BAGIAN PERTAMA
1
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
BAB –I TAPANULI UTARA – KEPENDUDUKAN Penduduk Tapanuli Utara, adalah bagian yang tidak terpisahkan dari penduduk Indonesia, merupakan suatu kesatuan. Namunpun demikian tentunya mempunyai permasalahan yang spesifik Tapanuli Utara. Sejarah mencatat Malthus, seorang Inggeris yang pertama sekali memikirkan secara serius persoalan ledakan penduduk didunia dan mengemukakan gagasan bahwa kesentosaan masyarakat senantiasa diganggu oleh kenyataan pertambahan penduduk. Pendapat tsb mendapat sanggahan yang bertubi-tubi. Namun pada abab keduapuluh ini, terutama sekali setelah perang dunia kedua, semakin dirasakan kebenarannya. Pada tahun 1968, sekelompok ilmuwan yang bergabung dalam Club of Rome mengeluarkan pendapat dan didukung oleh Institut Technology Massachusets melaporkan “Limit to Growth” yang mengejutkan hati tentang permasalahan kependudukan mausia. Bagaimana kita, Tapanuli Utara ini ? Suatu hal yang pasti pada masa yang akan datang pada tahun 2000, kita akan bertambah banyak(1) , apakah ini menjadi beban(2) atau menjadi pendorong bagi kelancaran pembangunan (3) Inilah yang perlu mendapat perhatian para tehnokrat, intelektual dan terutama generasi muda di Tapanuli Utara, karena merekalah yang kelak mewarisinya sesuai dengan siklus kodrat manusia. Berleha-leha atau menunggu, maka scenario yang digambarkan Paul R.Ehrlich (4) akan menjadi suatu kenyataan yang menakutkan. 1) 2)
3)
4)
UNO Mounthly Bulletin of Statistic" Juli 1982, Paul R. Ehrlich. The end of affluence” Ballentine-books New York 1974. Dinegara Bangladesh, India dan Pakistan : . Pertumbuhan penduduk rnerupakan momok menakutkan. Terbukti tahun 1972, dimasa itu terjadi kekeringan sedemikian parah, kegagalan pertanian - ketiga negara tidak memiliki devisa yang cukup – tidak mampu membeli padi-padian dan kegagalan pertanian - kelapararl dan kematian - disintegrasi ekonomi yang parah. Peristiwa kelaparan di Ethiopia 1984. Mahathir bin Mohammad. Dr “Dilemma Melayu” Perdana Menteri Malaysia itu menyatakan, bahwa masyarakat Malaysia sekarang ini harus lebih banyak untuk kelancaran pembangunan ekonomi dan kepentingan politis. Jumlah ideal penduduk Malaysia menurut beliau adalah sebanyak 5 kali sekarang ini, lebih kurang 60 juta jiwa. Pikiran Rakyat, tanggal 15 Juni 1983. Soeryono Soekanto. “Sosiologi suatu pengantar. Universitas Indonesia-Press 1970. Jakarta hal 340. Paul R.E. “Ledakan Penduduk” Gramedia Jakarta 1981 hal 66. Sebuah kapal menabrak karang dan sedang tenggelam. Para penumpang menjerit minta tolong. Ada yang melompat keluar kapal dan ditelan ikan hiu yang berkeliaran kian kemari. Diatas kapal ada sekelompok ahli terkemuka. Salah seorang mengusulkan agar mereka juga ikut memompa air keluar, Ah,…. jangan kata yang lain “nanti kapten kapal tersinggung” disamping itu memompa air bukanlah urusan kita dan hal itu diluar kemampuan kita. Dapatlah diduga apa yang mereka lakukan. Sebuah komite dibentuk untuk mempelajari masalah tersebut , dengan beberapa seksi teknik laut dan pelayaran. Kepada para penumpang diumumkan bahwa dalam jangka waktu dua atau tiga tahun lagi, komite akan menghasilkan suatu laporan istimewa yang dapat disetujui oleh penumpang, kapten kapal dan awak kapal. Para politisi pun aktif. Ada yang tampil dan mengatakan bahwa penumpang tidak memahami kenyataan politis dari situasi tersebut. Beberapa tokoh politik uang lebih agresif mengambil sarung tangan dan mulai mendayung, berhenti setiap beberapa menit seraya menerima pujian atas usaha mereka yang demikian berani.
2
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
1. TINGKAT PERKEMBANGAN PENDUDUK TAPANULI UTARA Berbagai variabel demografis yang dipergunakan dalam perhitungan perhitungan tingkat perkembangan dan proyeksi kependudukan di Tanauli Utara adalah : i. ii. iii. iv. v. vi. vii.
hasil registrasi penduduk setiap tahun/sensus. crude birth rate (CBR), angka ini belum ada untuk Tapanuli Utara. rate of growth sebesar 1,09 pertahun (1) total fertility rate (TFR), sebesar 5,99 pertahun (2) infant mortality rate (IMR), angka Sumatera Utara 89 perseribu (3) Crude death rate (CDR), sebesar 9 perseribu (1) Angka migrasi, untuk Tapanuli Utara masih kurang jelas.
Keterbatasan dan kurang jelasnya variable demografis yang dimiliki mengakibatkan kesulitan dalarn perhitungan dan proyeksi, bahkan mengakibatkan timbul problem kesahihan angka-angka itu sendiri. Misalnya : Bila TFR 5,99 % dan CDR = 9 perseribu dan diasumsikan migrasi keluar dari Tapanuli Utara lebih besar daripada yang masuk kedalam, dihubungkan dengan data Tapanuli Utara dalam angka 1983 yang menyatakan bahwa setiap tahunnya hampir 75 % tammatan SLTA (kira-kira 5.000 orang) melanjutkan pendidikan atau mencari kerja keluar Tapanuli Utara dan disamping itu juga penduduk yang sudah berumah tangga pindah kedaerah pembukaan lahan baru (1). Maka timbullah suatu keraguan akan kebenaran TFR sebesar 5,99 % atau asumsi yang menyatakan migrasi penduduk keluar Tapanuli Utara terlalu dibesar-besarkan. Jelas ini memerlukan perhitungan lebih cermat dan dalam tulisan ini perhtungan dan proyeksi kependudukan didasarkan pada rate of growth saja. Tahun Rate of growth (%) 1961-1971* 1,09 1971-1980** 1,02 1980-1983* 1,09 1983-2000** 1,09 * Kantor Statistik Tapanuli Utara **Asumsi rate of growyh 1, 09 % pertahun
Jumlah 628,535 682.412 705,577 848.366
Perkembangan penduduk Tapanuli Utara, tercatat sebagai terendah di Propinsi Sumatera Utara diperbandingkan dengan kabupaten lainnya, dimana pada periode tahun 1961-1971 pertambahan hanya 1,09 % pertahun, kemudian pada tahun 1971-1980 terjadi penurunan. Sedang untuk periode yang sama di Sumatera Utara adalah sebesar 2,92-2,62 % pertahun. Pada periode 1980-1983 pertambahan penduduk meningkat menjadi 1,09 % pertahun. Pada tahun 2000, bila tidak terjadi perobahan variable demografis, dalam arti pola kependudukan dan factor factor yang mempengaruhinya bersifat status quo, dan pertumbuhan tetap sebesar 1, 09 % pertahun saja, maka diperhitungkan jumlah penduduk akan mencapai 848.366 jiwa. 1) 2) 3) 4)
Tapanuli Utara dalam angka 1983 BPS Pusat 1983 Kanwil Depkes Sumatera Utara 1984 t Perhitungan proyeksi penduduk dengan rumus ; P t = P o ( 1 + r )
3
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
2. DEPENDENCY RATIO Dependency-ratio : Perbandingan antara jumlah rnereka yang memerlukan perlindungan dan rawatan dengan mereka yang wajib memberikannya. Kelompok dependent ini adalah mereka yang berumur 20 tahun kebawah dan 60 tahun keatas.
umur 0-4 5-9 10-14 15-24 25-49 50+
Table-2 : Komposisi umur pddk Tapanuli Utara pada tahun 1971, 1983 dan 2000. 1961* 1971* 1983* 2000** lk pr lk pr lk pr lk pr 58.121 58.399 60.059 62.128 72.209 74.698 100.427 91.553 60.382 61.582 72.597 74.040 270.884 287.669 57.324 57.301 68.921 68.893 47.752 50.774 54.122 63.997 65.071 76.943 97.684 113.033 67.789 76.067 81.503 91.455 37.956 46.873 45.634 56.335
* sumber, Kantor Statistik Tapanuli Utara. Tabel-2, memang sangat terbatas dan tidaklah menampilkan pendistribusian umur yang, sehingga dalam analisa dependency ratio tidak dapat dilakukan menurut kaidah dan definisi yang seharusnya, tetapi secara asumtif saja. Pada tahun 1983 : Bila diasumsikan kelompok dependent dibawah 14 tahun dan diatas 50 tahun, maka dependency ratio adalah 1,7. Sedang bila kelompok dependent hanya yang berumur 24 tahun kebawah maka dependency rationya adalah 2,0. Berdasarkan hal diatas diasumsikan dependency ratio Tapanuli Utara berkisar 1,7-2,0 (range point) Pada tahun 2000 : Bila laju pertambahan penduduk tetap sebesar 1,09 % pertahun, maka dengan perhitungan seperti diatas diperoleh dependency ratio 1,9-21. Tabel-3 : Dependency ratio pada beberapa Negara. Daerah / Negara 1983 2000 Tapanuli Utara 1,7-2,0 1,9-2,1 Indonesia 1,7 2,05 Inggeris 1,0 Jepang 0,8
Apabila diperbandingkan dependency ratio Tapanuli Utara dengan dependency ratio Indonesia, adalah kira-kira identik, demikian juga pada tahun 2000 nantinya, Sedang bila diperbandingkan dengan Jepang atau Inggeris sungguh sangat jauh perbedaan tersebut. Khusus Tapanuli Utara, dependency ratio tahun 1983 sebesar 1,7-2,0 dan pada tahun 2000 akan meningkat menjadi 1,9-2,1 adalah suatu masalah yang rawan, ini disebabkan sangat membengkaknya golongan dependent, sebagai akibat “baby bomb pada dua atau tiga dasawarsa yang lalu. Angka ini akan semakin membesar lagi apabila. i. Total fertility rate yang tidak terkendali. ii. Bila diperhitungkan mereka yang ber-migrasi keluar Tapanuli Utara untuk melanjutkan pendidikannya tetapi masih tetap dibiayai sepenuhnya oleh orang tua yang tinggal di Tapanuli Utara. 4
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
3 . KELUARGA BERENCANA Secara makro, bila disimak penilaian yang dilakukan oleh Lester R.Brown dalam “In the human interest” dimana beliau berpendapat bahwa dunia – akan berada dalam kondisi keseimbangan (Zero Population Growth) pada tahun 2015, bila semua Negara maju sudah mencapai ZPG dan Pada tahun 1985 dan dunia ketiga mampu menurunkan tingkat fertilitasnya menjadi 25 perseribu pada tahun 1985. Bagaimana kalau program Kependudukan dan Keluarga berencana ini gagal ? The Club of Rome(1) dalam Limits to Growth melaporkan apabila program ini ditunda 10 tahun, maka dunia ketiga menjadi 1,7 miliar jiwa. Menunda 20 tahun akan menjadi 3,7 miliar ,……….maka lonceng kematian akan bergema. Keluarga Berencana sebagai usaha nasional yang resmi sudah dimulai sejak 1952 di India dan sejak 1960 di Pakistan. Meskipun demikian seperti apa yang diketahui hasil sangat sedikit dibandingkan dengan upaya selama sekian tahun(2) Hal ini mungkin disebabkan karena usaha keluarga berencana dinegara tersebut terlambat memulai gerakan keluarga berencana secara nasional yaitu pada tahun 1968(3) dan focus kegiatan hanya berkonsentrasi pada usaha hanya menekan angka kelahiran saja, dengan pendekatan yang terutama medis. Indonesia sangat terlambat memulai gerakan keluarga berencana secara nasional. Tetapi justru Indonesia mendapat kesempatan untuk belajar dari kedua negara tadi dan sekaligus menghindari kesalahan pokok yang telah diperbuat oleh India &Pakistan. Apabila usaha keluarga berencana di Indonesia dapat pula berhasil meluaskan ruang lingkupnya dan mengembangkan berbagai factor social budaya yang melingkupi fertilitas itu, maka kemungkinan Indonesia akan lebih cepat berhasil daripada India atau Pakistan. Pidato Presiden Soeharto pada tanggal 15 Agustus 1982 perlu digaris bawahi. Gerakan keluarga berencana harus benar-benar meluas dan memasyarakat perlu dibangkitkan kesadarannya, dengan demikian, berhasil atau gagalnya dalam pelaksanaan keluarga berencana akan sangat menentukan maju atau mundurnya pembangunan secara nasional. Di Indonesia, setelah program KB dilaksanakan sejak1968, dana dan upaya telah dikerahkan dan kita menanggapi program ini sebagai program raksasa dan nasional, maka sudah selayaknya kita bercermin melihat hasil yang sudah kita capai.
1) Club of Rome. Dalam bulan April 1968, suatu kelompok yang terdiri dari ilmuwan, ahli ekonomi, guru, industrialis dan pegawai pemerintrahan nasional/internasional bertemu di Academia dei Lincei di Roma atas permintaan yang mendesak dari Aurelio Peccei, seorang industrialis dan ahli ekonomi, untuk memperbincangkan problem-problem dunia masa dekat yang mendatang. Laporan dari kelompok Roma ini didukung oleh riset suatu kelompok kecil dari Institut Teknologi Massachusets, telah menerbitkan laporan pertama pada tahun 1972, yakni Limits to Growth 2) Paul R.E. Population, Resouces, Environtment; Issues in human ecology. San Frasisco. WH Freeman and Co 1970, page 238-240. 3) Seperti diketahu walaupun sejak 1957 di Indonesia sudah ada PKBI, antara lain dengan usaha berupa pemeliharaan klinik-klinik untuk memberi nasehat kepada para ibu yang ingin mengatur kelahiran, sikap pemerintahan Soekarno yang menentang usaha keluarga berencana sangat menghampat usaha wajar dari perkumpulan ini.
5
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Penilaian secara nasional juga dilakukan, tujuan program KKB telah ditetapkan berupa suatu target demografis menurunkan angka fertility dari 44 perseribu pada tahun 1977 menjadi 22 perseribu pada tahun 1990 (1) Apabila tujuan program KKB Nasional (22 perseribu pada tahun 1990) diperbandingkan dengan anjuran Club of Rome ( 25 perseribu pada tahun 1985). Maka untuk mencapai ha1 itu dibutuhkan percepatan dalam program KB untuk dapat untuk dapat mendukung derap pembangunan kita yang juga mengalami percepatan. Target sebanyak 50.000 akseptor yang dicapai dalarn setahun pada awal kampanye KB, sekarang ini ingin dicapai dalam dua setengah hari (2) Tapanuli Utara, Program KB mulai dilaksanakan melalui kordinasi BKKBN Tapanuli Utara sejak tahun 1979/1980, dan secara secara penuh beroperasi pada tahun 1980/1981. Hasil yang dicapai sungguh sangat menggembirakan hati, jumlah peserta setiap tahunnya semakin rneningkat. Apakah kita sudah dapat berlega hati, ternyata suatu cambukan masih kita terima yaitu kenyataan bahwa Total Fertility Rate Tapanuli Utara menurut BPS Pusat 1983 sebesar 59,9 perseribu. Suatu paraddoks antara angka-angka keberhasilan KIE dalam usaha pengendalian kelahiran anak dengan kenyataan bahwa yang lahir masih cukup banyak. Apabila angka ini suatu kenyataan, maka dapat dibayangkan bahwa kita harus berusaha menurunkannya dari 55,9 perseribu rnenjadi 22 perseribu sampai tahun 1990. Jelas masih menuntut kerja keras. tabel-4. Hasil pencapaian akseptor KB 1980-1985 di Kab.Tap.Utara tahun Jlh PUS Jlh peserta % fase 80/81 122.522 6.564 5,8 I 81/82 110.247 21.768 20,7 II 82/83 108.243 44.814 41,4 III 83/84 105.266 50.808 48,2 III 84/85 103.393 55.756 51,4 III 2000* 130.320 Sumber : BKKBN Tap.Utara *perkiraan dengan dasar r= 1,09 % pertahun
Gambar-1 Perbandingan jumlah PUS dan Jumlah akseptor 1980-1985 di Kab.Tap.Utara
1) Informasi dasar Program Kependudukan dan Keluarga Berencana, BKKBN-Jakarta 1982, hal 21. 2) Haryono Suyono, Tempo Nomor 20 tahun XIV 14 Juli 1984 hal 61.
6
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Suatu hal yang menarik dan spesifik bagi Tapanuli utara (table-4 dan gambar-1), jumlah PUS dari tahun 1980/1981 sampai tahun 1983/1984 – semakin berkurang dan sedikit bertambah ditahun 1984/1985. Apabila rate of growth 1,09 % pertahun, maka timbul suatu pertanyaan yaitu : Kemana pergi baby-bom dua atau tiga dasawarsa yang lalu, dimana seharusnya jumlah PUS itu harus bertambah setiap tahunnya. Apakah merekapun ikut migrasi sebagai mana diasumsikan, penelitian tentang ini belum ada. Namunpun demikian berdasarkan r = 1,09 % pertahun, rnaka pada tahun 2000 nanti diperkirakan jumlah PUS ini akan mencapai 130.320 jiwa. Secara kwantitatif : Hasil pencapaian akseptor dari tahun 1980/1981 sampai tahun 1982/1983 memperlihatkan hasil yang menggembirakan, dimana terjadi loncatan dari fase ke fase berikutnya, dan 1983/1984 sampai 1984/1985 pencapaian tetap difase III (jumlah peserta sedikit meningkat) tabel-5. Prosentase jenis kontra sepsi yang dipergunakan peserta KB-Aktif 1980-1985. Tahun % realisasi Total IUD pil kondom MOW suntik 80/81 7,6 34,9 42,9 14,0 0,6 100.0 81/82 10,7 70,9 8,2 7,8 2,4 100.0 82/83 9,9 61,8 18,6 4,4 5,3 100.0 83/84 15,1 55,1 20,0 4,5 5,2 100.0 84/85 16,8 46,0 26,2 4,8 6,2 100.0 sumber : BKKBN Tap.Utara
Secara kwalitatif : Dengan memperhatikan jenis penggunaan kontrasepsi oleh peserta KB-aktif sejak tahun 1980-1985 (kumulatif - tabel 5), Jumlah peserta yang menggunakan IUD dan suntikan semakin bertambah. Tetapi yang mempergunakam pil dan ,kondom disetiap tahunnya diatas 72 %, hal ini perlu digaris bawahi, karena dapat diduga kemungkinan drop-out besar sekali dan sangat sulit memonitor peserta KB yang mempergunakan pi1 dan kondom, disamping itu unit of cost nya cukup tinggi. Konsekwensinya dana dan daya yang dikeluarkan Pemerintah tetap sedemikian besarnya, sedang pada saat ini kita telah mencanangkan penghematan devisa negara. tabel-6. Pencapaian akseptor baru setiap yahun menurut jenis kontrasepsi yang digunakan 1980-1985 Tahun mix-kontrasepsi IUD Pil Kondom MOW Suntik 80/81 329 8.228 8.521 319 173 81/82 1.178 9.128 1.573 295 430 82/83 2.799 6.876 2.927 320 2.362 83/84 3.286 4.821 2.451 329 2.295 84/85 1.818 3.520 2.842 424 3.274 Sumber : BKKBN Tapanuli Utara
Apabila hasil pencapaian tersebut dinilai setiap tahunnya (non-kumutatif, table-6). Juga memperlihat lebih banyaknya penggunaan pil dan kondom. Khusus pada tahun 1984/1985 terlihat hal yang perlu mendapat perhatian yaitu : pertama : Jumlah akseptor baru yang mempergunakan spiral semakin menurun. Aek Sarulla tudia ho lao 7 Tapanuli Utara-kependudukan
kedua : Jumlah akseptor baru yang mempergunakan suntikan melambung. ketiga : Jumlah akseptor baru yang memakai pil dan kondom tetap banyak. Kenapa jumlah akseptor pemakai spiral demikian sedikitnya, sedang pada saat ini timbul kebijaksanaan yang menetapkan penggunaan spiral sebagai metode terpilih, karena unit of costnya termurah, mudak dikelola dan dapat dimonitor. Sebelurnnya; Marilah kita tinjau program KB di India, suatu negara yang telah kaya pengalaman dalam program ini, yang secara resmi telah mempunyai program sejak 1951 dan mempunyai pengalaman banyak tentang penggunaan spiral. Harapan ditetapkan pemerintah lndia dengan metode spiral sebagai obat mujarab dalam memecahkan masalah kependudukan dan KB karena murah, mudah dikelola dan relatif permanent. Ternyata desas-desus yang berkembang dimasyarakat, maka akhirnya jumlah wanita yang menggunakan spiral semakin menurun dan akhirnya sampai pada titik nol. Apakah keadaan yang dialami di India akan menjadi suatu bayangan bagi Tapanuli Utara ? Di Tapanuli Utara berkembang desas-desus tentang penggunaan spiral; bahwa spiral yang diletakkan dalam rahim wanita dapat merambat kemara-mana melalui penbuluh darah bahkan sampai keotak; bahwa spiral tersebut rnenimbulkan gangguan bagi wanita yang bekerja diladang ; banyak perdarahan pada masa menstruasi (desas-dess yang sama dengan di India). Dari leseluruhan desas-desus yaing berkembang di masyarakat Tapanuli Utara, maka desas-deus tentang perdarahan yang memerlukan pemikiran serius terhadap kenyataan bawa wanita yang kurang gizi narnpaknya lebih banyak mengalami pendarahan daripada wanita-wanita yang menperoleh gizi yang layak (1). Bahkan pada kedaan sebenarnua, jangan dipasang IUD kalau wanita itu mempunyai tanda-tanda anaemia, karea berakibat penambahan kehilangan darah sewaktu haid. Gambar-2 : 100 75 50 25 0
Petani dan nelayan
Gambar-3: 100 75 50 25 0
SD kebawah
Siapakah akseptor baru di Tapanuli Utara ? Memang, angka khusus di Tapanuli Utara belum ada tetapi menurut angka nasional atau ciri-ciri akseptor baru, sebagian terbesar lebih kurang 64 % adalah petani dan nelayan (gambar-3) dan berpendidikan SD kebawah (gambar-3). Bila data ini dianggap relevan dengan fapanuli Utara, maka dapat diasumsikan bahwa akseptor baru di Tapanuli Utara sebagian besar adalah petani dengan moral ekonomi “dahulukan selamat” dan dengan pendidikan sebagian besar terbatas tammatan SD, maka tidaklah mengherankan demikian mudahnya tersebar dan dapat diterima desas desus efek samping KB terutama penggunaan metode terpilih yaitu spiral.
(1) Pusdiklat Depkes RI, Petunjuk pelaksanaan pelayanan medis KB, Depkes R, hal 44,45
8
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Bagaimana hubungannya petani dengan metode spiral itu ? Keluarga petani Tapanuli Utara yang hanya dapat rnenyisihkan hasil produksinya sebagai minimal kalori dibawah yang seharusnya (lihat Tapanuli Utara-Adat-Petani), sehingga mereka diasumsikan tidak memperoleh gizi layak (1) sehingga pemakaian metode spiral pada mereka menimbulkan banyak perdarahan dan berakibat timbul keluhan diantara mereka yang memang bersumber dari kenyataan yang mereka hadapi sendiri. Akibat lebih lanjut adalah, bagaimanapun intensifnya metode penyuluhan KIE yang diterapkan pada mereka tentang penggunaan spiral akan mengalami kesulitan, bahkan kegagalan. Sedang bagi akseptor yang tadinya mempergunakan spiral beralih metode dan merasa lebih aman serta praktis dengan mempergunakan metode suntikan, padahal metode suntikan ini menpunyai unit of cost cukup tinggi. Masalah tersebut, diperberat lagi oleh keterbatasan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan selaku pelaksana teknis Table-8 : Strata Puskesmas di Tapanuli Utara 84/85 (8 sample) NO
Kegiatan/jenis
% kegiatan
I
Table-7 : Ratio pelayanan kesehatan dengan penduduk di Tap.Utara (jumlah penduduk 720.000 jiwa) no 1 2 3 4 5 6 7
Sarana/Prasarana Puskesmas Tenaga dokter Tenaga medis Tenaga nonmedis PP/BP BKIA Tempat tidur RSU
jumlah 31 14 561 195 148 71 120
Ratio/penduduk 21.818 51.428 1.283 3.692 4.864 10.140 6.000
PELAYANAN KESEHATAN 1 KIA 31 2 KB 53 3 Gizi 36 4 Kesling 25 5 P2M 42 6. PKM 45 7 Pengobatan 38 8 UKS 5 9 PHN 30 10 Gigi dan Mulut 26 11 Kesehatan jiwa 5 12 Laboratorium 4 II MANAJEMEN 1 Perencanaan 57 2 Pelaksanaan 47 3 Pembinaan 35 III SARAN/PRASARANA 1 Pengadaan obat 57 2 Sarana fisik 41 3 Tenaga 16 4 Perlengkapan medik 30 Sumber : Rakerda KB-Kes Tap.Utara 6 Mei 1985
(1) Subur Ramayana drg, Tinjauan derajat kesehatan murid SD di Kabupaten Tapanuli Utara 1983/1984. A.M.Marpaung MPS, Kepala seksi pengembangan gizi Kanwil Depkes RI Prop.Sumatera Utara; Dalam ceramahnya pada konsultasi PKM di Medan Juni 1985 menyatakan bahwa dari 16 kecamatan rawan gizi di Sumatera Utara, 6 diantaranya di Tapanuli Utara. G.Sinaga Drs. Bupati KDH tk-II Tapanuli Utara, dalam press releasenya pada harian SIB menyatakan kerawanan gizi di Tapanuli Utara.
9
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Pada tabel-7, terlihat sangat terbatasnya tenaga pelaksana teknis dan pada tabel-8 terlihat keterbatasan dari ujung tombak pelayanan kesehatan itu sendiri baik dari segi pelayanan, nanajemen dan dan sarana/prasarana yang kesemuanya secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi pelayanan keluarga berencana. Keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan itu mengakibatkan keterbatasan untuk konsultasi bagi pemakai spiral itu sendiri, terutama bagi masyarakat pedesaan atau kaum petani, mengakibatkan sernakin bulatnya tekad bagi kaum pedesaan untuh rnengganti metode spiral dengan metode lain. Pada akhirnya sampai pada keputusan yang tragis, yaitu tidak mempergunakannya sama sekali, dengan secara diam-diam megunjungi klinik dan meminta agar spiral tersebut dicabut. Kesimpulan yang pasti, apabila kita tidak mengingini bayangan di India menjadi kenyataan di Tapanuli Utara, maka usaha-usaha untuk meningkatkan peserta KB khususnya dengan penggunaan metode terpilih (spiral), haruslah didukung dengan usaha-usaha menyeluruh dan terpadu. Dalam arti : Usaha KKB harus dapat meluaskan lingkupnya dan mengembangkan berbagai faktor sosiai-ekonomi dan sosial-budaya, dan harus ditemukan sistem-sistem yang tepat untuk mengembanghan faktor-faktor tadi untuk rnendorong terbentuk dsn timbulnya keluargakeluarga kecil, Sementara itu juga sudah barang tentu segala usaha-usaha BKKBN dan semua organisasi dibawah kordinasinya yang sampai saat ini di Tapanuli Utara yang secara khusus bersifat mengurangi kelahiran serta penerangan mengenai kependudukan dan keluarga berencana harus tetap dilaksanakan bahkan ditingkatkan. Menjelang tahun 2000 nanti diharapkan tingkat fertilitas telah turun dibawah 22 perseribu, sehingga dengan demikian diperhitungkan pada tahun 2060 kelak Indonesia telah rnencapai ZPG, berarti jumlah yang lahir akan sama dengan yang meninggal. Untuk mencapai ini, pemerintah kita mencanangkan norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera, catur warga dua anak cukup, laki-laku atau perempuan sama saja. NKKBS, ini memerlukan perhatian khusus dan penelitian mendalam bagi masyarakat Batak di Tapanuli Utara yang nempunyai prinsip “maranak 17 marboru 16” ( punya anak dan putri yang banyak), sehingga dapat diketahui factor-factor yang mendorong terbentuknya keluarga kecil, dan juga perlu diteliti tentang “nilai anak” bagi masyarakat Batak yang memiliki hubungan sosial Dalihan Natolu dan patrilineal yang kuat. Menurut Koencaraningrat 1975(1) : Usaha-usaha konkrit untuk mengembangkan factor-faktor yang mengakibatkan timbulnya keluarga kecil, adalah ; i. penilaian adat istiadat tradisionil,yang mendorong fertilitas rendah. ii. mengembangkan pranata-pranata (2) yang menunda nikah. iii. usaha meningkatkan kedudukan social, ekonomi dan yuridis para wanita. iv. memperluas kesempatan partisipasi dalam angkatan kerja. v. mempertinggi mutu pengasuhan anak dalam keluarga. vi. mengembangkan system perangsang dan anti perangsang yang mendorong keluarga kecil. (1) Koencaraningrat, Masalah keluarga Kecil didalam Masalah-masalah pembangunan. LP3ES. Jakarta 1982 halaman 23-42 (2) Istilah pranata, digunakan sebagai terjemahan “institution”
10
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
ad.i. menilai adat istiadat tradisionil yang mendorong fertilitas rendah. Paling sedikit ada empat adat dan cara tradisionil yarrg menekan fertitilitas penduduk yang diketahui, yaitu ; a. aborsi. b. infanticide, adat membunuh bayi. c. celababy, pantang kawin guna kebaktian agama. d. adat pantang postpartum yang berlangsung lama. Infanticide tidak dikenal dalam masyarakat Batak, sedang aborsi merupakan tindakan sangat tercela yang berprinsip banyak anak banyak rezeki. Sedang adat pantang postpartum yang lama, masih memerlukan penelitian. J.P.Saucier, seorang antropologi mempelajari adat pantang postpartum secara komparatif dengan metode cross cultural dari sample yang diri dari 172 kebudayaan yang tersebar disemua benua (ternasuk Indonesia yang diklompokkan kebudayaan Kepulauan Pasifik), telah menyusun bagan yang rnenunjukkan sejumlah variabel dan faktor ekologi, ekonomi dan social budaya yang menyebabkan adanya adat post partum berlangsung lama (1)
Apabila diperhatikan berbagai pranata social-budaya yang diajukan oleh Saucier ternyata tidak seluruhnya, bahkan sedikit saja terdapat pada masyarakat Batak, seperti : • poligini : Masyarakat Batak di Tapanuli Utara, terutama sejak diterimanya agama Kristen sejak tahun 1864 lebih mengenal perkawinan monogini. • Adat mas kawin tinggi : Walaupun diasumsikan mas kawin bagi masyarakat Batak Toba tinggi, namunpun demikian dikenal jalan keluar yang dibenarkan dan mendapat pengakuan yaitu “mangalua” (kawin lari) dan dikategorikan “tangko raja” dengan mengikuti ketentuan adat yang memang ada untuk kasus demikian, sementara menunggu pengesahan dan restu adat yang resmi, yang dapat dilaksanakan dikemudian hari (manggara adat atau mambahen adatna) (1) Masri Singarimbun 1969-1970 : Untuk menghindarkan hal yang tidak diingini, ibu-ibu di Sriharjo menjarangkan kehamilan dengan cara tidak berhubungan seks selama bayinya menyusui, yang lamanya bisa mencapai 2 tahun.
11
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
•
•
•
Adat penyapihan lambat : Sebenarnya perlu diteliti sampai seberapa lama seorang ibu menyusukan anaknya. Dari catatan penulis dalam setiap kegiatan penyuluhan gizi (1), dikalangan ibu-ibu terdapat persepsi yang menyatakan tidak baik bagi seorang anak dan ibunya menyusukan bayi terlalu lama, akan menimbulkan efek yang dikenal dengan istilah “taronsop” Adat isolasi remaja : Apabila diperhatikan konstruksi rumah tradisional di Tanah Batak, maka pada umumnya tidak memiliki kamar-kamar yang khusus bagi orang tua maupun remaja, atau dapat dikatakan rema hampir tidak terisoler (2) dirumahnya. Tetapi pada masa kini, ciri-ciri rumah tradisonal tersebut telah dikembangkan dengan memiliki sekat atau ruang tertentu bagi penghuninya. Mutilasi alat kelamin : Sebenarnya ini bukan adat, melainkan khitanan yang merupakan pengaruh dari ajaran Islam. Sedangkan di Tapanuli Utara yang mayoritas penduduknya beragama Kristen, tentunya ini mempunyai pengaruh yang kecil saja.
Berdasarkan hal diatas, Sebenarnya adat pantang postpartum yang berlangsung lama hampir tidak terdapat pada masyarakat Tapanuli Utara, ini hanya berlangsung 40 hari saja, namunpun demikian masih diperlukan penelitian kemungkinan kaitan faktor ekonomi dan sosial budaya tradisonal yang dapat menekan fertilitas. Ad. ii. Mengembangkan pranata yang menunda nikah. Di Indonesia umumya, khususnya di Jawa telah diketahui bahwa umur nikah pertama masih terlalu muda. (Geertz 1961, Tan 1971, Gille & Pardoko 1966, Soeroso & Fardoko 1971, Undip & BKKBN 1971. Gejala ini memang lazim terjadi dalam banyak masyarakat lain didunia yang berdasarkan kebudayaan agraris tradisionil. Di Tapanuli Utara belum ada penelitian khusus untuk hal ini, namun berdasarkan pengamatan penulis yang banyak turut serta dalam kegiatan program pelayanan KB memperoleh kesan “mengunci kandang setelah kuda berlepasan” (3) , dimana para akseptor baru tersebut terutama kalangan ibu-ibu pedesaan, pada umunya masih berumur muda tetapi sudah mempunyai anak 4 atau 1ebih. Sehingga dapat diasumsikan bahwa adat dan kebudayaan pedesaan di Tapanuli Utara menambah frekwensi hamil pada seorang wanita dalam jangka waktu hidupnya. (1) dari hasil wawancara penulis selama bertugas sebagai Kepala seksi PKM Dinas Kesehtana Kab.Tapanuli Utara sejhak 1981-1985, dalam kegiatan UPGK, PKMD dan Immunisasi di pedesaan. (2) Menurut istilah Whetten, memberi kesempatan pada anak-anak keluarga bersangkutan menyaksikan tingkah laku orang tuanya 24 jam sehari, dan karenanya anak itu “terlalu cepat dewasa” sebelum jiwanya matang. (3) Suwarjono Suryaningrat, 1973. Banyak diantara para wanita yang dating ke klinik KB adalah para ibu yang sudah mempunyai anak banyak (median 3,2)
12
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Alangkah baiknya bila mereka diberi penjelasan agar wanita sebaiknya dinikahkan pada umur 21 tahun (1) dan alngkah baiknya apabila UU Perkawinan (2) diberi kewibawaan serta didukung semua pihak ; misalnya turut sertanya pihak lembaga-lembaga yang mengesahkan dan merestui perkawinan mendukung anjuran umur perkawinan, seperti : gereja, lembaga Muslim atau KUA, sehingga sedikitnya tidak terjadi lagi pernikahan gadis-gadis dengan umur muda. Namun seperti yang kita ketahui bersama hukum tidak akan dapat mengawasi suatu pranata baru dengan penuh wibawa kalau sikap mental manusia belum siap menerima pranata baru itu. Sikap mental ini hanya bisa dirobah dengan pendidikan, anjuran dan penerangan yang lama dan intensif. Ad.iii. usaha meningkatkan kedudukan social ekonomi dan yuridis wanita. Meningkatkan kedudukan wanita, peranan wanita merupakan kegiatan yang mempunyai makna besar bagi Tapanuli Utara yang penduduknya 52,1 % perempuan.
ad iv. memrperluas kesempatan partisipasi wanita dalam angkatan kerja Hasil dari berbagai penelitian sosio-antropologi mengenai hubungan antara kedudukan wanita dan fertilitas diatas juga menunjukkan bahwa semakin tinggi partisipasi wanita dalam angkatan kerja, semakin positip artinya terhadap penurunan fertilitas. Sampai dimana peraturan-peraturan hukum dapat membantu memantapkan usaha guna membuka lebih banyak kesempatan kerja bagi wanita di Tapanuli Utara untuk memasuki lapangan-lapangan pekerjaan baru yang sekarang sedang mengalami proses difrensiasi yang semakin ekstensif. Misalnya sikap yang masih lazim berlaku, yaitu bahwa Sekolah Teknik Menengah bukanlah sekolah bagi gadis-gadis. Sebetulnya bila mereka berjiwa modern mereka tidak akan segan-segan menyekolahkan gadisnya disekolah kejuruan itu, difrensiasi kerja antara wanita dengan laki-laki tetap ditentukan unsur alamiah. Meskipun demikian, teknik pada masa ini demikian banyak perkembangannya, sehingga banyak yang sangat cocok bagi wanita dalam zaman teknologi ini. Salah satu contoh adalah jurusan micro-elektronik. Ad.v. mempertinggi mutu pengasuhan anak dalam keluarga : Anak dalam masyarakat petani tidak dapat dinilai sebagai individu yang mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu yang harus dikembangkan sebagai bekal untuk memperkuat hidupnya sebagai individu yang berharga dimasa yang akan datang. Dalam masyarakat Batak di Tapanuli Utara, para orang tua sangat berharap sekali akan keberhasilan seseorang anak dari desanya mencapai jenjang karirnya, dan menjadikan ini sebagai tolok ukur keberhasilan anakanak yang lain bahkan menjadi tolok ukur dalam situasi tertentu. (1) BKKBN 1984. Poster KB sebagai media ekektif (2) UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974, batas umur untuk wanita 16 tahun dan 19 tahun untuk lakilaki.
13
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Misalnya : Pengalaman dalam berbagai penyuluhan program UPGK, kaum masyarakat desa merasa tidak perlu pengenalan gizi, karena pada masa dahulu dimana tidak dikenal gizi, si-Togar berhasil juga menjadi dokter, si-Tigor berhasil menjadi seorang jenderal, bahkan si Tagor dan siTigor dahulunya hanya makan ubi saja, kilah mereka lebih lanjut. Prancis A.Sauvy 1963 berpendirian bahwa; kesadaran akan harga anak sebagai individu tidak hanya sebagai sumber tenaga kerja untuk menambah penghasilan atau mempertinggi kedudukan serti gengsi rumah tangga, mungkin bisa dikembangkan apabila para ibu petani itu diberi penerarangan, pendidikan dan latihan guna mempertinggi mutu pengasuhan bayi dan mereka . Kita memang bisa menbayangkan bahwa apabila para ibu petani diberi penerangan, pendidikan dan latihan agar bisa memperhatikan dengan seksama soal soal sekitar penyakit kanak-kanak tanda-tandanya, serta soal soal immunisasinya; kemudian diberikan pendidikan dan latihan mengenai cara-cara modern untuk membersihkan dan memandikan bayi, maka dalam jiwa para ibu itu tidak hanya akan rasa kasih sayang yang lebih mesra tetapi juga suatu kesadaran yang lebih mendalam akan kepentingan-kepentingan serta harga diri anak bayi mereka. Kemudian apabila para ibu-ibu diberikan penerangan dan pendidikan mengenai pentingnya usaha untuk mengembangkan bakat anak mereka, dan apabila semuanya itu ditambah dengan penerangan dari pihak agama yang menekankan tema bahwa anak itu bukan hanya karunia Tuhan saja, melainkan karunia yang harus diasuh dan dikembangkan dengan penuh tanggungjawab, niscaya dalam jiwa orang tua akan tumbuh suatu kesadaran yang mendalam akan kepentingan serta keperluan anak bagi hidupnya yang lebih bermutu. Memang jelas, suatu usaha yang ruang lingkupnya demikian luas, tidak lagi dapat ditangani sendiri oleh pihak keluarga berencana dalam wujudnya seperti sekarang ini. Usaha seperti ini memerlukan keterpaduan. Ad vi. Pengembangan system perangsang dan anti perangsang yang mendorong keluarga kecil Usaha ini sudah mulai mengkhususkan diri pada pengembangan motivasi dan sikap yang secara sadar mengutamakan keluarga kecil dan yang secara konkrit berarti pengurangan kelahiran anak. Usaha mempertinggi rnutu pengasuhan memang bisa dibantu dengan suatu system tunjangan anak yang wajar kalau perlu lebih dari 2 % dari gaji pokok asal diingat bahwa sebagaimana juga dikatakan oleh Sauvy : suatu system tunjangan anak saja tidak akan menimbulkan (dalam alam jiwa orang tua, apalagi dalam alam jiwa si ibu) kesadaran akan kepentingan serta harga diri anak sebagai individu. Sebagai anti perangsang, Undang-undang No.3/1973, pasal 37 ayat 1, diperbaiki lagi dengan memberi tunjangan anak hanya untuk anak pertama dan kedua, tidak lagi bagi anak ketiga. Catur warga, laki-laki atau perempuan sama saja, adalah kalimat yang menbonceng diujung slogan program KB, hal ini merupakan suatu hal yang perlu mendapat perhatian khusus di Tapanuli Utara. Laki-laki atau perempuan sama saja, suatu slogan yang sulit diterima masyarakat Batak, "maranak dohot marboru” adalah cita-cita ideal pemilikan anak dengan titik berat pada anak lakilaki karena anak laki-lakilah yang mewarisi marga ayahnya. yang menjadi problem, bagaimana bila yang lahir perempuan melulu atau laki-lakl melulu, bahkan Dr.Haryono Suyono mengatakan “suatu hal yang sulit ditembus, namun kita berusaha memberi pengertian bagi mereka. 14
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Table-9. Distribusi jumlah bersaudara menurut kelas pada murid SD di 18 SD, 3 kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara 1983/1985. Kelas Jlh murid Jlh bersaudara Rata-rata I 55 303 5,5 II 57 424 7,4 III 66 446 6,8 IV 43 254 5,9 V 77 524 5,9 VI 42 270 6,4 Jumlah 340 2.226 6,5
Melalui penelitian yang dilakukan oleh penulis pada 340 murid Sekolah Dasar di Kabupaten Tapanuli Utara (pada 18 kelas, 18 SD dan 3 kecamatan table-9) diperoleh hasil, jumlah rata-rata bersaudara setiap murid SD adalah 6,5 orang, memberi kesan yang serupa dengan hasil penelitian H.Geertz (1) tentang masyarakat Jawa : “Nilai yang diberikan oleh masyarakat Jawa terhadap keluarga beranak banyak tidak dapat dibesar-besarkan,…..bagi semua lapisan sosial, diinginkan anak dalam jumlah berlimpah” Mungkin keinginan mempunyai anak banyak merupakan perwujudan dari cita-cita orang Batak Toba, yaitu : hamoraon, hagabeoan, hasangapon (Kekayaan, Keturunan, Kehormatan) dan. “Anakhonhi do hamoraon diahu” (Anaku adalah kekayaan bagiku) dan hal ini dianggap cocok dengan kebudayaan tradisionil orang Batak. Tetapi dari segi ekonomis, ini adalah contoh tidak rasionil yang telah begitu sering digambarkan oleh para ahli sosiologi pedesaan, angka kelahiran yang tinggi itu akan menambah angkatan kerja yang memang sudah berkelebihan jumlahnya. Akan tetapi para orang-tua, calon-ayah dan calon-ibulah yang membuat keputusan-keputusan terpenting dalam menentukan jumlah anak mereka. Sehuhungan dengan hal itulah perlu diteliti tentang sikap, nilai dan motivasi yang berhubungan dengan keinginan mempunyai anak bagi masyarahat Batak di Tapanuli Utara. Bogue 1967, menyusun sebuah daftar motif-motif yang mendukung dan menentang pengendalian kelahiran yang dirumuskan dalam ungkapan sehari-hari (table-10). Motif-motif ini bertalian dengan keluarga kecil versus keluarga besar, bukanya ada anak versus tidak ada anak (2).
tabet-10. Motif yang mendukung dan menentang pengendalian kelahiran (Boque 1967) Motif fertilitas tinggi Motif fertilitas rendah KESEHATAN anak anak sering mati. melindungi kesehatan ibu menjamin kesehatan anak mengurangi kecemasan dan pekerjaan yang melampaui batas.
(1) Hildreed Geertz. The Janese family. The free press 1951. (2) Jame T.Fawcett. Psikologi dan Kependudukan, Rajawali-Jakarta hal 64-68
15
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
KONDISI EKONOMI anak anak secara ekonomis menguntungkan. berkurangnya biaya umum dan harian jaminan sosial pada hari tua menghindari semakin menburuknya kondisi ekonomi sekarang ini. memperoleh standard hidup yang lebih tinggi. memungkinkan tabungan bagi masa depan dan masa pensiun keinginan menghindari dibaginya kekayaan dan tabungan. KESEJAHTERAAN KELUARGA dapat menbantu pekerjaan sekiar rumah. memperbaiki nasib hidup anak-anak, dengan memberikan pendidikan lebih baik keluarga "besar adalah keluarga bahagia. kehidupan keluarga menjadi lebih bahagia, akrab, kurang ada tekanan. anak anak dari keluarga besar mempunyai kesempatan membesarkan anak dengan lebih kepribadian yang lebih baik. baik. meneruskan nama keluarga. menghindari kepadatan penghuni rumah. merupakan kekuatan k1ien. KECOCOKAN ANTARA SUAMI-ISTERI Keluarga besar meningkatkan kerukunan hidup Memberikan waktu senggang yang lebih banyak suami isteri bagi suami isteri Meningkatkan kesesuaian seksual dengan cara menghilangkan atau mengurangi ketakutan KEBUTUHAN MENYANGKUT KEPRIBADIAN Keluarga besar adalah baik bagi masyarakat dan membantu merighindari ledakan penduduk. bangsa membantu masyarakat untuk memenuhi tuntutan pendidikan dan pelayanan masyarakat lainnya. membantu bangsa dengan pengernbangangan ekonomi. membantu mengurangi beban kesejahteraan masyarakat MORAL DAN KEBUDAYAAN Keluarga besar adalah kehendak Tuhan Kelaurga besar meningkatkan moralitas tradisi Memiliki status tinggi dimasyarakat TIDAK SUKA KONTRASEPSI Tidak mau menggunakan kontrasepsi Disadur dari Bogue 1967.
4. JOB OPPORTUNITIES. Negara kita ini bukan tidak pernah terperangkap dalam kemilau gemerlapan GNP. Pengejaran yang begitu tekun terhadap laju pertumbuhan sejak pelita-I sampai PeIita-II, bahkan melihat kenyataan ini, Bank Dunia sampai memberikan gelar kepada Indonesia sebagai bintang lapangan. Julukan ini diberikan kepada Indonesia sementara negara-negara rnaju bergulat dengan resessi ekonomi dunia dan angka inflasi serta pengangguran yang tinggi, sedang 16
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Indonesia menikmati pertumbuhan 7 % setahun disamping angka inflasi tidak melebihi 15 % setahun (1) Ternyata harus diakui bahwa belum dapat terjawab permasalahan jutaan manusia yang kekurangan pangan dan kebutuhan pokok. Maka pada Pelita III terjadilah semacam penjungkir balikan strategi pembangunan dimana segi pemerataan lebih menonjol. Dengan demikian pembangunan yang dipacu tidak hanya silau dengan angka-angka GNP, tetapi lebih manusiawi, kebutuhan pokok masyarakat mendapat perhatian termasuk didalamnya kesempatan kerja. Pada Pelita-III, ternyata angka pertumbuhan ekonomi kita tidak begitu menggembirakan dan pada tahun 82/83 ditaksir hanya 2,5 % , selanjutnya pada tahun 83/84 menurut laporan Professor DR Soemitro pertumbuhan ekonomi kita sebesar 3, 6 atau 4 %. Dalam Pelita-IV ini kita mempunyai keyakinan akan mencapai laju pertumbuhan ekonomi sekitar 5 %. (2). Kalau pengalaman masa lalu kita lihat sebagai patokan, maka perkembangan ekonomi rata-rata 7 % setiap tahunnya, ternyata tidak mampu untuk menciptakan kesempatan kerja yang seimbang. Andaikata dalam Pelita-IV dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5 % saja, maka daya serapnya masih tetap dibawah pertumbuhan angkatan kerja. TABEL 10a, Jumlah tenaga kerja, Angkatan kerja, penganggur dan setengah penganggur pada tahun 1982, 1983 dan proyeksinya tahun 2000, di Kabupaten Tapanuli Utara Kriteria Jumlah 1982* 1983) 2000** Tenaga kerja 454.201 459.240 **522.144 Angkatan kerja 158.960 160.724 “245.158 Penganggur 9.926 10.123 “29.158 ½ penganggur 29.778 29.194 *sumber Depnaker Tapanuli Utara **diperhitungkan yang hanya berdasarkan pada r = 1,09 % “diperhitungkan, bila pertumbuhan angkatan kerja sebesar 3,2 dan lapangan kerja 2,5 %
Dalam lingkup Tapanuli Utara, terlebih dahulu kita harus mengetahui siapakah tenaga kerja dan lowongan apa bagi mereka untuk berpartisipasi dalam Pembarngunan Tapanuli Utara khususnya, Indonesia pada umumnya. Pada tabel-10. Data yang sederhana dan perhitungan yang sederhana pula, bila diperhatikan jumlah angkatan kerja, tenaga kerja dan penganggur di Tapanuli Utara seirama saja dengan pertambahan penduduk (rate of growth sebesar l,09 % pertahun), atau hanya faktor kebetulan. Namunpun demikian bertitik tolak dari data sederhana ini ; Jumlah tenaga kerja di Tapanuli Utara pada tahun 2000 diperkirakan 522.144 jiwa.
(1) Samuel Ferdinan Poli. Sidang-II Seminar Pembangunan.Sinar Harapan Jakarta. 17-18 Jan 1984, beliau adalah staf pengajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin. Membantu Profesor DR Harry.T.Oshima sebagai external collaborator pada kantor ILO Jakarta (2) Repelita-IV, Buku pertama halaman 25 (3) Payaman Simajuntak. Peluang dan tantangan sampai tahun 1989. Sinar Harapan Jakarta hal 180-181.
17
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Dengan dasar perhitungan, bahwa : Jumlah angkatan kerja bertambah sebesar 3,2 % pertahun dan pertumbuhan lapangan kerja sebesar 2,5 % pertahun (1), maka pada tahun 2000 diperkirakan jumlah angkatan kerja di Tapanuli Utara sebanyak 248.158 jiwa dan pengangguran bertambah menjadi 29.158 jiwa. Prosentage penganggur (2) pada tahun 1982, 1983 dan proyeksi pada tahun 2000 adalah 6,24 %, 6,24 % dan 10,62 % (3)
Tabel-11 Tingkat pengangguran di Indonesia Nama Kota Desa Kota dan desa 1971 4,8 1,8 2,2 1976 6,3 1,6 2,3 (4) 1977 6,1 1,6 2,3 1978 6,0 1,8 2,5 1980* 3,9 1,8 2,3 Sumber : Sensus Penduduk 1971 (seri-C) SAKERNAS 1976-1977-1978 Sensus Penduduk 1980 *perkiraan
Di Indonesia, tingkat pengangguran ini rendah sekali (tabel-11), ini kiranya sangat berkaitan erat dengan sektor informal. Kesimpulan yang dapat diambil, prosentase Tapanuli Utara (6,24 % tahun 1983) secara hhususnya lebih besar dlaripadla prosentase pengangguran Indonesia secara umumnya. Tabel-12, Pengangguran dan setengah pengangguran, Sakernas 1976 dan Sensus penduduk 1980 menurut daerah dan jenis kelamin di Indonesia. SAKERNAS 1976 SENSUS PENDUDUK 1980 kota desa kota desa lk prp lk prp lk prp lk prp Penganggur % 6,9 5,1 1,9 1,1 2,9 3,5 1,1 2,1 Jam kerja rata47,1 46,0 36,7 31,2 48,2 45,3 40,3 32,5 rata seminggu
Menurut data sederhana pada table-10 : Jumlah penganggur di Tapanuli Utara sebanyak 9.926 jiwa pada tahun 1982 dan 10.132 jiwa pada trahun 1983 dan bila ini dianalisa berdasarkan Sensus penduduk 1980 (table-12) maka dapat ditarik kesimpulannya, bahwa baik dikota maupun didesa penganggur wanita lebih banyak daripada laki-laki.
(1) Nugroho. Indonesia sekitar tahun 2000. Rajawali –Jakarta halaman 147 (2) Prosentase penganggur : perbandingan jumlah penganggur dengan angkatan kerja. (3) Hedi Sutomo. Pengangguran dikota, suatu analisis terhadap pemuda dan golongan kerja dalam angkatan kerja Indonesia. Rajawali-Jakarta 1984 halaman 79-81. (4) Harry.T.Oshima “Postwar Asian growth” dalam Interplay between Rural Development, Income distribution and development in Economics and Finance Indonesia, jilid XXV No 4 Des 1977 halaman 312-315. menyatakan prosentase pengangguran di Indonesia berkisar 5-10 % (5) Abdullah Heidar. Setengah pengangguran didaerah pedesaan dalam angkatan kerja di Indonesia. Rajawali-Jakarta 1984 halaman 189-192.
18
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Gambar-5 Tingkat pengangguran dikota menurut pendidikan
Menurut Sensus Penduduk 1980 di Indonesia (1) bahwa ; lebih dari 45 % penduduk kota masuk kedalam angkatan kerja dan hampir 4 % adalah penganggur (gambar-5). Ternyata hampir separuh dari penganggur dikota adalah mereka yang berpendidikan SLTA keatas. Penganggur golongan yang berpendidikan SLTP cukup banyak sekitar 16 % dari seluruh penganggur, tetapi pengangguran SLTP-kejuruan hanya sedikit, sekitar 3 % saja. Penganggur berpendidikan SLTA adalah paling besar jumlahnya, sekitar 3 % saja. Penganggur berpendidikan SLTA adalah paling besar jumlahnya sekitar 30 % dari seluruh penganggur. Untuk golongan berpendidikan tinggi jumlah penganggur relative kecil. Tingkat pengangguran untuk berpendidikan SD relative rendah. Menurut table-10, Jumlah setengah pengangguran di Tapanuli Utara pada tahun 1982 sebesar 29.778 dari pada tahun 1983 sebesar 29.124 jiwa, tidak diperoleh data tentang visible underemployment dan invisible underemployment serta konsep-konsep setengah menganggur dimaksud (2,3) Bagaimanakah keadaan khas di Tapanuli Utara, data tentang ini tidak ada, tetapi berdasar pengamatan-pengamatan penulis didaerah kecamatan dan pedesaan (dekat lokasi proyek PKMD dan UPGK) terlihat keadaan khas dan sama hampir disetiap desa, antara lain : • Sebahagian dari kepala rumah tangga yang dalam pengakuan dan Kartu Tanda Penduduknya dengan status petani, ternyata tidak sepenuhnya terlibat dalam kegiatan pertanian didesanya (terbatas pada kegiatan pengolahan tanah yang membutuhkan tenaga besar) kegiatan itu secara sebahagian atau sepenuhnya diserahkan kepada kaum isteri atau anak; sedang dianya mencari pekerjaan atau bekerja dikota terdekat dalam sektor informal menjadi tukang sepatu, kernet atau sopir mobil, pamutik-haminjon (selectorkemenyan) dan sebagainya (kasus di desa Siualuompu-kecamatan Tarutung, desa Pagarbatu kecamatan Sipoholon dan desa Saitnihuta kecamatan Dolok Sanggul; ataupun menjadi buruh tani kedaerah lain dengan meninggal kampungnya sementara waktu (kasus di desa Bahal Batu kecamatan Siborong-borong ke Silindung pada masa pengolahan
(1) Hedi Sutomo, Pengangguran dikota dalam angkatan kerja Indonesia. Rajawali-Jakarta 1984 halaman 90-91. (2) Leknas 1967, menggunakan batas normal kerja 35 jam perminggu. (3) Gunawan dkk 1979, membatasi bagi laki-laki berumur lebih dari 15 tahun 35 jam perminggu, dan bagi laki muda berumur kurang 15 tahun adalah 20 jam kerja perminggu
19
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
tanah, bahkan ke Asahan atau Labuhan Batu; dari Samosir ke Tanah Karo pada masa panen cengkeh; menjadi buruh bangunan yang bersifat temporer pada proyek padat karya seperti pengaspalan jalan dan kontruksi bangunan (kasus ini terdapat pada seluruh kecamatan). • Sebahagian dari mereka, ada yang memiliki tanah yang luas(1) tetapi sedemikian gersangnya atau untuk pengolahannya membutuhkan teknologi pertanian yang diluar jangkauan mereka (tanah luas tidak produktif), kasus ini ditemukan di Bahal Batu Kecamatan Siborong-borong, Tele kecamatan Harean, Hutapaung kecamatan Dolok Sanggul, Sigaol kecamatan Lumbanjulu, Rianiate dan Ronggurnihuta kecamatan Pangururan, Mualnauli kecamatan Sipahutar, Paranginan kecamatan Lintongnihuta dan banyak lagi. • Sebagian terbesar dari mereka itu, hanya memiliki tanah dengan ukuran kecil saja (kurang dari 0,5 ha) dan tingkat produktivitas rendah, sebagai akibat dari fragmentasi tanah menurut hukum waris adat. Dengan kesadaran bahwa bila mengharapkan hanya dari sektor pertanian saja untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga merupakan suatu hal yang mustahil, maka atas dasar persetujuan dan mufakat rumah tangga dilaksanakan pembagian tugas didalan keluarga yang pada umumnya para ibu-ibu mengusahakan lahan pertaniannya untuk kebutuhan pangan dirumah tangga. Sedang kepala rumah tangga berusaha disektor informal untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga “diluar kebutuhan pangan” (kasus ini terdapat diseluruh pedesaan yang berdekatan kota-kota tertentu di Tapanuri Utara, misalnya: Tarutung, Balige, Porsea, Dolok Sanggul, Parlilitan dan Pangururan) • Sebahagian lagi, tidak punya tanah didesa tempatnya bermukim (sehubungan dengan statusnya didesa tersebut sebagai “boru” (dalam struktur adat) dan tidak mempunyai harapan untuk memiliki (karena kondisi sosio-ekonomi, dan karena tanah tersebut mempunyai syarat-syarat yang penuh sentimentil untuk dijual). • Pada umumnya didesa-desa yang terletak dipinggiran jalan arteri tampaknya pekerjaan sebagai sopir cukup menarik bagi para pemuda pengangguran, dan proses untuk nenjadi seorang sopir bus sewa tidaklah rumit serta tidak nemerlukan pendidikan yang tinggi, karir ini dimulai sebagai kernet serta tidak berlarna-lama nantinya akan memperoleh kesempatan untuk belajar mengemudi untuk memperoleh Surat Ijin Mengemudi. Dengan berbagai usaha pendekatan, akhirnya akan berhasil menjadi sopir-bus sewa lin panjang (bus Makmur, Bintang Utara, ALS dan sebagainya). Selanjutnya sekali-sekali kembali kedesa dan memperlihatkan keberadaannya dan pengalamannya diperjalanan dan di-kota besar, menjadi “pemuda yang laku keras” dikalangan gadis desanya bila diperbandingkan dengan pemuda desa yang tetap menjadi petani. Terjadi perobahan,…..didorong oleh keadaannya dan tertarik oleh kenyataan melihat rekannya menjadi “pemuda yang laku keras dan memakai blue jeans” serta bercerita tentang ibukota, timbullah hasrat untuk meninggalkan desa dan “alergi pada pertanian” Kesemuanya yang telah disebut tadi menimbulkan kesan adanya pengangguran didesa, pengangguran terbuka ataupun pengangguran tersembunyi, mereka meninggalkan desa menuju kekota dengan harapan memperoleh pekerjaan sehingga pada mulanya mereka adalah pengangguran didesa menjadi pengangguran dikota. (1) termasuk didalamnya tanah yang luas tetapi dengan derajat kemiringin lebih dari 45 derajat. 20
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Proyeksi pada tahun 2000 : Apabila diperhatikan susunan umur penduduk Tapanuli Utara 1983 (tabel-2), mereka yang berumur 5-14 tahun berjurnlah sekitar 237.000 jiwa dan nantinya pada tahun 2000 akan berumur 22-23 tahun,……….INILAH MASALAH STRUKTURAL DAN PELIK BAGI GENERASI KINI DAN GENERASI YANG AKAN DATANG, MEREKA MEMERLUKAN PENDIDIKAN DAN LAPANGAN KERJA. Paul Marc Henry (1)mengatakan tentang kesempatan kerja; Tanpa kesempatan kerja saya percaya bahwa masa depan tidak ada, kita hampir yakin - didiskusikan di Genena - bahwa untuk memberikan kesempatan kerja bagi orang-orang muda didunia, kita perlu menciptakan 350 juta pekerjaan dalam sepuluh tahun mendatang. Jika kita menyediakan investasi modal paling sedikit $ 20.000 - sebagai biaya menciptakan satu pekerjaan, maka dapat dibayangkan betapa luasnya masalah itu. Dan saya berpendapat bahwa masalah pemuda ini merupakan kunci pokok terhadap persoalan pembangunan. Di Tapanull Utara, apabila hasil diskusi Geneva itu menjadi rujukan (investasi $ 20.000 untuk satu pekerjaan) maka pada tahun 2000 dapat dibayangkan betapa besarnya investasi yang harus ditanamkan untuk menyediakan lapangan kerja bagi pengangguran dan tenaga kerja yang akan datang" ...dan bila ini tidak tertanggulangi, maka akan terlihat betapa besarnya subsidi yang harus disediakan bagi mereka, kalau tidak akan timbul patologi social(2) dan efek negative (3). Namun demiltian, hasil diskusi Geneva bukanlah patokan bagi Tapanuli Utara, karena diskusi Geneva dilatar belakang permasalahan tenaga kerja dari Negara-negara Masyarakat Ekonomi Eropa yang jelas berbeda dengan masalah tenaga kerja di Tapanuli Utara, pengangguran dinegara MEE timbul karena kemajuan teknologi dan robotisasi. (4) Table-13. Prosentase penduduk Sumatera Utara berumur 10 tahun atau lebih yang bekerja menurut lapangan kerja utama dan golongan umur, tahun 1982 Umur Lap.kerja Total 10-29 30-44 45-59 60+ Pertanian 58,54 60,28 63,23 68,40 60,63 Industri 7,76 4,12 4,28 4,32 5,59 Perdagangan 11.52 14,54 17,62 17,72 13,72 Jasa 11,08 11,05 10,16 4,65 10,58 Lain-lain 11,10 10,01 6,90 5,01 9,48 Sumber : Sumatera Utara dalam angka 1982 hal 41.
(1) Paul Marc Hendry. Ketua OECD, anggota masyarakat ilmiah di Universitas Nuffield-Oxford. (2) B.Simajuntak - Latar belakang kenakalan remaja. Alumni - 1975. halaman 2. Patologi sosial adalah suatu gejala dimana tidak ada persesuaian antara berbagai unsur dari suatu keseluruhan, sehingga dapat membahayakan kehidupan kelompok. (3) Gabriel Ardant 1963 : Yang penting ialah harus ada cukup pekerjaan untuk semua orang, karena itulah satu-satunya cara melenyapkan refleks anti produksi dan menciptakan alam pikiran yang baru - alam pikiran - suatu negara dimana tenaga buruh dihargai dan dimanfaatkan sebaikbaiknya (A plan for full employment in the Developing Countries, Internalional Labour Review, 1963. (4) Tewfik al hakim. Tantangan yang tidak diketahui sebelumnya. Gunung Agung-Jakarta 1982 halaman 67-70. beliau seorang dramawan dan pengarang cerita roman dan salah seorang penulis Arab terbesa yang masih hidup.
21
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Dengan memperhatikan data Sumatera Utara l982 (tabel-13), maka urutan labor-absorbing adalah sebagai berikut : i. sektor pertanian ii. sektor perdagangan. iii. sektor jasa iv. sector industri v. sektor lain-lain.
Ad.i.
sektor pertanian :
Menurut data Sumatera Utara 1982, sektor pertanian masil tetap sebagai labour absorbing terutama pada semua gorongan usia kerja, Di Tapanuli Utara di tahun 1982, 1983 dan sampai sekarang bahkan tampaknya pada dasawarsa ini masih tetap menjadi tulang punggung ekonomi dan sekali gus diharapkan merupakan “waduk” yang dapat menyerap limpahan tenaga kerja atau angkatan kerja. Ternyata, harapan ini tidak mempunyai landasan yang kokoh, karena : a. Tanah : (1) ketinggian tanah : Kabupaten Tapanuli Utara berada pada ketinggian 300-1.500 meter diatas permukaan laut. Table-14 : Ketinggian tanah di Tapanuli Utara. ketinggian Luas (ha) % 300-500 70.600 7,44 500-1.000 317.200 33,38 1.000-1500 475.905 50,08 1.500+ 86.505 9,10 jumlah 950.270 100,00 Sumber : Tapanuli Utara dalam angka 1983
(2) kemiringan tanah : Tabel-15 ; kemiringan tempat di Tapanuli Utara kriteria Derajat kemiringan Luas(ha) Datar 0-2 91.930 landai 2-15 190.260 Miring 15-40 335.633 terjal 40+ 331.855 Sumber : Tapanuli Utara dalam angka 1983
% 9,66 20,09 35,32 34,93
(3) Status tanah : Tabel-16 : Status tanah di Tapanuli Utara 1983 pemilikan Luas(ha) Tanah kawasan hutan 233.999 Tanah adat dan milik 716.271 Sumber : Tapanuli Utara dalam angka 1983
22
% 22,06 77,94
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Luas lahan di Tapanuli Utara tetap, pemilikan tanah rupanya mulai beralih kepada mereka yang yang secara langsung tidak mengerjakan sendiri (tabel-17, di Indonesia – kecenderungan ini juga berlaku di Tapanuli Utara. Tabel-17 : Pemilikan Tanah di Indonesia. Sensus pertanian 1973 Sensus penduduk 1980 Kriteria RT % RT % Milik sendiri 10.746.552 74,8 12.849.467 73,6 Milik sendiri+ orang lain 3.170.674 22,0 2.017.302 11,5 Milik orang lain 456.346 3,2 2.601.791 14,9 14.373.542 100,0 17.468.560 100,0
(4) Penggunaan tanah : Daerah pegunungan Tapanuli Utara, telah lama menderita masalah tekana kepadatan penduduk dan merupakan bekas kawasan pemukim lebih tua(1). Sistem penggunaan tanah (2) dan pemeliharaan ternak (3) yang mengakibatkan kerusakan ekologi. (5) Fragrnentasi tanah sehubungan dengan hukum waris adat. b. Infra struktur yang kurang rnenyokong prinsip peningkatan produktivitas pertanian atau dengan perkataan lain sistem irigasi yang sangat sederhana, bahkan ada yang sangat tergantung pada curah hujan belaka (4) Tabel-18 : Areal sawah di Tapanuli Utara 1983, menurut tingkat pengairanUtara 1983 Tingkat pengairan Luas (ha) % teknis ½ teknis 6.761 12,5 Sederhana (PU) 15.761 27,5 Sederhana (non-PU) 28.794 53,2 Tadah hujan 3.534 6,5 jumlah 54.159 100,0 Sumber : Tapanuli Utara dalam angka 1983 (1) Cunningham C. Menurut Volkstelling 1930 telah terjadi migrasi penduduk Tapanuli Utara. Sejak zaman Jepang dan sesudah 1949 terjadi migrasi besar-besaran orang Batak Toba ke pantai Timur Sumatera. Beberapa ahli antropologi, menyatakan kawasan ini sebagai kawasan pemukimam dan kebudayaan purba berdasarkan analisa kosakata dasar Austronesia Purba dengan bahasa Batak Toba, analisa aksara Batak, analisa seni budaya, analisa morpologi anatomi rahang dan gigi-geligi (penelitian yang dilakukan oleh Drg.Mundyah Moechtar bersarna team FKG USU pada tahun 1980 di Samosir), analisa prasasti di Barus dan naskah purba tulisan I-Tsing pada abab pertama tarikh Masehi. (2) Tom Dale & Vernon Gill Carter. Topsoil and Civilization 1955 : Manusia beradab hamper selalu berhasil menguasai lingkungan hidupnya untuk sementara waktu, dan merupakan anak alam bukan tuan yang menguasai alam. Ada yang mengatakan dalam garis bersarnya sejarah manusia adalah “bahwa berjalan dipermukaan bumi dan meninggalkan padang pasir”. Sistem penggunaan tanah, khususnya dibidang pertanian masih type paleoteknik (lihat Tapanuli UtaraPetani-Adat) (3) Sistem pemeharaan ternak, khususnya babi yang dilepas, yang merusak tanaman pertanian, pemeliharan ternak sapi di pulau Samosir yang menghabiskan rumput dan benih muda pohonpohonan. (4) Lahan yang sangat tergantung pada tadah hujan ini, proses penanaman sangat tergantung pada musim, di Samosir dan dibeberapa daerah Humbang sering terjadi “terbakarnya” tanaman karena pengairan yang titdak ada. Bahkan didaerah ini sering terjadi kebakaran hutan. .
23
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Dibeberapa kawasan Toba dan Humbang yang memperoleh pengairan (irigasi), panenan dapat dilakukan dua kali setahun dengan penanaman varietas yang masa tanam lebih singkat dibandingkan daripada varietas tradisionil. Menurut Gourou 1953 : Suatu hal yang menarik mengenai sawah sebagai ekosistem dan yang memerlukan penjelasan adalah bahwa sawah itu sangat stabil atau tahan lama, bahkan sawah itu dapat menghasilkan panenan yang boleh dikatakan tidak berkurang dari tahun ketahun, bahkan menjadi dua kali setahun. Menurut ahli geografis Murphey l957 (1); Padi yang ditanam dengan irigasi adalah tanaman yang unik - kesuburan tanah memang mempengaruhi hasil panenan - seperti halnya pemupukan - tetapi tanah itu kelihatan tidak kehilangan daya hasilnya sekalipun tidak dipupuk, bahkan sering dapat menjadi lebih baik. Dalam dua atau tiga tahun pertama hasil tanah yang baru akan merosot dengan cepat jika tidak dipupuk, tetapi setelah 10 atau 20 tahun, hasil panenan itu biasanya menjadi stabil untuk waktu yang boleh dikatakan tidak terbatas. Hal ini telah terbukti dari percobaan-percobaan yang dilakukan diberbagai kawasan Asia tropis, dari pengetahuan yang semakin bertambah mengenai proses yang bersangkutan dan dari pengalaman-pengalaman yang terhimpun. Ditanah yang tidak subur dan tidak dipupuk secukupnya - seperti di Srilanka dan sebagian Asia Selatan - hasil panenan itu menjadi stabil pada tingkat yang rendah. Mengapa demikian. . ? Jawaban yang hampir pasti, terletak pada peranan penting yang dimainkan oleh air dalam dinamika sawah. Disini tanah tropis yang tipis itu dialiri dan dimasuki zat hara kesawah dengan air irigasi untuk menggantikan zat makanan yang diambil dari tanah dengan penambatan nitrogen oleh ganggang hijau yang berkembang biak dalam air hangat, dengan pembusukan kimiawi dan bakteri dari bahan organic, termasuk sisa tanaman yang sudah dituai tertinggal dalam air ; pengisian udara pada tanah dengan gerakan air sawah yang pelan-pelan dan tentu saja dengan fungsi ekologi lainnya yang dilaksanakan irigasi yang masih belum diketahui. Jadi meskipun tanaman padi sesungguhnya memerlukan air yang tidak lebih banyak daripada tanaman tegalan untuk keperluan penguapannya - suatu hal yang tidak sesuai dengan yang kelihatan pada kita tetapi penyediaan dlan pengontrolan air adalah aspek penting dari penanaman padi, jika persediaan air cukup banyak dan terkontrol dengan baik, padi dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah dalam berbagai iklim. Karena itu air rebih penting daripada tanah. Di Libanon (2) yang kering, pertanian yang hanya mengandalkan hujan, menghasilkan panen yang hanya 3 sampai 5 kali jumlah benih yang digunakan (1 berbanding 3,5), sementara pertanian dengan irigasi dilembah sungai yang terletak tidah jauh dari sana dapat menghasilkan panen dengan perbandingan 1; 86. Suatu angka yang didasarkan atas catatan-catatan yang diketemukan kembali rnengenai negeri" Sumeria dizaman purbakala (1) Clifford Geertz. Involusi Pertanian, Bharata Karya Aksara-Jakarta 1983. halaman 28-29. (2) Raymond E Christ, The mountain village Dahr, Lebanon. Smithsonian report for 1953. Publication 4163 halaman 410.
24
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Geertz mengatakan : Asal ada sarana irigasi yang dirawat baik, ada teknik pertanian yang cukup maju dan tidak ada perubahan yang timbul dengan sendirinya pada keadaan alam, maka sawah itu tidak dapat binasa Tapanuli Utara dengan tulang pungsung ekonominya pertanian dimasa kini dan dimasa yang akan datangpun, maka penyediaan bangunan air dan perbaikan teknik pertanian akan memainkan peranannya sebagai “labour absorbing” yang jumlahnya nanti akan semakin meningkat. c. Teknologi tertentu yang disalurkan kesana dengan tujuan memperoleh swasembada beras, dan ternyata memberikan hasil yang diharapkan disatu pihak tetapi dilain pihak rnenciutkan lapangan kerja disektor pertanian itu sendiri. Sedemikan besarnya lapangan kerja yang harus disediakan disatu pihak, sedemikian besar pula minat terhadap teknologi dipihak lain. Untuk tahun 2000 kita bercita-cita memberikan kesempatan kerja pada seluruh angkatan kerja disatu sisi, sedang disisi lain kita mendambakan teknologi itu sendiri. Memang harus diakui, data tentang ini belum ada, tetapi suatu contoh kecil yang kemungkinan menjadi wakil dari beberapa kejadian, dan masih dapat dilihat bagaimana dampak teknologi terhadap jaringan sosial dan kesempatan kerja di jalan D.I.Panjaitan Tarutung bagi tenaga kerja dibidang pertanian yang berasal dari kecamatan lain pada setiap musim pengolahan tanah di Silindung,……..kini setelah mesin traktor, huller dan pembersih gabah mulai menjelajah pertanian di Silindung, maka kegiatan “pasar tenaga kerja” tersebut semakin menyurut dan cenderung semakin tidak ada. Dimanakah mereka kini, yang pada umumnya merupakan tenaga kerja muda,….Apakah mereka kembali kedesa (1)….? d. Efek vulkanis pada tanah: Sumatera dengan tegas terbagi atas pegunungan yang curam disebelah barat dan paya-paya lunak selalu basah di Timur, dengan sedikit perkecualian didaerah Agam dan Toba, terdapat beberapa gunung berapi yang masih hidup, tetapi sebagian mengeluarkan zat-buangan yang bersifat asam, dengan demikian tidak menyuburkan tanah sekitarnya, tetapi menggersangkan (2) Menurut penelitan yang dilakukan berbagai pihak di Tapanuli Utara, kebanyakan daerah tanahnya bersifat asam (3).
(1) Paul Marc Henry : Dinegara berkembang, peristiwa yang menyedihkan itu berlangsung menyeluruh dan mutlak. Dibeberapa Negara pengangguran yang dihitung dengan ketentuan sangat kolot, mempengaruhi 30 sampai 40 persen anak muda. Dan tidak seorangpun memikirkan suatu jalan untuk memberikan semacam pekerjaan apapun kepada anak-anak muda ini. Janganlah percaya kepada mereka yang mengatakan bahwa pemuda kembali kedesa. Mereka tidak mau. Ini kiranya bertentangan lansung dengan prinsip peningkatan produktivitas pertanian. (2) Karya sintesis yang terbaik mengenai geografi Indonesia adalah karya Dobby 1954 dan Robequin 1954. (3) Penelitian yang dilakukan dalam latihan motivator pertanian oleh HKBP Pearaja Jetun di Siborong-borong pada Juli 1985. Namun hasil penelitian ini tidak dipublikasikan.
25
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
e. Insentif harga yang kurang menarikr (l) bukan saja term of trade petani pangan yang kurang menguntungkan, agaknya petani karet dan sebagainya, misalnya, perbaikan mutu karet (SIR) dengan tehknologi baru lebih banyak menyandarkan diri pada pengolahan sedangkan petani kurang mendapat dorongan untuk memperbaiki mutu karet sejak dari kebunnya dan peluang memperoleh keuntungan tambahan berada diluar jangkauannya. f. Kondisi dan situasi perekonomian Tapanuli Utara yang banyak bertitik berat pada peningkatan produksi pangan dan belum nemperhitungkan faktor demand (2) atau dengan perkataan lain pemasaran hasil produksi pertanian tersebut masih menprihatinkan. Misalnya : hasil hutan seperti kemenyan, rotan dan hasil pertanian lain. g. Moral ekonomi petani (lihat, Tapanuli utara-petani-adat). Bahan penikiran dari berbagai konsep pemecahan masalah : a. Peranan swsta : (1) Dalam hal perkebunan besar (unsur modern, modal besar) kemajuan baru dialami oleh subsektor yang dikuasat negara, sedangkan golongan menengah swasta (ratarata ratusan hektar) dalam hal ini pada unumnya jauh tertinggal (di Indonesia umumnya). Di Tepanuli Utara, telah pernah dicoba perkebunan besar (penanaman nenas di Silanit-Siborong-borong) dan peternakan (di Bahal Batu) yang dikelola oleh Penrsahaan"Daerah, ternyata mengalami kegagalan dan HGUtanah menjadi terlantar, Hal tersebut, tentunya menjadi suatu contoh bagi pengusaha swasta, dan pada kenyataannya usaha perkebunan modern kurang menarik bagi pengusaha swasta. Yang lebih menonjol adalah peranan pengusaha swasta modal besar dalam hal perusahaan kayu secara modern. Dari fase awal sebagai pengusaha logging saja (sudah sepertiga dari luas hutan dtpanen, tapi tanpa investasi secara berarti dalam mengganti dengan tanaman pohon baru), dimana mereka telah lebih banyak menerima daripada memberi.
(1) Sajogyo 1984 : Pengendalian pertanian dengan kebijakan harga ”input” (pupuk dan sebagainya) dan hasil pertanian soperti dalam contoh pangan itu telah memajukan sektor-eektor lain dengan upah lebih terkendalikan berkat harga pangan yang rendah. Jadi jika orang mengatakan “petani menerima subsidi” (pupuk dsbnya) sebaliknya pula bahwa petani telah memberikan subsidi mereka kepada ekonomi nasional. Jika dihitung cermat, hampir dipastikan petani memberi lebih banyak daripada menerima, jika hal ini tergolong wajar-wajar saja persoalannya : Apakah dalam proses ini pertanian telah semakin tangguh. (2) Ferdinand Sam Poli 1984 :setelah-saya menjelajah dari ujung Sumatera sampai Irja, saya melihat begitu orang Irian harus membeli Adidas – dan harus be1i segalanya - tapi apa yang kita bell dari dia.? Dia tahunya hanya menjual kayu, kayu dilawan ekspor log, kemudian dijual kulit buaya, tapi dilarang karena untuk kelestarian.
26
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
(2) Konsep Perkebunan Inti Rakyat(1) telah dirintis pemerintah, di Parsoburan dan Lunban-Julu, khususnya perkebunan yang dikuasai negara. Cita-cita untuk memberikan peranan pembina (bapak angkat). Pada unsur modern dan modal besar itu, dengan ribuan petani kecil (teh, nenas dan sebagagaiya) yang dibina (dalam wadah kperasi) belum tentu dapat berjalan lancar bila peranan pembina hendak diberikan kepada pengusaha besar swasta.(2) Pengusaha elit ini diduga lebih suka “one boss” dan mengembangkan model perkebunan besar dengan dukungan buruh tanpa unsure membina petani kecil. Dilemma pada pemerintah adalah memberi arti pada perluaan “bekerja sebagai buruh “ saja (pada petani dan orang desa lainnya) di sub-sektor yang siap dipermodern itu (dengan teknologi tinggi, dengan perkataan lain bukan sebagai. petani mandiri. (3) Konsep yang diajukan Kadin Tapanuli Utara 1984, dalam rangka meningkatkan produksi pertanian dan sekaligus penganeka tanaman pangan atau komoditas pertanian Tapanuli Utara. Mempunyai danpak positif dengan banyak kelemahan yang perlu mendapat perhatian Kebaikan : penganeka ragaman komoditi pertanian Tapanull Utara dan labourabsorbing. Kelemahan : dukungan survey kelayakan tahunan yang kurang pasti, transportasi dan pengolahan dan pemasaran. (4) Konsep yang diajukan oleh HKBP Pearaja, dengan pengaktifan kembali pargodungan yaitu : semacam pendidikan dan latihan bagi jematnya dibidang pertanian dan melalui kegiatan penyuluhan yang dllaksanakan mahasiswa yang Kuliah Kerja Nyata (3). b. Rencana Pemerintah dibidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup serta guna mempertahankan keseimbangan ekologi, tenrtama dalam rangka rehabilitasi tanah kritis, akan dilanjutkan kegiatan penghijauan dan reboisasi, pelaksanaan diutamakan pada daerah aliran sungai Batang Toru dan Batang Gadis (4) dan pengembangan dan pengelolaan daerah tangkapan hujan Danau Toba(5)
(1) Merupakan suatu usaha kegiatan pembangunan yang menghindari diri dari kegiatan pembangunan kota-kota besar, tetapi langsung berusaha menciptakan “struktur agro-industri” dipedesaan dan kota-kota kecil yang kebutuhan utamanya adalah tenaga kerja (2) Repelita-IV, Buku pertama. Halaman 454. Dalam sistem PIR, usaha pentrangunan pertanian rakyat dilakukan dengan mengikut sertakan perusahaan-perusahaan yang sudah kuat dibidang agribisnis. (3) Hasil rumusan Seminar persepsi dan peran masyarakat Batak dalam pembangunan Naslonal, kasus Tapanuli Utara 14-15 Agustus 1985 Jakarta : P.M.Sihombing sekjen HKBP mengatakan, HKBP Pearaja merencanakan akan membuat suatu lahan pertanian percontohan (pada Lahan yang tidak dipergunakan penduduk) di desa Huta-Ginjang Kecamatan Muara, sebagai media penyuluhan, demonstrasi pertanian bagi masyarakat sekitarnya dan direncanakan nelibatkan mahasiswa pertanian yang melaksanakan kegiqtan KKN dalam pengelolaan lahan percontohan tersebut. (4) Repelita IV Buku kempat hal 67 (5) Studi pengembangan dan pengelolaan DTA Danau Toba, oleh Kelompok Pengkaji Pembangunan, Bogor-Jakarta Agustus 1985.
27
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Ad ii. Sektor perdagangan Menurut data Sumatera Utara 1982, bahwa sektor ini merupakan sector kedua terbesar sebagai labour-absorbing. Sedang,di Tapanuli Utara, angka yang pasti tentang ini tidak ada, bahkan diasumsikan sebagai sektor yang lesu (1) karena ketidak seimbangan peningkatan dari kebutuhan hidup sesuai dengan tuntutan kebudayaan dengan peningkatan pendapatan. Dan juga diasumsikan tenaga kerja yang terserap dalan sektor ini adalah tenaga kerja keluarga yang sulit untuk diidentifikasi. Kelesuan disektor ini sangat terasa sekali sejak tidak tentunya nasib komoditi "hasil hutan, seperti : kemenyan dan rotan, juga karena jatuhnya harga karet karena persaingan dipasaran dunia dan persaingan dengan karet sintetis. Ad iii. Sektor jasa a. bidang konstruksionil. Melimpahnya pembangunan, terbukanya kesempatan di Tapanuli-Utara (Keppres 1414A) rmengakibatkan bidang ini menjadi yang menarik, pengusaha-pengusaha dibidang lni yang semulanya “hanya sebilangan jari” memekar bagai jamur dimusim hujan (menurut pengumuman Kadin Tapanuli Utara 1983, jurnlah rekanan pemborong yrang berdomisili di Tapanuli Utara sekitar lima ratusan). pada dasarnya Keppres 14-14A, sebagai motivasi memberikan kesempatan bagi pengusaha untuk membangkitkan daya usahanya dan memungkinkan melebarkan sayapnya disektor-sektor non-pemerintah, merupakan mujizat bagi segolongan masyarakat Tapanull Utara, karena dengan kebijaksanaan tersebut, terbuka 1owongan atau tersedot tenaga kerja pengangguran diberbagai daerah. Namun sangat disayangkan kesempatan yang diperoleh pengusaha itu, tidak menjadi motivasi berdiri sendiri, dan tidak pernah memikirkan kalau hari esok tidak ada lagi kredit (2). Sehubungan dengan keadaan diatas dampaknya : - pekerjaan dibidang konstruksionil ini dalam anggapan masyarakat mempunyai margin laba demikian besar - menimbulkan minat - membuka perusahaan ataupun beralih usaha. - pekerjaan konstruksionil ini yang bersifat temporer, dalam arti setelah pekerjaan selesai, tenaga kerja yang disedot tadinya kembali nenjadi pengangguran. (1) secara pribadi, penulis menanyakan pada,salah seorang penllik took terbesar di Tarutung, tentang peningkatan usahanya. Dengan investasi modal setengah dari sekarang ini pada beberapa tahun yang lalu, memperoleh hasil yang sama dengan sekarang ini, dan daya beli lesu. (2) Payaman Simanjuntak. Peluang dan Tantangan pembangunan sampai 1989 . Hasil seminar Sinar Harapan – Jakarta tanggal ,17-18 Januari 1984. Sinar Harapan Jakarta. hal 130. Beliau seorang labour-economics di Depnaker Pusat Jakarta). Saya pernah berbicara dengan pengusaha dalam rangka Keppres 14-14A ini, dia mengatakan sudah ada pinjaman. Saya tanyalan , kapan dikernbalikan..? Malah dia bertanya, mengapa harus dlkembalikan, karena yang dipikirkan adalah bagaimana meminjam lagi - Kapan ada kesempatan bagi yang lain.
28
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Ironi yang selalu dihadapi Tapanuli Utara dalan menghadapi pekerjaan konstmksionil atau rekayasa bangunan skala besar, adalah ketidak mampuan ekonomi dan persoalan mutu dan kwalitas (l) Kasus yang menjadi contoh, seperti : - Proyek hidroelektrik sigura-gura (proyek teknorogi tinggi, kerjasama Jepang dan Indonesia) dalam pembangunannya dilaksanakan oleh kontraktor dan subkontraktor Jepang sedang kontraktor daerah hanya berfungsi sebagai leveransir bahan bangunan dasar belakar, pada awal kegiatan pembangunannya cukup banyak menyenap tenaga kerja dari daerah tersebut - setelah bangunan selesai – operasionil maka sedemikian banyak pula tenaga kerja kasar tadi mengalami pemutusan hubungan kerja. - Proyek Pasar Inpres di Tarutung, yang dibangun dengan dana pemerintah daerah Tapanuli Utara dikerjakan oleh kontraktor multi-nasional dan membutuhkan sejumlah tenaga kerja. Tetapi kenyataan yang dapat terlihat bahwa kontraktor daerah dan tenaga kerja daerah tidak terserap dalam kegiatan tersebut. Dari kedua contoh diatas, menjadi suatu kenyataan bahwa kontraktor daerah dianggap non-capable dan non-qualified untuk rekayasa berskala besar, dan dengan tidak ikutnya kontraktor dan tenaga kerja daerah dalam kegiatan yang berskala besar, maka proses alih teknologi yang sebenarnya dapat diperoleh dari kegiatan itu, tidak berlangsung sama sekali, atau dengan perkataan lain tenaga kerja buruh bangunan di Tapanuli Utara tingkat pengetahuan dan pengalamannya tetap pada keadaan sebegitu saja. b. padat karya. Proyek padat karya, bukanlah labor-intensive, maksudnya tidak lain daripada “sedapat mungkin” menggunakan tenaga manusia sebanyak-banyaknya dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Padat karya ini sebagai alternatif pemecahan masalah pengangguran ataupun meringankan beban masyarakat akibat pengangguran itu, khususnya dipedesaan. Pengangguran pedesaan tidak akan tertolong dengan mendirikan pabrik yang labor intensive, sebab pengangguran dipedesaan pada umumnya terdiri dari orang-orang tidak terdidik ataupun berpendidikan SD; sebagian besar sudah berusia laniut sehingga sukar bagi mereka menjalani latihan beralih bidang (re-training). Dewasa ini padat karya digunakan dalam pekerjaan-pekerjaan seperti pembuatan jalan, perbaikan tanggul air, saluran air pengairan. Ternyata, padat karya ini tidak berkelanjutan. Sehingga menjadi bahan pemikiran : Apakah tidak ada pekeriaanpekerjaan lain yang dapat dilaksanakan secara padat karya yang tidak semata-mata memberi pekerjaan untuk sementara saja pada penganggurr tetapi juga memiliki multi flaying effect, membuka kesempatan timbulnya kegiatan ekonomi yang lain, yang membuka lapangan kerja bagi angkatan kerja yang semakin bertambah.
(1) Sudomo. Menaker RI. Sinar Harapan tanggal 10 Juli 1985. Menurut beliau, lapangan kerja itu ada, yang menjadi permasalahan adalah mutu dan kwalitas tenaga kerja. dan diharapkan agar arah pendidikan itu disesuaikan dengan perrnintaan pasar tenaga kerja dan pembangunan di RI.
29
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
c. Jasa angkutan. Sektor ini sangat banyak menampung tenaga kerja muda laki-laki dan para pemuda putus sekolah, baik pada usaha angkutan yang berdomisi di Tapanuli Utara (PO.Silindung, CV Satahi dan sebagainya) maupun pada usaha angkutan yang berdomisili diluar Tapanull Utara (CV Makmur, CV Bintang Utara, ALS dan sebagainya) bahkan pada perusahaan angkutan yang berada di pulau Jawa (1). Tampaknya mereka-mereka inilah yang nenjadi agent of change dan nenjadi faktor penarik bagi kaum lelaki muda didesanya untuk meninggalkan desa ataupun mengakibatkan “rasa alergi” kaum laki-laki muda terhadap pertanian. Inilah yang bertentangan dengan prinsip peningkatan produktivitas dibidang pertanian dl Tapanuli Utara (telah diuraikan). Table-19 : Jumlah perusahaan angkutan yang domisili perusahaan di Tapanuli Utara.1983 Jenis usaha Fa PO CV koperasi Jumlah Banyak Usaha 2 10 1 13 Banyak bus 25 167 7 199 Sumber DLLAJ Cabang Dinas Tapanuli Utara.
Ad-iv Sektor Industri Didalam Pelita-IV, Tapanuli Utara maju selangkah dalam perencanaan pembangunan daerah, mulai menjejakkan kaki kesektor industri (dengan titik berat sektor pertanian), dimana akan dikembangkan berbagai jenis industri dengan teknologi terpilih, dengan harapan menjadi labor-absorbing bagi angkatan kerja didaerah ini dan bagi angkatan kerja yang melimpah ruah pada masa yang akan datang. Tentunya suatu industri modern memerlukan modal yang cukup besar dan labor-intensive hanya dapat full produktif dalam lingkungan modern pula; apabila diputuskan mengembangkan industri padat karya timbul kesulitan dalam mengambil tindakan lanjutan yang tepat karena dalam praktek pilihan ini ditentukan oleh ukuran lain yang jauh lebih kuat, misalnya bahan mentah, pasar, minat berusaha dan sebagainya. Memilih jenis industri adalah suatu masalah, memilih teknologi yang akan digunakan sesudah memilih industri itu adalah masalah lain lagi(2). Dr.Schumacher dengan konsep intemediate techrology (3) merupakan alternatif pemecahan masalah bagi negara berkembang, menyatakan bahwa teknologi madya itu akan nenjadi padat karya" dan akan membantu berdirinya pabrik kecil-kecil, tetapi padat karyar. Walaupun secara kecil-kecilan sama sekali tidak berarti teknologi madya. Didalam argumentasinya, beliau juga menjelaskan tentang kebaikan dan kekurangannya. (1) Kesan yang dapat diperoleh di Lapangan Banteng (dulu) dan Grogol ataupun Cililitan, dikalangan sopir dan kernet tanpak doninan orang Batak, melihat dan mendengar bahasa, aksen yang khas tsb. (2) Suatu anekdote: Menteri Perindustrian telah mengemukakan rencananya dengan penuh semangat akhirnya dia tutup dengan keluhan tiada tenaga kerja untuk ini dan diibaratkan pada jas yang dijahit dari kain bermutu dengan disain dan warna yang mengesankan, tetapi....kebesaran. (3) Schumacher.E.F. Small is beautiful, Masalah social dan ekonomi menghendaki pengembangan teknologi madya. LP3ES-Jakarta 1983. hal 163-179.
30
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Kebaikannya, antara 1ain : - teknologi madya akan dapat lebih mudah disesuaikan dengan lingkungan yang relative belum maju - peralatan teknologi cukup sederhana, mudah dimengerti dan dapat dirawat atau diperbaiki ditempat itu juga. - latihan lebih mudah dilakukan. - pengawasan dan organisasi lebih sederhana; - ekonometris dinamis dan labor-absorbing; Kekurangan dari teknologi ini, yang didasarkan pada dugaan belaka oleh sekalangan pihak, yaitu - produk teknologi ini nemerlukan perlindungan dalam negeri dan tidak cocok untuk diekspor. Argumentasi Schumacher lebih lanjut tentang kekurangan ini yalah : Berbagai penelitian mengenai bentuk dan harga dari produk tertentu, secara umum membuktikan bahwa produk teknologi nadya yang dipilih secara bijaksana sesungguhnya dapat lebih murah daripada produk pabrik modern dikota-kota besar didekatnya. Apakah produk itu dapat diekspor, sukar menjawabnya. Namun beliau berpegang pada konsep Gabriel Ardant : Jaminan kerja harus didahulukan daripada kesempurnaann, dengan pertimbangan tidak boleh memaksinunkan output perorangan, yang dimaksimumkan numlcan haruslan kesempatan kerja untuk para penganggur dan setengah penganggur. Untuk orang miskin kesempatan kerja adalah kebutuhan yang paling besar, dan bahkan kerja yang upahnya rendah dan relatif tidak produktif sekalipun masih lebih baik daripada menganggur. Di Tapanuli Utara pada umunya masih tingkatan home industri (industri tradisionil) dan industri kecil-kecilan, yang menurut perkembangannya, dalam dua bagian besar : - mengalami kemajuan atau kemunduran secara evolutif - mengalami kemajuan atau kemunduran secara revolutif. Teknologi yang dipilih di Tapanuli Utara adalah teknologi yang dibangun diatas strukturstruktur sosial dan ekonomi yang ada; diarahkan pada sasaran pokcok yang hendak dicapai; mencerminkan pendaya-gunaan sumber daya alam yang tersedia secara optimal bagi kepentingan rakyat banyak disertai usaha-usaha menghindari pemborosan. Oleh karena itu pemilihan teknologi berorientasi pada spesifik produksi dan pemilihan jenis industri besar di Tapanuli Utara, tidaklah ditinjau dari skala Tapanuli Utar:a belaka, tetapi skala wawasan Nusantara, sehingga apa yang dikhawatirkan tentang proses saling meracuni dalam bidang industri dapat terhindar, tetapi secara keseluruhan saling dukung mendukung. Namunpun demikian alangkah baiknya, apabila Pemerintah Daerah Tapanuli Utara tidak terlalu terpaku pada proyek-proyek besar, tetapi juga mengarahkan perhatian pada industri-industri tradisionil yang banyak, spesifik di Tapanuli Utara, yaitu Ulos.
31
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
a. heavy - industrial. Diambang pintu sudah pabrik pulp-rayon dengan modal PMDN di Porsea telah direncanakan, bahkan sudah pada tahap persiapan pembangunan fisik pabrik. Nantinya akan mengolah kayu tusam dari wilayah Sumatera Utara dan Aeeh, maka dapat dibayangkan ini adalah kegiatan berskala besar dalam penyerapan tenaga kerja dan sekali gus peningkatan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Namunpun demikian, sebehun dan dalam operaeionilnya haruslah dipertimbangkan dengan seksama berbagai hal, antara lain : 1. Setelah masyarakat didaerah tersebut mempersiapkan dan menyerahkan tanahnya untuk lokasi bangunan - pabrik berdiri - mulai operasionil membutuhkan tenaga kerja; untuk hal inilah perlu mendapat perhatian seksama, apakah masyarakat disekitar daerah tersebut atau masyarakat Tapanuli Utara (masyarakat pedesaan), telah dipersiapkan untuk setidaktidaknya memperoleh kesempatan kerja dipabrik tersebut. Hal inilah yang kurang tergambar dalam perencanaan daerah tersebut. (1) 2. Faktor ekologi (2); Dalam operasionilnya pabrik ini nantinya akan mempergunakan air Danau Toba dalarn junlah yang besar dalam proses pembuburan kayu dan tentu akan nembuang air limbahnya yang mengandung asam sulfur.(3) Apabita air limbah ini langsung dibuang kesungai Asahan tanpa melalui prosesing yang ketat akan berakibat sebagai berikut : - Pencemaran lahan-lahan pertanian yang mempergunakan air sungai disepanjang daerah aliran sungai Asahan, perubahan ph tanah pertanian kearah keasaman. - Proses koroosi yang lebih cepat terhadap instrument dan turbin hidro elektrk Asahan - Perobahan ekositem mikro-organisme dan biota dalam air sungai Asahan - Berbagai hal sebagai akibat pencemaran tersebut. Billing melaporkan salah satu tentang metode pembuangan air limbah pabrik kertas dan bubur kayu yang mengandung asam sulfur ketanah dengan penerapan zat-padat asam sulfur yang dikontrol dengan takaran tidak melebihi 1 pon setiap hari di Kimberly Clark Corporation Niagara.
(1) Oshima T.H. : Perencanaan itu harus ada keseimbangannya antara sektor scope rencana. Kalau industri diibaratkan lokomotif dan pertanian sebagai gerbong, maka harus ada cantolannya agar dapat berjalan tanpa ketimpangan. Menurut penulis : perlu dipikirkan kiranya Polyteknik Sitolu Ama (2) Menurut Emil Salim dalam wawancara persnya : seluruh proses pembuangan air limbahnya akan ditangani secara sempurna dan dengan kerugian ekologi seminimal mungkin. (3) Hahida.U.N. Pencemaran Air. Rajawali-Jakarta hal 528-529.
32
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Cairan asam sulfur tersebut diterapkan dalam bentuk kristal-kristal halus serta diangkut ketempat pembuangan tertentu. Disimpulkan bahwa dengan metode tersebut (takaran terkontrol) mampu membuang zat padat bersulfur dengan cara yang memuaskan tanpa pencemaran karena dioksidasi oleh bakteri tanah. Disamping pabrik pulp ini juga direncanakan pembangunan usaha pertambangan tanah diatomea di Pangururan, pabrik pengalengan nenas, pabrik pengolahan teh dan sebagainya. Kesemuanya bersifat padat modal dan padat karya.
b. industri kecil. Pengolongan dalam industri kecil ini adalah sebagai berikut : Usaha industri yang dalam menghasilkan produksinya secara manual terkombiner dengan cara mekanikal dengan menggunakan mesin penggerak dibawah 100 h.p. Cukup banyak jumlahnya di Tapanuli dalam aneka ragam produksi dan lazimnya disebut “kilang” 1. kilang padi. Relatif diseluruh kecamatan terdapat pabrik padi, walaupun dengan daya diwah 100 hp. Perkembangan kilang ini tampaknya akan tetap “sebegitu” saja, Tidak akan berkembang menjadi industri besar (sehubungan dengan produksi pertanian padi) dan juga tidak akan mundur (karena yang diproses adalah sumber daya yang dapat dipulihkan). 2. kilang bahan galian. Di Tapanuli Utara terdapat banyak bahan galian seperti : tanah diatomea, belerang, kaolin, pasir kwarsa, guano dan lainlain. Hanya sampai seberapa besar jumlah endapan mineral ini, masih memerlukan penelitian apabila hendak dikembangkan menjadi industri besar. Sekarang ini endapan mineral dan bahan galian itu dikelola oleh mayarakat setempat. Industri kecil ini saling melengkapi bekerja sama dengan industri besar didaerah lain. Misalnya hasil pengolahan batu kapur dari Tapanuli Utara diterima oleh Kedaung Group di Tanjung Morawa dan pabrik gelas di Pulau Berayan, ataupun diterima oleh pabrik tegel clan teraso. c. home - industri. Kegiatan home industri ini diharapkan dapat nenyerap tenaga kerja, kontinutas kerja dan untuk peningkatan pendapatan masyarakat, dengan ciri-ciri : 1. penggunaan teknologi tradisionil; 2. belum terencana dan belum terorganiser; 3. beberapa diantaranya merupakan kegiatan selingan. (1) Billings R.M Stream improvment through spray disposal of sulphit liquor at the Kinberly Clark Corporation,Niagara Wis.Mill. Proc 13-th Indus.Water Conf Purdue Univ.Ext.six,96,1956.page 71. (2) G.Sinaga. Sambutan Bupati KDH tk-II Tapanuli Utara .pada Pembukaan Seminar dalam menyongsong Jubelium 125 tahun HKBP di Tuktuksiadong ta. Hal 12.
33
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Dalam rangka pengembangan industri ini, tentunya dibutuhkan pendekatanpendekatan. Gadgill (1) mengemukan tiga kemungkinan pendekatan pengembangan teknologi madya, salah satu diantaranya yang kemungkinan dapat diterapkan, yaitu : Pendekatan pertama ialah mulai dengan teknologi yang sudah ada dalam industri tradisionil dan dengan memanfaatkan pengetahuan teknik maju untuk mengobahnya supaya cocok. Mengubah berarti bebeberapa unsur dari peralatan, ketrampilan dan prosedur yang sudah ada itu tetap dipakai……Proses perbaikan teknologi tradisionil itu sangat penting, lebih-lebih untuk masa peralihan dimana agaknya diperlukan langkah-langkah untuk mencegah pengangguran teknologis.... Suatu konsep yang menarik sekali, Namun untuk situasi kondisi di Tapanuli Utara perlu pemikiran yang benar-benar bijaksana dalam kemungkinan penerapan pendekatan ini pada beberapa jenis industri rumah tangga. d. U I o s . Capita selecta; didesa Pansur Napitu, Hutabarat, Simarangkir, Parbubu-pea dan Saitnihuta yang seluruhnya dikecamatan Tarutung Cahaya melankolis kunang-kunangsemakin membanyak, perasaan dingin mulai menembus kulit dan malampun semakin pekat. Kesunyian malam ini diisi suara jangkrik, katak dan serangga lain yang membumbui suara benturan “turak” dan rentakan “balintang” (turak dan balintang adalah nama dari bagian alat tenun tradisionil). Saya melihat jam tangan Seiko yang sudah bosan melilit pergelangan tangan saya dan saya berkesimpulan “jam yang bagus” karena selalu cocok dengan waktu siaran acara tertentu dalam siaran TVRI,…..jam 10.00. Mereka bilang, begitulah semalam, begitupula hari ini dan esok,….tampaknya akan sama saja, atau barangkali suara yang terdengar dimalam ini akan digantikan dengan deru mesin ataupun mungkin hanya terdengar dengung lampu TL yang monoton. Riris, Retty dan esok, Tioma Nia dan Ida : sigadis desa dengan keahlian mengerjakan tenunannya sejak pagi sampai larut malam, dilanjutkan lagi besoknya dan setelah lebih kurang 5 hari menyusun helai demi helai benang dengan aneka ragam warna, maka selesailah dibuat sebuah tenunan ulos, yang sekaligus menjadi saksi bahwa kemarin malam dia ditemani oleh pacarnya. Apa motivasi ketekunan ini…? Bagi Riris dan Retty, sebagian dari hasil jerih payahnya inilah yang menjamin bahwa dia bisa membeli bedak dan rok model baru yang sudah lama diinginkan Bagi Tioma, sebagian dari hasil jerih payah inilah yang akan ditabung untuk persiapannya bagi menuju jenjang perkawinan, sudah lama ia bercita-cita untuk membeli anting-anting untuk menghias kupingnya yang polos Bagi Nia dan Ida, dengan kepolosannya menyatakan bahwa ulos tersebut diserahkan pada ibunya dan dialah yang mengatur dan mengetahui penggunaannya. Nai Miduk, ibu desa yang sentimental menyatakan bahwa mereka adalah keluarga marga boru didesa ini dan lahan pertanian yang diolah dengan sistem “pabola pining”, sehingga tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga, sedang suaminya hanya bekerja mocok-mocok dikota, maka “inilah yang benar-benar dapat menjamin dengan pasti bahwa esok dapur akan berasap”.
(1) Gadgil D.R. Direktur Gokhale Institute of Politics and Economics di Poona India. Small is beautiful, p 178.
34
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Sedang Nai Tohom mengatakan, hasil penjualan ulos hasil karyanya dan karya anak gadisnya dipergunakan untuk “belanja sekolah” anaknya (abang sigadis) di fakultas Anu di Medan. Perempuan penenun, mereka seluruhnya berusaha agar ulosnya ini selesai tepat pada waktunya, sehingga Sabtu pagi (hari pekan di Tarutung) dikala mentari masih sembunyi dibalik bukit sana, seluruh ulos telah diantar dan diterima oleh pedagang kain yang berasal dari Balige,….Tidak ada satupun yang tidak laku. Sebagian hasil penjualan dipergunakan untuk membeli bahan baku (benang dan pewarna) dan sebagainya, sebagian lagi untuk disimpan. Sesegera mungkin kembali kedesa agar dapat segera memproses benang tersebut (dengan bubur beras) dan digunakan untuk menenun kembali. Secara kebetulan mungkin, ternyata setiap desa ini mempunyai spesifikasi keahlian dalam menenun ulos menurut polanya. misal: desa Hutagalung dengan pola ragi-idup, desa Hutabarat dengan pola ragi-hotang, desa lainnya dengan pola sadum Angkola dan berbagai jenis selendang. Dalam hal ini pola sibolang kurang disukai karena harganya relatif murah diasosiasikan dengan orang mati. Khusus untuk pola ragi-idup, merupakan jenis ulos yang termahal (satu helai bernilai 40-50 ribu rupiah) rupanya dalam proses penenunannya memerlukan keahlian khusus “yang langka” karena susunan benang dan motifnya mengandung makna, dan diyakini bahwa setiap ulos ragi idup ini memiliki keserasian bagi pemiliknya serta ulos ini dapat “dibaca”. Sedang pola ragi-hotang, jenis yang tidak terlalu mahal (10-12 ribu rupiah) dan pola ini tidak terlalu menjelimet Tetapi sejak dihasilkannya pola ragi hotang dengan tenun mesin di Balige, maka harga ulos ini jatuh menjadi 5-6 ribu perlembar, walaupun sebenarnya motif dan kwalitas ulos tenunan lebih baik. Alat-alat tenun tradisionil yang sampai sekarang ini digunakan didesa-desa tersebut, terbuat dari materi yang dapat diperoleh dan diperbuat didesa itu sendiri, antara lain : batang pinang, bambu, pelepah kelapa, berbagai kayu jenis keras, tali temali dan sebagainya.
Berapa banyak sebenarnya produksi ulos dari desa-desa yang memproduksi ulos, data untuk ini belum ada, namun suatu hal yang kira-kira mendekati kebenaran adalah; pekerjaan tenunan tradisionil ini dapat diandalkan kebolehannya dalam menyerap tenaga kerja kaum wanita didesa-desa. Dan satu hal yang pasti lingkup penggunaan ulos ini masih tetap dalam lingkungan orang Batak, ataupun yang berkaitan dengan orang Batak dan pada saat upacara ceremonial saja(1) Melihat kenyataan (capita-selecta) dan dihubungkan dengan pengembangan industri-rumah tangga dan hakekat dari ulos itu sendiri (nilai sosiometrinya lebih besar daripada nilai ekonometrinya), maka disinilah diharapkan kebijakan perencanaan dari para ahli dan teknokrat. Menurut penulis, atas dasar capita selecta : • Yang paling mereka butuhkan adalah teknologi tenun dalam kegiatan secara mandiri, atau dengan kata sederhananya bagaimana caranya supaya mereka dapat memproduksi ulos itu dalam waktu lebih singkat. • Pendirian pabrik yang bagaimanapun skalanya akan mengakibatkan “cannibalisme industri”, karena pasarnya terbatas. (1) dalam pesta perkawinan orang Batak, secara sadar teman mempelai dari suku lain telah ikut latah memberi kado berbentuk ulos. Kebalikan dalam pesta seseorang dari suku lain maka orang Batak secara sadar tidak akan memberikan kadonya berbentuk ulos.
35
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
e. Tikar dan Tandok(1). Sungguh mengejutkan sekali bagi anda yang sedang nengemudikan mobil dengan santai secara tiba-tiba seseorang ibu melemparkan seikat “bayon” yang tampaknya sekilas seperti sebatang kayu, dengan tujuan agar digilas oleh mobil anda, sehingga bayon tersebut menjadi pipih, dan siap untuk dianyam sebagai tikar. Inilah yang anda lihat dan alami, bila anda mengemudi mobil disepanjang jalan mulai dari Lumbanjulu sampai ke Tarutung, terutama disenja dan malam hari. Mereka itu pengrajin tikar.
Kerajinan anyaman dengan bahan baku berasal dari tanaman yang banyak tumbuh didaerah paya-paya, kegiatan yang pada umumnya dikerjakan kaum ibu sebagai pekerjaan sampingan yang dapat menambah pedapatan keluarga, banyak terdapat diberbagai pelosok Tapanuli Utara. Tetapi sejak ditemukan serat polyetilen, terjadi revolusi plastic telah melanda segala pelosok, maka masa depan dari home industri dengan bahan alami ini akan tergilas. Siapa nanti yang membeli produksi mereka. Tragisnya,…..mereka sendiripun menggunakan benda-benda plastic ini. f. Ukiran ornament Batak. Ornamen Batak, benda budaya khas Proto-Melayu dan kebudayaan tua merupakan benda-benda yang menarik minat para wisatawan asing maupun domestic. Kerajinan ukiran ini sangat berhubungan dengan sector pariwisata dan sangat diharapkan untuk menyerap tenaga kerja. Pada tahun 1984; penulis pernah berusaha mencari ornament Batak yang disebut “tunggul Panaluan” di Parapat, Tomok dan Ambarita. Tiada satupun diantara yang ditawarkan menyerupai bentuk aslinya seperti yang dilihat penulis dirumah seorang teman Batak ataupun seperti yang tertulis diberbagai buku. Dalam suatu pertemuan penulis dengan serombongan turist dari negara-negara Eropa, dimana diantaranya terdapat seorang antropologis mengatakan : Melihat keindahan alamnya di Danau Toba, melihat seni-budayanya di Leiden. Beliau menyatakan rasa keheranannya terhadap ornamen yang ditawarkan dikios-kios barang souvenir di Tonok, Ambarita dan Parapat; Tidak sama atau mirip dengan yang ada di Leiden, tetapi menyerupai gaya ukir dari Jepara. Sejauh mana sudah terjadi akulturasi.,? Fata morgana bagi sejarahwan dan antropologis, dan yang fatal sekali adalah fata morgana bagi generasi muda.
g. Tahu dan Tempe. Penanaman kacang kedele mulai digalakkan di Tapanuli Utara (kecamatan Garoga dan Sipahutar) darisana terdengar berita panenan yang berhasil, tentunya untuk memperoleh margin-laba 1ebih besar, perlu diolah, dan salah satu alternatifnya adalah home-industri pengolahan tahu dan tempe, membuka lapangan kerja dan kontinutas kerja, sekari gus peningkatan pendapatan.
(1) Kerajinan ini terutama didapati di : Sangkal kecamatan Simanindo. Pintusona di Pangururan dan Hutabarat kecamatan Pahae Julu.
36
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Tarwotjo mengatakan : Di Indonesia (1) dalam pola komsurnsinya telah cukup dikenal, namun belum menduduki tempat berarti, sedang peranannya dalam meningkatkan mutu pangan cukup besar. Kenapa demikian...? Persepsi masyarakat (2) telah dikondisioner untuk menerimanya sebagai makanan rakyat jelata dan makanan kurang baik meskipun enak. Maka untuk meningkatkan citra tahu dan tempe, perlu direkonditioner, agar makanan yang sudah dikenal itu tetapi belum disayang, dapat dlterima sebagai sunber protein yang murah dan tidak perlu dikaitkan dengan hal yang kurang diinginkan Di Tapanuli Utara, Tahu dan tempe, merupakan jenis bahan makanan yang tidak ada dalam boga-budaya Batak. Upaya-upaya untuk memproduksi tahu dan tempe diperkenalkan oleh Dinas Perindustrian melalui pendidikan dan pelatihan, sedang Dinas Kesehatan mensosialisasikan tentang tahu dan tempe sebagai sumber protein non-hewani. Dalam pengembangan home-industri tahu & tempe, diperlukan pendekatan teknologi, pendekatan koperasi, pendekatan kesehatan dsbnya. h. Pandai besi dan kerajinan tanduk. Jenis kerajinan dari bahan tanduk terdapat cukup banyak di Tapanuli Utara yang diolah berbentuk : sisir, tongkat, pipa rokok, berbagai bentuk hiasan dinding. Pandai besi terdapat di desa Sitampurung Kecamatan Siborong-borong, dengan baku dari besi bekas (logam yang bisa ditempa) mereka memproduksi alat pertanian seperti cangkul, sabit, parang dan berbagai bentuk specific sesuai dengan pesanan seperti lonceng gereja, bentuk logam tuang dsbnya. Ad-v. Sektor Lain : a. pariwisata. Potensi Tapanuli utara dalam bidang pariwisata sangat besar sekali, terutama Danau Toba, siapapun tourist/investor yang datang akan berkomentar “its wonderfull and very potensially”. Pertanyaan besar, kenapa tidak dapat dikelola dengan baik. Berbagai seminar telah dilakukan untuk membahas tentang Danau Toba, sayang sekali hasil pembicaraan tidak pernah menyentuh berbagai tembok struktural yang menjadi hambatan untuk mengeksploitasi Danau Toba sebagai situs Pariwisata dunia. Oh Tao Toba Nauli, Gadis tua cantik yang tidak laku, Harus kulupakan karena bapaknya yang sangar dan ibu yang cerewet dan mahar demikian tinggi. (1) (2)
I.G.Tarwotjo Msc, Kepala Direktorat Gizi Depkes RI, staf Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Bogor. Saparinah Sadli DR. Bulletin Gizi No.2 Vol-9, 1985 halaman 46. beliau seorang tokoh psikologi Indonesia
37
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Salah satu rencana dari Pemerintah Daerah mengembangkan PIR-Hotel di Ajibata. Pak Sitanggang, anak rantau kelahiran Samosir berfikir lebih obyektif, dan berfikir bahwa salah satu upaya untuk menembus hambatan structural ini adalah dengan membuka lebih lebar gerbang isolasi Pulau Samosir dengan mewujudkan angkutan kapal ferry dari Parapat ke Tomok (pada saat buku ini diperbuat, telah diresmikan peluncuran kapal ferry dimaksud)…….Boan barita sian nadao. Patuduhon hi nauli mi.
b. sektor informal.(1) Sampai berapa besar jumlah tenaga kerja tertampung oleh sektor ini, tidak dapat diketahui dengan pasti. Hal yang nyata adalah pasar, selain didefinisikan sebagai wadah pertemuan antara produsen, ternyata juga sebagai tempat pertemuan sektor informal. Di Tarutung hari pekan 2 kali seminggu, sedang dikecamatan 1 kali seminggu. Di pekan, disinilah terhimpun para pekerja sektor informal seperti ; pedagang kecil, pedagang, penjual sandang dan pangan, pekerja dibidang transport, tukang sepatu, pengemis, pekerja yang tidak terikat dan lain-lain.
5. PENYEBARAN PENDUDUK. Penyebaran penduduk di Tapanuli Utara, tidak merata dan tampak relatif lebih padat didaerahdaerah yang dilalui jalan-jalan yang dapat dilalui sarana transportasi dan daerah-daerah tertentu. Sedang dibeberapa daerah yang potensil sebagai kantong ekonomi, pada akhir-akhir ini mulai dibuka agar dapat dihubungi dengan sarana transport umum, daerah ini berpenduduk relatif jarang. Table-20, Penyebaran penduduk di Tap.Utara, Sumatera Utara, Jawa-Madura dan Indonesia, serta proyeksi tahun 2000. 2 Jiwa/km No Kriteria ket 1961 1971 1983 2000 1 Rata pddk TU 59 66 74 102 2 Terpadat TU 312 430 Balige 3 Terjarang TU 25 34 Garoga 4 Sumatera Utara 33 59 109 5 Jawa Madura 467 690 1.015 6 Indonesia 62 77 110 1.2.3. sumber : Kantor Statistik Tap.Utara 4.5.6. sumber : Sensus Penduduk 1980 dan proyeksi 2000 seri-L No.3 dan seri-K No.2 (1) Keith Hart 1971 Konsep sektor informal dilontarkan dengan menggambar sektor informal sebagai angkatan kerja dikota yang berada diluar pasar tenaga kerja yang terorganiser, konsep ini diterima dan disempurnakan oleh ILO (International Labor Office) dalam rangka World Employment Programme 1973.
38
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Kepadatan rata-rata penduduk Tapanuli Utara meningkat sejak 1961, 1971 dan 1983 dengan laju pertumbuhan penduduk (apabila tetap sebesar 1,02 % pertahun) seperti sekarang ini maka pada tahun 2000, kepadatan rata-rata menjadi 1,02 jiwa perkilometer segi. Pada tahun 1983 kecamatan Balige merupakan daerah terpadat dan pada tahun 2000 diperkirakan mencapai 430 jiwa/km2, kira-kira sama padatnya dengan kepadatan .Iawa-Madura pada tahun 1951. (tabel-20) Berapa sebenarnya kepadatan ideal daerah Tapanuli utara..? Banyak perhitungan-perhitungan telah dilakukan para ahli (1) diberbagai kawasan pertanian yang dihubungkan dengan mutu tanah yang kiranya dapat dliperbandingkan dengan Tapanuli Utara. Van Beukering rnenyebut kira-kira 50 jiwa/km persegi sebagai batas tertinggi untuk penduduk berladang di Indonesia secara keseluruhannya. Angka-angka ini diperhitungkan secara agak berlainan. Conklin memperkirakan bahwa ladang di Hamenoo dapat menampung 48 jiwa/ kilometer persegi tanpa menyebabkan kemerosotan mutu tanah. Sedang menurut Freeman memperhitungkan bahwa 20-25 orang adalah jumlah maksimun untuk kawasan Serawak Sekalangan para teknokrat di Tapanuli Utara beranggapan bahwa daerah ini kekurangan penduduk, ini adalah pandangan segi demografis yang terlalu sederhana dan dari segi ekologi terlalu naif.(2)
6 . MIGRASI. Pandangan makro para ahli demografi (Mc Nicoll 1968) menyatakan penduduk Indonesia bersifat “highly irnmobile”, tentulah tidak merupakan gambaran sifat dari penduduk Tapanuli utara yang dikenal sebagai suku dengan “kaki tidak pernah diam”. Mobilitas penduduk Tapanuli Utara tentu dengan berbagai latar belakang yang menjadi faktor pendorong dan faktor penarik dan aneka ragam faktor lain yang sesuai dengan kebudayaan orang Batak-Tapanuli Utara. MIGRASI. Pengertian migrasi yang dimaksud disini, adalah sebagaimana yang dirumuskan oleh Mochtar Naim dalam disertasi-nya (3) yaitu : perpindahan penduduk keluar dari batas-batas daerah kebudayaannya. Sebagai contoh bermigrasi ke Labuhan Batu, ke Asahan, ke Deli Serdang, ke Jawa dan sebagainya digolongkan dalam migrasi. Sedang orang Batak dari Tarutung pindah ke Balige, ini tidak termasuk dalam pengertian dimaksud. Didalam pengertian ini juga temasuk istilah “rantau dan sekolah” yang merupakan peristiwa mobilitas penduduk yang sangat erat kaitannya dengan Tapanuli Utara. Migrasi dari Tapanuli Utara tergolong dalam migrasi spontan.(4) (1) Van Beukering 1947 ; Conklin 1957 ; Freemen 1955. (2) Ckifford Geertz PhD. Involusi Pertanian (3) Mochtar Naim Ph.D. University of Singapore 1973. Masalah pembangunan. LP3ES-Jakarta 1982 halaman 261-193 (4) Kampto Utomo Istilah migrasi spontan ini dalam arti perpindahan penduduk yang tidak diusahakan dan diatur oleh Direktorat Transmigrasi atau oleh badan pemerintah yang lain.
39
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Migrasi orang Batak bukanlah hal yang baru. Menurut berbagai kepustakaan(l) dan infomasi (2) ; sektar tahun l825 telah tercatat adanya perpindahan penduduk, walaupun sebenarnya merupakan perpindahan “paksa” para taban-tabanan (tawanan) perang Paderi "yang dibawa oleh Tuanku Rao dari Tapanuli Utara ke Tapanuli selatan selanjutnya menyebar kedaerah Minangkabau. Menurut kepustakaan lain (3) dan Volkstelring 1930: Telah lama terjadi perpindahan orang Batak Toba kearah pantai Timur Sumatera Utara, sebagai akibat tekanan kepadatan penducluk. pada sensus 1930. Tercatat kira-kira 50.000 orang Batak didaerah pantai timur ini. Migrasi besar-besar ini untuk sementara tercegah karena sikap menentang Sultan Melayu yang beragama Islam (tidak menyukai orang Batak Kristen menempati daerahnya) dan juga karena adanya tanah konsesi yang telah disewa oreh perkebunan-perkebunan tembakau, serta karena psikologis mereka yang menyenangi kebebasan(4) dan tidak senang bekerja diperkebunan. (5) Dimasa penduduhan Jepang, dimana seluruh bentuk kekuasaan ditangan pemerintah militer Jepang dan ribuan hektar tanah perkebunan tidak terawasi lagi, serta anjuran-anjuran dari pasukan gerilla Republik Indonesia agar menduduki tanah konsessi itu, maka kernbali terjadi migrasi besar-besaran terutama orang Batak Toba kedaerah pantai Timur Sumatera Utara. Menurut antroporog Amerika C.Cunningham, jumlah orang Batak Toba yang bermigrasi kepantai Timur Sumatera Utara; pada periode 1942-1950 sebanyak 500.000 orang, pada periode 1950-1956 sekitar 250.000 orang. Pada masa sekarang ini, ternyata migrasi itu masih terus berlangsung dengan dua bentuk utama yaitu : i. bersekolah, ii. merantau.(6) Ad- i . b e r s e k o l a h . Hari itu.. tekun bercampur rasa harap cemas pemuda tanggung itu membaca horan SIB terbitan hari itu, setiap kolom khusus berita tersebut disimak dengan teliti dan akhirnya terbaca olehnya “sahala simamora”….namanya. Nafas tertahan, Jantung gemuruh bagai mesin pecah piston…..diteliti ulang, dn memang itulah huruf yang tercetak dikoran tersebut. Hore………saya lulus Sipenmaru, mana penjual koran,…….inilah pertama sekali dia rela mengeluarkan uang sakunya yang sangat terbatas itu untuk membeli koran. Hati berbunga-bunga,……..sekian tahun lagi aku akan mengenakan toga sarjana, dan seterusnya. Segera kembali kedesa untuk melaporkan pada ayah dan ibu, ditengah jalan sekali sekali berhenti dan dengan bangga memperlihatkan namanya dalam koran tersebut kepada teman dan kepada orang yang menyapanya,…….bulan depan saya akan kuliah di Universitas U S U.
(1) Sijabat W.B. Ahu Sisingamangaraja, Sinar Harapan-Jakarta 1983. hal 85 (2) Laporan team comparatif study anggota DPRD Tapanuli Utara ke Sumatera Barat dan Gunung Kidul pada medio Oktober 1985 : mereka menemukan sekitar 20 % dari penduduk desa Salo kecamatan Pasaman Sumatera Barat berasal dari Tanah Batak. (3) Koencaraningrat. Masalah-masalah pembangunan. LP3ES-Jakarta 1982, hal 247. (4) Hendrik Kreamer. Pendapatnya dalam kunjungan ke Sumatera Utara pada Feb-Maret-April 1930. (5) Geertz C. Involusi pertanian. (6) Tapanuli Utara dalam angka 1983.
40
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Besok Sahala ahan diberangkatkan sekolah ke Medan, untuk hari ini, adalah acara mohon restu keberangkatan dari tulang, namboru, amang uda dan amang tua (kerabat keluarga). Oleh sintua desa acara ini ditutup dengan doa rasa terima kasih dan pengharapan pada Tuhan Yang Maha Esa agar hendaknya Tuhan memberi berkah dan rakhrnatNya pada orang tua Sahala agar dapat menyekolahkan anaknya dan hendaknya Sahala dapat sukses dalam kuliahnya. Akhirnya; Besok akan diberangkatkan seorang calon intelektual, calon pemikir reflektif, calon Tradisi-besar dari desa di Tapanuli Utara.
Sentimentil, puitis atau dramatis kasus diatas....? Yang jelas demikianlah pragmatisnya orang tua menyekolahkan anaknya di Tapanuli Utara, pemberangkatan itu tidak didasarkan pada logika ekonominya, tetapi didasarkan pada cita-cita “Anakhonhi do hamoraon diahu” dan keyakinan.
Hari Sabtu, Nyonya Silalahi bercerita tentang anak-anaknya yang kuliah diperguruan tinggi kepada kenalan dan teman seperjalanannya menuju pasar membeli keperluan dapurnya. Eda...! (sebutan kekerabatan). Sekarang ini saya bingung sekali, tampaknya belanja sekolah anak-anak akan agak terlambat saya kirimkan dan selanjutnya……. Wah serba susah Eda..! Kalau si Patar (anak laki) yang mudik, tensi saya jadi naik lho, otak sudah pening memikirkan belanja, ditambah lagi ulanya,…….Minta ampun.. Bangun kesiangan, Tidur kemalaman, tempat tidur acak-acakan, pakaian berserakan, kalau dirurnah kerjanya cuma memutar casette clengan lagu-lagu bising, ceritanya banyak. Katanya; di Eropa beginil di Amerika begitu, makanya ini kurang begitu dan itu kurang begini…..entah kapan dia pernah ke Eropa,….saya tidak mengerti, kerjanya cuma mau mengatur saja, kerja nggak mau sampaisarnpai bapaknya marah. Tapi Eda!.......Kalau Rumondang yang mudik saya bengong jadinya. Setiap kali mudik, begitu sampai dirumah senua dibersihkan, sprei dicuci, tilam dijemur, letak meja dirobah dan pakai taplak neja, pakai bunga lagi...supaya cantik katanya Tapi…...agak senanglah, saya menjadi nyonya besar, pagi-pagi tidak repot menyediakan teh dan sarapan, semuanya diaturnya seperti dirumah tulangnya itu (tempat numpang si Rumondang dirumah kerabatnya di Medan). Oh ya eda, kalau Mondang disini saya tidak perlu repot kepasar ini, tetapi rnacam-macamlah yang nantinya yang akan dimasaknya dan enak juga Ayahnya suka sekali masakannya, sehingga saya terpaksa harus belajar dari dia. Eeeee…kita sudah sampai dipekan.
Pada saat tertentu, simahasiswa atau mahasiswi akan kembali kedesa, misalnya sehubungan dengan liburan sekolah, dalam rangka menjemput uang belanja sekolah dan bila ada pesta kerabat dekat. Mereka yang mudik kedesa itu sudah berbeda profil dengan saat penberangkatannya paling awal, silaki-laki agak gondrongan dengan baju agak terbuka dada, sigadis dengan rambut model terkini dan baju berwarna meriah dan lebih cantik.....sudak ala anak Medan atau anak Jakarta, pendidikan dan pengaruh kebudayaan disana telah memproses mereka kearah manusia rnodern, pemikir reflektif dan tardisi besar (1). ----------(1) Redfield. Masyarakat petani dan kebudayaan, Rajawali-Jakarta 1982.hal 59. Konsep dari Redfield yang menuntut pengahuan adanya kebudayaan majemuk dalam diskusi tentang civilization, yaitu kebudayaan tinggi dan kebudayaan rendah, kebudayaan klssik dan kebudayaan jelata, Tradisi besar dan Tradisi kecil.
41
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Si mahasiswa, mudik kedesa dengan kepala penuh ide tentang berbagai teori dan konsep profesornya, ingin nenerapkannya didesa, tetapi hanya sampai taraf cerita saja dan mengalami harnbatan-hanrbatan oleh karena : a. Teori dan konsep yang mereka peroleh dari perguruan tinggi hendak diterapkan menurut gelora jiwa mudanya dan berharap perobahan itu dapat terjadi sesegera mungkin, sehubungan dengan waktu liburnya yang singkat itu. b. Gagasan baru yang ingin diterapkan simahasiswa, mendapat tentangan keras dari orang tua, bukan karena siorang tua tidak mau mendengar gagasan sianak, tetapi siorang tua tidak menginginkan sianak beralih perhatian, selain daripada kuliah, sebab persepsi siorang tua bahwa kuliah adalah kegiatan banyak membaca dan memperoleh title. c. Komunikasi dua arah antara sianak dan orang tua berlangsung secara berat sebelah (dipihak orang tua), sehubungan dengan factor ketergantungan finansil dan charisma orang tua. Gagasan baru yang dibawa oleh para mahasiswi ternyata lebih berhasil dibandingkan gagasan yang dibaea si mahasiswa, karena : a. pendekatan yang dilakukan simahasiswa berdasarkan naluri kewanitaan dengan gagasan sederhana dan dilingkup rumah sendiri. b. Perobahan itu didemonstrasikan secara berulang-ulang dan dinilai oleh orang tua sehingga dapat dimengerti dan menimbulkan perobahan. Setelah berlangsung sedemikian tahun, diantara mereka-mereka itu ada yang berhasil menjadi seorang sarjana dan ada yang drop-out. Bagi rnereka yang berhasil: segera kembali kedesa membawa berita bahagia dan disambut oleh orang tua dengan penuh kelegaan (lega moril dan lega beban material), dan berfikir menurut konsep pertanian yaitu “Apa yng ditanam sudah berbunga”, bila keadaan memungkinkan diadakan pesta sukurannya. Selanjutnya melalui proses formal dengan atau tanpa disertai pendekatan kekerabatan sisarjana berhasil diterima disuatu departemen untuk pemulai karirnya disuatu kota diluar daerah kebudayaarr. Mulai saat itulah terjadi titik balik berbagai keadaan social antara lain : a. Dalam konsep pemikiran orang tua (yang berlandas pada hukum pertanian) timbul pemikiran “apa yang ditanam sudah berbuah”. Apabila semasa sianak kuliah pembiayaan selalu dari orang tua, maka kini itu terhenti sama sekali, bahkan dalam harapan siorang tua agar terjadi timbal balik, antara lain; - Sekali-sekali siorang tua mengharapkan agar dianya memperoleh pembeli rokok baginya dan pembeli sirih bagi istrinya. - Khusus bagi sarjana yang masih mempunyai adik, pada suatu saat akan memperoleh himbauan dari siorang tua agar membantu dalam beberapa hal terutama mengenai sekorah keluarga : Saya sudah tua Anakku. ! Sewaktu kamu dulu kuliah semua sudah saya gadaikan, tanah kita yang disana sudah terjual, kerbau didesa itu sudah lama terjual dan kamu tahu bahwa sawah kita curna sekian saja, adikmu si-Anu masih kuliah, adikmu si-Ani tidak
42
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
ada kerjanya,….bawalah kesampingmu dan carikan kerjanya,……Saya tidak mampu lagi.
Pola inilah dalam pepatah Batak disebut dengan “Masitogu-yoguan songon urat ni ri” c. Sejak saat itu sisarjana menjadi seorang diantara Tradisi Besar yang berkomunikasi tidak langsung dengan Tradisi Kecil, maka terjadilah; Pesan dari desa dengan konsep pemikiran pedesaan diterima secara universal dan dianalisa menumt logika oleh Tradisi Besar, kemudian digagasi dengan gagasan baru dan modern. Selanjutnya gagasan modern tersebut diterima oleh Tradisi Kecil didesa dan dianalisa menurut konsep pedesaan. (1) Bagi mereka yang drop-out; Apakah mereka kenbali kedesa dan membangun desa....? Tidak, kembali kedesa dalan arti kembali ke Tradisi Kecil dan malu terhadap orang desa serta apakah nanti jawabnya kepada orang desa yang dahulu memberanghatkannya dengan acara pesta itu. Ja1an keluar baginya adalah : a. memasuki sektor informal atau formal sesuai dengan batas pendidikannya dikota. b. Sebagian kecil, kembali kedesa dengan membohongi kenyataan dan membohongi dirinya sendiri. Yah"...apa boleh buatlah, orang tua saya sudah tua, dan lagi pula sakit-sakitan" Saya harus kembali untuk melanjutkan usaha orang tua.
Menurut Tapanuli Utara dalam angka, 1983, migrasi penduduk karena bersekolah ini cukup besar, diperkirakan sekitar 5.000 orang tamatan SLTA meninggalkan Tapanuli Utara dengan berbagai tujuan dan sebagian besar untuk melanjut pendidikan (1ihat Generasi-muda dan Pendidikan). Kesimpulan sementara, bahwa mereka yang bersekolah kemudian berhasil ataupun drop out, sebagian besar tidak kembali lagi kedesa. Peristiwa mudik kedesa pada umurnnya se1a1u berhubungan atau disempatkan untuk pelaksanaan upacara ceremonial dalam rangka pembinaan hubungan sosial dengan tanah kelahirannya.
Ad-ii. merantau Apa sih kerjanya, jadi kalong kalau malam keluyuran siang ketiduran, kalau tidak main catur disini, atau main gitar dikedai tuak sana…… Tapi yah, belakangan ini dia tidak pernah nampak lagi, kemana dianya………….. Katanya merantau. Kalau kamu jagoan, jangan dikampung lah..,.. Disini semua raja, jadi tidak perlu kau ini sok jagoan. Kalau kamu jantan dirantaulah seperti si Olo,……..
Tiada acara untuknya, tetapi inilah yang menjadi tolok ukur psikologi dikalangan pemuda desa dan merupakan salah satu factor yang mengakibatkan suku Batak dikenal “kaki tidak pernah diam”
(1) Seorang tokoh perjuangan dan tokoh gereja yang berasal dari Tanah Batak mengomentari perkembangan Tano (Maraden Panggabean) : Kok sebegitu saja!....... Komunikasi antara Tradisi Besar dengan Tradisi Kecil tidak terjembatani, bahkan bila hal ini berlarut-larut maka apa yang diintroduser oleh Longyear tentang peradaban suku Maya akan menjadi kenyataan di Tanah Batak
43
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Menurut Mochtar Naim: Walaupun orang Batak secara historis merupakan suku bangsa yang terakhir yang masuk peradaban, mereka dengan mudah menyesuaikan diri dengan dunia baru, terutama penganutan mereka dalam agama Kristen dan dengan cara hidup modern. Menurut Cunningham, migrasi mereka yang deras menuju kepesisir timur pada mulanya disebabkan oleh efek tarik yang berupa perluasan fasilitas-fasilitas irigasi oleh Pemerintah di Simalungun dan di Asahan, dan kebijaksanaan pemerintah dalam memberi dorongan kepada petani padi yang terlatih untuk menggantikan para peladang berpindah-pindah didaerah ini. Kebijaksanaan ini merupakan undangan tidak langsung bagi orang Batak Toba yang memiliki kecakapan pertanian padi sawah. Tabel-21, Perkiraan orang Batak dan pesisir Timur, pada tahun 1930. Kelompok suku Di Tapanuli Dipesisir Timur Total Batak jumlah % jumlah % Batak Tapanuli 778.197 86,0 126.425 14,0 904.623 Toba 523.524 87,0 74.139 12,4 597.663 Pak-pak
19.936
99,0
197
1,0
20.133
Angkola. Mandailing Padang Lawas. Pesisir Timur Karo. Simalungun.
79.849 89.475 65.414 9.912 8.921 991
92,3 66,4 99,9 4,0 5,8 1,0
6.706 45.308 75 240.573 145.429 95.144
7,7 33,6 0,1 96,0 94,2 99,0
86.555 134.783 65.489 250.485 154.350 96.135
488
3,3
14.351
96,7
14.839
788.598
67,4
381.349
32,6
1.169.947
Orang Batak lain Keseluruhan
Sumber : Volkstelling 1930, IV hal 163-163
Pada tabel-21, terlihat dari seluruh suku Batak-Toba, sebanyak 12,4 persen dipesisir timur Sumatera Utara, bila ini dihubungkan dengan perkiraan Cunningham yang menyatakan sekitar 500.000 dan 250.000 jiwa suku Batak Toba bermigrasi kepantai timur Sumatera Utara dalam periode tahun 1942-1950 dan 1950-1956; serta kenyataan sensus Penduduk Tapanuli Utara tahun 1961 berjurnlah 558.553 jiwa (tabel-2), ditambah dengan migrasi setiap tahunnya sekitar 5.000 orang (1) dan ditambah dengan jurnlah yang bermigrasi kedaerah lainnya, maka dapat diperkirakan atau dipastikan bahwa orang Batak-Toba diperantauan lebih banyak daripada di Tapanuli Utara, Perantauan di Indonesiar (2) biasanya dilakukan dengan tujuan rnencari penghidupan lebih baik, bersifat sernentara dalam arti bila sudah terkumpul harta benda cukup banyak, kembali lagi kekampung halamannya ; sebagai contoh adalah migrasi orang Jawa diperkebunan-perkebunan tembakau di Deli. (1) Tapanuli Utara dalam angka 1983. (2) Koencaraningrat. Transmigrasi dan urbanisasi dalam Masalah-masalah Pembangunan LP3ESJakarta 1982 hal 245-247.
44
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Hal ini kebalikannya bagi suku Batak Toba yang bermigrasi ke Sumatera Utara ataupun kedaerah lainnya. Bagi orang Batak, walaupun rnereka tidak kembali keasalnya, tetapi hubungan dengan tanah asal (bona ni pinasa dan bona pasogit) tetap ada. Bruner 1961 (1) dari hasil studinya membuktikan bahwa hubungan kekeluargaan antar orang Batak di Medan dan dengan desa sangat kuat serta nempunyai fungsi dan arti penting dalam kehidupan mereka. Juga dapat terlihat dan merupakan suatu bukti, yaitu : Adanya persatuan marga-marga diberbagai kota seperti Medan, Pematang Siantar, Pekanbaru, bahkan dikota-kota atau daerah diluar pulau Snratera seperti di Jakarta, Bandung dan Jogyakarta. Orang Batak tidak berintegrasi sepenuhnya dengan nasyarakat kota atau masyarakat lingkungannya. Mereka tetap rnengadakan hubungan yang erat sesama mereka diperantauan dan dengan keluarga mereka didesa asal, sehingga dengan demikian sebagian besar dari kebudayaan mereka tetap tetap terpakai. Masyarakat Batak Toba didesa dan diperantauan bersama-sama merupakan sebuah sistem sosial dan keupacaraan. Didalam hubungan yang luas ini terjadi ; dari perantauan atau kota datang barang dan gagasan modern, sedang dari desa berasal dukungan moral dan semangat adat , yaitu tata kehidupan tradisionil. Hal ini disebabkan : a. Struktur sosial didesa-desa belum banyak berubah. b. Orang Batak Toba merupakan minoritas Kristen dilingkungan yang sebagian besar beragama Islam. c. Organisasi sosial mereka memang cocok untuk bentuk hubungan demikian diantara perantauan atau kota dengan desa. d. Khususnya dikota, tidak ada kebudayaan alternatif yang dominan. e. Keaneka ragaman kebudayaan dikota-kota besar dan kepentingan ekonomi serta politik orang Batak memperkuat kesadaran identitas kesukuan mereka. Ini melestarikan hubungan mereka dengan desa melalui sistem kekerabatan. Dibeberapa daerah disekitar Tano Batak, proses komunikasi dalam rangka hubungan sosial ini dapat berlangsung dengan baik, lain halnya dengan daerah yang jauh, misalnya : Jakarta, Bandung maka pada umumnya melalui komunikasi tidak langsung (sehubungan dengan jarak geografis) misalnya melalui surat, telefon dan melalui media massa yang memuat atau meng”exposed” daerah asa1, khususnya berita yang demikian akan menjadi perdebatan hangat dikalangan mereka serta meng”universal”kannya.
(1) J.H.De Goede. Urbanisasi dan urbanisme dalam Modernisasi. Gramedia-Jakarta 1983. hal 281. (2) Laporan team comparatif study anggota DPRD Tapanuli Utara; Kesan sumbang dari perantauan terhadap team karena exposed dikoran-koran tentang berita miring dibidang penghijauan.
45
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Berbagai persatuan marga-marga (1) dibentuk diperantauan tergantung pada jumlah mereka. Apabila diperkirakan nereka masih sangat terbatas maka dibentuk punguan marga berdasarkan marga induk (misalnya Punguan Guru Mangaloksa) sedang bila diperkirakan mereka sudah cukup banyak maka yang dibentuk adalah punguan marga dari tambo dibawah marga induk tersebut (misalnya Punguan Si Raja Panggabean atau si Raja Nabarat) Didalam punguan marga ini, bersatu mereka-mereka yang semarga, remaja dan orang tua ; kaum wanita dan laki-laki ; jembel dan elite ; kernet dan pejabat Negara yang pada umumnya dipimpin oleh elite dan intelektual marga tersebut. Berbagai hal dibahas mulai dari kebudayaan Batak dilingkungan mereka dan hubungan kedesa asal, mulai dari kebutuhan dasar dan "...akhirnya sampai pada eksistensi diri (piramida Maslow). Perwujudan diri ini timbul karena sifat kompetitif diantara sesama orang Batak didorong oleh sifat “ego” serta didukung secara moril dan semangat adat dari desa, rnaka terwujudlah “adanya diri mereka” di desa dalam berbagai manifestasi dan investasi. Berbagai manifestasi dan investasi yang diketahui : a. paket mendirikan tugu, terdapat banyak didaerah-daerah yang hakehat sejarahnya agak belakangan dimasuki oleh pengaruh agarna Kristen. b. paket listrik desa, terdapat didesa Sihotang Hasugian Parlilitan. c. paket pendirian balai pertemuan desa dan balai pengobatan rlidesa Sirait Porsea. d. paket pendirian balai pertemuan didesa Hutaraja Sipoholon. e. paket progran anak asuh di kecamatan Balige. f. paket pembukaan jalan didesa Sampetua Onanganjang. g. paket tali air dikecamatan Pakkat. h. Dsbnya. Berbagai manifestasi dan investasi itu, ternyata masih didominasi monumen mati, hanya sedikit dalam bentuk monumen hidup. Pola hubungan yang sedemikian kuatnya itu, khususnya bagi daerah sekitar Tano Batak (misalnya antara Tapanuri Utara dengan Medan) yang jarak geografis relatif dekat, nenjadi faktor yang memperbesar migrasi penduduk kedaerah tersebut. Saul pernuda desa yang sudah cukup lama berpikir tentang pengangguran dirinya dan cukup pusing memikirkan rencana-rencana merantau, karena keterbatasan pesangonnya. Hari itu diatas bus Bintang Utara menuju Medan, dia telah memutuskan untuk merantau dan masih terngiang dikupingnya dorongan dari ibunya : Kan disana ada tulangmu (pamanmu),…....pergilah kesana terlebih dahulu.
(1) G.Siahaan.N. Adat Dalihan Natolu. Grafina-Jakarta 1982, hal 47-51
46
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
7. URBANISASI. Pendefinisian menurut Sjoberg 1966 secara umum urbanisasi itu diartikan sebagai suatu proses yang membawa bagian yang semakin besar dari penduduk sesuatu negara untuk berdiam dipusatpusat perkotaan. Dalam definisi ini rnengandung makna, bahwa gejala perturnbuhan kota tidak perlu diartikan urbanisasi apabila tarnbahan penduduk didesa-desa menurut perbandingan yang sama dengan pertumbuhan penduduk di kota. Pengertian urbanisasi dianggap mengandung arti sebagai berikut : - arus pindahan kekota - bertarnbah besarnya jumlah tenaga kerja non-agraria disektor industri dan sektor tersier - tumbuhnya peumukiman menjadi kota - meluasnya pengaruh kota didaerah pedesaan mengenai segi ekonorni, sosial, kebudayaan dan psikologi. Dalam konteks Tapanuli Utara, sangat sulit menentukan apakah terjadi urbanisasi penduduk desa menuju kota didalam Tapanuli Utara, sehubungan data-data yang pasti tentang ini tidak diperoleh. Tetapi suatu hal yang yang dapat dipastikan adalah arus perpindahan penduduk desa dan kota-kota di Tapanuli Utara menuju kota diluar Tapanuli Utara (Tapanuli Utara dalam angka 1983). Arus perpindahan ini timbul karena faktor “perdorong” dan “penarik” (push and pull factor). Faktor Pendorong : a. kemiskinan didesa, sebagai akibat dari beban tradisionil, pertambahan penduduk yang tidak seimbang dengau pertambahau lahan baru. b. keamanan dan kebebasan. Faktor Penarik : a. adanya daya tarik ekonomi dari kota, dimana kesempatan kerja didesa yang tidak ada lagi dan kota mernberikan harapan baginya sesuai dengan tingkat" pendidikannya. b. sehubungan dengan usaha mencari pekerjaan sesuai dengan pendidikannya, adalah usaha untuk mengangkat posisi sosial. Pendidikan menciptakan pola nilai dan pola harapan baru, hehidupan kota lah yang sesuai untuk itu. c. fasilitas pendidikan yang ada dikota lebih baik daripada dipedesaan. Orang tua ingin agar anaknya memanfaatkan kesempatan ini untuk nengangkat harga dirinya. d. tersedianya fasilitas pelayanan sosial yang lebih memadai, misalnya fasilitas pelayanan kesehatan, bioskop, rekreasi. e. bagi orang-orohg tertentu, memberi kesenpatan untuk menghindar diri dari kontrol sosial yang ketat. f. kota mempunyai daya tarik sebagai pusat kesenangan dan hiburan serta sebagai tempat dimana orang dapat mencari pengalaman dalam bayangan suasana hangat dan meriah.
47
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Ballandier (1) mencoba rnengetahui motif-motif apa yang menyebabkab penduduk desa pindah kekota (kasus Brazzavilles), hasilnya diperoleh : % a Melulu alasan ekonomi 25 b Menengok keluarga dikota 25 c Kombinasi a + b 25 d Perbaikan posisi sosial 10 e Melepaskan diri dari lingkungan sosial 10 f Alasan lain 5
Hasil penelitian dari BPS, Mc Nicoll dan Iskandar N, mengungkapkan bahwa perpindahan mereka kekota tidaklah karena suatu perencanaan (85 %) melainkan atas dasar mengadu untung belaka(2) (data di Indonesia). Di Tapanuli Utara yang terdiri dari 27 kecamatan dan 27 ibukota kecamatan dengan Tarutung sebagai ibukota kabupaten dan ibu kota wilayah pembangunan dan kota Pangururan, Balige, Dolok Sanggul dan Siborongborong Table 22, Berbagai sarana social, ekonomi, budaya, pemerintahan di-kota wilayah pembangunan di Tapanuli Utara 1985. Saran/prasarana Tarutung Balige SiborongDolok borong Sanggul Pemerintahan kabupaten + Pusat agama + Pusat budaya + + + + Industri + Kanca BRI + BPDSU + + PLN + + + + PAM + + Hotel + + RSU type-c + + Sekolah SLTA + + + + Pasar + + + + Pertokoan + Taman kanak + Data diperoleh dari sumber sekunder dan primer
Pangururan
+
+
+ + +
Dengan nemperhatikan table-22, Dalam kegiatan ekonomi, kota yang dapat menarik hati untuk proses urbanisasi, hanyalah kota Tarutung dan Balige, dikota inilah terdapat lembaga-lembaga keuangan resmi seperti BRI dan BPDSU, gerak maju dari lembaga tersebut akan nencerminkan majunya perekonomian dikota tersebut. (3) (1) J.H.De Goede. Urbanisasi dan Urbanisme. (2) Nugroho. Indonesia sekitar tahun 2000. Rajawali-Jakarta 1983. hal 136 (3) Informasi yang diperoleh penulis dari direktur BPDSU mengastakan, bahwa di Tapanuli Utara lebih besar yang mendepositokan uangnya daripada kredit yang diterina.
48
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Berdasarkan pengamatan, ternyata para usahawan atau wiraswasta di kota-kota ini tampaknya “kehabisan ide”, terbukti dari berbagai fasilitas kreclit yang ditawarkan pemerintah untuk menggalakkan perekonomian dikota ini, hanya fasilitas kredit rnobil pengangkutan yang menarik perhatian mereka sehingga menimbulkan semacam involusi (1) Khususnya kota Tarutung sebagai pusat kota Kabupaten, masalah pengembangan kota selalu terbentur dalam masalah lokasi tanah, dimana sebagian besar dari pemilik tanah di kota ini adalah orang-orang yang diperantauan dan elite atau intelektual di perantauan, timbul hambatan komunikasi. Sehingga tidaklah mengherankan, apabila suatu bangunan yang bersumber dari “trickle down efectf” tidak dapat direaliser atau terpaksa dikembalikan kesumbernya atau menjadi proyek SIAP (2), sehingga akhirnya Tarutung menjadi kota yang bergulat antara keseimbangan tuntutannya dengan keinginannya, keseimbangan antara kita dan ahu yang berputar putar membentuk dilemma yang tak kunjung reda.
(1) involusi, mempergunakan istilah yang digunakan Geertz (2) direncanakan pembangunan taman kanak-kanak dengan beraneka fasilitas dan membutuhkan lokasi tanah yang ditetapkan dikota Tarutung, akhirnya diurungkan karena ketiadaan lokasi.
8. KESIMPULAN. 1) Separuh dari penduduk Tapanuli Utara itu berusia muda, pada table-2, terlihat jumlah wanita berumur 10-24 tahun sejumlah 120.298, umur 25-49 tahun sejumlah 76.067. Sedang jumlah PUS sejumlah 105.266 jiwa dan jumlah akseptor 50.808 peserta. Seluruhnya data tahun 1983. Berdasarkan kenyataan ini, secara khusus dalam perencanaan program kependudukan dan keluarga Berencana di Tapanuli Utara, hendaknya BKKBN tidak hanya terpaku pada strategi konvensionalnya saja, tetapi harus memberi perhatian lebih serius dalam hal pembinaan generasi muda melalui pendidikan Kependuduhan dan Keluarga Berencana. 2) Suatu kenyataan, bahwa adat istiadat di Tapanuli Utara ini tidaklah dapat diharapkan sebagai pendorong turunnya fertilitas, metode pendekatan kultural dalarn program KB di Tapanuli Utara yang dilaksanahan selama ini, perlu ditinjau ulang lagi sehingga kekecewaan dapat terhindar. 3) Perkataan yang mengatahan bahwa kita kekurangan penduduk, adalah suatu pendapat yang perlu ditinggalkan, yang sebenarnya adalah kita kehilangan penduduk yang terdiri dlari tenaga kerja produktif, terdidik dan agent of changes meninggalkan Tapanuli Utara karena dua hal utama, yaitu : a. mereka butuh pendidikan. b. mereka butuh lapangan kerja. 49
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan
Secara pragmatis, pemecahan permasalahan adalah dengan menyediakan sekolah bagi mereka (dibahas dalam bab-Il). Menyediakan lapangan kerja untuk mereka, ini memerlukan pertimbangan matang, termasuk pemilihan teknologi agar tidak terjadi proses saling meracuni. Didaerah padat penduduk, perlu dipertimbanghan teknologi padat karya dan disektor pertanian perlu pengembangan sarana pengairan dan dikembangkan sistem usaha tani terpadu sehingga diperoleh intensifikasi produktivitas, intensifikasi dan kontinutas kerja, Didaerah yang jarang penduduknya perlu dikembangkan teknologi padat modal dengan konsep PIR, sehingga dapat dimanfaatkahan lahan terlantar. 4) Pembangunan dipedesaan itu haruslah seimbang dengan pembangunan perkotaan sehingga antara desa dan kota diperoleh efek saling mendukung. 5) Migrasi penduduk Tapanuli Utara, bukanlah hal yang baru, bahkan pada tahun 1930 telah terjadi migrasi besar-besaran dan sampai kini masih terjadi. Maka yang menjadi pemikiran dan hakekat masalah adalah “bagaimana mendatangkan gula dan bukan bagaimana mendatangkan semut”
50
Aek Sarulla tudia ho lao Tapanuli Utara-kependudukan