23
BAHAN DAN METODE Penelitian ini akan dilaksanakan dalam tiga tahapan kegiatan, sebagai berikut : I.
Ekstraksi dan Karakterisasi Peptida ELJ a. Persiapan bahan baku Potongan akar kayu pasak bumi dijemur hingga cukup kering, kemudian
diserut hingga berbentuk serpihan halus. Serutan akar tersebut kemudian digiling menggunakan mesin tipe diskmill. Serbuk hasil gilingan kemudian diayak dengan lobang ayakan berdiameter 1 mm. Bagian yang tidak lolos mengalami proses ulang untuk dijemur, digiling, dan diayak kembali. b. Ekstrak peptida Lemak pada serbuk simplisia diekstrak menggunakan heksana. Sampel bebas lemak di tambah air (1:10) bersuhu 45 oC dan diaduk dengan magnetic stirer. pH diatur menjadi 10 - 10.5 menggunakan NaOH 2N. Maserasi selama 30 menit pada suhu 45 oC. Disentrifus 2000 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil dan diatur pH-nya menjadi 4.5 dengan HCl 2N. Disentrifus 2000 rpm selama 15 menit, supernatan dibuang. Endapan ditambahkan air 200 ml (pencucian). Disentrifus 2000 rpm selama 15 menit, endapan dikeringkan dan dianalisis komposisinya. c. Analisis proksimat ekstrak peptida (AOAC, 1990) Kadar air ditentukan dengan menempatkan 1 gram sampel dengan cawan yang sudah diketahui bobotnya ke dalam oven udara panas pada suhu 105 oC. Sampel dianggap kering jika bobotnya sudah konstan, paling tidak selama 2 jam. Kadar air %
W –W W –W
Keterangan : W1 = bobot cawan dan sampel sebelum dipanaskan W2 = bobot cawan dan sampel setelah dikeringkan W = bobot cawan kosong
24 Kadar abu merupakan sisa dari pembakaran dengan tanur 5-10 gram sampel pada suhu 600 oC selama 2 jam x 100%
kadar abu %
Kadar protein ditentukan dengan metode Kjeldahl. Sebanyak 0.25 gram sampel dimasukkan kedalam labu kjeldahl 100 ml lalu ditambahkan selenium 0.25 gram dan 3 ml H2SO4 pekat. Selanjutnya didestruksi (dipanaskan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam hingga larutan jernih. Setelah larutan dingin ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40% lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2% dan 2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Destilasi dihentikan setelah volume hasil tampungan menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan. Destilat dititrasi dengan HCl 0.1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Perolehan kadar nitrogen total dihitung dengan rumus : Kadar N %
ml HCl – ml blanko x N HCl x 14.007 x 100 mg sampel
Kandungan protein kasar = %N x faktor koreksi (6.25) Kadar lemak ditentukan setelah kandungan lemak sampel diekstrak dengan pelarut heksan menggunakan labu soxhlet. Labu lemak dikeringkan di dalam oven, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (x gram). Sampel sebanyak 5 gram ditimbang dan dibungkus dalam kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Sebanyak 70 sampai 100 ml heksan dimasukkan ke dalam labu lemak. Rangkaian alat soxhlet dipasang dan sampel diekstrak. Pelarut dikeluarkan dari dalam labu lemak, labu dikeringkan dan ditimbang (y gram). Kadar lemak
X 100%
Kadar karbohidrat ditentukan by difference. Kadar karbohidrat = 100% - (air + abu + protein + lemak) d. Pengukuran % Recovery Peptida Ekstrak % recovery = B/A (100%)
25 A = jumlah protein kasar serbuk bebas lemak B = jumlah protein kasar ekstrak yang diperoleh e. Elektroforesis gel poliakrilamid sodium dodesil sulfat (SDS-PAGE) metode Bollag dan Edelstein (1991) Penetapan bobot molekul fraksi-fraksi menggunakan metode SDS-PAGE (Laemli 1970 yang telah disistematis oleh Bollag dan Edelstein 1991) dilakukan dengan piranti elektroforesis gel poliakrilamid (PAGE) “Biometra”, bentuk plat gel vertical dengan ukuran gel 88 mm x 148 mm x 1 mm. Tahapan pekerjaan elektroforesis SDS-PAGE dapat dilihat pada Gambar 3. Pembuatan gel separasi
Pembuatan stacking gel
Persiapan sampel
Running gel
Pewarnaan gel
Destaining gel
Penentuan bobot molekul protein-protein yang terpisahkkan Gambar 3. Bagan tahapan pelaksanaan analisis SDS-PAGE Elektroforesis SDS-PAGE pada penelitian ini menggunakan sistem gel diskontinu. Konsentrasi gel separasi yang digunakan adalah 12% dan kosentrasi stacking gel adalah 4%. •
Pembuatan gel separasi
26 Persentase akhir akrilamit yang digunakan adalah 12%. Campuran larutan (8 ml, untuk 1 plate) yang digunakan sebagai berikut : 40% akrilamid/1.1 bisakrilamid
2.40 ml
4X Tris-Cl/SDS, pH 8.8
2.00 ml
Aqudes
3.49 ml
10% APS
0.10 ml
TEMED
0.01 ml
Cara pembuatan : Plat elektroforesis disusun mengikuti petunjuk pembuatannya. Larutan akrilamid, buffer 4X Tris-CL/SDS pH8,8 dan akuades dicampur dalam Erlenmeyer menggunakan stirrer. Ammonium persulfat dan TEMED kemudian ditambahkan pada campuran tersebut. Campuran/larutan di atas dituangkan dengan pipet ke dalam susunan kaca elektroforesis melalui kaca pemisah untuk mengurangi kemungkinan timbulnya gelembung udara. Dilakukan dengan cepat dan hati-hati, 0,5-1 cm bagian yang tidak diisi •
Pembuatan stacking gel Persentase akhir akrilamit yang digunakan adalah 4%. Campuran larutan
yang digunakan (8 ml untuk satu plat) sebagai berikut : 40% akrilamit/1,1 bisakrilamit
0.300 ml
4X Tris-Cl/SDS pH 6,8
0,750 ml
Akuades
1,895 ml
APS
0,050 ml
TEMED
0,005 ml
Cara pembuatan : Akuades di atas separating gel dihilangkan dengan tisu. Larutan akrilamid dan buffer 4X Tris-Cl/SDS pH 6.8 dicampurkan dalam erlenmeyer dan stirer. Ammonium persulfat dan TEMED kemudian ditambahkan pada campuran di atas. Larutan gel tersebut dituangkan menggunakan pipet di atas separating gel sampai memenuhi bagian atas kaca elektroforesis. Sisir dimasukkan dengan hati-hati, dipastikan tidak terbentuk gelembung udara yang terperangkap pada ujung gigi.
27 Setelah terjadi polimerisasi membentuk gel (± 30 menit), gel ditempatkan dalam chamber elektroforesis. •
Persiapan sampel Delapan µl sampel protein (dari 10 mg/ml larutan sampel protein)
dicampurkan dengan 6 µl sampel dalam tabung eppendorf. Campuran sampel dan buffer dimasukkan ke dalam sumur menggunakan pipet •
Running gel Running dilakukan selama ± 1.5 jam atau sampai migrasi sampel
mencapai 1 cm dari bawah gel, tegangan listrik yang digunakan 125 V •
Pewarnaan gel Gel ditempatkan dalam wadah yang berisikan larutan Coomassie Brilliant
Blue selama ± 30 menit. •
Destaining gel Larutan staining dihilangkan dengan campuran metanol, asam asetat
glasial dan akuades dengan perbandingan 2:1:7 selama ± 24 jam •
Penentuan bobot molekul protein-protein yang terpisahkan Bobot molekul protein-protein yang terpisahkan ditentukan berdasarkan
protein standar (Low Moleculer Weight -LMW, Amersham Pharmacia Biotech, Uppsala, Sweden) yang dirunning secara bersamaan dengan sampel dan diketahui bobot molekulnya. f. Analisis Kromatografi Gas Spektro Massa (GC-MS). Analisis kromatografi dilakukan terhadap endapan dan supernatan pada larutan asam dari proses ekstraksi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui zat-zat lain yang terdapat pada endapan selain peptida dan juga zat-zat yang terpisahkan karena tidak ikut mengendap bersama peptida. Analisis ini menggunakan alat Agilent Technologies 6890. Modus ionisasi electron impact dengan energi elektron 70 eV. Kolom HP Ultra 2, berukuran 30 m x 0.25 mm, ketebalan film I.D x 0.25 (µm). Temperatur oven awal 60 oC selama 1 menit, meningkat 10 oC/menit hingga 250 oC dan bertahan selama 1 menit, kemudian mengalami peningkatan
28 akhir 20 oC hingga 300 oC dan bertahan selama 22 menit. Temperatur injeksi port 250 oC, sumber ion 230 oC, antarmuka 280 oC dan quadrupole 140 oC. Gas pembawa helium. Aliran kolom tetap 0.6 µl/menit. Volume injeksi 1 µl, split 50 : 1. Metode arsip : Bahalam. II. Upaya Proteksi Peptida dari Degradasi Rumen Senyawa peptida di dalam rumen akan didegradasi oleh mikroba ruminal, oleh karenanya perlu dilakukan upaya proteksi. Percobaan ini akan menguji tiga metode proteksi peptida ELJ yaitu dengan enkapsulasi polimerik menggunakan 2vinylpyridine/styrene, enkapsulasi hidrofobik menggunakan stearat dan pengikatan senyawa peptida dengan asam tanat. a. Metode proteksi peptida Mikroenkapsulasi pertama merupakan penyalutan dengan substansi polimerik pembentuk film. Sekitar 1.008 g peptida ELJ ditetesi 0.126 ml HCl diaduk dan ditambahkan akuades secukupnya agar merata, kemudian dicampur rata dengan 0.126 g microcrystalline cellulose, lalu diaduk dengan 0.277 g air. Kelembaban adonan diperkirakan sekitar 18%. Adonan tersebut kemudian diekstruder dengan mesin pellet berdiameter 2 inchi yang dilengkapi suatu mata pisau cincang yang berputar di bagian muka. Lobang saringan berdiameter 1.6 mm dan pisau cencang diatur sedemikian hingga memotong pellet dengan ukuran panjang 1 hingga 1.5 kali diameternya. Pellet basah kemudian dibulatkan atau disemir sehingga pinggirnya lebih tumpul, lalu dikeringkan hingga mencapai kadar air maksimal 1%. Pellet yang sudah kering dilapisi dengan suatu pembalut, dengan bobot pembalut sekitar 15% dari total massa butiran tersebut. Komposisi pembalut tersebut adalah 60% 2-vinylpyridine/styrene (80/20) dan 40% kaolin (Wu & Miller 1988). Mikroenkapsulasi kedua, merupakan mikroenkapsulasi hidrofobik yang dimodifikasi dari metode Klose dan Nyack (1993) menggunakan komposisi bahan seperti pada Tabel 1. Komponen penyalut dicampur dan dipanaskan hingga mencair. Setelah cair dan tercampur merata, sumber panas dimatikan. Ekstrak peptida segera dicampurkan dan diaduk merata pada penyalut yang masih cair.
29 Kaolin ditambahkan pada proses akhir pencampuran dimana komponen penyalut mulai membeku. Bongkahan produk enkapsulasi dilewatkan pada suatu kasa mesh 6 untuk memecahkan gumpalan. Produk yang dihasilkan memiliki suatu gravitas spesifik sekitar 1.4. Enkapsulat selanjutnya disemprot dengan propilen glikol dengan rasio sekitar 15 g propilen glikol untuk 500 g enkapsulat. Tabel 1. Komposisi bahan enkapsulat hidrofobik penyalut peptida ELJ Komposisi enkapsul Peptida ELJ Penyalut hidrofobik 90% asam stearat 10% malam Pengatur bobot jenis Kaolin Wetting agent Propylene glycol (% dari total enkapsulat)
% bobot 47.2 37.8 15.0
3.0
Metode proteksi ketiga merupakan pengikatan senyawa peptida dengan asam tanat membentuk peptide-tanic complex. Sampel peptida ditambahkan asam tanat dengan perbandingan 75 : 25, ditambahkan air secukupnya kemudian diaduk merata. Campuran tersebut kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 50 oC. b. Pengujian in vitro rumen Uji in vitro dilakukan untuk mengamati efektivitas perlakuan enkapsulasi dalam melindungi peptida ELJ di dalam rumen dan melepaskannya di dalam abomasum. Metode pengujian in vitro rumen dilakukan menurut Tilley dan Terry (1963) dalam Close dan Menke (1986). Preparasi sampel dilakukan dengan mengeringkannya pada temperatur di bawah 60 oC. Sampel kering selanjutnya digiling hingga berukuran ± 1 mm. Sebanyak 0.5 gram dimasukkan ke dalam tabung fermentor (erlenmeyer) berkapasitas + 100 ml. Preparasi medium dilakukan dengan memasukkan ke dalam erlenmeyer kapasitas 1 liter bahan-bahan sebagai berikut : 2 g trypticase, 400 ml akuades dan 0.1 ml
larutan mineral mikro, lalu diaduk sampai seluruh bahan larut.
Selanjutnya tambahkan 200 ml larutan penyangga rumen, 200 ml larutan mineral makro, 1.0 ml larutan rezasurin dan 40 ml larutan pereduksi. Medium lalu
30 ditempatkan ke dalam waterbath pada suhu 39 oC sambil diberikan gas CO2 dan diaduk dengan magnetic stirrer. Kondisi reduksi medium diamati, dengan indikator perubahan warna dari biru ke merah muda lalu menjadi tidak berwarna (medium tereduksi dengan komplit). Inkubasi dilakukan dalam cairan rumen domba yang dikoleksi dari minimal dua ekor ternak berbeda. Cairan rumen disaring menggunakan 2 lapis kain kasa dan dimasukkan ke dalam termos pada suhu 39oC. Selanjutnya dicampur 1 bagian cairan rumen dan 4 bagian medium, lalu ditempatkan dalam penangas air pada suhu 39oC sambil terus diberikan gas CO2 dan diaduk dengan magnetic stirrer. Sebanyak 50 ml medium yang telah bercampur cairan rumen dimasukkan ke dalam masing-masing tabung fermentor yang telah berisi sampel dan 2 tabung fermentor yang tidak berisi sampel (blanko). Tabung fermentor ditutup dengan tutup karet yang berventilasi, kemudian ditempatkan di shaker waterbath, inkubasi pada suhu 39oC selama 48 jam atau disesuaikan dengan peubah yang diukur. Setelah inkubasi tahap pertama berakhir, tutup karet tabung fermentor dilepaskan dan ditambahkan 2 ml HCl 6 N agar pH mencapai 2. Selanjutnya ditambahkan 0.5 g pepsin, diaduk sampai tercampur rata dan ditambahkan 1 ml toluen. Tabung fermentor kembali ditempatkan pada shaker waterbath, dan inkubasi selama 48 jam pada suhu 39oC. Kertas saring whatman no. 41 digunakan untuk mendapatkan sisa fermentasi (residu dan blanko), lalu ditentukan bahan kering sampel, residu, dan blankonya. Pengujian secara in vitro dilakukan terhadap 4 macam bahan, yaitu : 1) Peptida terenkapsulasi polimerik (EP), 2) Peptida terenkapsulasi hidrofobik (EH), 3) Peptida terikat tanin (ET), 4) Peptida nonenkapsulasi (NE). Peubah yang diamati meliputi kecernaan bahan organik (BO) dan produksi gas NH3. % Kecernaan BO
O
–
O
– O
O
Kadar NH3 dihitung dengan metode Mikrodifusi Conway N NH c. Analisis data
mM
H SO
N H SO K
x 100%
31 Data dianalisis variansi dalam rancangan acak kelompok dengan keempat macam bahan terproteksi sebagai faktor perlakuan dan ulangan sebagai kelompok. Hasil yang berbeda nyata, akan dilanjutkan dengan uji Beda Nilai Terkecil. Perlakuan yang menghasilkan efektivitas enkapsulasi tertinggi, digunakan pada percobaan tahap selanjutnya. Rumus persamaan yang digunakan dalam rancangan tersebut (Steel dan Torrie 1995) adalah : Yij = μ + τi + δj + E(ij) Keterangan : -
Yij
=
pengamatan ke-i dan ulangan ke-j
-
μ
=
nilai rerata total
-
τi
=
pengaruh faktor perlakuan ke-i
-
δj
=
pengaruh kelompok ke-j
-
E(i)j
=
pengaruh galat percobaan
III. Uji Penggunaan Peptida ELJ Terproteksi pada Domba Pedaging a. Ternak dan Perlakuannya Pemeliharaan ternak dilaksanakan di kandang percobaan ruminansia kecil Balai Penelitian Ternak Ciawi. Ternak yang digunakan merupakan domba jantan ekor tipis jenis priangan berjumlah 16 ekor. Ternak dipilih berdasarkan keseragamannya dan diseleksi dari sebuah usaha peternakan rakyat yang memiliki populasi lebih dari 1000 ekor di Desa Cimande, Caringin, Bogor. Umur ternak berkisar 12 bulan yang ditandai dengan sedang atau baru bergantinya insisivus. Pemeliharaan dilakukan pada kandang individu dengan ukuran ruang 85 x 96 cm. Setiap kandang dilengkapi kran minum otomatis, sedangkan tempat pakan berupa kotak kayu ditaruh di sisi depan luar kandang. Pemberian obat cacing, obat mata, antibiotik dan vitamin dilakukan di awal pemeliharaan. Masa adaptasi dilaksanakan selama satu bulan. Selama masa adaptasi dilakukan juga pengamatan dan pengukuran beberapa peubah. Sebelum memasuki masa perlakuan ternak ditimbang dan ditetapkan sebagai bobot awal, yaitu 30.43 ± 1.41 kg (CV = 4.64%).
32 Pakan berupa rumput gajah dan konsentrat komersial GT-03 produksi Indofeed. Jumlah pemberian pakan disesuaikan dengan perkembangan bobot badan dengan perbandingan bahan kering antara rumput dan konsentrat 25 : 75. Pemberian pertama adalah suplemen ELJ, setelah habis dilanjutkan dengan pemberian konsentrat. Pakan rumput diberikan setelah konsentrat habis dimakan. Hasil analisis proksimat komposisi nutrisi dari rumput dan konsentrat ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi nutrisi bahan kering pakan rumput dan konsentrat selama pemeliharaan (% dari bahan kering) Serat kasar
TDN
17.89
6.15
89,69
2.00
8.45
31.21
51,75
6,01
15,53
12,41
80,20
Jenis Pakan
Air
Abu
Lemak Protein
Konsentrat
11.52
8.26
7.35
Rumput gajah
86.03
8.45
Total Pakan
30,15
8,31
Pemberian suplemen ELJ dibedakan atas 4 macam perlakuan masingmasing pada 4 ekor domba. Keempat perlakuan tersebut adalah : ‐
P0 : enkapsulat tanpa ELJ (placebo)
‐
P1 : enkapsulat ekstrak peptida ELJ 1.5 mg/kg bobot badan
‐
P2 : enkapsulat ekstrak peptida ELJ 3 mg/kg bobot badan
‐
P3 : enkapsulat LJ100™ 1 mg/kg bobot badan LJ100™ merupakan suplemen komersial dari ekstrak ELJ mengandung
bahan aktif eurypeptide® yang diproduksi oleh Physician Formulas, Irvine, California, USA. Perlakuan dilaksanakan selama 108 hari. b. Pengamatan peubah Kadar testosteron darah, diukur dengan teknik Radioimmunoassay (RIA). Sampel darah diambil dengan menggunakan syringe steril kapasitas 3 cc pada vena jugularis sebanyak 1 cc. Sampel darah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi 3 ml yang telah berisi EDTA. Selama dalam perjalanan ke laboratorium tabung berisi sampel darah ditempatkan bersamaan dengan pecahan es. Tabung beserta isinya kemudian disentrifus 10.000 rpm, suhu 10 oC selama 5 menit,
33 sehingga dapat digunakan untuk mengukur hormon testosteron. Plasma diukur kandungan hormon testosteronnya dengan menggunakan kit Testo CT2 produksi Cisbio-Bioassays USA. Pengukuran dilakukan secara kuantitatif dan menggunakan radioaktif 125I (Jaffe & Behrman 1974). Pengamatan profil darah meliputi kadar hemoglobin (Hb) packet cell volume (PCV), butir darah merah (BDM), butir darah putih (BDP), limfosit, netrofil, monosit, dan eosinofil dengan metode yang mengacu pada Sastradipradja et al (1989) Jumlah rerata konsumsi bahan kering (BK) ransum/ekor/hari diperoleh dengan cara menghitung selisih antara jumlah BK diberikan (jumlah ransum yang diberikan x % BK ransum)/ekor/hari dan jumlah BK sisa (jumlah ransum sisa x % BK ransum sisa)/ekor/hari. Konsumsi zat-zat makanannya dihitung dengan mengalikan jumlah konsumsi BK dengan % zat-zat makanan yang terkandung di dalamnya. Pertambahan bobot badan harian (PBBH), ditentukan dengan menghitung selisih bobot badan akhir dengan bobot badan awal/ekor/lama periode penelitian (hari). Penimbangan bobot badan dilakukan setiap bulan dan dilakukan pada pukul 07.00 sebelum pemberian pakan. Konversi pakan tiap ekor domba ditentukan dengan menghitung nisbah antara rataan jumlah konsumsi bahan kering /ekor/hari dengan rataan pertambahan bobot badan/ekor/hari. Penentuan jumlah nitrogen (N) teretensi dilakukan dengan menghitung selisih antara jumlah N terkonsumsi dalam ransum dan jumlah N yang dikeluarkan bersama feses ditambah urine yang dinyatakan sebagai neraca nitrogen (Bondi & Drori 1987), sebagai berikut : B = I – (U+F) Keterangan : B = Neraca N (jumlah N teretensi) I = Jumlah N terkonsumsi dari ransum U = Jumlah N yang dikeluarkan dalam urin F = Jumlah N yang dikeluarkan dalam feses
34 Penentuan neraca N dilakukan dua kali, yaitu pada masa sebelum perlakuan dan di akhir masa perlakuan. Koleksi urin dan feses dilakukan selama 7 hari dan setiap hari diambil sampel sebanyak kira-kira 5% dari jumlah urin yang keluar dalam waktu 24 jam. Sebelum digunakan, penampung urin (botol plastik) diisi dengan H2SO4 3M sebanyak 5 ml, untuk menghindari penguapan N urin menjadi amonia. Sampel urin segera ditaruh di dalam freezer untuk kemudian dianalisis kandungan N-nya. Sampel feses diambil sebanyak 10% dari bobot sampel yang diekskresikan setiap harinya. Sampel feses tersebut langsung dikeringkan dengan oven pada suhu 60 oC selama 24 jam. Analisis kadar N dilakukan dengan metode kjeldahl. Pemotongan domba dilakukan secara halal dengan memotong leher tepat di samping tulang rahang bawah hingga vena jugularis, oesophagus dan trachea terputus. Kepala dipisah dari leher pada sendi occipito-atlantis. Kaki depan dan kaki belakang dipisahkan pada sendi carpo-metacarpal dan sendi tarsometatarsal dan ekor dipisahkan dari tubuhnya. Karkas segar diperoleh setelah semua organ tubuh bagian dalam dikeluarkan, yaitu hati, limpa, jantung, paruparu, trakea, alat pencernaan, empedu, pancreas, dan ginjal. Bobot tubuh kosong merupakan hasil pengurangan bobot potong dengan bobot isi saluran pencernaan dan kantung kemih. Karkas segar yang diperoleh kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot karkas segar (bobot karkas panas). Karkas segar dibelah secara simetris sepanjang tulang belakangnya dari leher (Ossa vertebrae cervicalis) sampai sakral (Ossa vertebrae sacralis) dan ditimbang bobotnya (bobot karkas segar kiri dan kanan). Karkas sebelah kanan dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diikat untuk dibawa ke ruang chiller. Suhu ruang chilly berkisar 5 0C, dan di dalamnya karkas digantung selama ± 24 jam. Belahan karkas yang telah dikeluarkan dari ruang pendingin ditimbang bobotnya (bobot karkas kanan dingin). Karkas selanjutnya dipotong menjadi delapan potongan komersial mengikuti petunjuk Romans dan Ziegler (1994) yaitu : paha belakang (leg), pinggang (loin), punggung (rack), bahu (shoulder), leher (neck), paha depan (shank), dada (breast), dan perut (flank) kemudian masing-
35 masingnya ditimbang. Potongan komersial karkas selanjutnya diurai menjadi lemak subkutan, lemak intermuskuler, otot dan tulang, yang kemudian ditimbang. Kualitas karkas. Beberapa hal diamati sehubungan dengan kualitas karkas adalah persentase karkas, komposisi potongan komersial karkas, dan komposisi komponen karkas. Persentase karkas (%), didapat dari perbandingan antara bobot karkas dengan bobot tubuh kosong dikali 100. Bobot karkas (gram), didapat dari bobot yang diperoleh dari selisih bobot potong dengan bobot darah, kepala, kaki, kulit, organ tubuh bagian dalam (selain ginjal), alat reproduksi dan ekor. Bobot tubuh kosong (gram), diperoleh dari selisih bobot potong dengan bobot isi saluran pencernaan. Sifat fisik daging yang diamati terdiri atas pH, daya mengikat air, keempukan dan susut masak. pH Daging diukur dengan cara menusukkan dioda pH meter digital terkalibrasi ke dalam sampel daging beberapa kali sehingga didapatkan nilai rata-rata yang mewakili. Daya Mengikat Air (DMA) ditentukan dengan metode Hamm. Sampel sebanyak 0.3 g diletakkan pada kertas saring Whatman 41 dan ditutup dengan kertas yang sama, lalu ditekan dengan Carper Press dengan tekanan 35 kg/cm2 selama 5 menit. Penekanan menghasilkan dua lingkaran yaitu lingkar dalam (LD) yang merupakan luas area daging dan lingkar luar (LL) yang merupakan areal air daging. Batas kedua lingkaran ditandai dan luasnya diukur menggunakan Planimeter dengan satuan inch. Berdasarkan ukuran luas area tersebut dapat ditentukan jumlah air yang dibebaskan. Semakin banyak air yang dibebaskan semakin rendah daya mengikat air dari sampel daging tersebut. Luas area basah
luas LL – luas LD 100
Jumlah air pada area basah dihitung dengan rumus sebagai berikut : mgH O
luas area basah x 6.45 konversi inch ke cm 0.0948
Persentase jumlah air yang dibebaskan adalah sebagai berikut : % air bebas
mgH O X 100 % 300
8
36 Keempukan daging ditentukan dengan mengambil sampel daging seberat ± 100 g ditusuk dengan termometer bimetal lalu dicelupkan pada air mendidih. Sampel diangkat setelah suhu bagian dalamnya yang ditunjukkan termometer mencapai 81 oC, kemudian didinginkan. Daging dipotong searah serat dengan menggunakan corer dan diletakkan alat warner blatzer shear force. Tingkat keempukan daging ditunjukkan oleh besarnya kekuatan (kg/cm3) yang diperlukan untuk memotong sampel daging tersebut. Semakin besar tenaga yang diperlukan, daging semakin alot. Susut masak daging ditentukan dengan persiapan dan perebusan sampel seperti penentuan keempukan, lalu sampel ditimbang sampai bobotnya konstan. Persentase susut masak dihitung dengan rumus berikut : Susut Masak %
bobot awal bobot akhir x 100% bobot awal
Komposisi kimia daging yang diamati terdiri dari kadar air, protein kasar, lemak dan abu menggunakan analisis proksimat dengan metode AOAC (1990). c. Rancangan percobaan dan analisis data Percobaan ini dilaksanakan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah, terdiri atas empat macam perlakuan dan empat kali ulangan. Keempat perlakuan merupakan perbedaan dalam pemberian suplemen peptida ELJ seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Data secara umum dianalisis ragam berdasarkan persamaan berikut (Steel & Torrie 1995) : Yij = μ + τi + E(i)j Data komposisi tubuh dianalisis peragam dengan bobot setengah karkas sebagai peragam, berdasarkan persamaan berikut : Keterangan : Yij μ τi Xij E(i)j
Yij = μ + τi + Xij + E(i)j = = = = =
pengamatan ke-i dan ulangan ke-j nilai rerata total pengaruh faktor perlakuan kovariat pengaruh galat percobaan