Diktat Pengeloaan B3 – Versi 2008
Bagian 1/8
BAGIAN II PERATURAN DALAM PENGELOLAAN B3
1 U MUM Pada dasarnya pengelolaan bahan berbahaya dabn beracun (B3) di Indonesia mengacu pada prinsip-prinsip dan pedoman pembangunan berkelanjutan yang telah dituangkan dalam Undang-undang No. 23 tahun1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menurut UU23/1997, bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan yang karena sifat atau konsentrasinya, jumlahnya, baik secara langsung meupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusi serta mahluk hidup lainnya. Selanjutnya Pasa 17 UU tersebut menegaskan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, yang meliputi kegiatan: menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan/atau membuang. Secara spesifik pengelolaan B3 ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, yang akan diuraikan lebih lanjut dalam Bagian ini.
Presiden No. 82 Tahun 1985 tentang Badan Tenaga Atom Nasional. Semua yang berkaitan dengan ketenaga atoman pada dasarnya diatur oleh Undang-undang No. 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan pokok tenaga atom. Selanjutnya beberapa peraturan lain di bawahnya antara lain: − Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1975 tentang keselamatan kerja terhadap radiasi − Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1975 tentang izin pemakaian zat radioaktif dan atau sumber radiasi − Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 tentang pengangkutan zat radioaktif 2 PENGELOLAAN B3 DALAM PP 74/2001
Beberapa peraturan yang secara langsung akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas limbah B3 yang dihasilkan adalah peraturanperaturan yang mengatur masalah bahan berbahaya, yaitu : − Peraturan Pemerintah No.7/1973 tentang pengawasan atas peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida − Peraturan Menteri Kesehatan No.453/Menkes/Per/XI/1983 tentang bahan berbahaya − Keputusan Menteri Perindustrian RI No.148/M/SK/4/1985 tentang pengamanan bahan beracun dan berbahaya di lingkungan industri − Keputusan Menteri Pertanian No.724/Kpts/TP.270/9/1984 tentang larangan penggunaan pestisida EDB − Keputusan Menteri Pertanian No.536/Kpts/TP.270/7/1985 tentang pengawasan pestisida
PP74/2001 tentang pengelolaan berbahaya dan beracun terdiri dari 15 bab yang dibagi lagi menjadi 43 pasal. Kelima belas bab tersebut adalah : − Bab I (pasal 1 sampai 4) : Ketentuan Umum, − Bab II (pasal 5) : Klasifikasi B3, − Bab III (pasal 6 sampai 20) : Tata Laksana dan Pengelolaan B3, − Bab IV (pasal 21) : Komisi B3, − Bab V (pasal 22 dan 23) : Keselamatan dan Kesehatan Kerja, − Bab VI (pasal 24 sampai 27) : Penanggulangan Kecelakaan dan Keadaan Darurat, − Bab VII (pasal 28 sampai 31) : Pengawasan dan Pelaporan, − Bab VIII (pasal 32 sampai 34): Peningkatan Kesadaran Masyarakat, − Bab IX (pasal 35 dan 36) : Keterbukaan Informasi dan Peran Masyarakat, − Bab X (pasal 37): Pembiayaan, − Bab XI (pasal 38): Sanksi Administrasi, − Bab XII (pasal 39): Ganti Kerugian, − Bab XIII (pasal 40): Ketentuan Pidana, − Bab XIV (pasal 41 dan 42): Ketentuan Peralihan, − Bab XV (pasal 43): Ketentuan Penutup.
Limbah radioaktif di Indonesia dikelola oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 1985 tentang Dewan Tenaga Atom dan Badan Tenaga Atom Nasional dan Keputusan
Menurut PP 74/2001: ‘bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 2.1
Diktat Pengeloaan B3 – Versi 2008
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya’ (pasal 1 angka 1). Sedangkan sasaran pengelolaan B3 adalah 'untuk mencegah dan atau mengurangi resiko dampak B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya’ (pasal 2). Pengertian pengelolaan B3 adalah 'kegiatan yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan atau membuang B3’ (pasal 1 angka 2). Dalam kegiatan tersebut, terkait berbagai fihak yang merupakan mata rantai dalam pengelolaan B3. Setiap mata rantai tersebut memerlukan pengawasan dan pengaturan. Oleh karenanya, pasal-pasal berikutnya mengatur masalah kewajiban dan perizinan bagi mereka yang akan memproduksi (menghasilkan), mengimpor, mengeksport, mendistribusikan, menyimpan, menggunakan dan membuang bahan tersebut bilamana tidak dapat digunakan kembali. Disamping aspek yang terkait dengan pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan dan atau kerusakan lingkungan yang menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap fihak yang terkait, maka aspek keselamatan dan kesehatan kerja serta penanggulangan kecelakaan dan keadaan darurat diatur dalam PP tersebut. Tidak semua pengelolaan bahan yang berbahaya diatur oleh PP tersebut, antara lain karena telah diatur dalam PP lain, atau telah diatur oleh instansi lain berdasarkan konvesi internasional seperti bahan radioaktif. Bahan berbahaya yang tidak termasuk yang diatur adalah (pasal 3): o Bahan radioaktif o Bahan peledak o Hasil produksi tambang serta minyak gas dan gas bumi dan hasil olahannya o Makanan dan minuman serta bahan tambahan makanan lainnya o Perbekalan kesehatan rumah tangga dan kosmetika o Bahan sediaan farmasi, narkotika, psikotropika dan prekursor lainnya o Bahan aditif lainnya o Senjata kimia dan senjata biologi Untuk menentukan apakah sebuah bahan termasuk dalam kelompok B3, maka PP tersebut mengklasifikasikan B3 dalam 8 kelompok, yaitu (pasal 5): o Mudak meledak (explosisive) o Pengoksidasi (oxidizing) Enri Damanhuri - FTSL ITB
Bagian 1/8
Menyala: o sangat mudah sekali menyala (extremely flammable) o sangat mudah menyala (highly flammable) o mudah menyala (flammable) o Beracun: o amat sangat beracun (extremely toxic) o sangat beracun (highly toxic) o beracun (moderately toxic) o Bebahaya (harmful) o Korosif (coorosive) o Bersifat iritasi (irritant) o Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment) o Toksik yang bersifat kronis: o karsinogenik (carcinogenic) o teratogenik (teratogenic) o mutagenik (metagenic) Penjelasan lebih lanjut tentang kriteria kapan sebuah bahan dikelompokkan sebagai B3 akan dijelaskan dalam Butir 3. o
Untuk mempermudah menentukan B3 yang diatur dalam PP ini, maka berdasarkan penggunaannya di lapangan, B3 dibagi menjadi 3 bagian, yaitu (pasal 5): o B3 yang dapat atau boleh dipergunakan di Indonesia (Lampiran I PP 74/2001) o B3 yang dilarang dipergunakan di Indonesia (Lampiran II Tabel 1, PP 74/2001) o B3 yang terbatas dipergunakan (Lampiran II Tabel 2, PP 74/2001) Dengan demikian, bilamana sebuah bahan sudah terdapat dalam lampiran tersebut, maka bahan tersebut termasuk B3, dan penggunaannya di Indonesia disesuaikan dengan kelompok tabel yang berlaku, apakah diperbolehkan dipergunakan, atau terbatas penggunaannya, atau sama sekali dilarang dipergunakan. Lampiran I PP 74/2001 mencantumkan 209 buah bahan kimia yang tergolong B3 yang dapat digunakan di Indonesia, 74 diantaranya dibatasi penggunaannya sampai tahun 2040, semuanya organik-berhalogen. Lampiran II Tabel 1 mencantumkan 10 bahan B3 yang dilarang pengunaannya, dan Lampiran II Tabel 2 mencantumkan 45 bahan B3 yang dibatasi pengunaannya di Indonesia. Setiap bahan kimia dalam daftar tersebut, disertai keterangan: o No. Reg. Chemical Abstract Sevice yang bersifat universal o Nama bahan kimia o Sinonim/nama dagang o Rumus molekul Halaman 2.2
Diktat Pengeloaan B3 – Versi 2008
Bagian 1/8
Berikut ini adalah beberapa contoh bahan kimia B3, yang terdapat dalam daftar Lampiran I dan
Lampiran II PP 74/2001 tersebut (Tabel 2.1 sampai Tabel 2.3).
Tabel 2.1: Contoh B3 (dapat digunakan) dalam Lampiran I PP 74/2001 No 7 14 16 17
No Reg Chemical Abstract Service 7664-41-7 64-19-7 7664-38-2 7647-01-0
Nama Bahan Kimia Amoniak Asam Asetat Asam Posfat Asam Klorida
23
74-90-8
Asam Sianida
24 31 52
7664-93-9 71-43-2 108-95-2
54
50-00-0
Formalin (larutan)
58
7783-06-4
Hidrogen Sulfida
76 78 79 80 81 85
124-38-9 7440-44-0 630-08-0 7782-50-5 67-66-3 7487-97
Karbon dioxide Karbon hitam Karbonmonoksida Klor Kloform Merkuri klorida
87 98
74-82-8 1310-73-2
Methane Natrium Hidroksida
Asam Sulfat Benzena Fenol
105 7727-37-9 Nitrogen 106 10102-44-0 Nitrogen Dioksida 110 10028-15-6 Ozon 112 87-86-5 Pentaklorofenol 114 7761-88-8 Perak nitrat 122 7646-85-7 Seng Klorida 127 7439-92-1 Timbal (timah hitam) 209 CH2BrCl *) Muncul juga pada Lampiran II – Tabel 2 (no. 11)
Sinonim/Nama Dagang Ammonia Acetic acid; Aci-jel Phosphoric acid; Orthophosphoric acid Hydrochloric acid; Hydrogen chloride; Anhidrous hydrochloric acid Hydrogen cyanide; Hydrocyanic acid; Blausaure; Prussic acid Sulfuric Acid; Oil of Vitriol Benzene; Benzol; Cyclo hexatriene Phenol; Carbolic acid; Phenic acid; Phenilic acid; Phenyl hydroxide; Hidroxybenzene; Oxybenzene Formadehyde solution; Formalin; Formol; Morbicid; Veracur Hydrogen sulphide; Sulfurated hydrogen; Hydrosulfuric acid Carbonic acid gas Amorphous Carbon monoxide Chlorine Chloroform; Trichlorometthane Mercuric chloride; Mercury bichloride; Corrosive sublimate; Mercury perchloride; Corrosive mercury chloride Sodium hydroxide; Caustic soda; Soda lye; Sodium hydrate Nitrogen Nitrogen dioxide Ozone; Triatomic oxygen Penta; PCP; Penchloraol; Santhophene 20 Zinc chloride; Butter zinc Lead Bromochloroethane
Rumus Molekul NH3 CH3COOH H3PO4 HCl HCN H2SO4 C6H6 C6H5OH CH2O H2S CO2 C CO Cl2 CHCl3 HgCl2 CH4 NaOH N2 NO2 O3 C6HCl5O AgNO3 ZnCl2 Pb -
Tabel 2.2: B3 yang dilarang dalam Lampiran II – Tabel 1 PP 74/2001 No 1 2
No Reg Chemical Abstract Service 309-00-2 57-74-9
Nama Bahan Kimia
3
50-29-3
DDT
4
60-57-1
Dieldrin
5
72-20-8
Endrin
6 7
76-44-8 2385-85-5
Heptachlor Mirex
8
8001-35-2
Toxaphene
9
118-74-1
10
1336-36-3
Aldrin Chlordane
Hexachlorobenzene PCBs
Enri Damanhuri - FTSL ITB
Sinonim/Nama Dagang HHDN CD68; Velsicol 1068; Toxichlor; Niran; Octachlor; Orthochlor; Synclor; Belt; Corodane Dichlorodiphenyltrichloroethane; D-58; Chlorophenothane; Clofenotane; Dicophane; p,pDDT; Agritan; Gesapon; Gesarex; Gesarol; Guesapon; Necide Compound 497; ENT 16225; HEOD; Insecticide No.497; Octalox Compound 268; ENT 17251; Mendrin; Nendrin; Hexadrin E3314; Velsicol 104; Drinox; Heptamul C6-1283; ENT 25719; Dechlorane; Hexachloropentadienedimer Hercules 3956: Polycholorcamphene; Chlorinatedcamphene; Campeclor; Altox; Geniphene; Motox; Penphene; Phenacide; Phenatox; Strobane-T; Toxakil Polychlorobenzene; Anticarie; Bunt-cure; Bunt-nomore; Julins carbon chloride Polychlorinated Biphenyls; Chlorobiphenyls; Arocloc; Clophen; Fenclor; Kenachlor; Phenochlor; Pyralene; Santotherm
Rumus Molekul C12H 8Cl6 C10H 6Cl8 C14H 9Cl5
C12H 8Cl6OH C12H 8Cl6OH C10H 5Cl7 C10Cl12 C10H 10Cl8
C6Cl6 C12X X=H or Cl
Halaman 2.3
Diktat Pengeloaan B3 – Versi 2008
Bagian 1/8
Tabel 2.3: Contoh B3 (dibatasi) dalam Lampiran II – Tabel 2 PP 74/2001 No 1 2
No Reg Chemical Abstract Service 93-76-5 2425-98-3
Nama Bahan Kimia
4
510-15-6
Chlorobenzilate
6
106-93-4
9 10
58-89-9 -
11 21 26
87-86-5 7439-97-6 75-69-4
Ethylene Dibromida (EDB) Lindane Senayawa merkuri, termasuk: - Anorganik merkuri - Alkyl merkuri - Alkyloxyalkyl merkuri - Aryl merkuri Pentaklorofenol* Mercury/Air raksa CFC-11
27
75-71-12
CFC-12
29
-
CFC-114
43 45
74-83-9
2,4,5-T Chlordimeform (CDM)
Halon-2402 Metil bromida
Sinonim/Nama Dagang Esterone 245; Trioxone; Weedone CDM; Ciba-8514; Schering 36,268: Spanon; Fundal; Gulecton; Chlorophenamidine Compound 338; G23922; Acarabene; Akar; Folbex; Ethyl 4,4-dichlorobenzilate; Ethyl 4,4-hydroxy-2,2bis(4-chlorophenil)acetate EDB; Dowfume WW85; 1,2-dibromoethane; Ethylenebromide; Sym-dibromoethane -
Penta; PCP; Penchloraol; Santhophene 20 Liquid silver; Hydragyrum; Quicksilver Trichloromonofluoromethane; Fluorotrichloromethane; Freo 11; Frigen 11; Areton 11 Dichlorodifluoromethane; Areton 12; Freon 12; Frigen 12; Genetron 12; Halon; Isotron 2 Dichlorotetrafluoroethane; Cryfluorane; Freon 114; Frigen 114; Areton 114 Dibromotetrafluoroethane Bromomethane; Monobromomethane; Embafume
Rumus Molekul C8H5Cl3O 3 C10H 13ClN 2 C16H 14Cl2O3 C12H 4Br 2 C6H6Cl6 -
C6HCl5O Hg CCl3 CCl2F2 C2Cl2F2 C2Rbr 2F4 CH3Br
*) Muncul juga pada Lampiran I (no. 112)
Setiap produsen yang menghasilkan B3 baru yang termasuk diatur dalam PP ini, maka sebelum dipergunakan secara luas produsen tersebut harus mendaftarkan terlebih dahulu kepada yang berwenang, dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup (pasal 6). Sedang bahan berbahaya lain yang tidak diatur dalam PP ini, maka registrasinya harus diajukan kepada instansi yang bertanggung jawab, misalnya Badan Tenaga Atom Nasional untuk bahan radioaktif. Demikian juga halnya unutk B3 yang diimport dari luar negeri, maka bahan tersebut terlebih dahulu harus didaftarkan oleh importirnya untuk diregistrasi sebelum secara rutin diimport. Bahan tersebut kemudian akan mendapat nomor registrasi sebagai alat kontrol terhadap peredaran B3 di Indonesia, sehingga dengan mudah dilakukan pengawasan dan pencegahan terjadinya dampak B3 terhadap lingkungan. Bila bahan yang akan dimpor adalah termasuk dalam daftar B3 yang terbatas dipergunakan, maka fihak otorita negara yang akan memasukkan bahan tersebut ke Indonesia terlebih dahulu harus menyampaikan notifikasi kepada fihak yang bertanggung jawab di Indonesia (pasal 8). Jawaban boleh tidaknya barang tersebut masuk ke Indonesia harus diterima oleh otorita Enri Damanhuri - FTSL ITB
negara pengekspor dalam waktu paling lambat 30 hari sejak tanggal diterimanya notifikasi tersebut. Prosedur ini adalah sesuai dengan Konvensi Basel yang mengatur lintas batas bahan dan limbah B3 antar negara.Prosedur yang sama diberlakukan bagi B3 yang akan dieksport ke luar negeri (pasal 7). PP ini mewajibkan eksportir B3 tersebut untuk menyampaikan notivikasi ke otoritas negara tujuan ekspor, otoritas negara transit dan instansi yang bertanggung jawab di Indonesia terlebih dahulu. Sebelum ada persetujuan dari otoritas negara tujuan ekspor dan otoritas negara transit, serta dari instansi yang berwenang, maka ekspor B3 tersebut belum boleh dilaksanakan. Salah satu informasi penting yang selalu harus disertakan dalam produksi B3 adalah Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet - MSDS). Informasi MSDS disamping harus tercantum pada produksi B3 (pasal 11), juga harus muncul pada dokumen pengangkutan, penyimpanan, dan pengedaran B3 (pasal 12), dan juga pada kemasan bahan tersebut (pasal 14). Lembar MSDS paling tidak berisi: o Merek dagang o Rumus kimia B3 Halaman 2.4
Diktat Pengeloaan B3 – Versi 2008
o o o o
Jenis B3 Klasifikasi B3 Teknik penyimpanan, dan Tata-cara penanganan bila terjadi kecelakaan
PP 74/2001 mengatur juga secara umum pengangkutan B3 (pasal 13), pengemasan B3 (pasal 15), pemberian label dan simbol (pasal 17), penyimpanna B3 (pasal 18). Lokasi dan konstruksi tempat penyimpanan B3 membutuhkan pengaturan tersendiri, agar tidak terjadi kecelakaan akibat kesalahan dalam penyimpanan tersebut. Salah satu persyaratan kelengkapan pada tempat penyimpanan tersebut adalah sistem tanggap darurat dan prosedur penanganan B3 (pasal 19). B3 yang dianggap kadaluwarsa, atau tidak memenuhi spesifikasi, atau bekas kemasan, yang tidak dapat digunakan tidak boleh dibuang sembarangan, tetapi harus dikelola sebagai limbah B3 (pasal 20). B3 kadaluwarsa adalah bahan yang karena kesalahan dalam penanganannya menyebabkan terjadinya perubahan komposisi dan atau karakteristik sehingga bahan tersebut tidak sesuai lagi dengan spesifikasinya. Sedang B3 yang tidak memenuhi spesifikasi adalah bahan yang dalam proses produksinya tidak sesuai dengan yang ditentukan. PP 74/2001 mengatur juga masalah kesehatan dan keselamatan kerja bagi orang yang bekerja di bidang ini, yang menjadi tanggung jawab bagi pengusaha. Salah satu langkah yang wajib dilakukan adalah kewajiban uji kesehatan secara berkala bagi pekerja, sekurangkurangnya 1 kali dalam 1 tahun, denganmaksud untuk mengetahui sedini mungkin terjadinya kontaminasi oleh zat/senyawa kimia B3 terhadap pekerja atau pengawas lokasi tersebut (pasal 23). Salah satu kehawatiran utama dalam penanganan B3 adalah kemungkinan terjadinya kecelakaan baik pada saat masih dalam penyimpanan maupun kecelakaan pada saat dalam pengangkutannya. Kecelakaan B3 adalah lepasnya atau tumpahnya B3 ke lingkungan, yang memerlukan penanggulangan cepat dan tepat (pasal 24). Bila terjadi kecelakaan, maka kondisi awalnya adalah berstatus keadaan darurat (emergency). Langkah darurat yang harus dilakukan adalah (pasal 25): o Mengamankan (mengisolasi) tempat terjadinya kecelakaan
Enri Damanhuri - FTSL ITB
Bagian 1/8
o o o
Menanggulangi kecelakaan sesuai dengan prosedur standar penanggulangan kecelakaan Melaporkan kecelakaan atau keadaan darurat tersebut kepada aparat Kota/Kabupaten setempat Memberikan informasi, bantuan dan melakukan evakuasi masyarakat sekitar lokasi kejadian.
3 KARAKTERISASI B3 VERSI PP 74/2001 Penjelasan PP 74/2001 menguraikan secara singkat klasifikasi B3 sebagai berikut: a. Explosive (mudah meledak): adalah bahan yang pada suhu dan tekanan standar o (25 C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya. Pengujiannya dapat dilakukan dengan menggunakan Diffrential Scanning Calorimetry (DSC) atau Differential Thermal Analysis (DTA), sedang 2,4dinitrotoluena atau Dibenzoil-peroksida digunakan sebagai senyawa acuan. Dari hasil pengujian tersebut, akan diperoleh nilai temperatur pemanasan. Apabila nilai temperatur pemanasan suatu bahan lebih tinggi dari senyawa acuan, maka bahan tersebut diklasifikasikan mudah meledak. b. Oxidizing (pengoksidasi): pengujian bahan padat dilakukan denganemtode uji pembakaan menggunakan ammonium persulfat sebagai senyawa standar. Sedang untuk bahan cair, senyawa standar yang digunakan adalah larutan asam nitrat. Suatu bahan dinyatakan sebagai pengoksidasi apabila waktu pembakaran bahan tersebut sama atau lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar. c. Flammable (mudah menyala): o Extremely flammable: padatan atau cairan yang memiliki titik nyala (flash o point)di bawah 0 C dan titik didih lebih o rendah atau sama dengan 35 C. o Hghly flammable: padatan atau cairan o o yang memiliki titik nyala 0 C - 21 C. o Flammable: o Bila cairan: bahan yang mengandung alkohol kurang dari 24%-volume, dan atau mempunyai o o titik nyala ≤ 60 C (140 F), akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api, atau sumber nyala lainnya, pada tekanan 760 mmHg. Pengujiannya Halaman 2.5
Diktat Pengeloaan B3 – Versi 2008
o
dapat dilakukan dengan metode Closed-up test. Bila padatan: bahan bukan cairan, pada temperatur dan tekanan standar dengan mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan, dan apabila terbakar dapat
Bagian 1/8
menyebabkan kebakaran terus menerus dalam 10 detik. Pengujian dapat pula dilakukan dengan Seta Closed-cup Flash Point Test, o dengan titik nyala di bawah 40 C. d. Toxic (beracun): akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut. Tingkatan racun dikelompokkan seperti tabel berikut.
Tabel 2.4: Tingkat racun menurut PP 74/2001 Urutan 1 2 3 4 5 6
Kelompok Extremely toxic (amat sangat beracun) Highli toxic (sangat beracun) Moderately toxic (beracun) Slighly toxic (agak beracun) Practically non-toxic (praktis tidak beacun) Relatively harmless (realtif tidak berbahaya)
e. Harmful (berbahaya): padatan maupun cairan ataupun gas yang jika kontak atau melalui inhalasi (pernafasan) atau melalui oral dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu. f. Corrosive (korosif): mempunyai sifat o Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit o Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja standar SAE-1020 dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur o pengujian 55 C. o Mempunyai pH ≤ 2 untuk B3 bersifat asam, dan atau pH ≥ 12,5 untuk B3 bersifat basa. g. Irritant (bersifat iritasi): padatan maupun cairan yang bila terjadi kontak secara
LD50 (mg/kg) ≤1 1 – 50 51 – 500 501 – 5.000 5001 – 15.000 > 15.000
langsung, dan apabila terus menerus kontak dengan kulit atau selaput lendir dapat menyebabkan peradangan h. Dangerous to the Environment (berbahaya bagi lingkungan): seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan. i. Chronic toxic (toksik kronis): o Carcinogenic (karsinogen): sifat bahan penyebab sel kanker, yaitu sel liar yang dapat merusak jaringan tubuh o Teratogenic: sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio o Mutagenic: sifat bahan yang dapat menyebabkan perubahan kromosom yang dapat merubah genetika.
Referensi Utama: Peraturan Pemerintah Nomor 74/2001: Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, 26 November 2001
Enri Damanhuri - FTSL ITB
Halaman 2.6