9
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat ekstraksi, neraca analitik, penguap putar, pipa kapiler, alat-alat kaca, spektrofotometer UVVis (Shimadzu Pharmaspec 1700 double beam), spektrofotometer inframerah (FTIR vector 33 Bruker Company, Ettlingen Germany) dan mikroplat reader. Bahan-bahan yang digunakan meliputi daun dan buah takokak yang berasal dari Balitro Bogor, n-heksana, etil asetat, metanol, pereaksi uji flavonoid, alkaloid, triterpenoid, steroid, saponin, tanin,KLT preparatif, enzim α-glukosidase (Sigma G 3651-250UN), p-nitrofenil α-D-glukopiranosida (PNG) (Sigma N 13775G), Serum Bovine Albumin (SBA), tablet akarbosa (Bayer, Jakarta-Indonesia), dan HCl 2 N. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian dimulai dari pengambilan sampel Solanum torvum Swartz di Balitro Bogor, Bagian tanaman lalu dipisahkan antara daun dan buah. Setelah itu daun dikeringkan dan dibuat dalam bentuk serbuk, sedangkan buah tanpa dikeringkan terlebih dahulu dan dilakukan penentuan kadar air. Serbuk daun diekstraksi dan buah dalam kondisi basah dihaluskan dengan mesin penggiling, kemudian diekstraksi secara bertingkat dengan cara maserasi dimulai dengan pelarut non polar (n-heksana) kemudian diekstraksi kembali dengan pelarut semi polar (etil asetat), dan terakhir diekstraksi dengan pelarut polar (metanol dan air). Semua ekstrak yang dihasilkan diuji fitokimia, kemudian dilakukan uji aktivitas α- glukosidase. Penentuan eluen terbaik dilakukan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis, ekstrak teraktif dipisahkan dengan kromatografi kolom silika gel, fraksi yang diperoleh diuji aktivitas inhibitor α-glukosidase sehingga
10
diperoleh fraksi teraktif. Kemudian dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan kromatografi lapis tipis preparatif untuk mendapatkan fraksi teraktif. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan senyawa inhibitor α-glukosidase, karakterisasi dan identifikasi senyawa dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis, dan FTIR, serta uji kualitatif untuk menentukan golongan senyawanya. Prosedur penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1−3. Preparasi dan Ekstrak Sampel Daun takokak berwarna hijau dikeringkan terlebih dahulu hingga kadar air kurang dari 10%. Hasil pengeringan tersebut digiling sampai berbentuk serbuk. Sedangkan untuk buah takokak yang berwarna hijau langsung dibuat serbuk dengan mesin penggiling tanpa dikeringkan terlebih dahulu. Sampel daun dan buah takokak diekstraksi secara bertingkat dengan cara maserasi dimulai dengan pelarut nonpolar (n-heksana) dan ampas yang diperoleh kemudian dimaserasi kembali dengan pelarut semi polar (etil asetat) dan terakhir ampas dimaserasi dengan pelarut polar (metanol dan air). Semua ekstrak yang diperoleh disaring dengan menggunakan kertas saring dan dipekatkan dengan penguap putar pada suhu 40 oC kemudian rendemen tiap ekstrak dihitung. Penentuan Kadar Air Cawan porselin dikeringkan pada suhu 105 oC selama 30 menit. Setelah itu, didinginkan dalam eksikator. Sebanyak masing-masing 3 g serbuk daun dan buah takokak dimasukkan ke dalam cawan porselen yang berbeda dan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC selama 3 jam. Setelah itu, cawan diangkat dan didinginkan dalam eksikator selama 30 menit. Cawan dengan serbuk daun dan buah takokak ditimbang hingga bobot konstan. Kadar air (%) = A-B x 100% A Keterangan: A adalah bobot sampel (g) B adalah bobot bahan setelah dikeringkan (g)
11
Ekstraksi Proses ekstraksi bahan aktif dilakukan dengan empat jenis pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda yaitu heksana (bersifat nonpolar), etil asetat (bersifat semi polar), metanol (bersifat polar) dan air (bersifat polar). Proses ekstraksi dilakukan secara bertingkat dimulai dari pelarut heksana, etil asetat, metanol, dan air. Sebelum ekstraksi dilakukan, sampel daun yang sudah kering dijadikan serbuk dan ditimbang (± 1 kg), sedangkan buah takokak langsung dimaserasi tanpa dikeringkan terlebih dahulu dan ditimbang (± 5 kg). Kedalam sampel yang telah ditimbang ditambahkan pelarut heksana sampai terendam dan dilakukan proses maserasi selama 24 jam. Selama proses maserasi bagian atas wadah ditutup dengan aluminium foil untuk mencegah menguapnya kandungan senyawa volatil dalam bahan dan pelarut. Setelah 24 jam, ekstrak disaring dengan menggunakan kertas saring, filtrat yang dihasilkan diuapkan dengan evaporator putar vakum hingga pelarut heksana menguap dan diperoleh ekstrak 1. Residu yang dihasilkan selanjutnya dikeringkan dan ditambah pelarut etil asetat sampai terendam dan dilakukan proses maserasi selama 24 jam. Kemudian disaring kembali dan filtrat yang dihasilkan diuapkan hingga pelarut etil asetat menguap dan diperoleh ekstrak 2. Residu yang dihasilkan selanjutnya dikeringkan dan ditambah pelarut metanol sampai terendam dan dilakukan proses maserasi selama 24 jam. Kemudian disaring kembali dan filtrat yang dihasilkan diuapkan hingga pelarut metanol menguap dan diperoleh ekstrak 3. Residu yang dihasilkan selanjutnya dikeringkan dan ditambah pelarut air sampai terendam dan dilakukan proses maserasi selama 24 jam. Kemudian disaring kembali dan filtrat yang dihasilkan diuapkan hingga pelarut menguap dan diperoleh ekstrak 4. Dari proses ekstraksi ini diperoleh ekstraksi 1 (pelarut heksana), ekstrak 2 (pelarut etil asetat), ekstrak 3 (pelarut metanol), dan ekstrak 4 (pelarut air). Diagram alir proses ekstraksi daun dan buah takokak terdapat pada Lampiran 2. Setelah mendapatkan ekstrak, dilakukan pengukuran rendemen. Rendemen diperlukan untuk mengetahui dan membandingkan jumlah senyawa atau ekstrak yang dapat terambil oleh pelarut. Banyak ekstrak dihitung berdasarkan rumus:
12
Rendemen (%) = bobot ekstrak x 100% bobot bahan Uji Fitokimia Untuk mengetahui kandungan bahan aktif dari ekstrak dan fraksi aktif inhibitor α-glukosidase perlu dilakukan uji identifikasi kualitatif golongan senyawa kimia tanaman (fitokimia) yang terdapat di dalam ekstrak dan fraksi aktif tersebut. Uji fitokimia menurut Harborne (1987) meliputi uji steroid, uji tanin, uji alkaloid, uji flavonoid, dan uji saponin. Uji Alkaloid. Sebanyak 1 g ekstrak takokak dilarutkan dengan 10 mL kloroform dan beberapa tetes NH4OH kemudian disaring ke dalam tabung reaksi tertutup. Ekstrak kloroform dalam tabungreaksi dikocok dengan penambahan 10 tetes H2SO4 2 M kemudian lapisan asamnya dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang lain. Lapisan asam ini diteteskan pada plat tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendorf yang akan menimbulkan endapan warna berturut-turut putih, cokelat, dan merah jingga. Uji Flavonoid. Sebanyak 1 g ekstrak takokak dari masing-masing sumber ditambahkan 100 ml air panas kemudian dididihkan selama 5 menit dan disaring. Filtrat yang diperoleh kemudian diambil sebanyak 5 mL, ditambah dengan serbuk Mg 0.05 g, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol. Campuran dikocok kuatkuat. Uji positif ditandai dengan munculnya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol. Uji Terpenoid dan Steroid. Uji ini menggunakan pereaksi LiebermanBuchard. Pada pengujian ini, sebanyak 1 g ekstrak takokak dari masing-masing sumber dimaserasi dengan 10 mL dietil eter selama 1 jam kemudian disaring. Ke dalam filtratnya ditambahkan 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat secara berurutan. Larutan dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Uji positif ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu untuk triterpenoid serta hijau atau biru untuk steroid. Uji Saponin. Sebanyak 1 g ekstrak takokak ditambahkan ke dalam 100 mL air panas, didihkan selama 5 menit, lalu disaring. Sebanyak 5 mL filtrat dikocok dalam tabung reaksi tertutup selama 10 detik, kemudian dibiarkan 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih stabil.
13
Uji Tanin. Sebanyak 1 g ekstrak takokak ditambahkan ke dalam 100 mL air panas kemudian didihkan selama 5 menit lalu disaring. Sebanyak 5 mL filtrat ditambah FeCl3 1 % Uji positif ditandai munculnya warna hijau kehitaman. Penentuan Eluen Terbaik Ekstrak pekat dari sampel ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering langsung dielusi dalam bejana elusi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen pengembang. Eluen yang digunakan adalah metanol, etil asetat, kloroform, dietil eter, diklorometana, dan n-heksana, lalu dilakukan perbandingan pada eluen yang menghasilkan spot yang banyak dan terpisah. Eluen akan diperbaiki lebih lanjut apabila pemisahan belum baik. Noda hasil elusi diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom (Rouessac & Rouessac 2007) Fraksinasi dilakukan dengan pengemasan kolom untuk pemisahan 2 g ekstrak Solanum torvum dengan diameter kolom 2 cm dan tinggi kolom 30 cm. Ekstrak dilarutkan dalam eluen terbaik yang telah diperoleh, kemudian dipisahkan dengan kolom kromatografi dengan elusi step gradient. Eluen ditampung setiap 5 mL dalam tabung reaksi dan eluat yang memiliki warna yang sama kemudian dikumpulkan dalam satu fraksi. Setiap fraksi yang diperoleh kemudian dilakukan pengujian KLT. Selanjutnya fraksi teraktif diuji dengan KLT preparatif, noda yang diperoleh kemudian dideteksi di bawah lampu UV 254 nm dan 366 nm. Uji Aktivitas α-Glukosidase (Sugiwati et al. 2006) Sebanyak 1 mg enzim α-glukosidase dilarutkan dalam 100 mL bufer fosfat 100 mM (pH 7.0). Kemudian ditambahkan 200 mg bovin serum albumin yang telah dilarutkan dalam bufer fosfat 100 mM (pH 7.0). Sebelum digunakan sebanyak 1 mL larutan enzim tersebut diencerkan 25 kali dengan bufer fosfat (pH 7.0). Campuran reaksi terdiri atas 250 µL 20 mM p-nitrofenil α-D-glukopiranosa sebagai substrat, 490 µL 100 mM bufer fosfat (pH 7.0), dan 10 µL larutan sampel dengan variasi konsentrasi 50, 100, 200, 400, dan 800 ppm dalam 10 µL dimetil sulfo oksida/DMSO. Campuran reaksi diinkubasi dalam penangas air pada suhu
14
37 oC selama 5 menit dan ditambahkan 250 µL larutan enzim kemudian diinkubasi lagi dalam penangas air pada suhu 37 oC selama 15 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan penambahan 1000 µL 200 mM natrium karbonat. Hasil reaksi kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 400 nm. Tablet akarbosa (Glucobay) dilarutkan dalam bufer dan HCl 2 N (1:1) dengan konsentrasi 1% b/v sebagai kontrol positif. Endapan dikumpulkan dengan pemusingan dan supernatannya sebanyak 20 µL dimasukkan ke dalam campuran reaksi seperti pada sampel. Hasil reaksi tersebut diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 400 nm. Sampel dan kontrol positif dilakukan dua kali ulangan sebagai pembanding dengan sampel yang akan diuji. Bagan alir uji inhibisi α-glukosidase dapat dilihat pada Lampiran 3. Persentase inhibisi = K-(S1-S0) x 100 K K= absorban kontrol negatif S1= absorban sampel dengan penambahan enzim S0= absorban sampel tanpa penambahan enzim Identifikasi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase Identifikasi
senyawa
dilakukan
terhadap
fraksi
teraktif
dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR. Identifikasi spektrofotometer UV-Vis dilakukan untuk mengukur spektrum serapan dengan pelarut metanol, senyawa dalam sampel diukur pada panjang gelombang 200-700 nm. Identifikasi dengan menggunakan IR dilakukan dengan menimbang sebanyak ± 0.8000 mg sampel dihaluskan bersamaan dengan 0.2004 g KBr dalam mortar agat. Setelah dihaluskan dan bercampur, serbuk ini dimasukkan ke dalam alat pencetak pelat KBr, sehingga diperoleh serbuk lempeng yang transparan. Lempeng yang diperoleh dimasukkan ke dalam spektrofotometer IR.