-~--.- --~---.~-
.....
-.
BAHAN AJAR M.K. GENDER DAN KELUARGA (lKK 214)
TEHNIKANALISIS GENDER
DlSUSUN OLEH:
HERIEN PUSPITAWATI
16
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTASEKOLOGIMANUSM INSTITUT PERTANlAN BOGOR
~
2009
I
(2
_ <:~~\
~
..
19/,
~
PERPUSTAKAANIKK
FEMA ·IPS BAHAN AJAR M.K. GENDER DAN KELUARGA (IKK 214)
TEHNIKANALISIS GENDER
DISUSUN OLEH:
HERIEN PUSPITA W ATI
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTASEKOLOGIMANUS~
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009 PERPUSTAKAAN - IKK 'J'erima Dari ...........................
'-j(>eJj ~,.
tJ,
~OE~ =p'S:.:e' II ~q
, ...···'-,;;_ _i
SUmi';mgan ~,
re.r-:~ i.;:!ri.3n
PCfluk.aran
L~O.IK.L:::___J~~:.:....... ,
c!ll!!!!
........................~8LL...
,..
PERPUSTAKAANIKK DAFTARISI
FEMA ·IPS Halaman
DAFTARISI ................................................................................................. .
DAFTAR TABEL ................................................ .................................... ......
ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
HI
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... ..
A. Deskripsi Singkat ............... .............................................. .......... B. Hasil Belajar ............. ............. ...... .............. ......... .... .................... C. Indikator Hasil Belajar ........ ................... ................. .................... D. Pokok Bahasan .......... ......... ......... ........ ............ ............ ...............
1
2
2
3
BAB II PENGERTIAN DAN TAHAPAN ANALISIS GENDER ............. A Pengertian-pengerrian yang Melandasi Analisis Gender.............. B. Tallapan Persiapan Analisis Gender ............................. ............... C. Latihan ....................................................................................... D. Rangkuman ...... ....... ........ ......... ........ ............. ..... ...... ............. .....
4
4
5
5
5
BAB III TEHNIK ANALISIS GENDER .... ....................................... .......... A Tehnik Analisis Model Harvard ............ .............. .................. ...... B. Tehllik ATlalisis Model Moser ...... .............. ....... ........... ......... ...... C. Tehnik Analisis Model SWOT .................................................... D. Tehnik Analisis Model GAP ....................................................... E. Tehnik Analisis Model PROBA ........... ............... .............. .......... F. Latihan ....................................................................................... G. RangkUlnan ................................................................................
7
7
11
18
19
22
26
26
BAB IV CONTOH ANALISIS KESENJANGAN GENDER DI ERA DESENTRALISASI................ ..... .... ..... ......... .... ..... .................. ...... A Contoh Analisis Data Kesenjangan Gender Bidang Pendidikan:
Kasus Jawa Barat 200512006 ............... ...... ...................... ........... B. Contoh Isu Kesenjangan Gender Bidang Pelldidikan dan
Analisis Faktor-faktor Penyebabnya ........... ..... ................ .... ....... C. Latihan ....................................................................................... D. Rangkuman ..................... ............................. ..............................
35
38
38
DAFTAR PUSTAKA ...................... ....... ........................... ................... .... ...... A Daftar Buku ............................................................................... B. Daftar Peraturan Perundang-u.'1dangan ......................................
38
38
38
28
35
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel3.1 Tehnik Analisis Gender: Model Harvard ..........................................
10
Tabel3.2 Alat-alat Analisis gender dari Moser ................................................
12
Tabel3.3 Alat Implementasi Perencanaan Gender dari Moser ..........................
12
Tabel 3.4 Tehnik Analisis Gender: Model Moser .............................................
17
Tabel3.5 KerangkaAnalisis Model SWOT .....................................................
18
Tabel3.6 Tehnik Analisis Gender: Model GAP ...... .........................................
22
Tabel3.7 Tehnik Analisis Gender: Model PROBA (BERMAS) .......................
26
Tabel4.1 Angka Partisipasi Sekolab (APS) Pendduudk Menurut Kelompok
Umur dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tabun 2005 .........................
27
Tabel4.2 Proporsi Penduduk Memperoleh Ijazah Tertinggi berdasarkan
Jenis Kelamin di jawa Barat Tabun 2005 ..........................................
29
Tabel4.3 Komposisi tutorltenaga Pendidik Pendidikan Non-Formal
Provinsi Jawa Barat Tabun 2004 ................... ........... ........................
30
Tabel4.4 Proporsi Penilik PLS, Pamong Belajar, TLD dan FDI menurut
Jenis Kelamin di Jawa Barat Tabun 20Q5 .........................................
31
Tabel4.5 Rekapitulasi Komposisi Kepala Sekolab dari Bcrbagai Jenjang
Pendidikan Berdasrujan Jenis Kelamin di Jawa barnt Tabun 2006 .....
32
Tabel4.6 Rekapitulasi Komposisi jabatan Dinas Pendidikan dari Berbagai
Jabatan Berdasarkan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tabun 2006 .........
33
Tabel4.7 Lembaga Kursus dan Pimpinan Kursus Menurut Jenis Kelamin
di Jawa Barat Tabun 2001-2005 .......................................................
33
Tabel4.8 Proporsi Ketua Lembaga PKBM Menurut Jenis Kelamin di Jawa Barat
Tabun 2005 ............ ........................................................ .................. 34
11
DAFTAR GAMBAR
Halaman Kerangka Metode Gender Analysis Pathway (GAP) ........ ...........
21
Gambar 3.2 Kerangka Analisis PROBA . .... ..... ..... .... ..... .... ..... .... ..... ......... ......
25
Gambar 3.1
Gambar 4.1
APS Penduduudk di Jawa Barat dalam Berbagai Kohor pada Tahun 2005 ................... .......... ................................ ...................
28
Gambar 4.2 Proporsi Perolehan Ijazah. Tertinggi Menurut Jenjang Sekolah di Jawa Barat Tahun 2005 ...........................................................
29
Gambar 4.3
Proporsi Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Buta Aksara Berdasarkan Jenis Kelarnin d Jawa Barat Tahun 2006 ............. ................... ..... 30
Gambar 4.4 Proporsi Kepala Sekolah Berdasarkan Jerus Kelarnin di Berbagai Jenjang Pendidikan di Jawa Barat Tahun 2006 .... ............. ...........
1II
31
BABI
PENDAHULUAN A. Deskripsi Singkat Ana6sis Gender Analisis gender adalah suatu alat untuk menyusun kebijakan Pengarusutamaan Gend~r (PUG) dalam rangka strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender. PUG dilakukan melalui penyusunan kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-Iaki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kebidupan dan pembangunan. Dalam menerapkan strategi tersebut diperlukan suatu alat (tools) yang menjadi dasar dari setiap proses pcngarusutamaan gender baik dalam aspek kebijakan, program dan kegiatan yang akan dikembangkan/dilaksanakan. Alat tersebut adalah analisis gender yang variatif namun kesemuanya dimulai dengau penyediaan data dan fakta serta informasi tentang gender yaitu data yang terpilah antara laki-Iaki dan perempuan serta dapat menggambarkan adanya kesenjangan gender misalnya dalam aspek akses, peran, kontrol dan manfaat.
Per.tingnya Peran Analisis Gender dalam Pembuatan Kebijakan Dengau analisis gender diharapkan kesenjang:::n gender dapat diindentifikasi dan dianalisis sehingga dapat ditemukan faktor-faktor penyebabnya serta langkah langkah pemecahan masalahnya, secara tepat. Analisis gender sangat penting khususnya bagi para pengambil keputusan dan perencanaan ditiap sektor, karena dengan analisis gender diharapkan masalah gender dapat diatasi atau dipersempit sehingga program yang berwawasan gender dapat dhvujudkan. Secara terinci analisis gender sangat penting manfaatnya, yaitu untuk: 1. Membuka wawasan dalam memaharni suatu kesenjangan gender di daerah pada berbagai bidang, dengan menggunakan analisis baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
2. Melalui analisis gender yang tepat, diharapkan dapat memberikan gambaran secara garis besar atau bahkan secara detil keadaan secara obyektif dan sesuai dengan kebenaran yang ada serta dapat dimengerti secara universal oleh berbagai pihak. 3. Analisis gender dapat menemukan akar permasalahan yang melatarbelakangi masaiah kesenjangan gender dan sekaligus dapat m,enemukan solusi yang tepat sa'5aran sesuai dengan tingkat permasalahannya
-.,~'!!!!!!!!'!"-
2
B. Hasil Belajar Modul ini diberikan pada Pejabat Eselon IV (Pejabat Eksekutif Yunior) yang berfungsi sebagai PELAKSANA PROGRAM dalam tataran lower manajer yang memiliki tanggung jawab menjalankan rencana aksi di lapangan dan berkoordinasi dengan stakeholder di daerahnya masing-masing. Eselon IV harus dapat menerjemahkan indikator-indikator keberhasilan program yang sesuai dengan keadaan daerah. 1. Tujuan Instmksional Vmum:
Setelah mempelajari materi ini peserta yang meliputi Pejabat Eselon IV dapat menguasai secara umum tehnik analisis gender yang lebih difokuskan pada pencarian data-data dan infonnasi di lapangan sesuai yang dibutuhkan oleh atasannya yaitu Eselon DI. Peserta yang berasal dari Pejabat Eselon IV ini harus dapat menganalisis data gender untuk membantu para pengambilan keputusan dalam menyiapkan kebutuhan data dan informasi dalam analisis gender.
2. Tujuan Instmksional Khusus: Setelah mempelajari materi ini peserta dapat:
a b.
c.
Memilih teknik analisis gender Menganalisis data gender berdasarkan Metoda Model Analisis Harvard; Model Analisis Moser, Model Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat) atau analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman; Model Analisis GAP (Gender Analysis Pathway) atau Model Jalur Analisis Gender, dan Model Model ProBA (Problem Based Approach) atau model Pendekatan Berbasis Masalah. Menetapkan keputusan dan menentukan kebijakan program berwawasan gender.
C. Indikator Hasil Belajar Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu: I. Menjelaskan garlS besar pengertian, tujuan dan teknik analisis gender. 2. Menganalisis data gender berdasarkan Metoda Model Analisis Harvard; Model Analisis Moser, Model Analisis SWOT (Strength, Weakness, OPIXJrtunity, and Threat) atau analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman; Model Analisis GAP (Gender Analysis Pathway) atau Model Jalur Analisis Gender, dan Model Model ProBA (problem Based Approach) atau model Pendekatan Berbasis Masalah). 3. Analisis berdasarkan data dan isu yang ada di dl'?-erah.
3
D. Pokok Bahasan 1. Teknik analisis gender berdasarkan metoda Harvard, Moster, SWOT, GAP dan ProBA 2. Contoh Analisis Kesenjangan Gender
BABII
PENGERTIAN DAN TAHAPAN PERSIAPA.l\f
ANALISIS GENDER
Indikator Hail Belajar Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu : memahami dan menjelaskan pengertian-pengeroan yang melandasi analisis gender dan proses persiapan analisis gender
A. Pengertian-Pengeman yang Melandasi Analisis Gender 1. Analisis gender adalah proses menganalisis data dan informasi secara sistematis tentang laki-laki dan perempwm untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi. 2. Data terpilah adalah nitai dari variabel variabel yang sudah terpitah antara laki laki dan perempuan berdasarkan topik bahasanlhal-hal yang menjadi perhatian. 3. Data kuantitatif adalah nilai variabel yang terukur. 4. Data kualitatif adalah nilai variabel yang tidak terukur dan sering disebut atribut. 5. Akses adalah peluang atau kesempatan dalam memperoleh atau menggunakan sumber daya tertentu. 6. Peran adalah keikutsertaan atau partisipasi seseoranglkelompok dalam suatu kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan. 7. Kontrol adalah penguasaan atau wewenang atau kekuatan untuk mengambil keputusan. 8. Manfaat adalah kegunaan sumberdaya yang dapat dinikmati secara optimal. 9. Indikator adalah alat ukur berupa statistik yang dapat menunjukkan perbandingan, kecenderungan atau perkembangan. 10. Kegiatan produktif yaitu kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat dalam rangka mencari nafkah. Kegiatan ini disebut juga kegiatan ekonomi karena kegiatan ini menghasilkan uang secara langsung. 11. Kegiatan reproduktif yaitu kegiatan yang berhubungan erat dengan pemeliharaan dan .pengembangan serta menjamin kelangsungan sumber daya manusia dan biasanya dilakukan dalam keluarga. Kegiatan ini tidak menghasilkan uang secara langsung dan biasanya dilakukan bersanlaan dengan tanggung jawab domestik atau kemasyarakatan dan dalam beberapa referensi disebut reproduksi sosial. 12. Kegiatan politik dan sosial budaya yaitu kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat yang berhubungan dengan bldang politik, sosial dan kemasyarakatan dn mencakup penyediaan dan pemeliharaan sumber daya yang digunakan oleh setiap orang seperti air, sekolah dan pendidikan, dan lain-lain. Kegiatan ini bisa menghasilkan uang dan bisa juga tidak.
4
t.
5
B. Tahapan Persiapan Analisis Gender Analisis gender merupakan langkah awal dalam rangka penyusunan kebijakan program dan kegiatan yang responsif gender. Untuk analisis gender diperlukan data gender, yaitu data kuantitatif maupun kualitatif yang sudah terpilah antara laki-Iaki dan perempuan. Data gender ini kemudian disusun menjadi indikator gender. Untuk memudahkan pemahaman dan bagaimana mengaplikasikan anal isis gender, terlebih dahulu pelu diketahui dan dilakukan beberapa hal sebagai berikut 1. Mengmmpun masalah-masalah kesenjangan gender, dan faktor-faktor penyebab. Masalah-masalah yang telah diperoleh, kemudian dikelompokkan sesuai katagori bidang pembangunan dan dibahas bersama-sama dengan melibatkan atau memperhatikan sektor terkait untuk menentukan altematif pemecahan masalah. 2. Mengetahui latar belakang terjadinya kesenjangan gender yang biasanya terjadi karena adanya diskriminasi gender antara kondisi sebagaimana yang dicita citakan (kondisi norrnatit) dengan kondisi sebagaimana adanya (kondisi obyektif). Diskriminasi ini berakar kuat dalam tradisi dan kebiasaan-kebiasaan di masyarakat. Hal ini kadangkala didukung dengan peraturan perundang undangan atau ketemuan yang berlaku dalam kehidupan birokrasi dan organisasi kemasyarakatan. Kesenjangan gender yang sering ditemukan dalam bidang pembangunan antara lain:
a. b. c. d. e. f. g.
Bidang Pendidikan Bidang Kesehatan BidangKB Bidang Ekonomi dan Ketenaga kerjaan Bidang Politik Bidang Hukum.dan Hak Asasi Manusia (HAM) Bidang Kesejahteraan Sosial dan lain-lain.
3. Mengidentifikasi kesenjangan gender dari berbagai aspek antara lain: peran akses, kontrol, dan manfaat, guna menentukan isu gender secara menyeluruh. 4. Mengidentifikasi langkah-langkah intervensiltindakan yang diperlukan, yang merupakan kebijak~ program serta rencana kegiatan yang dapat direalisasikan dengan memperhatikan kepentingan perempuan dan laki-laki.
C. Latihan 1. Apa yang dimaksud dengan analisis gender? 2. Bagaimana lartgkah-langkah persiapan analisis gender?
D. Rangkuman Analisis gender adalah proses menganalisis data dan inforrnasi secara sistematis tentang laki-laki dan perempuan untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran dan tanggungjawab laki-laki dan perempu~ serta faktor faktor yang mempengaruhi. Data terpilah adalah nilai dari veriabel-variabel yang
6
sudah terpilah antara laki-laki dan perempuan berdasarkan topik bahasanlhal-hal yang menjadi perhatian. Analisis gender merupakan langkah awal dalam rangka penyusunan kebijakan program dan kegiatan yang responsif gender. Untuk analisis gender diperlukan data gender, yaitu data kuantitatif maupun kualitatif yang sudah terpilah antara laki-laki dan perempuan. Data gender ini kemudian disusun menjadi indikator gender.
BABBI TEKNll(ANAL~ISGENDER
Indlkator Basil Belajar Setelah mengikuti pembelajaran in; peserta mampu : 1. Menjelasl«m tehnik model Harvard. 2. Menjelasl«m tehnik model Maser. 3. Menjelasl«m tehnik model SWOT. 4. Menjelaskan tehnik model GAP . 5. Menjelasl«m tehnik model ProBa
Ada beberapa model teknik analisis gender yang pernah dikembangkan oleh para ahli antara lain: 1. Model Harvard. 2. Model Moser. 3. Model SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat) atau Model Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan dan Ancaman. 4. Model GAP (Gender Analysis Pathway) atau Model Analisis Alur Gender. 5. Model ProBA (Problem Based Approach) atau Model Pendekatan Berbasis Masalah. A. Teknik AnaLisis Model Harvard 1. Pengertian Analisis Model Harvard
Analisis Model Harvard atau Kerangka Analisis Harvard, dikembangkan oleh Harvard Institute for International Development, bekeIja sarna dengan Kantor Women In Development (WID)-USAID. Model Harvard ini didasarkan pada pendekatan efisiensi WID yang merupakan kerangka analisis gender dan perencanaan gender yang paling awal. 2. Tujuan Kerangka Harvard a. Untuk menunjukkan bahwa ada suatu investasi secara ekonomi yang dilakukan oleh perempuan maupun laki-Iaki, secara rasional. b. Untuk membantu para perencana merancang proyek yang lebih efisien dan memperbaiki produktivitas keIja secara menyeluruh. c. Mencari informasi yang Iebih rinei sebagru dasar untuk mencapai tujuan efisiensi dengan tingkat keadiJan gender yang optimal. d. Untuk memetakan pekerjaan laki-Iaki dan perempuan dalarn masyarakat dan melihat factor penyebab perbedaan. 3. Penggunaan Kerangka Anaiisis Harvard a. Lebih cocok untuk perencanaan proyek dibandingkan dengan perencanaan program atau kebijakan.
7
8
b. Dapat digunakan sebagai titik masuk (entry point) gender netral, ketika melontarkan isu gender kepada peserta yang resisten terhadap adanya ketimpangan dalam relasi gender. c. Untuk menyimpulkan data basis atau data dasar. d. Digunakan bersamaan dengan kerangka Analisis Moser untuk mencari gagasan dalam menentukan kebutuhan strategik gender.
4. Kerangka Analisis Model Harvard Ciri-ciri Kerangka Harvard pada mulanya diuraikan di dalam Overholt, Anderson, Cloud and Austin, Gender Roles in Development Projects: A Case Book, 1984, Kumarian Press: Connecticut. Kerangka ini terdiri atas sebuah matriks yang mengumpulkan data pada tingkat mikro (masyarakat dan rumah tangga), meliputi empat komponen yang berhubungan satu dengan lainnya
a. Profil kegiatan, yang menjawab pertanyaan, "siapa melakukan apa?, didasarkan pada konsep pembagian dengan data terpilah jenis kelamin. Profil kegiatan ini merinci kegiatan yang nyata menurut umur (siapa mengerjakan apa), penjadwalan (alokasi waktu) untuk kelompok kelompok social ekonomi. Untuk memudahkan analisis, maka secara umum prom kegiatan dikelompok menjadi 3 kategori kegiatan: 1) Kegiatan produktif
2) Kegiatan reproduktif
3) Sosial budaya dan kemasyarakatan
Parameter yang dipergunakan untuk melukiskan kegiatan-kegiatan tersebut adalah: 1) Umur; mengidentifikasikan apakah orang dewasa perempuan dan laki-Ialci serta anak-anak melaksanakan suatu kegiata..'1 tertentu. Pemetaan umur dapat mengungkapkan pola relasi gender dalam kegiatan dan dapat pula mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan.
2) Alokasi waktu; menegaskan persentase wak1u yang dialokasikan bagi setiap kegiatan dan apakah kegiatan itu musiman atau harian. 3) Lokasi kegiatan; menegaskan dimana kegiatan itu dilaksanakan; di rurnah, di sawah, di pasar, di kebun, di dalam keluarga atau di masyarakat. 4) Pendapatan; melukiskan' jumlah uang yang dihasilkan atau diperoleh dari suatu kegiatan. Perhitungan dapat disesuaikan menurut jenis kegiatan, misalnya: per janl, per hari, per bulan, per. musim dan sebagainya Proses pengidentifikasian kegiatan gender melalui prom kegiatan ini, merupakan suatu tehnik untuk mengetahui secara tepat tentang peranan, kegiatan, sekaligus kebutuhan laki-Iaki maupun perempuan dalam satu unit keluarga dan masyarakat.
9
b.
Profit akses dan kontr'Ol, merinci sumber-sumber apa yang dikuasai oleh laki-Iaki dan perempuan untuk melaksanakan kegiatannya dan manfaat apa yang diperoleh setiap orang dan hasil kegiatan tersebut Profil ini memperlihatkan siapa yang memiliki akses kepada sumber daya dan control atas penggunaannya, selanjutnya diidentifikasi, disusun dalam daftar apakah perempuan dan laki-laki mempunyai akses atau tidak kepada sumber daya dan control atas penggunaannya.
c.
Anaiisis faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan, akses dan kontrol; berpusat pada fakior-faktor dasar, yang menentukan pembagian kerja berdasarkan gender. Analisis disini dilakukan untuk mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi perbedaan antara laki-Iaki dan perempuan pada butir a dan b. Karena pekerjaan yang dilakukan laki-Iaki dan perempuan berubah dan waktu ke waktu sebagai akibat dan proses pembangunan atau perubahan-perubahan lingkungan, maka pengertian tentang kecenderungan-kecenderungan pertumbuhan ekoncmi dan perkembangan social budaya harus turnt diperhitungkan dalam analisis ini.
d.
Analisis siklus proyek; terdiri dan penelahaan proyek berdasarkan data yang diperoleh dan analisis terdahulu, dengan menayangkan kegiatan kegiatan yang akan dipengaruhi oleh proyek dan bagaimana permasalahan akses, control terkait dengan kegiatan-kegiatan tersebut.
Fakior-faktor inilah yang merupakan penghubung bagi terwujudnya dampak proyek pada kesetaraan gender. Analisis ini membantu menunjukkan bagian bagian proyek yang perlu disesuaikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Beberapa aspek dalam siklus proyek yang perlu dilakukan secara rinei yaitu analisis keadaan (indentifikasi masalah), rancanganldisain proyek, implementasi proyek serta pemantauan dan evaluasi.
TabeI3.1. TeknikAnalisis Gender: Model Harvard
Tujuatt/Asumsi
Menunjukkan investasi dan kontribusi ekonomi gender. 2. Membantu perencanaan proyek yang efisien dan efektif 3. Meneari infonnasi rinei (efisiensi proyek dan penea.paian KKG). 4. Memetakan tugas perempuan dan laki-laki di tingkat masyarakat beserta faktor pembeda
1. Profil kegiatan (3 peran): a. Peran Publik dengan kegiatan produktifnya b. Peran Domestik dengan kegiatan reproduktifnya e. Peran Kemasyarakatan dengan kegiatan sosial budayanya 2. Profil Akses dan Kontrol 3. Faktor yang mempengaruhi kegiatan akses dan kontrol
1. Usia 2. Alokasi waktu 3. Jenis dan lokasi kegiatan 4. Pendapatan
1. Lebih eocok digunakan untuk menganalisis kegiatan proyek.
2. Entry point uotuk mengetahui adanya gender neutral! bias 3. Penyimpulan data dasar secara pemula 4. Sebagai masukan dari analisis tingkat mikro (tingkat rumahtangga) uotuk merumuskan kebijakan berwawasan gender yang lebih makro (kebutuhan strategi gender) .
11
B. Teknik Analisis Model Moser 1. Pengertian Analisis Model Moser Teknik analisis model Moser atau disebut juga Kerangka Moser, didasarkan pada pendapat bahwa perencanaan gender bersifat teknis dan politis. Kerangka ini mengasumsikan adanya konflik daIam proses perencanaan dan proses transformasi serta mencirikan perencanaan sebagai suatu "debat". Kerangka Pemikiran Perencanaan Gender dari Moser (Moser, 1993) dikembangkan oleh Caroline Moser, seorang peneliti senior dengan pengalaman luas dalam perencanaan gender. Kerangka ini didasarkan pada pendekatan Pembangunan dan Jender (Gender and Development/ GAD) yang dibangun pada pendekatan Perempuan dalam Pembangunan (Women in Development/ WID) yang lebih awal dan pada teori-teori feminisme. Kerangka ini juga kadang-kadang diacu sebagai ''Model Tiga Peranan (Triple Roles Models), alan Kerangka Pernikiran Departemen Unit Perencanaan (Departemen ofPlanning Unit/ DPU) karena dikembangkan oleh Moser selagi dia bekerja di Departemen Unit Perencanaan di University College, London. Tujuan dari kerangka pemikiran perencanaan gender dari Moser a. Mengarahkan perhatian ke cara di mana pembagian pekerjaan berdasarkan jender mempengaruhi kemampuan perempuan untuk berpartisipasi dalam intervensi-intervensi yang ielah direncanakan. b. Membantu perencanaan untuk memahami bahwa kebutuhan-kebutuhan wanita adalah seringkali berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan laki-Iaki. c. Mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan melalui pemberian perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan praktis perempuan dan kebutuhan kebutuhan gender strategis. d. Memeriksa dinarnika akses kepada dan kontrol pada penggunaan sumber sumber daya antara perempuan dan laki-Iaki dalam berbagai konteks ekonomi dan budaya yang berbeda-beda e. Memadukan gender kepada semua kegiatan perencanaan dan prosedur. f Membantu pengklarifikasian batasan-batasan politik dan teknik dalam pelaksanaan praktek perencanaan.
~
.
lIJ
~~
12
2.
Kerangka Analisis Model Moser
Tabel 3.2. Alat-Alat Analisis Gender dari Moser
Penilaian kebutuhan gender
Data bukan keseluruhan pada tingkat rumah tangga
Indetifikasi pengelolaan masyarakat, reproduktif, produktif, peranan politik masyarakat laki laki dan perempuan. Identifikasi bagaimana sumberdaya dialokasi untuk pekeljaan yang dikeljakan dalarn oeranan-oeranan ini. Nilailah kebutuhan-kebutuhan gender strategis dan praktis yang berbeda-beda
• Kumpulkan dan anal isis data
Memastikan nilai yang sarna untuk kelja perempuan dan laki-Iaki dalarn pembagian kerj a gender pada saat sekarang. Menilai kebutuhan kebutuhan itu yang berhubungan dengan ketidaksetaraan antara dan Memastikan identifikasi kontrol pada sumberdaya dan wewenang lmtuk membuat keputusan dalarnrumah
Tabel 3.3. Alat Implementasi Perencanaao Gender dari Moser Alat Perencaan yang berhubungan secara intersektoral
Cara Mernakai Alat Adakanlah mekanisme untuk menghubungkan perencanaan pengembangan bertahap, ekonomis, dan sosial
Matrik Kebijakan VVID/GAD
Gunakan pendekatan kebijakan secara berangkai: kesejahteraan, kesetaraan, anti kerniskinan, efisiensi , dan pemberdayaan. Adakan mekanisme untuk Memastikan kebutuhan memasukkan perempuan gender strategis dipadukan dan dari organisasi kepada proses perencanaan kesadaran gender kedalam proses perencanaan.
Perencanaan partisipasi gender
TO.iuan Menyeimbanghn peranan kemasyarakatan, reproduksi dan produksi dan menghubungkan aktivitas akiivitas yang berbeda-beda dan skala perencanaan Mengukur seberapa jauh intervensi perencanaan mencapai kebutuhan gender strategis dan praktis
I i
,
Sumber: Caroline Moser (1993), "Gender Planning and Development: Theory, Practice and Training, "Routledge, London, pp. 92 93
!!!
-~
13
Ada 6 alat yang dipergunakan kerangka ini dalam perencanaan untuk semua tingkatan, dari mulai tingkatan proyek sampai ke tingkatan perencanaan daerah.
a.
Alat 1: Identifikasi Peranan Gender ("Tn Peranan") Seperti halnya Kerangka Harvard, alat ini mencakup penyusunan pembagian kerja gender/pemetaan aktivitas laki-Ia.1d dan perempuan (termasuk anak perempuan dan anak laki-Iaki) dalam rumah tangga selama peri ode 24 jam. Disamping itu, yang dimaksud dengan itri peranani dalam Moser, adalah sama dengan kerangka Harvard, membagi peranan perempuan yang berpendapatan rendah kedalam 3 (tiga) peranan: 1) Produktif
2) Reproduktif
3) Kemasyarakatan atau keIj a sosial
b.
Alat 2 : Penilaian Kebutuhan Gender Moser mengembangkan alat ini dari konsep rninatlkebutuhan gender dan. sudut perempuan yang pertama kalinya dikembangkan oleh Maxine Molyneux pada 1984. Perempuan mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang berbeda dengan laki-laki karena itri peranani mereka sebagaimana posisi subordinat mereka terhadap laki-laki dalam masyarakat. Kebutuhan kebutuhan tersebut dibedakan kedalam minatlkebutuhan praktis gender dan strategis gender.
1) Kebutuhan Praktis Gender Kebutuhan ini dapat diidentifikasi dengan mudah oleh perempuan dan laki-Iaki karena sela1u berhubungan dengan kondisi kehidupan. Perempuan dapat mengidentifikasi air bersih, makanan, pemeliharaan kesehatan dan penghasilan tunai sebagai minat/kebutuhan yang harus segera mereka penuhi. Memenuhi kebutuhan praktis perempuan sanat penting untuk memperbaiki kondisi kehidupan, tetapi pemenuhan kebutuhan praktis tidak akan merubah posisi perempuan yang lemah (subordinat). Malahan dalam kenyataannya memperkuat pembagian kerja gender. Z)
Kebutuban Strategis Gender Minatlkebutuhan strategis gender adalah semua hal yang oleh perempuan sendiri diidentifikasi sebagai kebutuhan yang disebabkan posisi subordinat mereka Hal ini berhubungan dengan isu kekuasaa., dan kontrol, sampai pada eksploitasi karena pembagian keIja berdasarkanjenis kelamin. Kebutuhan strategis dapat mencakup perubahan-perubahan dalam pembagian kerja gender (perempuan melakukan pekerjaan yang secara tradisional bokan sebagai pekeIja perempuan, laki-laki
14
mengambil lebih banyak tanggung jawab dalam peketjaan domestik dan pengurusan anak), hak-hak legal, penghapusan tindak kekerasan, upah yang samalsetara dan kontrol perempuan atas tubuhnya sendiri. Perempuan sendiri tidak dapat mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan ini semudah mengidentifikasi kebutuhan praktis gender. Oleh karena itu dibutuhkan kesempatan khusus untuk melakukannya. Kebutuhan praktis dan strategis gender harus dilihat tidak sepenuhnya berbeda dan terpisah, tetapi lebih sebagai suatu kebutuhan yang berlanjut seperti dengan memberi konsultasi pada perempuan tentang kebutuhan praktis gender mereka, pada akhirnya bisa menghantar kepada terciptanya kesetaraan gender dimana kebutuhan strategis genderterpenulri.
c.
Alat 3 : Pendisagregasian (pemisahan) kontr'Ol atas sumberdaya dan pengambilan keputusan daIam rumah tangga (alokasi sumberdaya intra-rumah tangga dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan daIam rumah tangga). Alat ini digunakan untuk menemukan siapa yang mengontrol sumberdaya dalam rumah tangga, siapa yang mengambiI keputusan venggunaan sumberdaya dan bagaimana keputusan itu dibuat.
d.
Alat 4 : Menyeimbangkan peranan Sangat berhubunga.'l dengan bagaimana perempuan mengelola keseimbangan antara tugas-tugas produktif, reproduktif dan kemasyarakatan mereka. Termasuk mempertanyakan tentang apakah suatu intervensi yang direncanakan akan meningkatkan beban kerja perempuan pada satu peranan dengan konsekllensi terhadap peranan perempuan lainnya?
e.
Alat 5 : Matriks Kebijakan WID (Women In Development) dan GAD (Gender And Development) Matriks kebijakan Women in Development (\\'ID) dan Gender and Development (GAD) memberikan Pengarusutamaan gender
f.
Alat 6: Melibatkan Perempuan, Organisasi Perempuan dalam Penyadaran Gender daIam Perencanaan Pembangunan Tujuan dari alat ini untuk memastikan bahwa KPG dan KSG diidentifikasi dan dijamin sebagai kebutuhan-kebutuhan nyam perempuan, berlawanan dengan pengertian atas kebutuhan-kebutuhan yang digabungkan ke dalam proses perencanaan selama ini Untuk mengantisipasi kebutuhan gender sebagai upaya menmgkatkan partisipasi perempuan dalam suatu program maka perlu diterapkan metoda:
I ,I I
iiiiiii
l
--~
15
1) Analisis Curahan Kerja (Profil Kegistan) Yang dimaksud adalah menganalisa pota pembagian kerja laki-Iaki perempuan di dalam keluarga. Kegiatan ini dapat dibagi menurut jenis kegiatan produk-tif, domestik dan sosial. Hal ini perlu untuk memberikan gambaran mengenai pota kehidupan yang ada (termasuk alokasi waktu dan pendapatan) serta dapat mengidentifikasi pengaruh gender terhadap kekuatan yang ada.
2) Analisis Profil Akses (peluang) dan KontroI (kekuatan dalam pengambilan keputusan). Akses dan Kontrol ini, meliputi sumber daya fisik (tanah, modal, alat alat produksi), situasi dan kondisi pasar (komoditi dan tenaga kerja), serta sumber daya sosial-budaya (media infonnasi, pendidikai1, latihan ketrampilan).
3) Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Profil kegiatan serta Profil Akses dan Kontrol. faktor-faktor ini dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan haI hal yang menghaI11bat atau menunjang sebuah programJproyek, misainya: a) b) c) d) e) f) g) h) i)
Lingkungan kebudayaan Tingkat kemiskinan Distribusi pendapatan dalam keluargalmasyarakat Struktur kelembagaan Penyebaran pengetahuan, teknologi dan ketrampilan Norma yang berlaku Kebijaksanaan dan hukum yang berlaku Latihan dan pendidikan Keadaan politik, dan sebagainya.
Dengan menganalisis profil kegiatan serta profil akses dan kontrol dapat teridentifikasi:
I
"iiiiiiiiiiiiiiiiolliii. .iiiiilliiiiii;'i;'
~
]. Pembagian kerja aniara laki-Iaki dan perempuan di dalam keluarga Secara tidak langsung informasi ini akan memberi gambaran tentang sejauh mana laki laki ikut ambil bagian dalam kegaitan domestik sehingga perempuan mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan kegiatan produktif. 2. Alokasi waktu yang dicurahkan oleh perempuan di dala..-n keluarga untuk kegiatan produktif, domestik maupun sosial. Data ini juga akan memberikan informasi -mengenai waktu-waktu luang yang dimiliki perempuan, sehingga dapat ditentukan waktu ya..'lg tepat untuk memberikan masukan pengetahuan dan ketrampilan teknis kepada perempuan. 3. Sejauh manalaki-Iaki dan perempuan di dalam keluarga mempunyai peluang untuk memanfatkan sumber daya yang ada (modal, alat-alat produksi, pasar, media informasi, pendidikan formal dan non formal, dan sebagainya)
MZg:ggg-,.2£!4t£~,.
16
4. Dalam hal apa saja laki-Iaki-perempuan, mempunyai kekuatan untuk mengambil keputusan. Kebutuhan-kebutuhan praktis gender (Sumber: The Oxfam. 1994) meliputi: l. Persediaan sumberdaya air, dan kebutuhan pokok lainnya, 2. Perawatan kesehatan 3. Peroleban penghasilan untuk persediaan rumah tangga. Pelayanan dasar dan perumahan 4. Persediaan makanan untuk keluarga.
Kebutuhan-kebutuhan strategis gender (Sumber: The Oxfam. 1994) meliputi: 1. Penghapusan pembagian tugas berdasarkanjenis kelamin. 2. Pengurangan beban tugas rumahtangga dan perawatan anak. 3. Pengbapusan bentuk-bentuk diskriminasi yang telah menjadi adat seperti hak hak untuk memiliki tanah atau hak kepemilikan. 4. Akses untuk mendapatkan kredit dan sumber daya yang lain. 5. Kebebasan memilih setelah melahirkan anak. 6. Tindakan-tindakan terhadap kekerasan laki-Iaki dan kontrol atas perempuan.
Tabel 3.4. Teknik Analisis Gender: Model Moser
Tujuan/Asumsi !!Us ada Perencanaan gender (T eknis dan Politik).
2. A ianya konf1ik perencanaan
Komponen/Langkah I·Tigaj!eran g~r1d{!!_____ 2. Kontrol dan Pengambilan 3. Penilaian Strategi Gender lKebut Praktis Gender. 4. Pen eimban an eran gender 5. Matriks Women In Development(WID} & Gender And Development (GAD) (pendekatan Kesejahteraan, Keadilan, anti-kemiskinan. efisiensi danPemberdavaan. 6. Pelibatan organisasi untuk pemastian pemasukan Kebutuhan Strategi Gender dan Kebutuhan Praktis Gender
Sumber: Development Planning Unit ofLondon University.
Relasi kebutuhan strategi gender dan kebutuhan praktis gender pada tiga peran gender (produktif, reproduktif, sosial)
-------
Dapat digunakan untuk menyusun beragam perencanaan mulai dari tingkat rumahtangga sampai ke tingkat regional.
18
C. Teknik Analisis Model SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat) atau Model Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman 1. Pengertian Analisis Model SWOT
Model SWOT dirancang untuk membantu orang untuk mengindentifikasi kekuatan dan kelemahan internal dari organisasi atau Kelompok mereka, sehubungan dengan berbagai kesempatan dan ancaman yang dipresentasikan di lingkungan eksternal. Pertanyaan-pertanyaan bimbingan untuk ini adalah:
a. Peluang eksternal utama apa yang kita miliki ? b. Ancaman eksternal utama apa yang kita hadapi ? c. Apakah kekuatan internal utama kita ? d. Apakah kelemahan internal utama kita ? lni adalah bagian dari proses perencanaan strategis, satu yang komponen utamanya memeriksa hubungan antara lingkungan antara internal dan ekstemal. Ini mesti memberikan kepada organisasi dan Kelompok basis bagi pengindentifikasian isu-isu strategis, dan mengembangkan berbagai strategi. 3. Kerangka Analisis Model SWOT Tabel 3.5. Kerangka Analisis Model SWOT
Mengnrangi resiko dan meningkatklln dan Kelemahan efektifitas dan efisiensi 2. Identifikasi Peluang pelaksanaan dan A!lcaman 3. Menganalisis keterhubnngan (strategi 4 kuadran)
Relasi internal (Kekuatan dan Dapat Kelemahan) mengidentifikasi Relasi ekstemal (peluang dan Kekuatan, Ancaman) Kelemahan, Peluang I. KEP (Kekuatan dan dan Ancaman Peluang)/Agresif (KEKEPAN) pada 2. KEAN (Kelemahan dan relasi gender lUltuk Ancaman)lDiversiftkasi. digunakan menyuslUl 3. KeP (Kelemahan dan Perencanaan Peluang)IRelokasi kegiatan Program Aksi 4. KeAN (Kekuatan dan (POA). Ancaman)IMentmggu I I peluang barn ILangkah pencapaian sasaran & tujuan 4. Plan Of Action (POA). I. Langkah strategis. 2. Urutan tindakan. kegiatan dengan 3. Penetapan tujuan dan memaksimalisasi sasaran. Kekuatan dan 4. Penanggtmg Jawab tiap Peluang (KEP) dan kegiatan. meminimisasi 5. Waktu dan Volume Kelemahan dan kegiatan Ancaman (KEAN) 6. Waktu kegiatan. 7. Indikator evaluasi. agan kegiatan (waktu dan 'encana)
19
D. Tehnik Analisis Model GAP (Gender Analysis Pathway) atau Model Jalur Analisis Gender
1. Pengertian Analisis Model GAP Metode GAP adalah alat analisis gender yang dikembangkan oleh BAPPENAS dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan yang dapat digunakan untuk membantu para perencana dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan, program, proyek dan atau kegiatan pembangunan. Model GAP (Gender Analysis Pathway), metode GAP adalah alat analisis gender yang dikembangkan oleh BAPPENAS dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan yang dapat digunakan untuk membantu para perencana dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan, program, proyek dan atau kegiatan pembangunan. Dari beberapa model teknik analisis yang telah dikembangkan tersebut di atas, konsultan berp end apat bahwa model teknik analisis yang sesuai untuk digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan ini adalah metode Gender Analysis Pathway (GAP). Model GAP (Gender Analysis Pathway) dapat diterapkan untuk mencari kesenjangan gender dari aspek-aspek: akses, peran, kontrol, dan manfaat yang diperoleh laki-laki dan perempuan dalam program pembangunan, dan dia\vali dengan analisis kebijakan sampai dengan monitoring dan evaluasi. Dengan menggunakan GAP para perencana kebijakan program, proyek kegiatan dapat mengidentifikasi kesenjangan gender dan permasalahan gender sekaligus menyusun rencana kebijakanlprogram/ proyek/kegiatan yang ditujukan untuk memperkecil atau menghapus kesenjangan gender tersebut.
2. Kerangka Analisis Model GAP Langkah-Langkah Gender Analysis Pathway (GAP) GAP dibuat dengan menggunakan metodologi sederhana dengan 7 (tujuh) langkah yang harns dilakukan dalam 3 (riga) tahap, yaitu; a. Tahap I Analisis Kebijakan Responsif Gender b. Tahap II Formulasi Kebijakan yang ResponsifGender c. Tahap III Rencana Aksi yang Responsif Gender. Analisis kebijakan responsif gender bertujuan untuk menganalisis kebijakan pembangunan perumahan yang ada dengall menggunakan data pembuka wawasan yang dipilah menurut jenis kelamin (lelaki dan perempuan) dan data gender digunakan untuk mengidentifikasi adanya kesenjangan gender (gender gap) dan permasalahan gender (gender issues). Tahap yang pertama diperlukan karena secara umum kebijakan, program, proyek dan kegiataIl pembangunan selama ini masih netral gender (didasarkan pada asumsi bahwa pembangunan memberikan manfaat dan berdampak sarna kepada perempuan dan laki-Iaki). a. Langkah-langkah pada Tahap Pertama:
20
1) Mengidentifikasi tujuan dan sasaran
kebijakanlprogram/proyek/ kegiatan pembangunan perumahan, apakah kebijakanlprogram/ proyeklkegiatan pembangunan tersebut telah dirumuskan dan ditetapkan untuk mewujudkan kesetaraan gender; 2) Menyajikan data kuantitatif dan atau kualitatif yang terpilah menurut jenis kelamin sebagai data pembuka wawasan. Apakah data yang ada mengungkapkan kesenjangan atau perbedaan yang cukup berarti antara perempuan dan laki-Iaki; 3) Menganalisis sumber dan atau faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender (gender gap) dengan menjawab 5 W dan 1 H berdasarkan keempat faktor; a) Akses yang sarna terhadap sumber-sumber daya pembangunan sel1;or peru.rnshan, khususnya pcrumahan swadaya; b) Partisipasi perempuan dan laki-Iaki dalam berbagai tahapan pembangunan perumahan termasuk dalarn proses pengambilan keputusan; c) Manfaat yang sarna dari hasil pembangunan perumahan atau sumber daya pembangunan perumahan yang ada; d) Kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan perumahan, khususnya perumahan swadaya. b. Langkah-Iangkah pada Tahap Kedua : 1) Merumuskan
kembali kebijakanlprogram/ proyek/kegiatan pemba.:1gunan perumahan swadaya yang reponsif gender. Dengan mempertimbangkan lw.sil proses anaIisis gender yang dilakukan pada langkah 1 sarnpai 3 tahap pertama, sehingga menghasilkan kebijakan/ progratT'J proyek/ egiatan pembangunan yang responsif gender. 2) Mengidentifikasi indikator gender (gender indicator) dari setiap kebijakanlprogram/proyek/kegiatan pembangunan sektor perumahan dari iangkah 4. c. Langkah-Iangkah pada Tahap Ketiga : 1) Menyusun
Rencana Aksi; yang didasarkan pada kebijakanlprogram/proyek/kegiatan pembangunan perumahan yang responsif gender deng~n tujuan untuk mengurangi/ menghilangkan kesenjangan antara perempuan dan laki-Iaki. Seluruh rencana aksi yang disusun sesuai dengan tujuan kebijakan yang telah responsif gender ya.!1g telah diidentifikasi dalarn langkah 5. 2) Mengidentifikasi sasaran secara (kuantitatif dan atau kualitatif) bagi setiap rencana aksi butir ke-6. Hasil identifikasi memastikan bahwa dengan rencana aksi tersebut dapat mengurangi dan atau menghapus kesenjangan gender.
~----
~~
~
21
r-----~~~·--------·-------------··-------·-------·--·-·-1
:
i
PoNcy/ProiTSm 1
STEP It Gender Policy/ Program Formulation
Assess 'PoIM:yI
ProgllTl ObjectMlies
!
Devebp Gender Action Plans
4 Formulate Gender Po/icy I
2. Gather Sex Disaggregated
~
STEPili
l
1
i
6. Formulate
l
Acfian Plans /Aclivilies
l
~
~
"Eye-Opener" Data Quantitatwe - Qualitative
!
3.
-~
Monitoring & Evaluation
--.
,
L _____ _
r
- Pri::.,~n Benefit
STEP V
-;;...
,
Identify and Assess Gender Issues (4W 1 H ) t h e g a p s ,
- A~
STEP IV ,,,,,iementaaon
~------
;
~ - - - - - - - - t - ------- --- -- -
l
----------------1---------------
'
-- - ~
:
-----~
1 :
I i
,.. . .~ . .,.. . . . . . _.. . ._.._.._.. . . _~.~.~.~_~. ~.~. ~.~.~. ~_=.~.~ . _ . . . _..~.~.~_~~~.~~~. ~.=.~.~.~~.~.~.~.~.~.~.~.=.~J ----------- -----------
GambaI' 3.1 Kemugka Metode Geuder Antl{l'sis Patllway (GAP)
22
Tabel 3.6. Teknik Analisis Gender: Model GAP
kesenjangan dan aspek akses, manfaat dan kontrol dapat diperoleh lperernpuan dan lelaki
I 2. 3, 4.
2. Forrnulasi kebijakan
I I.
gender
!
4.
5. Monitoring dan Evaluasi
E. Tehnik Analisis Model PROBA (Problem Based Analysis) atau Model Pendekatan Berbasis Masalah 1. Pengertian Analisis Model PROBA
Model PROBA dikembangkan atas kerjasama Kementrian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN dan VNFP A di tingkat pusat, propi.nsi dan kabupaten/kota., teknik ini sedikit berbeda dengan Gender Analysis Pathway.
2. Kerangka Analisis Model PROBA Tahapan menyusun Perencanaan yang sensitif/peka gender nalam menyusun rencana aksi program rehabilitasi dan rekonstruksi perlu adanya langkah-Iangkah (alur kelja anal isis ) agar hasilnya sensitif terhadap gender, Adapaun langkah-Iangkah yanbg akan diperkenalkan disini adalah dengan metode PROBA (Problem based Analisis-analisis berbasis masalah) yang diadaptasi ke ievel perencanaan di tingkat proyeklkegiatan, Langkah-Iangkah (aIur kelja analisis): .
23
a.
Langkah 1: AnaJisis masalah gender setempat Analisis masalah gender merupakan rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menetapkan I merumuskan masalah gender yang terjadi di setiap wilayah. Beberapa tahap dalam anal isis masalah gender:
1)
Identifikasi data terpilah Dalam tahap ini diharapkan agar data-data yang dikumpulkan sudah terpilah menurut jenis kelarnin. Sumber data biasanya diambil dari lapangan langsung melalui metode yang akan diperkenalkan (PRA). Identifikasi data terpilah ini akan menunjukkan kesenjangan gender di wilayah tersebut. Contohnya: berapa jurnlah perempuan yang ikut dalam rapat, berapa orang perempuan yang ik:ut memutuskan, berapa jumlah penduduk kampung yang perempuan, lansia, Janda, yatim piatu, duda
2)
Penetapan masalah kesenjangan gender Dari data terpilah tersebut dan hasil diskusi kelompok, perlu didentifikasi yang merupakan masalah spesifik kesenjangan gender. Tuliskan dalarn satu kalimat yangjelas.
3)
Identifikasi faktor penyebab Set~lah masalah kesenjangan gender dirumuskan, cari faktor penyebab kesenjangan tersebut. Faktor penyebab kesenjangan dapat dilihat dari beberapa faktor yang menimbulkan bias atau berbagai bentuk diskriminasi antara laki-laki dan perempuan:
a) b) c) d) e) f)
g)
b.
Faktor sosialllingkungan
Faktor agama
Faktor adat istiadatlbudaya
Faktor ekonomi
Faktor peraturan perundang-undangan
Faktor kebijakan
Lain-lain
Langkah 2: Telaahan Kebijakan Proyeklkegiatan yang sudah ada Telaah kebijakanlprogram!k:egiatan merupakan kegiatan menelaah kembali kebijakanlprogramlkegiatan yang ada di dokumen perencanaan pembangunan. Tahapan yang perlu dilakukan adalah
1) Analisis kebijakan Tulis kembali bunyi kebijakanlprogram!k:egiatan yang tertulis dalam Propenas/RenstraiRepeta untuk tingkat pusat dan PropedaJ RenstradaJ Repetada untuk tingkat daerah. Kebijakanl program! kegiatan yang
24 diambil dan ditulis hendaknya berkaitan dengan data kesenjangan gender pada langkah pertama
2) KJasifikasi Kebijakan Klasifikasikan kebijakanlprogram/kegiatan tersebut dalam klasifikasi netral bias atau responsif gender.
3) Penetapan KebijakanlProgramiKegiatan Yang Strategis Setelah kebijakanlprogramlkegiatan dituliskan pilih kebijakan/ program! kegiatan strategis, lanjutkan dengan menulis tujuan dari kebijakan program kegiatan yang ada di dokumen perencanaan pembangunan.
c. Langkah 3: Refonnulasi ProyeklKegiatan agar sensitif Gender 1) Formulasi Kebijakan Barn Responsif Gender Dari kebijakanlprogram/kegiatan strategis yang temyata bias dan netral gender refonnulasikan kebijakan/program/kegiatan baru yang responsif gender. Dari kebijakan baru yang Responsif selanjutnya tuliskan tujuan baru yang responsif gender. Bandingkan dengan tujuan yang lama.
2) ProgramlKegiatan/Pokok yang ResponsifGender Tuliskan dan pilih program dan kegiatan pokok yang responsif gender berdasarkan tujuan baru yang akan dicapai.
d. IJangkah 4: Penyusunan Kegiatan Intervensi dan Indikatornya Melalui Penyusunan Rencana Aksi dan Kegiatan Intervensi Setelah program tujuan dan sasaran pokok yang sensitif gender ditetapkan, selanjutnya ditentukan langkah intervensi yang perlu dilakukan untuk mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut. Di dalam uraian kegiatan intervensi tersebut, tetapkan pula targetlsasaran, dan mekanisme pelaksanaannya
e. Langkah 5: Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan iangkah-langkah analisis dan mengadakan perbaikan apabila diperIukan. Selanjutnya laporan monitoring evaluasi menjadi bahan masukan untuk analisis berik'1ltnya.
1) Penyusunan Indikator Kerja Sebelum melakukan monitoring dan evaluasi perlu ditentukan indikator atau alat monitoring dan evaluasi yang akan digunakan.
25
2) Pembentukan Gender Focal Point (GFP) dan pengembaugan kelompok kerja (Pokja) PUG. PUG dapat dilaksanakan dengan lancar kalau ada sekelompok orang yng senantiasa bekerja dengan penuh perhatian untuk melihat perkembangan pelaksanaan PUG dan membantu mengatasi masalah yang terjadi. Anggota GFP adalah mereka yang pernah mendapatkan informasi tentang gender baik melalui jalur formal maupun informal. Sedangkan anggota pokja diambil dari anggota GFP yang terpilih.
3) Penyusunan Mekanisme Operasional lni merupakan tahap akhir analisis PROBA. Pada tahap ini disusun mekanisme operasional secara lebih rinei dan detil disetiap usulan kegiatan intervensi yang telah disusun sebelumnya. Hasilnya akan dijadikan juklak dan juknis pelaksnaan kegiatan. Untuk dapat dilaksanakan dengan lancar dan dapat termonitor dengan lancar, perlu ditetapkan indikator kineIja dari proyeklkegiatan tersebut. Selanjutnya perlu dipilih seorang pemantau yang disebut dengan fokal poin Gender (Gender Focal Points) agar rencana kegiatan yang telah tersusun dapat dilaksanakan sesuai dengan yang yang diharapkan. GFP akan bekerja dengan mengacu pada mekanisme operasional monitoring dan eval uasi yang telah disusun. SeJengkapnya, lihat pada diagram alur berikut ini :
Id""I"\.'<"
eLl"",,,I;!,
1 Pr'nt'f,:,pJ:n
n;;b.Jbh g.;:nd:':'F
1 1a:.,ifk1>i biJ.<. ueir;ll tl.:lfl !I';-srQJj:;'U S("JIO'':[
....~
P(:,lU)b:p:;;.ri
1
l;d'J-lkJn ~,jf']"'!\i~
M"'illj6!:~r~i f'lkl;)f
f~r"n:it"l.ub
l.:scnj..lfl,C;;1 n ~t;i;:ndcf
V)illl";
PROHl-eM BASED APPROACH tPROBA) Analysis
Gambar 3.2. Kerangka AnaJisis PROBA
"!
26
Kebijakan yang tergambar dalam skema ini, menyangkut kebijakan, progam, proyek dan kegiatan. TabeI 3.7. TeknikAnaiisis Gender: Model PROBA (BERMAS)
enetapkan! \1. Analisis masalah erumuskan masalah gender.
II. Identifikasi data terpilah gender. (2. Penetapan masalah kesenjangan
gender 3. Klasifikasi faktor penyebab (sosiallagamallingkungan, budaya, ekononll, perahrrannllD 2. Telaahan 'kebijakan I~. Analisis kebijakan. Penetapan KebijakanJ programJproyek/ kegiatan pembangunan Pr mJProyek/Ke iatan strategis • 3. Penetapan kebijakan, L Kebijakan respom;if gender. 2. Tujuan kebijakan program! tujuan dan program responsif gender. proyeklkegiatan barn. 3. Program kegiatan pokok responsif gender 14. Penyusunan kegiatan 11. Penetapan target. intervensi (2. Penetapan sasaran. :3 Penetapan waktu pelaksanaan. 15. Pembentukan GFP Terbentuknya GFP. . (Gender Focal Points) /2. Terbentuknya Pokja dan pengembangan PokjaPUG 6. Rencana pelaksanaan ME
F'
II.
F.
Latihan
Apa garis besar analisis gender berikut ini: L 2. 3. 4. 5.
Model Harvard Model Moser Model SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat) Model GAP (Gender Analysis Pathway) Model ProBA (Problem Based Approach)
G. Rangkuman Secara umum analisis gender dapat dilakukan melalui 5 cara., yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Model Harvard Model Moser Model SWOT (Strengthen, Weakness, Opportunity, and Threat) Model GAP (Gender Analysis Pathway) Model ProBA (Problem Based Approach)
BABIV
CONTOH ANALISJS KESENJANGAN GENDER DJ BIDANG
PENDIDIKAN DAN PEMERINTAHAN
Illdikator Hasil Belaiar Setelah mengikuti pembelajaran in; peserta mampu: menjelasknn berbagai bukti kesenjangan gender dan cara analisisnya
A. Contoh Data Kesenjangan Gender Bidang Pendidikan: Kasus Jawa Barat 2005/2006 1.
Angka Partisipasi Sekolah (APS) dan Angka Partisipasi Kasar (APK) Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui adanya kecenderungan kesenjangan gender pada Angka Partisipasi Sekolab (APS) pada kelompok umur tertentu, yaitu: a. APS pada kelompok umur 7-12 taboo dapat dikatakan tidak terdapat kesenjangan gender antara laki-Iaki dan perempuan yang cukup berarti (APS masing-masing 96% dengan disparitas gender -0,19%). b. APS pada kelompok umur 13-15 tabun dapat dikatakan tidak terdapat kesenjangan gender antara laki-Iaki dan perempuan yang cukup berarti (APS masing-masing 77% dengan disparitas gender 0,45%). c. APS pada kelompok umur 16-18 dan 19-24 tabun terdapat kesenjangan gender APS dengan posisi laki-Iaki relatif lebih tinggi dibandingkan perempuan dengan disparitas gender sebesar -4,32 persen dan -4,18 persen. d. Dengan demikian dapat dikatakan babwa kesenjangan gender dalam APS terjadi pada kelompok umur hampir dewasa dan umur dewasa dimana proporsi laki-Iaki relatif lebih tinggi partisipasinya dibandingkan dengan proporsi perempuan.
Tabel 4.1. Angka Partisipasi Sekolab (APS) Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2005 KELOMPOK NO 1
tJMUlt (TAlfUN) 7-12 13-15
77.52
77.97
16-18
47.29
42.97
19-24
II
-4.32 -4.18
Sumber: SUSEDAJawaBarat. 2005,Hal. 81-82& 138-148)
27
I
28
Sebagai Gambaran, Gambar 4. L berikut ini menyajikan Kesenjangan gender pada APS di Jawa Barat berdasarkan kelompok umur (umur 7-12 tabun, 13-15 tahun, 16-18 tahun, dan 19-24 tahun) dengan kecenderungan disparitas gender berada pada kelompok umor 19-24 (4,18%) yang relatif lebih kedl dibandingkan dengan disparitas gender kelompok umor 16-18 tahun (4,32%).
Gambar 4.1. APS Penduduk di Jawa Barat dalam Berbagai Kohor pada Tahun 2005 T
80 60
40
20
o I
I
APS 7-12
APS 13-15
APS 16-16
APS 19-24
(Sumber: SUSEDA Jawa Barat. 2005)
2.
I j-'
Perolehan Ijazah Kelulusan Berdasarkan Tabel 4.2. dan Gambar 4.2. didapat garis besar adanya kesenjangan gender yang sernakin tinggi dengan semakin tinggi jenjang pendidikan (SO sampai dengan tamat SO, tamat SO sampai dengan tamat SLTP, tarnat SLTP sampai dengan tamat SLTA, dan tamat SLTA sampai dengan tarnat Perguruan Tinggi) dengan posisi laki-Iaki lebih banyak menamatkan jenjang pendidikan dan memperoleh ijazah dibandingkan dengan perempuan. Tabel 4.2. menunjukkan bahwa proporsi penduduk perempuan yang tidak sekolah adaIah lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi penduduk laki-laki (disparitas gender 41,16%). Sedangkan proporsi penduduk perempuan yang memperoleh ijazah SO adaIah relatiflebih tinggi dibandingkan dengan proporsi penduduk laki-laki (disparitas gender 2,39%).
-"""
29
Tabel 4.2.
Proporsi Pen dud uk Memperoleh Ijazah Tertinggi Berdasarkan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tabun 2005 ......•••..-~ .•. -
L· "'.~"'~.~~,~~- •••- .
""/'T9tAL =.JML;;::;. •..~ ..;.::;:.~i··.··;l1IISJ·;
1671366 51,20119229046 4708 5414350 41,52 4972519 38,76 1005465
41,17 2,39 -584 -16,95 -22,47
Sumber: SUSEDAPropinsi Jawa Barat Tahun 2005, Hal. 153-154
Gambar 4.2. Proporsi Perolehan Ijazah Tertinggi Menurut Jcnjang Sekolah di Jawa Barat tahun 2005 0 L % P% 80 70
60 50 40
30 20 10
o TOK SEKOLAH
SlD-TMT SO
SO-SLTP
SLTP-SLTA
PT
Sumber: SUSEDA Propinsi Jawa Barae Tahun 2005, Hal. 153-154
Tabel 4.2. dan Gambar 4.2. menunjukkan bahwa proporsi penduduk laki-Iaki yang memperoleh ijazah SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi relatiflebih tinggi dibandingkan dengan proporsi penduduk perempuan (disparitas gender berturut-turut adalah -5,80%, -16,95%, dan -22,5%).
3.
Program Pemberantasan Buta Aksara Berdasarkan Gambar 4.3. didapatkan hasil adanya kesenjangan gender yang sangat tinggi pada proporsi penduduk buta aksara di Jawa Barat pada Tahun 2006, dengan total jumlah penduduk buta aksara sebanyak 1.512.899 orang yang terdiri atas 1.033.562 percmpuan (68.3% terhadap total buta aksara atau 3,5% terhadap total penduduk perempuan) dan 479.337 laki-Iaki (31,7% terhadap total bum aksara atau 1,63% terhadap total penduduk laki-Iaki) dengan perbedaan kesenjangan gender (disparitas) sebesar -36.6%.
30
Gambar 4.3. Proporsi Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Buta Aksara Berdasarkan Jenis kelarnin Di Jawa Barat Tahun 2006
(Sumber: Sub-Dinas PIS-Dinas Pendidikan Tahun 2005)
4.
Komposisi Tenaga Pendidik Menurut Jenis Kelamin di Jawa Barat Berdasarkan Tabel 4.3. diketahui adanya kecenderungan bahwa proporsi tenaga pendidik untuk jenjang pendidikan keaksaraan fungsional dan kursus lebih banyak proporsi perernpuan dibandingkan dengan proporsi laki-Iaki dengan disparitas gender berturut-turut adalah 6,04% dan 100%. Sedangkan proporsi tenaga pendidik untuk jenjang PA1JD, Paket A, dan Paket B dan paket C lebih banyak proporsi laki-Iaki dibandingkan dengan proporsi perernpuan dengan disparitas gender berturut-turut adalah -6,000/0, -4,34%, -3,98%, dan -4,76%.
Tabel 4.3. Komposisi Tutorl Tenaga Pendidik Pendidikan Non-Formal Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 ~
NO . JENJANG PENDIDIKAN ..
I
Keaksaraan Fungsional
2
PAUD
3
Paket A
4
Paket B
5
Paket C
6
Kursus
.,wl\iLAti;TUT9R1TENAGAPEi'U)IDIK J:,)) .. )i: ,.:p:;; i ;;;'. ';.:tML.;;' ····J>jSP•......
824 (46,98%) 7076 (53,00%) 132 (52,17%) 4367 (51,99%) 77 (52,38%)
-
L_
Sumber: Sub Dinas PIS Disdik Prowns; Jawa Barat
930 (5302%) 6274 (4700%) 121 (4783%) 4032 (4801%) 70 (47,62%] 70 (100,00%)
1754
6,04
13350
-6,00
253
-4,34
8399
-3,98
147
-4,76
70
100,00
31
Tabel 4.4. berikut ini menyajikan proporsi Penilik PLS, TLD (Tenaga Lapangan Pendidikan Masyarakat), Pamong Belajar, dan FDI yang menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan gender yang sangat tinggi dengan proporsi laki-laki jauh lebih banyak dibandingkan dengan proporsi perempuan dengan disparitas gender berturut-turut adalah -51,4%, -34.8%, -17.9%, 38.4%, dan -54.6%. TabeI4.4.
Proporsi Penilik PLS, Pamong Belajar. TLD dan FDI Menurut Jenis Kelamin di Jawa Barat Tabun 2005
NO 2 3 4 5
PAMONG BELMAR
TLD
l ! I
FDI
TBM (TAMANBACAAN)I
192 (67.4%) 231 (58.9%) 83 (69.2%) 354 (77.3%)
I 285
..
~
93 (32.6%) 161 I (41.0%). 37 (30.8%) 104 I (22.7%)
!
I
-17.9
I 120 I
-38.4
I
-54.6
392
i
458
Sumber: Sub Dinas PLS Disdik Provinsi Jawa Barat Tahun 2005
4. Jumlah Kepala Sekolah
SD/MI
SLTP
Sumber: Subdis Dikmenti Disdik Provinsi Jawa Barat Tahun 2006
-34.8
i
SMA
32
Berdasarkan Gambar 4.4. diketahui bahwa jumlah Kepala Sekolah pada setiap satuan jenjang pendidikan didorninasi oleh laki-Iaki. Tabel 4.5. juga menunjukkan bahwa proporsi laki-Iaki lebih tinggi menduduki jabatan sebagai kepala sekolah dibandingkan dengan perempuan, mulai dari jenjang sekolah SD dan sederajat (dari berbagai jenis sekolah seperti SDL B, dan Salafiyah setara SD), jenjang sekolah SMP dan sederajat (dari berbagai jenis sekolah seperti MTs, SMPLB, dan Salafiyah setara SMP), dan jenjang sekolah SMA. Hanya jenis sekolah MI saja yang mempunyai proporsi perempuan lebih tinggi daripada laki-Iaki dengan disparitas gender 11,4%.
Tabel 4.5. Rekapitulasi Komposisi Kepala Sekolab dan Berbagai Jenjang Pendidikan Berdasarkan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tabun 2006
11,4
TOTAL SDIMIJDLL
SMPLB ..
--~
..
SALAFr'{AH SETARA SMP TOTAL SMPIMTSIDLL
3 ISMA' TOTAL PROVINSI
(57,4%) 137 (93,8%) 15155 (93,7%) 2333 (85,0%) 1692 (89,2%) 112 (58,3%) r-681 (95,6%) 4818 (86,9%) 908 (85,6% 20881
(42,6%) 9 (6,2%) 1014 (6,3%) 411 (15,0%) 204 (10,8%) 80
249 I-
-14,8
146
-87,6
161691
-87,4
2744r 1896
-78,4
192
-16,6 -91,2 -73,8
(13,1%) 153 .-J14,4%) 10893 i (34,3%)
i66T'
-71.2 -31,4
Sumber: Subdis Dikmenti Disdik Provinsi Jawa Barat Tahun 2006
Tabel dan gambar di atas menunjukkan adanya kesenjangan gender pada kepala sekolah yang cukup tinggi dengan disparitas gender berturut-turut adalah -87 ,4%, -73,8%, dan -31,4%.
6.
Jumlah Pejabat Dinas Pendidikan Konsisten dengan hasil pada proporsi kepala sekolah berdasarkan jenis kelamin, maka jurnlah pt.:iabat di Lingkungan Dinas pendidikan yang tersaji pada Tabel 4.6. juga menufliukkan adanya dorninasi laki-Iaki pada semua
I 33
jabatan mulai dari Widya Iswara, Pengawas PLB, Pengawas Fungsional, dan staf sampai pejabat Eselon IV sampai Eselon I dengan disparitas gender berturut-turut adalah -100%, -75,0%, -78,6%, -45,4%, -91,6%, -71,4%, dan 50,0%. TabeI4.6. Rekapitulasi Komposisi Jabatan Dinas Pendidikan dari Berbagai Jabatan Berdasarkan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun2006
2
(100,00/0) 7 (87,5%) 25 (89,3%) 407 (72,7%) 12 (92,3%) 6 (85,7%) 3 (75,0%)
IEselonill
3
IEseion IV
4
IStaf
5
IPengawas Fungsional
6 }Fengawas PLB 7
IWidya Iswara
161
Jumlah Jawa Barat
.. (12,5%) 3 (10,7%) 153 (27,3%) I (0,7%)
8
-75,0
28
-78,6
560 13
I
1
7
-71.4
(14,3%) I
I
4
-50,0
(25,0%
160
162
Sumber: Subdis Dikmenti Disdik Provinsi Jawa Barat TahUrl 2006
Konsisten dengan hasil sebelurnnya, maka Pimpinan Lembaga Kursus di Jawa Barat yang tersaji pada Tabel 4.7. juga menunjukkan adanya konsistensi dominasi laki-lali pada kurun waktu lima talmn, mulai Talmn 2001 sampai dengan Tahun 2005 dengan disparitas gender berturut-turut adaIab -28,4%, 28,2%, -27,8%, dan -20,2%. Jurnlah lembaga kursus sendiri di Jawa Barat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tabel 4.7.
Lemba1!a Kursus dan Pimpinan Kursus Menurut Jenis Ii Jawa Barat TallOn 2001-2005
== . ~""
NO
-~~~:~1J81
~~'-" 2001 (64.2%) 2
2002
1039
3
2003
1052
666 (64. I').'''.!.. 072
373
IlU391
-28.2
• 1052
-27.8
1
-20.2
Sumber: Sub Dinas PLS Disdik Provins! Jawa Barat Tahun 2005
34
Berikut ini disajikan Tabel 4.8. yang menunjukkan proporsi Ketua Lembaga PKBM yang sangat didominasi oleh laki-Iaki dalam kurun wal-tu lima tahun, mulai Tahun 200 I sampai dengan Tahun 2005 dengan disparitas gender berturut-turut adalah -89,8%, -82,6%, -83,2%, -84,2%, -82,8%, dan -47,8%. Jumlah PKBM di Jawa Barat mengalami peningkatan yang pesat dari tahun ke tahun.
Tabel 4.8.
Proporsi Ketua Lembaga PKBM Menurut Jenis Kelamin di Jawa Bamt Tahun 2005 .JV~.\Il.''1.c
:rKBM
c"
254 449 547
775 5
2005
6
2006
918
(94.9% 410 (913%) 500 (91.6%) 714 (92.1%) 839 (91.4%) 761 (73.9%)
39 8.7% 46 8.4% 61 7.9% 79 (8.6% 269 (26.1%)
449
-82.6
546
-83.2
775
-84.2
918
-82.8
1030
I
-47.8
Sumber: Sub Dinas PIS Disdik Provinsi Jawa Barat tahun 2005
B. Contoh Isu Kesenjangan Gender Bidang Pendidikan dan An~lisis Faktor Faktor Penyebabnya 1. Isu Kesenjangan Gender di Bidang Pendidikan a. Pilar Akses dan Pemerataan di Bidang Pendidikan I) Proporsi partisipasi sekolah pada siswa laki -Iaki lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi siswa perempuan dengan kesenjangan yang semakin tinggi dengan semakin tingginya jenjang sekolah. 2) Proporsi keberhasilan memperoleh ijazah pada siswa laki-Iaki lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi siswa perempuan. 3) Proporsi perempuan yang buta aksara lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi laki-Iaki. b. Pilar Mutu dan Relevansi di Bidang PendidikaIl Proporsi laki-Iaki yang menjadi tenaga pendidik dari berbagai program non-formal (PAUD, Paket A-B-C) dan berbagai posisi (Penilik PLS, pamong Belajar, TLD, FDI, dan TDM) lebih tinggi daripada proporsi perempuan. c. Pilar Tata Kelola dan Pencitraan di Bidang Pendidikan
I
-r
:
35
Proporsi laki-Iaki jauh lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi perempuan dalam menduduki jabatan di Lingkungan dinas Pendidikan (Kepala Sekolah. Pejabat Dinas Pendidikan, Pimpinan Lembaga Kursus, dan Ketua Lembaga PKBM).
2.
Analisis Faktor yang Berpengaruh terhadap Pennasalahan Gender a.
Faktor Akses, Partisipasi dan Kontrol Isu kesenjangan gender yang teIjadi di Jawa Barat memunculkan keterpinggiran perempuan di Bidang Pendidikrul dengan berbagai bukti, seperti kesenjangan gender yang terjadi pada tiga pilar pendidikan. Ketertinggalan perempuan dibandingkan dengan laki-laki terjadi pada Pilar Akses dan Pemerataan Di Bidang Pendidikan dengan menyajikan gambaran kenyataan yang ada di masyarakat Propinsi Jawa Barat. Kesenjangan gender terbukti dari adanya proporsi partisipasi sekolah dan keberhasilan memperoleh ijazah pada laki-Iaki lebili tinggi dibandingkan dengan proporsi perempuan dengan kesenjangan yang semakin tinggi dengan semakin tingginya jenjang sekolah, dan proporsi perempuan yang buta aksara lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi laki-Iaki. Isu kesenjangan gender di Pilar Akses dan Pemerataan di Bidang Pendidikan juga konsisten dengan isu kesenjangan gender di dua pilar lainnya, yaitu Pilar Mutu dan Relevansi di Bidang Pendidikan dan Pilar Tata Kelola dan pencitraan di Bidang Pendidikan. Kedua pilar tersebut menggambarkan ketertinggalan perempuan dibandingkan dengail laki-Iaki dalam menjadi tenaga pendidik dari berbagai program baik non-formal maupun berbagai posisi menduduki jabatan di Lingkungan Dinas Pendidikan. Dalam merespon isu-isu gender di atas, perlu dianalisis adanya perbedaan laki-laki dan perempuan dalam hal AKSES terhadap sistem pendidikan sehingga menyebabkan perbedaan angka partisipasi pendidikan antara laki-Iaki dan perempuan pada berbagai jenjang pendidikan. Perbedaan akses pendidikan antara laki-Iaki dan perempuan kemungkinan lebih disebabkan oleh nilai-nilai sosial budaya dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat dan keluarga yang berkaitan dengan perbedaan peran gender. Berkaitan dengan kesenjangan gender dalam hal akses di bidarlg pendidikan, sepertinya ada konsistensi kenyataan yang ada di lapangan, yaitu adanya keadaan dimana perempuan selalu menjadi prioritas kedua setelah Iaki-laki dan perempuan selalu tertinggal di bidang pendidikan dibandingkan dengan Iaki-Iaki. . Bukti yang mendukung konsistensi ini adalah adanya data-data Angka Partisipasi Kasar (APK), dan Data perolehan Ijazah. dan Data Buta Aksara., yang menunjukkan adanya disparitas gender yang selalu bertanda negatif, artinya bahwa perempuan selalu tertinggal dibandingkan dengan laki-Iaki dalam berpartisipasi ke sekolah.
-;
36
Kesenjangan gender terbukti dari adanya proporsi partisipasi sekolah yang semakin tinggi pada laki-Iaki dibandingkan dengan perempuan dengan sernakin tingginya jenjang sekolah (disparitas gender untuk APS 7-12 tahon, 13-15 tahun, 16-18 tahun, dan 19-24 tahun berturut-turut adalah 0,19%,0,45%, -4,35%, dan -4,18%; dan disparitas gender untuk APK SD, SMP, dan SM berturut-tumt adalah -10,95%, -4,77%, dan -3,42%. Konsisten dengan data disparitas gender dalam hal partisipasi sekolah di atas, maka data perolehan ijazah tertinggi juga menunjukkan kecenderungan yang sama, dimana perempuan selalu tertinggal dalam memperoleh ijazah menumt jenjang sekolah. Kesenjangan gender dalam hal memperoleh ijazah tertinggi terbukti dari adanya proporsi perolehan ijazah yang semakin tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan dengan semakin tingginyajenjang sekolah (disparitas gender untuk angka perolehan ijazah sampai dengan tarnat SLTP, sampai dengan tarnat SLTA, dan sampai dengan tarnat Perguman Tinggi bertumt-turut adalah -5,8%, 16,95%, dan -22,5%. Rendahnya PARTISIPASI perempuan pada berbagai jenjang pendidikan ini disebabkan oleh norma-norma masyarakat yang masih menganggap peran utama laki-Iaki adalah sebagai pencari nafkah utama (main breadwinners) sehingga lebih penting dan diutamakan untuk memperoleh pendidikan daripada perempuan yang peran utamanya sebagai ibu rumahtangga (housewives). Peran laki-Iaki yang diberikan oleh masyarakat di sektor publik ini dianggap sangat bermartabat dan periu dilakukan investasi sejak usia keci!. Posisi Iaki-Iaki dalam keluarga, sesuai dengan sistem patriarkhi ditempatkan sebagai kepala keluarga dan bertanggung jawab menopang ekonomi keluarga secara keseluruhan dan soliter. Dengan demikian laki-Iaki yang nantinya berkewajiban mencari nafkah, maka Iaki-Iaki hams Iebih pandai dan Iebih berpendidikan dibandingkan perempuan. Dengan adanya keterbatasan ekonomi keluarga, maka, kedudukan Iaki-Iaki sebagai kepala keluarga mempunyai konsekuensi Iebih diutamakan untuk disekolahkan dibandingkan dengan perempuan. Keluarga pasti Iebih memprioritaskan Iaki-Iaki dan mengesampingkan perempuan untuk sekolah. Apalagi dengan keadaan tempat tinggal yang jauh darti sarana pendidikan, maka secara otomatis perempuan semakin terpinggirkan. Oleh karena itu data menjelaskan adanya kekonsistenan kesenjangan gender dalam partisipasi sekolah pada ketertinggalan perempuan dibandingkan dengan laki-Iaki. Perbedaan partisipasi perempuan dan laki-Iaki dalam pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan tinggi sangat erat hubungannya dengan pengambilan keputusan dalam keluarga Perempuan dinilai kurang mempunyai KONTROL atas sumberdaya keluarganya sehingga kurang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan. Kebiasaan yang teljadi di masyarakat Jawa Barat pada umumnya adalah bahwa wewenang kepala keluarga (seorang ayah atau laki-laki) adalah sebagai pengambil keputusan (decision makers), sedangkan wewenang perempuan yang berperan sebagai ibu rumahtangga adalah sebagai penerima keputusan (decision takesr). Nilai, sikap, pandangan, dan perilaku seorang ayah sebagai
~
~
37
kepala keluarga sangat menentukan dalam pengambUan keputusan keluarga, khususnya kepada keputusan untuk menentukan apakah anak sekolah atau tidak, dan memilih jurusan atau keahlian. Sedangkan peran perempuan sebagai pemegang peran domestik, selalu diarahkan pada fungsi domestik, yaitu bertanggung jawah terhadap perawatan rumah dan pengasuhan anak di dalam rumah.
b. Faktor Sosial-Ekonomi-Budaya dan Geografi Faktor-faktor sosial budaya yang menyebabkan masyarakat masih beranggapan bahwa laki-laki adalah pemegang peran publik dan diasumsikan sebagai penopang ekonomi keluarga, sedangkan perempuan memiliki peran domestik dan diasumsikan sebagai penanggung jawab keadaan rumahtangga terbukti dari data-data diatas, yaitu kesenjangan gender pada perempuan untuk berparti:.:ipasi sekolah, atau dalam beberapa kasus anak perempuan terlambat dalam memasuki sekolah, angka buta aksara (penduduk umur 15-44 tahun) yang lebih tinggi dari laki-Iaki, dan banyaknya perempuan yang putus sekolah dibandingkan dengan laki-Iaki. Masalah kesenjangan gender yang diakibatkan oleh kendala sosial budaya tercermin dari adanya data bahwa perempuan diminta untuk c0pat menikah dan data menggambarkan bahwa hampir 60% perempuan di Jawa Barat menikah pada umur dibawah atau sampai dengan 18 tabun yang sebetulnya melanggar Undang-Undang perkawinan.
C. Latihan I. Apa isu gender di Bidang Pendidikan? 2. Fal1or-faktor apa yang menyebabkan Pendidikan?
kesenjangan
gender di
Bidang
D. Rangkuman Konsisten dengan hasil pada proporsi kepala sekolah berdasarkan jenis kelamin, maka jumlah pejabat di Lingkungan Dinas Pendidikan menunjukkan adanya dominasi laki-Iaki pada semua jahatan mulai dari Widya Iswara, Pengawas PLB, Pengawas Fungsional, dan staf sampai pejabat Eselon IV sampai Eselon I dengan disparitas gender berturut-turut adalah -100%, -75,0%, -78,6%, -45,4%, -91,6%, 71,4%, dan -50,0%. Fal1or-faktor yang menyebabkan kesenjangan gender di Bidal1g Pendidikan adalah faktor sosial, ekonomi, budaya da."1 geografi.
38
DAFTAR PUSTAKA A. Daftar Buku
Kementerian Pemberdayaan Perempuan (KPP). 200 1. Pemantapan Kesepakatan Mekanisme Operasional Pengarusutamaan Gender Kesejahteraan dan Perlindungan Anak daIam Pembangunan Nasional dan Daerah: Bagian I dan II. Rakernas Pemberdayaan PP dan KPA Kementerian Pemberdayaan Perempuan(KPP). 2004. Bunga Rampai: Panduan dan Bahan Pembelajaran Pelatihan Pengarusutamaan Gender daIam Pembangunan Nasional. KeIjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, BKKBN, dan UNFPA Kementerian Pemberdayaan Perempuan. 2005. Bahan Pembelajaran Pengarusutamaan Gender. Kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, BKKBN, dan UNFP A Posisiton Paper- Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat 2005. Pokja Gender Bidang Pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional. Daftar Peraturan Perundang-Undangan
INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) daIam Pembangunan NasionaI.