat bagi T. harzianum yang akan terdegradasi di dalam tanah.
Hal yang sama
terjadi pada G. viride dan
perlakuan campuran T. harzianum + G. viride, meskipun tidak terjadi penurunan drastis pada bulan pertama, tetapi selama 6 bulan populasinya akan semakin menurun (Gamar 24 dan Gambar 25).
bulan bulan bulan bulan
bulan bulan bulan
Bulan Pengamatan
Gambar 23. Perkembangan populasi T. harzianum pada aplikasi di lapangan
cj
0 1 2 3 4 5 6 bulan bulan bulan bulan bulan bulan bulan Bulan Pengarnatan
Gambar 24. Perkembangan populasi G. viride pada aplikasi di lapangan
0 bulan I bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 5 bulan 6 bulan
Bulan Pengamatan
Gambar 25. Perkembangan populasi perlakuan campuran T. harzianum dan G. viride pada aplikasi di lapangan Pada perlakuan dengan Bacillus sp. menujukkan hasil yang sangat berbeda yaitu
populasi bakteri relatif stabil. Bahkan pada bulan kedua
mempunyai populasi lebih tinggi daripada populasi awal (Gambar 26), tetapi hasilnya justru pada perlakuan ini dapat terserang penyakit BPB, yang berarti keberadaan bakteri yang melirnpah kurang mampu rnenahan infeksi G. boninense.
0
1
bulan
bulan
2 3 bulan bulan
4 bulan
5
6
bulan
bulan
Butan Pengamatan
Gambar 26. Perkembangan populasi Bacillus sp. pada aplikasi di lapangan Populasi agens biokontrol
T. harzianum dan G. viride pada perlakuan
campuran rnampu bertahan selama 6 bulan meskipun populasinya turun. Hal ini
jelas terlihat apabila dibandingkan dengan populasi kontrol yang masih lebih banyak (Gambar 27). Pengetahuan tentang menurunnya populasi T. harzianum dan G. viride sangat penting dalam strategi aplikasi agens biokontrol ini. Dengan demikian pada suatu saat akan diperlukan aplikasi ulang.
2 3 0 'l bulan bulan bulan bulan
4 5 bulan bulan
6
bulan
Bulan Pengamatan
Gambar 27. Perkembangan populasi agens biokontrol indegeneus pada perlakuan kontrol
Agens biokontrol T. hamianurn, G. viride, dan Bacillus sp. tidak mengalami migrasi secara aktif
mengikuti perkembangan akar kelapa
sawit. Populasi agens biokontrol hanya terkonsentrasi pada tempat aplikasi, baik yang ke arah sumber inokulurn maupun ke arah perlakuan lain. Populasi agens biokontrol pada jarak 20 crn, 40 cm, 60 cm, 80 cm, dan 100 cm sudah sangat menurun (Gambar 28. 29, 30, dan
31).
Agens biokontrol yang terisolasi merupakan agens biokontrol indegenues (asli) setempat.
-Kedalaman 25 c m k e arah s u m b e r inokulum -Kedalaman 50 c m ke arah s u m b e r inokulum -Kedalaman 25 c m ke arah perlakuan cm
cm
cm
cm
cm
cm
.-:,dl,,
-Kedalaman 50 c m Jarak pengambilan s a m p e l dari b i b i t arah perlakuan kelapa s a w i t lain
Gambar 28. Populasi T. hamianurn pada kedalaman dan jarak yang berbeda dari tempat aplikasi
.-p
,
700
10 crn 20 cm 40 om 60 cm 80 om
100
Jarak pengambilan sampel dari bibit kelapa sawlt
Kedalaman 25 cm ke arah sumber inokulum Kedalaman 50 cm ke arah sumber inokulum -Kedalaman 25 cm ke arah perlakuan lain -Kedalaman 50 cm ke arah perlakuan lain
Gambar 29. Populasi G. viride pada kedalaman dan jarak yang berbeda dari tempat aplikasi
ke a r a h s u m b e r inokulum -Kedalaman 50 cm ke a r a h sumber inokulum -Kedalaman 25 cm ke arah p e r l a k u a n lain -Kedalaman 50 cm k e arah perlakuan Jarak pengambilan sampel dari b i b i t k e l a p a sawit
Gambar 30. Populasi Bacillus sp. pada kedalaman dan jarak yang berbeda dari tempat aplikasi
106
Kedalaman 25 cm
Kedalaman 50 cm ke arah sumber -Kedalaman 25 cm ke arah perlakuan 10
20
40
60
80
100
Jarak pengambilan sampel dari bibit k e l a ~ a sawit
ke arah perlakuan
Garnbar 31. Populasi campuran T. harzianum dan G. viride.pada kedalarnan dan jarak yang berbeda dari ternpat aplikasi Hasil dari beberapa perlakuan di atas sangat berbeda dengan kontrol. Populasi agens biokontrol dari tempat bibit di tanarn sarnpai jarak 100 crn adalah relatif sarna atau tidak ada perbedaan yang rnencolok (Gambar 32 dan 33).
-Kedalaman 25 cm ke arah sumber -Kedalarnan 50 cm ke arah sumber
10
20
40
60
80
I00
Jarak pengambilan sampel dari bibit kelapa sawit
-Kedalaman 25 cm ke arah perlakuan
ke arah perlakuan
Garnbar 32. Populasi campuran T. harzianum dan G. viride.pada kontrol dengan kedalarnan dan jarak yang berbeda dari ternpat aplikasi
107
I0
20
-Kedalaman 25 crn ke arah sumber inokulum -Kedalaman 50 cm ke arah sumber inokulurn -Kedalaman 25 crn ke arah perlakuan 40
60
80
100
Jarak pengambilan sampel dari bibit kelapa sawit
ke arah perlakuan
Gambar 33. Populasi Bacillus sp. pada perlakuan kontrol di kedalaman dan jarak yang berbeda dari tempat aplikasi Agens biokontrol lebih senang hidup di daerah yang lebih dekat dengan permukaan tanah. Populasi agens biokontrol yang terisolasi pada kedalaman 25 cm lebih banyak daripada kedalaman tanah 50 cm. Tidak semua
Trichoderma mampu rnengkolonisasi rhizosfer suatu
tanaman. lsolat Tnchoderma sp. tipe liar tidak marnpu mengkolonisasi rhizosfer timun, lobak, tomat, kacang, dan jagung sampai kedalaman 8 cm selarna 8 hari (Ahmad & Baker 1987), tetapi rnutan yang tahan benomil marnpu rnengkolonisasi rhizosfer tersebut.
Kolonisasi rnutan Trichoderma ini sangat dipengaruhi oleh
benomil, pH tanah. dan temperatur. kedalaman tanah.
Kolonisasi sangat ditentukan oleh
Pada hampir semua tanaman, populasi Trichoderma akan
menurun sejalan dengan kedalaman tanah. Populasi pada kedalam 1 cm jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan populasi pada kedalaman 8 cm. Pemberian miselium muda agens biokontrol lebih baik daripada konidia. Konidia setelah diberikan ke dalarn tanah akan cepat sekali menurun kepadatan populasinya dalam waktu 9 minggu. Konidia ini sangat sensitif terhadap fungistasis. Konidia tidak akan berkecambah rneskipun sudah berada di dedak,
108 sebaliknya miseliurn rnuda akan segera mengkolonisasi dengan cepat substrat yang ada yaitu dedak. Aktivitas biologi rnetabolisrne agens biokontrol rnenjadi sangat
penting untuk
keberhasilan mengkolonisasi substrat.
Kernampuan
bertahannya Trichoderma sampai 36 rninggu di dalam tanah disebabkan adanya struktur tahan dari cendawan ini yang berupa klamidospora. Papavizas (1981) rnenyatakan bahwa T. harzianum tidak berkernbang di rhizosfer buncis dan kapri yang benihnya diaplikasi dengan konidia T. harzianum. Bertambahnya populasi T. harzianum hanya disebabkan adanya sumber karbon berupa akar, kulit biji,
dan kotiledon yang rnengalami degradasi alarniah dan populasi ini masih selalu di bawah yang diaplikasikan langsung dengan populasi yang tinggi. Oleh karena itu salah satu strategi untuk rnenaikkan keberhasilan adalah dengan rnernbuat mutan yang kompeten rhizosfer, salah satunya dengan fusi protoplas atau rnutasi spontan. Hasil studi rnenunjukkan perbedaan bahwa tipe parental hanya rnampu hidup pada kedalarnan 3 crn sedangkan yang tipe rnutan kompeten rhizosfer mampu hidup pada kedalarnan 8 cm.
Strain yang lain yaitu 1295-22 rnampu
mengkolonisasi pada kedalarnan 22 crn.
lsolat ini selain marnpu bertahan
selarna 8 bulan juga mernpunyai efek mernacu perturnbuhan jagung manis sebesar 66% (Bjorkrnan et a/. 1998). Tipe mutan lain yang dilaporkan mernpunyai kemampuan lebih daripada tipe liar adalah T-203 yang rnampu melakukan penetrasi ke akar dan hidup di dalarn akar tanaman seperti rnikoriza , selain mernacu perturnbuhan tanarnan (Kleifeld & Chet 1992). Untuk meningkatkan populasi agens biokontrol dalarn tanah perlu distimulasi. Kepadatan populasi T. vin.de dan T. harzianurn dalarn tanah akan naik sebesar 10
dan 10
pada 3 minggu pertama jika diberi stimulus berupa
rniseliurn preparasi yang terdiri atas dedak-pasir-dan air dengan perbandingan 1:1:2 (w/w/v) diinfestasikan dengan konidia kernudian diinkubasikan 1-3 hari.
Pada umur 8 hari preparasi seperti ini kemampuan stimulasi menjadi berkurang dan pada umur 40 hari sudah tidak efektif lagi.
Populasi T . harzianum akan
menurun setelah 18-36minggu dan rnenjadi stabil pada populasi 10
- 10 " cful
g tanah. Pemberian miselium preparasi dalam jumlah sedikit 0,01 % dedak dan
10
' - 10
propagul akan meningkatkan populasi rnenjadi 10
-
10
" cfu I g
tanah. Proliferasi terjadi di dalam tanah jika terjadi kontak yang kuat antara hifa dengan dedak. Pemberian miselium preparasi ini akan meningkatkan aktivitas metabolisme CO, agens biokontrol untuk mendegradasi bahan organik sebagai bahan makanannya (Lewis & Papavizas 1984). Kemampuan
hidup
Trichoderma juga
dipengaruhi
rnikroorganisme
kornpetitor lain yang hidup pada relung ekologis yang sarna. T. harnaturn terhambat dan tidak mampu rnenekan penyakit damping-off Pythium kacang setelah ditambahkan bakteri Pseudornonas. Trichodenna spp. dan bakteri
Pseudomonas refatif tidak kompatibel (Hubbard e t a / . 1983 & Kwok et a/. 1987). Penyebab rnenurunnya Trichoderrna dan tidak mampu mengadakan proliferasi disebabkan berkurangnya sumber nutrisi, keberadaan bahan toksik akibat eksudat akar dan adanya kornpetitor yang berupa mikroorganisme lain. Kesirnpulan Dari percobaan efikasi agens biokontrol disimpulkan: 1. Pemberian kitin asal
kulit udang tidak meningkatkan kemampuan
antagonisme agens biokontrol T. harzianum dan G. viride terhadap G.
boninense 2.
Hingga satu tahun setelah ~nokulasipatogen, Trichoderma
harzianum
dan G. viride mampu mengharnbat infeksi G. boninense (loo%),
sedangkan Bacillus sp. mempunyai kemampuan yang lebih rendah (90.28%) dalam menghambat infeksi G. boninense. 3. Serbuk gergaji + PDA merupakan substrat yang paling baik untuk produksi massal sumber inokulum G. boninense. 4.
Waktu inkubasi infeksi G. boninense di lapangan secara alamiah pada jarak 2 meter adalah 7 bulan
5. Sampai dengan waktu 6 bulan Trichodenna harzianum dan Gliocladium viride masih mampu bertahan di dalam tanah dengan media dedak halus sebagai sumber karbon
6. Trichoderma harzianum , Gliocladium vjrjde, dan Bacillus sp. tidak secara aktif bermigrasi.
7 . Trichoderma hanianum dan
Gliocladium viride mampu mencegah
penyakit busuk pangkal batang pada dosis 250 dan 500 g l lubang, sedangkan Bacillus sp. kurang mampu mencegah infeksi G . boninense sampai dengan umur satu tahun bibit kelapa sawit di lapangan yang terinfestasi G. boninense.